Dwi Kartika Rukmi & Arip Hidayat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dwi Kartika Rukmi & Arip Hidayat"

Transkripsi

1 p-issn: e-issn: Hubungan Pengetahuan Kader Tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita Dengan Kemampuan Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) Oleh Kader Posyandu Di Desa Donoharjo Rumi Gunawan, Agnes Erida Wijayanti, & Heni Febriani Dukungan Informasi Keluarga Meningkatkan Self-Care Klien DM Tipe 2 Di Ambarketawang Sleman Yogyakarta Agustina Rahmawati, Astuti Yuni Nursasi, & Widyatuti Frekuensi Antenatal Care Mempengaruhi Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Sedayu 1 Bantul Wahyuningsih & Andriyani Shinta R. Efektifitas Edukasi Video Animasi Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan Pemulihan Kemampuan Berjalan Pada Pasien Pasca Pembedahan Arianti Arianti Pengaruh Implementasi Modern Dressing Terhadap Kualitas Hidup Pasien Ulkus Diabetikum Dwi Kartika Rukmi & Arip Hidayat Tantangan Dan Peluang Pembelajaran Dalam Jaringan : Studi Kasus Implementas Elok (E-Learning: Open For Knowledge Sharing) Pada Mahasiswa Profesi Ners Totok Harjanto & Dimas Septian Eko Wahyu Sumunar Efektivitas Pemberian Aromaterapilemon Terhadap Kecemasan Pada Lansia Di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo Yogyakarta Mohammad Judha & Endang Nurul Syafitri Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Motivasi Berhenti Merokok Pada Remaja Anafrin Yugistyowati & Rahmawati Pengetahuan Perawat Tentang Family Centered-Care Dengan Sikap Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Anak Anafrin Yugistyowati & Selamet Santoso Pengaruh Intervensi Edukasi Suportif Terhadap Kepatuhan Dalam Pengontrolan Tekanan Darah Pasien Hemodialisis Di Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung Raisa Farida Kafil, Helwiyah Ropi, & Urip Rahayu Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Puskesmas Sedayu I Bantul Wahyuningsih & Veny Narullita Published by : Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) Regional VIII Wilayah Yogyakarta collaborate with Undergraduate Nursing & Nurses Profession Program, Faculty of Health Sciences, and Indonesion National Nursis Assosiation University of Respati Yogyakarta, Jl Raya Tajem Km 1,5 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282: Telp (0274) , Fax (0274) , jk.respati.jogja@gmail.com Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Persalinan Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Pada Trimester III Di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta Marniani Konga Naha & Sri Handayani Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta Vol.5 Supplemen 1 Hal 1-61 Yogyakarta, 2018 p-issn: e-issn:

2 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 1-61 Proseding Seminar dan Pembekalan Intensive Uji Kompetensi AIPNI Regional VIII Februari 2018 p-issn: e-issn: Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta Diterbitkan oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) Regional VIII Wilayah Yogyakarta berkerjasama dengan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan & Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta didukung oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Komisariat Universitas Respati Yogyakarta serta Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPPM) Universitas Respati Yogyakarta. SUSUNAN REDAKSI Ketua Penyunting : Dwi Kartika Rukmi, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB Dewan penyunting : 1. Husnul Khatimah, S.Kep., Ns., MPH 2. Sarwinati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat 3. Dr. Sri Handayani, M.Kes 4. Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kep ALAMAT PENERBIT Jl Raya Tajem Km 1,5 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) jk.respati.jogja@gmail.com or umisuwarsi@gamil.com KETERANGAN PENERBITAN Proseding ini diterbitkan sebagai supplemen karya ilmiah dari Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta. Artikel yang diterbitkan ini telah dipilih dan disetujui oleh dewan penyunting dari kepanitiaan Acara Seminar dan Pembekalan Intensive Uji Kompetensi AIPNI Regional VIII Februari Pihak editor Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta berterima kasih telah dipercaya untuk mempublikasikan artikel-artikel tersebut. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis masing-masing. ii

3 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 1-61 p-issn: e-issn: DAFTAR ISI Hubungan Pengetahuan Kader Tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita Dengan Kemampuan Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) Oleh Kader Posyandu Di Desa Donoharjo Rumi Gunawan, Agnes Erida Wijayanti, & Heni Febriani Dukungan Informasi Keluarga Meningkatkan Self-Care Klien DM Tipe 2 Di Ambarketawang Sleman Yogyakarta Agustina Rahmawati, Astuti Yuni Nursasi, & Widyatuti Frekuensi Antenatal Care Mempengaruhi Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Sedayu 1 Bantul Wahyuningsih & Andriyani Shinta R. Efektifitas Edukasi Video Animasi Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan Pemulihan Kemampuan Berjalan Pada Pasien Pasca Pembedahan Arianti Arianti Pengaruh Implementasi Modern Dressing Terhadap Kualitas Hidup Pasien Ulkus Diabetikum Dwi Kartika Rukmi & Arip Hidayat Tantangan Dan Peluang Pembelajaran Dalam Jaringan : Studi Kasus Implementas Elok (E- Learning: Open For Knowledge Sharing) Pada Mahasiswa Profesi Ners Totok Harjanto & Dimas Septian Eko Wahyu Sumunar Efektivitas Pemberian Aromaterapilemon Terhadap Kecemasan Pada Lansia Di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo Yogyakarta Mohammad Judha & Endang Nurul Syafitri Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Motivasi Berhenti Merokok Pada Remaja Anafrin Yugistyowati & Rahmawati Pengetahuan Perawat Tentang Family Centered-Care Dengan Sikap Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Anak Anafrin Yugistyowati & Selamet Santoso Pengaruh Intervensi Edukasi Suportif Terhadap Kepatuhan Dalam Pengontrolan Tekanan Darah Pasien Hemodialisis Di Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung Raisa Farida Kafil, Helwiyah Ropi, & Urip Rahayu Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Puskesmas Sedayu I Bantul Wahyuningsih & Veny Narullita Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Persalinan Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Pada Trimester III Di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta Marniani Konga Naha & Sri Handayani Hal iii

4 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 1-4 HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER TENTANG KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BALITA DENGAN KEMAMPUAN PENGISIAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) OLEH KADER POSYANDU DI DESA DONOHARJO Rumi Gunawan 1*), Agnes Erida Wijayanti 1, Heni Febriani 2 1 Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Wira Husada Yogyakarta 2 Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Wira Husada Yogyakarta Abstrak Kartu Menuju Sehat (KMS) di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970, sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pada tahun 2015 sebanyak 65% (sekitar 12 juta) balita memiliki KMS. Kader merupakan tenaga sukarela yang membantu kegiatan posyandu dalam pemantauan pertumbuhan balita. Tidak semua kader tahu atau mampu dalam mengisi kartu menuju sehat. Sehingga pengetahuan dan kemampuan kader dalam pengisian kartu menuju sehat dapat menjadi lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat (KMS) balita dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) oleh kader posyandu di Desa Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif analitik dan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh kader aktif posyandu di Desa Donoharjo. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah 104 orang. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan ceklist kemampuan pengisian. Analisa data menggunakan uji Chi-Square. Pengetahuan kader tentang KMS di Desa Donoharjo adalah cukup sebanyak 63 kader (60,6%). Responden yang mampu dalam pengisian KMS adalah 70 kader (67,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat dengan nilai p- value 0,006 (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat (KMS) balita dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat oleh kader posyandu di Desa Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Kata Kunci: Pengetahuan, Kemampuan Pengisian, Kartu Menuju Sehat Abstract [The Relation Between Knowledge Of Cadre About Towards Health Card (KMS) Toddler With The Ability Of Filling Towards Health Card (KMS) By Posyandu Cadre In Donoharjo Village] Healthy Card (KMS) in Indonesia has been used since 1970, as the main means of growth monitoring activities. By 2015 as many as 65% (about 12 million) toddlers have KMS. Cadre is a volunteer that helps posyandu activities in monitoring the growth of under five children. Not all cadres know or are able to fill the healthy card. So the knowledge and ability of cadres in admission to the healthy card can be better. The purpose of this research was to find out the related of the cadre knowledge about healthy card (KMS) toddler with the ability to admission filling of healthy card (KMS) by posyandu cadres in Donoharjo Village Ngaglik Sleman Yogyakarta. This research was quantitative descriptive method with cross sectional approach. Research population was all active cadres of posyandu in Donoharjo Village and the sample are 104 people taken using total sampling. Data collection instrument used questionnaires and check the ability admission of the filling. Data analysis used chisquare test. Cadre knowledge about KMS in Donoharjo Village is quite as much as 63 cadres (60.6%). Respondents who were able to admission filling of KMS were 70 cadres (67.3%). The results showed that knowledge has correlation with the ability of admission filling of healthy card (KMS) with p-value 0,006 (p <0,05). Conclusion this research was there was a relation between the knowledge of cadre about healthy card (KMS) toddler with the ability to admission filling of healthy card by posyandu cadre in Donoharjo Village Ngaglik Sleman Yogyakarta. Keywords: Knowledge, Cadres, Healthy Card *) Corresponding author rumigunawan243@gmail.com 1

5 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Pendahuluan Posyandu sebagai salah satu bentuk UKBM yang terletak ditengah-tengah masyarakat, pada saat ini pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang jumlahnya mencapai lebih dari 289 ribu dan jumlah kader mencapai lebih dari 569 ribu, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Kemenkes RI, 2014). Hasil dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 73% ( ) balita ditimbang dan sebanyak 65% (sekitar 12 juta) balita memiliki KMS, Kartu menuju sehat (KMS) di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan (Permenkes RI, 2010). Proses pengisian kartu menuju sehat (KMS) yang bereperan adalah kader posyandu. Kader merupakan seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat (Ismawati C, dkk., 2010). Kader bertugas untuk melakukan penimbangan berat badan bayi, menentukan status pertumbuhan berdasarkan kurva KMS serta memberikan penyuluhan dan konseling gizi (Kemenkes RI, 2011). Oleh karena itu kader sangat diperlukan dan memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan posyandu, kader juga harus mengetahui kartu menuju sehat (KMS) dengan baik. Pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam memberikan pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku seorang kader dalam melakukan pelayanan Posyandu (Soviawati, 2011). Pengetahuan seorang kader tentang kartu menuju sehat dan kemampuan penggisian kartu menuju sehat merupakan langkah utama untuk meningkatkan derajat kesehatan pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut profil Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi DIY tahun 2016, bahwa di Provinsi DIY terdapat posyandu pada tahun 2013, sedangkan berdasarkan tingkat analisis perkembangan posyandu di Kabupaten Sleman pada tahun 2016 terdapat posyandu dengan jumlah kader aktif orang yang tersebar di wilayah kabupaten sleman. Diwilayah kerja Puskesmas Ngaglik II kabupaten Sleman pada tahun Terdapat 51 posyandu balita dari 3 Desa yaitu Donoharjo dengan jumlah posyandu balita (23), kader aktif (104) dan kader tidak aktif (22), Sariharjo dengan jumlah posyandu balita (14), kader aktif (118) dan kader tidak aktif (16), Sukoharjo dengan jumlah posyandu balita (14), kader aktif (66) dan kader tidak aktif (15). Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 22 November 2016, di Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, terdapat 104 kader aktif dari 23 posyandu balita yang ada di Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan hasil wawancara pada 10 kader dengan menggunakan 6 pertanyaan pengetahuan tentang KMS meliputi pengertian KMS, fungsi KMS, Manfaat KMS, penjelasan tentang KMS, langkah-langkah pengisian KMS, serta tindak lanjut hasil penimbangan. Di dapatkan hasil dengan kategori baik 3 orang, cukup 4 orang dan kurang 3 orang. Sedangkan untuk kemampuan dalam pengisian KMS menggunakan observasi dengan meletakkan garis titik berat badan bayi sesuai dengan hasil penimbangan. Di dapatkan hasil dengan kategori mampu 4 orang, dan tidak mampu 6 orang. 2. Bahan dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader aktif posyandu di Desa Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah 104 orang. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan ceklist kemampuan pengisian KMS. Analisa data menggunakan uji Chi- Square. Penelitian ini ada dua variabel yang diteliti yaitu variabel independent dan variabel dependent. Variabel independent adalah pengetahuan kader sedangkan variabel dependent adalah kemampuan pengisian. 3. Hasil Penelitian Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 104 responden yang paling banyak adalah dengan usia tahun (57,5%). Dengan tingkat pendidikan dari 104 responden yang paling banyak adalah pendidikan menengah 67 orang (64,4%). Status pekerjaan dari 104 responden yang paling banyak adalah ibu rumah tangga dengan 93 responden (89,4%). Lama Kerja Menjadi Kader dari 104 responden yang paling banyak adalah 0-11 tahun (72,1%). Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%) Usia Kader tahun 26 25, tahun tahun ,5 17,3 Pendidikan Kader Dasar 22 21,2 Menengah 67 64,4 Tinggi 15 14,4 Pekerjaan Kader Ibu Rumah Tangga 93 89,4 Swasta PNS Petani ,8 1,0 3,8 Lama Menjadi Kader 0-11 tahun 75 72, tahun tahun ,3 11,5 Total ,0 2

6 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 1-4 Pada tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang ikutserta dalam pelatihan dari 104 responden yang paling banyak adalah Ya mengikuti pelatihan sebanyak 94 responden (90,4). Sedangkan untuk pelatihan yang pernah diikuti dari 104 responden yang paling banyak adalah 0-2 pelatihan yang diikuti oleh 40 responden (38,5%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan keikutsertaan dalam pelatihan Karakteristik Frekuensi Persentase (n) (%) Keikutsertaan Pelatihan Ya 94 90,4 Tidak 10 9,6 Pelatihan yang diikuti 0-2 pelatihan 40 38,5 3-5 pelatihan 6-8 pelatihan ,7 29,8 Total ,0 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan kader di Desa Donoharjo paling banyak pada kategori cukup dengan 63 responden (60,6%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi pengetahuan kader tentang KMS Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%) Baik 41 39,4 Cukup 63 60,6 Total ,0 Berdasrkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa kemampuan pengisian kartu menuju sehat oleh kader di Desa Donoharjo Ngaglik dengan kategori mampu sebanyak 70 responden (67,3%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi pengetahuan kemampuan pengisian KMS Tingkat Kemampuan Frekuensi (n) Persentase (%) Mampu 70 67,3 Tidak Mampu 34 32,7 Total ,0 Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mempunyai pengetahuan dalam kategori cukup dengan mampu sebanyak 36 responden (34,6%), kategori cukup dengan tidak mampu 27 responden (26,0%), kategori baik dengan mampu 34 responden (32,7%), kategori baik dengan tidak mampu 7 responden (6,7%). Hasil uji statistik dengan menggunakan analisa data uji Chi Square didapatkan nilai p-value 0,006 < 0,05 yang berarti terdapat makna yang sgnifikan atau adanya hubungan antara pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat (KMS) balita dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) oleh kader posyandu di Desa Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Tabel 5 Hubungan Pengetahuan Kader Tentang KMS Balita Dengan Kemampuan Pengisian KMS oleh Kader Posyandu di Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta Kemampuan Pengetahuan Mampu Tidak mampu Total P-value F % F % F % Baik 34 32,7 7 6, ,4 0,006 Cukup 36 34, , ,6 Total 70 67, ,0 4. Pembahasan Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa pengetahuan seorang kader tentang kartu menuju sehat di Desa Donoharjo Ngaglik lebih banyak masuk dalam kategori cukup yaitu sebesar 60,6% dari 104 responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Laila Irawati dengan judul tingkat pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat (KMS) di Desa Watugede, Kemusu, Boyolali. Penelitian ini menyatakan bahwa tingkat pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat (KMS) di Desa Watugede terdapat pada tingkat pengetahuan cukup yaitu (69%) dari 58 jumlah responden yang di ambil sebagai sampel penelitian. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 diketahui bahwa kemampuan kader dalam melakukan pengisian kartu menuju sehat mampu yaitu 70 responden (67,3%) dari jumlah 104 responden (Hasibuan, 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silva Octariani di Desa Jetak Samirono, Getasan, Semarang. Dengan judul hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) balita, penelitian ini menujukkan bahwa dari 55 responden dengan kategori mampu dalam pengisian kartu menuju sehat yaitu 30 responden (54,5%) (Silva, 2013). Menurut (Notoatmodjo, 2010) tingkat pengetahuan terbagi dalam 6 tingkatan adalah tahu (know), memahami (chomprehensio), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), evaluasi (evaluation). Sedangkan menurut (Notoatmodjo, 2009) kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu berupa tugas atau tanggung jawab itu semua akan dipengaruhi oleh 3 faktor adalah pengetahuan, pelatihan dan masa kerja. Teori di atas sejalan dengan hasil yang dilakukan dalam penelitian ini dengan judul Hubungan pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat (KMS) balita dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) oleh kader posyandu menunjukkan bahwa hasil uji statistik dengan menggunakan analisa data uji Chi Square didapatkan nilai p-value 0,006<0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan atau bermakna antara pengetahuan kader tentang kartu menuju sehat 3

7 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 1-4 (KMS) balita dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) oleh kader posyandu di Desa Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Artinya pengetahuan cukup dan mampu mengisi kartu menuju sehat paling banyak (34,6%), tetapi pengetahuan baik dengan ketidak mampuan dalam pengisian pada kartu menuju sehat juga paling sedikit (6,7%). Hal ini diartikan bahwa semakin banyak pengetahuan baik seorang kader tentang kartu menuju sehat maka ketidakmampuan pengisian kartu menuju sehat akan lebih sedikit. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) balita yang dilakukan oleh Silva Octariani di Desa Jetak Samirono, Getasan, Semarang. Menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara hubungan pengetahuan kader dengan pengisian kartu menuju sehat (KMS) balita di Desa Jetak, Samirono, Getasan, Semarang (Notoatmodjo, 2009). Penelitian yang lain juga menjelaskan tentang hubungan pengetahuan dengan kemampuan pengisian lembar partograf yang dilakukan oleh urfina mazaya husna (2015) dengan menggunakan 70 mahasiswa sebagai responden. Menunjukkan bahwa nilai p-value 0,006 <0,05 yang berarti adanya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan dengan kemampuan pengisian. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tedapat hubungan antara pengetahuan tentang kartu menuju sehat (KMS) dengan kemampuan pengisian kartu menuju sehat (KMS) oleh kader posyandu. 6. Saran Tenaga kesehatan diharapakan mampu menciptakan kegiatan rutin seperti pelatihan dan pendidikan kesehatan terutama tentang kartu menuju sehat yang dilihat dari 2 aspek pengetahuan dan kemampuan masih dalam kategori cukup serta kemampuan pengisian yang masih banyak belum diketahui oleh kader, terlebih pada indikator 8 yaitu mengisi status pertumbuhan dari hasill hasil penimbangan dan standar KBM, sedangkan untuk pengetahuannya sendiri lebih banyak ketidaktahuan dalam indikator 4 yaitu penjelasan umum tentang kartu menuju sehat (KMS). Kader perlu mempertahankan pengetahuan baik yang dimiliki dan kemampuan mampu dalam pengisian kartu menuju sehat (KMS) di Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. 7. Referensi Hasibuan, M. S. (2006). Manajemen Dasar, Pengertian Dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara. Ismawati C, dkk. (2010). Posyandu Desa Siaga. Jogjakarta : Nuha Medika Kemenkes RI. (2011). Kader Posyandu. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Kemenkes RI. (2014). Pusat data dan Informasi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Notoatmojo, S. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmojo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Permenkes RI (2010). Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan. Diunduh dari : content/uploads/2012/05/pedoman- Penggunaan-KMS_SK-Menkes.pdf Silva, O., dkk. (2013). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Pengisian KMS Balita. Semarang: Universitas Ngudi Waluyo. ts/3964.pdf Soviawati, E. (2011). Pendekatan Matematika Realistik (PMR) untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa di tingkat sekolah dasar. Jurnal Edisi Khusus, 2(2),

8 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 5-8 DUKUNGAN INFORMASI KELUARGA MENINGKATKAN SELF-CARE KLIEN DM TIPE 2 DI AMBARKETAWANG SLEMAN YOGYAKARTA Agustina Rahmawati 1*), Astuti Yuni Nursasi 2, Widyatuti 2 1 Prodi Ilmu Keperawatan FIKES Universitas Aisyiyah Yogyakarta 2 Departemen Keperawatan Komunitas Universitas Indonesia Abstrak DM tipe 2 memiliki pengaruh cukup besar terhadap seluruh aspek kehidupan klien serta memiliki risiko terjadinya berbagai komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Self-care diyakini mampu mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan klien DM serta mencegah terjadinya komplikasi. Selain perhatian dan kasih sayang klien DM juga membutuhkan informasi terkait penyakit DM dari lingkungan sekitarnya termasuk keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan informasi keluarga dengan self-care klien DM tipe 2 di Kelurahan Ambarketawang Sleman Yogyakarta. Desain penelitian menggunakan analitic correlation dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dukungan informasi keluarga dan self-care kepada 119 responden. Dukungan informasi keluarga memiliki hubungan kuat (r= 0.749) dan positif dengan self-care klien DM tipe 2 (p value: 0,000). Kesimpulan penelitian ini adalah peningkatan dukungan informasi keluarga dianjurkan guna meningkatkan status kesehatan klien DM. Kata Kunci : Dukungan keluarga, Self-care, DM tipe 2 Abstract [Family Information Support Increasing Self-Care Client DM Type 2 In Ambarketawang Sleman Yogyakarta] DM type 2 has a considerable influence on all aspects of a client's life as well as having the risk of complications that can be life-threatening. Self-care is believed to be able to maintain and improve the health status of the diabetic patient and prevent complications. Person living with diabetic also requires information related to DM disease of the surrounding environment, including the family. This study aimed to determine the relationship of information support of the family with self-care of the diabetic patient. This is a noninterventional study, we asssessed 119 type 2 diabetic patient. The support of family information has a strong (r= 0.749) and positive relationship with self-care clients with type 2 diabetes (p value: 0,000). Conclution this research was improved the support of family information is recommended in order to improve the health status of the DM client. Keywords : Familly support, self-care, DM type 2 kadar gula darah (hiperglikemia) yang disebabkan adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (ADA 2010, dalam PERKENI, 2011). Gangguan tersebut disebabkan oleh sekresi hormon insulin yang tidak adekuat atau adanya fungsi insulin terganggu yang biasa disebut dengan resistensi insulin. Black & Hawk (2009) menjelaskan bahwa DM merupakan suatu penyakit kronik ditandai dengan ketidakmampuan tubuh melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehingga menyebabkan hiperglikemia. Klien DM di dunia sekitar 59 juta jiwa pada tahun 2010 dan akan meningkat 2,5 kali lipat sehingga mencapai 145 juta jiwa tahun Jumlah kasus DM mengalami peningkatan secara signifikan pada sepuluh tahun terakhir dan merupakan penyebab kematian keenam di dunia. Peningkatan jumlah kasus DM tersebut berdampak terhadap menurunnya usia 5 1. Pendahuluan Kejadian kesakitan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) semakin meningkat dan menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. PTM merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu penyakit tidak menular yang sekarang banyak terjadi adalah Diabetes Mellitus (DM) yang menyerang usia dewasa, lansia dan bahkan akhir-akhir ini juga menyerang anak-anak serta remaja. DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan *) Corresponding author agustinaakbar@unisayogya.ac.id

9 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, Maret 2018, 5-8 harapan hidup, meningkatnya angka kesakitan dan berkurangnya kualitas hidup (Nwankwo, Nandy & Nwanko, 2010). WHO (2013) menyatakan sebanyak 80% klien DM di dunia berasal dari negara berkembang salah satunya Indonesia. PERKENI (2015) menunjukkan data terbaru penderita DM di Indonesia telah mencapai 9,1 juta jiwa. Tingginya angka kejadian tersebut menempatkan Indonesia pada rangking keempat di dunia dengan jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Kasus DM tipe 2 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai salah satu provinsi di Indonesia mencapai 217 ribu kasus pada tahun 2014 dengan kejadian terbanyak di Kabupaten Sleman sebanyak 25 ribu kasus. Angka tersebut mengalami peningkatan 2 kali lipat di atas prevalensi tahun 2011 yaitu sebanyak 12 ribu kasus DM tipe 2 (Dinkes Sleman, 2015). Data lain menunjukkan bahwa DM tipe 2 pada kenyataannya lebih sering terjadi (90% - 95%) dari semua orang yang menderita DM (Black & Hawks, 2009). Hal ini berarti sebagian besar bahkan hampir 100% klien DM merupakan klien DM tipe 2. Penyakit DM tipe 2 memiliki pengaruh cukup besar terhadap seluruh aspek kehidupan klien dan memiliki risiko terjadinya masalah komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Masalah-masalah tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan penanganan segera dan pengontrolan DM secara ketat. Klien DM tipe 2 harus memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan pengontrolan terhadap penyakitnya yaitu dengan menjalankan perawatan diri (self-care). Self-care menggambarkan perilaku individu yang dilakukan secara sadar, bersifat universal dan terbatas pada diri sendiri (Weiler & Janice, 2007 dalam Kusniawati 2011). Orem (2001), dalam Aliigood & Tomey (2006) menjelaskan bahwa self-care mengandung dua makna yaitu perawatan untuk diri sendiri dan merawat diri sendiri. Hal tersebut berarti self-care merupakan keterampilan dalam berperilaku yang disadari oleh individu dan dilakukan dalam rangka memelihara kesehatan dan kesejahteraan serta mempertahankan kehidupan untuk kepentingan sendiri. Individu yang mampu melaksanakan selfcare secara efektif dan menyeluruh dapat membantu menjaga integritas dan fungsi tubuhnya. Self-care merupakan dasar untuk mengontrol diabetes dan mencegah komplikasi, peningkatan aktifitas self-care akan berdampak terhadap peningkatan status kesehatan klien DM (Xu Yin, Toobert, Savage, Pan & Whitmer 2008). Namun kenyataannya sebagian besar klien belum konsisten menjalankan aktifitas self care. Keluarga dipandang sebagai area yang penting dan merupakan dukungan terbesar bagi klien DM. Hal tersebut didukung dengan hasil review yang dilakukan Armour, Norris, Jack, Zhang dan Fisher (2005) yang mengatakan bahwa adanya keterlibatan anggota keluarga pada klien DM efektif dalam meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan kontrol gula darah. Pernyataan tersebut sesuai pula dengan teori self-care Orem yang memandang keluarga sebagai sarana memandirikan seseorang dalam pemeliharaan fungsi kesehatan (Setiawan dan Dermawan, 2008). Salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga kepada klien DM adalah dukungan informasi. Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Apabila seorang individu tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat, serta pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari pada klien DM tipe 2. Dukungan ini menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan. Namun pada kenyataannya banyak keluarga yang belum memahami jenis dukungan yang harus diberikan dan cara memberikan dukungan tersebut. Klien DM dengan segala masalah fisik, psikologis maupun psikososial tentunya sangat mengharapkan dukungan dari orang-orang terdekat untuk meningkatkan kepuasan dan kualitas hidupnya. Keluarga sebagai lingkungan terdekat klien diharapkan mampu memberikan dukungan berupa informasi dan nasihat kepada klien DM dalam menjalankan self-care. 2. Bahan dan Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, desain penelitian analitic correlation dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dukungan informasi keluarga dan kuesioner terkait self-care (The Summary of Diabetes Self-Care Activities/ SDSCA) mencangkup aktifitas pengaturan pola makan (diit), latihan fisik, pemantauan gula darah, pengobatan dan perawatan kaki. 3. Hasil Dan Pembahasan Distribusi rata-rata dukungan informasi didapatakan nilai p value= (α= 0.05) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara dukungan informasi dengan self-care klien DM Tipe 2. Terdapat hubungan yang erat dengan arah korelasi positif antara dukungan informasi dengan self-care, semakin tinggi dukungan informasi maka semakin tinggi pula skor self-care (r= 0.749). Tabel 1. Hubungan Dukungan Informasi dengan Self- Care Klien DM Tipe 2 Variabel Mean SD r p value Dukungan Informasi 24,22 8,119 0,749 0,000* *Hubungan signifikan pada p<0.05 6

10 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 5-8 Hasil uji statistik hubungan antara dukungan informasi dengan self-care pada klien DM tipe 2 didapatkan nilai p value: 0,000 dan nilai r: 0,749, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan positif antara dukungan informasi dengan selfcare klien DM tipe 2. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Herlinah (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan informasi dengan perilaku lansia hipertensi dengan nilai p value 0,000. Dukungan informasi yaitu dukungan yang dilakukan dengan memberi informasi, nasehat dan petunjuk tentang cara pemecahan masalah. Sekitar 50% responden menyatakan bahwa keluargannya sering membantu mencari informasi tentang penyakit DM, baik melalui buku majalah selebaran maupun mencari informasi kepada dokter, perawat atau tenaga medis yang lain, serta mencari tahu tentang terapi, latihan fisik untuk klien DM. Namun sebagian responden lainnya menyatakan bahwa keluarga jarang memberikan informasi terkait penyakit DM maupun perawatannya. Keluarga merupakan lingkungan yang mudah dijangkau, karena di Indonesia pada umumnya klien DM tinggal bersama keluarganya. Keluarga adalah pelaku rawat (care giver) yang tepat. Lingkungan keluarga bisa memberi pengaruh positif dalam upaya edukasi kepada klien DM. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat, memiliki peran besar dalam memberi arahan hidup sehat bagi anggota keluarga yang menderita DM. Peran keluarga sangat penting dalam keperawatan klien DM, dimana klien DM yang telah mengalami masa-masa sulit karena penyakit DM yang dideritanya sangat memerlukan perhatian dan peran keluarga untuk menghadapi masa-masa tersebut. Dukungan keluarga sangat penting untuk memotivasi klien dalam upaya menciptakan lingkungan yang terhindar dari stres akibat dari pengobatan yang dijalani. Dukungan keluarga sebagai pelindung dalam faktor pencetus stres dan menciptakan lingkungan yang nyaman sehingga dapat menjaga kontrol gula darah. Penyakit DM jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebro vaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal dan syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, paling sedikit dihambat (Waspadji, 2010). Menurut Antari, Rasdini dan Triyani (2011), dengan adanya dukungan keluarga sangat membantu penderita DM tipe 2 untuk dapat meningkatkan keyakinan akan kemampuannya melakukan perawatan diri. Penderita dengan dukungan sosial yang baik akan memiliki perasaan aman dan nyaman sehingga akan tumbuh rasa perhatian terhadap diri sendiri dan meningkatkan motivasi untuk melakukan pengelolaan penyakit. Mills (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang penting yang dapat dilakukan untuk mendukung anggota keluarga yang menderita DM, salah satu caranya adalah meningkatkan kesadaran diri untuk mengenali penyakit DM. Kesadaran bahwa penyakit DM tidak dapat disembuhkan akan memberikan kesadaran diri klien untuk mengelola penyakitnya. Bentuk dukungan lain yang dapat diberikan adalah dengan tinggal bersama klien, memberikan bantuan, menyediakan waktu, mendorong untuk terus belajar dan mencari tambahan pengetahuan tentang DM. Friedman (2003) menungkapkan bahwa dukungan informasi yang diberikan keluarga merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan kesehatan keluarga. Keluarga memberikan informasi terkait penyakit DM, komplikasi dan pengelolaannya kepada klien akan menambah pengetahuan klien. Dengan adanya pengetahuan diharapkan akan mampu merubah perilaku dan meningkatkan motivasinya dalam menjalankan self-care. Keberhasilan self-care klien DM tipe 2 membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi klien menuju perubahan perilaku. Keberhasilan perubahan perilaku, membutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Peningkatan pengetahuan mengenai penyakit DM tidak hanya berfokus kepada klien DM namun juga kepada keluarga sehingga keluarga mampu memberikan dukungan informasi kepada klien secara tepat. 4. Kesimpulan Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan informasi dengan self-care klien DM tipe 2 di Kelurahan Ambarketawang Gamping Sleman Yogyakarta. 5. Referensi Alligood, M.R. & Tomey, A.M. (2006). Nursingtheory : utilization & application. 3 th ed. Missouri : Mosby. Amour T.A, Norris, S.L, Jack, Zhang, X. and Fisher L. (2005). The Effetiveness of Family Interventions in People with Diabetes Mellitus : Systematic Review. Diabetes UK. Diabetes Medicine. 22, Black, J.M., & Hawk, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for positive outcome. 8 th ed. Singapore : Saunders Elsevier. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. (2013). Profil Kesehatan Sleman diakses pada tanggal 02 Maret 2016 Friedman,MM., Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2003). Family Nursing Research, Theory & Practice. 5th ed. New Jersey: Prentice Hall. 7

