PELATIHAN PELAKSANA MADYA PERAWATAN GEDUNG (SITE SUPERVISOR OF BUILDING MAINTENANCE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN PELAKSANA MADYA PERAWATAN GEDUNG (SITE SUPERVISOR OF BUILDING MAINTENANCE)"

Transkripsi

1 SSBM 10 = REKAYASA BANGUNAN PELATIHAN PELAKSANA MADYA PERAWATAN GEDUNG (SITE SUPERVISOR OF BUILDING MAINTENANCE) 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan KATA PENGANTAR Salah satu modul pelatihan yang akan diberikan kepada peserta pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung adalah mengenai Rekayasa Bangunan. Modul ini menjelaskan Rekayasa Bangunan dalam suatu Pekerjaan Perawatan Bangunan Gedung. Penulisan dan penyusunan buku ini disesuaikan dengan posisi pelatihan, dimana Para Peserta Pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) ini bukanlah mereka yang masih awam dalam hal pekerjaan Perawatan Bangunan Gedung. Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini. Jakarta, Desember 2005 Penyusun

3 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan LEMBAR TUJUAN MODUL PELATIHAN : Pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) MODEL PELATIHAN : Lokakarya Terstruktur TUJUAN UMUM PELATIHAN : Mampu mengawasi pekerjaan perawatan bangunan gedung sesuai dengan metode dan prosedur yang dapat diterima, dinyatakan pada gambar teknik dan spesifikasi seperti pada dokumen kontrak dan perjanjian kerja. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN : Pada akhir pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Melaksanakan sesuai spesifikasi struktur bangunan gedung. 3. Melaksanakan sesuai spesifikasi arsitektur bangunan gedung. 4. Melaksanakan sesuai spesifikasi utilitas bangunan gedung. 5. Membuat alokasi waktu dan penjadwalan. 6. Membuat perhitungan rancangan anggaran biaya. 7. Mengawasi pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan dokumen kontrak. 8. Menggunakan teknologi bahan, bangunan dan konstruksi. 9. Menggunakan Komputer 10. Menjelaskan rekayasa bangunan. 11. Menggunakan perlengkapan dan metode kerja. 12. Melaksanakan manajemen pemeliharaan & perawatan bangunan gedung. 13. Melaksanakan manajemen supervisi lapangan & pelaporan. 14. Menjelaskan pranata pembangunan.

4 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan NO. DAN JUDUL MODUL : SSBM 10 REKAYASA BANGUNAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mempelajari modul, peserta mampu menjelaskan rekayasa bangunan di lingkungan proyek sesuai ketentuan dokumen kontrak sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang perawatan bangunan gedung dan ketentuan peraturan yang berlaku. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Pada akhir pelatihan peserta mampu : 1. Melaksanakan pengukuran dan survey 2. Mengetahui prosedur pengujian dan pengetesan 3. Melaksanakan Technical Audit

5 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... LEMBAR TUJUAN... DAFTAR ISI... DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN PELAKSANA MADYA PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG (Site Supervision of Building Maintenance)... DAFTAR MODUL... PANDUAN INSTRUKTUR... i ii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 METODE DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN... I Arsitektur dan Ruang Luar... I Struktural... I Mekanikal dan Elektrikal... I BORANG-BORANG PEMERIKSAAN... I ACUAN PEMERIKSAAN... I Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Republik Indonesia... I Standar Nasional Indonesia (SNI)... I Keputusan Menteri/Direktur Jenderal... I-3 BAB II PENGUKURAN DAN SURVAI 2.1 UMUM... II PENGENALAN MEDAN... II TUJUAN... II PEMATOKAN/UITSET... II Uitzet As (Centre Line)... II Uitzet sumbu (koordinat)... II Uitset Garis Kisi-kisi (Grid Lines)... II-4

6 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan Uitset Untuk Timbunan dan Galian Saluran... II Uitset Untuk Pemasangan Batu dan Bangunan... II Uitset untuk Konstruksi Beton... II PENGUKURAN / PENGKAPLINGAN... II-10

7 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan BAB III PENGUJIAN DAN PENGETESAN 3.1 UMUM... III TERMINOLOGI PEMERIKSAAN... III METODE UJI MUTU MATERIAL AGREGAT... III Analisa Saringan Agregat Halus Dan Kasar... III Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar... III Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus... III Keausan Agregat Dengan Mesin Los Angeles... III Material Lolos Saringan No III Gumpalan Lempung Dan Butiran Yang Mudah Hancur Pada Agregat Alam... III Sand Equivalent... III Penentuan Mutu Agregat Dengan Sodium Sulfat... III METODE UJI MUTU SEMEN DAN BAJA TULANGAN... III Berat Jenis Semen... III Kehalusan Semen... III Konsistensi Normal... III Waktu Pengikatan Permulaan... III Kekuatan Tekan Mortar... III Kekuatan Tarik Baja Tulangan... III METODE UJI MUTU AIR... III ph AIR... III Bahan Padat Dalam Air... III Bahan Tersuspensi Dalam Air... III Bahan Organik Dalam Air... III Minyak Dalam Air... III Ion Sulfat Dalam Air... III Ion Chlor Dalam Air... III-55 BAB IV TECHNICAL AUDIT RANGKUMAN

8 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan DAFTAR PUSTAKA HAND OUT

9 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN PELAKSANA MADYA PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG (Site Supervision of Building Maintenance) 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit -unit kerja sehingga dalam Pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. unit-unit tersebut 2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing - masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance).

10 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan DAFTAR MODUL Jabatan Kerja : Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance) Nomor Modul Kode Judul Modul 1 SSBM 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2 SSBM 02 Spesifikasi Struktur Bangunan Gedung 3 SSBM 03 Spesifikasi Arsitektur Bangunan Gedung 4 SSBM 04 Spesifikasi Utilitas Bangunan Gedung 5 SSBM 05 Alokasi Waktu dan Penjadwalan 6 SSBM 06 Perhitungan Rancangan Anggaran Biaya 7 SSBM 07 Dokumen Kontrak 8 SSBM 08 Teknologi Bahan, Bangunan & Konstruksi 9 SSBM 09 Komputer 10 SSBM 10 Rekayasa Bangunan 11 SSBM 11 Perlengkapan dan Metode Kerja 12 SSBM 12 Manajemen Pemeliharaan & Perawatan Bangunan Gedung 13 SSBM 13 Manajemen Supervisi Lapangan dan Pelaporan 14 SSBM 14 Pranata Pembangunan

11 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan PANDUAN INSTRUKTUR 1. UMUM NAMA PELATIHAN : PELATIHAN PELAKSANA MADYA PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG (SITE SUPERVISOR OF BUILDING MAINTENANCE) KODE MODUL : SSBM - 10 JUDUL MODUL : REKAYASA BANGUNAN DESKRIPSI : Materi ini membahas pengetahuan Pengukuran dan survai, Pengujian dan pengetesan, Technical audit untuk pelatihan Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Site Supervisor of Building Maintenance). TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya. WAKTU PEMBELAJARAN : 2 (Dua) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)

12 Modul SSBM 10 : Rekayasa Bangunan 2. RENCANA PEMBELAJARAN KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. Ceramah : Pembukaan/ Bab I, Pendahuluan Menjelaskan tujuan instruksional umum(tiu) dan Tujuan instruksional khusus (TIK). Menjelaskan maksud dan tujuan rekayasa bangunan. Menjelaskan pengertian rekayasa bangunan. Waktu : 5 menit Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif. Mengikuti penjelasan maksud dan tujuan rekayasa bangunan. Mengikuti penjelasan pengertian rekayasa bangunan. Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas. OHT 2. Ceramah : Bab II, Pengukuran dan survai Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Pengukuran dan survai. Waktu : 30 menit Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas. OHT 3. Ceramah : Bab III, Pengujian dan pengetesan Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Pengujian dan pengetesan. Waktu : 30 menit Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas. OHT 4. Ceramah : Bab IV, Technical audit Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Technical audit. Waktu : 25 menit Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas. OHT

13

14 Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 METODE DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN Pemeriksaan atas hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya perlu menggunakan tata cara dan metode yang lazim digunakan Arsitektur dan Ruang Luar Metode untuk memeriksa komponen dan elemen arsitektural bangunan gedung, dapat dilakukan dengan: a. Secara visual,berupa pengamatan dan observasi langsung b. Menggunakan bantuan alat pengukuran c. Dll Struktural Metode untuk memeriksa komponen dan elemen struktural bangunan gedung, dapat dilakukan dengan: a. Peralatan non destructive test b. Peralatan light detection & ranging c. Dll Mekanikal dan Elektrikal Metode untuk memeriksa komponen dan elemen mekanikal dan elektrikal bangunan gedung, dapat dilakukan dengan: a. Peralatan infra red imaging b. Peralatan Megger test c. Dll.

15 Bab I: Pendahuluan 1.2 BORANG-BORANG PEMERIKSAAN Borang-borang yang digunakan untuk pengkajian teknis dalam memeriksa dan melakukan evaluasi terhadap bangunan gedung berisi data-data, di antaranya: a. Nama dan Fungsi Bangunan Gedung b. Lokasi Bangunan Gedung c. Data Teknis Bangunan Gedung d. Uraian yang diperiksa meliputi seluruh sistem bangunan gedung e. Kondisi hasil pemeriksaan (baik, perlu perbaikan kecil, perlu penggantian suku cadanga, perlu perbaikan besar, tidak mungkin diperbaiki/rusak total). f. Catatan yang perlu diperhatikan (mis: aki bat kesalahan perencanaan, kesalahan pelaksanaan, atau kesalahan pada pemanfaatan, dll.) g. Tanggal Pemeriksaan h. Petugas Pemeriksa 1.3 ACUAN PEMERIKSAAN Dalam melakukan pemeriksaan digunakan acuan, sebagai befrikut: Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Republik Indonesia: 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman 4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun 5) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Standar Nasional Indonesia (SNI) Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan sebagai acuan bagi pedoman teknis keselamatan bangunan gedung adalah acuan bagi perencanaan dan/atau pelaksanaan pembangunan bangunan gedung, serta tata cara pengoperasiannya. SNI-SNI yang dijadikan acuan di antaranya: 1. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

16 Bab I: Pendahuluan 2. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 3. SNI tentang Tata Cara Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya kebakaran pada Bangunan Gedung 4. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 5. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Selang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung 6. SNI tentang Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi Kebakaran 7. SNI tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 8. SNI tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung 9. SNI tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung 10. SNI tentang Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung 11. SNI tentang Tata Cara Penerangan Darurat, Tanda Arah, dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung 12. SNI tentang Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung 13. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan pemasangan Sistem Plambing pada Bangunan Gedung 14. SNI tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung 15. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja pada Bangunan Gedung 16. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton pada Bangunan Gedung Keputusan Menteri/Direktur Jenderal: SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 332/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan

17 Bab I: Pendahuluan SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan SK Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Nomor 58/KPTS/DM/2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat Kebakaran pada Bangunan Gedung.

18 Bab II: Pengukuran dan Survai BAB II PENGUKURAN DAN SURVAI 2.1 UMUM Pekerjaan konstruksi hakekatnya adalah pekerjaan untuk mewujudkan suatu bangun bangunan seperti gedung, jalan bangunan pelengkap, jembatan, bendungan, bendung, saluran dan lain-lain pada suatu lokasi berdasarkan gambar yang telah ditentukan. Bila kita datang ke lokasi dimana bangunan tersebut akan dibangun, lokasi tersebut dapat berupa tanah kosong (dalam arti belum ada bangunan), tetapi bisa juga di lokasi itu tersebut sudah ada bangunan lainnya baik dikiri maupun di kanannya. Lokasi dimana bangunan itu harus dibangun kadang-kadang letaknya terpencil, di puncak gunung atau di tengah-tengah hutan. Contoh bangunan gedung, irigasi, jalan penghubung ke daerah terpencil, jalan rintisan dan lain-lain. Petugas pengukuran dan pematokan adalah orang yang pertama kali datang di lokasi tersebut. Bila lokasi terpencil maka petugas pengukuran dan pematokan harus mempersiapkan alat dan bahan serta perlengkapan yang cukup. Jangan sampai terjadi kekurangan bahan dan alat di lokasi. 2.2 PENGENALAN MEDAN Pekerjaan pengukuran dan pematokan mempunyai peran yang penting. Kesalahan pada pekerjaan pengukuran dan pematokan dapat berakibat fatal apalagi dalam pekerjaan jembatan. Salah mengukur atau menetapkan patok dapat mengakibatkan pekerjaan tidak berfungsi. Dalam hal ini seperti ini kontraktor akan rugi besar, karena harus membongkar dan memperbaikinya. Pekerjaan pengukuran dan pematokan pada pekerjaan konstruksi hakekatnya pekerjaan memindahkan titik-titik pada gambar ke lapangan. Disamping itu di lapangan tidak mudah untuk membuat satu titik, membuat sudut, siku-siku atau membuat garis sejajar seperti di atas kertas. Membuat titik, membuat sudut siku-siku, membuat garis sejajar di lapangan memerlukan keterampilan khusus. Oleh karena itu tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang.

19 Bab II: Pengukuran dan Survai 2.3 TUJUAN Tujuan pengukuran dan pematokan pada pekerjaan konstruksi adalah untuk mengetahui atau menetapkan posisi satu titik-titik lain terhadap titik tetap. Titik-titik tetap dan titik lainnya yang telah ditetapkan ditandai dengan patok-patok. Dengan telah adanya titik-titik tersebut maka dapat diperoleh bentuk profil / relief dari permukaan tanah dimana akan didirikan bangunan. 2.4 PEMATOKAN / UITSET Pekerjaan pematokan atau uitzet / setting out adalah pekerjaan menetapkan/menentukan lokasi bangunan di lapangan. Patok-patok ini sangat penting untuk pelaksanaan pekerjaan sebenarnya, oleh karenanya penempatan patok-patok tersebut harus dilaksanakan dengan ketelitian dan ketepatan yang tinggi Uitzet As (Centre Line) As bangunan dan saluran diukur dan ditandai (uitzet) dengan patok -patok dan yang perlu diperhatikan oleh pelaksana lapangan adalah sebagai berikut : a. As pada umumnya ditunjukkan dengan paku 25 mm yang ditancapkan pada patok kayu dan disisakan 5 mm untuk supaya tidak menjadi bengkok akibat benturan atau gangguan lainnya. b. As untuk suatu konstruksi yang waktu pelaksanaannya cukup lama, harus ditandai dengan patok kayu yang dilindungi dengan beton. Harus diperhatikan agar patok tersebut tidak berpindah/berubah sewaktu pengecoran beton. Beton di cor sekeliling patok, Batang baja Gambar 2.1: Patok Tetap

20 Bab II: Pengukuran dan Survai c. As untuk konstruksi berskala besar misalnya bendung dan jembatan, harus diukur (uitset) permanen dengan tanda as dibuat dari pelat kuningan berukuan 100x100x5 mm yang dipasang pada bagian atas balok beton. d. Patok harus dikelilingi dengan pagar pengaman untuk melindungi dari kerusakan yang tidak disengaja oleh gangguan truk, mesin pemindah tanah manusia dan hewan. Warna : Biru untuk patok Merah dan Putih untuk pagar Pengaman Gambar 2.2: Pagar Pengaman Patok e. Patok atau tugu beton yang menandai titik referensi harus sering diperiksa, karena bisa rusak di tempat pekerjaan yang sempit/sesak. Mengganti satu patok adalah mudah, tetapi jika tidak segera dilaksanakan dan menunggu sampai beberapa patok rusak atau hilang, akan menghadapi saat krisis karena sebagian besar titik kontrol telah hilang dan pekerjaan terpaksa harus dihentikan untuk memasang kembali patok tersebut Uitzet sumbu (koordinat) Semua ukuran pekerjaan harus dihubungkan terhadap dua sumbu yaitu sumbu x dan y. Apabila gambar tidak menunjukkan sumbu-sumbu tersebut, maka harus dipilih dengan cara yang logis. As pada pekerjaan jalan, saluran dan bangunan pada umumnya digunakan sebagai sumbu utama dengan sumbu pembantu lainnya apabila diperlukan biasanya tegak lurus terhadap sumbu utama dan dapat juga bersudut runcing. Titik potong dan arah sumbu menjadi dasar untuk pekerjaan dan uitset. Patokpatok dipasang di tempat yang menunjukkan kedua ujung sumbu. Tanda-tanda ini

21 Bab II: Pengukuran dan Survai harus dipasang kuat dan selalu dapat dilihat selama masa pelaksanaan. Patokpatok atau jalan dipasang ditempat yang menunjukkan kedua ujung sumbu. Patokpatok penunjuk ini harus ditempatkan diluar batas pekerjaan, sehingga tidak terganggu dan menghindarkan perlunya penempatan ulang Uitset Garis Kisi-kisi (Grid Lines) Untuk konstruksi atau bangunan yang besar, harus dibuat uitset garis kisi-kisi berdasarkan as yang ditunjukkan dalam gambar. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan uitset kisikisi : a. Pada proyek-proyek besar patok-patok referensi yang terdapat dalam gambar pada umumnya mempunyai koordinat yang telah dikaitkan pada sistem jaringan triangulasi. b. Apabila tidak ditunjukkan patok-patok yang menandai as pada gambar kontrak, pelaksana lapangan harus membuat kisi-kisi yang diperlukan. c. Pada proyek-proyek yang kecil, garis tengah suatu jalan, ujung pagar halaman atau bangunan-bangunan atau garis-garis yang berhubungan dengan benda tetap diatas tanah dapat digunakan sebagai as. d. Untuk proyek besar, sedikitnya harus dibuat 3 buah patok referensi, bila dibutuhkan untuk memenuhi kondisi sebagai as. e. Patok-patok uitset kisi-kisi harus tahan lama, karena akan selalu dibutuhkan selama masa kontrak pekerjaan. f. Patok-patok sementara dapat berupa paku pada patok kayu g. Patok-patok yang sifatnya lebih permanen harus dari paku baja atau pelat dengan tanda yang ditanam dalam beton. h. Dasar beton harus kokoh dan sebaiknya dasarnya digali dalam tanah dan di cor sampai pada elevasi patok atau permukaan paku. i. Dibuat pagar pengaman mengelilingi patok untuk mencegah kerusakan j. Dari patok-patok uitset kisi-kisi tertentu, sudut-sudut dan jarak-jarak dapat diambil terhadap benda-benda yang ada dan diperiksa untuk memastikan kebenaran tempatnya sehubungan dengan tempat pekerjaan.

22 Bab II: Pengukuran dan Survai Gambar 2.3: Garis kisi-kisi Uitset Untuk Timbunan dan Galian Saluran Dalam pelaksanaan uitset timbunan dan galian saluran ada beberapa hal yang harus diperhatikan : a. Memberi tanda patok pada as untuk tiap interval 20 m. b. Disebelah luar dari patok tersebut dan tegak lurus pada as, dipancangkan patok lain untuk memberi tanda batas dari talud. c. Apabila sulit menempatkan patok karena keadaan tanah, patok tersebut ditempatkan lebih dekat pada as sedemikian rupa, lalu dipasang paku pada titik perpotongan talud dan patok tersebut. Kemiringan akhir dari timbunan Paku yang ditancapkan Gambar 2.4: Tanda Kemiringan Akhir Timbunan dengan paku d. Menggunakan kayu untuk menetapkan profil permukaan untuk timbunan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Profil kayu didirikan setelah bahan timbunan cukup untuk bisa memancang bagian atas patok kayu.

23 Bab II: Pengukuran dan Survai Paku dipakukan disisi ketinggian akhir dari timbunan Kayu profil Gambar 2.5: Tanda Kemiringan akhir timbunan dengan kayu e. Setelah semua patok sisi dipancang, maka patok as dapat dibongkar f. Patok-patok batas lebar kemudian diikat pada patok petunjuk yang dipasang di luar batas, sehingga tidak terganggu dan untuk menghindarkan keharusan penempatan ulang. g. Dalam hal timbunan yang besar dan pembangunannya akan memakan waktu beberapa tahun, dibuat patok-patok beton dengan jarak tertentu diluar patokpatok batas lebar, sehingga patok-patok dapat dipasang ulang secara teliti pada waktu diperlukan untuk membentuk talud. h. Cara semacam itu dapat digunakan sama untuk pekerjaan galian, hanya bedanya bahwa patok batas lebar harus dibuat di luar tempat munculnya talud dari tanah. 12 m Patok Gambar 2.6: Patok Batas Timbunan Patok Talud ½ m Gambar 2.7: Patok Batas Galian

24 Bab II: Pengukuran dan Survai Uitset Untuk Pemasangan Batu dan Bangunan Cara yang baik sebelum memulai pekerjaan uitset adalah membuat skets uitset terlebih dahulu untuk tiap-tiap konstruksi yang akan dilaksanakan. 1. Detail-detail yang harus dicantumkan pada skets tersebut adalah sebagai berikut : a. As b. Uitset sumbu (koordinat) atau garis kisi-kisi c. Titik referensi d. Elevasi referensi sementara e. Ukuran konstruksi keseluruhan termasuk gailan f. Bentuk dan ukuran berbagai komponen / bagian konstruksi g. Urutan-urutan melakukan uitset 2. Hal-hal yang penting untuk diingat pada waktu menyiapkan skets : a. Skets harus jelas dan sebanding dengan skala b. Skets harus digambar tangan atau dapat digunakan penggaris c. Skets dibuat sebesar mungkin memenuhi lembaran kertas. d. Jika konstruksi luas, skets dapat melebihi satu lembaran kertas, maka sebanyak mungkin titik-titik dipindahkan kedalam lembaran kertas berikutnya untuk meneruskan ukurannya. e. Bagian-bagian yang rumit harus dibuat skets tersendiri dengan skala lebih besar. 3. Persiapan Sebelum Uitset Dimisalkan bahwa as telah lengkap dan elevasi referensi sementara telah dibuat sebelum pemasangan patok-patok dari tiap-tiap bagian bangunan dan garis-garis konstruksinya di pasang pada lokasi pekerjaan. Maka hal yang penting yang harus diperhatikan untuk uitset suatu konstruksi adalah : a. Pada semua titik penting atau referensi, mula-mula sebuah patok harus dipancang dan ditancapkan sebuah paku pada patok tesebut sebagai tanda letak titik yang tepat. b. Tergantung dari besarnya dan sifatnya, konstruksi, posisinya harus tepat dari garis kisi-kisi dan patok-patok. Hubungan dengan as dan lain-lain dapat diperoleh dengan menggunakan : 1) Waterpass 3) Mistar segitiga 2) Teodolit (untuk uitset yang cermat) 4) Pita ukur baja

25 Bab II: Pengukuran dan Survai 4. Titik Uitset Tetap Biasanya garis-garis uitset dan patok sering terganggu pada waktu mengerjakan galian dan konstruksi. Maka perlu ada titik yang tetap dibuat agak jauh dari titik aslinya, sehingga tidak terganggu oleh mesin-mesin atau para pekerja dan lain-lainnya. Selama pekerjaan berlangsung, uitset dapat diulang berkali-kali dan hal ini dilakukan dengan mengukur dari titik-titik tetap. Titik tetap pada papan acuan konstruksi/bouwplank lazimnya dipasang dengan cara seperti berikut : a. Bouwplank dibuat dari papan kayu mendatar ukuran 10cm x 2cm (panjang sesuai keperluan). Ditopang dengan tiang-tiang tegak (ukuran 5 x 5 cm). b. Bouwplank dipasang 2 sampai 3 m diluar batas konstruksi jika penggalian dilakukan dengan mesin dan 1,0 sampai 1,5 m dari lokasi diluar batas konstruksi jika penggalian oleh tenaga kerja. Hal ini dimaksudkan agar bouwplank tidak rusak/terganggu. c. Uitset yang penting diberi tanda pada papan horizontal dengan paku atau irisan gergaji d. Bagian atas dari papan menunjukkan elevasi, elevasi terkontrol ini ditulis pada papan horizontal tersebut. e. Tanda dengan warna sering digunakan untuk menunjukkan jenis dan ukuran konstruksi pada bouwplank. Gambar 2.8: Papan Acuan Bangunan (bouwplank)

26 Bab II: Pengukuran dan Survai 5. Uitset Galian untuk Bangunan Apabila patok uitset telah dipasang dan diperiksa, maka ditarik benang melalui patok-patok untuk menunjukkan garis konstruksi yang penting. Garis-garis as ditandai dengan menaburkan bubuk kapur atau pasir kering pada tali benang, sehingga terbentuk garis-garis lurus pada tanah. Benang dilepas dan penggalian dapat dilaksanakan. Benang dapat dipasang kembali untuk memeriksa penggalian selama pekerjaan berlangsung. Garis sumbu dapat dialihkan lebih rendah dengan bantuan unting-unting atau water pass. Untuk garis konstruksi yang tetap dapat dipasang paku baja sebagai titik tetap dan ditarik tali benang. Kedalaman galian harus di uitset dengan cermat dari elevasi referensi sementara terdekat. Gambar 2.9: Benang Sebagai Garis Konstruksi pada Profil Gambar 2.10: Benang Sebagai Garis Konstruksi pada Papan Acuan (bouwplank)

27 Bab II: Pengukuran dan Survai Dua macam teknik yang umum digunakan untuk uitset kedalaman penggalian adalah : a. Papan Bidik Papan bidik digunakan untuk memeriksa pekerjan penggalian, sama seperti pada pekerjaan timbunan. b. Patok-patok Elevasi Patok elevasi pada umumnya dipasang dengan menggunakan alat sipat datar dan diikat pada elevasi referensi sementara yang ditetapkan/disetujui. Patok-patok elevasi dipancang ke tanah atau dipasang pada konstruksinya sendiri untuk menunjukkan elevasi tahapan konstruksi. Ketinggian yang tepat ditunjukkan pada bagian as patok atau pada paku diatas patok tersebut. Metode yang digunakan untuk mengalihkan elevasi dari patok uitset tergantung dari pada jenis konstruksi dan harus selalu diperiksa kembali dengan alat sipat datar secara cermat. Untuk konstruksi kecil, pekerja yang berpengalaman akan dapat memindahkan elevasi dengan slang plastik dari patok. 6. Ketepatan Uitset Harus diperhatikan benar-benar pada ketepatan uitset atau pembuatan alatalat bantu tersebut diatas. Suatu kesalahan dalam hal ini akan terlihat pada hasil pekerjaan Uitset untuk Konstruksi Beton Konstruksi beton memerlukan pengawasan yang lebih ketat daripada pekerjaan lain. Pada konstruksi beton diizinkan toleransi minimal atau sama sekali tidak ada toleransi. Dan sangat penting agar ukuran dan elevasi benar-benar tepat. Perbaikan kesalahan pada konstruksi beton mengakibatkan pembengkakan biaya yang tidak sedikit dan akan membuang waktu. 2.5 PENGUKURAN / PENGKAPLINGAN Pengkaplingan tanah adalah membagi luas tanah yang akan dipakai untuk pemukiman, menjadi beberapa petak tanah atau pekarangan. Tentu saja dalam membagi petak-petak tanah ini perlu diperhatikan adanya sarana umum seperti jalan, saluran air, taman dan sebagainya.

28 Bab II: Pengukuran dan Survai Pengukuran Situasi Sebelum membuat rencana pengkaplingan, daerah yang akan dijadikan tempat pemukiman harus diukur terlebih dahulu untuk mengetahui batas-batasnya, luasnya, topografinya maupun detail lainnya yang diperlukan untuk kemudian digambarkan petanya. 1. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan ada beberapa macam, tergantung luas daerah dan keperluannya. Jika daerahnya kecil cukup menggunakan alat ukur sederhana. Tetapi jika daerahnya cukup luas, harus menggunakan alat ukur optis. Hal ini untuk memudahkan pekerjaan dan hasil yang lebih teliti. Adapun alat ukur yang biasa dipergunakan adalah : a. Pesawat theodolit dengan kelengkapannya b. Pesawat waterpass atau pesawat penyipat datar (PPD) dengan kelengkapannya c. Pita ukur panjang 30 m, 50 m atau 100 m. d. Rol meter panjang 3 m atau 5 m. 2. Cara Pengukuran Jika daerahnya cukup luas pengukuran yang perlu dikerjakan adalah : a. Kerangka peta yang diukur dengan cara poligon b. Batas-batas tanah atau daerah c. Detail situasi 3. Langkah kerja pengukuran a. Buat sket lapangan yang Jelas b. Tentukan titik ikat pengukuran Po yang diketahui koordinat dan ketinggiannya (jika tidak ada dapat ditentukan sendiri) c. Pasang patok kerangka P1 dan gambar dalam skets lapangan d. Pasang pesawat pada titik Po kemudian pasang kompas theodolit pada pesawat e. Arahkan teropong ke utara magnit, kemudian kunci gerak mendatarnya f. Stel bacaan sudut mendatarnya pada posisi 0 0 0, kemudian kunci piringan bacaan sudut mendatarnya. g. Buka pengunci gerak mendatar teropong dan arahkan teropong ke titik P1 kemudian baca dan catat sudut datarnya sebagai azimut awal di Po lalu ukur jaraknya Po ke P1 h. Pasang patok kerangka P2 dan gambar dalam sket lapangan

29 Bab II: Pengukuran dan Survai i. Pasang pesawat pada titik P1, lalu arahkan teropong pada titik Po kemudian baca dan catat sudut datarnya sebagai bacaan ke belakang. j. Putar teropong searah jarum jam ke titik P2 kemudian baca dan catat sudut datarnya sebagai bacaan ke muka lalu ukur jaraknya P1 ke P2. k. Pasang titik-titik detail a, b, c yang diperlukan dan gambar dalam sket lapangan kemudian dengan cara yang sama baca dan catat sudut datarnya lalu ukur jaraknya. l. Ukur sudut datar dan jaraknya pada titik-titik kerangka poligon dan detail lainnya dengan cara yang sama seperti tersebut diatas. Apabila daerahnya tidak rata, perlu diukur ketinggian titik-titiknya untuk menggambarkan keadaan topografinya. Gambar 2.11: Sket untuk Pengukuran Perhitungan Data Hasil Pengukuran Hasil pengukuran sudut datar dan jarak titik-titik kerangka maupun detail adalah sebagai berikut :

30 Bab II: Pengukuran dan Survai Tabel 2.1 : Hasil Pengukuran Sudut Datar dan Titik-titik kerangka No. TTK Sudut β Jarak D P0 69,354 P ,8 68,154 a ,77 29,964 b ,892 c ,3 40,025 P ,6 86,833 a ,15 19,925 b ,58 9,434 c ,42 36,168 P ,2 61,814 a ,9 29,411 b ,48 17,000 P ,3 64,281 a ,7 23,345 b ,5 18,028 c ,8 24,352 P5 a ,05 17,000 b ,857 Azimut awal αp 0 = ,07 Tabel 2.2 : Hasil Pengukuran Koordinat titik-titik No. TT K Po Sudut β Sudut Jurusan α ,07 Jarak d D sin α (Vx) Koordin at X D cos α (Vy) Koordin at Y 69, , ,000 P , ,8 68, , ,000 a , ,84 29, , ,000 b ,1 13, , ,000 c , ,38 40, , ,000 P , ,47 86, , ,000 a , , , ,000 b , ,38 9, , ,000

31 Bab II: Pengukuran dan Survai No. TT K Sudut β Sudut Jurusan α Jarak d D sin α (Vx) Koordin at X D cos α (Vy) Koordin at Y c ,42 P , , ,67 36, , ,000 61, , ,000 a , ,37 29, , ,000 b , ,95 17, , ,000 P , ,9 64, , ,000 a , ,46 23, , ,000 b , ,4 18, , ,000 c , ,5 24, , ,000 P5 165, ,000 a , ,95 17, , ,000 b ,96 27, , Penggambaran Peta Setelah koordinat titik-titik yang diukur didapat kemudian digambarkan peta situasinya dengan langkah kerja penggambaran seperti berikut : 1. Siapkan kertas millimeter 2. Gambarkan sumbu x dan sumbu y dengan skala pada kertas _illimeter dengan terlebih dahulu menghitung selisih jarak x maksimum dengan x minimum dan y maksimum dengan y minimum. 3. Gambarkan koordinat titik-titik kerangka poligon, kemudian hubungkan titiktitiknya. 4. Gambarkan koordinat titik-titik detailnya

32 Bab II: Pengukuran dan Survai 5. Hubungkan titik-titik batas lokasi pengukuran dengan mencocokkan sket lapangan 6. Gambarkan rencana pengaplingan pada peta situasi. Gambar 2.12: Peta Situasi Stake Out / Pematokan Pekerjaan selanjutnya adalah pemasangan patok-patok di lapangan dengan letak titik-titik yang ada dalam gambar rencana. Sebelum pematokan dilaksanakan perlu dihitung terlebih dahulu berapa besar sudut arahnya (β) dan jarak dari titik-titik patok yang sudah ada di lapangan. Contoh : Misalkan akan memasang patok pada titik A (lihat gambar pada peta situasi) Patok titik Po dan P1 diketahui di lapangan Koordinat titik Po = (100;100) Koordinat titik P1 = (107;169) Koordinat titik A dapat dibaca / dilihat pada peta rencana pengaplingan ; hasilnya A = (119;153).

33 Bab II: Pengukuran dan Survai 1. Perhitungan Sudut Arah Po P1 A (β) Sudut jurusan Po-P1 = ,07 Sudut jurusan P1-A dapat dihitung x Tan ( P1 A) y x ( P1 A) Arc tan y a A xa xp y yp A xp1 yp1 12 Arc Tan 0, ( P1 A) ' 4,66" Karena terletak pada kwadran II, maka : Sudut jurusan P1-A= ,66 P1 A ' 55,3" Sudut arah PoP1 A (β) = sudut jurusan (P1-A)-sudut Jurusan (Po-P1) = ( , ,7 ) maka ditambah β = , ,2 2. Perhitungan Jarak Jarak P1-A dapat dihitung sebagai berikut : a. Rumus Pitagoras Jarak P1-A = 2 y = = = 18,439 m b. Dengan mesin hitung / kalkulator : Jarak P1-A = x INV R-P y 12 INV R-P 14 = = 18,439 m

34 Bab II: Pengukuran dan Survai 3. Langkah Kerja Pematokan a. Pasang pesawat theodolit diatas titik P1, kemudian distel b. Putar pesawat searah jarum jam ke titik Po c. Stel sudut datarnya pada bacaan , kemudian kunci piringan sudut mendatarnya d. Buka pengunci gerak mendatar teropong, kemudian putar searah jarum jam sampai mendapatkan bacaan sudut mendatar sebesar ,2 lalu kunci gerak mendatarnya e. Ukur jarak dari P1 kearah bidikan teropong sepanjang 18,439 m, kemudian pasang patoknya (patok titik A) f. Untuk titik-titik yang lain dapat dikerjakan dengan cara yang sama seperti tersebut diatas U ,2 P1 18,439 A Po Gambar 2.13 Langkah Kerja Pematokan

35 BAB III PENGUJIAN DAN PENGETESAN 3.1 UMUM Pemeriksaan kualitas material yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan merupakan langkah awal dari serangkaian pemeriksaan berikutnya meliputi kualitas material olahan dan kualitas pekerjaan. Inti dari pemeriksaan kualitas material adalah untuk mengetahui sifat-sifat dasar material apakah sesuai dengan persyaratan spesifikas. Dari sifat-sifat dasar ini selanjutnya dipakai untuk dijadikan material olahan seperti agregat atau campuran beton, yang akan digunakan sebagai lapisan perkerasan beton semen atau jembatan beton dari struktur beton yang direncanakan. Pada modul ini akan memperkenalkan metode-metode yang lazim digunakan pada pekerjaan konstruksi perkerasan beton semen dan jembatan beton dilingkungan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Metode-metode tersebut meliputi SNI, SKNI, AASHTO maupun ASTM yang telah diaktreditasi sebagaimana dijelaskan pada modul manajemen Laboratorium. 3.2 TERMINOLOGI PEMERIKSAAN a. Analisa Saringan Agregat Halus dan Kasar, dimaksud untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan seperangkat saringan b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar dan Agregat Halus, dimaksud untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan je nuh (Saturated Surface Dry = SSD) berat jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat kasar dan agregat halus. b.1. Berat jenis (bulk specific gravity), ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu b.2. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD,) yaitu perbandingan antara berat agregat kering-permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu

36 b.3. Berat jenis semu (apparent specific gravity,) ialah perbandingan antara berat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu b.4. Penyerapan, ialah persentase berat jenis air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering. c. Keausan Agregat dengan mesin Los Angeles, dimaksud untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No.12 terhadap berat semula, dalam persen. d. Gumpalan Lempung dan Butiran yang mudah hancur pada agregat, dimaksud untuk menentukan perkiraan jumlah gumpalan lempung dan material yang mudah hancur pada agregat alam. e. Material Lolos Saringan No. 200, dimaksud untuk menentukan jumlah material halus yang terdapat dalam agregat lolos saringan No. 200 dengan cara pencucian. f. Sand Equivalent atau Tara Pasir, dimaksud untuk menentukan proporsi relatif dari debu halus atau material sejenis dalam agregat. g. Penentuan Mutu Agregat dengan Sodium Sulfut, dimaksud untuk menentukan ketahanan agregat terhadap kehancuran dengan menjenuhkan dalam larutan sodium sulfat atau magnesium sulfat. h. Berat Jenis Semen, dimaksudkan untuk menentukan berat jenis semen, yaitu perbandingan antara berat jenis kering semen pada suhu kamar dengan berat isi kering air suling pada 4 0 C yang isinya sama dengan isi semen. i. Kehalusan Semen, dimaksudkan untuk menentukan kehalusan semen dengan menggunakan saringan No. 100 dan No Kehalusan merupakan suatu faktor penting yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi antara partikel semen dengan air. j. Konsistensi Normal, dimaksudkan untuk menentukan konsistensi normal semen dengan vicat. Konsistensi normal semen adalah suatu kondisi standar yang menunjukkan kebasahan pasta. k. Waktu Pengikatan Permulaan, dimaksudkan untuk menentukan waktu pengikatan permulaan semen yaitu jangka waktu dari mulainya pengukuran pasta pada konsistensi normal sampai pasta kehilangan sebagian sifat plastis (menjadi beku).

37 l. Kekuatan Tekan Mortar, dimaksudkan untuk menentukan kekuatan tekan mortar semen dengan contoh benda uji berbentuk kubus berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Kekuatan tekan mortar adalah beban tiap satuan luas permukaan yang menyebabkan mortar hancur. m. Kekuatan Tarik Baja Tulangan, dimaksudkan untuk menentukan kekuatan tarik baja beton yaitu gaya tarik tiap satuan luas penampang yang menyebabkan baja beton putus. n. ph air, dimaksud untuk menentukan ph air secara kasar. o. Bahan padat dalam air, dimaksud untuk menentukan kadar padat mineral atau garam mineral dalam air. p. Bahan tersuspensi dalam air, dimaksud untuk menentukan kadar bahan-bahan yang tersuspensi dalam air. q. Bahan organik dalam air, dimaksud untuk menentukan kadar organik dalam air. r. Minyak dalam Air, dimaksud untuk menentukan kadar minyak dalam air. s. Ion Sulfut dalam air, dimaksud untuk menentukan kadar ion sulfut (SO 4) dalam air. t. Ion Chlor dalam air, dimaksud untuk menentukan kadar ion chlor dalam air. 3.3 METODE UJI MUTU MATERIAL AGREGAT Analisa Saringan Agregat Halus Dan Kasar 1. Mempersiapkan Peralatan a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji. b. Satu set saringan ; 76,2 mm (3 ); 63,5 mm (2½ ); 50,8 mm (2 ); 37,5 mm (1½ ); 25 mm (1 ); 19,1 mm (¾ ); 12,5 mm (½ ); 9,5 mm (3/8 ); no. 4; no. 8; no. 16; no. 30; no. 50; no. 100; no. 200 (Standar ASTM). c. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5) O C. d. Alat pemisah contoh. e. Mesin penggunjang saringan. f. Talam-talam. g. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.

38 2. Mempersiapkan Benda Uji a. Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak: i. Agregat halus; Ukuran maksimum no. 4; berat minimum 500 gram. Ukuran maksimum no. 8; berat minimum 100 gram. ii. Agregat kasar; Ukuran maksimum 3,5 ; berat minimum 35 kg Ukuran maksimum 3 ; berat minimum 30 kg Ukuran maksimum 2,5 ; berat minimum 25 kg Ukuran maksimum 2 ; berat minimum 20 kg Ukuran maksimum 1,5 ; berat minimum 15 kg Ukuran maksimum 1 ; berat minimum 10 kg Ukuran maksimum ¾ ; berat minimum 5 kg Ukuran maksimum ½ ; berat minimum 2,5 kg Ukuran maksimum 3/8 ; berat minimum 1 kg Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan no. 4. selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum di atas. Benda uji disiapkan sesuai dengan AASHTO T-11 kecuali apabila butiran yang melalui saringan no. 200 tidak perlu diketahui jumlahnya dan bila syarat-syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian. 3. Cara Melakukan a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) O C,sampai berat tetap. b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selam 15 menit. 4. Perhitungan Hitunglah prosentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing saringan terhadap berat total benda uji. 5. Pelaporan Laporan meliputi :

39 a. Jumlah prosentase melalui masing-masing saringan, atau jumlah prosentase di atas masing-masing saringan dalam bilangan bulat. b. Grafik akumulatif. 6. Contoh Hasil Pemeriksaan ANALISA SARINGAN SNI F atau AASHTO T27-74 Material : Batu Pecah 2 / 3 Berat Contoh I : gram Berat Contoh II : gram No. Kumulatif Kumulatif Berat Berat Ayakan Tertahan Berat Persen Persen Rata-rata Tertahan Berat Persen Persen (mm) Tertahan Tertahan Lolos Tertahan Tertahan Lolos Tabel 3.1 : Hasil Pemeriksaan Analisa Saringan Agregat 2/ / 8 " 1 / 2 " 3 / 4 " 1" 1 1 / 2 " 2 1 / 2 " Total Persen Lolos Total Persen Lolos mm 0 Gambar 3.1 : Grafik Analisa Saringan Agregat 2/3

40 ANALISA SARINGAN SNI F atau AASHTO T27-74 Material : Batu Pecah 1 / 2 Berat Contoh I : gram Berat Contoh II : gram No. Kumulatif Kumulatif Berat Berat Ayakan Berat Persen Persen Rata-rata Berat Persen Persen Tertahan Tertahan (mm) Tertahan Tertahan Lolos Tertahan Tertahan Lolos Tabel 3.2 : Hasil Pemeriksaan Analisa Saringan Agregat 1/ / 8 " 1 / 2 " 3 / 4 " 1" 1 1 / 2 " 2 1 / 2 " Total Persen Lolos Total Persen Lolos mm Gambar 3.2 : Grafik Analisa Saringan Agregat 1/2

41 ANALISA SARINGAN SNI F atau AASHTO T27-74 Material : Agregat Medium Berat Contoh I : gram Berat Contoh II : gram No. Kumulatif Kumulatif Berat Berat Ayakan Berat Persen Persen Rata-rata Berat Persen Persen Tertahan Tertahan (mm) Tertahan Tertahan Lolos Tertahan Tertahan Lolos Tabel 3.3 : Hasil Pemeriksaan Analisa Saringan Agregat Medium / 8 " 1 / 2 " 3 / 4 " 1" 1 1 / 2 " 2 1 / 2 " Total Persen Lolos Total Persen Lolos mm Gambar 3.3 : Grafik Analisa Saringan Agregat Medium

42 ANALISA SARINGAN SNI F atau AASHTO T27-74 Material : Pasir Berat Contoh I : gram Berat Contoh II : gram No. Kumulatif Kumulatif Berat Berat Ayakan Berat Persen Persen Rata-rata Berat Persen Persen Tertahan Tertahan (mm) Tertahan Tertahan Lolos Tertahan Tertahan Lolos Tabel 3.4: Hasil Pemeriksaan Analisa Saringan Pasir / 8 " 1 / 2 " 3 / 4 " 1" 1 1 / 2 " 2 1 / 2 " Total Persen Lolos Total Persen Lolos mm Gambar 3.4 : Grafik Analisa Saringan Pasir

43 3.3.2 Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar 1. Mempersiapkan Peralatan a. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (no. 6 atau no. 8) dengan kapasitas kira-kira 5 kg. b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap. c. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1% dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang. d. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5) O C. e. Alat pemisah contoh f. Saringan no Mempersiapkan Benda Uji Benda uji adalah agregat yang tertahan pada saringan no. 4 diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara membagi empat (perempat), sebanyak kira - kira 5 kg) 3 Cara Melakukan a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan. b. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 105 o C sampai berat tetap. c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1 3 jam, kemudian timbang dengan ketelitian 0,5 gram (B k) d. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam. e. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan harus satu persatu. f. Timbang benda uji kering permukaan jenuh (B j). g. Letakkan benda uji di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya di dalam air (B a). Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25 o C) h. Lakukan pemeriksaan beberapa kali untuk mendapatkan harga rata-rata yang memuaskan.

44 4. Perhitungan a. Berat Jenis (bulk specific gravity) = B k b. Berat jenis kering permukaan jenuh B j - B a (saturated surface dry) = B j c. Berat jenis semu B j - B a (apparent specific gravity) = B k B k - B a d. Penyerapan = B j B k B k x 100% B k = berat benda uji kering oven, (gram) B j = berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram) B a = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air, (gram) 5. Pelaporan Hasil perhitungan dilaporkan dalam bilangan desimal sampai dua angka di belakang koma.

45 6. Contoh hasil Pemeriksaan A B Rata-rata Berat benda uji kering oven Bk 1215, ,10 Berat benda uji kering permukaan jenuh Bj gr gr Berat benda uji di dalam air Ba 1232, ,20 gr gr 749,86 gr 740,69 gr A B Rata-rata Berat jenis (Bulk) Bk 2,52 2,54 2,53 Bj - Ba Berat jenis kering-permukaan Bj 2,55 2,57 2,56 jenuh Bj - Ba Berat jenis semu (Apparent) Bk Bk - Ba 2,61 2,63 2,62 Penyerapan (Absorption) Bj - Bk x 100% 1,39 1,35 1,32 Bk Tabel 3.5 : Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus 1. Mempersiapkan Peralatan a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gr. b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml. c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter bagian bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm. d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15) gr. Diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm. e. Saringan no. 4.

46 f. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5) o C. g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan i C. h. Talam. i. Bejana tempat air. j. Pompa hampa udara (Vacuum pump) atau tungku. k. Air suling. l. Desikator. 2. Mempersiapkan Benda Uji Benda uji adalah agregat yang lolos saringan no. 4 diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak 1000 gram. 3. Cara Melakukan a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5) o C, sampai berat tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemansan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar dari pada 0,1%. Dinginkan pada suhu ruang, kemudian rendam dalam air selama (24 ± 4) jam. b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat di atas talam, keringkan di udara panas dengan cara membalikbalikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan keringpermukaan jenuh. c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke dalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering-permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak. d. Segera setelah tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500 gram benda uji ke dalam piknometer. Masukkan air suling sampai mencapai 90% isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer.

47 e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar 25 o C. f. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas. g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (B t). h. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5) o C sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator. i. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (B k). j. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna penyesuaian dengan suhu standar 25 o C (B). k. Lakukan pemeriksaan beberapa kali untuk mendapatkan harga rata-rata yang memuaskan. 4. Perhitungan a. Berat Jenis (bulk specific gravity) = Bk (B B t) b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry) = 500 (B B t) c. Berat jenis semu (apparent specific gravity) = B k (B + B k B t) d. Penyerapan = {500 B k) x 100% B k = berat benda uji kering oven, (gram) B = berat piknometer berisi air (gram). B t = berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram) 500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram) B k 5. Pelaporan Hasil dilaporkan dalam bilangan desimal sampai dua angka dibelakang koma.

48 6. Contoh Hasil Pemeriksaan A B Rata-rata Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 500 Berat benda uji kering oven Berat piknometer diisi air (25 o C) Berat piknometer + benda uji (SSD) + air ((25 o C) Bt Bk B 500,0 gr 497,7 gr 822,6 gr 1127,6 gr 500,0 gr 498,2 gr 850,0 gr 1153,9 gr A B Rata-rata Berat jenis (Bulk) Bk (B Bt) 2,55 2,54 2,55 Berat jenis kering-permukaan jenuh 500 2,56 2,55 2,56 (B Bt) Berat jenis semu (Apparent) Bk (B + Bk Bt) 2,58 2,56 2,57 Penyerapan (500 Bk) Bk x 100% 0,46 0, Tabel 3.6 : Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Halus Keausan Agregat Dengan Mesin Los Angeles 1. Mesin Los Angeles a. Mesin Los Angeles Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28 ) panjang dalam 50 cm (20 ). Silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56 ). b. Saringan no. 12 dan saringan-saringan lainnya seperti tercantum dalam Tabel 7.

49 b. Timbangan, dengan ketelitian 5 gram. c. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm (1 7/8 ) dan berat masing-masing antara 390 gram sampai 445 gram. d. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (100 ± 5) o C. 2. Mempersiapkan Benda Uji a. Berat dan gradasi benda uji sesuai Tabel 8. b. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu (100 ± 5) o C sampai berat tetap. Ukuran saringan Berat dan gradasi benda uji (gram) Lewat (mm) Tertahan (mm) A B C D E F G 76,2 63, ,5 50, ,8 38, ,1 25, ,4 19, ,05 12, ,7 9, ,51 6, ,35 4, ,75 2, Jumlah Bola Berat Bola (gram) ± 25 ± 25 ± 20 ± 15 ± 25 ± 25 ± 25 Tabel 3.7 : Berat Agregat dan Jumlah Bola Baja sesuai Gradasi Benda Uji

50 3. Cara Melakukan a. Benda uji dan bola-bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles. b. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, 500 putaran untuk gradasi A, B, C, dan D; 1000 putaran untuk gradasi E, F dan G. c. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring dengan saringan no. 12. Butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu (110 ± 5 o C) sampai berat tetap. 4. Perhitungan : Keausan = a b a X 100% a = berat benda uji semula (gram) b = berat benda uji tertahan saringan no. 12 (gram) 5. Pelaporan Keausan dilaporkan sebagai bilangan bulat dalam persen. 6. Contoh Hasil Pemeriksaan Gradasi Pemeriksaan = B Saringan I II Lewat Tertahan Berat sebelum (a) Berat sesudah (b) Berat sebelum (a) Berat sesudah (b) 25,4 mm (1 ) 19,0 mm 19,0 mm (¾ ) (¾ ) 2.500, ,0 12,5 mm (½ ) 12,5 mm 2.500, ,0 9,5 mm (3/8 ) (½ ) 9,5 mm (3/8 ) 6,3 mm (¼ ) Jumlah berat 5.000, ,0 Berat tertahan saringan no , ,0 Tabel 3.8 : Hasil pemeriksaan keausan agregat

51 I. a = 5000,0 gram II. a = 5.000,0 gram b = 3988,2 gram b = 3.792,0 gram a b = 1011,8 gram a b= 1.208,0 gram Keausan I= a b = 20,24 % X 100% a Keausan II = a b = 24,16 % x 100% a Keausan rata-rata = 22,20 % Material Lolos Saringan No Mempersiapkan Peralatan a. Saringan no. 16 dan no 200. b. Wadah pencuci benda uji berkapasitas cukup besar sehingga pada waktu diguncang-guncangkan benda uji dan/atau air pencuci tidak tumpah.. c. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5) o C. d. Timbangan dengan ketelitian 0,1% berat contoh. e. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat. 2. Mempersiapkan Benda Uji a. Berat contoh agregat kering minimum tergantung pada ukuran agregat maksimum sesuai Tabel 9. Ukuran agregat maksimum Berat contoh agregat kering minimum mm inci gram 2,36 1,18 9,5 19,1 38,1 No. 8 No. 4 3/8 ¾ 1 ½ Tabel 3.9 : Berat Benda Uji Pemeriksaan Material, Lolos Saringan No. 200

52 b. Persiapan benda uji. i. Masukkan contoh agregat lebih kurang 1,25 kali berat benda uji ke dalam talam, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5) o C sampai berat tetap. ii. Siapkan benda uji dengan berat (W 1) sesuai Tabel Cara Melakukan a. Masukkan benda uji ke dalam wadah, dan diberi air pencuci secukupnya sehingga benda uji terendam. b. Guncang-guncangkan wadah dan tuangkan air cucian ke dalam susunan saringan no. 16 dan no Pada waktu menuang air cucian, usahakan agar bahan-bahan yang kasar tidak ikut tertuang. c. Masukkan air pencuci baru, dan ulanglah pekerjaan (b) sampai air cucian menjadi jernih. d. Semua bahan yang tertahan saringan no. 16 dan no. 200 kembalikan ke dalam wadah; kemudian masukkan seluruh bahan tersebut ke dalam talam yang telah diketahui beratnya (W 2) dan keringkan dalam oven, dengan suhu (110 ± 5) o C sampai berat tetap. e. Setelah kering timbang dan catatlah beratnya (W 3). f. Hitunglah berat bahan kering tersebut (W 4 = W 3 W 2). 4. Perhitungan Jumlah bahan lewat saringan no. 200 = W 1 W 4 W 1 W 1 = berat benda uji semula (gram) W 4 = berat bahan tertahan saringan no. 200 (gram) X 100% 5. Pelaporan Laporkan jumlah bahan yang lewat saringan no. 200 dalam persen Gumpalan Lempung Dan Butiran Yang Mudah Hancur Pada Agregat Alam 1. Mempersiapkan Peralatan a. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji. b. Neraca dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji.

53 c. Oven, kapasitas (110 ± 5) o C dengan pengatur suhu. d. saringan 1 ½ ; ¾ ; 3/8 ; No. 4. e. Talam dan wadah. 2. Mempersiapkan Benda Uji a. Agregat untuk pengujian ini harus terdiri dari agregat yang tertinggal sesudah pengujian, menurut AASHTO T 11, Material Lolos Saringan 0,075 mm dari Agregat dengan cara pencucian. Untuk menyiapkan jumlah agregat sesuai dengan yang ditentukan dalam butir 3.3 dan 3.4 mungkin diperlukan penggabungan material dari beberapa kali pengujian menurut AASHTO T 11. b. Agregat harus dikeringkan hingga mencapai berat konstan pada suhu 110 o ± 5 o C (230 o ± 9 o F). c. Untuk material halus, contoh itu harus terdiri dari material tertahan saringan 1,18 mm dan beratnya harus tidak kurang dari 100 gr. d. Benda uji untuk agregat kasar harus dipisahkan menjadi beberapa ukuran, dengan menggunakan saringan berikut : 4,75 mm (No. 4), 9,5 mm (3/8 in), 19,0 mm (3/4 in) dan 38,1 mm (1 ½ in). Bahan yang akan diuji beratnya harus tidak boleh kurang dari yang tercantum pada tabel berikut : Ukuran Butiran Benda Uji Masa Minimum Benda Uji (kg) 4,75 9,5 mm (No. 4 to 3/8 in) ,5 19,0 mm (3/8 in ¾ in) ,0 39,1 mm (3/4 in 1 ½ in) ,1 mm (lebih besar dari 1 ½ in)... 5 e. Jika material itu merupakan campuran agregat halus dan kasar, harus dipisahkan terlebih dahulu dengan saringan 4,75 m (No. 4), kemudian benda uji itu disiapkan menurut butir 3.3 dan butir Cara Melakukan a. Timbang benda uji yang telah dikeringkan sampai berat tetap dan tabur menjadi lapisan tipis pada dasar wadah, rendam dalam air selama 24 ± 4 jam. Setiap butiran yang bisa dihancurkan dengan jari menjadi material halus yang bisa terbuang dengan pengayakan basah harus digolongkan

54 sebagai gumpalan lempung atau material yang mudah hancur. Setelah semua material yang dimaksud di atas dihancurkan, pisahkan material yang mudah hancur itu dengan sisanya, dengan mencucinya di atas saringan menurut Tabel 10. Pengayakan basah dilakukan dengan menyiramkan air di atas benda uji pada saringan yang disyaratkan sambil ayakannya dogiyangkan sampai semua material yang lolos terbuang. b. Butiran yang tertinggal harus diambil dari saringan dengan hati-hati dan dikeringkan sampai beratnya konstan pada suhu 110 o ± 5 o C (230 ± 9 o F), kemudian dibiarkan mendingin, dan ditimbang sampai ketelitian yang Ukuran Butiran Benda Uji Agregat halus (tertahan pada saringan 1,18 mm atau No. 16) 4,75 9,5 mm (No. 4 3/8 in) 9,75 19,0 mm (3/8 1 ½ in) 19,0 38,1 mm (3/4 1 ½ in) Di atas 38,1 mm ( 1 ½ in) Ukuran Saringan untuk memisahkan Sisa Gumpalan Lempung dan Butiran yang hancur 0,850 mm (No. 20) 2,36 mm (No. 8) 4,75 mm (No. 4) 4,75 mm (No. 4) 4,25 mm (No. 4) Tabel 3.10 :Ukuran Saringan untuk Pengujian gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur pada agregat alam Catatan : 1. Penghancuran material yang mudah pecah tadi harus dilakukan dengan meremasnya diantara ibu jari dan telunjuk. Tidak boleh dilakukan dengan kuku atau menekannya ke permukaan yang keras. 2. Untuk agregat kasar, persentase gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur harus dihitung berdasarkan harga rata-rata dari persentase gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur dari masing-masing ukuran fraksi ayakan, ditimbang sesuai dengan gradasi contoh benda uji asli sebelum pekerjaan pemisahan atau, lebih baik diambil gradasi ratarata dari pasokan yang diwakili oleh benda uji. Fraksi yang kandungannya kurang dari 5 persen dari ukuran-ukuran seperti disyaratkan dalam butir

55 (a), tak perlu diuji, tetapi untuk tujuan perhitungan berat rata-rata, bagian tersebut harus diperhitungkan sebagai mengandung persentase gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur yang sama dengan kandungan dari fraksi ukuran lebih besar atau lebih kecil berikutnya, dimana gumpalan lempung dan butiran yang gampang hancur itu terdapat. 4. Perhitungan a. Hitung persen dari gumpalan lempung dan material yang mudah hancur pada agregat halus atau agregat kasar dari masing-masing ukuran sebagai beikut : P = [(W R)/W] x 100 dimana : P = persen gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur. W = berat benda uji (untuk agregat halus massa dari bagian yang lebih kasar dari 1,18 mm (Ayakan No. 16) seperti diuraikan dalam butir 3.3), dan R = berat material yang tertinggal, sesuai dengan yang diuraikan dalam butir 4.2. b. Untuk agregat kasar, persentase gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur harus dihitung berdasarkan harga rata-rata dari persentase gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur dari masing-masing ukuran fraksi ayakan, ditimbang sesuai dengan gradasi contoh pada benda uji asli sebelum pekerjaan pemisahan atau, lebih baik diambil gradasi rata-rata dari pasokan yang diwakili oleh benda uji. Fraksi yang kandungannya kurang dari 5 persen dari ukuran-ukuran seperti disyaratkan dalam butir 4.1, tak perlu diuji, tapi untuk tujuan perhitungan berat rata-rata, bagian tersebut harus diperhitungkan sebagai mengandung persentase gumpalan lempung dan butiran yang mudah hancur yang sama dengan kandungan dari fraksi ukuran lebih besar atau lebih kecil berikutnya, dimana gumpalan lempung dan butiran yang gampang hancur itu terdapat.

56 5. Pelaporan Laporkan jumlah gumpalan lempung dan material yang mudah hancur pada agregat dalam persen. 6. Contoh Pemeriksaan Contoh Material : Batu Pecah mm I II 1. Berat contoh (W gram) Berat material yang tertinggal (R gram) Persen gumpalan lempung dan material yang mudah hancur (P %) Rata-rata (%) Tabel 3.11 : Hasil Pemeriksaan Gumpalan Lempung dan Butiran yang mudah hancur pada agregat Sand Equivalent 1. Mempersiapkan Peralatan - Tabung plastik berkala dan kelengkapannya (tutup karet, pipet, telapak dengan pemberat serta sipon dengan kelengkapannya). - Larutan Kalsium Klorida (liter) - Corong (diameter mulut 4 ± in). - Stop Watch - Pengocok Manual - Pengocok mekanis - Saringan No. 4 - Oven, kapasitas (110 ± 5) o C dilengkapi pengatur suhu - Takaran kapasitas (85 ± 5) ml, diameter 2 ¼ in. 2. Mempersiapkan Benda Uji Siapkan benda uji yang dikehendaki dengan salah satu cara-cara berikut : a. Metode pilihan No. 1 Kering Udara Bagi empat volume material lolos 4,75 mm memakai Splitter dan isikan takaran 85 ml sehingga penuh lebih sedikit di atas bibir takaran, ketok

57 takaran itu ke meja agar padat dan buang kelebihan material dengan penggaris. b. Metode pilihan No. 2 Dibasahi lebih dulu b.1. Benda uji harus dalam keadaan cukup lembab untuk memberi hasil yang andal. Keadaan ini ditentukan dengan mengepal erat-erat benda uji yang telah diaduk. Jika gumpalan yang terjadi tidak mudah pecah berarti batas kelembaban yang diinginkan telah dipenuhi. Jika gumpalan yang terjadi mudah pecah berarti material itu terlalu kering dan perlu penambahan air. Campur kembali dan kepal lagi sampai bahan tersebut membentuk gumpalan. Jika penambahan air terlalu banyak, perlu dikeringkan di udara. Ulangi pencampuran sampai memperoleh campuran rata. Jika kadar air dari material asli yang disiapkan menurut cara membagi 4 telah berada pada batas-batas tersebut di atas, benda uji dapat segera diperoleh. Jika harus diubah memenuhi batas-batas tadi, maka setelah diubah benda uji itu harus ditaruh di atas panci, tutup dengan penutupnya atau dengan kain lembab tetapi tidak sampai menyentuh benda uji, selama 15 menit atau lebih. b.2. Setelah selesai pemeraman 15 menit atau lebih, letakkan benda uji itu di atas kain pemisah dan campur dengan mengangkat sudutsudut kain itu secara bergantian ke arah sudut diagonal, sehingga material itu seolah-olah digulung jika sudah homogen. Kumpulkan material itu ditengah kain membentuk suatu gundukan. b.3. Isi takaran 3 oz (85 ml) dengan menyorongkannya melalui gundukan benda uji tadi sambil menahan material itu dengan telapak tangan dari arah yang berlawanan sehingga material mengisi takaran tersebut hingga berlebih. Tekan benar-benar dengan telapak tangan, padatkan isinya dan usahakan agar takaran tersebut berisi penuh. Buang kelebihannya dengan penggaris atau spatula. Catatan : Contoh benda uji basah, menghasilkan nilai Sand Equivalent yang lebih rendah bila dibandingkan dengan contoh benda uji yang mengalami pengeringan lebih (over dry) dengan hampir tanpa pengecualian. Oleh sebab itu bila digunakan spesifikasi yang mencakup kedua metoda penyiapan benda uji,

58 basah dan kering, maka perlu ditentukan koreksi yang sesuai untuk tiap bahan karena suatu koreksi yang baku tidak mungkin diperoleh. c. Pengujian Pembanding Pengujian Pembanding (Referee Method) (Pengocok Mekanis). Ambil 3 ons (85 ml) benda uji dari kaleng pengukur, melalui cara yang diuraikan dari kaleng cara a atau b, kemudian keringkan benda uji sampai mendapai massa konstan paa suhu 110 o ± 5 o C (230 o ± 9 o F), dan dinginkan pada suhu ruangan sebelum pengujian dilaksanakan. 3. Cara Melakukan a. Alihkan 4 ± 0.1 in (101,6 ± 2,5 ml) larutan Kalsium Klorida untuk pengujian ke dalam tabung plastik. Tuangkan benda uji ke dalam tabung dengan corong untuk menghindari tumpahan. Tepak dasar tabung dengan telapak tangan beberapa kali untuk membuang gelembung udara dan mempercepat pembasahan benda uji. b. Benda uji yang dibasahi ini tanpa diganggu selama 10 ± 1 menit. Setelah perendaman selama 10 menit ini, sumbat tabung itu, aduk material itu dengan membalikkan dan mengocok tabung. c. Setelah material itu tidak memadat di dasar tabung, kocok tabung dengan isinya dengan salah satu dari cara beikut : c.1. Metode Pengocok Mekanis (Metoda rujukan) Letakkan tabung yang tersumbat itu pada alat pengocok mekanis, tetapkan waktunya, dan biarkan alat itu mengocok tabung dan isinya selama 45 ± 1 detik. c.2. Metoda Pengocokan Manual Dudukan tabung dengan sumbatnya dengan mantap pada penjepit yang didukung dengan 3 pegas dari alat pengocok sand equivalent yang dioperasikan dengan tangan dan kembalikan petunjuk bacaan pukulan ke nol. Berdiri tepat di depan alat pengocol dan tekan alat penunjuk ke tanda batas pukulan yang tercetak di atas papan bacaan dengan melakukan suatu dorongan mendatar tiba-tiba pada bagian atas dari pegas baja pengikat dan biarkan daya pegas dari pengikat menggerakkan dudukan dan tabung dalam arah berlawanan tanpa bantuan atau gangguan. Untuk memperoleh gerakan ayun yang halus beri tekanan yang cukup pada pegas baja pengikat sebelah kanan memakai ujung jari. Setiap pukulan diperoleh dengan cara

59 menekan pegas sampai tanda batas bacaan. Pusat dari tanda batas pukulan diatur agar menghasilkan jarak pukul yang tepat dan lebarnya memberikan variasi batas-batas maksimum yang diijinkan : Gerak mengocok yang tepat akan dicapai hanya jika ujung alat penunjuk berbalik arah dalam batas-batas tanda. Gerak mengocok yang tepat dapat dipertahankan dengan hanya menggerakkan lengan bawah dan pergelangan tangan dalam memutar pengocok. Lanjutkan gerak mengocok untuk 100 ayunan pukulan. c.3. Metoda Tangan Pegang silinder pada kedudukan mendatar dan kocok dengan kuat dalam gerakan linier mendatar dari ujung ke ujung. Kocok tabung sebanyak 90 kali dengan waktu sekitar 30 detik pada jarak gerakan sekitar 9 ± 1 in (229 ± 25 mm). Satu kali kocokan adalah satu gerakan lengkap bolak-balik, agar pengocokan tabung tepat pada kecepatan ini, penting bagi operator agar mengocok hanya dengan lengan bawah, badan dan bahu dalam keadaan relaks. d. Setelah pengocokan, letakkan tabung tegak lurus di atas meja kerja dan buka sumbatnya. e. Cara melakukan irigasi (pengaliran) masukan pips irigator (pipet) ke dalam tabung dan bilas material yang ada didinding tabung, pada saat irrigator diturunkan. Tekan irrigator melalui material sampai ke ujung dasar tabung, sambil mengalirkan larutan lewat ujung irigator. Ini akan mendorong partikel halus ke dalam suspensi di atas butiran pasir yang lebih kasar. Teruskan mengaduk-aduk sambil mendorong butiran halus ke atas sampai tabung itu terisi sampai batas 15 in (381 mm). Kemudian pelan-pelan angkat irigator, sambil terus alirkan larutan sehingga permukaan cairan dalam tabung tetap di batas 15 in. Atur aliran larutan tepat sebelum irigator terangkat seluruhnya, dan atur agar permukaan larutan tetap pada batas 15 in. f. Biarkan tabung dan isinya selama 20 menit ± 15 detik tanpa diganggu. Jalankan stop watch tepat setelah irigator dikeluarkan. g. Setelah sedimentasi selama 20 menit ini, baca dan catat ketinggian suspensi lempung. Ini disebut bacaan lempung. Jika setelah 20 menit ini garis batas tidak terbentuk jelas, diamkan lagi benda uji itu sampai bacaan lempung didapatkan, baca dan catat segera ketinggian suspensi lempung dan waktu sedimentasinya. Jika total waktu sedimentasi

60 melebihi 30 menit, ulang percobaan tiga kali. Baca dan catat ketinggian suspensi lempung pada waktu sedimentasi yang terpendek saja. h. Setelah diperoleh bacaan lempung, bacaan pasir harus dilakukan dengan salah satu cara berikut : h.1. Bila menggunakan telapak dengan pemberat, (weighed foot assembly) dengan indikator pasir pada batang assembly itu, masukkan assembly pelah ke dalam tabung. Jaga jangan sampai assembly itu mengenai mulut tabung waktu diturunkan. Pada waktu weighed foot berpijak di pasir, miringkan assembly ke arah pengukur tabung sampai indikatornya menyentuh dinding tabung. Ketinggian puncak indikator dikurangi 10 in (25 mm) merupakan nilai bacaan pasir. h.2. Jika dipakai assembly model lama (dengan sekerup penyetel posisi tengah) jaga agar salah satu sekerup itu selalu menyentuh tabung sewaktu assembly diturunkan. Ketika weight foot telah berpijak di pasir, baca kedudukan sekerup tadi dan catat ini sebagai bacaan pasir. i. Jika bacaan lempung atau pasir jatuh di antara batas baca sebesar 0.1 in, catat batas baca dalam pembulatan ke atas. Misalnya, bacaan lempung 7,95 akan di catat 8,0 dan bacaan pasir 3,22 akan dicatat 3,3. Catatan : Benda uji yang berasal dari agregat untuk dipakai pada campuran beton panas harus disiapkan dengan pengeringan di oven, jika syarat diterimanya material itu berdasarkan pada material yang telah melewati proses pengeringan mesin. 4. Perhitungan a. Hitung sand equivalent (SE) sampai pembacaan 0,1 terdekat dengan rumus berikut : SE = bacaan pasir x 100 bacaan lempung b. Jika hasil perhitungan itu tidak merupakan bilangan bulat, laporkan hasilnya dengan pembulatan ke atas seperti contoh :

61 SE = 3,3 x 100 = 41, dilaporkan sebagai 42 8 c. Jika diinginkan mengambil harga rata-rata dari beberap SE, ambil harga rata-rata dari bilangan bulat seperti diterangkan di atas. Jika harga ratarata ini bukan bilangan bulat, nilainya dibulatkan ke atas, seperti contoh : Hasil perhitungan SE : 41,2, 43,8, 40,9 Setelah pembulatan ke aas menjadi 42, 44, 41 Harga rata-rata SE = = 42,3 3 Karena harga rata-rata bukan bilangan bulat, bulatkan ke atas menjadi Peringatan a. Lakukan pengujian ditempat yang bebas getaran; getaran akan menyebabkan material yang tersuspensi mengendap lebih cepat. b. Jangan biarkan tabung plastik itu kena sinar matahari langsung lebih lama dari yang diperlukan. c. Pembuangan tumbuhan organik : kadang-kadang perlu membuang tumbuhan dari botol Kalsium Klorida untuk pengujian, juga dari pipa plastik dan irigasi. Material organik dengan mudah dikenali dari adanya benda seperti lendir dalam larutan. Untuk menghilangkannya buat larutan pembersih dengan cara mengencerkan sodium hipo-klorida 1 dalam jumlah yang sama dengan volume air. Isi botol itu dengan larutan pembersih, alirkan sebanyak kira-kira 1 liter melalui siphon pipa irigator, kemudian jepit ujung pipa dan biarkan larutan tetap dalam pipa. Isi lagi botol dan biarkan selama semalam. Setelah perendaman, alirkan larutan melalui pipa siphon dan pipa irigator. Pisahkan pipa siphon dari botol dan bilas dengan air bersih. Pipa irigator dan pipa siphon dapat dibilas dengan mudah, dengan menghubungkan ujung pipa irigator dengan pipa ke kran air, kemudian kran air dibuka. 6. Pelaporan Hasil pengujian dan perhitungan Sand Equivalent dalam persen.

62 3.3.8 Penentuan Mutu Agregat Dengan Sodium Sulfat 1. Mempersiapkan Peralatan - Satu set saringan - Wadah untuk benda uji - Larutan sodium sulfat atau magnesium sulfat - Oven ( ) 0 C - Neraca dengan ketelitian 0.1% dari berat benda uji - Gelas pengukuran berat jenis (hidrometer) 2. Mempersiapkan benda uji a. Agregat halus yang digunakan lolos saringan 3/8 inch. Benda uji untuk tiap ukuran tidak kurang dari 100 gram menurut saringan berikut ini: Lolos Saringan Tertahan diatas disaringan 9.5 mm (3/8 inch) 4.75 mm (No. 4) 2.36 mm (No. 8) 1.18 mm (No. 16) 600 μm (No. 30) 4.75 mm (No. 4) 2.36 mm (No. 8) 1.18 mm (No. 16) 600 μm (No. 30) 300 μm (No. 50) Tabel 3.12 : Ukuran Saringan Pengujian Agregat Halus dengan Sodium Sulfat b. Agregat kasar yang diuji harus terdiri dari material dengan ukuran seperti dalam tabel 13, berikut ini sedangkan ukuran yang lebih kecil dari 4.75 mm (No. 4) harus dibuang.

63 No. Nomor Saringan Jumlah mm 37.5 mm (2 ½ m 1 ½ in) terdiri dari : 50 mm 37.5 mm (2-1 ½ in) 63 mm 50 mm (2 ½ - 2 in) 37.5 mm 19 mm (1 ½ - ¾ in) terdiri dari : 25 mm 19 mm (1 - ¾ in) 37.5 mm 25 mm (1 ½ - 1 in) 19 mm 9.5 mm (¾ in - 3 / 8 in) terdiri dari : 12.5 mm 9.5 mm ( ½ - 3 / 8 in) 19.0 mm 12.5 mm ( ¾ - ½ in) 9.5 mm 4.75 mm ( 3 / 8 - no. 4) gram gram gram gram gram gram gram gram gram gram Tabel 3.13: Ukuran Agregat kasar dan jumlah untuk pengujian dengan sodium sulfat. c. Agregat lulus dicuci diatas saringan No. 50 dan keringkan dalam oven pada suhu ( ) 0 C sampai berat menjadi tetap kemudian benda uji disiapkan dalam jumlah yang ditetapkan menurut ukuran masingmasing (Tabel 12). d. Agregat kasar dicuci diatas saringan No. 4 dan keringkan dalam oven bersuhu ( ) 0 C sampai berat menjadi tetap. Kemudian benda uji disiapkan dalam jumlah yang ditetapkan menurut ukuran masingmasing (Tabel 13). 3. Cara Melakukan a Masukkan benda uji kedalam larutan sodium sulfat atau magnesium sulfat yang telah dipersiapkan, selama jam agar larutan meresap kedalam benda uji kurang lebih 12.5 mm (= ½ in). Tutup wadah untuk

64 mencegah penguapan dan terhindar dari benda asing yang masuk tanpa sengaja. b Kemudian benda uji diambil untuk pengeringan selama (15 + 5) menit dan letakkan dalam panggangan pengering (oven) pada suhu (110 +5) sampai berat menjadi tetap c Lalu penimbangan untuk memeriksa kehilangan berat d Ulangi proses perubahan pencelupan/perendaman dan pengeringan sampai sejumlah siklus yang dikehendaki tercapai secara berkesinambungan. Sebaiknya benda uji diletakkan dalam oven ( ) 0 C selama waktu sela. e Setelah selesai siklus akhir, benda uji dicuci dengan air suling bersuhu (43 + 6) 0 C dan air hasil cucian diperiksa dengan menggunakan molar barium klorid 0.2 f Pencucian lebih lanjut diperlukan bila pemeriksaan air bilasan masih kumuh karena penambahan larutan barium klorid tadi. Pada saat pencucian benda uji tidak boleh terkena guncangan. g Setelah benda uji bebas dari sodium sulfat atau magnesium sulfat, keringkan benda uji pada oven bersuhu ( ) 0 C sampai beratnyat tetap. h Saring agregat halus dengan saringan yang sama saat mempersiapkan benda uji secara manual (tangan) i Untuk agregat kasar, penyaringan dilakukan dengan nomor saringan berikut ini (Tabel 3.14) No. Saringan yang digunakan Ukuran Agregat untuk menentukan kehilangan berat 0 C 63 mm 37.5 mm (2 ½ m 1 ½ in) 37.5 mm 19 mm (1 ½ ¾ in) 19 mm 9.5 mm (¾ in 3 /8 in) 9.5 mm 4.75 mm ( 3 /8 no. 4) 31.5 mm (1 ¼ in) 16.0 mm ( 5 /8 in) 8.0 mm ( 5 /16 in) 4.0 mm (No.5) Tabel 3.14: Nomor Saringan untuk menentukan kehilangan berat agregat kasar dengan sodium sulfat

65 3. Perhitungan a) Hitung gradasi agregat halus dan agregat kasar sebelum pengujian b) Timbang masing-masing fraksi sebelum dan setelah pengujian c) Hitung persen lolos masing-masing fraksi setelah pengujian d) Hitung persen kehilangan yang ditimbang setelah pengujian e) Total persen kehilangan berat agregat halus dan kasar 4. Pelaporan Hasil perhitungan kehilangan berat dalam persen 5. Contoh Hasil Pemeriksaan Peng-gradasian Massa Fraksi Persentase Lolos Persentase Ukuran Saringan Sampel asli, persen Pengujian sebelum Saringan Setelah Kehilangan yang Pengujian Pengujian ditimbang Pengujian Pendugaan Agregat Halus Minus μ m μm μm μm μm μm μm μm μm μm μm μm μm Total Pengujian Pendugaan Agregat Kasar 63 mm - 50 mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm Total Tabel 3.15: Hasil Pemeriksan Ketahanan Agregat Terhadap Kehancuran sodium sulfur dengan 3.4 METODE UJI MUTU SEMEN DAN BAJA TULANGAN Berat Jenis Semen 1. Mempersiapkan Peralatan a. Botol Le Chatelier (Gambar 5) b. Kerosin bebas air ataunaphta dengan berat jenis 62 API (American Pettrolium Institute) 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh semen sebanyak 64 gram

66 3. Cara Melakukan a. Isi Botol Le Chatelier dengan kerosin atau naptha sampai antara skala 0 dan 1; bagian dalam botol diatas permukaan cairan dikeringkan. b. Masukkan botok kedalam bak air dengan suhu konstan dalam waktu yang cukup lama untuk menghindarkan variasi suhu botol lebih besar dari C. c. Setelah suhu air sama dengan suhu semi sedikit kedalam botol; jangan sampai terjadi ada semen yang menempel pada dinding dalam botol diatas cairan d. Masukkan benda uji sedikit demi sedikit kedalam botol; jangan sampai terjadi ada semen yang menempel pada dinding dalam botol diatas cairan e. Setelah semua benda uji dimasukkan, putar botol dengan posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara tidak lagi pada permukaan cairan. f. Ulangi pekerjaan pada b. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, baca skala pada botol. (V 2) 4. Perhitungan Berat Jenis = Berat Semen x d V 1 V 2 V 2 - V 1 = pembacaan pertama pada skala botol = pembacaan kedua pada skala botol (V 2 - V 1) = isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu d = berat isi air pada suhu 4 0 C (1 g/cm 3 ) 5. Pelaporan - Percobaan dibuat minimal dua kali (duplo) dengan selisih yang diizinkan Nilai berat jenis sampai dua angka dibelakang koma sesuai formulir dibawah ini (Tabel 16).

67 Pemeriksaan Contoh Keterangan Kehalusan - Lewat Saringan No. 100 % - Lewat Saringan No. 200 % Soundness - Autoclave expansion Waktu, pengikatan (Vicat) - Pengikatan awal, menit Kekuatan Tekan Mortar - Umur 3 hari - Umur 7 hari - Umur 28 hari Berat Jenis I II III Berat Isi Tabel 3.16: Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Semen 65 mm 90 mm Gambar 3.5: Botol Le Chatelier

68 3.4.2 Kehalusan Semen 1. Mempersiapkan Peralatan a. Saringan No. 100 dan No. 200 sesuai menurut standar ASTM b. Neraca analitik kapasitas maksimum 200 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh, berikut 1 set batu timbangan terdiri dari 50 gram sampai 10 mg c. Kuas dengan ukuran tangkai dan bulu kuas yang sesuai untuk keperluan ini 2. Mempersiapkan Benda Contoh semen sebanyak 50 gram 3. Cara Melakukan a. Masukkan benda uji semen kedalam saringan No. 100 yang terletak diatas saringan No. 200 dan dipasang pan dibawahnya b. Goyangkan saringan ini perlahan-lahan sehingga bagian benda uji yang tertahan kelihatan bebas dari partikel-partikel halus (pekerjaan ini dilakukan antara 3 sampai 4 menit) c. Tutuplah saringan dan lepaskan pan ; ketok saringan perlahan-lahan dengan tangkai kuas sampai abu yang menempel terlepas dari saringan d. Bersihkan sisi bagian bawah saringan dengan kuas, kosongkan pan dan bersihkan dengan kain, kemudian dipasang kembali e. Ambillah tutup saringan dengan hati-hati ; bila ada partikel kasar yang menempel pada tutup, kembalikan kedalam saringan f. Lanjutkan penyaringan dengan menggoyang-goyangkan saringan perlahan-lahan selama 9 menit g. Tutuplah saringan ; penyaringan dilanjutkan lagi selama selama 1 menit dengan cara menggerakkan saringan kedepan dan belakang dengan posisi sedikit dimiringkan. Kecepatan gerakkan kira-kira 150 x per menit, setiap 25 kali gerakan, purat saringan kira-kira Pekerjaan ini dilakukan diatas kertas putih ; bila ada partikel keluar dari saringan dan atau pan serta tertampung diatas kertas, kembalikan kedalam saringan. Pekerjaan penyaringan distop setelah benda uji tidak lebih dari 0.05 gram lewat saringan dalam waktu penyaringan selama 1 menit h. Timbang benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan No. 100 dan No Kemudian hitung dan nyatakan dalam prosentase berat terhadap berat benda uji semula.

69 4. Perhitungan A F = x 100% B F = Kehalusan A = Berat benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan No. 100 dan No. 200 B = Berat benda uji semula 5. Pelaporan - Laporkan prosentase benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan No. 100 dan No. 200, sesuai dengan formulir pada tabel Benda uji memenuhi syarat kehalusan bila 0% tertahan diatas saringan No. 100 dan maksimum 22% tertahan diatas saringan No Konsistensi Normal 1. Mempersiapkan Peralatan a. Neraca, dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh yang ditimbang b. Gelas ukur 200 ml, dengan ketelitian 1 ml c. 1 (satu) set alat vicat terdiri dari, alat vicat dan cincin konik (Conical-ring) d. Stop-wacth e. Sendok perata f. Alat pengaduk (ASTM C ), gambar 6 g. Air suling sebanyak cm 3 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh semen sebanyak 300 gram 3. Cara Melakukan a. Masukkan air pencampur berupa air suling sebanyak 28% dari berat benda uji kedalam mangkok alat pengaduk. b. Masukkan benda uji kedalam mangkok dan diamkan selama 30 detik c. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan ( ) rpm, selama 30 detik d. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik, sementara itu bersihkan pasta yang menempel dipinggir mangkok.

70 e. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan ( ) rpm selama 1 menit. f. Buatlah pasta berbentuk seperti bola dengan tangan, kemudian dilemparkan 6 kali dari satu tangan ketangan yang lain dengan jarak kirakira 15 cm. g. Pegang bola pasta dengan satu tangan, kemudian tekankan kedalam cincin konik yang dipegang dengan tangan lain melalui lobang besar; sehingga cincin konik penuh dengan pasta. h. Kelebihan pasta pada lobang besar diratakan dengan sendok perata yang digerakkan dalam posisi miring terhadap permukaan cincin. i. Letakkan pelat kaca pada lobang besar cincin konik; balikkan, ratakan dan licinkan kelebihan pasta pada lobang kecil cincin konik dengan sendok perata. j. Letakkan cincin konik dibawah jarum besar vicat, dan kontakkan jarum dengan bagian tengah permukaan pasta. k. Jatuhkan jarum dan catat penurunan yang berlangsung selama 30 detik. 4. Perhitungan Berat Air Konsistensi = x 100% Berat benda uji 5. Pelaporan a. Grafik penurunan terhadap konsistensi b. Konsistensi normal, yang didapat pada penurunan (10 + 1) mm 6. Catatan a. Untuk mendapatkan konsistensi normal dilakukan beberapa kali percobaan dengan kadar air yang berbeda. Setiap percobaan harus dibuat dari semen yang baru dan selama percobaan alat-alat harus bebas getaran. Untuk percobaan pertama disarankan dengan kadar air 28 % b. Pengaruh suhu udara, air pencampur dan kelembaban ruangan diabaikan

71 Gambar 3.6: Alat/ Mesin Pengaduk Semen Waktu Pengikatan Permulaan 1. Mempersiapkan Peralatan a. Neraca, dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh b. Gelas ukur 200 ml, dengan ketelitian 1 ml c. 1 set alat vicat terdiri dari alat vicat dan cincin Konik (conical ring) d. Stop-watch, termometer beton e. Sendok perata f. Alat pengaduk, (ASTM C ), gambar 6 g. Air suling lebih kurang 300 cm 3 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh semen sebanyak 300 gram 3. Cara Melakukan a. Masukkan air pencampur berupa air suling yang banyaknya sesuai dengan jumlah air untuk mencampai konsistensi normal, kedalam mangkok alat pengaduk b. Masukkan benda uji kedalam mangkok, diamkan selama 30 detik c. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan ( ) putaran per menit (rpm)

72 d. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik, selama waktu ini bersihkan pasta yang menempel dipinggir mangkok e. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan ( ) putaran per menit (rpm) selama 1 menit f. Buatlah pasta berbentuk seperti bola dengan tangan, kemudian dilemparkan 6 kali dari satu tangan ketangan yang lain dengan jarak kirakira 15 cm g. Pegang bola pasta dengan satu tangan, kemudian tekankan kedalam cincin konik yang dipegang pada tangan lain melalui lobang besar, sehingga cincin terisi penuh dengan pasta h. Kelebihan pasta pada lobang besar diratakan dengan sendok perata yagn digerakkan dalam posisi miring terhadap permukaan cincin. i. Letakkan pelat kaca pada lobang besar ; balikkan, ratakan dan licinkan kelebihan pasta pada lobang kecil cincin konik dengan sendok perata j. Taruh termometer beton diatas cincin dan simpan pada moist cabinet selama 30 menit kemudian baca termometer udara dan termometer beton k. Keluarkan cincin konik dari moist cabinet dan lepaskan termometer beton kemudian letakkan cincin konik dibawah jarum kecil vicat, dan kontakkan jarum dengan bagian tengah permukaan pasta l. Jatuhkan jarum setiap 15 menit sampai mencapai penurunan dibawah 25 mm. Setiap menjatuhkan jarum catatlah penurunan yang berlangsung selama 30 detik. Jarak antara titik-titik setiap menjatuhkan jarum adalah ½ cm dan jarak titik dari pinggir cincin konik tidak boleh kurang dari 1 cm. 4. Perhitungan : 5. Pelaporan : a. Grafik penurunan terhadap waktu (Gambar 7) b. Waktu pengikatan permulaan didapat pada penurunan 25 mm sesuai dengan formulir / Tabel Catatan : a. Selama pelaksanaan pemeriksaan tersebut, alat-alat harus bebas getaran dan jarum dijaga supaya tetap lurus dan bersih dari semen yang menempel

73 b. Waktu pengikatan permulaan paling cepat 45 menit, dan paling lambat 10 jam c. Pengaruh suhu udara, air pencampur dan kelembaban ruangan diabaikan Nomor Pengamatan Penurunan Waktu Penurunan (menit) Penurunan (mm) Catatan : - Konsistensi normal : % - Suhu Pasta : 32 0 C - Suhu Udara : 28 0 C - Waktu pengikatan permulaan : 95 % Tabel 3.17: Hasil Pemeriksaan waktu Pengikatan Permukaan Semen Portland menggunakan Alat Vicat

74 Waktu Pengikatan Permulaan Waktu Penurunan, menit 250 Penurunan, mm Gambar 3.7: Grafik Penurunan Terhadap Waktu Gambar 3.8: Alat Vicat

75 3.4.5 Kekuatan Tekan Mortar 1. Mempersiapkan Peralatan a. Neraca, kapasitas 2000 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh b. Gelas ukur, dengan ketelitian 2 ml c. Alat pengaduk, (ASTM C ). d. Stop-watch, sendok perata, dan pengukur leleh e. Meja leleh (flow table, ASTM) f. Cetakan kubus 5 cm x 5 cm x 5 cm, dan alat pemadat g. Mesin tekan, dengan ketelitian pembacaan 1% h. Pasir Ottawa i. Air suling lebih kurang 500 cm 3 2. Mempersiapkan Benda Uji Kubus mortar berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm 3. Cara Melakukan a. Masukkan air pencampur berupa air suling sebanyak 30% dari berat semen kedalam mangkok alat pengaduk b. Timbanglah 500 gram semen dan masukkan kedalam mangkok c. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan ( ) putaran per menit (rpm) selama 30 detik d. Masukkan pasir Ottawa sebanyak 1375 gram perlahan-lahan sambil pengaduk dijalankan dengan kecepatan ( ) putaran per menit (rpm) selama 30 detik e. Hentikan mesin pengaduk, naikkan kecepatan putaran menjadi ( ) putaran per menit menit (rpm) dan jalankan selama 30 detik f. Hentikan mesin pengaduk, segera bersihkan mortar yang menempel pada pinggir mangkok selama 15 detik. Kemudian biarkan mortar selama 75 detik g. Aduklah lagi mortar dengan kecepatan pengaduk ( ) putaran per menit (rpm) selama 1 menit h. Lakukan percobaan leleh dengan mengisikan mortar kedalam cincin yang terletak di atas meja leleh, cincin diisi dalam 2 lapis, setiap lapis dipadatkan dengan menumbuk sebanyak 20 kali. Ratakan permukaan mortar dengan sendok perata, angkatlah cincin dan getarkan meja leleh sebanyak 25 kali selama 15 detik

76 i. Ukurlah diameter leleh, sekurang-kurangnya pada 4 tempat dan ambil harga rata-rata (diameter leleh harus antara % dari diameter semula) j. Apabila diameter leleh yang disyaratkan belum didapat, ulanglah pekerjaan dari (a) sampa (i) dengan merubah kadar air k. Setelah diameter leleh yang disyaratkan didapat, mortar dimasukkan kedalam mangkok dan diaduk dengan kecepatan pengaduk ( ) putaran per menit (rpm) selama 30 detik l. 30 detik setelah selesai pengadukan, cetaklah mortar dengan cetakan kubus 5 cm x 5 cm x 5 cm; cetakan diisi dalam 2 lapisan dimana setiap lapis dipadatkan dengan menumbuk sebanyak 32 kali dalam 4 putaran. Keseluruhan waktu yang dipergunakan untuk mencetak tidak boleh lebih dari 2 menit m. Ratakan permukaan mortar dengan sendok perata kemudian simpan diatas moist cabinet selama 24 jam n. Bukalah cetakan dan rendamlah mortar dalam air bersih kemudian periksalah kekuatan tekan mortar pada mesin tekan sesuai dengan umur yang diinginkan, biasanya pada umur 3 hari, 7 hari dan 28 hari. 4. Perhitungan Beban Maksimum Kekuatan tekan mortar = kg/cm 2 Luas permukaan benda uji 5. Pelaporan Laporan nilai kekuatan tekan mortar pada tiap umur pemeriksaan sesuai dengan formulir / tabel Catatan Pengaruh suhu udara, air pencampur dan kelembaban ruangan diabaikan Nomor Berat Berat Isi Luas Tanggal Umur Beban Kekuatan Tekan Benda Uji (Gram) (Gram/Cm3 Permukaan Pembuatan Pengujian (Hari) (Ton) Monar (Cm2) (Kg/Cm2) I A I B II A II B III A III B Tabel 3.18: Hasil Pemeriksaan Kekuatan Tekan Mortar Semen

77 Gambar 3.9: Urutan pemadatan Mortar Semen Gambar 3.10: Alat Vicat untuk pengujian waktu Pengikatan Permukaan Semen Kekuatan Tarik Baja Tulangan 1. Mempersiapkan Peralatan a. Mesin uji tarik, yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : i. Mesin uji tarik harus dapat menarik batang percobaan dengan kecepatan merata dan dapat diatur, sehingga kecepatan naiknya tegangan tidak melebihi 1kg/mm 2 tiap detik

78 ii. Ketelitian pembacaan sebaiknya sampai dengan 1/10 x beban maksimum menurut skala penunjuk beban pada mesin uji tarik b. Alat ukur geser (Schuifmaat) c. Alat pemotong baja d. Alat penggores batang percobaan e. Mesin bubut apabila diperlukan 2. Mempersiapkan Benda Uji a. Bentuk dan ukuran benda uji Benda uji disebut batang percobaan proporsional, disingkat dp. Yang dimaksud dengan batang percobaan proporsional adalah batang percobaan dengan perbandingan yang sama antara panjang ukur L 0 dan luas penampang S O, panjang ukur L O dinyatakan dengan rumus : L O = k S O L O = panjang ukur semula S O = luas penampang terkecil semula Besarnya nilai k adalah seperti berikut : - Untuk batang percobaan proporsional dp 5, k = 5.65, sehingga panjang ukur L O = 5.65 S O atau L O = 5d - Untuk batang percobaan proporsional dp 10, k = 11.3, sehingga panjang ukur L O = 11.3 S O atau L O = 10d b. Apabila luas penampang benda uji tidak melebihi kapasitas mesin tarik, benda uji dapat langsung diuji tanpa merobah bentuk serta ukuran asalnya, sesuai dengan gambar 11 dan tabel 18. c. Apabila luas penampang benda uji melebihi mesin tarik, benda uji itu harus dirubah bentuk serta ukurannya dengan mesin bubut, sesuai dengan gambar 12 dan tabel Cara Melakukan a. Jepitlah kedua ujung benda uji pda pegangan h (lihat gambar 11 dan 12) pada alat penjepit mesin uji tarik. Sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda uji.

79 b. Tariklah benda uji dengan kecepatan tarik 1 kg/mm2 tiap detik, dan amatilah kenaikan beban dan kenaikan panjang yang terjadi sampai benda uji putus. 4. Perhitungan a. Buatlah grafik kenaikan beban dan kenaikan panjang (Gambar 14 dan 15) i. Ukurlah perpanjangan c, dengan menarik garis DE // garis modulus AB. ii. Tentukan beban maksimum P, dalam (kg) iii. Tentukan beban pada batas ulur Q, dalam (kg) iv. Tentukan S u, jika diperlukan b. Hitunglah : P Kekuatan tarik, σ B = (kg/mm 2 ) S O Q Batas Ulur, σ V = (kg/mm 2 ), untuk baja lunak S O L U - L O Regangan, S = x 100% L O S O S u Kontraksi, Ψ = x 100% Batas Regangan 0.2 S O Q σ 0.2 = (kg/mm 2, untuk baja keras) c. Cara menentukan batas ulur Batas ulur dapat ditentukan apabila : i. Pada waktu melakukan pembacaan, kedudukan jarum penunjuk beban, terdapat penghentian sementara pertama. ii. Pada grafik tarik terdapat tekukan S O

80 d. Cara penentuan batas regangan 0.2 (Grafik 15) i. Tentukan besar perpanjangan c dari grafik tarik ii. Tentukan regangan setelah putus iii. Hitunglah perpanjangan regangan 0.2% sebagai berikut : 0.2 x c S mm iv. Tarik garis sejajar dengan garis modulus AB, pada jarak c 0.2 x mm dari A. Titik potong antara garis ini dengan grafik S menunjukkan batas regangan Pelaporan : 6. Catatan : h S O d h m L L m Gambar 3.11: Benda Uji Besi Tulangan yang tidak dirubah bentuknya Penampang Batang Percobaan L 0 M L t Bulat Dp.10 10d d S 2d d Tidak ditentukan [1] Keterangan : 1. Semua ukuran dalam (mm) 2.[1] Penjepit batang percobaan harus dimulai pada ujung-ujung L m Tabel 3.19: Ukuran benda uji yang tidak dirubah bentuknya. Gambar 3.12: Benda Uji Besi Tulangan yang Harus Dirubah Bentuknya

81 D 1) h 2) d m p t min min Batang Percobaan dp5 Batang Percobaan dp10 L o L o + 2m L t min L o L o + 2m L t min Keterangan : 1. Semua ukuran dalam (mm) 2. 1) untuk bahan-bahan lunak, pegangan h, perlu dipertebal 3. 2) untuk bahan-bahan keras, pegangan h, perlu diperpanjang 4. min = minimum Tabel 3.29: Ukuran benda uji yang harus dirubah bentuknya Gambar 3.13: Luas penampang terkecil setelah batang percobaan putus Notasi : d = diameter batang percobaan L O = panjang ukur semula, dalam (mm) L O+2 m = panjang bagian cylindric dari batang percobaan L t = panjang seluruh batang percobaan, dalam (mm) S O = luas penampang semula terkecil dari bagian cylindric, dalam (mm 2 ) L U = panjang ukur, setelah batang percobaan putus, dalam (mm) S U = luas penampang terkecil setelah batang percobaan putus, dalam (mm) P = beban maksimum, dalam (kg) Q = beban pada batas ulur, dalam (kg) L U L O = perpanjangan tetap setelah putus, dalam (mm) ς = regang Ψ = kontraksi

82 σ B = kekuatan tarik, dalam (kg/mm 2 ) σ V = batas ulur, dalam (kg/mm 2 ) σ 0.2 = batas regang 0.2 dalam (kg/mm 2 ) dp = batang percobaan proporsional dp dengan angka = batang percobaan proporsional, yang angkanya menunjukkan perbandingan 40/d Benda Uji Diameter Kekuatan Batas Ulur Batas regang Regang Kontraksi Mutu Keterangan Nomor mm tarik kg/mm2 0.2 dp.5 dp. 10 (Ψ) (%) (Ton) kg/mm2 kg/mm QR QR QR QR QR QR QR QR 36 Tabel 3.21: Hasil Pemeriksaan Kekuatan tarik baja tulangan beban beban Titik putus Titik putus P Q B c E P Q B c E A D A 0.2% D Gambar 3.14: Grafik Tarik Baja Lunak Gambar 3.15: Grafik Tarik Baja Lunak

83 3.5 METODE UJI MUTU AIR ph AIR 1. Mempersiapkan Peralatan a. Gelas ukur 25 ml b. Bejana gelas 50 ml c. Kertas ph universil 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh air sebanyak 25 cm 3 3. Cara Melakukan a. Masukkan benda uji kedalam bejana gelas 50 cm 3 b. Ambillah kertas ph sepanjang lebih kurang 1 cm, celupkan sebagian kedalam benda uji dan lihatlah perubahan warna kertas ph c. Bandingkan kertas ph tersebut dengan warna kertas ph pada bermacam-macam keasaman dan kebasaan yang terdapat dalam pembungkus yang bersangkutan 4. Perhitungan : 5. Pelaporan : 6. Catatan : ph air minimum : 4.5 ph air maksimum : 8.5

84 7. Contoh hasil Pemeriksaan : U R A I A N ph bahan Padat (ppm) Bahan Tersuspensi (ppm) Bahan Organik (ppm) Sulfat (SO 4) (ppm) Chlor (Cl) (ppm) Bikarbonat (HCO 3) (ppm) Minyak (ppm) PEMERIKSAAN I II III Tabel 3.22: Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Air Bahan Padat Dalam Air 1. Mempersiapkan Peralatan a. gelas ukur, 100 ml b. Corong, diameter 10 cm c. Kertas saring d. Cawan penguap, 100 ml e. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai ( ) 0 C f. Neraca analitik, kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh g. Desikator 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh air yang telah disaring sebanyak 50 cm 3 3. Cara Melakukannya : a. Masukkan benda uji kedalam cawan penguap b. Kemudian uapkan diatas pengangas air c. Lanjutkan pengeringan dalam oven dengan suhu ( ) 0 C, umumnya diperlukan waktu selama 1 jam d. Dinginkan residu bersama cawan penguap dalam desikator

85 e. Kemudian timbanglah dan tentukan berat residu 4. Perhitungan 1000 Bahan padat = w x (mg/l) atau (ppm) s 5. Pelaporan Laporkan nilai bahan padat dalam air dalam satuan mg/l (ppm) 6. Catatan Bahan padat yang diijinkan dalam air = 2000 mg/l (ppm) Bahan Tersuspensi Dalam Air 1. Mempersiapkan Peralatan a. gelas ukur, 2000 ml b. Corong, diameter 10 cm c. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai ( ) 0 C d. Botol timbang, 30 ml e. Botol semprot, 500 ml f. Neraca analitik, kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh g. Desikator h. Kertas saring 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh air yang telah dikocok kuat-kuat sebanyak 1176 cm Cara Melakukan a. Saringlah benda uji dengan kertas saring (yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu ( ) 0 C dan ditimbang bersama botol timbang). b. Cuci residu bersama kertas saring dengan air suling. c. Keringkan residu bersama kertas saring dalam oven dengan suhu ( ) 0 C. d. Taruhlah residu bersama kertas saring dalam botol timbang yang sama, dinginkan dalam desikator.

86 e. Kemudian timbanglah dan tentukan berat residu. 4. Perhitungan 1000 P = w x (mg/l) atau (ppm) s P = bahan tersuspensi (mg/l) atau (ppm) w = berat residu (mg) s = isi benda uji (cm 3 ) 5. Pelaporan Laporkan nilai bahan tersuspensi dalam air dalam satuan mg/l (ppm) 6. Catatan Bahan tersuspensi yang diijinkan dalam air 2000 mg/l (ppm) Bahan Organik Dalam Air 1. Mempersiapkan Peralatan a. Gelas ukur, 100 ml b. Cawan penguap, (cawan platina) 100 ml c. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai ( ) 0 C d. Neraca analitik, kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh e. Fisher / burner f. Kaki tiga g. Kasa h. Segitiga porselin i. Desikator 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh air yang telah dikocok kuat-kuat sebanyak 50 cm 3 3. Cara Melakukan a. Masukkan benda uji kedalam cawan penguap platina

87 b. Kemudian uapkan diatas pengangas air, lanjutkan pengeringan dalam oven dengan suhu ( ) 0 C, umumnya diperlukan waktu selama 1 jam c. Dinginkan residu dalam desikator, timbanglah residu bersama cawan dan tentukan berat residu (W 1) d. Pijarkan residu kemudian dinginkan dalam desikator e. Timbanglah residu bersama cawan dan tentukan berat residu (W 2) 4. Perhitungan : 1000 P = (W 1 W 2) (mg/l) atau (ppm) s P = bahan organik + bahan yang mudah menguap (mg/l) atau (ppm) W 1 W 2 = berat residu pada penimbangan pertama (mg) = berat residu pada penimbangan kedua (mg) s = isi benda uji (cm 3 ) 5. Pelaporan Laporkan nilai bahan organik dalam air dalam satuan mg/l (ppm) 6. Catatan Bahan organik yang diijinkan dalam air 2000 mg/l (ppm) Minyak Dalam Air 1. Mempersiapkan Peralatan a. Corong pemisah, 1000 ml b. Gelas ukur, 500 ml c. Cawan penguap, 50 ml d. Neraca analitik, kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh e. Ether (pelarut) 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh air sebanyak 500 cm 3

88 3. Cara Melakukan a. Masukkan benda uji kedalam corong pemisah 1000 ml dan tambahkan 25 cm 3 ether b. Goncanglah kuat-kuat selama 15 menit c. Pisahkan ether yang mengandung minyak dan masukkan kedalam cawan penguap d. Uapkan pelarut dengan cara pemanasan perlahan-lahan e. Timbanglah residu bersama cawan, kemudian tentukan berat residu 4. Perhitungan 1000 Minyak = w x (mg/l) atau (ppm) s w = berat residu (mg) s = isi benda uji (cm 3 ) 5. Pelaporan Laporkan nilai minyak dalam air, dalam satuan mg/l (ppm) 6. Catatan Minyak yang diijinkan dalam air = 2% dari berat semen Ion Sulfat Dalam Air 1. Mempersiapkan Peralatan a. Bejana gelas, 250 ml b. Kaki tiga, kasa, segitiga porselin, fisher dan tang c. Cawan penguap platina, 30 ml d. Corong diameter 10 cm, botol semprot 500 ml. e. Neraca analitik, kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh. f. Kertas saring bebas abu, batang pengaduk. g. Desikator. 2. Mempersiapkan Benda Contoh air sebanyak 100 cm 3

89 3. Cara Melakukan a. Masukkan benda uji kedalam beker gelas 250 ml. b. Asamkan benda uji dengan menambahkan sedikit larutan HCl pekat. c. Kemudian tambahkan 5 cm 3 NH 4Cl 10%. d. Didihkan, bila terjadi kekeruhan, larutan disaring dan residu dicuci 4 5 kali dengan air mendidih. e. Panaskan filtrat sampai mendidih. f. Tambahkan setetes demi setetes BaCl 2 10 % sampai sedikit berlebihan g. Biarkan larutan dalam keadaan mendidih kira-kira 10 menit sambil diaduk sampai endapan (BaSO 3) mengendap sempurna. h. Dinginkan kemudian saring dan cuci endapan BaSO 4 sampai bebas chlor (uji dengan AgNo 3) kemudian keringkan. i. Pijarkan kertas saring bersama endapan BaSO 4 didalam penguap j. Kemudian timbanglah dan tentukan berat BaSO Perhitungan : w x x 1000 a. Ion Sulfat = (mg/l) atau (ppm) S w = berat BaSO 4 (mg) s = isi benda uji (cm 3 ) b. Na 2SO 4 = x w 1 (mg/l) atau (ppm) w 1 = Ion sulfat (mg/l) atau (ppm) 5. Pelaporan : Laporkan nilai sulfat dalam satuan mg/l (ppm) 6. Catatan : Na 2So 4 dalam air diijinkan = mg/l (ppm) Ion Chlor Dalam Air 1. Mempersiapkan Peralatan a. Buret, 25 ml b. Statif dan klem c. Erlenmeyer, 300 ml d. Gelas ukur, 1000 ml

90 2. Mempersiapkan Benda Uji Contoh air sebanyak 100 cm 3 3. Cara Melakukan : a. Masukkan benda uji kedalam erlenmeyer 300 ml b. Bila benda uji bersifat asam (ph kurang dari 7), netralkan dengan larutan NaOH 100 mg/l c. Tambahkan 1 cm3 K2Cr04 10% sebagai indikator d. Kemudian titrasilah benda uji dengan larutan AgNO3, 0.1 N 4. Perhitungan : N x V x x 1000 a. P = (mg/l atau (ppm) S P = ion chlorida, (mg/l) atau (ppm) N = normalita AgNO 3, 0.1 N V = isi AgNO 3 (cm 3 ) S = isi contoh (cm 3 ) b. NaCl = x w (mg/l) atau (ppm) w = Ion chlor (mg/l) atau (ppm) 5. Pelaporan : Laporkan nilai chlor dalam satuan mg/l (ppm) 6. Catatan : NaCl dalam air diijinkan = mg/l (ppm)

91 Bab IV: Technical Audit BAB IV TECHNICAL AUDIT Technical Audit terhadap suatu bangunan gedung adalah pekerjaan melakukan audit (pemeriksaan) terhadap kondisi teknis suatu bangunan yang meliputi : Bidang arsitektural Bidang sipil/structural Bidang mekanikal Bindang elektrikal Dengan dilakukan technical audit terhadap suatu gedung maka dapat diketahui perbaikan-perbaikan ataupun penggantian yang harus dilakukan sehingga gedung tersebut layak di fungsikan. Adapun pelaksanaan dilakukan technical audit adalah pada saat : 1. Serah terima pekerjaan/proyek dari kontraktor (penyedia jasa) kepada pemilik proyek (pengguna jasa). Tujuannya adalah untuk memastikan apakah proyek tersebut sudah layak diterima oleh pengguna jasa atau masih perlu perbaikan-perbaikan. Jika ternyata hasil technical audit ternyata masih banyak perbaikan atau bahkan penggantian maka serah terima tersebut harus ditunda sampai perbaikan-perbaikan atau penggantian tersebut selesai dikerjakan sehingga hasilnya telah sesuai dengan standar/persyaratan yang ditetapkan. 2. Investor yang membeli gedung. Bagi investor yang akan membeli gedung maka selain dilakukan ducdilighence (legal & financial audit) maka juga perlu dilakukan technical audit. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbaikan-perbaikan ataupun penggantian-pengantian yang harus dilakukan selanjutnya dihitung anggaran yang diperlukan. Jumlah anggaran tersebut dapat dijadikan bahan negosiasi harga dengan pemilik gedung. 3. Predictive maintenance. Predictive maintenance adalah pengukuran terhadap suatu peralatan (equipment) da lam kondisi beroperasi untuk mengetahui gejala-gejala (symptoms) bahwa ada kelainan ( out of line ) dengan parameter-parameter fisikal (physical paramters) dan mengklasifikasi penyebab-penyebabnya. Predictive maintenance ini meliputi perencanaan dan penjadwalan untuk melakukan perbaikan pada waktu yang tepat dan menghasilkan system yang diperbaiki dan memperpanjang umur kegunaan dari aset pada biaya yang wajar. Fokus utama predictive maintenance adalah untuk mengidentifikasi perbaikan yang perlu segera dilakukan sehingga material dan tenaga yang diperlukan dapat direncanakan dan dijadwalkan untuk waktu ketika peralatan (mesin) sedang tidak diperlukan. Peralatan

92 Bab IV: Technical Audit (mesin) dibongkar, diperbaiki dan diservice kemudian dipasang lagi tanpa mengganggu operasi. Adapun manfaat predictical maintenace: 1. Waktu menganggur (down time) peralatan (mesin) berkurang. 2. Kondisi emergency lebih kecil 3. kualitas produk lebih seragam 4. waktu pengerahan ke langganan lebih terjamin. 5. Waktu tunggu serah terima lebih pendek 6. lebih sedikit waktu terbuang untuk mencari material/spare part 7. biaya persediaan material lebih rendah 8. biaya buruh perawatan lebih rendah 9. tenaga kerja perawatan lebih terlatih 10. mengurangi pengangguran tenaga kerja dari area lain. Dalam melakukan technical audit, baik untuk keperluan serah terima proyek, pembelian gedung (property) maupun predictive maintenance, maka ada 8 (delapan) jenis peralatan yang digunakan, yaitu : Gambar 4.1: Perancah / Cetakan Beton

93 Bab IV: Technical Audit Gambar 4.2: Struktur Penyanggah Perancah Gambar 4.3: Jenis Ember Adukan Beton Gambar 4.4a: Static Tower Crane

94 Bab IV: Technical Audit Gambar 4.4b: Travelling Tower Crane Gambar 4.4c : Supported Static Tower Crane

95 Bab IV: Technical Audit Gambar 4.4d: Climbing Tower Crane Gambar 4.5 : Truk Pengangkut Adukan Beton Gambar 4.6: Mesin Pengaduk Beton

96 Bab IV: Technical Audit Gambar 4.7: Mobil Derek Gambar 4.8: Mobil Pompa Beton

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi).

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Abstrak. Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Jalur transportasi, komunikasi, saluran irigasi dan utilitas adalah

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 4.1 Pengujian Agregat Pengujian agregat bertujuan untuk mengetahui sifat atau karakteristik agregat yang diperoleh dari hasil pemecahan stone crusher (mesin pemecah batu).

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON 2.1. Umum Beton merupakan hasil campuran Semen Portland (PC), agregar halus (pasir), agregat kasar (krikil), dan air dengan atau tanpa bahan tambah (admixtures) dengan proporsi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS SNI 03-1970-1990 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN Pemeriksaan J 10 UJI BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT ( PB ) ( AASHTO T ) ( ASTM D )

LAPORAN PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN Pemeriksaan J 10 UJI BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT ( PB ) ( AASHTO T ) ( ASTM D ) LAPORAN PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN Pemeriksaan J 10 UJI BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT ( PB 0203 76 ) ( AASHTO T 84 81 ) ( ASTM D 128 79 ) KELOMPOK IV : 1. QORRI AINAQI : 121100013 2. REZKHA DWINITA

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus. Seorang Pelaksana Pekerjaan Gedung memiliki : keahlian dan ketrampilan sebagaimana diterapkan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Dalam penelitian ini akan mencari hubungan antara faktor air semen dengan kuat tekan menggunakan bahan lokal. Disini akan dipelajari karakteristik agregat baik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian adalah urutan-urutan kegiatan penelitian, meliputi pengumpulan data, proses rekayasa, pengujian sample, dan diteruskan penarikan kesimpulan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. SISTEMATIKA PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengujian di laboratorium sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar Indonesia SNI

Lebih terperinci

3.4 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS

3.4 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS Bersumber dari praktek yang dilakukan di laboratorium teknik sipil Politeknik Negeri Malang. 3.4 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS 3.4.1 Dasar Teori Berat jenis agregat adalah rasio antara

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

: Pengujian Bahan Perekat Hidrolis. Materi : Uji Berat Jenis SSD dan Penyerapan Air Agregat Halus dan Kasar REFERENSI

: Pengujian Bahan Perekat Hidrolis. Materi : Uji Berat Jenis SSD dan Penyerapan Air Agregat Halus dan Kasar REFERENSI I REFERENSI 1 SNI 03-1969-1990, Metoda Pengujian BJ dan Penyerapan Air Agregat Kasar 2 SNI 03-1970-1990, Metoda Pengujian BJ dan Penyerapan Air Agregat Halus 3 ASTM C127-1993, TM Specipic Gravity and Absorption

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai kuat tekan awal beton ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian adalah urutan-urutan kegiatan yang meliputi pengumpulan data, proses rekayasa, pengujian sampel, dan diteruskan penarikan kesimpulan. Tahapan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI FERDINAND FASSA, S.T., M.T. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA 2016 1 I. PEMERIKSAAN KANDUNGAN LUMPUR DALAM PASIR A. Pendahuluan Pasir adalah butiran butiran mineral yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan selama penelitian di laboratorium adalah sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan selama penelitian di laboratorium adalah sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian melalui uji marshall dan uji perendaman serta analisa terhadap hasil pengujian di laboorataorium

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi Lampiran 1 PENGUJIAN PENELITIAN TUGAS AKHIR A. Pemeriksaan Gradasi Butiran Agregat Halus ( Pasir ) Bahan : Pasir Merapi Asal : Merapi, Yogyakarta Jenis Pengujian : Gradasi Butiran Agregat Halus (Pasir)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara yang digunakan dalam sebuah penelitian, sehingga dalam pelaksanaan dan hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pada penelitian

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm) HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) ( menit ) 42 15 32 28 45 24 6 21 Hasil Uji Vicat untuk Pasta Semen

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Penelitian ini merupakan penelitian tentang kemungkinan pemakaian limbah hasil pengolahan baja (slag) sebagai bahan subfistusi agregat kasar pada TB sebagai lapis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengujian tentang Analisis Kelayakan Material Quarry Liquisa Sebagai Bahan Campuran Lapis Aspal Beton (Laston) Dengan Metode Marshall yang di lakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium, Laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah Laboratorium Teknologi Bahan, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pemilihan Metode Desain Campuran Ada beberapa metode desain pencampuran beton sebagai dasar untuk mendapatkan beton yang sesuai dengan rencana dan mempunyai sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : SUNANDAR

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari Cisauk, Malingping, Banten, dan untuk Agregat kasar (kerikil) diambil dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

SNI. Metode Pengujian Berat Jenis Dan penyerapan air agregat halus SNI Standar Nasional Indonesia

SNI. Metode Pengujian Berat Jenis Dan penyerapan air agregat halus SNI Standar Nasional Indonesia SNI SNI 03-1970-1990 Standar Nasional Indonesia Metode Pengujian Berat Jenis Dan penyerapan air agregat halus ICS 91.100.20 Badan Standardisasi NasionalBSN Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada industri paving block di way kandis Bandar

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada industri paving block di way kandis Bandar BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada industri paving block di way kandis Bandar Lampung dan pengujian sampel dilaksanakan di laboratorium Analisis Bahan dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB IV METODE PENELITIAN A. BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Alat-alat yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari pemeriksaan bahan susun beton, pembuatan benda uji, perawatan benda uji, dan sampai dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan material harus dilakukan sebelum direncanakannya perhitungan campuran beton (mix design). Adapun hasil pemeriksaanpemeriksaan agregat

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON Jeffry 1), Andry Alim Lingga 2), Cek Putra Handalan 2) Abstrak Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 2. Bahan campuran yang akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium struktur dan bahan JPTS FPTK UPI. Bentuk sampel penelitian ini berupa silinder dengan ukuran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi Penelitian pada penelitian ini merupakan serangkaian perihal pengaruh campuran warm mix antara Asbuton dengan penambahan zeolit sebagai filler pada campuran

Lebih terperinci

BAB III UJI MATERIAL

BAB III UJI MATERIAL BAB III UJI MATERIAL 3.1. Uraian Umum Eksperimen dalam analisa merupakan suatu langkah eksak dalam pembuktian suatu ketentuan maupun menentukan sesuatu yang baru. Dalam ilmu pengetahuan dibidang teknik

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis tanah

Cara uji berat jenis tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan.. iii 1 Ruang lingkup.. 1 2 Acuan normatif. 1 3 Istilah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi penelitian adalah urutan-urutan kegiatan penelitian, meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi penelitian adalah urutan-urutan kegiatan penelitian, meliputi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah urutan-urutan kegiatan penelitian, meliputi pengumpulan data, proses rekayasa, pengujian sample, dan diteruskan penarikan kesimpulan. Sedangkan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Bagan Alir penelitian

Gambar 3.1 Bagan Alir penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Survey Lokasi Pengambilan material sirtu sungai Alo Pengujian Awal : - Pengujian Kadar Air - Pengujian Gradasi - Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi - Pengujian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

penelitian. Pada penelitian ini subyek ditentukan setelah diadakan survei jalan

penelitian. Pada penelitian ini subyek ditentukan setelah diadakan survei jalan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi : a. Penentuan subyek lokasi Subyek adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penelitian dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini subyek

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian melalui uji marshall dan uji perendaman serta analisa terhadap hasil pengujian di laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2.

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2. BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mortar dengan bahan tambahan abu merang dilakukan di Laboratorium Struktur dan Teknologi Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Material Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LABORATORIUM BAHAN KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN LABORATORIUM BAHAN KONSTRUKSI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton seiring perkembanganya dalam hal konstruksi bangunan sering digunakan sebagai struktur, dan dapat digunakan untuk hal lainnya yang berhubungan dengan struktur.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Proses penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu; proses pengujian keadaan fisik bahan-bahan beton ( cth : specific gravity, absorpsi, dan kadar air ) serta preparasi benda

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON

BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON Umum Analisa data dilakukan dengan melakukan pengujian material di laboratorium. Dengan melakukan pekerjaan ini, akan didapatkan karakteristik bahan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun cara ilmiah yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN berikut. BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan atau Material Penelitian Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada uraian 1. Agregat halus yang berupa pasir Merapi, 2. Agregat kasar yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI Studi Pustaka Persiapan Alat dan Bahan Agregat Aspal Pen 60/70 Filler Semen Serbuk Kaca Lolos Saringan No.200 Abu Sekam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Program Kerja Uji Laboratorium Bagan alir yang dipergunakan untuk kelancaran dari program penelitian ini dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Air Air yang digunakan dalam penelitian ini mempergunakan air yang tersedia di Sub Laboratorium Bahan Bangunan, Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode pengujian dilakukan dengan menguji material beton yaitu agregat kasar dan agregat halus yang akan menjadi bahan pembentuk beton yang kemudian akan dilanjutkan dengan pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) Asri Mulyadi 1), Fachrul Rozi 2) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palembang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan III. METODOLOGI PENELITIAN Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan diantaranya adalah : A. Populasi Populasi adalah subyek

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran PENGUJIAN BERAT JENIS SEMEN Suhu Awal : 25 C Semen : 64 gram Piknometer I A. Berat semen : 64 gram B. Volume I zat cair : 1 ml C. Volume II zat cair : 18,5 ml D. Berat isi air : 1 gr/cm 3 A Berat jenis

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Sebelum melakukan suatu penelitian, maka perlu adanya perencanaan dalam penelitian. Pelaksanaan pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu pemeriksaan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi Lampiran A.1 : Pasir : Kali Progo A. AGREGAT HALUS (PASIR) Jenis Pengujian : Pemeriksaan gradasi besar butiran agregat halus (pasir) Diperiksa : 25 Februari 2016 a. Berat cawan kosong = 213,02 gram b.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). B. Peralatan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Bahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan

BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Bahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Bahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pengambilan sampel dilakukan pada 10 tempat di Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Hasil pengujian ini dibandingkan dengan kriteria dan spesifikasi SNI.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Umum Penelitian ini adalah menggunakan metode studi eksperimental yaitu dengan melakukan langsung percobaan di laboratorium. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengauh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS NYATA CAMPURAN BERASPAL DIPADATKAN MENGGUNAKAN BENDA UJI KERING PERMUKAAN JENUH

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS NYATA CAMPURAN BERASPAL DIPADATKAN MENGGUNAKAN BENDA UJI KERING PERMUKAAN JENUH METODE PENGUJIAN BERAT JENIS NYATA CAMPURAN BERASPAL DIPADATKAN MENGGUNAKAN BENDA UJI KERING PERMUKAAN JENUH BAB I DESKRIPSI 1.1. Ruang Lingkup Metode pengujian ini meliputi : a. penentuan berat jenis

Lebih terperinci

Cara uji berat isi beton ringan struktural

Cara uji berat isi beton ringan struktural Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi beton ringan struktural ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci