SURVEI HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN"

Transkripsi

1 SURVEI HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN Disampaikan untuk Laporan Pelaksanaan Proyek Bersama Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) November 2015 PT MARTABAT PRIMA KONSULTINDO (MARTABAT) Konsultan Jaminan Sosial dan Pelayanan Kesehatan Ruko Kebayoran Arcade Blok C2 No. 31 Jl. Boulevard Bintaro Jaya, Pusat Kawasan Niaga, Sektor 7, Tangerang Selatan 15224, Indonesia T , F ext. 401 E. 1

2 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat-nya laporan kegiatan Survei Hubungan Dokter dengan Pasien Tahun 2015 dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang telah mendanai dan turut serta membantu dalam kegiatan survei ini serta memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjadi tim pelaksana. Laporan ini merupakan laporan akhir dari kegiatan survei yang diadakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bekerja sama dengan PT Martabat Prima Konsultindo. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dan dokter/dokter gigi terhadap hak dan kewajibannya masing-masing serta persepsi pasien dan dokter/dokter gigi terhadap layanan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Proses pelaksanaan kegiatan Survei Hubungan Dokter dengan Pasien diuraikan secara jelas pada laporan kegiatan ini mulai dari tujuan yang hendak dicapai, sasaran pelaksanaan kegiatan, waktu dan tempat pelaksanaan, metodologi penelitian yang digunakan, hingga keluaran berupa hasil, kesimpulan, dan saran. Semoga laporan kegiatan ini dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar atau tolak ukur dalam pembuatan kebijakan oleh divisi-divisi di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) terkait perannya dalam dunia penyelenggaraan praktik kedokteran. Bintaro, 27 November 2015 Tim Pelaksana Survei PT Martabat Prima Konsultindo 2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 3 DAFTAR GAMBAR... 6 DAFTAR TABEL LAMPIRAN EXECUTIVE SUMMARY BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang MAKSUD DAN TUJUAN Maksud Tujuan Sasaran RUANG LINGKUP SUMBER PENDANAAN KELUARAN Indikator Keluaran JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PEKERJAAN PERSONIL Laporan BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENGERTIAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGERTIAN PERSEPSI PROSES PERSEPSI PASIEN DAN DOKTER/DOKTER GIGI KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA (KKI) MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA DATA PENUNJANG DAN PENELITIAN TERKAIT Data Penunjang Penelitian Terkait BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

4 3.2 DEFINISI OPERASIONAL BAB IV METODOLOGI PENELITIAN PENDEKATAN KAJIAN POPULASI DAN SAMPEL Kriteria Inklusi Sampel INSTRUMEN PENELITIAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Teknik Pengolahan Data Teknik Analisis Data Keterbatasan penelitian STANDAR PENILAIAN KUESIONER PASIEN DAN DOKTER/DOKTER GIGI Tingkat Pengetahuan Pasien Dan Dokter/Dokter Gigi Terhadap Hak dan Kewajiban Masing-Masing Persepsi Pasien Dan Dokter/Dokter Gigi Terhadap Hak dan Kewajiban Masing-Masing serta Layanan KKI RENCANA KERJA PENELITIAN Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan Penelitian PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA Hasil Uji Coba Kuesioner Persiapan Pengumpulan Data di Fasilitas Kesehatan PELAKSANAAN PENGUMPULAN DATA Tahap Pelaksanaan Pencapaian Pelaksanaan Kegiatan Pengumpulan Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PASIEN Karakteristik Pasien Sebaran Karakteristik Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang dikunjungi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi

5 5.1.4 Sebaran tingkat pengetahuan pasien tentang hak pasien terhadap dokter/dokter gigi menurut fasilitas kesehatan yang dikunjungi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang kewajiban Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi Sebaran tingkat pengetahuan pasien tentang kewajiban pasien terhadap dokter/dokter gigi menurut fasilitas kesehatan yang dikunjungi Persepsi Pasien Tentang Hak dan Kewajiban Pasien Terhadap Dokter Gigi DOKTER/DOKTER GIGI Sebaran Karakteristik Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Masa Berlaku STR dan SIP Dokter/Dokter Gigi TINGKAT Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Terhadap Pasien Sebaran tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang HAKNYA terhadap pasien menurut TEMPAT PRAKTIK DOKTER/DOKTER GIGI tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang kewajibannya terhadap pasien Sebaran tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang kewajibannya terhadap pasien menurut TEMPAT PRAKTIK DOKTER/DOKTER GIGI persepsi dokter/dokter gigi tentang hak dan kewajibannya terhadap pasien TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI DAN PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN MEREKA DALAM HUBUNGAN DOKTER-PASIEN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Pasien Dokter/DOKTER GIGI SARAN DAFTAR PUSTAKA

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Teori Tingkat Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003)...42 Gambar 2 Consumer Behaviour...46 Gambar 3 Paradigma Diskonfirmasi...48 Gambar 4 Kerangka Konsep Penelitian...66 Gambar 5 Rancangan Pembagian Sampel Per Wilayah...75 Gambar 6 Personil Penelitian Hubungan Dokter-Pasien...85 Gambar 7 Komposisi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin...99 Gambar 8 Komposisi Pasien Berdasarkan Kelompok Usia...99 Gambar 9 Komposisi Pasien Berdasarkan Pekerjaan Terakhir...99 Gambar 10 Komposisi Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Gambar 11 Komposisi Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Gambar 12 Komposisi Pasien Menurut Cara Pembayaran Gambar 13 Komposisi Jenis Kelamin Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Gambar 14 Komposisi Tingkat Pendidikan Pasien Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 15 Komposisi Pekerjaan Pasien Menurut Fasyankes yang Dikunjungi.106 Gambar 16 Cara Pembayaran Pasien Ke Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 17 Komposisi Cara Pembayaran Pasien Menurut Fasyankes yang Dikunjungi

7 Gambar 18 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Penjelasan dan Informasi yang Lengkap untuk Tindakan Medis yang Diberikan oleh Dokter/Dokter Gigi Gambar 19 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Meminta Pendapat dari Dokter/Dokter Gigi Lain (Second Opinion) Gambar 20 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Pelayanan Medis Sesuai dengan Kebutuhan Pengobatan Penyakit yang Diderita Gambar 21 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Memberikan Persetujuan Maupun Menolak Tindakan Medis yang akan Dilakukan oleh Dokter/Doktergigi Gambar 22 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Isi Rekam Medis Gambar 23 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Pasien Tentang Hak Mendapatkan Penjelasan dan Informasi yang Lengkap untuk Tindakan Medis yang Diberikan Berdasarkan Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 24 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Hak Meminta Pendapat atau Opini dari Dokter/Dokter Gigi Lain Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 25 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Pelayanan Medis Sesuai dengan Kebutuhan Pengobatan Penyakit yang Diderita Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 26 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Memberikan Persetujuan Maupun Menolak Tindakan Medis yang akan Dilakukan oleh Dokter/Doktergigi Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 27 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Isi Rekam Medis Menurut Fasyankes yang Dikunjungi

8 Gambar 28 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Informasi yang Lengkap dan Jujur Tentang Masalah Kesehatan Kepada Dokter/Dokter Gigi Gambar 29 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Nasehat Dan Petunjuk Dokter/Dokter Gigi Gambar 30 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Ketentuan yang Berlaku (Tata Tertib) di tempat berobat Gambar 31 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Kepada Dokter/Dokter Gigi Gambar 32 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Informasi yang Lengkap dan Jujur Tentang Penyakit yang Diderita Kepada Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasyankes Gambar 33 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Nasehat dan Petunjuk Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 34 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Ketentuan dan Tata Tertib yang Berlaku di Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 35 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Kepada Dokter/Dokter Gigi untuk Pelayanan Kesehatan yang Diterima Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Gambar 36 Pengetahuan Pasien Tentang Layanan Konsil Kedokteran Indonesia Gambar 37 Persepsi Pasien Tentang Pengaduan Keluhan Pelayanan Dokter/Dokter Gigi ke MKDKI Gambar 38 Persepsi Pasien Bahwa Pasien Dapat Dengan Mudah Mengadukan Keluhan Tentang Dokter/Dokter Gigi ke MKDKI Gambar 39 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Profesi/Pendidikan Terakhir

9 Gambar 40 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 41 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Usia Gambar 42 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Tahun Lulus Pendidikan Dokter Gambar 43 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Masa Kerja Gambar 44 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Kepemilikan STR Gambar 45 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Kepemilikan SIP Gambar 46 Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Tempat Praktik Dokter Gambar 47 Distribusi Frekuensi Profesi/Pendidikan Dokter/Dokter Gigi Terakhir Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 48 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 49 Distribusi Frekuensi Usia Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 50 Distribusi Frekuensi Tahun Kelulusan Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 51 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 52 Distribusi Frekuensi Kepemilikan STR Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 53 Distribusi Frekuensi Kepemilikan SIP Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 54 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Perlindungan Hukum Gambar 55 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memberikan Pelayanan Medis Menurut Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional.154 9

10 Gambar 56 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Informasi Yang Lengkap Dan Jujur Dari Pasien Dan Keluarganya Gambar 57 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Menerima Imbalan Jasa Atas Pelayanan Kesehatan Gambar 58 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Perlindungan Hukum Atas Tindakan Medis Yang Diberikan Kepada Pasien Sepanjang Melaksanakan Tugas Sesuai Dengan Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 59 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memberikan Pelayanan Medis Menurut Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 60 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Informasi Yang Lengkap Dan Jujur Dari Pasien Dan Keluarganya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 61 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Menerima Imbalan Jasa Atas Pelayanan Kesehatan Yang Diberikan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 62 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Memberikan Pelayanan Medis Sesuai Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional Serta Kebutuhan Medis Pasien Gambar 63 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merujuk Pasien ke Dokter Atau Dokter Gigi Lain Gambar 64 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merahasiakan Segala Sesuatu yang Diketahuinya Tentang Pasien Gambar 65 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan

11 Gambar 66 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Menambah Ilmu Pengetahuan Dan Mengikuti Perkembangan Ilmu Kedokteran Atau Kedokteran Gigi Gambar 67 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Memberikan Pelayanan Medis Sesuai Dengan Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Serta Kebutuhan Medis Pasien Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 68 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merujuk Pasien Ke Dokter Atau Dokter Gigi Lain Yang Mempunyai Keahlian Atau Kemampuan Yang Lebih Baik, Apabila Tidak Mampu Melakukan Suatu Pemeriksaan Atau Pengobatan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 69 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merahasiakan Segala Sesuatu Yang Diketahuinya Tentang Pasien, Bahkan Juga Setelah Pasien Itu Meninggal Dunia Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 70 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter Gigi Tentang Kewajiban Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan, Kecuali Bila Yakin Ada Orang Lain Yang Bertugas Dan Mampu Melakukannya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 71 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Menambah Ilmu Pengetahuan Dan Mengikuti Perkembangan Ilmu Kedokteran Atau Kedokteran Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 72 Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Definisi Dan Peran KKI 180 Gambar 73 Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI Gambar 74 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Definisi dan Peran KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 75 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi

12 Gambar 76 Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Gambar 77 Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Gambar 78 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 79 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Gambar 80 Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Kepada Dokter/Dokter Gigi Gambar 81 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Menerima Imbalan Jasa dari Pasien

13 DAFTAR TABEL Tabel 1 Indikator Keluaran...36 Tabel 2 Hak Dan Kewajiban Pasien dan Dokter/Dokter Gigi Menurut Peraturan Perundang-Undangan...54 Tabel 3 Definisi Operasional...66 Tabel 4 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan...82 Tabel 5 Rancangan Pemetaan Fasilitas Kesehatan Per Wilayah Kota DKI Jakarta...83 Tabel 6 Rencana Pembagian Sampel Per Fasilitas Kesehatan...83 Tabel 7 Pembagian Tanggung Jawab Wilayah Berdasarkan Personil yang Ada..85 Tabel 8 Rencana Uji coba Kuesioner...86 Tabel 9 Pencapaian Kegiatan Turun Lapangan...96 Tabel 10 Karakteristik Pasien...97 Tabel 11 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 12 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 13 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan yang Dikunjungi Tabel 14 Distribusi Frekuensi Cara Pembayaran Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Dikunjungi Tabel 15 Distribusi Frekuensi Cara Pembayaran Pasien Menurut Pekerjaan Utama Tabel 16 Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Tabel 17 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Penjelasan dan Informasi yang Lengkap untuk Tindakan Medis yang Diberikan 13

14 oleh Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 18 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Meminta Pendapat dari Dokter/Dokter Gigi Lain (Second Opinion) Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 19 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Pelayanan Medis Sesuai dengan Kebutuhan Pengobatan Penyakit yang Diderita Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 20 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Memberikan Persetujuan Maupun Menolak Tindakan Medis yang akan Dilakukan oleh Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi..119 Tabel 21 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Isi Rekam Medis Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 22 Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Tabel 23 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Informasi Yang Lengkap dan Jujur Tentang Masalah Kesehatan Kepada Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi..125 Tabel 24 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Nasehat dan Petunjuk Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 25 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Ketentuan yang Berlaku (Tata Tertib) di Tempat Berobat Menurut Fasilitas Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 26 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tabel 27 Persepsi Pasien Tentang Hak Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Tabel 28 Persepsi Pasien Tentang Kewajiban Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi

15 Tabel 29 Pengetahuan Pasien Tentang Layanan Konsil Kedokteran Indonesia..134 Tabel 30 Persepsi Pasien Tentang Layanan KKI Tabel 31 Karakteristik Dokter/Dokter Gigi Tabel 32 Distribusi Frekuensi Profesi/Pendidikan Dokter/Dokter Gigi Terakhir Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 33 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 34 Distribusi Frekuensi Usia Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 35 Distribusi Frekuensi Tahun Kelulusan Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 36 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 37 Distribusi Frekuensi Kepemilikan STR Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 38 Distribusi Frekuensi Kepemilikan SIP Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 39 Masa Berlaku STR dan SIP Dokter/Dokter Gigi Tabel 40 Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Haknya Terhadap Pasien Tabel 41 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Perlindungan Hukum Atas Tindakan Medis Yang Diberikan Kepada Pasien Sepanjang Melaksanakan Tugas Sesuai Dengan Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 42 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memberikan Pelayanan Medis Menurut Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi

16 Tabel 43 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Informasi Yang Lengkap Dan Jujur Dari Pasien Dan Keluarganya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 44 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Menerima Imbalan Jasa Atas Pelayanan Kesehatan Yang Diberikan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 45 Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/dokter gigi Tentang Kewajibannya terhadap Pasien Tabel 46 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Memberikan Pelayanan Medis Sesuai Dengan Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Serta Kebutuhan Medis Pasien Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 47 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merujuk Pasien Ke Dokter Atau Dokter Gigi Lain Yang Mempunyai Keahlian Atau Kemampuan Yang Lebih Baik, Apabila Tidak Mampu Melakukan Suatu Pemeriksaan Atau Pengobatan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 48 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merahasiakan Segala Sesuatu Yang Diketahuinya Tentang Pasien, Bahkan Juga Setelah Pasien Itu Meninggal Dunia Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 49 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan, Kecuali Bila Yakin Ada Orang Lain Yang Bertugas Dan Mampu Melakukannya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 50 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Menambah Ilmu Pengetahuan Dan Mengikuti Perkembangan Ilmu Kedokteran Atau Kedokteran Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 51 Persepsi Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Dokter/Dokter Gigi Terhadap Pasien

17 Tabel 52 Persepsi Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Dokter/Dokter Gigi Terhadap Pasien Tabel 53 Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang KKI Tabel 54 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Definisi dan Peran KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 55 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 56 Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Tabel 57 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 58 Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tabel 59 Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI dan MKDKI

18 LAMPIRAN lampiran 1 Surat Izin Penelitian KKI Lampiran 2 Surat Izin Penelitian KKI Lampiran 3 Lampiran Surat Dinas Kesehatan Provinsi Dki Jakarta Lampiran 4 Surat Izin Penelitian BPTSP DKI Jakarta Lampiran 5 Surat Izin Penelitian BPTSP DKI Jakarta Lampiran 6 Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Jakarta Utara Lampiran 7 Lampiran Surat Izin Penelitian Kota Jakarta Selatan Lampiran 8 Lampiran Surat Keterangan Penugasan Surveyor Ridwan Malik Lampiran 9 Surat Keteranagan Penugasan Surveyor Apriningsih Lampiran 10 Surat Keterangan Penugasan Surveyor Eliha Mahsuna Lampiran 11 Surat Keterangan Penugasan Surveyor Ni Nengah Ayu Padmawati Lampiran 12 Standar Penilaian Kuesioner Pasien Lampiran 13 Standar Penilaian Kuesioner Dokter/Dokter Gigi

19 EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN Salah satu tugas negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk mewujudkan terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Salah satu upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan menyediakan akses pelayanan kesehatan bagi rakyat sehingga kualitas kehidupan mereka menjadi lebih baik dan lebih bermakna. Sebagai pemimpin dari pelaksanaan pelayanan kesehatan captain of the team, dokter dan dokter gigi perlu pengaturan yang baik. Oleh karena itu, negara melakukan pengaturan praktik kedokteran dan mengamanahkan dibentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun Sebagai lembaga negara, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengemban beberapa tugas yang tercantum dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Beberapa tugas tersebut antara lain melakukan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya, Konsil Kedokteran Indonesia menghadapi beberapa masalah, yaitu: a. Belum meratanya kesadaran dan pengetahuan dokter dan dokter gigi terhadap peraturan perundang-undangan tentang praktik kedokteran. b. Komunikasi yang baik antara dokter/dokter gigi dan pasien belum tercapai. c. Belum sempurnanya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan praktik kedokteran. Terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh KKI, hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi merupakan salah satu unsur yang mendukung kegiatan praktik kedokteran. Dokter/dokter gigi yang baik, memahami hak dan kewajibannya, 19

20 demikian juga masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan. Dengan demikian, KKI menganggap penting untuk memahami sejauh mana pelaksanaan kebijakan tersebut telah diimplementasikan. Penegakkan disiplin praktik kedokteran dilaksanakan oleh lembaga otonom di dalam KKI yang bernama Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Lembaga ini telah menerima dan menangani pengaduan tentang dugaan pelanggaran disiplin praktik kedokteran sejak tahun Jumlah pengaduan yang dilaporkan ke MKDKI terus meningkat trennya dari tahun ke tahun. Berdasarkan sebuah penelitian disertasi tentang pelanggaran etika kedokteran, terdapat 136 kasus dugaan pelanggaran etika kedokteran dengan 219 pelapor yang diadukan ke MKDKI pada tahun dan 75 kasus dengan 93 pelapor ternyata terbukti melanggar etika kedokteran. (Anwari, 2015) Kondisi kekinian memberi wawasan pada KKI mengenai pendekatan pengawasan dan pembinaan yang lebih baik. Selain itu, KKI juga menganggap penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI. Pemahaman ini menjadi fondasi berharga bagi KKI untuk mengembangkan pendekatan pada kinerja selanjutnya. Beragam masalah yang harus dihadapi oleh KKI memerlukan kebijakan atau regulasi yang tepat yang bisa saja terkait dengan pendidikan, registrasi dan pembinaan. Umpan balik dari stakeholder baik dokter/dokter gigi maupun masyarakat pengguna jasa sangat diperlukan supaya regulasi yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan fakta (evidence based) yang ada. Terkait hal tersebut diatas, KKI merasa penting untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi dokter/dokter gigi dan pasien tentang hak dan kewajibannya masing-masing. Umpan balik yang diharapkan, dihasilkan melalui penelitian yang menyangkut masalah-masalah tersebut di atas. 2. MAKSUD DAN TUJUAN A. MAKSUD Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi pelaksanaan hak dan kewajiban pasien dan 20

21 dokter/dokter gigi dari masyarakat dan dokter/dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran di wilayah DKI Jakarta. B. TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini terdiri dari: (1). Untuk mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi masyarakat terkait hak dan kewajiban pasien terhadap dokter/ dokter gigi. (2). Untuk mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi dokter/dokter gigi terkait dengan hak dan kewajiban dokter/dokter gigi terhadap pasien. (3). Untuk mengidentifikasi gambaran persepsi dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI. 3. PENDEKATAN KAJIAN Survei ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kuantitatif dan semi kualitatif dengan metode cross sectional (potong lintang). 4. POPULASI DAN SAMPEL Wilayah kajian meliputi 5 (lima) wilayah kota di DKI Jakarta. Populasi penelitian adalah populasi dokter/dokter gigi umum dan spesialis yang bertugas di 5 (lima) wilayah DKI Jakarta dan masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan dokter/dokter gigi umum maupun spesialis yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan. Jumlah sampel penelitian adalah 210 orang, terdiri dari 105 respoden pasien dan 105 responden dokter/dokter gigi. 5. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian sebagai berikut: (1). Waktu pelaksanaan penelitian yang sangat singkat yaitu 2 (dua) bulan, menyebabkan kurang optimalnya perencanaan dan pelaksanaan studi. (2). Sampel penelitian adalah given, artinya sudah ditentukan dalam kerangka acuan awal. Dengan jumlah sampel penelitian yang sudah ditentukan, peneliti menggunakan teknik quota sampling untuk membagi sampel di setiap wilayah. Dengan komposisi sampel sedemikian rupa, maka hasil penelitian tidak dapat digeneralisir ke populasi yang lebih luas. 21

22 (3). Kuesioner banyak menggunakan jenis pertanyaan terbuka sehingga tidak dapat dilakukan uji validitas dan reliabilitas. 6. HASIL Hasil penelitian ini terbagi dalam 2 (dua) responden yang terdiri dari dokter/dokter gigi dan pasien. Setiap responden dinilai tingkat pengetahuan dan persepsinya terhadap hak dan kewajiban masing-masing dalam pelayanan kesehatan serta terhadap layanan KKI. A. PASIEN Pasien merupakan konsumen pengguna jasa layanan kesehatan. Menurut Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Kegiatan penelitian ini melibatkan pasien yang sedang berada di beberapa fasilitas kesehatan dengan jumlah 105 responden. 1) KARAKTERISTIK PASIEN Sebagian besar pasien dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan (71,4%), masuk dalam kelompok usia dewasa awal, yaitu antara usia 18 hingga 40 tahun (54,3%), memiliki pekerjaan utama sebagai Ibu rumahtangga/ tidak bekerja (33,3%), berpendidikan tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) sederajat (45,7%), dan membayar biaya pelayanan kesehatan dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan yang berarti juga peserta Jaminan Kesehatan Nasional (52,4%). Sebagian besar peserta yang melakukan pembayaran biaya pelayanan kesehatan dengan BPJS Kesehatan dapat dikaitkan dengan penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia sejak Januari 2014 lalu. Berdasarkan pada pemutakhiran data jumlah peserta BPJS Kesehatan seluruh Indonesia per tanggal 22 Januari 2016, sudah mencakup jiwa di seluruh Indonesia. ( Dalam survei ini dijelaskan bahwa hal pertama yang terlintas di benak masyarakat tentang BPJS Kesehatan adalah berobat gratis, disusul dengan asuransi kesehatan rakyat, pengganti ASKES, dan bantuan kesehatan. 22

23 Selain cara pembayaran pasien dengan BPJS Kesehatan, sebesar 16,2% pasien melakukan cara pembayaran pelayanan kesehatan dengan jaminan asuransi lainnya, dalam hal ini adalah asuransi swasta. Sementara itu, sebesar 22,9% pasien masih mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan dari kantong mereka sendiri (out of pocket). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya cara pembayaran gabungan yang dilakukan oleh pasien yaitu gabungan BPJS Kesehatan dan membayar sendiri; gabungan membayar sendiri dan asuransi lainnya; gabungan BPJS Kesehatan dan perusahaan. Gabungan BPJS Kesehatan dan membayar sendiri diartikan sebagai cara pembayaran dengan sebagian biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan sebagian lainnya harus menggunakan uang pasien sendiri (out of pocket). Sistem pembayaran seperti ini terjadi karena memang untuk penyakit-penyakit tertentu, BPJS tidak menanggung semua biaya pelayanan kesehatan dan harus ditanggung oleh pasien. 2) TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG HAK PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI. Tingkat pengetahuan pasien dibagi menjadi 3 kategori penilaian yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Masing-masing kategori penilaian dinilai dari kualitas jawaban pasien dan kesesuaiannya dengan standar jawaban penilaian yang dibuat oleh peneliti. Penelitian ini mendapatkan bahwa sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 68,2% mengetahui dan memahami dalam kategori Cukup untuk 4 dari 5 indikator hak yang yang dinilai dalam kuesioner. Hak tersebut terdiri dari: (1). Hak mendapatkan penjelasan dan informasi yang lengkap untuk tindakan medis yang diberikan oleh dokter/dokter gigi (67,7%). (2). Hak meminta pendapat atau opini dari dokter/dokter gigi lain (second opinion) sebelum menyetujui tindakan medis dari dokter/dokter gigi (61,0%). (3). Hak mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pengobatan penyakit yang diderita (57,1%). (4). Hak mendapatkan isi rekam medis (80,0%). 23

24 Terkait hak pasien untuk dapat memberikan persetujuan maupun menolak tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter/dokter gigi, sebagian besar pasien (88,6%) kurang mengetahui dan memahami hak tersebut. Hal ini dikarenakan adanya asimetri informasi antara dokter dengan pasien. Informasi yang dimiliki pasien tidak seimbang dengan yang dimiliki dokter, sehingga pasien akan cenderung mempercayai dokter/dokter gigi atas segala informasi dan tindakan yang akan diberikan untuk kesembuhan pasien. 3) TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG KEWAJIBAN PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI. Dalam penelitian ini, sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 70,1% mengetahui dan memahami dalam kategori Baik dan Cukup untuk 3 dari 4 indikator kewajiban yang dinilai dalam kuesioner. Kewajiban tersebut terdiri dari: (1). Kewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatan kepada dokter/dokter gigi (kategori cukup 55,2%). (2). Kewajiban mematuhi nasehat dan petunjuk dokter/dokter gigi (kategori baik 76,2%). (3). Kewajiban mematuhi ketentuan yang berlaku (tata tertib) di tempat berobat (kategori cukup 79,0%). Sementara untuk kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi, sebesar 61,9% pasien kurang mengetahui dan memahami kewajibannya tersebut. Hasil penelitian ini juga dapat dimaknai sebagai kecenderungan pasien yang selalu menjalankan kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi. Pengoptimalan dokter dalam mendukung paradigma sehat menjadi lebih mudah jika dokter berkenan mengambil peran aktif dalam mengedukasi masyarakat yang cenderung patuh pada dokter. 4) PERSEPSI PASIEN TENTANG HAK PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI. Sebagian besar pasien setuju dengan hak-hak yang didapatkan pasien terhadap dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 66,8%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasien sudah cukup cerdas dan memahami hak mereka dalam pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini, diharapkan semua pasien memiliki 24

25 persepsi tertinggi untuk pemenuhan haknya. Namun masih terdapat beberapa pasien yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan hak-hak yang seharusnya diperoleh pasien dalam pelayanan kesehatan. 5) PERSEPSI PASIEN TENTANG KEWAJIBAN PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI. Sebagian besar pasien setuju dengan kewajiban yang harus dilakukan kepada dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 57,6%. Pasien merasa harus memenuhi kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi. Akan tetapi, dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa masih terdapat beberapa pasien yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan kewajiban yang seharusnya dijalankan pasien terhadap dokter/dokter gigi. 6) PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PASIEN TENTANG LAYANAN KKI DAN MKDKI. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien (82,9%) tidak mengetahui tentang Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), begitu pula dengan pelayanan yang diberikan oleh KKI kepada masyarakat sebesar 94,3% pasien tidak mengetahuinya. Hal ini menunjukkan bahwa pasien kurang terpapar informasi tentang KKI dan layanannya. Namun hal ini kurang sejalan dengan hasil penelitian yang juga menunjukkan bahwa sebagian besar pasien (77,1%) mengetahui keharusan dokter/dokter gigi untuk memiliki surat tanda registrasi (STR) dalam menjalankan praktik kedokteran. Melalui pendalaman fenomena diketahui bahwa ternyata banyak pasien yang menganggap STR sama dengan Surat Ijin Praktik (SIP). Terkait dengan pengetahuan pasien tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien (78,1%) tidak mengetahui tentang MKDKI, begitu pula dengan pelayanan yang diberikan oleh MKDKI sebesar 95,2% pasien tidak mengetahuinya. Bagi pasien yang mengetahui tentang KKI dan MKDKI, sebagian besar pasien mengetahui informasinya dari media massa (surat kabar) dan media elektronik (televisi dan radio). Pasien yang mengetahui haknya untuk mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi kepada MKDI sebesar 44,8% 25

26 sementara sisanya tidak mengetahui haknya untuk dapat mengadukan kerugian tersebut. Untuk persepsi pasien terhadap layanan KKI dan MKDKI, sebagian besar pasien juga merasa setuju dengan pelayanan KKI untuk dapat mengadukan dan mengadukan dengan mudah keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke MKDKI dengan rata-rata sebesar 63,8%. Sasaran pelayanan KKI ini memang para dokter/dokter gigi sehingga masyarakat tidak terpapar secara langsung dengan informasi dan pelayanan KKI. Namun bila dikaitkan dengan hak pasien yang berhak mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi, maka penting pihak KKI untuk meningkatkan intensitas sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media massa maupun elektronik. B. DOKTER/DOKTER GIGI. 1) KARAKTERISTIK DOKTER / DOKTER GIGI. Berdasarkan hasil penelitian terhadap dokter/dokter gigi, diperoleh informasi bahwa responden berprofesi sebagai dokter umum (56,2%), dokter spesialis (23,8%), dokter gigi (13,3%), dan dokter gigi spesialis (6,7%). Tempat praktik dokter dan dokter gigi dalam penelitian ini adalah rumah sakit pemerintah (40%), rumah sakit swasta (31,4%), klinik praktik bersama (15,2%), dan puskesmas (13,3%). Untuk kategori jenis kelamin, dokter/dokter gigi berjenis kelamin perempuan sebesar 69,5% dan laki-laki sebesar 30,5%. Dokter/dokter gigi yang menjadi responden dalam penelitian ini berada pada kategori usia dewasa muda (24-40 tahun) sebesar (60%), dewasa madya (41-60 tahun) sebesar 38,1%, dan dewasa lanjut (61 tahun ke atas) sebesar 1,9%. Responden yang lulus pendidikan dokter/dokter gigi setelah tahun 2004 sebesar 59% dan pada saat hingga sebelum tahun 2004 sebesar 41%. Dokter/dokter gigi yang lulus setelah tahun 2004 tentu mengetahui tentang Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Lama masa dokter/dokter gigi 5 tahun dan lebih dari 5 tahun sebesar 53,3% sementara kurang dari 5 tahun sebesar 46,7%. Terkait kepemilikan STR dokter/dokter gigi, semua responden menyatakan memiliki STR dalam menjalankan praktik kedokteran (100%). Selain itu, sebesar 99% dokter/dokter gigi juga memiliki SIP. Terdapat 1 responden yang belum 26