11 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, Maret 2018, 5-8 Friedman, MM., Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, teori dan praktik. Edisi 5. Jakarta : EGC. Herlinah, L. (2011) Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Lansia dalam Pengendalian Hipertensi di Kecamatan Kota Jakarta Utara. Tesis. FIK UI Kusniawati. (2011). Analisis Faktor yang Berkontribusi Terhadap Self Care Diabetes pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSU Tanggerang. Tesis. Tidak dipublikasikan. FIK.UI Nwankwo, C.H., Nandy, B. & Nwankwo, B.O. (2010). Factor Influencing desease selfmanagement among veterans with diabetes and poor glycemic control. Society of General Internal Medicine PERKENI. (2015). Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. WHO.(2013). eets/fs/312/en/ diakses tanggal 22 Februari 2016 Xu Yin, Toobert, D., Savage, C., Pan, W., & Whitmer, K. (2008). Factor influencing diabetes self-management in Chinese people with type 2 diabetes. Research ini Nursing & Health, 31,

12 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 9-13 FREKUENSI ANTENATAL CARE MEMPENGARUHI KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SEDAYU 1 BANTUL Wahyuningsih 1*), Andriyani Shinta R. 1 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Alma Ata Abstrak Anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk pada ibu dan janin yang dikandung. Kejadian anemia pada ibu hamil akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Adanya masalah anemia defisiensi besi selama kehamilan dapat diindentifikasi dengan pemeriksaan ANC melalui pemberian suplementasi tablet besi (Fe) yang sangat vital untuk kenaikan hemoglobin (Hb) darah ibu hamil. Menurut penelitian Subardi di Kabupaten Bantul, Ibu hamil yang tidak mendapat pelayanan ANC standar akan berakibat pada ketidakpatuhan minum tablet besi, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko terjadinya anemia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh frekuensi antenatal care terhadap kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil di Puskemas Sedayu 1 Bantul. Desain dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuanitatif dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode total samping dengan jumlah responden sebanyak 40 ibu hamil. Instrumen penelitian menggunakan buku KIA ibu hamil pada variabel kunjungan antenatal care dan kuesioner pada variabel kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe. Analisa bivariat menggunakan uji Chi-square. Nilai x 2 diperoleh hasil dengan nilai 9,401 dan nilai p value=0,002 (p<0,05) serta OR=17,889 (95% CI [1, ,782]), menunjukan bahwa ada pengaruh antara frekuensi antenatal care dengan kepatuhan mengkonsumsi tabet Fe pada ibu hamil trimester III. Kesimpulan penelitian ini adalah frekuensi antenatal care mempengaruhi kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul. Kata Kunci: Ibu Hamil Trimester III, Tablet Fe, Antenatal Care. Abstract [Influence Of The Frequency Of Antenatal Care Towards Compliance To Consume Fe Tablets At The Pregnant Women In Puskesmas Sedayu I Bantul] Anemia in pregnancy can be bad on mother and fetus that was conceived. The incidence of anaemia in pregnant women will increase the risk of the occurrence of maternal death compared to mothers who are not anemic. The existence of the problem of iron deficiency anemia during pregnancy can be identified by examination of the ANC through the giving of the supplementation of iron tablets (Fe) are very vital to increase the hemoglobin (Hb) of the blood of pregnant women. According to a study in Bantul Regency, Subardi, pregnant women who did not receive the service of the standard will result in ANC disobedience drink iron tablets, which will ultimately increase the risk of anemia. Objective this research was to know the influence of the frequency of antenatal care towards compliance to consume Fe tablets in pregnant women in Sedayu Puskemas 1 Bantul. The design in this study using kuanitatif research with crosssectional approach. Sampling method using the total number of respondents side with as many as 40 pregnant women. Research instrument using book KIA pregnant women at antenatal care visits and variables the questionnaire on variable compliance to consume Fe tablets. Analysis of the test using the bivariat Chi-square. The value of x 2 is obtained the result with the value and worth of p value = (p < 0.05) and OR = 17,889 (95% CI [1, ,782]), indicate that there are influences between the frequency of antenatal care with compliance to consume Fe tablet on pregnant women trimester III. Conclusion this reseach was the frequency of antenatal care affects compliance to consume Fe tablets on the III trimester of pregnant women at the Clinic I Sedayu Bantul Keywords: Pregnant Women Trimester III, Fe Tablet, Antenatal Care *) Corresponding author wahyuningsih.psik.aa@gmail.com 9

13 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Pendahuluan Anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk pada ibu dan janin yang dikandung, yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Anemia merupakan masalah gizi utama yang saat ini belum teratasi dengan baik diseluruh dunia, menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, 2 juta orang menderita anemia defesiensi besi dengan prevalensi sekitar 30% dari populasi ibu hamil dimana mereka mengalami defisiensi zat besi (Fe). Prevalensi anemia di Indonesia menurut RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 sebesar 37,1% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Pada bulan Oktober hasil perhitungan Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 didalam profil kesehatan Indonesia tahun 2015, menunjukkan peningkatan dari 228 per kelahiran hidup menjadi 359 per kelahiran hidup (Badan Pusat Statistik, 2015). Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 13%, aborsi tidak aman 11%, sepsis 10%, partus macet 9%. Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain disebabkan oleh anemia, malaria, hepatitis, tuberculosis, dan kardiovaskuler (Sacket, 2010). Anemia di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tertinggi di Kabupaten Bantul 25,60% dan terendah di kabupeten Sleman 10,19% (4). Pemerintah melakukan kebijakan bahwa dalam pelaksanaan pendistribusian tablet Fe salah satunya adalah melalui pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) pada saat antenatal care (ANC). Standar pemberian tablet Fe di Puskesmas Sedayu Bantul 1 dimulai saat usia kehamilan ibu memasuki 5 bulan. Masalah kesehatan selama kehamilan diindentifikasi dengan pemeriksaan ANC dimana pencegahan terhadap anemia dapat dilakukan selama masa kehamilan melalui pemberian suplementasi tablet besi (Fe) yang sangat vital untuk kenaikan hemoglobin (Hb) darah ibu hamil. Standar minimal pelaksanaan ANC bagi ibu hamil adalah sebanyak empat kali selama kehamilan hingga partus. Salah satu kegiatan dalam ANC adalah memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi dalam hal ini adalah konsumsi tablet Fe shingga ibu hamil tidak mengalami anemia seperti yang disimpulkan dalam penelitian Ita Purwanti (Purwanti, Machfoed, & Wahyuningsih, 2014). Hasil penelitian Subarda, di Bantul menunjukkan bahwa Ibu hamil yang tidak mendapat pelayanan ANC standar akan berakibat pada ketidakpatuhan minum tablet besi, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko terjadinya anemia. Hasil survei kesehatan nasional (Surkesnas) tahun 2004 menunjukkan bahwa kepatuhan minum pil besi makin tinggi seiring dengan makin tingginya pemeriksaan ANC dan meningkatnya sosial ekonomi rumah tangga (Subarda, Hakimi, & Helmyati, 2011). Berdasarkan penelitian Made Dwi Hendrayani di Puskesmas Denpasar 2 tahun 2012, perilaku ANC terbukti sebagai salah satu faktor risiko terjadinya anemia gizi dengan (OR=23,29) (Hendrayani, Anak Agung, & Mangku, 2013). Pelayanan antenatal merupakan kunci utama bagi wanita hamil untuk menerima promosi pelayanan kesehatan, nutrisi, pencegahan anemia, malaria, tuberculosis (TBC), infeksi menular seksual dan imunisasi tetanus toxoid. Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Bantul didapatkan cakupan kunjungan K4 ibu hamil tahun 2015 terendah terdapat di Puskesmas Sedayu I dengan cakupan kurang dari 71%. Selain itu, ibu hamil di wilayah Sedayu I masuk dalam kategori penderita anemia terbanyak ketiga setelah wilayah Bambanglipuro dan Pleret. Ibu hamil dengan kadar Hb 8 10 gr% di wilayah Sedayu I ada sebanyak 43 orang dari jumlah ibu hamil 342 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2015). Data kunjungan ANC ibu hamil dari hasil studi pendahuluan di wilayah Puskesmas Sedayu 1 tahun 2016, adalah sebanyak 298 dari total 312 ibu hamil (Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2015). Selain itu, peneliti melakukan wawancara pada beberapa ibu hamil di wilayah Puskesmas Sedayu 1 Bantul pada tanggal 26 Januari Hasilnya, 5 (83%) dari 6 ibu hamil dengan usia kandungan rata-rata memasuki trimester 3, mengaku telah secara rutin mengkonsumsi dan menghabiskan tablet Fe yang diberikan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Sedayu 1 Bantul dalam kurun waktu kunjungan ANC dua minggu sekali, sedangkan yang lainnya belum menghabiskan tablet Fe meskipun telah masuk kunjungan ANC yang selanjutnya. 2. Bahan Dan Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Desain yang digunakan dalam penelitian ini berupa rancangan pendekatan cross sectional, yaitu rancangan pengumpulan data penelitian yang dilakukan sekaligus dalam waktu tertentu (point time) (Machfoedz, 2016). Penelitian dilakukan selama satu bulan di Puskesmas Sedayu 1, Bantul. Jenis pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan teknik total sampling. Adapun kriteria sampel yang dipilih adalah kriteria inklusi berupa Ibu hamil trimester III yang melakukan kunjungan ANC, responden dapat membaca dan menulis, membawa buku KIA, bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi berupa ibu hamil tidak kooperatif atau tidak dapat bekerja sama, ibu hamil partus, ibu hamil tidak berada di Desa Sedayu I saat penelitian berlangsung. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui frekuensi kunjungan ANC adalah penggunaan data sekunder melalui buku KIA, sedangkan instrumen 10

14 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 9-13 untuk mengetahui pengaruh frekuensi ANC terhadap kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil menggunakan data primer berupa kuesioner. Frekuensi ANC merupakan variabel independen (bebas), dan kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe adalah veriabel dependen (terikat). Uji statistik dalam penelitian ini adalah uji Chi-square, digunakan untuk menguji pengaruh ANC terhadap kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe. 3. Hasil Dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 40 ibu hamil trimester III di wilayah Sedayu I, Bantul. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil Trimester III Karakteristik Responden Frekuensi (n) Presentase (%) Usia Ibu <20 tahun 1 2, tahun 34 85,0 >35 tahun 5 12,5 Gravida Primigravida 13 32,5 Multigravida 27 67,5 Pendapatan sosial <UMR 11 27,5 UMR 29 72,5 Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu mayoritas berusia tahun dengan jumlah sebanyak 34 (85%) dari jumlah keseluruhan 40 ibu hamil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2007), yang menilai bahwa masa reproduksi sehat, kurang resiko dengan komplikasi kehamilan adalah umur tahun, sedangkan kehamilan berisiko umur <20 dan >35 tahun (Notoatmodjo, 2007). Gravida atau jumlah kelahiran ibu paling banyak adalah multipara atau kehamilan kedua maupun lebih dari dua kali. Sebanyak 27 (67,5%) ibu hamil yang mengalami gravida mulipara sedangkan ibu yang belum paritas dan paritas primipara masing-masing sebanyak 13 (32,5%) ibu hamil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musbikin, bahwa pengalaman merupakan salah satu faktor seorang ibu hamil untuk melakukan kunjungan ANC (Musbikin, 2008). Pendapatan sosial dari keluarga ibu hamil mayoritas diatas rata-rata UMR kabupaten Bantul yaitu 29 (72,5%), dimana UMR Bantul adalah sebesar Rp Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Theresia Nancy di Kabupaten Bolang Monggodouw Utara (2016) bahwa pendapatan keluarga mempengaruhi kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe, semakin tinggi pendapatan keluarga maka pemenuhan nutrisi dan tablet Fe selama kehamilan akan semakin baik (Lesilolo, et al., 2016). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kunjungan Antenatal Care (ANC) Kunjungan ANC Frekuensi (n) Presentase (%) 4 kali 6 15,0 >4 kali 34 85,0 Total ,0 Berdasarkan Tabel 2 kunjungan ANC di Puskesmas Sedayu I didapatkan kunjungan ANC ibu hamil trimester III paling banyak adalah kunjungan > 4 kali sebanyak 34 (85%) orang, kunjungan ANC paling sedikit adalah 4 kali yang dilakukan oleh ibu hamil sebanyak 6 (15%) orang. Hal ini sesuai dengan data kunjungan ANC ibu hamil dari hasil studi pendahuluan di wilayah Puskesmas Sedayu 1 tahun 2016, adalah sebanyak 298 dari total 312 ibu hamil (Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2015). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe Kepatuhan Frekuensi (n) Presentase (%) Patuh 24 60,0 Tidak patuh 16 40,0 Total ,0 Berdasarkan Tabel 3 kepatuhan konsumsi tablet Fe di Puskesmas Sedayu I didapatkan mayoritas ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet Fe yaitu sebanyak 24 (60%) orang, sedangkan yang tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe adalah sebanyak 16 (40%) ibu hamil. Hal ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan pada 26 Januari 2017,yaitu 5 (83%) dari 6 ibu hamil dengan usia kandungan rata-rata memasuki trimester 3, mengaku telah secara rutin mengkonsumsi dan menghabiskan tablet Fe yang diberikan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Sedayu 1 Bantul dalam kurun waktu kunjungan ANC dua minggu sekali. Berdasarkan Tabel 4 tabulasi silang antara frekuensi antenatal care (ANC) dan kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kategori terbanyak adalah pada frekuensi ANC tinggi dan patuh mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 23 (71,9%) ibu hamil. Kategori paling sedikit adalah pada frekuensi ANC rendah dan patuh mengkonsumsi tablet Fe yaitu ada sebanyak 1 (12,5%) ibu hamil. Nilai x 2 pada tabel diperoleh hasil dengan nilai 9,401 dan nilai p value=0,002 (p<0,05) hasil tersebut menunjukan bahwa ada pengaruh antara frekuensi ANC dengan kepatuhan mengkonsumsi tabet Fe pada ibu hamil trimester III. Nilai OR=17,889 (95% CI [1, ,782]) yang berarti ibu hamil dengan kunjungan ANC rendah memiliki peluang 18 kali lebih besar untuk tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe daripada ibu hamil dengan kunjungan ANC tinggi. 11

15 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 9-13 Tabel 4 Tabulasi Silang antara Frekuensi Antenatal Care (ANC) terhadap Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Frekuensi ANC Patuh Tidak Patuh Total f % f % f % Tinggi 23 71,9 9 28, ,0 Rendah 1 12,5 7 87, ,0 Total 24 60, , ,0 X 2 (p Value) 9,401 (0,002) OR 95% CI 17,889 Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Theresia Nancy, bahwa hasil data responden menunjukkan uji Chi Square pada tingkat kemaknaan 95% menunjukkan nilai p = 0,047. Nilai p ini lebih kecil dari nilai a = 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara antenatal care terhadap kadar hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Bolaang Mongondouw Utara, dimana kadar hemoglobin dipengaruhi oleh konsumsi tablet Fe, dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak. Adanya masalah kesehatan selama kehamilan dapat diindentifikasi dengan pemeriksaan ANC dimana pencegahan terhadap anemia defisiensi besi dapat dilakukan selama masa kehamilan melalui pemberian suplementasi tablet besi (Fe) yang sangat vital untuk kenaikan hemoglobin (Hb) darah ibu hamil (Lesilolo, et al., 2016). Hasil lain yang sesuai untuk menunjang penelitian ini adalah penelitian Made Dwi Hendrayani di Puskesmas Denpasar 2, bahwa perilaku ANC terbukti sebagai salah satu faktor risiko terjadinya anemia gizi. Dalam studi tersebut dijelaskan, kontak pertama ibu hamil dijumpai mayoritas (53,5%) setelah trimester 1 dengan frekuensi pemeriksaan yang tidak memadai dan terbukti sebagai faktor risiko anemia (OR=23,29). Pelayanan ANC merupakan kunci utama bagi wanita hamil untuk menerima promosi pelayanan kesehatan, nutrisi, pencegahan anemia, malaria, tuberculosis (TBC), infeksi menular seksual dan imunisasi tetanus toxoid (Hendrayani, Anak Agung, Mangku, 2013). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Subarda, dkk (2011), di Kabupaten Asahan diperoleh ibu hamil dalam minum tablet besi (p<0,05). Nilai OR pelayanan ANC yang diperoleh sebesar 3,125 (IK95%=1,562-6,251) yang berarti ibu hamil dengan pelayanan ANC yang tidak baik mempunyai peluang 3,125 kali lebih tinggi untuk tidak patuh minum tablet besi dibandingkan ibu hamil dengan pelayanan ANC baik setelah dikontrol variabel pengetahuan. Sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia, pemeriksaan penentuan anemia, dan konsultasi gizi dengan kepatuhan ibu hamil minum tablet besi. Pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia bersamasama dengan pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi, namun pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengetahuan ibu hamil (Purwanti, I, Machfoed, I, & Wahyuningsih, 2014). Dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Febriana Rahmawati, berdasarkan hasil uji bivariat, diketahui adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet besi folat (r = 0,370; p = 0,005). Penelitian serupa yang dilakukan di RSUD Arifin Nu mang menunjukkan bahwa pengetahuan ibu hamil yang baik mengenai tablet besi folat akan mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet. Pengetahuan ibu hamil ini tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal tetapi juga dapat diperoleh melalui penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan (Rahmawati, Febriana, & Subagio, 2012). Begitu pula dengan penelitian oleh Namchar Kautshar, Suriah, dan Nurhaedar di Puskemas Bara Baraya, Makasar, bahwa dari hasil uji bivariat didapatkan hasil, ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil, dukungan keluarga, peran petugas kesehatan, dan ketersediaan tablet Fe dengan kepatuhan konsumsi tablet Fe pada ibu hamil di Puskesmas Bara Baraya Makasar. Masing masing dengan nilai p = 0,003 untuk pengetahuan ibu, p = 0,02 untuk dukungan keluarga, p = 0,028 untuk peran petugas kesehatan, dan p = 0,007 untuk ketersediaan tablet Fe (Kautsar, dkk., 2014). 4. Simpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh Frekuensi ANC terhadap kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul. Selain itu, ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan ANC beresiko 18 kali lebih besar untuk tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe dibandingkan dengan ibu yang melakukan kunjungan ANC. Saran bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti terkait faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul, seperti faktor pengetahuan, dukungan keluarga, peran petugas kesehatan atau ketersediaan tablet zat besi. Bagi Tenaga Kesehatan Perawat dan Bidan di Puskesmas Sedayu I Bantul agar memberikan ceklis jadwal minum tablet Fe, dan memintanya setiap kunjungan ANC. 12

16 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Referensi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Badan Pusat Statistik. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Badan Pusat Statistik Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. (2015). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul. Yogyakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2015). Profil Kesehatan Provinsi DIY 2015 (Data Tahun 2014). Yogyakarta: Dinkes DIY Hendrayani, M.D., Anak Agung S.S, Mangku, K. (2013). Perilaku Pemeriksaan Antenatal Sebagai Faktor Risiko Anemia Gizi Ibu Hamil di Puskesmas II Denpasar Selatan Tahun Public Health and Preventive Medicine Archive. Volume 1. Nomor 1. Juli 2013 Kautshar, Namchar, Suriah, & Jafar, N. (2014). Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi (Fe) di Puskesmas Bara- Baraya Tahun Naskah Publikasi: Universitas Hasanudin, Makasar; 2014 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012).Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta: Ditjen Bina GIKIA Lesilolo, Theresia, N., Joice N.A. Engka, Herlina W.S. (2016). Wungouw. Hubungan Pemberian Tablet Besi dan Antenatal Care Terhadap Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil. Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 Machfoedz, I. (2016). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta: Fitramaya Musbikin, I. (2008). Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta: Mitra Pustaka Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Purwanti, I, Machfoed, I, & Wahyuningsih. (2014). Pengetahuan tentang Nutrisi berhubungan dengan status anemia pada ibu hamil di puskesmas Sewon II Bantul Yogyakarta Tahun Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (JGDI) Vol 02, Nomor 02 Mei 2014:62-67 Rahmawati, Febriana, & Subagio, H.W. (2012). Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Besi Folat pada Ibu Hamil dan Faktor yang Mempengaruhi. Artikel Penelitian: Universitas Diponegoro Sacket. (2010). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Subarda, Hakimi, M., Helmyati, S. (2011). Pelayanan Antenatal Care dalam Pengelolaan Anemia Berhubungan dengan Kepatuhan Ibu Hamil Minum Tablet Besi. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. 8, No. 1, Juli 2011:

17 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, EFEKTIFITAS EDUKASI VIDEO ANIMASI MOBILISASI DINI DENGAN KECEPATAN PEMULIHAN KEMAMPUAN BERJALAN PADA PASIEN PASCA PEMBEDAHAN Arianti Arianti *) PSIK-FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak Mobilisasi merupakan faktor utama dalam mempercepat pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca bedah.pemberian edukasi tentang pentingnya mobilisasi sebaiknya diberikan kepada pasien pembedahan, guna untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif Quasy Experimental, dengan rancangan penelitian posttest with control group design. Tiga puluh responden yang memenuhi kriteria inklusi selanjutnya dibagi dalam 15 orang responden pada kelompok eksperimen dan kontrol. Pengukuran kecepatan kemampuan berjalan menggunakan format observasi dilakukan sejak jam ke-0 pasca pembedahan. Terdapat perbedaan kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada kelompok kontrol dan intervensi. Kecepatan berjalan pada kelompok kontrol adalah 51,4 jam, sedangkan pada kelompok intervensi adalah 34,33 jam. Hasil uji independent sample test ditemukan nilai signifikansi p=0,000. Pemberian edukasi video animasi mobilisasi dini mampu meningkatkan kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada pasien pasca pembedahan. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat menggunakan edukasi dengan video animasi mobilisasi dini untuk mempercepat pemulihan kemampuan berjalan pasien pasca pembedahan. Kata kunci: Mobilisasi Dini, Pasca Pembedahan, Pemulihan Kemampuan Berjalan Abstract [Effectiveness Of Education Used Early Mobilization Animation Video With The Recovery Speed Of Walk Ability On Post-Surgery Patients] Mobilization is a main factor in accelerating the recovery and preventing of post-surgery complications. Educating on the importance of mobilization should be given to surgical patients, in order to increase the knowledge and patient s abilty to mobilize. This research used Quasy Experimental method, with posttest control group design. Thirty respondents who met the inclusion criteria were divided in to two groups, each group were 15 respondents in the experimental and control group. Measurement of the recovery speed of walking ability using the observation format is done since the hour to-0 post-surgery. There was a difference in the speed of recovery of walk ability in the control and intervention groups. The recovery speed of walk ability in the control group was 51.4 hours, while in the intervention group was hours. The test result of independent sample test found significance value p = 0,000. The provision of early mobilization animation video can improve the recovery speed of walk ability in post-surgery patients. Nurses as nursing care giver can use education with early mobilization animation video to accelerate recovery of walk ability in post-surgery patients. Keywords: Early Mobilization, Post-Surgery,Recovery Of Walk Ability 1. Pendahuluan Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan di akhiri dengan penutupan dan penjahitan (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Pembedahan merupakan bagian dari penanganan dari gangguan kesehatan seperti trauma, persalinan yang tidak lancar, keganasan, infeksi, dan penyakit jantung (Weiser, et.al., 2016) *) Corresponding author arianti@umy.ac.id Pembedahan sendiri juga menimbulkan dampak pada pasien. Masalahkeperawatan yang terjadi pada pasien pasca pembedahan meliputi impairment, functional limitation dan disability. Impairment merupakan nyeri akut pada bagian lokasi pembedahan, takut dan keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS), (Kristiantari 2009). Functional limitation merupakan ketidakmampuan berdiri, berjalan, serta ambulasi dan disability merupakan aktivitas yang terganggu karena keterbatasan gerak akibat nyeri dan prosedur medis. Salah satu peran perawat dalam perawatan pasca pembedahan adalah memberikan mobilisasi 14

18 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, dini pada pasien.world Health Organization sejak tahun 2003, telah menetapkan langkah awal untuk mencegah komplikasi pasca bedah adalah dengan mobilisasi dini (Weiser, et.al., 2016). Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Perry & Potter, 2006). Mobilisasi merupakan tindakan mandiri bagi seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah. Manfaat dari mobilisasi dini antara lain: peningkatan kecepatan kedalaman pernafasan, peningkatan sirkulasi, peningkatan berkemih dan metabolism (Clark et al, 2013). Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernapasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Namun, bila terlalu dini dilakukan dengan teknik yang salah, mobilisasi dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, mobilisasi harus dilakukan secara teratur dan bertahap, diikuti dengan latihan range of motion (ROM) aktif dan pasif (Roper, 2002).Tahapan mobilisasi dini dapat dilakukan pada 6-24 jam pertama pasca pembedahan, dilakukan dengan latihan gerak, meliputi latihan rentang gerak penuh dan batuk efektif, tarik nafas dalam, perubahan posisi dengan cara miring kiri dan miring kanan, pasien dilatih untuk duduk ditempat tidur dengan kaki terlentang kebawah sampai pasien dibantu untuk berdiri dengan didampingi perawat atau keluarga (Clark, et.al, 2013). Kemauan pasien dalam melaksanakan mobilisasi khususnya latihan rentang gerak sendi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seperti usia, status perkembangan, pengalaman masa lalu atau riwayat pembedahan sebelumnya, gaya hidup, proses penyakit atautrauma, tingkat pendidikan dan pemberian informasi oleh petugas kesehatan (Kozier, 1995 dalam Ningsih 2011). Pemberian informasi oleh petugas kesehatan, khususnya perawat, salah satunya melalui pendidikan kesehatan atau edukasi. Pemberian edukasi tentang pentingnya mobilisasi sebaiknya diberikan kepada pasien pembedahan, guna untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi (Kozier, 2008). Edukasi memerlukan media yang menarik dan inovatif dengan tujuan meningkatkan pemahaman pada peserta didik. Pemberian edukasi kepada pasien selama ini masih terbatas pada penggunaan media leaflet ataupun poster. Ambarwati (2014) menemukan data bahwa setelah edukasi pada siswa SD dengan menggunakan leaflet dan video, sebanyak (52,08%) peserta didik sangat tertarik menggunakan video dan sebanyak (41,67%) peserta didik tertarik menggunakan leaflet. Senada dengan hal tersebut, Eriayanto (2010) menemukan data bahwa edukasi menggunakan video sangat efektif bagi peserta didik pada siswa SMA. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa edukasi menggunakan media seperti video mampu meningkatkan daya tangkap peserta didik. Aksoy (2012) menyatakan bahwa metode animasi lebih efektif daripada metode pengajaran secara tradisional dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pada penelitian ini akan digunakan sebagai sarana pembelajaran pasien post pembedahan dengan durasi enam menit 20 detik yang dapat diputar dengan media laptop, televisi dan handphone (Al-Muharram & Arianti, 2015). Peran perawat sebagai educator dan caregiver di rumah sakit masih sangat minim dalam melakukan mobilisasi dini. Peneliti menemukan bahwa hanya 38.5% perawat yang melakukan implementasi mobilisasi dini pada pasien pasca bedah, dan 60% dari perawat tersebut hanya melakukan edukasi mobilisasi dini melalui lisan (Noor & Arianti, 2015). Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui efektifitas edukasi dengan menggunakan video animasi mobilisasi dini pada pasien pasca bedah. 2. Bahan dan Metode Metode penelitian dalam penilitian ini merupakan metode penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang dipakai menggunakan Quasi Experimental, dengan rancangan penelitian posttest with control group design. Kelompok eksperimen diberikan video edukasi mobilisasi dini satu hari sebelum pembedahan. Pada kelompok kontrol responden diberikan intervensi standar pra pembedahan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya desain penelitian dapat dilihat pada tabel satu. Pengukuran pemulihan kemampuan kecepatan berjalan diukur dengan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh pasien dan perawat, sejak pasien tiba di ruang rawat pasca pembedahan (satuan jam) sampai pasien mampu berjalan di sekitar tempat tidur pasien. Populasi pada penelitian ini adalah pasien prapembedahan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sample diambil dengan tehnik purposive sampling sebanyak 30 pasien pra-pembedahan selama bulan Juni sampai Agustus 2017, dengan kriteria: 1). Berusia lebih dari 18 tahun; 2). Rawat inap H-1 sebelum menjalani pembedahah; 3). Mampu berdiri dan berjalan sebelum dirawat; 4). Terdapat keluarga yang selalu mendampingi pasien selama rawat. Sampel akan dieksklusi jika tanda-tanda vital tidak stabil pasca bedah. 3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Karakteristik 30 responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi mayoritas berjenis kelamin perempuan (66,7%) dan pada kelompok kontrol 15

19 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, mayoritas berjenis kelamin laki laki (73,3%). Karakteristik lainnya adalah mayoritas pendidikan pada kelompok intervensi dan kontrol berada pada kategori pendidikan menengah (60%). Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik Responden Intervensi (N=15) Kontrol (N=15) N % N % Jenis Kelamin Laki-Laki 5 33, ,3 Perempuan 10 66,7 4 26,7 Pendidikan Rendah 0 0,0 2 13,0 Menengah 9 60, ,0 Tinggi 6 40,0 2 13,0 Anastesi Regional 12 80,0 6 40,0 General 3 20,0 9 60,0 Usia Remaja 2 13,3 1 6,7 Dewasa 10 66, ,7 Lanisa 3 20,0 1 6,7 Jenis anastesi yang digunakan pada saat pembedahan kelompok intervensi adalah anastesi regional sebanyak (80%) dan pada kelompok kontrol anastesi general(60%). Mayoritas usia padakelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah berusia dewasa (66,7% dan 86,7%). Kemampuan berjalan pada kelompok kontrol diukur menggunakan lembar observasi yang sudah tersedia yang berisikan waktu dan kegiatan apa yang dilakukan pasien pasca pembedahan dari hari O sampai responden mampu untuk berjalan disekitar tempat tidur. Kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada kelompok kontrol. Kecepatan pemulihan kemampuan berjalan yang paling cepat adalah pada 34 jam dan paling lama pada 68 jam. Kecepatan rata-rata pemulihan kemampuan berjalan kelompok kontrol adalah 51,4 jam. Tabel 2. Perbedaan Kecepatan Pemulihan Kemampuan Berjalan Kemampuan Kontrol (N=15) Intervensi (N=15) Responden Mean SD P Mean SD P Berjalan 51,40 7,462 0,000 34,33 8,423 0,000 Kemampuan berjalan pada kelompok intervensi diukur menggunakan lembar observasi yang sudah tersedia yang berisikan waktu dan kegiatan apa yang dilakukan pasien pasca pembedahan dari hari O (0-24 jam) sampai responden mampu untuk berjalan disekitar tempat tidur. Kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada kelompok intervensi paling cepat 24 jam dan paling lama 48 jam.waktu rata-rata kecepatan pemulihan berjalan pada kelompok intervensi adalah 34 jam, terhitung sejak reponden kembali ke ruang perawatan, pasca pembedahan. Terdapat perbedaan pada kecepatan pemulihankemampuan berjalan di tempat tidur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, setelah dilakukan uji independent sample t- test. Pada tabel 2, Hasil analisis dengan uji independent sample t-test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol diperoleh nilai p=<0,000dimana p<0,05. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa edukasi dengan video animasi mobilisasi dini pada pasien pasca bedah, dapat meningkatkan kecepatan pemulihan kemampuan berjalan. 4. Pembahasan Pemberian edukasi dengan video animasi mobilisasi dini terbukti mampu mempercepat pemulihan kemampuan berjalan pada pasien pasca pembedahan. Menurut Epstein (2014) protokol mobilisasi dini pada pasien yang menjalani pembedahan terbukti mampu membuat pasien ke luar dari tempat tidurnya lebih cepat, dan akan menurunkan kematian perioperatif dan length of stay (LOS). Chua, Hart, Mittal, et.al (2017) juga menemukan bahwa 9,4% pasien Total Hip Arthroplasty (THA) mampu melakukan mobilisasi pada hari ke-0 pasca pembedahan. Hal ini dapat terjadi jika kita membuat perubahan pada kebiasaan perawatan pasca pembedahan. Mobilisasi dini adalah mengoptimalkan kemampuan pasien untuk dapat ke luar dari tempat tidurnya segera di hari pertama pembedahan. Hal ini dapat berhasil jika edukasi dilakukan pada pasien, keluarga pasien, para perawat, dan seluruh tenaga kesehatan, untuk meningkatkan status kesehatan pasien dan mengurangi lama rawat (Eipstein, 2014). Berdasarkan karakteristik responden pada penelitian ini, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada kelompok intervensi. Faktor yang pertama adalah sebagian besar responden memiliki pendidikan menengah dan tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kozier (2008) bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup dan perilaku kesehatannya. Selain faktor tersebut, media edukasi yang menggunakan video animasi juga terbukti efektif dibandingkan edukasi dengan standar rumah sakit yang masih menggunakan edukasi melalui lisan. Penggunaan video dalam edukasi terbukti meningkatkan pemahaman materi pada peserta didik siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Piri 1 Yogyakarta (Dionysius, 2017). Visualisasi mampu meningkatkan penyerapan informasi sebanyak 80% pada peserta didik (Grace, 2013).Pemanfaatan teknologi juga dapat untuk membuat teks, grafik, audio, gambar gerak (video dan animasi) sehingga pemakai dapat melakukan navigasi dan berkomunikasi. Suyami (2012) mengatakan bahwa dengan menggunakan media animasi peserta didik mampu mengingat 50% dari yang dilihat, didengar 16

20 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, dan apa yang dilakukan dalam animasi tersebut. Durasi video animasi yang singkat dapat menghindari dari kesalahpahaman dalam memahami materi dan animasi dapat ditampilkan dua kali bahkan lebih, sehingga audiens mampu memahami isi video animasi yang disampaikan. Video animasi mobilisasi dini yang diberikan kepada pasien post pembedahan berupa edukasi yang efektif diberikan selama lima sampai tujuh menit, maka video animasi ini menjadi efektif untuk diberikan pada pasien post pembedahan. Salah satu penunjang keberhasilan dalam kelompok kontrol yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan komunikasi dua arah antara peneliti dan responden yang bertujuan untuk menyampaikan manfaat dari mobilisasi dini yang akan dilakukan. Manfaat mobilisasi menurut Kalisch (2013) antara lain: 1). Manfaat fisik seperti Nyeri, DVT, dan kelelahan; 2). Manfaat psikologis seperti kecemasan, distress, kenyamanan, depressive mood dan kepuasaan selama di ruang perawatan; 3). Manfaat sosial seperti kualitas hidup dan kemandirian pasien; 4). Manfaat organisasional seperti lama hari perawatan, mortality dan biaya perawatan pasien.manfaat inilah yang peneliti tekankan saat melakukan interaksi dengan responden selama penelitian berlangsung sehingga dapat tercipta hubungan saling percaya antara peneliti dengan responden. Faktor lain yang penting dalam intervensi penelitian ini adalah peneliti memberikan motivasi dan mendampingi responden dalam melakukan mobilisasi dini setelah edukasi dengan video animasi.banyak usaha yang diperlukan untuk memotivasi seseorang individu untuk melakukan mobilisasi dini, bimbingan dan dukungan secara langsung sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan mobilisasi dini. Menurut Stanford dalam Kuntoro dalam (Horhoruw, 2015) ada tiga hal yang membuat orang termotivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dengan tujuan. Kebutuhan akan muncul karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang baik fisiologis maupun pskikologis, Sedangkan dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan akhir dari siklus motivasi. Motivasi yang diberikan merupakan rangsangan, dorongan atau penggerak terjadinya suatu tingkah laku dalam mencapai suatu tujuan untuk berperilaku sehat, diperlukan pengetahuan yang tepat, motivasi dan ketrampilan untuk berperilaku. karena pada dasarnya manusia tidak menyukai keadaan yang tidak seimbang, maka ia berusaha membuat seimbang dengan mencari pengetahuan baru yang sejalan dengan perilakunya atau mengubah perilakunya agar sejalan dengan pengetahuan. 5. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada kelompok kontrol tercapai rata-rata pada jam ke 51, 2) Kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada kelompok intervensi tercapai rata-rata pada jam ke 34, dan 3) Edukasi video animasi mobilisasi dini terbukti efektif dalam kecepatan pemulihan kemampuan berjalan pada pasien pasca pembedahan. 6. Referensi Aksoy, G. (2012). The effects of animation technique on the 7 th Grade Science and Technology Course. Scientific Research. Vol.3, No.2: Al-Muharam, I.A, & Arianti (2015) Video Animasi Mobilisasi Dini sebagai Sarana Pembelajaran Pasien Post Pembedahan. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Ambarwati. (2014). Media Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD Tentang Bahaya Merokok. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Chua, M. J., Hart, A. J., Mittal, R., Harris, I. A., Xuan, W., & Naylor, J. M. (2017). Early mobilisation after total hip or knee arthroplasty: A multicentre prospective observational study. PloS one, 12(6), e Clark, E. Diane, Lowman, D. John, Griffin, L. Russell, Mattehws, M. Helen, Reiff, A. Donald, (2013). Effectiveness of an Early Mobilization Protocol in a Trauma and Burns Intesive Care Unit. Critical Illness, 93, Dionysius AY, B. S. (2017). Pengaruh pembelajaran menggunakan media visual terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran pengetahuan dasar teknik mesin di SMK Piri 1 Yogyakarta. Jurnal pendidikan vokasional teknik mesin Vol 5, No 3, Epstein, N. E. (2014). A review article on the benefits of early mobilization following spinal surgery and other medical/surgical procedures. Surgical neurology international, 5(Suppl 3), S66. Grace, P. (2013). Hubungan Penggunaan Laptop dengan Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e Biomedik (ebm), Volume 1, nomor 1 Horhoruw, M.C. (2015). Hubungan Motivasi Perawat dengan Kemampuan Mobilisasi pasien Post Operasi sectio Caesarea di Ruangan Melati RS Tk III R.W Mongosidi Manado. Jurnal Keperawatan Vol 3, No 2, 1-7. Kalisch, S. L. (2013). Outcomes of inpatient mobilization: a literature review. Journal of Clinical Nursing, Kozier, B. (2008). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice. Jakarta: EGC. Kristiantari, R. (2009). Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Kondisi Post Operasi Fraktur 17

21 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Femur 1/3 Distal Dextra dengan Pemasangan plate and screw di RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Multimedia di Rumah sakit. ONE. 12(6):e Noor, R.S & Arianti. (2015). Gambaran Tindakan Mobilisasi Dini oleh Perawat pada Pasien Post Pembedahan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Thesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diakses dari Perry, A.G. & Potter, P.A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Praktik. Jakarta: EGC Roper, N. (2002). Prinsip-prinsip Keperawatan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika Sjamsuhidajat, R., & Jong, W.D. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3ed). Jakarta: EGC Suyami. (2012). Interaktif Media Pembelajaran untuk Perawatan Bayi Berbasis Multimedia di Rumah Sakit. Diakses dari SIMSUYAMI.pdf.. Pada 27 Februari 2015 Weiser, T. G., Haynes, A. B., Molina, G., Lipsitz, S. R., Esquivel, M. M., Uribe-Leitz, T.,... & Gawande, A. A. (2015). Estimate of the global volume of surgery in 2012: an assessment supporting improved health outcomes. The Lancet, 385, S11. 18

22 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, PENGARUH IMPLEMENTASI MODERN DRESSING TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN ULKUS DIABETIKUM Dwi Kartika Rukmi, Arip Hidayat *) Universitas Achmad Yani Yogyakarta Abstrak Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hypergliclemia) kronik. Kadar gula darah secara berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi salah satunya adalah ulkus kaki diabetik. Luka kronik yang ditimbulkan berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya, sehingga diperlukan intervensi yang dapat membantu dalam meningkatkan status kesehatan dan status kualitas hidupnya Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perawatan luka dengan modern dressing terhadap perbaikan kualitas hidup pasien ulkus diabetikum. Rencana Penelitian ini adalah Pra-Exsperimental dengan desainonegroup pra-post test design. Jumlah sampel yang digunakan adalah 17 responden dari Klinik Griya Pusat Perawatan Luka. Analisa data yang digunakan adalah uji t-berpasangan dengan tingkat kesalahan p<0,05. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas hidup sebelum dan setelah dilakukan perawatan luka (pv=0,000). Rata rata perubahan skor kualitas hidup adalah 13 poin. Kesimpulan penelitian ini adalah perawatan luka dengan modern dressing dapat meningkatkan kualitas hidup, terlihat dari adanya peningkatan hasil perhitungan kualitas hidup pada pasien dengan ulkus diabetikum. Perbaikan derajat luka serta karakteristik luka sebelum dan setelah dilakukan perawatan luka dapat mempengaruhi dari perbaikan kualitas hidup. Kata Kunci : Diabetes Mellitus (DM), Ulkus Diabetikum, Kualitas Hidup, Modern Dressing. Abstract [Impact Ofmodern Dressing Implementation Towards Quality Of Life Diabetic Ulcers Patients] Diabetes Mellitus (DM) is a disease characterized by the increasing of chronic blood sugar level. In a long term, the blood sugar level can cause differentkind of complication, such as diabetic foot ulcers. The chronic ulcers will impact onthe decreasing of the people s quality of life (QoL), so it needs an intervention that can help toincrease the health status and quality of life. This research aims to know the influence of modern dressing implementation towards quality of life diabetic ulcer patients. This is a Pra-Experimental research using one-group prapost test design to 17 diabetic ulcer patients in Klinik Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo. The data analyzed using t-paired test with p value<0.05. There is a significant differences between quality of life patient s before and after the moderns dressing implementation (Pv= 0,000). The average of improvement quality of life score among respondent was 13 points. Conclusion thisreseach was the modern dressing can increase the quality of life, it is known from the improvement on the result of life quality calculation on diabetic ulcers patients. The injury improvement degree before and after the injury care can influence the life quality improvement. Key Words: Diabetic Mellitus (DM), Diabetic Ulcers, Life Quality, Modern Dressing. 1. Pendahuluan Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hyperglycemia) kronik yang dapat menyerang banyak orang dari semua lapisan masyarakat (Hasnah, 2009). Jumlah penderita DM dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dan perubahan gaya hidup menjadi salah satu penyebab tingginya angka penderita DM di negara-negara berkembang *) Corresponding author ariphidayat.ns@gmail.com WHO memperkirakan ditahun 2025 penderita diabetes pada usia diatas 20 tahun adalah 300 juta orang dan mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun 2000 yaitu 150 juta orang (Sudoyo. 2009). Menurut International Diabetes Federation (2015), Indonesia merupakan negara ke 7 penderita DM terbesar di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Mexico dengan 8,5 juta penderita pada kategori dewasa. Data Riskesdas RI (Kemenkes RI, 2013) menunjukan angka kejadian DM mengalami peningkatan dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Yogyakarta merupakan daerah urutan ke 5 terbesar di Indonesia dengan 3,0% 19

23 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, dari kesuluruhan kasus yang ada. Data diatas sejalan dengan data Riskesdas Daerah Istimewa Yogyakarta (2013), dimana prevalensi diabetes melitus pada umur diatas 15 tahun yang terdiagnosis dan gejala sebesar 3,0%. Kadar gula darah yang tinggi secara berkepanjangan pada penderita DM dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi jika tidak mendapatkan penanganan dengan baik. Komplikasi yang sering terjadi antara lain, kelainan vaskuler, retinopati, nefropati, neuropati dan ulkus kaki diabetik (Poerwanto, 2012). Ulkus kaki diabetikum tergolong luka kronik yang sulit sembuh. Kerusakan jaringan yang terjadi pada ulkus kaki diabetik diakibatkan oleh gangguan neurologis (neuropati) dan vaskuler pada tungkai. Gangguan tersebut tidak secara langsung menyebabkan ulkus kaki diabetik (Smeltzer & Bare. 2001). Pada pasien DM dengan ulkus diabetik, perbaikan perfusi mutlak diperlukan karena hal tersebut akan sangat membantu dalam pengangkutan oksigen dan darah ke jaringan yang rusak. Bila perfusi perifer pada luka tersebut baik maka akan baik pula proses penyembuhan luka tersebut (Smletzer & Bare. 2001). Saat ini, tekhnik perawatan luka telah banyak mengalami perkembangan, dimana perawatan luka telah menggunakan balutan yang lebih modern. Prinsip dari menejemen perawatan luka modern adalah mempertahankan dan menjaga lingkungan luka tetap lembab untuk memperbaiki proses penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (Ismail. 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan perawatan luka modern dressing kualitas hidup pasien ulkus diabetikum di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo,Sleman, Yogyakarta. 2. Bahan dan Metode Jenis penelitian ini adalah pra-exsperimental dengan one group pra-post test design. Populasi pada penelitian ini adalah pasien ulkus diabetikum yang mendapatkan perawatan luka dengan modern dressing di klinik Griya Pusat Perawatan Luka (Puspa) Caturharjo. Subjek penelitian ini adalah pasien ulkus diabetikum yang mendapatkan pertama kali perawatan, menjalani perawatan berkelanjutan, dan pasien mampu membaca. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Variabel penelitian ini adalah kualitas hidup sebelum dan kualitas hidup setelah perawatan luka dengan intervensi perawatan luka dengan modern dressing. Instrument penelitian adalah kuisioner WHOQOL-Breff yang terdiri dari 26 pertanyaan dan terbagi dalam 4 domain, yaitu domain kesehatan fisik, domain psikologis, domain sosial, dan domain lingkungan. Analisa data yang digunakan adalah univariate dan bivariate. Uji statistic menggunakan t berpasangan. 3. Hasil Dan Pembahasan Tabel 1. Karakteristik Responden di Griya Pusat Perawatan LukaDi Caturharjo, Sleman Yogyakarta Karakteristik (n) (%) Responden Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Umur >65 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Ekonomi Rendah Tinggi 5 29, , ,4 3 17,6 9 52,9 2 11,8 4 23,5 2 11,8 6 35, ,7 Berdasarkan tabel 1 sebagian besar responden yang berkunjung ke klinik Griya Pusat Perawatan Luka berjenis kelamin perempuan (70,6%), dengan tingkat usia tahun (Dewasa) (82,4%). Adapun status ekonomi keluarga penghasilan UMK (64,7%) dan Pendidikan responden rata-rata adalah SD sebanyak 52,3%. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (70,6%) sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamara (2014), mayoritas penderita DM merupakan wanita yaitu 52,2%. Menurut Baziad (2003) dalam Wahyuni (2013), perempuan memiliki risiko lebih tinggi dikarenakan pada saat menepouse terjadi perubahan hormonal estrogen dan progesterone yang berakibat tidak terkontrolnya gula darah. Hormon estrogen dan progesterone dapat mempengaruhi sel-sel untuk merespon insulin karena setelah perempuan menopause perubahan kadar hormon akan memicu naik turunnya kadar gula darah. Hal ini akan merakibat risiko terjadinya DM. selain itu perempuan juga cenderung beresiko mengalami peningkatan indeks masa tubuh sehingga menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin (Utami, 2014). Mayoritas usiaresponden adalah tahun dimana usia ini merupakan usia lanjut awal/dewasa akhir. Usia lanjut memiliki risiko tinggi terjadinya ulkus diabetikum, pada usia lanjut fungsi tubuh mulai menurun, sehingga kemampuan tubuh dalam mengendalikan glukosa darah juga menurun (Ferawati, 2014). Pada status ekonomi sebagian besar responden memiliki status ekonomi UMR yaitu 64,7%. Perawatan luka dengan modern dressing membutuhkan biaya yang lebih besar, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiara (2012), pada kelompok responden menggunakan balutan modern dressing lebih mahal dibandingkan balutan konvensional. Rata-rata pembiayaan pada kelompok 20

24 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, modern dressing sebesar Rp , sedangkan pada kelompok konvensional sebesar Rp Besarnya biaya pada kelompok modern dressing juga dapat dipengaruhi topikal yang digunakan tidak terdapat dalam daftar ASKES (Rohmayati, 2015). Sehingga seluruh biaya perawatan dibebankan oleh pasien Tabel 2. Karakteristik Derajat luka sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman,Yogyakarta Derajat Derajat Pre Derajat Post Luka (n) (%) (n) (%) 1 0 0,0 3 17, , , ,4 4 23, ,8 0 0,0 Total , ,0 Berdasarkan tabel 2. derajat luka responden sebelum dilakukan perawatan luka terjadi beberapa perubahan dari yang awalnya terdapat luka derajat 4 sebanyak 2 orang (11,8%) menjadi tidak ada (0%). Derajat luka 3 dari 5 orang (29,4%) menjadi 4 orang (23,5%). Derajat luka 2 masih tetap berkisar 10 orang (58,8%) dan derajat luka yang awalnya tidak ada (0%) menjadi 3 orang (17,6%). Proses penyembuhan luka terdiri dari inflamasi, proliferasi dan maturasi. Hasil akhir dari perbaikan luka tergantung dari derajat luka awal sehingga perubahan derajat luka merupakan tanda dari perbaikan luka, semakin besar tingkat derajat luka menunjukan semakin parahnya/ memburuknya kondisi luka dan semakin kecil derajat luka maka semakin baik kondisi luka (Arisanty, 2013). Tabel 3. Karakteristik Warna dasar luka sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman, Yogyakarta Dasar Luka Pre Post (n) (%) (n) (%) Pink 0 0,0 2 11,8 Merah 6 35, ,2 Kuning 7 41,2 0 0,0 Hitam 4 23,5 0 0,0 Total , ,0 Berdasarkan tabel 3. karakteristik responden sebelum dilakukan perawatan luka, berwarna kuning yaitu 41,2%. Dan setelah dilakukan perawatan luka 88,2%dengan dasar luka berwarna merah. Perubahan warna dasar luka setelah dilakukan perawatan luka menjadi merah merupakan salah satu tujuan klinis dalam perawatan luka hingga luka dapat menutup. Warna dasar luka merah merupakan ciri dari luka memulai granulasi dengan vaskularisasi yang baik dan cenderung berdarah (Arisanty, 2013). Tabel.4. Karakteristik jumlah eksudat sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman, Yogyakarta Eksudat Pre Post (n) (%) (n) (%) Banyak 12 70,6 4 23,5 Sedang 3 17, ,8 Sedikit 2 11,8 3 17,6 Total , ,0 Berdasarkan tabel 4. sebelum dilakukan perawatan luka rata-rata dengan jumlah eksudat yang banyak (70,6%). Sedangkan setelah dilakukan perawatan luka rata-rata eksudat adalah sedang (58,8%). Tujuan utama perawatan luka adalah perbaikan dari kondisi luka. Eksudat yang berlebihan pada luka ulkus menghambat respon penyembuhan luka. Eksudat yang berlebihan akan menimbulkan terbentuknya fibrinogen pada luka, karena luka terus mengalami inflamasi dan timbul eksudat menerus, sehingga pembentukan kolagen dan jaringan baru akan terhambat. Pada kondisi dengan luka memiliki eksudat perlu dilakukan pengurangan atau mengeluarkan eksudat tersebut (Usiska, 2015). Luka yang membaik, jumlah keluaran eksudat akan mulai berkurang, sedangkan jika kondisi luka memburuk luka akan memproduksi eksudat berlebih dan terdapat proses penyembuhan luka yang memanjang dari waktunya (Arisanty, 2013). Tabel 5. Karakteristik status infeksi sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman, Yogyakarta Infeksi Pre Post (n) (%) (n) (%) Positif 11 64,7 0 0,0 Negatif 6 35, ,0 Total , ,0 Berdasarkan tabel 5 sebelum dilakukan perawatan luka terdapat 64,7%. Dengan tanda-tanda Infeksi yang positif. Sedangkan setelah dilakukan perawatan luka tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Menurut Arisanty (2013) luka kronis pada dasarnya memiliki kerentanan terkena infeksi. Keadaan infeksi inilah yang dapat memperpanjang proses inflamasi. sehingga diperlukan penatalaksaan yang dapat mengurangi infeksi, antara lain adalah pemeilihan jenis balutan yang sesuai seperti topikal antimicrobial, mengenali tanda dan gejalanya, meminimalkan kontaminasi dan jika diperlukan lakukan pemeriksaan kultur swab luka. Pada table 6. Diketahui bahwa perubahan kualitas hidup pada domain kesehatan fisik merupakan yang tertinggi, nilai rata-rata kesehatan fisik sebelum dilakukan perawatan luka adalah 13,29 dan meningkat menjadi 21,00. Pada domain psikologis juga mengalami peningkatan, nilai rata- 21

25 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, rata sebelum dilakukan perawatan luka adalah 17,06 dan menjadi 20,94 setelah perawatan luka. Tabel 6. Distribusi rata-rata nilai kualitas hidup setiap domain sebelum dan setelah perawatan luka di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman Yogyakarta Domain mean max Min Pre post pre post pre post Fisik 13,29 21, Psikologis 17,06 20, Sosial 10,65 11, Lingkungan 24,88 25, Perbaikan rata-rata kualitas hidup pada pasien ulkus diabetikum sebagian besar terjadi pada domain kesehatan fisik dan psikologis. Kesehatan fisik merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi terhadap rasa sakit dan kegelisahan (Rahayu, 2014). Ulkus diabetikum merupakan luka kronik yang tergolong sulit sembuh. Kesehatan fisik yang mulai menurun akibat ulkus tersebut dapat berakibat bertambahnya kesakitan dan kebutuhan medis, berkurangnya kemampuan aktifitas serta menimbulkan kegelisahan atas kesehatan yang dialaminya. Kegelisahan dan ketakuatan yang dialami inilah yang berhubungan erat terhadap terhadap penurunan pada domain psikologis. Sehingga perbaikan derajat luka dan karakteristik luka setelah dilakukan perawatan luka inilah yang memberikan perubahan persepsi dan harapan dengan berkurangnya kesakitan dan kebutuhan medis Pada domain sosial meskipun tidak terlihat adanya peningkatan, nilai rata-rata kualitas hidup pada domain ini terlihat cukup tinggi yaitu 10,65 (Pre) dan 11,24 (post) dimana nilai tertinggi pada domain sosial adalah 15. Domain lingkungan juga tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dimana berdasarkan karakterstik luka responden kebanyakan masih memiliki ulkus diabetikum dengan derajat 2, sehingga ini dapat mempengaruhi aktifitas dan sosial pasien dilingkungannya. Tabel 7. Distribusi rata-rata nilai kualitas hidup sebelum dan setelah perawatan luka di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman Yogyakarta QOL N Mean Min Max Std. Dev Pre 17 65, ,872 Post 17 78, ,576 Tebel 7. Rata-rata nilai kualitas hidup responden sebelum dilakukan perawatan luka sebesar 65,88 dan kualitas hidup mengalami kenaikan menjadi 78,76. Menurut Yusra (2011) komplikasi yang dialami seperti ulkus diabetikum dapat mengakibatkan rendahnya kualitas hidup pada pasien DM, diamana komplikasi ini dapat mengakibatkan keterbatasan baik secara fisik, psikologis, bahkan sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2014), pasien dengan ulkus diabetikum memiliki kualitas hidup yang rendah diamana kesehatan fisik sangat berhubungan erat dengan perasaan pasien mengenai kesakitan dan kegelisahan yang dialami oleh pasien, ketergantungan terhadap perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas sehari-hari, dan kapasitas kerja. Peningkatan kualitas hidup tersebut seiring dengan harapan dan kepastian dari perbaikan dari karakteristik kondisi luka, dimana kualitas hidup sendiri merupakan persepsi individu terhadap posisi mereka dalam hidup ini terkait masalah dan system nilai dimana mereka tinggal dan dihubungkan dengan tujuan-tujuan, harapan, standar, dan perhatian mereka(rahayu, 2014). Tabel 8. Pengaruh perawatan luka modern terhadap perbaikan kualitas hidup pada pasien ulkus diabetikum di Griya Pusat perawatan luka Caturharjo, Sleman Yogyakarta Kualitas Hidup P-Value Keterangan Pre,000 Bermakna Post Berdasarkan hasil analisis tabel 8. dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai kualitas hidup sebelum dan setelah dilakukan perawatan luka dengan hasil pvalue = 0,000 (p<0,05). Dari hasil ini diketahui terdapat perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan kualitas hidup sebelum dan setelah dilakukan perawatan luka dengan menggunakan modern Dressing. Pada peneitian ini menunjukan perbaikan kualitas hidup setelah melakukan perawatan luka dengan modern dressing. Perbaikan kualitas hidup ini sejalan dengan hasil yang menunjukan perbaikan kondisi luka. Kualitas hidup merupakan persepsi individu dalam posisi mereka menjalani hidup. Dimana keadaan ulkus diabetikum dapat mengganggu status kesehatan fisik, sehingga mempengaruhi terhadap persepsi individu seperti kesakitan, kegelisahan, ketergantungan medis, energi, mobilitas, dan kebutuhan istirahat, sehingga perbaikan kondisi luka (Ulkus diabetikum) tersebut memberikan perubahan terhadap persepsinya dalam menjalani hidup, sejalan dengan berkurangnya rasa sakit dan kebutuhan medis, energi, mobilitas, serta kebutuhan istirahatnya. 4. Kesimpulan a. Jenis kelamin responden paling banyak adalah perempuan (70,6%), usia tahun (82,4%). tingkat pendidikan SD (52,9%) dan status ekonomi tinggi (64,7%). b. Karakteristik kondisi luka sebelum dilakukan perawatan modern dressing adalah derajat 2( 58,8%), dengan dasar kuning (41,2%), jumlah 22

26 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, eksudat banyak (70,8%) dan positif tanda infeksi (64,7%) c. Karakteristik kondisi luka setelah dilakukan perawatan modern dressing adalah derajat 2 (58,8%), dengan dasar merah (88,2%), eksudat sedang (58,8%) dan tidak ditemukan tanda infeksi (0%). d. Skor kualitas hidup sebelum dilakukan perawatan modern dressing rata rata adalah 65,88 dan setelah dilakukan perawatanmodern dressing rata rata menjadi 78,76. e. Hasil uji statistic didapatkan terdapat pengaruh perawatan luka dengan modern dressingdalam meningkatkan kualitas hidup pasien ulkus diabetikum di Griya Pusat Perawatan Luka Caturharjo, Sleman, Yogyakarta (Pv = 0,00). 5. Referensi Arisanty. I,P. (2013). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC Hasnah. (2009). Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. Fik Keperawatan UIN. Makassar International Diabetes Federation (IDF). (2015). IDF ATLAS. Seventh edition. Ismail, Dina Dewi Sartika Lestari. Irawaty, Dewi. Haryati, Tutik Sri. (2009). Pengaruh Penggunaan Balutan Modern Memperbaiki Proses Penyembuhan Luka Diabetik. Jurnal kedokteran Brawijaya. Vol xxv No 1. dapat di akses secara online di diakses tanggal 23 Januari 2017 Poerwanto, A. (2012). Mekanisme Terjadinya Ganggren Pada Penderita Diabetes Mellitus. Fik UWK. Surabaya Rahayu, E. (2014). Pengaruh Program Diabetes Self Management Education Berbasis Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Puskesmas II Baturaden Vol. 9 No 3. FKIK Universitas Jendral Soedirman. Tersedia online di Di akses tanggal : 26 maret RISKESDAS RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun Badan Penelitiian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun RISKESDAS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2013). Data Dinas Kesehatan Yogyakarta. Yogyakarta : Dinas Kesehatan Yogykarta. Rohmayanti. (2015). Implementasi Perawatan Luka Modern Di Rs Harapan Magelang. FIK. Online di Diakses tanggal : 23 Januri 2017 Smeltzher & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 11 vol 2. Jakarta: EGC. Sudoyo, A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. V jilid III. Jakarta: Balai Penertbit FKUI. Tamara, Ervy., Bayhaki., Naulia, F.A. (2014). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dan Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Vol. 1 No.2. PSIK Universitas Riau. Diakses online di http//jom.unri.ac.id, tanggal : 13 Februari 2017 Tiara, S. (2012). Efektifitas Perawatan Luka Kaki Diabetic Menggunakan Balutan Modern di RSUP Sanglah Denpasar dan Klinik Dhalia Care Bali. PSIK Universitas Udayana. Tersedia online di hp. Diakses tanggal: 26 maret Usiska, Y.s. (2015). Pengaruh Metode Perawatan Luka Modern Dengan Terapi Hiperbarik Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetik pada Pasien Diabetes Mellitus di Jember Wound Center (JWC) Rumah Sakit Paru Jember. Jember. Skripsi. PSIK Universitas Jember. Dapat diakses online di Diakses tanggal 14 januari 2017 Utami, D,T. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Dengan Ulkus Diabetikum. Riau. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Vol 1 No 2. Tersedia online di di akses tanggal 14 Januari 2017 Wahyuni, Y. (2014). Kualitas Hidup Berdasarkan Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan Padjadjaran. Vol 2 No 1, hal Tersedia online di di akses tanggal 16 Februari Yusra, A. (2011). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rs Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia. tersedia online di diakses tanggal 14 Januari

27 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, TANTANGAN DAN PELUANG PEMBELAJARAN DALAM JARINGAN : STUDI KASUS IMPLEMENTAS ELOK (E-LEARNING: OPEN FOR KNOWLEDGE SHARING) PADA MAHASISWA PROFESI NERS Totok Harjanto, Dimas Septian Eko Wahyu Sumunar *) Program Studi Ilmu Keperawatan FKKMK UGM Abstrak E-learning sebagai metode pembelajaran kontemporer mempengaruhi terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital. E-learning meningkatkan kesempatan belajar mahasiswa yang otonom dan self-directed-learner. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesain inovasi pembelajaran klinik bagi mahasiswa profesi ners secara blended learningyang kemudian didukung oleh institusi pendidikan keperawatan mitra.massive open online course (MOOC) digunakan sebagai sistem pengelolaan pembelajaran dalam jaringan yang memungkinkan penyebarluasan ilmu pengetahuan Implementasi e-learning dalam pembelajaran klinis mahasiswa keperawatan profesi ners memunculkan berbagai tantangan dan peluang. Penggunaan e-learning dalam Praktik Profesi Keperawatan Dasar, serta Praktik Profesi Manajemen Keperawatan telah dilaksanakan. Kebijakan institusi, upaya mencapai tujuan pembelajaran oleh dosen penanggung jawab, serta fleksibilitas media pembelajaran adalah peluang yang ditemukan selama program dislenggarakan. Di sisi lain, kendala teknis, keterbatasan akses internet, serta lemahnya pendampingan dan supervisi menjadi tantangan penyelenggaraan pendidikan profesi ners dengan integrasi e-learning. Tantangan dan peluang ini perlu dikelola secara tepat agar luaran pendidikan keperawatan dapat dicapaidengan dukungan melalui pembelajaran dalam jaringan. Kata kunci: E-learning, Tantangan Dan Peluang Implementasi, Praktek Profesi Ners Abstract [Challenges And Opportunities Of Learning In The Network: Case Study Implementation Elok (E- Learning : Open For Knowledge Sharing) In Professional Students Ners] E-learning as a contemporary learning method influences the process of transforming conventional education into digital form. E-learning enhances the learning opportunities of autonomous and self-directed-learner students. Nursing Science Program Faculty of Medicine, Public Health, and Nursing (FKKMMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) designed the innovation of clinical learning for clinical rotation nursing student through blended learning which is then supported by partners from nursing education institutions. Massive open online course (MOOC) used as a learning management system in a network that enables the dissemination of science. Implementation of e-learning in clinical rotation nursing program bring up various challenges and opportunities. Use of e-learning in Basic Nursing Practice, as well as Management Nursing has been implemented. Institutional policies, efforts to achieve learning objectives by the responsible lecturers, as well as the flexibility of instructional media are opportunities found during the program are organized. On the other hand, technical obstacles, limited internet access, and lack of mentoring and supervision become the challenge of providing professional education with e-learning integration. These challenges and opportunities need to be properly managed so that nursing education outcomes can be achieved with support through e- Learning. Keywords: E-learning, Challenges And Opportunities In Implementation, Clinical Rotation Nursing Student *) Corresponding author dimas.s.e@mail.ugm.ac.id 24

