PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA PENGGUNA GADGET DI KELAS 5 MADRASAH IBTIDAIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA PENGGUNA GADGET DI KELAS 5 MADRASAH IBTIDAIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016"

Transkripsi

1 PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA PENGGUNA GADGET DI KELAS 5 MADRASAH IBTIDAIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh : Putri Anggereini A.STP NIM : PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2016 M i

2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 17 okteber 2016 Materai Rp. 6000,- Putri Anggereini A. Sitompul ii

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-nya sehingga Laporan Penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan kehidupan. Penulis menyadari Laporan penelitian ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter yang telah membimbing saya selama menjalani pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini. 4. dr. Riva Auda selaku Pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga serta memberi motivasi untuk membimbing penulis baik dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat terselesaikan. 5. dr. Erfira selaku Pembimbing II yang terus memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian. 6. dr. Nida Farida,Sp.M dan dr.dwi Tyastuti, S.Ked, MPH, Ph. D selaku penguji pada sidang yang memberi banyak masukan untuk perbaikan laporan penelitian. 7. Bapak dan Ibu yang tercinta, H. Irsan Sory A.Sitompul dan Hj. Fauziah Hasibuan,S.Pd,M.Si serta adik kandung saya Lumongga Alamsyah Sitompul dan Dea Syafira Alamsyah Sitompul yang memberikan dukungan terus v

6 menerus, semangat yang tak pernah hangus, dan lantunan do a yang tak pernah putus untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 8. Mbak Pipit selaku admin yang telah memberikan surat izin penelitian, serta Pak Yon selaku Kepala Sekolah SD Madrasah Pembangunan yang turut memberikan izin untuk dilakukannya penelitian di sekolah tersebut, dan membantu dalam pengambilan data penelitian. 9. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia menjadi sampel penelitian sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini. 10. Mellia Wida Masita dan Clarissa Maharani Putri, teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama, menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama dalam menyelesaikan penelitian ini. 11. Teman-teman PSKPD 2013 yang terus mengingatkan, menemani dan memberikan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 12. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan Ridho dari Allah SWT, Aamiin. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ciputat, 17 Oktober 2016 Penulis vi

7 ABSTRAK Putri Anggereini A.STP. Prevalensi Miopia pada Siswa Pengguna Gadget di Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Tujuan:Untuk mengetahui prevalensi miopia pada siswa pengguna gadget di kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional yang terdiri dari 100 subjek penelitian,. Seluruh subjek penelitian mengisi kuesioner dan dilakukan pemeriksaan fisik pada mata menggunakan Snellen Chart. Hasil: Jumlah siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah yang mengalami miopia karena gadget adalah 33 (33%) siswa dan yang tidak mengalami miopia adalah 67 (67%) siswa. Karakteristik gadget dan menderita miopia yaitu durasi penggunaan gadget yang cukup 23 siswa, dengan posisi duduk 19 siswa dan yang menggunakan jenis gadget samsung 15 siswa. Simpulan: Karakteristik gadget yang berhubungan dengan kejadian miopia dengan angka yang unggul adalah durasi berlebih, jenis gadget samsung dan posisi duduk. Kata Kunci: Prevalensi Miopia, Gadget vii

8 ABSTRACT Putri Anggereini A.STP. The Prevalence of Myopia That Use The gadget in Grade 5 to Madrasah Ibtidaiyah Development UIN Jakarta Academic Year Objective: to determine the prevalence of myopia in students 5 SD gadget users in Government Elementry School Development UIN Jakarta Academic Year 2015/2016. Methods: The type of this study is deskriptif with crosssectional method in 100 subjects. All subjects filled the questionnaire and received eye examination using Snellen Chart. Result: the amount of Elementary School 5th grade students who have myopia cause of the gadget are 33 students and without myopia are 67 students. Characteristics gadgets and experience myopia which is the duration of use gadgets that quite 23 students, with 19 students sitting position and using this type of gadget samsung 15 students. Conclusion: Characteristics of gadget-related incidence of myopia with superior numbers was excessive duration, types of gadgets samsung seated position. Keyword: The prevalence of Myopia, Gadget viii

9 DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Bagi Kalangan Medis Bagi Penulis Bagi Masyarakat... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Anatomi Fisiologi Bola Mata Dinding Bola Mata Sklera Kornea Isi Bola Mata Lensa Uvea Badan Kaca Retina Proses Melihat Kelainan Refraksi Ametropia Miopia Aktifitas Melihat Dekat Dengan Miopia Gadget Definisi gadget Sejarah dan Perkembangan gadget Jenis-jenis Gadget di Indonesia Kelelahan Mata ix

10 Hubungan Gadget Terhadap Keluhan Kelelahan Mata Kerangka Teori Kerangka Konsep Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN Desain penelitian Lokasi dan waktu penelitian Populasi dan sampel Populasi dan sampel yang diteliti Jumlah Sampel Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Cara Kerja Penelitian Alur Penelitian Alat dan Bahan Cara Kerja Pembagian Kuesioner Pemeriksaan Visus Alur Pemeriksaan Visus Manajemen Data Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Analisis Univariat Analisis Bivariat Penyajian Data Etik Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Seluruh Data Responden Distribusi karakteristik seluruh data responden Karakteristik Responden Miopia Distribusi karakteristik responden Distribusi karakteristik responden yang menderita miopia dengan jenis kelamin Karakteristik Responden Miopia Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Karakter Gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan jenis kelamin dengan durasi gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan jenis kelamin dengan posisi gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan jenis kelamin dengan frekuensi gadget...30 x

11 4.7. Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan jenis kelamin dengan jenis gadget Karakteristik Responden Miopia Berdasarkan Usia dengan Karakter Gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan usia dengan durasi gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan usia dengan posisi gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan usia dengan frekuensi gadget Distribusi Karakteristik Responden miopia berdasarkan usia dengan jenis gadget Karakteristik Gadget Distribusi durasi pengguna gadget Distribusi posisi gadget Distribusi frekuensi gadget Distribusi jenis gadget Keterbatasan Penelitian Sampel Penelitian...36 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...37 DAFTAR PUSTAKA...38 LAMPIRAN...41 xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Anatomi Mata... 4 Gambar 2.2. Struktur Retina... 7 Gambar 2.3. Proses Melihat... 9 Gambar 2.4. Miopia dan Hipermetrop xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Definisi Operasional Tabel 4.1. Karakteritik Seluruh Data Responden Tabel 4.2. Karakteristik Responden Miopia Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Karakter Gadget Tabel 4.3. Karakteristik Responden Miopia Berdasarkan Usia dengan Karakter Gadget Tabel 4.4. Karakteristik Gadget xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar surat persetujuan responden Lampiran 2. Kuesioner penelitian Lampiran 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas Lampiran 4. Hasil uji statistik Lampiran 5. Riwayat penulis xiv

15 DAFTAR SINGKATAN MIP UIN SH RIM Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Research in Motion xv

16

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Refraksi merupakan suatu kondisi ketika sinar datang sejajar dibiaskan pada bola mata dalam keadaan mata tidak berakomodasi. Sehingga menghasilkan bayangan yang tegas pada retina. Kelainan refraksi dapat berupa miopia. Kelainan refraksi juga salah satu kondisi yang memerlukan perhatian lebih khususnya pada anak-anak usia sekolah. 1 Faktor genetik dan faktor lingkungan merupakan faktor risiko yang memegang peranan penting pada terjadinya kelainan refraksi. Faktor genetik dapat menurunkan sifat kelainan refraksi ke anaknya, baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orangtuanya miopia adalah 32% dan berkurang sampai 18,2% pada anak dengan hanya salah satu orangtuanya yang mengalami miopia, dan kurang dari 8,3% pada anak dengan orangtua tanpa miopia. Menurut Suharjo dkk dalam Tiharyo (2008), prevalensi miopia pada anak usia sekolah dasar usia 7-12 tahun sebesar 3,69% di daerah pedesaan dan 6,39% di daerah perkotaan.2 Miopia adalah keadaan mata saat bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Anak-anak miopia mengalami penurunan ketajaman penglihatan, sehingga dapat mengganggu proses belajar mereka. Faktor risiko lingkungan dengan kejadian miopia adalah dengan kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti komputer, video game, bermain gadget dan lain-lain, secara langsung maupun tidak langsung. Teknologi berkembang dengan pesat sesuai dengan zamannya, salah satu bentuk teknologi yang beredar adalah gadget. 3,4 Berkaitan dengan miopia di Asia, ditemukan bahwa dari 383 anak sekolah dari usia 6 sampai 17 tahun, prevalensi miopia bertambah dari 30% pada anak usia 6-7 tahun, menjadi 70% pada usia tahun. Di Indonesia, dari seluruh kelompok umur, kelainan refraksi 12,9% merupakan 1

18 penyebab dari low vision atau penglihatan terbatas kedua setelah katarak sebesar 61,3. Gadget adalah media yang dipakai sebagai alat komunikasi modern yang mempermudah kegiatan komunikasi manusia. 5 Tidak hanya digunakan oleh kalangan remaja saja, akan tetapi juga dikalangan usia anak sekolah. Tahap pengenalan gadget pada anak usia sekolah merupakan usia yang masih terlalu awal. Penggunaan gadget yang salah seperti frekuensi pemakaian gadget yang berlebihan atau lamanya pemakaian gadget, posisi yang tidak benar dan intensitas cahaya yang tidak baik akan berdampak terhadap penurunan ketajaman penglihatan, sehingga anak-anak menjadi kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 6 Oleh karena itu, Peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi miopia pada siswa yang menggunakan gadget dengan populasi target seluruh anak kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan tahun Dengan melakukan penelitian tersebut dapat diperoleh prevalensi miopia pada siswa kelas 5 yang menggunakan gadget. 1.2 Rumusan Masalah Berapakah prevalensi miopia pada siswa yang menggunakan gadget kelas 5 SD Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun ajaran 2016? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum 1. Mengetahui prevalensi miopia pada siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2016 yang menggunaan gadget Tujuan Khusus 1. Mengetahui penggunaan gadget dengan melihat karakteristik responden seperti frekuensi, durasi, posisi dan lain-lain pada siswa kelas 5 Madrasah Pembangunan Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun Mengetahui populasi dari miopia dan tidak miopia berdasarkan kelompok-kelompok usia dan jenis kelamin. 2

19 3 1.5 Manfaat Penelitian Bagi Kalangan Medis 1. Didapatkannya prevalensi kejadian miopia pada anak-anak yang menggunakan gadget sehingga dapat bermanfaat dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap kejadian tersebut. 2. Sebagai landasan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya Bagi Penulis 1. Meningkatkan kemampuan penulis dalam memahami langkah-langkah penelitian yang meliputi pembuatan proposal, proses penelitian dan pembuatan laporan penelitian. 2. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam mengelola penelitian 3. Menerapkan ilu-ilmu yang diperoleh dari penelitian Bagi Masyarakat 1. Meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang efek dari pemakaian gadget dengan manfaat yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sehingga berdampak kepada kesehatan mata. 2. Sebagai informasi dan sarana edukasi kesehatan kepada orang tua murid serta anak yang diberikan gadget oleh orangtuanya.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Anatomi Fisiologi Bola Mata Bagian bagian dari mata yang paling penting untuk memfokuskan bayangan yaitu kornea, lensa dan retina. Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput yang menembus cahaya dan juga jaringan yang menutup bola mata bagian depan dan terdiri atas lapisan epitel, membran bowman, stroma membran descement, dan endotel. Lensa adalah jaringan yang berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk transparan didalam mata dan bersifat bening. Retina atau selaput jala adalah bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. 7 Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian di fokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina, fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, dan kemudian memberikan sinyal informasi ke otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat objek tersebut. 8 Berkas cahaya akan berbelok atau berbias (mengalamai refraksi) apabila berjalan dari satu medium lain dengan kepadatan yang berbeda kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus pada permukaan. 9 Gambar 2.1 Anatomi Mata Sumber : Lecture Notes Oftalmologi Ed.9,

21 Dinding Bola Mata Sklera Sklera merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata dan berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus sklera yang berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul tenon dan dibagian depan oleh konjugtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna cokelat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding bagian luar ruang suprakoroid. 10 (Gambar 2.1) Kornea Kornea bola mata bagian depan adalah kornea yang merupakan jaringan yang jernih dan bening, bentuknya hampir lingkaran dan sedikit lebar pada arah transversal (12 mm) dibanding arah vertikal (Gambar 2.1) Isi Bola Mata Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa didalam mata dan bersifat bening. Lensa didalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Secara fisiologi lensa mempunyai sifat yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, kemudian jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media untuk penglihatan. Lensa pada orang dewasa semakin bertambah umur seseorang tersebut akan menjadi bertambah besar dan berat sehingga fungsi lensa adalah untuk membiaskan cahaya agar dapat di fokuskan pada retina, terjadinya peningkatan kekuatan pada pembiasan lensa disebut dengan akomodasi. 10 (Gambar2.1) Uvea Uvea merupakan jaringan yang lunak yang terdiri atas 3 bagian, yaitu badan siliar, iris, dan koroid (Gambar2.1). Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya terdapat lubang yang

22 dinamakan pupil. Berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar yang merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. 10 Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus (dilatators pupil). Iris menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal didekat pupil. Pembuluh darah di sekelilingi pupil disebut sirkulasi minor dan yang berada di dekat badan siliar disebut sirkulasi mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk (midriasis) dan parasimpatis untuk (miosis) pupil. 10 Badan siliar diawali dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi, jika otot-otot berkontraksi, maka akan menarik prosesus siliar dan koroid ke depan dan ke dalam, meregangkan zonula zinii sehingga lensa menjadi lebih cembung. Fungsi dari prosesus siliar adalah memproduksi cairan mata (akuos humor). Koroid adalah suatu membran yang berwarna cokelat tua, yang terletak diantara sklera dan retina. Koroid kaya akan pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina bagian luar Badan Kaca Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air dan berfungsi mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Beperan mengisi ruang dan meneruskan sinar lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata, perlekatan itu terdapat pada ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan pada badan kaca menyebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. 10 6

23 Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina terbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas: 1. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan yang terluar terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan kerucut. 2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya. Lapisan nuklear luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut 3. Lapisan pleksiform luar merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 4. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan dapat memetabolisme dari arteri retina sentral. 5. Lapisan pleksiform dalam, sel amakrin dengan sel ganglion. 6. Lapisan sel ganglion yang merupakan sel badan sel daripada neuron kedua. 7. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. 8. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca. 9 Gambar 2.2 Struktur Retina Sumber : Lecture Notes Oftalmologi Ed.9,2006

24 2.1.4 Proses Melihat Proses penglihatan diawali dengan cahaya yang masuk ke dalam mata, dan diikuti dengan proses penglihatan yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pembiasan tahap sintesa fotokimia, tahap pengiriman sinyal sensoris dan tahap persepsi di pusat penglihatan. Tahap pembiasan terjadi di kornea, lensa, badan kaca, dengan titik hasil pembiasan tergantung pada pada panjang sumbu bola mata. Proses fotokimia terjadi pada fovea di makula. Proses kimia yang terjadi akan merangsang dan menimbulkan impuls listrik potensial. Selanjutnya impuls listrik ini akan diantar oleh serabut saraf ke pusat penglihatan di otak untuk diproses sehingga terjadi persepsi penglihatan. 10 Cahaya yang masuk melewati akan diteruskan melalui pupil, kemudian akan di fokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata kemudian mengirimkan sinyal informasi ke otak melalui saraf optik. Kemudian harus berkerja simultan untuk dapat melihat suatu objek. 10 Fotoreseptor terdiri dari tiga bagian yaitu, (1) segmen luar terletak paling dekat dengan bagian eksterior dan menghadapke koroid. Bagian ini berfungsi untuk mendeteksi adanya cahaya yang masuk. (2) segmen dalam terletak di pertengahan panjang fotoreseptor yang mengandung perangkat metabolik sel (3) terminal sinaps yang terletak paling dekat pada bagian anterior mata yang berfungsi untuk menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoreseptor tersebut. 10 Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot siliaris melonggar ata melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh tetapi otot siliaris akan berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Hal inilah yang disebut akomodasi. 9,10 8

25 Kelainan Refraksi Gambar 2.3 Proses Melihat Sumber:Penerapan Sains Biologi,2004 Keseimbangan dalam melihat sebagian besar ditentukan oleh dataran depan, kelengkungan kornea mempunyai daya pembiasan sinar paling kuat dibandingkan dengan bagian mata lainnya. 11 Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang, sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata normal disebut sebagai emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Apabila sinar cahaya parallel tidak jatuh pada fokus retina pada mata dalam keadaan istirahat, keadaan refraktif disebut dengan ametropia Ametropia Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelungkungan kornea dan panjangnya bola mata. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda jika terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang bola mata maka sinar tidak normal dan tidak dapat fokus pada makula, sehingga keadaan ini yang dapat menyebabkan miopia, hipermetropi atau astigmat. 7,12 a. Miopia (penglihatan dekat) terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi, biasanya karena bola mata yang panjang dan sinar cahaya parallel jatuh pada fokus didepan retina (Gambar 2.3)

26 b. Hipermetropi (penglihatan jauh) terjadi apabila kekuatan optik mata terlalu rendah, biasanya karena mata terlalu pendek dan sinar cahaya parallel mengalami konvergensi pada titik belakang retina (Gambar 2.3) Gambar 2.4 Miopia dan Hipermetrop Sumber: Disease and Disorders Vol.2, 2006 c. Astigmatisme, dimana kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya parallel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda Miopia Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. 11 Ada beberapa miopia seperti miopia refraktif, yaitu bertambahnya indeks bias penglihatan dengan lensa menjadi cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Kemudian miopia aksial, akibat panjangnya sumbu bola mata dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. 12 Pada miopia dapat terjadi bercak berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. Menurut perjalanannya, miopia dikenal dengan 10

27 miopia. 16 Aktifitas melihat dekat menyebabkan stress induces distant 11 beberapa bentuk, (1) miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa, (2) miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata, (3) Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia degeneratif. 13 Seseorang dengan miopia pasti akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat, sedangkan jika melihat jauh akan buram atau disebut rabun jauh, kemudian akan memberikan keluhan sakit kepala disertai dengan celah kelopak yang sempit, sehingga mempunyai kebiasaan untuk menyipitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) Aktifitas Melihat Dekat Dengan Miopia Aktifitas melihat dekat dari beberapa penelitian diketahui dapat meningkatkan terjadinya miopia. 14 Penelitian di Singapura didapatkan bahwa lamanya aktifitas melihat dekat seperti membaca, memakai komputer, televisi dan bermain game pada anak anak bertanggung jawab terhadap peningkatan miopia di Singapura sebesar 36,7%. 15 Aktifitas melihat dekat menyebabkan akomodasi terus menerus, akomodasi merupakan usaha meningkatkan refraksi dengan cara mencembungkan lensa. Mekanisme akomodasi melibatkan 2 faktor, yaitu kemampuan lensa untuk mencembung dan konjugasi otot siliaris. Jika otot siliaris berkontraksi maka iris dan badan siliaris digerakkan kedepan dan bawah, sehingga zonula zinii menjadi kendur dan lensa menjadi cembung karena daya elastisitas lensa. 15 Terlalu lama dalam melakukan aktifitas jarak dekat menyebabkan akomodasi yang tidak berhenti dan memaksa otot siliaris terus berkontraksi sehingga menyebabkan meningkatknya suhu pada bilik mata depan yang selanjutnya akan meningkatkan produksi cairan intraocular. Peningkatan tersebut akan meningkatkan tekanan bola mata yang berhubungan dengan accommodation yang terus menerus mengakibatkan perubahan dari sklera yaitu fibroblast sklera yang merupakan suatu mekanisme kimia untuk

28 industri. 19 Trend gadget sekitar tahun 2012 di indonesia masih dipegang oleh peregangan, terjadi setelah 30 menit saat berakomodasi, sehingga bayangan objek pada aktifitas melihat dekat jatuh depan retina Gadget Definisi Gadget adalah sebuah obyek (alat atau barang elektronik) yang memiliki fungsi khusus tetapi sering diasosiasikan sebagai sebuah inovasi atau barang baru. Gadget sering diartikan lebih tidak biasa atau desain secara lebih pintar dibandingkan dengan teknologi normal pada masa penemuannya Sejarah dan Perkembangan Gadget Pada tahun 1999, Mike Lazaridis bisa disebut orang pertama kali yang menjadi cikal bakal perkembangan perkembangan gadget dengan membuat Blackberry di perusahaan RIM Canada. Dari sini perusahaanperusahaan teknologi di dunia tidak mau tinggal diam dan ingin berusaha membuat sesuatu yang serupa bahkan lebih baik. Dengan adanya mindset dan tekad yang kuat, para pelaku bisnis tersebut berhasil membuat gadget pintar dengan berbagai jenis dan fungsinya sehingga dapat membanjiri pasar segmen smarrtphone. Meskipun komputer dan laptop masih memiliki peluang untuk berkembang, akan tetapi masih kalah dengan perkembangan smartphone. Hal ini dikarenakan tingkat konsumen smartphone di Indonesia yang akan terus bertambah. Seperti saat ini perkembangan gadget yang menjadi pilihan banyak orang Indonesia diantaranya adalah Apple dan Android Jenis-jenis Gadget di Indonesia Menurut Cavalera (2013) jenis gadget terbagi atas 3 macam: Blackberry, salah satu gadget yang dipakai kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan dinobatkannya Indonesia sebagai negara dengan pengguna Blackberry terbanyak di dunia. Gelar tersebut disandangindonesia pada agustus 2012, setidaknya di kawasan Asia Pasifik. 12

29 13 Blackberry diperkenalkan di Indonesia pada pertengahan December 2004 oleh operator Indosat dan perusahaan Starhub. 20 Apple, terkenal akan perangkat keras yang diciptakannya, mulai dari imac, Macbook dll. Beragam komunitas pengguna produk Indonesia sempat meraihtanggapan positif dari media informasi. Hal ini terlihat, saat salah satu stasiun TV nasional membahas komunitas ini dalam acara yang bertema teknologi. 20 Android, pengguna di indonesia terus bertambah. Google pun mulai melirik Indonesia menjadi pasar yang sangat berpotensi untuk produknya. Menurut informasi yang berkembang, pertumbuhan positif pengguna sistem operasi android adalah salah satu alasan google membuka kantor di Indonesia hingga akhir tahun 2012, jumlah pengguna telepon seluler berbasis Android di Indonesia sudah menembus lebih dari 2,5 juta pengguna Kelelahan Mata Kelelahan mata timbul sebagai stress pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktetapan kontras. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman seperti kontras, jarak pandangan antar mata ke gadget dan ukuran tulisan. 21 kelelahan mata disebabkan oleh stres yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stres pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina

30 dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama. 22 Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya: 1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan air mata) 2. Penglihatan ganda 3. Sakit sekitar mata 4. Daya akomodasi menurun 5. Menurunnya ketajaman penglihatan Kelelahan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari gadget, koreksi penglihatan yang berkurang membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks dan latar belakang pada gadget yang nyata dan mata yang kering. Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis (akibat proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus-menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca dengan cahaya yang kurang, mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang berkonsentrasi. Mata di proyeksi terus-menerus dengan melihat layar gadget sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang Hubungan Penggunaan Gadget Terhadap Keluhan Kelelahan Mata Seorang manusia mulai belajar sejak dini. Sudah selayaknya setiap orang dapat tumbuh berkembang secara optimal sejak masa kanak-kanak. Sedikit saja ada kelainan pada proses tumbuh kembang anak, maka akan berdampak jangka panjang bahkan menetap hingga dewasa. 24 Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah pengaruh media elektronik, diantaranya pengaruh gadget atau smartphone, media komputer/internet. Beberapa pengaruh buruk gadget bagi anak remaja, yaitu terhadap kesehatan, kepribadian pendidikan/prestasi, serta terhadap keluarga dan masyarakat. Seorang anak yang memiliki kebiasaan 14

31 15 menggunakan gadget dengan intensitas waktu yang tinggi, berisiko mengalami stres, kerusakan mata dan gastritis. 25 Kebiasaan menggunakan gadget secara otomatis akan menyebabkan pengguna berlama-lama melakukan kontak mata langsung dengan layar gadget, tampilan layar gadget yang terlalu terang dengan warna yang panas seperti warna merah, kuning,ungu dan oranye akan lebih mempercepat kelelahan pada mata. Pemakaian layar gadget yang tidak ergonomis juga dapat menyebabkan keluhan pada mata. 26 Efek gadget pada mata sangat berbahaya. Sebab secara fisik, paparan cahaya radiasi gadget dapat merusak saraf mata. Saat menggunakan gadget, terkadang anak anak lupa makan dan terus memaksakan matanya untuk menangkap sinyal gerak dan layar gadget. Hal itu cenderung membuat mata lelah, namun tetap terbuka karena terpaksa. Pengaruh radiasi dari layar gadget adalah faktor utama yang dapat melelahkan mata.terlebih jika didukung efek pencahayaan yang ditampilkan pada gadget. 26 Semakin terang radiasi cahaya gadget, mata akan semakin silau. Sebaliknya, semakin gelap cahayanya, dan mata juga akan tetap berusaha menangkap gerak cahaya itu. Dalam satu kali penglihatan, efek cahaya yang bisa terjadi bisa mencapai ratusan. Agar tidak terjadi kerusakan pada mata, baiknya ada batasan untuk anak-anak dalam menggunakan gadget berkisar antara 1-2 jam sehari dan sebaiknya jarak antara mata dan layar gadget harus dijaga antara cm. Bila perlu, istirahatkan mata sebelum dan sesudah menggunakan gadget setiap 20 menit sekali istirahatkanlah mata dengan melihat objek yang lebih jauh. 27

32 Kerangka Teori Kelainan Refraksi Ametropia Miopia Hipermetropi Astigmatisma a Genetik Aktifitas melihat dekat Menggunakan Gadget atau komputer Membaca Buku Jenis Gadget Durasi Gadget Posisi Gadget 16

33 Kerangka Konsep FAKTOR INTERNAL a) Jenis Kelamin b) Usia Prevalensi Miopia Durasi memakai gadget Posisi saat menggunakan Intensitas Cahaya Riwayat orang tua Jenis Gadget Bagan 2.1 Kerangka Konsep Variabel yang diteliti pada penelitian ini Hubungan yang tidak diteliti pada penelitian ini Hubungan yang tidak diteliti pada penelitian ini

34 Definisi Operasional Tabel 2.1 Definisi Operasional NO Variabel Definisi 1. Miopia Penurunan visus dibawah 6/6 dan dengan koreksi lensa negative visus membaik Cara ukur Visus Alat Ukur Skala Hasil Ukur Snellen Chart Nominal 1. Apabila pada 1 atau ke 2 mata ditemukan visus <6/6 dan membaik dengan koreksi lensa negatif (miopia) 2. Ke 2 mata 6/6 Atau bila visus <6/6 membaik dengan pinhole dan lensa koreksi (+)/silindris (tidak miopia) 2.. Aktifitas menggunakan gadget Frekuensi menggunakan gadget dalam seminggu Durasi bermain gadget dalam sehari Kuesioner Kuesioner Ordinal Ordinal 1. Sering (5-7 hari) 2. Sedang (3-5 hari) 3. Jarang (<3hari) 1. Berlebih (>5 jam) 2. Sedang (3-5 jam) 3. Cukup (1-3 jam) Posisi yang dilakukan saat menggunakan gadget Kuesioner Nominal 1. Tidak baik (berbaring) 2. Kurang baik (berdiri) 3. Baik (duduk) 3. Genetik Orang tua memakai Kacamata ( ayah dan ibu) Kuesioner Nominal 1. Ya 2. Tidak 18

35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan secara potong lintang yang dilakukan secara deskriptif. Penelitian ini meliputi pengambilan data dengan kuesioner kepada responden, pemeriksaan fisik, analisis data, dan interpretasi hasil penelitian. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan kelurahan Cirendeu, kota Tanggerang, provinsi Banten menggunakan data primer (Kuesioner). Waktu penelitian ini berlangsung dari April hingga Juni Populasi dan Sampel Populasi dan sampel yang diteliti Populasi target adalah siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan. Populasi terjangkau adalah siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan yang bersedia menjadi responden dalam penelitian. Sampel penelitian adalah siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun Ajaran 2015/ Jumlah Sampel Untuk jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini, ditentukan dengan cara Cluster Random Sampling, yaitu siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 anak dari 7 kelas yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan. Penentuan perhitungan besar sampel menggunakan rumus analitik dan ditentukan dengan menggunakan rumus: 19

36 N1= ((Zα)² x p x(1-p)) d² Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut: Deviat baku alfa sebesar 10%, sehingga Zα = 1,64 Proporsi kategori variabel yang diteliti P = 0,37 Q = 1-P, Maka didapatkan Q = 0,63 Nilai d (presisi) ditetapkan sebesar 10% = 0,1 N1 N2 : Besar sampe minimal : Jumlah sampel minimal ditambah dengan subsitusi 10% dari jumlah sampel minimal. Subsitusi adalah jumlah responden dalam persen untuk mengantisipasi kesalahan. Dengan memasukkan nilai-nilai diatas pada rumus, diperoleh: = ((1,64)² x 0,37 x (1-0,37)) = 62 0,1² N2 = n1 + (10% x n1) = ,62 = 68 Maka, dari hasil hitung menggunakan rumus, sampel yang diteliti berjumlah 62 anak dan ditambah 10%, maka jumlah pasien atau responden yang diteliti sebesar 68 anak di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan, Tanggerang Selatan. 3.4 Kriteria Sampel Kriteria inklusi 1. Seluruh anak kelas 5 MP yang bersekolah dan hadir pada saat pelaksanaan penelitian 2. Bersedia menjadi responden dengan persetujuan pihak sekolah atau orangtua 20

37 Kriteria Eksklusi 1. Siswa yang menderita penyakit mata yang dapat mempengaruhi visus (visus tidak mencapai 6/6 dan tidak membaik dengan uji pinhole) 3.5 Cara Kerja Penelitian Alur Penelitian 2. Membuat 3. kuesioner dan menentukan sekolah MP yang sesuai kriteria peneliti Analisis Data Meminta izin kepada pihak sekolah untuk 4. melakukan penelitian 5. Pengumpulan data dan pengolahan data dengan SPSS 16.0 Tidak Setuju Memberikan kuesioner kepada anak SD Melakukan pemeriksaan visus Alat dan Bahan a. Snellen Chart b. Lensa Objek c. Timbangan Cara Kerja Pembagian Kuesioner Sampel penelitian diperoleh dari hasil random yang dilakukan pada siswa SD Madrasah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta dengan teknik cluster random sampling dengan cara mengambil sampel dari kelompok yang sudah ditentukan dan setiap kelompok, peneliti mengambil 15 anak dari 7 kelas di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan. Selanjutnya peneliti memulai untuk membagikan kuesioner di setiap kelas responden. Setelah itu responden mengisi kuesioner tersebut dan peneliti menunggu responden sampai selesai mengisi kuesioner dengan baik dan benar, pengambilan data kuesioner ini dibutuhkan waktu yang cukup lama

38 dikarenakan susahnya membagi waktu antara jam sekolah responden dan jadwal kuliah peneliti Pemeriksaan Visus Setelah mengisi kuesioner, responden duduk menghadap Snellen Chart yang diletakkan 6 meter dari tempat responden berada, penglihatan responden harus terbebas dari penggunaan kaca mata atau lensa kontak. Pastikan responden tidak buta huruf, secara bergantian mata kanan dan kiri diperiksa dengan cara menutup salah satu mata yang lain ketika mata yang satu diperiksa. Responden menyebutkan satu persatu huruf yang terdapat pada Snallen Chart. Apabila penyebutan huruf oleh responden tidak sampai visus 6/6 maka mata diperiksa pinhole. Apabila dengan bantuan pinhole visus tidak berubah maka responden dieksklusi, bila dengan pinhole visus maju pemeriksaan dilanjutkan menggunakan lensa uji negatif/positif hingga koreksi sesuai. Responden yang visus salah satu atau kedua mata membak dengan koreksi lensa negatif dimasukkan dalam kelompok miopia, bila membaik dengan lensa positif tidak dimasukkan dalam kelompok miopia. 22

39 23 A. Alur Pemeriksaan Visus Responden sudah mengisi kuesioner dengan lengkap Peneliti memanggil nama responden yang sudah mengisi kuesioner Responden duduk menghadap Snellen Chart dengan jarak 6 meter Membaca Snallen Chart Salah satu mata atau kedua mata tidak sampai visus 6/6 Sampai visus 6/6 Menggunakan pinhole Bukan miopia Tidak membaik membaik Kelainan organik Eksklusi Visus 6/6 Koreksi lensa negatif visus membaik Miopia Visus membaik jika koreksi lensa positif Bukan miopia

40 3.6 Manajemen Data Pengumpulan Data Pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti yang berjumlah 1 orang mahasiswa semester 7 jurusan Pendidikan Dokter. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Snellen Chart, lensa objek dan pengisian kuesioner yang dibantu oleh kelompok peneliti Pengolahan Data Penelitian ini merupakan peneliti analitik. Perhitungan statistik dilakukan menggunakan software SPSS Analisis Data Data yang telah diperoleh dan diolah secara statistik lalu dilanjutkan dengan analisis univariat dan bivariat Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari variabel independen dan dependen. Keseluruhan data yang ada dalam kuesioner diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji Chi- Square. Melalui uji statistik Chi-square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p<0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p>0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak

41 Penyajian Data tabel). Penyajian data dilakukan dalam bentuk tekstular dan tubular (teks dan 3.9 Etika Penelitian Peneliti menyediakan lembar inform concent untuk responden sebagai bukti bahwa responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi uraian dan analisa data mengenai penelitian tentang prevalensi miopia pada siswa kelas 5 Madrasah Pembangunan tahun 2016 pengguna gadget. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai bulan Juli 2016, sampel merupakan siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta yang terpilih secara cluster random sampling. Jumlah sampel yang didapat sebanyak adalah 100 orang yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui prevalensi miopia pada siswa pengguna gadget dengan melihat karakteristik-karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu usia, jenis kelamin dan koreksi ODS. 4.1 Karakteristik Seluruh Data Responden Tabel 4.1 Distribusi karakteristik seluruh data responden No Variabel Kategori Jumlah N Persentase (%) 1 Karakteristik ODS Miopia Tidak Mopia Usia 10 tahun tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Riwayat Orang tua Memakai kacamta Tidak memekai kacamata

43 27 Bedasarkan tabel diatas terdapat 33 siswa yang mengalami miopia dan terdapat 67 siswa yang tidak mengalami miopia. Angka kejadian ini jauh lebih tinggi dibanding prevalensi miopia pada anak usia sekolah dasar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mencapai 8,29% dengan prevalensi dikota 9,49 % dan desa 6,87%,Sekitar 62,8% penderita miopia adalah anak-anak didaerah perkotaan. 30. Responden dengan usia 10 tahun mencapai 61 (61%) siswa sehingga dapat disimpulkan bahwa pada siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan, lebih banyak yang berusia 10 tahun. Apabila semakin muda usia pengguna gadget kemungkinan akan semakin besar terkena miopia karena paparan terhadap gadget menjadi semakin lama. Siswa yang berjenis kelamin laki-laki bejumlah berjumlah 39 (39%) siwa dan yang berjenis perempuan berjumlah 61(61%) siswa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah pembangunan, lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Siswa dengan orangtua memakai kacamata 33 (33%) siswa dan dengan orangtua yang tidak menggunakan kacamata berjumlah 67 (67%) siswa. Kondisi ini dapat megurangi bias penyebab timbulnya miopia akibat faktor genetik. 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Miopia 4.2. Tabel Karakteristik Responden No Variabel Kategori Jumlah Miopia Persentase Tidak Persentase (%) Miopia (%) 1 Usia 10 tahun 23 69, tahun 10 30, Jenis Kelamin Laki-laki 21 63, Perempuan 12 36, Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa siswa yang paling tinggi menderita miopia adalah berusia 10 tahun dengan jumlah 23 siswa (69,7%). Kondisi ini mungkin terjadi pada populasi kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah sehingga patut diwaspadai karena pada penelitian ini miopia lebih banyak didapatkan pada usia muda. Sedangkan, berdasarkan jenis kelamin didapatkan siswa yang paling

44 tinggi menderita miopia adalah jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 21 siswa (63,7%). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, didapatkan dari 100 jumlah responden dijelaskan bahwa jenis kelamin perempuan 62 siswa (33%) yang mengalami miopia dan jenis kelamin laki-laki hanya 38 siswa (33%) responden. 30 Kondisi ini mungkin pada populasi dengan jenis kelamin laki-laki kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah lebih banyak menggunakan gadget dengan bermain aplikasi games yang disediakan oleh gadget. 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Miopia Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Karakteristik Gadget. Tabel 4.3 Distribusi karakteristik responden yang menderita miopia berdasarkan jenis kelamin dengan durasi gadget. Variabel Kategori Durasi Total Jenis Kelamin Berlebih Persentase (%) Cukup Persentase (%) Perempuan 4 20, ,0 20 Laki-laki 3 23, ,9 13 Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa siswa yang menderita miopia dengan jenis kelamin perempuan dan menggunakan gadget dengan durasi cukup (<5 hari)yang paling tinggi sebanyak 16 siswa (80,0%), sedangkan laki-laki juga menggunakan gadget yang paling tinggi dengan durasi cukup (<5 hari) sebanyak 10 siswa (76,9%). Kondisi ini dapat dilihat bahwa pada anak laki-laki dan perempuan kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah menggunakan gadget dengan durasi cukup, dikarenakan mungkin kedua orangtua dari siswa membatasi anak-anaknya untuk tidak terlalu berlebihan menggunakan gadget karena jika berlebihan akan menimbulkan dampak negatif pada anak. 28

45 29 Tabel 4.4 Distribusi karakteristik responden yang menderita miopia berdasarkan jenis kelamin dengan posisi gadget. Variabel Kategori Posisi gadget Total Berbaring Persentase (%) Berdiri Persentase (%) Duduk Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan 1 5,0 6 30, ,0 20 Laki-laki 1 7,7 6 46,2 6 46,2 13 Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa siswa yang menderita miopia dengan jenis kelamin perempuan dan menggunakan gadget yang paling banyak dengan posisi duduk yaitu sebanyak 13 siswa (65,0%), sedangkan siswa laki-laki yang menggunakan gadget paling banyak adalah posisi duduk sebanyak 6 siswa (46,2%). Hal ini dapat dijeslaskan bahwa pada populasi kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah menggunakan gadget yang paling dominan adalah dengan posisi duduk, mungkin dikarenakan siswa lebih banyak menggunakan gadget disaat jam sekolah istirahat ataupun pada saat perjalanan. Tabel 4.5 Distribusi karaktersitik responden yang menderita miopia berdasarkan jenis kelamin dengan frekuensi penggunaan gadget. Variabel Kategori Frekuensi gadget Total Lebih dari 5 jam/hari Persentase (%) 3-7 jam/hari Persentase (%) 3-5 jam/hari Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan 4 20,0 5 25, ,0 20 Laki-laki 3 23,1 2 15,4 8 61,5 13

46 Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa siswa yang menderita miopia dengan jenis kelamin perempuan yang menggunakan gadget dengan frekuensi yang paling tinggi yaitu 3-5 jam/hari sebanyak 11 siswa (55,0%), sedangkan siswa laki-laki yang paling banyak menggunakan gadget dengan frekuensi 3-5 jam/hari yaitu 8 siswa (61,5%). Tabel 4.6 Distribusi karakteristik responden yang menderita miopia berdasarkan jenis kelamin dengan penggunaan jenis gadget. Variabel Kategori Jenis gadget Total Smartphone Persentase (%) Samsung Persentase (%) Ipad Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan 2 10,0 7 35, ,0 20 Laki-laki 5 38,5 4 30,8 4 30,8 13 Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa siswa yang menderita miopia dengan jenis kelamin perempuan yang menggunakan gadget paling banyak adalah jenis ipad yaitu sebanyak 11 siswa (55,0%), sedangkan siswa laki-laki paling banyak menggunakan jenis smartphone. 4.4 Distribusi Karakteristik Miopia Berdasarkan Usia dengan Karakteristik Gadget. Tabel 4.7 Distribusi karakteristik responden yang menderita miopia berdasarkan usia dengan durasi gadget. Variabel Kategori Durasi Gadget Total Berlebih Persentase (%) Cukup Persentase (%) Usia 10 tahun 6 20, , tahun 1 33,3 2 66,7 3 Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa siswa yang menderita miopia dengan usia 10 tahun dan menggunakan gadget dengan durasi paling tinggi yaitu 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi bola mata Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, 2011). Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anatomi Mata Gambar 1. Penampang bola mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi organ penglihatan Gambar 2.1. Anatomi bola mata Mata merupakan sebuah bola yang berisi cairan dengan diameter kurang lebih 24 mm. 8 Secara garis besar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komputer Komputer adalah penemuan paling menarik sejak abad ke-20 (Izquierdo, 2010). Komputer adalah alat elektronik atau mesin yang dapat diprogram untuk menerima data dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015. 39 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi mata Gambar. 1 Anatomi mata 54 Mata mempunyai 3 lapisan dinding yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera berfungsi untuk melindung bola mata dari gangguan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alat Optik merupakan salah satu alat yang memanfaatkan sifat cahaya, hukum pemantulan, dan hukum pembiasan cahaya untuk membuat suatu bayangan suatu benda.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata merupakan alat indra penglihatan yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Sumber: Oftalmologi Umum, Riordan, 2014 Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata Mata adalah suatu organ yang rumit dan sangat berkembang yang peka terhadap cahaya. Mata dapat melewatkan cahaya dengan bentuk dan intensitas cahaya

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

INDERA PENGLIHATAN (MATA) M INDERA PENGLIHATAN (MATA) ata manusia secara keseluruhan berbentuk seperti bola sehingga sering disebut bola mata. Media penglihatan terdiri dari kornea, aquous humor (terletak antara kornea dan lensa),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil pada usia remaja 2, namun pada sebagian orang akan menunjukkan perubahan ketika usia dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Salah satu aspek perkembangan teknologi ini ditandai dengan adanya permainan audiovisual

Lebih terperinci

3.1.3 menganalisis pembentukan bayangan pada lup,kacamata, mikroskop dan teropong

3.1.3 menganalisis pembentukan bayangan pada lup,kacamata, mikroskop dan teropong ALAT-ALAT OPTIK UNTUK SMk KELAS XII SEMESTER 1 OLEH : MUJIYONO,S.Pd SMK GAJAH TUNGGAL METRO MATERI : ALAT-ALAT OPTIK TUJUAN PEMBELAJARAN : Standar Kompetensi: 3. Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik

Lebih terperinci

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita. MATA Indra pertama yang dapat penting yaitu indra penglihatan yaitu mata. Mata adalah indera yang digunakan untuk melihat lingkungan sekitarnya dalam bentuk gambar sehingga mampu dengan mengenali benda-benda

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan gaya hidup atau lifestyle dengan kejadian miopia pada mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelainan refraksi 2.1.1 Definisi kelainan refraksi Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning)

Lebih terperinci

ALAT - ALAT OPTIK MATA

ALAT - ALAT OPTIK MATA ALAT - ALAT OPTIK MATA Mata manusia sebagai alat indra penglihatan dapat dipandang sebagai alat optik yang sangat penting bagi manusia. Bagian-bagian mata menurut kegunaan isis sebagai alat optik : A.

Lebih terperinci

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1 REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1 Media penglihatan kornea lensa badan kaca retina selaput jala ( serabut penerus ) 6/12/2012

Lebih terperinci

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq ALAT ALAT wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui OPTIK Sri Cahyaningsih

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012 31 DESEMBER 2012 Jason Alim Sanjaya, 2014, Pembimbing I : July Ivone, dr.,m.k.k.,mpd.ked.

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Gambar 2.1 Anatomi Mata 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan fisologi Mata Gambar 2.1 Anatomi Mata Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula).

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Pengukuran Lingkungan Kerja 6.1.1 Pengukuran Pencahayaan Ruang Kerja Radar Controller Pada ruang Radar Controller adalah ruangan bekerja para petugas pengatur lalu lintas udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Miopia a. Definisi Miopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga

Lebih terperinci

PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011

PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011 PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011 Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata Mata merupakan organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk transduksi (mengubah bentuk energi ke bentuk lain) sinar

Lebih terperinci

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda Alat optik Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda lain dengan lebih jelas. Beberapa jenis yang termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari paling luar ke paling dalam, lapisan-lapisan itu

Lebih terperinci

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif 1. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai Snellen Chart atau dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata adalah organ tubuh yang paling mudah mengalami penyakit akibat kerja, karena terlalu sering memfokuskan bola mata ke layar monitor komputer. Tampilan layar monitor

Lebih terperinci

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS Tujuan Pemeriksaan: 1. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan paling jelas untuk mengkoreksi kelainan refraksi

Lebih terperinci

kacamata lup mikroskop teropong 2. menerapkan prnsip kerja lup dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan

kacamata lup mikroskop teropong 2. menerapkan prnsip kerja lup dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan alat-alat optik adalah benda/alat yang menerapkan sifat-sifat cahaya mata indra untuk melihat ALAT - ALAT OPTIK kacamata alat-alat optik lup mikroskop teropong alat optik yang digunakan untuk membuat sesuatu

Lebih terperinci

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA SEL SARAF, terdiri dari 1. Dendrit 2. Badan Sel 3. Neurit (Akson) Menerima dan mengantarkan impuls dari dan ke sumsum tulang belakang atau otak ORGAN PENYUSUN SISTEM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian case control dimana peneliti menggunakan kasus yang sudah ada dan memilih kontrol (non kasus) yang sebanding.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar pengetahuan tentang dunia disekeliling kita didapat melalui mata. Sekitar 95% informasi yang diterima otak,

Lebih terperinci

2. MATA DAN KACAMATA A. Bagian Bagian Mata Diagram mata manusia ditunjukkan pada gambar berikut.

2. MATA DAN KACAMATA A. Bagian Bagian Mata Diagram mata manusia ditunjukkan pada gambar berikut. 1. PENGERTIAN ALAT OPTIK Alat optik adalah alat penglihatan manusia, baik alamiah maupun buatan manusia. Alat optik alamiah adalah mata dan alat optik buatan adalah alat bantu penglihatan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Indra penglihatan tersebut adalah mata. Tanpa mata, manusia mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan jalur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Miopia a. Definisi Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1997). kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1997). kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2011-2014 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Mata adalah sepasang organ penglihatan dan terdiri dari bola mata dan saraf optik. Bola mata terdapat di dalam orbita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian ini dilakukan selama bulan September 2012 sampai selesai di Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ALAT-ALAT OPTIK. Beberapa jenis alat optik yang akan kita pelajari dalam konteks ini adalah:

ALAT-ALAT OPTIK. Beberapa jenis alat optik yang akan kita pelajari dalam konteks ini adalah: ALAT-ALAT OPTIK Kemajuan teknologi telah membawa dampak yang positif bagi kehidupan manusia, berbagai peralatan elektronik diciptakan untuk dapat menggantikan berbagai fungsi organ atau menyelidiki fungsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DENGAN KELELAHAN MATA DI SMA NEGERI 3 KLATEN. INTISARI Fitri Suciana*

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DENGAN KELELAHAN MATA DI SMA NEGERI 3 KLATEN. INTISARI Fitri Suciana* HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DENGAN KELELAHAN MATA DI SMA NEGERI 3 KLATEN INTISARI Fitri Suciana* Latar belakang : Lama penggunaan telepon genggam merupakan rata-rata lama waktu dalam

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. 1. Mata. Diagram susunan mata dapat dilihat pada gambar berikut.

BAHAN AJAR. 1. Mata. Diagram susunan mata dapat dilihat pada gambar berikut. BAHAN AJAR 1. Mata Diagram susunan mata dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1. Diagram bagian-bagian mata manusia dan pembentukan Mata merupakan alat optik yang mempunyai cara kerja seperti kamera.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem lakrimal atau sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem lakrimal atau sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Mata 1. Kelopak Mata Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi yaitu melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata, serta

Lebih terperinci

- PENCAHAYAAN - 13/11/2011. Ajeng Yeni Setianingrum. Universitas Mercu Buana 2011 IRIS PUPIL LENSA SARAF OPTIK. dsb

- PENCAHAYAAN - 13/11/2011. Ajeng Yeni Setianingrum. Universitas Mercu Buana 2011 IRIS PUPIL LENSA SARAF OPTIK. dsb ERGONOMI - PENCAHAYAAN - Ajeng Yeni Setianingrum Universitas Mercu Buana 2011 Sistem Penglihatan Manusia KORNEA IRIS PUPIL LENSA RETINA SARAF OPTIK dsb http://www.google.co.id/imgres?q=mata&hl=id&biw=1024&bih=437&gb

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Metode ini merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas

Lebih terperinci

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

KESEHATAN MATA DAN TELINGA KESEHATAN MATA DAN TELINGA Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MATA DAN TELINGA INDERA PENGLIHAT ( MATA ) Mata adalah indera penglihatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Definisi Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi informasi. Penggunaan komputer di setiap rumah dan warung internet telah memberikan berbagai

Lebih terperinci

fisika CAHAYA DAN OPTIK

fisika CAHAYA DAN OPTIK Persiapan UN SMP 2017 fisika CAHAYA DAN OPTIK A. Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik sehingga cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa udara. Kecepatan cahaya merambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk. memasyarakat dikalangan anak-anak. Hal ini mungkin menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk. memasyarakat dikalangan anak-anak. Hal ini mungkin menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi merupakan segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronis Perkembangan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga. terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga. terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Bola Mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga terdapat bentuk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai abad ke-4 sebelum masehi orang masih berpendapat bahwa benda-benda di sekitar dapat dilihat oleh karena mata mengeluarkan sinar-sinar penglihatan. Anggapan ini

Lebih terperinci

ALAT ALAT OPTIK MATA KAMERA DAN PROYEKTOR LUP MIKROSKOP TEROPONG

ALAT ALAT OPTIK MATA KAMERA DAN PROYEKTOR LUP MIKROSKOP TEROPONG ALAT ALAT OPTIK MATA KAMERA DAN PROYEKTOR LUP MIKROSKOP TEROPONG MATA Kornea, bagian depan mata memiliki lengkung lebih tajam dan dilapisi selaput cahaya Aquaeous humor, berfungsi membiaskan cahaya yang

Lebih terperinci

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur Artikel Penelitian Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur Dedy Fachrian,* Arlia Barlianti Rahayu,* Apep Jamal Naseh,* Nengcy E.T Rerung,* Marytha Pramesti,* Elridha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka dari itu dunia elektronika semakin maju dengan penemuan penemuan yang dapat meminimalisasi dan mengefektifkan waktu serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian hubungan gangguan tidur dengan terjadinya miopia pada anak merupakan jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dibiaskan

Lebih terperinci

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, BAB II ANATOMI Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata lelah (Fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yaitu cross sectional. Penelitian observasi memiliki ciri yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yaitu cross sectional. Penelitian observasi memiliki ciri yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasi dengan rancangan penelitian yaitu cross sectional. Penelitian observasi memiliki ciri yaitu dilakukan tanpa

Lebih terperinci

Struktur Anatomi Mata dan Mekanisme Penglihatan

Struktur Anatomi Mata dan Mekanisme Penglihatan Struktur Anatomi Mata dan Mekanisme Penglihatan Pendahuluan Terletak di dalam orbita, mata merupakan organ penglihatan dengan fungsi utama memfokuskan cahaya kedalam retina. Retina terdiri dari jaringan

Lebih terperinci

Kondisi Mata By I Nengah Surata

Kondisi Mata By I Nengah Surata Kondisi Mata By I Nengah Surata Kondisi mata ada dalam dua keadaan yaitu: 1. Mata Normal (Emetropi) 2. Cacat Penglihatan (metropi) 1. Mata Normal (emetropi) Mata normal adalah mata yang mampu melihat benda

Lebih terperinci

HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN.

HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN. HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN Oleh: RIA AMELIA 100100230 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

BAB II KAJIAN TEORI Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan dimana Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

Lebih terperinci

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu. OPTIK A. OPTIKA GEOMETRI Optika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya adalah kelompok sinar yang kita lihat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kesehatan Mata. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di klinik Instalasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Bola Mata Gambar 1 : Anatomi Bola Mata Bola mata mempunyai bentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bagian depan bola mata (kornea) mempunyai kelengkungan yang

Lebih terperinci

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik ALAT - ALAT OPTIK 1. Pendahuluan Alat optik banyak digunakan, baik untuk keperluan praktis dalam kehidupan seharihari maupun untuk keperluan keilmuan. Beberapa contoh alat optik antara lain: Kaca Pembesar

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN GADGET

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN GADGET NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN GADGET TERHADAP PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN PADA ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) DI SD MUHAMMADIYAH 2 PONTIANAK SELATAN WIDEA ERNAWATI I 31111024 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

Lebih terperinci

10/6/2011 INDERA MATA. Paryono

10/6/2011 INDERA MATA. Paryono INDERA MATA Paryono 1 INDERA PENGLIHATAN BOLA MATA TDD: 3 LAPISAN YAKNI, LAPISAN TERLUAR SKLERA, KERUH YG SEMAKIN KE DEPAN SE-MAKIN TEMBUS PANDANG KORNEA LAPISAN KEDUA KHOROID, HITAM (GELAP), KE DEPAN

Lebih terperinci

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc REFRAKSI Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc REFRAKSI PENGANTAR Mata : Media refraksi Media refrakta Pilem : Retina Sifat bayangan retina? Kesadaran di otak? REFRAKSI PADA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Miopia 2.1.1 Definisi Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan

Lebih terperinci

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2014 Oleh: ZAMILAH ASRUL 120100167 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang akhir-akhir ini sebagai tuntutan globalisasi mengharuskan seseorang untuk selalu mendapat informasi

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUS MATA

PEMERIKSAAN VISUS MATA PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Konsep Kerusakan Penglihatan Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan penglihatan fungsional. Gangguan mata yang dapat menyebabkan kerusakan penglihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mata a. Pengertian Mata adalah salah satu organ tubuh vital manusia. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga dan mencegah hal-hal yang dapat merusak mata

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun Tika Septiany 1 Yunani Setyandriana 2 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2 Bagian Mata FK UMY Abstrak Myopia

Lebih terperinci