PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL"

Transkripsi

1 PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Program Pembangunan Nasional (Propenas) Indonesia tahun memiliki kebijakan dan program pembangunan yang menitikberatkan pada penguatan lembaga dan organisasi, pemberdayaan miskin, dan keswadayaan. Salah satu sasaran umum Propenas adalah upaya peningkatan keberdayaan dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik khususnya miskin, rentan sosial, dan pelaku ekonomi kecil. Propenas sejalan dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah pada UU nomor 32 tahun 2004 yang menjelaskan bahwa otonomi daerah harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam. Penyelenggaraan otonomi daerah pada akhirnya harus disertai pula dengan meningkatnya kemampuan lembaga-lembaga di untuk mengembangkan pilihan dalam kehidupan sosial ekonomi serta partisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan. Mekanisme partisipasi lembaga dan organisasi belum berkembang secara efektif dan demokratis dalam proses pengambilan keputusan sehingga pembangunan yang dilaksanakan belum dapat mengakomodasi kreasi dan aspirasi secara optimal. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan tidak akan berjalan secara optimal jika pemerintah tidak dapat memberdayakan kemampuan usaha pelaku ekonomi khususnya kecil dan memberikan dukungan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi melalui penyedian akses bagi untuk memperoleh input sumberdaya ekonomi dan kesempatan dalam kegiatan produksi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di daerah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut dengan mewujudkan keterkaitan kegiatan sosial-ekonomi perdesaan dan perkotaan, peningkatan akses terhadap sumber daya lokal, pengembangan jaringan usaha, dan pengurangan kendala peraturan/birokrasi. Dukungan terhadap peningkatan

2 kondisi sosial-ekonomi miskin masih diperlukan melalui upaya pemberdayaan dan pemihakan kepada miskin untuk menghadapi berbagai masalah struktural yang tidak dapat dipecahkan oleh sendiri. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir merupakan sarana pengimplementasian Program Pembangunan Nasional dan otonomi daerah dalam kerangka penanggulangan kemiskinan dan pengembangan ekonomi lokal secara aspiratif, partisipatif dan demokratis. Penggalian masalah, kebutuhan dan penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir dilakukan melalui diskusi kelompok, kuesioner analisis SWOT, wawancara dan observasi. Pelaku usaha sektor informal memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian lokal sehingga dapat mencapai kemajuan usaha dan peningkatan taraf kesejahteraan. Keterhambatan dalam kemajuan usaha yang dialami pelaku usaha sektor informal disebabkan ketidakmampuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha mereka. Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka mengalami kesulitan dalam mencapai akses terhadap permodalan, pemasaran, dan program-program. Oleh karena itu, pemberdayaan usaha sektor informal diarahkan untuk mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam mencapai akses dan kontrol terhadap permodalan, pemasaran, dan program-program sehingga dapat memajukan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan didukung oleh adanya sinergi antara pelaku usaha sektor informal dan kelompok-kelompok maupun keterpaduan kelembagaan komunitas melalui jejaring sosial. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan tahap-tahap pemahaman dan pengungkapan masalah dan Design (Kerangka Penyusunan Program). Penyusunan program melalui tahap asessment dan design merupakan kerangka dasar yang perlu dilakukan untuk dapat menyusun suatu program yang dapat diaplikasikan kepada.

3 Pengungkapan dan Pemahaman Masalah Pengungkapan dan pemahaman masalah merupakan tahap dalam proses penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal. Tahap ini merupakan penggalian masalah dan sumber yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal dalam komunitas. Pengungkapan dan pemahaman masalah dilakukan melalui analisa SWOT. a. Identifikasi Masalah Pelaku Usaha Sektor Informal Pengidentifikasian masalah usaha sektor informal diperlukan sebagai dasar untuk menyusun program pemberdayaan usaha sektor informal secara partisipatif. Hal tersebut artinya melibatkan mereka mulai dari mengenali masalah dan kebutuhannya, menyusun rencana program, melaksanakan dan evaluasi program. Keterbatasan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses sumber daya merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan beberapa permasalahan lainnya. Gambaran masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal dapat dilihat pada Gambar 4 yaitu :

4 Taraf pendapatan Rendah Keterbatasan dalam mengakses pemasaran sehingga kurang kuat/tangguh dalam menghadapi persaingan usaha Keuntungan usaha hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari Keterbatasan dalam mengakses sumber daya Belum mampu mengorganisir diri dan mengembangkan jejaring usaha Usaha yang dilakukan tidak berkembang Tidak mengetahui program-program pengembangan AKIBAT MASALAH Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal INTI MASALAH Keterbatasan kapasitas diri pelaku usaha sektor informal Ketidaktahuan mengenai informasi yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha Keterbatasan permodalan usaha sektor informal Modal Kecil (modal sendiri, modal pinjaman) Ketimpangan Produktivitas Kerja dan Laba Usaha Sektor Informal Rentang waktu kerja/jam kerja cukup lama, dan laba usaha sangat kecil Ketidaksampaian Informasi mengenai program-program kepada Kelembagaan kurang berfungsi dengan baik dan belum mengutamakan penyampaian informasi kepada SEBAB MASALAH Gambar 4 : Analisis Pohon Masalah Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

5 Gambar 4 menjelaskan bahwa inti masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal usaha di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir adalah ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan ini berawal dari keterbatasan kapasitas diri pelaku usaha sektor informal terutama ketidaktahuan terhadap adanya informasi-informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan usahanya. Keterbatasan permodalan merupakan salah satu kendala dimana modal yang dimiliki masih kecil yang berasal dari modal sendiri atau modal pinjaman (pinjaman dari kerabat, tetangga, atau bahkan rentenir). Ketimpangan produktivitas kerja dan laba usaha mengindikasikan bahwa hasil usaha (laba) yang diperoleh relatif sangat kecil dan hal itu merupakan hasil kerja dengan susah payah. Ketidaksampaian informasi-informasi penting mengenai program kepada merupakan salah satu dampak dari ketidakberfungsian kelembagaan dalam menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh. Beberapa hal tersebut akhirnya menyebabkan ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan usaha sektor informal tersebut mengakibatkan usaha sektor informal mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses terhadap sumberdaya yang ada di Kelurahan Campaka, keterbatasan dalam mengorganisir diri pelaku usaha sektor informal dan mengembangkan jejaring usaha, ketidaktahuan atau ketidakpahaman mengenai program-program, dan usaha sektor informal menjadi kurang kuat dalam menghadapi persaingan usaha dan hanya mampu bertahan. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan taraf pendapatan usaha sektor informal relatif kecil, laba usaha lebih dimanfaatkan pada pemenuhan kebutuhan seharihari, dan usaha yang dilakukan tidak berkembang dengan baik. b. Identifikasi Sumber Daya Pengidentifikasian sumber daya berupaya memilah sumber-sumber yang ada pada diri pelaku usaha sektor informal (internal) dan lingkungan dimana mereka tinggal (eksternal). Potensi sumber yang berasal dari diri pelaku usaha sektor informal antara lain adanya motivasi tinggi pelaku usaha sektor informal dalam mengembangkan usaha yang berasal dari dirinya sendiri yang didukung oleh pihak keluarga/kerabat maupun tetangga. Motivasi tinggi ini merupakan dasar keinginan untuk mengubah nasib dan memajukan usaha. Motivasi ini perlu

6 mendapat dukungan dari berbagai pihak baik dari, kelembagaan lokal maupun peraturan yang ada. Keuletan usaha yang dimiliki pelaku usaha sektor informal merupakan potensi yang perlu didukung dengan berbagai bantuan usaha yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan usaha. Potensi sumber yang berasal dari lingkungan (external resources) antara lain adanya program-program yang ditujukan untuk mengembangkan perekonomian lokal khususnya usaha sektor informal, adanya kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal dan informal yang ada di Kelurahan Campaka antara lain keluarga, kelompok arisan, rentenir, LPM Kelurahan, Pemerintah Daerah (pemerintah propinsi, pemerintah kota, pemerintah kecamatan, dan pemerintah kelurahan. Potensi eksternal ini perlu diperkuat melalui pengembangan jejaring kelembagaan sehingga lebih memperkuat pencapaian kemajuan usaha sektor informal. Perumusan Tujuan Program Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Penyusunan rancangan program pemberdayaan usaha sektor informal dilandasi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dan tujuan khusus merupakan fokus program pemberdayaan usaha sektor informal. a. Tujuan Umum Tujuan umum yang akan dicapai dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal antara lain : Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan. Tujuan umum ini memiliki pengertian bahwa pengembangan usaha dan peningkatan taraf pendapatan para pelaku usaha sektor informal dapat dicapai melalui pengembangan kemampuan pelaku usaha sektor informal sebagai upaya mengatasi keterbatasan diri pelaku usaha, keterbatasan modal, ketimpangan produktivitas kerja dan laba usaha, dan ketidaksampaian informasi-informasi pengembangan usaha kepada pelaku usaha sektor informal.

7 b. Tujuan Khusus Tujuan khusus pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan sebagai upaya pemecahan masalah yang ditujukan untuk menanggulangi akibat masalah yang perlu dipecahkan. Tujuan khusus tersebut adalah: 1. Meningkatkan akses terhadap sumber daya Pelaku usaha sektor informal diarahkan untuk mampu melakukan dan memperoleh akses dan kontrol terhadap permodalan dengan melibatkan kelembagaan yang ada di dalam maupun di luar komunitas Kelurahan Campaka baik formal maupun informal. Selain itu, pelaku usaha sektor informal diperkuat kemampuannya untuk dapat mengambil keputusan tanpa dipengaruhi oleh pihak lain dalam melakukan akses dan kontrol terhadap sumber daya yang ada di Kelurahan Campaka sehingga dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kemajuan usaha mereka. Sumber daya yang perlu diakses tersebut adalah sumber daya financial (bantuan keuangan dari program-program ) dan sumber daya sosial berupa kelembagaan dan modal sosial. Peningkatan akses terhadap sumber daya ini diharapkan dapat meningkatkan kecukupan modal sehingga diharapkan dapat mengembangkan usaha mereka dengan sebaik-baiknya. 2. Meningkatkan akses terhadap pemasaran Pelaku usaha sektor informal harus ditingkatkan kemampuannya dalam melakukan dan memperoleh akses terhadap peluang pemasaran sehingga mereka menjadi pelaku usaha sektor informal yang tangguh dalam menghadapi persaingan usaha dan memahami langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memajukan usaha mereka. 3. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha Pelaku usaha sektor informal harus dilibatkan dalam siklus perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang ada di kelurahan Campaka. Pelibatan pelaku usaha sektor informal dalam siklus perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program harus diarahkan terhadap pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dalam suatu kesatuan jaringan yang dapat mengembangkan kapasitas internal komunitas dan

8 mampu menjangkau akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya termasuk program-program. 4. Meningkatkan akses pengetahuan dan keterampilan eterbatasan pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha sektor informal perlu diatasi melalui upaya penambahan pengetahuan/wawasan dan keterampilan usaha bagi mereka. Penambahan pengetahuan/wawasan dapat dikelola dengan penguatan arus informasi melalui keorganisasian intra komunitas pelaku usaha sektor informal didukung penguatan jejaring komunikasi dan informasi ke berbagai pihak. Penguatan arus komunikasi dan informasi dapat mengarahkan mereka untuk dapat menentukan informasi dan keterampilan apa yang diperlukan untuk mengembangkan diri mereka dan memajukan usahanya. Kerangka Penyusunan Program Perancangan Program Pengembangan Masyarakat pada kajian pemberdayaan usaha sektor informal menggunakan metoda analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam kajian ini, adalah sebagai berikut : 1. Penetapan stakeholder utama, karena banyaknya stakeholder yang terlibat serta dengan berbagai tujuan berbeda dapat mengakibatkan kekacauan dalam penentuan S dengan O atau O dengan W yang dapat saling bertukar, maka pemilihan stakeholder dilakukan untuk mempersempit domain dokumen perencanaan agar mudah dikelola (manageable) (Soesilo, 2002). Stakeholder utama yang dipilih sebagai unit analisis SWOT adalah seluruh responden yang merupakan para pelaku usaha sektor informal sebanyak 20 orang. 2. Identifikasi SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) digambarkan kedalam matriks analisis SWOT. Pemilihan strategi yang akan dikembangkan dari empat strategi (SO, ST, WO, WT) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai bobot dan urgensi dari masing-masing faktor melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden. Strategi terpilih dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program dan kerangka pelaksanaan program.

9 Analisis Stakeholder Analisis stakeholder diperlukan untuk melihat peran stakeholder dan sejauhmana kondisi kemampuan keorganisasian pihak-pihak yang perlu terlibat dalam program yang dilaksanakan di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir. Analisis stakeholder berupaya mengemukakan bagaimana interest dan komitmen stakeholder terhadap program pengembangan dan bagaimana pula pengaruh setiap stakeholder terhadap program. Analisis stakeholder dapat dilihat secara jelas pada tabel berikut :

10 Tabel 13 Analisis Stakeholder dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Interest/Komitmen Kualitas Pengaruh Stakeholder Peranan Kondisi Kapabilitas Keorganisasian Status Quo Terbuka Terhadap Perubahan Tinggi Sedang Rendah Pemerintah Kota Bandung Memfasilitasi pemberian program pengembangan Memiliki perhatian terhadap Pengembangan usaha sektor informal Melakukan perencanaan program Keterbatasan dana dan tim teknis Pemerintah Kecamatan Pemerintah Kelurahan Memfasilitasi pelaksanaan program pengembangan Memfasilitasi pelaksanaan program pengembangan Keterbatasan tim teknis Keterbatasan tim teknis Kamar Dagang dan Industri Memfasilitasi pengembangan usaha dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal Memiliki perhatian terhadap pengembangan usaha sector informal Keterbatasan fokus perhatian Focus perhatian lebih tertuju pada penguatan perekonomian secara makro - - -

11 Lembaga Swadaya Masyarakat Mengawasi dan memberikan saran terhadap pelaksanaan program pengembangan Perlu adanya peningkatan perhatian LPM dari Perguruan Tinggi Memberikan saran terhadap pelaksanaan program Perancangan strategi pemecahan masalah usaha sektor informal Pengurus LPM Kelurahan Membantu melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan program pengembangan Perlu adanya penataan kembali tata laksana dan tata tertib keorganisasian Perlu adanya pembenahan visi dan misi keorganisasian - - Komunitas Usaha Sektor Informal Menjadi pemrakarsa dan pelaksana program-program Penyiapan dan penentuan koordinator dan anggota kelompok usaha sektor informal Pengembangan pengetahuan/wawasan tentang berbagai program Pendisiplinan diri dalam melaksanakan program Penguatan inisiatif lokal dan peningkatan kemandirian dalam mengembangkan usaha sektor informal Keterbatasan kemampuan dalam mengembangkan usaha Keterbatasan dalam mengakses dan mengkontrol sumber daya Keterbatasan dalam melakukan jejaring usaha Keterbatasan dalam pengorganisasian diri Keterbatasan dalam mengorganisir diri dalam lingkup intra komunitas - - -

12 Ketua RT Pendataan ulang pelaku usaha sektor informal Penyiapan perwakilan anggota pelaksana programprogram pengembangan Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program Pengelolaan pembelajaran kedisiplinan pembayaran angsuran dana bergulir Perlu adanya peningkatan pengetahuan/wawasan mengenai programprogram Perlu adanya pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan programprogram Ketua RW Penyiapan perwakilan anggota pelaksana program Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program Pengelolaan pembelajaran kedisiplinan pembayaran angsuran dana bergulir pada setiap program pengembangan Perlu adanya peningkatan pengetahuan/wawasan mengenai programprogram Perlu adanya pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan programprogram Tokoh Masyarakat Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan program pengembangan Menumbuhkan partisipasi dan keswadayaan. Peningkatan perhatian dan dukungan terhadap program-program pengembangan - - -

13 Masyarakat Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program Pengembangan pengetahuan mengenai program-program Pengembangan kesadaran dan kedisiplinan anggota komunitas dalam program pengembangan Peningkatan kapasitas partisipasi/keswadayaan dan kemandirian Peningkatan kapasitas dalam kelembagaan dan modal sosial Perlu adanya peningkatan pengetahuan/wawasan mengenai programprogram Perlu adanya pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan programprogram Keterangan : Stakeholder : Pihak-pihak yang perlu terlibat dalam proses pemberdayaan usaha sektor informal Peranan : Peran yang dilaksanakan untuk melakukan proses pemberdayaan usaha sektor informal Kondisi Kapabilitas Keorganisasian : Keadaan yang dihadapi dan kemampuan yang dimiliki dalam mengorganisir diri untuk melakukan pemberdayaan usaha sektor informal Interest/Komitmen : Kecenderungan pelaksanaan program Status quo : Suatu arah pemikiran yang tidak menghendaki adanya perubahan Terbuka Terhadap Perubahan : Suatu arah pemikiran yang terbuka dan menghendaki adanya perubahan Kualitas Pengaruh : Suatu kondisi yang menyatakan kekuatan pengaruh terhadap program pemberdayaan usaha sektor informal

14 Data pada tabel 13 menunjukkan bahwa stakeholder yang perlu dilibatkan terdiri dari Pemerintah Kota Bandung (Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perekonomian), pemerintah Kecamatan dan Kelurahan, Kamar Dagang dan Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat, LPM dari Perguruan Tinggi, LPM Kelurahan, Komunitas Usaha Sektor Informal, Ketua RW, Ketua RT, Tokoh Masyarakat, dan perwakilan Masyarakat. Pemerintah Kota Bandung melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perekonomian memberikan perhatian yang sangat kondusif terhadap pengembangan usaha sektor informal dengan menghadirkan beberapa program yang berlandaskan pemberdayaan ekonomi rakyat. Kamar Dagang dan Industri Kota Bandung memberikan perhatian yang baik terhadap pengembangan usaha sektor informal. Stakeholder lainnya yang memiliki perhatian adalah LPM dari Perguruan Tinggi (salah satu diantaranya LPM STKS Bandung). Stakeholder yang berasal dari lingkungan Kelurahan Campaka antara lain LPM Kelurahan Campaka, Komunitas Usaha Sektor Informal, Ketua RW dan Ketua RT, Tokoh Masyarakat, dan perwakilan. Pemerintah Kota berperan sebagai fasilitator dan pemberi bantuan pinjaman dan menjalin kerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri. Pihak LPM dari Perguruan Tinggi berperan memberikan dukungan terhadap eksistensi dan pengembangan usaha sektor informal. LPM Kelurahan Campaka berperan sebagai pemberi dukungan dan saran terhadap kemajuan usaha sektor informal. Stakeholder utama dilakukan oleh komunitas usaha sektor informal dibantu oleh Ketua RW, Ketua RT, dan segenap unsur yang memiliki perhatian terhadap pemberdayaan usaha sektor informal. Keterpaduan tiga komponen utama (Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat) merupakan dasar strategi. Penyusunan Strategi Program Pemulihan perekonomian nasional merupakan salah satu solusi makro yang dapat memberikan pengaruh positif dan peluang bagi usaha sektor informal untuk mengembangkan usaha dan mencapai kemajuan usaha sebagaimana yang diharapkan. Keberadaan pihak yang memberikan perhatian dan pembelaan terhadap usaha sektor informal memang diperlukan. Keberadaan pihak luar

15 komunitas usaha sektor informal sangat diperlukan dimana mereka pada saat ini berupaya memperhatikan dan memperjuangkan aspirasi, harapan dan tujuan pelaku usaha sektor informal dalam memajukan usaha mereka. Pemecahan masalah persaingan usaha sejenis dilakukan melalui pembentukan kelompok usaha sejenis. Antar anggota kelompok yang memiliki tempat usaha berdekatan masing-masing mengupayakan pembedaan produk yang dijualnya dan harga yang relatif sama jika ada produk yang sama di tempat usaha anggota yang lain. Hal tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi yang terjalin antar anggota kelompok usaha sejenis yang dikembangkan secara berkesinambungan melalui suatu jaringan informasi. Penyusunan strategi program didasarkan pada ruang lingkup internal dan eksternal komunitas usaha sektor informal. Program ditujukan kepada internal dan eksternal komunitas melalui pengembangan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal. Jaringan ini mengupayakan peningkatan kemampuan komunitas usaha sektor informal sehingga dapat memberdayakan usaha sektor informal oleh pelaku usaha sektor informal. Jaringan ini mengupayakan terciptanya jaringan usaha yang kuat dan komunikasi yang baik antar pelaku usaha, serta penyebaran informasi secara menyeluruh kepada seluruh pelaku usaha sektor informal. Rincian kegiatan pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal dapat dilihat dalam tabel berikut :

16 Tabel 14 Pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung No. Item Penjelasan Nama Kegiatan Pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Deskripsi Kegiatan Penanggung jawab Pelaksana Stakeholder terkait Kegiatan ini merupakan upaya penciptaan suatu wadah yang dapat membantu pelaku usaha sektor informal dalam memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha sektor informal Pemerintah Kelurahan Campaka Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka 1. Pemerintah Kota Bandung (Bagian Perekonomian, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Koperasi dan UKM) 2. Pemerintah Kecamatan Andir 3. Pemerintah Kelurahan Campaka 4. LPM Kelurahan Campaka 5. Ketua RW dan Ketua RT 6. Tokoh Masyarakat 7. Komunitas Usaha Sektor Informal Tujuan 1. Tujuan Umum : Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan. 2. Tujuan Khusus : a. Meningkatkan akses terhadap sumber daya finansial dengan memanfaatkan sumber daya kelembagaan dan modal sosial

17 1 2 3 b. Meningkatkan akses terhadap pemasaran c. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha d. Meningkatkan akses pengetahuan dan keterampilan usaha. Jenis Kegiatan 1. Sosialisasi penyamaan persepsi mengenai kebutuhan pembentukan jejaring untuk mengatasi permasalahan usaha sektor informal. 2. Pendataan ulang pelaku usaha sektor informal di setiap Rukun Tetangga 3. Musyawarah pembentukan jaringan a. Merumuskan latar belakang pembentukan jaringan b. Merumuskan cakupan jaringan c. Merumuskan dan mengesahkan susunan pengurus, keanggotaan dan sekretariat tingkat Kelurahan, rukun warga, dan rukun tetangga d. Merumuskan agenda kegiatan, sumber dan alokasi dana, serta mekanisme pertanggungjawaban e. Merumuskan legalitas formal jejaring 4. Pengesahan legalitas keberadaan jejaring oleh pihak pemerintah kelurahan Campaka 5. Perencanaan dan pelaksanaan pertemuan rutin berkala jaringan informasi usaha sektor informal Wilayah Pelaksanaan Sasaran Setiap lingkungan RT di setiap RW di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Penduduk Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung yang berkecimpung dalam usaha sektor informal di sektor perdagangan dan termasuk kategori keluarga Sejahtera I dan II

18 1 2 3 Sumber Pendanaan 1. Swadaya 2. Bantuan dari perusahaan yang ada di dalam atau di luar wilayah Kelurahan Campaka 3. Stakeholder (LSM, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kelurahan dan Kecamatan, LPM Kelurahan Campaka, dan Komunitas Pelaku Usaha Sektor Informal) Waktu Pelaksanaan Mekanisme Pelaksanaan Januari Desember Melakukan pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT 2. Pembentukan kelompok usaha diawali mulai tingkat RT; panitia pembentukan kelompok usaha terdiri dari LPM Kelurahan Campaka, Ketua RW dan Ketua RT. 3. Kelompok usaha setiap RT memberikan perwakilannya di tingkat RW untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Rukun Warga 4. Jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat RT memberikan perwakilannya di tingkat Kelurahan untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Kelurahan 5. Kelompok usaha tingkat RTdibagi kembali dalam sub kelompok (misalnya satu sub kelompok terdiri dari 5 orang pelaku usaha) 6. Jaringan informasi tingkat Kelurahan bekerja sama dengan pihak LPM Kelurahan berupaya mencari berbagai informasi tentang program pemberdayaan dan informasi usaha. 7. Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua RW, dan informasi menyebar dari Ketua RW ke setiap Ketua RT.

19 Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua jaringan informasi tingkat RW, kemudian ke setiap Ketua Kelompok Usaha tingkat RT dan selanjutnya informasi disebarkan ke seluruh anggota kelompok. 9. Kelompok usaha setiap RT memberikan perwakilannya di tingkat RW untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Rukun Warga 10. Jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat RT memberikan perwakilannya di tingkat Kelurahan untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Kelurahan 11. Kelompok usaha tingkat Rukun Tetangga dibagi kembali dalam sub kelompok (misalnya satu sub kelompok terdiri dari 5 orang pelaku usaha) 12. Jaringan informasi tingkat Kelurahan bekerja sama dengan pihak LPM Kelurahan berupaya mencari berbagai informasi tentang program pemberdayaan dan informasi usaha. 13. Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua RW, dan informasi menyebar dari Ketua RW ke setiap Ketua RT. 14. Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua Forum Komunikasi tingkat RW, dan informasi menyebar dari jaringan informasi tingkat RW ke Ketua Kelompok Usaha tingkat RT dan selanjutnya informasi disebarkan ke seluruh anggota kelompok. Hasil yang diharapkan 1. Pelaku usaha sektor informal dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha sektor informal.

20 2. Kelompok usaha yang sudah terbentuk di setiap RT menjadi dasar penentuan sasaran program-program pemberdayaan usaha sektor informal.

METODE KAJIAN. Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

METODE KAJIAN. Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung METODE KAJIAN Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan di kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung dengan pertimbangan Kelurahan Campaka merupakan kelurahan yang telah tersentuh program-program

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan daerah semestinya dilaksanakan secara terpadu, baik dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan, budaya dan hukum yang berdasarkan kekhasan dan potensi

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025 BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Di era otonomi daerah, salah satu prasyarat penting yang harus dimiliki dan disiapkan setiap daerah adalah perencanaan pembangunan. Per definisi, perencanaan sesungguhnya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

pelaksanaan pemerintahan terbebas dari praktek-praktek KKN,

pelaksanaan pemerintahan terbebas dari praktek-praktek KKN, VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH KECAMATAN BAREGBEG KABUPATEN CIAMIS VISI Agar terselenggaranya good goverment ( pemerintahan yang baik ) tentunya diperlukan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE 77 STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 63 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG 48 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG Berdasarkan data baik masalah maupun potensi yang dimiliki oleh kelompok, maka disusun strategi program

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, daerah kumuh dan akhirnya pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Misi adalah rumusan umum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka

Lebih terperinci

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM Draft PETUNJUK PELAKSANAAN Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM I. Pendahuluan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu upaya penanganan masalah kemiskinan di

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD 4.1.1 VISI Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, pada pasal 1 ayat (12) dinyatakan bahwa visi adalah rumusan

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

penelitian 2010

penelitian 2010 Universitas Udayana, Bali, 3 Juni 2010 Seminar Nasional Metodologi Riset dalam Arsitektur" Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset DESAIN PERMUKIMAN PASCA-BENCANA DAN METODA PARTISIPASI:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJM 2015 2019 sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

TAHUN : 2005 NOMOR : 06

TAHUN : 2005 NOMOR : 06 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2005 NOMOR : 06 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2005 T E N T A N G LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2005 T E N T A N G LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2005 T E N T A N G LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa Rancangan Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mandiri Pedesaan itulah proses hegemoni terjadi, pelibatan masyarakat dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mandiri Pedesaan itulah proses hegemoni terjadi, pelibatan masyarakat dalam BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan serangkain kegiatan analisis data dari temuan di lapangan yang diperoleh melalui tahap observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dapat ditarik beberapa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG PANJANG NOMOR : 20 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN KOTA PADANG PANJANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa sebagaimana diatur dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan dunia yang semakin maju, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan dunia yang semakin maju, Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan dunia yang semakin maju, Indonesia dituntut untuk melakukan pembangunan di segala bidang dan di berbagai tempat. Pembangunan salah satunya

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. Pemerintah akan dibawa dan berkarya agar tetap konsisten dan dapat eksis,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. Pemerintah akan dibawa dan berkarya agar tetap konsisten dan dapat eksis, BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Jogoroto Visi adalah pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana Instansi Pemerintah akan dibawa dan berkarya agar tetap

Lebih terperinci

KEPPRES 49/2001, PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN

KEPPRES 49/2001, PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 49/2001, PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN *50173 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 49 TAHUN 2001 (49/2001) TENTANG PENATAAN

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL STUDI TENTANG PROGRAM KEGIATAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI DESA AMBARA KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO Oleh : HASANA P. ABAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif 1 Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif (a) Perencanaan Partisipatif disebut sebagai model perencanaan yang menerapkan konsep partisipasi, yaitu pola perencanaan yang melibatkan semua pihak (pelaku)

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian METODE KAJIAN Tipe Dan Aras Kajian Tipe Kajian Tipe kajian dalam kajian ini adalah tipe evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETUGASAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN ( LPMK ) WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. b. Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2002 NOMOR 13 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA ( RT ), RUKUN WARGA ( RW ) DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan

TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan Gillin dan Gillin (2001) mengemukakan bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

Pembangunan Desa di Era Otonomi Daerah

Pembangunan Desa di Era Otonomi Daerah Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka Penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas

Lebih terperinci

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri Tim Peneliti Sunyoto Usman (Sosiologi) Purwanto (Sosiologi) Derajad S. Widhyharto (Sosiologi) Hempri Suyatna (Sosiatri) Latar Belakang Program

Lebih terperinci