28 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Pendahuluan Program pendidikan profesi disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik dikarenakan pelaksanaan pendidikan profesi sepenuhnya dilaksanakan di lahan praktik seperti rumah sakit, puskesmas, keluarga, serta masyarakat atau komunitas. Pada tahap ini mahasiswa diharapkan telah mampu melaksanakan berbagai keterampilan klinis. Kemampuan berkomunikasi, membangun hubungan interpersonal, pemecahan masalah, dan berbagai keterampilan adalah bagian dari kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat ketika menjalani praktik klinik di rumah sakit (Nursalam, 2008). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini dapat dimanfaatkan sebagai pendukung dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan tinggi terutama di pendidikan keperawatan 3. Penggunaan pembelajaran dalam jaringan (electroniclearning/ e-learning) di lembaga pendidikan tinggi dan pendidikan kesehatan juga sudah banyak diterapkan dan telah menunjukkan efektivitas dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan (Abdelaziz, et al, 2011). E-learning berpotensi meningkatkan kesempatan belajar bagi mahasiswa yang otonom dan self-directed. Dengan demikian, e-learning mendorong konstruktivis dan pendekatan aktif pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa, bukan pada dosen (Moule, et al, 2010). E-learning juga memiliki kapasitas untuk menyediakan akses dan metode pendidikan keterampilan klinis keperawatan yang lebih efisien (Mc Veigh, H., 2009). Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PSIK FKKMK UGM)mendesain inovasi pembelajaran melalui e- learning guna meningkatkan kompetensi mahasiswa dengan dukungan dari hibah Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA). Pengembangan pembelajaran ini mengajak institusi pendidikan mitra untuk bergabung dan mendukung penggunaan Massive Online Open Course (MOOC), yaitu sebuah sistem yang dibangun untuk memberikan kemanfaatan substansi pembelajaran bagi institusi pendidikan di luar UGM. Pembelajaran blended learning melalui Learning Management System (LMS) E-learning: Open for Knowledge Sharing (elok) UGMditujukan untuk mendampingi dan memfasilitasi kegiatan pembelajaran melalui penyediaan materi, diskusi, dan penugasan dalam jaringanserta komunikasi secara aktif guna memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah atau kendala yang dihadapi mahasiswa selama menjalani pendidikan profesi ners dalam tahap pendidikan klinis. Massive online open courseyang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran dan proses akademik ditujukan untuk (1)menyebarluaskan modul-modul pembelajaran terstruktur (structured learning module), baik melalui sistem transfer kredit maupun blended learning, (2) mengupayakan kesetaraan dalam penyebarluasan ilmu pengetahuan (equity inknowledge sharing), (3) serta membangun budaya kolegial dalam perguruan tinggi Indonesia. Pada penelitian Harjanto, et al (2017) kepuasan mahasiswa dalam penggunaan media pembelajardownan dalam jaringan menunjukkan hasil yang kurang maksimal. Kepuasan mahasiswa tentu terkait pada sumber daya yang tersedia, kemampuan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, serta beragam faktor lainnya. Peluang dan tantangan tentu menjadi temuan yang perlu diidentifikasi, kemudian diseminasikan kepada pemangku kebijakan, praktisi pendidikan keperawatan, serta dosen dan mahasiswa pengguna e-learning. Naskah ini akan menyajikan peluang, dan tantangan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dalam menyelenggarakan pembelajaran dalam jaringan bersama dengan institusi mitra. 2. Deskripsi Kasus Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Gadjah Mada menginisiasi implementasi pembelajaran dalam jaringan pada program pendidikan profesi, dalam kurun waktu Agustus 2017 hingga Februari PSIK FKKMK UGM, menjalin kemitraan dengan beberapa perguruan tinggi yaitu Universitas Aisyiyah Yogyakarta dan Stikes Suaka Insan Banjarmasin untuk menyelenggarakan mata kuliah Praktik Profesi Manajemen Keperawatan, serta Universitas Sahid Surakarta pada mata kuliah Praktik Profesi Keperawatan Dasar. Poin-poin evaluasi dan manfaat telah didapatkan selama penyelenggaraan e- learning, dan kemudian dapat diidentifikasi peluang dan tantangan sebagai berikut: a. Kebijakan Institusi terhadap e-learning Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik Indonesia, selama beberapa waktu terakhir terus berupaya untuk menyusun pedoman dan menyediakan akses belajar bagi mahasiswa di seluruh wilayah nusantara (Kemenristekdikti, 2017). Kemenristekdikti, dalam hal ini berupaya menyajikan perguruan tinggi, dosen, dan konten pembelajaran yang bermutu dengan pendekatan teknologi informasi dan komunikasi guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran mengingat besarnya wilayah geografis Indonesia yang menjadi hambatan pemerataan pendidikan berkualitas. Institusi pendidikan tinggi, di bawah naungan Kemenristekdikti terus didorong untuk menyelenggarakan pembelajaran bermutu bagi mahasiswa melalui beragam aktivitas. Penyelenggaraan pembelajaran dalam jaringan dalam hal ini sangat bergantung kepada kebijakan institusi pendidikan. Universitas Gadjah Madamelalui kajian dan pengembangan oleh Pusat Inovasi dan Kajian Akademik berupaya mendesain sebuah media pembelajaran dalam jaringan melalui Learning Management System(LMS) elok: e-learning Open 25

29 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Knowledge Sharing yang dapat digunakan bersama dengan berbagai institusi pendidikan tinggi. Institusi mitra, dalam hal ini berperan dalam suksesi penyelenggaraan e-learning. Institusi mitra, melalui pengelola menerbitkan Surat Kesediaan Mitra sebagai bentuk komitmen untuk bergabung pada sistem yang tersedia di Universitas Gadjah Mada. Surat tersebut berimplikasi pada keterlibatan dosen serta mahasiswa secara bersama selama penyelenggaraan pembelajaran daring. b. e-learning mendukung Pencapaian Kompetensi Mahasiswa Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) menuliskan pedoman mengenai capaian kompetensi mahasiswa selama pembelajaran, baik pada saat pendidikan tahap akademik maupun tahap profesi. Capaian-capaian kompetensi tersebut telah di sesuaikan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dengan level 7. Tinjauan Kurikulum Inti Pendidikan Ners tersbut diharapkan menjadi pertimbangan Institusi Pendidikan Ners dalam menyusun kurikulum. Kurikulum inti Pendidikan Ners Indonesia tahun 2015 terdiri atas kurikulum tahap akademik dan profesi yang telah disesuaikan dengan Kerengka Kualifikasi Nasional Indonesi (KKNI) level 7 (AIPNI, 2016). Pendidikan tahap profesi keperawatan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik mampu melaksanakan fungsi dan peran sebagai ners. Guna menunjang ketercapaian kompetensi mahasiswa tahap profesi maka diperlukan e-learning yang mampu menjadi katalisator untuk mendampingi mahasiswa selama praktek klinik. Hal ini sesuai dengan arahan kebijakan dari Kemenristekdikti untuk mengefektifkan sumber daya teknologi informatika yang mampu mendukung proses pembelajaran. Dosen pengampu, ataupun penanggung jawab mata kuliah memiliki peran kunci guna mencapai standar kompetensi minimal. Dosen, dalam hal ini merencanakan satuan pembelajaran, meliputi metode dalam penyampaian standar kompetensi minimal. Mengingat bahwa pembelajaran dalam jaringan melibatkan beberapa institusi yang memiliki desain kurikulum pendidikan berbeda, namun tetap mengacu pada kurikulum nasional, maka dosen dan penanggung jawab mata kuliah perlu melakukan koordinasi dan sinkronisasi tujuan dan capaian pembelajaran. Blended learning Penanggung jawab mata kuliah perlu mengadakan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan e- learning untuk mengakomodasi capaian kompetensikompetensi mahasiswa dari kedua belah pihak dengan mengacu pada kurikulum inti pendidikan ners. Aktifitas e-learning melalui elok dilakukan secara synchronous dan asynchronouslearning. c. Fleksibilitas dan Aksesibilitas e-learning Learning Management System elok: e- learning for Open Knowledge Sharing merupakan sebuah massive open online course yang tersedia dalam jaringan internet, sehingga dapat diakses tanpa adanya batasan tempat, maupun waktu. Mahasiswa, sebagai pembelajar dewasa dituntut untuk menjadi self-directed-learner dalam hal inventarisasi ilmu pengetahuan dan keterampilan. LMS dan MOOC memungkinkan dosen, penanggung jawab mata kuliah, serta mahasiswa untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan meminimalisasi aktivitas berupa pertemuan fisik sehingga dapat bermuara pada efisiensi penggunaan waktu belajar. Produktivitas dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran pun dapat meningkat mengingat luasnya sumber informasi yang dapat diakses melalui MOOC. Pembelajaran konvensional yang perlu melakukan submisi tugas untuk capaian pendidikan, dapat digantikan melalui sistem yang dapat diakses dimanapun, dan kapanpun. Kendati peluang implementasi pembelajaran dalam jaringan telah dapat diidentifikasi, tantangan juga ditemukan selama penyelenggaraan program. Berikut adalah beberapa tantangan yang ditemukan selama studi berlangsung: a. Kendala Teknis e-learning Kendala teknis ini merujuk pada beragam hambatan yang ditemui oleh dosen dan mahasiswa sebagai pengguna sistem. Keterbatasan bandwith adalah hambatan teknis yang umum ditemui mengingat e-learning yang meminimalisasi tatap muka digantikan dengan beragam media pembelajaran multimedia berupa gambar, pranala. maupun audio dan video yang cenderung berukuran besar. Selain itu, hambatan teknis berupa inkompatibilitas pada perangkat yang digunakan untuk mengakses sistem juga ditemui. Saat praktik klinis, mahasiswa umumnya menggunakan perangkat bergerak berupa telepon pintar ataupun tablet dengan tampilan layar yang cukup kecil dibandingkan perangkat komputer ataupun laptop, sehingga konten pembelajaran yang ditampilkan berbasis web/ desktop perlu menyesuaikan dengan tampilan mobile dan cenderung mengalami masalah visualisasi. Selain kendala teknis sistem, infrastruktur teknologi yang meliputi kecepatan akses internet, serta cakupan jaringan menjadi hambatan kedua akibat tidak seluruh pembelajaran profesi keperawatan dilakukan di perguruan tinggi. Praktek klinik keperawatan dilaksanakan di berbagai lahan klinik seperti Puskesmas, rumah sakit, maupun komunitas dan tersebar di beragam wilayah kabupaten, maupun provinsi yang berdekatan dengan institusi pendidikan tinggi. Mahasiswa saat di perguruan tinggi didukung melalui tersedianya jaringan internet nirkabel perguruan tinggi, dengan cakupan koneksi stabil dan cepat. Hal ini perlu menjadi perhatian dan antisipasi bagi institusi pendidikan maupun praktikan apabila di area lahan praktek tersebut terkendala fasilitas internet atau sinyal internet yang kurang memadai sehingga dosen dan mahasiswa perlu menggunakan koneksi 26

30 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, internet pribadi ataupun penyedia pihak ketiga (internet komersial). Jaringan yang disediakan pihak ketiga ini cenderung terbatas dalam cakupan sinyal, serta kecepatan akses sehingga menghambat kemudahan dosen dan mahasiswa dalam menggunakan e-learning. b. Kurang Optimalnya Supervisi oleh Pembimbing dalam e-learning Kualitas bimbingan yang dipengaruhi oleh ketersediaan waktu pembimbing klinik/pembimbing akademik dalam proses bimbingan dapat dioptimalkan dengan penggunaan e-learning yang didesain untuk mengefektifkan proses bimbingan melalui meminimalisasi aktivitas tatap muka antara dosen dan mahasiswa, dengan tetap menjamin ketercapaian kompetensi dan proses pembelajaran yang telah di tetapkan. Pembelajaran konvensional, yang kini beralih dengan pendayagunaan teknologi, informasi dan komunikasi telah menawarkan akses menuju sumber dan media belajar yang tidak terbatas pada wilayah, dan bahkan terhubung dengan berbagai direktori pengetahuan di seluruh dunia. Pendidikan profesi keperawatan ditujukan untuk melatih kompetensi klinis mahasiswa setelah menjalani pendidikan akademik di perguruan tinggi. Transfer pengetahuan dan teori yang didapatkan di dalam kelas menuju keterampilan klinis, membutuhkan pendampingan dan supervisi dari pembimbing agar keselamatan mahasiswa, pasien, dan capaian pembelajaran dapat dipenuhi. Keterampilan mahasiswa, yang dipraktikkan saat pendidikan profesi belum dapat diakomodasi oleh sistem untuk secara real-time ditunjukkan kepada pembimbing agar kemudian menerima supervisi. Pembimbing akademik, melakukan pendampingan dan supervisi terhadap aktivitas mahasiswa melalui umpan balik dan respon terhadap laporan mahasiswa yang dikumpulkan oleh sistem. MOOC yang tersedia saat ini secara sistem belum dapat memberikan interaksi aktif antara pembimbing dan mahasiswa yang berakibat pada kurang berfungsinya peransupervisi. Meskipun demikian, langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan agar proses pendampingan dapat berjalan secara optimal. 3. Pembahasan Massive Open Online Course membuka peluang bagi siapa saja, tanpa adanya batasan baik berupa pembiayaan, maupun kehadiran, umunya terstruktur berdasarkan tujuan pembelajaran, dilangsungkan dalam periode waktu tertentu, serta disediakan dalam jaringan untuk memungkinkan interaksi antara siswa, maupun pendidik untuk membangun komunitas belajar. Implementasi e-learning dalam pendidikan profesi ners memiliki beberapa peluang dan tantangan. Peluang berupa dukungan kebijakan, efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran, serta fleksibilitas sistem dapat diidentifikasi. Kebijakan institusional, memiliki peran kunci dalam implementasi e-learning mengingat bahwa program pembelajaran tidak akan dapat berjalan ketika tidak memiliki dasar hukum penyelenggaraan. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zuvic- Butorac, Nebic, Nemcanin, Mikac, & Lucin, 2011) bahwa ketika institusi berkomitmen mengembangkan e-learning yang kemudian dituangkan dalam peraturan, maka e-learning dapat diselenggarakan. Capaian pembelajaran dalam mencapai tujuan, didukung sepenuhnya oleh e-learning sebab konten dan media yang tersedia di dalam sistem selaras dengan kurikulum pendidikan. Fleksibilitas sistem, menjadi peluang implementasi e-learning pada masa berikutnya. Beralihnya porsi penggunaan perangkat desktop pada dosen dan mahasiswa memungkinkan peluang pengembangan e-learning yang lebih ramah untuk diakses dan disajikan dalam versi mobile. Pengembangan e-learning yang kompatibel dengan beragam perangkat, baik desktop, mobile, maupun platform atau sistem operasi memungkinkan fleksibilitas dan kemudahan bagi seluruh dosen dan mahasiswa (Kimiloglu, Ozturan, & Kutlu, 2017) E-learning telah berdampak besar dalam kemudahan akses jurnal, artikel dan sumber ilmiah lainnya yang telah diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran. Pengunaan e-learning dalam membangun proses belajar online mempunyai tujuan untuk meningkatkan student-oriented-learning dan pedagogi yang membimbing instruksi terkait dengan kontsruktivisme. Lebih lanjut, tantangan-tantangan yang ditemui dalam penggunaan sistem diatasi dengan sumber daya yang tersedia. Terkait dengan kendala teknis, dalam hal ini dosen penanggung jawab mata kuliah merekrut administrator sistem untuk mengelola Learning Management System elok. Administator sistem ini bertugas untuk menjalankan fungsi pengelolaan, serta perawatan sistem. Sistem yang dibangun dalam jaringan cenderung menghadapi beban yang berat untuk perawatan sistem sehingga membutuhkan tenaga yang kompeten guna mendukung fungsi sebagaimana mestinya (Gudanescu, 2010) Selain itu, terkait kendala yang didasarkan pada kemampuan akses dan koneksi internet, diatasi dengan upaya melakukan kompresi pada konten-konten dan media pembelajaran, sehingga kualitas konten tetap terjamin meskipun ukuran berkas menjadi lebih kecil. Pada saat implementasi di lahan praktik pun, tim dosen penannggung jawab juga membawa pemancar koneksi internet bergerak (mobile wifibroadcaster). Terakhir, mengenai kurang optimalnya supervisi oleh pembimbing yang belum dapat diatasi melalui sistem ditanggulangi dengan sosialisasi dan penggunan media komunikasi masal yang memfasilitasi komunikasi dua arah, serta populer bagi dosen dan mahasiswa. Sosialisasi penggunaan e- learning dilakukan dengan berkunjung, dan bertatap muka secara langsung dengan mahasiswa dan dosen. Aktivitas ini memungkinkan interaksi yang dinamis 27

31 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, antara dosen dan mahasiswa, serta berfungsi sebagai media pengenalan e-learning.whatsapp Messenger, pada pengembangan dan implementasi e-learning pun sangat mendukung untuk menjalin diskusi antara dosen dan mahasiswa. 4. Kesimpulan e-learning menawarkan dukungan dan fleksibilitas pembelajaran pada program pendidikan profesi ners. Beragam peluang dan tantangan hadir bersama dengan implementasi sistem ini di tatanan pendidikan klinis. Kendati demikian, tantangan telah dapat diatasi melalui beragam tindakan sehingga pada masa berikutnya perlu terus dikembangkan e-learning pada mata kuliah keperawatan yang lebih komprehensif. 5. Referensi Abdelaziz, M., Samer Kamel, S., Karam, O., & Abdelrahman, A. (2011). Evaluation of E- learning program versus traditional lecture instruction for undergraduate nursing students in a faculty of nursing. Teaching and Learning in Nursing, 6(2), doi: /j.teln urse Education Today. AIPNI. (2016). Kurikulum Inti Pendidikan Ners Jakarta. AIPNI Gudanescu, N. (2010). Using modern technology for improving learning process at different educational levels. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2(2), Harjanto, Totok, Achmad, Bayu Fandy, Sumunar, Dimas S.E.W. (2017). Analisis Kepuasan Belajar Mahasiswa Profesi Ners Stase Manajemen Keperawatan Terhadap Pembelajaran E-learning Kemenristekdikti. (2017). Menristekdikti: Kembangkan Perkuliahan dengan Konsep E- Learning Ristekdikti. Retrieved February 14, 2018, from Kimiloglu, H., Ozturan, M., & Kutlu, B. (2017). Perceptions about and attitude toward the usage of e-learning in corporate training. Computers in Human Behavior, 72(2017), McVeigh, H., Factors influencing the use of e- learning in post-registration nursing students. Nurse Education Today 29 (1), Moule, P., Ward, R., Lockyer, L., Nursing and healthcare students' experiences and use of e- learning in higher education. Journal of Advanced Nursing 66 (12), Nursalam, Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika Zuvic-Butorac, M., Nebic, Z., Nemcanin, D., Mikac, T., & Lucin, P. (2011). Establishing an Institutional Framework for an E-learning Implementation--Experiences from the University of Rijeka, Croatia. Journal of Information Technology Education, 10, IIP. Retrieved from rue&db=eric&an=ej930397&lang=fr&site=e hostlive%5cnhttp:// /JITEv10IIPp Zuvic946.pdf 28

32 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATERAPILEMON TERHADAP KECEMASAN PADA LANSIA DI UNIT PELAYANAN LANJUT USIA BUDI DHARMA, UMBULHARJO YOGYAKARTA Mohammad Judha, Endang Nurul Syafitri *) Program Studi S1 Ilmu keperawatan & Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati Yogyakarta Abstrak Aromaterapi Lemon merupakan salah satu jenis aromaterapi yang memiliki efek menenangkan atau rileks untuk beberapa gangguan misalnya mengurangi kecemasan, ketegangan dan insomnia. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya.tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi lemon terhadap kecemasan pada lansia di Panti Wreda Budhi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode Quasyexperimentalone group pre post test dengan rancangantime Series. Data hasil analisa pengukuran kecemasan pada lansia yang mendapatkan aromaterapi lemon didapatkan dari kuesioner DASS 42 dan dilakukan uji hipotesisi secara statistic. Teknik sampel menggunakan consecutive samplingsebanyak 18 responden.karakteristik responden sebagian besar berada pada kategori lanjut usia 66.7% dan mayoritas lansia berjenis kelamin perempuan 72.2%. Stres lansia sebelum pemberian aromaterapi lemon rata-rata skor kecemasan yaitu dan setelah pemberian aromaterapi lemon Hasil analisis diperoleh selisih paling tertinggi pada hari ketiga dan kelima yaitu 0.89dengan p-value adalah Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian aromaterapi lemon terhadap kecemasan pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma. Kata kunci : Aromaterapi Lemon, Kecemasan, Lansia Abstract [Effectiveness Of Providing Lemon Aromatherapy For Anxiety In Elderly At Budi Dharma Senior Care Unit, Umbulharjo, Yogyakarta] Lemon Aromatherapy is one type of aromatherapy that has a calming or relaxing effect for some disorders such as reducing anxiety, tension and insomnia. The substance contained in lemon one of them is linalool which is useful to stabilize the nervous system so that it can cause calm effect for anyone who inhale. The purpose of this research is to know the effect of giving lemon aromatherapy to anxiety in elderly in Panti Wreda Budhi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta. This research uses Quasyexperiment alone group pre post test with Time Series design. Data analysis of the measurement of anxiety in the elderly who received lemon aromatherapy was obtained from questionnaires DASS 42 and tested hypotheses statistically. The sample technique used consecutive sampling of 18 respondents. Characteristics of respondents are mostly in the elderly category 66.7% and the majority of elderly women 72.2%. Stress elderly before giving lemon aromatherapy average anxiety score is and after giving lemon aromatherapy The result of analysis obtained by the highest difference on the third and fifth day is 0.89 with p-value is The conclusion of this research is the effect of giving lemon aromatherapy to anxiety in elderly in Budi Dharma Senior Service Unit. Keywords: Lemon Aromatherapy, Anxiety, Elderly *) Corresponding author endang.ns85@gmail.com 1. Pendahuluan Menua atau menjadi adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia, mulai sejak permulaan kehidupan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya. Saat ini, diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Negara maju 29

33 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia ±1.000 orang perhari. Pravelensi penduduk lansia di Indonesia diperkirakan tahun 2015, terdapat 21,65 juta jiwa (8,49 %) dari populasi penduduk, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk Negara yang akan memasuki era penduduk menua (ageing population) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 ke atas (penduduk lansia) melebihi angka 7% 2. Tiga provinsi dengan lansia tertinggi di Indonesia dengan rata-rata usia 60 keatas pada tahun 2014 adalah DI Yogyakarta (32,23%), Jawa Tengah (31,90%), dan Jawa Timur (31,64%)(Depkes, 2013). Lanjut usia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik, psikososial, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental seperti stres. Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar, hanya lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masingmasing individu yang dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik-biologi, sosial, mental maupun sosial ekonomi. Perubahan psikologis yang paling sering muncul dan sering dialami oleh lansia adalah kecemasan, depresi, insomnia, dan demensia(maryam, 2008). Lansia yang mengalami masalah kesehatan jiwa seperti kecemasan, maka kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Kecemasan yang dialami lansia dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit fisik. Menurut Yochim (2013)kecemasan dapat mengakibatkan penurunan daya ingat dan kesulitan dalam membuat keputusan. Nursing Intervention Clasification aromaterapi merupakan salah satu cara dalam mengatasi kecemasan(bulecheck, Gloria M, Dkk, 2013).Aromaterapi adalah istilah modern yang dipakai untuk proses penyembuhan kuno yang menggunakan sari tumbuhan aromatic murni tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran dan jiwa. Sari tumbuhan aromatic yang dipakai diperoleh melalui berbagai macam cara pengolahan dan dikenal dengan nama minyak esensial. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa aromaterapi terbukti dapat secara efektif mengurangi stres dan cemas(primadiati dan Rachmi, 2002).Aromaterapi lemon yang sari minyaknya diambil dari bagian buah. Efeknya dapat menjernihkan dan menstimulasi dimana dapat meningkatkan ketegangan, perasaan bahagia, pandangan positif, motivasi, keyakinan dalam mengambil keputusan dan stabilitas serta dapat mengurangi masalah pernapasan, stress, dan pikiran negatif(hutasoid, Aini S, 2002).Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna menstabilkan saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya(wong, 2010).Metode secara inhalasi, merupakan cara yang cepat, sederhana, dan efektif untuk mendapatkan manfaat pengobatan. Menurut Primidiati dan Rachmi (2002), penggunaan aromaterapi melalui penghirupan setiap hari juga sangat baik untuk meningkatkan kualitas indra penciuman dan kesehatan tubuh. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa aromaterapi terbukti dapat secara efektif mengurangi stres. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada hari Kamis 17 November 2016 di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Umbulharjo, Yogyakarta jumlah lansia 58 orang.ketika di wawancarai lansia di Panti mengeluh bahwa mereka sehari-hari merasa mudah kesal, marah, mudah tersinggung, gelisah dan merasa sulit untuk beristirahat. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penelitian tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Efektivitas Pemberian Aromaterapi Lemon Terhadap Kecemasan Pada Lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta. 2. Metode Peneliitian Penelitian ini merupakan penelitian quasy eksperimenone group design dengan rancangan time seriesdesignmelakukan pre test dan post test setiap setelah pemberian aromaterapi. Aromaterapi diberikan selama tujuh hari berturut-turut. Penelitian ini dilakukan di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta pada tanggal April Populasi penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo, Yogyakarta berjumlah 58 orang. Sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 18 orang. Pengumpulan data menggunakan kuisioner DASS 42 untuk mengukur kecemasan pada lansia. Analisa data meliputi analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan uji statistikt-tes paired. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah aromaterapi lemon sedangkan variabel terikat (dependent) adalah kecemasan. 3. Hasil Penelitian Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar lansia berada pada kategori lanjut usia (66.7%).Mayoritas lansia berjenis kelamin perempuan (72.2%). Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%) Usia Pertengahan Lanjut Usia Usia Tua Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

34 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Tabel 2. Distribusi frekuensi kecemasan sebelum dan setelah pemberian aromaterapi lemon Kecemasan N Rata-rata Selisih p-value Hari Pre Post Berdasarkan tabel 2 hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diberikan aromaterapi lemon selama satu minggu berturut-turut, rata-rata skor kecemasan dari menjadi Dari hasil analisis berdasarkan uji t-test pairedp-value adalah Pada tingkat kesalahan (alpha) 0.05 dan 95% confidence interval menunjukkan bahwa p-value< 0.05 sehingga hipotesis diterima, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kecemasan sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi lemon pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Umbulharjo, Yogyakarta. 4. Pembahasan Berdasarkan tabel1 hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar lansia berada pada kategori lanjut usia yaitu (66.7%). Hal ini didukung oleh penelitian (Hidayat, 2016) mengenai lansia yang tinggal di Panti didapatkan bahwa sebagian besar lanjut usia antara 60 sampai 74 tahun berjumlah (60.0%). Penelitian tersebut menunjukkan sebagian besar lansia tinggal di Panti berada pada kategori lanjut usia. Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, berkembang berawal dari bayi kemudian tumbuh menjadi dewasa dan akhirnya menjadi tua. Usia seseorang dapat membedakan tugas, fungsi, peran sesuai tugas dan perkembanganya. Masalah yang sering dihadapi lanjut usia yaitu permasalahan ekonomi, sosial, kesehatan, mental, dan psikososial. Tahap perkembangan lanjut usia yaitu menyiapkan kondisi yang menurun, pensiun, membentuk hubungan baik, mempersiapakan kehidupan yang baru dan penyesuaiaan dengan kehidupan sosial/masyarakat secara santai(suardiman, S. P, 2011). Lanjut usia di Panti pada tahap perkembangan ia mengungkapkan sering mengalami permasalah terutama menganai kesehatannya yang semakin hari semakin menurun seperti nyeri persendian dan keluhan lainnya yang dirasakan. Lingkungan yang baru bagi lansia butuh waktu dalam beradaptasi di lingkungan sosialnya sehingga lansia di Panti juga mengatakan kurang berkomunikasi secara intens dengan lansia lain. Berdasarkan tabel 1 hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia yang tinggal di Panti berjenis kelamin perempuan yaitu (72.2%). Hal ini sependapat dengan penelitian Rofika (2015) mengenai lansia yang tinggal di Panti didapatkan bahwa jenis kelamin responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu (55%). Indonesia termasuk Negara yang akan memasuki era penduduk menua (ageing population) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 ke atas(bps, 2015) Usia angka harapan hidup yang lebih tinggi juga mempunyai jumlah penduduk lanjut usia yang lebih banyak salah satunya adalah DI. Yogyakarta dengan penduduk lanjut usia tertinggi di Indonesia. Jumlah penduduk lanjut usianya perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki ( berbanding Pada tahun 2015, DI.Yogyakarta telah berhasil meningkatkan angka harapan hidup mencapai 74,68 tahun(bps, 2015). Hal ini juga didukung oleh teori dimana memang jumlah perempuan lebih banyak diabndingkan dengan lakilaki dan didapatkan data lansia di Panti laki-laki berjumlah 18 orang sedangkan perempuan 40 orang. Berdasarkan tabel 2hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diberikan aromaterapi lemon selama satu minggu berturut-turut, rata-rata skor kecemasan sebelum pemberian aromaterapi lemon yaitu dan kemudian setelah pemberian aromaterapi lemon rata-rata skor kecemasan menurun menjadi Kecemasan pada lansia di Panti, dapat terjadi karena ditinggalkan oleh keluarganya, tidak pernah dijenguk, dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal membuktikan bahwa kondisi yang dialami lansia tersebut dapat menjadi salah satu stressor dan beberapa yang diungkapkan lansia dikarnakan faktor sosiokultural dan psikoedukatif yaitu lansia harus beradaptasi dengan lingkungan baru secara tidak langsung kurang komunikasi dengan lansia lainnya, keluarga dan pengalaman lansia yang sudah lama tinggal di Panti dengan yang baru akan berbeda dalam menghadapi permasalahan sehingga dampaknya menimbulkan ketegangan dan ketidaknyamanan sehingga mengakibatkan lansia mudah mengalami kecemasan. Kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan dengan rasa takut (Wong, 2010). Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Suliswati(2007) cemas merupakan suatu keadaan yang wajar dan normal, bahkan adaptif untuk sedikit cemas mengenai aspek-aspek kehidupan tersebut. Rentang respon individu terhadap cemas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang palin adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptive adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yag dihadapi sehingga mengalami gangguan fisik dan psikososial. Salah satu cara cara untuk menghilangkan kecemasan yaitu dengan pemberian aromaterapi(geddes & Grosset, 2005). Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan psikologis dan gangguan rasa 31

35 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, nyaman seperti kecemasan. Aromaterapi lemon efeknya dapat menjernihkan dan menstimulasi dimana dapat mengurangi stres, cemas, pikiran yang negatif dan rasa takut(mc.cabe,pauline, 2001). Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya(watt, Gillian and Janca, Aleksandar, 2008). Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa hasil analisis skor stres setelah pemberian aromaterapi lemon selama satu minggu berturut-turut selisih paling tinggi pada hari ketiga dan kelima yaitu Dari hasil analisis berdasarkan uji t-test paired pada hari ketiga dan kelima diperoleh p-value adalah Pada tingkat kesalahan (alpha) 0.05 dan 95% confidence interval menunjukkan bahwa p-value< 0.05 sehingga hipotesis diterima, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan stres sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi lemon pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Umbulharjo, Yogyakarta. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa hasil analisis selisih skor kecemasan sebelum pemberian aromaterapi lemon pada hari pertama dan setelah pemberian aromaterapi lemon pada hari ketujuh yaitu Dari hasil analisis berdasarkan uji t-test paired diperoleh p-value adalah Pada tingkat kesalahan (alpha) 0.05 dan 95% confidence interval menunjukkan bahwa p-value< 0.05 sehingga hipotesis diterima, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kecemasan sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi lemon pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Umbulharjo, Yogyakarta. Wong (2010) mengatakan aromaterapi merupakan sebuah metode penyembuhan dengan menggunakan minyak esensial yang sangat pekat yang sering kali sangat wangi dan diambil dari sarisari tanaman. Aromaterapi lemon yang sari minyaknya diambil dari bagian buah. Efeknya dapat menjernihkan dan menstimulasi dimana dapat mengurangi stres, pikiran yang negatif dan rasa takut. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya(watt, Gillian and Janca, Aleksandar, 2008). Beberapa penelitian ilmiah juga menunjukkan manfaat dari sentuhan dan wangi-wangian dalam mempengaruhi jiwa dan tingkat emosional seseorang. Lansia di Panti mengatakan setelah menghirup aromaterapi lemon ia merasa lebih tenang artinya kandungan yang terdapat dalam lemon yaitu linalool dapat bekerja menstabilkan saraf. Dalam penelitian menunjukkan adanya perbedaan kecemasan disetiap perbandingan di hari pertama sampai dengan hari ketujuh. Keberhasilan pemberian aromaterapi tidak hanya dipengaruhi kandungan yang terdapat dalam lemon yaitu linalool tetapi didukung dengan ketepatan cara pemberiannya mulai dari jarak, kualitas minyak essensial, dosis yang tepat agar tidak menimbulkan efek samping yang ditimbulkan seperti mual dan waktu yang efektif pemberian aromaterapi. Dosis yang tepat diberikan yaitu 2-3 tetes, aromaterapi inhalasi efektif diberikan selama 10 menit. Aromaterapi secara inhalasi baik diberikan sesering mungkin setiap harinya tetapi dalam setiap pemberian durasi tidak lebih dari 10 menit(geddes & Grosset, 2005). Metode secara inhalasi, merupakan cara yang cepat, sederhana, dan efektif untuk mendapatkan manfaat pengobatan. Penggunaan aromaterapi melalui penghirupan setiap hari juga sangat baik untuk meningkatkan kualitas indra penciuman dan kesehatan tubuh. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa aromaterapi terbukti dapat secara efektif mengurangi stres. Pemberian aromaterapi secara inhalasi menggunakan tungku aromatrapi sifatnya adalah menyegarkan ruangan. Mengunakan tungku aromaterapi minyak essensial dicampurkan dengan air sehingga aroma lemon atau minyak essensial tidak secara langsung didhirup. Jarak saat menhirup dengan tungku aromaterapi tidak terlalu dekat yaitu sekitar setengah meter. Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia melalui sistem penciuman dimana pembuluh-pembuluh kapiler mengantarkan ke susunan saraf pusat dan oleh otak akan dikirim berupa pesan ke organ tubuh yang mengalami gangguan atau ketidakseimbangan. Menurut Akoso (2005) menghirup aromaterapi maka akan meningkatkan gelombang-gelombang alfa didalam otak dan gelombang ini yang akan menciptakan keadaan yang rileks. Pusat penciuman ini hanya sebesar biji buah delima pada pangkal otak. Pada tempat ini berbagai sel neuron meninterpretasikan bau tersebut dan mengantarnya ke sistem limbic yang selanjutnya akan dikirim ke hipotalamus untuk diolah. Sistem limbic di otak yang merupakan konsep emosi mencakup perasaan emosional subyektif dan suasana hati. Melalui pengantaran respons yang dilakukan oleh hipotalamus, seluruh unsur pada minyak esensial tersebut akan diantar oleh sistem sirkulasi dan agen kimia kepada organ tubuh yang membutuhkan. Secara psikologis, berdasarkan peneltian di Universitas Warwick di Inggris, bau yang dihasilkan akan berikatan dengan gugus steroid di dalam kelenjar keringat, yaitu disebut osmon, yang mempunyai potensi sebagai penenang kimia alami(mc.cabe,pauline, 2001). Organ peciuman merupakan satu-satunya alat perasa dengan berbagai reseptor saraf yang berhubungan langsung dengan dunia luar berupa suatu saluran langsung ke otak. Respon bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak(hutasoid dan Aini, 2002). Bau yang menyenangkan akan menstimulus thalamus untuk mengeluarkan enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilakan perasaan sejahtera. 32

