HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013"

Transkripsi

1 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Oleh: SUMIYATI ASTUTI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

2

3

4

5 RIWAYAT HIDUP Nama : Sumiyati Astuti Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 5 Juli 1991 Jenis Kelamin Agama Status : Perempuan : Islam : Belum Menikah Alamat : Jln. Tipar cakung No. 69 RT 001 RW 01 Kel. Sukapura, Kec. Cilincing Jakarta Utara Telepon/Hp : sumiyati.astuti@gmail.com Riwayat Pendidikan: 1. SDN Sukapura 02 Pagi Jakarta ( ) 2. SMP Negeri 30 Jakarta ( ) 3. SMAN 75 Jakarta ( ) 4. S1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ( ) V

6 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, September 2013 Sumiyati Astuti, NIM: Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara tahun 2013 xx + 89 halaman + 10 tabel + 3 bagan + 5 lampiran ABSTRAK Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru. Prevalensi penyakit TBC semakin meningkat, total kasus penyakit TBC di Kelurahan Lagoa yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja pada tahun 2012 mencapai 67 kasus. Hal ini terjadi karena upaya pencegahan penyakit tuberkulosis belum dilakukan secara maksimal oleh warga Kelurahan Lagoa. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional, sampel dalam penelitian ini adalah warga RW 04 Kelurahan Lagoa yang didapat dengan teknik Cluster Sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji Correlation Spearman. Hasil analisis univariat menunjukkan 71,7% mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap upaya pencegahan penyakit TBC, 55% responden memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit TBC dan 66,7% responden memiliki upaya pencegahan penyakit TBC yang baik. Analisis bivariat dengan uji Correlation Spearman dengan α=0.05, hasil analisis didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penyakit TBC (p value=0.000), dan ada hubungan antara sikap masyarakat dengan upaya pencegahan penyakit TBC (p value=0.003). Diharapkan tenaga kesehatan dapat lebih meningkatkan promosi kesehatan yang lebih baik lagi mengenai pentingnya melakukan upaya pencegahan penyakit TBC yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai pencegahan terhadap penyakit TBC yang dapat menyebabkan kematian. Kata Kunci: Tuberkulosis, Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Pengetahuan, Sikap vi

7 THE STUDY PROGRAM OF NURSING SCIENCES FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA Undergraduated thesis, September 2013 Sumiyati Astuti, NIM: Relationship of Knowledge Level and Society Attitude Against Tuberculosis Disease Prevention in RW 04 Lagoa, North Jakarta Year 2013 xx + 89 pages + 10 tables + 3 sketch + 5 appendixes ABSTRACT Tuberculosis (TBC) is an infection disease which it caused by Mycobacterium tuberculosis. Prevalence increase in 2012 total cases of TBC disease in Lagoa, Koja district health centre reported there up to 67 cases. This happen due to the prevention has not done optimaly by citizen from Lagoa district. The purpose of this study was determine the relationship of the level of knowledge and society attitude due the effort from preventing tuberculosis disease. This study is quantitative cross sectional design, the sample in this study were citizen from RW 04 subdistrict of Lagoa with Cluster Sampling. Analysis of the data used is the univariate and bivariate analysis. Bivariate analysis used is Correlation Spearman s test. The result of univariate analysis showed 71,7% majority of respondent have good knowledge about the prevention of tuberculosis, 55% of respondent have positive attitude about tuberculosis prevention and 66,7% of respondent have good effort of preventing the TBC disease. Bivariate analysis with Correlation Spearman s test with α=0.05 level, the result found there were a relationship between knowledge and the prevention of tuberculosis (p value=0.000). And a relationship between society attitude and the prevention of tuberculosis (p value=0.003). therefore health workers are expected to further enhance the promotion of better health and more about the importance of prevention of TBC disease that can be done by the community as the prevention of tuberculosis disease that can cause death. Keyword : Tuberculosis, Preventing TBC disease, Knowledge, Attitude vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan berupa bimbingan dan dukungan dari semua pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM dan Ns. Eni Nur aini Agustini, S. Kep, M. Sc, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM, selaku pembimbing pertama yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan motivasi kepada penulis. 4. Ns. Puspita Palupi, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. Mat, selaku pembimbing kedua yang telah membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis. 5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, yang telah memberikan doa dan ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti perkuliahan. viii

9 6. Segenap staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan. 7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Jakarta beserta seluruh stafnya karena telah membantu dalam perizinan penelitian. 8. Kepala Puskesmas Kecamatan Koja Jakarta Utara beserta seluruh stafnya karena telah membantu dalam pemberian data untuk penelitian. 9. Kepala Kelurahan Lagoa Kecamatan Koja Jakarta Utara beserta seluruh stafnya karena telah membantu dalam perizinan dan pengambilan data penelitian. 10. Ketua RT 002, RT 004, RT 006, RT 008, RT 010 dan RT 012 karena telah membantu dalam perizinan dan pengambilan data. 11. Teristimewa ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga tercinta, orang tua yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan pengorbanan baik moril maupun materil demi kelancaran kehidupan dan masa depan penulis, serta untuk kakak-kakakku yang selalu memberikan doa dan semangat. 12. Karang Taruna 03, Wati, Yessi, dan Winda yang telah banyak membantu dalam mengumpulkan data penelitian. 13. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini. 14. Teman-teman PSIK 2009 yang telah berjuang bersama-sama dalam mengikuti perkuliahan di Keperawatan. ix

10 Demikian penyusunan skripsi ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan. Oleh sebab itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Terima kasih untuk semua bimbingan, arahan, kritikan dan saran yang telah diberikan oleh semua pihak. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kemudahan kepada kita semua. Jakarta, Oktober 2013 Sumiyati Astuti x

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL PERNYATAAN PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN... i ii iv v vi vii viii xi xvi xvii xviii xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Pertanyaan Penelitian... 9 D. Tujuan Penelitian... 9 E. Manfaat Penelitian F. Ruang Lingkup Penelitian xi

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengertian Klasifikasi Proses Adopsi Perilaku Tingkat Pengetahuan dari Domain Kognitif Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan B. Sikap Pengertian Komponen Pokok Sikap Tingkatan Sikap Faktor yang Mempengaruhi Sikap C. Tuberkulosis Pengertian Tuberkulosis Etiologi Penularan Manifestasi Klinis Komplikasi Faktor Risiko TBC Pencegahan Kebijakan Program Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis di Indonesia D. Penelitian Terkait E. Kerangka Teori xii

13 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep B. Hipotesis Penelitian C. Definisi Operasional BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Waktu dan Tempat Penelitian C. Populasi dan Sampel Populasi Penelitian Sampel Penelitian D. Teknik Pengambilan Sampling E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian Instrumen Penelitian Uji Validitas dan Reabilitas Metode Pengumpulan Data F. Pengolahan Data G. Teknik Analisa Data H. Etika Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Kelurahan Lagoa Jakarta Utara B. Gambaran Karakteristik Responedn xiii

14 1. Karakteristik Usia Karakteristik Jenis Kelamin Karakteristik Pendidikan Karakteristik Pekerjaan C. Analisa Univariat Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit TBC D. Analisa Bivariat Hubungan Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Hubungan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat Gambaran Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis Dan Upaya Pencegahan Penyakit TBC Gambaran Sikap Masyarakat Tentang Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit TBC xiv

15 B. Analisis Bivariat Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit TBC Hubungan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis C. Keterbatasan Penelitian BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

16 DAFTAR TABEL No. Tabel Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional Tabel 5.1 Distribusi Statistik Deskriptif Umur Responden Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Proporsi Pengetahuan Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis xvi

17 DAFTAR BAGAN No. Bagan Halaman Bagan 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Bagan 2.2 Kerangka Teori Bagan 3.1 Kerangka Konsep xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Informed Concent Lampiran 2 Kuesioner Lampiran 3 Output Analisis Univariat dan Bivariat Lampiran 4 Surat Izin Uji Validitas dan Reabilitas Lampiran 5 Surat Izin Penelitian xviii

19 DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN Amiloidosis Apeks paru-paru BCG Bronkitis kronis : Kelainan metabolisme protein : Bagian puncak paru-paru : Bacillus Calmette et Guerin : Gangguan paru obstruktif yang ditandai produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis Depkes : Departemen Kesehatan DOTS : Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy Efusi pleura : suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura Empiema : Terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura Hemoptisis Karsinoma paru : Darah yang keluar dari mulut saat batuk : Neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus Kor pulmonale Laringitis MDGs Meninges : Gagal jantung kanan akibat penyakit paru kronis : Infeksi pada daerah laring : Millenium Development Goals : Membran tipis yang membungkus otak dan medula spinalis. Morbiditas : Kesakitan xix

20 Parenkim paru : Organ berupa kumpulan kelompok alveoli yang mengelilingi cabang-cabang bronkus. Penyakit jantung koroner : Penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner Pleuritis Sindrom gagal napas : Peradangan pada pleura : Suatu kondisi yang ditandai dengan hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral Tuberkulosis ekstrapulmonar : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. xx

21 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan global. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TBC dimana sebagian besar penderita TBC adalah usia produktif (15-55 tahun). Hal ini menyebabkan kesehatan yang buruk di antara jutaan orang setiap tahun dan menjadi penyebab utama kedua kematian dari penyakit menular diseluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Pada tahun 2011 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian akibat penyakit TBC dan HIV. World Health Organization (WHO) menyatakan TBC sebagai global darurat kesehatan masyarakat pada tahun 1993 (WHO, 2012). Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi oleh pemerintah. Data WHO (2008) mencatat bahwa Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TBC terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TBC terbanyak setelah India dan China (Depkes, 2012). Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis di Indonesia sangatlah tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TBC yang diantaranya perempuan dan 1,1 juta laki-laki, sementara ada 9,4 juta kasus baru TBC yang diantaranya 3,3 juta 1

22 2 perempuan dan 6,1 juta laki-laki. Kasus TBC lebih banyak diderita oleh lakilaki dibandingkan perempuan. Tahun 2010 Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalensi, dan angka kematian. Insidens berhasil diturunkan sebesar 45% yaitu 343 menjadi 189 per penduduk, prevalensi dapat diturunkan sebesar 35% yaitu 443 menjadi 289 per penduduk dan angka kematian diturunkan sebesar 71% yaitu 92 menjadi 27 per penduduk. TBC masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di Indonesia. TBC juga merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian menjadi setengahnya di tahun 2015 (Depkes, 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi TBC paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya umur dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TBC paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Tuberkulosis Paru diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua (Depkes, 2008).

23 3 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007 menunjukkan total presentase angka kejadian TBC paru secara klinis sebesar 37,026% dimana presentase wilayah Jakarta Pusat sebesar 2,269%, Jakarta Utara sebesar 16,274%, Jakarta Barat sebesar 2,274%, Jakarta Selatan sebesar 4,615% dan Jakarta Timur sebesar 11,594%. Presentase tertinggi terdapat pada wilayah Jakarta Utara yaitu sebesar 16,274% (Dinkes, 2007). Hasil survei prevalensi TBC tahun 2004 mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang menderita TBC dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TBC dan 85% mengetahui bahwa TBC dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TBC. Cara penularan TBC dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TBC gratis (Depkes, 2011). Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masih ada keluarga yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit tuberkulosis. Survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian pelayanan kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TBC, 66% akan memilih berkunjung ke Puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta dan sebesar 11% ke bidan atau perawat praktik swasta. Namun pada responden yang pernah menjalani pengobatan TBC, tiga Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) utama yang digunakan adalah rumah sakit, puskesmas dan praktik dokter swasta. Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS

24 4 (Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) untuk diagnosis dan pengobatan TBC merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas (Depkes, 2011). Media (2010) melakukan penelitian yang berjudul Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan sebagian masyarakat mengenai tanda-tanda penyakit TBC relatif cukup baik, sikap masyarakat masih kurang peduli terhadap akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TBC, perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat untuk memeriksakan dahak dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masih kurang, karena mereka malu dan takut divonis menderita TBC. Penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2010) tentang Hubungan Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap Pencegahan dan Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan Pencarian Pengobatan Dengan Penyakit TBC di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap pencegahan dan pencarian pengobatan serta tingkat pendidikan masyarakat terhadap penyakit TBC di kota Surakarta. Dan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan, pengetahuan dan praktek pencarian pengobatan terhadap penyakit TBC di kota Surakarta. Wahyuni (2008) melakukan penelitian tentang Determinan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan Penyakit TBC Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendosari mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang

25 5 bermakna antara pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, kepadatan hunian rumah dan luas ventilasi rumah dengan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Serta determinan yang paling besar pengaruhnya adalah tingkat pendidikan, kepadatan hunian dan pengetahuan. Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan khusus, yang dibuat untuk membantu klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik (Perry & Potter, 2005). Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Upaya pencegahan tersebut terdiri dari menyediakan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC (Francis, 2011). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang baik apabila tidak ditunjang dengan sikap yang positif yang diperlihatkan akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, seperti yang diungkapkan oleh Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Menurut Roger (1974) dalam Notoadmodjo (2007) sikap dan praktek yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak

26 6 diimbangi oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna yang berarti bagi kehidupan. Maka dari itu pengetahuan dan sikap merupakan penunjang dalam melakukan perilaku sehat salah satunya upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Kasus penyakit tuberkulosis di wilayah kecamatan Koja cukup tinggi. Data kasus penyakit tuberkulosis yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja menunjukkan tahun 2010 sebanyak 147 kasus, tahun 2011 sebanyak 142 kasus dan tahun 2012 sebanyak 129 kasus. Dari hasil data yang tercatat selama tiga tahun terakhir menunjukkan kasus penyakit tuberkulosis yang terjadi di wilayah Kecamatan Koja cukup tinggi. Puskesmas Kecamatan Koja memiliki wilayah cakupan kerja sebanyak enam kelurahan, yaitu kelurahan Tugu Utara, kelurahan Tugu Selatan, kelurahan Koja, kelurahan Lagoa, kelurahan Rawa Badak Utara dan kelurahan Rawa Badak selatan. Penanggung jawab poli TB mengatakan bahwa dari semua kelurahan yang ada di kecamatan koja, yang memiliki kasus tuberkulosis terbanyak yaitu kelurahan Lagoa sebanyak 52 kasus tahun 2010, 58 kasus tahun 2011, dan 67 kasus tahun Studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah RW 04 Kelurahan lagoa melalui wawancara. Hasil wawancara dari 5 pertanyaan didapatkan delapan warga mengatakan tidak tahu mengenai penyakit tuberkulosis, cara penularan, dan tindakan pencegahan. Dua warga kelurahan Lagoa lainnya mengatakan tahu tentang penyakit tuberkulosis, penularan dan tindakan pencegahannya.

27 7 Wawancara lebih lanjut mengenai sikap masyarakat kelurahan Lagoa mengenai penyakit tuberkulosis didapatkan hasil dari 3 pertanyaan yaitu delapan warga mengatakan bahwa tidak terlalu mempedulikan tentang tindakan pencegahan penyakit TBC karena mereka beranggapan selama mereka tidak berinteraksi dengan penderita TBC, mereka tidak akan tertular penyakit TBC. Responden juga mengatakan bahwa saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya, dan masih ada masyarakat yang membuang ludah atau dahak disembarang tempat. Penelitian-penelitian terkait tentang tuberkulosis sudah banyak dilakukan di Indonesia namun kebanyakan hanya terbatas pada keberhasilan pengobatan penyakit tuberkulosis saja. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis secara keseluruhan. Pengetahuan mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dan dipahami sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyakit tuberkulosis. Berdasarkan latar belakang ini peneliti ingin mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

28 8 B. Perumusan Masalah TBC masih menjadi masalah kesehatan global. Pada tahun 2011 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian akibat penyakit TBC dan HIV (WHO, 2012). Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis di Indonesia sangat tinggi sebesar 1,7 juta orang meninggal karena TBC (Depkes, 2011). Kasus penyakit tuberkulosis di wilayah kecamatan Koja cukup tinggi. Data kasus penyakit tuberkulosis yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja menunjukkan tahun 2010 sebanyak 147 kasus, tahun 2011 sebanyak 142 kasus dan tahun 2012 sebanyak 129 kasus. Dari semua kelurahan yang ada di kecamatan koja, yang memiliki kasus tuberkulosis terbanyak yaitu kelurahan Lagoa sebanyak 52 kasus tahun 2010, 58 kasus tahun 2011, dan 67 kasus tahun Studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah RW 04 Kelurahan lagoa didapatkan masih banyaknya warga yang tidak mengetahui tentang penyakit TBC dan pencegahannya, serta sikap warga Kelurahan Lagoa tidak terlalu memperhatikan tentang tindakan pencegahan penyakit TBC. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit TBC pada Masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

29 9 C. Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana tingkat pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara? 2. Bagaimana sikap tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara? 3. Bagaimana upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara? 4. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara? 5. Bagaimana hubungan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara? D. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum : Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. 2. Tujuan khusus : a. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. b. Diketahuinya sikap tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. c. Diketahuinya upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

30 10 d. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. e. Diketahuinya hubungan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. E. Manfaat penelitian 1. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya PSIK Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan mengenai pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC 2. Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi perawat khususnya mengenai penyakit TBC tentang pentingnya pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang akan datang mengenai aspek lain tentang pencegahan penyakit TBC

31 11 F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan design penelitian analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Alat pengumpul data yang digunakan berupa kuesioner. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara, dengan membatasi masalah pada penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit TBC. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik cluster sampling.

32 BAB II Tinjauan Pustaka A. Pengetahuan 1. Pengertian Martin dan Oxman (1988) dalam Kusrini (2009) mengungkapkan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu kejadian tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya suatu tindakan. Dengan demikian terbentuknya perilaku terhadap seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya terbentuknya suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif. Dalam arti seseorang terlebih dahulu diberi stimulus yang berupa informasi tentang upaya pencegahan penyakit TBC sehingga menimbulkan pengetahuan yang baru dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap pada orang tersebut terhadap informasi upaya pencegahan penyakit TBC yang diketahuinya. Akhirnya rangsangan yakni informasi upaya pencegahan penyakit TBC 12

33 13 yang telah diketahuinya dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan atau sehubungan dengan stimulus atau informasi upaya pencegahan penyakit TBC (Notoatmodjo, 2007). Djannah (2009) dalam penelitiannya di Yogyakarta mengungkapkan bahwa semakin tinggi pengetahuan terhadap suatu objek maka akan semakin baik pula sikap seseorang terhadap objek tersebut. Pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan penularannya memegang peranan penting dalam keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 2. Klasifikasi Budiman (2013) menjelaskan bahwa jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut: a. Pengetahuan Implisit Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. b. Pengetahuan Eksplisit Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.

34 14 3. Proses Adopsi Perilaku Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).

35 15 4. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

36 16 keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 5. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut: a. Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. b. Informasi/media massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. c. Sosial, budaya, dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

37 17 melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang. d. Lingkungan Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. f. Usia Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

38 18 B. Sikap (attitude) 1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Maka dari itu, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap dalam hal ini merupakan sikap seseorang dalam menghadapi penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahannya. Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu dan bertindak atas dasar hasil interpretasi yang diciptakannya. Sikap seseorang terhadap sesuatu dibentuk oleh pengetahuan, antara lain nilai-nilai yang diyakini dan norma-norma yang dianut. Untuk dapat mempengaruhi seseorang, informasi perlu disampaikan secara perlahan-lahan dan berulang-ulang dengan memperlihatkan keuntungan dan kerugiannya bila mengadopsi informasi tersebut (Kurniasari,2008).

39 19 Diagram di bawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Stimulus Rangsangan Proses Stimulus Sikap (tertutup) Reaksi Tingkah laku (terbuka) Bagan 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi, Skiner (1938) Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan, seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TBC. Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi respon, dapat berupa sikap positif atau negatif, akhirnya akan diwujudkan dalam perilaku atau tidak. Menurut Berkowitz (1972) dalam Azwar (2013), setiap orang yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut. 2. Komponen Pokok Sikap Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok: a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

40 20 c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit TB paru (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat untuk melakukan pencegahan agar anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit TB paru. Breckler (1984) dalam Budiman (2013) menjelaskan bahwa komponen utama sikap adalah sebagai berikut: a. Kesadaran b. Perasaan c. Perilaku 3. Tingkatan Sikap Notoatmodjo (2007) membagi sikap dalam berbagai tingkatan: a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

41 21 Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang di berikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah: a. Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita

42 22 anggap penting, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. c. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. d. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. f. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk

43 23 sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. C. Tuberkulosis Paru 1. Pengertian TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012). Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009). TBC adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer, 2002). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TBC merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya menyerang organ paru-paru, akan tetapi dapat

44 24 juga menyerang organ lain, seperti tulang, meninges, ginjal, dan nodus limfe. 2. Etiologi Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri, 2007). Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob (Widoyono, 2008). Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100 o C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60 o C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008).

45 25 3. Penularan Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuklei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan. Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008). 4. Manifestasi klinis Tuberkulosis paru memiliki gejala seperti demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis (Smeltzer, 2002). Gejala utama pasien TBC adalah batuk berdahak selama 2 sampai 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun (anoreksia), berat badan menurun, malaise, berkeringat

46 26 malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan (Depkes, 2009). Menurut Werdhani (2007), gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat: Gejala sistemik/umum: a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) b. Demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. c. Penurunan nafsu makan dan berat badan d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah Gejala khusus: a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan

47 27 bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang. 5. Komplikasi Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC itu dalam 2 kategori yaitu: a. Komplikasi Dini 1) Pleuritis 2) Efusi Pleura 3) Empiema 4) Laringitis 5) TB usus b. Komplikasi Lanjut 1) Obstruksi Jalan Napas 2) Kor Pulmonale 3) Amiloidosis 4) Karsinoma Paru 5) Sindrom Gagal Napas

48 28 6. Faktor Risiko Suryo (2010) menjelaskan bahwa faktor risiko yang menyebabkan penyakit TBC adalah sebagai berikut: a. Faktor umur Beberapa faktor risiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan, menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru-paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif, yaitu tahun. b. Faktor Jenis Kelamin Di benua Afrika banyak tuberkulosis, terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TBC pada laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TBC pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. Antara tahun penderita TBC pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TBC pada wanita menurun 0,7%. TBC lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TBC.

49 29 c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TBC sehingga dengan pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaannya. d. Pekerjaan Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TBC. Jenis pekerjaan seseorang juga memengaruhi pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup seharihari di antara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan. Selain itu, akan memengaruhi kepemilikan rumah (konstruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan mengonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi, di antaranya penyakit TBC. Dalam hal jenis konstruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang,

50 30 maka konstruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TBC. e. Kebiasaan Merokok Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronkitis kronis, dan kanker kandung kemih. Kebiasaan rokok meningkatkan risiko untuk terkena TBC sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan. Prevalensi merokok pada hampir semua negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada lakilaki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok sehingga mempermudah untuk terjadinya infeksi penyakit TBC. f. Kepadatan Hunian Kamar Tidur Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga

51 31 terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m 2 /orang. Luas minimum per orang sangat relatif bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m 2 /orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m 2 /orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami-istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m. g. Pencahayaan Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakkan jendela kurang baik atau kurang leluasa, dapat dipasang genting kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya.

52 32 Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat daripada yang melalui kaca berwarna. Penularan kuman TBC relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur, risiko penularan antarpenghuni akan sangat berkurang. h. Ventilasi Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah. Di samping itu, kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TBC. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu tetap di dalam kelembapan (humiditas) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen

53 33 minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Untuk udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 o -30 o C, dari kelembapan udara optimum kurang lebih 60%. i. Kondisi Rumah Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding, dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycobacterium tuberculosis. j. Kelembapan Udara Kelembapan udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, di mana kelembapan yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 o -30 o C. Kuman TBC akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembap. k. Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai risiko 3,7 kali untuk menderita penyakit TBC berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap

54 34 kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologik terhadap penyakit. l. Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi, dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk, akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TBC. m. Perilaku Perilaku dapat terdiri atas pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya. 7. Pencegahan Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit TBC, yaitu: a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarangan tempat.

55 35 b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG. c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya. d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan. e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup. f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular. g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota

56 36 keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif. h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter. Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat dilakukan dengan cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2010 menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu: a. Bagi masyarakat 1) Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TBC 2) Tidur dan istirahat yang cukup 3) Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba 4) Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan disekitarnya 5) Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah karena kuma TBC akan mati bila terkena sinar matahari 6) Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC

57 37 7) Menyarankan apabila ada yang dicurigai sakit TBC agar segera memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh b. Bagi penderita 1) Tidak meludah di sembarang tempat 2) Menutup mulut saat batuk atau bersin 3) Berperilaku hidup bersih dan sehat 4) Berobat sesuai aturan sampai sembuh 5) Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberikan pengobatan pencegahan 8. Kebijakan Program Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia (Depkes, 2009) a. Penanggulangan TBC dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana. b. Penanggulangan TBC dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS. c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TBC. d. Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadi TB-MDR. e. Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh sarana pelayanan kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah dan

58 38 Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS). f. Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TBC di tempat kerja (TB in workplaces), Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI. g. Program penanggulangan TBC dengan pendekatan program DOTS Plus (MDR), Kolaborasi TB-HIV, PAL (Practical Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages). h. Penanggulangan TBC dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama/kemitraan dengan lintas program dan sektor terkait, pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB). i. Peningkatan kemampuan laboratorium TBC di berbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring. j. Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan TBC dan diberikan kepada pasien secara cuma-cuma. k. Menjamin ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. l. Penanggulangan TBC lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TBC.

59 39 m. Menghilangkan stigma masyarakat terhadap pasien TB agar tidak dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. n. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs. D. Penelitian Terkait 1. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Nanin Kurniasari dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC Dengan Keteraturan Dalam Pengobatan TBC Di UPTD Puskesmas Cibogo Kabupaten Subang Tahun Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional. Teknik analisa dalam penelitian adalah korelasi pearson moment (produk). Sampel dalam penelitian sebesar 25 orang dari populasi penderita TBC yang diterapi di Puskesmas Cibogo (Sampling Jenuh). Hasil dari uji pengetahuan penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC di peroleh nilai P = 0, 590 tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC, sikap penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC di dapatkan nilai P = 0,180 tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC. 2. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Bagas Wirasti Tahun 2010 dengan judul Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Sawangan Kota Depok Tahun Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah penderita TBC yang tercatat di Puskesmas Sawangan Depok yang

60 40 berjumlah 33 orang, di ambil menggunakan metode sampling jenuh. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan signifikan terhadap perilaku pencegahan penularan TB adalah pendidikan (p = 0,001), pekerjaan (p = 0,046) dan pengetahuan (p = 0,031). Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan TBC adalah usia dan jenis kelamin (p > 0,05). 3. Penelitian yang dilakukan oleh Arimas Bramantyo dengan judul Hubungan Status Gizi Anak, Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Terhadap Gizi dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di Puskesmas Pisangan Tahun Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah anak penderita TBC yang berumur 15 tahun dan ibu penderita. Cara pengumpulan data dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data ini dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, Chi-Square dan Fisher- Exact sebagai alternatifnya (p<0,05). Hasil yang didapat menunjukkan terdapat hubungan status gizi anak terhadap keberhasilan pengobatan TB paru anak (p=0,047), ada hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap keberhasilan pengobatan TB paru anak (p=0,037) dan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi terhadap keberhasilan pengobatan TB paru anak (p=0,273). Terdapat hubungan antara status gizi anak dan tingkat pendidikan terhadap keberhasilan pengobatan TB paru anak.

61 41 4. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Rizki Ramdan Sudarso dengan judul Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Anak Di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Periode Januari 2009-Juni Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian adalah ibu yang menderita tuberkulosis paru dan berobat di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara dengan jumlah sampel 58 orang dengan pendekatan sampling jenuh. Hasil analisis uji chi-square variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan keberhasilan pengobatan TB Paru anak di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara periode Januari 2009 Juni 2010 adalah usia ibu (p = 0,001), pekerjaan ibu (p = 0,013), dan tingkat pengetahuan ibu tentang tuberkulosis (p = 0,027). 5. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Niko Rianda Putra dengan judul Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kota Solok Tahun Penelitian ini menggunakan desain case control. Sampel dalam penelitian ini adalah orang yang pernah menderita TB paru yang termasuk dalam kasus Dinkes Kota Solok dan seluruh Puskesmas di Kota Solok pada tahun 2011 yaitu 22 kasus atau orang yang Tb paru dibandingkan dengan yang belum pernah menderita TB paru atau kontrol. Data variabel independen diperoleh dengan mewawancarai, observasi dan mengukur. Dari hasil uji statistik menunjukkan tingkat pengetahuan nilai (p = 0,034), sikap tentang pencegahan (p = 0, 028), tindakan pencegahan (p = 0,028), kondisi

62 42 kepadatan hunian (p = 0,015), kondisi ventilasi (p = 0,016), dan kondisi pencahayaan (p = 0,015), memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. Sedangkan untuk kondisi jenis lantai dengan hasil uji statistik kondisi jenis lantai (p = 1,000) tidak memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. E. Kerangka Teori Stimulus (Informasi) Penyakit TBC dapat dicegah/tidak terjadi Organisme - Perhatian - Perasaan - Penerimaan Respon Tertutup: - Pengetahuan - Sikap Respon Terbuka: Upaya pencegahan penyakit TBC Faktor yang mempengaruhi pengetahuan dengan sikap: - Pendidikan - Usia - Pengalaman - Sumber informasi - Penghasilan Faktor yang mempengaruhi sikap dengan perilaku: - Pengalaman pribadi - Pengaruh orang lain yang dianggap penting - Pengaruh kebudayaan - Media massa - Pengaruh faktor emosional Bagan 2.2 Kerangka Teori Berdasarkan Teori Stimulus Organisme Respon(SOR), Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), Budiman (2013), Azwar (2013), PPTI (2010)

63 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan antara konsepkonsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010). Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat kuantitatif yaitu untuk mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Dimana upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebagai variabel dependen sedangkan tingkat pengetahuan dan sikap sebagai variabel independen. VARIABEL INDEPENDEN Pengetahuan Sikap VARIABEL DEPENDEN Upaya Pencegahan Penyakit TBC Bagan 3.1 Kerangka Konsep 43

64 44 B. Hipotesis Penelitian Nursalam (2008) menjelaskan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. 2. Ada hubungan antara sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara. C. Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga peneliti dapat melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek (Hidayat, 2007).

65 45 No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Penelitian 1. Pengetahuan. Adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai penyakit tuberkulosis paru meliputi pengertian, gejala, penyebab, cara penularan, komplikasi, faktor risiko dan tindakan pencegahan. Kuesioner Meminta responden untuk mengisi pernyataan pada kuesioner B, yang berisi tentang pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis menggunakan skala Guttman dan skoring. Pertanyaan terdiri dari pernyataan positif dan negatif. - Pernyataan positif, pada responden menjawab benar diberi nilai 1, dan jika salah diberi nilai 0 - Pernyataan negatif, pada responden menjawab benar diberi nilai 0, dan jika salah diberi nilai 1 Dinyatakan dalam tingkatan: 1. Pengetahuan kurang Apabila skor tingkat pengetahuan responden < 55% atau < 10 pernyataan yang benar. 2. Pengetahuan cukup Apabila skor tingkat pengetahuan responden antara 56-74% atau pernyataan yang benar. 3. Pengetahuan baik Apabila skor tingkat pengetahuan responden 75% atau 15 pernyataan yang benar. (Arikunto, 2010) Ordinal 2. Sikap Adalah penilaian, persepsi responden terhadap upaya Kuesioner Meminta responden untuk mengisi pernyataan pada 1. Positif (mendukung upaya pencegahan penyakit TBC) jika nilai nilai mean (77,8) Ordinal

66 46 pencegahan penyakit TBC yang dilakukan pada kehidupan seharihari. kuesioner C, yang berisi tentang sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis menggunakan skala Likert dan skoring. Pertanyaan terdiri dari pernyataan positif dan negatif dengan pilihan jawaban; sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). - Pernyataan positif di beri nilai SS: 4, S: 3, TS: 2, STS: 1 - Pernyataan negatif di beri nilai STS: 4, TS: 3, S: 2, SS: Negatif (menolak upaya pencegahan penyakit TBC) jika nilai < nilai mean (77,8) (Azwar, 2013) 3. Upaya Pencegahan penyakit TBC Merupakan tindakan yang pernah dilakukan responden dalam mencegah penyakit tuberkulosis paru. Kuesioner Meminta responden untuk mengisi pernyataan pada kuesioner D, yang berisi tentang pelaksanaan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis menggunakan skala Dinyatakan dalam tingkatan: 1. Kurang Apabila skor responden < 55% 2. Cukup Apabila skor responden antara 56-74% 3. Baik Apabila skor responden 75% Ordinal

67 47 Likert dan skoring. Pertanyaan terdiri dari pernyataan positif dan negatif dengan pilihan jawaban; selalu, sering, kadangkadang, jarang, tidak pernah. - Pernyataan positif di beri nilai selalu: 5, sering: 4, kadangkadang: 3, jarang: 2, tidak pernah: 1 - Pernyataan negatif di beri nilai tidak pernah: 5, jarang: 4, kadang-kadang: 3, sering: 2, selalu: 1. (Budiman, 2013) Tabel 3.1 Definisi Operasional

68 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian analitik dan desain cross sectional (potong lintang). Desain penelitian ini digunakan untuk meneliti suatu kejadian pada waktu yang bersamaan (sekali waktu). Sehingga variabel dependen dan variabel independen diteliti secara bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis, dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Tujuannya untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Variabel dalam penelitian ini adalah bivariat yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Juni Penelitian dilakukan di RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara, alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena wilayah ini terdapat banyak warganya yang menderita penyakit tuberkulosis akibat wilayah ini dekat dengan pabrik sehingga terkena polusi dari pabrik tersebut. 48

69 49 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara sebanyak KK. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah subunit populasi survei itu sendiri yang oleh peneliti dipilih dengan mewakili populasi target. Semakin besar sampel maka representative sampel tersebut semakin mendekati jumlah populasi (Nursalam, 2008). Sampel penelitian ini adalah warga yang berada di RW 04 kelurahan Lagoa kota madya Jakarta Utara. a. Kriteria Sampel Dalam pemilihan sampel, peneliti membuat kriteria bagi sampel yang diambil. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi, yaitu karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Warga RW 04 kelurahan Lagoa yang sudah dewasa (>17 tahun). 2) Bersedia untuk menjadi responden. 3) Mampu berkomunikasi dengan aktif.

70 50 Kriteria eksklusi: 1) Tidak dapat membaca, menulis dan mendengar 2) Tempat tinggal tidak permanen b. Jumlah Sampel Perhitungan sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi menurut Budiarto (2003) yaitu: ( ( )) ( ( )) ( ( )) [ ] Keterangan : n = jumlah sampel yang dibutuhkan = 1,96 (Derajat kemaknaan 95% (CI) confident internal dengan (α) sebesar 5%) = 1,645 (Kekuatan uji sebesar 95%) = 0,117 (Praktek pencegahan penyakit tuberkulosis, hasil penelitian Handoko, 2010) = + 30% = 0, ,30 = 0,417 = ( ) = ( ) = 0,267

71 51 ( ( )) ( ( )) ( ( )) [ ] ( ( )) ( ( )) ( ( )) [ ] [ ] [ ] [ ] Setelah dilakukan penghitungan, maka didapat n (sampel) = 54 responden. Selanjutnya hasil sampel dikalikan 10% untuk mengantisipasi adanya kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 54 x 10% = 5,4 = 6. Maka total sampel dalam penelitian adalah = 60 responden. Supaya penyebaran data warga pada setiap RT merata dan seimbang, maka digunakan rumus sebaran data dari Suyanto (2011), yaitu: RT 002 = RT 008 = RT 004 = RT 010 = RT 006 = RT 012 =

72 52 D. Teknik Pengambilan Sampling Teknik sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi. Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi proporsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2007). Teknik sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan teknik Cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu (Dahlan, 2010). Pengambilan sampel dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu dengan mengambil 6 RT dari 15 RT yang ada di RW 04 kelurahan Lagoa tersebut secara acak, maka terpilih 6 RT yang menjadi sampel yaitu RT 002 sebanyak 3 KK, RT 004 sebanyak 3 KK, RT 006 sebanyak 4 KK, RT 008 sebanyak 3 KK, RT 010 sebanyak 4 KK dan RT 012 sebanyak 4 KK. Alasan pemilihan tempat tersebut didasarkan kepada banyaknya kasus penyakit tuberkulosis yang terdapat di tempat tersebut. Kemudian masing-masing KK dari setiap RT diambil 2-3 orang sebagai responden. E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 1. Instrumen Penelitian Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau angket yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu kepada konsep dan teori yang telah dibuat. Pertanyaan terdiri dari empat bagian yaitu, bagian A berisi tentang data demografi yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, status pendidikan dan status pekerjaan. Bagian B berkaitan dengan tingkat pengetahuan dalam bentuk pernyataan tertutup tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahannya sebanyak 20 item. Pernyataan

73 53 negatif berjumlah 7 point, yaitu pada point B1, B3, B5, B8, B10, B14, B17 dan pernyataan positif berjumlah 15 point, yang terdiri dari point B2, B4, B6, B7, B9, B11, B12, B13, B15, B16, B18, B19 dan B20. Bagian C berisi 24 pernyataan tentang sikap tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dalam bentuk pernyataan tertutup. Pernyataan positif berjumlah 11 point, yang terdiri dari point C1, C3, C5, C6, C10, C16, C17, C18, C19, C20, C22 dan pernyataan negatif berjumlah 13 point, yang terdiri dari point C2, C4, C7, C8, C9, C11, C12, C13, C14, C15, C21, C23 dan C24. Bagian D berisi 18 pertanyaan tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh warga dalam bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan positif berjumlah 9 point, yang terdiri dari point D1, D3, D6, D7, D8, D9, D11, D13, D14 dan pertanyaan negatif berjumlah 9 point, yang terdiri dari point D2, D4, D5, D10, D12, D15, D16, D17 dan D18. Skala pengukuran pengetahuan tentang pencegahan penyakit tuberkulosis menggunakan skala Guttman, skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pernyataan: benar dan salah atau ya dan tidak. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda atau dalam bentuk check list. Skor penilaiannya jika jawaban pernyataan benar maka nilainya 1, sedangkan jika jawaban pernyataan salah maka nilainya 0 (Hidayat, 2007). Skala pengukuran sikap tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis menggunakan skala Likert. Dalam penilaian atau skor

74 54 berdasarkan skala Likert berbeda antara pernyataan positif dengan pernyataan negatif. Penilaian untuk pernyataan positif sikap responden tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yaitu: Sangat setuju : 4 Setuju : 3 Tidak setuju : 2 Sangat tidak setuju : 1 Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap responden tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis juga menggunakan skala Likert, yaitu: Sangat tidak setuju : 4 Tidak setuju : 3 Setuju : 2 Sangat setuju : 1 Skala pengukuran upaya pencegahan penyakit tuberkulosis juga menggunakan skala Likert. Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk check list. Penilaian untuk pertanyaan positif tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh responden yaitu: Selalu : 5 Sering : 4 Kadang-kadang : 3 Jarang : 2 Tidak pernah : 1

75 55 Sedangkan penilaian pertanyaan negatif tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh responden juga menggunakan skala Likert, yaitu: Tidak pernah : 5 Jarang : 4 Kadang-kadang : 3 Sering : 2 Selalu : 1 Penilaian bagi upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa presentase. Selanjutnya presentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut: Skor Penilaian Interpretasi Tingkat Upaya Pencegahan % Baik 56 75% Cukup 0 55% Kurang Penilaian bagi sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan dengan cara membandingkan jumlah nilai jawaban dengan nilai median, apabila nilai responden < mean (77,8) dari nilai sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis maka termasuk responden yang tidak mendukung terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sedangkan apabila nilai responden mean (77,8) dari nilai sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis maka termasuk

76 56 responden yang mendukung terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Penilaian bagi pengetahuan dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa presentase. Selanjutnya presentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut: Skor Penilaian % atau point jawaban yang benar 56 75% atau point jawaban yang benar 0 55% atau 0-10 point jawaban yang benar Interpretasi Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang 2. Uji Validitas dan Reabilitas a. Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan realibel maka kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reabilitas. Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dengan rumus korelasi Pearson product moment. Bila nilai r hitung lebih besar dari r tabel berarti valid sedangkan jika nilai r hitungnya lebih kecil dari r tabel berarti tidak valid (Hidayat, 2007).

77 57 Setelah dilakukan uji validitas dari 62 pertanyaan, maka diperoleh jumlah pertanyaan yang valid. Pertanyaan yang dinyatakan valid inilah yang digunakan dalam pertanyaan penelitian. b. Reabilitas Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan Software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan realibel jika memberikan nilai Alpha Cronbanch > 0,60 (Budiman, 2013) c. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Uji coba kuesioner dilakukan pada tanggal 9 10 Juni 2013 terhadap 30 warga kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Tujuan dari uji coba kuesioner adalah untuk mengetahui apakah pertanyaanpertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian mudah dimengerti atau sulit dimengerti oleh responden. Dari hasil uji coba kuesioner ini ditemukan banyak pertanyaan yang belum memiliki validitas dan reliabilitas yang baik, sehingga dilakukan uji validitas konten. Validitas konten adalah instrumen atau kuesioner dapat diperiksa untuk melihat apakah isinya mencakup pengertian konseptual tertentu yang hendak diukur (Pohan, 2006). Dari hasil uji validitas konten didapatkan dari 62 pertanyaan, ada beberapa

78 58 pertanyaan yang kontennya belum sesuai sehingga dilakukan perbaikan pada pertanyaan B2, C6 dan D Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2008). Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh beberapa teman mahasiswa peneliti yang sebelumnya dilakukan diskusi untuk mempersamakan persepsi dari kuesioner penelitian. Pengumpulan data dilakukan di wilayah kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara dengan prosedur sebagai berikut: a. Membuat surat permohonan izin penelitian dari PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ditujukan kepada Lurah kelurahan Lagoa Jakarta Utara. b. Setelah mendapat persetujuan dari Lurah kelurahan Lagoa Jakarta Utara, peneliti menyerahkan surat permohonan tersebut kepada ketua RT 002, RT 004, RT 006, RT 008, RT 010 dan RT 012. Setelah itu peneliti melakukan penseleksian calon responden. c. Peneliti mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. d. Meminta calon yang terpilih agar bersedia menjadi responden setelah mengadakan pendekatan dan memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden. Responden yang bersedia selanjutnya diminta menandatangani lembar informed concent.

79 59 e. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya bila ada yang belum jelas. f. Setelah itu pertanyaan dalam kuesioner dijawab, maka peneliti mengumpulkan data dan mengucapkan terima kasih kepada responden. F. Pengolahan Data Pada pengolahan data, penulis menggunakan alat perangkat lunak. Setiadi (2007) membagi 5 tahapan pengolahan data yaitu: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan sendiri oleh peneliti di tempat penelitian agar apabila jika ada kekurangan data dapat segera dilengkapi. 2. Coding Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. 3. Scoring (Penetapan skor) Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa kemudian dilakukan tabulasi dan diberi skor sesuai dengan kategori dari data serta jumlah item pertanyaan dari setiap variabel. 4. Entry Data Entry data adalah kegiatan memasukan data dari kuisioner kedalam paket program komputer agar dapat dianalisis, kemudian membuat

80 60 distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. 5. Cleaning Data Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan data telah bersih dari kesalahan sehingga data siap dianalisa. G. Teknik Analisis Data Analisis data dibantu menggunakan perangkat lunak dengan analisa yang digunakan adalah: 1. Analisis Univariat Menurut Setiadi (2007), analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap. Dan variabel dependennya adalah upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan dependen, yaitu hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara. Analisis yang paling tepat untuk penelitian ini yaitu menggunakan uji Spearman Rank (Rho). Uji ini merupakan ukuran asosiasi yang menuntut kedua variabel diukur sekurang-kurangnya

81 61 pada skala ordinal sehingga objek atau responden dapat di ranking dalam dua rangkaian yang berurutan (Dahlan, 2012). Sehingga dari hasil uji ini dapat terlihat pola hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara. Kekuatan hubungan dari kedua variabel tersebut ditentukan dengan mengetahui nilai dari kekuatan korelasinya (nilai r) menurut Dahlan (2010), sebagai berikut: No. Parameter Nilai Interpretasi 1. 0,00-0,199 Sangat lemah 2. 0,20-0,399 Lemah 3. Kekuatan korelasi (r) 0,40-0,599 Sedang 4. 0,60-0,799 Kuat 5. 0,80-1,000 Sangat kuat Untuk melihat kemaknaan perhitungan sistem dengan membandingkan nilai p < α (0,05) maka ada hubungan yang bermakna antara variabel dependent dengan variabel independent. Sebaliknya jika p > α (0,05) maka tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel dependent dengan variabel independent. H. Etika Penelitian Hidayat (2007) menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian menekankan masalah etika penelitian yang meliputi: 1. Lembar persetujuan (Informed Consent) Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

82 62 Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian informed concent bertujuan agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak menerima, maka peneliti harus menghormati hak subjek. 2. Tanpa Nama (Anonimity) Peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar kuisioner dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian. 3. Kerahasiaan (Confidentially) Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent). Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan kepada responden bahwa penelitian tidak akan membahayakan bagi responden. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas responden, dimana data-data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila telah selesai maka data tersebut akan dimusnahkan.

83 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini akan memaparkan secara lengkap, hasil penelitian hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama satu minggu dari tanggal 23 Juni sampai 29 Juni Pembagian kuesioner dilakukan di enam RT yang ada di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara. A. Gambaran Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Kelurahan Lagoa merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Koja Jakarta Utara, dengan luas wilayah kurang lebih km 2. Letaknya berbatasan dengan: a. Sebelah Utara : Jalan Raya Cilincing, Kelurahan Kalibaru b. Sebelah Selatan : Jalan Mawar, Jalan Johar, Jalan Waru, Kelurahan Tugu Utara c. Sebelah Barat : Kali Pinang, Kelurahan Rawa Badak Utara, dan Kelurahan Koja d. Sebelah Timur : Jalan Kramat Jaya, Kelurahan Semper Barat Kelurahan Lagoa Jakarta Utara memiliki 18 RW dan 222 RT. Jumlah penduduk di wilayah Kelurahan Lagoa Jakarta Utara pada bulan Februari 2013 berjumlah jiwa dengan kepadatan penduduk 451 jiwa/km 2. 64

84 65 RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta utara memiliki 15 RT dengan jumlah penduduk sejumlah 4990 jiwa. Luas wilayah RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara kurang lebih 8,90 ha. B. Gambaran Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah warga yang berusia 17 tahun yang tinggal di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara baik yang menderita TBC maupun yang tidak menderita TBC. Total responden berjumlah 60 orang. Dalam penelitian ini didapatkan 6 responden yang menderita penyakit TBC. Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain: 1. Karakteristik Usia Tabel 5.1 Distribusi Statistik Deskriptif Umur Responden Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Mean Median Modus Min-Mak Umur 33, Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil analisis didapatkan umur responden adalah 33,43 tahun, median 30 tahun dengan modus 30 tahun. Umur termuda 17 tahun dan umur tertua 61 tahun.

85 66 2. Karakteristik Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-Laki Perempuan Total Tabel 5.2 diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Dapat diketahui responden perempuan sebanyak 20 orang (33,3%) dan laki-laki sebanyak 40 orang (66,7%). 3. Karakteristik Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%) Dasar Menengah Tinggi Total Tabel 5.3 diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan. Hal ini menunjukkan dari 60 responden, semuanya menempuh pendidikan, berpendidikan dasar sebanyak 15 orang (25%), berpendidikan SMA sebanyak 39 responden (65%) dan berpendidikan tinggi sebanyak 6 responden (10%).

86 67 4. Karakteristik Pekerjaan Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%) Buruh Guru IRT Karyawan Swasta Mahasiswa Pelajar Wiraswasta Total Tabel 5.4 diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan. Hal ini menunjukkan pekerjaan dari 60 responden yang terdapat pada penelitian ini meliputi 13 orang (21,7%) buruh, 1 orang (1,7%) guru, 9 orang (15%) IRT, 24 orang (40%) karyawan swasta, 1 orang (1,7%) mahasiswa, 10 orang (16,7%) wiraswasta, dan 2 orang (3,3 %) pelajar. C. Analisis Univariat Analisis univariat adalah cara analisis dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.

87 68 1. Gambaran pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pada Masyarakat Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Pengetahuan Jumlah Persentase (%) Baik Cukup Kurang Total Tabel 5.5 diatas diperoleh hasil pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat. Dapat diketahui dari 60 responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 43 orang (71,7%), pengetahuan yang cukup mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 16 orang (26,7%) dan pengetahuan yang kurang mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 1 orang (1,7%).

88 69 2. Gambaran sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Sikap Jumlah Persentase (%) Positif Negatif Total Tabel 5.6 diatas diperoleh hasil sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Responden yang memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 33 orang (55%), dan responden yang memiliki sikap negatif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 27 orang (45%). 3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pada Masyarakat Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Upaya Pencegahan Jumlah Persentase (%) Baik Cukup Kurang 0 0 Total

89 70 Tabel 5.7 hasil penelitian mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis meliputi kategori baik sebanyak 40 orang (66,7%) dan kategori cukup sebanyak 20 orang (33,3%). D. Analisis Bivariat Berdasarkan kerangka konsep, analisis bivariat telah menguji hubungan satu persatu antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas adalah tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Uji bivariat ini menggunakan uji Correlation Spearman dengan menggunakan α = 5%. 1. Hubungan pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Proporsi Pengetahuan Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pada Masyarakat Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Pengetahuan Upaya Pencegahan Baik Cukup Kurang Total N % N % N % N % Baik Cukup Kurang Total Nilai r p value Tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 43 orang (100%) terdapat 36 orang (83,7%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan 7 orang (16,3%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang

90 71 cukup. Responden yang memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 16 orang (100%) terdapat 4 orang (25%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan 12 orang (75%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (100%) terdapat 1 orang (100%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Hasil uji Correlation Spearman diperoleh nilai p value=0,000, dimana nilai p<0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation diperoleh nilai 0,541 yang berarti terdapat hubungan yang sedang antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. 2. Hubungan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013 Upaya Pencegahan Sikap Baik Cukup Kurang Total N % n % n % N % Positif Negatif Total Nilai r p value

91 72 Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 33 orang (100%) terdapat 23 orang (69,7%) memiliki upaya pencegahan yang baik dan 10 orang (30.3%) memiliki upaya pencegahan yang cukup. Responden yang memiliki sikap negatif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 27 orang (100%) terdapat 17 orang (63%) memiliki upaya pencegahan yang baik dan 10 orang (37%) memiliki upaya pencegahan yang cukup. Hasil uji Correlation Spearman diperoleh nilai p value=0,003, dimana nilai p<0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation diperoleh nilai 0,378 yang berarti terdapat hubungan yang lemah antara sikap dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

92 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan ini akan menguraikan makna hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara tahun Pembahasan ini mencakup perbandingan antara hasil penelitian dengan konsep teoritis dan penelitian sebelumnya. Bab ini juga akan menjelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan. A. Analisis Univariat 1. Gambaran Pengetahuan tentang Penyakit Tuberkulosis dan Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menimbulkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dalam penelitian ini adalah responden mampu mengetahui tentang penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sumber informasi yang diperoleh dari berbagai sumber maka seseorang cenderung mempunyai 73

93 74 pengetahuan yang luas. Pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahannya yang didapatkan oleh responden berasal dari berbagai sumber, seperti buku, media massa, penyuluhan atau pendidikan dan melalui kerabat. Adanya informasi baru mengenai suatu hal dari media massa memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. Hasil penelitian pada 60 responden menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik sebesar 71,1%, pengetahuan yang cukup sebesar 26,7% dan pengetahuan yang kurang sebesar 1,7%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Pengetahuan yang baik tersebut didapatkan melalui berbagai faktor, seperti buku, media massa, penyuluhan dari Puskesmas dan dari kerabat terdekat yang memberitahukan tentang pentakit TBC dan upaya pencegahannya. `Pengetahuan yang baik dalam penelitian ini adalah wawasan atau pemahaman yang dimiliki responden tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya yang mencakup pengertian, penyebab, penularan, tanda dan gejala, komplikasi, faktor risiko dan tindakan pencegahan penyakit TBC. Sedangkan pengetahuan yang cukup dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa responden memiliki pemahaman yang cukup tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya seperti pengertian, tanda gejala, penularan dan beberapa upaya pencegahan. Pengetahuan yang

94 75 kurang dalam penelitian ini adalah responden memiliki pemahaman yang kurang tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya seperti tentang pengertian, komplikasi, faktor risiko dan beberapa upaya pencegahan. Hal ini dikarenakan responden kurang mendapatkan informasi tentang penyakit tuberkulosis dari media massa maupun dari Puskesmas karena responden jarang mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan di Puskesmas. Pengetahuan yang baik mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis akan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Masyarakat dengan pengetahuan yang baik diharapkan dapat melakukan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang tepat. Kesadaran akan tumbuh pada masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis jika warga mempunyai pengetahuan yang baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2008), tingkat pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosis dan perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di desa Sidorejo didapatkan nilai presentase sebesar 42,5% yang berpengetahuan baik. Pada penelitian ini juga melaporkan bahwa pengetahuan baik yang didapatkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti media massa, pengalaman, usia dan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini dimana pengetahuan yang dimiliki responden didapatkan melalui media massa, buku, pengalaman responden, penyuluhan dari Puskesmas, dan informasi

95 76 tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya yang didapatkan dari kerabat terdekat. Latar belakang pendidikan dari responden juga mempengaruhi pengetahuan yaitu mayoritas pendidikan responden adalah SMA. Sesuai dengan teori, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin baik tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007). Penelitian ini tidak sejalan dengan Putra (2011), tingkat pengetahuan responden tentang penyakit TBC dan perilaku pencegahannya di kota Solok didapatkan presentase sebesar 63,6% yang berpengetahuan rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan dalam penelitian Putra dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman responden terhadap penyakit TBC dan upaya pencegahannya. Sampel yang diambil oleh Putra adalah penderita TB paru yang tercatat oleh Dinkes Kota Solok. Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima pengetahuan baru dan semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin baik pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti, mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik (71,7%) terhadap penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dengan mayoritas karakteristik pendidikan responden adalah SMA (65,0%).

96 77 2. Gambaran Sikap Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan, seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TBC. Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi respon, dapat berupa sikap positif atau negatif, akhirnya akan diwujudkan dalam perilaku atau tidak. Berkowitz (1972) dalam Azwar (2013) berpendapat bahwa setiap orang yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut. Sikap responden dalam penelitian ini adalah bagaimana responden bersikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis, baik mendukung atau menolak. Hasil penelitian pada 60 responden ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 55% dan sikap negatif sebanyak 45%. Sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis cenderung menerima dan mengetahui tentang hal tersebut, sedangkan sikap negatif cenderung menolak terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan

97 78 dalam mengambil tindakan, terlebih bila sikap tersebut bersifat terbuka, besar kemungkinan dapat tercermin dari tindakan yang diperlihatkan. Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama dan pengaruh faktor emosional. Hal ini sesuai dengan penelitian dimana sikap masyarakat RW 04 dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan yang dimiliki masyarakat dan pendidikan masyarakat, dimana sebagian pendidikan responden dalam penilitian adalah SMA sehingga memiliki pemahaman yang baik tentang upaya pencegahan penyakit TBC yang dapat mempengaruhi responden dalam bersikap. Ini sejalan dengan penelitian Djannah (2009), sikap responden tentang perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di Sleman Yogyakarta didapatkan sebagian besar memiliki sikap yang baik. Sikap positif dalam penelitian ini terdiri dari responden mendukung dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis, cara penularan, dan fsktor risiko yang menyebabkan penyakit tuberkulosis terjadi. Sikap negatif dalam penelitian ini terdiri dari beberapa responden kurang mendukung dengan beberapa upaya pencegahan dan faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis. Hal ini disebabkan responden kurang informasi tentang penyakit tuberkulosis, memiliki pengalaman yang kurang tentang upaya pencegahannya dan

98 79 dapat juga disebabkan oleh pengaruh orang lain atau kebudayaan dalam pengambilan sikap dari responden. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fibriana (2011), responden yang memiliki sikap negatif tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis sebanyak 54,5%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pengalaman pribadi, faktor emosional, faktor dukungan keluarga, dan usia, dimana sebagian usia responden dalam penelitian berusia <36 tahun yang mempunyai emosi yang terkadangkadang (malas) untuk pergi berobat. Sampel yang diambil oleh Fibriana adalah keluarga penderita tuberkulosis yang ada di Puskesmas Wringinanom Gresik. Sikap masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang artinya sebagian besar masyarakat RW 04 mendukung atau menerima tentang upaya untuk mencegahan penyakit TBC. Dengan sikap positif yang dimiliki warga RW 04 dapat menurunkan angka kejadian penyakit TBC di Kelurahan Lagoa. Kasus penyakit tuberkulosis di Kelurahan Lagoa pada tahun 2012 sebesar 67 kasus dimana sikap penderita rata-rata kurang mendukung dalam pengobatan, seperti tidak rutin meminum obat anti tuberkulosis di Puskesmas. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki akan memberikan kontribusi terhadap terbentuknya sikap yang baik. Pembentukan sikap tidak dapat dilepaskan dari adanya faktor-

99 80 faktor yang mempengaruhi seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, serta faktor emosional dari individu (Azwar, 2013). 3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan khusus, yang dibuat untuk membantu klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik (Perry & Potter,2005). Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dalam penelitian ini adalah tindakan yang pernah dilakukan oleh responden dalam mencegah penyakit tuberkulosis. Hasil penelitian pada 60 responden ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik sebanyak 66,7% dan yang memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup sebanyak 33,3%. Hal ini disebabkan oleh faktor pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh responden. Hasil penelitian tentang pengetahuan didapatkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik sedangkan hasil penelitian tentang sikap didapatkan sebagian besar responden memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit TBC sehingga upaya pencegahan

100 81 yang dilakukan responden sudah baik. Upaya pencegahan yang dilakukan masyarakat untuk mencegah penyakit tuberkulosis seperti menggunakan masker pada saat berbicara dengan penderita TBC, mengkonsumsi makanan yang bergizi, menjaga kebersihan lingkungan, menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup dan tidak membuang dahak disembarang tempat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Djannah (2009), 54,1% respondennya memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Putra (2011), didapatkan hasil tingkat tindakan pencegahan TB paru oleh penderita TB di kota Solok secara umum terhadap TB paru tergolong kurang dengan nilai sebesar 81,8%. B. Analisis Bivariat 1. Hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan korelasi Spearman Rank dengan bantuan program komputer menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α=0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation 0,541 menyatakan bahwa ada hubungan yang sedang dan searah antara pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang

101 82 artinya semakin baik tingkat pengetahuan, maka semakin baik upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang dilakukannya. Hasil penelitian yang didapatkan dari 43 orang dengan tingkat pengetahuan yang baik terdapat 83,7% memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan 16,3% memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 16 orang terdapat 25% memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan 75% memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 1 orang dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2008) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bendosari. Semakin baik tingkat pengetahuan maka semakin tinggi juga tindakan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis yang dilakukan. Djannah (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan pendapat yang berbeda dengan hasil penelitian ini yaitu bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan mahasiswa tentang penyakit tuberkulosis dengan perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Nilai probabilitas yang didapatkan bersifat tidak signifikan yaitu 0,904>0,05. Nilai coefficient corelation yang

102 83 didapatkan 0,21 artinya berkorelasi lemah dan tidak mempunyai hubungan. Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat kelurahan Lagoa dapat disimpulkan sesuai dengan teori dan penelitian terkait bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis lebih baik dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang dan cukup. Hal ini dapat diartikan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dengan pengetahuan yang baik dapat menciptakan perilaku yang baik (Notoatmodjo,2007). 2. Hubungan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis Hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan korelasi Sperman Rank menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,003 lebih kecil dari nilai α=0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation 0,378 menyatakan bahwa ada hubungan yang lemah dan searah antara sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang artinya semakin positif sikap seseorang, maka semakin baik upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang dilakukannya.

103 84 Hasil penelitian yang didapatkan dari 33 orang dengan sikap positif terdapat 69,7% memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan 30,3% memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 27 orang terdapat 63% memiliki upaya pencegahan yang baik dan 37% memiliki upaya pencegahan yang cukup. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2008) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bendosari. Nilai probabilitas yang didapatkan bersifat signifikan yaitu 0,000<0,05. Nilai coefficient corelation yang didapatkan 0,755 artinya korelasi kuat dan searah. Semakin positif sikap masyarakat maka semakin baik tindakan pencegahan yang dilakukan. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) memiliki pendapat yang sama yaitu sikap dan praktek yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna yang berarti bagi kehidupan. Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat

104 85 kelurahan Lagoa dapat disimpulkan sesuai dengan teori dan penelitian terkait bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang baik dan sikap yang positif memiliki tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik. Hal ini dapat diartikan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan penunjang dalam melakukan perilaku sehat (Notoatmodjo,2007). C. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini meliputi : 1. Ketika mencari responden dalam penelitian ini yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi merupakan suatu tantangan karena peneliti harus mendatangi setiap rumah dan tidak mengetahui secara lengkap data dari responden. 2. Kebanyakan responden merupakan warga pendatang yang kebanyakan dari suku Jawa sehingga responden kurang bervariasi. 3. Banyak responden menganggap bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang memalukan karena dapat membuat malu keluarga. 4. Instrumen mengenai pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari teori dan instrumen dibuat oleh peneliti sendiri, kemudian pertanyaan yang ada dalam instrumen merupakan pernyataan tertutup, sehingga bisa jadi pernyataan dalam instrumen ini belum mewakili apa yang

105 86 dirasakan oleh responden. Namun peneliti sudah meminimalkan hal tersebut dengan melakukan uji validitas dan reabilitas instrumen. 5. Informasi bias pada penelitian ini dapat terjadi karena pada variabel upaya pencegahan sebagian besar berdasarkan pada pernyataan yang terdapat pada kuesioner. Dimana sebaiknya dapat dilakukan selain menggunakan kuesioner yaitu dengan observasi.

106 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara tahun 2013, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebesar 71,7%. 2. Pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebesar 55 %. 3. Pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik sebesar 66,7%. 4. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan masyarakat dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa dengan nilai p sebesar 0,000 serta memiliki hubungan positif yang sedang dengan nilai r sebesar 0,541 artinya semakin baik tingkat pengetahuan maka semakin baik upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa. 5. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap masyarakat dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa dengan nilai p sebesar 0,003 serta memiliki hubungan yang lemah 87

107 88 dengan nilai r sebesar 0,378 artinya semakin positif sikap seseorang maka semakin baik upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa. B. Saran 1. Bagi Pelayanan Keperawatan a. Promosi kesehatan tentang penyakit TBC dan pencegahan penyakit TBC agar ditingkatkan kembali, supaya dapat menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan penyakit TBC. b. Petugas kesehatan tetap memberikan dorongan/motivasi kepada masyarakat untuk melakukan pengobatan secara teratur bagi penderita TBC. 2. Bagi Pendidikan Keperawatan a. Diharapkan dapat meningkatkan peran perawat dalam promosi kesehatan sebagai health educator terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. b. Diharapkan dapat menjadi evidence based bagi perkembangan ilmu keperawatan, khususnya mengenai pentingnya upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. c. Diharapkan dapat menambah bahan literatur mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

108 89 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian lebih lanjut, di rekomendasikan untuk peneliti selanjutnya adalah area penelitian dapat dikembangkan dengan jumlah populasi lebih banyak dan jumlah variabel yang di teliti juga ditambah, sehingga dapat menghasilkan hasil yang lebih akurat. Analisa data yang digunakan untuk penelitian berikutnya tidak hanya pada analisa univariat dan bivariat saja, tetapi dapat dilakukan analisa secara multivariat.

109 DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, M. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press Arikunto, S. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, S. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bramantyo, A. Hubungan Status Gizi Anak, Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Terhadap Gizi dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di Puskesmas Pisangan. Jakarta: Skripsi FK UPN Veteran Budiarto, E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC Budiman, A.R. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Dahlan, M.S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, Multivariat, Dilengkapi Dengan Menggunakan SPSS Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007: Jakarta Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010: Jakarta TBC Masalah Kesehatan Dunia. Diakses tanggal 4 November : Jakarta Pedoman Nasional Penangulangan Tuberkulosis Edisi. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB): Jakarta.. Penanggulangan TB Alami Kemajuan.

110 penanggulangan-tb-alami-kemajuan-.html. Diakses tanggal 4 November Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia : Jakarta TBC Masalah Kesehatan Dunia: Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Profil DKI Jakarta 2007: Jakarta Djannah, S.N. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan TBC Pada Mahasiswa di Asrama Manokwari SlemanYogyakarta. oad/549/pdf. Diakses pada tanggal 3 Juni 2013 Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC Fibriana, L.P. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis. Diakses pada tanggal 6 Juli 2013 Francis, C. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga Handoko, N.P. Hubungan Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap Pencegahan dan Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan Pencarian Pengobatan Dengan Penyakit TBC di BBKPM Surakarta Tahun Diakses tanggal 10 Oktober 2012 Hidayat, A. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Kurniasari, N. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC Dengan Keteraturan Dalam Pengobatan TBC Di UPTD Puskesmas Cibogo Kabupaten Subang Tahun pdf. Diakses tanggal 28 Maret 2013 Kusrini. Sistem Pakar, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI Media, Y. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat Tahun Diakses tanggal 2 Desember 2012 Muttaqin, A. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2009

111 Naga, S.S. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA Press Niven, N. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat & Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Perkumulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). Buku Saku PPTI: Jakarta Pohan, I.S. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC Potter, P.A. & Perry, A.N. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC Putra, N.R. Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kota Solok. Diakses tanggal 2 Desember 2012 Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Smeltzer, S.C. & Brenda, G.B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Somantri, I. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Sudarso, R.R. Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Tuberkulosis Dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Anak Di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Jakarta: Skripsi FK UPN Veteran. 2010

112 Suryo. J. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First Wahyuni. Determinan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan Penyakit TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Bendosari. Diakses tanggal 3 Juni 2013 Werdhani, R.A. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis Tahun Diakses tanggal 26 Desember 2012 WHO Internasional. Global Tuberculosis Report Diakses tanggal 9 November Tuberculosis. Diakses tanggal 9 November 2012 Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Wirasti, B. Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Sawangan Kota Depok. Jakarta : Skripsi FK UPN Veteran. 2010

113 Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera Nama : Sumiyati Astuti NIM : Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Saya akan melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Untuk keperluan tersebut saya harap dengan kerendahan hati agar kiranya anda bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban anda akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi anda dalam pengisian kuesioner ini. Apakah anda bersedia menjadi responden dalam penelitian ini? YA / TIDAK Tertanda ( ) Responden

114 Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN TENTANG HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Tujuan : Kuesioner ini dirancang untuk mengidentifikasi: Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun Petunjuk : 1. Bacalah pernyataan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti 2. Setiap jawaban dimohon untuk dapat memberikan jawaban yang jujur 3. Harap mengisi pernyataan yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak ada yang terlewat. Setiap nomor hanya diisi dengan satu jawaban. 4. Beri tanda ceklist ( ) pada kotak pertanyaan bapak/ibu yang dianggap benar. 5. Jika bapak/ibu salah mengisi jawaban, coret/silang jawaban tersebut dan beri tanda ceklist pada jawaban yang dianggap benar. 6. Bapak/ibu/saudara/i dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada kesulitan dalam menjawab isi kuesioner.

115 A. Karakteristik Responden Nama : Usia : Jenis kelamin : Status pendidikan : Status pekerjaan : B. Pengetahuan Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada kotak. Benar atau Salah sesuai pilihan jawaban anda! Jika anda ingin mengganti jawaban, silahkan mencoret jawaban kemudian menuliskan kembali tanda chek list ( ) pada jawaban yang baru dengan pernyataan yang sama, misalnya: Benar Salah Benar Salah No Pernyataan Benar Salah 1. TBC merupakan penyakit keturunan dari orang tua 2. Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri TBC 3. Penyebaran penyakit TBC dapat melalui pemakaian sabun yang digunakan bersama-sama penderita penyakit TBC 4. Batuk, nyeri dada, dan demam merupakan tanda dan gejala dari penyakit TBC 5. Anggota keluarga yang tidak tinggal serumah dengan penderita TBC memiliki risiko yang besar terserang atau tertular penyakit TBC 6. Sering begadang dan kurang istirahat merupakan salah satu faktor penyebab terjangkit TBC 7. Pencegahan penularan TBC dengan menutup mulut saat bersin dan batuk 8. TBC bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti otak, jantung,

116 dan ginjal 9. Cahaya yang terang dan sinar matahari yang dapat masuk ke rumah dapat membunuh kuman TBC 10. TBC dapat disebut juga dengan paru-paru basah 11. Penderita TBC dapat mengalami kematian akibat kuman TBC yang ada di dalam tubuhnya 12. Supaya tidak tertular penyakit TBC, maka sebaiknya anak balita diberikan imunisasi BCG 13. Membersihkan lingkungan rumah setiap hari merupakan tindakan efektif dalam pencegahan TBC 14. Perumahan yang terlalu padat dan kumuh merupakan kondisi yang tidak dapat menyebabkan TBC 15. Lingkungan yang lembab merupakan kondisi yang dapat menyebabkan TBC 16. Membuka jendela pada siang hari merupakan salah satu tindakan pencegahan TBC 17. Upaya pencegahan yang lain yaitu dengan membuang dahak/ludah di sembarang tempat 18. Meminum obat secara tekun dan teratur bagi penderita TBC merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah penularan penyakit 19. Tidur dan istirahat yang cukup dapat mencegah tertularnya TBC 20. Pencegahan TBC dapat dilakukan dengan menyediakan makanan dengan gizi seimbang seperti nasi, lauk, sayur, dan buah

117 C. Sikap Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada kotak. SS, S, TS atau STS sesuai pilihan jawaban anda! Jika anda ingin mengganti jawaban, silahkan mencoret jawaban kemudian menuliskan kembali tanda chek list ( ) pada jawaban yang baru dengan pernyataan yang sama, misalnya: SS S TS STS SS S TS STS Keterangan : SS S TS STS : sangat setuju : setuju : tidak setuju : sangat tidak setuju No Pernyataan SS S TS STS 1. Untuk mencegah terserang penyakit TBC perlu pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit TBC 2. Menurut saya penyakit TBC dapat sembuh sendiri 3. Pemeriksaan kesehatan secara berkala harus dilaksanakan sebagai langkah pencegahan 4. Menurut saya tidak perlu tahu masalah penyakit TBC 5. Saya menyadari bahwa lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi penyebaran TBC 6. Saya melakukan pemeriksaan ke puskesmas apabila merasakan demam, dan batuk lebih dari 2 minggu 7. Menurut saya pencegahan TBC dapat dilakukan dengan mengkonsumsi jamu 8. Jika saya mengalami batuk-batuk, saya lebih memilih membeli obat di warung dari pada ke Puskesmas 9. Saya menganggap bahwa penyakit TBC merupakan penyakit yang memalukan 10. Keluarga harus memberikan perlakuan berbeda apabila ada salah satu keluarganya terjangkit TBC, guna

118 mencegah tersebarnya penyakit TBC 11. Untuk membunuh kuman penyebab TBC diperlukan pengobatan jangka pendek 12. Saat batuk dan bersin sebaiknya tidak menutup mulut 13. Saya tidak perlu memperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal 14. Membuang dahak di sembarangan tempat adalah hal yang wajar bagi saya 15. Penyuluhan TBC tidak perlu dilaksanakan 16. Luas kamar yang sangat kecil dan sempit akan menyebabkan penyakit TBC 17. Cahaya yang terang dan sinar matahari yang dapat masuk ke rumah merupakan hal yang sangat penting 18. Jika ada di lingkungan masyarakat kita ada yang terdiagnosa TBC kita anjurkan untuk pengobatan 19. Untuk mencegah penyakit TBC,saudara menganjurkan keluarga untuk memeriksakan kesehatan ke Puskesmas/RS 20. Pemberian Obat Anti TBC secara cuma-cuma merupakan upaya penanggulangan TBC yang tepat 21. Penderita TBC sebaiknya dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya 22. Meminum Obat Anti Tuberkulosis selama 6 sampai 12 bulan secara tekun dan teratur merupakan tindakan yang paling efektif 23. Saya memakai barang-barang yang sama dengan penderita TBC seperti piring, gelas, dan pakaian 24. Pemeriksaan kesehatan tidak penting bagi saya

119 D. Upaya Pencegahan TBC Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada kotak. Selalu, Sering, Kadang-kadang, Jarang atau Tidak Pernah sesuai pilihan jawaban anda! Jika anda ingin mengganti jawaban, silahkan mencoret jawaban kemudian menuliskan kembali tanda chek list ( ) pada jawaban yang baru dengan pernyataan yang sama, misalnya: Selalu Sering Kadangkadang Jarang Tidak pernah Selalu Sering Kadangkadang Jarang Tidak pernah No Pertanyaan Selalu Sering Kadangkadang 1. Apakah saudara menutup mulut saat bersin dan batuk? 2. Apakah saudara membuang dahak di sembarang tempat? 3. Apakah saudara menggunakan masker jika berbicara dengan penderita TBC? 4. Jika ada anggota keluarga saudara ada yang terkena penyakit TBC, apakah saudara menggunakan alat makan yang sama dengan penderita TBC? 5. Apakah jendela di setiap ruangan yang ada di rumah saudara tertutup pada siang hari? 6. Apakah saudara menjaga kebersihan rumah setiap hari, seperti menyapu dan mengepel ruang tamu, kamar tidur, dapur, dan ruangan lainnya? 7. Apakah saudara mendapatkan informasi mengenai tindakan pencegahan penyakit TBC dari Jarang Tidak pernah

120 petugas kesehatan? 8. Apakah saudara menyajikan makanan sehat dan bergizi seimbang (seperti nasi, lauk-pauk, sayur, buah-buahan, dll) setiap hari? 9. Apakah saudara melakukan kerja bakti membersihkan rumah dan lingkungan setiap minggu? 10. Apakah di setiap kamar yang ada di rumah saudara selalu dihuni oleh lebih dari 3 orang? 11. Apakah saudara mengikuti penyuluhan tentang penyakit TBC oleh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas? 12. Apakah saudara jika mengalami batuk berdahak lebih dari 2 minggu sering mengabaikannya/tidak berobat ke dokter? 13. Apakah saudara rutin melakukan pemeriksaan kesehatan? 14. Apakah saudara mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan kegiatan? 15. Apakah saudara merokok setiap hari? 16. Jika sakit, apakah saudara membeli obat di warung? 17. Apakah saudara mengucilkan penderita TBC dalam pergaulan untuk menghindari tertular penyakit TBC? 18. Apakah saudara mengkonsumsi jamu setiap hari untuk menghindari tertular penyakit TBC?

121 Lampiran 3 Analisa Univariat OUTPUT ANALISA UNIVARIAT DAN BIVARIAT Statistics Usia N Valid 60 Missing 0 Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum Sum Jenis kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Laki-Laki Perempuan Total Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Dasar Menengah Tinggi Total

122 Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Buruh Guru IRT Karyawan Swasta Mahasiswa Pelajar Wiraswasta Total Pengetahuan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik Cukup Kurang Total Statistics sikap pencegahan TBC N Valid 60 Missing 0 Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum Sum

123 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pengetahuan sikap pencegahan N Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Sikap Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Positif Negatif Total Upaya pencegahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik Cukup kurang Total

124 Analisa Bivariat Pengetahuan Correlations pengetahuan upaya pencegahan Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient ** Sig. (2-tailed)..000 N upaya pencegahan Correlation Coefficient.541 ** Sig. (2-tailed).000. N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). pengetahuan * pencegahan Crosstabulation Count Pencegahan Baik Cukup Kurang Total Nilai r p Pengetahuan Baik Cukup Kurang ,541 0,000 Total Sikap Correlations sikap upaya pencegahan Spearman's rho Sikap Correlation Coefficient ** Sig. (2-tailed)..003 N upaya pencegahan Correlation Coefficient.378 ** Sig. (2-tailed).003. N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

125 sikap * pencegahan Crosstabulation Count Pencegahan Baik Cukup Kurang Total Nilai r P Sikap negatif positif ,378 0,003 Total

126 - I TIL. IIII I Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat KEMBNTERIAN AGAMA IJNWERSTTAS rslam NEGERT ( urn ) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKI]LTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp. : (62-21) Fax : (62-21) Website : E-maii : *ik@uinllc.ac.id Nornor : Un.01lFl0/I(M.Al.2l LLA /2A13 Lampiran : - Hal : Permohonan Izin Uji Validitas dan Relibilitas Ciputa! Q luni20l3 Kepada YangTerhorma! KepalaKslurahan Lagoa JI. Lagoa No. 3 di. Jakarat Utara Assalamu'alaikum \Mr. Wb. Dalam rangka penyelesaian fugas akhir perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul "Hubungan Tingkat Pengetahuan dan sikap Masyarakat Terhadap upaya Pencegahan penyakit Tuberkulosis di Kelurahan Lagoa J akarta ljtart'. Sehubungan dengan itu kami mohon diberikan izin mel*ksanakan uji validitas dan relibilitas rtas nama : Nama NIM Semester Program Studi Fakultas Surniyati Astuti VUI Ilrnu Keperawatan Kedokteian dan i.l.rn. u Kesehatan UIN Syarif o,1l - Hidayatullah hl1l" Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Tembusan: Dekan FKIK i Widjajak*sumah, AJF., PFK d-'/-*1* t*r.ar{.--* /3 H /4c''l

127 KEMENTERIAN AGAMA IiNTVERSTTAS ISLAM NEGERT ( UrN ) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKT]LTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat Nomor : Un.0llFl0/KM.01.2/ 7V2( /2013 Lampiran : - Hal : Permohonan Izin Penelitian Telp. : (62-21) Fax : (62-21) Website : fkik@uinjkt.ac.id Ciputat z1 Juni2013 KepadaYang Terhormat Kepala Kelurahan Lagoa Jl. LagoaNo.3 di Jakarat Utara Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul "Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di Kelurahan Lagoa Rw 04 JakartalJtard'. Sehubungan dengan itu kami mohon diberilon izin melaksanakan penelitian atas nama: Nama NIM Semester Program Studi Fakultas Sumiyati Astuti VtrI Ilmu Keperawatan Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Symif Hidayatullah lakarta Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih..ilt Tembusan: l. Dekan FKIK 2. Ketua Rt 002,004,006,008,010,012 Widjajakusumah, AIF., PFK GIIUIA,N

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ( mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kini mengalami beban ganda akibat penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit infeksi menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar TB Paru 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masuk dalam kategori penyakit infeksi yang bersifat kronik. TB menular langsung melalui udara yang tercemar basil Mycobakterium tuberculosis, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Price & Wilson, 2006). Penyakit ini dapat menyebar melalui

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori TB Paru Pengetahuan Sikap Tindakan 3.2 Kerangka Konsep 3.2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis (TB) 2.1.1. Pengertian TB TB adalah penyakit infeksi yang menular, di mana sebagian besar infeksi terjadi pada paru (Koplewich, 2005). 2.1.2. Penyebab TB Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberculosis) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari kelompok sosial

Lebih terperinci

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis yang menyerang paru disebut tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama dua minggu atau lebih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddarth,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG INRAS Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 2. Data angka penyebab kematian pada narapidana dan tahanan di Indonesia tahun 2011 No Nama Penyakit Jumlah 1 HIV/AIDS 105 2

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini umumnya menyerang pada paru, tetapi juga dapat menyerang bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health

Lebih terperinci

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENDERITA TUBERKULOSIS TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS ATAPUPU KABUPATEN BELU RELATIONSHIP BETWEEN PATIENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang

Lebih terperinci

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia karena Mycobacterieum tuberculosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 NURHAYATI WADJAH 811408078 ABSTRAK Di Indonesia TBC merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberkulosa) merupakan penyakit kronis (menahun) telah lama dikenal masyarakat luas dan ditakuti, karena menular. Namun demikan TBC dapat disembuhkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Mycobacterium Tuberculosis). 1 Organ tubuh manusia yang paling dominan terserang kuman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO) dalam satu tahun kuman M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga dapat menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara - negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis baru dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Tuberculosa adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam, makanya dikenal sebagai Batang

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** ANALISA FAKT RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** * Program Studi Pendidikan Dokter UHO ** Bagian Kimia Bahan Alam Prodi Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bersihan jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanakkanak ke masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB, yaitu mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman menyerang paru lewat saluran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS CURUG TANGERANG Pengantar : Dengan hormat, nama saya Ade Atik, mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. TB disebabkan oleh mycobacterium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit granumatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: MEI FATMAWATI NIM:

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: MEI FATMAWATI NIM: STUDI KASUS PADA KELUARGA Tn. A YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Tempat Penelitian Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang merupakan salah satu pusat rujukan yankes bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,

Lebih terperinci

I. PENENTUAN AREA MASALAH

I. PENENTUAN AREA MASALAH I. PENENTUAN AREA MASALAH Dalam menentukan area masalah, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi dan wawancara dengan tenaga kesehatan di daerah keluarga binaan, berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

Catur Setiya Sulistiyana*, Susi Susanti* Dosen fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati *, ABSTRAK

Catur Setiya Sulistiyana*, Susi Susanti* Dosen fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati *, ABSTRAK Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru dengan Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kesunean dan Pegambiran Kota Cirebon Jawa Barat Catur Setiya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era sekarang ini tantangan dalam bidang pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya berbagai penyakit menular yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi menular yang banyak didapatkan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dan biasanya terjadi pada anak maupun orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Hal ini sangat penting dalam membantu kita untuk melakukan aktivitas kehidupan serta rutinitas sehari-hari. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Tuberkolosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC mengenai paru-paru, tapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman penyebab penyakit Tuberkulosis yang sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis. Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan terhadap penyakit menular masih tetap dirasakan, terutama oleh penduduk di negara yang sedang berkembang. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENDERITA PENYAKIT TB PARU BTA POSITIF DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK BULAN OKTOBER TAHUN 2008 APRIL TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Nursing Practice 6.2 di STIK Immanuel Bandung Tahun Akademik 2014

Lebih terperinci

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Situasi TB di dunia semakin memburuk, sebahagian besar negara di dunia yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat mengenai berbagai organ tubuh. Penyakit tuberkulosis terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TB Paru masih menjadi masalah kesehatan yang mendunia. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

Lebih terperinci