27 memiliki SIP karena masih menjalankan program internship. Rata-rata masa berlaku STR dokter/dokter gigi berakhir pada tanggal 7 November 2017, paling cepat akan berakhir pada tanggal 2 juni 2016 dan paling lama akan berakhir pada tanggal 5 desember ) TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER / DOKTER GIGI TENTANG HAK DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN. Tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi dibagi menjadi 3 kategori penilaian yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Masing-masing kategori penilaian dinilai dari kualitas jawaban dokter/dokter gigi dan kesesuaiannya dengan standar jawaban penilaian yang dibuat oleh peneliti. Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa sebagian besar dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 84,5% mengetahui dan memahami dalam kategori Baik untuk seluruh indikator hak yang yang dinilai dalam kuesioner. Hak tersebut terdiri dari: (1). Hak memperoleh perlindungan hukum atas tindakan medis yang diberikan kepada pasien sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku (kategori baik 81,9%). (2). Hak memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku (kategori baik 87,6%). (3). Hak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya (kategori baik 96,2%). (4). Hak menerima imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang diberikan (kategori baik 72,4%). 3) TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG KEWAJIBANNYA TERHADAP PASIEN. Sebagian besar dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 89,3% memiliki tingkat pengetahuan yang baik untuk kewajibannya terhadap pasien. Responden mengetahui dan memahami dalam kategori Baik untuk seluruh indikator kewajiban yang yang dinilai dalam kuesioner. Kewajiban tersebut terdiri dari: (1). Kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien (kategori baik 92,4%). 27

28 (2). Kewjiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan (kategori baik 93,3%). (3). Kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia (kategori baik 90,5%). (4). Kewajiban melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya (kategori baik 77,1%). (5). Kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi (kategori baik 93,3%). Diharapkan dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang kewajibannya tehadap pasien, dokter/dokter gigi akan melakukan kewajiban tersebut dan hak pasien dapat terpenuhi sehingga dapat terwujud pelayanan yang bermutu, professional dan mengutamakan keselamatan pasien. 4) PERSEPSI DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG HAK DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN Sebagian besar dokter/dokter gigi sangat setuju dengan haknya terhadap pasien dengan rata-rata sebesar 78,1%. Namun, masih ada dokter/dokter gigi yang bersikap tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan beberapa haknya terhadap pasien. 5) PERSEPSI DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG KEWAJIBAN DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN Sebagian besar dokter/dokter gigi sangat setuju dengan kewajibannya terhadap pasien dengan rata-rata sebesar 71,9%. Namun, masih ada dokter/dokter gigi yang bersikap tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan beberapa kewajibannya terhadap pasien. 6) PENGETAHUAN DAN PERSEPSI DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG LAYANAN KKI DAN MKDKI Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar dokter/dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang KKI sebesar 46,7 %, begitu pula dengan pelayanan yang diberikan KKI sebesar 45,7% dokter/dokter gigi 28

29 tingkat pengetahuannya cukup. Dokter/dokter gigi sudah mengetahui tentang KKI dan layanannya karena KKI memberikan pelayanan penerbitan STR bagi dokter/dokter gigi di Indonesia. Selain itu, dokter/dokter gigi juga memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang MKDKI sebesar 52,4%, begitu pula dengan peran MKDKI sebesar 45,7% dokter/dokter gigi tingkat pengetahuannya baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk persepsi dokter/dokter gigi terhadap layanan KKI dan peran MKDKI, sebagian besar responden merasa setuju dengan rata-rata sebesar 44,9%. Namun, masih ada dokter/dokter gigi yang bersikap tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan beberapa layanan KKI dan peran MKDKI dalam kuesioner. 7. KESIMPULAN (1). Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi. Sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 68,2% mengetahui dan memahami dalam kategori cukup untuk 4 dari 5 indikator hak yang yang dinilai dalam kuesioner. (2). Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi. Sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 70,1% mengetahui dan memahami dalam kategori Baik dan Cukup untuk 3 dari 4 indikator kewajiban yang dinilai dalam kuesioner. (3). Persepsi Pasien Tentang Hak dan Kewajiban Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi. a. Sebagian besar pasien setuju dengan hak-hak yang didapatkan pasien terhadap dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 66,8%. b. Sebagian besar pasien setuju dengan kewajiban yang harus dilakukan kepada dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 57,6%. (4). Pengetahuan dan Persepsi Pasien Tentang Layanan KKI dan MKDKI. a. Sebagian besar pasien (82,9%) tidak mengetahui tentang Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), begitu pula dengan pelayanan yang diberikan oleh KKI kepada masyarakat sebesar 94,3% pasien tidak mengetahuinya. 29

30 b. Sebagian besar pasien (78,1%) tidak mengetahui tentang MKDKI, begitu pula dengan pelayanan yang diberikan oleh MKDKI sebesar 95,2% pasien tidak mengetahuinya. c. Pasien yang mengetahui haknya untuk mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi kepada MKDI sebesar 44,8% sementara sisanya tidak mengetahui haknya untuk dapat mengadukan kerugian tersebut. d. Untuk persepsi pasien terhadap layanan KKI dan MKDKI, sebagian besar pasien juga merasa setuju dengan pelayanan KKI untuk dapat mengadukan dan mengadukan dengan mudah keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke MKDKI dengan rata-rata sebesar 63,8%. (5). Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Dokter/Dokter Gigi Terhadap Pasien. Sebagian besar dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 84,5% mengetahui dan memahami dalam kategori Baik untuk seluruh indikator hak yang yang dinilai dalam kuesioner. (6). Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Dokter/Dokter Gigi Terhadap Pasien. Sebagian besar dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 89,3% memiliki tingkat pengetahuan yang baik untuk kewajibannya terhadap pasien. Responden mengetahui dan memahami dalam kategori Baik untuk seluruh indikator kewajiban yang yang dinilai dalam kuesioner. (7). Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak dan Kewajiban Dokter/Dokter Gigi Terhadap Pasien. a. Sebagian besar dokter/dokter gigi sangat setuju dengan haknya terhadap pasien dengan rata-rata sebesar 78,1%. b. Sebagian besar dokter/dokter gigi sangat setuju dengan kewajibannya terhadap pasien dengan rata-rata sebesar 71,9%. (8). Pengetahuan dan Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI dan MKDKI. a. Sebagian besar dokter/dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang KKI sebesar 46,7 %, begitu pula dengan pelayanan yang 30

31 diberikan KKI sebesar 45,7% dokter/dokter gigi tingkat pengetahuannya cukup. b. Dokter/dokter gigi juga memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang MKDKI sebesar 52,4%, begitu pula dengan peran MKDKI sebesar 45,7% dokter/dokter gigi tingkat pengetahuannya baik. c. Untuk persepsi dokter/dokter gigi terhadap layanan KKI dan peran MKDKI, sebagian besar responden merasa setuju dengan rata-rata sebesar 44,9%. 8. SARAN (1). Untuk meningkatkan tingkat pemahaman pasien, KKI harus meningkatkan sosialisasi dan lebih meluaskan jangkauan informasi layanannya ke seluruh lapisan masyarakat, baik melalui media massa seperti televisi, surat kabar, majalah dalam bentuk iklan layanan masyarakat. (2). Dengan belum meratanya informasi tentang Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diinformasikan melalui majalah atau buletin yang dibuat atau publish oleh Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia. (3). Masih ditemukannya responden dokter yang tidak setuju dengan hak dan kewajiban dokter terhadap pasien merupakan hal menarik yang sebaiknya di telusuri lebih dalam alasannnya dengan melakukan studi lanjutan yang menggunakan desain studi, jumlah sampel dan teknik sampel yang lebih representatif. 31

32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tugas negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk mewujudkan terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Salah satu upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan menyediakan akses pelayanan kesehatan bagi rakyat sehingga kualitas kehidupan mereka menjadi lebih baik dan lebih bermakna. Sebagai pemimpin dari pelaksanaan pelayanan kesehatan captain of the team, dokter dan dokter gigi perlu pengaturan yang baik. Oleh karena itu, negara melakukan pengaturan praktik kedokteran dan mengamanahkan dibentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun Sebagai lembaga negara, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengemban beberapa tugas yang tercantum dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Beberapa tugas tersebut antara lain melakukan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing. KKI menjalankan serangkaian upaya dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Salah satu diantaranya adalah menyempurnakan produk hukum (legislasi dan regulasi) yang responsif terkait pelaksanaan praktik kedokteran serta meningkatkan advokasi dan sosialisasinya. Dalam menjalankan tugasnya, Konsil Kedokteran Indonesia menghadapi beberapa masalah, yaitu: a. Belum meratanya kesadaran dan pengetahuan dokter dan dokter gigi terhadap peraturan perundang-undangan tentang praktik kedokteran. b. Komunikasi yang baik antara dokter/dokter gigi dan pasien belum tercapai. c. Belum sempurnanya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan praktik kedokteran. 32

33 Terkait dengan kebijakan yang diproduksi oleh KKI, hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi merupakan salah satu unsur yang mendukung kegiatan praktik kedokteran. Dokter/dokter gigi yang baik, memahami hak dan kewajibannya, demikian juga masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan. Selain pada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil), hak dan kewajiban dokter/dokter gigi dan pasien, telah diamanahkan dalam berbagai produk hukum lainnya. Dengan demikian, KKI menganggap penting untuk memahami sejauh mana pelaksanaan kebijakan tersebut diimplementasikan. Sebelum Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran lahir, banyak dokter dihakimi oleh media atau pengadilan dengan tidak adil karena belum adanya kejelasan hak dan kewajiban dokter dan pasien. Dokter memiliki kewajiban memberikan pelayanan kedokteran sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya, sedangkan pasien berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Dengan adanya pengaturan tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien, diharapkan praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat dapat terwujud. Meski dirasa semakin berkurang, tak dapat dipungkiri, secara umum, pelayanan praktik kedokteran masih bersifat asimetri informasi, yaitu adanya kesenjangan informasi yang besar antara dokter dengan pasien. Dokter memiliki pengetahuan yang besar tentang penyakit yang diderita pasien, sedangkan pasien tidak paham tentang penyakitnya dan tidak mengerti apa yang dilakukan dokter untuk kebaikan/kesembuhannya. Adanya kesenjangan tersebut dapat menimbulkan transaksi yang tidak adil dan jika dokter tidak memiliki moral yang baik, dapat menimbulkan moral hazard. Mengetahui perkembangan realitas ini, menarik untuk diketahui Penegakkan disiplin praktik kedokteran dilaksanakan oleh lembaga otonom di dalam KKI yang bernama Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Lembaga ini telah menerima dan menangani pengaduan tentang dugaan pelanggaran disiplin praktik kedokteran sejak tahun Jumlah pengaduan yang dilaporkan ke MKDKI terus meningkat trennya dari tahun ke tahun. Berdasarkan sebuah penelitian disertasi tentang pelanggaran etika 33

34 kedokteran, terdapat 136 kasus dugaan pelanggaran etika kedokteran dengan 219 pelapor yang diadukan ke MKDKI pada tahun dan 75 kasus dengan 93 pelapor ternyata terbukti melanggar etika kedokteran. (Anwari, 2015) Selain itu, KKI juga menganggap penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI. Pemahaman ini menjadi fondasi berharga bagi KKI untuk mengembangkan pendekatan pada kinerja selanjutnya. Beragam masalah yang harus dihadapi oleh KKI memerlukan kebijakan atau regulasi yang tepat yang bisa saja terkait dengan pendidikan, registrasi dan pembinaan. Agar regulasi yang diproduksi menyentuh kebutuhan yang tepat, maka, umpan balik jelas sangat diperlukan dari stakeholder KKI baik dari dokter/dokter gigi, maupun dari masyarakat pengguna jasa. Hal ini agar produk regulasi yang dihasilkan berdasarkan pada fakta (evidence based) yang ada. Terkait hal tersebut diatas, KKI merasa penting untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi dokter dan pasien tentang hak dan kewajibannya masing-masing. Umpan balik yang diharapkan, dihasilkan melalui penelitian yang menyangkut masalah-masalah tersebut di atas. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi pelaksanaan hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi dari masyarakat dan dokter/dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran di wilayah DKI Jakarta TUJUAN. (1). Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi masyarakat terkait hak dan kewajiban pasien terhadap dokter/ dokter gigi. (2). Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi dokter/dokter gigi terkait dengan hak dan kewajiban dokter/dokter gigi terhadap pasien. 34

35 (3). Untuk mengetahui gambaran persepsi dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI SASARAN. Sasaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran langsung diantaranya adalah diperolehnya: (1). Informasi persentase tingkat pengetahuan pasien dan dokter/dokter gigi terhadap hak dan kewajiban mereka masing-masing dalam praktik kedokteran. (2). Informasi persentase persepsi dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Sasaran tidak langsung, yaitu sebagai: (1). Data penunjang untuk penelitian berikutnya. (2). Dasar pembuatan kebijakan oleh Divisi-Divisi di KKI. 1.3 RUANG LINGKUP Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan persepsi terkait produk kebijakan KKI yaitu hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi dalam praktik kedokteran serta memahami persepsi dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI. Target populasi penelitian adalah masyarakat/pasien dan dokter/dokter gigi yang sedang aktif menjalankan praktik kedokteran/kedokteran gigi. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah DKI Jakarta (Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat). Jumlah sampel Penelitian adalah 210 Orang Variabel penelitian dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, kelompok variabel untuk masyarakat, dan untuk dokter/dokter gigi. (1). Untuk masyarakat, variabel penelitian meliputi: a. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hak dan kewajiban pasien terhadap dokter dalam praktik kedokteran. 35

36 b. Persepsi masyarakat terhadap kepuasan pelaksanaan hak dan kewajiban pasien terhadap dokter dalam praktik kedokteran. c. Persepsi masyarakat terhadap layanan KKI. (2). Untuk target populasi dokter/dokter gigi, variabel penelitian meliputi: a. Tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi terhadap hak dan kewajibannya kepada pasien dalam praktik kedokteran. b. Persepsi dokter/dokter gigi terhadap kepuasan pelaksanaan hak dan kewajiban dokter/dokter gigi kepada pasien dalam praktik kedokteran. c. Persepsi dokter/dokter gigi terhadap layanan KKI. 1.4 SUMBER PENDANAAN Pekerjaan ini dibiayai dari sumber pendanaan DIPA Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Tahun Anggaran KELUARAN INDIKATOR KELUARAN. Indikator keluaran yang akan digunakan untuk mendeteksi keberhasilan survei disajikan pada tabel berikut. Indikator disusun merujuk pada tujuan studi. Tabel 1. Indikator Keluaran TUJUAN INDIKATOR KETERANGAN Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi masyarakat terkait hak dan kewajiban pasien terhadap dokter/ dokter gigi. a. Persentase (%) masyarakat yang mengetahui hak dan kewajiban sebagai pasien terhadap dokter/dokter gigi. a. Skor Hasil Penghitungan yang dinyatakan dalam persentase (%) Persepsi masyarakat Indikator ini akan diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara secara mendalam kepada kelompok masyarakat yang terpilih menjadi sampel. 36

37 TUJUAN INDIKATOR KETERANGAN Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi dokter/dokter gigi terkait dengan hak dan kewajiban dokter/dokter gigi terhadap pasien. Untuk mengetahui gambaran persepsi dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI. terkait hak dan kewajiban sebagai pasien terhadap dokter/dokter gigi (skala likert) a. Persentase (%) dokter/dokter gigi yang mengetahui hak dan kewajiban sebagai dokter/dokter gigi terhadap pasien. b. Skor Hasil Penghitungan Penghitungan yang dinyatakan dalam persentase (%) Persepsi masyarakat terkait hak dan kewajiban sebagai dokter/dokter gigi terhadap pasien (skala likert) Skor Hasil Penghitungan Penghitungan yang dinyatakan dalam persentase (%) Persepsi dokter/dokter gigi dan masyarakat terhadap layanan KKI. Indikator ini akan diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara secara mendalam kepada kelompok dokter/dokter gigi yang terpilih menjadi sampel. Indikator ini akan diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara secara mendalam kepada kelompok masyarakat dan dokter/dokter gigi yang terpilih menjadi sampel. 37

38 1.6 JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PEKERJAAN Waktu pelaksanaan di rencanakan 2 (dua bulan kalender) sejak terhitung 1 Oktober sampai 30 November PERSONIL (1). Koordinator Tim : Ahli Kesehatan Masyarakat Min. S2 Pengalaman 4 Tahun, 1 orang. (2). Tenaga Ahli : Ahli Kesehatan Masyarakat Min. S2 Pengalaman 3 Tahun, 1 orang. (3). Asisten Tenaga Ahli : Kesehatan Masyarakat - Min. S1 Pengalaman 3 Tahun, 1 orang. (4). Tenaga Pendukung: Data Entry dan Operator Komputer D3 Pengalaman 3 Tahun, 1 orang. 1.8 LAPORAN (1). Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan memuat perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka konsep penelitian, rencana kerja, jadwal dan konsep pelaksanaan kerja. (2). Laporan Antara Laporan Antara Permasalahan yang ditemukan pada saat pelaksanaan di lapangan. (3). Laporan Akhir Laporan Akhir memuat laporan akhir hasil penelitian. 38

39 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN TINGKAT PENGETAHUAN Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1997). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (1997) bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan: (1). Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). (2). Interest (merasa tertarik), dimana orang mulai tertarik pada stimulasi. (3). Evaluation (menilai), dimana sesorang mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. (4). Trial (mencoba), dimana orang telah mulai mencoba berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus. Selanjutnya Roger menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti proses diatas yaitu didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap maka tidak akan berlangsung lama. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu: (1). Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

40 rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. (2). Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. (3). Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). (4). Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5). Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada satu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. (6). Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), diantaranya adalah: (1). Umur Umur merupakan unsur biologis dari seseorang yang menunjukkan tingkat kematangan organ-organ fisik pada manusia. Semakin tinggi umur seseorang, maka proses perkembangan seseorang akan semakin matang. (2). Jenis kelamin Jenis kelamin terbentuk dalam dimensi biologis. Jenis kelamin mengacu pada perilaku seseorang dan mencerminkan penampilan sesuai dengan jenis kelaminnya. (3). Pendidikan 40

41 Pendidikan akan menghasilkan perubahan cara hidup seseorang secara keseluruhan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidkan tinggi akan mempunyai keinginan untuk mengembangkan dirinya, sedangkan yang berasal dari tingkat pendidikan rendah cenderung mempertahankan tradisi yang ada. (4). Pengalaman Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap terhadap pengetahuan. Untuk dapat mempunyai tanggapan harus mempunyai pengalaman. Skoring/penilaian pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang sesuatu materi yang ingin diukur dari subyek penelitian/responden. Terdapat 6 (enam) tahapan pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956) sebagai berikut: (1). Tahu (know). (2). Memahami (comprehension). (3). Aplikasi (application). (4). Analisis (analysis). (5). Sintesis (synthesis). (6). Evaluasi (evaluation). Pengukuran bobot pengetahuan seseorang ditetapkan menurut hal-hal sebagai berikut. (1). Bobot I : tahap tahu dan pemahaman. (2). Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, dan analisis. (3). Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dalam penelitian ini, tingkat pengetahuan yang diukur adalah tingkatan pengetahuan sampai pada pengukuran bobot I dengan tahapan Tahu (Know) dan Memahami (comprehension). Arikunto (2006) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut: 41

42 (1). Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 75%. (2). Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56% 74%. (3). Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 55%. Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut: (1). Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50%. (2). Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya = 50%. Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka persentasenya akan berbeda, yakni: (1). Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%. (2). Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya = 75%. Berdasarkan paparan teori di atas, dapat disimpulkan sebuah teori yaitu: Domain Kognitif (Tahu, Memahami, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi) Terhadap Kewajiban dan Hak Responden Pengaruh Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pengalaman Tingkat Pengetahuan Pasien dan Dokter/Dokter Gigi tentang Hak dan Kewajiban Masing- Masing 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang Gambar 1. Kerangka Teori Tingkat Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) 2.2 PENGERTIAN PERSEPSI Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang. Persepsi 42

43 yang positif akan mempengaruhi rasa puas seseorang dalam bentuk sikap dan perilakunya terhadap pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya persepsi negatif akan ditunjukkan melalui kinerjanya (Tjiptono, 2000). Winardi (2001) mengemukakan persepsi merupakan proses yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimulus yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu, sehingga secara tipikal menghasilkan persepsipersepsi yang berbeda-beda. Persepsi atau pandangan adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Bagaimanapun, apa yang telah dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Tidak harus demikian, tetapi sering ada ketidaksepakatan. Persepsi menjadi penting dikarenakan perilaku orang-orang di dalam organisasi didasarkan kepada persepsi mereka mengenai apa yang realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri (Robbins, 2001). Menurut Rakhmat (2005), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Menurut Sears dkk. (1999) menyebutkan bahwa persepsi manusia dinominasi 2 (dua) asumsi yakni: (1). Proses pembentukan kesan dianggap agak bersifat mekanis dan cenderung hanya memantulkan sifat manusia yang memberi stimulus. (2). Proses itu berada dibawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikiran atau kognisi. Pembentukan kesan tersebut secara mekanis memantulkan terkumpulnya informasi dalam pikiran seseorang. Pentingnya persepsi itu semata-mata karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri. Individu-individu mungkin memandang satu benda yang sama mempersepsikan 43

44 secara berbeda. Sejumlah faktor membentuk dan kadang memutar-balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersiapkan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan (Robbins, 2001). Menurut Baltus (1983), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut: (1). Kemampuan dan keterbatasan fisik dan alat indera dapat mempengaruhi persepsi untuk sementara waktu atau permanen. (2). Kondisi lingkungan. (3). Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan atau bereaksi terhadap stimulus tergantung pada pengalaman masa lalunya. (4). Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu, maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkan tersebut. (5). Kepercayaan, prasangka, dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya. Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam mempersepsi sesuatu. Menurut Prasetijo (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah : (1). Faktor internal a. Pengalaman. b. Kebutuhan saat itu. c. Nilai-nilai yang dianut. d. Pengharapan. (2). Faktor eksternal a. Tampakan produk. b. Sifat-sifat stimulus. c. Situasi lingkungan. 44

45 Menurut Gunarsa (1995) dan Charles Abraham dan Eamon Shanley (1997:48), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pernyataan kepuasan pasien antara lain yaitu: (1). Umur Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yaitu usia tahun (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000:193). Semuanya memberikan kepribadian yang berbeda-beda terhadap pelayanan kesehatan. (2). Pendidikan Pendidikan dan pengetahuan pasien yang kurang, membutuhkan lebih banyak perhatian khusus. Setiap orang akan memeperhatikan aspek yang berbeda dari objek yang mereka temui, sesuai dengan pengalaman masa lalu, keahlian dan minatnya masing-masing. Pendidikan seseorang mmempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi segala sesuatu (Depkes RI, 1990: 103). (3). Pekerjaan Pasien yang mempunyai jenis pekerjaan yang berbeda akan memiliki tingkat penghasilan yang berbeda pula. Menurut Green (1970) dalam Lumenta menyimpulkan bahwa masyarakat yang berpenghasilan dan berpendidikan formal rendah akan menimbulkan sikap masa bodoh dan pengingkaran serta rasa takut yang tidak mendasar. (4). Jenis kelamin Emosi seseorang jelas mempengaruhi persepsi seseorang. Laki-laki cenderung bisa mengendalikan emosinya dibanding dengan wanita (Deddy Mulyana, 2001: 183). 45

46 Gambar 2. Consumer Behaviour 2.3 PROSES PERSEPSI Persepsi sangat berkaitan erat dengan kepuasan dan mutu. Dalam literatur yang berkaitan dengan kepuasan, akan dikenal istilah customer atau pelanggan. Dalam kajian ini, yang dimaksud dengan customer atau pelanggan adalah pasien dan dokter/dokter gigi yang menilai pemaparan atau pemahaman dan sosialisasi hak dan kewajiban masing-masing dalam undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa pendapat para ahli menyangkut pengertian kepuasan atau ketidakpuasan customer, diantaranya: (1). Ahli pemasaran, Kotler (2003:146), menyatakan bahwa: Satisfaction is a person s feeling of pleasurer disappoinment resulting from comparing a product s perceived (or out come) in relation to his or her expectation. (Kepuasan adalah perasaan senang dan kecewa seseorang yang berawal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya). (2). Oliver (1997:75), menyatakan: Satisfaction is the customer evaluation of a product or service in term of whether that product or service has met their needs and expectations. Failure to meet needs and expectations is assumed to result in dissatisfaction with the product or services. (Kepuasan adalah evaluasi pelanggan terhadap produk atau jasa, mengenai produk atau jasa yang telah memenuhi kebutuhan dan harapan. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan mengakibatkan ketidakpuasan terhadap produk atau jasa). 46

47 Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapatlah dikatakan bahwa kepuasan klien (pasien dan dokter/dokter gigi) adalah suatu evaluasi klien terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pihak dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan kepuasan atau satisfaction yang dirasakan klien terhadap hak dan kewajiban yang sudah ditetapkan dalam peraturan dengan harapannya. Apakah hak dan kewajiban yang dimiliki dan sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan lain tersebut menguntungkan dan mencakup hak dan kewajiban yang diharapkan oleh klien atau justru malah merugikan. Jika kepuasan klien bisa tercapai, maka kualitas peraturan yang ada sudah dapat memenuhi harapannya, sehingga hak dan kewajiban itu akan selalu menjamin kepentingan klien. Namun bila klien ternyata merasa tidak puas dengan peraturan yang ada dan tidak mengakomodir kepentingan klien, maka perlu ada perbaikan terhadap peraturan tersebut. Pada hakekatnya dalam mengukur kepuasan klien dalam hal ini implementasi penetapan aturan hak dan kewajiban klien, tidak dapat dilepaskan dari kualitas layanan, yakni perbandingan antara harapan (customer expectation) dengan kinerja kualitas layanan (service quality), yang idealnya harus seimbang sehingga dengan keseimbangan tersebut akan menghilangkan kesenjangan yang terjadi. Semakin kecil kesenjangan layanan yang diperoleh menunjukkan bahwa kepuasan layanan akan semakin besar, begitu pula sebaiknya, apabila kesenjangan semakin besar maka tingkat kepuasan akan semakin menurun. Teori diskonfirmasi mendefinisikan kepuasan dan ketidakpuasan sebagai evaluasi yang dilakukan pelanggan sebagai pengalaman yang setidaknya sama baiknya dengan yang diharapkan. Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan dampak dari perbandingan antara harapan pelanggan sebelum pembelian dengan sesungguhnya yang diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tersebut. Harapan pelanggan saat mendapatkan pelayanan sebenarnya mempertimbangkan performa jasa. Jasa akan berfungsi sebagai berikut: (1). Performa jasa lebih baik dari yang diharapkan, disebut diskonfirmasi positif. Bila hal ini terjadi, maka pelanggan akan merasa puas. 47

48 (2). Performa jasa seperti yang diharapkan, disebut konfirmasi sederhana. Jasa tersebut tidak memberi rasa puas dan tidak mengecewakan, sehingga pelanggan akan memiliki perasaan netral. (3). Performa jasa lebih buruk dari yang diharapkan, disebut diskonfirmasi negatif. Bila hal ini terjadi, maka akan menyebabkan kekecewaan, sehingga pelanggan merasa tidak puas. Gambar 3. Paradigma Diskonfirmasi Dalam paradigma diskonfirmasi, ekspektasi atau harapan pelanggan yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, rekomendasi, dan komunikasi mengenai aturan hak dan kewajiban pelanggan yang telah ditetapkan para pelanggan. Pelanggan akan melakukan perbandingan antara layanan yang dirasakan (kinerja layanan) dan harapannya terhadap layanan. Jika kinerja layanan lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka dapat dikatakan bahwa pelanggan kurang atau tidak puas atas layanan. Jika kinerja layanan lebih tinggi dari harapan pelanggan, maka dikatakan bahwa pelanggan sangat puas atas layanan. Sementara jika kinerja layanan sama dengan harapan pelanggan, maka dikatakan bahwa pelanggan puas (netral) atas layanan. Simpulan dari teori diskonfirmasi adalah kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan merupakan perbandingan antara harapan mengenai merek yang seharusnya berfungsi dengan evaluasi mengenai fungsi yang sesungguhnya, sehingga pelanggan akan merasa puas, tidak puas, atau dalam keadaan netral (tidak merasa puas dan tidak merasa tidak puas) terhadap jasa yang dilakukan. 48

49 Pada penelitian ini, kesenjangan antara layanan yang dirasakan pelanggan dengan layanan yang diharapkan menjadi aspek yang akan diteliti dan dianalisis. Penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan adalah hasil perbandingan antara harapan dan pengalaman pelanggan setelah menerima layanan. Jika harapannya terpenuhi, pelanggan akan puas dan persepsinya positif, sebaliknya jika tidak terpenuhi, pelanggan tidak puas dan persepsinya negatif. Sedangkan bila kinerja layanan melebihi harapannya, pelanggan merasa senang dan diharapkan memberi informasi positif kepada masyarakat lainnya. Ranah afektif seperti persepsi ini tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif atau tingkat pengetahuan, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah menerima (memperhatikan), merespons, menghargai, mengorganisasi, dan menghayati. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek di antaranya menggunakan skala persepsi. Hasil pengukuran berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam 2 (dua) kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataanpernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skala Likert merupakan skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau fenomena tertentu. Terdapat 2 (dua) bentuk skala likert yaitu pernyataan positif dan negatif. Pernyataan Positif yang diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan pernyataan Negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Makna kualitatif dari skor adalah berikut ini: (1). Pernyataan Positif a. Sangat Setuju (SS) : 5. b. Setuju(S) : 4. 49

50 c. Kurang Setuju (KS) : 3. d. Tidak Setuju (TS) : 2. e. Sangat Tidak Setuju : 1. (2). Pernyataan Negatif a. Sangat Setuju (SS) : 1. b. Setuju (S) : 2. c. Kurang Setuju (KS) : 3. d. Tidak Setuju (TS) : 4. e. Sangat Tidak Setuju : PASIEN DAN DOKTER/DOKTER GIGI Pasien merupakan konsumen pengguna jasa layanan kesehatan. Pasien di rumah sakit terbagi menjadi pasien rawat jalan, pasien rawat inap dan pasien gawat darurat. Pasien atau klien merupakan individu terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Dalam mengambil keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai pada proses penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas. Pasien memiliki beberapa hak sebagai konsumen layanan kesehatan. Hak-hak pasien antara lain: (1). Hak untuk mendapatkan informasi. Pasien berhak mendapatkan informasi yang dapat dipahaminya dari seorang dokter atau ahli kesehatan lainnya, Informasi dapat berupa: sakit yang diderita pasien, penyebab sakit, cara pengobatan yang akan dilakukan, perawatan yang harus dijalani, efek samping dalam pengobatan, biaya yang harus dikeluarkan, sistem pemeliharaan kesehatan. (2). Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan. 50

51 Pasien berhak untuk dirawat dan dilayani dengan baik dan dimuliakan. (3). Hak mendapat ganti rugi. Pasien berhak mendapatkan bantuan hukum, sehubungan perkara yang mungkin timbul akibat perawatan yang dilakukan. (4). Hak untuk memilih. Hak untuk memilih pada pasien meliputi: a. Membatalkan persetujuan. b. Menolak pengobatan atau tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. c. Meninggalkan rumah sakit sewaktu-waktu. Jika pasien ingin meninggalkan rumah sakit tanpa persetujuan rumah sakit maka pasien harus bertanggung jawab penuh terhadap semua akibat lebih lanjut. (Marius Widjayarta, dkk, 1995: 3-4) Hak-hak dari pasien tersebut diinformasikan kepada pasien agar pasien mengetahui haknya sehingga tidak terjadi ketidakpuasan pasien. Pasien dalam layanan kesehatan tidak hanya melihat haknya saja tetapi juga harus memperhatikan kewajibannya sebagai pasien. Berikut ini kewajiban dari pasien yaitu: (1). Kewajiban untuk bersikap kritis. Bersikap kritis pasien meliputi: a. Mengetahui sejarah atau riwayat pengobatan mereka sendiri. b. Menepati janji dengan petugas kesehatan, sehubungan dengan perawatan sakitnya. c. Mematuhi perawatan yang diberikan dan kooperatif. d. Memberi tahu dokter yang bersangkutan jika menerima perawatan dari ahli kesehatan lainnya. e. Mengetahui apa yang dapat atau tidak dapat diatasi oleh perusahaan asuransi, jika pasien menggunakan jaminan kesehatan. (2). Kewajiban untuk memiliki kepedulian sosial. Menjaga diri sendiri dan sekitarnya sehingga tidak melakukan halhal yang mengganggu ketertiban atau mengganggu hak pasien lain atau petugas. (Marius Widjayarta, dkk, 1995: 5-6) 51

52 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53, hak dan kewajiban pasien adalah sebagai berikut: (1). Hak a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan dokter atau dokter gigi. b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. d. Menolak tindakan medis. e. Mendapatkan isi rekam medis. (2). Kewajiban a. Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah kesehatannya. b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi. c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan. d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2) Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh 52

53 manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51 dijelaskan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : (1). Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. (2). Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional. (3). Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya. (4). Menerima imbalan jasa. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran juga mempunyai kewajiban : (1). Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. (2). Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. (3). Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. (4). Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. (5). Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Berikut adalah beberapa hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan: 53

54 Tabel 2. Hak Dan Kewajiban Pasien dan Dokter/Dokter Gigi Menurut Peraturan Perundang-Undangan No. PERATURAN ISI PERATURAN 1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal UU 44/2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 28 huruf d, e, dan f HAK PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis; b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. Menolak tindakan medis; dan e. Mendapatkan isi rekam medis. Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi a. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; b. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; c. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; d. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; e. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan; f. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; g. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit; h. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; i. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. j. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; k. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; 54

55 No. PERATURAN ISI PERATURAN 3. UU 36/2009 Tentang Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi Kesehatan Pasal 58 ayat Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, (1) tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. KEWAJIBAN PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI 1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kewajiban Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi Kedokteran Pasal 53 a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. 2. Permenkes No. 69/2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Kewajiban Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi Dan Kewajiban Pasien Pasal 28 huruf d, a. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai e, dan f kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya; b. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya; c. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. HAK DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN 1. UU 29/2004 Tentang Praktik Hak Dokter/Dokter Gigi terhadap Pasien Kedokteran Pasal 50 a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan 55

56 No. PERATURAN ISI PERATURAN 2. UU 44/2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 30 ayat (1) huruf b Pasal 30 ayat (1) huruf f 3. UU 36/2009 Tentang Kesehatan Pasal 27 ayat (1) d. Menerima imbalan jasa. Tafsir terhadap Hak Rumah Sakit untuk menentukan Hak Dokter/Dokter Gigi Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; Hak Dokter/Dokter Gigi terhadap Pasien Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. KEWAJIBAN DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN 1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal UU 44/2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 13 ayat (1), (2), dan (3) Kewajiban Dokter/Dokter Gigi terhadap Pasien a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Tafsir terhadap Kewajiban Rumah Sakit untuk menentukan Kewajiban Dokter/Dokter Gigi a. Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. b. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- 56

57 No. PERATURAN ISI PERATURAN Pasal 29 ayat (1) huruf b Pasal 29 ayat (1) huruf c Pasal 29 ayat (1) huruf j Pasal 29 ayat (1) huruf k Pasal 29 ayat (1) huruf l Pasal 29 ayat (1) huruf m 3. Keputusan KKI No.18/KKI/KEP/ IX/2006 Tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia BAB III Kewenangan dan Kewajiban Dokter ayat (7) huruf a-q undangan. c. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; Melaksanakan sistem rujukan; Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; Menghormati dan melindungi hak-hak pasien; Tafsir terhadap Kewenangan dan Kewajiban Dokter/Dokter Gigi untuk menentukan kewajiban Dokter/Dokter Gigi a. Mengutamakan kepentingan pasien; b. Memperlakukan pasien secara sopan dan penuh perhatian; c. Menghormati martabat dan privasi pasien; d. Mendengarkan pasien dan menghormati pandangan serta pendapatnya; e. Memberikan informasi kepada pasien secara jelas; f. Memberikan edukasi untuk meningkatkan kesehatan; g. Menghormati hak pasien dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang akan diberikan; h. Mempertahankan dan memperbaharui pengetahuan serta keterampilan profesi; i. Menyadari keterbatasan kompetensi profesi; 57

58 No. PERATURAN ISI PERATURAN BAB VIII Hubungan Dokter Pasien 8.1 Komunikasi yang Baik ayat (27) huruf a- c BAB VIII Hubungan Dokter Pasien 8.2 Memperoleh Persetujuan ayat (30) BAB VIII Hubungan Dokter Pasien 8.3 Menghormati j. Dapat dipercaya dan jujur; k. Menghormati dan menyimpan informasi rahasia pasien; l. Menghormati agama dan kepercayaan pasien; m. Senantiasa berusaha mengurangi risiko yang akan menimpa pasien; n. Menghindari penyalahgunaan wewenang sebagai dokter; o. Bekerja sama antarsejawat untuk memberi pelayanan kedokteran terbaik; p. Melaksanakan praktik kedokteran sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan q. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali jika ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. a. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya; b. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan menggunakan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi; dan c. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien. Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan, dokter harus mendapat persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk itu, dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih lanjut termasuk risiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan, dan komunikatif. Dokter harus yakin bahwa pasien mengerti tentang apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan. Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan catatan medis pasien maupun segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien tersebut sebagai rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan 58

59 No. PERATURAN ISI PERATURAN Rahasia Kedokteran ayat (31) pasien, permintaan pasien sendiri maupun dalam penegakan etik, disiplin, dan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku. BAB VIII Hubungan Dokter Pasien 8.4 Mempertahankan Kepercayaan Pasien ayat (32) huruf a-e BAB VIII Hubungan Dokter Pasien 8.5 Mengakhiri Hubungan Profesional dengan Pasien ayat (34) BAB VIII Hubungan Dokter Pasien 8.7 Keluhan Pasien ayat (39) 4. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/04/20 02 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia Hubungan yang baik antara dokter dengan pasien berdasarkan saling percaya dan saling menghormati. Untuk mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan ini, dokter harus : a. Bertindak sopan, hati-hati dan jujur; b. Menghormati privasi dan harga diri pasien; c. Menghormati hak para pasien untuk menolak berperan serta dalam proses pendidikan atau penelitian dan memastikan bahwa penolakan mereka tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap hubungan dokter dengan pasien; d. Menghormati hak pasien untuk mendapatkan opini kedua; dan e. Selalu siap dihubungi para pasien dan/atau sejawat berkaitan dengan penyakit pasiennya sesuai perjanjian. Dokter tidak boleh mengakhiri hubungan dengan pasien apabila pasien mengeluh tentang pelayanan kedokteran yang diberikan. Termasuk apabila pasien mengeluh tentang tagihan pembiayaan jasa layanan atau terapi yang diberikan. Hubungan profesional dokter pasien dapat berakhir apabila pasien melakukan kekerasan. Keluhan pasien tentang pelayanan kedokteran harus segera ditanggapi secara terbuka, jujur, dan empati. Jelaskan kepada pasien apa yang sebenarnya terjadi. Permintaan informasi formal dari pihak yang berkepentingan tentang keluhan pasien harus ditanggapi secara konstruktif. Tafsir terhadap Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia untuk menentukan Kewajiban Dokter/Dokter Gigi Kewajiban Dokter Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan 59

60 No. PERATURAN ISI PERATURAN Terhadap Pasien Pasal 10 Kewajiban Dokter Terhadap Pasien Pasal 11 Kewajiban Dokter Terhadap Pasien Pasal 12 Kewajiban Dokter Terhadap Pasien Pasal 13 segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. Setiap dokter yang harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya terhadap seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. 2.5 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA (KKI) Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural dan bersifat independen, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI. KKI didirikan pada tanggal 29 April 2005 di Jakarta yang anggotanya terdiri dari 17 (tujuh belas) orang, merupakan perwakilan dari : (1). Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia : 2 (dua) orang. (2). Kolegium Kedokteran Indonesia : 1 (satu) orang. (3). Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia : 2 (dua) orang. (4). Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Indonesia : 2 (dua) orang. (5). Persatuan Dokter Gigi Indonesia : 2 (dua) orang. (6). Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia : 1 (satu) orang. (7). Tokoh Masyarakat : 3 (tiga) orang. (8). Kementerian Kesehatan : 2 (dua) orang. (9). Kementerian Pendidikan Nasional : 2 (dua) orang. KKI mempunyai fungsi dan tugas yang diamanatkan dalam Pasal 7 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu melakukan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik 60

61 kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menjelaskan bahwa Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis (Pasal 6 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004). Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004) : (1). Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi. (2). Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. (3). Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masingmasing. Dalam menjalankan tugas Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004): (1). Menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi. (2). Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi. (3). Mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi. (4). Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi. (5). Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. (6). Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi. (7). Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi. 61

62 2.6 MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA Dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi. MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen. Keanggotaan MKDKI terdiri atas 3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum. MKDKI bertugas untuk: (1). Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan. (2). Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter. 2.7 DATA PENUNJANG DAN PENELITIAN TERKAIT DATA PENUNJANG. Ada 4 (empat) jenis data penunjang yang akan dirujuk dalam kajian ini, yakni: (1). Data Dasar. (2). Data Kasus Pelanggaran Disiplin Kedokteran tahun (3). Dasar Hukum yang terdiri dari: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen, dalam pasal 28 H terkait Hak Warga Negara. b. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4431). c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. d. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 62

63 f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis. g. Perkonsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. h. Perkonsil Nomor 6 tahun 2011 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. i. Perkonsil Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia. j. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja KKI. k. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 18/KKI/KEP/IX/1996 tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia. (4). Studi-studi terdahulu a. Hasil penelitian KKI bekerja sama dengan YLKI. b. Analisa Persepsi Dokter/Dokter Gigi tentang Peran KKI dan MKDKI di Bandung, Yogyakarta, Gorontalo, Malang, dan Manado PENELITIAN TERKAIT. (1). Penelitian Gunnara tahun 2007 tentang Perlindungan Hak Pasien di RS kanker Dharmais Jakarta menyatakan bahwa banyaknya kasus kelalaian atau kesalahan medis dan pasien yang belum memperoleh haknya dalam pelayanan medis merupakan masalah yang sangat krusial dewasa ini. Untuk mengatasi masalah tersebut telah ditetapkan berbagai kebijakan dibidang pelayanan medis demi memberikan perlindungan pada hak pasien diantaranya adalah Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Peran aktif seluruh pihak sangat diperlukan agar tujuan kebijakan tersebut dapat tercapai. Namun, berbagai kebijakan pelayanan medis dalam rangka perlindungan hak pasien belum sepenuhnya mencapai tujuan yang diharapkan. (2). Penelitian Hargianti Dini Iswandari (2006) dalam Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Volume 09 No. 02 Juni 2006 Hal tentang 63

64 Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran: Suatu Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa Undang-Undang Praktik Kedokteran akan (dan harus) ditindaklanjuti dengan berbagai peraturan pendukung, misalnya peraturan menteri dan peraturan KKI. Sebelum diterbitkan pengaturan lebih lanjut, tetap digunakan peraturan perundang-undangan yang ada untuk mencegah kekosongan hukum. Beberapa hal yang sudah (dan belum) dilaksanakan, menyertai pelaksanaan Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah sebagai yang disebut di bawah ini: a. Telah dibentuk KKI melalui Keputusan Presiden, selanjutnya KKI dapat mengeluarkan peraturan peklaksanaan UUPK. b. Telah diatur mekanisme registrasi supaya pelayanan dokter dan dokter gigi tetap dapat berjalan selama masa peralihan. c. Telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi yang berkaitan dengan peralihan SP menjadi STR, SIP yang lama menjadi SIP menurut UUPK, serta kejelasan pengaturan tempat praktik. d. Belum tersusun Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang sangat penting untuk penegakan aturan dan ketentuan pelayanan oleh dokter atau dokter gigi. (3). Penelitian Safrowi (2010) tentang Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Dokter Terkait Dugaan Malpraktek Medik (Tinjauan Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam) menyatakan bahwa konsep perlindungan hukum terhadap profesi kedokteran dalam kaitannya dengan dugaan malpraktek, baik menurut hukum positif, dimana disini lebih mengacu kepada hukum kesehatan dan kajian hukum Islam hampir sama penerapannya, yaitu tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan hukum terkait dengan adanya dugaan malpraktek sepanjang ia melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan Standard Operating Procedure (SOP), serta dikarenakan adanya dua dasar peniadaan kesalahan dokter, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang ditetapkan di dalam KUHP. 64

65 Adapun pertanggungjawaban dokter terhadap pasien merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dalam hal pelayanan kesehatan yang mengacu pada ketentuan perundang-undangan, mencakup tanggung jawab etik, hukum, hingga administrasi, mulai dari awal pasien berobat hingga sampai pasien tersebut sembuh, yang mana dalam melaksanakan tugas profesi sesuai dengan standar keilmuan yang dimiliki, standar kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Penyebab terjadinya dugaan malpraktek, secara garis besar hanya mengacu pada tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur, adanya kesenjangan antara hasil dengan kenyataan, melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hak-hak pasien, dan adanya niat melawan hukum. (4). Bahan Presentasi Hukum Kesehatan oleh Drg. Suryono, SH, Ph.D, tentang Aspek Hukum Hubungan Profesional Tenaga Kesehatan Pasien menyatakan bahwa Praktik Kedokteran penuh dengan ketidakpastian dan untuk mengatasi ketidakpastian itu membutuhkan adanya hubungan profesional antara antara dokter dengan pasien. Syarat utama dan pertama adanya hubungan yang baik antara dokter dengan pasien adalah membangun rasa saling percaya dan memahami hak dan kewajiban masing-masing. Dari kedua hubungan inilah muncul aspek hukum antara dokter dan pasien. Rasa saling percaya memunculkan adanya suatu persetujuan dan perjanjian yang biasanya dibuktikan dalam bentuk informed consent. Kedua belah pihak juga harus memahami hak dan kewajiban yang tertera dalam peraturan perundang-undangan. 65

66 BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur hak dan kewajiban dokter/dokter gigi dan pasien, serta tugas dan fungsi Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebagai lembaga independen. UU No. 29 Tahun 2004 Dokter/ Dokter Gigi Pelayanan Medis Pasien KKI- MKDKI Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian 3.2 DEFINISI OPERASIONAL Tabel 3. Definisi Operasional No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur KARAKTERISTIK RESPONDEN PASIEN 1. Nomor Responden Nomor urut responden dalam instrumen penelitian Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien 3 kotak isian untuk 1 item nomor responden 3 Digit angka mulai dari Nominal

67 No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 2. Nomor Telepon Nomor telepon genggam atau rumah pasien yang dapat dihubungi Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien 1 item isian nomor telepon Digit nomor telepon Nominal 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin pasien yang dinyatakan sebagai laki-laki atau perempuan 4. Umur Bilangan tahun pasien terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang, yang dihitung dalam satuan tahun 5. Tingkat Pendidikan Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh pasien Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien 1 item pilihan untuk umur 1 item isian untuk umur 1 item pilihan untuk tingkat pendidikan 1. Perempuan 2. Laki-laki Nominal Besaran umur dalam angka, 2 digit 1. Lulus SD 2. Lulus SLTP 3. Lulus SMU 4. Universitas/ akademi Nominal Ordinal 6. Jenis Pekerjaan 7. Fasilitas Kesehatan Bidang pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan pasien Jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan pasien untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien 1 item pilihan untuk jenis pekerjaan 1 item pilihan untuk fasilitas kesehatan 1. PNS 2. ABRI/Polisi 3. Pegawai Swasta 4. Pedagang/ Wiraswasta 5. Petani/nelayan/ peternak 6. Pensiun 7. IRT/tidak bekerja 9. Lain-lain, sebutkan 1. Puskesmas 2. Klinik Praktik Bersama 3. Rumah Sakit Pemerintah 4. Rumah Sakit Swasta Nominal Nominal 67

68 No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 8. Cara pembayaran ke Pelayanan Kesehatan 1. Nomor Responden 2. Profesi Kedokteran 3. Jenis Kelamin Jenis cara pembayaran yang digunakan pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan Daftar isian identitas responden pada kuesioner pasien 1 item pilihan untuk cara pembayaran ke Pelayanan Kesehatan 1. Dijamin oleh BPJS Kesehatan 2. Dijamin oleh Asuransi Lainnya 3. Bayar Sendiri 9. Lainnya KARAKTER RESPONDEN DOKTER/DOKTER GIGI Nomor urut Daftar isian 3 kotak isian 3 Digit angka responden dalam identitas untuk 1 item mulai dari 001- instrumen responden pada nomor 210 penelitian kuesioner responden dokter/dokter gigi Bidang pekerjaan kedokteran yang digeluti seorang dokter saat ini Jenis kelamin pasien yang dinyatakan sebagai laki-laki atau perempuan 4. Umur Bilangan tahun dokter/dokter gigi terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang, yang dihitung dalam satuan tahun 5. Tahun Lulus Pendidikan Dokter Tahun seorang dokter/dokter gigi menamatkan pendidikan kedokteran yang terakhir 6. Masa Kerja Lama masa bakti seorang dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada 1 item pilihan untuk Profesi Kedokteran 1 item pilihan untuk umur 1 item isian untuk umur 1 item isian untuk tahun lulus pendidikan dokter 1 item isian untuk masa kerja Nominal Nominal 1. Dokter 2. Dokter Nominal Spesialis 3. Dokter Gigi 4. Dokter Gigi Spesialis 1. Perempuan 2. Laki-laki Nominal Besaran umur dalam angka, 2 digit Besaran Tahun dalam angka, 4 digit Akumulasi tahun untuk masa bakti seorang Nominal Nominal Nominal 68

69 No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 7. Kepemilikan Surat Tanda Registrasi (STR) 8. Tanggal berakhir berlaku STR 9. Kepemilikan Surat Izin Praktik (SIP) 10. Tanggal berakhir berlaku SIP 11. Tempat praktik dokter/dokter gigi dalam praktik profesi kedokteran di instansi kerja terakhir Kepemilikan terhadap bukti tertulis dari Konsil Kedokteran Indonesia yang menyatakan bahwa dokter/dokter gigi telah teregister Kepemilikan terhadap bukti tertulis dari Konsil Kedokteran Indonesia yang menyatakan bahwa dokter/dokter gigi telah teregister Kepemilikan terhadap bukti tertulis dari pemerintah untuk dokter yang akan melaksanakan praktik kedokteran Kepemilikan terhadap bukti tertulis dari Konsil Kedokteran Indonesia yang menyatakan bahwa dokter/dokter gigi telah teregister Fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi tempat pelaksanaan praktik kedokteran dokter/dokter gigi kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi Daftar isian identitas responden pada kuesioner dokter/dokter gigi 1 item pilihan untuk kepemilikan STR 1 item isian untuk tanggal berakhir berlaku STR 1 item pilihan untuk kepemilikan SIP 1 item isian untuk tanggal berakhir berlaku SIP 1 item pilihan untuk tempat praktik dokter/dokter gigi dokter/dokter gigi, 2 digit 1: Ya 0: Tidak Nominal Format isian tanggal : dd/mm/yy Nominal 1: Ya 0: Tidak Nominal Format isian tanggal : dd/mm/yy 1. Puskesmas 2. Klinik Praktik Bersama 3. Dokter Keluarga 4. Rumah Sakit Pemerintah 5. Rumah Sakit Swasta Nominal Nominal 69

70 No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Tingkat Pengetahuan Tingkatan pengetahuan yang dimiliki responden tentang hak dan kewajiban masingmasing (Pasien dan Dokter/Dokter Gigi). Tingkatan itu meliputi Tahu, Paham, dan Aplikasi (Teori Blum) TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSEPSI Daftar pertanyaan kuesioner tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi. Pertanyaan terdiri dari pertanyaan tertutup dan terbuka. 1 pertanyaan terdiri dari 2 hingga 3 pertanyaan. 1a adalah pertanyaan tertutup untuk melihat tingkatan Tahu responden. 1b dan 1c atau 1b atau 1c saja adalah pertanyaan terbuka untuk melihat tingkatan Paham dan Aplikasi responden. a. Pertanyaan tertutup 1: Ya 2: Tidak 0: Tidak Tahu b. Pertanyaan terbuka berupa lembar isian pertanyaan untuk dapat diisi sesuai dengan pemahaman responden. 1. Tingkat Pengetahuan Level Tahu a. Jawaban Ya nilainya 2. b. Jawaban Tidak nilainya 1. c. Jawaban Tidak Tahu nilainya Tingkat pemahaman a. Kategori Baik jika nilainya : 76%-100% b. Kategori Cukup jika nilainya : 50%-75% c. Kategori Kurang jika nilainya : 0%-49%. Ordinal 70

71 No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 2. Persepsi Proses interpretasi seseorang terhadap pemenuhan hak dan kewajiban masingmasing dan layanan KKI Daftar tabel pilihan persepsi pada kuesioner tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter/dokter gigi serta persepsi pasien dan dokter/dokter gigi terhadap layanan KKI. Menggunakan skala likert dengan Pernyataan Positif Sangat Setuju (SS): 5 Setuju(S) :4 Kurang Setuju (KS): 3 Tidak Setuju (TS) : 2 Sangat Tidak Setuju (STS): 1 Persepsi Dokter/Dokter Gigi terhadap hak dan kewajibannya dengan skala likert. Persepsi Dokter/Dokter Gigi terhadap layanan KKI dengan skala likert. Persepsi Pasien terhadap hak dan kewajibannya dengan skala likert. Persepsi Pasien terhadap layanan KKI dengan skala likert. Ordinal 71

72 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 PENDEKATAN KAJIAN Survei ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kuantitatif dan semi kualitatif dengan metode cross sectional (potong lintang) yang digunakan untuk tujuan: (1). Melihat tingkat pengetahuan pasien (masyarakat) dan dokter/dokter gigi terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. (2). Melihat persepsi pasien (masyarakat) dan dokter/dokter gigi terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. (3). Melihat persepsi pasien (masyarakat) dan dokter/dokter gigi terhadap layanan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). 4.2 POPULASI DAN SAMPEL Wilayah kajian meliputi 5 (lima) wilayah kota di DKI Jakarta. Populasi penelitian adalah populasi dokter/dokter gigi umum dan spesialis yang bertugas di 5 (lima) wilayah DKI Jakarta dan masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan dokter/dokter gigi umum maupun spesialis yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah given, artinya sudah ditentukan dalam kerangka acuan awal. Dengan jumlah sampel penelitian yang sudah ditentukan, peneliti menggunakan teknik quota sampling untuk membagi sampel di setiap wilayah. Jumlah sampel yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebesar 210 responden yang terdiri dari dokter/dokter gigi dan pasien. Dalam hal ini, peneliti mencoba melakukan penghitungan sampel penelitian dengan menggunakan dengan menggunakan rumus penghitungan jumlah sampel ( Peneliti melakukan penghitungan sampel dengan aplikasi kalkulator sampel yang tersedia pada alamat website di atas dan mencoba penghitungan secara manual dengan menggunakan rumus yang tersedia. A. Menentukan Jumlah Sampel Langkah pertama dalam pernghitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini:

73 Keterangan: Z = Nilai Z (1,96 untuk CI 95%) p = probabilitas C = Confidence Interval SS =Jumlah Sampel B. Menentukan Jumlah Sampel Baru untuk Populasi Terbatas Berikut adalah rumus untuk Correction for Finite Population, yang digunakan untuk penghitungan selanjutnya dalam menentukan sampel baru dalam populasi terbatas. Keterangan: new SS = Jumlah Sampel Baru SS = Jumlah Sampel pop = Populasi Dalam penelitian ini, diketahui bahwa jumlah dokter dan dokter gigi di DKI Jakarta tahun 2014 adalah jiwa dan jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2014 usia tahun adalah jiwa ( Nilai kemungkinan /Confidence Interval untuk responden dokter dan pasien adalah: CI = ±9,52 untuk responden dokter. CI = ±9,55 untuk responden pasien. 73

74 Berikut adalah simulasi penghitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus di atas: 1. Menentukan Jumlah Sampel SS = Z2 (p) (1 p) C 2 SS = 1, 962 (0, 5) (1 0, 5) 9, 52 2 SS = 0, Menentukan Jumlah Sampel Baru untuk Populasi Terbatas a. Jumlah Sampel Baru untuk Responden Dokter NEW SS = SS 1 + SS 1 POP NEW SS = 0, , NEW SS = 0, NEW SS = 0,010502* NEW SS = 105,02 *catatan : hasil penghitungan sampel dikalikan dengan yang merupakan asumsi dari satuan populasi. Maka, dari hasil penghitungan sampel tersebut diperoleh jumlah sampel untuk responden dokter sebesar 105 orang. b. Jumlah Sampel Baru untuk Responden Pasien NEW SS = SS 1+ SS 1 POP NEW SS = 0, , NEW SS = 0,01053 NEW SS = 0,01053* NEW SS = 105,3 74

75 *catatan : hasil penghitungan sampel dikalikan dengan yang merupakan asumsi dari satuan populasi. Maka, dari hasil penghitungan sampel tersebut diperoleh jumlah sampel untuk responden pasien sebesar 105 orang. Berdasarkan ahasil penghitungan sampel di atas, diperoleh jumlah sampel untuk responden dokter dan pasien masing-masing adalah 105 orang dengan total 210 orang responden dokter dan pasien. Jumlah total responden tersebut dibagi untuk 5 wilayah DKI Jakarta atau dengan kata lain menggunakan teknik quota sampling maka didapat masingmasing wilayah jumlah respondennya adalah 42 dokter dan 42 pasien. Berikut adalah skema pembagian sampel per wilayah DKI Jakarta. 210 Responden JAKBAR (RS Pemerintah, RS Swasta, Puskesmas, dan klinik) (42) JAKUT (RS Pemerintah, RS Swasta, Puskesmas, dan klinik) (42) JAKPUS (RS Pemerintah, RS Swasta, Puskesmas, dan klinik) (42) JAKSEL (RS Pemerintah, RS Swasta, Puskesmas, dan klinik) (42) JAKTIM (RS Pemerintah, RS Swasta, Puskesmas, dan klinik) (42) Dokter & Dokter Spesialis (16) Dokter & Dokter Spesialis (16) Dokter & Dokter Spesialis (16) Dokter & Dokter Spesialis (16) Dokter & Dokter Spesialis (16) Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis (5) 1DrgSpesialis & 4 Drg Umum Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis (5) 1DrgSpesialis & 4 Drg Umum Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis (5) 1DrgSpesialis & 4 Drg Umum Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis (5) 1DrgSpesialis & 4 Drg Umum Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis (5) 1DrgSpesialis & 4 Drg Umum Pasien (21) Pasien (21) Pasien (21) Pasien (21) Pasien (21) Gambar 5. Rancangan Pembagian Sampel Per Wilayah KRITERIA INKLUSI SAMPEL. (1). Kriteria Inklusi Sampel Dokter a. Memiliki STR yang masih berlaku. b. Bekerja di wilayah Provinsi DKI Jakarta. 75

76 (2). Kriteria Inklusi Sampel Pasien a. Pasien dalam keadaan sadar, dengan tingkat kesadaran compos mentis yaitu kesadaran normal sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. b. Berusia antara 18 tahun sampai dengan 60 tahun. c. Pasien yang sudah selesai membeli pelayanan rawat jalan yang sedang menunggu obat di apotik (Pasien Rajal). d. Pasien yang sudah selesai dirawat/ menjelang pulang dari RS. 4.3 INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen penelitian yang digunakan dalam kegiatan ini adalah informed consent atau lembar persetujuan dan kuesioner. Kuesioner dibagi untuk 2 (dua) responden yakni dokter/dokter gigi dan pasien. Setiap kuesioner responden dilengkapi dengan lembar informed consent yang disertakan terpisah dari kuesioner. Informed consent digunakan untuk menanyakan kesediaan responden dalam menjawab seluruh pertanyaan di kuesioner. Setiap kuesioner memiliki 3 (tiga) bagian pertanyaan yang terdiri dari: (1). Pertanyaan bagian I untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden terhadap hak dan kewajibannya. (2). Pertanyaan bagian II untuk mengetahui persepsi responden terhadap hak dan kewajibannya. (3). Pertanyaan bagian III untuk mengetahui persepsi responden terhadap layanan KKI. 4.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua) metode berbeda untuk kedua jenis responden yang berbeda. Untuk responden pasien, pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan jawaban responden diisi oleh tenaga surveyor. Hal ini dikarenakan dalam kuesioner pasien terdapat istilah-istilah medis yang sulit dipahami pasien sehingga membutuhkan penjelasan dari tenaga surveyor. Sementara untuk responden dokter/dokter gigi, dilakukan dengan sistem ujian. Dokter/dokter gigi mengisi sendiri seluruh pertanyaan dalam kuesioner dengan pengawasan surveyor. 76

77 Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin turun lapangan dari KKI dan fasilitas kesehatan yang dituju. Pada saat pengumpulan data, surveyor wajib menjelaskan waktu, tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent. Responden yang bersedia mengisi lembar kuesioner diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami, baik dokter/dokter gigi maupun pasien. Usai pengisian kuesioner, peneliti memeriksa kelengkapan data dan jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul akan dianalisa. 4.5 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA TEKNIK PENGOLAHAN DATA. Data yang telah dikumpulkan diolah menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS Tahap-tahap pengolahan data adalah sebagai berikut: (1). Editing Meneliti kembali kelengkapan pengisian kuesioner, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, ketepatan dan kesesuaian jawaban satu dengan yang lain, relevansi jawaban, serta keseragaman satuan data. (2). Koding Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode tertentu. (3). Tabulating Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan ke dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang sudah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan sesuai dengan jumlah pertanyaan dalam kuesioner. (4). Penetapan Skor Penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut variabel independen dan dependen. Untuk tiap variabel, skor yang ada dijumlah, dan masing-masing responden mendapatkan total skor untuk setiap variabel. 77

78 4.5.2 TEKNIK ANALISIS DATA Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat. Hasil analisis berupa data distribusi frekuensi dan tabulasi silang. Data karakteristik responden, hasil pengukuran tingkat pengetahuan, dan persepsi diuji secara univariat dan dijabarkan secara naratif KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian sebagai berikut: (1). Waktu pelaksanaan penelitian yang sangat singkat yaitu 2 (dua) bulan, menyebabkan kurang optimalnya perencanaan dan pelaksanaan studi. (2). Sampel penelitian adalah given, artinya sudah ditentukan dalam kerangka acuan awal. Dengan jumlah sampel penelitian yang sudah ditentukan, peneliti menggunakan teknik quota sampling untuk membagi sampel di setiap wilayah. Dengan komposisi sampel sedemikian rupa, maka hasil penelitian tidak dapat digeneralisir ke populasi yang lebih luas. (3). Kuesioner banyak menggunakan jenis pertanyaan terbuka sehingga tidak dapat dilakukan uji validitas dan reliabilitas. 4.6 STANDAR PENILAIAN KUESIONER PASIEN DAN DOKTER/DOKTER GIGI Dalam penelitian ini terdapat standar penilaian untuk jawaban dari setiap pertanyaan kuesioner yang telah dijawab oleh respoden. Responden dalam penelitian ini terdiri atas pasien dan dokter/dokter gigi yang tersebar di 5 (lima) kota administrasi DKI Jakarta. Kuesioner pasien terbagi dalam 3 (tiga) bagian dengan tujuan sebagai berikut: a. Bagian pertama (I) adalah untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan pasien dan dokter/dokter gigi terkait hak dan kewajiban masing-masing. b. Bagian kedua (II) adalah untuk melihat gambaran persepsi pasien dan dokter/dokter gigi terkait hak dan kewajiban masing-masing. c. Bagian ketiga (III) adalah untuk melihat gambaran persepsi pasien dan dokter/dokter gigi terhadap layanan Konsil Kedokteran Indonesia. 78

79 4.6.1 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DAN DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING Untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan, peneliti menggunakan teori Tahapan pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956). Tahapan pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956) ada 6 (enam) tahapan, sebagai berikut: (1). Tahu (Know). (2). Memahami (Comprehension). (3). Aplikasi (Application). (4). Analisis (Analysis). (5). Sintesis (Synthesis). (6). Evaluasi (Evaluation). Berdasarkan teori tersebut, pengukuran tingkat pengetahuan dalam penelitian ini hanya menggunakan dua tahap awal yaitu tahap tahu (know) dan memahami (comprehension). Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan jumlah sampel yang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian secara mendalam hingga tahap keenam. Dengan batasan demikian, pertanyaan dalam kuesioner untuk tingkat pengetahuan juga dibuat dalam 2 (dua) bagian, yakni pertanyaan untuk tahap tahu dan tahap paham. Pertanyaan tahap tahu ini adalah pertanyaan tertutup dan dikatakan sebagai leading question karena hanya berisi pilihan ya, tidak, dan tidak tahu. Sementara untuk pertanyaan tahap paham merupakan pertanyaan terbuka dengan jenis jawaban essay yang memberi kebebasan bagi pasien untuk mengisi sesuai dengan apa yang diketahui. Metode pengukuran yang digunakan untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ini adalah dengan pembobotan. Masih dalam konteks teori Blum, pengukuran bobot pengetahuan seseorang ditetapkan menurut hal-hal sebagai berikut. (1). Bobot I : tahap tahu dan pemahaman. (2). Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, dan analisis. (3). Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dengan tipe pertanyaan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan untuk tahap tahu dan tahap paham, maka pembobotan juga hanya sampai Bobot I sesuai dengan teori Blum tersebut. Melalui Bobot I tersebut, kedua jenis pertanyaan diberikan koding untuk bobot penilaiannya sesuai dengan kepentingan penelitian. 79

80 (1). Pertanyaan Tahap Tahu (Know) Pilihan jawaban: Ya, Tidak, dan Tidak Tahu a. Untuk jawaban Ya diberi nilai 2. b. Untuk jawaban Tidak diberi nilai 1. c. Untuk jawaban Tidak Tahu diberi nilai 0. (2). Pertanyaan Tahap Paham (Comprehension) a. Jika mampu menjawab dengan benar sesuai dengan kunci jawaban yang ditentukan peneliti sebanyak (76%-100%) maka diberi nilai 2. b. Jika mampu menjawab dengan benar sesuai dengan kunci jawaban yang ditentukan peneliti sebanyak (50%-75%) maka diberi nilai 1. c. Jika mampu menjawab dengan benar sesuai dengan kunci jawaban yang ditentukan peneliti sebanyak (0%-49%) maka diberi nilai 0. Untuk mendapatkan output berupa nilai tingkat pengetahuan, maka bobot nilai dari kedua tipe pertanyaan untuk setiap indikator hak dan kewajiaban sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran harus dijumlahkan untuk kemudian dikategorikan kembali dengan kategori yang baru. Setelah adanya nilai penjumlahan tersebut, maka dibuatlah sebuah kategori baru untuk menilai tingkat pengetahuan secara keseluruhan dengan rentang dan batasan yang diambil dari nilai maksimal, nilai tengah/rentang, hingga nilai minimal hasil penjumlahan tersebut. Kategori baru tersebut adalah: (1). Kategori Baik (koding 2 ) dengan nilai/rentang maksimal penjumlahan hasil penjumlahan nilai level tahu dan paham, artinya tingkat pengetahuan untuk setiap indikator hak tersebut adalah baik karena karena mampu menjawab pertanyaan dengan dengan tingkat kesesuaian 76%-100% dari ketentuan jawaban yang dibuat peneliti. (2). Kategori Cukup (koding 1 ) dengan nilai/rentang tengah penjumlahan maksimal hasil penjumlahan nilai level tahu dan paham, artinya tingkat pengetahuan untuk setiap indikator hak tersebut adalah cukup karena karena mampu menjawab pertanyaan dengan dengan tingkat kesesuaian 50%-75% dari ketentuan jawaban yang dibuat peneliti. (3). Kategori Kurang (koding 0 ) dengan nilai/rentang minimal penjumlahan, artinya tingkat pengetahuan untuk setiap indikator hak tersebut adalah kurang karena 80

81 mampu menjawab pertanyaan dengan dengan tingkat kesesuaian 0%-49% dari ketentuan jawaban yang dibuat peneliti. Sistem penilaian dan pembobotan berjenjang ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS PERSEPSI PASIEN DAN DOKTER/DOKTER GIGI TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING SERTA LAYANAN KKI Persepsi ini diukur dengan skala likert. Skala likert merupakan skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau fenomena tertentu. Ada dua bentuk skala Likert yaitu pernyataan Positif yang diberi skor: 5, 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan pernyataan Negatif diberi skor: 1, 2, 3, 4, dan 5. Makna kualitatif dari skor adalah berikut ini: (1). Pernyataan Positif a. Sangat Setuju (SS): 5 b. Setuju(S) :4 c. Kurang Setuju (KS): 3 d. Tidak Setuju (TS) : 2 e. Sangat Tidak Setuju (STS) : 1 (2). Pernyataan Negatif a. Sangat Setuju (SS): 1 b. Setuju (S) :2 c. Kurang Setuju (KS): 3 d. Tidak Setuju (TS) : 4 e. Sangat Tidak Setuju (STS): 5 Dalam penelitian ini, persepsi dinilai dengan skala likert dalam bentuk pernyataan positif, yaitu: a. Sangat Setuju (SS): 5 b. Setuju(S) :4 c. Kurang Setuju (KS): 3 d. Tidak Setuju (TS) : 2 e. Sangat Tidak Setuju (STS) : 1 81

82 Untuk jawaban standar penilaian peneliti dapat dilihat pada LAMPIRAN 12 dan LAMPIRAN RENCANA KERJA PENELITIAN JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan selama 2 (dua) bulan waktu pelaksanaan. Tahap pertama adalah tahapan persiapan penelitian. Tahap kedua adalah tahapan pelaksanaan penelitian. Tahap terakhir adalah tahapan pelaporan. Berikut adalah jadwal waktu pelaksanaan sesuai dengan ketiga tahapan di atas. Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Tahap Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Nama Kegiatan Persiapan Pelaksanaan Pelaporan Rincian Aktifitas 1. Penentuan permasalahan dan tujuan penelitian 2. Penyusunan instrumen penelitian 3. Pembagian tugas dan penyusunan jadwal kerja 1. Pelaksanaan Uji coba Kuesioner 2. Pengumpulan data sesuai dengan tujuan penelitian 3. Pengolahan data 4. Analisis data 1. Penyusunan Laporan awal 2. Penyusunan Laporan antara 3. Penyusunan Laporan akhir Bulan TAHAP PERSIAPAN PENELITIAN Awal mula pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menentukan permasalahan dan tujuan penelitian. Penyedia menyepakati arah penelitian dengan user atau pemilik pekerjaan melalui kegiatan rapat. Setelah menyamakan persepsi, maka disusunlah sebuah instrumen penelitian yang nantinya akan digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian 82

83 yang diinginkan. Selain membuat instrumen penelitian, tim peneliti juga menentukan rencana kerja dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Rencana kerja didahului dengan pembagian sampel per wilayah dan penentuan fasilitas kesehatan yang akan dituju. Bersamaan dengan hal tersebut, tim peneliti juga telah memulai proses perizinan di fasilitas kesehatan yang dituju. Penelitian ini dilakukan di 5 (lima) wilayah kota DKI Jakarta dengan sasaran 4 (empat) fasilitas kesehatan di setiap wilayah (Puskesmas, Klinik bersama, Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta). Berikut adalah tabel pembagian wilayah dan fasilitas kesehatan untuk penelitian ini. Tabel 5. Rancangan Pemetaan Fasilitas Kesehatan Per Wilayah Kota DKI Jakarta No. KOTA PUSEKSMAS KLINIK RS PEMERINTAH RS SWASTA 1. Jakarta Selatan 2. Jakarta Pusat Puskesmas Kec.Kebayoran Lama Puskesmas Kec. Senen Klinik DK RS Dr. Suyoto RS Yadika Klinik Afia RSPAD Gatot Subroto RS Menteng Mitra Afia 3. Jakarta Utara Puskesmas Kec. Koja Klinik Oilia Medical Center RSUD Koja RSIA Hermina Podomoro 4. Jakarta Barat 5. Jakarta Timur Puskesmas Kel. Kemanggisan Puskesmas Kec. Kramat Jati KlinikThamrin III Klinik Sejahtera Mitra Afia RSAB Harapan RS Patria Kita IKKT RSUD Pasar Rebo RSIA Hermina Jatinegara Proporsi sampel kembali disusun untuk setiap fasilitas kesehatan yang dituju dalam proses pengambilan data. Berikut adalah tabel rencana pembagian sampel untuk setiap fasilitas kesehatan. Tabel 6. Rencana Pembagian Sampel Per Fasilitas Kesehatan No. Wilayah 1 Jakarta Selatan (JS) dr. Umum dr. Spesialis Fasilitas Total kesehatan dr. drg. dr. drg. Dokter Umum Umum Spesialis Spesialis Pasien Total PKM Kec Kebayoran Lama KLINIK DK

84 No. Wilayah Jakarta Barat (JB) Jakarta Pusat (JP) Jakarta Timur (JT) Jakarta Utara (JU) dr. Umum dr. Spesialis Fasilitas Total kesehatan dr. drg. dr. drg. Dokter Umum Umum Spesialis Spesialis Pasien Total RS Dr. Suyoto RSIA Yadika PKM Kel Kemanggisan KLINIK MH Thamrin III RSAB Harkit RS Patria PKM Kec Senen KLINIK Afia RSPAD Gatsu RS Menteng Menteng Mitra Afia PKM Kec Kramat Jati KLINIK Sejahtera Mitra Afia RSUD Pasar Rebo RS Hermina Jatinegara PKM Kec Koja KLINIK Oilia Medical Center RS Koja RS Hermina Podomoro

85 Dengan pemetaan sampel yang demikian, maka dibuat juga pembagian tugas dan tanggung jawab per wilayah untuk kegiatan pengumpulan data dengan tenaga 4 (empat) orang personil dalam tim penelitian KKI. Berikut adalah personil untuk penelitian KKI: Ahli Kesehatan Masyarakat/Team Leader (Ridwan Malik) Tenaga Pendukung/Data Entry dan Operator Komputer (Ni Nengah Ayu Padmawati) Ahli Kesehatan Masyarakat (Apriningsih) Asisten Tenaga Ahli (Eliha Mahsuna) Gambar 6. Personil Penelitian Hubungan Dokter-Pasien Untuk penelitian ini, seluruh personil akan turun ke lapangan untuk melakukan kegiatan pengambilan data. Berikut ini adalah tabel pembagian tanggung jawab wilayah berdasarkan personil yang ada. Tabel 7. Pembagian Tanggung Jawab Wilayah Berdasarkan Personil yang Ada No. Wilayah Penanggung Jawab 1. Jakarta Selatan Ridwan Malik dan Nengah Ayu 2. Jakarta Barat Apriningsih dan Eliha Mahsuna 3. Jakarta Pusat Apriningsih dan Eliha Mahsuna 4. Jakarta Timur Ridwan Malik dan Apriningsih 5. Jakarta Utara Ridwan Malik dan Nengah Ayu Sebelum memasuki tahap pelaksanaan kegiatan, dilakukan uji coba kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan untuk memastikan bahwa saat digunakan dalam proses pengambilan data, instrumen tersebut dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Selayaknya uji coba instrumen dilakukan dalam bentuk uji validitas dan reliabilitas. Namun dikarenakan jumlah sampel penelitian yang tidak mencukupi untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas, maka hanya dilakukan uji coba kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan untuk mewakili fasilitas kesehatan yang dituju untuk proses pengambilan 85

86 data. Fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah Puskesmas Cinere dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit Meilia Cibubur. Jumlah responden untuk uji coba ini adalah 10 orang, dengan mengambil proporsi 5% dari jumlah sampel keseluruhan. Berikut adalah tabel rencana uji coba kuesioner. Tabel 8. Rencana Uji coba Kuesioner No. Lokasi Uji Coba Responden Jumlah 1. Puskesmas Cinere Dokter Umum 2 Dokter Gigi 1 Pasien 2 2. Rumah Sakit Meilia Dokter Umum 1 Dokter Spesialis 1 Dokter Gigi Spesialis 1 Pasien Rajal 1 Pasien Ranap PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA HASIL UJI COBA KUESIONER A. Hasil Uji Coba Kuesioner di Puskesmas Cinere Pada pelaksanaan uji coba ini yang pertama dilakukan adalah meminta izin dan persetujuan dari Kepala Puskesmas Cinere. Awalnya saat meminta izin mewawancarai pasien dan dokter/dokter gigi sempat terkendala perizinan berjenjang di puskesmas yakni perizinan ke Dinas Kesehatan, BPTSP, dan Suku Dinas Kesehatan. Proses perizinan berjenjang ini terjadi karena puskesmas memang masih berada di bawah koordinasi Dinas Kesehatan. Namun setelah peneliti bertemu dengan Kepala puskesmas dan menjelaskan bahwa yang dilakukan saat ini hanya uji coba kuesioner yang datanya tidak dipublikasikan/digunakan untuk dianalisa dalam laporan, maka Kepala Puskesmas mengizinkan. Proses pengumpulan data pasien tidak mengalami kesulitan, namun dalam pengumpulan data dokter/dokter gigi, peneliti mengalami kendala, disebabkan dokter/dokter gigi di Puskesmas memiliki waktu kerja terbatas yaitu dari pukul s.d WIB dalam melayani pasien, kemudian istirahat pukul 12 s.d WIB, dan melanjutkan kegiatan lainnya seperti rapat menyiapkan akreditasi, kunjungan ke lapangan, dan lain-lain. 86

87 Pelayanan pengobatan dilanjutkan oleh dokter yang lain, sedangkan pelayanan pengobatan gigi sudah tutup. Metode pengumpulan data untuk dokter dengan ada pengawasan surveyor menjadi tidak memungkinkan dari hasil uji coba ini karena untuk menunggu waktu luang dokter di puskesmas saja sudah sangat lama. (1). Kuesioner Dokter Umum dan Dokter Gigi a. Indentitas Responden STR dan masa akhir berlaku dapat diisi bulan dan tahunnya, namun tanggalnya tidak ingat. SIP dan masa akhir berlaku dapat diisi bulan dan tahunnya, namun tanggalnya tidak ingat. b. Hak Dokter Dapat diisi. Pertanyaan nomor 4a dan 4b, ada responden yang menjawab tidak tahu untuk menerima imbalan karena bekerja di instansi Pemerintah. c. Kewajiban Dokter Dapat diisi. d. Persepsi Hak Dokter Dapat diisi. e. Persepsi Kewajiban Dokter Dapat diisi. f. Pengetahuan Dokter tentang KKI Dapat diisi. g. Persepsi Dokter tentang Layanan MKDKI Dapat diisi. (2). Kuesioner Pasien a. Identitas Responden Dapat diisi. Pasien berpendidikan SMU. Cara pembayaran sendiri atau pasien umum. b. Hak Pasien Dapat diisi. 87

88 Pertanyaan 1b tentang informasi yang diberikan dokter/dokter gigi terkait penyakit yang diderita. Menurut pasien, informasi tersebut adalah hal-hal yang dinasehatkan oleh dokter seperti anjuran minum obat dan laranganlarangan tertentu. Pertanyaan 5b tentang prognosis dan prediksi harus ditanyakan dengan kalimat yang dapat dimengerti oleh pasien, seperti dengan menjelaskan bahwa prognosis adalah ramalan kelanjutan suatu penyakit terkait dengan kesembuhannya. Pertanyaan 5a tentang rekam medis, pasien tidak mengerti/tidak tahu apa yang dimaksud dengan rekam medis sehingga perlu disebutkan contoh seperti buku catatan penyakit pasien, dan lain-lain. c. Kewajiban Pasien Dapat diisi lengkap. d. Persepsi Pasien terkait Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi Dapat diisi lengkap. e. Persepsi Pasien terkait Kewajiban Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi Diisi sendiri oleh pasien. Dapat diisi lengkap. Pertanyaan nomor 4 tentang memberikan imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi. Pasien ada yang merasa tidak setuju dengan alasan dokter sudah diberi gaji oleh pemerintah. f. Pengetahuan Umum Pasien tentang KKI Hampir semua pertanyaan tidak terjawab karena tidak tahu. g. Pengetahuan Umum Pasien tentang MKDKI Hampir semua tidak terjawab karena tidak tahu. h. Persepsi Pasien tentang layanan KKI Hampir semua tidak terjawab karena tidak tahu. (3). Kesimpulan Kuesioner Pasien a. Informed consent diberikan sebelum wawancara, jika pasien setuju akan ditandatangani. b. Pertanyaan tentang tingkat pengetahuan pasien terkait hak dan kewajiban pasien, berupa tanya jawab. 88

89 c. Hak pasien belum seluruhnya diketahui oleh pasien. d. Pasien tidak mengerti tentang rekam medis. e. Kewajiban pasien diketahui dan dimengerti oleh pasien, kecuali kewajiban memberikan imbalan kepada dokter/dokter gigi atas jasa pelayanan yang diberikan. f. Pasien belum banyak mengetahui layanan KKI dan MKDKI. g. Persepsi dapat diisi. B. Hasil Uji Coba Kuesioner di Rumah Sakit Meilia Pelaksanaan uji coba kuesioner di RS Meilia dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Rumah Sakit Meilia. Tim peneliti menjelaskan tujuan dan rencana kegiatan. Sesuai petunjuk kuesioner untuk dokter dan dokter gigi diisi sendiri oleh responden. Pasien diwawancarai oleh surveyor. (1). Kuesioner Dokter Umum a. Indentitas Responden STR dan masa akhir berlaku dapat diisi. SIP telah berkhir masa berlakunya dan sedang dalam proses perpanjangan SIP. b. Hak Dokter Dapat diisi. c. Kewajiban Dokter Dapat diisi kecuali poin 4 tentang pertolongan gawat darurat tidak diisi. d. Persepsi Hak Dokter Dapat diisi. e. Persepsi Kewajiban Dokter Dapat diisi. f. Pengetahuan Dokter tentang KKI Dapat diisi. g. Persepsi Dokter tentang Layanan KKI Dapat diisi. (2). Kuesioner Dokter Spesialis a. Identitas Responden 89

90 STR dapat diisi, tanggal terakhir berlaku tidak diisi. SIP dapat diperlihatkan, tanggal terakhir berlaku tidak diisi. b. Hak Dokter Dapat diisi. c. Kewajiban Dokter Dapat diisi. d. Persepsi Hak Dokter Dapat diisi. e. Persepsi Kewajiban Dokter Dapat diisi. f. Pengetahuan Dokter tentang KKI Dapat diisi. g. Persepsi Dokter tentang Layanan KKI Dapat diisi. (3). Kuesioner Dokter Gigi Spesialis a. Identitas Responden STR dapat diisi, namun tanggal terakhir masa berlaku tidak diisi. SIP dapat diperlihatkan, tanggal terakhir masa berlaku tidak diisi. b. Hak Dokter Dapat diisi. c. Kewajiban Dokter Dapat diisi. d. Persepsi Hak Dokter Dapat diisi. e. Persepsi Kewajiban Dokter Dapat diisi. f. Pengetahuan Dokter tentang KKI Dapat diisi. g. Persepsi Dokter tentang Layanan KKI Dapat diisi. (4). Kuesioner Pasien Rawat Inap a. Identitas Responden 90

91 Dapat diisi. Pasien S1. Cara pembayaran dijamin oleh asuransi lainnya. b. Hak Pasien Dapat diisi. Pertanyaan 5b tentang prognosis dan prediksi kurang dimengerti. Pertanyaan 3b tentang pelayanan kesehatan yang pernah diterima kelayakannya sulit dimengerti. Pertanyaan 5a-4 tentang kerahasiaan rekam medis, rekam medis difotokopi oleh BPJS. c. Kewajiban Pasien Dapat diisi lengkap. d. Persepsi Pasien terkait Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi. Diisi sendiri oleh pasien. Dapat diisi lengkap. e. Persepsi Pasien terkait Kewajiban Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi. Diisi sendiri oleh pasien. Dapat diisi lengkap. f. Pengetahuan Umum Pasien tentang KKI. Hampir semua pertanyaan tidak terjawab karena tidak tahu. Hanya pertanyaan 2c yang terjawab, yaitu bahwa dokter/dokter gigi harus mempunyai STR untuk melakukan praktik kedokteran. g. Pengetahuan Umum Pasien tentang MKDKI. Hampir semua tidak terjawab karena tidak tahu. Hanya pertanyaan 2c yang terjawab, yaitu tentang hak untuk mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi ke MKDKI. h. Persepsi Pasien tentang layanan KKI Dapat diisi. (5). Kuesioner Pasien Rawat Jalan a. Identitas Responden Dapat diisi. Pasien S1. 91

92 Cara pembayaran dijamin oleh asuransi lainnya. b. Hak Pasien Dapat diisi. Pertanyaan 4 tidak terjawab karena tidak ada tindakan sehingga tidak ada risiko atau komplikasi. Pertanyaan 5a-4 tentang kerahasiaan rekam medis, rekam medis difotokopi oleh BPJS. c. Kewajiban Pasien Dapat diisi lengkap. d. Persepsi Pasien terkait Hak Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi. Diisi sendiri oleh pasien. Dapat diisi lengkap. e. Persepsi Pasien terkait Kewajiban Pasien terhadap Dokter/Dokter Gigi. Diisi sendiri oleh pasien. Dapat di isi lengkap. f. Pengetahuan Umum Pasien tentang KKI. Semua pertanyaan tidak terjawab karena tidak tahu. g. Pengetahuan Umum Pasien tentang MKDKI. Semua tidak terjawab karena tidak tahu. h. Persepsi Pasien tentang layanan KKI Dapat diisi. (6). Kesimpulan Kuesioner Dokter. a. Informed consent, jika dokter setuju maka akan ditandatangani. b. Petunjuk pengisian sangat membantu. c. Pengisian STR akan menjadi masalah. d. Pengisian SIP dapat diisi. e. Pertanyaan terbuka akan sangat melebar dan meluas. (7). Kesimpulan Kuesioner Pasien a. Informed consent, jika pasien setuju maka akan ditandatangani. b. Pertanyaan tentang tingkat pengetahuan pasien terkait hak dan kewajiban pasien berupa tanya jawab. Pertanyaan terbuka akan melebar dan meluas. c. Terkait hak pasien belum, seluruhnya diketahui oleh pasien. 92

93 d. Rekam medis, muncul pertanyaan dari pasien, apakah rekam medis dirahasiakan karena secara utuh harus difotokopi dan diserahkan kepada pihak asuransi. Pihak rumah sakit memberi penjelasan bahwa pasien harus menantangani janji untuk merahasiakan rekam medis pasien. e. Kewajiban pasien diketahui dan dimengerti oleh pasien. f. Ada perbedaan pengetahuan dan persepsi tentang risiko dan komplikasi, prognosis dan alternatif tindakan medis antara pasien rawat inap dan rawat jalan. g. Persepsi pasien terkait hak dan kewajiban pasien terhadap dokter dan dokter gigi dapat terisi dengan baik. h. Pasien belum banyak mengetahui layanan KKI. i. Persepsi dapat diisi oleh pasien. Setelah dilakukan uji coba, maka dilakukan perbaikan terhadap instrumen penelitian yang akan digunakan untuk pengambilan data. Dengan demikian, diharapkan tingkat kesukaran dan perbedaan dalam memaknai soal yang merupakan unsur penting dalam mempertahankan validitas dan reliabilitas penelitian, diharapkan dapat terjaga PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA DI FASILITAS KESEHATAN Proses pengumpulan data di fasilitas kesehatan didahului dengan pengurusan perizinan di fasilitas kesehatan yang dituju. Berikut adalah prosedur yang disiapkan untuk proses perizinan dan pengumpulan data. (1). Posedur Perizinan Pengumpulan Data di Fasilitas Kesehatan a. Pengambilan data pada 5 (lima) kota administrasi DKI Jakarta dilakukan di Puskesmas, Klinik, dan Rumah Sakit (Swasta dan Pemerintah), yang mewakili keberadaan dokter dan pasien sebagai responden. b. Proses perizinan di klinik, rumah sakit swasta, dan rumah sakit pemerintah dilakukan dengan mengirimkan surat permohonan izin, proposal, dan instrumen penelitian melalui fax, , maupun secara langsung ke fasilitas kesehatan tersebut. Proses perizinan di puskesmas memerlukan sistem perizinan berjenjang karena masih berada dalam lingkup dinas kesehatan. Surat yang ditujukan untuk puskesmas berupa surat dari dinas kesehatan, yang dilanjutkan pembuatan surat di BPTSP (Badan Pelayanan Terpadu Satu 93

94 Pintu) DKI Jakarta untuk kemudian diserahkan pada dinas kesehatan di masing-masing kota dan baru bisa ambil data ke puskesmas. Apabila akan ambil data di puskesmas kelurahan, harus ada surat rekomendasi juga dari puskesmas kecamatan. c. Setelah perizinan disampaikan, diproses, dan mendapatkan otorisasi untuk pengambilan data, baru kegiatan pengambilan data dapat dilakukan. (2). Prosedur Pengumpulan Data di Fasilitas Kesehatan a. Surveyor berkumpul di kantor Konsultan Martabat pada pukul WIB. b. Surveyor diberi arahan dan informasi singkat terkait tempat tujuan survei. c. Surveyor membawa logistik penelitian dari kantor Konsultan Martabat berupa: Surat Keterangan Surveyor Surat Izin Penelitian dari KKI dan BPTSP Informed Consent Responden Kuesioner Responden d. Surveyor berangkat dari kantor Konsultan Martabat menuju lokasi pada pukul WIB. e. Pada fasilitas kesehatan tujuan, surveyor bertemu dengan kontak person atau Person In Charge (PIC) yang sudah ada, baik bagian humas/ litbang/kesekretariatan/ dan lain-lain. Kontak person ini akan menjadi pendamping saat melakukan pengambilan data kepada responden. f. Surveyor memulai pengambilan data pada pukul 8.30 WIB sampai dengan selesai. g. Surveyor memberikan souvenir penelitian kepada dokter/dokter gigi dan pasien usai pengambilan data dan wawancara. h. Surveyor menyerahkan 2 (dua) buah buku dari Konsultan Martabat kepada pendamping wawancara sebagai tanda terima kasih. i. Surveyor kembali ke kantor Konsultan Martabat untuk menyerahkan kuesioner hasil pengambilan data. 94

95 4.9 PELAKSANAAN PENGUMPULAN DATA TAHAP PELAKSANAAN Berdasarkan hasil uji coba kuesioner, instrumen dinyatakan sudah layak untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Hanya saja untuk efisensi waktu, metode pengumpulan kuesioner untuk dokter tidak dapat sepenuhnya dilakukan di bawah pengawasan surveyor, mengingat waktu dokter yang sempit dan dapat mengganggu proses pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien. Tim peneliti mendatangi fasilitas kesehatan yang sudah ditentukan dalam rencana penelitian sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Berikut adalah beberapa hambatan yang dihadapi dalam proses pengumpulan data: A. HAMBATAN PERIZINAN PENGAMBILAN DATA. (1). Berdasarkan daftar lampiran fasilitas kesehatan yang akan dituju dalam perizinan awal, terdapat 3 (tiga) rumah sakit swasta yang menolak, yakni RS Bhakti Mulia di Jakarta Barat, RS Harapan Bunda di Jakarta Timur, dan RS Port Medical Center dengan alasan tidak bersedia. (2). Perizinan fasilitas kesehatan yang cukup banyak dan butuh birokrasi yanag cukup panjang seperti puskesmas cukup mempersulit dalam proses pengambilan data. (3). Beberapa rumah sakit mengharuskan ada biaya administrasi untuk pengambilan data seperti Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo. (4). Klinik di daerah Jakarta Barat, Klinik Yakrija menolak untuk dijadikan tempat pengumpulan data. Ternyata berdasarkan informasi dari dinas kesehatan, klinik tersebut memang sedang bermasalah. B. HAMBATAN PROSES PENGAMBILAN DATA. (1). Sangat sulit meminta waktu dokter untuk mengisi kuesioner, karena sejak pagi sudah disibukkan dengan pelayanan kepada pasien, sehingga pengisian kuesioner hanya dapat dilakukan ketika ada waktu senggang. (2). Terkait dengan sulitnya pengisian kuesioner oleh dokter pada jadwal yang sudah ditetapkan, menyebabkan surveyor harus mengambil kuesioner pada keesokan harinya. (3). Beberapa fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit pemerintah, surveyor tidak bisa melakukan kontak secara langsung kepada dokter. 95

96 (4). Beberapa responden dokter/dokter gigi tidak mengisi data isian responden secara lengkap dan mengosongkan jawaban untuk pertanyaan terbuka. (5). Beberapa responden pasien keberatan untuk ikut berpartisipasi PENCAPAIAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUMPULAN DATA Sebanyak 20 (dua puluh) fasilitas kesehatan pada 5 (lima) wilayah kota di DKI Jakarta yang menjadi sasaran penelitian, terdapat 1 (satu) rumah sakit swasta yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Untuk memenuhi kuota responden per wilayah kota, responden pengganti pada rumah sakit swasta tersebut diambil dari rumah sakit pemerintah di wilayah kota Jakarta Utara yakni RS Koja. Berikut adalah daftar pencapaian kegiatan pengumpulan data pada 5 (lima) wilayah kota di DKI Jakarta dengan kuota responden sesuai dengan rencana kerja penelitian: Tabel 9. Pencapaian Data Responden Penelitian pada 5 (Lima) Wilayah Kota di DKI Jakarta No. Kota Target Responden (%) Realisasi (%) Keterangan 1. Jakarta Selatan 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) LENGKAP, dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah responden yang direncanakan di tiap-tiap faskes. 2. Jakarta Pusat 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) LENGKAP, dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah responden yang direncanakan di tiap-tiap faskes. 3. Jakarta Utara 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) LENGKAP, dapat dipenuhi, tetapi untuk rumah sakit swasta dipenuhi dari rumah sakit pemerintah. 4. Jakarta Barat 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) LENGKAP, dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah responden yang direncanakan di tiap-tiap faskes. 5. Jakarta Timur 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) 21 pasien dan 21 dokter/dokter gigi (100%) LENGKAP, dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah responden yang direncanakan di tiap-tiap faskes. 96

97 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 PASIEN Pasien merupakan konsumen pengguna jasa layanan kesehatan. Pasien atau klien merupakan individu terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien memungkinkan terjadinya hubungan terapeutik (pengobatan). Transaksi terapeutik berawal dari rasa kepercayaan pasien kepada dokter sebagai tenaga kesehatan (Muladi, 2005). Pasien mendatangi tempat pengobatan untuk bertemu dokter agar mendapatkan pelayanan pengobatan berdasarkan kepercayaan bahwa dokter mampu mengobati penyakit yang diderita pasien. Secara hukum, hubungan antara dokter dan pasien diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien bersifat asimetri informasi, yaitu adanya kesenjangan informasi yang besar antara dokter dengan pasien. Kesenjangan ini dapat diperlebar oleh karakteristik pasien antara lain pendidikan, usia, pekerjaan dan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik responden, meskipun tidak dilakukan uji hubungan. Karakteristik responden ditampilkan sebagai informasi demografi responden sebagaimana yang terlihat pada tabel 10 berikut ini KARAKTERISTIK PASIEN Tabel 10. Karakteristik Pasien Karakteristik Pasien Jumlah Persentase Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Wilayah Jakarta Pusat Jakarta Utara ,4 28,

98 Karakteristik Pasien Jumlah Persentase Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Selatan Usia Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa lanjut (>60 tahun) Pekerjaan utama PNS Pegawai swasta Pedagang/wiraswasta Pensiun IRT/Tidak bekerja Lain-lain Pendidikan terakhir Lulus SD Lulus SLTP (sederajat) Lulus SMU (sederajat) Universitas/akademi Fasilitas Kesehatan yang dikunjungi Puskesmas Klinik Praktik Bersama Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Cara Pembayaran Yankes saat ini BPJS Kesehatan Asuransi Lainnya Bayar Sendiri Gabungan 1 (BPJS Kesehatan dan Bayar Sendiri) Gabungan 2 (Asuransi Lainnya dan Bayar Sendiri) Gabungan 3 (BPJS Kesehatan dan Perusahaan) Lainnya ,3 38,1 7,6 1,6 33,3 9,5 2,9 47,6 5,7 2,9 20,0 45,7 31,4 26,7 24,8 26,7 21,9 52,4 16,2 22,9 4,8 2 1,0 Total ,0 1,9 98

99 Jenis Kelamin 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 71.4% Perempuan 28.6% Laki-laki Gambar 7. Komposisi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Usia 60.00% 54.30% 50.00% 40.00% 38.10% 30.00% 20.00% 10.00% 7.60% 0.00% Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa lanjut (>60 tahun) Gambar 8. Komposisi Pasien Berdasarkan Kelompok Usia Pekerjaan Terakhir 50.0% 45.0% 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% 1.6% 33.3% 9.5% 2.9% 47.6% 5.7% Gambar 9. Komposisi Pasien Berdasarkan Pekerjaan Terakhir 99

100 Pendidikan Terakhir 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 2.9% 20.0% 45.7% 31.4% Gambar 10. Komposisi Pasien Berdasarkan Pendidikan Terakhir Fasyankes yang Dikunjungi 30.0% 25.0% 26.7% 24.8% 26.7% 21.9% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% Puskesmas Klinik Praktik Bersama Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Gambar 11. Komposisi Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Cara Pembayaran 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 52.4% 16.2% 22.9% 4.8% 1.0% 1.9% 1.0% Gambar 12. Komposisi Pasien Menurut Cara Pembayaran 100

101 Karakteristik responden pasien sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan (71,4%), masuk ke dalam kelompok usia dewasa awal yaitu antara usia 18 hingga 40 tahun (54,3%), pekerjaan utama sebagai Ibu rumah tangga/tidak bekerja (33,3%), berpendidikan tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) sederajat (45,7%), dan membayar dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan (52,4%). Terhitung sejak tahun 2014, Indonesia telah menerapkan sistem jaminan kesehatan masyarakat semesta (Universal Health Coverage) yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah ( Program ini diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, yang merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial kesehatan (UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1)). Dalam penelitian ini, sebagian besar peserta melakukan pembayaran pelayanan kesehatan dengan menggunakan BPJS Kesehatan (52,4%). Hal ini sangat memungkinkan jika didasarkan pada pemutakhiran data jumlah peserta BPJS Kesehatan seluruh Indonesia per tanggal 22 Januari 2016 yang sudah mencakup jiwa di seluruh Indonesia ( Selain itu, dalam Siaran Pers BPJS Kesehatan tentang Indeks Kepuasan Peserta dan Faskes terhadap BPJS Kesehatan Sukses Lampaui Target tahun 2014 dinyatakan bahwa dari total responden masyarakat, sebanyak 81% menyatakan puas terhadap BPJS Kesehatan. Tingkat kesadaran (awareness) masyarakat tentang BPJS Kesehatan menurut hasil survei ini menunjukkan bahwa dari responden yang diambil dari 12 (dua belas) Divisi Regional di seluruh Indonesia, sebanyak 95% di antaranya telah mengenal BPJS Kesehatan dengan baik. Dalam survei ini dijelaskan bahwa hal pertama yang terlintas di benak masyarakat tentang BPJS Kesehatan adalah berobat gratis, disusul dengan asuransi kesehatan rakyat, pengganti ASKES, dan bantuan kesehatan. Dalam siaran persnya, BPJS Kesehatan juga menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2014, BPJS Kesehatan telah melaksanakan berbagai kegiatan demi meningkatkan pemahaman 101

102 masyarakat. Selain melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, BPJS Kesehatan juga terus berupaya menyebarluaskan informasi melalui iklan di televisi, radio, surat kabar, website, serta media sosial. Tak hanya itu, BPJS Kesehatan juga rutin menyelenggarakan Kelas Sosialisasi dan Training of Trainers Jaminan Kesehatan yang berisi informasi tentang kepesertaan, prosedur pendaftaran dan manfaat jaminan kesehatan. Kegiatan rutin lainnya adalah sosialisasi dengan perusahaan asuransi swasta mengenai skema Coordination Of Benefit (COB), skema tersebut kini telah diikuti oleh 49 (empat puluh sembilan) asuransi swasta. Dengan tingkat kepesertaan yang tinggi, awareness yang baik, dan sosialisasi yang masif dari BPJS Kesehatan maka sangat dimungkinkan bahwa sebagian besar pasien dalam penelitian ini adalah peserta BPJS Kesehatan. Selain cara pembayaran pasien dengan BPJS Kesehatan, sebanyak 16,2% pasien melakukan cara pembayaran pelayanan kesehatan dengan jaminan asuransi lainnya, dalam hal ini adalah asuransi swasta. Sementara 22,9% pasien masih mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan dari kantong mereka sendiri (out of pocket). Hasil penelitian ini sejalan dengan sistem pembiayaan kesehatan yang diterapkan di Indonesia. Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum dibagi menjadi dua yaitu fee for service (out of pocket) dan health insurance (Fidela Firwan Firdaus, 2015). Pembiayaan dengan fee for service (out of pocket) adalah pembiayaan pelayanan kesehatan berdasarkan pelayanan kesehatan yang diterima yang dikeluarkan langsung oleh masyarakat untuk penyedia pelayanan kesehatan. Sementara dengan sistem asuransi kesehatan, pembayaran biaya pelayanan kesehatan dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi. Jenis-jenis asuransi kesehatan jika ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara terbagi atas asuransi kesehatan pemerintah dan asuransi kesehatan swasta (Thabrany, 1998). Dalam penelitian ini, BPJS Kesehatan adalah jenis asuransi kesehatan pemerintah. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya cara pembayaran gabungan yang dilakukan oleh pasien yaitu gabungan BPJS Kesehatan dan bayar sendiri; gabungan bayar sendiri dan asuransi lainnya; serta gabungan BPJS Kesehatan dan perusahaan. Gabungan BPJS Kesehatan dan bayar sendiri artinya sebagian biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan sebagian lainnya harus menggunakan uang pasien sendiri (out of pocket). Sistem pembayaran seperti ini terjadi karena memang untuk penyakit-penyakit tertentu, BPJS tidak menanggung semua biaya pelayanan kesehatan dan harus ditanggung 102

103 oleh pasien. Ada beberapa penyakit dan pelayanan kesehatan tertentu yang memiliki batas plafon pelayanan (batas biaya pelayanan kesehatan maksimal yang dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan). Sementara untuk gabungan dari bayar sendiri dan asuransi lainnya menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak memanfaatkan BPJS Kesehatan. Sebagian biaya pelayanan kesehatannya dibayarkan sendiri dan sebagian lagi menggunakan kepesertaan asuransi kesehatan swasta yang dimiliki. Terakhir adalah gabungan antara BPJS Kesehatan dengan perusahaan. Pasien yang bekerja di perusahaan biasanya mendapatkan jaminan kesehatan dari tempatnya bekerja. Perusahaan cenderung bekerjasama dengan asuransi kesehatan swasta untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada karyawannya. Terhitung sejak JKN dijalankan, setiap perusahaan juga wajib mendaftarkan karyawannya dalam program jaminan kesehatan pemerintah ini. Sebutan untuk gabungan dari dua jenis asuransi kesehatan ini adalah COB (Coordination Of Benefit) atau koordinasi manfaat. Koordinasi manfaat adalah suatu metode dimana 2 (dua) atau lebih penanggung (insurer) yang menanggung orang yang sama, membatasi total benefit, dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan (Petunjuk Teknis Eksternal Koordinasi Manfaat antara BPJS Kesehatan dan Asuransi Kesehatan Tambahan, 2015). Kebijakan koordinasi manfaat ini sedang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan dengan merangkul perusahaan asuransi kesehatan swastas di Indonesia. Tercatat dalam posting update di website BPJS Kesehatan oleh Humas pada 27 Februari 2015, sudah 51 perusahaan asuransi kesehatan swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan melalui skema COB. Dengan Skema COB, pihak yang menjadi Penjamin Pertama atau Penjamin Utama (Primary Insurer) adalah BPJS Kesehatan, sedangkan pihak yang membayar sisa dari tagihan klaim disebut dengan Penjamin Kedua (Secondary Insurer) SEBARAN KARAKTERISTIK PASIEN MENURUT FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN YANG DIKUNJUNGI. Sebaran karakteristik pasien ini diidentifikasi untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik pasien menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi. Berikut adalah beberapa tabel dan grafik distribusi frekuensi karakteristik pasien menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi: 103

104 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Jenis Kelamin Fasyankes Perempuan Laki-Laki Total N % N % N % Puskesmas 20 71,4 8 28, Klinik 15 57, , RSU 21 75,0 7 25, RSS 19 82,6 4 17, Total 75 71, , % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 71,4% 28,6% 57,7% 42,3% 75,0% 25,0% 82,6% 17,4% 0.00% Puskesmas Klinik RSU RSS Perempuan Laki-laki Gambar 13. Komposisi Jenis Kelamin Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Jenis kelamin sebagian besar pasien adalah perempuan yaitu sebesar 71,4%, dengan proporsi terbanyak mengunjungi RSS (82,6%) dan RSU (75,0%). Jumlah pasien perempuan lebih besar pada survei ini karena pasien yang berkunjung pada jam kerja sebagian besar perempuan dan cenderung bersedia menjadi responden dibandingkan pasien laki-laki. Dalam beberapa kesempatan pengumpulan data, beberapa pasien lakilaki menolak untuk menjadi responden. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian pada karakteristik responden yang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja sebesar 47,6%. 104

105 Tabel 12. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tingkat Pendidikan Fasyankes Lulus SD Lulus SLTP Lulus SMU Lulus Akademi/PT Total N % N % N % N % N % Puskesmas 2 7,1 6 21, ,4 7 25, Klinik 1 3,8 3 11, ,0 9 34, RSU 0 0,0 8 28, ,9 8 28, RSS 0 0,0 4 17, ,5 9 39, Total 3 2, , , , % 50.0% 40.0% 46.4% 50.0% 34.6% 42.9% 43.5% 39.1% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 28.6% 28.6% 25.0% 21.4% 17.4% 11.5% 7.1% 3.8% 0.0% 0.0% Puskesmas Klinik RSU RSS Lulus SD Lulus SMP Lulus SMU Lulus Akademi/PT Gambar 14. Komposisi Tingkat Pendidikan Pasien Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Pendidikan terakhir sebagian besar pasien adalah lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU) yaitu sebesar 45,7%, dengan proporsi terbanyak mengunjungi klinik (50,0%) dan puskesmas (46,4%). Sementara pasien lulusan akademi/perguruan tinggi sebagian besar mengunjungi RSS (39,1%) dan klinik (34,6%). 105

106 Tabel 13. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan yang Dikunjungi Fasyan kes Pekerjaan Utama Responden Pasien PNS Pegawai swasta Wiraswas ta Pensiun IRT/tdk bekerja Lainnya Total N % N % N % N % N % N % N % PKM 0 0,0 6 21,4 4 14,3 1 3, ,6 2 7, Klinik 0 0, ,2 2 7,7 0 0,0 9 34,6 3 11, RSU 0 0,0 9 32,1 2 7,1 2 7, ,0 1 3, RSS 1 4,3 8 34,8 2 8,7 0 0, ,2 0 0, Total 1 1, ,3 10 9,5 3 2, ,6 6 5, % 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 53.6% 50.0% 52.2% 46.2% 34.6% 34.8% 32.1% 21.4% 14.3% 11.5% 7.1% 7.7% 7.1% 7.1% 8.7% 3.6% 3.6% 4.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Puskesmas Klinik RSU RSS PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Pensiun IRT/Tdk bekerja Lainnya Gambar 15. Komposisi Pekerjaan Pasien Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Pekerjaan sebagian besar pasien adalah ibu rumah tangga/tidak bekerja yaitu sebesar 47,6%, dengan proporsi terbanyak mengunjungi puskesmas (53,6%) dan RSS (52,2%). Sementara pasien dengan pekerjaan pegawai swasta sebagian besar mengunjungi klinik (46,2%) dan RSS (34,8%). 106

107 Tabel 14. Distribusi Frekuensi Cara Pembayaran Pasien Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Dikunjungi Fasya nkes BPJS kesehatan Asuransi lain Cara Pembayaran Bayar sendiri BPJS Kes& bayar sendiri Bayar sendiri &asura nsi lain BPJS kes & perus ahaan Lainn ya Total N % N % N % N % N % N % N % N % PKM 17 60,7 4 14,3 5 17,9 0 0,0 0 0,0 2 7,1 0 0, Klinik 9 34,6 3 11, ,5 3 11,5 0 0,0 0 0,0 1 3, RSU 19 67,9 6 21,4 2 7,1 1 3,6 0 0,0 0 0,0 0 0, RSS 10 43,5 4 17,4 7 30,4 1 4,3 1 4,3 0 0,0 0 0, Total 55 52, , ,9 5 4,8 1 1,0 2 1,9 1 1, % 70.0% 60.0% 60.7% 67.9% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 43.5% 38.5% 34.6% 30.4% 17.9% 14.3% 21.4% 11.5% 11.5% 17.4% 7.1% 7.1% 3.6% 4.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% PKM Klinik RSU RSS BPJS kesehatan Asuransi lain Bayar sendiri BPJS Kes& bayar sendiri Bayar sendiri &asuransi lain BPJS kes & perusahaan Lainnya Gambar 16 Komposisi Cara Pembayaran Pasien Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 107

108 1.9% 1.0% 4.8% 1.0% Cara Pembayaran BPJS Kesehatan Asuransi Lainnya 22.9% 16.2% 52.4% Bayar Sendiri Gabungan 1 (BPJS Kesehatan dan Bayar Sendiri) Gabungan 2 (Asuransi Lainnya dan Bayar Sendiri) Gabungan 3 (BPJS Kesehatan dan Perusahaan) Lainnya Gambar 17. Cara Pembayaran Pasien Ke Fasyankes yang Dikunjungi Sebagian besar pasien membayar biaya pelayanan kesehatan dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan yaitu sebesar 52,4%, dengan proporsi terbanyak mengunjungi RSU (67,9%) dan puskesmas (60,7%). Sementara pasien pasien yang membayar biaya pelayanan kesehatan dengan membayar sendiri (out of pocket) yaitu sebesar 22,9%, dengan proporsi terbanyak mengunjungi klinik (38,5%) dan RSS (30,4%). Pasien yang membayar biaya pelayanan kesehatan dengan menggunakan asuransi lainnya yaitu sebesar 16,2%, dengan proporsi terbanyak mengunjungi RSU (21,4%) dan RSS (17,4%). Dalam tabel 14 dan grafik 17 tentang distribusi frekuensi cara pembayaran pasien menurut fasilitas kesehatan yang dikunjungi, terlihat sebuah fenomena yang menjelaskan bahwa terdapat 4 orang pasien (14,3%) yang membayar dengan menggunakan asuransi lain (asuransi kesehatan swasta). Hal ini dianggap tidak sesuai mengingat program JKN di Indonesia sudah berjalan 2 (dua) tahun. Di era JKN, seluruh puskesmas di Indonesia secara otomatis menjadi provider pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk melayani peserta JKN. Namun peristiwa ini masih normal terjadi karena banyak program asuransi kesehatan swasta yang masih menggunakan sistem pembayaran jaminan kesehatannya dengan reimbursement. Reimbursement adalah sistem penggantian biaya klaim, dimana peserta harus membayar dahulu segala biaya pelayanan kesehatan untuk kemudian diajukan klaim penggantian kepada penanggung/perusahaan asuransi 108

109 kesehatan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam fenomena ini diperkirakan bahwa pasien yang berobat dan membayar biaya pelayanan kesehatan dengan asuransi kesehatan swasta di puskesmas menggunakan sistem penggantian biaya (reimbursement). Pada penelitian ini, kategori cara pembayaran dengan kartu BPJS Kesehatan juga tidak dibedakan untuk pemilik kartu BPJS Kesehatan yang dibayar oleh pemerintah maupun mandiri. Diharapkan dengan membayar sendiri, pasien lebih memiliki kebebasan berekspresi dalam berinteraksi dengan dokter dan menjawab pertanyaan. Tabel 15. Distribusi Frekuensi Cara Pembayaran Pasien Menurut Pekerjaan Utama Pekerjaan Utama BPJS kesehatan Asuransi lain Cara Pembayaran Bayar sendiri BPJS Kes& bayar sendiri Bayar sendir i &asur ansi lain BPJS Kes & perusah aan Lainnya 109 Total N % N % N % N % N % N % N % N % PNS ,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0, Peg.swasta 11 31, ,4 7 20,0 4 11,4 0 0,0 1 2,9 1 2, Pedagang 7 70,0 1 10,0 2 20,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0, Pensiun 3 100, 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0, IRT 32 64,0 4 8, ,0 1 2,0 1 2,0 1 2,0 0 0, Lainnya 1 16,7 1 16,7 4 66,7 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0, Total 55 52, , ,9 5 4,8 1 1,0 2 1,9 1 1, Pekerjaan sebagian besar pasien adalah ibu rumah tangga/tidak bekerja yaitu sebesar 47,6%, dengan proporsi terbanyak menggunakan cara pembayaran melalui kartu BPJS Kesehatan (64,0%) dan bayar sendiri (22,0%). Sementara pasien dengan pekerjaan pegawai swasta sebagian besar menggunakan cara pembayaran dengan kartu BPJS Kesehatan (31,4%) dan asuransi lainnya (31,4%) TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG HAK PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI. Tingkat pengetahuan pasien tentang hak yang dimilikinya dinilai dari pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap 5 (lima) hak pasien yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 52. Hak tersebut terdiri dari: (1). Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan dokter atau dokter gigi. (2). Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. (3). Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

110 (4). Menolak tindakan medis. (5). Mendapatkan isi rekam medis. Tingkat pengetahuan pasien dibagi menjadi 3 (tiga) kategori penilaian yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Masing-masing kategori penilaian dinilai dari kualitas jawaban pasien dan kesesuaiannya dengan standar jawaban penilaian yang dibuat oleh peneliti. Tabel dan grafik di bawah ini memberikan informasi tingkat pengetahuan pasien tentang haknya terhadap dokter/dokter gigi. Tabel 16. Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase Hak Mendapatkan penjelasan dan informasi yang lengkap untuk tindakan medis yang diberikan oleh dokter/dokter gigi Baik Cukup Kurang Hak meminta pendapat atau opini dari dokter/dokter gigi lain (second opinion) sebelum menyetujui tindakan medis dari dokter/dokter gigi Baik Cukup Kurang Hak mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pengobatan penyakit yang diderita Baik Cukup Kurang Hak memberikan persetujuan maupun menolak tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter/doktergigi Baik Cukup Kurang Hak mendapatkan isi rekam medis Baik Cukup Kurang ,9 67,7 9,5 26,7 61,0 12,4 39,0 57,1 3,8 4,8 6,7 88, ,1 80,0 2,9 Total

111 67.6% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 22.9% 9.5% Baik Cukup Kurang Gambar 18. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Penjelasan dan Informasi yang Lengkap untuk Tindakan Medis yang Diberikan oleh Dokter/Dokter Gigi 70.0% 61.0% 60.0% 50.0% 40.0% 26.7% 30.0% 20.0% 12.4% 10.0% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 19. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Meminta Pendapat dari Dokter/Dokter Gigi Lain (Second Opinion) 57.14% 60.00% 50.00% 39.05% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 3.81% Baik Cukup Kurang Gambar 20. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Pelayanan Medis Sesuai dengan Kebutuhan Pengobatan Penyakit yang Diderita 111

112 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 4.76% 6.67% 88.57% Baik Cukup Kurang Gambar 21. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Memberikan Persetujuan Maupun Menolak Tindakan Medis yang akan Dilakukan oleh Dokter/Doktergigi 80,0% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 17,10% 2,90% Baik Cukup Kurang Gambar 22 Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Isi Rekam Medis Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 68,2% mengetahui dan memahami dalam kategori cukup untuk 4 dari 5 indikator hak yang yang dinilai dalam kuesioner. Hak tersebut terdiri dari: (1). Hak mendapatkan penjelasan dan informasi yang lengkap untuk tindakan medis yang diberikan oleh dokter/dokter gigi (67,7%). (2). Hak meminta pendapat atau opini dari dokter/dokter gigi lain (second opinion) sebelum menyetujui tindakan medis dari dokter/dokter gigi (61,0%). (3). Hak mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pengobatan penyakit yang diderita (57,1%). 112

113 (4). Hak mendapatkan isi rekam medis (80,0%). Sementara itu, diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien (88,6%) kurang mengetahui dan memahami haknya untuk dapat memberikan persetujuan maupun menolak tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter/dokter gigi. Dalam dunia pelayanan kesehatan, pasien cenderung untuk memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan dokter/dokter gigi dengan alasan demi kesembuhan dan kebaikan pasien. Hanya sedikit pasien yang menolak atau bependapat lain terhadap tindakan medis yang akan dilakukan dokter/dokter gigi. Hal ini dapat dipahami karena antara dokter dan pasien terjadi hubungan asimetri informasi. Informasi yang dimiliki pasien tidak seimbang dengan yang dimiliki dokter/dokter gigi, sehingga pasien akan cenderung mempercayai dokter/dokter gigi atas segala informasi dan tindakan yang akan diberikan untuk kesembuhan pasien. Beberapa penelitian dan tulisan ilmiah para ahli juga membenarkan adanya fenomena ini. Sebagaimana diungkapkan oleh Hasbullah Thabrany dalam tulisannya di Harian Republika 21 Juli 1999 dengan judul Etika Kedokteran Saja Tidak Cukup bahwa pelayanan kesehatan memiliki ciri yang unik yang tidak dimiliki oleh produk lain. Salah satu ciri unik tersebut adalah apa yang disebut informasi asimetri. Informasi yang dimiliki konsumen atau pasien tidak seimbang dengan informasi yang dimiliki penjual atau dokter/dokter gigi. Menurut Parsons dalam Anonomitas Audience, meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk kesembuhan si pasien, hubungan antara dokter dengan pasien bersifat asimetris. Dalam hal ini dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat atau lebih tinggi karena pengetahuannya di bidang medis, sedangkan pasien biasanya awam dalam bidang itu dan sangat membutuhkan pertolongan dokter. Dalam bukunya yang berjudul Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran, Suharjo B. Cahyono menyebutkan bahwa dalam hubungan dokter dengan pasien terdapat ketidakseimbangan yang bisa merugikan salah satu pihak. Dalam hal ini yang sering dirugikan adalah pasien. Ketidakseimbangan ini menyangkut hubungan dokter dengan pasien yang bersifat paternalistik, kondisi asimetris, dan kondisi ketidakpastian dalam praktik kedokteran. 113

114 Menurut Nargis (2014), hubungan asimetris dalam interakasi dokter dan pasien menyebabkan seorang pasien merasa canggung saat berkomunikasi dengan dokter. Bahkan beberapa pasien merasa tidak memiliki keberanian untuk bertanya tentang penyakitnya setelah menjelaskan gejala yang dialaminya kepada dokter. Sementara beberapa pasien lebih suka mengikuti alur percakapan dokter dan hanya memberikan jawaban-jawaban singkat terhadap pertanyaan dokter. Ada beberapa kemungkinan alasan yang menjadi penyebab pasien enggan bertanya. Salah satunya adalah rasa malu pasien. Pasien senantiasa berpikir bahwa dokter adalah sosok yang lebih pintar dan tidak akan pernah membuat kesalahan atau lupa menyampaikan informasi. Pasien sangat percaya pada keahlian dokter. Hal ini selaras dengan pendapat yang dijelaskan oleh Cerny (2007) yang menyatakan bahwa perasaan enggan dan malu pasien adalah penyebab hubungan asimetris antara dokter dan pasien. Hal ini didukung oleh beberapa petikan pernyataan pasien di beberapa fasilitas kesehatan seperti: Tergantung kemauan kita mau cepat sembuh atau tidak (Pasien Klinik di Jakbar) memperhatikan kesehatan untuk diri sendiri (Pasien Klinik di Jakbar) untuk kebaikan kita jadi setuju saja (Pasien RSU di Jakpus) Berkaitan dengan hak pasien untuk mendapatkan isi rekam medis, hasil penelitian mendapatkan bahwa sebagian besar pasien (80,0%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang hak tersebut. Hasil penelitian ini cukup mengejutkan mengingat istilah rekam medis yang masih asing bagi pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 3 (tiga) orang pasien yang mampu menjelaskan manfaat isi rekam medis dan mendapatkannya dengan tepat dan benar sesuai dengan standar jawaban yang ada (tingkat kesesuaian jawaban 76%-100%). Itu artinya banyak pasien yang hanya mampu menjawab pertanyaan seputar hak mendapatkan isi rekam medis ini dengan tingkat kesesuaian hanya sekitar 50%-75% dan termasuk dalam kategori dengan tingkat pengetahuan yang cukup. Hal semacam ini dapat dipahami mengingat banyaknya pasien tidak begitu mengerti tujuan dari hak pasien untuk bisa mendapatkan isi rekam medis. Sejalan dengan hasil penelitian Sulistyowaty, Sugiarsi, dan Pujiastuti yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2009 yang mendapatkan hasil penelitian bahwa sebagian besar pasien memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang rekam medis. 114

115 Rekam medis atau nama lainnya catatan medik, kartu status, status pasien, dokumen medik, merupakan dokumentasi sebagai tanda bukti rumah sakit terhadap segala upayanya dalam penyembuhan pasien (Firdaus dan Latifah, 2012). Pengetahuan dan pemahaman tentang hak untuk mendapatkan isi rekam medis menjadi sangat penting bagi pasien dan rumah sakit karena isi dokumen rekam medis adalah milik pasien, sementara dokumen rekam medis milik rumah sakit. Di bawah ini adalah beberapa petikan pernyataan pasien yang menggambarkan pengetahuan dan pemahamannya tentang hak untuk mendapatkan isi rekam medis. Untuk pertanyaan tentang manfaat rekam medis, sebagian besar pasien menyatakan bahwa manfaat rekam medis bagi pasien adalah agar pasien mengetahui penyakitnya dan menjadi data simpanan riwayat medis pasien oleh dokter. Hal ini didukung oleh petikan pernyataan pasien di salah satu fasilitas kesehatan seperti: agar tahu penyakitnya, apabila ada kelainan bisa di check lagi (Pasien RSU di Jaksel) Adapun untuk pertanyaan tentang cara mendapatkan isi rekam medis, sebagian besar pasien meyatakan bahwa mereka dapat menanyakan dan meminta isi rekam medis kepada dokter bahkan, meminta diperlihatkan isi rekam medisnya oleh dokter. Hal ini didukung oleh beberapa petikan pernyataan pasien di beberapa fasilitas kesehatan seperti: agar dapat rekam medis ya tanya ke dokter (Pasien Puskesmas di Jaktim) dikasih lihat dari dokter (Pasien Klinik di Jaktim) rekam jejak dalam pengobatan (Pasien Puskesmas di Jaktim) supaya ada data untuk dokter dan tahu penyakitnya (Pasien RSU di Jaksel) SEBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG HAK PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI MENURUT FASILITAS KESEHATAN YANG DIKUNJUNGI Sebaran tingkat pengetahuan pasien tentang haknya terhadap dokter/dokter gigi ini diidentifikasi untuk melihat distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pasien tentang hak pasien terhadap dokter/dokter gigi menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi. Berikut adalah beberapa tabel dan grafik distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pasien 115

116 tentang haknya terhadap dokter/dokter gimenurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi: Tabel 17. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Penjelasan dan Informasi yang Lengkap untuk Tindakan Medis yang Diberikan oleh Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tingkat Pengetahuan Fasyankes Total PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 1 10,2 6 60,0 1 10,0 2 20, Cukup 20 28, , , , Kurang 7 29,2 6 25,0 3 12,5 8 33, Total 28 26, , , , % 60.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 10.2% 10.0% 10.0% 33.8% 33.3% 28.2% 29.2% 25.0% 19.7% 18.3% 12.5% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 23. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Pasien Tentang Hak Mendapatkan Penjelasan dan Informasi yang Lengkap untuk Tindakan Medis yang Diberikan Berdasarkan Fasyankes yang Dikunjungi Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk mendapatkan penjelasan dan informasi yang lengkap atas tindakan medis yang diberikan oleh dokter/dokter gigi, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik (60,0%) dan proporsi terkecil terdapat di RSU dan RSS (10,0%). Sementara proporsi terbanyak 116

117 untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini terdapat di RSU (33,8%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (18,3%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di RSS (33,3%) dan proporsi terkecil terdapat di RSU (12,5%). Tabel 18. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Meminta Pendapat dari Dokter/Dokter Gigi Lain (Second Opinion) Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Fasyankes Tingkat Total Pengetahuan PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 6 21, ,7 6 21,4 6 21, Cukup 20 31, , , , Kurang 2 15,4 4 30,8 3 23,1 4 30, Total 28 26, , , , % 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% 35.7% 31.3% 29.7% 30.8% 30.8% 21.4% 21.4% 21.4% 23.1% 20.3% 18.8% 15.4% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 24. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Hak Meminta Pendapat dari Dokter/Dokter Gigi Lain (Second Opinion) Menurut Fasyankes yang Dikunjungi Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk meminta pendapat atau opini dari dokter/dokter gigi lain (second opinion), sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik (35,7%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas, RSU, 117

118 dan RSS (21,4%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini terdapat di puskesmas (31,3%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (18,8%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik dan RSS (30,8%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (15,4%). Tabel 19. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Pelayanan Medis Sesuai dengan Kebutuhan Pengobatan Penyakit yang Diderita Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Fasyankes Tingkat Total Pengetahuan PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 7 17, ,1 9 22, , Cukup 20 33, , , , Kurang 1 25,0 2 50,0 0 0,0 1 25, Total 28 26, , , , % 50.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 34.1% 26.8% 22.0% 17.1% 33.3% 31.7% 16.7% 18.3% 25.0% 25.0% 10.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 25. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Pelayanan Medis Sesuai dengan Kebutuhan Pengobatan Penyakit yang Diderita Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 118

119 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pengobatan penyakit yang diderita, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik (34,1%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (17,1%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini terdapat di puskesmas (33,3%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (16,7%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik (50,0%) dan proporsi terkecil terdapat di RSU (0,0%). Tabel 20. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Memberikan Persetujuan Maupun Menolak Tindakan Medis yang akan Dilakukan oleh Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Fasyankes Tingkat PKM Klinik RSU RSS Total Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 2 40,0 1 20,0 2 40,0 0 0, Cukup 0 0,0 4 57,1 1 14,3 2 28, Kurang 26 28, , , , Total 28 26, , , , % 57.1% 50.0% 40.0% 40.0% 40.0% 30.0% 20.0% 20.0% 14.3% 28.6% 28.0% 26.9% 22.6% 22.6% 10.0% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 26. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Memberikan Persetujuan Maupun Menolak Tindakan Medis yang akan Dilakukan oleh Dokter/Doktergigi Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 119

120 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk dapat memberikan persetujuan maupun menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter/dokter gigi, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di puskesmas (40,0%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (0,0%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini terdapat di klinik (57,1%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (0,0%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di puskesmas (28,0%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik dan RSS (22,6%). Tabel 21. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Isi Rekam Medis Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tingkat Pengetahuan Fasyankes PKM Klinik RSU RSS Total N % N % N % N % N % Baik 4 22,2 5 27,8 3 16,7 6 33, Cukup 22 26, , , , Kurang 2 40,0 2 40,0 1 20,0 0 0, Total 28 26, , , , % 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% 40.0% 40.0% 33.3% 27.8% 27.8% 26.8% 29.3% 16.7% 23.2% 20.7% 20.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 27. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hak Mendapatkan Isi Rekam Medis Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 120

121 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk mendapatkan isis rekam medis, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di RSS (33,3%) dan proporsi terkecil terdapat di RSU (16,7%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini terdapat di RSU (29,3%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (20,7%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di puskesmas dan klinik (40,0%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (0,0%) TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG KEWAJIBAN PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI. Tingkat pengetahuan pasien tentang kewajiban yang dimilikinya dinilai dari pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap 4 (empat) kewajiban pasien yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 53. Hak tersebut terdiri dari: (1). Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah kesehatannya. (2). Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi. (3). Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan. (4). Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Tingkat pengetahuan pasien dibagi menjadi 3 (tiga) kategori penilaian yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Masing-masing kategori penilaian dinilai dari kualitas jawaban pasien dan kesesuaiannya dengan standar jawaban penilaian yang dibuat oleh peneliti. Tabel dan grafik di bawah ini memberikan informasi tingkat pengetahuan pasien tentang haknya terhadap dokter/dokter gigi. 121

122 Tabel 22. Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase Wajib memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatan kepada dokter/dokter gigi Baik Cukup Kurang ,9 55,2 1,9 Wajib mematuhi nasehat dan petunjuk dokter/dokter gigi Baik Cukup Kurang Wajib mematuhi ketentuan yang berlaku (tata tertib) ditempat berobat Baik Cukup Kurang Wajib memberikan imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi Baik Cukup Kurang ,2 21,0 2,9 15,2 79,1 5,7 35,2 2,9 61,9 Total % 50.0% 40.0% 30.0% 42,9% 55,2% 20.0% 10.0% 0.0% 1.9% Baik Cukup Kurang Gambar 28. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Informasi yang Lengkap dan Jujur Tentang Masalah Kesehatan Kepada Dokter/Dokter Gigi 122

123 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 76,2% 21,0% 2,9% Baik Cukup Kurang Gambar 29. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Nasehat dan Petunjuk Dokter/Dokter Gigi 79.1% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 15.2% 5.7% Baik Cukup Kurang Gambar 30. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Ketentuan yang Berlaku (Tata Tertib) di tempat berobat 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 61.9% 35.2% 2.9% Baik Cukup Kurang Gambar 31. Komposisi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Kepada Dokter/Dokter Gigi 123

124 Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 70,1% mengetahui dan memahami dalam kategori baik dan cukup untuk 3 dari 4 indikator kewajiban yang yang dinilai dalam kuesioner. Kewajiban tersebut terdiri dari: (1). Kewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatan kepada dokter/dokter gigi (kategori cukup 55,2%). (2). Kewajiban mematuhi nasehat dan petunjuk dokter/dokter gigi (kategori baik 76,2%). (3). Kewajiban mematuhi ketentuan yang berlaku (tata tertib) di tempat berobat (kategori cukup 79,1%). Sementara itu, diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien (61,9%) kurang mengetahui dan memahami kewajibannya untuk memberikan imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik pasien yang sebagian besar adalah pengguna kartu BPJS Kesehatan. Dalam penelitian ini didapatkan informasi bahwa sebesar 52,4% pasien melakukan pembayaran jasa pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan kartu BPJS Kesehatan. Pasien banyak yang menganggap bahwa sebagai pengguna kartu BPJS Kesehatan, mereka tidak perlu memberi imbalan kepada dokter/dokter gigi karena sudah dibayarkan/dijamin oleh BPJS Kesehatan. Hasil penelitian ini juga dapat dimaknai bahwa masyarakat memang cenderung menjalankan kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi. Pengoptimalan dokter/dokter gigi dalam mendukung paradigma sehat menjadi lebih mudah jika dokter berkenan mengambil peran aktif dalam mengedukasi masyarakat yang cenderung patuh pada dokter. Hal ini didukung oleh beberapa petikan pernyataan pasien di beberapa fasilitas kesehatan seperti: tugas dokter jadi sudah kewajiban kita tidak wajib memberi imbalan jasa (Pasien RSS di Jakpus) dokter sudah mendapatkan penghasilan sendiri (Pasien Klinik di Jakut) 124

125 5.1.6 SEBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG KEWAJIBAN PASIEN TERHADAP DOKTER/DOKTER GIGI MENURUT FASILITAS KESEHATAN YANG DIKUNJUNGI Sebaran tingkat pengetahuan pasien tentang kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi ini diidentifikasi untuk melihat distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pasien tentang kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi. Berikut adalah beberapa tabel dan grafik distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pasien tentang kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi: Tabel 23. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Informasi yang Lengkap dan Jujur Tentang Masalah Kesehatan Kepada Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Fasyankes Tingkat PKM Klinik RSU Pengetahuan RSS Total N % N % N % N % N % Baik 16 35, , ,8 6 13, Cukup 12 20, ,3 8 32, , Kurang 0 0,0 1 50,0 1 50,0 0 0, Total 28 26, , , , % 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 50.0% 50.0% 35.6% 32.8% 33.3% 29.3% 17.8% 20.7% 17.2% 13.3% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 32. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Informasi yang Lengkap dan Jujur Tentang Penyakit yang Diderita Kepada Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 125

126 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter/dokter gigi, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di puskesmas (35,6%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (13,3%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini terdapat di klinik (33,3%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (20,7%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap kewajibannya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik dan RSS (30,8%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (15,4%). Tabel 24. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Nasehat dan Petunjuk Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 1 33,3 1 33,3 1 33,3 0 0, Cukup 7 31,8 2 9,1 5 22,7 8 36, Kurang 20 25, , , , Total 28 26, , , , % 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% 36,4% 33,3% 33,3% 33,3% 31,8% 28,8% 27,5% 25,0% 22,7% 18,8% 9,1% 0,0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 33. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Nasehat dan Petunjuk Dokter/Dokter Gigi Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 126

127 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk mematuhi nasehat dan petunjuk dokter/dokter gigi, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di puskesmas, klinik, dan RSU (33,3%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (0,0%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini terdapat di RSS (36,4%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (9,1%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap kewajibannya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik (28,8%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (18,8%). Tabel 25. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Ketentuan yang Berlaku (Tata Tertib) di Tempat Berobat Menurut Fasilitas Kesehatan yang Dikunjungi Tingkat Pengetahuan Fasyankes Total PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 1 16,7 0 0,0 1 16,7 4 66, Cukup 24 28, , , , Kurang 3 18,8 5 31,3 6 37,5 2 12, Total 28 26, , , , % 70.0% 66.7% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 37.5% 28.9% 25.3% 31.3% 25.3% 20.5% 16.7% 16.7% 18.8% 12.5% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 34. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Mematuhi Ketentuan yang Berlaku (Tata Tertib) di Tempat Berobat Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 127

128 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk mematuhi ketentuan yang berlaku (tata tertib) tempat berobat, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di RSS (66,7%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (0,0%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini terdapat di puskesmas (28,9%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (20,5%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap kewajibannya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di RSU (37,5%) dan proporsi terkecil terdapat di RSS (12,5%). Tabel 26. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Menurut Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dikunjungi Tingkat Fasyankes Total Pengetahuan PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 11 29, ,5 4 10,8 7 18, Cukup 1 33,3 2 66,7 0 0,0 0 0, Kurang 16 24,6 9 13, , , Total 28 26, , , , % 70.0% 66.7% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 40.5% 29.7% 33.3% 36.9% 24.6% 24.6% 18.9% 10.8% 13.8% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 35. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Kepada Dokter/Dokter Gigi untuk Pelayanan Kesehatan yang Diterima Menurut Fasyankes yang Dikunjungi 128

129 Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk memberi imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di klinik (40,5%) dan proporsi terkecil terdapat di RSU (10,8%). Sementara proporsi terbanyak untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini terdapat di klinik (66,7%) dan proporsi terkecil terdapat di RSU dan RSS (0,0%). Untuk pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap kewajibannya ini, sebagian besar dengan proporsi terbanyak terdapat di RSU (36,9%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (13,8%) PERSEPSI PASIEN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TERHADAP DOKTER GIGI Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang (Tjiptono, 2000). Dalam penelitian ini, tujuan penilaian persepsi pasien terhadap hak dan kewajibannya adalah untuk mengetahui sikap dan perilaku pasien terhadap hak dan kewajiban pasien yang dinilai dengan menggunakan skala likert. Di bawah ini adalah tabel tabulasi persepsi pasien terkait hak dan kewajibannya terhadap dokter/dokter gigi: Tabel 27. Persepsi Pasien Tentang Hak Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Persepsi Pasien terkait Hak Pasien Jumlah Persentase Mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap dari dokter/dokter gigi tentang diagnosa atau jenis penyakit yang diderita Kurang setuju Setuju Sangat setuju Mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap dari dokter/dokter gigi tentang tata cara tindakan medis yang diberikan dokter/dokter gigi Sangat tidak setuju Setuju Sangat setuju Mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap dari dokter/dokter gigi tentang tujuan tindakan medis yang diberikan oleh dokter/dokter gigi ,9 67,6 29,5 1,0 61,9 37,1 129

130 Persepsi Pasien terkait Hak Pasien Jumlah Persentase 1 1, , ,5 Tidak setuju Setuju Sangat setuju Mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap dari dokter/dokter gigi untuk pilihan tindakan pengobatan lain beserta risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan tersebut Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh penjelasan dan informasi yang lengkap untuk risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi jika suatu tindakan pengobatan yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi Kurang setuju Setuju Sangat setuju Mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap terkait prognosis (prediksi) hasil akhir terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan dokter/dokter gigi Sangat tidak setuju Setuju Sangat setuju Berhak meminta pendapat atau opini dan konsultasi kepada dokter/dokter gigi lain untuk penyakit yang dideritanya Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dari dokter/dokter gigi Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis pasien Setuju Sangat setuju Hak memberikan persetujuan maupun menolak tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter/dokter gigi Setuju Sangat setuju Persetujuan yang diminta oleh dokter/dokter gigi dapat secara tertulis maupun lisan ,0 82,9 16,2 1,0 70,5 28,6 1,0 71,4 27,6 1,0 65,7 33,3 1,0 57,1 41,9 66,7 33,3 73,3 26,7 130

131 Persepsi Pasien terkait Hak Pasien Jumlah Persentase 1 1,0 4 3, , ,8 Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh lembar persetujuan dalam bentuk tertulis untuk tindakan medis beresiko tinggi seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh pelayanan kesehatan yang manusiawi, adil,jujur dan tanpa diskriminasi dari dokter/dokter gigi Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh pelayanan dari dokter/dokter gigi dengan menggunakan Bahasa yang mudah dipahami pasien Setuju Sangat setuju Memperoleh perlakuan yang sopan dan ramah dari dokter/dokter gigi Kurang setuju Setuju Sangat setuju ,9 2,9 68,6 26,7 1,0 61,0 38,1 1,0 52,4 46,7 69,5 30, ,9 61,0 37,1 Total % Sebagian besar pasien setuju akan hak-hak yang didapatkan pasien terhadap dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 66,8%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasien sudah cukup cerdas dan memahami hak mereka dalam pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini, diharapkan semua pasien memiliki persepsi tertinggi untuk pemenuhan haknya. Namun masih terdapat beberapa pasien yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan hak-hak yang seharusnya diperoleh pasien dalam pelayanan kesehatan. Berikut adalah beberapa persepsi pasien tentang hak-haknya yang masih berada dalam kategori tidak setuju dan sangat tidak setuju: 131

132 (1). Hak mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap dari dokter/dokter gigi tentang tata cara tindakan medis yang diberikan dokter/dokter gigi (Sangat Tidak Setuju 1,0%). (2). Hak mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap dari dokter/dokter gigi tentang tujuan tindakan medis yang diberikan oleh dokter/dokter gigi (Tidak Setuju 1,9%). (3). Hak mendapatkan penjelasan dan informasi lengkap terkait prognosis (prediksi) hasil akhir terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan dokter/dokter gigi (Sangat Tidak Setuju 1,0%). (4). Hak mendapatkan persetujuan yang diminta oleh dokter/dokter gigi secara tertulis maupun lisan (Tidak Setuju 1,0%). (5). Hak memperoleh lembar persetujuan dalam bentuk tertulis untuk tindakan medis beresiko tinggi seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya (Tidak Setuju 1,9%). Setiap pasien atau keluarganya diharapkan dapat secara asertif meminta agar haknya dapat dipenuhi pada saat ia memperoleh pelayanan medis. Dalam upaya memperoleh haknya tersebut, pasien harus memperhatikan bahwa upaya pemenuhan haknya tidak mengorbankan hak orang lain ataupun mengabaikan kewajiban orang lain. Pada tahap awal, pasien yang tidak memperoleh haknya dapat meminta pemenuhan hak tersebut dari fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan yang bersangkutan dengan mengadukannya kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Pengaduan sebaiknya dibuat tertulis dengan menyebutkan secara jelas peristiwa dan keluhannya. Pastikan bahwa pengaduan diterima oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang berwenang dan menerima bukti pengaduan serta menanyakan kapan waktu perolehan jawaban atau timbal balik atas keluhan tersebut (Mulyohadi dalam Hamri, 2014). Tabel 28. Persepsi Pasien Tentang Kewajiban Pasien Terhadap Dokter/Dokter Gigi Persepsi Pasien Terkait Kewajiban Pasien Jumlah Persentase Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang penyakit yang diderita kepada dokter/dokter gigi Tidak setuju Setuju Sangat setuju ,0 61,0 38,1 132

133 Persepsi Pasien Terkait Kewajiban Pasien Jumlah Persentase Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter/dokter gigi Kurang setuju Setuju Sangat setuju ,9 59,0 38,1 Mematuhi ketentuan dan tata tertib yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan Sangat tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memberikan imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi untuk pelayanan kesehatan yang diterima Sangat tidak setuju Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju ,0 1,0 70,5 27, ,7 16,2 30,5 40,0 6,7 Total Sebagian besar pasien setuju dengan kewajiban yang harus dilakukan kepada dokter/dokter gigi dengan rata-rata sebesar 57,6%. Dalam penelitian ini, diharapkan semua pasien memiliki persepsi tertinggi untuk pelaksanaan kewajibannya. Meskipun pada kenyataannya memang banyak pasien yang memang belum melaksanakan kewajibannya sebagai pengguna pelayanan kesehatan. Pasien sering beranggapan bahwa kewajiban seperti tidak begitu penting. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa masih terdapat beberapa pasien yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan kewajiban yang seharusnya dijalankan pasien dalam pelayanan kesehatan. Berikut adalah beberapa persepsi pasien tentang kewajibannya yang masih berada dalam kategori tidak setuju dan sangat tidak setuju: (1). Kewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang penyakit yang diderita kepada dokter/dokter gigi (Tidak Setuju 1,0%) (2). Kewajiban mematuhi ketentuan dan tata tertib yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan (Sangat Tidak Setuju 1,0%) (3). Kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter/dokter gigi untuk pelayanan kesehatan yang diterima(sangat Tidak Setuju 6,7% dan Tidak Setuju 16,2%) 133

134 Pasien yang setuju dan sangat setuju dengan kewajiban yang harus dilakukan terhadap dokter/dokter gigi menandakan bahwa pasien memiliki sikap positif terhadap segala kewajiban yang harus pasien tunaikan kepada dokter/dokter gigi. Tingkat pengetahuan dan sikap yang baik terhadap kewajiban pasien ini akan mewujudkan terciptanya komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien. Tabel 29. Pengetahuan Pasien Tentang Layanan Konsil Kedokteran Indonesia Pengetahuan Umum Tentang KKI Jumlah Persentase Tahu tentang KKI Ya Tidak ,1 82,9 Mengetahui layanan yang diberikan KKI Ya Tidak ,7 94,3 Mengetahui bahwa dokter/dokter gigi harus memiliki STR untuk diperbolehkan praktik Ya Tidak ,1 22,9 Mengetahui tentang MKDKI Ya Tidak ,9 78,1 Mengetahui layanan yang diberikan oleh MKDKI kepada masyarakat (pasien) Ya Tidak ,8 95,2 Tahu bahwa pasien berhak mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi kepada MKDKI Ya Tidak ,8 55,2 Total

135 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 94.3% 95.2% 77.1% 82.9% 78.1% 55.2% 44.8% 17.1% 21.9% 22.9% 5.7% 4.8% Ya Tidak Tahu ttg KKI Mengetahu layanan yg diberikan KKI mengetahui dr/drg yg punya str boleh berpraktik Mengetahui ttg MKDI Mengetahui layanan yg diberikan MKDKI kpd masyarakat Berhak mengadukan tindakan dr/drg ke MKDKI Gambar 36. Pengetahuan Pasien Tentang Layanan Konsil Kedokteran Indonesia Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien (82,9%) tidak mengetahui tentang Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), begitu pula dengan pelayanan yang diberikan oleh KKI kepada masyarakat sebesar 94,3% pasien tidak mengetahuinya. Hal ini menunjukkan bahwa pasien kurang terpapar informasi tentang KKI dan layanannya. Namun hal ini kurang sejalan dengan hasil penelitian yang juga menunjukkan bahwa sebagian besar pasien (77,1%) mengetahui keharusan dokter/dokter gigi untuk memiliki surat tanda registrasi (STR) dalam menjalankan praktik kedokteran. Melalui pendalaman fenomena diketahui bahwa ternyata banyak pasien yang menganggap STR sama dengan Surat Ijin Praktik (SIP). Dalam pelaksanaan praktik kedokteran, sangat penting bagi pasien untuk mengetahui dan memahami bahwa dokter/dokter gigi wajib memiliki STR dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ali, dkk. dalam Hamri 2013 bahwa masyarakat perlu memahami tentang ancaman pidana penjara atau denda untuk pelayanan medis yang dilakukan oleh bukan dokter/dokter gigi, atau tanpa STR dan SIP. Terkait dengan pengetahuan pasien tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien (78,1%) tidak mengetahui tentang MKDKI, begitu pula dengan pelayanan yang diberikan oleh MKDKI sebesar 95,2% pasien tidak mengetahuinya. Bagi pasien yang mengetahui tentang KKI dan MKDKI, sebagian besar pasien mengetahui informasinya dari media massa (surat kabar) dan media elektronik (televisi dan radio). 135

136 Hal ini didukung oleh salah satu petikan pernyataan pasien di beberapa fasilitas kesehatan seperti: pernah dengar di berita televisi tentang kesehatan (Pasien Puskesmas di Jakut) Dengan kurangnya pengetahuan pasien tentang KKI dan MKDKI, hasil penelitian justru menunjukkan bahwa pasien yang mengetahui haknya untuk mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi kepada MKDI sebesar 44,8% sementara sisanya (55,2%) tidak mengetahui haknya untuk dapat mengadukan kerugian tersebut. Fenomena seperti ini dikarenakan pengetahuan pasien tentang hak pasien yang dapat mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi, namun bukan dengan MKDKI. Hak untuk pengaduan ini sejalan dengan pernyataan Hamri, 2014 bahwa bagi pasien yang mengetahui atau menyadari kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, dapat mengadukan secara tertulis kepada majelis ini dengan tidak lupa mencantumkan identitas pengadu, nama, dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi serta waktu tindakan dilakukan dan alasan pengaduan. Masih banyaknya pasien yang kurang mengetahui tentang KKI dan MKDKI menunjukkan bahwa masih kurangnya KKI memberikan sosialisasi layanan KKI melalui media atau saluran komunikasi ke masyarakat luas. Selain itu, sasaran KKI memang para dokter/dokter gigi sehingga masyarakat tidak terpapar secara langsung dengan layanan KKI. Tabel 30. Persepsi Pasien Tentang Layanan KKI Persepsi Pasien Tentang Layanan KKI Jumlah Persentase Pasien dapat mengadukan keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju ,9 5,7 73,3 19,0 Pasien dapat dengan mudah mengadukan keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Sangat tidak setuju 1 1,0 136

137 Persepsi Pasien Tentang Layanan KKI Jumlah Persentase Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju ,9 20,0 54,3 22,9 Total % 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 73.3% 19.0% 1.9% 5.7% Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Pasien dapat mengadukan keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke MKDKI Gambar 37. Persepsi Pasien Tentang Pengaduan Keluhan Pelayanan Dokter/Dokter Gigi ke MKDKI 60.0% 54.3% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 20.0% 22.9% 10.0% 0.0% 1.0% 1.9% Sangat tidak setuju Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Pasien dapat dengan mudah mengadukan keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke MKDKI Gambar 38. Persepsi Pasien Bahwa Pasien Dapat Dengan Mudah Mengadukan Keluhan Tentang Dokter/Dokter Gigi ke MKDKI 137

138 Untuk persepsi pasien terhadap layanan KKI dan MKDKI, sebagian besar pasien juga merasa setuju dengan pelayanan KKI untuk dapat mengadukan dan mengadukan dengan mudah keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke MKDKI dengan rata-rata sebesar 63,8%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa masih terdapat beberapa pasien yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan pengaduan keluhan kepada MKDKI ini. Berikut adalah beberapa persepsi pasien tentang pengaduan keluhan yang masih berada dalam kategori tidak setuju dan sangat tidak setuju: (1). Pasien dapat mengadukan keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) (Tidak Setuju 1,9%). (2). Pasien dapat dengan mudah mengadukan keluhan mengenai pelayanan dokter/dokter gigi ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) (Sangat Tidak Setuju 1,0% dan Tidak Setuju 1,9%). Sasaran pelayanan KKI ini memang para dokter/dokter gigi sehingga masyarakat tidak terpapar secara langsung dengan informasi dan pelayanan KKI. Namun bila dikaitkan dengan hak pasien yang berhak mengadukan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter/dokter gigi, maka penting pihak KKI untuk meningkatkan intensitas sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media massa maupun elektronik. 5.2 DOKTER/DOKTER GIGI Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2). Profesi kedokteran dan kedokteran gigi telah memasuki fase baru setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dengan terbitnya Undang-Undang tersebut maka penataan profesi kedokteran dan kedokteran gigi menjadi semakin baik dan jelas, dan mengikuti perkembangan di dunia internasional (Hamri, 2013). Berikut adalah hasil penelitian terhadap responden dokter/dokter gigi: 138

139 Tabel 31. Karakteristik Dokter/Dokter Gigi Karakteristik Dokter/Dokter Gigi Jumlah Persentase Wilayah Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Selatan Profesi Pendidikan terakhir Dokter Dokter Spesialis Dokter Gigi Dokter Gigi Spesialis Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Usia Dewasa awal (24-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa lanjut (61 tahun) Tahun Lulus Pendidikan Dokter tahun 2004 >Tahun 2004 Lama masa kerja 5 tahun < 5tahun Kepemilikan STR Ya Tidak Kepemilikan SIP Ya Tidak Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Puskesmas Klinik Praktik Bersama Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta ,2 23,8 13,3 6,7 69,5 30, ,1 1,9 41,0 59,0 53,3 46, ,3 15,2 40,0 31,4 139

140 Profesi/Pendidikan Kedokteran Terakhir 56,2% dokter 23,8% dokter spesialis 13,3% dokter gigi 6,7% dokter gigi spesialis Gambar 39. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Profesi/Pendidikan Terakhir Jenis Kelamin Dokter 69,5% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% perempuan 30,5% laki-laki Gambar 40. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Jenis Kelamin Usia Dokter 60,0% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Dewasa Awal (24-40 Tahun) 38,1% Dewasa Madya (41-60 Tahun) 1,9% Dewasa Lanjut (>60 Tahun) Gambar 41. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Usia 140

141 Tahun Lulus Pendidikan Dokter % 59% <=Tahun 2004 >Tahun 2004 Gambar 42. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Tahun Lulus Pendidikan Dokter Masa Kerja ,3% ,7% <5 Tahun >=5 Tahun Gambar 43. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Masa Kerja Kepemilikan STR Ya 100% Tidak 0% Gambar 44. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Kepemilikan STR 141

142 Kepemilikan SIP Ya 99% Tidak 1% Gambar 45. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Kepemilikan SIP Tempat Praktik Dokter % 31% % 15% 10 0 puskesmas klinik praktik bersama RS Pemerintah RS Swasta Gambar 46. Komposisi Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan Tempat Praktik Dokter Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakteristik responden dokter/dokter gigi, diperoleh hasil bahwa sebagian besar (56,2%) profesi/pendidikan terakhir dokter/dokter gigi adalah dokter umum. Sementara terbanyak kedua (23,8%) berprofesi/berpendidikan terakhir sebagai dokter spesialis. Untuk dokter gigi, jumlah responden sebesar 13,3% dan dokter gigi spesialis sebesar 6,7%. Persentase ini sesuai dengan proporsi jumlah responden antara profesi dokter dan dokter spesialis dengan profesi dokter gigi dan dokter gigi spesialis dalam perencanaan studi ini. Sementara itu, grafik 40 di atas menunjukan bahwa sebagian besar (69,5%) dokter/dokter gigi yang menjadi responden dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Hal ini 142

143 menunjukkan adanya trend bahwa perempuan saat ini lebih banyak yang menjadi dokter/dokter gigi dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, waktu pengambilan data yang dimulai dari pagi hingga sore hari membuat surveyor banyak menjumpai dokter perempuan. Setelah ditelusuri ternyata memang rata-rata fasilitas pelayanan kesehatan memeberikan jam kerja lebih banyak kepada dokter perempuan pada pagi hingga sore hari. Dokter laki-laki lebih sering ditempatkan pada jadwal jaga malam. Untuk karakteristik usia, sebagian besar dokter/dokter gigi berusia (60%) berada pada kategori dewasa awal dengan umur berkisar antara 24 tahun hingga 40 tahun. Sebagian besar dokter/dokter gigi (59%) menyelesaikan pendidikan dokter/dokter giginya setelah tahun 2004, yang bertepatan dengan tahun dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran. Karakteristik lama masa kerja dokter/dokter gigi menunjukkan hasil bahwa sebagian besar dokter/dokter gigi (53,3%) memiliki masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun sedangkan sebesar 46,7% dokter/dokter gigi memiliki masa kerja kurang dari 5 (lima) tahun. Gambaran karakteristik usia dokter/dokter gigi dan tahun lulus pendidikan kedokteran tersebut menunjukkan bahwa dokter/dokter gigi yang berpartisipasi dalam penelitian ini masih berusia muda dan ditambah dengan kesibukan dokter/dokter gigi senior sehingga kebanyakan dokter/dokter gigi muda yang dapat berpartisipasi dan meluangkan waktunya. Terkait dengan kepemilikan STR, semua dokter/dokter gigi (100%) yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka mempunyai STR dalam menjalankan praktik kedokterannya. Mereka mengatakan bahwa mereka juga harus memiliki STR terlebih dahulu sebelum memiliki SIP. Hal ini juga menunjukkan bahwa dokter/dokter gigi mengetahui dan memahami kewajiban untuk memiliki STR dan SIP dalam menjalankan praktik kedokteran. Terdapat 1 (satu) orang responden dokter/dokter gigi yang belum memiliki SIP. Responden ini adalah seorang dokter umum yang menyelesaikan pendidikan kedokterannya pada tahun Ia adalah seorang dokter yang akan menjalankan program internship sehingga hanya mempunyai STR yang masa berlakunya hingga masa internship berakhir. Dalam Perkonsil Nomor: 1/KKI/PER/I/2010 Pasal 4 dijelaskan bahwa setiap dokter yang akan melakukan internsip diwajibkan memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam persyaratan praktik kedokteran di Indonesia yaitu harus 143

144 mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dalam Pasal 6 Perkonsil Nomor: 1/KKI/PER/I/2010 juga dijelaskan bahwa jangka waktu pelaksanaan program internsip adalah 1(satu) tahun. Mengacu pada pasal tersebut, dokter internship dalam penelitian ini sudah mematuhi peraturan yang berlaku yaitu sudah memiliki STR. SIP akan didapatkan setelah dokter tersebut menyelesaikan program internshipnya dan akan dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Informasi yang didapatkan bahwa dokter tersebut akan berangkat ke Lombok untuk melaksanakan program internshipnya. Untuk masa berlaku STR dan SIP, sebagian besar dokter/dokter gigi tidak dapat mengisi tanggal terakhir masa berlaku STR dan SIP karena tidak dibawa rutin pergi bekerja. Namun untuk menjaga kualitas data, kami menelusuri tanggal terakhir masa berlaku STR dokter/dokter gigi yang tidak mengisi melalui website KKI. Penelusuran secara online ini dilakukan dengan menggunakan nama lengkap dokter/dokter gigi. Sementara untuk tanggal terakhir berlaku SIP dilakukan dengan menghubungi dokter yang bersangkutan melalui telepon ke kontak pribadi dokter/dokter gigi yang bersangkutan maupun tempat praktik dokter. Berdasarkan hasil penelitian keseluruhan terhadap masa berlaku STR dokter/dokter gigi diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) orang dokter/dokter gigi yang tanggal terakhir masa berlaku STRnya sudah berakhir pada bulan Agustus tahun 2015 (dokter umum dari RS Pemerintah), Oktober tahun 2015 (dokter umum dari puskesmas), dan November tahun 2015 (dokter spesialis dari RS Swasta). Berdasarkan tempat praktiknya, sebagian besar dokter/dokter gigi (40%) bekerja di RS Pemerintah, sementara lainnya di puskesmas (13,3%), di klinik (15,2%), dan di RS Swasta (31,4%) SEBARAN KARAKTERISTIK DOKTER/DOKTER GIGI MENURUT TEMPAT PRAKTIK DOKTER/DOKTER GIGI Sebaran karakteristik dokter/dokter gigi ini diidentifikasi untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik dokter/dokter gigi menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi. Berikut adalah beberapa tabel dan grafik distribusi frekuensi karakteristik dokter/dokter gigi menurut fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi: 144

145 Tabel 32. Distribusi Frekuensi Profesi/Pendidikan Dokter/Dokter Gigi Terakhir Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tempat Praktek Dokter Pendidikan Dokter Terakhir Dokter Spesialis Dokter Gigi Dokter Gigi Spesialis Total N % N % N % N % N % Puskesmas 10 71, , Klinik Praktik Bersama 11 68, , Rs Pemerintah 20 47, ,3 2 4,8 6 14, Rs Swasta 18 54, ,3 3 9,1 1 3, Total 59 56, , ,3 7 6, % 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 71.4% 68.8% 54.5% 47.6% 28.6% 31.3% 33.3% 33.3% 14.3% 9.1% 4.8% 0% 0% 0% 0% puskesmas klinik praktik bersama RS Pemerintah RS Swasta Dokter Dokter Spesialis Dokter Gigi Dokter Gigi Spesialis 3% Gambar 47. Distribusi Frekuensi Profesi/Pendidikan Dokter/Dokter Gigi Terakhir Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Profesi/pendidikan terakhir sebagian besar responden dokter adalah dokter umum yaitu sebesar 56,2%, dengan proporsi terbanyak berpraktik di puskesmas (71,4%) dan klinik (68,8%). Sementara untuk responden dokter spesialis (23,8%), proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (33,3%) dan RS Swasta (33,3%). Tidak ada responden dokter spesialis yang berpraktik di puskesmas dan klinik. Untuk profesi/pendidikan terakhir dokter gigi sebesar 13,3%, proporsi terbanyaknya berpraktik di klinik (31,3%) 145

146 dan puskesmas (28,6%). Responden dokter gigi spesialis berpraktik di RS Pemerintah (14,3%) dan RSS (3%). Tidak ada responden dokter gigi spesialis yang berpraktik di puskesmas dan klinik. Melihat hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa puskesmas dan klinik menyediakan pelayanan kesehatan primer yang diberikan oleh dokter/dokter gigi sementara di RS Pemerintah dan RS Swasta menyediakan pelayanan kesehatan sekunder dan tersier spesialistik yang diberikan oleh dokter spesialis dan dokter gigi spesialis. Sebaran ini sesuai dengan rencana sampling yang diperlukan dalam penelitian. Tabel 33. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Jenis Kelamin Tempat Praktek Perempuan Laki-Laki Total N % N % N % Puskesmas 13 92,9 1 7, Klinik Praktik Bersama Rs Pemerintah 28 66, , Rs Swasta 20 60, , Total 73 69, , % 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 92.9% 75.0% 66.7% 60.6% 39.4% 33.3% 25.0% 7.1% Puskesmas Klinik Praktik Bersama Rs Pemerintah Rs Swasta Perempuan Laki-Laki Gambar 48. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Jenis kelamin sebagian besar dokter/dokter gigi adalah perempuan yaitu sebesar 69,5%, dengan proporsi terbanyak berpraktik di puskesmas (92,9%) dan klinik (75%). Sementara untuk dokter/dokter gigi berjenis kelamin laki-laki (30,5%), dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Swasta (39,4%) dan RS Pemerintah (33,3%). 146

147 Tabel 34. Distribusi Frekuensi Usia Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Usia Dewasa Dewasa Dewasa Tempat Praktek Awal (24-40 Madya (41-60 Lanjut (>60 Total Tahun) Tahun) Tahun) N % N % N % N % Puskesmas 9 64,3 5 35, Klinik Praktik Bersama 9 56,2 6 35,7 1 6, RS Pemerintah 22 52, , RS Swasta 23 69,7 9 27,3 1 3, Total 63 60, ,9 2 1, % 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 64.3% 69.7% 56.2% 52.4% 47.6% 35.7% 35.7% 27.3% 0% 6.2% 0% 3.0% Puskesmas Klinik Praktik Bersama RS Pemerintah RS Swasta Dewasa Awal (24-40 Tahun) Dewasa Madya (41-60 Tahun) Dewasa Lanjut (>60 Tahun) Gambar 49. Distribusi Frekuensi Usia Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Sebagian besar dokter/dokter gigi (60%) berada pada kategori usia muda, yaitu antara 24 tahun hingga 40 tahun, dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Swasta (69,7%) dan puskesmas (64,3%). Banyaknya dokter/dokter gigi muda yang berpartisipasi dalam penelitian ini dikarenakan sulitnya untuk meminta waktu luang dari dokter/dokter gigi senior. 147

148 Tabel 35. Distribusi Frekuensi Tahun Kelulusan Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tahun Lulus Tempat Praktek <=Tahun 2004 >Tahun 2004 Total N % N % N % Puskesmas Klinik Praktik Bersama 6 37, , Rs Pemerintah 17 40, , Rs Swasta 13 39, , Total 43 41, , % 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 62.5% 59.5% 60.6% 50% 50% 37.5% 40.5% 39.4% Puskesmas Klinik Praktik Bersama Rs Pemerintah Rs Swasta <=Tahun 2004 >Tahun 2004 Gambar 50. Distribusi Frekuensi Tahun Kelulusan Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Berdasarkan tabel 35 dan grafik 50 di atas, diperoleh informasi bahwa sebagian besar dokter/dokter gigi dengan tahun kelulusan pendidikan dokter/dokter gigi setelah tahun 2004 berpraktik di klinik (62,5%) dan RS Swasta (60,6%). Sementara untuk dokter/dokter gigi dengan tahun kelulusan pendidikan dokter/dokter gigi sebelum tahun 2004, sebagian besar berpraktik di puskesmas (50%) dan RS Pemerintah (40,5%). 148

149 Tabel 36. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Masa Kerja Tempat Praktek <5 Tahun >=5 Tahun Total N % N % N % Puskesmas 7 50,0 7 50, Klinik Praktik Bersama 9 56,2 7 43, Rs Pemerintah 22 52, , Rs Swasta 18 54, , Total 56 53, , % 50.0% 50.0% 50.0% 56.2% 43.8% 52.4% 47.6% 54.5% 45.5% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Puskesmas Klinik Praktik Bersama Rs Pemerintah Rs Swasta <5 Tahun >=5 Tahun Gambar 51. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Sebagian besar dokter/dokter gigi (53,3%) memiliki masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun, dengan proporsi terbanyak berpraktik di puskesmas (50%) dan RS Pemerintah (47,6%). Sementara untuk dokter/dokter gigi yang memiliki masa kerja kurang dari 5 (lima) tahun, proporsi terbanyak berpraktik di klinik (56,2%) dan RS Swasta (54,5%). 149

150 Tabel 37. Distribusi Frekuensi Kepemilikan STR Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tempat Praktek Kepemilikan STR Ya Tidak Total N % N % N % Puskesmas Klinik praktik bersama RS Pemerintah RS Swasta Total % 100% 80% 60% 40% 20% 0% 100% 100% 100% 100% Puskesmas 0% 0% 0% 0% Klinik praktik bersama RS Pemerintah RS Swasta Ya Tidak Gambar 52. Distribusi Frekuensi Kepemilikan STR Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Hasil penelitian mendapatkan bahwa semua dokter/dokter gigi di 4 (empat) fasilitas pelayanan kesehatan telah memiliki STR. Tabel 38. Distribusi Frekuensi Kepemilikan SIP Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Kepemilikan SIP Tempat Praktek Ya Tidak Total N % N % N % Puskesmas Klinik praktik bersama 15 93,8 1 6, RS Pemerintah RS Swasta Total

151 120% 100% 100% 93.8% 100% 100% 80% 60% 40% Ya Tidak 20% 0% 0% Puskesmas 6.2% Klinik praktik bersama 0% 0% RS Pemerintah RS Swasta Gambar 53. Distribusi Frekuensi Kepemilikan SIP Dokter/Dokter Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi berdasarkan tabel 38 dan grafik 53 di atas, hampir semua dokter/dokter gigi telah memiliki SIP. Namun masih terdapat 1 (satu) orang dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP. Dokter ini adalah dokter umum yang akan menjalankan internship sebagaimana pada bahasan sebelumnya MASA BERLAKU STR DAN SIP DOKTER/DOKTER GIGI Tabel 39. Masa Berlaku STR dan SIP Dokter/Dokter Gigi Jenis Dokumen Surat Tanda Registrasi Surat Izin Praktek Mean Modus Median 07-Nov Jun Oct Jan Apr Apr Tanggal Termuda Tanggal Tertua 02-Dec Dec Jan Dec-2020 Rata-rata masa berlaku STR dokter/dokter gigi berakhir pada tanggal 7 November 2017, dengan paling banyak berakhir pada tanggal 2 Juni Waktu terlama STR akan berakhir adalah pada tanggal 5 Desember Sementara waktu terdekat STR berakhir adalah pada tanggal 2 Desember Tanggal tersebut menyatakan bahwa STD sudah harus diperpanjang oleh dokter/dokter gigi yang bersangkutan. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh KKI untuk mempersiapkan proses perpanjangan STR. Rata-rata masa berlaku SIP dokter/dokter gigi berakhir pada tanggal 24 Oktober 2017, dengan paling banyak berakhir pada tanggal 1 Januari Waktu terlama STR akan berakhir adalah pada tanggal 5 desember Sementara waktu terdekat STR berakhir 151

152 adalah pada tanggal 13 Januari Tanggal tersebut menyatakan bahwa STD sudah harus diperpanjang oleh dokter/dokter gigi yang bersangkutan. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh KKI untuk mempersiapkan proses perpanjangan STR TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG HAK TERHADAP PASIEN. Tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang hak yang dimilikinya dinilai dari pengetahuan dan pemahaman dokter/dokter gigi terhadap 4 (empat) hak dokter/dokter gigi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 50. Hak tersebut terdiri dari: (1). Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. (2). Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional. (3). Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya. (4). Menerima imbalan jasa. Tingkat pengetahuan pasien dibagi menjadi 3 kategori penilaian yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Masing-masing kategori penilaian dinilai dari kualitas jawaban pasien dan kesesuaiannya dengan standar jawaban penilaian yang dibuat oleh peneliti. Tabel dan grafik di bawah ini memberikan informasi tingkat pengetahuan pasien tentang haknya terhadap dokter/dokter gigi. Tabel 40. Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Haknya Terhadap Pasien Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase Hak memperoleh perlindungan hukum atas tindakan medis yang diberikan kepada pasien sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku Baik Cukup Kurang Hak memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku Baik Cukup ,9 17,1 1,0 87,6 12,4 152

153 Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase Kurang 0 0 Hak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya Baik Cukup Kurang Hak menerima imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang diberikan Baik Cukup Kurang ,4 24,8 2,9 Total ,2 3, % 81.9% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 17.1% 1.0% Baik Cukup Kurang Gambar 54. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Perlindungan Hukum 153

154 100.0% 87.6% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 12.4% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 55 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memberikan Pelayanan Medis Menurut Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional 100.0% 96.2% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 3.8% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 56 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Informasi Yang Lengkap Dan Jujur Dari Pasien Dan Keluarganya 80.0% 72.4% 60.0% 40.0% 24.8% 20.0% 0.0% 2.9% Baik Cukup Kurang Gambar 57 Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Menerima Imbalan Jasa Atas Pelayanan Kesehatan 154

155 Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 84,5% mengetahui dan memahami dalam kategori baik semua indikator hak yang yang dinilai dalam kuesioner. Hak tersebut terdiri dari: (1). Hak memperoleh perlindungan hukum atas tindakan medis yang diberikan kepada pasien sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku (81,9%). (2). Hak memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku (87,6%). (3). Hak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya (96,2%). (4). Hak menerima imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang diberikan (72,4%). Hasil penelitian di atas didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi di beberapa fasilitas kesehatan seperti: karena semua tindakan medis ada resikonya, melaksanakan sesuai standar profesi dan SOP untuk melindungi dari tuntutan (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaktim ) karena merupakan hak dokter (Dokter Umum RS Swasta di Jaktim) karena dokter gigi terkadang setelah melakukan prosedur tindakan yang benar tetapi terjadi sesuatu yang tidak diharapkan sehingga pasien menuntut jalan hukum. (Dokter Gigi Puskesmas di Jaksel) Tingkat pengetahuan yang baik tentang haknya dalam memperoleh perlindungan hukum dapat menstimulus dokter/dokter gigi untuk bekerja secara professional sesuai standar profesi dan prosedur operasional yang berlaku. Dokter dan pasien diharapkan dapat menjalin hubungan kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya untuk bersama-sama berupaya memperoleh penyembuhan pasien. Oleh karena itu, harus terjalin komunikasi yang baik dan efektif anata dokter dengan pasien. Pasien harus mengutarakan segala sesuatu tentang dirinya yang berkaitan dengan penyakit dan upaya penyembuhannya kepada dokter agar dokter dapat mempertimbangkan pemeriksaan diagnostik yang tepat guna dan sesuai dengan kemampuan finansial pasien. Dalam hal pasien tidak mampu, dokter diharapkan dapat mencarikan jalan keluar melalui program-program yang diselenggarakan pemerintah ataupun masyarakat (Ali,dkk.,2006 dalam Hamri, 2013). 155

156 5.2.4 SEBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG HAKNYA TERHADAP PASIEN MENURUT TEMPAT PRAKTIK DOKTER/DOKTER GIGI Sebaran tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang haknya terhadap pasien ini diidentifikasi untuk melihat distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang haknya terhadap pasien menurut tempat praktik dokter/dokter gigi. Berikut adalah beberapa tabel dan grafik distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang haknya terhadap pasien menurut tempat praktik dokter/dokter gigi: Tabel 41. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Perlindungan Hukum Atas Tindakan Medis yang Diberikan Kepada Pasien Sepanjang Melaksanakan Tugas Sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Fasyankes PKM Klinik RSU RSS Total N % N % N % N % N % Baik 12 14, , , , Cukup 2 11,1 1 5,6 8 44,4 7 38, Kurang Total 14 13, , , , % 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 100.0% 39.5% 44.4% 38.9% 29.1% 14.0% 17.4% 11.1% 5.6% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 58. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Perlindungan Hukum Atas Tindakan Medis yang Diberikan Kepada Pasien Sepanjang Melaksanakan Tugas Sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi 156

157 Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan medis yang dilakukan kepada pasien, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (39,5%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (14,0%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini berpraktik di RS Pemerintah (44,4%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (5,6%). Untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini, hanya terdapat 1 (orang) di RS Swasta. Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: karena semua tindakan medis ada resikonya, melaksanakan sesuai standar profesi dan SOP untuk melindungi dari tuntutan (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaktim ). karena merupakan hak dokter (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) karena dokter gigi terkadang setelah melakukan prosedur tindakan yang benar tetapi terjadi sesuatu yang tidak diharapkan sehingga pasien menuntut jalan hukum (Dokter Gigi Puskesmas di Jaksel) Berikut juga petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: dalam menangani pasien dapat bekerja semaksimal mungkin (Dokter Umum Pemerintah di Jaktim) RS Tabel 42. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memberikan Pelayanan Medis Menurut Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 12 13, , , , Cukup 2 15,4 2 15,4 3 23,1 6 46, Kurang Total 14 13, , , ,

158 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 46.2% 42.4% 29.3% 23.1% 15.4% 13.0% 15.2% 15.4% 0% 0% 0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS 0% Gambar 59. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memberikan Pelayanan Medis Menurut Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional yang Berlaku Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku kepada pasien, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (42,4%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (13,0%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini berpraktik di RS Swasta (46,2%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (15,4%). Tidak ada dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini. Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: supaya standar dasar melayani pasien karena biasa SOP yang dibuat berdasarkan Pedoman/Panduan/PP4 (Dokter Umum di RS Pemerintah di Jaktim) melindungi resiko tuntutan pasien (Dokter Umum di RS Swasta di Jaktim) melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Tupoksi yang dipunyai (Dokter Umum Puskesmas di Jaksel) Berikut juga petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: karena sesuai prosedur (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaktim) 158

159 Tabel 43. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Informasi yang Lengkap dan Jujur dari Pasien dan Keluarganya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Fasyankes Total PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 14 13, , , , Cukup ,0 3 75, Kurang Total 14 13, , , , % 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 75.0% 40.6% 29.7% 25.0% 13.9% 15.8% 0% 0% 0% 0% 0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS 0% Gambar 60. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Memperoleh Informasi yang Lengkap dan Jujur dari Pasien dan Keluarganya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (40,6%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (13,9%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini berpraktik di RS Swasta (75,0%) dan proporsi terkecil terdapat di RS Pemerintah (25,0%). Tidak ada dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang terhadap haknya ini. 159

160 Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: Supaya anamnesa, pemeriksaan fisik, terapi, dan pemeriksaan penunjang bisa sesuai dengan diagnosa pasien (Dokter umum RS Swasta di Jaktim) Bisa membantu mempercepat dalam menentukan diagnosa (Dokter Spesialis RS Pemerintah di Jaksel) Berikut juga petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: Untuk menghindari kesalahan dalam melakukan suatu tindakan (Dokter Umum dokter Puskesmas, Jaksel ) Tabel 44. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Menerima Imbalan Jasa Atas Pelayanan Kesehatan yang Diberikan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 6 7, , , , Cukup 6 23,1 4 15, ,5 6 23, Kurang 2 66,7 1 33, Total 14 13, , , ,

161 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 66.7% 42.1% 35.5% 38.5% 33.3% 23.1% 23.1% 14.5% 15.4% 7.9% 0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS 0% Gambar 61. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Menerima Imbalan Jasa Atas Pelayanan Kesehatan yang Diberikan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap haknya untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (42,1%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (7,9%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap hak ini berpraktik di RS Pemerintah (38,5%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (15,4%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang hak menerima imbalan jasa, proporsi terbanyak terdapatdokter/dokter gigi yang berpraktik di puskesmas (66,7%) dan proporsi terkecil terdapat di RS Pemerintah dan RS Swasta (0,0%). Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: Sesuai dengan tindakan medis dan resiko yang ditanggung (Dokter Umum RS Swasta di Jaktim) Karena tenaga kesehatan sudah melakukan pekerjaanya sehingga dia berhak untuk menerima uang jasa sebagai imbalannya kecuali jika pasien itu tidak mempunyai uang (Dokter Umum Puskesmas di Jaksel) Berikut juga petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: Karena sesuai peraturan (Dokter Gigi Puskesmas di Jaksel). 161

162 5.2.5 TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG KEWAJIBANNYA TERHADAP PASIEN Tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang kewajiban yang dimilikinya dinilai dari pengetahuan dan pemahaman dokter/dokter gigi terhadap 5 (lima) kewajiban dokter/dokter gigi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 51. Hak tersebut terdiri dari: (1). Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. (2). Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. (3). Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. (4). Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. (5). Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Tingkat pengetahuan pasien dibagi menjadi 3 (tiga) kategori penilaian yaitu Baik, Cukup, dan Kurang. Masing-masing kategori penilaian dinilai dari kualitas jawaban pasien dan kesesuaiannya dengan standar jawaban penilaian yang dibuat oleh peneliti. Tabel dan grafik di bawah ini memberikan informasi tingkat pengetahuan pasien tentang haknya terhadap dokter/dokter gigi. Tabel 45. Tingkat Pengetahuan Responden Dokter/dokter gigi Tentang Kewajibannya terhadap Pasien Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase Wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien Baik Cukup Kurang Wajib merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan Baik 98 93, ,4 3,8 3,8 162

163 Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase Cukup Kurang 3 4 2,9 3,8 Wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia Baik Cukup Kurang ,5 6,7 2,9 Wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya Baik Cukup Kurang Wajib menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi Baik Cukup Kurang ,1 21,9 1, ,3 6,7 0 Total % 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 92.4% 3.8% 3.8% Baik Cukup Kurang Gambar 62. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Memberikan Pelayanan Medis Sesuai Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional Serta Kebutuhan Medis Pasien 163

164 100.0% 93.3% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 2.9% 3.8% Baik Cukup Kurang Gambar 63. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merujuk Pasien ke Dokter Atau Dokter Gigi Lain 100.0% 90.5% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 6.7% 2.9% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 64. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merahasiakan Segala Sesuatu yang Diketahuinya Tentang Pasien 80.0% 77.1% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 21.9% 1.0% Baik Cukup Kurang Gambar 65. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan 164

165 100.0% 93.3% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 6.7% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 66. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Menambah Ilmu Pengetahuan dan Mengikuti Perkembangan Ilmu Kedokteran atau Kedokteran Gigi Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh informasi bahwa sebagian besar pasien dengan rata-rata sebesar 89,3% mengetahui dan memahami dalam kategori baik untuk semua indikator kewajiban dokter/dokter gigi yang yang dinilai dalam kuesioner. Kewajiban tersebut terdiri dari: (1). Kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien (kategori baik 92,4%). (2). Kewjiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan (kategori baik 93,3%). (3). Kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia (kategori baik 90,5%). (4). Kewajiban melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya (kategori baik 77,1%). (5). Kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi (kategori baik 93,3%). Berdasarkan data dan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa dokter/dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya. Dengan tingkat pengetahuan yang baik itu, diharapkan para dokter/dokter gigi akan dapat melakdanakan kewajibannya dengan baik sehingga hak pasien dan pelayanan yang bermutu dapat 165

166 terpenuhi. Pelayanan yang profesional adalah pelayanan yang diberikan dengan tingkat kecakapan yang tinggi, hati-hati, teliti, penuh kepedulian dan etis. Itulah sebabnya tindakan dan perilaku profesional (professional conduct) menjadi dasar yang utama bagi dokter/dokter gigi dalam melakukan kegiatan praktik kedokteran. Dokter/dokter gigi juga diwajibkan memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Kewajiban ini menjadi syarat utama untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi para dokter/dokter gigi tersebut. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 huruf (a) yang berbunyi: Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional SEBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG KEWAJIBANNYA TERHADAP PASIEN MENURUT TEMPAT PRAKTIK DOKTER/DOKTER GIGI Sebaran tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang kewajibannya terhadap pasien ini diidentifikasi untuk melihat distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang kewajibannya terhadap pasien menurut tempat praktik dokter/dokter gigi. Berikut adalah beberapa tabel dan grafik distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dokter/dokter gigi tentang kewajibannya kepada pasien menurut tempat praktik dokter/dokter gigi: Tabel 46. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Memberikan Pelayanan Medis Sesuai Dengan Standar Profesi Dan Standar Prosedur Operasional Serta Kebutuhan Medis Pasien Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Fasyankes PKM Klinik RSU RSS Total N % N % N % N % N % Baik 14 14, , , , Cukup ,0 2 50,0 1 25, Kurang ,0 2 50, Total 14 13, , ,

167 60.0% 50.0% 50.0% 50.0% 50.0% 40.0% 39.2% 30.0% 30.9% 25.0% 25.0% 20.0% 14.4% 15.5% 10.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 67. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Memberikan Pelayanan Medis sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional serta Kebutuhan Medis Pasien Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (39,2%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (14,4%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini berpraktik di RS Pemerintah (50,0%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (0,0%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang kewajiban ini, proporsi terbanyak terdapat di dokter/dokter gigi yang berpraktik di RS Pemerintah dan RS Swasta (50,0%).dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (0,0%). Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: sesuai standard dan keselamatan pasien (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaktim) 167

168 bekerja dengan benar sesuai profesi dan kebutuhan pasien (Dokter Umum RS Swasta di Jaksel) selalu menulis di status pasen; tindakan therapy, diagnose, tata laksana (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaksel) melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan standar profesi yang kita punya jika bukan tupoksi kita, lakukan rujukan (Dokter Gigi Puskesmas di Jaktim) supaya sesuai PPU/SOP yang berlaku untuk penenganan pasien sehingga pasien mendapat pelayanan yang sama. (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) Berikut juga salah satu petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: dengan mengikuti seminar (Dokter Umum RS Swasta di Jaksel) Tabel 47. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merujuk Pasien ke Dokter atau Dokter Gigi Lain yang Mempunyai Keahlian atau Kemampuan yang Lebih Baik, Apabila Tidak Mampu Melakukan Suatu Pemeriksaan atau Pengobatan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 14 14, , , , Cukup ,3 2 66, Kurang ,0 2 50, Total 14 13, , ,

169 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 66.7% 50.0% 50.0% 39.8% 29.6% 33.3% 14.3% 16.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 68. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merujuk Pasien ke Dokter atau Dokter Gigi Lain yang Mempunyai Keahlian atau Kemampuan yang Lebih Baik, Apabila Tidak Mampu Melakukan Suatu Pemeriksaan atau Pengobatan Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk merujuk pasien ke dokter/dokter gigi lain yang mempunyai keahlian lebih baik, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (39,8%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (14,3%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini berpraktik di RS Swasta (66,7%) dan proporsi terkecil terdapat di RS Pemerintah (33,3%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang kewajiban ini, proporsi terbanyak terdapat di dokter/dokter gigi yang berpraktik di RS Pemerintah dan RS Swasta (50,0%).dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (0,0%). Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: Menjelaskan pada pasien dan keluarga, Menghubungi terlebih dahulu pusat rujukan, Memberikan therapy yang maksimal (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaksel) Sesuai prosedur rujukan (Dokter Umum RS Swasta di Jaktim) Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal (Dokter Gigi Puskesmas di Jaksel) Sesuai kompetensi (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) 169

170 Berikut juga salah satu petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: Karena sesuai bidangnya ( Dokter Umum Puskesmas di Jaksel) Dalam praktik kedokteran, rujukan bersifat dinamis sesuai perkembangan penyakit pasien. Rujukan bisa dilakukan secara vertikal (v) atau horizontal (h), tergantung dari tingkat keahliannya,. Rujukan dokter ke dokter spesialis adalah vertikal ke atas (vl). Rujukan dari dokter subspesialis ke dokter spesialis adalah vertikal ke bawah (vm). Antara sesama tingkat keahlian, menggunakan rujukan horizontal (h). Rujukan dapat dilakukan untuk meminta pendapat banding, pengobatan bersama, pengambilalihan pengobatan, atau pengembalian pasien. Lazimnya, rujukan yang dilakukan sesuai dengan tahapan dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Merujuk dapat dilakukan dengan cara mendatangkan dokter yang diperlukan ke tempat pasien dirawat, atau dengan cara mengirimkan pasien ke dokter yang diperlukan. Cara pertama umumnya ditujukan bagi pasien yang dalam keadaan lemah dan tidak stabil keadaan kesehatannya. Cara kedua dilakukan pada keadaan pasien yang relatif cukup kuat sehingga bisa bergerak sendiri ke dokter yang diperlukan (rawat jalan) atau pasien yang lemah (rawat inap) tetapi cukup stabil keadaan kesehatannya sehingga dapat dipindahkan tanpa membahayakan keadaan pasien. Perujukan tidak dapat dilakukan apabila dokter / dokter gigi atau sarana pelayanan kesehatan yang diperlukan tidak tersedia dalam jarak jangkauan, atau apabila pasien tidak menghendakinya (Ali, dkk. dalam Hamri, 2013). Tabel 48. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merahasiakan Segala Sesuatu Yang Diketahuinya Tentang Pasien, Bahkan Juga Setelah Pasien Itu Meninggal Dunia Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Fasyankes Total Pengetahuan PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 14 14, , , , Cukup ,6 2 28,6 3 42, Kurang ,3 2 66, Total 14 13, , , ,

171 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 66.7% 41.1% 42.9% 29.5% 28.6% 28.6% 33.3% 14.7% 14.7% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 69. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Merahasiakan Segala Sesuatu yang Diketahuinya Tentang Pasien, Bahkan juga Setelah Pasien itu Meninggal Dunia Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (41,1%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (14,7%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini berpraktik di RS Swasta (42,9%) dan proporsi terkecil terdapat di RS Pemerintah (0,0%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang kewajiban ini, proporsi terbanyak terdapat di dokter/dokter gigi yang berpraktik di RS Pemerintah dan RS Swasta (66,7%).dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (0,0%). Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: Karena itu merupakan salah satu hak pasien dan kewajiban dokter (Dokter Umum RS Swasta di Jaktim) Jika sudah masuk ke ranah hukum dan atas perintah pengadilan dan penyidik (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) Karena setiap pasien mempunyai medical record yang perlu dijaga kerahasiaannya untuk penyakit penyakit menular (Dokter Umum Puskesmas di Jaksel) 171

172 Berikut juga salah satu petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: Aturan etis kedokteran (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaktim) Tenaga kesehatan termasuk dokter/dokter gigi harus dapat dipercaya dan akan menyimpan semua rahasia klien (pasien) serta tidak akan mengungkapkan rahasia itu kepada siapapun juga tanpa persetujuan klien (pasien) kecuali atas perintah undangundang. Tercantum dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa: Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan Tabel 49. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan, Kecuali Bila Yakin Ada Orang Lain yang Bertugas dan Mampu Melakukannya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Fasyankes PKM Klinik RSU RSS Total N % N % N % N % N % Baik 13 16, , , , Cukup 1 4,3 3 13, ,5 9 39, Kurang , Total 14 13, , , ,

173 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 100.0% 38.3% 43.5% 39.1% 29.6% 16.0% 16.0% 13.0% 4.3% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 70. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Dokter Gigi Tentang Kewajiban Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan, Kecuali Bila Yakin Ada Orang Lain Yang Bertugas Dan Mampu Melakukannya Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk memberikan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (38,3%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (16,0%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini berpraktik di RS Pemerintah (43,5%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (4,3%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang kewajiban ini semuanya berada pada dokter/dokter gigi yang berpraktik di RS Pemerintah (100%). Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: Bila pasien datang dalam keadaan darurat kita berhak memberikan bantuan hidup dasar (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaksel) Sesuai dengan diagnosa pasien dan layanan penanganan sesuai protab dan kompetensi saya (Dokter Umum RS Swasta di Jaktim) Melakukan tindakan yang paling penting untuk keselamatan pasien (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) Sebatas yang mampu untuk dikerjakan sebagai pertolongan pertama selanjutnya melakukan rujukan (Dokter Umum Puskesmas di Jaksel) 173

174 Harus memberi obat yang dapat menolong jiwa yang bersangkutan (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) Berikut juga salah satu petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup seperti: sesuai kompetensi (Dokter Umum RS Pemerintah di Jaksel) Tabel 50. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Menambah Ilmu Pengetahuan dan Mengikuti Perkembangan Ilmu Kedokteran Atau Kedokteran Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Fasyankes PKM Klinik RSU RSS Total N % N % N % N % N % Baik 14 14, , , , Cukup ,6 5 71, Kurang Total 14 13, , , , % 70.0% 71.4% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 40.8% 28.6% 28.6% 14.3% 16.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS 0.0% Gambar 71. Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Menambah Ilmu Pengetahuan dan Mengikuti Perkembangan Ilmu Kedokteran Atau Kedokteran Gigi Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi 174

175 Dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap kewajibannya untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atu kedokteran gigi, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (40,8%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (14,3%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup terhadap kewajiban ini berpraktik di RS Swasta (71,4%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (0,0%). Tidak ada dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang kewajiban ini. Hasil penelitian di atas juga didukung oleh beberapa petikan pernyataan dokter/dokter gigi yang berpraktik di beberapa fasilitas kesehatan yang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang baik seperti: melalui seminar, workshop internal dan eksternal RS, melalui diklat, membahas kasus di acara metro medis, mengikuti acara pembahasan kasus (Dokter Spesialis RS Swasta di Jaktim) Hanya sebagian kecil dokter/dokter gigi yang menjawab dengan membaca jurnal ilmiah kedokteran terkini, seperti petikan pernyataan dibawah ini: Membaca hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran (Dokter Umum RS Swasta di Jaktim) PERSEPSI DOKTER/DOKTER GIGI TENTANG HAK DAN KEWAJIBANNYA TERHADAP PASIEN Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang (Tjiptono, 2000). Dalam penelitian ini, tujuan penilaian persepsi pasien terhadap hak dan kewajibannya adalah untuk mengetahui sikap dan perilaku pasien terhadap hak dan kewajiban pasien yang dinilai dengan menggunakan skala likert. Di bawah ini adalah tabel tabulasi persepsi dokter/dokter gigi terkait hak dan kewajibannya terhadap pasien: 175

176 Tabel 51. Persepsi Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Terhadap Pasien Dokter/Dokter Gigi Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Haknya N % Berhak memperoleh perlindungan hukum yang jelas sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Berhak memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Berhak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Berhak menerima imbalan jasa atas pelayanan medis Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Berhak untuk melakukan praktik kedokteran setelah memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Parakterk (SIP) Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju ,8 1,0 0,0 1,9 93,3 2,9 1,0 0,0 14,3 81,9 3,8 3,8 13,3 82,9 4,7 1,0 1,0 28,6 64,7 3,8 2,9 16,2 77,1 176

177 Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Haknya N % Berhak menolak memberikan pelayanan medis terhadap pasien diluar kemampuan/kompetensinya, kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menangani Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Sebagian besar dokter/dokter gigi sangat setuju dengan hak-hak yang didapatkan dokter/dokter gigi kepada pasien dengan rata-rata sebesar 78,1%. Dalam penelitian ini, diharapkan semua dokter/dokter gigi memiliki persepsi tertinggi untuk pemenuhan haknya terhadap pasien. Akan tetapi di penelitian ini masih terdapat beberapa dokter/dokter gigi yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan hak-hak yang seharusnya diperoleh dalam pemberian pelayanan kesehatan. Berikut adalah beberapa persepsi dokter/dokter gigi tentang haknya terhadap pasien yang masih berada dalam kategori tidak setuju dan sangat tidak setuju: (1). Hak memperoleh perlindungan hukum yang jelas sepanjang melaksanakan tugas ,9 1,9 1,0 25,7 68,6 sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku (Sangat Tidak Setuju 3,8% dan Tidak Setuju 1,0%) (2). Hak memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku (Sangat Tidak Setuju 2,9% dan Tidak Setuju 1,0%) (3). Hak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya (Sangat Tidak Setuju 3,8% dan Tidak Setuju 3,8%) (4). Hak menerima imbalan jasa atas pelayanan medis (Sangat Tidak Setuju 4,7% dan Tidak Setuju 1,0%) (5). Hak untuk melakukan praktik kedokteran setelah memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Parakterk (SIP) (Sangat Tidak Setuju 3,8 dan Tidak Setuju 2,9%) (6). Hak menolak memberikan pelayanan medis terhadap pasien diluar kemampuan/kompetensinya, kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menangani (Sangat Tidak Setuju 2,9% dan Tidak Setuju 1,9%) 177

178 Hal lain juga menarik untuk mendapat perhatian adalah, adanya penyimpangan jawaban dari regulasi yang meskipun jumlahnya minim, namun cukup layak untuk mendapat penggalian lebih lanjut, terutama alasan dibalik pertimbangan mereka yang berbeda. Tabel 52. Persepsi Responden Dokter/Dokter Gigi Tentang Kewajiban Dokter/Dokter Gigi Terhadap Pasien Persepsi Dokter/Dokter Gigi Kewajibannya N % Bersikap tulus ikhlas dalam mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Memberikan kesempatan pada pasien untuk senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat atau dalam masalah lainnya Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan dan atas persetujuan pasien Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju ,8 1,0 1,0 17,1 77,1 2,9 1,0 0,0 29,5 66,7 3,8 0,0 0,0 21,0 75,2 1,9 1,9 1,0 18,1 77,1 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia Sangat Tidak Setuju 4 3,8 178

179 Persepsi Dokter/Dokter Gigi Kewajibannya N % Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat Setuju ,9 0,0 21,9 72,3 2,9 1,0 1,9 31,4 62,8 Sebagian besar dokter/dokter gigi sangat setuju dengan hak-hak yang didapatkan dokter/dokter gigi kepada pasien dengan rata-rata sebesar 71,9%. Diharapkan semua dokter/dokter gigi memiliki persepsi tertinggi untuk pelaksanaan kewajibannya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa masih terdapat beberapa dokter/dokter gigi yang tidak setuju bahkan sangat tidak setuju dengan kewajiban yang seharusnya dijalankan pasien dalam pelayanan kesehatan. Berikut adalah beberapa persepsi pasien tentang kewajibannya yang masih berada dalam kategori tidak setuju dan sangat tidak setuju: (1). Kewajiban bersikap tulus ikhlas dalam mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien (Sangat Tidak Setuju 3,8% dan Tidak Setuju 1,0%). (2). Kewajiban memberikan kesempatan pada pasien untuk senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat atau dalam masalah lainnya (Sangat Tidak Setuju 2,9% dan Tidak Setuju 1,0%). (3). Kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien (Sangat Tidak Setuju 3,8 %). (4). Kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan dan atas persetujuan pasien (Sangat Tidak Setuju 1,9% dan Tidak Setuju 1,9%). 179

180 (5). Kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia (Sangat Tidak Setuju 3,8% dan Tidak Setuju 1,9%). (6). Kewajiban melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya (Sangat Tidak Setuju 2,9% dan Tidak Setuju 1,0%). Tabel 53. Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang KKI Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang KKI N % Definisi dan peran KKI Baik Cukup Kurang Layanan yang diberikan KKI Baik Cukup Kurang ,8 46,7 10, ,7 14,3 Total % 40.00% 30.00% 42,8% 46,7% 20.00% 10.00% 0.00% 10,5% Baik Cukup Kurang Gambar 72. Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Definisi Dan Peran KKI 180

181 50% 40% 30% 40% 45.7% 20% 14.3% 10% 0% Baik Cukup Kurang Gambar 73. Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar dokter/dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang definisi dan peran KKI yaitu 46,7%, begitu juga dengan pelayanan yang diberikan KKI sebesar 45,7% dokter/dokter gigi tingkat pengetahuannya cukup. KKI didirikan sejak tahun 2005 hingga saat ini. Para dokter/dokter gigi sudah seharusnya mengetahui tentang KKI beserta pelayanan yang diberikan. KKI memberikan pelayanan penerbitan STR bagi dokter/dokter gigi di Indonesia. Setiap dokter harus memiliki STR untuk dapat melaksanakan praktik kedokteran. STR adalah pencatatan resmi dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu, serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan sesuai kompetensinya. STR tersebut menjadi bukti tertulis yang diberikan oleh KKI bagi dokter dan dokter gigi. (Data Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI dikutip dari Tabel 54. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Definisi dan Peran KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 11 24,4 5 11, , , Cukup 3 6, , , , Kurang ,6 4 36, Total 14 13, , , ,

182 70.0% 60.0% 63.6% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 37.8% 36.7% 34.7% 36.4% 26.7% 24.4% 22.4% 11.1% 6.1% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 74. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Definisi dan Peran KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang definisi dan peran KKI, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (37,8%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (11,1%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup tentang definisi dan peran KKI berpraktik di RS Pemerintah (36,7%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (6,1%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang definisi dan peran KKI, proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (63,6%) dan proporsi terkecil berpraktik di puskesmas dan klinik (0,0%). Masih banyak dari mereka yang belum mampu menjelaskan secara benar dan lengkap tentang KKI. Tabel 55. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 8 19,0 6 14, , , Cukup 5 10,4 8 16, , , Kurang 1 6,7 2 13,3 9 60,0 3 20, Total 14 13, , , ,

183 70.0% 60.0% 60.0% 50.0% 40.0% 40.5% 39.6% 33.3% 30.0% 20.0% 10.0% 19.0% 14.3% 26.2% 16.7% 10.4% 6.7% 13.3% 20.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 75. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang pelayanan KKI, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (40,5%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (14,3%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup tentang pelayanan KKI berpraktik di RS Swasta (39,6%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (10,4%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang pelayanan KKI, proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (60,0%) dan proporsi terkecil berpraktik di puskesmas (6,7%). Sebagian besar dokter/dokter gigi hanya memahami tugas KKI untuk menerbitkan STR karena memang pelayanan tersebut yang langsung dirasakan dokter/dokter gigi. Sementara tugas KKI yang lain sepertinya kurang dirasakan langsung oleh dokter/dokter gigi. Tabel 56. Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI N % Pengetahuan tentang MKDKI Baik 55 52,4 Cukup 36 34,3 Kurang 14 13,3 Peran MKDKI Baik 48 45,7 183

184 Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI N % Cukup 41 39,1 Kurang 16 15,2 Total % 52.4% 50.0% 40.0% 34.3% 30.0% 20.0% 13.3% 10.0% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 76. Pengetahuan Umum Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI 50.0% 40.0% 30.0% 45.7% 39.1% 20.0% 15.2% 10.0% 0.0% Baik Cukup Kurang Gambar 77. Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Peran MKDKI Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar dokter/dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang MKDKI, yaitu 52,4%, begitu juga dengan peran MKDKI sebesar 45,7% dokter/dokter gigi tingkat pengetahuannya baik. 184

185 Tabel 57. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Tingkat Pengetahuan Fasyankes Total PKM Klinik RSU RSS N % N % N % N % N % Baik 10 18,2 9 16, , , Cukup 4 11,1 6 16, , , Kurang , , Total 14 13, , , , % 50.0% 40.0% 40.0% 36.1% 36.1% 50.0% 42.9% 30.0% 20.0% 10.0% 25.5% 18.2% 16.4% 16.7% 11.1% 7.1% 0.0% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 78. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang MKDKI, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (40,0%) dan proporsi terkecil terdapat di klinik (16,4%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup tentang MKDKI berpraktik di RS Swasta dan RS Pemerintah (36,1%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (11,1%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang MKDKI, proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (50,0%) dan proporsi terkecil berpraktik di puskesmas (0,0%). 185

186 Tabel 58. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Fasyankes Tingkat Total PKM Klinik RSU RSS Pengetahuan N % N % N % N % N % Baik 7 14,6 9 18, , , Cukup 6 14,6 6 14, , , Kurang 1 6,3 1 6,3 8 50,0 6 37, Total 14 13, , , % 50.0% 43.9% 50.0% 40.0% 33.3% 33.3% 37.5% 30.0% 26.9% 20.0% 18.8% 14.6% 14.6% 14.6% 10.0% 6.3% 6.3% 0.0% Baik Cukup Kurang PKM Klinik RSU RSS Gambar 79. Distribusi Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan MKDKI Menurut Tempat Praktik Dokter/Dokter Gigi Dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang pelayanan MKDKI, sebagian besar dengan proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah dan RS Swasta (33,3%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas (14,6%). Sementara proporsi terbanyak untuk dokter/dokter gigi dengan tingkat pengetahuan yang cukup tentang pelayanan MKDKI berpraktik di RS Pemerintah (43,9%) dan proporsi terkecil terdapat di puskesmas dan klinik (14,6%). Untuk dokter/dokter gigi yang memiliki tingkat 186

187 pengetahuan yang kurang tentang pelayanan MKDKI, proporsi terbanyak berpraktik di RS Pemerintah (50,0%) dan proporsi terkecil berpraktik di puskesmas dan klinik (6,3%). Sebagian besar dokter/dokter gigi memahami bahwa MKDKI adalah badan yang berwenang memberikan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi. Tabel 59. Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI dan MKDKI Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI N % Memperoleh pelayanan registrasi dokter/dokter gigi dengan mudah Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh surat tanda registrasi dokter/dokter gigi dalam waktu tidak terlalu lama (14 hari kerja) setelah memenuhi persyaratan yg berlaku Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh pelayanan perpanjangan masa berlaku surat tanda registrasi dokter/dokter gigi dalam waktu tidak terlalu lama(14 hari kerja) setelah memenuhi persyaratan yg berlaku Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Memperoleh pembinaan yang dilaksanakan oleh KKI bersama dengan organisasi profesi demi terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju MKDKI merupakan lembaga yang paling berwenang ,8 1,0 28,6 45,7 20,0 1,9 15,2 37,1 34,3 11,4 5,7 13,3 33,3 36,2 11,4 3,8 7,6 22,9 45,7 20,0 187

188 Persepsi Dokter/Dokter Gigi Tentang Layanan KKI N % memberikan sanksi ketidakdisiplinan dokter/dokter gigi Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju Fungsi MKDKI adalah untuk penegakan disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju ,8 1,0 7,6 55,2 31,4 2,9 1,0 6,7 52,4 37,1 Total Tabel 59 di atas menunjukkan bahwa pernyataan yang menunjukkan persepsi dokter/dokter gigi terlihat tersebar secara merata dengan sebagian besar berada pada pernyataan setuju dengan dengan rata-rata sebesar 44,9%. Namun, masih ada dokter/dokter gigi yang bersikap tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan beberapa layanan KKI dan peran MKDKI dalam kuesioner, dengan rincian sebagai berikut: (1). Memperoleh pelayanan registrasi dokter/dokter gigi dengan mudah (Sangat Tidak Setuju 4,8% dan Tidak Setuju 1,0%) (2). Memperoleh surat tanda registrasi dokter/dokter gigi dalam waktu tidak terlalu lama (14 hari kerja) setelah memenuhi persyaratan yg berlaku (Sangat Tidak Setuju 1,9% dan Tidak Setuju 15,2%) (3). Memperoleh pelayanan perpanjangan masa berlaku surat tanda registrasi dokter/dokter gigi dalam waktu tidak terlalu lama(14 hari kerja) setelah memenuhi persyaratan yg berlaku (Sangat Tidak Setuju 5,7% dan Tidak Setuju 13,3%) (4). Memperoleh pembinaan yang dilaksanakan oleh KKI bersama dengan organisasi profesi demi terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat (Sangat Tidak Setuju 3,8% dan Tidak Setuju 7,6%) 188

189 (5). MKDKI merupakan lembaga yang paling berwenang memberikan sanksi ketidakdisiplinan dokter/dokter gigi (Sangat Tidak Setuju 4,8% dan Tidak Setuju 1,0%) (6). Fungsi MKDKI adalah untuk penegakan disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran (Sangat Tidak Setuju 2,9% dan Tidak Setuju 1,0%) 5.3 TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER/DOKTER GIGI DAN PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN MEREKA DALAM HUBUNGAN DOKTER-PASIEN 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 61,9% 35,2% 2,9% Baik Cukup Kurang Gambar 80. Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Kewajiban Memberikan Imbalan Jasa Kepada Dokter/Dokter Gigi 80 72,4% ,8% 22,9% Gambar 81. Tingkat Pengetahuan Dokter/Dokter Gigi Tentang Hak Menerima Imbalan Jasa dari Pasien 189

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER MANDIRI Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi: Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas,

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Ung Ung No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran mengemban misi untuk mewujudkan good clinical governance yang banyak melibatkan pemangku kepentingan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran Dody Firmanda Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Ketua KSM Kesehatan Anak, RSUP

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPATUHAN DOKTER PRAKTEK SWASTA (DPS) TERHADAP SPO (STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL) DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013

GAMBARAN KEPATUHAN DOKTER PRAKTEK SWASTA (DPS) TERHADAP SPO (STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL) DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013 GAMBARAN KEPATUHAN DOKTER PRAKTEK SWASTA (DPS) TERHADAP SPO (STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL) DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013 J. Nugrahaningtyas W. Utami Intisari Latar Belakang : Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.954, 2013 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Surat Keterangan. Sehat Fisik. Mental. Penanganan. Laporan. Gangguan Kesehatan Serius. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEDOKTERAN DI RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA

Lebih terperinci

Sememi dr. Lolita Riamawati NIP

Sememi dr. Lolita Riamawati NIP No. Dokumen : 440/C.VII.SOP.431.05/436.6.3.7/2015 No. Revisi : - SOP Tanggal Terbit :2 Mei 2015 Halaman : 1 UPTD Puskesmas KOTA SURABAYA Sememi dr. Lolita Riamawati NIP196908262002122003 1. Pengertian

Lebih terperinci

Tujuan & Tugas KKI. Tujuan:

Tujuan & Tugas KKI. Tujuan: Tujuan & Tugas KKI Tujuan: 1. Memberikan perlindungan kepada pasien 2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis 3. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter/dokte gigi Tugas : Melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.915, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Data. Informasi Kesehatan. Rahasia Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. RANGKUMAN PEMIKIRAN Rapat Koordinasi Nasional Sinergitas Konsil Kedokteran indonesia dengan Pemangku Kepentingan dalam Pengawalan Profesionalisme Dokter dan dokter Gigi Menghadapi Tantangan Global Makasar,

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.353, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. Majelis Kehormatan Disiplin. Kedokteran PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.352, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Tata Cara. Penanganan. Kasus. Pelanggaran Disiplin. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.617, 2015 KKI. Pelanggaran Disiplin. Dokter dan Dokter Gigi. Dugaan. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 34 Undang- Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

Lebih terperinci

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER MERIAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan tujuan pembentukan Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam

Lebih terperinci

Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu

Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu KELOMPOK 19 Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu dan kiat yang dimilikinya dalam batas-batas

Lebih terperinci

RANGKUMAN KELOMPOK 3 KOORDINASI SISTEM PEMBINAAN.

RANGKUMAN KELOMPOK 3 KOORDINASI SISTEM PEMBINAAN. RANGKUMAN KELOMPOK 3 KOORDINASI SISTEM PEMBINAAN www.kki.go.id Ranah: Preventif pelaksanaan kuratif Hulu Hilir Dokter sebagai subyek dalam keadaaan normal dan abnormal Perhatikan aspek input proses output

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTEK KEDOKTERAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTEK KEDOKTERAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTEK KEDOKTERAN Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI Halaman Judul Panduan. i Daftar isi. ii Keputusan Karumkital Marinir Cilandak... iii Lampiran

Lebih terperinci

PEMBATALAN SANKSI DISIPLIN PROFESI KEDOKTERAN OLEH PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PEMBATALAN SANKSI DISIPLIN PROFESI KEDOKTERAN OLEH PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBATALAN SANKSI DISIPLIN PROFESI KEDOKTERAN OLEH PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Andryawan 1 1 Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: andryawan@fh.untar.ac.id ABSTRAK Dokter merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB III TINJAUAN TEORITIS BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Sosial 1. Hukum Kesehatan Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1304, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Pendidikan. Dokter Spesialis. Program. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM PENDIDlKAN DOKTER

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka. Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran

Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka. Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Indonesia KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA MELINDUNGI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENGELOLAAN KASUS PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

TATA LAKSANA PENGELOLAAN KASUS PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN TATA LAKSANA PENGELOLAAN KASUS PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN Dr. drg. Zaura Anggraeni, MDS Ketua Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Gigi Bekasi, 23 Mei 2016 Kesehatan = Hak Manusia UUPK penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Syarifah Hidayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA DAN MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN

Lebih terperinci

(dalam) layanan primer

(dalam) layanan primer HAK dan KEWAJIBAN DOKTER (dalam) layanan primer Poernomo Boedi Setiawan Ketua Umum IDI Jawa Timur Rakorda PDUI cabang Jawa Timur Surabaya, 14 Nopember 2013 Pelayanan kesehatan Tanggung jawab siapa? Bermutu,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.451, 2012 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Kewenangan Tambahan. Dokter. Dokter Gigi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 48/KKI/PER/XII/2010 TENTANG KEWENANGAN TAMBAHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredensialing dan Rekredensialing Ada beberapa definisi mengenai kredensialing dan rekredensialing yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Payne (1999) mendefinisikan kredensialing

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Registrasi. Berbasis Elektronik. Sistem Informasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Registrasi. Berbasis Elektronik. Sistem Informasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Registrasi. Berbasis Elektronik. Sistem Informasi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI REGISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, Menimbang : a. bahwa terhadap

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Penelitian observasional deskriptif adalah peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Penelitian observasional deskriptif adalah peneliti melakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional dan pengumpulan data menggunakan metode kuantitatif. Penelitian

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER dr. Meivy Isnoviana, S.H. Hak dan kewajiban dokter, berkaitan erat dengan transaksi terapeutik Transaksi terapeutik : terjadinya kontrak antara dokter dengan pasien 1

Lebih terperinci

Kepada Yth. Pasien RSUD Wirosaban di Yogyakarta

Kepada Yth. Pasien RSUD Wirosaban di Yogyakarta KUESIONER PENELITIAN Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wirosaban Kota Yogyakarta Kepada Yth. Pasien RSUD Wirosaban di Yogyakarta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran. Keanggotaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran. Keanggotaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran. Keanggotaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/MENKES/PER/I/2011 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan

Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan Judul Penelitian: Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan Undangan Penelitian: Kami meminta kesediaan

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN A Tujuan Sebagai proses pemberian informasi kepada pasien agar pasien memahami hak dan kewajibannya sebagai pasien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Bragolan Kabupaten Purworejo BPJS Kesehatan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 Pemetaan Tenaga Kesehatan Mutu Tenaga Kesehatan Untuk Memenuhi: 1.Hak dan Kebutuhan Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN Staf medis merupakan tenaga yang mandiri, karena setiap dokter dan dokter gigi memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola hubungan dokter dan pasien telah mengalami pergeseran dari zaman ke zaman. Hubungan antara dokter dan pasien yang dulunya menganut pola paternalistik berubah menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-1- PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

-1- PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN -1- PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 53 TAHUN 2013

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 53 TAHUN 2013 BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER DAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, baik oleh keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. kewenangan bidan praktik mandiri merupakan peran imperatif. Peran. imperatif yakni peran yang wajib dilaksanakan sesuai ketentuan.

BAB IV PENUTUP. kewenangan bidan praktik mandiri merupakan peran imperatif. Peran. imperatif yakni peran yang wajib dilaksanakan sesuai ketentuan. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Peran IBI dalam pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan bidan praktik mandiri merupakan peran imperatif. Peran imperatif yakni peran yang wajib dilaksanakan sesuai ketentuan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.867, 2015 KEMENKES. Praktik. Ahli Teknologi. Labotarium Medik. Penyelenggaraan. Izin. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG IZIN

Lebih terperinci

GAMBARAN SIKAP PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO

GAMBARAN SIKAP PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO GAMBARAN SIKAP PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO Tina Ferawati 1, Sri Sugiarsi 2, Sri Wahyuningsih 3 Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar 1,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai

Lebih terperinci

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA #

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA # Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA # Dody Firmanda Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

Lebih terperinci

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER Rosida 1, Siti Anawafi 1, Fanny Rizki 1, Diyan Ajeng Retnowati 1 1.Akademi Farmasi Jember

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER, BIDAN, AHLI GIZI, PENGOBATAN TRADISIONAL, APOTEKER DAN ASISTEN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP RIATI ANGGRIANI,SH,MARS,MHum KEPALA BAGIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.351, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. Fungsi. Tugas. Wewenang. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure

Lebih terperinci

Kata kunci : tingkat pengetahuan hak dan kewajiban pasien atas informasi medis. Kepustakaan : 17 ( )

Kata kunci : tingkat pengetahuan hak dan kewajiban pasien atas informasi medis. Kepustakaan : 17 ( ) TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN ATAS INFORMASI MEDIS PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR Yani 1, Sri Sugiarsi 2, Rohmadi 2 Mahasiswa APIKES

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Observasional deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Observasional deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif, dengan jenis data kuantitatif. Observasional deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien. Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta

Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien. Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta Informasi Konsumen Tanggung jawab dan keamanan produk Kredit Konsumen Asuransi Perniagaan Elektronik Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Lebih terperinci