36 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Kesimpulan Kecemasan lansia sebelum pemberian aromaterapi lemon rata-rata skor kecemasan yaitu Kecemasan lansia setelah pemberian aromaterapi lemon rata-rata skor kecemasan yaitu Ada perbedaan skor kecemasan sebelum dan setelah pemberian aromaterapi lemon dan ada pengaruh pemberian aromaterapi lemon terhadap kecemasan pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma. 6. Saran Penelitian ini dapat dijadikansebagai Evidence Based dalam menjadikan aromaterapi sebagai salah satu kegiatan di Panti untuk menangani kecemasan lansia yang tinggal di Panti. Petugas diharapkan mampu memberikan aromaterapi sesuai dengan standar operating procedure sebagai tindakan dalam menangani kecemasan lansia di Panti. Lansia diharapkan menerapkan aromaterapi sebagai salah satu tindakan dalam menangani kecemasan. Peneliti selanjutnya diharapkan menjadikan hasil penelitian yang dilakukan sebagai sumber referensi atau dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai kecemasan lansia dengan aromaterapi lainnya. 7. Referensi Akoso.(2005). Bebas Stres. Yogyakarta: Trident Referensi Publising; Med Express. Azizah, L. M. (2011). Buku Ajar Keperawatan Lanjut Usia Yogyakarta: Graha Ilmu. BPS. (2015). Badan Pusat Statistik Indonesia. BPS DIY.(2015). Badan Pusat Statistik Indonesia. Bulecheck, Gloria M, Dkk. (2013). Nurisng Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Alih Bahasa Intansari Nurjanah.Indonesia:CV.MOCOMEDIA Geddes & Grosset. (2005). Terapi-Terapi Alternatif. Yogyakarta: LOTUS. Hawari. (2007). Sejahterah di Usia Senja Dimensi Psikologi Pada Lanjut Usia(Lansia). Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2014).Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku I Edisi 2. Jakarta: Selemba Medika. Hutasoid, Aini S. (2002). Aromatherapy Untuk Pemula. Jakarta: PT Gramedia Utama Pustaka. Maryam, R.Siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Selemba Medika. Mc.Cabe,Pauline.(2001).Complementary Therapies In Nursing And Midwifery. Australia: Ausmed Publications. Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. (Sixth Edition). New York: Wolters Kluwer Health. Mubarak, Wahit Iqbal., Indrawati, Lilis., Susanto, Joko. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Selemba Medika. Primadiati, Rachmi. (2002). Aromaterapi Perawatan Alami Untuk Sehat & Cantik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC. Sobur, Alex. (2013). Psikologi Umum. Bandung: CV PUSTAKA SETIA. Suardiman, S. P. (2011). Psikologi Lanjut Usia. Yogyakarta: UGM Press. Suliswati..(2007). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Watt, Gillian and Janca, Aleksandar Aromatherapy in Nursing and Mental Health Care. Journal of Contemporary Nurse, 30(1): Wong. (2010). Easing Anxiety With Aromatherapy. about.com alternative medicine [Jurnal Online]. Diperoleh tanggal 5 Desember 2016 darihttp://altmedicine.about.com/od/anxiet y/a/. 33

37 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP MOTIVASI BERHENTI MEROKOK PADA REMAJA Anafrin Yugistyowati *) & Rahmawati Prodi Ners Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata Yogyakarta Abstrak Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat termasuk remaja. Data terbaru Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014, 18,3 % pelajar Indonesia memiliki kebiasaan merokok. Bahaya merokok, ekonomi, dukungan keluarga dan larangan merokok menjadi faktor yang menyebabkan 70% perokok ingin berhenti merokok. Berhenti merokok dipengaruhi niat dan motivasi, motivasi berhenti merokok dapat dipengaruhi emosi positif dan pikiran yang tenang dalam diri seseorang, terapi SEFT dapat membentuk keadaan antisipatif dan preventif remaja terhadap rokok. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada pengaruh terapi SEFT terhadap motivasi berhenti merokok terhadap remaja di Dusun Semampir Sedayu 2 Bantul Yogyakarta. Rancangan penelitian menggunakan Pra Eksperimen dengan pendekatan One Group Pre Test Post Test tanpa kelompok pembanding dengan sampel berjumlah 23 remaja yang merokok di Dusun Semampir Sedayu 2 Yogyakarta. Analisis data menggunakan uji wilcoxon. Penelitian ini menunjukan sebagian besar responden berusia 18 tahun (26,1%) dan semua responden berjenis kelamin laki-laki (100%), Pre Test menunjukan sebagian responden memiliki motivasi sedang (47,8%) dan Post Test menunjukan sebagian besar responden memiliki motivasi tinggi (69,6%). Penelitian ini juga menunjukan terdapat pengaruh signifikan terapi SEFT terhadap motivasi berhenti merokok pada remaja di Dusun Semampir Sedayu 2, Bantul, Yogyakarta didapatkan P value 0,005 (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah terapi SEFT dapat meningkatkan motivasi berhenti merokok pada remaja di Dusun Semampir Sedayu 2, Bantul, Yogyakarta. Kata Kunci : Merokok, Motivasi, Remaja, SEFT Abstract [The Influence Of Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Therapy For Motivation To Quit Smoking In Adolescent Semampir Sedayu 2 Bantul Yogyakarta 2017] Smoking is one of habits conducted by the majority of community including adolescent. The latest data by Global Survey Youth Tobacco (GYTS) in 2014, 18,3 % students in indonesia has smoking. Dangers of smoking, economy, family support and smoking bans there are several factors causing 70 % of smokers want to stop smoking. Intentions and motivation can affected quit smoking, motivation for quit smoking can be influenced by a positive emotion and mind calm. SEFT therapy can build an anticipative and preventive in adolescent regarding smoking. Objective this study was to know whether any influence of SEFT therapy for motivation to quit smoking adolescent at Semampir Sedayu 2 Bantul Yogyakarta. The study used pre experiment with one group pre test and post test approach without the comparison group with sample were 23 adolescent smoking in Semampir Sedayu 2 Yogyakarta. Data were analyzed by wilcoxon. This study showed most respondents were 18 years old (26,1%), all respondents were male (100%), pre test showed for those who had medium motivation were 47,8% and post tests showed that majority respondents had highly motivation (69,6%). This study also showed there were significant influence SEFT therapy toward motivation to quit smoking in adolescent at Semampir Sedayu 2, Bantul, Yogyakarta with P value 0,005 ( P> 0,05 ). Conclusions this study was SEFT therapy can increase the motivation to quit smoking in adolescent at Semampir Sedayu 2, Bantul, Yogyakarta. Keywords: Adolescent, Motivation, SEFT, Smoking *) Corresponding author anafrin22_ners@yahoo.co.id 34

38 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Pendahuluan Rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Data dari World Health Organization (WHO), menunjukan bahwa tembakau atau rokok, menyebabkan kematian hampir 6 juta orang setiap tahun dan jika hal ini terus berlanjut, diperkirakan akan terjadi 8 juta kematian pada tahun 2030 (WHO, 2014). Meskipun demikian pada sebagian masyarakat, merokok merupakan suatu kebiasaan yang sangat menyenangkan, kebiasaan merokok banyak diikuti oleh kaum remaja agar diakui dalam pergaulan. Data terbaru Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2014 menunjukan bahwa 18,3 % pelajar Indonesia memiliki kebiasaan merokok dengan 33,9% berjenis kelamin laki-laki dan 4,3% perempuan. Secara keseluruhan dari total remaja yang disurvei, 35,6% merokok satu batang per hari, sedangkan (58,3%) perempuan merokok kurang dari satu batang per hari (WHO, 2014). Faktor-faktor yang ikut mendorong remaja menjadi perokok aktif, antara lain: aspek kognitif, remaja merokok karena ingin mendapat pengakuan dari teman-temannya, aspek apektif, remaja merokok dikarena stres yang dialami remaja tersebut dan aspek lingkungan, remaja merokok yaitu dipengaruhi faktor keluarga, ditandai dengan melihatnya orang tua maupun keluarga terdekat yang merokok serta mudahnya mendapatkan rokok (Widiansyah, 2014). Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 terdapat 65 pasal yang tercantum dan dampak kebijakan yang terlihat cukup jelas adalah mengatur area peringatan kesehatan bergambar seluas 40% di depan dan belakang kemasan atau muncul nya gambar tentang penyakit akibat merokok pada kemasan rokok (PP No 109 th 2012). Perokok aktif lebih berisiko mengidap penyakit jantung, stroke dan kanker paru dibandingkan orang yang tidak merokok.perilaku merokok diperkirakan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebanyak 2-4 kali, risiko stroke sebanyak 2-4 kali, dan kanker paru sebanyak 25 kali. Sedangkan pada perokok pasif, mereka akan menjadi lebih berisiko jika semakin sering terpajan asap rokok dari perokok aktif (WHO, 2014). Dari hasil penelitian Ridwan (2014) didapatkan ada hubungan yang sangat kuat antara kejadian merokok dan kejadian hipertensi, perilaku merokok yang merupakan konsumsi zat beracun secara sengaja sangat berisiko terjadinya hipertensi. Banyak dampak negatif rokok terhadap kesehatan, maka dari itu 70% perokok ingin berhenti merokok. Hasil studi Kumalasari (2014) terdapat beberapa faktor seseorang untuk berhenti merokok antara lain: pertama adalah sikap, yaitu sikap terhadap ekonomi dan kesehatan. Kedua norma subyektif yaitu dukungan keluarga dan ketiga adalah Perceived Behavior Control yaitu larangan merokok, pengaruh lingkungan dan efikasi diri. Berhenti merokok dipengaruhi oleh niat dan motivasi. Motivasi adalah suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Faktor- faktor yang mempengaruhi berhenti merokok atau memotivasi untuk berhenti merokok antara lain: edukasi yang tinggi mengenai rokok, kesadaran mengenai kerugian merokok, mendukung kebijakan bebas asap rokok di dalam rumah, anjuran atau nasehat dari dokter atau pun petugas kesehatan, peringatan mengenai bahaya merokok, tingginya harga rokok dan emosi negatif yang ada pada seseorang (Dhumal dkk., 2014). Merokok pada remaja dimulai dari adanya suatu kecenderungan atau sikap yang lebih mengarah pada tindakan untuk melakukan aktivitas merokok. Melihat pada aspek sikap yang dimiliki remaja terhadap rokok, maka perlu adanya penanaman konsep pemikiran dan perasaan yang tepat sehingga remaja dapat bersikap antisipatif dan preventif terhadap rokok. Proses kognisi dan emosi yang saling terkait akan memunculkan kecenderungan untuk berperilaku terhadap suatu objek, terutama dalam hal ini adalah merokok. Pada keadaan emosi yang positif dan pikiran yang tenang memberikan kemudahan dan motivasi bagi seseorang untuk bertindak lebih produktif dan efektif (Sulifan, 2014). Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat membentuk keadaan emosi positif dan pikiran yang tenang terhadap individu, memberikan kemudahan dan motivasi bagi seseorang untuk bertindak lebih produktif dan efektif sehingga muncul pemikiran dan perasaan yang tepat sehingga remaja memiliki keinginan untuk berhenti merokok dan bersikap antisipatif dan preventif terhadap rokok. Penelitian ini akan dilakukan di Dusun Semampir Sedayu 2 Bantul Yogyakarta. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskemas Sedayu 2 didapatkan data tentang beberapa penyakit di Desa Argorejo yang salah satu penyebabnya adalah rokok, antara lain: ISPA sebanyak 106 kasus, asma sebanyak 172 kasus, dan PPOK sebanyak 33 kasus. Pada tanggal 4 Februari 2017 setelah dilakukan wawancara terhadap beberapa remaja didapatkan data dari 10 remaja, 7 diantaranya mengaku merokok. Sebanyak 6 remaja menyatakan memiliki keinginan berhenti merokok dan 3 diantaranya pernah mencoba untuk berhenti merokok. Sebanyak 2 remaja menyatakan kembali merokok jika berkumpul dengan temanteman dan 1 orang menyatakan merokok jika merasa stres dan bosan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi SEFT dan apakah SEFT dapat memotivasi remaja untuk berhenti merokok. 3. Bahan dan Metode Jenis penelitian ini merupakan penelitian Pra Eksperimen dengan Rancangan One Group Pre Test Post Test Without Control, rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol). Teknik sampling 35

39 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja di Dusun Semampir Sedayu 2 Bantul Yogyakarta dengan jumlah 23 remaja. Responden diberikan perlakuan terapi SEFT secara berkelompok dengan dipandu oleh asisten peneliti untuk selanjutnya responden penelitian menerapi dirinya sambil mengikuti arahan dari peneliti dan asisten peneliti. Setelah dilakuan perlakuan terapi SEFT pada hari yang sama dilakukan pengukuran ulang (post test) dengan mengisi kuesioner.pada penelitian ini analisis univariat distribusi frekuensi dan analisis bivariat yang digunakan adalah Uji Wilcoxon. 4. Hasil Dan Pembahasan Responden dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki merokok yang berusia tahun yang berdomisili di Dusun Semampir Sedayu 2 Bantul Yogyakarta. Tabel 1 Karakteristik Responden Karateristik Jumlah Persentase (%) Umur , , , , ,7 Jenis Kelamin Laki- Laki ,0 Perempuan 0 0,0 Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja berusia 18 tahun sebanyak 6 orang (26,1%) dan yang paling sedikit berusia 16 tahun sebanyak 3 orang (13,0%). Masa remaja adalah periode yang penting, masa peralihan, periode perubahan, usia bermasalah, pencarian identitas diri, usia yang ditakutkan, tidak realistis, ambang dari masa dewasa (Sarwono, 2015). Pada remaja akhir salah satunya ditandai dengan minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual. Cenderung mengembangkan cara berfikir secara abstrak, suka memberikan kritik, memulai petualangan, menemukan ide-ide baru, berimajinasi, keingintahuan dan ingin mencoba (Sarwono, 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan data Riskesdas 2013 yang menunjukan persentase usia mulai merokok yang tertinggi adalah remaja kelompok umur tahun. Pada karakteristik jenis kelamin didapatkan bahwa semua responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 orang (100%) dan tidak ada responden yang berjenis kelamin perempuan (0%). Hasil penelitian ini didukung oleh Triastera (2009) bahwa secara garis besar ada perbedaan peran antara pria dan wanita perokok. Sonar sosial yang dihasilkan oleh informan pria adalah kesan macho, pria sejati, lambang kekuatan dan keberanian. Wanita perokok mempunyai citra negatif di hadapan masyarakat, citra yang melekat adalah wanita nakal dan jauh dari kesan feminin.penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Haryanto (2016) didapatkan hasil bahwa semua responden yang memiliki perilaku merokok berjenis kelamin laki-laki yaitu 100% sedangkan yangberjenis kelamin perempuan 0%. a. Motivasi Berhenti Merokok Pada Remaja di Dusun Semampir Sebelum Diberikan Terapi SEFT Tabel 2 Distribusi Frekuensi Motivasi Berhenti Merokok Sebelum Diberikan Terapi SEFT Motivasi Berhenti Merokok Jumlah Persentase (%) Motivasi Rendah 5 21,7 Motivasi Sedang 11 47,8 Motivasi Tinggi 7 30,4 Total ,0 Dari tabel 2 menunjukan bahwa motivasi berhenti merokok pada remaja sebelum diberikan intervensi sebagian besar remaja memiliki motivasi sedang sebanyak 11 orang (47%) dan paling sedikit adalah dengan motivasi rendah yaitu sebanyak 5 orang (21,7%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penlitian Kumboyono (2011) yang menganalisi faktor penghambat motivasi berhenti merokok berdasarkan health belief model dengan hasil moyoritas responden memiliki motivasi berhenti merokok sedang yaitu sebanyak 50 responden (52%). Motivasi adalah sebuah keinginan atau kebutuhan sesorang atas situasi tertentu yang dihadapinya, setiap orang memiliki kekuatan motivasi yang berbeda-beda meskipun dalam situasi yang sama (Siagian, 2012). Teori hierarki kebutuhan (Maslow) memandang manusia memiliki lima macam kebutuhan antara lain: kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk bersosialisasi dan disayangi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Notoatmojo 2014). b. Motivasi Berhenti Merokok Setelah Diterapkan Terapi SEFT Tabel 3 Distribusi Frekuensi Motivasi Berhenti Merokok Setelah Diberikan Terapi SEFT Motivasi Berhenti Merokok Jumlah Persentase (%) Motivasi Rendah 1 4,3 Motivasi Sedang 6 26,1 Motivasi Tinggi 16 69,6 Total ,0 Tabel 3 menunjukan motivasi berhenti merokok pada remaja di Dusun Semampir sesudah 36

40 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, diberikan terapi SEFT motivasi berhenti merokok pada remaja mengalami peningkatan yaitu sebagian besar remaja memiliki motivasi tinggi sebanyak 16 orang (69,6%) saat sebelum diberikan terapi mayoritas remaja memiliki motivasi sedang. Hal ini menunjukan bahwa ada perubahan motivasi berhenti merokok antara sebelum dan sesudah diberikan terapi SEFT, dan hanya 1 orang remaja dengan motivasi rendah (4,3%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sulifan (2014) didapatkan bahwa ada perbedaan perilaku merokok sebelum dan sesudah diberikan terapi SEFT, responden lebih banyak mengisap rokok sebelum diberi terapi SEFT dibandingkan dengan setelah diberi terapi SEFT. SEFT adalah sebuah terapi dengan beberapa gerakan sederhana dan digabungkan dengan unsur spiritual berupa doa sehingga menyebutnya dengan amplifying effect (efek pelipat gandaan). Terdapat 3 tahap dalam terapi SEFT yaitu: pertama TheSet Up saat melakukan perlawanan psikologis, misalnya berupa keyakinan bawah sadar negatif dalam diri seseorang contohnya saya tidak bisa lepas dari kecanduan rokok pada set up kita melakukan doa dengan khusyu, ikhlas dan pasrah. Kedua The Tun In dalam keadaan tun in kita mengarahkan fikiran terhadap keluhan yang dirasakan dan ketiga adalah The Tapping dalam langkah ketiga dengan mengetuk ringan dengan ujung jari pada titik tertentu pada tubuh diseerai dengan tun in (Mustaqim & Rahman, 2016). c. Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Motivasi Berhenti Merokok Pada Remaja Tabel 4 Uji Statistik Perbedaan Motivasi Berhenti Merokok Pada Remaja di Dusun Semampir Sebelum dan Sesudah Diterapkan Terapi SEFT Motivasi Sebelum Sesudah n % n % P value Rendah 5 21,7 1 4,3 Sedang 11 47,8 6 26,1 0,005 Tinggi 7 30, ,6 Penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan (p=0,005) pemberian terapi SEFT terhadap motivasi berhenti merokok pada remaja di Dusun Semampir Sedayu 2 Yogyakarta. Adanya perbedaan yang bermakna motivasi berhenti merokok remaja sebelum dan sesudah pemberian terapi SEFT, sehingga dalam penilaian ini nilai H 0 ditolak. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sulifan (2014) yang berjudul Efektifitas Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) untuk Mengurangi Perilaku Merokok Remaja Madya yang dilakukan terapi secara kelompok dan dalam pelaksanaan terapi dipandu juga oleh peneliti didapatkan hasil Sig = 0,000 (p < 0,01), sehingga dapat dikatakan ada perbedaan antara pre tes dengan post tes. Hal ini berarti terapi SEFT terbukti efektif dalam menurunkan perilaku merokok pada remaja siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo. Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian Janah (2014) yang berjudul Pengaruh Pelatihan Kontrol Diri Dengan Menggunakan Metode Tehnik Gerakan Mengontrol Perilaku Merokok (TGMPM) Untuk Mengurangi Perilaku Merokok Pada Siswa SMK Harapan Kartasura juga mendukung hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa pelatihan kontrol diri dengan menggunakan metode Emtional Freedom Technique (EFT) efektif untuk mengurangi perilaku merokok siswa SMK Harapan yang tergolong rendah didapatkan P value= 0,042 (P>0,05) dan untuk kategori sedang didapatkan nilai P value= 0,029 (P>0,05) yang berarti sgnifikan untuk kedua kategori tersebut, hasil yang menunjukan bahwa metode Smoking Control Movement Technique (SCMT) atau Emotional Freedom Technique (EFT) efektif untuk mengurangi perilaku merokok pada perokok ringan dan perokok sedang tapi tidak dengan perokok sering (Janah, 2014). 5. Kesimpulan Dan Saran Sebagian besar responden memiliki motivasi sedang sebelum diberikan terapi SEFT. Sebagian besar reponden memiliki motivasi tinggi sesudah diberikan terapi SEFT. Ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian terapi SEFT terhadap motivasi berhenti merokok. Pemberian terapi SEFT terhadap remaja perokok aktif dapat meningkatkan motivasi berhenti merokok khususnya di Dusun Semampir Sedayu 2, Bantul, Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap dinas kesehatan dan puskesmas untuk mengurangi angka perokok pemula di Bantul dengan cara diberikan pelatihan SEFT kepada beberapa tenaga kesehatan di sehingga dapat diaplikasikan. 6. Referensi Ardita H. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berhenti Merokok. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dhumal GG, Pednekar MS, Gupta PC, Sansone G, Quah ACK, Travers MB, et al. (2014) Quit history, intentions to quit and reasons for considering quitting among tobacco users in India: Findings from the wave 1 TCP India survey, pp Haryanto T. (2016). Hubungan Persepsi Perokok Aktif Tentang Perokok Pasif dengan Motivasi Berhenti Merokok di Dusun Brajan Kasihan Bantul Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Alma Ata Yogyakarta. Janah MR. (2014) Pengaruh Pelatihan Kontrol Diri Dengan Menggunakan Metode Tehnik Gerakan Mengontrol Perilaku Merokok (TGMPM) Untuk Mengurangi Perilaku 37

41 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Merokok Pada Siswa SMK Harapan Kartasura, pp Kementrian Kesehatan R.I. (2014). Laporan Riset Kesehatan Dasar Jakarta. Kumalasari I. (2014). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Intensi Berhenti Merokok Pada Santri Putra Di Kabupaten Kudus. Tesis. Bandung: Universitas Padjadjaran Bandung. Kumboyono. (2011) Analisis Faktor Penghambat Motivasi Berhenti Merokok Berdasarkan Health Belief Model Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang, pp Mustaqim A dan Rahman A. (2016). Ruqyah Asy- Syar iyyah. Jakarta: Shahih. Notoatmodjo S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 (2012). Indonesia: Presiden R.I Ridwan ES dan Nurwanti E. (2014) Gaya Hidup Dan Hipertensi Pada Lanjut Usia di Kecamatan Kasihan Bantul Yogyakarta, pp Sarwono SW. (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Siagian S P. (2012). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sulifan Y. (2014) Efektifitas Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) untuk Mengurangi Perilaku Merokok Remaja Madya, pp Triastera I. (2009). Fenomena Konsumen Rokok Era Baru: Perilaku Merokok Terhadap Citra Simbolisme Personal. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Widiansyah M. (2014) Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Remaja Perokok di Desa Sidorejo Kabupaten Penajam Paser Utara, pp World Health Organization. Fast Facts. 2014A. Tersedia dalam: ct_sheets/fast_facts/ [diakses pada 2 Februari 2017]. World Health Organization. Global Youth Tobacco Survey: Indonesia 2014B. New Delhi: WHO- SEARO; World Health Organization. Health Effect of Cigarette Smoking. 2014C. Tersedia dalam: ct_sheets/health_effects/effects_cig_smoking/i ndex.htm [diakses pada 21 Januari 2017]. 38

42 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG FAMILY CENTERED-CARE DENGAN SIKAP DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP ANAK Anafrin Yugistyowati *) & Selamet Santoso Prodi Ners Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata Yogyakarta Abstrak Family Centered-Care (FCC) adalah pendekatan keperawatan yang melibatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan kepada anak. Sikap perawat dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pengalaman kerja, dan usia.penelitian ini bertujuan untukmengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang FCC dengan sikap dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap anak.rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi melalui pendekatan cross sectional yaitu mengambil data dalam satu waktu bersamaan (Point time approach). Dalam penelitian ini responden berjumlah 30 perawat yang berada di bangsal anak dengan kriteria yang sudah ditentukan dan responden orang tua berjumlah 37 orang.pengetahuan perawat tentang FCC di RSUD Panembahan Senopati Bantul dalam kategori cukup 11 orang (68,8%) dan pengetahuan perawat di RSUD Wates dalam kategori cukup 12 orang (85,7%). Orang tua memberikan nilai sikap kepada perawat di RSUD Panembahan Senopati dalam kategori baik sebanyak 16 orang (84,2%) dan di RSUD Wates dalam kategori baik sebanyak 14 orang (77,8%). Hasil Crosstabulation antara pengetahuan perawat dengan sikap dengan uji Spearmen Rank diperoleh nilai p=0,717 (p>0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat tentang FCC dengan sikap dalam pemberian asuhan keperawatan.kesimpulan penelitianiniadalah Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang FCCdengan sikap dalam pemberian asuhan keperawatan. Kata Kunci : Family Centered-Care, Pengetahuan, Perawat, Sikap Abstract [Nursing Knowledge About Family Centered-Care With Attitude InAdministering Nursing Care In The Patient Children] Family-Centered Care (FCC) is the approach in nursing involving families in nursing care of granting to the child. The level of knowledge, work experience, and age influenced Nurse attitudes.this research aims to know the correlation of FCC with the attitude of nurses in administering nursing care in the inpatient children.research methods was descriptive correlation through the approach of cross sectional i.e. An approach that takes data in one same time (Point time approach). The respondents In this study is 30 nurses residing in the ward the child and the parents of patients is 37 respondents.nurse Knowledge about FCC in the Panembahan Senopati Bantul in the category quite 11 people (68.8%), and knowledge of nurses in hospital of Wates in the category quite 12 people (85.7%). Moreover, parents provide value to the attitude of nurses in hospital of Panembahan Senopati Bantul in both categories as many as 16 people (84.2%) and in hospital of Wates in the category either as many as 14 people (77.8%). Furthermore, the results of crosstabulation between nurse's knowledge with attitude with test Spearmen Rank retrieved value p = (p> 0.05), indicate that there is no meaningful relationship between nurse's knowledge about the FCC with attitude in giving of nursing care.conclusion this research was there was no significant relationship between nurse's knowledge of FCC with the attitude in the granting of nursing care. Keywords : Family-Centered Care, Knowledge, Nurses, Attitude 1. Pendahuluan Anak adalah individu yang berumur kurang dari 18 tahun yang sedang mengalami tumbuh kembang dan memiliki kebutuhan khusus *) Corresponding author anafrin22_ners@yahoo.co.id secara fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Supartini, 2004). Sehingga dalam mencapai atau memenuhi kebutuhan secara keseluruhan maka dibutuhkan kondisi tubuh yang sehat dan sejahtera. Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya tersebut 39

43 dilakukan sejak janin di dalam kandungan (Kemenkes, 2014). Sehat merupakan keadaan yang paling dinamis dimana seseorang menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal untuk mempertahankan kesehatannya(p.perry, 2012) Kondisi seseorang tidak selamanya berada dalam status yang sehat dan untuk anak-anak yang sistem imunitasnya belum sempurna akan mudah terserang penyakit dan menjadi sakit. Kondisi anak yang sakit akan memaksa orang tua merujuk ke rumah sakit agar mendapatkan pelayanan kesehatan dan harus menjalani perawatan selama anak sakit atau proses hospitalisasi (Supartini, 2004) Angka Kesakitan anak di Indonesia berdasarkan kelompok usia, jumlah anak kelompok usia 0-4 tahun sebanyak 22,7 juta jiwa (9,54%), kelompok usia 5-9 tahun sebanyak 23,3 juta jiwa (9,79%), kelompok usia tahun sebanyak 22,7 juta jiwa (9,55%), dan kelompok usia tahun berjumlah 20,9 juta (8,79%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Dari angka kejadian di atas menandakan bahwa angka kesakitan pada anak cukup tinggi maka jumlah rawat inap pada anak di rumah sakit juga tinggi. FCC adalah sebuah pendekatan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kemitraan yang saling menguntungkan antara pasien, keluarga, dan penyedia layanan kesehatan. Hal ini didirikan pada memahami bahwa keluarga memainkan peran penting dalam memastikan kesehatan dan kesejahteraan pasien dari segala usia (American Academy of Pediatric, 2016) Dalam perawatan pasien berpusat pada keluarga, pasien dan keluarga menentukan bagaimana mereka akan berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan. FCC sebagai standar praktik yang dapat menghasilkan pelayanan berkualitas tinggi. FCC memberikan perawatan dengan didasarkan pada saling percaya, kolaborasi atau kemitraan yang bekerja sama dengan keluarga dengan memperhatikan aspek (bio, psiko, sosio, dan spiritual) menghormati keragaman dan mengakui keluarga adalah sumber dalam kehidupan anak (American Academy of Pediatric, 2016) Penerapan FCC di rumah sakit khususnya di negara-negara maju sudah terstandar dengan baik dan untuk di negara berkembang seperti Indonesia belum terstandar dengan baik dan dalam penerapannya tidak mudah karena banyak dari petugas kesehatan terutama perawat belum memahami konsep FCC. Era globalisasi seperti sekarang ini perawat dituntut lebih terampil dan meningkatkan pengetahuan dalam berbagai bidang. Penerapan FCC memiliki beberapa prinsip yaitu : merawat pasien bersama-sama dengan keluarga dan bagaimana cara merawat pasien selama proses penyembuhan, misalnya selama rawat inap dan rawat jalan, Meningkatkan dalam pelayanan berpusat pada keluarga, Mengelola rumah sakit bersama-sama bagaimana kita melibatkan keluarga dalam manajemen rumah sakit (The Royal Children s Hospital, 2017). Kebijakan dalam hal FCC adalah dengan jam kunjung, keluarga dipandang sebagai sumber kekuatan dari anak dan unsur yang konstan dan tenaga kesehatan fluktuatif. Dengan didampingi keluarga selama 24 jam anak akan merasa nyaman dan memberikan dukungan kepada anak. Hal yang harus diperhatikan dalam jam kunjungan adalah menjaga prinsip aseptik dan cuci tangan sebelum dan sesudah kunjungan untuk meminimalisir anak tertular penyakit lain (Potts & Mandleco, 2007). Selain itu pre-hospitalkonseling juga harus diberikan kepada orang tua oleh tenaga kesehatan, terkait dengan kebijakan, prosedur dan peraturan rumah sakit sebelum anak dirawat. Konseling ini dilihat dari prinsip FCC, petugas kesehatan memberikan hak informasi yang jelas kepada klien dan keluarga. Menghormati anak dan keluarga, bahwa mereka memiliki hak untuk bertanya. Keluarga menentukan sendiri siapakah yang akan menjaga dan mengasuh anak selama proses perawatan. Keluarga dapat melakukan pergantian penjagaan terhadap anak sebagai orang yang memberikan dukungan kepada anak(the Royal Children s Hospital, 2017). Peneliti melakukan studi pendahuluan pada tanggal 22 Februari 2017 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Bangsal Anggrek. Peneliti melakukan wawancara kepada perawat jaga dan didapatkan data bahwa di rumah sakit tersebut belum menerapkan FCC dengan indikator perawat belum memahami konsep FCC, belum adanya sistem pengelola penerapan FCC di bangsal tersebut. Adapun jumlah perawat dibangsal tersebut sebanyak 18 orang. Hasil wawancara kepada keluarga pasien didapatkan data bahwa 4 dari 8 keluarga pasien mengatakan sikap yang di tunjukan oleh perawat saat tindakan keperawatan cukup baik seperti saat pemberian obat perawat tersenyum dan ramah. Sebagian mengatakan pelayanan baik dengan respon cepat apabila keluarga membutuhkan bantuan. Perawat dalam memberikan tindakan keperawatan selalu melibatkan keluarga seperti pemasangan infus, pengukuran tanda-tanda vital, mengajarkan cuci tangan kepada keluarga, tetapi perawat tidak memahami bahwa yang dilakukan adalah bagian dari konsep FCC. Peneliti juga melakukan studi pendahuluan di RSUD Wates dan melakukan wawancara kepada perawat jaga dan didapatkan data bahwa bangsal tersebut belum menerapkan FCC dan belum ada Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang FCC di ruangan tersebut dan perawat belum memahami konsep FCC dan jumlah perawat di bangsal Cempaka sebanyak 14 orang. Peneliti melakukan wawancara kepada 8 keluarga pasien dan didapatkan data bahwa 5 dari 8 40

44 keluarga pasien mengatakan bahwa sebagian perawat menunjukan sikap dalam memberikan tindakan kurang baik seperti perawat kurang komunikasi dan kurang ramah terhadap keluarga dan keluarga jarang dilibatkan dalam tindakan keperawatan. 2. Bahan dan Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif analitik dengan rancangan penelitian deskriptif korelasi melalui pendekatan cross sectional yaitu suatu pendekatan yang mengambil data dalam satu waktu bersamaan (Point time approach) (Machfoedz, 2016).Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua pasien anak yang menjalani perawatan dan seluruh perawat yang berada di ruang rawat inap anak RSUD Panembahan Senopati Bantul dan RSUD Wates Yogyakarta. 3. Hasil Dan Pembahasan Responden dalam penelitian ini adalah 30 perawat yaitu 16 perawat yang berada di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan 14 perawat yang berada di RSUD Wates dan 37 orang tua pasien anak yaitu 19 orang tua pasien yang berada di RSUD Panembahan Senopati dan 18 orang tua yang berada di RSUD Wates menjalani perawatan sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Karakteristik responden yang berada di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan RSUD Wates secara umum di tunjukan pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden BerdasarkanJenisKelamin Responden Jenis Kelamin Perawat Orang Total Tua f % f % f % RSUD Panembahan Perempuan 16 45, , ,6 Laki-Laki 0 0,0 4 11,4 4 11,4 Total 16 45, , ,0 RSUD Wates Perempuan 13 40,6 8 25, ,6 Laki-Laki 1 3, , ,4 Total 14 43, , ,0 Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden penelitian yang berada di RSUD Panembahan Senopati Bantul berjenis kelamin perempuan adalah perawat sebanyak 16 orang (45,7%), sedangkan sebagian kecil responden berjenis kelamin laki-laki adalah orang tua sebanyak 4 orang (11,4%). Responden yang berada di RSUD Wates sebagian besar berjenis kelamin perempuan adalah perawat sebanyak 13 orang (40,6%), sedangkan sebagian kecil berjenis kelamin laki-laki adalah perawat sebanyak 1 orang (3,1%). Sebagian besar responden perawat berjenis kelamin perempuan, Penelitian yang dilakukan oleh(wulandari, 2012) menunjukan bahwa sebagian besar adalah perempuan yang beminat menjadi perawat, hal ini dikarenakan wanita/perempuan yang lekat dengan lemah lembut, rasa empati, dan cenderung menggunakan perasaan. Perawat yang identik dengan senyuman, ramah, dan tata cara berbicara yang sopan menjadikan profesi keperawatan di dominasi oleh perempuan. Tabel 2 Distribusi Karakteristik RespondenBerdasarkan Usia Responden Usia Perawat Orang Total Tua f % f % f % RSUD Panembahan ,0 4 11,5 4 11, , , , ,4 3 8,6 8 23, ,0 2 5,8 2 5, ,0 0 0,0 0 0,0 Total 16 46, , ,0 RSUD Wates ,5 2 6,2 6 18, ,4 8 24, , ,7 6 18, , ,0 1 3,1 1 3, ,0 1 3,1 1 3,1 Total 14 43, , ,0 Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa sebagian besar responden perawat yang berada di RSUD Panembahan Senopati Bantul berusia tahun sebanyak 11 orang (31,6%), sedangkan responden orang tua sebagian kecil berusia tahun sebanyak 2 orang (5,8%). Sebagian besar responden perawat yang berada di RSUD Wates berusia tahun sebanyak 6 orang (18,7%), sedangkan sebagian kecil responden orang tua berusia tahun dan tahun sebanyak 1 orang (3,1%). Usia dapat mempengaruhi daya tangkap serta pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya umur maka akan semakin meningkatnya daya tangkap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik(notoatmodjo, 2007). Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden perawat yang berada di RSUD Panembahan berpendidikan D3 keperawatan sebanyak 14 orang (40,0%), sedangkan responden orang tua sebagian kecil berpendidikan SD sebanyak 1 orang (2,9%). Responden perawat yang berada d RSUD Wates sebagian besar berpendidikan D3 keperawatan sebanyak 13 orang (40,6%), sedangkan responden orang tua sebagian kecil berpendidikan D3 dan S2 sebanyak 1 orang (3,1%). 41

45 Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Responden Penddikan Perawat Orang Total Tua f % f % f % RSUD Panembahan SD 0 0,0 1 2,9 1 2,9 SMP 0 0,0 3 8,6 3 8,6 SMA 0 0, , ,4 Sederajat D ,0 1 2, ,9 S1 2 5,7 3 8,6 5 14,3 S2 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 16 45, , ,0 RSUD Wates SD 0 0,0 2 6,2 2 6,2 SMP 0 0,0 2 6,2 2 6,2 SMA 0 0, , ,2 Sederajat D ,6 1 3, ,8 S1 1 3,1 0 0,0 1 3,1 S2 0 0,0 1 3,1 1 3,1 Total 14 43, ,2 100,0 Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja Lama Kerja Frekuensi Persentase (%) RSUD Panembahan < 2 Tahun 0 0,0 2-5 Tahun 9 56,2 > 5 Tahun 7 43,8 Total ,0 RSUD Wates < 2 Tahun 0 0,0 2-5 Tahun 9 64,3 > 5 Tahun 5 35,7 Total ,0 Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden perawat yang berada di RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki pengalaman kerja 2-5 tahun sebanyak 9 orang (56,2%), sedangkan sebagian kecil responden perawat yang berada di RSUD Wates memiliki pengalaman kerja > 5 tahun sebanyak 5 orang (35,7%). Pengalaman sebagai suatu pembelajaran dan pemahaman pengetahuan secara langsung yang dialami seseorang. Semakin lama seseorang bekerja akan membuat seseorang terampil dalam bidang yang diketahuinya. Pengalaman kerja yang lama akan membuat seorang perawat peduli dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah pasien, keluarga pasien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tabel 5 Distribusi Perawat Berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) RSUD Panembahan Kurang 2 12,5 Cukup 11 68,8 Baik 3 18,8 Total ,0 RSUD Wates Kurang 1 7,1 Cukup 12 85,7 Baik 1 7,1 Total ,0 Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden perawat yang berada di RSUD Panembahan Senopati memiliki pengtahuan cukup tentang FCC sebanyak 11 orang (68,8%), sedangkan sebagian kecil responden perawat yang berada di RSUD Wates memiliki pengetahuan baik tentang FCC sebanyak 1 orang (7,1%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar perawat yang berada di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan RSUD Wates memiliki pengetahuan tentang FCC dalam kategori cukup. Ini dikarenakan perawat belum memahami konsep dari FCC, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja perawat dalam mengaplikasikan FCC dalam pemberian asuhan keperawatan. sedangkan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan baik tentang FCC. Hal ini dikarenakan perawat sudah mendapatkan pada saat menempuh pendidikan dahulu, sumber informasi dari berbagai buku atau jurnal. Tabel 6Distribusi Perawat Berdasarkan Sikap Sikap Perawat Frekuensi Persentase (%) RSUD Panembahan Kurang 0 0,0 Cukup 3 15,8 Baik 16 84,2 Total ,0 RSUD Wates Kurang 0 0,0 Cukup 4 22,2 Baik 14 77,8 Total ,0 Berdasarkan tabel 6 diatas menunjukan bahwa sebagian besar orang tua yang berada di RSUD Panembahan Senopati memberikan nilai sikap dalam kategori baik kepada perawat sebanyak 16 orang (84,2%), sedangkan sebagian kecil orang tua yang berada di RSUD Wates memberikan nilai cukup kepada perawat sebanyak 14 orang (77,8%). Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung terlihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan 42

46 terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu(sunaryo, 2004). Sikap seorang perawat dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman kerja yang dimilikinya, semakin tinggi pendidikan dan pengalaman kerja akan membuat seorang berorientasi lebih luas. Kehidupan sosial dan pengembangan individu juga akan mempengaruhi sikap perawat dimana jika seorang perawat tidak terbiasa dengan kehidupan bersosial dan pengembangan diri yang tidak baik, maka akan membuat rasa empati seorang perawat terhadap pasien kurang (Azwar, 2016). Tabel7 Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Family Centered-Care dengan Sikap dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Sikap Perawat Total Pengetahuan Kurang Cukup Baik p-value f % f % f % f % Kurang 0 0,0 1 3,3 1 3,3 2 6,7 Cukup 0 0,0 4 13, , ,0 Baik 0 0,0 1 3,3 3 10,0 4 13,3 0,717 Total 0 0,0 6 20, , Berdasarkan tabulasi silang tabel 7 menunjukan bahwa sebagian besar responden perawat yang memiliki pengetahuan cukup tentang FCC dengan sikap baik sebanyak 20 orang (66,7%), perawat yang memiliki pengetahuan kurang tentang FCC dengan sikap baik sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan perawat yang memiliki pengetahuan baik tentang FCC dengan sikap baik sebanyak 3 orang (10,0%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Spearmen Rank didapatkan nilai p-value sebesar 0,717 yang berarti lebih besar dari taraf signifikansi (<0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat dengan sikap dalam pemberian asuhan keperawatan. dari hasil analisis didapatkan keeratan hubungan antara pengetahuan perawat dengan sikap perawat (r) adalah 0,069 yang artinya hal ini menunjukan bahwa terjadi hubungan sangat rendah antara pengetahuan perawat dengan sikap perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Berdasarkan tabulasi silang diatas terdapat missing data sebanyak 7 responden (18,9%) hal ini dikarenakan responden perawat dengan responden orang tua tidak sebanding, hal ini dikarenakan responden perawat yang kurang dan tidak memenuhi sampel seperti responden orang tua. Hal ini dikarenakan Perawat ada yang sedang menjalani cuti atau pindah ruangan perawatan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden orang tua memberikan nilai baik kepada perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sedangkan perawat belum memahami konsep FCC. Dalam pemberian asuhan keperawatan, perawat sudah melibatkan keluarga atau orang tua pasien dalam tindakan keperawatan hanya saja perawat belum memahami sepenuhnya bahwa yang mereka lakukan adalah bagian dari konsep FCC. Faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap baik perawat adalah kepribadian, budaya, program RS yang mengutamakan kepuasan pasien misalnya : senyum, sapa dan salam. Kepribadian seseorang yang baik hati, ramah, dan peduli terhadap orang lain akan membuat perawat bersikap baik terhadap pasien dan keluarga. Budaya juga dapat mempengaruhi sikap dimana budaya dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Program RS juga dapat mempengaruhi sikap perawat dimana perawat dituntut untuk bersikap sopan dan baik, untuk dapat mencapai tujuan dari RS yaitu melayani masyarakat dan kesembuhan, kepuasan pasien adalah hal utama. Seseorang menilai orang lain sesuai apa yang mereka rasakan dan sesuai dengan apa yang mereka lihat dan ketahui. Orang tua pasien anak memberikan nilai sikap kepada perawat secara objektif seperti apa yang perawat lakukan saat pemberian asuhan keperawatan dan apa yang orang tua rasakan selama proses perawatan anak. Penilaian secara objektif tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba dengan menilai suatu objek hanya dengan melihat sekilas Butuh beberapa waktu lamanya agar penilaian objektif dapat terwujud. 4. Kesimpulan a. Perawat yang menjadi responden di RSUD Panembahan Senopati Bantul berjenis kelamin perempuan dengan usia tahun, dan berpendidikan D3. b. Orang tua yang menjadi responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan usia tahun dan berpendidikan SMA. c. Perawat RSUD Wates Yogyakarta sebagian besar bejenis kelamin perempuan dengan usia tahun dan berpendidikan D3; sedangkan orang tua yang menjadi responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan usia tahun dan berpendidikan SMA. d. Perawat RSUD Panembahan Senopati Bantul dan RSUD Wates Yogyakarta memiliki pengetahuan tentang FCC dalam kategori cukup. 43

47 e. Orang tua pasien memberikan penilaian sikap perawat dalam kategori baik di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan di RSUD Wates Yogyakarta. f. Tidak ada hubungan bermakna pengetahuan perawat tentang FCCdengan sikap dalam pemberian asuhan keperawatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan RSUD Wates Yogyakarta. 5. Referensi American Academy of Pediatric. [Online]. cited (2016) oktober Monday. Available from: Azwar S. (2016). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Yogyakarta: Pustaka Pelajar. I, M. Y., Sinaga, F. and Ayu, D. B. (2014) Hubungan Beban Kerja Terhadap Sikap dan Motivasi Perawat di Ruang Intensif umah Sakit Santo Borromeus Bandung, pp Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Jakarta. Machfoedz I. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran Yogyakarta: Fitramaya. Notoatmodjo S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam FE. (2007). Pendidikan dalam Keperawatan : Salemba Medika; Jakarta. P. Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. 4th ed. Jakarta: EGC. Potts, N.L., & Mandleco, B.L. (2007). Pediatric nursing: Caring for children and their families. Clifton Park, New York: Thompson Delmas Learning. P, T. S. et al. (2008) Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Perawat dalam Pelaksanaan Family Centered Care di ruang rawat inap anak, pp Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan Jakarta: EGC. Supartini Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. 1st ed. Jakarta: EGC. The Royal Children's Hospital. [Online]. [cited (2017). January 4. Available from: nd_family_centred_care/. Wulandari, T. I. P. (2012). Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi laki-laki berprofesi sebagai perawat. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. 44

48 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, PENGARUH INTERVENSI EDUKASI SUPORTIF TERHADAP KEPATUHAN DALAM PENGONTROLAN TEKANAN DARAH PASIEN HEMODIALISIS DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Raisa Farida Kafil 1*), Helwiyah Ropi 2, Urip Rahayu 2 1 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta 2 Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung Abstrak Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan permasalahan umum pada pasien hemodialisis. Pengelolaan hipertensi tidak dapat tercapai apabila hanya mengandalkan tenaga kesehatan saja. Dibutuhkan partisipasi aktif dari pasien melalui tindakan pengelolaan tekanan darah yang adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh intervensi edukasi suportif terhadapkepatuhan dalam pengontrolan tekanan darah pasien hemodialisa di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan pendekatan pretest and posttest design with a comparison group dengan jumlah sampel sebanyak 30 pasien di Instalasi Hemodialisis RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon dan uji t- berpasangan untuk mengetahui pengaruh edukasi suportif terhadap kepatuhan pasien.terdapat perbedaan pengaruh intervensi edukasi suportif antara pretest dan posttest pada kelompok intervensi terhadap kepatuhan dalam pengontrolan tekanan darah (p=0,000).simpulanpenelitianiniadalah edukasi suportif berpengaruh positif terhadap kepatuhan pasien dan dapat direkomendasikan sebagai intervensi pada perawatan pasien hemodialisis dalam pengontrolan hipertensi di Instalasi Hemodialisa RSHS Bandung. Kata kunci: Edukasi suportif, Hemodialisis, Kepatuhan, Tekanan Darah Abstract [Effect Of Supportive Educative Intervention On Adherence Of Blood Pressure Control In Hemodialysis Patients In Rsup Dr Hasan Sadikin Bandung] Uncontrolled hypertension is a common problem ina hemodialysis patients. Management of hypertension cannot be achieved if rely on health worker alone. It needs an active participation from patients through adequate blood pressure control. This research aims to determine the effect of supportive-educative intervention on adherence of blood pressure control among hemodialysis patients in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.This research was a quasi experimental research involving thirty respondents with pretest and posttest design with a comparison group approachment in Hemodialysis Instalation RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Data analysis used in this research was Wilcoxon test and Paired t-test to determine the effect of supportive-educative intervention on patient s adherence. There was a differences of supportive-educative intervention effect between pretest and posttest in the intervention group at variable adherence (p=0.000) of blood pressure control in hemodialysis patients. Supportive-educative intervention have a positive effects on adherence so it can be recommended as an intervention in the treatment of hemodialysis patient at RSHS Bandung. Keyword: Adherence, Blood Pressure, Hemodialysis patients, Supportive-educative *) Corresponding author raisa.farida.kafil@gmail.com 40

49 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Pendahuluan Hipertensi merupakan kondisi yang umum dan masih menjadi permasalahan yang terus meningkat pada pasien hemodialisis (HD) (Agarwal, 2010). Prevalensi hipertensi pada pasien HD diperkirakan mencapai 50% sampai 90% dan lebih dari 60% kasus merupakan hipertensi yang tidak dapat dikontrol (Lewicki, Kerr & Polkinghorne, 2012). Walaupun obat antihipertensi telah digunakan, namun hipertensi yang tidak terkontrol masih menjadi permasalahan utama pada pasien HD akibat tidak optimalnya perilaku perawatan diri pasien Lewicki, Kerr, dan Polkinghorne (2012). Perilaku perawatan diri yang buruk tersebut misalnya asupan garam maupun cairan yang berlebihan dan tingginya interdialytic weight gain (IDWG), ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan hipertensi, sesi HD yang tidak komplit, maupun pelaksanaan sesi HD dengan durasi yang lebih singkat (Lopez-Vargas et al., 2014). Selain itu, pasien juga cenderung cemas terhadap perkembangan penyakit yang tak terelakkan, tingginya burden penyakit yang berkaitan dengan dialisis, dan peningkatan risiko kematian dini. Systematic review yang dilakukan oleh Sharp, Wild, dan Gumley (2005) tentang jenis intervensi edukasi kesehatan pada pasien HD, menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada kesimpulan jenis intervensi edukasi kesehatan yang dinilai paling efektif untuk diterapkan pada pasien HD karena keterbatasan validitas dan metode penelitian, sehingga penelitian tersebut beresiko menimbulkan bias. Namun begitu, intervensi edukasi yang berfokus pada perubahan perilaku, peningkatan kepatuhan melalui strategi penanaman komitmen terhadap perubahan perilaku, dan pemantauan diri dinilai dapat memberikan dampak positif. Peneliti telah mengidentifikasi beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang intervensi edukasi kesehatan pada pasien HD dalam pengontrolan tekanan darahnya. Strategi pengontrolan tekanan darah pada pasien HD cenderung hanya berfokus pada pemberian terapi pengobatan dan penguatan restriksi cairan, dengan harapan bahwa pasien mampu mengikuti anjuran terapi tersebut (Kauric-Klein, 2011). Quinan (2007) menyatakan bahwa pengontrolan tekanan darah pada pasien HD memerlukan intervensi yang berorientasi pada pasien. Persepsi mengenai feeling in control memainkan peran penting bagi individu untuk melakukan adaptasi terhadap pengelolaan penyakit kronis yang dideritanya. Pasien dapat mengupayakan pemeliharaan kontrol personal dalam penyakitnya sebagaimana mempertahankan adaptasinya. Pencapaian outcome tersebut tidak akan optimal apabila hanya mengandalkan tim kesehatan saja. Dibutuhkan partisipasi aktif dari pasien melalui tindakan manajemen perawatan diri secara konsisten sepanjang hidupnya. Penelitian mengenai edukasi suportif telah dilakukan di beberapa negara pada berbagai kondisi penyakit, antara lain pada pasien hemodialisis (Kauric-Klein, 2011), gagal jantung (Zamanzadeh, Valizadeh, Howard, & Jamshidi, 2013: Whitaker, 2001), stroke (Oupra, 2007), dan asma (Kaur, Behera, Gupta, & Verma, 2009). Edukasi suportif berbeda dengan edukasi kesehatan pada umumnya karena bukan hanya aspek kognitif pasien yang ditingkatkan, namun juga berfokus pada pemberian dukungan, bimbingan, dan pengajaran bagi pasien. Edukasi ini merupakan bagian dari Orem s nursing system yang tujuannya adalah membantu individu melakukan tindakan perawatan diri, melalui tahap teaching, guiding,supporting, dan developmental environment. Di Indonesia, khususnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, setiap pasien telah diberikan edukasi kesehatan terhadap pengelolaan penyakitnya. Edukasi individu dilakukan oleh dokter selama fase intradialitik dan berkaitan dengan penyakitnya. Namun, pelaksanaan edukasi tersebut belum berkesinambungan akibat padatnya kesibukan dokter. Selain itu, edukasi juga dilakukan oleh perawat namun hanya sebatas informasi-informasi umum seperti pengelolaan cairan. Hal tersebut menjadi alasan kurang optimalnya edukasi kesehatan yang telah dilakukan di Instalasi HD RSHS dalam meningkatkan outcome pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh intervensi edukasi suportif terhadap kepatuhan pengontrolan tekanan darah pasien hemodialisis. 2. Bahan dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis quasi-experimental studymenggunakan pretest and posttest design with a comparison groupyaitu efek suatu perlakuan terhadap variabel yang akan diuji dengan cara membandingkan keadaan variabel setelah diberikan perlakuan pada kelompok perlakuan, kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima terapi standar(burns & Grove, 2005). Observasi dilakukan dua kali, sebelum dan sesudah eksperimen dengan dua kelompok, yaitu kelompokintervensi dan kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien GGT yang menjalani hemodialisis di Instalasi Hemodialisa RSUD Hasan Sadikin Bandung. Sampel penelitian ditentukan menggunakan teknik consecutive sampling, dengan mempertimbangkan beberapa kriteria. Kriteria inklusi yang ditentukan adalah: 1) Pasien yang telah menjalani hemodialisis > 3 bulan; 2) Pasien berusia > 18 tahun; 3) Memiliki hipertensi yang tidak terkontrol, yaitu rata-rata tekanan darah predialisis sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg; 4) Memiliki skor normal (skor 24-30) pada skrining kognitif menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE); 5) Hidup satu rumah dengan significant other (keluarga); dan 6) Mampu membaca dan menulis. Kriteria eksklusi yang ditentukan yaitu: 1) Pasien dalam kondisi gawat 41

50 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, atau mengalami penurunan kesadaran; 2) Pasien dengan hipertensi resisten, yaitu pasien dengan tekanan darah diatas target walaupun telah mengkonsumsi 3 agen hipertensi dari kelas yang berbeda. Pengumpulan data dilakukanpada bulan Mei hinggajuni 2016 yang melibatkan masing-masing 15 responden pada kelompok intervensi maupun kontrol. Peneliti dibantu oleh petugas administrasi dalam melakukan pendataan terhadap seluruh pasien di Instalasi Hemodialisa RSHS yang memiliki rata-rata tekanan darah predialisis > 140 mmhg. Selanjutnya, peneliti melakukan telusur rekam medis pasien untuk menyaring calon responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Daftar pasien yang sesuai dengan kriteria sampel penelitian dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Kepala Ruangan di Instalasi Hemodialisis RSHS. Screening kognitif menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) dilakukan peneliti untuk meminimalkan bias penelitian. Dalam proses ini terdapat 5 calon responden yang dieksklusikan karena memiliki skor kognitif dibawah normal (< 24-30). Peneliti membagi responden menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Saat jumlah subjek minimal telah terpenuhi 15 responden dalam kelompok intervensi, maka subjek berikutnya masuk dalam kelompok kontrol sampai memenuhi jumlah 15 responden. Penelitian ini menggunakan instrumen Endstage renal disease Adherence-Questionnaire (ESRD-AQ)yang dikembangkan oleh Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, dan Kopple (2010). Media edukasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buklet. Buklet ini berisi tentang konsep umum hipertensi pada pasien HD beserta faktor resiko atau etiologinya, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola tekanan darah pada pasien HD yang dapat diterapkan sehari-hari, serta cara membangun kerjasama yang efektif antara keluarga dan pasien dalam pengelolaan hipertensinya. 3. Hasil Penelitian Data demografi dan hasil uji homogenitas responden disajikan pada Tabel 1. Usia responden pada kelompok kelompok intervensi sebagian besar berada pada rentang usia tahun dan tahun yaitu masing-masing sebanyak 5 responden (33,34%), sedangkan usia responden pada kelompok kontrol sebagian besar berada pada rentang usia tahun dan tahun yaitu masing-masing sebanyak 5 responden (33,34%). Pada kategori jenis kelamin, sebagian besar responden pada kelompok intervensi berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden (66,67%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 responden (60%). Pada kategori tingkat pendidikan, sebagian besar responden pada kelompok intervensi memiliki pendidikan terakhir SD dan SMP yaitu masing-masing sebanyak 5 responden (33,34%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 8 responden (53,34%). Tabel.1 Uji homogenitas berdasarkan karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Instalasi Hemodialisis RSHS tahun 2016 (n=30) Karakteristik Responden Intervensi (n=15) Kontrol (n=15) f % f % Usia th 1 6,67 0 0, th 1 6, , th 5 33, , th 5 33, , th 2 13,34 1 6,67 > 65 th 1 6,67 1 6,67 Jenis kelamin Laki-laki 6 40, ,00 Perempuan 10 66, ,34 Pendidikan SD 5 33, ,34 SMP 5 33,34 0 0,00 SMA 4 26, ,00 PT 1 6,67 1 6,67 Lama HD 3 6 bln 1 6,67 1 6, bln 1 6, ,67 > 1 3 thn 4 26, ,00 > 3 thn 9 60, ,67 Keterangan: a. Chi-square; b. Mann Whitney Nilai p 0,479 b 0,133 a 0,791 b 0,351 b Pada kategori lama responden menjalani hemodialisis (HD), baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol sebagian besar responden telah menjalani prosedur HD selama > 3 tahun, yaitu sebanyak 9responden pada kelompok intervensi (60%) dan 7 responden pada kelompok kontrol (46,67%). Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik, pada skor pre-test dan post-test pemberian intervensi pada kelompok intervensi (edukasi suportif) terhadap kepatuhan pasien (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima atau terdapat pengaruh edukasi suportif terhadap pengetahuan, kepatuhan, dan self-efficacy pada kelompok intervensi karena nilai p<0,05. Berdasarkan analisis per sub pada variabel kepatuhan, didapatkan data bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sub variabel kebiasaan (frekuensi) mempercepat durasi HD (p=0,102), dan durasi waktu HD yang dipercepat dalam satu bulan (p=0,059). Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik, sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol (edukasi standar) terhadap kepatuhan pasien (p=0,827). 42

51 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Tabel 2. Perbedaan rerata kepatuhansebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi di Instalasi Hemodialisa RSHS tahun 2016 (n=15) Variabel Pre-test Post-test Mean SD Mean SD Nilai p Kepatuhan total 743,33 132, ,67 111,990 0,000 a Perilaku kehadiran HD 253,33 63, ,67 35,187 0,025 b Kebiasaan (frekuensi) mempercepat durasi HD 146,67 48, ,33 35,187 0,102 b Durasi waktu HD yang dipercepat dalam satu bulan 56,67 35,940 68,33 30,570 0,059 b Frekuensi tidak minum obat dalam satu bulan 116,67 48, ,00 49,281 0,041 a Perilaku restriksi cairan 73,33 49,522 93,33 45,774 0,014 b Perilaku pengelolaan diet 93,33 41, ,00 38,730 0,025 b Keterangan: a.uji t-berpasangan; b. Uji Wilcoxon Tabel 3. Perbedaan rerata kepatuhan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol di Instalasi Hemodialisa RSHS tahun 2016 (n=15) Pre-test Post-test Variabel Nilai p Mean SD Mean SD Kepatuhan total 760,00 102, ,33 93,859 0,827 a Perilaku kehadiran HD 273,33 45, ,33 45,774 1,000 b Kebiasaan (frekuensi) mempercepat durasi HD 143,33 53, ,33 53,005 1,000 b Durasi waktu HD yang dipercepat dalam satu bulan 60,00 33,806 63,33 29,681 0,414 b Frekuensi tidak minum obat dalam satu bulan 146,67 44, ,33 49,522 0,317 b Perilaku restriksi cairan 63,33 39,940 63,33 39,940 1,000 b Perilaku pengelolaan diet 76,67 31,997 76,67 31,997 1,000 b Keterangan: a.uji t-berpasangan; b. Uji Wilcoxon 4. Pembahasan Edukasi suportif keperawatan merupakan bagian dari Orem s nursing system theory, dan dilingkupi oleh teori yang lebih besar yaitu Orem s Self Care Deficit Theory of Nursing (SCDTN) (Kauric-Klein, 2011). Secara umum, Oremmembagi tiga kategori pemenuhan perawatan diri: 1) Universal self-carebehaviour, dimana pemenuhan kebutuhan pasien berfokus pada kebutuhan fisiologis dan psikososial; 2) Developmental self-care behaviour, dimana fokus kebutuhan pasien adalah menjalani perkembangan yang normal; dan 3) Health deviation self-care behaviour, yaitu pemenuhan kebutuhan pasien saat terjadi gangguan kesehatan. Rencana pemenuhan kebutuhan pasien tersebut didasarkan pada hasil pengkajian, dan berdasarkan informasi tersebut perawat dapat menentukan pendekatan yang digunakan dalam pemberian bantuan terapeutik (Smith & Parker, 2015). Edukasi suportif terdiri atas integrasi teaching, guiding, supporting, dan developmental environment. Setelah pasien mendapatkan cukup informasi terkait konsep hipertensi secara umum dan cara pengontrolan tekanan darah melalui teaching, peneliti melakukan guiding dengan alat bantu log tekanan darah pasien yang diukur pada dua waktu, yaitu predialisis dan post-dialisis selama 4 minggu. Pengukuran tekanan darah sudah merupakan protokol tetap dalam perawatan pasien HD di Instalasi Hemodialisa RSHS, hanya saja pencatatan tersebut dinilai belum dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi pasien. Kelebihan edukasi suportif jika dibandingkan dengan edukasi standar adalah adanya pemberian support pada pasien HD. Supporting yang dilakukan dalam edukasi suportif ini dapat menjadi sarana yang digunakan untuk mempertahankan dan mencegah individu dari situasi yang tidak menyenangkan atau keputusan yang kurang tepat (Kauric-Klein, 2011). Pemberian dukungan kepada pasien mampu meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya mampu menguasai hal melalui pengalaman yang telah dilaluinya atau yang disebut juga sebagai personal accomplishment. Penguasaan hal yang dimaksud disini adalah kemampuan pasien HD dalam melakukan perawatan dirinya sehari-hari. Saat individu mampu menguasai situasi tertentu melalui pengalaman sebelumnya, hal ini dapat meningkatkan upaya koping individu menjadi lebih baik. Berdasarkan Warren-Findlow, Seymour dan Huber (2012) upaya yang dilakukan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien terhadap kemampuannya dalam mengelola penyakitnya dapat memberikan dampak positif dalam hal kepatuhan perawatan diri pasien. Salah satu alasan yang dimungkinkan menjadi penyebab tidak bermaknanya edukasi standar di Instalasi Hemodialisa RSHS yaitu adanya persepsi yang beragam dari profesional kesehatan dalam perawatan pasien HD. Salah satu profesional kesehatan di Instalasi tersebut tidak terlalu 43

52 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, mempermasalahkan mengenai ketidakpatuhan pasien, asalkan pasien tidak mengalami keluhan aktual, disisi lain, profesional kesehatan lainnya cenderung mengingatkan pasien lebih ketat sesuai dengan anjurannya. Hal tersebut bisa saja menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kebingungan pasien sehingga mengarah pada ketidakpatuhan. Analisis per sub variabel pada variabel kepatuhan sebagaimana dijelaskan pada tabel 2, diketahui bahwa edukasi suportif berpengaruh positif pada kepatuhan total (p=0,000), sub variabel perilaku kehadiran HD (p=0,025), frekuensi tidak minum obat dalam satu bulan (p=0,041), perilaku restriksi cairan (p=0,014), serta perilaku pengelolaan diet (p=0,025), namun tidak berpengaruh pada sub variabel kebiasaan (frekuensi) mempercepat durasi HD (p=0,102), dan durasi waktu HD yang dipercepat dalam satu bulan (p=0,059). Hal yang menjadi alasan terhadap tidak efektifnya edukasi suportif pada kedua sub variabel tersebut adalah terdapat beberapa responden (kelompok pasien HD pada hari Selasa dan Jumat) yang dengan sengaja mengurangi durasi HD karena kegiatan keagamaan yang dijalaninya setiap hari Jumat, sehingga dalam rentang waktu satu bulan, terdapat 4 kali pengurangan durasi HD sekitar 30 menit, sehingga durasi total HD yang dijalani adalah sekitar 4 jam saja. Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa secara umum intervensi edukasi suportif berpengaruh positif terhadap kepatuhan pasien hemodialisis dalam melakukan pengontrolan tekanan darahnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa intervensi edukasi suportif dapat meningkatkan pengetahuan (Kaur, Behera, Gupta, & Verma, 2009), meningkatkan kepatuhan dalam menjalani perawatan diri sehari-hari (Zamanzadeh, Valizadeh, Howard, & Jamshidi, 2013), serta meningkatkan kemampuan pasien dalam pengontrolan tekanan darah maupun skor self-efficacy pasien (Kauric-Klein, 2011). Kepatuhan merupakan suatu hal yang paling sulit diubah jika dibandingkan dengan kedua variabel lainnya karena untuk mengubah perilaku individu, dibutuhkan proses serta pertimbangan terhadap faktor lain yang mempengaruhi seperti persepsi, harapan, dan kondisi psikologis pasien. Muvley (2011) menyatakan bahwa 95% individu membutuhkan waktu antara hari untukmembuat perubahan perilaku hingga menjadi kebiasaan. Berdasarkan hal ini perawat dapat memfasilitasi perubahan perilaku yang konstan melalui penggabungan intervensi yang berfokus pada faktor fisik maupun psikis pasien 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan dapat dirumuskan simpulan yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari edukasi suportif terhadap kepatuhan pasien hemodialisis dalam pengontrolan tekanan darah di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 6. Referensi Agarwal, R. (2010). Blood pressure and mortality among hemodialysis patients. Hypertension. 55, Burns, N., Grove, S. K. (2005). The practice of nursing research: Conduct, critique, and utilization. 5th Edition. United States of America: Elsevier. Kaur, S., Behera, D., Gupta, D., Verma, S. K. (2009). Evaluation of a 'Supportive Educative Intervention' on self care in patients with bronchial asthma. Nursing and Midwifery Research Journal. 5, 2, Kauric-Klein, Z. (2011). Improving blood pressure control in ESRD through a supportive educative nursing intervention. United States: UMI Dissertation Publishing. Kim, Y., Evangelista, L. S., Phillips, L. R., Pavlish, C., Kopple, T. D. (2010). The end-stage renal disease adherence questionnaire (esrdaq): testing the psychometric properties in patients receiving in-center hemodialysis. Nephrology Nursing Journal. 37, 4, Lewicki, M. C., Kerr, P. G., Polkinghorne, K. R. (2012). Blood pressure and blood volume: acute and chronic considerations in hemodialysis. Seminars in Dialysis. 26, 1, doi: /sdi Lopez-Vargas, P. A., Tong, A., Phoon, R. K. S., Chadban, S. J., Shen, Y., Craig, J. C. (2014). Knowledge deficit of patients with stage 1 4 CKD: A focus group study. Nephrology. 19, doi: /nep Mulvey, J. (2011). How long does it take to adopt a new behaviour? Retrieved from: Oupra, R. (2007). The effect of a nurse led Supportive Educative Learning program for Family caregivers (SELF) on outcomes for stroke survivors and the family carers in Thailand. Retrieved from: slandora/object/uws:2433. Quinan, P. (2007). Control and coping for individuals with end stage renal disease on hemodialysis: A position paper. The CANNT Journal. 17, 3, Sharp, J., Wild, M. R., Gumley, A. I. (2005). A systematic review of psychological interventions for the treatment of nonadherence to fluid-intake restrictions in people receiving hemodialysis. American Journal of Kidney Diseases. 45, 1, doi: /j.ajkd Smith, M. C., Parker, M. E. (2015). Nursing theories and nursing practices. Fourth ed. Philadelphia: F. A Davis Company 44

53 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, Warren-Findlow, J., Seymour, R. B., Huber, L. R. B. (2012). The association between selfefficacy and hypertension self-care activities among african american adults. Journal of Community Health. 37, doi: /s Whitaker, P. M. (2001). The effect of supportiveeducative nursing interventions on the hospital readmission rates of patients with heart failure. Retrieved from: t.cgi?article=1579&context=theses Zamanzadeh, V., Valizadeh, L., Howard, F., Jamshidi, F. (2013). A supportiveeducational intervention for heart failure patients in iran: The effect on self-care behaviours. Nursing Research and Practice doi: /2013/

54 Proseding Seminar danpembekalan Intensive UjiKompetensi AIPNI Regional VIII Februari 2018 JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, TINGKAT KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET FE BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS SEDAYU I BANTUL Wahyuningsih *) &Veny Narullita Universitas Alma Ata Yogyakarta Abstrak Penyebab kematian ibu pada saat persalinan salah satunya karena perdarahan. Perdarahan terjadi karena kadar hemoglobin yang rendah atau anemia. Ada banyak faktor penyebab anemia pada ibu hamil salah satunya adalah ketidakpatuhan ibu untuk mengkonsumsi tablet Fe.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia di Puskesmas Sedayu I Bantul.Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan pendekatan retrospektif. Populasi penelitian seluruh ibu hamil trimester III yang melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Sedayu I yaitu sebanyak 40 responden. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Instrumen untuk menilai tingkat kepatuhan menggunakan kuisioner dan instrumen untuk kejadian anemia menggunakan cek Hb. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukan dari 40 responden, yang tidak patuh mengalami anemia sebanyak 12 responden (75%) dan yang tidak anemia sebanyak 4 responden (25%).Sedangkan yang patuh mengalami anemia sebanyak 10 responden (41,7) dan yang tidak anemia sebanyak 14 responden (58,3%). Hasil perhitungan uji Chi Square didapatkan nilai P-value sebesar 0,038 (P<0,05). Kesimpulan penelitianiniadalah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III. Kata Kunci :Konsumsi Tablet Fe, Anemia, Ibu hamil Abstract [The Compliance Level of Consuming Fe Tablet Associated with Anemia in Pregnant Mothers in the 3rd Trimester at Sedayu I Public Health Center, Bantul] The cause of maternal mortality during childbirth is bleeding. Bleeding occurs because of low hemoglobin level or anemia. There are many factors causing anemia in pregnant mother, one of which is mother's disobedience to consume Fe tablet.this research aimed to determine the relationship between the compliance level of consuming Fe tablet and anemia in Sedayu I Public Health Center, Bantul.Type of this research is descriptive quantitative with retrospective approach. The population of this research was all the third trimester pregnant mothers who made ANC visit at Sedayu I Public Health Center as many as 40 of the respondents. The sampling was using total sampling technique, i.e., the number of samples was equal to the number of population. The instrument used to assess the compliance level was questionnaire and the instrument used to know the occurrence of anemia was Hb check. The data analysis was using Chi Square test.the results of this research showed that of the 40 respondents, those who did not comply to consume Fe tablet had anemia by 12 respondents (75%) and had not suffering anemia by 4 respondents (25%), while those who comply to consume Fe tablet had anemia by 10 respondents (41.7%) and had not suffering anemia by 14 respondents (58.3%). The calculation result of Chi Square test showed p-value of (P < 0.05), hence, Ha hypothesis was accepted. It means that there was a relationship between the compliance level of consuming Fe tablet and anemia.conclusion this research was there was a significant relationship between the compliance level of consuming Fe tablet and anemia in the third trimester pregnant mothers. Keywords: Fe Tablet Consumption, Anemia, Pregnancy *) Corresponding author wahyuningsih.psik.aa@gmail.com Copyright 2018, JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, p-issn: ; e-issn:

55 Proseding Seminar danpembekalan Intensive UjiKompetensi AIPNI Regional VIII Februari 2018 JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, Pendahuluan Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia sebesar 210 per kelahiran hidup, AKI di negara berkembang sebesar 230 per kelahiran hidup dan AKI di negara maju sebesar 16 per kelahiran hidup, untuk AKI khususnya di Asia Tenggara sebesar 140 per kelahiran hidup. Badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2014 melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35% - 37% serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan (Ariyani, 2016). Prevalensi anemia di Asia masih cukup tinggi dan puncaknya berasal dari india dimana sekitar 80% ibu hamil meninggal akibat komplikasi dari anemia defisiensi besi dan untuk Indoensia itu sendiri prevalensi anemia defisiensi besi menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 sebesar 31,7% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013). Anemia dalam kehamilan menurut WHO didefinisikan sebagai kadar hemoglobin yang kurang dari 11 gr/dl. Anemia menjadi masalah kesehatan utama pada negara berkembang dan berhubungan dengan meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, persalinan prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah dan efek merugikan lainnya, meskipun hanya 15% dari ibu hamil di negara maju yang mengalami anemia, namun prevalensi anemia di negara berkembang relatif tinggi yaitu 33% sampai 75% (Fatimah, 2015). Penanganan anemia dalam pemberian suplemen zat besi adalah suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kadar zat besi dalam jangka waktu yang pendek untuk ibu hamil. Pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya anemia dengan memberikan suplemen zat besi dengan melalui pemeriksaan Antenatal Care (ANC). Peran tenaga kesehatan mendukung peningkatan konsumsi tablet Fe, tapi kenyataanya pemberian tablet anemia belum efektif untuk menurunkan kejadian anemia karena rendahnya kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe (Fatimatasari, 2013). Kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet besi adalah ketaatan ibu hamilmelaksanakan anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsumsi tablet Fe. Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe di ukur dari ketepatan jumlah tablet yangdikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsiperhari. Suplementasi zat besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu cara yang sangat penting dalam mencegah dan menangani anemia, khususnya anemia kekurangan zat besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan zat besinya yangdilengkapi asam folat yang dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat.ketidakpatuhan ibu hamil meminum tablet zat besi dapat memiliki peluang yanglebih besar untuk terkena anemia (Husin, 2013). Dari hasil peneltitian yang telah dilakukan oleh Mandariska (2014) di Puskesmas Kalikajar I Wonosobo. Peneliti melakukan pengambilan data dengan kuisioner kepada 32 responden dan ditemukan hasil bahwa responden tidak anemia sebanyak 14 responden (43,8%), anemia ringan 16 responden (50%), anemia sedang 2 responden (6,3%) dan tidak ada responden (0%) yang mengalami anemia berat. Kejadian anemia pada ibu hamil khususnya trimester III dapat dihindari dengan patuh mengkonsumsi tablet Fe sesuai dengan anjuran dari petugas kesehatan, selain itu untuk memenuhi kebutuhan zat besi bisa didukung dengan pemenuhan nutrisi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi dan juga menghindari faktor faktor yang dapat menjadikan resiko ibu hamil untuk terkena anemia. 2. Bahan Dan Metode Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Penelitian Deskriptif Kuantitatif dengan pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah Ibu hamil Trimester III yang berkunjung untuk memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Sedayu I Bantul yaitu sebanyak 40 ibu hamil yang sebelumnya ada 50 responden karena ada 10 ibu hamil yang sudah melahirkan jadi sudah tidak dianggap sebagai populasi. Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian adalah minimal sejumlah 40 ibu hamil trimester III. Instrumen yang digunakan dalam penelitan ini adalah kuisioner dan alat cek Hb. Tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe diukur dengan menggunakan kuisioner dengan dua pertanyaan yang sudah di uji CVI sedangkan untuk melihat kejadian anemia menggunakan alat cek Hb yang sudah di uji kalibrasi. 3. Hasil Dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 40 responden ibu hamil trimester III yang memenuhi kriteria inklusi. Peneliti membagikan kuisioner kepada responden yang berisi tentang tingkat kepatuhan dan karateritik responden pada saat penelitian berlangsung di Puskesmas Sedayu I Bantul maupun yang door to door. Responden peneliti merupakan ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul yang dilihat dari beberapa karakteristik anatara lain: umur, jarak kehamilan dan pendapatan. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Ibu Hamil Trimester III Umur Frekuensi Presentase (%) <20th 1 2, th >35th 5 12,5 Total ,0 Berdasarkan Tabel 1 menunjukan karakteristik responden berdasarkan umur bahwa ibu hamil Copyright 2018, JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, p-issn: ; e-issn:

56 Proseding Seminar danpembekalan Intensive UjiKompetensi AIPNI Regional VIII Februari 2018 JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, trimester III yang berkunjung di Puskesmas Sedayu I Bantul Yogyakarta sebagian besar berumur yaitu sebanyak 34 responden (85%). Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Seseorang dengan umur muda yaitu umur <20 tahun perlu tambahan gizi yang cukup banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur yang lebih dari 30 tahun perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang semakin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup untuk mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Manuaba, 2010). Masa reproduksi sehat, kurang resiko dengan komplikasi kehamilan adalah umur tahun, sedangkan kehamilan berisiko umur <20 dan >35 tahun. yaitu 29 responden (72,5%) dimana UMR Bantul adalah sebesar Rp Pada ibu hamil dengan pendapatan atau status ekonomi yang baik, otomatis akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maximal. Status gizipun akan meningkat karena nutrisi yang didapatkan berkualitas. Sebaliknya dengan pendapatan yang cukup atau status ekomoni yang rendah itu akan berpengaruh dalam pelayanan, pemeriksaan, perawatan, kesehatan maupun persalinan (Niven, 2012). Ibu yang tidak bekerja biasanya pendapatannya lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang bekerja sehingga mereka kurang mempunyai akses untuk membeli makanan yang cukup mengandung zat besi. Hubungan tingkat kepatuhan mengkonsumsi talet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Paritas Responden Status Paritas Frekuensi Presentase (%) Primigravida Multigravida ,5 67,5 Total ,0 Berdasarkan tabel 2 dijelaskan bahwa ibu hamil trimester III sebagian besar dengan status multigravida (Ibu yang mempunyai anak lebih dari satu) yaitu sebanyak 27 responden (67,5%). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadani Merydi Puskesmas Seberang Padang Kota Padang bahwa ada hubungan paritas dengan kejadian anemia. Paritas merupakan salah satu penyebab tidak langsung yang mempengaruhi kejadian anemia. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya (Ramadani, 2012). Makin dekat jarak kehamilan makin besar kematian maternal bagi ibu dan anak, terutama jika jarak <2 tahun dapat terjadi komplikasi kehamilan dan persalinan seperti anemia berat, partus lama dan perdarahan. Oleh karena itu seorang wanita memerlukan waktu 2-3 tahun jarak kehamilannya agar pulih secara fisiologis akibat hamil atau persalinan sehingga dapat mempersiapkan diri untuk kehamilan dan persalinan berikutnya. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Pendapatan Responden Pendapatan Frekuensi Presentase (%) UMR UMR ,5 72,5 Total ,0 Berdasarkan tabel 3 dijelaskan bahwa pendapatan sosial dari keluarga ibu hamil trimester III mayoritas diatas rata-rata UMR kabupatan Bantul Tabel 4. Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Tingkat Kepatuh an Tidak 1 patuh 2 Patuh 1 0 Total 2 2 Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia Copyright 2018, JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, p-issn: ; e-issn: Total n % n % N % 75, 0 41, 7 55, , , , , 0 100, 0 100, 0 PValu e 0,038 Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa ibu hamil trimester III pada kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe yang tidak patuh dan mengalami anemia adalah sebanyak 12 responden (75%) sedangkan responden yang patuh mengkonsumsi tablet dan mengalami anemia adalah sebanyak 10 responden (41,7%). Berdasarkan hadil uji Chi Square diketahui bahwa nilai P.value sebesar 0,038 (p<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul. Hasil hubungan antara kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III diperoleh hasil (p=0,038) yang menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe selama hamil dengan kejadian anemia. Resiko ibu hamil yang tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe (konsumsi kurang dari 90 tablet) berisiko akan mengalami anemia. Penelitian di Puskesmas Sedayu I untuk pembagian tablet Fe itu sediri dibagikan atau diberikan oleh petugas kesehatan pada umur kehamilan 5 bulan atau pada kehamilan trimester III sedangkan pada awal 53

57 Proseding Seminar danpembekalan Intensive UjiKompetensi AIPNI Regional VIII Februari 2018 JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, kehamilan trimester I ibu hamil hanya di berikan asam folat saja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mandariska yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia dengan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 32 responden yang patuh dan tidak patuh sebanyak 13 responden, anemia ringan sebanyak 8 responden, anemia sedang 1 responden dan tidak ada responden yang mengalami anemia berat (Mandariska, 2014). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil, apabila jika ibu hamil tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe, namun memiliki status gizi yang cukup baik, selalu mengkonsumsi makanan yang mengandung sumber zat besi, tidak memiliki riwayat penyakit kronik, masih dalam usia reproduksi sehat itu umur tahun. Maka ibu dapat menjalani kehamilan yang sehat tanpa mengkonsumsi tablet Fe tetapi dengan makan makanan yang dapat membentuk sel sel darah merah seperti hati ikan teri, daging merah, kacang kacangan, sayuran berwarna hijau, kuning telur, buah buahan. Selain itu, ibu hamil juga sebaiknya mengkonsumsi vitamin C, daging ayam, dan ikan untuk memudahkan penyerapan zat besi (Puwanti et al, 2012). Anemia dalam kehamilan berpengaruh buruk terhadap janin. Walaupun janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan kondisi yang anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim ibu. Akibat gangguan tersebut dapat mengakibatkan persalinan prematur, bayi berat lahir rendah dan kelahiran dengan anemia (Soebroto, 2010). Penanganan anemia dengan pemberian suplemen tablet fe yang merupakan suatu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kadar zat besi dalam jangka waktu yang pendek pada ibu hamil. Pelayanan ANC di puskesmas dapat mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil, peran tenaga kesehatan juga sangat besar untuk mendukung peningkatan konsumsi tablet Fe, tetapi pemberian tablet Fe belum efektif untuk menurunkan prevalensi anemia. Faktor yang mempengaruhi ibu hamil tidak mematuhi konsumsi tablet Fe ada beberapa faktor diantaranya adalah pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, isolasi sosial, keluarga, kepribadian dan rendahnya motivasi ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe (Sulistyawati, 2009). Ada beberapa faktor yang dilakukan ibu hamil untuk memenuhi nutrisi dan pentingnya mengkonsumsi tablet Fe yang menjadi penentu kadar Hb. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang zat besi yang tinggi dapat membentuk sikap positif terhadap kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe. Tanpa adanya pengetahuan tentang zat besi, maka ibu sulit menanamkan kebiasaan dalam menggunakan bahan makanan sumber zat besi yang penting bagi kesehatan ibu hamil. Pengetahuan yang kurang sering dijumpai sebagai salah satu faktor yang penting dalam masalah defisiensi zat besi. Semakin tinggi pengetahuan ibu hamil tentang zat besi, maka akan semakin patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe. Ibu hamil yang berpengetahuan rendah tentang zat besi akan berperilaku kurang patuh terhadap konsumsi tablet Fe serta dalam pemilihan makanan. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kejadian anemia, dikuatkan dengan hasil penelitian Purwanti tahun 2012 (WHO, 2014). Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang disusun dalam penelitian ini yaitu ada hubungan antara tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III. Kejadian anemia pada ibu hamil trimester III dapat dihindari dengan patuh mengkonsumsi tablet Fe sesuai dengan aturan, selain itu juga bisa didukung dengan pemenuhan nutrisi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi dan juga menghindari faktor faktor yang dapat menjadikan resiko ibu hamil untuk terkena anemia. 4. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe, sebagian besar responden mengalami anemia dan ada hubungan antara tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sedayu I Bantul. 5. Referensi Ariyani dkk. (2016). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sukoharjo. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar tahun Jakarta : Kementrian Kesehatan Rebuplik Indonesia. Fatimah, Susi. (2015). Pelaksanaan Antenatal Care Berhubungan dengan Anemia pada Kehamilan Trimester III di Puskesmas Sedayu I Yogyakarta pada tahun Yogyakarta: Universitas Alma Ata Yogyakarta Fatimatasari dkk (2013). Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe selama Hamil Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Kabupaten Bantul. Yogyakarta: Universitas Alma Ata Yogyakarta Husin F. (2013). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti: Paradigma Baru dalam Asuhan Kebidanan. Jakarta : Sagung Seto. Mandariska Paksi C. (2014). Naskah Publikasi : Hubungan Tingkat Kepatuhan Meminum Copyright 2018, JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, p-issn: ; e-issn:

58 Proseding Seminar danpembekalan Intensive UjiKompetensi AIPNI Regional VIII Februari 2018 JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, Tablet Fe Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas Kalikajar I Wonosobo. Universitas Aisiyah Yogyakarta Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC. Mery Ramadani. (2012). Penyebab kejadian anemia Ibu Hamil Di Puskesmas Seberang Padang Kota Padang. Padang: UNAND Niven. (2012). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat dan Tenaga Kesehatan Profesional Lain, Edisi Kedua. Jakarta : EGC. Purwanti, I, Machfoed, I, Wahyuningsih. (2014). Pengetahuan tentang Nutrisi berhubungan dengan status anemia pada ibu hamil di puskesmas Sewon II Bantul Yogyakarta Tahun Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (JGDI) Vol 02, Nomor 02 Mei 2014:62-67 Soebroto. (2010). Cara mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta : Bangkit. Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa kehamilan. Salemba Medika.Jakarta World Health Organization (WHO). (2014). Maternal mortality. Jenewa : WHO. Copyright 2018, JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, p-issn: ; e-issn:

59 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PERSALINAN DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA TRIMESTER III DI PUSKESMAS UMBULHARJO I YOGYAKARTA Marniani Konga Naha & Sri Handayani *) 1) Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta Abstrak Kecemasan dalam menghadapi persalinan tidak lepas dari pengetahuan dan kesiapan ibu saat menjelang persalinan. Ibu yang mempunya pengetahuan dan kesiapan yang baik tentang persalinan akan menjaga kehamilannya dan menyiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk menghadapi persalinan, sehingga dapat meminimalkan kecemasan ibu jelang persalinan. Kecemasan yang timbul akibat kurangnya pengetahuan seperti informasi seputar kehamilan dan persalinan, akan berdampak ketidaksiapan ibu, dan akan memicu tingginya angka kehamilan pathologis serta menambah jumlah kematian ibu dan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitikdengan pendekatan desain crosssectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 98 responden dengan sampel sebanyak 34 responden yang diambil dengan menggunakan teknik purposivesampling. Hasil uji kendaltaudengannilai korelasi sebesar -0,319, dan nilai p= value 0,043< α = 0,05pada tingkat kepercayaan 95% ( 0,05).Ada hubungan pengetahuan tentng persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan ibu hamil trimester III tentang persalinan berhubungan dengan kesiapan ibu dalam menghadapi persalinan pada trimester III. Kata kunci: Pengetahuan, Kesiapan, Persalinan Abstract [The Correlation Knowledge Pregnant Women Dealing With Readiness Of Labor Midwives On Iii Trimesterin Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta] Readiness is a possessed by individuals and by one body in preparing themselves both mentally, and physically to achieve the desired goal.knowledge plays an important role in the preparation of pregnant women in the face of labor. Based on interviews Puskesmas Umbulharjo I yogyakarta not ready lobar because it is the frist pregnancy. Aim this research was to determine the relationship of knowledge pregnant women with readiness ini the face of labor midwives on third trimester Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. This kind of research used analytic survey with cross sectional design. The population in this study were 98 respondents with a sample of 34 respondents drawn using purposive sampling technique. The test results Kendal tau correlation value -0,319, where the value of p = 0.043, <α = 0.05 at 95% confidence level (α 0.05). There is a relationship of knowledge pregnant women with readiness ini the face of labor midwives on third trimester Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Conclusion this research was knowledge pregnant women associated with maternal areadiness in the face of labor on third trimester. Keywords: Readiness, Knowledge, Lobar *) Corresponding author srihandayani.handa@yahoo.com 1. Pendahuluan Ketidaksiapan ibu menghadapi persalinan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Terjadinya kematian ibu terkait faktor penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia didominasi oleh perdarahan, eklampsi dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu masih banyaknya kasus 3 terlambat yaitu terlambat mengenali bahaya persalinan dan mengambil keputusan, terlambat dirujuk dan terlambat ditangani (Suryawati, 2007). Kematian ibu adalah beban yang cukup besar di banyak negara berkembang. Secara global, lebih dari 40% dari wanita hamil mungkin mengalami 56

60 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, masalah obstetri akut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 300 juta wanita di negara berkembang mengalami angka kesakitan dan kematian akibat kehamilan dan melahirkan.sebagian besar kematian ibu terjadi di negara berkembang (Manuaba, 2001). Angka kematian ibu bersalin di Indonesia termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina. Risiko ibu melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65 dibandingkan dengan 1 dari di Thailand (UNFPA, 2006).Kejadian komplikasi persalinan menurut data SDKI 2007 adalah sebesar 47%, sedangkan pada SDKI sebesar 36%. Jenis kejadian komplikasi persalinan adalah persalinan lama 9%, perdarahan 37%, demam 7%, kejang 2%, komplikasi lainnya 4% (Ulya, & Anjarwati, 2013). Kejadian komplikasi persalinan sendiri merupakan determinan proksi dari kesakitan dan kematian maternal. Pentingnya persiapan diartikan sebagai suatu program instruksi yang bertujuan tertentu dan berstruktur (Matterson, 2001; dalam Nandia, 2012). Persiapan persalinan bertujuan untuk menyiapkan semua kebutuhan selama kehamilan maupun proses persalinan. Pengetahuan dan persiapan persalinan adalah segala sesuatu yang difahami dan disiapkan dalam hal menyambut kelahiran anak oleh ibu hamil. Pengetahuan dan persiapan tentang persalinan pada ibu hamil trimester III meliputi faktor resiko ibu dan janin, perubahan psikologi dan fisiologi, tanda-tanda bahaya dan bagaimana meresponnya, perasaan mengenai melahirkan dan perkembangan bayi, tanda-tanda saat hendak melahirkan, respon terhadap kelahiran, dan perawatan yang terpusat pada keluarga (Matterson, 2001; dalam Nandia, 2012). Penelitian Agarwal, et al (2010) melaporkan masih rendahnya kesiapan perempuan terhadap persalinan di negara berkembang yaitu hanya 47,8% dari wanita hamil di kota Indora dari India, 17% di Ethiopia, (Hailu, et al, 2011) 23% di Ghana, (Kuganab-Lem, et al, 2014) dan 34,9% di Ile Ife, Nigeria (Kuteyi, et al, 2011), hal ini dikarenakan tidak memadainya atau kurangnya kesiapan ibu bersalin untuk melahirkan dan kesiapan untuk menghadapi kegawatdaruratan, yang merupakan komponen kunci dari program keselamatan ibu bersalin secara global.kesiapan persalinan membantu memastikan bahwa perempuan dapat mencapai pelayanan persalinan profesional ketika persalinan dimulai dan mengurangi penundaan yang terjadi ketika wanita mengalami komplikasi kebidanan. Beberapa hal yg harus dipersiapkan ibu menjelang persalinan yaitu menghindari kepanikan dan ketakutan serta bersikap tenang, ibu hamil dapat melalui saat-saat persalinan dengan baik dan lebih siap di samping meminta dukungan dari orang-orang terdekat, karena perhatian dan kasih sayang tentu akan membantu memberikan semangat untuk ibu yang akan melahirkan (Kusmiyati, dkk., 2009). Ada lima komponen penting dalam persiapan persalinan yaitu: rencana persalinan, pengambil keputusan jika terjadi kegawatan, sistem transportasi jika terjadi kegawatan, pola menabung dan kesiapan peralatan yang diperlukan. 2. Bahan dan Metode Penelitian ini menggunakan metode survey analitik untuk mencoba mengetahui mengapa masalah kesehatan tersebut bisa terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan antara faktor risiko (faktor yang mempengaruhi efek) dengan faktor efek (faktor yang dipengaruhi oleh risiko) (Handayani & Riyadi, 2015). dengan jumlah populasi sebanyak 98 orang, dan sampel yang digunakan diambil dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi:ibu hamil primigravida trimester III, serta kehamilan normal. Jumlah sampel 34 orang. 3. Hasil Penelitian Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia Usia Frekuensi Prosentase (%) <21 tahun tahun >31 tahun Total Berdasarkan pada tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa dari 34 ibu hamil di Puskesmas Umbulharjo I, yang berusia tahun sebanyak 24 ibu hamil (70.6%). Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) SD SMP SMA/SMK Perguruan tinggi Total Berdasarkan pada tabel 2, dapat diketahui bahwa dari 34 ibu hamil di Puskesmas Umbulharjo I, tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 16 ibu hamil (47.6%). Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%) IRT SWASTA PNS Total

61 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, Berdasarkan pada tabel 3, dapat diketahui bahwa dari 34 ibu hamil, pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 18 ibu hamil (52.9%). Tabel 4. Pengetahuan ibu hamil di Puskesmas Umbulharjo 1 Yogyakarta Pengetahuan Frekuensi Prosentase (%) Baik Cukup Kurang Total Berdasarkan pada tabel 4, dapat diketahui bahwa dari 34 ibu hamil di Puskesmas Umbulharjo I, yang berpengetahuan baik sebanyak 14 ibu hamil (41.2%). Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan kesiapan pada ibu hamil Kesiapan Frekuensi Prosentase (%) Baik Cukup Kurang Total Berdasarkan pada tabel 5, dapat diketahui bahwa dari 34 ibu hamil di Puskesmas Umbulharjo I, yang kesiapan baik sebanyak 18 ibu hamil (52.9%). Tabel 6. Distribusi hubungan pengetahuan ibu hamil dengan kesiapan di Puskesmas Umbulharjo I Kesiapan Pengetahuan Total Baik Cukup Kurang Baik Cukup Kurang Total N % N % N % N % Tabel 6 di ketahui bahwa responden yang berpengetahuan kurang dengan kesiapan baik terdapat 8 ibu hamil (23.5%). Berdasarkan tabel 7, dapat diketahui bahwa nilai korelasi Kendall s tau sebesar -0,319 dengan p value 0,043< α = 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan pengetahuan ibu hamil dengan kesiapan menghadapi persalinan trimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta.Nilai korelasi kendall s taumempunyai arti bahwa jika pengetahuan ibu baik maka ibu akan siap menghadapi persalinan dan jika pengetahuan ibu kurang maka ibu kurang siap dalam menghadapi persalinan. Tabel 7. Hasil Korelasi Kendall-Tau antara pengetahuan ibu hamil dengan Kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III Pengetahuan Kesiapan Pengetahuan Correlation Coefficient Sig. (2- tailed) Kesiapan Sig. (2- tailed) * N Correlation Coefficient * N pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan di Puskesmas Umbulharjo I. Pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan ibu hamil tentang persalinan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior. Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan informasi pengalaman (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan ibu hamil tentang persalinan merupakan hasil tahu ibu hamil mengenai asuhan keperawatan yang bersangkutan dengan persiapan persalinan yang terdiri dari pengertian persalinan, waktu persalinan, tanda-tanda persalinan, proses, dan lama persalinan. Berdasarkan usia ibu hamil yang mengikuti penelitian sebagian besar berusia tahun sebanyak 24 ibu hamil (70,6%). Usia responden ini termasuk dalam kategori muda sehingga memungkinkan jika responden masih kurang memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam menghadapi persalinan. Karena melalui pengalaman seiring dengan pertambahan usia seseorang bisa bisa mendapatkan banyak pengetahuan. Hasil penelitian terkait dengan pekerjaan ibu hamil, sebagian besar responden tidak bekerja yaitu 18 ibu hamil (52,9%). Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar responden 58

62 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, merupakan ibu hamil pada usia tidak resiko. Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kesiapan persalinan, dimungkinkan karena responden dalam penilitian ini mayoritas dalam usia tidak berisiko. Serta perbandingan antara responden usia beresiko dan usia tidak beresiko yang jauh berbeda. Dan tidak ada hubungan paritas dengan kesiapan persalinan pada ibu hamil dimungkinkan karena pada ibu hamil dalam penelitian ini pada ibu primigravida tetapi memiliki tingkat pendidikan tinggi dapat mempersiapkan persalinannya dengan baik. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kesiapan persalinan karena dimungkinkan padapenelitian ini ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi lebih besar yaitu, sedangkan ibu dengan pendidikann rendah. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kesiapan persalinan pada ibu hamil dimungkinkan karna pada penelitian ini ibu hamil yang tidak bekerja yaitu 54,9% dapat mempersiapkan persalinan dengan baik. Tidak ada hubungan pendapatan dengan kesiapan persalinan dimungkinkan ibu hamil dengan pendapatan rendah tetapi memiliki tingkat pendidikan tinggi dapat mempersiapkan persalinannya dengan dana tabulin (tabungan ibu bersalin). Jenis pekerjaan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya aktivitas fisik pada ibu hamil, dan juga pengetahuan ibu hamil. Beberapa pertanyaan terkait dengan pekerjaan atau aktivitas yang berat membuat resiko keguguran dan kelahiran prematur lebih tinggi karena kurang asupan oksigen pada plasenta dan mungkin terjadi kontraksi dini, ibu hamil yang melakukan aktivitas ringan terbukti menurunkan resiko bayi lahir prematur (Bobak, 2009). Pengetahuan tentang hal ini masih rendah, beberapa tidak menjawab dengan benar. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih terdapat ibu yang berpengetahuan kurang, yaitu sebanyak 11 ibu hamil (32.%) yang berasal dari ibu yang berpendidikan rendah (SD dan SMP). Tinggi rendahnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi penerimaan informasi kesehatan yang diberikan. Berdasarkan tingkat pendidikan hasil penelitian sebagian besar menunjukan tingkat SMA yaitu, 16 ibu hamil (47,1%). Semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula informasi yang dimiliki. Sebaliknya rendahnya pendidikan akan menyebabkan seseorang mengalami stres, dimana stres dan kecemasan yang terjadi disebabkan kurangnya informasi yang didapat orang tersebut (Notoatmojo, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmi (2010), yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kesiapan ibu hamil. b. Kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III Kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta menunjukan bahwa sebagian besar ibu hamil mempunyai kesiapan dalam menghadapi persalinan dalam kategori baik yaitu sebanyak 18 ibu hamil (52.9%). Kesiapan adalah suatu kondisi yang dimiliki baik oleh perorangan maupun oleh satu badan dalam mempersiapan diri baik secara mental, maupun fisik yang mencapai tujuan yang di kehendaki. Kesiapan meliputi kesiapan fisik, mental, emosional (Slameto, 2013). Kesiapan untuk rencana persalinan akan mengurangi kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan dan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan menerima asuhan yang sesuai serta tepat waktu. Ada 5 komponen penting yang ditanyakan kepada responden dalam rencana persalinan, seperti: rencana persalinan, idealnya setiap keluargaseharusnya mempunyai kesempatan untuk membuat suatu rencana persalinan. Hal-hal ini haruslah digali dan diputuskan dalam membuat rencana persalinan tersebut: tempat persalinan memilih tenaga kesehatan terlatih, bagaimana menghubungi tenaga kesehatan tersebut, bagaimana transportasi ke tempat persalinan, siapa yang akan menemani saat persalinan, berapa banyak biaya yang dibutuhkan dan bagaimana cara mengumpulkan biaya tersebut dan siapa akan menjaga keluarganya jika ibu tidak ada (Rahmi, 2010). Membuat rencana untuk mengambil keputusan jika terjadi kegawatdaruratan pada saat pengambilan keputusan utama tidak ada. Penting bagi bidan dan keluarga untuk mendiskusikan siapa pembuat keputusan utama dalam keluarga dan siapa yang akan membuat keputusan jika pembuat keputusan utama tidak ada saat terjadi kegawatdaruratan. Mempersiapkan sistem transportasi jika kegawatdaruratan. Banyak ini yang meninggal karena mengalami komplikasi yang serius selama kehamilan, persalinan, atau pasca persalinan, dan tidak mempunyai jangkauan transportasi yang dapat membawa mereka ke tingkat asuhan kesehatan yang dapat memberikan asuhan yang kompeten untuk masalah mereka (Rahmi, 2010). Membuat rencana atau pola menabung. Keluarga seharusnya dianjurkan untuk menabung sejumlah uang sehingga dana akan tersedia untuk asuhan selama kehamilan dan jika terjadi kegawatdaruratan. Banyak sekali kasus, dimana ibu tidak mencari asuhan atau mendapatkan asuhan karena mereka tidak mempunyai dana yang diperlukan. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk persalinan. Seorang ibu dapat mempersiapkan segala sesuatunya untuk persalinan ibu hamil dan keluarganya dapat mengumpulkan barang-barang seperti pembalut wanita atau kain, 59

63 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, sabun, dan sprei dan menyimpannya untuk persiapan persalinan (Hyre, 2008). c. Hubungan pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden dengan berpengetahuan cukup dengan kesiapan baik sebanyak 5 ibu hamil (14.7%), responden dengan berpengetahuan cukup dengan kesiapan cukup sebanyak 3 ibu hamil (8.8%) dan berpengetahuan cukup dengan kesiapan kurang sebanyak 1 ibu hamil (2.9%), di ketahui bahwa responde yang berpengetahuan baik dengan kesiapan baik sebanyak 5 ibu hamil (14.7%), berpengetahuan baik dan kesiapan cukup sebanyak 6 ibu hamil (17.6%) dan berpengetahuan baik dengan kesiapan kurang terdapat 3 ibu hamil (8.8%), ketidaksiapan wanita hamil akibat dari suatu yang tidak diketahui kehamilan dan persalinan utamanya bagi ibu primigravida, dimana mereka belum punya pengalaman hamil dan melahirkan, selanjutnya responden yang berpengetahuan kurang dengan kesiapan baik terdapat 8 ibu hamil (23.5%), responden yang berpengetahuan kurang dengan kesiapan cukup terdapat 3 ibu hamil (8.8%) dan responden yang berpengetahuan kurang dengan kesiapan kurang terdapat nol (0.0%). Dari hasil uji hipotesis menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta, menggunakan uji korelasi kendall-tau didapatkan nilai sebesar -0,319 dengan p = value 0,043 < α = 0,05 pada tingkat kepercayaan 95% (α 0,05). Hasil ini menunjukan bahwa Ho ditolak, Ha di terima sehingga penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III. Pengetahuan tentang persalinan mempunyai peranan penting yang berhubungan dengan persiapan ibu hamil dalam menghadapi persalinan nantinya, sehingga ibu tidak merasa cemas dan dapat menikmati proses persalinan (Stoppard, 2008). Hasil penelitian Erni (2016), pengetahuan ibu tentang persalinan mempunyai hubungan dengan tingkat kecemasan ibu dalam menghadapi persalinan. Pengetahuan akan menentukan dan mempengaruhi sikap seseorang dalam menghadapi persalinan (Notoadmodjo, 2010). Menurut Putranti (2014), didapatkan bahwa pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang persalinan mempengaruhi perilakunya dalam mempersiapkan dan menghadapi persalinan. Dan Sikap yang baik dalam menghadapi persalinan akan membentuk respon positif tentang persalinan. Sehingga ibu mampu merespon kebutuhan apa saja yang diperlukan baik secara fisik maupun mental dalam menghadapi persalinan dan berpartisipasi untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi dalam proses persalinan. Ibu yang mempunyai penghasilan yang cukup, ibu hamil memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan fasilitas yang lebih baik dalam persalinan serta mempersiapkan segala yang dibutuh untuk proses persalinan dan menyambut kelahiran sang bayi dengan lebih maksimal. Berbeda dengan ibu yang berpendapatan rendah, walaupun sudah tahu apa-apa saja yang harus persiapkan untuk proses persalinan, namun karena keterbatasan ekonomi, maka persiapan yang dilakukan pun akan semakin minim. Oleh karena itu pendapatan yang cukup sangat diharapkan bagi setiap keluarga, selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga untuk persiapan-persiapan yang diperlukan dimasa yang akan datang khususnya untuk persalinan karena pendapatan seseorang sangat mempengaruhi persiapan persalinan dalam sebuah kelurga (Fitriani, 2011). Pada ibu hamil khususnya trimester III perubahan psikologi ibu terkesan lebih kompleks dan meningkat kembali dibanding trimester sebelumnya, dan ini tidak lain dikarenakan kondisi kehamilan yang semakin menbesar. Jika ibu hamil yang tidak mempunyai persiapan untuk melahirkan akan lebih cemas dan memperlihatkan ketakutan dalam suatu perilaku diam hingga menangis. Sekalipun peristiwa kelahiran sebagai fenomenal fisiologis yang normal, kenyataannya proses persalinan berdampak terhadap perdarahan, kesakitan luar biasa serta bisa menimbulkan ketakutan bahkan kematian baik ibu maupun bayinya (Janiwarty & Pieter, 2012). Hasil penelitian juga menunjukkan ibu hamil yang belum ada kesiapan tentang siapa pembuat keputusan pertama jika terjadi hal-hal yang tidak terduga selama persalinan dan masih ada ibu hamil yang belum mengetahui bahwa fasilitas yang lengkap dalam pelayanan kesehatan dimungkinkan dapat mendukung persalinan ibu, bu hamil yang tidak mempersiapkan biaya tambahan jika terjadi komplikasi. Masih ada ibu hamil yang dalam penelitian ini tidak mempersiapkan persalinanya, ibu tidak mengetahui jika terjadi bahaya dalam kehamilannya untuk segera datang ke petugas kesehatan. Hasil penelitian ini berhubungan dengan tugas perawat sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, dan masa persalinan.asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan. 60

64 Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(Suppl 1), Maret 2018, Kesimpulan Pengetahuan ibu hamil tentang persalinan di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta dengan jumlah tertinggi adalah berpengetahuan baik sebanyak 14 ibu hamil (41.2). Kesiapan menghadapi persalinan pada ibutrimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta jumlah tertinggi adalah memiliki kesiapan baik sebanyak18 ibu hamil (52.9%). Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada trimester III di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta, dengan nilai p value 0,043 < = 0, Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap tenaga keperawatan khususnya, dan dinas kesehatan serta puskesmas/pemberi layanan bagi ibu hamil untuk memberikan informasi yang terkait dengan proses persalinan, kebutuhan bagi ibu bersalin, dan faktor-faktor lain yang dapat memberikan kesiapan yang baik pada ibu trimester III, agar persalinan berjalan dengan baik. 7. Referensi Agarwal, S., Sethi, V., Srivastava, K., Jha, P. K., & Baqui, A. H. (2010). Birth preparedness and complication readiness among slum women in Indore city, India. Journal of health, population, and nutrition, 28(4), 383. Bobak, H. (2011). Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Erni. (2016). Hubungan Pengetahuan Ibu Primigravida Trimester III Tentang Presalinan Dengan Kecemasan Menghadapi Persalinan Di BPS Endang Purwaninggsih Pleret Bantul. Skripsi. Tidak diterbitkan. STIKes Yogyakarta. Fitriani. (2011). Faktot-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimester III Terhadap Persiapan Persalinan Di Puskesmas Bineh Krueng Kecamatan Tangan. Karya Tulis Ilmiah. Stikes Ubudiyah Aceh. Hailu, M., Gebremariam, A., Alemseged, F., & Deribe, K. (2011). Birth preparedness and complication readiness among pregnant women in Southern Ethiopia. PloS one, 6(6), e Handayani S, & Riyadi S. (2015). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Samodra Ilmu Press. Hyre. (2008). Asuhan Antenatal. Pusdiknakes- WHO-JHPEIGO Janiwarty, B. & Pieter, H.Z. (2013). Pendidikan Psikologi Untuk Bidan. Medan: Rapha Publishing. Kuganab-Lem, R. B., Dogudugu, R., & Kanton, L. (2014). Birth preparedness and complication readiness: a study of postpartum women in a rural district of Ghana. Public Health Research, 4(6), Kusmiyati, Y., dkk. (2009). Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya Kuteyi, E. A., Kuku, J. O., Lateef, I. C., Ogundipe, J. A., Mogbeyteren, T., & Banjo, M. A. (2011). Birth preparedness and complication readiness of pregnant women attending the three levels of health facilities in Ife central local government, Nigeria. Journal of Community Medicine and Primary Health Care, 23(1-2), Manuaba, I. B. G. (2001). Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB. Jakarta : EGC. Nandia, J. R. D. (2012). Pengaruh Konseling Terhadap Persiapan Ibu Primigravida Trimester Iii Dalam Menghadapi Proses Persalinan Di Rumah Bersalin Mitra Ibu Purwokerto (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan : Jakarta: Rineka Cipta. Putranti. (2014). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Persalinan Dengan Kesiapan Primigravida Menghadapi Persalinan. Skripsi. STIkes Yogyakarta. Rahmi, L. (2010). Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan, Dukungan Suami, Dan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Menjelang Persalinan Pada Ibu Primigravida Trimester III Di Poliklinik Kebidanan Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun Penelitian, Fakultas Keperawatan. Stoppard, M. (2008). Conception Pregnancy and Birth: Ensiklopedia Kehamilan. Surabaya: Erlangga. Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suryawati, C. (2007). Faktor sosial budaya dalam praktik perawatan kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan (Studi di Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara). Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 2(1), Ulya, D., & Anjarwati, A. (2013). Hubungan Anemia dengan Kejadian Pendarahan Pasca Persalinan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Tahun 2012 (Doctoral dissertation, STIKES'Aisyiyah Yogyakarta). UNFPA.(2006). Mental health aspects of women s reproductive health. A global review of the literature. World Health Organization. 61

65 p-issn: e-issn: Printing : PPPM University of Respati Yogyakarta, Jl Laksda Adi Sucipto Km 6,5 Depok, Sleman, Yogyakarta 55281: Telp (0274)488681, Fax (0274)

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Rabiatunnisa 1610104257 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN KEPATUHAN IBU HAMIL MENGKONSUMSI TABLET BESI

PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN KEPATUHAN IBU HAMIL MENGKONSUMSI TABLET BESI KESMAS, Vol.7, No.2, September 2013, pp. 55 ~ 112 ISSN: 1978-0575 83 PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN KEPATUHAN IBU HAMIL MENGKONSUMSI TABLET BESI Lina Handayani Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN Oleh MAHARDIKA CAHYANINGRUM NIM: 030113a050 PROGRAM

Lebih terperinci

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III (Motivation and Obedience of Antenatal Care (ANC) Visit of 3rd Trimester Pregnant Mother) Ratna Sari Hardiani *, Agustin

Lebih terperinci

SIKAP IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE PERTAMA (K1) COMPLIANCE WITH THE ATTITUDE OF PREGNANT WOMEN PRENATAL CARE FIRST VISIT

SIKAP IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE PERTAMA (K1) COMPLIANCE WITH THE ATTITUDE OF PREGNANT WOMEN PRENATAL CARE FIRST VISIT Sikap Ibu Hamil dengan Kepatuhan SIKAP IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE PERTAMA (K1) COMPLIANCE WITH THE ATTITUDE OF PREGNANT WOMEN PRENATAL CARE FIRST VISIT A.A. Putri Pratiwi Suandewi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMANFAATAN BUKU KIA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN BALITA PADA IBU BALITA DI POSYANDU LARAS LESTARI NOGOTIRTO SLEMAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMANFAATAN BUKU KIA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN BALITA PADA IBU BALITA DI POSYANDU LARAS LESTARI NOGOTIRTO SLEMAN HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMANFAATAN BUKU KIA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN BALITA PADA IBU BALITA DI POSYANDU LARAS LESTARI NOGOTIRTO SLEMAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: MUTIARA THEO THERRA AWK 080201146 PROGRAM

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS CIKAMPEK KABUPATEN KARAWANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS CIKAMPEK KABUPATEN KARAWANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS CIKAMPEK KABUPATEN KARAWANG Sri Rahayu Universitas Singaperbangsa Karawang 1,2 Jl. HS Ronggowaluyo Teluk Jambe

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMANFAATAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA PEKANBARU

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMANFAATAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA PEKANBARU Jurnal Kesmas Volume 1, No 1, Januari-Juni 2018 e-issn : 2599-3399 HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMANFAATAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA PEKANBARU Yusmaharani Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KELUARGA MENGATASI MASALAH KESEHATAN DI KELUARGA. Agrina 1, Reni Zulfitri

EFEKTIFITAS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KELUARGA MENGATASI MASALAH KESEHATAN DI KELUARGA. Agrina 1, Reni Zulfitri Efektifitas Asuhan Keperawatan Keluarga Terhadap Tingkat Kemandirian Keluarga Mengatasi EFEKTIFITAS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KELUARGA MENGATASI MASALAH KESEHATAN DI KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai masyarakat dunia berkomitmen untuk ikut merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Penyakit ini lebih dikenal sebagai silent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, STATUS PENDIDIKAN, DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, STATUS PENDIDIKAN, DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, STATUS PENDIDIKAN, DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS TELING ATAS KECAMATAN WANEA KOTA MANADO Gabriela A. Lumempouw*, Frans J.O Pelealu*,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERATURAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS JETIS II BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KETERATURAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS JETIS II BANTUL YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTARA KETERATURAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS JETIS II BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMANFAATAN KMS OLEH KADER POSYANDU BALITA SEHAT DI DUSUN BEDOYO KIDUL,DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA

GAMBARAN PEMANFAATAN KMS OLEH KADER POSYANDU BALITA SEHAT DI DUSUN BEDOYO KIDUL,DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA 40 GAMBARAN PEMANFAATAN KMS OLEH KADER POSYANDU BALITA SEHAT DI DUSUN BEDOYO KIDUL,DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA Intan Nugroho 1, Budi Rahayu 1 1 Stikes Jen. A.Yani

Lebih terperinci

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG Diabetes mellitus DAN DETEKSI DINI DENGAN MINAT DETEKSI DINI PADA MASYARAKAT DI DESA DRONO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN KLATEN 1 Tedy Candra Lesmana 2 Susi Damayanti 1,2 Dosen

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS 51 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS Arif Nurma Etika 1, Via Monalisa 2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Kadiri e-mail: arif_etika@yahoo.com ABSTRACT Diabetes Mellitus

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANC DI KLINIK DINA BROMO UJUNG LINGKUNGAN XX MEDAN TAHUN 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANC DI KLINIK DINA BROMO UJUNG LINGKUNGAN XX MEDAN TAHUN 2013 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANC DI KLINIK DINA BROMO UJUNG LINGKUNGAN XX MEDAN TAHUN 2013 Oleh: ARIHTA BR. SEMBIRING Dosen Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA Oleh M. Kusumastuty 1, O. Cahyaningsih 2, D.M. Sanjaya 3 1 Dosen Prodi D-III Kebidanan STIKES

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SLAWI TAHUN 2015

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SLAWI TAHUN 2015 LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SLAWI TAHUN 2015 Disusun oleh : HANUM TRI HAPSARI D11.2011.01307 Telah diperiksa

Lebih terperinci

Sartika Zefanya Watugigir Esther Hutagaol Rina Kundre

Sartika Zefanya Watugigir Esther Hutagaol Rina Kundre HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG ANTENATAL CARE DENGAN PENGGUNAAN BUKU KIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KECAMATAN WANEA MANADO Sartika Zefanya Watugigir Esther Hutagaol Rina

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang dahulu dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMANFAATAN BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMANFAATAN BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL 32 Media Ilmu Kesehatan Vol. 6, No. 1, April 2017 TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMANFAATAN BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL Tri Budi Rahayu 1 1 Stikes Guna Bangsa Yogyakarta,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22 HUBUNGAN PENIMBANGAN BALITA BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) TERHADAP STATUS GIZI BADUTA BAWAH GARIS MERAH (BGM) (Relationship between weighing of Children Under Two Years (BADUTA) With Nutrition Status of Below

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : VERA ANDRIANI NIM: 201210104328

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013.

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013 Bahtiar, Yusup Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan. seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan. seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

III TAHUN Disusun Oleh WIWEN INDITA PROGRAM

III TAHUN Disusun Oleh WIWEN INDITA PROGRAM HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI TABLET ZAT BESI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMASS KRATON YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : WIWEN INDITA NIM: 201210104329 PROGRAM

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014 Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014 Enderia Sari Prodi D III KebidananSTIKesMuhammadiyah Palembang Email : Enderia_sari@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU X DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA

HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU X DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA 29 HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU X DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA CORRELATION BETWEEN POSYANDU X S SERVICE WITH ELDERLY SATISFACTION LEVEL ENDAH RETNANI WISMANINGSIH Info Artikel Sejarah Artikel Diterima

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI (Studi Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Kabupaten Banjar Tahun 2017) Elsa Mahdalena

Lebih terperinci

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam memproduksi hormon insulin, atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Abstrak

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Abstrak ISSN2354-7642 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang HIV/AIDS dengan Perilaku Pemeriksaan Test PITC (Provider Initiated Test and

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG TABLET FE (STUDI DI PUSKESMAS BANGETAYU SEMARANG TAHUN 2013)

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG TABLET FE (STUDI DI PUSKESMAS BANGETAYU SEMARANG TAHUN 2013) PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG TABLET FE (STUDI DI PUSKESMAS BANGETAYU SEMARANG TAHUN 2013) THE COUNSELLING EFFECT AGAINST KNOWLEDGE OF PREGNANT WOMENS IN FIRST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN POSYANDU DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN IBU BALITA

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN POSYANDU DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN IBU BALITA HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN POSYANDU DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN IBU BALITA Rahmi Nur Fitri Handayani, Tenti Kurniawati STIKES Aisyiyah Yogyakarta E-mail: tenti_a@yahoo.com Abstract: This

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN An Nadaa, Vol 1 No.2, Desember 2014, hal 72-76 ISSN 2442-4986 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN The Associated

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG Anni Suciawati* *Fakultas Kesehatan Prodi Kebidanan Universitas Nasional Email Korespodensi:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI (FE) DI KECAMATAN TARERAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI (FE) DI KECAMATAN TARERAN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI (FE) DI KECAMATAN TARERAN Citra L. Kowel*, Frans J. O. Pelealu*, Jane M. Pangemanan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya.

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari Pembangunan Kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Saat ini penyakit kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG THE CORRELATION BETWEEN HUSBAND S SUPPORT WITH FREQUENCY OF PUERPERIAL REPEATED VISITATION IN

Lebih terperinci

TRIMESTER III DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA

TRIMESTER III DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA PARITY RELATIONSHIP WITH ANXIETY LEVEL TRIMESTER PREGNANT WOMEN AT III IN HEALTH TEGALREJO YOGYAKARTA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA THE RELATIONSHIP OF MOTHER S KNOWLEDGE TOWARDS STIMULATION OF TALKING AND LANGUAGE TO TODDLER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU IBU HAMIL DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS ANTANG

HUBUNGAN PERILAKU IBU HAMIL DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS ANTANG HUBUNGAN PERILAKU IBU HAMIL DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS ANTANG Correlation Between Behavior of Pregnant Women with Antenatal Care Utilization in Puskesmas Antang Nurul Miftah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus atau kencing manis salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan

Lebih terperinci

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MILITUS DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI DIET RENDAH GLUKOSA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR SAMSUL BAHRI ABSTRAK : Masalah kesehatan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Angka prevalensi anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah

Lebih terperinci

Abstract. Healthy Tadulako Journal 11. Hubungan antara pendampingan persalinan...( Abd. Halim, Fajar, Nur)

Abstract. Healthy Tadulako Journal 11. Hubungan antara pendampingan persalinan...( Abd. Halim, Fajar, Nur) Hubungan antara pendampingan..( Abd. Halim, Fajar, Nur) HUBUNGAN ANTARA PENDAMPING PERSALINAN, UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL MENJELANG PERSALINAN DI KLINIK KESEHATAN IBU

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : VRIASTUTI 201210201214 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2014) menyebutkan bahwa populasi lanjut usia (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga 2050 yaitu 11%

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU FACTORS RELATED TO THE PERFORMANCE CADRE IN POSYANDU

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU FACTORS RELATED TO THE PERFORMANCE CADRE IN POSYANDU Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU FACTORS RELATED TO THE PERFORMANCE CADRE IN POSYANDU Rita Afni Kebidanan STIKes Hang Tuah Pekanbaru

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr.

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono Ponorogo Oleh: MAYA FEBRIANI NIM: 13612565 PRODI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANC DI KLINIK DINA BROMO UJUNG LINGKUNGAN XX MEDAN TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANC DI KLINIK DINA BROMO UJUNG LINGKUNGAN XX MEDAN TAHUN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANC DI KLINIK DINA BROMO UJUNG LINGKUNGAN XX MEDAN TAHUN 2013 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA

Lebih terperinci

Pelaksanaan Antenatal Care Berhubungan dengan Anemia pada Kehamilan Trimester III di Puskesmas Sedayu I Yogyakarta

Pelaksanaan Antenatal Care Berhubungan dengan Anemia pada Kehamilan Trimester III di Puskesmas Sedayu I Yogyakarta ISSN2354-7642 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Pelaksanaan Antenatal Care Berhubungan dengan Anemia pada Kehamilan Trimester III di Puskesmas Sedayu I Yogyakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN 2012-2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Wahyuni Kartika Sari 201410104317 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian... DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Lembar Persetujuan... ii Penetapan Panitia Penguji... iii Kata Pengantar... iv Pernyataan Keaslian Penelitian... v Abstrak... vi Abstract...... vii Ringkasan.... viii Summary...

Lebih terperinci

ABSTRAK. Angelia Diah Rani A., 2008; Pembimbing I: Dr,dr. Felix Kasim. M.Kes. Pembimbing II: dr. Rimonta F.G, Sp.OG.

ABSTRAK. Angelia Diah Rani A., 2008; Pembimbing I: Dr,dr. Felix Kasim. M.Kes. Pembimbing II: dr. Rimonta F.G, Sp.OG. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP ANEMIA DEFISIENSI FE DI KELURAHAN JATIHANDAP WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDALA MEKAR KOTA BANDUNG Angelia Diah Rani A., 2008; Pembimbing

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PARITAS DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PARITAS DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PARITAS DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : ENNY ANGGRAENY 201210201017

Lebih terperinci

INTISARI. M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt 2 ; dr. Hotmar Syuhada 3

INTISARI. M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt 2 ; dr. Hotmar Syuhada 3 INTISARI HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI CUKA KABUPATEN TANAH LAUT M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd.,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI DESA MOROREJO KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI DESA MOROREJO KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI DESA MOROREJO KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL Emmy Isnaini *) Vivi Yosafianti, P** ),, Shobirun ***) *) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi di ASEAN. Menurut data SDKI tahun 2007 didapatkan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BAYI USIA 0-6 BULAN PADA IBU BEKERJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN SEMARANG Disusun Oleh :

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Laela Yusriana 1610104358 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG Ninda Ayu Pangestuti *), Syamsulhuda BM **), Aditya Kusumawati ***) *)Mahasiswa

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh : MEIRINA MEGA MASTUTI 040112a028 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH Liza Salawati Abstrak. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas

Lebih terperinci

Keywords: Attitude of mother, diarrhea, participation mother in posyandu

Keywords: Attitude of mother, diarrhea, participation mother in posyandu Correlation of Attitudes and Participation Mother in Posyandu with The Occurance Diarrhea of Toddlers in Posyandu Natar Village Nusadewiarti A, Larasati TA, Istiqlallia Faculty of Medicine Lampung University

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU YANG MEMILIKI BALITA DENGAN KUNJUNGAN KE POSYANDU

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU YANG MEMILIKI BALITA DENGAN KUNJUNGAN KE POSYANDU HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU YANG MEMILIKI BALITA DENGAN KUNJUNGAN KE POSYANDU (Studi di Desa Bagolo Kecamatan Kalipucang Kabupaten Ciamis Tahun 2013) Firmansyah, Eka Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANEMIA DAN KEK PADA IBU HAMIL AKHIR TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember)

HUBUNGAN ANEMIA DAN KEK PADA IBU HAMIL AKHIR TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember) HUBUNGAN ANEMIA DAN KEK PADA IBU HAMIL AKHIR TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember) SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014 386 Artikel Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014 Selvia Emilya 1, Yuniar Lestari 2, Asterina 3 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang masih terjadi pada wanita khusunya ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah 41,8%. Kejadian anemia diseluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat DM dengan prevalensi 8,6% dari total

Lebih terperinci

ABOUT PARTOGRAPH WITH APPLICATION IN DIII STUDY PROGRAM OF MIDWIFERY AT STIKES A. YANI YOGYAKARTA

ABOUT PARTOGRAPH WITH APPLICATION IN DIII STUDY PROGRAM OF MIDWIFERY AT STIKES A. YANI YOGYAKARTA THE CORRELATION OF KNOWLEDGE STUDENTS 4 th SEMESTER ABOUT PARTOGRAPH WITH APPLICATION IN DIII STUDY PROGRAM OF MIDWIFERY AT STIKES A. YANI YOGYAKARTA 2013 1 Nedy Malvirani Awuy 2 Farida Kartini 3 ABSTRACT

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Ranti Lestari 1, Budiman 2 1.Dosen Akademi Kebidanan Cianjur Email : Ranti

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Resha Cahyanti 201510104386 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : RIZKY APRILIANA DUVITANINGTYAS 201410104306 PROGRAM

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP PENTINGNYA PEMERIKSAAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS NAMTABUNG KEC. SELARU KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Fasiha (Poltekkes Kemenkes Maluku) ABSTRAK Sistem

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pelatihan, Motivasi, Dukungan Keluarga dan Masyarakat, Keaktifan Kader Posyandu

Kata Kunci : Pelatihan, Motivasi, Dukungan Keluarga dan Masyarakat, Keaktifan Kader Posyandu FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALAWAAN KECAMATAN TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA. Meytha Mandagi*, Christian R. Tilaar*, Franckie R.R Maramis*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai adanya hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: SY.A isyatun Abidah Al-Idrus 20151010273 PROGRAM

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN THE CONSUMPTION OF TABLETS FE COMPLIANCE OF EVENTS Anemia HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE TERHADAP KEJADIAN ANEMIA

RELATIONSHIP BETWEEN THE CONSUMPTION OF TABLETS FE COMPLIANCE OF EVENTS Anemia HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE TERHADAP KEJADIAN ANEMIA P E N E L I T I A N I L M I A H HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE TERHADAP KEJADIAN ANEMIA RELATIONSHIP BETWEEN THE CONSUMPTION OF TABLETS FE COMPLIANCE OF EVENTS Anemia Novi Anggraeni *) *)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

KONSELING GIZI IBU HAMIL OLEH TENAGA KESEHATAN (BIDAN, PETUGAS GIZI) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS JOGONALAN I

KONSELING GIZI IBU HAMIL OLEH TENAGA KESEHATAN (BIDAN, PETUGAS GIZI) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS JOGONALAN I KONSELING GIZI IBU HAMIL OLEH TENAGA KESEHATAN (BIDAN, PETUGAS GIZI) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS JOGONALAN I Endang Wahyuningsih 1), Anna Uswatun Q 2) ABSTRAK Angka kejadian anemia pada wanita

Lebih terperinci

Abstrak. Anih Kurnia, M.Kep., Ners Program Studi D III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya

Abstrak. Anih Kurnia, M.Kep., Ners Program Studi D III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN PENDERITA HIPERTENSI DALAM PERAWATAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIBEUREUM KOTA TASIKMALAYA Anih Kurnia, M.Kep., Ners Program Studi D III Keperawatan

Lebih terperinci

59 KEPUASAN DALAM PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN USIA PADA IBU HAMIL

59 KEPUASAN DALAM PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN USIA PADA IBU HAMIL Hal: 59-65 Kepuasan dalam Pelayanan Antenatal Care (ANC) Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Usia pada Ibu Hamil 59 KEPUASAN DALAM PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN USIA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DAN IMBALAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI KECAMATAN MODOINDING KABUPATEN MINAHASA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DAN IMBALAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI KECAMATAN MODOINDING KABUPATEN MINAHASA SELATAN HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DAN IMBALAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI KECAMATAN MODOINDING KABUPATEN MINAHASA SELATAN Tia Mema 1), Franckie R.R Maramis 1), Ardiansa A.T Tucunan 1) 1) Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci