ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH REZA AHMAD FAHMI GINTING NIM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH REZA AHMAD FAHMI GINTING NIM :"

Transkripsi

1 ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH REZA AHMAD FAHMI GINTING NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 2018

2 ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2017 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH REZA AHMAD FAHMI GINTING NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 2018

3 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun 2017 ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung risiko atau sanksi pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini. Medan, 22 Januari 2018 (Reza Ahmad Fahmi Ginting) i

4 ii

5 ABSTRAK Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Salah satu daerah endemis Filariasis adalah Kabupaten Batu Bara oleh karena itu seluruh penduduk di Kabupaten Batu Bara wajib minum obat pencegah Filariasis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batubara Tahun Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Metode analisis data penelitian ini yang dilakukan dengan merangkum dan memilih hal-hal yang penting berdasarkan wawancara yang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengendalian penyakit kaki gajah sudah optimal karena semua tugas pokok dalam program sudah berjalan dan mencapai target yang telah ditetapkan, hanya saja untuk pengendalian vektor tidak ada pengawasan yang khusus dan masih banyak masyarakat yang takut untuk meminum obat pencegah kaki gajah karena dapat menimbulkan efek samping. Program pengendalian kaki gajah dijalankan dari tahun 2015 sampai sekarang, cakupan pemberian obat yang dicapai Kabupaten Batu Bara yaitu 89% jumlah sasaran yang meminum obat dan 83% yang meminum obat dari jumlah penduduk tahun 2015, 90% jumlah sasaran yang meminum obat dan 82% yang meminum obat dari jumlah penduduk tahun Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara untuk membuat pengawasan terhadap pengendalian vektor dan sosialisasi kepada masyarakat yang masih takut minum obat pencegah kaki gajah, diharapkan kepada seluruh penduduk Kabupaten Batu Bara untuk berpartisipasi mensukseskan program pengendalian penyakit kaki gajah ini. Kata Kunci : Kaki gajah, Program pengendalian, pelaksanaan iii

6 ABSTRACT Filariasis is chronic infectious disease by worm filaria and transmitted by mosquito Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. One of area endemic Filariasis is Batu Bara district, therefore the whole population in Batu Bara district required to take medicine of Filariasis. The purpose from research is for analyze implementation of the control program elephantiasis in Batu Bara District of This research is descriptive, data collection is done with Interview depth. Method analysis of research data this is done with summarizes and choose important things based on interview that has been done. Results research show that implementation control elephantiasis already optimal because all task principal in the program already running and reach the target that has been set, it is just for vector control there is no special supervision and still many people are afraid for take medicine for prevention of elephantiasis that can cause side effect. Elephantiasis control program run from the year 2015 until now, drug coverage reached the Batubara District that is 89% of the target amount of take drugs and 83% who take medication of the population year 2015, 90% of the total number of goals take drugs and 82% who take medication of the population year Based on results research be expected to Dinas Kesehatanof Batu Bara district for make supervision to control vector and socialization to the people who are still afraid take medicine for prevention of elephantiasis, and is expected to whole population Batu Bara district for participated to succeeding the program of elephantiasis control. Keywords : Elephantiasis, Control, Implemantation iv

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pelaksanaan Program Pengendalian Kaki Gajah di Kabupaten Batu bara Tahun Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan para wakil dekan. 3. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I dan juga Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan arahan selama penulisan skripsi ini. 5. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM, Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan arahan selama penulisan skripsi ini. v

8 6. dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Penguji I yang memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. 7. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. 8. dr. Yusniwarti Yusad M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 9. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama mengikuti pendidikan. 10. Bapak Kepala Bidang dr. Buang yang telah memberikan izin untuk peneliti melaksanakan penelitian. 11. Bapak Kepala Seksi P2PM Amat Sogol, SKM yang telah memberikan izin dan banyak membantu untuk peneliti melaksanakan penelitian. 12. Terkhusus kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi, Bapak Erwandi Ginting, S.pd, Ibu Barus Keliat P, Am.Keb, yang selalu mendoakan saya serta mendukung segala hal yang saya butuhkan dan memberikan semangat untuk saya selama dalam pendidikan. 13. Kepada saudari Reni Kartika Ginting dan Riski Meilidia Ginting yang selalu menyemangati dan member banayak dukungan. 14. Keluarga besar SMA PLUS AL-AZHAR Medan kepada seluruh guruguru yang telah banyak mendukung, memberikan motivasi, membimbing dan mendoakan murid-muridnya. vi

9 15. Teman-teman Generasi 17 SMA PLUS Al-AZHAR yang sudah menjadi keluarga banyak memberi dukungan dan motivasi. 16. Sahabat-sahabat terbaik Irvan Japardi S, Julham Sahputra H, Findy Anwari L, Leon Jonathan N, Kamwar Hakim, yang memberikan dukungan dan motivasi. 17. Teman-teman seperjuangan saat PBL dan LKP Faizah, Febri, Mimi, Firda, Julham, Riris, Jani, anis. 18. Teman-teman seperjuangan stambuk 2013 khususnya teman dari peminatan Kesehatan Lingkungan yang telah banyak memberi dukungan dan semangat yang juga mau membagi ilmunya. Akhir kata, semoga Allah selalu melimpahkan rahmad dan kasih-nya kepada kita dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca. Medan, Januari 2018 Reza Ahmad Fahmi Ginting vii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... RIWAYAT HIDUP... i ii iii iv v viii xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Filariasis (kaki Gajah) Pengertian Filariasis (Kaki Gajah) Penyebab Filariasis (Kaki Gajah) Patogenesis Gejala Klinis Gejala Klinis Akut Gejala Klinis Kronis Siklus Hidup Cacing Filaria Morfologi Cacing Filaria Vektor Filariasis Daur Hidup Vektor Filariasis Siklus Penularan Filariasis Perilaku Nyamuk Dan Perilaku Istirahat Vektor Hospes Manusia Hewan Lingkungan Lingkungan Fisik Lingkungan Biologik Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya Program Pengendalian Kaki Gajah viii

11 2.2.1 Pemutusan Penularan Penyakit Kaki Gajah Pencegahan dan Pembatasan Kecacatan Penderita Kaki Gajah Surveilans Penyakit Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Loksai Waktu Informan Penelitian Metode Pengumpulan Sampel Data Primer Data Sekunder Definisi Operasional Metode Pengukuran Objek Penelitian Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Kabupaten Batu Bara Kondisi Geografis Kepadatan Penduduk Fasilitas Kesehatan Analisis Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun Penderita Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batubara Tahun Masukan (Input) Sumber Daya Manusia (SDM) Pendanaan Sarana dan Prasarana Proses (Process) Perencanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Pemutusan Penularan Penyakit Kaki Gajah Pencegahan dan Pembatasan Kecacatan Penderita Kaki Gajah Surveilans Penyakit Pengendalian Vektor Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Keluaran (output) ix

12 BAB V PEMBAHASAN Penderita Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Komponen Masukan (Input) Sumber Daya Manusia (SDM) Pendanaan Sarana dan Prasarana Komponen Proses (Process) Perencanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Kabupaten Batu Bara Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Pemutusan Penularan Penyakit Kaki Gajah Pencegahan dan Pembatasan Kecacatan Penderita Kaki Gajah Surveilans Penyakit Pengendalian Vektor Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Keluaran (Output) Capaian Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Tahun BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN x

13 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan dan Rasio Terhadap Luas Kabupaten Batu Bara Tabel 4.2 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Batu Bara Tabel 4.3 Penderita Kaki Gajah Di Kabupaten Batu Bara Tabel 4.4 Cakupan Obat Dalam Pelaksanaan POPM Filariasis Di Kabupaten Batu Bara Tahun Tabel 4.5 Cakupan Obat Dalam Pelaksanaan POPM Filariasis wilayah kerja Puskesmas Di Kabupaten Batu Bara Tahun Tabel 4.6 Cakupan Obat Dalam Pelaksanaan POPM Filariasis wilayah kerja Puskesmas Di Kabupaten Batu Bara Tahun xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Survei Pendahuluan Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 3. Surat Balasan Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara Lampiran 4. Kuesioner Penelitian xii

15 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Reza Ahmad Fahmi Ginting, lahir pada tanggal 30 Nopember 1995 di Sei Bejangkar. Beragama Islam, bertempat tinggal di Dusun III Desa Binjai Baru Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu Bara. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan ayahanda Erwandi Ginting dan Ibunda Barus Perangin-angin Keliat. Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Desa Binjai Baru pada tahun 2001 hingga selesai pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Madrasah Tsanawiyah Muhammdyah Kwala Madu pada tahun 2007 hingga selesai pada tahun 2010, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas PLUS Al-azhar Medan pada tahun 2010 hingga selesai pada tahun Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan S1 pada program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selesai pada tahun xiii

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan atau berpindah dari orang yang sakit ke orang yang sehat atau belum terkena penyakit menular tersebut melalui berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi (Widoyono, 2011). Kaki gajah (Filariasis) adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan serta dapat menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin.(kemenkes RI, 2014) Filariasis dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup serta stigma sosial berupa pengucilan, kegiatan sosial terganggu, tidak bisa menikmati waktu rekreasi dan rasa tidak nyaman bagi penderita dan keluarganya bila telah menimbulkan pembengkakan pada tangan, kaki, payudara dan skrotum. Keadaan ini juga membawa dampak beban ekonomi yaitu biaya berobat, hari produktif yang hilang 1

17 2 karena sakit, dan hari produktif anggota rumah tangga lain yang hilang karena harus merawat orang yang sakit (Kemenkes RI, 2010). Pada tahun 2014 kasus filariasis menyerang juta orang di 73 negara yang berisiko filariasis. Kasus filariasis menyerang 632 juta (57%) penduduk di Asia Tenggara (9 negara endemis) dan 410 juta (37%) penduduk yang tinggal di wilayah Afrika (35 negara endemis). Sedangkan sisanya (6%) diderita oleh penduduk yang tinggal didaerah Amerika (4 negara endemis), Mediterania Timur (3 negara endemis) dan wilayah barat pasifik (22 negara endemis) (WHO 2016). Filariasis menyebar diseluruh wilayah Indonesia, di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh dinas kesehatan provinsi dan hasil survei di Indonesia, kasus kronis filariasis dari tahun 2002 hingga tahun 2014 terus meningkat. Pada tahun 2015, kasus filariasis menurun menjadi kasus dari pada tahun Kondisi ini disebabkan karena beberapa provinsi pada tahun 2015 melakukan validasi terhadap data kasus kronis dan dilaporkan beberapa penderita meninggal dan tidak berada ditempat lagi sera rekonfirmasi diagnosis kasus kronis dari laporan tahun-tahun sebelumnya. Penyakit ini tersebar pada 401 kabupaten/kota di 34 propinsi. Total kasus kronis penyakit filariasis seluruh Indonesia sampai dengan tahun 2015 sebanyak kasus. Untuk propinsi Sumatera Utara ada 141 kasus kronis, sedangkan untuk Kabupaten Batu Bara sampai tahun 2017 ada 12 (dua belas) kasus, dimana pada tahun 2011 terdapat 1 kasus, 2013 terdapat 2 kasus, 2014 terdapat 2 kasus

18 3 dan pada tahun 2015 terdapat 7 kasus (Laporan tahunan Dinas Kesehatan Batu Bara). Indonesia saat ini menghadapi permasalahan pengendalian penyakit menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease) dan penyakit menular baru (new emerging infection disease), serta adanya kecenderungan meningkatnya penyakit tidak menular (degeneratif) yang disebabkan oleh gaya hidup. Hal tersebut menunjukkan terjadinya transisi epidemiologi penyakit, sehingga Indonesia menghadapi beberapa beban (multiple burden) pada waktu yang bersamaan. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang menjadi kawasan endemik penyakit tropis antara lain malaria, kusta, demam berdarah dengue dan filariasis. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah penyakit filariasis (kaki gajah). Upaya pencegahan penyakit filariasis yaitu dengan menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor seperti menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk (Depkes, 2009). WHO sudah menetapkan kesepakatan Global pemberantasan penyakit ini sampai tuntas, membebaskan dunia dari penyakit kaki gajah tahun 2020 dengan berupaya menerapkan berbagai strategi termasuk pemberian obat secara massal. (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis a Public Health Problem by The Year 2020). Dinas Kesehatan Sumatera Utara menetapkan 5 kabupaten/kota sebagai daerah endemis penyakit kaki gajah (filariasis), kelima

19 4 kabupaten/kota tersebut adalah kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Batu Bara, Labuhan Batu Utara, Tapanuli Selatan dan Kota Gunung Sitoli (Dinkes Sumut, 2015). Berdasarkan laporan dari Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara, yang ditindaklanjuti dengan survei darah jari oleh Kemenkes RI pada tahun 2014, Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu dari 5 (Lima) Kabupaten di Sumatera Utara yang dinyatakan sebagai daerah Endemis filariasis (kaki gajah). Dimana seluruh penduduk di Kabupaten Batu Bara berisiko tinggi untuk menderita penyakit Kaki Gajah oleh sebab itu seluruh penduduk yang berdomisili di Kabupaten Batu Bara wajib minum obat anti filariasis selama lima tahun berturut-turut yang dilakukan sekali setahun. Oleh karena itu Kabupaten Batu Bara diwajibkan menjalankan Program Eliminasi Penyakit Kaki Gajah. Program eliminasi penyakit kaki gajah adalah upaya yang dilakukan untuk tercapainya keadaan dimana penularan filariasis di tengah-tengah masyarakat sedemikian rendahnya yang bertujuan agar penyakit ini tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Melaksanakan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan Program Eliminasi Filariasis Limfatik Global dari WHO, yaitu memutuskan rantai penularan filariasis serta mencegah dan membatasi kecacatan. Penanggulangan filariasis dilaksanakan berbasis wilayah dengan menerapkan manajemen lingkungan, pengendalian vektor, menyembuhkan atau merawat penderita, memberikan obat terhadap orang-orang sehat yang terinfeksi cacing filaria dan sebagai sumber penularan filariasis serta pemberian obat secara massal.

20 5 Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menganalisis pelaksanaan program pengendalian kaki gajah di Kabupaten Batu Bara tahun Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dilihat ada ditemukan kasus baru penderita kaki gajah setiap tahun, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun Tujuan Khusus 1. Mengetahui masukan (Input) program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara. 2. Mengetahui proses (Process) program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara. 3. Mengetahui keluaran (Output) program pengendalian penyakit kaki gaja di Kabupaten Batu Bara.

21 6 1.4 Manfaat 1. Sebagai bahan kajian dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara dalam pelaksanaan program pengendalian Kaki Gajah agar menjadi lebih baik dan untuk membuat kebijakan untuk pengendalian Kaki Gajah. 2. Mengetahui pelaksanaan program pengendalian Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara. 3. Sebagai pengetahuan dan informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Kaki Gajah sehingga mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam program penanggulangan Kaki Gajah.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis (Kaki Gajah) PengertianFilariasis (Kaki Gajah) Filariasis (Kaki Gajah) adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria (mikrofilaria) yang dapat menular dengan perantaraan nyamuk sebagai vektor.penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidup berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki yang menimbulkan dampak psikologis bagi penderita dan keluarganya. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Kemenkes RI, 2015). Filariasis (Kaki Gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran kelenjar getah bening.pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin.tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penularan filariasis terjadi apabila ada lima unsur utama yaitu sumber penular (manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), host (manusia yang rentan), lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial 7

23 8 budaya).banyak faktor risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian filariasis. Beberapa diantaranya adalah pekerjaan, faktor lingkungan dan perilaku.pada umumnya kelompok umur dewasa muda dan laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi karena laki-laki lebih besar kesempatan untuk terpapar dengan infeksi (exposure) daripada perempuan. Faktor pekerjaan seperti nelayan yang mempunyai kebiasaan berlayar pada malam hari dapat terpapar oleh nyamuk penular yang berkembangbiak di pinggir pantai, hal ini berkaitan dengan kebiasaan menggigit nyamuk penular pada malam hari. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus Filariasis dan mata rantai penularannya seperti lingkungan fisik, biologik dan lingkungan sosial, ekonomi dan budaya, sebabfaktor lingkungan terkait dengan tempat perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor dari penyakit ini Penyebab Filariasis (Kaki Gajah) WHO menerangkan bahwa penyakit kaki gajah merupakan penyakit tropis yang terabaikan. Infeksi biasanya didapat seseorang pada masa kecil, dan menyebabkan kerusakan tersembunyi untuk sistem limfatik. Wujud dari penyakit ini sendiri terlihat menyakitkan dan sangat mengubah bentuk. Limfoendema, kaki gajah, dan pembengkakan skrotum dapat terjadi di kemudian hari dan menyebabkan cacat permanen. Para pasien tidak hanya cacat fisik, namun juga menderita kerugian mental, sosial dan finansial, sehingga memberikan kontribusi untuk stigma dan kemiskinan.

24 9 Menurut WHO, ada tiga jenis cacing filaria yang menyebabkan kaki gajah, yaitu: 1. Wuchereria Bancrofti 2. Brugia Malayi 3. Brugia Timori Semua jenis cacing tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi.saat ini diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor filariasis.tetapi vektor utamanya adalah Anopheles farauti dan Anopheles punctulayus.hasil penelitian menyebutkan bahwa beberapa spesies dari genus Anopheles disamping berperan sebagai vektor malaria juga berperan sebagai vektor filariasis. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah.ketika nyamuk yang terinfeksi menghisap darah orang yang sehat, larva di dalam tubuh nyamuk menempel pada kulit manusia dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva tersebut kemudian bermigrasi ke saluran getah bening dan tumbuh menjadi cacing filaria dewasa. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 6 8 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.

25 Patogenesis Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu terhadap parasit, seringnya mendapat gigitan nyamuk, banyaknya larva infektif yang masuk ke dalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan fase lanjut. Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing dewasa bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri dan jamur. Pada fase lanjut terjadi kerusakan saluran dan kelenjar limfe, kerusakan katup saluran limfe, termasuk kerusakan saluran limfe kecil yang terdapat di kulit. Pada dasarnya perkembangan klinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing filaria dewasa yang tinggal dalam saluran limfe menimbulkan pelebaran (dilatasi) saluran limfe bukan penyumbatan (obstruksi), sehingga terjadi gangguan fungsi sistem limfatik: a. Penimbunan cairan limfemenyebabkan aliran limfe menjadi lambat dan tekanan hidrostatiknya meningkat, sehingga cairan limfe masuk ke jaringan menimbulkan edema jaringan. Adanya edema jaringan akan meningkatkan kerentanan kulit terhadap infeksi bakteri dan jamur yang masuk melalui luka-luka kecil maupun besar. Keadan ini dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack). b. Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran limfe ke kelenjar limfe. Akibatnya bakteri tidak dapat dihancurkan (fagositosis) oleh sel Reticulo Endothelial System (RES), bahkan mudah berkembang biak dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack).

26 11 c. Kelenjar limfe tidak dapat menyaring bakteri yang masuk dalam kulit. Sehingga bakteri mudah berkembang biak dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack). d. Infeksi bakteri berulang akan menyebabkan serangan akut berulang (recurrent acute attack) sehingga menimbulkan berbagai gejala klinis sebagai berikut : 1. Gejala peradangan lokal, berupa peradangan oleh cacing dewasa bersama-sama dengan bakteri, yaitu : a. Limfangitis. peradangan di saluran limfe. b. Limfadenitis, peradangan di kelenjar limfe c. Adeno limfangitis (ADL), peradangan saluran dan kelenjar limfe d. Abses (Lanjutan ADL) e. Peradangan oleh spesies Wuchereria bancrofti di daerah genital (alat kelamin) menimbulkan epididimitis, funikulitis dan orkitis. 2. Gejala peradangan umum, berupa demam, sakit kepala, sakit otot, rasa lemah dan lain-lainnya. e. Kerusakan sitem limfatik, termasuk kerusakan saluran limfe kecil yang ada di kulit, menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengalirkan cairan limfe dari kulit dan jaringan ke kelenjar limfe sehingga dapat terjadi limfedema. f. Pada penderita limfedema, serangan akut berulang oleh bakteri atau jamur akan menyebabkan penebalan dan pengerasan kulit, hiperpigmentasi,

27 12 hiperkeratosis dan peningkatan pembentukan jaringan ikat (fibrose tissue formation) sehingga terjadi peningkatan stadium limfedema, dimana pembengkakan yang semula terjadi hilang timbul (pitting) akan menjadi pembengkakan menetap (non pitting) Gejala Klinis Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada dasarnya gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi W. Bancroft, B. malayi dan B. timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan lebih berat pada infeksi oleh B. malayi dan B. timori. Infeksi W. bancrofti dapat menyebabkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B. malayi dan B. Timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin Gejala Klinis Akut Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan kemudian mengalami penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama di daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B.malayi dan B. Timori dibandingkan karena infeksi W. bancrofti, demikian juga dengan timbulnya limfangitis dan limfadenitis. Tetapi sebaliknya, pada infeksi W. bancrofti sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimus (epididimitis) dan peradangan funikulus spermatikus (funikulitis).

28 Gejala Klinis Kronis Gejala klinis kronis terdiri dari limfedema, lymp scrotum, kiluria, hidrokel. 1. Limfedema Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki dibawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan lutut masih normal. 2. Lymph Scrotum Lymph Scrotum adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit scrotum, kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian.ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian.ini mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dapat berkembang menjadi limfedema skrotum.ukuran skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar. 3. Kiluria Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies W. bancrofti, sehingga cairan limfe dan darah masuk kedalam saluran kemih. Gejala yang timbul adalah air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak, dan kadang-kadang disertai darah (haematuria), sukar kencing, kelelahan tubuh, kehilangan berat badan.

29 Siklus Hidup Cacing Filaria Cacing filaria memiliki siklus hidup yang rumit, dapat dibedakan menjadi lima tahap. Setelah cacing dewasa melakukan perkawinan, filaria betina menghasilkan ribuan mikrofilaria. Cacing mikrofilaria terbawa oleh vektor serangga (host perantara) seperti nyamuk, ketika mengisap darah manusia.didalam host perantara, mikrofilaria melakukan molting (berganti kulit) dan berkembang menjadi larva infektif (tahap ketiga). Saat mengisap darah lainnya, serangga vector menyuntikkan larva ke dalam lapisan dermis kulit. Setelah sekitar satu tahun, larva melakukan molting hingga dua tahapdan berkembang menjadi cacing dewasa. Spesies W. bancrofti, B. malayi dan B. Timori sebagai penyebab filariasis limfatik hidup ekslusif dalam tubuh manusia. Cacing berada pada sistem limfatik antara pembuluh limfe dan pembuluh darah yang memelihaara keseimbangan cairan tubuh dan merupakan komponen yang essensial untuk system pertahanan imun tubuh. Cacing hidup selama 4-6 tahun menghasilkan larva yang akan ikut dalam sirkulasi darah.(haryuningtyas S., D. & Subekti, D.T., 2004) Cacing filaria dalam bentuk larva terbagi dalam tiga tingkatan stadium, ke tiga stadium itu adalah: 1. Stadium satu (LI) bentuk sosis berukuran um x um, dengan ekor runcing seperti cambuk. 2. Stadium dua (L2) berukuran um x um, dengan ekor tumpul atau pendek. Pada stadium ini larva menunjukkan adanya gerakan.

30 15 3. Stadium tiga (L3) yang berukuran 1400 x 20 um, bentuk panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif. Pada saat nyamuk vektor mengisap darah yang mengandung filarial maka microfilaria akan terbawa masuk kedalam lambung nyamuk dan selanjutnya bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada. Setelah lebih tiga hari microfilaria berkembang menjadi larva stadium satu (LI) dan lebih kurang enam hari berikutnya mikrofilaria dalam tubuh nyamuk berkembang menjadi stadium dua (L2) dan pada hari ke menjadi larva stadium tiga (L3). Nyamuk terinfeksi mikrofilaria ketika ia menelan darah manusia yang telah terinfeksi. Mikrofilaria dewasa berubah menjadi larva infektif dalam nyamuk.ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit orang, larva masuk ke dalam tubuh manusia dan bermigrasi ke pembuluh limfatik dan kemudian menjadi cacing dewasa Morfologi Cacing Filaria Cacing dewasa berbentuk silindris halus seperti benang berwarna putih berukuran mm x 0,16 mm, dapat mengsilkan puluhan ribu mikrofilaria cacing jantan berukuran lebih kecil kurang lebih 55 mm x 0,09 mm dengan ujung ekor melingkar Vektor Filariasis Sampai saat ini diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor filariasis. Tetapi vektor utamanya adalah Anopheles farauti dan Anopheles punctulayus.pada dasarnya semua manusia dapat terjangkit penyakit filariasis

31 16 apabila digigit nyamuk vektor yang infektif ( mengandung larva stdium 3 ) vektor infektif ( mengandung larva stdium 3 ) vektor infektif mendapat mikrofilaria dari orang setempat yang mengindap mikrofilaria dalam darahnya. Namun demikian, dalam kenyataan di daerah endemis filariasis tidak semua orang terinfeksi dan diantara yang terinfeksi tidak semua menunjukan gejala. Meskipun tanpa gejala tetapi sudah terjadi perubahan-perubahan patologis, semakin lama pendatang menempati daerah endemis penyakit endemis kaki gajah maka akan lebih besar terkena infeksi. Nyamuk dikatakan sebagai vektor karena mampu menularkan atau menyebarkan penyakit dari manusia yang terinfeksi kemanusia sehat lainnya. Di Indonesia terdapat kurang lebih 23spesies dari genus Culex, Anopheles, dan Mansonia, yang dapat berperan menjadi vektor penyakit kaki gajah (Filariasis). Ketika nyamuk menghisap darah manusia yang sudah terinfeksi, mikrofilaria atau larva akan masuk bersama darah ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya akan bermigrasi dan berkembang di dalam dada nyamuk. Mikrofilaria untuk pertamakalinya berkembang menjadi larva stadium 1 (L1) dalam dadanyamuk. Kemudian mengalami perkembangan menjadi L2 dan terakhir L3. Waktu yang diperlukan untuk berkembang dari L1menjadi L3 adalah hari. Setelah L3 terbentuk maka nyamuk sudah siap menularkan penyakit kaki gajah ke manusia lainnya.

32 Daur Hidup Vektor Filariasis Semua nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, nyamuk termasuk jenis serangga yang melangsungkan kehidupannya di air.nyamuk meletakan telurnya dipermukaan air kurang lebih sekitar butir telur dan besar nya telur sekitar 0,5 mm, setelah 1 hari - 2 hari telur akan menetas menjadi jentik waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik menjadi kepompong sekitar 8-10 hari tergantung pada suhu, makanan dan spesies nyamuk. Pada stadium kepompong terjadi proses pembentukan alat alat tubuh naymuk dewasa seperti alat kelamin sayap dan kaki tingkatan ini memerlukan 1-2 hari dan menjadi nyamukdewasa. Umur nyamuk bervariasi tergantung dari spesies dan dipengaruhi oleh lingkungan, suhu dan kelembaban memepengaruhi pertumbuhan dan umur nyamuk serta mempengaruhi keberadaan tempat perindukan nyamuk umur nyamuk lebih pendek kurang dar satu minggu ), sedangkan nyamuk betina mencapai rata rata 1-2 bulan. Untuk memepertahankan hidupnya nyamuk betina menghisap darah untuk kehidupan telurnya.nyamuk mempunyai prilaku menghisap darah hospes pada malam hari ( culex, anopheles ) dan yang aktif pada siang hari ( aedes ) serta ynag menghisap darah pada siang dan malam hari adalah mansonia Siklus Penularan Filariasis Siklus penularan penyakit Kaki Gajah dapat disimpulkansebagai berikut: 1. Nyamuk yang telah terinfeksi larva filaria menggigit manusia.sehat. 2. Filaria berkembang dalam tubuh manusia, menjadi dewasa.

33 18 3. Filaria akan menginfeksi dan menyumbat saluran dan kelenjar getah bening sehingga mengakibatkan pem-bengkakan pada bagian anggota badan tertentu. 4. Filaria dewasa juga menghasilkan anakan (larva) yang dinamakan mikrofilaria, pada saat-saat tertentu (umum-nya malam hari) mikrofilaria akan berada dalam salurandarah manusia. 5. Nyamuk sehat akan terinfeksi ketika menghisap darah penderitan yang mengandung mikrofilaria dalam tubuh nyamuk. 6. Mikrofilaria akan berkembang menjadi bentuk yang infektif sehingga nyamuk siap menjadi penular selanjutnya. Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3).Nyamuk infektif mendapat mikrofilaria dari pengidap, baik pengidap dengan gejala klinis maupun pengidap yang tidak menunjukkan gejala klinis.pada daerah endemis filariasis, tidak semua orang terinfeksi filariasis dan tidak semua orang yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis.seseorang yang terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis di dalam tubuhnya (Depkes RI,2008). Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan reservoir).dari semua spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya B. malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan pada lutung (Presbytis cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2008).

34 19 Di Indonesia hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus, yaitu : Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh nyamuk Anopheles diidentifikasi sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan (Depkes RI, 2008). Seseorang dapat tertular filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif (larva stadium 3 = L3). Perilaku dan kebiasaan manusia dapat mempermudah penularan filariasis.aktivitas pada malam hari dengan beragam kegiatan seperti meronda, tidak menggunakan pakaian panjang atau obat nyamuk dapat memperbesar risiko tertular filariasis (Febrianto, 2008).Berdasarkan hasil penelitian dari Ardias (2012) membuktikan bahwa kebiasaan keluar rumah pada malam hari berisiko menderita filariasis dan berdasarkan penelitian Nasrin (2007), melakukan pekerjaan pada jam-jam nyamuk mencari darah juga meningkatkan risiko tertularfilariasis. Pada saat nyamuk infektif menggiggit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak menuju ke sistem limfe. Berbeda dengan penularan pada malaria dan demam berdarah, cara penularan tersebut menyebabkan tidak mudahnya penularan filariasis dari satu orang ke orang lain pada suatu wilayah tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dapat terinfeksi filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk ribuankali.

35 20 Larva L3 Brugia malayi dan Brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu kurang lebih 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria bancrofti memerlukan waktu kurang lebih 9 bulan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5 7 tahun di dalam kelenjar getah bening. Di samping sulit terjadinya penularan dari nyamuk ke manusia, sebenarnya kemampuan nyamukuntuk mendapatkan mikrofilaria saat menghisap darah yang mengandung mikrofilaria juga sangat terbatas, nyamuk yang menghisap mikrofilaria terlalu banyak dapat mengalami kematian, tetapi jika mikrofilaria yang terhisap terlalu sedikit dapat memperkecil jumlah mikrofilaria stadium larva L3 yang akan ditularkan Perilaku Nyamuk Dan Perilaku Istirahat Vektor Perilaku menggigit ( mencari darah ) dan perilaku istirahat umum nya beristirahat ditempat tempat teduh. dibawah ini beberapa sifat dari nyamuk : 1. menyukai darah manusia ( antrofilik ) 2. menyukai darah hewan ( zoofilik ) 3. menyukai darah hewan dan manusia ( zooantrofilik ) 4. mengigit diluar rumah ( eksofagik ) 5. menggigit di dalam rumah ( endofagik ) Perilaku nyamuk sebagai vektor penyakit filariasis menentukan distribusi penyakit filariasis. Setiap daerah endemis kemungkinan mempunyai spesies nyamuk yang berbeda yang dapat menjadi vektor utama dan spesies nyamuk lain hanya vektor potensial. Pada umumnya nyamuk memiliki aktivitas menggigit pada malam hari, misalnya Anopheles sp., Culex sp., dan Mansonia sp. Hanya sebagian kecil saja

36 21 yang aktif menggigit di siang hari misalnya Ae.aegypti dan Ae.albopictus. Berdasarkan waktu menggigit, beberapa nyamuk memiliki aktivitas pada permulaan malam, sesudah matahari terbenam sampai matahari terbit. Sebagian besar nyamuk mempunyai dua puncak aktivitas pada malam hari. Untuk nyamuk yang aktif menghisap darah pada malam hari, puncak aktivitas pertama terjadi sebelum tengah malam dan puncak kedua menjelang pagi hari. Sedangkan untuk nyamuk yang aktivitas menggigitnya siang hari, puncak aktivitas menggigit pertama sebelum tengah hari dan puncak aktivitas menggigit kedua yaitu setelah tengah hari. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh kelembaban, suhu, dan angin. Nyamuk hutan atau kebun yang biasa aktif dimalam hari dapat juga terbang untuk menggigit di siang hari karena suhu, kelembaban dan cahaya di dalam hutan atau kebun hampir sama dengan keadaan senja (Depkes RI, 2004). Nyamuk yang banyak menggigit di luar rumah namun juga bisa masuk ke dalam rumah apabila manusia merupakan hospes utama yang disenangi, kebiasaan ini disebut eksofagik. Nyamuk endofagik adalah nyamuk yang menggigit terutama di dalam rumah, tetapi bila hospes tidak berada di dalam rumah maka sebagian nyamuk tersebut akan mencari hospesnya di luar rumah (Depkes RI, 2004). Setelah menggigit, selama menunggu waktu pematangan telur, nyamuk akan berkumpul di tempat-tempat yang memiliki kondisi mendukung sebagai tempat beristirahat, setelah itu bertelur dan menghisap darah lagi. Tempat-tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur

37 22 adalah tempat-tempat gelap, lembab, dan sedikit angin misalnya rerumputan, tanah lembab dan semak-semak (Depkes RI,2004) Hospes Hospes adalah organisme yang merupakan tempat atau organism yang dihinggapi parasit.ada tiga jenis hospes yaitu hospes definitif dimanaparasit didalamnya berkembangbiak secara seksual, hospes intermedier (perantara) dan hospes reservoir yaitu hospes yang dapat sebagai sumber infeksi bagi manusia Manusia Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3). Nyamuk infektif mendapat mikrofilaria dari pengidap, baik pengidap dengan gejala klinis maupun pengidap yang tidak menunjukkan gejala klinis. Pada daerah endemis filariasis, tidak semua orang terinfeksi filariasis dan tidak semua orang yang terinfeksi menunjukkan gejala gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis didalam tubuhnya. Peduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasis mempunyai risiko terinfeksi filariasis lebih besar dibanding penduduk asli. Penduduk pendatang dari daerah non endemis ke daerah endemis misalnya transmigran, walaupun pada pemeriksaan darah jari belum atau sedikit mengandung mikrofilaria. Akan tetapi sudah menunjukkan gejala klinis yang lebih berat Hewan Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai penularan filariasis (hewan reservoir). Dari semua spesies cacing filarial yang mnginfeksi manusia di

38 23 Indonesia, hanya B.malayi tipe sub periodic nokturna dan non periodic yang ditemukan pada lutung (presbytis cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (felis catus). Pengendalian filariasis pada hewan reservoir ini tidak mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan upaya pemberantasan filariasis pada manusia Lingkungan Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan mata rantai penularannya. Biasanya daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air lain yang ditumbuhi tanaman air. Sedangkan daerah endemis Wuchereria bancrofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk Culex quinquefasciatus. Sedangkan daerah endemis Wuchereria bancrofti tipe pedesaan (rural) secara umum kondisi lingkungannya sama dengan daerah endemis Brugia malayi Lingkungan Fisik Lingkungan fisik mencakup antara lain keadaan iklim, keadaan geografis, struktur geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor, sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat-tempat perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup serta keberadaan nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hospes reservoir (kera, lutung dan kucing)

39 24 berpengaruh terhadap penyebaran B.malayi subperiodik nokturna dan non periodik Lingkungan Biologik Lingkungan biologik dapat menjadi rantai penularan filariasis. Contoh lingkungan biologik adalah adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia spp. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena tumbuhan air dapatmenghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti kan kepala timah, gambusia, nila, dan mujair akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu, adanya ternak besar seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamukpada manusia apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah(nasrin, 2007). Mengingat bahwa nyamuk ada yang bersifat zoofilik (lebih suka menghisap darah hewan), antropofilik (lebih suka menghisap darah manusia) dan indiscriminate feeder (menghisap darah sembarang hospes) (Depkes RI, 2004) Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya Lingkungan sosial, ekonomi dan budaya adalah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan dan tradisi penduduk. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan keluar pada malam hari, kebiasaan tidur perlu diperhatikan karena berkaitan dengan intensitas kontak dengan vektor. Insiden filariasis pada

40 25 laki-laki lebih lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki laki lebih kontak dengan vektor karena pekerjaannya. (Kemenkes RI,2014) 2.2 Program Pengendalian Kaki Gajah Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2014 tentang penanggulangan filariasis, pengendalian atau penanggulangan kaki gajah (Filariasis) adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan prevalensi (microfilaria rate) serendah mungkin sehingga dapat menurunkan risiko penularan filariasis di suatu wilayah. Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengeleminasi (pemberantasan) penyakit Kaki Gajah, yaitu melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis (POPM Filariasis).Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis adalah memberikan obat Anti Filariasis (DEC & Albendazole) kepada semua penduduk di daerah endemis filaria, karena semua golongan umur berisiko untuk menderita penyakit ini. Pemberian obat anti filariasis akan dilakukan satu tahun sekali, sedikitnya selama 5 (lima) tahun berturut-turut. Ada berbagai manfaat dalam pemberian obat anti filariasisatau disebut juga obat pencegahan filariasis yaitu menghentikan perkembangbiakan cacing filariasis, Mencegah semua penduduk dari penularan filariasis, Melindungi anak-anak tertular filariasisdan mengobati kecacingan. Obat anti filariasisakan membunuh anak cacing dan cacing filaria dewasa. Cacing yang mati di dalam tubuh, bisa menyebabkan reaksi yang disebut reaksi pengobatan. Bagi kebanyakan orang yang minum obat tersebut, tidak ada pengaruh reaksi obat sama sekali. Tetapi ada juga reaksi bagi beberapa orang,

41 26 seperti sakit kepala, gata-gatal, atau mual yang biasa disebut kejadian ikutan pasca pengobatan. Reaksi tersebut biasanya ringan, oleh sebab itu jika ada reaksi setelah minum obat, maka masyarakat jangan kuatir dan harus segera melapor kepada kader dan Petugas Puskesmas untuk diperiksa lebih seksama. Sesungguhnya reaksi yang lebih berbahaya, justru apabila ada orang yang tidak mau minum obat anti filariasis pada saat pelaksanaan pemberian obat massal pencegahan filariasis, karena berisiko untuk menularkan anak cacing filariasis pada orang lain, serta tertular dan akan menderita sakit filariasis. Adapun strategi dalam menjalankan penanggulangan kaki gajah di Kabupaten Batubara akan dilakukan dengan cara, sebagai berikut : Pemutusan Penularan Kaki Gajah Cara efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit Kaki Gajah adalah melalui Pemberian Obat Massal Pencegahan Kaki Gajah. Ada dua manfaat yang akan didapat dengan pemberian obat massal ini, yaitu pertama Mencegah Penyakit Kaki Gajah itu sendiri dan kedua mengatasi masalah Kecacingan. Karena rata-rata prevalensi Kecacingan di Indonesia 28,12% (Suvei di 175 Kab/Kota pada Anak SD, 2013). Tujuan kegiatan pengoabatan massal agarterselenggaranya kegiatan POPM filariasis yang terencana dengan baik terhadap seluruh penduduk sasaran di daerah Endemis Filariasis (Kabupaten/Kota Endemis Filariasis) dengan cakupan lebih dari 85% jumlah penduduk sasaran pengobatan dan 65% dari jumlah penduduk total, sehingga dapat menurunkan angka microfilaria rate

42 27 menjadi <1%, menurunnya kepadatan rata-rata mikrofilaria dan terputusnya rantai penularan filariasis. Sasaran kegiatan POPM filariasis adalah terhadap semua penduduk usia 2 tahun sampai dengan usia 70 tahun di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Endemis Filariasis dengan memberikan obat DEC dan albendazole secara massal bersamaan. Pemberian obat secara massal bersamaan ini dapat mematikan semua mikrofilaria yang ada di dalam darah setiap penduduk dalam waktu bersamaan, dan mencegah makrofilaria (cacing filaria dewasa) menghasilkan mikrofilaria baru, sehingga rantai penularan filariasis dapat diputus.(kemenkes 2014) Obat pencegahan filariasis yang diberikan secara massal ini memerlukan persiapan, pendataan penduduk sasaran dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang manfaat dan bagaimana tahapan pelaksanaan kegiatan akan dilaksanakan. Kegiatan POPM filariasis dilaksanakan sekali setahun selama minimal lima tahun berturut-turut, kemudian diikuti dengan evaluasi dampak setelah POPM filariasis dihentikan dengan menerapkan surveilans ketat pada periode stop POPM filariasis. Pengobatan massal dilakukan pada semua penduduk kabupaten, sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut-turut.pengobatan massal dapat dilakukan serentak seluruh wilayah kabupaten atau secara bertahap per kecamatan sesuai dengan kemampuan daerah dalam mengalokasikan anggaran daerah untuk kegiatan pengobatan massal.pengobatan massal secara bertahap harus dapat diselesaikan diseluruh wilayah kabupaten dalam waktu 5 sampai 7 tahun agar tidak terjadi kembali infeksi.

43 28 Pemberian Obat Pencegahan secara Massal Filariasis dilaksanakan dengan menggunakan obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole yang terbukti efektif dalam memutus rantai penularan pada daerah yang endemis Filariasis. Obat lain yang digunakan adalah obat untuk penanggulangan kejadian ikutan pasca pengobatan yaitu Parasetamol, Antasida, Deksametasone, injeksi Kortison dan lain-lain. Obat yang digunakan dalam pengobatan filariasis adalah Diethylcarbamazine Citrate (DEC) merupakan obat filariasis terpilih terhadap microfilaria, DEC bersama Albendazole digunakan untuk mengontrol limfatik filariasis, dapat menurunkan mikrofilaria dengan baik selama setahun. Pemberian sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut-turut bertujuan untuk mempertahankan kadar mikrofilaria dalam darah tetap rendah sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan. Periode pengobatan ini diperhitungkan dengan masa subur cacing dewasa. Mekanisme kerja DEC terhadap mikrofilaria melumpuhkan otot mikrofilaria, sehingga tidak dapat bertahan di tempat hidupnya, Mengubah komposisi dinding mikrofilaria menjadi lebih mudah dihancurkan oleh sistim pertahanan tubuh.terhadap makrofilaria (cacing dewasa) menyebabkan matinya cacing dewasa, tetapi mekanisme belum jelas, cacing dewasa yang masih hidup dapat dihambat untuk memproduksi mikrofilaria selama 9-12 bulan. DEC diberikan berdasarkan dosis umur. Obat ini diabsorbsi dalam saluran cerna terjadi dengan cepat, dalam plasma kadarnya mencapai puncak dalam 1-2 jam sesudah dosis oral tunggal, Setelah diminum DEC dengan cepat diserap oleh saluran cerna

44 29 dan mencapai kadar maksimal dalam plasma darah setelah 4 jam, dan akan dikeluarkan seluruhnya dari tubuh bersama air kencing dalam waktu 48 jam. DEC memiliki efek samping seperti kejadian ikutan terutama berupa mual, sakit kepala, demam, mengantuk, menurunnya nafsu makan, urtikaria dan muntah yang akan hilang dengan sendirinya, kejadian ikutan dapat berupa alergi ringan sampai berat dapat timbul sebagai akibat langsung dari matinya cacing filaria yang menandakan berhasilnya pengobatan. Kejadian ikutan ini akan hilang atau lebih ringan pada pengobatan tahun berikutnya. Perlu diingat bahwa DEC tidak boleh diberikan pada orang yang sedang sakit, kejadian ikutan pasca pengobatan filariasisyang terjadi akibat banyaknya mikrofilaria yang mati dapat terjadi segera sesudah minum obat sampai hari ke tiga minum obat. Albendazole meningkatkan efek DEC dalam membunuh mikrofilaria, Albendazole dapat melemahkan makrofilaria, Albendazole telah luas digunakan sebagai obat cacing usus (cacing gelang, kremi, cambuk dan tambang).obat ini diberikan berdasarkan dosis umur. Didalam tubuh Penyerapan Albendazole akan lebih baik sesudah makan. Albendazole memiliki waktu paruh yang sangat bervariasi yaitu 4-15 jam. Albendazole jarang menimbulkan efek samping pada pemakaian jangka pendek, efek samping dapat timbul berupa mual, nyeri ulu hati, pusing, sakit kepala, sakit perut, diare, keluar cacing, demam, lemas dan sesak napas seperti asma.obat ini tidak boleh diberikan pada pasien sirosis hepatik, anak dibawah dua tahun dan wanita hamil, tidak ada interaksi obat yang diketahui. Pada tanggal 1 Oktober 2015 merupakan tanggal pelaksanaan Pemberian Obat Pencegah Kaki Gajah di Kabupaten Batubara. Pos-pos minum obat sudah

45 30 dibentuk sebanyak 512 pos, yang tersebar di 151 desa/kelurahan di Kabupaten Batubara. Pembentukan pos ini didasarkan pada jumlah Posyandu yang ada di Kabupaten Batu Bara, sehingga masyarakat lebih dekat dan mudah untuk datang serta mengambil obat tersebut. Harapannya seluruh masyarakat sasaran (umur lebih 2 tahun sampai umur 70 tahun) benar-benar meminum obat anti Kaki Gajah dihadapan Petugas Pencegahan dan Pembatasan Kecacatan Penderita Kaki Gajah Penemuan kasus kaki gajah secara dini dan penatalaksanaan kasus penyakit kaki gajah dengan mengetahui tentang tanda tahap awal gejala klinis, maka penderita kaki gajah tidak akan mengalami kecacatan yang berlanjut.dengan upaya pendidikan kesehatan tentang tanda dan gejala klinis penderita kaki gajah kepada masyarakat secara terus-menerus, kepala/anggota keluarga penderita juga harus dilatih tentang cara-cara melaskukan perawatan penderita kaki gajah di rumah. Dengan melakukan upaya ini, maka akan menjadikan masyarakat berdaya untuk ikut aktif dalam upaya mencegah dan membatasi kecacatan pada penderita kaki gajah Surveilans Penyakit Surveilans adalah kegiatan secara teratur dan terus-menerus, secara aktif maupun pasif dalam mengamati, mengumpulkan, menganalisis dan menginterprestasi suatu fenomena peristiwa kesehatan pada manusia/masyarakat tertentu yang hasilnya dipakai untuk melakukan tindakan terhadap peristiwa kesehatan tersebut. Masyarakat juga harus terlibat aktif Dengan terlibatnya masyarakat dalam surveilans penyakit, maka penyakit khusus yang berpotensi

46 31 untuk terjadinya wabah penyakit, dapat diantisipasi sedini mungkin. Cara yang tepat untuk memperkuat surveilans penyakit di lapangan adalah dengan melakukan penggorganisasian masyarakat dalam melakukan pengamatan, pemantauan, dan melaporkan kejadian-kejadian penyakit yang berpontesi KLB/wabah. Model surveilans seperti ini disebut suveilans penyakit berbasis masyarakat. (Achmadi, 2014) Pengendalian Vektor Terpadu Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Upaya penyelenggaraan pengendalian vektor dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak swasta dengan menggunakan metode pendekatan pengendalian vektor terpadu (PVT). Upaya pengendalian vektor dilaksanakan berdasarkan data hasil kajian surveilans epidemiologi antara lain informasi tentang vektor dan dinamika penularan penyakit tular vektor. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannyaatau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif. Vektor atau sumber penularpenyakit kaki gajah adalah berbagai jenis nyamuk, seperti nyamuk rumah, nyamuk got, nyamuk hutan, dan nyamuk rawarawa. Tentunya upaya pengendalian vektor Kaki Gajah harus menjadi bagian

47 32 integral pembangunan nasional atau pembangunan di daerah yang dilaksanakan secara terpadu oleh berbagai sektor terkait, baik pemerintah, swasta, organisasi, dan masyarakat. Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografi dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor (pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumber daya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor. Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan sosial budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sektor dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi berbagai metode/cara pengendalian,dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor, melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan. Pedoman PVT diharapkan menjadi kerangka kerja dan pedoman bagi penentu kebijakan serta pengelola program pengendalian penyakit tular vektor di Indonesia. Pedoman ini disusun

48 33 sebagai acuan dalam pelaksanaan PVT bagi para pengambil keputusan tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/kota dan sektor terkait. Konsep pengendalian vektor terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar manajemen dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian penyakit pengendalian vektor terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumber daya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga, pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku masyarakat yang bersifat spesifik lokal (evidence based), pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor dan program terkait, LSM, organisasi profesi, dunia usaha/swasta serta masyarakat, pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metode non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana danpengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus: a. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas. b. Secara kimiawi dengan larvasidasi. c. Secara biologis dengan pemberian ikan.

49 34 d. Cara lainnya (menggunakan obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat kasa, dll) Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektormaupun tempat perkembangbiakannya dan perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif (Kemenkes RI, 2010). Pengendalian vektor secara fisik dan mekanik yaitu upaya untuk mencegah, mengurangi dan menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan memodifikasi dan memanipulasi lingkungan tempat perindukan nyamuk dengan cara membersihkan selokan-selokan, membersihkan tanaman air dan rawa-rawa, mengeringkan atau mengalirkan genangan air, dan membersihkan semak-semak. Selain itu, untuk mencegah kontak dengan nyamuk bisa dengan pemasangan kelambu, memakai baju lengan panjang, memasang kasa nyamuk di rumah atau menggunakan raket nyamuk. Pengendalian vektor secara biologi yaitu pengendalian yang dilakukan dengan cara menggunakan makhluk hidup yang dapatberperan sebagai pemangsa, pesaing, dan parasit sehingga dapat menurunkan jumlah populasi. Beberapa jenis ikan dapat digunakan sebagai pemangsa jentik nyamuk seperti ikan kepala timah, sepat dan nila. Ikan-ikan ini biasa dimanfaatkan manusia untuk dipelihara. Selain ikan, yang dapat digunakan dalam pendalian vektor adalah dengan memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang bersifat racun dan dapat menghancurkan jentik

50 35 nyamuk. Keuntungan dari pengendalian ini adalah tidak adanya kontaminasi terhadap lingkungan sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Pengendalian vektor secara kimiawi menggunakan bahan-bahan kimia dapat berfungsi sebagai insektisida, larvasida maupun repelen sebagai pengusir nyamuk. Penggunaan insektisida dapat dilakukan dengan beberapa metode misalnya pemakaian kelambu berinsektisida, penyemprotan di dalam rumah (ruangan), penyemprotan dinding ruangan (indoor residual spraying) dan penyemprotan di luar ruangan. Penyemprotan dilakukan pada tempat menggigit dan tempat nyamuk dewasa beristirahat. Pengendalian nyamuk dewasa selain dengan penyemprotan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang dioleskan atau disemprotkan pada kulit sehingga terhindar dari gigitan nyamuk (repelan). Bahan kimia repelan yang digunakan yang saat ini beredar di pasaran adalah DEET (Diethytoluamide), atau dapat juga bahan alami dari tanaman yang mempunyai kandungan minyak atsiri seperti Zodia, Serai wangi, Selasih, Lavender dll. Pengendalian vektor selain terhadap nyamuk dewasa juga dilakukan pada tahap pradewasa yang biasa disebut larvasida.penggunaan larvasida diharapkan dapat membunuh jentik nyamuk sehingga tidak berkembang menjadi nyamuk dewasa. Bahan kimia yang digunakan bisa bahan alam atau bahan kimia buatan. Bahan kimia buatan yang sudah banyak digunakan sebagai larvasida adalah pyriproxyfen. Insektisida jenis ini sering digunakan untuk mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan larva nyamuk sehingga terjadi kegagalan

51 36 menjadi dewasa dan sering digunakan pada jentik Anopheles yang habitatnya di alam. Penggunaan insektisida yang berlebihan sangat tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Selain itu akan memunculkan masalah resistensi terhadap nyamuk sehingga mempersulit penanganan di kemudian hari.pada dasarnya pencegahan dan pengendalian penyakit kaki gajah adalah menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor infektif dan memutuskan mata rantai penularan. (Mara, Endang 2016)

52 Kerangka konsep Input 1. SDM 2. Pendanaan 3. Sarana dan Prasarana Proses 1. Perencanaan program pengendalian kaki gajah 2. Pelaksanaan program pengendalian kaki gajah 3. Monitoring dan evaluasi program pengendalian kaki gajah 4. \ Output Capaian program pengendalian penyakit kaki gajah

53 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan diteliti adalah jenis survei yang bersifat deskriptif, bagaimana gambaran pelaksanaan program pengendalian kaki gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Batu Bara Waktu Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Agustus 2017 sampai Januari Informan Penelitian Informan penelitian dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Staf pekerja Dinas Kesehatan Batu Bara. 3.4 Metode Pengumpulan Data Data Primer Wawancara ditujukan kepada kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Menular Dinas Kesehatan kabupaten Batu Bara. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program pengendalian kaki gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun

54 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara mengenai pelaksanaan program pengendalian kaki gajah di Kabupaten Batu Bara Tahun 2017 seperti strategi dalam menjalankan penanggulangan kaki gajah di Kabupaten Batu Bara. 3.5 Definisi Operasional 1. Kaki Gajah (filariasis) penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. 2. Program pengendalian penyakit kaki gajah adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan prevalensi (microfilaria rate) serendah mungkin sehingga dapat menurunkan risiko penularan Filariasis di suatu wilayah. 3. Pelaksanaan program pengendalian penyakit kaki gajah yaitu penerapan program yang di kerjakan oleh pelaksana program atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4. Sumber Daya Manusia adalah tenaga kesehatan dan masyarakat yang menjalankan program pengendalian penyakit kaki gajah. 5. Pendanaan adalah anggaran yang digunakan untuk menajalankan program pengendalian penyakit kaki gajah. 6. Sarana dan prasarana adalah alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya program pengendalian kaki gajah agar dapat mencapai hasil yang ditetapkan.

55 40 7. Pencapaian program pengendalian penyakit kaki gajah adalah jumlah desa yang mendapatkan kegiatan program pengendalian kaki gajah dari seluruh jumlah desa di kabupaten. 3.6 Metode Pengukuran Objek Penelitian Yang menjadi objek penelitian ini adalah : 1. Sumber Daya Manusia (SDM) Dinas Kesehatan Batu Bara menjalankan program pengendalian penyakit kaki gajah dibantu oleh puskesmas dan mengikutsertakan masyarakat yaitu kader dalam melaksanakan kegiatan program tersebut. 2. Pendanaan Pendanaan penanggulangan kaki gajah dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, masyarakat atau sumber lain yang sah. 3. Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana sangat diperlukan untuk menjalankan program ini seperti ketersediaan obat yang cukup, fasilitas kesehatan seperti tempat pembagian obat, kendaraan untuk memenuhi jika ada obat yang kurang dan fasilitas pendukung lainnya. 4. Program pengendalian penyakit kaki gajah Program pengendalian penyakit kaki gajah (filariasis) yang dijalankan di Kabupaten Batu Bara dari tahun 2015 sampai tahun 2017.

56 Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif, dimana pada saat wawancara peneliti melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Metode analisis data penelitian ini yang dilakukan dengan merangkum dan memilih hal-hal yang penting berdasarkan waawancara yang telah dilakukan.

57 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Batu Bara Kondisi Geografis Kabupaten Batu Bara merupakan salah Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tanggal 15 Juni 2007, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan. Kabupaten Batu Bara berada pada kawasan Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Luas wilayah Kabupaten Batu Bara keseluruhannya 904,96 km 2 (90496 ha). Dengan ketinggian 0-50 meter diatas permukaan laut. Batas wilayah Kabupaten Batu Bara adalah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Serdang Bedagai : Selat Malaka : Kabupaten Asahan : Kabupaten Simalungun Secara administratif Kabupaten Batu Bara terdiri dari 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Sei Balai, Tanjung Tiram, Talawi, Lima Puluh, Air Putih, Sei Suka dan Kecamatan Medang Deras, yang terdiri dari 141 desa dan 10 kelurahan definitif dengan jumlah penduduk jiwa. 42

58 Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk Kabupaten Batu Bara pada tahun 2011 adalah 419 per km 2, dan pada tahun 2012 adalah 421 per km 2, yang berarti terjadi peningkatan sebanyak 2 per km 2. Kepadatan penduduk Kabupaten Batu Bara tahun 2013 adalah 423 per km 2, dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 438 per km 2. Pada tahun 2015 kepadatan penduduk Kabupaten Batu Bara terus meningkat menjadi 443 per km 2, pada tahun 2016 kepadatan penduduk Kabupaten Batu Bara menjadi 446 per km 2, dimana setiap tahun mengalami kenaikan karena terjadi peningkatan jumlah penduduk. Tabel 4.1 Luas Wilayah Kecamatan dan Rasio Terhadap Luas Kabupaten Batu Bara Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan (Km 2 ) Penduduk , , , , , , Sumber : Dinas Kesehatan Batubara Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Batu Bara Tabel 4.2 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Batu Bara No Fasilitas Jumlah 1 Rumah Sakit 2 Unit 2 Puskesmas 15 Unit 3 Puskesmas Pembantu 60 Unit 4 Poskesdes 34 Unit 5 Posyandu 514 Unit 6 Instalasi Farmasi 1 Unit Sumber : Dinas Kesehatan Batubara 2017

59 Analisis Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batubara Tahun Penderita Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Penderita kaki gajah di Kabupaten Batu Bara sampai tahun 2017 terdapat 12 kasus yang ditemukan dari tahun 2011 sampai tahun 2015, kasus ini cenderung terus meningkat dari dua belas penderita kaki gajah ini ada tiga penderita kaki gajah yang sudah meninggal dunia. Tabel 4.3 Penderita Kaki Gajah Di Kabupaten Batu Bara Tahun Jumlah Penderita Penderita Yang Penderita Yang Sakit Meninggal Orang - 1 Orang Orang 1 Orang 1 Orang Orang 2 Orang Orang 6 Orang 1 Orang Sumber : Dinas Kesehatan Batu Bara 2017 Penderita kaki gajah ini tersebar di 6 wilayah kerja puskesmas yaitu terdapat 1 kasus di wilayah kerja Puskesmas Kedai Sianam, 3 kasus di wilayah kerja Puskesmas Sei Suka, 1 kasus di wilayah kerja Puskesmas Indrapura, 4 kasus diwilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang, 1 kasus diwilayah kerja Puskesmas Lima Puluh dan 2 kasus diwilayah kerja Puskesmas Simpang Dolok.. Saat ini penderita yang masih hidup ada 9 orang yang berusia antara 21 tahun sampai usia 73 tahun yang terdiri dari dua orang laki-laki dan tujuh orang perempuan, penderita kaki gajah yang telah meninggal ada 3 orang yang berusia 45 tahun, 76 tahun dan berusia 65 tahun yaitu dua orang laki-laki dan satu orang perempuan.

60 Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Masukan (Input) SDM Berdasarkan hasil wawancara untuk program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara banyak yang terlibat dalam program ini dari mulai Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Batu Bara sampai ke Pemerintahan desa dan juga LSM ataupun organisasi-organisasi luar yang dibidang kesehatan. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk program pengendalian Filariasis di Kabupaten Batu Bara berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara, seluruh Puskesmas di kabupaten Batu Bara, Kader Filariasis yang berasal dari lapisan masyarakat yaitu kader posyandu yang dilatih oleh Dinas Kesehatan dan juga dokter tenaga ahli yaitu dokter Spesialis penyakit dalam dan dokter Spesialis anak, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2P, yaitu: Sebenarnya semua terlibat ya, baik dari pemerintah pusat, Provinsi, kabupaten sampai ke pemerintahan desa dan juga organisasi-organisasi luar ataupun LSM ya yang dibidang kesehatan, jadi kalau ditanya yang terlibat ya semua hanya saja peran dan fungsi atau tanggung jawab masing-masing jabatannya itu berbedabeda, misalnya kita ambil contoh untuk pemerintah pusat mempunyai tanggung jawab salah satunya yaitu menyediakan obat-obatan dalam rangka pelaksanaan POPM Filariasis kemudian salah satu tanggung jawabnya lagi yaitu melakukan kerja sama dan jejaring kerja dengan lembaga Internasional, lembaga Internasional dalam hal ini untuk Program Pengendalian Penyakit kaki gajah atau Filariasis yaitu USAI dan RTI. jadi sedangkan kami pemerintah daerah yang di Kabupaten mempunyai tanggung jawab pelaksanaan penanggulangan Filariasis jadi kegiatan sebenarnya semuanya ada di Kabupaten, kemudian tanggung jawabnya lagi yaitu melakukan pemantauan di unit pelaksana teknis ataupun di masyarakat.

61 46 Untuk menjalan program pengendalian penyakit kaki gajah ini banyak diperlukan tenaga kesehatan, dinas kesehatan melakukan pelatihan kepada masyarakat yaitu kader posyandu untuk dijadikan kader di program ini yang bertugas sebagai pengawas dalam pemberian obat pencegah Filariasis dan juga peran serta masyarakat yang sangat dibutuhkan agar program berjalan dengan baik dan sukses, Sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Upaya-upaya yang dilakukan Dinas kesehatan salah satunya melatih masyarakat dalam hal ini kader posyandu untuk dijadikan pemantau atau pengawas menelan obat, jadi setiap masyarakat yang minta obat ke pos dan menelan obat itu tetap dalam pengawasan kader, jadi seandainya tidak ada tenaga kesehatan masih ada kader yang sudah dilatih. sebenarnya peran serta masyarakat itu yang sebenarnya yang kita harapkan jadi sebuah program itu tidak akan sukses kalau peran serta masyarakatnya sendiri tidak aktif, jadi peran serta masyarakat dalam kegiatan ini ya salah satunya itu tadi kader, kader kita latih untuk menjadi pengawas minum obat kemudian guru-guru yakan, kalau guru juga kita latih jadi fungsi guru tersebut ya mengayo-ayokan kelasnya supaya semua muridnya mau minum obat pencegah kaki gajah Pendanaan Program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara mendapatkan bantuan dana dari berbagai pihak seperti lembaga swasta atau lembaga donor yaitu RTI (Research Triangle Institute) dan USAID (United states Agency for International Development), lembaga donor tersebut membantu dalam hal pengadaan obat pencegah Filariasis yang akan membantu Kabupaten Batu Bara selama tiga tahun kemudian ada juga dari APBN dan APBD, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Kalau pendanaan pertama bantuan lembaga swasta/lembaga donor yaitu RTI dan USAID mereka membantu kita selama tiga tahun saja, nanti tahun depan kami masih abu-abu belum jelas lagi yakan, tapi dari tahun 2015,2016 dan 2017 itu kita sudah dibantu oleh lembaga donor dari RTI dan USAID yang diawasi oleh LSM pusaka di Medan. Kemudian kalau bantuan dari APBN biasanya berupa obatobatan ya kemudian kalau dari provinsi evaluasi program ya, pembinaan tenaga-

62 47 tenaga di Kabupaten, kemudian orang provinsi juga melakukan Survei Darah Jari jadi kalau untuk APBD Kabupaten kamipun menyediakan dana untuk misalnya tenaga ahli yang terdiri dari Dokter Spesialis anak dan Dokter spesialis penyakit dalam itu kita anggarkan untuk honornya selama kegiatan POPM Fialriasis setiap ada kasus efek sampinng langsung ditangani oleh dokter tersebut kemudian belanja-belanja yang lain seperti promosi, promosi untuk keradio, kemudian belanja cetak spanduk, spanduk pos-posnya kemudian belanja plasstik obatnya Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana untuk program pengendalian penyakit kaki gajah ini sudah mencukupi di Kabupaten Batu Bara, beberapa sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti obat, pos tempat pemberian obat dan mobil ambulans kemudian air minum yang dalam program ini tidak ada dianggarkan oleh pemerintah baik dari pusat maupun daerah, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Yang diperlukan pertama ya obatlah dulu ya, obat itu kan kita dapat dari APBN pemerintah pusat jadi 2 minggu sebelum hari H setiap puskesmas datang untuk mengambil kuota-kuota yang telah kami tetapkan berdasarkan jumlah sasaran jadi setiap obat itu akan kita kasih baper stock nya istilahnya cadangan untuk seandainya ada lebih pemakaian dari jumlah sasaran sekitar 5% gitu ya, tapi kebanyakan berdasarkan hasil-hasil yang sudah ada bahwa cakupan dari masingmasing puskesmas itu tidak melebihi 100% jadi obat itu cukup bahkan lebih,kemudian sarana prasarana lain yang kami gunakan itu ya pos, pos menelan obat itu kita adakan di posyandu jadi diposyandu dimana para kader-kader itu mendata diwilayah cakupan posyandu ya kan, lanjut sarana prasarana yang diperlukan salah satunya yaitu air minum jadi untuk air minum kami tidak menganggarkan, air minum tidak dianggarkan melalui APBD manapun jadi kami melakukan pendekatan kepada lintas sektor dalam hal ini camat dan kepala desa dengan harapan kepala desa mau menyumbangkan air minum dalam kemasan untuk kegiatan ini dan hasilnya setiap pos emang disediakan air minum walaupun kurang dan biasanya kalau kurang kader akan mengambil inisiatif sendiri, kemudian ambulance setiap puskesmas itu akan mengayo-ayokan, dia keliling diwilayah kerjanya masing-masing, kemudian untuk mengayo-ayokan lagi yang dipakai yaitu rumah ibadah dalam hal ini masjid, kader akan meminta tolong kepada nazir masjid ketika hari H nazir masjid melakukan pengumuman, itu yang saya tahu karena selama ini kami Tanya ke kader dengan cara apa kalian mengayo-ayokan masyarakat yang mau datng ke pos, salah satunya itu tadi rumah ibadah.

63 48 Fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten juga digunakan dalam program ini untuk menunjang ataupun mendukung keberhasilan program ini, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Dinas kesehatan itu mempunyai 17 UPT yang terdiri dari 15 puskesmas, 1 Rumah Sakit, 1 Instalasi Farmasi kabupaten,kemudian puskesmas itu terdiri dari pustu dan poskesdes jadi untuk pustu ada 60 unit di kabupaten dan poskesdes ada 34 jadi semua fasilitas kesehatan tersebut kita manfaatkan ya, jadi yang namanya POPM Filariasis dilakukan sebulan jadi hari pertama itu dilaksanakan di pos-pos atau posyandu jumlah pos kita ada 514 pos ya, setelah dilaksanakan dipos itu biasanya diminggu berikutnya akan dilaksanakan diposkesdes maupun pustu jadi masyarakat yang gak bisa datang ke pos bisa datang ke poskesdes atau ke pustu Proses (Proces) Perencanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara menjalankan program pengendalian kaki gajah sesuai dengan jadwal yang mereka buat sendiri dimulai dari membuat perencanaan untuk program sampai dengan monitoring dan evaluasi, Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara membuat rencana kegiatan untuk menjalankan program pengendalian penyakit kaki gajah, kegiatan yng pertama yaitu pertemuan tingkat Kabupaten, kemudian pertemuan tingkat puskesmas, pelatihan kader, pendataan masyarakat, perencanaan kebutuhan obat, mobilisasi masa stelah itu pelaksanaan POPM dan terakhir pelaporan dari setiap puskesmas, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Perencanaan program ini sudah kami buat time schedule nya yaitu rencana kegiatan jadi kami dinas kesehatan membuat rencana kegiatan yang diawali dengan pertemuan kordinasi tingkat kabupaten disini kegiatan ini kita mencari dukungan dari pemangku-pemangku jabatan,pertemuan kordinasi tingkat puskesmas, melaksanakan pelatihan kader jadi untuk pelatihan kader ini perlu waktu lebih kurang tiga mingguan karena satu hari untuk pelatihan kader tidak cukup karena factor pertama tempat pelatihan kurang dan kalau terlalu banyak yang datang nanti tujuannya gak tercapai karena dalam pelatihan itu kita

64 49 menjelaskan kepada kader tentang POPM Filariasis dan pelatihan pengisian data untuk pendataan sasaran jadi semua lapisan masyarakat diwilayah kerja posnya itu tersisir ya,rencana berikutnya pendataan masyarakat yaitu pendataan terhadap sasaran usia 2 tahun sampai 70 tahun jadi kelompok umur tersebut dibagi 3 ya jadi usia 2-5 tahun, 6-14 tahun dan >15 tahun itu kelompok sasarannya, perencanaan kebutuhan obat, mobilisasi masa. Setelah POPM semua puskesmas membuat laporan baru bisa kita ketahui berapa jumlah realisasi program kita Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Program pengendalian penyakit kaki gajah ini memiliki beberapa strategi yaitu pemutusan penularan penyakit kaki gajah, pencegahan dan pembatasan kecacatan penderita laki gajah, surveilans penyakit dan pengendalian vektor, semua itu ada di time schedule yang dibuat oleh Dinas Kesehatan jadi setiap kegiatan yang berkaitan dengan program semua sudah terjadwal, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Dinas Kesehatan melaksanakan program tersebut sesuai dengan jadwal rencana kegiatan kemudian setiap akhir pelaksanaan biasanya pada bulan 12 diakhir tahun kita melaksanakan evaluasi dari program tersebut, evaluasinya itu kita lihat persentasi cakupan yang minum obat itu berapa, tadikan targetnya itu 85% jadi untuk tahun 2015 ada 3 Puskesmas yang tidak mencapai target jadi ketiga puskesmas tadi untuk tahun berikutnya akan menjadi prioritas pengawasan dari kami ya Pemutusan Penularan Penyakit Kaki Gajah Kegiatan yang dilakukan dalam pemutusan penularan penyakit kaki gajah adalah pemberian oabat pencegah masal (POPM) Filariasis yang telah dilaksanakan Kabupaten Batu Bara dari tahun 2015 sampai tahun 2019, Semua masyarakat di Kabupaten Batu Bara diwajibkan meminum obat pencegah kaki gajah dengan sasaran pada usia 2 tahun sampai 70 tahun. Obat yang diberikan yaitu Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole yang diberikan kepada kelompok sasaran yaitu usia 2 tahun sampai usia 70 tahun dan terbagi menjadi

65 50 tiga kelompok sasaran yaitu usia 2-5 tahun, 6-14 tahun dan usia tahun yang diberikan sesuai dosis yang telah ditentukan sesuai dengan kelompok usianya. Kelompok sasaran pemberian obat yang berusia 2-5 tahun akan diberikan obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) 1 tablet dan obat Albendazole 1 tablet juga, kelompok sasaran pemberian obat yang berusia 6-14 tahun akan diberikan obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) sebanyak 2 tablet dan obat Albendazole 1 tablet dan kelompok sasaran yang berusia tahun akan diberikan obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) sebanyak 3 tablet dan obat Albendazole 1 tablet. Obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole tidak boleh diberikan pada orang yang sedang sakit, tidak diberikan pada pasien sirosis hepatik, anak dibawah 2 tahun dan wanita hamil, karena kedua obat ini dapat meimbulkan efek samping. Pemberian Obat Pencegah Masal (POPM) Filariasis memiliki target cakupan yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan yaitu dengan cakupan lebih dari 85% jumlah sasaran pengobatan dan 65% dari jumlah penduduk total. Tabel 4.4 Cakupan Obat Dalam Pelaksanaan POPM Filariasis Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2015 dan 2016 Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Sasaran Jumlah Penduduk Minum Obat (%) Penduduk Minum Obat Dari Jumlah Penduduk (%) Penduduk Minum Obat Dari Jumlah Sasaran % 89% % 90% Sumber : Dinas Kesehatan Batu Bara 2017

66 51 Pelaksanaan POPM Filariasis hanya sekali dalam setahun yang dilaksanakan pada bulan Oktober, Kabupaten Batu Bara melaksanakan POPM Filariasis untuk 151 Desa yang ada di Kabupaten Batu Bara yang merupakan wilayah kerja dari 15 Puskesmas di Kabupaten. Setiap Puskesmas akan melaksanakan POPM Filariasis dengan target 85% dari jumlah sasaran yang minum obat dan 65% dari jumlah penduduk total. Tabel 4.5 Cakupan Obat Dalam Pelaksanaan POPM Filariasis Wilayah Kerja Puskesmas Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2015 Nama Puskesmas Jumlah Desa Jumlah Penduduk Jumlah Sasaran Jumlah Penduduk Minum Obat (%) Penduduk Minum Obat Dari Jumlah Penduduk (%) Penduduk Minum Obat Dari Jumlah Sasaran Pagurawan % 97% Lalang % 41% Sei Suka % 89% Laut Tador % 107% Indrapura % 98% Pematang Panjang Lima Puluh Kedai Sianam Simpang Dolok Tanjung Tiram Ujung Kubu Labuhan % 75% % 108% % 82% % 101% % 98% % 86% % 121% Ruku Petatal % 71% Sei Balai % 95% Sei Bejangkar Sumber : Dinas Kesehatan Batu Bara % 96%

67 52 Tabel 4.6 Cakupan Obat Dalam Pelaksanaan POPM Filariasis Wilaya Kerja Puskesmas Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2016 Nama Puskesmas Jumlah Desa Jumlah Penduduk Jumlah Sasaran Jumlah Penduduk Minum Obat (%) Penduduk Minum Obat Dari Jumlah Penduduk (%) Penduduk Minum Obat Dari Jumlah Sasaran Pagurawan % 88% Lalang % 85% Sei Suka % 94% Laut Tador % 96% Indrapura % 95% Pematang Panjang % 99% Lima Puluh % 96% Kedai Sianam % 99% Simpang Dolok Tanjung Tiram % 89% % 67% Ujung Kubu % 80% Labuhan Ruku % 98% Petatal % 93% Sei Balai % 100% Sei Bejangkar % 87% Sumber : Dinas Kesehatan Batu Bara 2017 Pelaksanaan POPM Filariasis di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2015 ada beberapa Puskesmas yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan yaitu Puskesmas Lalang 38% dari jumlah penduduk dan 41 % dari jumlah sasaran yang minum obat, Puskesmas Pematang panjang yang Jumlah sasaran yang minum obat nya tidak mencapai target yaitu 75%, Puskesmas Kedai sianam yang Jumlah sasaran yang minum obat nya tidak mencapai target yaitu 82% dan Puskesmas Petatal hanya mencapai 60% dari jumlah penduduk dan 71% dari jumlah sasaran yang meminum obat. Pada tahun 2016 dilaksanakan kembali POPM Filariasis di

68 53 Kabupaten Batu Bara dan hasilnya masih ada Puskesmas yang tidak mencapai target, yaitu Puskesmas Tanjung Tiram yang hanya mencapai 63% dari jumlah penduduk yang minum obat dan 67% dari jumlah sasaran yang minum obat Pencegahan dan Pembatasan Kecacatan Penderita Kaki Gajah Pencegahan dan pembatasan kecacatan penderita kaki gajah penemuan penderita kaki gajah melalui pendataan masyarakat yang dilakukan oleh kader Filariasis, pembatasan kecacatan penderita kaki gajah yaitu pengobatan yang diberikan kepada penderita kaki gajah oleh tenaga kesehatan Kabupaten Batu Bara penderita penyakit kaki gajah akan diberi pengobatan selama dua belas hari dengan meminum obat yaitu Albendazole dan DEC. Albendazole akan diminum 1 kali dalam waktu 12 hari sedangkan DEC akan diminum 3 kali sehari dalam waktu 12 hari juga. Tujuan dari pemberian obat selama dua belas hari agar penderita kaki gajah tidak dapat menularkan penyakit kaki gajah lagi Surveilans Penyakit Pada program pengendalian penyakit kaki gajah ini survelans penyakit yang dilakukan adalah Survei Darah Jari (SDJ) yang dilakukan di dua desa yang mempunyai penderita Filariasis terbanyak, SDJ ini akan dilakukan sebanyak tiga kali yang pertama sebelum pelaksanaan POPM Filariasis, yang kedua pada tahun ketiga pelaksanaan POPM Filariasis dan yang terakhir pada tahun kelima setelah pelaksanaan POPM Filariasis. Kegiatan SDJ ini untuk mengetahui angka mikro filaria pada penduduk untuk mengetahui daerah endemis Filariasis. Pada kegiatan SDJ yang ketiga yaitu setelah kegiatan POPM Filariasis yang kelima untuk memastikan angka mikro filaria dibawah 1% jika angka mikro filaria diatas 1%

69 54 itu artinya terjadi penularan dan akan ditambah 1 tahun lagi kegiatan POPM Filariasis, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: SDJ pertamakan sebelum POPM Filariasis itu pada tahun 2014 kemudian SDJ yang kedua akan dilaksanakan setelah tahun ketiga jadi itu pada tahun 2017 ini yang kedua kemudian akhir tahun kelima pada tahun 2019 akan disurvei lagi kita SDJ, maksud dari survei tersebut yaitu mengetahui micro filaria rate nya dan mengetahui keberhasilan program nya yakan, artinya gini apa yang dilaporkan itu sesuai gak, jadi hasil SDJ tersebut untuk tahun kelima bila microfilaria ratenya itu diatas 1% berarti ada penularan yakan, tetapi bila microfilaria rate nya dibawah 1% maka penularan negatif, berarti gini ya hasil survei SDJ itu dilaksanakan SDJ yang ketiga pada lima tahun setelah pelaksanaan program bila hasil SDJ ketiga angka microfilaria diatas 1% maka kita akan ditambah 1 tahun lagi untuk POPM Filariasis, tahapan dari SDJ itu namanya TAS (Transmission Assesment Survey) ya, tetapi kalau microfilaria rate dibawah 1% itu udah pakai dimana sertifikasi free eliminasi Filariasis itu sudah masuk kekita ke Batu Bara yang kemudian pada tahun pertama setelah lewat 5 tahun tadi ya tetapi microfilaria rate nya dibawah 1% itu namanya fase TAS satu yak an gini kita untuk mendapatkan eliminasi yang diakui WHO itu tahapannya panjang itu sampai mau 10 tahun lewat dari fase yang pertama kita tadi dari 2015 berarti sampai 10 tahun berikutnya kalau lancar-lancar saja Batu Bara bebas filariasis itu kalau lancar tapi WHO kan untuk seluruh Indonesia tapi kalau target kita Batu Bara 2010 harus bebas Filariasis ya, cuma untuk mendapatkan sertifikat itu lebih kurang 10 tahun ya, karena berdasarkan tahapan-tahapan ini target Batu Bara tahun 2020 harus bebas filariasis itu sudah ditetapkan oleh kementerian ya Pengendalian Vektor Program pengendalian penyakit kaki gajah yang dilakukan Kabupaten Batu Bara juga ada kegiatan pengendalian vektor, berhubung penyakit ini vektornya adalah semua nyamuk jadi Dinas kesehatan lebih menekankan untuk hidup bersih dan sehat dan juga menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Untuk kegiatan pengendalian vektor untuk setiap tahun kami ada istilahnya penyemprotan dinding rumah tetapi kan untuk filariasis vektornya kan bisa semua nyamuk jadi kami lebih menyuruh kepada masyarakat untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) ya jadi itu intinya kalau mau bebas langsung yang utamanya aja.

70 Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara melakukan pengawasan untuk program pengendalian penyakit gajah pada setiap akhir tahun, dimana dalam pemberian obat ada beberapa puskesmas yang tidak mencapai target akan di awasi dan di minta keterangan penyebab tidak tercapainya target yang telah di tentukan, selain Dinas Kesehatan ada juga yang melakukan pengawasan ataupun pemantauan seperti lembaga donor yang melakukan survei kepuasan tentang program pengendalian penyakit kaki gajah kepada masyarakat, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Jadi setiap akhir tahun itu kita akan rekap puskesmas-puskesmas yang tidak mencapai target itu akan kami jadikan puskesmas fokus untuk disupervisi tahun yang akan datang, biasanya kami meminta klarifikasi puskesmas tersebut kok bisa tidak mencapai target, kita ambil contoh puskesmas Tanjung Tiram hanya mencapai 67% ketika ditanya kenapa tidak mencapai target alasan mereka disitu bahwa masyarakat itu takut efek samping obat tersebut. Sebenarnya tentang efek samping sebenarnya sudah ada kita sosialisasikan ke kader-kader dipelatihan kader tetapi ya inilah rasa takut itu lebih besar ketimbang mengikuti program tersebut. Terus untuk evaluasi pengawasan dari lembaga donor itu kami akan dipanggil biasanya pada awal bulan 3 antara bulan 4, evaluasi program kita diundang udah 3 tahun ini kita diundang ke Bandung, jadi dalam petemuan itu kita biasanya monitoring, perencanaan monitoring itu untuk puskesmas yang tidak mencapai target akan ditanya kemudian dalam pertemuan kita membuat perencanaan kegiatan untuk awal tahun kedepan atau tahun berjalan lah. Evaluasi yang sudah dilaksanakan oleh donatur ya yang dari luar yang memberikan pendanaan ini ya itu mereka sudah melaksanakan survei yaitu survei kepuasan, sebenarnya lembaga donor sudah melakukan survei cakupan POPM Filariasis pada tahun 2016 jadi dalam survei itu kami tidak mengetahui jadi masyarakat yang disurvei juga tidak tahu bahwa yang ngambil data itu orang yang lagi survei ya jadi hasil survei kepuasan responden itu tadi dikatakan bahwa alasan penduduk yang tidak mau menerima kegiatan ini di Batu Bara hanya dia yang pergi kerja dan tidak ditempat itu 24,7%, tidak tahu POPM 38,7% berarti hanya 38,7% mengatakan responden itu gak ngerti adanya program ini kemudian hasil survei lagi alas an penduduk tidak minum obat itu pada survei dikatakan bahwa 70% mengatakan responden itu takut efek samping jadi itu salah satu kegiatan monitoring dan evaluasi program, selain kami juga melaksanakan evaluasi

71 56 program lembaga donator juga melaksanakan monitoring evaluasi dan hasilnya juga tidak jauh beda dengan apa yang kami laporkan Keluaran (Output) Dinas kesehatan Kabupaten Batu Bara menginginkan Batu Bara bebas dari penyakit kaki gajah untuk itu dari semua kegiatan yang dijalankan melalui program pengendalian penyakit kaki gajah intinya Kabupaten Batu Bara bebas dari penyakit kaki gajah, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Ya intinya Batu Bara itu goalnya Batu Bara bebas Filariasis tahun 2020 intinya itu dari rangkaian kegiatan itu diharapkan tahun 2020 Batu Bara bebas kaki gajah. Dalam menjalankan program pengendalian penyakit kaki gajah peran serta masyarakat sangat diperlukan tetapi ada beberapa hal yang sering menjadi kendala dalam menjalankan program tersebut seperti banyaknya masyarakat yang takut meminum obat pencegah filariasis karena memiliki efek samping padahal Dinas Kesehatan sudah menyediakan tenaga ahli untuk mengatsi efek samping tersebut, selain itu lembaga donor yang membantu Kabupaten Batu Bara hanya akan membantu selama tiga tahun dan selanjutnya Kabupaten Batu Bara akan menjalankan program itu tanpa lembaga donator sampai lima tahun, sebagaimana pernyataan kepala seksi P2PM, yaitu: Sarannya kami tujukan ke masyarakat bahwa jangan takut untuk minum obat karena obatnya ini kan mahal kalau ada yang gratis ngpain harus beli tanpa ada dukungan dari masyarakat ya kami itu tidak ada apa-apanya dan program ini juga tidak akan berjalan mau apapun kita sampaikan kalau dukungan tidak ada ya tidak berjalanlah program ini kemudian saran kami tujukan ke pemangkupemangku kepentingan di Kabupaten Batu Bara ya dukunglah program kami ya jadi kalau peran kepala desa mengayo-ayokan masyarakatnya terus sumbang sinyal padasaat POPM Filariasis itu ada yang nyumbang air minum. Kemudian saran lain untuk lembaga donator Batu Bara ini tetap dijadikan sebagai daerah yang perlu bantuan dana kerena rencananya tahun depan sudah tidak dapat lagi ya hanya sampai 3 tahun saja itu masih rencana.

72 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penderita Kaki Gajah di Kabupaten Batu Bara Penderita kaki gajah di Kabupaten Batu Bara sampai tahun 2017 ada 12 orang, oleh Dinas Kesehatan para penderita kaki gajah tersebut diberi penanganan khusus penderita penyakit kaki gajah akan diberi pengobatan selama dua belas hari dengan meminum obat yaitu Albendazole dan DEC. Albendazole akan diminum 1 kali dalam waktu 12 hari sedangkan DEC akan diminum 3 kali sehari dalam waktu 12 hari juga. Tujuan dari pemberian obat selama dua belas hari agar penderita kaki gajah tidak dapat menularkan penyakit kaki gajah lagi. Menurut Pramono (2013) Penyakit Filariasis tidak banyak dijumpai karena memiliki peluang yang kecil, namun penyakit ini sangat berbahaya apabila tidak segera diatasi, penyakit menular ini bisa saja akan menjadi penyakit yang tidak lagi langka apabila pemerintah tidak serius menangani. 5.2 Komponen Masukan (Input) Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam program pengendalian penyakit kaki gajah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Batu bara sebagai penanggung jawab dalam kegiatan ini terutama pada bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, seluruh Puskesmas di kabupaten dan para kader yang dilatih untuk mambantu menjalankan program ini dan juga dibantu oleh tenaga ahli yaitu dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam. Selain tenaga kesehatan dan para kader ada bebrapa SDM yang berperan penting dalam jalannya 57

73 58 program ini seperti kepala desa dan tokoh masyarakat yang memiliki kekuasaan sehingga dapat menggerakkan masyarakat untuk ikut serta dalam menjalankan program pengendalian penyakit kaki gajah. Sumber daya Manusia (SDM) memiliki peran dan fungsinya masing-masing dimana setiap SDM akan bertanggung jawab atas tugasnya, dalam program pengendalian penyakit kaki gajah ini ada juga tenaga ahli sperti dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam yang beperan untuk mengatasi masyarakat yang terkena efek samping dari obat pencegah kaki gajah. Dalam menjalankan program pengendalian kaki gajah Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara mengikut sertakan masyarakat dalam kegiatannya yang dalam hal ini adalah kader posyandu, kader posyandu ini dilatih oleh Dinas Kesehatan untuk menjadi pemantau atau pengawas meminum obat pencegah penyakit kaki gajah dan juga melakukan pendataan dan pelaporan jika ada ditemukan penderita kaki gajah yang belum tercatat oleh Dinas Kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala seksi P2PM untuk kecukupan sumber daya manusia dalam program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara sudah sangat mencukupi tidak ada kekurangan untuk setiap kegiatannya, banyak berbagai kalangan yang terlibat didalam pogram ini dari mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah sampai ke pemerintahan desa, LSM sampai ke oganisai-organisai yang dibidang kesehatan. Program pengendalian ini sangat membutuhkan peran serta masyarakat karena kegiatannya langsung ke masyarakat jadi kalau masyarakatnya tidak antusias untuk berpartisipasi ikut

74 59 menjalankan program ini maka akan sangat sulit bagi Dinas Keseahatan untuk menjalankan program ini Pendanaan Dana yang digunakan dalam program pengendalian penyakit kaki gajah ini yang pertama berasal dari bantuan dari lembaga donor yaitu RTI (Research Triangle Institute) dan USAID (United states Agency for International Development) kemudian dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pendanaan ini sudah sesuai dengan Permenkes RI Nomor 94 Tahun 2014 mengenai pendanaan penanggulangan Filarisis, berdasarkan hasil wawancara dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN) digunakan untuk kegiatan Survei Darah Jari (SDJ) dan obat-obatan, kemudian untuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah(APBD) digunakan untuk tenaga ahli yang menangani kasus efek samping dan untuk promosi tentang program pengendalian penyakit kaki gajah melalui berbagai media. Dana yang diberikan oleh RTI dan USAID diawasi oleh LSM pusaka yang ada di Medan yang akan mengawasi kegiatan POPM Filariasis dari tahun 2014 samapai tahun Alokasi anggaran yang diberikan Kabupaten Batu Bara untuk program ini sangat mencukupi tetapi tidak dikatakan berlebih karena untuk pembangunan kesehatan bukan hanya Filariasis ini saja tetapi banyak pembangunan kesehatan lainnya.

75 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana untuk program ini banyak yang diperlukan dan di Kabupaten Batu Bara sendiri sudah banyak yang tersedia yaitu pertama obat yang ketersediannya sangat mencukupi bahkan lebih kemudian adanya pos pemberian obat pencegah filariasis sebanyak 514 pos, kemudian poskesdes bagi masyarakat yang terlambat mendapatkan obat, ambulance setiap puskesmas yang dimanfaatkan untuk program ini. Kebutuhan yang lain yaitu air minum yang dalam program ini tidak ada dianggarkan oleh pihak manapun jadi untuk air minum Dinas Kesehatan melakukan pendekatan kepada kepala desa untuk bersedia menyediakan air minum dalam kemasan dan hasilnya stiap pos ada tersedia air minum dan kalau kurang kader itu sendiri yang akan menyediakannya. Berdasarkan wawancara sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten semua dimanfaatkan untuk menjalankan program ini seperti ambulance di setiap puskesmas yang dibawa keliling sesuai wilayah kerjanya untuk menagajk masyarakat datang ke pos pemberian obat selain itu juga memanfaatkan rumah ibadah yaitu masjid yang diabntu oleh nazir masjid untuk mengumumkan ataupun mengajak masyarakat untuk datang ke pos pemberian obat pada pagi hari di hari pemberian obat pencegahan Filarisis. 5.3 Komponen Proses (Process) Perencanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Batubara Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan program pengendalian penyakit kaki gajah dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara yang dimulai dari pertemuan kordinasi tingkat kabupaten disini kegiatan ini kita

76 61 mencari dukungan dari pemangku-pemangku jabatan dalam kegiatan ini yang diundang yaitu bupati, kapolres, kodim, kejari, camat, kemenag, DPRD yang komisi C termasuk juga kepala puskesmas jadi kegiatan ini adalah kordinasi berupa dukungan agar program ini berjalan dengan lancar dengan bantuan dari berbagai sektor. Kemudian pertemuan kordinasi tingkat puskesmas disini setiap puskesmas mempersiapkan tenaga kesehatan untuk menjalankan program dan memberikan informasi-informasi tentang program pengendalian penyakit kaki gajah dan memastikan agar setiap puskesmas ikut serta dalam menjalankan program dan mencapai target yang telah ditetapkan. Setelah pertemuan tingkat kabupaten dan puskesmas kegiatan selanjutnya yaitu pelatihan kader yang dilakukan disetiap puskesmas disini kadernya yaitu kader posyandu yang dilatih untuk menjadi kader Filariasis, pelatihan kader ini membutuhkan waktu lebih kurang 1 bulan dikarenakan tidak adanya ruangan untuk mengumpulkan semua kader di waktu yang sama jadi pelatihannya dilakukan di masing-masing wilayah kerja puskesmas dalam pelatihan ini menjelaskan tentang pelaksanaan POPM Filariasis dan pelatihan pengisian data yang dilakukan sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. Kegiatan selanjutnya yaitu pendataan masyarakat disini yang melakukan adalah kader mendata setiap keluarga diwilayah kerjanya kemudian menentukan kelompok sasaran meminum obat pencegah penyakit kaki gajah dalam pendataan ini di bantu dan diawasi oleh bidan desa selain jumlah sasaran pendataan ini juga menghasilkan jumlah penduduk karena jumlah sasaran yang meminum obat dengan jumlah sasaran itu berbeda, yang menjadi sasaran dalam pemberian obat

77 62 yaitu umur 2 tahun sampai 70 tahun dengan kelompok sasarannya ada tida yaitu umur 2-5 tahun, 6-14 tahun dan >14 tahun. Pendataan masyarakat mengeluarka jumlah sasaran pemberian obat kegiatan setelah pendataan yaitu perencanaan kebutuhan obat disini setiap puskesmas akan mengambil obat pencegah penyakit kaki gajah ke dinas kesehatan kabupaten batu bara 2 minggu sebelum hari pemberian obat, obat yang diberikan kepada setiap puskesmas sesuai dengan jumlah sasaran dan diberikan cadangan atau obat dilebihkan sedikit untuk setiap puskesmas agar tidak terjadi kekurangan pada waktu pembagian obat. Kegiatan selanjutnya yaitu mobilisasi masa disini Dinas Kesehatan sudah melakukan promosi melalui media yaitu radio untuk mempromosikan program pengendalian penyakit kaki gajah ke masyarakat kemudian setiap ambulance dipuskesmas digunakan untuk mengajak masyarakat dengan keliling diwilayah kerja nya masing-masing dan juga masjid melalui nazirnya yang mengumumkan hari pembagian obat pencegah filariasis. Puskesmas akan membuat laporan setelah kegiatan POPM Filariasis telah selesai dilaksanakan untuk mengetahui jumlah realisasi program ini Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Pelaksanaan program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara dilaksanakan setelah Kabupaten Batu Bara ditetapkan sebagai daerah yang endemis Filariasis berdasarkan hasil Survei Darah jari yang menunjukkan angka mikrofilaria diatas 1%, program pengendalian penyakit kaki gajah akan dilakukan selama lima tahun seuai dengan PERMENKES NO 94 Tahun 2014 di Kabupaten Batu Bara telah dimulai dari tahun 2015 dan akan berakhir pada tahun 2019,

78 63 dalam pelaksanaannya program ini memiliki tugas pokok yaitu surveilans kesehatan, penanganan penderita, pengendalian faktor risiko dan komunikasi, edukasi. Program pengendalain penyakit kaki gajah ini memiliki beberapa strategi yaitu pemutusan penularan penyakit kaki gajah yang dalam kegiatan ini adalah POPM Filariasis, pencegahan dan pembatasan kecacatan penderita kaki gajah, surveilans penyakit dan pengendalian vektor Pemutusan Penularan Penyakit Kaki Gajah Pemutusan penularan penyakit kaki gajah yang paling efektif adalah pemberian obat pencegahan masal Filariasis yang dilakukan selama lima tahun berturut-turut, Kabupaten Batu Bara sudah menjalankan kegiatan ini dari tahun 2015 sampai sekarang. Kegiatan pemberian obat pencegahan masal Filariasis di Kabupaten Batu Bara terbilang sukses karena masyarakat yang meminum obat dan sasaran yang meminum jumlahnya diatas dari target yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu 89% jumlah sasaran yang meminum obat dan 83 % yang meminum obat dari jumlah penduduk tahun 2015, 90 % jumlah sasaran yang meminum obat dan 82 % yang meminum obat dari jumlah penduduk tahun Pelaksanaan POPM Filariasis di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2015 dan tahun 2016 ada beberapa Puskesmas yang persentase penduduk meminum obat pencegah Filarisis tidak mencapai target, penyebabnya yaitu banyak masyarakat yang takut akan efek samping dari obat pencegah Filariasis kemudian masyarakat yang tidak mengetahui program pencegah kaki gajah ini

79 64 yang merupakan sasaran dari pemberian obat dan banyak yang tidak berada ditempat pada saat pelaksanaan POPM Filariasis karena pergi kerja. Pada tahun 2015 Puskesmas yang tidak mencapai target yaitu Puskesmas Lalang yang hanya mencapai 38% penduduk yang minum obat dari jumlah penduduk dan 41% dari jumlah sasaran yang minum obat, Puskesmas Lalang di panggil oleh Dinas Kesehatan dimintai keterangan penyebab tidak tercapainya target dan akan dipantau terus pada pelaksanaan POPM Filariasis tahun depannya yaitu tahun 2016 dan hasilnya Puskesmas Lalang berhasil mencapai target yaitu 78% penduduk yang minum obat dari jumlah penduduk dan 85% yang minum obat dari jumlah sasaran. Keberhasilan ini karena Puskesmas Lalang menjadi Puskesmas fokus yang dipantau kegiatannya, selain Puskesmas Lalang ada juga Puskesmas yang jumlah sasaran yang meminum obatnya tidak mencapai target yaitu Puskesmas Pematang Panjang yang hanya mencapai 75% sasaran yang minum obat, Puskesmas Kedai Sianam hanya mencapaiu 82% jumlah sasaran yang minum obat dan Puskesmas Petatal yang hanya mencapai 60% jumlah penduduk yang minum obat dan 71% jumlah sasaran yang minum obat. Semua Puskesmas yang tidak mencapai target ini di mintai keterangan penyebab tidak tercapainya target dan akan dipantau terus oleh Dinas Kesehatan agar dapat mencapai target di tahun berikutnya. Pada tahun 2016 kembali dilaksanakan POPM Filariasis dengan hasil ada satu Puskesmas yang tidak mencapai target yaitu Puskesmas Tanjung Tiram yang hanya mencapai 63% penduduk minum obat dari jumlah penduduk dan 67% dari jumlah sasaran. Tidak tercapainya target ini dikarenakan banyak masyarakat yang

80 65 takut dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat pencegah penyakit kaki gajah ini. Puskesmas Tanjung Tiram ini akan dipanggil oleh Dinas Kesehatan dan dipantau untuk pelaksanaan POPM Filariasis tahun berikutnya. Terselenggaranya kegiatan POPM Filariasis yang terencana dengan baik terhadap seluruh penduduk sasaran di Daerah Endemis Filariasis (Kabupaten/Kota Endemis Filariasis) dengan cakupan lebih dari 85% jumlah penduduk sasaran pengobatan dan 65% dari jumlah penduduk total, sehingga dapat menurunkan angka microfilaria rate menjadi <1%, menurunnya kepadatan rata-rata mikrofilaria dan terputusnya rantai penularan Filariasis. (Permenkes RI 2014) Pemberian Obat pencegahan Masal (POPM) Filariasis yaitu memberikan obat DEC dan Albendazole kepada masyarakat yang menjadi sasaran pemberian obat, obat ini terbukti efektif dalam memutus rantai penularan pada daerah yang endemis Filariasis, namun obat ini dapat menimbulkan efek samping. Untuk obat DEC dpat menimbulkan mual, sakit kepala, demam, mengantuk, menrunnnya nafsu makan dan muntah yang akan hilang dengan sendirinya, kemudian dapat berupa alergi ringan sampai berat dapat timbul sebagai akibat langsung dari matinya cacing filarial yang menandakan berhasilnya pengobatan. Albendazole dapat menimbulkan efek samping berupa mual, nyeri ulu hati, pusing, sakit kepala, sakit perut, diare, keluar cacing, demam, lemas dan sesaknapas seperti asma. (Pemenkes RI 2014) Efek samping yang ditimbulkan obat pencegah penyakit kaki gajah yang terjadi akibat banyaknya mikrofilaria yang mati dapat terjadi segera sesudah meminum obat sampai hari ketiga minum obat, karena memiliki efek samping

81 66 obat ini tidak diberikan pada orang yang sedang sakit, tidak diberikan pada pasien sirosis hepatik, anak diabawah dua tahun dan wanita yang sedang hamil. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara sudah menyediakan tenaga ahli untuk menangani kejadian efek samping ini yaitu dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam Pencegahan dan Pembatasan Kecacatan Penderita Kaki Gajah Pencegahan dan pembatasan kecacatan penderita kaki gajah adalah kegiatan yang dilakukan oleh kader Filariasis pada saat pendataan penduduk Kabupaten Batu Bara dengan harapan dapat menemukan kasus yang belum tercatat karena penderita kaki gajah ini sering tersembunyi di tengah-tengah masyarakat dan Dinas Kesehatan yang memberikan tindakan terhadap orangorang yang teridentifikasi positif ada di dalam tubuhnya cacing filaria dan juga penderita kaki gajah yang diberi penanganan khusus yaitu pengobatan selama 12 hari Surveilans Penyakit Surveilans penyakit dalam program ini adalah Survei Darah Jari (SDJ) menurut Permenkes RI No 94 tahun 2014 yaitu Setiap kabupaten/kota yang mempunyai penderita Filariasis kronis berkewajiban untuk melakukan Survei Darah Jari. Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai penderita Filariasis kronis namun beresiko terjadi penularan Filariasis, juga melakukan Survei Darah Jari. Survei Darah Jari adalah identifikasi mikrofilaria (anak cacing filaria) dalam darah tepi setiap orang pada suatu populasi, yang bertujuan untuk menentukan endemisitas daerah tersebut dan intensitas infeksinya.

82 67 Survei Darah Jari akan dilakukan sebanyak 3 kali yang pertama sebelum kegiatan POPM untuk Batu Bara sudah dilaksanakan pada tahu 2014 kemudian yang kedua akan dilaksanakan tahun 2017 dan yang ketiga akan dilaksanakan setelah POPM yang terakhir yaitu tahun SDJ yang terakhir untuk memastikan jika Kabupaten Batu Bara dapat menurunkan angka mikro filaria yaitu harus dibawah 1% dan jika ternyata di SDJ yang ketiga nanti angka mikrofilarianya diatas 1% maka Kabupaten Batu Bara harus menjalankan POPM filariasis 1 tahun lagi Pengendalian Vektor Pengendalian vektor yang di lakukan oleh Dinas Kesehatan Batu Bara terhadap vektor filarisis adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dikarenakan untuk penyakit kaki gajah ini vektornya bisa semua jenis nyamuk, jadi Dinas Kesehatan langsung menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan PSN agar terhindar dari gigitan nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki gajah. Vektor Filariasis ini mungkin tidak akan cukup hanya dengan PSN tetapi perlu juga ditambah dengan melakukan program fogging secara rutin. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secarafisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif (Kemenkes RI, 2010).

83 68 Menurut masrizal (2012) pemberantasan Filariasis perlu dilaksanakan dengan tujuan menghentikan penularan, diperlukan program yang berkesinambungan dan memakan waktu lama karena mengingat masa hidup dari caing dewasa yang cukup lama. Dengan demikian perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di tingkat Puskesmas untuk penemuan dini kasus Filariasis dan pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan Filariasis Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Kaki Gajah Monitoring dan evaluasi program pengendalian penyakit kaki gajah dilakukan oleh Dinas Kesehatan terutama pada kegiatan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis pada setiap akhir tahun yaitu setelah kegiatan dilakukan dan setiap puskesmas melaporkan hasil dari POPM, dengan hasil ada juga puskesmas yang cakupan pemberian obatnya tidak mencapai target dikarenakan banyak masyarakat yang takut dengan efek samping dari obat tersebut. Pengawasan juga ada dari LSM Pusaka yang di Medan untuk melihat kegiatan-kegiatan dari program ini dan juga pendanaaan yang diberikan oleh donatur atau lembaga yang memberikan dana untuk program pengendalian kaki gajah ini. Evaluasi juga dilakukan oleh lembaga donatur sendiri yaitu melakukan survei kepuasan tentang cakupan POPM Filariasis yang sudah dilakukan pada tahun 2016 dimana dalam survei itu Dinas Kesehatan Batu Bara tidak mengetahuinya karena yang disurvei adalah masyarakat dan masyarakat yang disurvei juga tidak mengetahui kalau mereka sebenarnya lagi di data oleh orang yang sedang melakukan survei. Jadi hasil survei seperti adanya masyarakat yang

84 69 tidak ikut serta minum obat pencegah kaki gajah sebanyak 24,7% karena tidak ditempat dan pergi kerja, 38,7% tidak tahu tentang POPM. Hasil surveinya lagi dikatakan bahwa 70% responden itu takut akan efek samping dari obat pencegah kaki gajah tersebut. 5.4 Output Capaian Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kaki gajah Tahun 2017 Program pengendalian kaki gajah dijalankan oleh Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas yang ada di Kabupaten, cakupan pemberian obat yang dicapai Kabupaten Batu Bara sudah diatas target yang telah di tentukan oleh Kementerian Kesehatan yaitu 89% jumlah sasaran yang meminum obat dan 83% yang meminum obat dari jumlah penduduk tahun 2015, 90% jumlah sasaran yang meminum obat dan 82% yang meminum obat dari jumlah penduduk tahun Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala seksi pengendalian dan pemberantasan penyakit menular hasil program pengendalian penyakit kaki gajah dari tahun 2015 sudah berjalan dengan baik bahkan sudah mencapai target yang telah ditetapkan dan kalau terus berjalan lancar sampai tahun 2019 Batu Bara akan mencapai targetnya yaitu bebas dari Filariasis pada tahun Ada beberapa masyarakat yang masih takut untuk ikut serta meminum obat pencegah kaki gajah karena ada efek sampingnya jadi diharapkan untuk kedepannya untuk masyarakat jangan takut untuk meminum obatnya karena obatnya ini didapatkan dengan secara gratis dan obatnya ini juga tidak murah. Program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara sudah berjalan dari tahun 2015, dalam pelaksanaannya ada beberapa kendala yang

85 70 ditemukan seperti ada masyarakat yang takut meminum obat pencegah kaki gajah yang penyebab sebenarnya adalah masyarakat tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai obat yang dibagikan dikarenakan pengetahuan dari kader Filariasis sendiri mengenai penularan, penyebab dan obat pencegah Filariasis masih kurang. Masalah ini harus di atasi oleh Dinas Kesehatan karena kader Filariasis yang akan langsung berhadapan dengan masyarakat yang menjadi sasaran pemberian obat, pelatihan kader perlu dilakukan kembali sebelum pelaksanaan POPM berjalan. Pengawasan dari Dinas Kesehatan sangat diperlukan pada saat pelaksanaan POPM agar dapat mengetahui pelaksanaannya sudah sesuai dengan rencana dan setiap permasalahan dapat diketahui untuk dilakukan antisipasi. Pelaksanaan program pengendalian kaki gajah di Kabupaten Batu Bara akan mencapai target yaitu bebas dari Filariasis pada tahun 2020, dilihat dari pencapaian cakupan pemberian obat pencegah kaki gajah di tahun 2015 yaitu terdapat empat Puskesmas yang tidak mencapai target, kemudian ditahun 2016 terjadi peningkatan yaitu hanya satu Puskesmas yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Peningkatan ini terjadi karena Dinas Kesehatan melakukan pemantauan dan jika terus meningkat pada tahun berikutnya maka program ini akan berhasil dan Kabupaten Batu Bara akan bebas dari penyakit kaki gajah.

86 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan A. Masukan (Input) 1. Sumber daya untuk program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara sebagai penaggung jawab, seluruh puskesmas di Kabupaten, kader posyandu yang dijadikan kader filariasis. Sumber daya lain yang ikut serta adalah dokter tenaga ahli yaitu dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam, kepala desa dan tokoh masyarakat. 2. Pendanaan untuk program pengendalian penyakit kaki gajah di Kabupaten Batu Bara sudah mencukupi yang berasal dari bantuan USAID, RTI, APBN dan APBD. 3. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung program ini sudah sangat mencukupi terutama pada kegiatan POPM filariasis yang membutuhkan obat, tempat pembagian obat dan media-media yang mempromosikan kegaiatan ini ke masyarakat. B. Proses 1. Penderita kaki gajah di Kabupaten Batu Bara samapai =tahun 2017 berjumlah 12 orang yang terletak di 6 wilayah kerja puskesmas yang berbeda-beda. 2. Pencanaan dalam program ini sudah baik karena semua kegiatannya sudah terjadwal dari mulai perancangan sampai ke pelaporan sudah 71

87 72 ada waktunya, tetapi berdasarkan wawancara untuk pengendalian vektor untuk filariasis tidak ada terjadwal hanya melakukan promosi saja ke masyarakat tentang Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan melakukan Pemberantasaan Sarang Nyamuk (PSN). 3. Pelakasanaan program pengendalian kaki gajah di Kabupaten Batu Bara sudah berjalan dengan baik dilihat dari kegiatan POPM nya yang berawal dari Survei Darah Jari (SDJ), pendataan penduduk, penentuan sasaran yang minum obat, pelaksanaan POPM dan setelah itu pelaporan hasil POPM dari setiap puskesmas. 4. Dinas Kesehatan memonitoring kegiatan POPM filariasis setiap akhir tahun untuk melihat puskesmas mana yang tidak mencapai target yang ditetapkan, puskesmas yang tidak mencapai target akan dimintai keterangan penyebab masalahnya dan akan dipantau terus untuk POPM tahuyn depannya. Pengawasan juga dilakukan oleh pihak donatur yang menyumbnagkan dana untuk program ini yaitu survei kepuasan kepada masyarakat Kabupaten Batu Bara C. Output 1. Dinas Kesehatan kabupaten Batu Bara sudah mencapai target yang sudah ditetapkan oleh kementerian kesehatan masalah POPM Filariasis tetapi dari tugas pokok untuk program pengendalian penyakit kaki gjah ini masih ada yang belum terlihat hasilnya yaitu masalah pengendalian vektor untuk filariasis.

88 73 2. Kabupaten Batu Bara menargetkan akan bebas dari penyakit kaki gajah ini pada tahun 2020, dari semua kegiatan yang telah dilakukan itu hanya untuk mencapai target yaitu bebas dari penyakit kaki gajah. 6.2 Saran 1. Diaharapkan untuk Dinas Kesehatan untuk melakukan sosialiasasi dan komunikasi secara langsung kemasyarakat tentang program ini agar tidak ada lagi masyarakat yang takut untuk meminum obat pencegah Filarisis, dengan begitu masyarakat lebih antusias untuk berpartisipasi untuk menjalankan ataupun mengikuti program ini. 2. Diharapkan untuk Dinas Kesehatan melakukan pengawasan terhadap pengendalian vektor untuk filariasis atau Dinas dapat membuat kebijakan kepada masyarakat masalah pengendalian vektor yaitu gerakan untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk satu kali dalam seminggu agar pengendalian vektor tersebut benar-benar dilaksanakan. 3. Kabupaten merupakan daerah yang karakteristiknya daerah endemis yaitu dataran rendah, pantai dan persawahan jadi diharapakan untuk Dinas Kesehatan melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum tentang Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

89 DAFTAR PUSTAKA Achmadi Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Edisi ke 2, Jakarta: Rajawali Pers. Ardias Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Sambas, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Volume 11Febrianto, Chin Pemberantasan penyakit menular Edisi ke 17, Jakarta: CV Infomedika. Departemen Kesehatan RI Pedoman program eliminasi filariasis di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL. Departemen Kesehatan RI Mengenal Filariasis (Penyakit kaki Gajah). Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Dirjen P2PL. Jakarta. Dharmojono Penyakit Menular Dari Binatang Ke Manusia, Milenia Populer, Jakarta. Kemenkes RI Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor :374 / MENKES / PER / III / 2010 Tentang pengendalian vektor. Kemenkes RI Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2014 tentang penanggulangan filariasis. Mara, Endang, Joni, Ginanjar Menghapus Jejak Kaki Gajah, Yogyakarta: PT Kanisius. Mara, Endang, Umar, Wahono Mengenal Filariasis Di Jawa Barat Penyakit Tropis Yang Terabaikan, Yogyakarta: PT Kanisius. Masrizal Penyakit kaki gajah. Padang: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jurnal.fkm.unand.ac.id. Nasrin Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat, Tesis Universitas Diponegoro Semarang. Pramono, Mochamad setyo Analisis kasus penyakit kaki filariasis di provinsi Nangroe Aceh Darussalam Dengan pendekatan metode Zero Inflatedpoisson (ZIP) Regression. Soedarto Penyakit Menular di Indonesia, Sagung Seto, Jakarta. 74

90 75 Sucipto, Cecep Dani Vektor Penyakit Tropis, Gosyen, Yogyakarta. Widoyono Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya. Widoyono Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya Edisi 2. World Health Organization Progress report and strategic plan of global programme to eliminate lymphatic filariasis: halfway towards eliminating lymphatic filariasis, WHO, France.

91 76 Lampiran 1. SuratPermohonan Survei Pendahuluan

92 77 Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Etiologi dan Penularan Filariasis Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing Filaria. Filariasis di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing Wuchereria Bancrofti (W. Bancrofti), Brugia(B) Malayi dan B. Timori. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik adalah penyalit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan berdampak pada kerusakan sistem limfe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui gigitan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Konsep kesehatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA Editor: Nama : Istiqomah NIM : G1C015022 FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015 /2016 1 IDENTIFIKASI FILARIASIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Penyakit Filariasis 2.1.1. Pengertian Penyakit Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan karena cacing filaria, yang hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis 2.1.1. Pengertian Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, jumlah ini menurun dari tahun 2012 yang ditemukan sebanyak 36 kasus (Dinkes Prov.SU, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang terdapat di dunia. Sekitar 115 juta penduduk terinfeksi W. Bancrofti dan sekitar 13 juta penduduk teridentifikasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda, penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah menyebutnya

Lebih terperinci

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN 2014 DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar

Lebih terperinci

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN 7 Candriana Yanuarini ABSTRAK Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria

Lebih terperinci

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 2012 Ety Rahmawati 1, Johanis Jusuf Pitreyadi Sadukh 2, Oktofianus Sila 3 1 Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Filariasis 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

Lebih terperinci

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 013 Hal : 16-166 Penulis : 1. Juhairiyah. Budi Hairani Korespondensi : Balai Litbang

Lebih terperinci

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. BAB 1 RANGKUMAN 1.1. Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. 1.2. Pemimpin / Penanggung Jawab Penelitian akan dipimpin langsung

Lebih terperinci

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008 ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008 Yuanita, 2004, Pembimbing: Felix Kasim, Dr, dr, M.Kes dan Susy Tjahjani, dr, M.Kes Filariasis

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2002 2010 Eko Santoso, 2011; Pembimbing I : Winsa Husin., dr., M.Sc.,M.Kes. Pembimbing II: Rita Tjokropranoto., dr.,m.sc.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi klinis yang luas yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan yang tinggi pada mereka yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko Anindita 1, Hanna Mutiara 2 1 Mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PENDUDUK TERHADAP PENYAKIT FILARIASIS LIMFATIK DI DESA BONGAS KECAMATAN PAMANUKAN KABUPATEN SUBANG TAHUN 2011 Ayu Faujiah, 2011. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto,

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR dr. I NYOMAN PUTRA Kepala Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF) Definisi Merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS (Studi Kasus di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan Tahun 2011) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 Devi Rahmadianti 04091041003 Nyimas Praptini Nurani 04091041009 Lutfia Rahmawati 04091041016 Dwi Yunia Meriska 04091041018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Shobiechah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah serangga yang bentuknya langsing, halus, distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari 3.000 spesies, stadium larva dan pupanya hidup di air (Garcia

Lebih terperinci

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Emy Fabayu NIM. 6411411223 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

5. Manifestasi Klinis

5. Manifestasi Klinis F I L A R I A S I S 1. Definisi Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 362 anak-anak sekolah dasar berusia 6-13 tahun berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan masal dengan kombinasi obat DEC-albendazol. Sampel diambil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Filariasis limfatik adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia. Penyakit

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Praba Ginandjar* Esther Sri Majawati** Artikel Penelitian *Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Filariasis Filariasis adalah penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodeae, dimana cacing dewasanya hidup dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FILARIASIS 1. Perkembangan Penyakit filaria merupakan penyakit parasit yang penyebarannya tidak merata, melainkan terkonsentrasi di beberapa kantong-kantong wilayah tertentu.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN SKRIPSI FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Komunitas WELLY BP. 07121017 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE 1999 2010 Prayudo Mahendra Putra, 2011; Pembimbing I : Budi W. Lana., dr., MH Pembimbing II: Freddy T. Andries., dr.,ms Filariasis adalah penyakit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Definisi Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana saat dewasa hanya bisa hidup di sistem limfatik manusia. Penularannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

Prevalensi pre_treatment

Prevalensi pre_treatment Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL Sebanyak 757 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah sebelum pengobatan masal dan 301 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah satu penyakit parasitik tertua di dunia. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia dan memiliki kelembaban dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadikannya

Lebih terperinci

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY Studi Literatur TRANSMISSION ASSESSMENT SURVEY SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PENENTUAN ELIMINASI FILARIASIS Diterima Oktober 2013 Disetujui Desember 2013 Dipublikasikan 1 April 2014 Fauziah Elytha 1 JKMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meruncing pada kedua ujung. Anggota-anggota filum ini disebut cacing bulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meruncing pada kedua ujung. Anggota-anggota filum ini disebut cacing bulat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian penyakit Filariasis Filum nematoda termasuk salah satu filum yang besar, memiliki lebih dari 10.000 spesies, berukuran kecil, berbentuk selinder, seperti benang

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG Yohannie Vicky Putri, Mamat Lukman, Raini Diah Susanti Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan Perbandingan Prevalensi Filariasis berdasarkan Status IgG4 Antifilaria pada Penduduk Daerah Endemik Filariasis Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Kecamatan Pondokgede Kabupaten Bekasi Jawa Barat Gracia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir BAB XX FILARIASIS Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda jaringan yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dalam kelenjar getah bening. Penyakit ini bersifat menahun dan bila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah penderita DBD

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki dasar yang kuat,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN BANGKA BARAT

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN BANGKA BARAT FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN BANGKA BARAT Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2 Magister Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007 SKRIPSI OLEH : SARI UKURTHA BR. TARIGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DAN PELAKSANAAN 3M PLUS DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DBD DI LINGKUNGAN XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012 SKRIPSI OLEH: SULINA PARIDA S NIM. 091000173 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah ) Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah ) Supatmi Dewi *) Lintang Dian Saraswati **) M.Sakundarno Adi **) Praba Ginandjar **) Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci