FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Transkripsi

1 1 HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG TIRAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH SRI DWI ASTARI NIM: FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2 2 HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG TIRAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2017 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH SRI DWI ASTARI NIM: FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

3 PERNYATAAN HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG TIRAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2017 SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka. Medan, 23 Agustus 2017 Sri Dwi Astari i

4 ii

5 ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menghadapi risiko penyakit malaria. Kecamatan Tanjung Tiram merupakan salah satu wilayah endemis malaria di Kabupaten Batu Bara dengan angka Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2015 adalah Kejadian malaria disebabkan karena adanya kontak langsung antara nyamuk Anopheles betina dengan manusia dan didukung oleh faktor lingkungan fisik dan perilaku masyarakat. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan fisik dan perilaku masyarakat dengan kejadian penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. Desain penilitian ini adalah Case Control dengan total sampel 70 responden, terdiri dari 35 sampel kasus yaitu penderita malaria yang tercatat di data rekam medis Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara, dan 35 sampel kontrol yaitu tetangga dari penderita (kasus) yang bukan penderita malaria. Data dianalisis dengan menggunakan Chi Square. Nilai keyakinan uji statistik adalah 95% dan nilai kemaknaan (α) 0,05. Variabel bebas lingkungan fisik yaitu kawat kasa pada ventilasi rumah (p=0.030 dan OR = 2.909), kerapatan dinding (p = dan OR = 1.810), plafon (p = dan OR = ), keberadaan rawa-rawa (p = dan OR = 4.500), kondisi parit (p = dan OR = 2.864), semak-semak (p = dan OR = 4.792), keberadaan genangan air (p = dan OR = 3.333). Variabel bebas perilaku yaitu pengetahuan (p = dan OR = 2.969), sikap (p = dan OR = 4.792), tindakan (p = dan OR = 4.500). Disimpulkan bahwa lingkungan fisik (kecuali kerapatan dinding) dan perilaku menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian penyakit malaria maka disarankan adanya penyuluhan untuk masyarakat, mengevaluasi program malaria, menggunakan pakaian tertutup jika keluar pada malam hari, melengkapi kondisi fisik rumah dan melakukan pembersihan lingkungan. Kata Kunci: Lingkungan Fisik, Perilaku, Malaria, Tanjung Tiram iii

6 ABSTRACT Indonesia is one of the countries in the world that still face the risk of malaria. Tanjung Tiram District is one of malaria endemic areas in Batu Bara Regency with Annual Parasite Incidence (API) in 2015 is Malaria incidence is caused by direct contact between Anopheles female mosquito with human and supported by physical environment factor and society behavior. The purpose of this study is to determine the relationship between the physical environment and community behavior with the incidence of malaria disease in the work area of Tanjung Tiram District Health Center Tanjung Tiram District Batu Bara Regency. This research design is Case Control with total sample of 70 respondents, consist of 35 sample case that is malaria patient recorded medical record of Tanjung Tiram Community Health Center of Batu Bara Regency, and 35 control sample that is neighbor from patient (case) who is not malaria patient. Data were analyzed using Chi Square. The value of the confidence of the statistical test is 95% and the significance value (α) The independent variable of the physical environment is wire gauze in the house ventilation (p = and OR = 2.909), wall density (P = 0,225 and OR = 1,810), ceiling (p = and OR = 6,444), swamp existence (p = and OR = 4,500), trench condition (p = And OR = 2,864), bushes (p = and OR = 4.792), the presence of standing water (p = and OR = 3,333). Behavior independent variable is knowledge (p = and OR = 2.969), attitude (P = and OR = 4.792), action (p = and OR = 4,500). It is concluded that the physical environment (except wall density) and behavior indicate a relationship with the incidence of malaria disease, it is suggested that there is counseling for the community, evaluating the malaria program, using closed clothing if out at night, completing the physical condition of the house and cleaning the environment. Keywords: Physical Environment, Behavior, Malaria, Tanjung Tiram iv

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKIAT DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG TIRAM, KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA TAHUN Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua, ayahanda tercinta Alm. H. Akhiruddin dan ibunda Hj. Sri Utami Budiarti, motivator terbaik yang senantiasa menjadi penyemangat dan inspirasi, selalu memberikan dukungan baik moral maupun materil, kasih sayang, motivasi, nasihat serta doa yang tiada henti untuk kemajuan dan kesuksesan penulis. Penulisan skripsi ini juga dapat terlaksana berkat dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.dan Dosen Pembimbing II yang dengan sabar membimbing penulis v

8 4. mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi sehingga skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan. 5. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph. D selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar membimbing penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi sehingga skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan. 6. Ir. Evi Naria, M.Kes dan dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. 7. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 8. Kakak Dian Afriyanti, A.Md selaku pegawai Departemen Kesehatan Lingkungan. 9. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 10. Keluarga besar penulis mulai dari nenek, ibunda tercinta, saudaraku M.Teguh, paman-paman dan ibu-ibu penulis, juga sepupu-sepupu penulis yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis demi keberhasilan penelitian serta penyusunan skripsi. 11. dr. Hj. Dewi Chailaty Nst, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara 12. dr. Rodiah Nafsah selaku Kepala Puskesmas Tanjung Tiram. 13. Junaidi, SH selaku Camat Tanjung Tiram. vi

9 14. Keluarga Bapak Yusnan yang telah memberikan tempat tinggal sementara bagi penulis dalam melakukan penelitian. 15. Masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram yang bersedia sebagai responden dalam penelitian ini. 16. Teman-teman satu perjuangan yang ada di Fakultas Kesehatan Masyarakat terkhusus kelas E yang telah memberikan semangat dan motivasi yang selama ini kalian berikan. 17. Teman-teman yang ada di Peminatan KESLING yang selalu menyemangati dan memberikan saran-saran juga bantuan kepada penulis. 18. Teman-teman PBL (Tina, Dina, Yuni, Ilham) dan LKP (Ayu, Zira, Audita, Wahyu) yang selalu ada untuk memberikan semangat, saran, maupun bantuan. 19. Teman-teman kost muslimah (Hamda, Rizka, Caca, Kak Aulia) yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dan teman-teman 21+ (Dika, Arum, Nia, Nazmi, Sisin, Yane, Ade) yang selalu berbagi kebahagiaan suka duka dan semangat dari pertama masuk kuliah hingga sampai saat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki sehingga diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu penegtahuan. Aamiin. Medan, Agustus 2017 Penulis vii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii RIWAYAT HIDUP... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi Malaria Pengertian Malaria Determinan Epidemiologi Malaria Vektor Penular Penyakit Malaria Bionomik Vektor Malaria Penularan Penyakit Malaria Penularan Secara Alamiah Penularan Secara Tidak Alamiah Gejala Klinis Indikator Pengukuran Malaria Stratifikasi Daerah Malaria Pengendalian Malaria Pengendalian Malaria Secara Biologi Pengendalian Malaria Secara Fisik Pengendalian Malaria Secara Kimia Pencegahan Penyakit Malaria Perilaku Masyarakat Pengetahuan Sikap Tindakan Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian viii

11 3.2.2 Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Kasus Populasi Kontrol Sampel Kasus Sampel Kontrol Jenis Data Data Primer Data Sekunder Defenisi Operasional Aspek Pengukuran Metode Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data BAB IV HASIL Deskripsi Lokasi Penelitian Data Penduduk Lokasi Penelitian Hasil Analisis Univariat Karakteristik Responden Distribusi Lingkungan Fisik Distribusi Perilaku Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Hasil Analisis Bivariat Hubungan Lingkungan Fisik dengan Kejadian Malaria Hubungan Perilaku Responden dengan Kejadian Malaria BAB V PEMBAHASAN Lingkungan Fisik Hubungan Lingkungan Fisik Internal dengan Kejadian Malaria Hubungan Lingkungan Fisik Eksternal dengan Kejadian Malaria Hubungan Lingkungan Fisik Iklim dengan Kejadian Malaria Perilaku Masyarakat Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Malaria Hubungan Sikap dengan Kejadian Malaria Hubungan Tindakan dengan Kejadian Malaria BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran Bagi Masyarakat Bagi Instansi Kesehatan ix

12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di masing-masing Desa/Kelurahan Bulan Januari s/d Maret Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penduduk Kecamatan Tanjung Tiram Berdasarkan Jenis Kelamin Bulan Januari s/d Maret Tabel 4.3 Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik Internal di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik External di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.6 Distribusi Curah Hujan Bulanan Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Terhadap Penyakit Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.8 Hubungan Lingkungan Fisik Internal dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.9 Hubungan Lingkungan Fisik Eksternal dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun Tabel 4.10 Hubungan Perilaku Responden dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun xi

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kasa yang terpasang di ventilasi responden Gambar 2 ventilasi rumah responden tidak terdapat kasa Gambar 3 Rumah responden tidak memakai plafon/ langit- langit Gambar 4 Rumah responden memakai plafon/ langit-langit Gambar 5 Rawa-rawa di samping rumah responden Gambar 6 Kondisi parit banyak sampah Gambar 7 Semak-semak yang terdapat di belakang rumah responden Gambar 8 Kegiatan sedang melakukan wawancara xii

15 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Sri Dwi Astari Tempat Lahir : Rantauprapat Tanggal Lahir : 13 April 1995 Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam Alamat : Jl. Teratai No. 78 Kom. PGP Kelurahan Sioledengan, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhanbatu. Nama Ayah : Alm. H. Akhiruddin Suku Bangsa Ayah : Jawa Nama Ibu : Hj. Sri Utami Budiarti Suku Bangsa Ibu : Jawa Jumlah Bersaudara : 2 orang Pendidikan Formal 1. SD/Tamat tahun : SDN Kab. Labuhanbatu/ SLTP/ Tamat tahun : SMPN 1 Rantau Selatan/ SLTA/ Tamat tahun : SMAN 3 Rantau Utara/ Lama studi di FKM USU : 4 tahun xiii

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia yang utama, terutama pada negara-negara yang tersebar di antara 64 derajat garis lintang utara dan 32 derajat lintang selatan, terutama di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Di dunia diperkirakan kurang lebih ada 300 juta hingga 500 juta kasus malaria dengan kematian antara hingga 2 juta meninggal setiap tahunnya (Achmadi, 2008). Di seluruh dunia menurut World Malaria Report (2015) oleh World Health Organization (WHO), angka kasus malaria di dunia menurun dari 262 juta pada tahun 2000 (range: juta), menjadi 214 juta pada tahun 2015 (range: juta), penurunan sebesar 18%. Kasus terbanyak pada tahun 2015 diperkirakan terjadi di WHO Daerah Afrika (88%), diikuti oleh WHO Daerah Asia Tenggara (10%) dan WHO Daerah Mediterania Timur (2%). Insidensi malaria, dimana juga memperhitungkan pertumbuhan populasi, diperkirakan telah menurun 37% pada jangka waktu Keseluruhannya 57 dari 106 negara yang sebelumnya mempunyai transmisi berjalan pada tahun 2000 telah dapat mengurangi insidensi malaria >75%. Lebih jauhnya 18 negara telah diperkirakan dapat mengurangi insidens malaria sebesar 50-75% (Kaawoan dkk, 2016). Menurut Hendrik L. Blum, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Empat faktor tersebut adalah faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (Mayasari dkk, 2016). Begitu juga dengan penyakit malaria, meningkatnya angka kesakitan dan 1

17 2 kematian yang disebabkan oleh penyakit ini erat kaitannya dengan empat faktor di atas, dan untuk menekan angka-angka tersebut, perlu adanya upaya pemberantasan malaria untuk memutuskan mata rantainya dengan membuat program pegendalian malaria. Malaria adalah salah satu penyakit tropis yang terus berjangkit hingga saat ini, menyebabkan penderitaan berjuta-juta orang di berbagai belahan bumi (Rahmawati, 2012). Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodioum yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) serangga nyamuk Anopheles spp (Achmadi, 2008). Pada negara dengan transmisi yang berat, malaria menyebabkan kerugian ekonomi rata-rata 1,3% per tahun. Hal ini mengancam masyarakat keluarga miskin, masyarakat yang terpinggirkan dan orang-orang miskin yang tidak mampu membayar pengobatan dan terbatas terhadap akses pelayan kesehatan. Malaria menjadi salah satu penyebab penurunan kehadiran di sekolah dan tempat kerja (Susana, 2011). Di berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata, tetapi telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi (economic lost), kemiskinan, dan keterbelakangan (Achmadi, 2008). Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menghadapi risiko penyakit malaria. Sekitar 80% kabupaten/ kota di Indonesia, menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, saat ini masih termasuk dalam kategori endemis malaria (Kemenkes RI, 2010 dalam Susana, 2011). 2

18 3 Malaria juga mempengaruhi Indeks Perkembangan Manusia atau Human Development Index, selain itu penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas). gangguan kesehatan ibu dan anak, intelegensia, produktivitas angkatan kerja, serta merugikan kegiatan pariwisata (Achmadi, 2008). Penyebaran malaria dipengaruhi karakteristik lokal wilayah, termasuk adanya perbedaan ekologis wilayah. Secara geografis Indonesia termasuk beriklim tropis, yang terbagi menjadi beberapa wilayah ekologi yang spesifik. Telah diketahui bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles, dan setiap spesies mempunyai perilaku atau bionomik yang berbeda sesuai dengan lingkungan habitatnya. lingkungan persawahan, perbukitan, dan pantai yang dicirikan oleh berbedanya letak ketinggian, jenis vegetasi, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk, dapat menentukan jenis spesies Anopheles dan pola penularan malaria yang berbeda (Susana, 2011). Pemberantasan penyakit malaria merupakan prioritas nasional dan prioritas daerah karena sifatnya endemis. Setiap kabupaten memiliki masalah lingkungan yang khas dengan prioritasnya sendiri, memiliki masalah perilaku hidup sehat spesifik lokal, memiliki kondisi geografis yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan setempat, seperti kondisi lingkungan, perilaku penduduk yang mengikuti kondisi lingkungannya, serta akses terhadap pelayanan kesehatan. Pemutusan mata rantai penularan suatu penyakit merupakan strategi pemberantasan penyakit yang harus dilakukan berbasis wilayah secara spesifik (Susana, 2011). 3

19 4 Tingginya kepadatan vektor Anopheles disebabkan banyaknya genangan air yang berupa rawa-rawa, sungai, selokan, kolam ikan, kolam kangkung, kolam tempat minum ternak sehingga sangat baik sebagai habitat vektor Anopheles (Junaidi, 2015). Menurut Priyandina (2011) faktor yang mempengaruhi kejadian malaria adalah keberadaan semak-semak, keberadaan kasa pada ventilasi dan kebiasaan memakai kelambu. Berdasarkan hasil penelitian Polapa (2013) bahwa kerapatan dinding rumah memiliki hubungan dengan kejadian malaria. Rumah yang tidak memiliki plafon merupakan peluang/potensial terjadinya endemisitas malaria, Modifikasi plafon mengurangi pintu masuk nyamuk ke dalam rumah antara % dibandingkan dengan rumah-rumah yang tidak dimodifikasi (Suarni, 2014). Tingginya kejadian malaria juga dipengaruhi oleh alam. Pengaruh curah hujan dalam penyebaran malaria adalah dengan terbentuknya tempat perindukan nyamuk (breeding places) dan sekaligus meningkatkan kelembaban relatif yang memperbaikan kemampuan bertahan bagi kehidupan nyamuk. Keberadaan air sangat penting untuk perkembangan larva nyamuk, namun curah hujan yang tinggi selama musim hujan memungkinkan menghanyutkan jentik-jentik nyamuk yang ada (flushing away). Akan tetapi, curah hujan yang tinggi kemudian berhenti dan masuk musim kemarau akan menyebabkan banyaknya genangan-genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan baru bagi nyamuk Anopheles. Sedang musim kemarau yang berkepanjangan juga dapat menurunkan kepadatan nyamuk karena menurunnya jumlah tempat perindukan dan menurunkan insiden penyakit malaria (Sunarsih, 2009). 4

20 5 Kebiasaan dari masyarakat juga mempengaruhi meningkatnya penyakit malaria. Kebiasaan pemakaian obat anti nyamuk pada malam hari merupakan faktor individu berhubungan dengan kejadian malaria (Santy, 2014). Perilaku masyarakat meliputi kebiasaan keluar pada malam hari dan aktifitas pergi ke daerah endemis malaria yang merupakan behavioral risk factors juga berhubungan dengan kejadian malaria (Sunarsih, 2009). Berbagai jenis nyamuk ditemukan di Indonesia dan penyebarannya meliputi seluruh wilayah Indonesia. Jenis nyamuk yang ada pada setiap lokasi ditentukan oleh faktor lingkungan. Sehingga jenis nyamuk yang ditemukan di Indonesia bagian Barat berbeda dengan jenis nyamuk yang ada di Indonesia bagian Timur. Di Sumatera, nyamuk yang berperan sebagai vektor malaria adalah An.kochi, An. sundaicus, An. tessellates, sedangkan yang berpotensi sebagai vektor yaitu An. nigerrimus, An. maculates, An. letifer dan An. umbrosus (Munif, 2010). Menurut Kemenkes RI (2010), API (Annual Paracite Incidence) di suatu daerah diklasifikasikan menjadi 3 tingkat endemisitas, yaitu High Case Incidence (HCI), jika API > 5 per penduduk; Moderate Case Incidence (MCI), jika API antara penduduk; Low Case Incidence (LCI), jika API < 1 per penduduk. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2015), di Sumatera Utara penyakit malaria juga banyak ditemukan dibeberapa daerah diantaranya yang tertinggi (API) di Mandailing Natal (6,88 ), Kabupaten Gunung Sitoli (3,38 ), Kabupaten Batubara (2,97 ), serta Kabupaten Asahan (1,40 ). 5

21 6 Di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara, angka Annual Parasit Index (API) tahun 2015 adalah Beberapa desa yang tergolong desa endemis tinggi (API) diantaranya Desa Bagan Dalam (10.93 ), Kel. Tanjung Tiram (7.61 ), dan Kampung Lalang (7.40 ) (Dinkes Kabupaten Batu Bara, 2015). Dari hasil survei awal yang telah dilakukan peneliti, bahwa wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram terkhusus ketiga desa di atas pada umumnya rumahnya masih rumah panggung yang terbuat dari papan. Wilatayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram terletak di dataran rendah berdekatan dengan pantai. Kondisi lingkungan di daerah ini sering sekali terjadi pasang surut air laut yang mencapai daratan yaitu ke pemukiman warga, sehingga menimbulkan banyak genangan air. Kemudian perilaku masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan mengakibatkan banyaknya sampah yang berserakan di parit maupun tempattempat lain yang memungkinkan menjadi tempat peindukan nyamuk. 1.2 Rumusan Masalah Kecamatan Tanjung Tiram merupakan salah satu wilayah endemis malaria di Kabupaten Batu Bara. Adapun angka API di Kecamatan Tanjung Tiram adalah per penduduk, angka API di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram tertinggi terdapat di Desa Bagan Dalam, Kelurahan Tanjung Tiram, Kampung Lalang, Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik dan perilaku masyarakat. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui hubungan lingkungan fisik dan perilaku masyarakat dengan kejadian penyakit malaria di wilayah kerja Pusekesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. 6

22 7 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan lingkungan fisik dan perilaku masyarakat dengan kejadian penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan lingkungan fisik internal (kawat kasa pada ventilasi rumah, kerapatan dinding rumah, plafon/ langit-langit rumah) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram. 2. Mengetahui hubungan lingkungan fisik eksternal (keberadaan rawa-rawa, kondisi parit, keberadaan semak-semak, keberadaan tambak, keberadaan genangan air) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram. 3. Mengetahui hubungan lingkungan fisik iklim (curah hujan) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram. 4. Mengetahui hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) masyarakat dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram oleh Puskesmas Tanjung Tiram. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan khususnya tentang kejadian malaria di Kabupaten Batu Bara. 7

23 8 2. Dapat menjadi tambahan informasi bagi bidang kesehatan masyarakat terutama di bidang kesehatan lingkungan. 3. Dapat menjadi tambahan informasi bagi pemerintah daerah, Dinas Kesehatan Batu Bara, dan puskesmas dalam membuat perencanaan program kesehatan dan strategi pengendalian penyakit malaria serta pelakasanaan program pengendalian dan pemberantasan terhadap penyakit malaria. 4. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam melakukan pengendalian lingkungan untuk mencegah penyakit malaria. 8

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Malaria Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles (Anies, 2006). Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, P. falciparum, P. ovale. Penularan dilakukan oleh nyamuk betina dari genus Anopheles sp. Sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 30 diantaranya ditemukan di Indonesia (Harijanto, 2000) Pengertian Malaria Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2008). Malaria telah dikenal sejak tahun 1753 dan Parasit penyebab penyakit malaria ditemukan oleh Laveran dalam darah seorang penderita malaria. Tahun 1883, morfologi Plasmodium mulai dipelajari. Tahun 1885, Golgi menjelaskan siklus hidup Plasmodium yakni siklus skizogoni eritrosik yang disebut siklus golgi. Tahun 1889, siklus parasit tersebut dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Bignami (Aliyah, 2016). 9

25 10 Manson membuktikan bahwa nyamuk sebagai vektor yang menularkan penyakit malaria. Tahun , ditemukan bahwa malaria pada manusia disebabkan oleh empat spesies Plasmodium, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae (Sorontou, 2013). Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (Plasmodium sp) yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah (eritrosit) manusia ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Parasit harus melewati siklus hidup pada tubuh nyamuk dan manusia sebelum ditularkan (Dirjen PP&PL, 2014). Wilayah tropis merupakan daerah endemik malaria, meskipun penyakit ini dapat dijumpai di daerah-daerah yang terletak diantara 40⁰ lintang Selatan dan 60⁰ Lintang Utara. Daerah persebaran Plasmodium ovale lebih terbatas, yaitu Afrika Timur, Afrika Barat, Filipina, dan Irian jaya (Zulkoni, 2010) Determinan Epidemiologi Malaria Menurut Dirjen PP & PL (2014) spektrum determinan epidemiologi malaria sangat luas yaitu dari aspek faktor agen, riwayat alamiah malaria, faktor lingkungan, faktor pencegahan dan pengobatan, faktor rumah tangga, sosial ekonomi bahkan politik. Menurut teori John Gordon, terjadinya penyakit di pengaruhi oleh 3 faktor, yakni faktor agen, faktor host, dan faktor lingkungan. 10

26 Faktor Agen Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium sp. Terdapat empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Menurut Anies (2006), ciri utama dari genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu: 1. Siklus hidup aseksual Siklus ini disebut juga siklus pada manusia. Siklus ini dimulai ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit, yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia, dan masuk ke dalam sel parenkim hati kemudian berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit dalam waktu menit. Pada akhir fase, skizon hati pecah, merozoit keluar, kemudian masuk ke aliran darah, yang dikenal sebagai sporulasi. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati, sehingga mengakibatkan relaps jangka panjang. Dalam hal ini penyakit muncul kembali, setelah tampak mereda beberapa lama. Pada penderita yang mengandung hipnozoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun, misalnya akibat terlalu akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnozoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. 11

27 12 Misalnya 1-2 tahun sebelumnya pernah menderita P. vivax/ ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudian mengalami kelelahan atau stres, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. 2. Fase Seksual Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit serta makrogametosit, dan terjadilah zigot (ookinet). kemudian ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, maka ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. Saat ini telah siap ditularkan jika manusia menggigit tubuh manusia Faktor Host 1. Manusia (host intermdiate) Setiap orang dapat terkena malaria, Hal itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Dirjen PP & PL (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terserang malaria yakni: a. Ras (Suku Bangsa) Penduduk dengan Hemoglobin S (HbS) lebih tahan terhadap akibat infeksi Plasmodium falciparum. b. Kekurangan enzim tertentu, misalnya G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) juga memberi perlindungan terhadap Plasmodium falciparum. c. Kekebalan (imunitas) di daerah endemis malaria, adalah: 12

28 13 1. Anti parasitic immunity adalah bentuk immunitas yang mampu menekan pertumbuhan parasit dalam derajat sangat rendah namun tidak sampai nol, hingga mencegah hiperparasitemia. 2. Anti disease imunity adalah bentuk imunitas yang mampu mencegah terjadinya gejala penyakit tanpa ada pengaruh terhadap jumlah parasit. 3. Premunition adalah keadaan semi-imun dimana respon imun mampu menekan pertumbuhan parasit dalam jumlah rendah namun tidak sampai nol, mencegah hiperparasitemia dan menekan virulensi parasit, hingga kasus tidak bergejala/sakit. d. Umur dan jenis kelamin Menurut Harijanto (2000) ibu hamil yang menderita malaria akan mempunyai dampak terhadap bayi dan ibunya, dimana akan terjadinya abortus, berat badan bayi lahir rendah, partus prematur dan kematian janin intrauterine. 2. Nyamuk (host definitive) Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, karena diperlukan untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk betina hanya kawin satu kali selama hidupnya dan terjadi setelah jam dari saat keluar dari kepompong. Nyamuk dewasa dapat terbang sampai sejauh 1,5 km. Nyamuk jantan dewasa tidak berbahaya untuk manusia, tetapi nyamuk betina berbahaya karena ia mengisap darah untuk kelangsungan hidupnya. Nyamuk Anopheles suka menggigit pada sore menjelang malam hari hingga menjelang pagi, namun pada 13

29 14 siang hari di tempat-tempat yang gelap atau yang terhindar/tertutup dari sinar matahari (Dirjen PP & PL, 2014). Tingkatan-tingkatan kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur jentik kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada di dalam air, maka telur akan menetas dan keluarlah jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya jentik Anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali. Waktu yang diperlukan untuk pertuumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu keadaan makanan serta spesies nyamuk. Dari jentik tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya. Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu terbang yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya di darat atau udara (Depkes RI, 1983) Faktor Lingkungan Lingkungan adalah lokasi dimana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Faktor lingkungan dapat dikelompokan dalam tiga kelompok, lingkungan fisik, biologi dan sosial budaya (Depkes RI, 2003). Menurut Dirjen PP & PL, 2014, faktor lingkungan terdiri dari: 1. Fisik Menurut Harya (2015) lingkungan fisik merupakan faktor yang berpengaruh pada perkembangbiakan dan kemampuan hidup vektor malaria. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah: 14

30 15 a) Lingkungan fisik yang berhubungan dengan rumah tempat tinggal manusia. Lingkungan fisik manusia yang erat hubungannya dengan status kesehatan adalah rumah sehat, karena dapat memberi pencegahan dan perlindungan terhadap penularan penyakit. Menurut Harya (2015), lingkungan fisik rumah meliputi: 1. Kawat kasa pada ventilasi Tidak terpasangnya kawat kasa pada ventilasi dapat mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Rahardjo, 2012). 2. Kerapatan dinding Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Rahardjo, 2012). 3. Plafon/ Langit-langit Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah (Rahardjo, 2012). b. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perkembangbiakan nyamuk Anopheles. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perkembangbiakan nyamuk Anopheles berikaitan dengan aspek iklim, yaitu: 15

31 16 1. Suhu Menurut Harya (2015) masa inkubasi ekstrinsik/ siklus sporogoni sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Semakin tinggi suhu semakin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya semakin rendah suhu maka inkubasi ekstrinsik akan semakin panjang. Suhu optimum berkisar antara 20 C dan 30 C. pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Masa inkubasi ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut: 1) Parasit falciparum: hari 2) Parasit vivax: 8 11 hari 3) Parasit malariae: 14 hari 4) Parasit ovale: 15 hari Masa inkubasi intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sporozoit darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya skizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap spesies: 1) Plasmodium falciparum: hari 2) Plasmodium vivax: hari 3) Plasmodium malariae: hari 4) Plasmodium ovale: hari Suhu air sangat berpengaruh pada perkembangbiakan larva, pada umumnya larva lebih menyenangi tempat yang hangat, itu sebabnya nyamuk Anopheles sp. lebih banyak dijumpai di daerah tropis. Waktu tetas telur Anopheles sp. tergantung suhu air dalam batas tertentu akan lebih cepat. 16

32 17 Menurut Thamrin (2011) nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis dan pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologinya. 2. Kelembaban Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menghisap darah, istirahat dan lain-lain dari nyamuk. Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Perkembangan nyamuk akan terhenti pada kelembaban udara kurang dari 60%, hal ini disebabkan karena umur nyamuk menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk. Hal ini menujukkan bahwa meningkatnya kelembaban udara di atas 60% akan meningkatkan aktifitas Anopheles untuk menghisap darah (Mofu, 2013). 3. Curah Hujan Menurut Depkes Rl (1990) yang dikutip oleh Yudhastuti (2008), hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya Anopheles. Sebaliknya menurut Rahmawati dkk (2012) saat curah hujan tinggi, nyamuk tidak dapat terbang dan aktif menggigit sehingga dengan demikian, maka kasus malaria dapat mengalami penurunan. 4. Cahaya Matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbedabeda. Contohnya An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh 17

33 18 sementara An. hyrcanus lebih suka tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun di tempat yang terbuka (Rahmawati dkk, 2012) 5. Kecepatan Angin Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya, adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada arah angin. Adanya peningkatan kepadatan Anopheles seiring menurunnya kecepatan angin, demikian sebaliknya bila kecepatan angin meningkat maka kepadatan Anopheles mengalami penurunan (Mofu, 2013). Menurut Gilles (1993) dan Pat Dale, dkk (2002) yang dikutip oleh Mofu (2013) bahwa nyamuk Anopheles biasanya tidak ditemukan lebih dari 3 km dari tempat berkembang biaknya, namun angin dapat memperpanjang jarak terbang nyamuk sampai 30 km atau lebih. Menurut Salju (1980) dan Bidlingmayer,et al (1999) dalam Mofu (2013), menyimpulkan bahwa kecepatan angin1,0-1,2m/s dapat menghambat jarak terbang nyamuk untuk menghisap darah. 6. Arus Air Ada beberapa spesies yang menyukai tempat perindukan yang airnya mengalir lambat dan deras namun ada juga yang menyukai air tergenang (Rahmawati dkk, 2012). Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan 18

34 19 Anopheles letifer menyukai air tergenang, arus air mempengaruhi kerusakan tempat peridukan (Raharjo, 2012). c. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perindukan nyamuk Anopheles. Tempat perindukan nyamuk ada bermacam-macam tergantung spesies nyamuknya, seperti: 1. Rawa-rawa Rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Daerah yang penuh dengan nyamuk, seperti rawa-rawa, telah lama memiliki hubungan dengan tingginya angka serangan malaria (Thamrin, 2011). Tempat peridukan air payau terdapat muara-muara sungai dan rawa-rawa yang tertutup hubungannya dengan laut cocok untuk tempat peridukan Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus (Rahardjo, 2012). 2. Parit Parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembangbiak yang disenangi nyamuk (Thamrin, 2011). 3. Semak-semak Semak-semak di sekitar rumah memegang peranan penting sebagai tempat peristirahatan (resting place) bagi nyamuk pada siang hari (Sunarsih, 2009). Dengan adanya semak-semak maka sinar matahari tidak 19

35 20 dapat menembus tempat istirahat nyamuk, sehingga sangat disukai oleh nyamuk (Rahardjo, 2012). 4. Tambak Adanya tambak udang dan ikan merupakan jenis habitat dari larva nyamuk Anopheles spp, petani dalam mengelola tambak udang dan ikan tidak terlepas adanya lahan yang terbengkalai maupun dikelola akan mengundang nyamuk, untuk berkembangbiak, karena tambak dengan rumput dan lumut sebagai habitat Anopheles subpictus (Munif, 2010). 2. Biologi Meliputi adanya lumut, bakau, ganggang, dan tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain; adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti nila, mujair,kepala timah yang dapat mempengaruhi populasi nyamuk; adanya ternak seperti sapi, kerbau, atau ternak besar lainnya dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia jika kandang ternak di tempatkan tidak jauh dari rumah. 3. Kimia Meliputi: a. Kadar garam Pengaruh kadar garam dari tempat perindukan nyamuk, seperti Anopheles sundaicus tumbuh pada air payau (kadar garam 12-18) dan tidak dapat bertahan pada kadar garam 40 ke atas (Harya, 2015). 20

36 21 b. ph Semakin mendekati batas kadar normal ph air, maka kepadatan Anopheles akan meningkat demikian sebaliknya kepadatan nyamuk akan rendah bila kadar ph air tidak normal (Mofu, 2013). 4. Sosial budaya, Meliputi: a. faktor perilaku, yaitu: 1. Kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk; 2. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk menanggulangi malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, mengunakan kelambu, memasagn kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk; b. Kegiatan manusia Kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan, dan pembuatan pemukiman baru, parawisata dan perpindahan dari dan ke daerah endemik. Transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang dapat menguntungkan penularan malaria, 2.2 Vektor Penular Penyakit Malaria Vektor penyakit Malaria adalah nyamuk Anopheles yang di Indonesia terdapat dalam banyak ragam. Misalnya, A. sundaicus merupakan vektor utama bagi pulau Jawa dan Sumatera, A. hyrcanus bagi rawa-rawa Kalimantan, A. 21

37 22 maculates di Bali, Sulawesi, A. subpictus di Jawa dan Sumatera, A. aconitus di persawahan di Jawa-Bali, A. leucosphirus di hutan Sumatera dan Kalimantan, dan A. punctulatus di Maluku dan Irian (Slamet, 2009). 2.3 Bionomik Vektor Malaria Menurut Depkes RI (1983), Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vekor malaria di Indonesia, yaitu: 1. Anopheles sundaicus Nyamuk ini telah ditemukan positif mengandung sporozoit di dalam kelenjar ludahnya. Spesies ini berkembang biak di air payau dengan kadar garam optimum antara Tempat perindukan akan menjadi lebih baik apabila permukaan airnya tertutup oleh tanaman air yang mengapung seperti ganggang dan lumut. Jentik nyamuk ini akan berkembang baik apabila tempat tersebut terbuka dan mendapat sinar matahari langsung. Sebagai tempat perindukan An. sundaicus misalnya: muara sungai yang sedang menutup dimusim kemarau, tambak ikan yang tidak terpelihara kebersihannya, parit-parit disepanjang pantai, bekas galian yang terisi dengan air payau, dan genangan-genangan lain dimana airnya merupakan campuran air tawar dan air asin seperti tempat penggaraman di Bali. Tempat perindukan pada air tawar ditemukan di Kalimantan Timur dan Sumatera Utara. Nyamuk dewasa bersifat lebih antropofilik atau lebih suka menghisap darah manusia. Keaktifan menggigit sepanjang malam, tetapi paling banyak ditangkap antara pukul hingga

38 23 2. Anopheles subpictus Nyamuk ini dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berbedabeda kadar garamnya, sehingga An. subpictus dapat ditemukan bersamsama An. sundaicus atau dengan spesies lain yang berkembang biak di air tawar seperti An. aconitus, An. vagus, An. indefinites dan lain-lain. 3. Anopheles aconitus Tempat perindukannya di daerah persawahan dengan saluran-saluran irigasi, tepi sungai pada musim kemarau serta kolam ikan dengan tanaman rumput-rumputan. Tempat yang paling disenangi adalah tempat dengan air jernih yang mengalir lambat. Keaktifan menggigit mulai senja hhingga menjelang tengah malam, dan cenderung bersifat eksofagik, artinya suka menggigit di luar rumah. 4. Anopheles barbirostris Dapat berkembang biak dengan baik di air jernih atau agak keruh, air berhenti atau sedikit mengalir, di tempat teduh atau kena sinar matahari langsung, seperti di sawah, saluran irigasi, kolam, rawa, mata air, sumur, dan lain-lain. Lebih banyak ditemukan menggigit di luar rumah dari pada di dalam rumah. Pada pagi dan siang hari banyak dijumpai hinggap pada tanaman (rumpun bambu, pohon nanas, pohon salak, dan lain-lain). 5. Anopheles balabacensis Berkembang biak dengan baik di air yang tidak mengalir dan tidak kena sinar matahari langsung (teduh), seperti bekas roda yang tergenang air, tapak kaki pada tanah berlumpur yang berair, dan tepi sungai pada musim kemarau. Nyamuk ini banyak ditemukan di daerah yang masih berhutan 23

39 24 sehingga nyamuk ini termasuk ke dalam spesies nyamuk hutan. An. balabcensis bersifat antropofilik yaitu senang menghisap darah manusia. Tempat beristirahat nyamuk ini adalah pada dinding rumah, baik sebelum maupun sesudah menghisap darah. 6. Anopheles maculates Nyamuk ini berkembang biak di air bersih terutama bila ada tanaman air misalnya slada air. Tempat perindukannya adalah mata air dan sungai yang jernihyang mengalir lambat di daerah pegunungan. An. maculates banyak dijumpai pada sekitar kandang pada malam hari dan hanya sedikit yang menggigit manusia. 7. An. nigerrimus dan An. sinensis Nyamuk ini berkembang biak di tempat terbuka yang ada tanaman air, seperti sawah, kolam, dan rawa. Nyamuk ini tidak mempunyai pilihan tertentu tentang sumber darah yang diperlukan, artinya nyamuk golongan ini akan menggigit baik manusia maupun hewan. Keaktifan mencari darah sejak senja hingga menjelang tengah malam. Di tempat yang sejuk dan teduh golongan nyamuk ini mau menggigit pula pada waktu siang. 8. Anopheles farauti Tempat berkembang biak di sembarang tempat berair, baik alamiah maupun buatan. Dapat menyesuaikan diri terhadap bermacam-macam kadar garam. Tempat perindukan nyamuk ini antara lain kebun kangkung, kolam, rawa-rawa, genangan air dalam perahu, saluran-saluran air, dan lain sebagainya. Nyamuk ini bersifat antropofilik, eksofilik, dan eksofagik. Keaktifan menggigit sepanjang malam, meskipun paling banyak dapat 24

40 25 ditangkap pada tiga jam pertama setelah matahari terbenam. Penyebarannya sangat luas, yaitu dari daerah pantai hingga ke pedalaman yang cukup tinggi. 9. Anopheles punctulatus Nyamuk ini berkembang biak di sembarang tempat air yang terbuka. Dalam musim penghujan ditemukan di pantai, tetapi tak pernah di temukan di air payau. Nyamuk betinanya bersifat sangat antropofilik. 10. Anopheles koliensis Tempat perindukannya adalah bekas roda kenderaan yang berair, lubanglubang dalam tanah yang berair, saluran-saluran kolam, kebun kangkung, dan rawa-rawa tertutup. Nyamuk betinanya bersifat sangat antropofilik. 11. Anopheles karwari Berkembang biak di air tawar yang jernih dan kena sinar matahari, di daerah pegunungan. Nyamuk betina dewasa bersifat zoofilik tetapi ketika densitas tinggi, akan menggigit manusia. 12. Anopheles letifer Nyamuk ini tahan hidup di tempat asam, dan sebagai tempat perindukan adalah air tergenang. Nyamuk betinanya bersifat sangat antropofilik. 2.4 Penularan Penyakit Malaria Penyakit malaria di tularkan melalui gigitan nyamuk Anophelesbetina. Jika nyamuk Anopheles menggigit manusia, maka parasit akan masuk ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak. 25

41 26 Menurut Thamrin (2011) ada dua jenis cara penularan penyakit malaria, yaitu penularan secara alamiah (natural infection) dan penularan secara tidak alamiah Penularan secara alamiah (natural infection) Penularan secara alamiah yaitu infeksi malaria melalui pemaparan dengan gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif, yang mengandung sporozoid. Langkah-langkah penularan secara alamiah antara lain: 1. orang sakit malaria digigit nyamuk (vektor) penular malaria. Saat nyamuk menghisap darah orang yang sakit itu, maka parasit akan terbawa bersamaan dengan darah orang sakit malaria tersebut. 2. nyamuk (vektor) yang menghisap darah orang sakit malaria tadi akan terinfeksi parasit malaria. Dalam tuubuh nyamuk akan terjadi siklus hidup parasit malaria (fase seksual). 3. orang sehat yang digigit oleh nyamuk Anopheles yang sudah terinfeksi plasmodium akan memasukkan parasit yang ada di dalam tubuh nyamuk ke dalam darah manusia. Dalam darah manusia terjadi siklus hidup parasit (aseksual). 4. orang sehat yang sudah tergigit oleh nyamuk yang terinfeksi parasit malaria akan menjadi sakit malaria Penularan secara tidak alamiah Penularan secara tidak alamiah terbagi atas tiga kelompok: 1. Malaria bawaan (Congenital) 2. Secara mekanik 3. Secara oral (melalui mulut) 26

42 27 Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata) P. falciparum 9 14 hari (12) P. vivax hari (15) P. ovale hari (17) P. malariae hari (28) Sumber: Dirjen PP dan PL Gejala Klinis Beberapa gejala klinis dominan ada tiga yaitu stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage). Dampak lainnya dapat berupa anemia (Santjaka, 2013). Gejala klasik malaria ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria atau yang belum mempunyai kekebalan (imunitas). Penderita baru pertama kali menderita malaria, terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yakni: 1. Menggigil (selama menit), terjadi setelah pecahnya skizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik. 2. Demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita menggigil. Demam dengan suhu badan sekitar 37.5⁰ - 40⁰C, sedangkan pada penderita hiperparasitemia suhu meningkat sampai lebih dari 40⁰C. 3. Berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat kembali (Anies, 2006). 27

43 Indikator Pengukuran Malaria Penyakit malaria di masyarakat terkenal denga berbagai indikator, yang menunjukkan besaran permasalahan atau potensi penyebaran malaria (Achmadi, 2008) : 1. MOMI (monthly Malaria Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan hanya berdasar gejala klinis dalam waktu satu bulan saja. Apabila dalam satu wilayah tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa parasit, yang disebabkan karena belum ada tenaga terlatih, dan atau tidak ada mikroskop untuk memeriksanya. 2. MOPI (Monthly Malaria Parasite Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan sediaan darah yang menunjukkan adanya plasmodium dalam sediaan darahnya tersebut dalam kurun waktu satu bulan. Angka ini menunjukan fluktuasi kasus, untuk menunjukkan bulan-bulan aktif penularan, serta memprediksi adanya kejadian luar biasa (bila angka dua kali dari angka pola maksimum). 3. Proporsi Plasmodium falciparum, untuk mengetahui dan mengamati adanya dominasi Plasmodium falcifarum yang berbahaya. 4. Parasite rate (PR), diperoleh dari Malariometrik Survei Evaluasi, yaitu memeriksa sediaan darah (SD) anak umur 0-9 tahun, dan dihitung sebagai berikut jumlah sediaan darah yang menunjukkan positif parasit dibanding jumlah SD yang dikumpulkan x 100%. 5. API (Annual Parasite Incidence) adalah jumlah penderita positif plasmodium selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%. 28

44 29 6. AMI (Annual Malaria Incidence) adalah jumlah penderita malaria klinis selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%. 2.7 Stratifikasi Daerah Malaria Stratifikasi daerah malaria dalam kegiatan pemberantasan malaria di luar Jawa Bali maka dapat dibuat sebagai berikut : 1. Daerah Bebas Daerah bebas adalah desa yang terletak di wilayah Dati II tidak reseptif, tidak ada penularan selama 3 tahun terakhir (tidak ada potensial penularan). 2. Daerah Malaria Daerah malaria adalah desa reseptif sehingga masih terjadi penularan atau kondisi lingkungan masih memungkinkan terjadinya penularan. Stratifikasi endemisitas malaria, didasarkan pada Annual Parasite Incidence (API). Berdasarkan API, suatu daerah diklasifikasikan menjadi 3 tingkat endemisitas, yaitu (Kemenkes RI, 2010) : 1. High Case Incidence (HCI), kalau API > 5 per penduduk. 2. Moderate Case Incidence (MCI), kalau API antara penduduk. 3. Low Case Incidence (LCI), kalau API < 1 per penduduk. 2.8 Pengendalian Malaria Pengendalian Malaria Secara Biologi 1. Pengendalian biologi dapat berupa penebaran ikan dan Bacillus thuringiensis serta predator larva lainnya (Kementrian Kesehatan). Beberapa agent biologis yang digunakan seperti predator misalnya ikan pemakan jentik seperti gambusia, guppy, dan panchax (ikan kepala 29

45 30 timah). Dengan memanfaatkan kembali tambak yang terbengkalai dengan memelihara ikan pemakan jentik. 2. Pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan pengubahan lingkungan hidup (modifikasi) sehingga larva nyamuk Anopheles tidak mungkin hidup. Kegiatannya berupa penimbunan tempat perindukan nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam, pembersihan tanaman air atau lumut, dan lain-lain (Hiswani, 2004). 3. Pengendalian malaria dengan pengaturan pola tanaman. Memperbaiki pola tanaman adalah salah satu cara untuk menekan perkembangan penyakit malaria. Dipilih pola tanam padi dan palawija, karena ditinjau dari strategi pengadaan pangan/pakan dan usaha peningkatan pendapatan petani merupakan alternatif terbaik, terutama dalam usaha pengendalian vektor. Apabila kedua tanaman ini diselang-seling dalam satu tahun musim tanam, akan menekan populasi hama dan vektor malaria karena habitatnya tidak sesuai dengan perkembangan populasi vektor malaria tersebut, apalagi bila ditunjang dengan cara bercocok tanam dengan teknik yang baik Pengendalian Malaria Secara Fisik 1. Penimbunan tempat penampungan air dan sampah 2. Pengangkatan tumbuhan air 3. Pengeringan sawah secara berkala setidaknya dua minggu sekali 4. Pemasangan kawat kasa pada jendela dan ventalasi rumah 5. Melestarikan tanaman bakau 6. Melancarkan aliran di got 30

46 Pengendalian Malaria Secara Kimia Menurut Anies (2006), untuk membunuh jentik dan nyamuk dewasa dapat dilakukan beberapakan langkah, yaitu; 1. Penyemprotan rumah yang dilakukan di daerah endemis malaria dengan menggunakan insekstida yang sesuai dua kali setahun dengan interval waktu enam bulan sekali. 2. Larvaciding, merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria. 2.9 Pencegahan Penyakit Malaria Pada daerah endemis malaria, upaya pencegahan penyakit malaria atau upaya menghindari gigitan nyamuk sangat penting untuk dilakukan, terutama untuk orang yang baru pertama kali datang atau melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria. Upaya pencegahan yang dianjurkan, yaitu: 1. memakai pakaian berlengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah, terutama di dalam malam hari; 2. menggunakan kelambu saat tidur 3. menggunakan minyak anti nyamuk (mosquito repellent) 4. mengonsumsi obat antimalaria (obat profilaksis) sesuai panduan dokter. (Anies, 2006) Perilaku Masyarakat Seorang ahli psikologi, Skinner (1938), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo,2003). 31

47 32 Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau akitivitas dari manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007). Becker (1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan dan membedakan menjadi tiga (Dalam Notoatmodjo, 2010), yakni: 1. Perilaku sehat (healthy behavior) Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, seperti: a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup. c. Tidak merokok dan meminum-minuman keras serta menggunakan narkoba. d. Istirahat yang cukup. e. Pengendalian atau manajemen stress. f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan. 2. Perilaku sakit (ilness behavior) Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain, seperti: 32

48 33 a. Didiamkan saja (no action) b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication). c. Mencari penyembuhan atau pengobatn keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni : Tradisional dan pelayanan kesehatan modern atau professional. 3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior ) Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban orang yang sakit (obligation). Menurut becker, hak dan kewajiban orang yang sedang sakit merupakan perilaku orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit ini antara lain: a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan. c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihatnasihat dokter atau perwat untuk mempercepat kesembuhannya. d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. e. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni kognitif (conitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice). 33

49 Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagai nya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara garis besar dibaginya dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya mengemati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa tomat yang mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, dan sebagainya. 2. Memahami (comperehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan sekedar menyebutkan 3 M (mengubur,menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus mengubur, menutup, menguras tempat-tempat penampungan air tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami onjek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah 34

50 35 paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengolompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (floe chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu 35

51 36 dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga dan berencana, dan sebagainya Sikap (Attitude) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefenisikan sangat sederhana, yakni; An individual s attitude is syndrome of response consistency with regard to object. Jadi jelas, disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosia menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi (tertutup). Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempuyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care dilingkungannya. 36

52 37 2. Menanggapi (responding) Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menaggapinya. 3. Menghargai (valuing) Mengharagai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memoengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care. 4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Contoh tersebut, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan antenatall care, harus berani untuk mengorbankan waktunya atau mungkin kehilangan penghasilannya, dan sebagainya Tindakan (Practice) Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau 37

53 38 sarana dan prasarana. Misalnya seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa hamil itu penting untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa hamil. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan, Posyandu, atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: 1. Praktik terpimpin (guided response) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih bergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. 2. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. 3. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2003). 38

54 Kerangka Konsep Lingkungan Fisik terdiri dari: a) lingkungan fisik internal : 1. kawat kasa pada ventilasi rumah, 2. kerapatan dinding rumah, 3. plafon/ langit-langit rumah b) lingkungan fisik eksternal : 1. keberadaan rawa-rawa, 2. kondisi parit, 3. keberadaan semak-semak, 4. keberadaan genangan air c) lingkungan fisik iklim: 1. curah hujan, Kejadian Malaria Perilaku Masyarakat: 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan 39

55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan pendekatan case control untuk mengetahui Hubungan Lingkungan Fisik dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dimana peneleiti membandingkan derajat keterpaparan penderita malaria (kasus) dan bukan penderita malaria (kontrol) di desa yang tinggi kasus malaria. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram, yaitu Desa Bagan Dalam, Kelurahan Tanjung Tiram, Kampung Lalang (desa endemis malaria) Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara Waktu Penelitian Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai dengan bulan Juli Populasi dan Sampel Populasi Kasus Seluruh penderita yang ada di Desa Bagan Dalam, Kel. Tanjuing Tiram, Kampung Lalang berdasarkan data Dinas Kesehatan Batu Bara tahun 2015 yaitu sebesar 35 orang yang berusia >15 tahun. 40

56 Populasi Kontrol Masyarakat yang merupakan tetangga dari penderita (kasus) sebanyak 35 orang yang bukan penderita malaria Sampel Kasus Sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan total sampling dari penderita malaria >15 tahun yakni 35 orang penderita malaria dari Desa Bagan Dalam 15 orang, Kelurahan Tanjung Tiram 13 orang dan Kampung Lalang 7 orang Sampel Kontrol Jumlah sampel kontrol disamakan dengan sampel kasus yaitu sejumlah 35 orang yang merupakan tetangga dari penderita (kasus) sebanyak 35 orang yang bukan penderita malaria berdasarkan jenis kelamin dan usia dengan kategori tahun, tahun, tahun, tahun, >35 tahun. Ciri-ciri dari populasi yang dijadikan sebagai sampel kontrol yaitu: 1. Bukan penderita malaria berdasarkan jenis kelamin dan usia dengan kategori tahun, tahun, tahun, tahun, >35 tahun. 2. Merupakan tetangga dari penderita (kasus). 3. Berada di daerah yang diteliti oleh peniliti. 4. Bersedia diwawancarai. 5. Memahami bahasa Indonesia. 3.4 Jenis Data Data Primer Data primer adalah data yang diambil dengan melakukan wawancara dan observasi yaitu melakukan kunjungan ke rumah responden dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat Desa 41

57 42 Bagan Dalam, Kelurahan Tanjung Tiram, Kampung Lalang tentang penyakit malaria dan cara pengendaliannya serta mengetahui kebiasaan masyarakat yang berisiko terkena penyakit malaria dan kondisi fisik lingkungan dan di dalam rumah Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diambil dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara dan Puskesmas Tanjung Tiram tentang angka kejadian Malaria berdasarkan jumlah masyarakat yang positif malaria berdasarkan data tahun Definisi Operasional 1. Kasus: Penderita penyakit malaria pada desa endemis malaria yang diperoleh datanya dari Dinas Kesehatan. 2. Kontrol: Bukan penderita penyakit malaria pada desa bebas malaria yang diperoleh datanya dari Dinas Kesehatan 3. Lingkungan fisik: Semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat hidup yang akan mempengaruhi pada individu baik secara langsung maupun tidak langsung, meliputi kawat kasa pada ventilasi, kerapatan dinding, plafon/ langit-langit, keberadaan rawa, kondisi parit, keberadaan semaksemak, keberadaan tambak. 4. Kawat kasa pada ventilasi: Luas penghawaan atau ventilasi yang permanen minimal 10% dari luas lantai menurut Permenkes no 829/Menkes/SK/II/1999 dengan menggunakan kawat halus yang dianyam untuk menghalangi agar nyamuk tidak masuk. 42

58 43 5. Kerapatan dinding: Pembatas rumah responden yang terbuat dari pasangan batu bata, papan, anyaman bambu halus, anyaman bambu kasar, dan dilihat dari kerapatannya. 6. Plafon/ Langit-langit: Area yang membatasi antara lantai dan atap dan tertutup rapat. 7. Rawa-rawa: Luas wilayah yang digenangi air secara terus menerus. 8. Parit: Lubang panjang di tanah atau saluran air tempat aliran pembuangan air hujan, limbah rumah tangga yang menggenang, yang dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiak nyamuk. 9. Semak-semak: rumput atau tumbuhan berkayu yang rimbun yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah yaitu kurang dari satu meter yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat nyamuk, dikatakan rimbun apabila tidak bisa ditembus oleh sinar matahari, tidak rimbun apabila bisa ditembus oleh sinar matahari. 10. Genangan air: Keberadaan ekosistim dengan habitat yang digenangi air dan merupakan breeding places nyamuk yang di tandai dengan terdapatnya jentik nyamuk di dalamnya. 11. Curah hujan: volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dinyatakan dalam millimeter (mm). 12. Perilaku Masyarakat: segala kegiatan manusia baik diamati langsung ataupun tidak langsung oleh pihak luar, meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan. 43

59 Pengetahuan: segala sesuatu yang diketahui responden tentang penyakit malaria, cara penularan malaria, vektor malaria dan pencegahan penyakit malaria. 14. Sikap: tanggapan atau respon tentang penyakit malaria. 15. Tindakan: aksi yang dilakukan responden dengan nyata tentang penyakit malaria, cara penanggulangan dan pengobatan malaria 16. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa yang biasa disebut plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp. 3.6 Aspek Pengukuran Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen No. Variabel Hasil Ukur Cara Ukur 1. Kawat kasa pada a) Ada, jika pada ventilasi Observasi ventilasi rumah terdapat kawat kasa nyamuk. b) Tidak ada, jika pada ventilasi rumah tidak terdapat atau hanya sebagian di pasang kawat kasa nyamuk. 2. Kerapatan dinding a) Rapat, jika tidak terdapat Observasi lubang 1,5 mm. b) Tidak rapat, jika terdapat lubang 1,5 mm. 3. Plafon/ Langit-langit a) Ada, jika plafon berada di Observasi seluruh ruangan maupun disebagian ruangan. b) Tidak ada, jika plafon tidak ditemukan diseluruh ruangan. 4. Rawa-rawa a) Ada, jika terdapat rawarawa di lingkungan 1,5-2 km dari rumah responden Obseervasi b) Tidak ada, jika tidak terdapat rawa-rawa di lingkungan 1,5-2 km responden 5. Parit a) Ada sampah, jika terdapat Observasi 44

60 45 sampah di dalam parit di lingkungan sekitar rumah responden b) Tidak ada sampah, jika tidak ada sampah di dalam parit di lingkungan sekitar rumah responden 6. Semak-semak a) Ada, jika pada lingkungan rumah penderita malaria Observasi terdapat semak <200 meter b) Tidak ada, jika pada lingkungan rumah penderita malaria tidak terdapat semak <200 meter 7. Genangan air a) Ada, jika terdapat genangan air pada jarak <100 m dari rumah penderita malaria b) Tidak ada, jika tidak terdapat genangan air pada jarak <100 m dari rumah penderita malaria 8. Curah hujan Data dalam millimeter (mm). Data dari BMKG stasiun 9. Pengetahuan a) Tingkat pengetahuan baik jika nilai responden 75% dari total nilai untuk pertanyaan tentang pengetahuan b) Tingkat pengetahuan kurang jika nilai responden 75% dari total nilai untuk pertanyan tentang pengetahuan 10. Sikap a) Baik jika nilai responden 75% dari total nilai untuk pertanyaan tentang sikap b) Kurang baik jika nilai responden 75% dari total nilai untuk pertanyaan tentang sikap 11. Tindakan a) Baik jika nilai responden 75% dari total nilai untuk setiap pertanyaan tentang tindakan Klimatologi Wawancara/ kuisioner Wawancara/ kuisioner Wawancara/ kuisioner 45

61 46 b) Kurang baik jika nilai responden 75% dari total nilai untuk setiap pertanyaan tentang tindakan 3.7 Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan wawancara yang berpedoman pada lembar observasi yang telah dipersiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara dan Puskesmas Tanjung Tiram. 3.8 Pengolahan dan Analisa Data Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer dan dianalisa secara analitik lalu disajikan dalam bentuk tebel distribusi frekuensi (univariat) dan tabulasi silang (bivariat). Uji yang digunakan untuk mengolah data yaitu uji Chi- Square untuk mengetahui hubungan lingkungan fisik dan perilaku masyarakat dengan kejadian penyakit malaria. 46

62 BAB IV HASIL 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Kecamatan Tanjung Tiram merupakan salah satu dari 7 (tujuh) Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Batu Bara, yang meliputi 20 Desa dan 2 Kelurahan, 187 Dusun/ Lingkungan dengan luas wilayah ± Hektar. Batas-batas wilayah Kecamatan Tanjung Tiram: a. Sebelah Utara : Selat Malaka; b. Sebelah Selatan : Kec. Sei Balai dan Kec. Meranti (Kabupaten Asahan); c. Sebelah Barat : Kecamatan Talawi; d. Sebelah Timur : Kecamatan Air Joman Posisi wilayah Kecamatan Tanjung Tiram terletak pada: a. Koordinat 3 Lintang Utara b. Koordinat 0 Lintang Selatan Sementara Ketinggian dari permukaan laut antara 0-5 meter, yang terdiri dari dataran rendah. Wilayah Kecamatan ini di lintasi oleh 2 (dua) aliran sungai yang airnya dipengaruhi oleh pasang surut yang dikenal dengan nama Sungai Batu Bara Kiri dan Sungai Batu Bara Kanan Data Penduduk Lokasi Penelitian Jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Tiram pada Januari s/d Maret 2016 berjumlah ± jiwa. Pada tahun 2015, Kecamatan Tanjung Tiram termasuk daerah endemis. Tingginya kasus malaria di Kecamatan Tanjung Tiram ini didukung oleh karena lokasinya yang berada di dataran rendah sehingga kondisi 47

63 48 lingkungan di kecamatan ini memungkinkan terdapat banyak genangan air dan rawa-rawa. Kondisi lingkungan ini sangat mendukung terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. Selain kondisi lingkungan, perilaku masyarakat juga cenderung tidak peduli dengan kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya serta anggapan penduduknya yang biasa saja terhadap malaria yang dikarenakan sudah biasa terjadi. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjung Tiram berdasarkan Desa/ Kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di masing-masing Desa/ Kelurahan Bulan Januari s/d Maret 2016 No. Desa/ Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Tanjung Tiram Bagan Arya Bogak Pahlawan Bandar Rahmat Suka Maju Kampung Lalang Bagan Dalam Suka Jaya Guntung Lima Laras Mekar Laras Ujung Kubu Bandar Sono Pematang Rambai Bagan Baru Kapal Merah Tali Air Permai Sei Mentaram Tanjung Mulai Jati Mulia Sentang Jumlah Sumber: Profil Kecamatan TanjungTiram

64 49 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Tanjung Tiram dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penduduk Kecamatan Tanjung Tiram Berdasarkan Jenis Kelamin Bulan Januari s/d Maret 2016 No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Profil Kecamatan Tanjung Tiram 2016 Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa penduduk yang terbanyak adalah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak jiwa (51%). 4.2 Hasil Analisis Univariat Analisis univariat adalah untuk melihat distribusi dari masing-masing variabel. Variabel-variabel yang akan di analisis dalam uji univariat yaitu karakteristik responden yaitu umur dan jenis kelamin, lingkungan fisik internal (kasa pada ventilasi, kerapatan dinding rumah, dan plafon), lingkungan fisik eksternal (keberadaan rawa-rawa, parit, semak-semak, dan genangan air), lingkungan fisik iklim (curah hujan), dan perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) Karakteristik Responden Tabel 4.3 Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Responden di Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Karakteristik responden Kasus Kontrol n % n % Umur responden , , ,1 6 17, ,9 1 2,9 > ,9 8 22,9 Jumlah , ,0 49

65 50 Lanjutan tabel 4.3 Karakteristik Responden Kasus Kontrol n % n % Jenis kelamin responden Laki-laki 19 54, ,3 Perempuan 16 45, ,7 Jumlah , ,0 Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin responden di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah responden laki-laki, yaitu sebanyak 54,3% baik pada kasus maupun kontrol. Distribusi umur responden paling banyak berada pada rentang umur tahun, yaitu sebanyak 57,1% baik pada kasus maupun kontrol Distribusi Lingkungan Fisik Lingkungan Fisik Internal di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Lingkungan fisik internal yaitu kondisi fisik rumah seperti kasa pada ventilasi, kerapatan dinding, dan plafon. Distribusi lingkungan fisik internal dapat dilihat pada tebel di bawah ini. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik Internal di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Kasus Kontrol Jumlah Variabel n % n % n % Kasa pada ventilasi Tidak ada 24 34, , ,7 Ada 11 15, , ,3 Kerapatan dinding rumah Tidak rapat 17 24, , ,4 Rapat 18 25, , ,6 Plafon di seluruh ruangan Tidak Ada 29 41, , ,9 Ada 6 8, , ,1 50

66 51 Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebanyak 39 rumah responden (55,7%) tidak memasang kasa pada ventilasi rumah, sebanyak 41 rumah responden (58,6%) tidak terdapat lubang 1.5 mm pada dinding rumah responden (rapat), dan sebanyak 44 rumah responden (62,9%) tidak ada plafon di seluruh dan/atau sebagian rumah Lingkungan Fisik Eksternal di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Lingkungan fisik eksternal yaitu lingkungan sekitar rumah seperti rawarawa, parit, semak-semak, dan genangan air. Distribusi lingkungan fisik eksternal dapat dilihat pada tebel di bawah ini. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik Eksternal di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Kasus Kontrol Jumlah Variabel n % n % n % Rawa-rawa Ada 30 42, , ,4 Tidak ada 5 7, , ,6 Parit Sampah 22 31, , ,0 Tidak ada 13 18, , ,0 Semak-semak Ada 25 35, , ,9 Tidak ada 10 14, , ,1 Genangan Air Ada 25 35, , ,1 Tidak ada 10 14, , ,9 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebanyak 50 rumah responden (71,4%) terdapat rawa-rawa di sekitar rumah, sebanyak 35 rumah responden (50,0%) parit berisi sampah di sekitar rumah dan sebanyak 35 rumah responden (50,0%) terdapat parit tidak berisi sampah di sekitar rumah, sebanyak 37 rumah responden (52,9%) terdapat semak-semak di sekitar rumah, sebanyak 40 rumah responden (57,1%) terdapat genangan air di sekitar rumah. 51

67 Lingkungan Fisik Iklim di Kecamatan Tanjung Tiram Lingkungan fisik iklim yaitu curah hujan. Distribusi lingkungan fisik iklim dapat dilihat pada tebel di bawah ini. Tabel 4.6 Distribusi Curah Hujan Bulanan Tanjung Tiram Tahun 2015 Bulan Curah Hujan (mm) MoPI Januari 141 5,98 Februari 136 0,15 Maret 39 0,19 April Mei 147 0,25 Juni 123 0,37 Juli 214 0,36 Agustus 175 0,39 September 190 0,44 Oktober 96 0,23 November 137 0,2 Desember 129 0,11 Sumber: Stasiun Klimatologi Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Tiram Berdasarkan tabel 4.6 curah hujan tertinggi yaitu pada bulan juli (Bulan Basah) terjadi penurunan angka MoPI di bulan juli yaitu dari 0,37 (Juni) menjadi 0,36 (Juli), dan curah hujan terendah pada bulan maret (Bulan Kering) terjadi peningkatan angka MoPI dari 0,15 (Februari) menjadi 0,19 (Maret). Artinya curah hujan berbanding terbalik dengan angka MoPI Distribusi Perilaku Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Perilaku responden mencakup pada pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Distribusi perilaku responden dapat dilihat pada tebel di bawah ini. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden terhadap Penyakit Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Kasus Kontrol Jumlah Variabel n % n % n % Pengetahuan Kurang baik 25 35, , ,6 52

68 53 Lanjutan tabel 4.7 Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebanyak 41 responden (58,6%) memiliki pengetahuan kurang baik tentang malaria, sebanyak 37 responden (52,9%) memiliki sikap kurang baik terhadap kejadian malaria, sebanyak 42 responden (60,0%) memiliki tindakan kurang baik terhadap kejadian malaria. 4.3 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Lingkungan Fisik dengan Kejadian Malaria Hubungan Lingkungan Fisik Internal dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Hubungan lingkungan fisik internal (kasa pada ventilasi, kerapatan dinding, dan plafon) dengan kejadian malaria dapat dilihat pada tebel di bawah ini. Variabel Tabel 4.8 Hubungan Lingkungan Fisik Internal dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Variabel Status Responden OR Kasus Kontrol p 95% (CI) n % n % Kasa pada ventilasi Tidak ada 24 68, ,9 0,030 2,909 Ada 11 31, ,1 (1,093-7,739) Kerapatan dinding rumah Tidak rapat 17 48, ,3 Rapat 18 51, ,7 Kasus Kontrol Jumlah n % n % n % Baik 10 14, , ,4 Sikap Kurang baik 25 35, , ,9 Baik 10 14, , ,1 Tindakan Kurang baik 27 38, , ,0 Baik 8 11, , ,0 0,225 1,810 (0,691-4,740) 53

69 54 Lanjutan tabel 4.8 Variabel Status Responden OR Kasus Kontrol p 95% (CI) n % n % Plafon di seluruh ruangan 0,001 6,444 Tidak Ada 29 82, ,9 (2,135-19,456) Ada 6 17, ,1 Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,030 (<0,05) pada variabel kasa pada ventilasi rumah. Artinya pemasangan kasa pada ventilasi rumah berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 2,909. Ini berarti bahwa rumah responden yang tidak memasang kasa pada ventilasi rumah 2,909 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada rumah responden yang memasang kasa pada ventilasi rumah. Selanjutnya hasil analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,225 (p>0,05) pada variabel kerapatan dinding rumah. Artinya kerapatan dinding rumah tidak memiliki hubungan dengan kejadian malaria. Variabel yang diuji selanjutnya adalah plafon/langit-langit. Hasil analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,001 (p<0,05) pada variabel Plafon/ langit-langit. Artinya Plafon/ langit-langit berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 6,444. Ini berarti bahwa rumah responden yang tidak memiliki plafon/ langit-langit dan/atau sebagian memiliki plafon 6,444 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada rumah responden yang memiliki plafon/ langit-langit di seluruh ruangan. 54

70 Hubungan Lingkungan Fisik Eksternal dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Hubungan lingkungan fisik eksternal (rawa-rawa, parit, semak-semak, dan genangan air) dengan kejadian malaria dapat dilihat pada tebel di bawah ini. Tabel 4.9 Hubungan Lingkungan Fisik Eksternal dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Variabel Status Responden OR Kasus Kontrol p 95% (CI) n % n % Rawa-rawa Ada 30 85, ,1 0,008 4,500 Tidak ada 5 14, ,9 (1,411-14,348) Parit Ada Sampah 22 62, ,1 Tidak ada sampah 13 37, ,9 Semak-semak Ada 25 71, ,3 Tidak ada 10 28, ,7 0,031 2,864 (1,086-7,552) 0,002 4,792 (1,741-13,188) Genangan air Ada 25 71, ,9 0,016 3,333 Tidak ada 10 28, ,1 (1,235-8,997) Berdasarkan tabel 4.9 hasil analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,008 (p<0,05) pada variabel rawa-rawa di sekitar rumah responden Artinya keberadaan rawa-rawa di sekitar rumah responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 4,500. Ini berarti bahwa keberadaan rawa-rawa di sekitar rumah responden 4,500 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada rumah responden yang tidak ada keberadaan rawa-rawa di sekitar rumah responden. Dari hasil analisis variabel berikutnya menggunakan Chi Square diperoleh nilai p=0,031 (p<0,05). pada variabel parit. Artinya parit yang di dalamnya terdapat sampah di lingkungan sekitar rumah responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 2,684. Ini berarti bahwa rumah yang kondisi parit yang terdapat sampah di 55

71 56 lingkungan sekitar rumah responden 2,684 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada rumah responden yang paritnya tidak ada sampah. Dari hasil analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p=0,002 (p<0,05) pada variabel semak-semak. Artinya keberadaan semak-semak di sekitar rumah responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 4,792. Ini berarti bahwa keberadaan semak-semak di sekitar rumah responden 4,792 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada rumah responden yang tidak ada keberadaan semak-semak di sekitar rumah responden. Berikutnya dari hasil analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,016 (p<0,05) pada variabel genangan air. Artinya keberadaan genangan air di sekitar rumah responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 3,333. Ini berarti bahwa keberadaan genangan air di sekitar rumah responden 3,333 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada rumah responden yang tidak ada keberadaan genangan air di sekitar rumah responden Hubungan Perilaku Responden dengan Kejadaian Malaria Tabel 4.10 Hubungan Perilaku Responden dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2017 Status Responden Variabel Kasus Kontrol n % n % Pengetahuan Kurang baik 25 71, ,7 Baik 10 28, ,3 Sikap Kurang baik 25 71, ,3 baik 10 28, ,7 p OR 95% (CI) 0,029 2,969 (1,103-7,990) 0,002 4,792 (1,741-13,188) 56

72 57 Lanjutan tabel 4.10 Status Responden Variabel Kasus Kontrol p OR n % n % 95% (CI) Tindakan Kurang baik 27 77, ,9 0,003 4,500 baik 8 22, ,1 (1,599-12,644) Berdasarkan tabel 4.10 hasil dari analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,029 (p<0,05) pada variabel pengetahuan responden. Artinya pengetahuan responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 2,969. Ini berarti bahwa pengetahuan responden yang kurang baik 2,969 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada pengetahuan responden yang baik. Dari analisis menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 (p<0,05) pada variabel sikap responden. Artinya sikap responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 4,792. Ini berarti bahwa sikap responden yang kurang baik 4,792 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada sikap responden yang baik. Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh nilai p = 0,003 (p<0,05) pada variabel tindakan responden. Artinya tindakan responden berhubungan dengan kejadian malaria. Dapat dilihat dari nilai OR yang diperoleh sebesar 4,500. Ini berarti bahwa tindakan responden yang kurang baik 4,500 kali lebih berisiko untuk menimbulkan penyakit malaria dari pada tindakan responden yang baik. 57

73 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Lingkungan Fisik Hubungan Lingkungan Fisik Internal dengan Kejadian Malaria 1. Kasa pada ventilasi Berdasarkan hasil peneliitian, pemasangan kasa pada ventilasi rumah dengan p= 0,030 <0,05 artinya pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Kasa sangat membantu dalam mencegah nyamuk masuk pada saat malam hari dimana nyamuk Anopheles aktif menggigit pada malam hari. Namun dari hasil wawancara dengan responden, sebanyak 39 rumah responden tidak ada memasang kasa di ventilasi. Mereka hanya lebih memilih memakai kelambu saat tidur dan menggunakan anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk. Menurut Harya (2015) pemakaian kawat kasa ventilasi yang tidak menyeluruh mengakibatkan nyamuk dapat masuk ke dalam rumah melalui ventilasi yang tidak menggunakan kasa, sehingga meningkatkan kontak antara nyamuk dan manusia. Sejalan dengan teori Lestari (2007), adanya kejadian malaria disebabkan rumah yang tidak terpasang kawat kasa akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah. Kawat kasa merupakan penghalang bila kawat kasa dalam keadaan baik. Berdasarkan penelitian Babba (2007) hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemasangan kasa pada ventilasi dengan kejadian malaria (p=0,001). Kasa yang tidak terpasang pada semua 58

74 59 ventilasi di rumah mempunyai risiko terkena malaria sebesar 2,27 kali daripada orang yang memasang kasa pada semua ventilasi di rumahnya. 2. Kerapatan Dinding Berdasarkan hasil uji statistik kerapatan dinding rumah diperoleh nilai p= 0,225 (>0,05). Artinya kerapatan dinding rumah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Menurut hasil observasi yang dilakukan, kerapatan dinding tidak berhubungan dikarenakan sebagian besar rumah responden baik kasus maupun kontrol memiliki dinding rumah yang rapat atau dinding tidak terdapat lubang >1,5 mm dan juga nyamuk masuk ke dalam rumah tidak hanya disebabkan oleh dinding yang tidak rapat tetapi karena nyamuk bisa masuk dari mana saja seperti pintu, jendela, ventilasi, dan lain-lain. Menurut penelitian Yoga dalam Mantili (2014) penduduk dengan rumah yang dindingnya banyak berlubang berisiko sakit malaria 18 kali dibanding dengan rumah penduduk dengan dinding rapat. Menurut American Public Health Association (APHA) dalam Depkes RI (2002), keberadaan dinding rumah berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Penelitian di atas didukung pula oleh penelitian Hutabarat (2014) dengan hasil penelitian dinding berlubang memiliki nilai p sebesar 0,451 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan dinding berlubang dengan kejadian malaria. 3. Plafon/langit-langit Plafon/ langit-langit diseluruh ruangan diperoleh nilai p = 0,001 <0,05. Artinya Plafon/ langit-langit diseluruh ruangan memiliki hubungan yang 59

75 60 signifikan dengan kejadian malaria. Plafon/ langit-langit merupakan penghubung antara dinding dengan atap. Jika plafon tidak di pasang di seluruh ruangan atau hanya sebagian ruangan dan terdapat celah >1,5 mm pada dinding bagian atas dengan atap maka nyamuk akan mudah masuk. Begitu juga hasil penelitian Pamela (2009) analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kejadian malaria di Desa Ketosari Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo p (value) = 0,002. Besar hubungan tersebut dari odds ratio diperoleh 8,5 yang berarti bahwa keluarga yang tinggal di rumah dalam kondisi tidak terdapat langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit malaria 8-9 kali disbanding keluarga yang tinggal di rumah yang terdapat langit-langit pada semua bagian ruangan rumah Hubungan Lingkungan Fisik Eksternal dengan Kejadian Malaria Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil lingkngan fisik eksternal dengan status responden yaitu keberadaan rawa-rawa, keberadaan parit, keberadaan semak-semak, keberadaan genangan air, antara lain: 1. Rawa-rawa Hasil uji statistik keberadaan rawa-rawa di sekitar rumah responden diperoleh nilai p=0,008 <0,05. Artinya keberadaan rawa-rawa di sekitar rumah responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Keberadaan rawa-rawa di wilayah kerja Puskesmass Tanjung Tiram paling banyak di daerah pesisir yang banyak terjadi pasang surut air laut. Pada saat observasi beberapa rumah responden tidak jauh dari keberadaan rawa-rawa, yakni beberapa terdapat dibelakang rumah dan di sebelah rumah responden. Adanya 60

76 61 rawa-rawa disekitar rumah responden dengan jarak <1km membuat potensi nyamuk mengigit manusia dan berkembang biak semakin besar karena nyamuk tidak perlu menempuh jarak terbang 1-3 km untuk mendapatkan makanan. Menurut Rahardjo (2012) air payau yang terdapat muara-muara sungai dan rawa-rawa yang tertutup hubungannya dengan laut cocok untuk tempat peridukan nyamuk Anopheles terkhusus Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus. Sejalan dengan hasil penelitian Zupriwirdani (2013), keberadaan rawarawa di sekitar rumah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria dengan diketahui nilai p 0,007 (p<0,05). 2. Parit Hasil analisis bivariat parit yang terdapat sampah di lingkungan sekitar rumah responden diperoleh nilai p = 0,031 <0,05. Artinya parit yang terdapat sampah di lingkungan sekitar rumah responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Parit yang terdapat sampah di dalamnya dapat memicu jentik nyamuk Anopheles berkembangbiak. Jika dilihat dari parit yang terdapat sampah di dalamnya yang berada di lingkungan sekitar rumah responden sangat memungkinkan terjadinya malaria karena lebih banyak parit yang tidak saniter. Parit berfungsi sebagai sarana pembuangan air limbah. Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa air buangan yang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme patogen, larva nyamuk atau serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit diantaranya malaria, thypus, disentri, dan demam berdarah. Sarana pembuangan air limbah yang sehat dapat mengalirkan 61

77 62 limbah ketempat penampungan dengan lancar tanpa mencemari lingkungan dan badan air. Menurut Hutabarat (2014) meskipun masyarakat memiliki parit di rumah tetapi tidak terdapat jentik di parit tersebut ini tidak bisa menjadi faktor penyebab malaria karena tidak terdapatnya perkembangbiakan nyamuk Anopheles di parit tersebut. 3. Keberadaan semak-semak Hasil analisis statistik keberadaan semak-semak di sekitar rumah responden diperoleh nilai p 0,002 <0,05. Artinya keberadaan semak-semak di sekitar rumah responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Adanya semak-semak cocok sebagai tempat peristirahatan (resting place) nyamuk pada siang hari karena semak- semak menghalangi sinar matahari masuk. Keberadaan semak-semak di sekitar rumah meningkatkan risiko kejadian malaria. Hustache (2007) di French Guiana menyatakan bahwa pembersihan vegetasi di sekitar rumah mempunyai asosiasi yang kuat dengan penurunan risiko kejadian malaria. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian Yis Romadhon (2001) bahwa proporsi rumah yang ada semak-semak rimbun mempunyai kecenderungan untuk terjadinya penyakit malaria dengan p (value) = 0, Keberadaan genangan air Hasil dari analisis statistik keberadaan genangan air di sekitar rumah responden diperoleh nilai p= 0,016 <0,05. Artinya keberadaan genangan air di sekitar rumah responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Hasil observasi menunjukkan 40 rumah terdapat genangan air di sekitar 62

78 63 rumah responden. Hal ini di karenakan beberapa rumah ada yang tidak memiliki parit sehingga genangan air terdapat tepat di bawah rumah mereka, ada juga dikarena tanah di halaman rumah responden tidak rata sehingga membentuk cekungan yang dapat menampung air hujan. Sesuai dengan teori Prabowo (2004) keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria. Sama halnya dengan penelitian Harmendo (2008), disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor lingkungan (genangan air) dengan kejadian malaria Hubungan Lingkungan Fisik Iklim dengan Kejadian Malaria 1. Curah Hujan Berdasarkan angka curah hujan bulanan Tanjung Tiram dan MoPI wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram tahun 2015 curah hujan tertinggi yaitu pada bulan juli terjadi penurunan angka MoPI di bulan juli yaitu dari 0,37 (Juni) menjadi 0,36 (Juli), dan curah hujan terendah pada bulan maret terjadi peningkatan angka MoPI dari 0,15 (Februari) menjadi 0,19 (Maret). Artinya curah hujan berbanding terbalik dengan angka MoPI. Disimpulkan dari data di atas bahwa jika curah hujan rendah maka kejadian malaria meningkat dan jika curah hujan tinggi kejadian malaria menurun. Artinya curah hujan berbanding terbalik dengan angka MoPI. 63

79 64 Hal ini sejalan dengan pernyataan Sunarsih (2009), meskipun keberadaan air sangat penting untuk perkembangan larva nyamuk, namun curah hujan yang tinggi selama musim hujan memungkinkan menghanyutkan jentik-jentik nyamuk yang ada (flushing away). Akan tetapi, curah hujan yang tinggi kemudian berhenti dan masuk musim kemarau akan menyebabkan banyaknya genangan-genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan baru bagi nyamuk Anopheles. 5.2 Perilaku Masyarakat Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Malaria Hasil dari analisis statistik diperoleh nilai p= 0,029 (<0,05). Artinya pengetahuan responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Dari hasil wawancara dengan responden ketika ditanya cara penularan malaria, responden menjawab penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan juga karena makanan. Menurut Notoadmodjo (2010) pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tahap yang berbeda-beda. Tahap pertama adalah tahu diartikan hanya sebagai memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Tingkatan yang lebih atas lagi adalah aplikasi, diartikan seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud, dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut. Dapat dilihat bahwa walaupun seseorang mempunyai pengetahuan yang baik tentang penyakit malaria namun tidak menghindarkan orang tersebut dari risiko terkena penyakit malaria. Hal tersebut erat kaitannya dengan perilaku seseorang. Pengetahuan yang baik namun tidak didukung dengan perilaku yang baik pula akan menyebabkan seseorang terkena penyakit juga. 64

80 65 Sama halnya dengan hasil penelitian Afrisal (2011) hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Tarusan. Orang dengan pengetahuan rendah mempunyai risiko 9,636 kali lebih besar untuk menderita malaria dibanding dengan orang pengetahuan tinggi Hubungan Sikap dengan Kejadian Malaria Hasil dari analisis statistik yang telah dilakukan diperoleh nilai p = 0,002 (<0,05). Artinya sikap responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Hasil wawancara ketika di tanyai tentang sikap responden terhadap kejadian malaria, lebih banyak responden mengatakan bila banyak pakaian bergantungan tidak ada hubungannya dengan tempat nyamuk beristirahat. Menurut Newcomb ahli psikologi sosial dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas; akan tetapi, merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Hasil wawancara dengan responden ternyata lebih banyak sikap responden kurang baik terhadap malaria artinya responden kurang dalam kesiapan untuk bertindak dalam menghadapi penyakit malaria. Hal ini sejalan dengan penelitian. Lisanuddin (2016), berdasarkan uji statistik didapatkan p-value 0,002 yang berarti p value< 0,05 yang berarti ada hubungan antara sikap terhadap kejadian malaria di Kecamatan DarulImarah Kabupaten Aceh Besar. 65

81 Hubungan Tindakan dengan Kejadian Malaria Hasil dari analisis yang telah dilakukan diperoleh nilai p = 0,003 (<0,05). Artinya tindakan responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria. Hasil wawancara dengan responden, ternyata responden jarang melakukan pembersihan lingkungan dan mempunyai kebisaan keluar rumah pada malam hari tetapi jarang menggunakan pelindung diri yakni memakai baju lengan panjang dan celana panjang. Tindakan merupakan segala bentuk nyata dari perilaku seseorang untuk mencegah terjadinya penyakit. Tindakan responden pada penelitian ini termasuk dalam kategori tindakan yang kurang baik terhadap penyakit malaria karena dalam mencegah penyakit malaria responden kurang aktif dalam melakukannya. Berdasarkan hasil analisis Zupriwidani (2013) diperoleh nilai p<0,05 yaitu dengan nilai p= 0,003, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tindakan responden dengan kejadian malaria. Seseorang yang mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari tanpa memakai baju dan celana panjang sangat mudah digigit nyamuk Anopheles sehingga lebih memungkinkan untuk terjadinya infeksi malaria. 66

82 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Dari hasil observasi, wawancara, serta uji statistik dalam penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Tiram dapat ditarik kesimpulan: 1. Ada hubungan yang signifikan lingkungan fisik internal (pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah dengan OR= 2,909 dan plafon/ langitlangit diseluruh ruangan dengan OR= 6,444) dengan kejadian penyakit malaria. 2. Ada hubungan yang signifikan lingkungan fisik eksternal (rawa-rawa dengan OR= 4,500, parit dengan OR= 2,864, semak-semak dengan OR= 4,792, dan genangan air dengan OR= 3,333) dengan kejadian penyakit malaria. 3. Lingkungan fisik iklim yaitu curah hujan berbanding terbalik dengan kejadian penyakit malaria. 4. Ada hubungan yang signifikan perilaku responden (pengetahuan dengan OR= 2,969, sikap dengan OR= 4,792, dan tindakan dengan OR= 4,500) dengan kejadian penyakit malaria. 6.2 Saran Bagi Masyarakat 1. Hendaknya memasang kasa nyamuk pada ventilasi rumah. 2. Diharapkan agar masyarakat memasang kelambu di dalam rumah sebagai pengganti plafon/langit-langit. 67

83 68 3. Diharapkan agar masyarakat melakukan gotong royong 1 kali dalam seminggu untuk memberantas sarang nyamuk seperti membersihkan parit dari sampah dan membersihkan semak-semak. 4. jika keluar pada malam hari, hendaknya masyarakat menggunakan jaket atau menggunakan pakaian tertutup Bagi Instansi Kesehatan 1. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang malaria dengan metode yang lebih menarik agar masyarakat lebih mudah memahaminya terutama kepada anak sekolah. 2. Mengevaluasi program kesehatan yang berkaitan dengan malaria dengan sistem lebih terikat agar masyarakat ikut berpartisipasi. 68

84 DAFTAR PUSTAKA Achmadi, UF Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Universitas Indonesia. Afrisal Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011.(Skripsi). Padang: Universitas Andalas. Aliyah, N Hubungan Iklim (Temperatur, kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan, dan Kecepatan Angin) dengan Kejadian Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun (Skripsi). Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Anies Manajemen Berbasis Lingkungan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Baba, I Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria: Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Depkes RI Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta: Ditjen PPM dan PPL Pedoman Tata Laksana Kasus Malaria. Jakarta: Ditjen PPM dan PLP. Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara Profil Kesehatan Kabupaten Batu Bara Limapuluh: Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Medan: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Direktur Jendral Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Malaria Entomologi 10. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Harijanto, PN Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC. 69

85 70 Harmendo Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka. (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Harya, SA Pengaruh Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Kejadian Malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Tahun (Tesis). Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Hiswani Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia. Medan: USU Digital Library Hustache. dkk Malaria risk factors in Amerindian children in French Guiana:. Am J Trop Med Hyg Apr;76(4): Hutabarat, YR Hubungan Perilaku dan Kondisi Lingkungan Rumah dangan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2014.(Skripsi). Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Junaidi, H, Mursid Raharjo, Onny Setiani Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Bhee Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Volume 14, Nomor 2, Oktober Kaawoan, K, Dina V Rombot, dan Henry MF Palandeng Tindakan Pencegahan Masyarakat terhadap Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tikala Kota Manado. Kemenkes RI Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Lestari EW, Sukowati S, Soekidjo, dan Wigati Vektor Malaria di Daerah Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Volume 17, No 1, hlm Lisanuddin, Nizam Ismail, dan Budi Aulia Hubungan Pengetahuan Perubahan Iklim dan Sikap Masyarakat Terhadap Kejadian Penyakit Malaria di Wilayah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Kedokteran Universitas Syah Kuala. Volume 16., No 2, Agustus Mantili. Lela Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya Karimata Kabupaten Kayong Utara Tahun Naskah Publikasi. Pontianak: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura. 70

86 71 Mayasari, R, Diana Andriayani, dan Hotnida Sitorus Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013). Mofu, RM Hubungan Lingkungan Fisik, Kimia dan Biologi dengan Kepadatan vektor Anopheles di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. UNDIP Semarang: Volume 12, Nomor 2, Oktober Mukono, H.J Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Munif, A dan M Imron Panduan Pengamatan Nyamuk Vektor Malaria. Jakarta: Sagung Seto. Notoatmodjo, S Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pamela, A.A., Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Lingkungan Sekitar Rumah dengan Kejadian Malaria di Desa Ketosari Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Polapa, I Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria (Suatu Penelitian di Desa Tunggolo Kecamatan Limboto Barat). (skripsi). Gorontalo: Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. Prabowo. A Hubungan Pekerja yang Menginap di Hutan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah. Tesis. Jakarta: Pascasarjana IKM Universitas Indonesia Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara. Priyandina, AN Pengaruh Lingkungan dan Perilaku terhadap Kejadian malaria di awilayah Kerja Puskesmas Sanggau Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau. (Naskah Publikasi). Pontianak: 71

87 72 Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Rahardjo, T Kondisi Fisik Rumah dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun (Skripsi). Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Rahmawati, SL, Nurjazuli, dan Mursid Raharjo Evaluasi Manajemen Lingkungan Pengendalian Vektor Dalam Upaya Pemberantasan Penyakit Malaria di Kota Ternate. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. UNDIP Semarang: Volume 11, Nomor 2, Oktober Romadhon Y Hubungan Beberapa Faktor Lingkungan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP. Santi, AF, Diana Natalia Hubungan Faktor Individu dan Lingkungan dengan Kejadiian Malaria di Desa Sungai Ayak 3 Kecamatan Belitung Hilir, Kabupaten Sekadau. Volume 2, Nomor 1, April Santjaka, A Malaria pendekatan Model Kausalitas. Yogyakarta: Nuha Medika. Slamet, JS Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sorontou, Y Ilmu Malaria Klinik. Jakarta: EGC. Suarni, AS, Hasanuddin Ishak, A Arsunan Arsinn Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Tingkat Endemisitas Malaria di Kabupaten Bulukumbia. Jurnal. UNHAS. Sunarsih, E, Nurjazuli, dan Sulistyani Faktor Risiko Lingkungan dan Perilaku Yang Berkaitan Dengan Kejadian Malaria di Pangkalbalam Pangkalpinang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. UGM Yogyakarta: Volume 8, Nomor 1, April Susana, D Dinamika Penularan Malaria. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Thamrin,A Pengaruh Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles Spp, dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh Kepala Keluarga Terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun (Tesis). Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. 72

88 73 Yudhastuti, R Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria di Daerah Berbatasan (Kabupaten Tulungagung Dengan Kabupaten Trenggalek). Jurnal Kesehatan Lingkungan. UNAIR Surabaya: Volume 4, Nomor 2, Juli Zulkoni, A Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medica. Zupriwidani Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun (Skripsi). Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. 73

89 Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI Hubungan Lingkungan Fisik dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu BaraTahun 2017 I. Data Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : II. Data Lingkungan Fisik No. Variable yang diamati Ya Tidak Keterangan 1. Rumah responden memiliki ventilasi 2 Luas ventilasi (10% luas lantai) 3 Rumah responden memakai kasa nyamuk pada ventilasi di seluruh rumah 4. Jenis dinding rumah responden dinding rumah terbuat dari pasang batu bata/ tembok 5. Dinding rumah responden tidak terdapat lubang 1.5 mm? 6. Plafon/ langit-langit rumah di seluruh ruangan 7. Adanya rawa 8. Adanya selokan/ parit 9. Adanya semak-semak 10. Adanya genangan air

90 Lampiran 2 LEMBAR KUESIONER Hubungan Lingkungan Fisik dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu BaraTahun 2017 I. PENGETAHUAN 1. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit Malaria a. Ya (3) b. Tidak (1) 2. Menurut Anda apakah penyakit malaria itu? a. Penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue (1) b. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk (2) c. Penyakit yang disebabkan oleh Protozoa yang disebut Plasmodium (3) 3. Apa gejala penyakit malaria? a. Demam tinggi dan bintik merah pada kulit (1) b. Demam tinggi, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual dan muntah (3) c. Demam tinggi dan menggigil (2) 4. Apa penyebab penyakit malaria? a. nyamuk (2) b. Kuman (1) c. Parasit (3) 5. Apa yang berperan dalam penularan penyakit malaria? a. Tikus (1) b. Lalat (2) c. Nyamuk (3) 6. Cara penularan penyakit malaria? a. Melalui gigitan nyamuk Anopheles (3) b. Melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty (2) c. Melalui makanan (1) 7. Bagaimana cara mencegah gigitan nyamuk? a. Memakai kelambu (3) b. Menggunakan anti nyamuk bakar (1) c. Menggunakan anti nyamuk oles (2) 70

91 8. Kapan nyamuk malaria aktif menggigit? a Sore hari (2) b. Pagi hari (1) c. Malam hari (3) 9. Dimana tempat sarang nyamuk malaria? a. Air selokan (2) b. Air genangan (3) c. Air mengalir (1) 10. Tempat nyamuk malaria suka hinggap? a. Air tergenang (2) b. Di bak mandi (1) c. Di baju yang bergantungan (3) II. SIKAP Keterangan: SS : Sangat Setuju S : Setuju KS : Kurang Setuju TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju No Pernyataan SS S KS TS STS 1. Menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penularan penyakit malaria. 2. Apabila ada salah satu anggota keluarga mengalami menggigil dan kedinginan sebaiknya dibawa ke fasilitas kesehatan. 3. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan malaria dari tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas 4. genangan air di sekitar rumah dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit malaria 5. Adanya penderita malaria di keluarga disebabkan tidur tidak memakai kelambu atau tidak memakai obat anti nyamuk. 6. Jika memiliki kolam ikan/tambak sebaiknya dijaga agar air tetap mengalir atau diberikan ikan pemakan jentik 71

92 nyamuk. 7. Masyarakat harus peduli dengan penyakit malaria dan melakukan pembersihan lingkungan 8. Petugas kesehatan sebaiknya berkunjung ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang malaria dan pencegahannya. 9. Masyarakat tidak keluar pada malam hari untuk menghindari gigitan nyamuk di luar rumah 10. Banyak pakaian yang bergantungan meningkatkan nyamuk malaria hinggap di dalam rumah III. TINDAKAN No Pernyataan Selalu Sering Kadang TP 1. Apakah Responden mempunyai kebiasaan keluar pada malam hari? 2. Apakah responden mempunyai kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam? 3. Apakah responden memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah 4. Apakah responden mempunyai kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur di malam hari? 5. Apakah responden mempunyai kebiasaan memakai obat anti nyamuk/ lotion saat tidur? 6. Apakah anda mengikuti Program pemerintah dalam pemberantasan penyakit malaria 7. Apakah anda keluar malam tanpa menggunakan Jaket atau Pakaian Berlengan Panjang 8. ApakahSaudara/ipernah melakukan penanggulangan nyamuk sebagai vector malaria? 72

93 9. 1 kali dalam seminggu nmelakukan gotong royong untuk memberantas sarangnyamuk? 10. Apakah Saudara/i peduli dengan pencegahan penyakit malaria? 73

94 Crosstabs kasa pada ventilasi * status responden Crosstab status responden kasus kontrol kasa pada ventilasi tidak Count Total Expected Count % within kasa pada ventilasi 61.5% 38.5% 100.0% % within status responden 68.6% 42.9% 55.7% % of Total 34.3% 21.4% 55.7% ya Count Expected Count % within kasa pada ventilasi 35.5% 64.5% 100.0% % within status responden 31.4% 57.1% 44.3% % of Total 15.7% 28.6% 44.3% Total Count Value Expected Count % within kasa pada ventilasi 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for kasa pada ventilasi (tidak / ya) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper kerapatan dinding rumah * status responden Crosstab status responden kasus kontrol kerapatan dinding rumah tidak rapat Count Total Expected Count % within kerapatan dinding rumah 58.6% 41.4% 100.0% % within status responden 48.6% 34.3% 41.4% 74

95 % of Total 24.3% 17.1% 41.4% rapat Count Expected Count % within kerapatan dinding rumah 43.9% 56.1% 100.0% % within status responden 51.4% 65.7% 58.6% % of Total 25.7% 32.9% 58.6% Total Count Value Expected Count % within kerapatan dinding rumah 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for kerapatan dinding rumah (tidak rapat / rapat) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper plafon di seluruh ruangan * status responden Crosstab status responden kasus kontrol plafon di seluruh ruangan tidak Count Total Expected Count % within plafon di seluruh ruangan 65.9% 34.1% 100.0% % within status responden 82.9% 42.9% 62.9% % of Total 41.4% 21.4% 62.9% ya Count Expected Count % within plafon di seluruh ruangan 23.1% 76.9% 100.0% % within status responden 17.1% 57.1% 37.1% % of Total 8.6% 28.6% 37.1% Total Count

96 Value Expected Count % within plafon di seluruh ruangan 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for plafon di seluruh ruangan (tidak / ya) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper keberadaan rawa-rawa * status responden Crosstab status responden kasus kontrol keberadaan rawa-rawa ada Count Total Expected Count % within keberadaan rawa-rawa 60.0% 40.0% 100.0% % within status responden 85.7% 57.1% 71.4% % of Total 42.9% 28.6% 71.4% tidak ada Count Expected Count % within keberadaan rawa-rawa 25.0% 75.0% 100.0% % within status responden 14.3% 42.9% 28.6% % of Total 7.1% 21.4% 28.6% Total Count Value Expected Count % within keberadaan rawa-rawa 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test

97 N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for keberadaan rawa-rawa (ada / tidak ada) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 parit * status responden 95% Confidence Interval Lower Upper Crosstab status responden kasus kontrol parit Ada sampah Count tidak ada sampah Total Expected Count % within parit 62.9% 37.1% 100.0% % within status responden 62.9% 37.1% 50.0% % of Total 31.4% 18.6% 50.0% Count Expected Count % within parit 37.1% 62.9% 100.0% % within status responden 37.1% 62.9% 50.0% % of Total 18.6% 31.4% 50.0% Total Count Value Expected Count % within parit 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for parit (ada sampah / tidak ada sampah) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper

98 keberadaan semak-semak * status responden Crosstab status responden kasus kontrol keberadaan semak-semak ada Count Total Expected Count % within keberadaan semaksemak 67.6% 32.4% 100.0% % within status responden 71.4% 34.3% 52.9% % of Total 35.7% 17.1% 52.9% tidak ada Count Expected Count % within keberadaan semaksemak 30.3% 69.7% 100.0% % within status responden 28.6% 65.7% 47.1% % of Total 14.3% 32.9% 47.1% Total Count Value Expected Count % within keberadaan semaksemak 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for keberadaan semak-semak (ada / tidak ada) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper keberadaan genangan air * status responden Crosstab status responden kasus kontrol keberadaan genangan air ada Count Total Expected Count % within keberadaan genangan air 62.5% 37.5% 100.0% % within status responden 71.4% 42.9% 57.1% 78

99 % of Total 35.7% 21.4% 57.1% tidak ada Count Expected Count % within keberadaan genangan air 33.3% 66.7% 100.0% % within status responden 28.6% 57.1% 42.9% % of Total 14.3% 28.6% 42.9% Total Count Value Expected Count % within keberadaan genangan air 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for keberadaan genangan air (ada / tidak ada) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper pengetahuan tentang malaria * status responden Crosstab status responden kasus kontrol pengetahuan tentang malaria kurang baik Count Total Expected Count % within pengetahuan tentang malaria 61.0% 39.0% 100.0% % within status responden 71.4% 45.7% 58.6% % of Total 35.7% 22.9% 58.6% baik Count Expected Count % within pengetahuan tentang malaria 34.5% 65.5% 100.0% % within status responden 28.6% 54.3% 41.4% % of Total 14.3% 27.1% 41.4% Total Count Expected Count

100 Value % within pengetahuan tentang malaria 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for pengetahuan tentang malaria (kurang baik / baik) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper sikap responden * status responden Crosstab status responden kasus kontrol sikap responden kurang baik Count Total Expected Count % within sikap responden 67.6% 32.4% 100.0% % within status responden 71.4% 34.3% 52.9% % of Total 35.7% 17.1% 52.9% baik Count Expected Count % within sikap responden 30.3% 69.7% 100.0% % within status responden 28.6% 65.7% 47.1% % of Total 14.3% 32.9% 47.1% Total Count Value Expected Count % within sikap responden 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test

101 N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for sikap responden (kurang baik / baik) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper tindakan responden * status responden Crosstab status responden kasus kontrol tindakan responden kurang baik Count Total Expected Count % within tindakan responden 64.3% 35.7% 100.0% % within status responden 77.1% 42.9% 60.0% % of Total 38.6% 21.4% 60.0% baik Count Expected Count % within tindakan responden 28.6% 71.4% 100.0% % within status responden 22.9% 57.1% 40.0% % of Total 11.4% 28.6% 40.0% Total Count Value Expected Count % within tindakan responden 50.0% 50.0% 100.0% % within status responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Fisher's Exact Test N of Valid Cases b 70 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Odds Ratio for tindakan responden (kurang baik / baik) For cohort status responden = kasus For cohort status responden = kontrol Risk Estimate Value N of Valid Cases 70 95% Confidence Interval Lower Upper

102 LAMPIRAN GAMBAR Gambar 1 Kasa yang terpasang di ventilasi responden Gambar 2 ventilasi rumah responden tidak terdapat kasa 82

103 Gambar 3 Rumah responden tidak memakai plafon/ langitlangit Gambar 4 Rumah responden memakai plafon/ langit-langit 83

104 Gambar 5 rawa-rawa di samping rumah responden Gambar 6 Kondisi parit banyak sampah 84

105 Gambar 7 Semak-semak yang terdapat di belakang rumah responden Gambar 8 Kegiatan sedang melakukan wawancara 85

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Kota Pangkalpinang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang merupakan daerah otonomi yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka. Secara astronomi, daerah ini berada pada garis 106 4 sampai dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies Plasmodium penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi parasit yaitu Plasmodium yang menyerang eritrosit.malaria dapat berlangsung akut maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah klien serta semakin luas penyebarannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Anopheles dengan gejala demam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Slamet Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Pontianak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta penduduk di dunia terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung J Kesehat Lingkung Indones Vol.8 No.1 April 2009 Faktor Risiko Kejadian Malaria Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Ririh Y., Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Environmental Factor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA RANTAU PANJANG KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA RANTAU PANJANG KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA RANTAU PANJANG KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: ZUPRIWIDANI NIM. 101000421 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan sub tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN 93 LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Keadaan Rumah Responden Gambar 2. Keaadaan Rumah Responden Dekat Daerah Pantai 94 Gambar 3. Parit/selokan Rumah Responden Gambar 4. Keadaan Rawa-rawa Sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia, memiliki 10 Kabupaten dengan status malaria dikategorikan endemis tinggi (>50 kasus per 1000 penduduk),

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Malaria 1.1 Pengertian Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu p. falciparum, p. ovale, p. malariae dan p. vivax yang di tularkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi, diperkirakan pada 2009 dari 225

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA Nurhadi 1,2, Soenarto Notosoedarmo 1, Martanto Martosupono 1 1 Program Pascasarjana Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana,

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menjadi perhatian global. Malaria termasuk dalam 3 penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL 2012 * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP, ***) Dosen Bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan

Lebih terperinci

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit

Lebih terperinci

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi Pokok Bahasan : Malaria Sub Pokok : Pencegahan Malaria Sasaran : Ibu/Bapak Kampung Yakonde Penyuluh : Mahasiswa PKL Politeknik Kesehatan Jayapura Waktu : 18.30 WPT Selesai Hari/tanggal : Senin, 23 Mei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria umumnya menyerang daerah tropis (Cina daerah Mekong, Srilangka, India, Indonesia, Filipina) dan subtropis (Korea Selatan, Mediternia Timur, Turki

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasmodium merupakan penyebab infeksi malaria yang ditemukan oleh Alphonse Laveran dan perantara malaria yaitu nyamuk Anopheles yang ditemukan oleh Ross (Widoyono, 2008).

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor Nyamuk Anopheles merupakan satu genus dari famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Jentik Anopheles ditandai dengan rambut berbentuk kipas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014 HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT Masriadi Idrus*, Getrudis**

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( ) Summery ABSTRAK Nianastiti Modeong. 2012. Deskripsi Lingkungan Fisik Daerah Endemik Malaria di Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas. Di Indonesia, penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease

Lebih terperinci

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadikannya

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA 1 Melisa Pantow 2 Josef S. B. Tuda 2 Angle Sorisi 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik dunia maupun Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Penyakit malaria adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Tugas utama sektor kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Tugas utama sektor kesehatan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah, dan swasta. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan

Lebih terperinci

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

IQBAL OCTARI PURBA /IKM PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014 TESIS OLEH IQBAL OCTARI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan sumber daya tersebut, pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

Amelia Febriana Rohi Riwu Ririn Arminsih Wulandari Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas Universitas Indonesia ABSTRAK

Amelia Febriana Rohi Riwu Ririn Arminsih Wulandari Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas Universitas Indonesia ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEBA KECAMATAN SABU BARAT KABUPATEN SABU RAIJUA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012 ABSTRAK Amelia Febriana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropis di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014 Listautin Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima Prodi D III Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109 genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR MINAHASA Trifena Manaroinsong*, Woodford B. S Joseph*,Dina V Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anopheles sp. a. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda

Lebih terperinci