ANALISIS DEIKSIS NOVEL BILA CINTA MENCARI CAHAYA KARYA HARRI ASH SHIDDIQIE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DEIKSIS NOVEL BILA CINTA MENCARI CAHAYA KARYA HARRI ASH SHIDDIQIE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA"

Transkripsi

1 ANALISIS DEIKSIS NOVEL BILA CINTA MENCARI CAHAYA KARYA HARRI ASH SHIDDIQIE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Eka Astuti Wahyuningsih PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014 i

2 ANALISIS DEIKSIS NOVEL BlLA CINTA MENCARI CAHAYA KARYA HARR! ASH SHIDDIQIE DAN SKENAJUO PEMBELAJARANNYADI SMA Oleh Eka Astuti Wahyuningsih Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertabankan dihadapan panitia Penguji Skripsi Pembimbing 4 menyetujui Drs. H. Khabib Sholeh, M. Pd. NIP Drs.. 'ya, M. Hum. NIP ii

3 ANALISIS DEIKSIS NOVEL BILA CINTA MENCARICAHAYA KARYA HARRI ASH SHIDDIQIE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh Eka Astuti Wahyuningsih Skripsi ini telah telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Universitas Muhammadiyah Purworejo Pada mnggal: 14 Agustus 2014.:::-.:_-----,-,c;T;;.;;IMc;.; PENGUn Joko Purwanto, M. Pel. NBM (penguji Utama) Drs. H. Khabib Sholeh, M. Pd. NIP (penguji IIPembimbing 1) Drs. H. Bagiya, M. Bam. NIP t 002 (penguji IIIPembimbing II) Purworejo, U, Agustus 2014 Mengetahui, 'akj!l!!a.fl~ dan llmu pendidikan 111

4 MOTO DAN PERSEMBAHAN MOTO 1. Ketahuilah bahwa datangnya kemenangan itu karena adanya kesabaran, datangnya kelapangan bersamaan dengan adanya kesempitan dan datangnya kemudahan itu bersamaan dengan adanya kesulitan (HR. Ahmad). 2. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS. Al-Baqarah: 5). PERSEMBAHAN Dengan mengucap syukur kupersembahkan karya ini untuk: 1. Bapak Sutarso dan ibunda Miswanti Terima kasih atas lantunan doa yang senantiasa iringi langkah putrimu ini. Kasih sayang tulus selalu engkau curahkan untukku. Kalian adalah motivasi hidupku. 2. Arif Hidayat Jati Terima kasih karena telah menjadi kakak yang selalu memberi semangat dan mendoakanku 3. Dwi Rahmawati Terima kasih karena telah menjadi adik yang berperilaku baik dan selalu membantuku dalam menyelesaikan kuliahku. v

5

6 PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie dan Skenario Pembelajarannya di SMA. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Rektor Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin kepada penulis belajar di Universitas Muhammadiyah Purworejo dari awal sampai akhir studi. 2. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian dan pengumpulan data untuk menyusun skripsi ini. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan skripsi ini. vii

7

8 ABSTRAK Eka Astuti Wahyuningsih. Analisis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie dan Skenario Pembelajarannya di SMA. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. FKIP. Universitas Muhammadiyah Purworejo Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddie; (2) skenario pembelajaran deiksis yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran menulis narasi bagi siswa kelas X SMA. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Sumber data berupa novel, yakni novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi. Teknik analis data yang digunakan adalah teknik agih. Hasil analisis data dijabarkan dengan metode informal. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa: (1) bentuk-bentuk deiksis yang digunakan dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddie adalah: (a) bentuk-bentuk deiksis persona pertama tunggal yang digunakan adalah saya. Deiksis persona kedua tunggal yang digunakan adalah kamu. Deiksis persona ketiga tunggal yang digunakan adalah dia, ia, dan nya.bentuk deiksis persona ketiga jamak yang digunakan adalah mereka, (b) bentuk-bentuk deiksis tempat yang digunakan adalah Cicamara, rumah biru, kebun teh, kantor, masjid, Surabaya, (c) bentuk-bentuk deiksis waktu yang digunakan adalah tahun depan, sepuluh tahun lalu, hari ini, pagi ini, selama ini, (d) bentuk-bentuk deiksis anafora yang digunakan adalah ini dan itu, (e) bentuk-bentuk deiksis katafora yang digunakan adalah merupakan, adalah, dan seperti; (2) Skenario pembelajaran deiksis yang diintegrasikan dalam pembelajaran menulis narasi bagi siswa kelas X SMA berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembuatan RPP didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat pada silabus SMA. Standar kompetensi yang digunakan adalah mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif). Kompetensi dasar 4.1 menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Metode yang digunakan adalah metode ceramah, metode problem solving dan penugasan. Kata kunci: deiksis, Novel Bila Cinta Mencari Cahaya, Skenario Pembelajaran ix

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... MOTO DAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN... PRAKATA... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi viii ix xi xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Penegasan Istilah... 6 C. Identifikasi Masalah... 7 D. Batasan Masalah... 7 E. Rumusan Masalah... 7 F. Tujuan Penelitian... 8 G. Manfaat Penelitian... 8 H. Sistematika Penulisan Skripsi... 9 BAB II TINJAUN PUSTAKA, KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka B. Kajian Teoretis Deiksis a. Pengertian Deiksis b. Macam-macam Deiksis ) Deiksis Eksofora a) Deiksis Persona b) Deiksis Tempat atau Ruang c) Deiksis Waktu ) Deiksis Endofora Narasi atau Naratif a) Pengertian Narasi b) Macam-macam Narasi Bahan Ajar a) Pengertian Bahan Ajar b) Kriteria Penyusunan Bahan Ajar x

10 4. Metode Pembelajaran Problem Solving a) Pengertian Metode Problem Solving b) Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving c) Solusi Penggunaan Metode Problem Solving d) Praktik Penggunaan Metode Mengajar BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Variabel Penelitian C. Fokus Penelitian D. Sumber Data E. Instrumen Penelitian F. Teknik Pengumpulan Data G. Teknik Analisis Data H. Penyajian Hasil Analisis BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA A. Penyajian Data Bentuk-bentuk Deiksis Skenario Pembelajaran bentu-bentuk Deiksis B. Pembahasan Data Bentuk-bentuk Deiksis Skenario Pembelajaran Bentuk-bentuk Deiksis BAB V PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

11 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif Tabel 2. SK, KD, dan Indikator Pembelajaran Tabel 3.Metode Ceramah, Problem Solving, danpenugasan Tabel 4. Jenis-jenis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie Tabel 5.SkenarioPembelajaran Bentuk-bentuk Deiksis xii

12 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 : Cover Novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie 2. Lampiran 2 : Biografi Harri Ash Shiddiqie 3. Lampiran 3 : Sinopsis Novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie 4. Lampiran 5 : RPP 5. Lampiran 6 : Silabus 6. Lampiran 7 : Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi 7. Lampiran 6 : Kartu Bimbingan Skripsi xiii

13 BAB I PENDAHULUAN Skripsi ini berjudul Analisis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie dan Skenario Pembelajarannya di SMA. Bab I berisi pendahuluan terdiri atas, latar belakang, penegasan istilah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian skripsi. A. Latar Belakang Masalah Sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah sewajarnya bangga menggunakan bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia sebagai wujud dari kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa resmi. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2009 pasal 25 tentang bahasa. Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi juga digunakan dalam bidang sastra. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan hidup terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari 1

14 2 kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya (Nurgiyantoro, 1995: 4). Nurgiyantoro juga menambahkan salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi. Unsur inilah yang akan menyebabkan karya sastra (novel) hadir. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung membangun sebuah cerita. Keterpaduan berbagai unsur intrinsik ini akan menjadikan sebuah novel yang sangat bagus. Bahasa yang terdapat dalam novel tidak lepas dari peran deiksis yang berfungsi sebagai pengemas bahasa yang efektif dan efisien. Sebuah tulisan atau karangan sebagian besar terdapat deiksis. Dalam novel juga terdapat banyak deiksis. Deiksis ini muncul di dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. Yule mendefinisikan deiksis sebagai penunjukkan melalui bahasa (Wahyuni, 2006: 13). Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, waktu, maupun tempat. Alwi dkk. (2003:42) mendefinisikan bahwa deiksis sebagai gejala semantis yang terdapat dalam kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Alwidkk. (2003: 42) berpendapat

15 3 bahwa acuan yang terdapat dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis. Purwo (1984: 1) juga menambahkan bahwa sebuah kata dikatakan deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Deiksis baru diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di mana, dan kapan kata itu diucapkan. Jadi, pusat orientasi deiksis adalah penutur. Dengan demikian, deiksis merupakan identifikasi makna sebuah bahasa yang hanya dapat diketahui bila sudah berada dalam peristiwa bahasa karena dipengaruhi oleh konteks situasi pembicaraan yang diacu penutur. Misalnya: Mereka bersedia pergi ke sana, asalkan dia mau mengabulkan syarat mereka itu. Apabila tidak diketahui konteksnya, kalimat tersebut sangat kabur maknanya. Kalimat di atas banyak mengandung deiksis (mereka, kesana, dia, itu) yang maknanya bergantung pada konteks saat pengucapan kalimat itu. Jadi, bahasa hanya dapat dimengerti menurut makna yang dimaksud penutur. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui lebih dalam mengenai pemakaian deiksis dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. Terkait dengan pembelajaran menulis, deiksis mempunyai peluang banyak terdapat dalam sebuah novel, khususnya deiksis yang terdapat dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. Oleh sebab itu, novel memiliki relevansi untuk dijadikan bahan pembelajaran menulis khususnya kelas X SMA.

16 4 Kajian deiksis dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dapat dijadikan bahan pembelajaran menulis narasi pada mata pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas X SMA, standar kompetensi 4. mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositoris). Kompetensi dasar 4.1 menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Pembelajaran deiksis bahasa Indonesia pada kelas X SMA tidak diajarkan tersendiri, tetapi diintegrasikan dalam pembelajaran menulis. Dalam pembelajaran tersebut siswa benar-benar diperlihatkan langsung kajian deiksis dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi siswa untuk menulis sebuah karangan dengan menggunakan deiksis secara tepat. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan latar belakang yang menjadi alasan penulis tertarik melakukan penelitian berjudul Analisis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie dan Skenario Pembelajarannya di SMA berikut ini. 1. Novel merupakan pengungkapan kehidupan dan pengalaman hidup manusia yang berpusat pada konsentrasi tentang konflik-konflik yang terjadi dan pemusatan kehidupan yang tegas serta mengungkapkan aspekaspek kemanusiaan yang mendalam dan disajikan secara tersirat melalui bahasa sehingga penggunaannya relevan sebagai bahan pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas X SMA. Relevansi ini dapat dilihat dari standar kompetensi dan kompetensi dasar.

17 5 2. Karangan yang baik tersususn dari kalimat-kalimat yang berhubungan dan padu. Salah satu sarana untuk memadukan kalimat satu dengan kalimat lainnya adalah deiksis. Kepaduan kalimat dalam sebuah karangan akan membuat karangan tersebut mudah dipahami, logis, dan sistematis. Oleh karena itu, analisis deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie sangat relevan diintegrasikan ke dalam pembelajaran menulis bagi siswa kelas X SMA. 3. Novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie merupakan novel terbaik lomba novel Republika 2012 yang menceritakan kisah hidup tokoh utama yang dapat dijadikan sebagai motivasi dan contoh yang positif dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie ini, diharapkan dapat memberikan banyak wawasan mengenai permasalahan yang sedang atau pernah terjadi di masyarakat, hal-hal yang menyebabkan munculnya masalah, serta langkah pemecahannya. Selain itu, melalui novel ini juga dapat membuat siswa peka terhadap situasi-situasi sosial yang ada di sekitar mereka. Dengan demikian, penggunaan novel tersebut sebagai bahan pembelajaran termasuk bahan pembelajaran yang kontekstual, khususnya bagi siswa kelas X SMA. B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan pemahaman mengenai pengertian judul penelitian, penulis perlu menegaskan kembali istilah-istilah yang terdapat pada judul penelitian ini.

18 6 1. Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat dalam kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan (Alwi dkk.,2003:42). 2. Skenario pembelajaran adalah rencana penyelenggaraan proses pembelajaran antara pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari uraian penegasan istilah tersebut, penelitian yang berjudul Analisis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dan Skenario Pembelajarannya di SMA mengandung makna sebuah penelitian analisis deiksis yang terdapat dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie, analisis deiksis ini kemudian digunakan sebagai alternatif bahan pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas X SMA. C. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi hal-hal yang relevansi dengan penelitian ini. 1. Pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran deiksis yang terdapat dalam sebuah novel masih jarang digunakan sebagai bahan pembelajaran menulis narasi, 2. Pembelajaran deiksis pada siswa kelas X SMA perlu ditekankan karena siswa banyak yang belum paham tentang materi deiksis.

19 7 D. Batasan Masalah Masalah yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas sehingga tidak dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, permasalahan dibatasi pada penggunaan deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dan rancangan implementasi pembelajarannya yang diintegrasikan dalam pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas X SMA. E. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian dipaparkan di bawah ini. 1. Bagaimanakah deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie? 2. Bagaimanakah skenario pembelajaran menulis narasi bagi siswa kelas X SMA dengan materi deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie? F. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan : 1. deiksis pada novel novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie; 2. skenario pembelajaran menulis narasi bagi siswa kelas X SMA dengan materi deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie.

20 8 G. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat: a. mengembangkan ilmu bahasa khususnya pragmatik bahasa Indonesia, b. memberikan gambaran mengenai penggunaan bahasa yang dihubungkan dengan konteks dan situasi pemakainya, c. mengembangkan teori pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran menulis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi penulis, guru, dan siswa. a. Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan memperdalam ilmu pengetahuan teori deiksis. b. Bagi guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi guru. c. Bagi siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadipedoman belajar menulis narasi yang efektif.

21 9 H. Sistematika Penelitian Skripsi Sistematika ini ditujukan untuk memberikan gambaran skripsi yang disusun. Sistematika skripsi ini penulis susun dalam bentuk bab-bab kemudian setiap bab penulis rinci dalam subbab. Bagian awal berisi halaman pengesahan, kata pengantar, daftar isi, dan abstrak. Bab I yang berisi pendahuluan memuat latar belakang masalah, penegasan istilah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II berisi tinjauan pustaka, kajian teoretis, dan kerangka berpikir. Tinjauan pustaka menguraikan relevansi penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang menyoroti deiksis bahasa Indonesia yang dilakukan oleh Rahardani (2012) dan Aini (2012). Kajian teoretis menguraikan teori-teori yang menjadi landasan penelitian ini, yakni pengertian deiksis, macam-macam deiksis, teori yang berkenaan tentang karangan narasi, teori yang berkenaan dengan metode pembelajaran problem solving, dan teori yang berkenaan tentang bahan ajar. Selanjutnya, kerangka pikir menguraikan kerangka pemikiran penulis yang diuraikan dalam penelitian ini. Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian mencakup: desain penelitian, variabel penelitian, fokus penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan penyajian hasil analisis.

22 10 Bab IV berisi penyajian dan pembahasan data hasil penelitian yang terdiri dari subbab, yaitu penyajian data dan pembahasan data penelitian. Bab V berisi penutup yang terdiri atas simpulan dan saran. Selain itu, penulis juga melampirkan biografi pengarang, sinopsis, dan daftar pustaka.

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS Bab ini berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka berisi tinjauan secara kritis penelitian-penulisan terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dan kajian teori berisi paparan teori yang menjadi acuan penelitian. A. Tinjauan Pustaka Hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta masukan pada penelitian ini adalah: Aini dan Rahardani. Penelitian terdahulu yang mengkaji penggunaan deiksis sudah banyak dilakukan oleh mahasiswa khususnya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya Rahardani (2012) dalam skripsinya Deiksis dalam Tajuk Rencana Harian Solopos Tahun 2011 dan Sumbangannya terhadap Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK. Dalam penelitian tersebut, Rahardani menemukan banyak kalimat atau paragraf yang mengandung deiksis, meliputi deiksis eksofora dan endofora. Distribusi letak kata atau frase yang bersifat deiksis terdapat di awal, di tengah, dan di akhir. Penggunaan deiksis dalam penelitian Rahardani cenderung menggunakan deiksis persona yang meliputi bentuk persona pertama jamak, persona ketiga tunggal, dan persona ketiga jamak. Hasil analisis dari penelitian Rahardani ini merupakan sumbangan terhadap materi pembelajaran bahasa Indonesia di SMK. 11

24 12 Meskipun sama-sama meneliti penggunaan deiksis, skripsi penulis berbeda dengan skripsi yang ditulis oleh Rahardani dari segi sumber data yang digunakan. Rahardani meneliti penggunaan deiksis pada wacana tajuk rencana harian Solopos tahun 2011, sedangkan penulis meneliti penggunaan deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. Selain itu, skripsi penulis memiliki kelebihan dibandingkan dengan penelitian skripsi Rahardani karena penulis menyertakan integrasi analisis sebagai bahan pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas X SMA dan memaparkan skenario pembelajarannya. Selain Rahardani, penelitian penggunaan deiksis juga pernah dilakukan oleh Aini (2012) dalam skripsinya Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus-Oktober 2011: Sebuah Kajian Pragmatik. Aini dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk deiksis dalam wacana yang ditelitinya dikelompokkan menjadi lima, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Fungsifungsi deiksis dalam wacana yang ditelitinya disesuaikan dengan konteks dalam wacana tersebut. Penelitian Aini berbeda dengan penelitian penulis. Aini menggunakan wacana di halaman pendidikan dalam harian Solopos sebagai sumber data dalam penelitiannya, sedangkan penulis menggunakan novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shddiqie sebagai sumber data penelitian. Selain itu, dalam pengelompokkan data Aini hanya mengelompokkan semua deiksis yang ada ke dalam bentuk-bentuk deiksis dan menjabarkan fungsi-fungsi deiksis yang ditelitinya tersebut, sedangkan penulis selain mengelompokkan dan menjabarkan

25 13 jenis dan fungsi deiksis, juga mengintegrasikannya ke dalam sebuah bahan pembelajaran serta menuangkannya ke dalam sebuah skenario pembelajaran menulis narasi di kelas X SMA. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai penggunaan deiksis sudah dilakukan oleh penulis-penulis terdahulu. Akan tetapi, penelitian penulis layak dilakukan karena disamping memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, penelitian yang dilakukan penulis juga dapat mendukung penelitian-penelitian terdahulu, dan diharapkan dapat menyempurnakan penelitian terdahulu tersebut. B. Kajian Teoretis Kajian teoretis merupakan penjabaran kerangka teoretis yang berisi beberapa kumpulan materi terpilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Sebuah karya ilmiah agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah harus menggunakan dasar analisis tertentu, yaitu sebuah teori. Teori yang digunakan penulis adalah teori-teori bahasa atau ahli bahasa yang kemudian diterapkan dalam penelitian ini. Dalam kajian teoretis ini, teori yang mendasari penelitian ini adalah teori yang berkenaan tentang deiksis, teori yang berkenaan tentang karangan narasi, teori yang berkenaan tentang metode pembelajaran problem solving, dan teori yang berkenaan tentang bahan ajar. Di bawah ini diuraikan kelima teori tersebut 1. Deiksis a. Pengertian Deiksis

26 14 Deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti hal penunjukkan secara langsung. Yule mendefinisikan bahwa deiksis sebagai penunjukkan melalui bahasa (Wahyuni, 2006: 13). Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali mengggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, waktu, maupun tempat. Alwi dkk. (2003: 42) mengungkapkan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Acuan yang terdapat dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis. Purwo (1984: 1) juga menambahkan bahwa sebuah kata dikatakan deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Secara tidak langsung, pendapat yang dikemukakan Purwo merujuk bahwa deiksis merupakan sebuah kajian yang maknanya terikat konteks, sebab deiksis merupakan salah satu bagian dari pragmatik. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tentang deiksis yang telah dikemukakan para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah bergantung pada penggunaan dan situasi tutur di luar bahasa. Hal-hal di luar bahasa yang mempengaruhi penafsiran deiksis seperti tempat, waktu, dan situasi ketika suatu tuturan berlangsung. Oleh sebab itu, definisi deiksis yang menjadi tolak ukur penulis adalah definisi deiksis yang diungkapkan Alwi dkk.. Deiksis menurut Alwi dkk. (2003:

27 15 42) adalah suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan, acuan yang terdapat dalam sebuah kalimat ini dapat menjadi penanda adanya kata yang bersifat deiksis. Situasi pembicaraan bergantung pada saat dan tempat tuturan itu berlangsung. Jadi, deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa yang acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata tersebut. b. Macam-macam deiksis Deiksis juga sering disebut sebagai kata ganti, untuk lebih mempermudah pencapaian maksud. Deiksis dalam bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi beberapa macam. Dalam penelitian ini penulis sependapat dengan disertasi yang telah diteliti secara rinci oleh Purwo. Purwo (1984: 11) dalam disertasinya membagi deiksis menjadi deiksis luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora). Deiksis luar tuturan meliputi deiksis persona, ruang, dan waktu. Deiksis dalam tuturan meliputi anafora dan katafora. Yang dipersoalkan dalam pembicaraan tentang eksofora adalah bidang semantik leksikal (Purwo, 1984: 19). 1) Deiksis Luar Tuturan (Eksofora) Eksofora adalah pemberian petunjuk kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di luar teks untuk menemukan atau mengidentifikasi apa yang sedang diacu. Deiksis ini terbagi menjadi tiga, yaitu deiksis persona, deiksis tempat atau ruang, dan deiksis waktu.

28 16 a) Deiksis Persona Bentuk deiksis persona adalah kata ganti persona. Purwo (1984: 19) menambahkan bahwa leksem-leksem yang menjadi bahan pembicaraan dalam deiksis persona adalah bentuk-bentuk nominal dan pronominal. Kata ganti persona terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Sementara itu, kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang atau benda (termasuk binatang). Dalam setiap kata ganti persona tersebut terdapat kata ganti persona tunggal dan jamak. Bentuk kata ganti persona pertama tunggal terdiri dari aku dan saya yang masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakainnya. Purwo (1984: 23) dalam disertasinya mengungkapkan bahwa kata saya tidak bermarkah (unmarked) sedangkan kata aku bermarkah keintiman (marked for intimacy). Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa kata aku hanya dipakai dalam situasi informal (misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya), bermarkah keintiman, dan mempunyai bentuk terikat -ku. Sementara untuk kata saya lebih banyak dipergunakan dalam situasi formal (misalnya dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tidak bermarkah, dan tidak memiliki bentuk terikat. Bentuk kata ganti persona pertama jamak adalah kami dan kita. Menurut Alwi dkk. (2003: 252) kami bersifat eksklusif; artinya pronomina itu mencakupi

29 17 pembicara/penulis dan orang lain di pihaknya, tetapi tidak mencakupi orang lain di pihak pendengar/pembacanya. Sebaliknya, kita bersifat inklusif artinya, pronomina itu mencakupi tidak saja pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain. Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu. Kedua bentuk ini hanya dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang mempunyai status sosial lebih rendah. Kata kamu juga mempunyai bentuk terikat -mu. Selain kata engkau dan kamu, bentuk kata ganti persona kedua tunggal adalah sebutan ketakziman. Sebutan ketakziman tersebut di antaranya adalah Anda, Saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Bentuk kata ganti persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian. Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Akan tetapi, bentuk ia dan dia memiliki perbedaan. Bentuk dia dapat dirangkaikan dengan partikel -lah dan kata yang atau dapat dipergunakan dalam bentuk kontras. Bentuk ia dan dia memiliki bentuk terikat -nya.

30 18 Sementara itu, bentuk kata ganti persona jamak adalah mereka. Contoh deiksis persona dapat dilihat pada kalimat-kalimat di bawah ini. 1) Ada sebelas anak di tanah lapang, mereka sedang bermain bola. 2) Ada tiga anak di kelas, merka sedang belajar. Dalam kalimat penggantian seperti contoh di atas disebut anafora (merujuk pada yang di sebelah kirinya/yang telah disebutkan, contoh di atas mereka merujuk pada sebelas anak. Perujukan seperti itu menghindari perulangan kata atau frasa yang telah dipakai sebelumnya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa deiksis persona adalah unsur bahasa yang menyatakan orang atau persona yang acuannya bergantung pada peran peserta tutur dalam peristiwa bahasa. b) Deiksis Tempat atau Ruang Yule menyatakan bahwa konsep tentang jarak yang telah disebutkan berhubungan erat dengan deiksis tempat, yaitu tempat hubungan antara orang dan bendanya ditunjukkan Wahyuni (2006: 19). Untuk perbedaan mendasar ini, bahasa Inggris kontemporer hanya memakai dua kata keterangan di sini dan di sana. Sama halnya dengan bahasa Indonesia, membedakan antara yang dekat kepada pembicara (di sini) dan yang bukan dekat kepada pembicara (di situ). Pendapat lain dikemukakan oleh Cummings (2007: 37) yang mengungkapkan bahwa acuan deiksis tempat dapat bersifat absolut atau relatif. Acuan absolut pada tempat menempatkan objek atau orang pada panjang atau luas

31 19 khusus, sedangkan acuan relatif menempatkan orang dan tempat dalam kaitannya satu sama lain dan dalam kaitannya dengan penutur. Sebagai contoh penggunaan deiksis tempat adalah sebagai berikut. (a) Di sini saya menuntut ilmu. (b) Kami harus mematuhi adat yang berlaku di sini Pada kedua contoh di atas, di sini memiliki arti yang berbeda-beda menurut situasi tutur (konteks). Di sini pada contoh (a) berarti perguruan tinggi, sekolah, atau lembaga pendidikan lain karena terdapat kata menuntut ilmu. Pada contoh (b) di sini mengacu pada tempat/daerah asing. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat adalah pengungkapan lokasi terjadinya tindak tutur dengan menggunakan leksem ruang. c) Deiksis Waktu Yule (1996: 22) mendefinisikan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan bentuk waktu dilihat dari waktu ujaran tersebut dibuat (peristiwa berbahasa) misalnya: sekarang, pada waktu ini, kemarin, bulan ini, dan sebagainya Wahyuni (2006: 22). Cummings (2007: 35) menjelaskan bahwa deiksis waktu sering dikodekan dalam bahasa Inggris dalam berbagai keterangan seperti now dan then dan dalam istilah- istilah penanggalan (istilah-istilah yang didasarkan pada kalender) seperti yesterday, today dan tommorow. Landasan psikologis dari deiksis waktu tampaknya sama dengan landasan psikologis deiksis tempat. Hal ini dikemukakan Yule (1996: 23) bahwa kita dapat memperlakukan kejadian-kejadian waktu sebagai objek yang bergerak ke arah kita

32 20 ke dalam pandangan atau bergerak menjauh dari kita di luar pandangan (Wahyuni, 2006: 23). Sebagai contoh kita mengungkapkan sesuatu yang mengarah kepada penutur dari waktu yang akan datang dengan ungkapan pekan yang akan datang, tahun yang akan datang, dan waktu yang menjauhi penutur dari masa lampau (contohnya pada hari-hari yang telah berlalu, pekan lalu ). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan contoh leksem waktu yang bersifat deiksis dan yang tak bersifat deiksis. (a) Aktivitas pekerja mulai dilaksanakan pada pagi hari. (b) Paman berjanji akan menghampiriku pagi nanti. Kata pagi pada kalimat pertama tidak deiksis karena yang menjadi patokan adalah posisi bumi terhadap matahari yang menyebabkan terang, sedangkan pada kalimat kedua bersifat deiksis karena yang patokan adalah pembicara, yakni arti pagi menurut pandangan penutur. Dari uraian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan waktu ketika suatu tuturan berlangsung dan patokannya bergantung pada penutur. Pengungkapannya dapat dilakukan dengan kata sekarang, kemarin, minggu lalu, tahun lalu, siang, malam, pagi dan lain sebagainya. d) Deiksis dalam Tuturan ( Endofora) Deiksis dikatakan bersifat endofora jika berada di dalam teks. Endofora adalah pemberian petunjuk kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di dalam teks menemukan apa yang sedang diacu. Purwo (1984: 103) menyatakan

33 21 bahwa endofora menyoroti masalah sintaksis. Salah satunya akibat dari penyusunan konstituen-konstituen bahasa secara linier adalah kemungkinan adanya konstituen tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya disebut ulang pada penyebutan selanjutnya, entah itu dalam bentuk pronominal entah tidak. Endofora dibagi menjadi dua macam, yaitu endofora yang bersifat anaforis dan endofora yang bersifat kataforis berdasarkan posisi acuannya. Anafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan terdahulu atau merujuk pada yang sudah disebutkan dan katafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan kemudian atau merujuk pada yang akan disebutkan. Hal yang sama juga dijelaskan Purwo (1984: ) bahwa dalam endofora dibahas antara lain masalah pemarkah anafora (mengacu pada konstituen di sebelah kirinya) dan katafora (mengacu pada konstituen di sebelah kanannya) baik yang persona maupun bukan persona juga pemarkah anafora dan katafora yang berupa konstituen nol. Mengenai pemarkah katafora dan anafora ditegaskan bahwa hanya kata ganti persona ketiga yang dapat menjadi pemarkah anafora dan katafora. Contoh. (a) Eka merupakan salah satu mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UMP. Dia menulis skripsi tentang analisis deiksis. Kata dia pada kalimat di atas menyatakan Eka yang telah disebutkan terlebih dahulu sehingga bersifat anaforis.

34 22 (b) Karena keuletannya, Zuhri bisa mencapai kesuksesan seperti sekarang ini. Bentuk terikat-nya dalam kalimat di atas bersifat kataforis karena mengacu pada konstituen di sebelah kanannya, yakni Zuhri. 1. Narasi atau Naratif a. Pengertian Narasi atau Naratif Finoza (2005: 191) mengungkapkan karangan narasi (berasal dari narration = bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Jadi, dalam uraian Finoza di atas jelaslah bahwa karangan narasi merupakan karangan dalam bentuk cerita yang dirangkaikan secara kronologis. Keraf juga memberi batasan pengertian narasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain. Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Keraf (2007: 135) mendefinisikan bahwa narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Oleh sebab itu, unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan

35 23 atau tindakan. Dalam paragraf narasi terdapat tiga unsur utama yakni tokoh-tokoh, kejadian, latar atau ruang dan waktu. Dari pendapat para pakar tersebut, apabila dipadukan antara pendapat Finoza dan Keraf, dapat disimpulkan bahwa paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis sehingga pembaca ikut merasakan apa yang diceritakan oleh pengarang. b. Macam-macam Narasi Keraf (2007: ) dalam bukunya yang berjudul Argumentasi dan Narasi membedakan karangan narasi menadi dua macam, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Narasi Ekspositoris dan NarasiSugestif Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif Memperluas pengetahuan Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat. Menyampaikan informasi Menimbulkan daya khayal. mengenai suatu kejadian. Rasional dan berdasarkan Penalaran sebagai alat untuk penalaran. menyampaikan makna, sehingga Bahasanya lebih condong informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif. Contoh: otobiografi dan kisah perjalanan penalaran bisa dilanggar. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata figuratif. Contoh: novel dan cerpen Berdasarkan tabel tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif memiliki kesamaan dan perbedaan. Kesamaan di antara keduanya adalah sama-sama menggunakan penalaran.

36 24 Namun, dalam hal penalaran antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif juga memiliki perbedaan. Penalaran dalam narasi ekspositoris berfungsi sebagai pencapai kesepakatan rasional, sedangkan dalam narasi sugestif hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna. Narasi ekspositoris lazim disebut sebagai narasi nonfiksi, hal ini dapat terlihat dari bahasa yang digunakan, yakni menggunakan bahasa informatif dengan titik berat kata-kata yang digunakan bersifat denotatif dan fungsi paragraf ini yakni memperluas pengetahuan bagi pembacanya. Contoh karangan narasi ekspositoris, terdiri dari: kisah perjalanan, otobiografi, peristiwa-peristiwa politik, dan lain sebagainya. Selanjutnya, narasi sugestif lazim disebut sebagai narasi fiksi, hal ini dapat terlihat dari bahasa yang digunakan, yakni menggunakan bahasa fiiguratif dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata figuratif, fungsi narasi ini adalah untuk menyampaikan suatu makna atau suatu amanat bagi pembaca, serta cerita yang disajikan dapat menimbulkan daya khayal bagi pembacanya. Contoh narasi sugestif, yaitu berupa novel dan cerpen. Di dalam narasi fiksi, yang dikenal sebagai naratif berplot (beralur), pandangan penulis tentang pengalaman manusia dikontrol dan ditentukan oleh faktor: tingkah laku manusia yang diseleksi dan diatur, bahan-bahan cerita yang dengan sengaja sadar dirancang untuk mendramatisasikan pandangan pengarang tersebut sehingga dapat membangkitkan ketegangan (supense).

37 25 Lain halnya dengan narasi faktual (narasi nonfiksi). Narasi faktual merupakan tulisan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kehidupan. Sebagian besar tulisan narasi faktual merupakan historis yang objektif, bahan penelitian merupakan peristiwa penting yang tentu saja penulisnya ikut berperan mementingkannya. c. Bahan ajar Salah satu bahan yang harus diperhatikan dalam mengembangkan dan meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap bahasan yang sedang dipelajarinya adalah bahan ajar. Berikut ini dijelaskan pengertian bahan ajar dan kriteria penyusunan bahan ajar. 1) Pengertian bahan ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM), baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/ suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan ajar yang hendak penulis susun sebagai bahan ajar dalam pembelajaran menulis narasi adalah bahan ajar yang merujuk pada pandangan modern. Artinya, bahan ajar tersebut bukanlah untuk dijadikan sebuah tujuan, melainkan sebagai salah satu sumber belajar yang memiliki sifat komunikatif bagi siswa, dengan menyajikan bahan ajar berdasarkan fakta yang terdapat dalam realita kehidupan sehari-hari.

38 26 2) Kriteria Penyusunan Bahan Ajar Bahan ajar sering disamakan dengan materi (materials). Keberadaan materi yang di dalamnya termuat aspek-aspek spesifik suatu pengetahuan sangatlah penting dalam proses belajar-mengajar. Khusus bagi guru, hal itu dapat dijadikan pilihan yang dapat menunjang tujuan pengajarannya. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pembelajaran Menulis Narasi Kelas X SMA Semester 1. Tabel 2. SK, KD, dan Indikator Pembelajaran Standar Kompetensi 4. Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositoris) Kompetensi Dasar 4.1 Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf Indikator Mengembangkan kerangka yang telah dibuat menjadi paragraf naratif. Menyunting paragraf naratif yang ditulis teman berdasarkan kronologi waktu, peristiwa, dan EYD. d. Metode Pembelajaran Problem Solving 1) Pengertian Metode Problem Solving Djamarah (2010: 91) dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar mengemukakan bahwa metode pembelajaran problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat

39 27 menggunakan metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai dengan menarik kesimpulan. ini. Penggunaan metode ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut a) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain sebagainya. c) Menetapkan jawaban sementara dari masalah-masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas. d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demostrasi, tugas diskusi, dan lain sebagainya. e) Menarik kesimpulan, artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir mengenai jawaban dari masalah sebelumnya.

40 28 Catatan; Metode Problem Solving akan melibatkan bannyak kegiatan sendiri dengan bimbingan para pengajar. 2) Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving a) Kelebihan Metode Problem Solving Metode pembelajaran problem solving mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut. (1) Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. (2) Proses belajar-mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia. (3) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan. b) Kekurangan Metode Problem Solving Metode problem solving mengandung beberapa kekurangan, antara lain:

41 29 (1) menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya, serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru. Sering orang beranggapan keliru bahwa metode pemecahan masalah hanya cocok untuk SLTP, SLTA, dan PT saja. Padahal, untuk siswa SD sederajat juga bisa dilakukan dengan tingkat kesulitan permasalahan yang sesuai dengan taraf kemampuan berpikir anak. (2) proses belajar-mengajar menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain. (3) mengubah kebiasaan siswa dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang terkadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan siswa. 3) Solusi Penggunaan Metode Problem Solving Pada setiap penggunaan metode pembelajaran pasti ada sebuah kekurangan dan kelebihan masing-masing. Berawal dari hal tersebut, penulis mengemukakan beberapa solusi yang dapat digunakan dalam penggunaan penggunaan metode Problem Solving guna tercapai suatu pembelajaran yang efektif dan efisien dalam penggunaan metode ini.

42 30 Solusi penggunaan metode pembelajaran Problem Solving menurut penulis adalah sebagai berikut: a) guru hendaknya lebih selektif dalam memilih materi yang akan diajarkan. Materi yang dipilih, hendaknya dipertimbangkan Guru hendaknya lebih selektif dalam memilih materi yang akan diajarkan. Materi yang dipilih, hendaknya dipertimbangkan dengan kemampuan siswanya. Hal ini karena kemampuan siswa dalam setiap jenjang pendidikan pasti berbeda. b) guru harus dapat megefisienkan waktu dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan karena penggunaan metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama. c) guru hendaknya menyiapkan sumber belajar yang lengkap dan sesuai dengan materi yang diajarkan sebelum memulai pembelajaran. Hal ini dilakukan karena pengajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Solving memerlukan berbagai sumber belajar yang dapat mendukung proses pembelajaran. 4) Praktik Penggunaan Metode Mengajar Dalam praktiknya, metode mengajar tidak digunakan sendiri-sendiri, tetapi memerlukan kombinasi dari beberapa metode mengajar. Dalam hal ini penulis memadukan tiga metode pembelajaran, yakni: metode ceramah, problem solving, dan tugas guna membelajarkan menulis narasi pada siswa kelas X SMA.

43 31 Ketiga metode tersebut penulis pilih karena penulis memiliki pengalaman ketika penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Pada saat guru memberikan pelajaran kepada siswa, adakalanya timbul suatu persoalan/permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui ceramah. Untuk itu, guru perlu menggunakan metode problem solving, sebagai jalan keluarnya. Kemudian, diakhiri dengan tugas-tugas, baik individu maupun kelompok, sehingga siswa dapat melakukan tukar pikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Langkah-langkah kegiatan yang ditempuh penulis dalam melaksanakan pembelajaran menulis narasi pada kelas X SMA adalah seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Metode Ceramah, Problem Solving, dan Tugas Langkah Jenis Kegiatan Belajar Mengajar Persiapan 1. Menentukan dan menjelaskan materi tentang deiksis dalam bahasa Indonesia serta hubungannya dengan kompetensi dasar menulis narasi (metode ceramah). 2. Guru menyediakan buku terkait dan novel yang di dalamnya terdapat deiksis sebagai bahan pembelajaran. Pelaksanaan 3. Siswa menganalisis novel yang telah disediakan guru untuk mengidentifikasi keberadaan deiksis. 4. Siswa merumuskan hipotesis. 5. Siwa mencari kebenaran atas hipotesisnya dengan menggunakan buku atau materi yang telah diberikan guru. Evaluasi/tindak 6. Guru bersama siswa membuat lanjut kesimpulan pemecahan masalah. 7. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk menulis narasi dengan

44 menggunakan deiksis secara tepat. 32

45 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini terdiri dari desain penelitian, objek penelitian, fokus penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan penyajian hasil analisis data. A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, digunakan data deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian dengan penggambaran melalui kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penulis menggunakan data deskriptif kualitatif karena objek dalam penelitian ini adalah sebuah novel yang mengandung deiksis sehingga untuk menjelaskan analisis deiksis ini menggunakan kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu kesimpulan agar mudah dipahami. B. Variabel Penelitian Arikunto (2010: 161) mendefinisikan bahwa variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel penelitian ini adalah kalimat atau paragraf pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie yang mengandung deiksis. 33

46 34 C. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah penggunaan deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dan rancangan implementasi pembelajarannya dalam pembelajaran menulis narasi pada kelas X SMA. D. Sumber Data Data penggunaan deiksis bersumber pada kalimat atau paragraf yang mengandung deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dan data pembelajaran bersumber dari pustaka yang meliputi standar isi (SI) untuk kelas X SMA serta buku-buku yang berkaitan dengan pembelajaran, khususnya pembelajaran menulis. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Sugiyono (2012: 307) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa posisi peneliti dalam penelitian kualitatif berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informasi sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas penelitiannya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan kartu data.

47 35 F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi. Teknik observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar (Arikunto, 2013: 265). Dalam teknik observasi ini dilakukan dengan membaca secara kritis dan teliti seluruh novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie untuk memperoleh data tentang penggunaan deiksis pada novel tersebut. G. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode agih sebagai teknik analisi data. Sudaryanto (1993: 15) mendefinisikan bahwa metode agih sebagai metode analisis data yang alat penentunya adalah bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Penulis mengolah data yang berupa kalimat dan paragraf yang mengandung deiksis dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. Dalam penelitian ini metode agih dijabarkan dalam teknik ganti. Sudaryanto (1993: 37) mendefinisikan teknik ganti sebagai teknik analisis berupa penggantian unsur tertentu yang lain di luar satuan yang bersangkutan. H. Penyajian Hasil Analisis Dalam penyajian data, penulis menggunakan metode informal. Sudaryanto (1993: 145) mengemukakan bahwa dalam teknik penyajian hasil analisis data secara informal, hasil analisis data dijabarkan dengan kata-kata biasa tanpa

48 36 menggunakan rumus atau simbol sehingga pembaca lebih memahami hasilnya karena uraian lebih terperinci. Oleh sebab itu, hasil analisis deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dan skenario pembelajarannya di SMA dijabarkan dengan kata-kata biasa. Hal ini dilakukan dengan harapan hasil penelitian ini dapat lebih jelas dan mudah untuk dipahami.

49 BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA Pada bab IV ini, penulis paparkan penyajian data dan pembahasan data. Pemaparannya adalah sebagai berikut. A. Penyajian Data Sesuai dengan permasalahan penelitian, data yang disajikan berupa bentuk-bentuk deiksis pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie dan skenario pembelajaran penggunaan deiksis dan menulis narasi pada siswa kelas X. Di bawah ini dipaparkan kedua sajian tersebut. Tabel 4. Jenis-jenis Deiksis dalam Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie No Jenis-jenis Deiksis Penyajian Data 1 Deiksis Eksofora a. Deiksis persona tunggal 1) Berjilbab? Kata komisaris itu dengan tegas. Tidak. Saya tidak mau terima (BCMC: 2). 2) Pak Herman mengangkat tangan. Justru karena menyangkut kebun Cicamara saya berkonsultasi dengan ibu, saya berhati-hati (BCMC: 3). 3) Ibu Nita memandang Izza. Keheranannya berada di puncak. Mengapa kamu tersenyum?. Saya sudah menduga pertanyaan demikian akan muncul (BCMC: 11). 37

50 38 b. Deiksis persona kedua tunggal c. Deiksis persona ketiga tunggal 4) Pak Agus Berusaha tersenyum, hambar, dan matanya tidak lepas memandang Izza. Kita pernah bertemu di kantor ibu saya, kan? (BCMC: 34). 1) Akan tetapi, jangan hilang hilang kontrol Izza. Kamu sudah berbuat kesalahan, kamu bicara banyak tentang diri kamu sendiri, tentang nama, tentang kesiapan berada di Cicamara, dan tentang jilbabmu (BCMC: 11). 2) Setelah itu, pasti kamu Izza, akan melanjutkannya, bila ibu suka krem ini, saya suka jilbab saya (BCMC: 13). 3) Izza heran dan aneh karena tawa kecil itu panjang. Ibu Nita masih tersenyum-senyum. Kamu bukan hanya tidak bisa menjawab pertanyaan saya, tetapi ada nada pasrah di sana (BCMC: 128). 4) Kamu tidak rindu dengan kampungmu, Izza? (BCMC: 146). 1) Bu Nita mulai jengkel. Ia telah disudutkan (BCMC: 3). 2) Pertama kali Izza ke Cicamara saai ia masih SMP (BCMC: 25). 3) Izza menunduk. Ia memandang ujung meja yang ia pegang (BCMC: 35).

51 39 4) Izza kembali ke kursinya. Ia terkejut harus menemani Ibu Nita menginap (BCMC: 48). d. Deiksis persona ketiga jamak e. Deiksis tempat atau ruang 1) Para pemetik teh tidak menyukai pendatang yang tidak memetik daun bersama mereka (BCMC: 9-10). 2) Pak Agus dengan Istrinya. Keduanya berjalan melewati mereka menuju parkir mobil (BCMC: 19). 3) Titin dan Mintarsih sudah menyelesaikan tugasnya. Mereka meletakkan kunci di meja, lalu beranjak keluar (BCMC: 37). 4) Izza menerangkan kepada Bu Liris tatkala mereka sudah menginjak halaman rumah biru (BCMC: 81). 1) Konon, perumahan ini diperuntukan bagi pembantu utama pemilik kebun tatkala membuka kebun pertama kali yang kemudian berstatus mandor (BCMC: 27). 2) Izza dan Titin menyelesaikan pekerjaan di rumah biru sampai pukul satu (BCMC: 51). 3) Di pabrik, Pak Koswara meletakkan sepeda motornya di tempat parkir (BCMC: 118). 4) Masih ditegaskan, ia ikut mengatur kebun ini (BCMC: 167). 5) Sampai di Cicamara, tanpa ragu-ragu, ia langsung

52 40 masuk halaman kantor (BCMC: 199). f. Deiksis Waktu 1) Kini, ibu komisaris itu mengujinya (BCMC: 7). 2) Kini, kepala kantor itu sedang menunggu perintah (BCMC: 197). 3) Sebelumnya tidak pernah (BCMC: 19). 4) Tahun depan umur saya tepat tiga puluh tahun, tepatnya Juli 1995 (BCMC: 20). 5) Ketakjuban sepuluh tahun lalu masih menghujam di dada Izza (BCMC: 26). 6) Pagi ini, Izza sudah duduk di kantornya (BCMC: 32). 2 Deiksis Endofora a. Deiksis Anafora 1) Bibinya lalu memesan travel. Ini memberi kesempatan Izza mengisi perutnya (BCMC: 21). 2) Tampak ada rumah lain di tepi jalan raya. Rumah itu dari jauh tertutup pepohonan (BCMC: 25). 3) Sejenak di antara keduanya tak ada yang bersuara. Pembicaraan itu berhenti (BCMC: 61). b. Deiksis Katafora 1) Penolakan itu adalah gelombang dengan suara bergemuruh yang besar (BCMC: 6). 2) Bagian kanan merupakan satu ruang tidur, besar, dan ada pintu tembus di depan kamar mandi (BCMC: 50). 3) Hidup terasa sia-si(bcmc: 68).

53 41 Tabel 5. Skenario Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Bentuk-bentuk Deiksis pada Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie yang diintegrasikan dalam Pembelajaran Menulis Narasi bagi Siswa Kelas X SMA No Komponen Deskripsi 1 Identitas Sekolah SMA Negeri 2 Standar Kompetensi 4.Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositoris) 3 Kompetensi Dasar 4.1 Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf narasi 4 Indikator a. Siswa dapat mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf naratif b. Siswa dapat menyusun kerangka paragraf naratif berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa c. Siswa dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat menjadi paragraf d. Siswa dapat menyunting paragraf naratif yang ditulis teman berdasarkan kronologi, waktu, peristiwa, dan EYD, serta e. Siswa dapat menggunakan kata ulang dalam paragraf naratif. 5 Tujuan Pembelajaran a. Siswa dapat mendaftar topik-topikyang dapat dikembangkan menjadi paragraf naratif b. Siswa dapat menyusun kerangka paragraf naratif berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa c. Siswa dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat menjadi paragraf d. Siswa dapat menyunting paragraf naratif yang ditulis teman berdasarkan kronologi, waktu, peristiwa, dan EYD, serta e. Siswa dapat menggunakan kata ulang dalam paragraf naratif. 6 Bahan Ajar a. Novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie b. Jenis- jenis deiksis c. Menulis narasi 7 Alokasi Waktu 4x45

54 42 8 Metode Pembelajaran a. Metode Ceramah b. Metode problem solving c. Penugasan 9 Strategi Pembelajaran a) Bagian awal Guru mengucapkan salam, mengondisikan kelas dengan presensi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran b) Bagian inti c) Eksplorasi d) Memberikan umpan pertanyaan apakah siswa pernah menganalisis bentuk deiksis pada novel, dan e) Melakukan tanya jawab mengenai deiksis apa saja yang ditemukan dalam novel tersebut 2) Elaborasi a) Menjelaskan materi tentang pronomina (kata ganti) dan membuka sesi pertanyaan mengenai materi yang telah dijelaskan guru b) Membagi kelas menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi permasalahan, yakni mencari deiksis yang terdapat dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie c) Memerintahkan siswa untuk menganalisis jenis-jenis deiksis yang terdapat pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. 10 Sumber Belajar Buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X SMA. 11 Media Pembelajaran Media visual LCD 12 Penilaian Teknik unjuk kerja

55 43 1. Bentuk- Bentuk Deiksis pada Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie. Bentuk-bentuk deiksis yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam. Dalam penelitian ini penulis sependapat dengan disertasi yang telah diteliti secara rinci oleh Kaswanti Purwo. Purwo (1984: 11) dalam disertasinya membagi deiksis menjadi deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis luar-tuturan meliputi deiksis persona, ruang, dan waktu. Deiksis dalam-tuturan meliputi anafora dan katafora. 2. Skenario Pembelajaran Bentuk-bentuk Deiksis pada Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie yang diintegrasikan dalam Pembelajaran Menulis Narasi bagi Siswa Kelas X SMA. Skenario pembelajaran bentuk-bentuk deiksis atau pada tataran SMA lebih dikenal dengan istilah pronomina (kata ganti) pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie yang diintegrasikan dalam pembelajaran menulis narasi bagi kelas X SMA berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diawali dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Beberapa hal tentang strategi pembelajaran dipaparkan di bawah ini. a. Standar Kompetensi Standar kompetensi yang mendasari pembelajaran ini adalah mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif).

56 44 b. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar (KD) yang melatarbelakangi penelitian, yakni pada (KD) nomor 4.1 Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. c. Indikator Berdasarkan KD di atas, indikator yang dapat menggambarkan keberhasilan proses pembelajaran penggunaan deiksis dan menulis narasi adalah sebagai berikut: 1. mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf naratif, 2. menyusun kerangka paragraf naratif berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa, 3. mengembangkan kerangka yang telah dibuat menjadi paragraf, 4. menyunting paragraf naratif yang ditulis teman berdasarkan kronologi, waktu, peristiwa, dan EYD, serta 5. menggunakan kata ulang dalam paragraf naratif. d. Tujuan Pembelajaran Setelah menempuh pembelajaran ini, siswa diharapkan mampu membuat paragraf narasi dengan baik menggunakan ketentuan-ketentuan yang telah diajarkan guru.

57 45 e. Materi Pokok/Bahan Ajar Materi pokok/bahan ajar dalam pembelajaran penggunaan deiksis atau pada tataran SMA lebih dikenal dengan istilah pronomina (kata ganti) yang diintegrasikan dengan pembelajaran menulis karangan narasi pada siswa kelas X SMA adalah: 1. novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddie, 2. analisis deiksis (kata ganti) pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddie, dan 3. langkah-langkah menulis narasi f. Alokasi Waktu Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan SK dan KD dalam pembelajaran ini adalah empat jam pelajaran (4 x 45 menit). Waktu tersebut terbagi menjadi dua pertemuan. g. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran ini merupakan kombinasi dari tiga metode pembelajaran, yakni: (1) metode ceramah, (2) metode pembelajaran problem solving (metode pemecah masalah), dan (3) penugasan. h. Strategi Pembelajaran Secara umum, strategi pembelajaran dibagi menjadi tiga, yakni bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Pada bagian inti, pembelajaran deiksis atau atau pada tataran SMA lebih dikenal dengan istilah pronomina (kata ganti) ini mengombinasikan ketiga metode yang telah dijelaskan pada metode pembelajaran di atas.

58 46 Berikut ini strategi pada pertemuan pertama yang memiliki alokasi waktu dua jam pembelajaran. 1. Bagian Awal (10 menit) Hal-hal yang dapat dilakukan guru pada bagian ini adalah: a. mengucapkan salam, b. mengondisikan kelas dengan presensi, c. melakukan apersepsi dengan tanya jawab mengenai pronomina (kata ganti) dan paragraf narasi, dan d. menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Bagian Inti (70 menit) Hal-hal yang dapat dilakukan guru pada bagian ini adalah: a. Kegiatan Eksplorasi 1) memberikan umpan pertanyaan apakah siswa pernah menganalisis bentuk deiksis pada novel, dan 2) melakukan tanya jawab mengenai deiksis apa saja yang ditemukan dalam novel tersebut. b. Kegiatan Elaborasi 1) menjelaskan materi deiksis dan membuka sesi pertanyaan mengenai materi yang telah dijelaskan guru, 2) membagi kelas menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi permasalahan, yakni mencari deiksis yang terdapat dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie.

59 47 3) memerintahkan siswa untuk menganalisis jenis-jenis deiksis yang terdapat pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. 4) memerintahkan siswa untuk mengumpulkan pekerjaan yang telah selesai untuk dikoreksi guru. c. Kegiatan Konfirmasi 1) melakukan tanya jawab mengenai jenis deiksis apa yang tidak terdapat pada novel yang telah mereka analisis dan kesulitan apa yang mereka alami saat menganalisis artikel. 2) memberikan rangkuman akhir mengenai jalannya proses pembelajaran. 3. Kegitan Penutup (10 menit) 1) menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang, dan 2) pembelajaran ditutup dengan doa dan salam. Strategi pertemuan kedua tidak berbeda dengan strategi pertemuan pertama.pertemuan kedua hanya melanjutkan materi untuk menuntaskan KD. Berikut adalah strategi pada pertemuan kedua yang memiliki alokasi waktu dua jam pelajaran. 1. Kegiatan Awal (10 menit) Hal-hal yang dapat dilakukan guru pada bagian ini adalah: a) mengucapkan salam, b) mengondisikan kelas dengan presensi,

60 48 c) melakukan apersepsi dengan tanya jawab mengenai deiksis dan paragraf narasi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, dan d) menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Bagian Inti (70 menit) Hal-hal yang dapat dilakukan guru pada bagian ini adalah: a. Kegiatan Eksplorasi 1) memberikan umpan pertanyaan apakah siswa pernah menulis narasi sebelumnya dan topik apa yang mereka angkat, 2) tanya jawab dengan pertanyaan mengapa siswa menulis narasi dengan topik yang mereka pilih. b. Kegiatan Elaborasi 1) menjelaskan materi mengenai narasi dan langkah-langkah menulis narasi, 2) memperlihatkan beberapa contoh karangan narasi agar siswa dapat memahami makna karangan narasi, 3) memerintahkan siswa untuk membuat sebuah karangan narasi secara individu dengan ketentuan di dalam karangan di dalam karangan tersebut terdapat bentuk-bentu deiksis dan topik yang diangkat sesuai dengan kegemaran siswa, 4) memerintahkan siswa untuk mengumpulkan hasil pekerjaan yang telah selesai ke meja guru, 5) memilih pekerjaan siswa untuk dibacakan di depan kelas dengan memanggil nama siswa yang tertera dalam lembar kerja siswa,

61 49 6) melakukan tanya jawab mengenai paragraf narasi yang telah dibacakan siswa, 7) memerintahkan siswa untuk menanggapi paragraf narasi teman. c. Kegiatan Konfirmasi 1) melakukan tanya jawab mengenai kesulitan apa yang dialami siswa ketika menulis paragraf narasi, 2) memberikan rangkuman akhir mengenai proses pembelajaran. 3) Kegiatan Penutup (10 menit) a) menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang, dan b) pembelajaran ditutup dengan doa dan salam. i. Sumber Belajar Sumber belajar yang digunakan pada pembelajaran ini adalah foto kopi ikhtisar materi seputar teori-teori tentang narasi dan deiksis yang dibuat oleh guru sesuai dengan kepentingan pembelajaran. j. Media Pembelajaran Media yang digunakan sebagai alat bantu agar mengefektifkan proses pembelajaran adalah media visual berupa LCD dan disampaikan bentuk power ponit, guru mempresentasikan materi dengan aneka variasi dan penampilan yang menarik perhatian siswa. k. Penilain Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini, yakni dengan mengombinasikan tiga metode pembelajaran, yakni metode ceramah,

62 50 metode problem solving, dan penugasan yang diuraikan ke dalam tiga unsur penilaian. Unsur penilaian yang dimaksud terdiri dari: (1)teknik penilaian, (2) bentuk instrumen, dan (3) contoh instrumen. B. Pembahasan Data Berikut ini disajikan uraian pembahasan data-data yang telah disajikan yang meliputi pembahasan bentuk-bentuk deiksis yang terdapat pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie yang diintegrasikan pada menulis narasi di kelas X SMA. Pemaparannya sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk Deiksis yang terdapat pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie a. Deiksis Luar Tuturan (Eksofora) Eksofora adalah pemberian petunjuk kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di luar teks untuk menemukan atau mengidentifikasi apa yang sedang diacu. Deiksis ini terbagi menjadi tiga, yaitu deiksis persona, deiksis tempat atau ruang, dan deiksis waktu. 1) Deiksis Persona Deiksis persona terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Ketiga macam deiksis tersebut akan dibahas pada penjelasan di bawah ini. a). Bentuk persona pertama Deiksis persona pertama dibagi menjadi menjadi dua macam, yaitu bentuk persona pertama tunggal dan bentuk persona pertama jamak.

63 51 Adapun penggunaan deiksis persona pertama tunggal pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (1) Berjilbab? Kata komisaris itu dengan tegas. Tidak. Saya tidak mau terima (BCMC: 2). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada komisaris. (2) Pak Herman mengangkat tangan. Justru karena menyangkut kebun Cicamara saya berkonsultasi dengan ibu, saya berhati-hati (BCMC: 3). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Pak Herman. Pak Herman adalah karyawan Bu Nita (3) Ibu Nita memandang Izza. Keheranannya berada di puncak. Mengapa kamu tersenyum?. Saya sudah menduga pertanyaan demikian akan muncul (BCMC: 11). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Izza tokoh utama dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie. (4) Pak Agus berusaha tersenyum, hambar, dan matanya tidak lepas memandang Izza. Kita pernah bertemu di kantor ibu saya, kan? Ia berhenti sebentar. Pagi ini, saya ingin beristirahat di rumah biru dengan istri saya (BCMC: 34). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Pak Agus. Pak Agus adalah anak Bu Nita.

64 52 (5) Saya Bu Agus. Saya sudah mengenal nama Izza dari Mas Agus saat dia bercerita di perjalanan tadi (BCMC: 36). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada istri Pak Agus yaitu Bu Agus. (6) Saya pastikan dalam waktu singkat ia angkat kaki dari Cicamara. Pasti, kata Pak Koswara (BCMC: 39). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Pak Koswara. Pak Koswara adalah karyawan Pak Agus yang jahat dan ingin mengusir Izza dari Cicamara. (7) Saya, Haji Nasir, takmir Masjid Al Hikmah. Entah sampai kapan saya menjadi takmir, katanya tertawa (BCMC: 94). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Haji Nazir, takmir Masjid Al Hikmah. (8) Ki Ganda tampak bersemangat. Saya akan mendorong anak-anak Ciwangi lain belajar kemari. (BCMC: 94). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Ki Ganda. Ki Ganda adalah pengurus TPA. (9) Saya minta maaf, kata Tarsih terbata-bata (BCMC: 115). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Tarsih. Tarsih adalah karyawan dan teman dekat Izza. (10) Saya putra Ibu Nita. Saya ikut mengatur kebun ini (BCMC: 153).

65 53 Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada putra Bu Nita. (11) Keputusan Izza semakin teguh. Saya tidak akan meninggalkan Cicamara hari ini (BCMC: 236). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Izza. (12) Ia hanya ingin Izza tidak keluar dari Cicamara tanpa sepengetahuannya. Saya masih harus melapor ke Pak Sinder. (BCMC: 236). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Izza. (13) Ibu Nita berbicara sambil memandang langit-langit, sepertinya berkaca diri. Saya egois. Mementingkan diri saya sendiri (BCMC: 253). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Bu Nita. (14) Ibu Nita melanjutkan dengan sebuah gagasan, hati-hati, dan takut ditolak Izza, Saya akan memberikan penjagaan kepadamu (BCMC: 253). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Bu Nita. (15) Izza tak segera menjawab, Ada perbedaan antara ibu saya dan Ibu Nita. Ibu saya dari desa (BCMC: 254). Kata saya pada kalimat di atas termasuk deiksis persona pertama tunggal yang merujuk pada Izza.

66 54 b) Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu. Bentuk kata ganti persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian. Adapun penggunaan deiksis persona kedua, baik tunggal pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (1) Akan tetapi, jangan hilang kontrol Izza. Kamu sudah berbuat kesalahan, kamu bicara banyak tentang diri kamu sendiri, tentang nama, tentang kesiapan berada di Cicamara, dan tentang jilbabmu (BCMC: 11). (2) Setelah itu, pasti kamu, Izza, akan melanjutkannya, bila ibu suka baju krem ini, saya suka jilbab saya (BCMC: 13) (3) Izza heran dan aneh karena tawa kecil itu panjang. Ibu Nita masih tersenyum-senyum. Kamu bukan hanya tidak bisa menjawab pertanyaan saya, tetapi ada nada pasrah di sana (BCMC: 14). (4) Izza berdebar. Ia sudah menduga, Ibu Nita. Baik-baik, Bu. Izza menjawab pertanyaan di telepon. Saya akan datang sore ini seperti Jumat lalu. Kamu tidak kemana-mana, kan? (BCMC: 121). (5) Izza tersenyum. Jangan kamu tanya mengapa saya memakai jilbab (BCMC: 128). (6) Kamu harus betah. Bila tidak, segera bicara kepada saya apa sebabnya. Izza diam. Ia berpikir sejenak, apakah teror penghadangan itu perlu dikemukakan (BCMC: 129). (7) Kamu tidak rindu dengan kampungmu, Izza? (BCMC: 146).

67 55 (8) Ya, benar Izza. Sekarang telah berubah, kamu lihat sendiri, saya pakai jilbab (BCMC: 147). (9) Nanti dulu, Izza, apakah saat dia dulu menginap di rumah biru pernah merepotkan kamu? (BCMC: 200). (10) Sudah, Izza. Kamu hanya memberikan kunci rumah biru (BCMC: 201). Kata kamu pada kalimat 1-10 merupakan deiksis persona kedua tunggal yang merujuk pada Izza. c) Bentuk Persona Ketiga Persona ketiga adalah bentuk kata ganti yang merujuk pada objek pembicaraan dalam peristiwa bahasa. Adapun penggunaan deiksis persona ketiga, baik tunggal maupun jamak pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (1) Sebelum melangkah, Izza menarik napas panjang. Panggilan pertama di kantor psikologi, ia telah disudutkan (BCMC: 1). (2) Bu Nita mulai jengkel. Ia merasa terganggu (BCMC: 3). (3) Izza sudah sudah merasakannya kemarin ketika ia menyampaikan surat dari kantor wilayah kepada Pak Koswara, sinder kebun (BCMC: 23). (4) Pertama kali Izza ke Cicamara saat ia masih SMP (BCMC: 25). (5) Izza tersenyum-senyum sendiri, mungkinkah di Cicamara mendapatkan seorang calon suami? Ia teringat beberapa senyuman, surat, telepon, atau pesan lewat teman-temannya (BCMC: 28).

68 56 (6) Sabtuini, Izza masih tenggelam dan berusaha mempelajari langkahlangkah pembuatan laporan bulanan ketika ia mendengar ada suara kerikil yang berderak-derak dilindas ban mobil (BCMC: 33). (7) Izza menunduk. Ia memandang ujung meja yang ia pegang (BCMC: 35). (8) Ia meringkuk dan melipat wajahnya tanpa ingin ada orang lain mengetahuinya. Izza merinding (BCMC: 42). (9) Izza kembali ke kursinya. Ia terkejut harus menemani Ibu Nita menginap (BCMC: 48). (10) Izza merapikan jilbabnya. Ia sebenarnya ingin tahu mengapa wajah Bi Euis berubah (BCMC: 51). (11) Ibu Nita tersenyum. Ia tidak duduk dan malah ikut ke dapur (BCMC: 53). (12) Selesai shalat, Izza masuk dapur karena nasi harus disiapkan, apa pun lauknya. Saat ia mulai mencuci beras, Ibu Nita sudah di belakangnya (BCMC: 56). (13) Menjelang pertigaan di depan perumahan selatan, Izza agak berdebar. Bisa saja ia bertemu dengan Nyi Imah (BCMC: 85). (14) Rabu sore ini, Izza bergegas ke Masjid Al Hikmah.Iaberusaha lebih dahulu datang daripada Titin ataupun Diah (BCMC: 113). (15) Ibu Nita turun. Ia membelok ke arah utara (BCMC: 178).

69 57 (16) Ibu Nita mendengar desar terbata-bata. Andai dunia ini bisa diputar ulang, andai umur bisa ditawar, ia ingin merebahkan kepala di dada pria ini (BCMC: 179). (17) Izza melihat dari balik meja. Ia memandang dan menantang (BCMC: 199). Kata ia pada kalimat di atas merupakan deiksis persona ketiga tunggal yang merujuk pada makna yang berbeda-beda. Kata ia pada kalimat (1) (BCMC: 1) merujuk pada Izza, pada kalimat (2) (BCMC: 3) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (3) (BCMC: 23) merujuk pada Izza Sinder, pada kalimat (4) (BCMC: 25) merujuk pada Izza, pada kalimat (5) (BCMC: 28) merujuk pada Izza, pada kalimat (6) (BCMC: 33) merujuk pada Izza, pada kalimat (7 ) (BCMC: 35) merujuk pada Izza, pada kalimat(8) (BCMC: 41) merujuk pada Izza, pada kalimat (9) (BCMC: 42) merujuk pada Izza, pada kalimat (10) (BCMC: 48) merujuk pada Izza, pada kalimat (11) (BCMC: 51) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (12) (BCMC: 53) merujuk pada Izza, pada kalimat (13) (BCMC: 56) merujuk pada Izza, pada kalimat (14) (BCMC: 85) merujuk pada Izza, pada kalimat (15) (BCMC: 113) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (16) (BCMC: 171) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (17) (BCMC: 173) merujuk pada Izza. (18) Hati-hati dengan istri Sinder Cicamara. Dia itu galak dan sengit (BCMC: 23).

70 58 (19) Ia terkejut harus menemani Ibu Nita menginap. Ini bukan pekerjaan ringan, dia pucuk pimpinan perusahaan (BCMC: 48). (20) Andaikan Syafia ada, tentu ia akan memilihnya. Saat mencoba, dia akan berkomentar (BCMC: 71). (21) Terkadang saya membenci pemilik butik yang mengekor. Dia tak berhak menilai ( BCMC: 71). (22) Hendra tidak berkata apa-apa lagi. Dia ingin dilayani seperti raja (BCMC: 168). (23) Tidak. Aku mengetahui beberapa hari berikutnya setelah aku dan dia menginap di rumah biru. Aku terkejut bukan main. Izza, yang semalam kupeluk, kuanggap Syafia, ia adalah anak Aa (BCMC: 182 ). (24) Pagi ini, ada keseimbangan emosi yang dicapai Ibu Nita. Ia marah, kecewa, dan murung dengan surat kepindahan Izza, tetapi ia juga tak bisa memaksa Izza diam terpaku di Cicamara. Dia terhibur ketika Izza membolehkan dirinya selalu mendampingi Izza ke mana pun dan di mana pun Izza berada (BCMC: 382). Kata dia pada kalimat di atas merupakan deiksis persona ketiga tunggal yang merujuk pada makna yang berbeda-beda. Kata dia pada kalimat (18) (BCMC: 23) merujuk pada Bu Sinder, pada kalimat (19) (BCMC: 48) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (20) (BCMC: 71) merujuk pada Syafia, pada kalimat (21) (BCMC: 71) merujuk pada pemilik butik, pada kalimat (22) (BCMC: 168) merujuk pada Hendra dan pada kalimat (23) (BCMC: 182) merujuk pada Izza, pada kalimat

71 59 (24) (BCMC: 306) merujuk pada Bu Nita. (25) Izza bergetar. Dadannya berdegup kencang (BCMC: 1). (26) Ibu Nita terhenyak. Keputusannya cepat, bahkan tanpa menoleh (BCMC: 2). (27) Di sebelah pintu yang lain, ia melihat Bu Agus, bukan wanita yang ia lihat di restoran di puncak, tetapi Bu Agus yang ia liaht di kantor. Wanita itu keluar dari mobil dan menebarkan pandangannya ke seluruh kebun teh (BCMC: 34). (28) Tiba-tiba, suara Pak Agus meninggi dan wajahnya merah karena menahan marah (BCMC: 35). (29) Sejak ia belum berkunjung kemari, Bi Euis juga sendiri.dua putranya ada di Bogor dan Purwakarta (BCMC: 52). (30) Setelah itu, Ibu Nita menarik jarak dan memandang Izza dengan lengannya yang masih melingkar (BCMC: 53). (31) Izza mulai merasa bisa berada pada poros keakraban yang dimulai Ibu Nita sejak pertama menciuminya tadi (BCMC: 55). (32) Sebenarnya, Ibu Nita tidak ingin kehilangan langit sore yang terbuka di atas Cicamara. Diperhatikannya garis datar di timur laut (BCMC: 56). (33) Bu Nita menajamkan perkataannya seperti menginterogasi bawahannya (BCMC: 59). (34) Izza berjingkat untuk mengganti pakainnya (BCMC: 61).

72 60 (35) Izza memiringkan tubuhnya, berusaha hendak memberi penjelasan yang cermat (BCMC: 65). (36) Ibu Nita memejamkan matanya kuat-kuat (BCMC: 68). (37) Ibu Nita menurunkan selimutnya (BCMC: 69). (38) Agus menunda kepulangannya karena sedikit lagi ujian akhir (BCMC: 69). (39) Sepulang kantor kadang saya membayangkan masuk kamar Syafia. Tiduran di ranjangnya (BCMC: 71). (40) Ibu Nita menggeser duduknya hingga lebih rapat dengan Izza (BCMC: 72). (41) Izza melihat air mata menggantung. Ia ikut tenggelam karena teringat ibunya (BCMC: 73). (42) Izza mengalihkan sudut matanya, memandang jauh ke arah dataran pucuk teh yang sepertinya tanpa batas (BCMC: 75). (43) Izza teringat Ibu Nita shalat subuh bersamanya (BCMC: 97). Bentuk terikat nya pada kalimat (25)(BCMC: 1) merujuk pada Izza, pada kalimat (26)(BCMC: 2) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (27)(BCMC: 34) merujuk pada istri Pak Agus, pada kalimat (28) (BCMC: 35) merujuk pada Pak Agus, pada kalimat(29) ( BCMC: 52) merujuk pada Bi Euis, pada kalimat (30) (BCMC: 53) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (31) (BCMC: 55) merujuk pada Izza, pada kalimat (32) (BCMC: 56) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat(33) (BCMC: 59) merujuk pada Bu

73 61 Nita, pada kalimat (34) (BCMC: 61) merujuk pada Izza, pada kalimat (35) (BCMC: 65) merujuk pada Izza, pada kalimat (36) (BCMC: 68) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (37) (BCMC: 69) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (38) (BCMC: 69) merujuk pada Agus, pada kalimat (39) (BCMC: 71) merujuk pada Syafia, pada kalimat (40) (BCMC: 72) merujuk pada Bu Nita, pada kalimat (41) (BCMC: 73) merujuk pada Izza, pada kalimat (42) (BCMC: 75) merujuk pada Izza, dan pada kalimat (43) (BCMC: 97) merujuk pada Izza. (44) Para pemetik teh tidak menyukai pendatang yang tidak memetik daun bersama mereka (BCMC: 9-10). (45) Pak Agus dengan Istrinya. Keduanya berjalan melewati mereka menuju parkir mobil (BCMC: 19). (46) Titin dan Mintarsih sudah menyelesaikan tugasnya. Mereka meletakkan kunci di meja, lalu beranjak keluar (BCMC: 37). (47) Dari jauh, setelah melewati perumahan utara, ia melihat sekelompok pemetik teh. Kekhawatiran mengalir, apakah mereka akan menghadang? (BCMC: 41). (48) Izza menerangkan kepada Bu Liris tatkala mereka sudah menginjak halaman rumah biru(bcmc: 81). (49) Nyi Imah dan kawan-kawannya tentu tidak tinggal diam. Mereka akan memengaruhi orang tua agar tidak mengirimnya (BCMC: 89).

74 62 (50) Titin dan Diah hanya bisa berdesah, kagum. Mereka masih ngobrol tatkala di jalan ada mobil penumpang umum berhenti (BCMC: 93). (51) Izza melihat rumah Nyi Imah yang hampir satu atap dengan rumah Mintarsih. Rumah mereka hanya dibatasi lorong tanah semeter lebarnya dan sepi (BCMC: 99). (52) Mereka punya kenangan saat senja menjelang di antara perdu teh dalam perjalanan pulang setelah mobil pikcup perkebunan hampir copot roda kiri belakangnya. Saat itu, Tisna kelas dua SMA, sedangkan Nita kelas tiga SMP (BCMC: 185). (53) Seperti pagi-pagi sebelumnya, Izza menunggu Tarsih di pertigaan. Bersama, mereka berjalan ke arah barat, menuju kantor sambil ngobrol apa saja (BCMC: 229). (54) Izza dan Tarsih tak tahu apa yang akan terjadi. Dari wajah yang separuh tertutup, mereka tahu ada niat tidak baik yang akan menerkam (BCMC: 231). (55) Bila kelompok Nyi Imah itu dipegang, digelandang ke kantor polisi, diinterogasi terpisah, mental mereka pasti jatuh (BCMC: 234). (56) Ibu Nita menaikkan selimutnya sebatas leher. Izza juga. Seperti malam-malam yang telah dilalui, mereka berada di tempat tidur yang letaknya direkatkan (BCMC: 249). (57) Menggunakan taksi, Ibu Nita dan Izza ke stasiun kereta. Setelah Izza menelepon bapaknya lewat kios telepon, mereka menunggu kereta di peron (BCMC: 260).

75 63 (58) Itu akan menambah deretan pertanyaan panjang, baik di hati Purnomo maupun Ibu Nita. Mereka akan saling bertanya, siapa (BCMC: 275). (59) Izza dan Ibu Nita masuk kamar. Mereka berdua shalat maghrib (BCMC: 281). (60) Nyi Imah dan Midah tidak lagi akan berada di Cicamara. Bu Koswara bahkan akan membiayai mereka agar tidak kembali ke Cicamara (BCMC: 361). Kata mereka pada kalimat di atas, merupakan deiksis persona ketiga jamak yang merujuk pada makna yang berbeda-beda. Kata mereka pada kalimat (44) (BCMC: 9-10) merujuk pada pemetik teh, pada kalimat (45) (BCMC: 19) merujuk pada Pak Agus dan istrinya, pada kalimat (46)(BCMC: 37) merujuk pada Titin dan Mintarsih, pada kalimat (47) (BCMC: 41 ) merujuk pada pemetik teh, pada kalimat (48)(BCMC: 81 ) merujuk pada Izza dan Bu Liris, pada kalimat (49)(BCMC: 89) merujuk pada Nyi imah dan kawan-kawannya, pada kalimat (50)(BCMC: 93) merujuk pada Titin dan Diah, pada kalimat (51)(BCMC: 99) merujuk pada Nyi Imah dan Mintarsih, pada kalimat (52)(BCMC: 185) merujuk pada Tisana dan Nita, pada kalimat (53)(BCMC: 229) merujuk pada Izza dan Tarsih, pada kalimat (54) (BCMC: 231) merujuk pada Izza dan Tarsih,pada kalimat (55) (BCMC: 234) merujuk pada Nyi Imah dan kelompoknya, pada kalimat (56) (BCMC: 249) merujuk pada Izza dan Bu Nita, pada

76 64 kalimat (57) (BCMC: 260) merujuk pada Izza dan Bu Nita, pada kalimat (58) (BCMC: 275) merujuk pada Purnomo dan Bu Nita, pada kalimat (59) (BCMC: 281) merujuk pada Izza dan Bu Nita, pada kalimat (60) (BCMC: 361) merujuk pada Nyi Imah dan Midah. d) Deiksis Tempat atau Ruang Penggunaan deiksis tempat atau ruang pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (11) Di tes terakhir ini, di ruang ini, dua orang pria dengan pandangan tajam menikam dan melibasnya (BCMC: 5). (12) Konon, perumahan ini diperuntukan bagi pembantu utama pemilik kebun tatkala membuka kebun pertama kali yang kemudian berstatus mandor (BCMC: 27). (13) Izza dan Titin menyelesaikan pekerjaan di rumah biru sampai pukul satu (BCMC: 51). (14) Di tanah ini lukisan kenangan masa lalu melintas silih berganti (BCMC: 55). (15) Cahaya bulan yang menikahi hijaunya teh Cicamara terlelap dalam pelukan gelap (BCMC: 61). (16) Di perumahan utara, ada delapan rumah (BCMC: 88). (17) Masjid ini berdiri di atas tanah kebun dan dibangun oleh kakeknya Ruskanda yang awalnya berupa mushala (BCMC: 97). (18) Ini rumah Mintarsih (BCMC: 99).

77 65 (19) Di pabrik, Pak Koswara meletakkan sepeda motornya di tempat parkir (BCMC: 118). (20) Sesampainya di rumah, Izza tidak punya kesempatan istirahat (BCMC: 125). (21) Siang itu, Izza menatap daftar produksi teh selama beberapa bulan terakhir ketika ada suara mobil masuk halaman kantor (BCMC: 152). (22) Izza bergegas menuju masjid Haji Nasir (BCMC: 156). (23) Sampai di rumah, Bi Euis sedang menurunkan nasi dari api (BCMC: 163). (24) Masih ditegaskan, ia ikut mengatur kebun ini (BCMC: 167). (25) Ibu Nita mendarat di Surabaya pukul delapan lebih sedikit (BCMC: 177). (26) Inilah rumah Izza, di sinilah Aa Tisna (BCMC: 178). (27) Terlampau banyak fragmen hidup yang terjadi di Cicamara (BCMC: 186). (28) Tak ada orang lain di rumah ini (BCMC: 190). (29) Sampai di Cicamara, tanpa ragu-ragu, ia langsung masuk halaman kantor (BCMC: 199). (30) Di rumah biru, Izza bersih-bersih seperti biasa (BCMC: 205). Kata ini pada kalimat (1) (BCMC: 5) berarti sebuah ruangan di kantor Cicamara. Kata ini pada kalimat (2) (BCMC: 27) terkandung maksud perumahan di Cicamara. Rumah biru pada kalimat (3) (BCMC: 51) berarti rumah milik Bu Nita di Cicamara. Kata ini pada kalimat (4) (BCMC: 55) berarti Cicamara. Cicamara pada kalimat (5) (BCMC: 61) berarti nama sebuah kota. Perumahan pada kalimat (6) (BCMC: 88) berarti tempat tinggal para pemetik teh. Kata ini pada kalimat (7) (BCMC: 97) berarti masjid di Cicamara. Kata ini pada kalimat (8) (BCMC: 99) berarti rumah Mintarsih.

78 66 Pabrik pada kalimat (9) (BCMC: 118) berarti pabrik teh di Cicamara. Rumah pada kalimat (10) (BCMC: 125) berarti rumah Bi Euis Sartika. Kantor pada kalimat (11) (BCMC: 152 ) berarti tempat Izza bekerja. Masjid pada kalimat (12) (BCMC: 156) berarti masjid Al Hikmah. Rumah pada kalimat (13) (BCMC: 163) berarti rumah Bi Euis. Kata ini pada kalimat (14) (BCMC: 167) berarti kebun teh. Surabaya pada kalimat (15) (BCMC: 177) berarti nama sebuah kota. Kata ini pada kalimat (16) (BCMC: 178) berarti rumah Izza. Cicamara pada kalimat (17) (BCMC: 186) berarti nama sebuah kota. Kata ini pada kalimat (18) (BCMC: 190) berarti rumah Bu Nita. Cicamara pada kalimat (19) (BCMC: 199) berarti nama sebuah kota. Rumah biru pada kalimat (20) (BCMC: 205) berarti rumah milik Bu Nita di Cicamara. e) Deiksis Waktu Yule mendefinisikan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan bentuk waktu dilihat dari waktu ujaran tersebut dibuat (peristiwa berbahasa) misalnya: sekarang, pada waktu ini, kemarin, bulan ini, dan sebagainya (Wahyuni, 2006: 22). Penggunaan deiksis waktu pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (1) Kini, ibu komisaris itu mengujinya (BCMC: 7). Kini pada kalimat (1) (BCMC: 7) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut, yaitu pada saat Izza diwawancara tepatnya Juli 1994.

79 67 (2) Kini, kepala kantor itu sedang menunggu perintah (BCMC: 197). Kini pada kalimat (20 (BCMC: 197) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (3) Kini mereka menapaki jalan bebatuan yang melandai turun (BCMC: 230). Kini pada kalimat (3) (BCMC: 230) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (4) Kini, penolakan itu dialami Izza (BCMC: 238). Kini pada kalimat (4) (BCMC: 238) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (5) Kini, Pak Agus menagih (BCMC: 298). Kini pada kalimat (5) (BCMC: 298) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (6) Kini, pada malam yang larut, Izza menunggu hasilnya (BCMC: 352). Kini pada kalimat (6) (BCMC: 252) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (7) Kini, tanpa jeritan yang melolong, diperhitungkan mereka menjadi lebih berani (BCMC: 353).

80 68 Kini pada kalimat (7) (BCMC: 353) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (8) Cicamara yang kini diinjaknya bahkan terasa bergerak-gerak, bergoyang-goyang serupa dipermainkan gempa (BCMC: 366). Kini pada kalimat (8) (BCMC: 366) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (9) Semua bayang keindahan yang semula mengalir dengan gemericik air tenang dan jernih kini berubah menjadi buih yang terpelanting ke mana-mana (BCMC: 367). Kini pada kalimat (9) (BCMC: 367) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (10) Kini, semuanya sudah terjadi (BCMC: 370). Kini pada kalimat (10) (BCMC: 370) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (11) Gemuruh keindahan yang biasanya bergelinding memantul-mantul kini berubahkeriput, beku (BCMC: 371). Kini pada kalimat (11) (BCMC: 371) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut.

81 69 (12) Kini, bersama surat di tangannya, Izza seperti hanyut entah ke mana dan akan berlabuh di muara yang mana (BCMC: 373). Kini pada kalimat (12) (BCMC: 373) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (13) Kini, ia melakukan hal yang sama (BCMC: 375). Kini pada kalimat (13) (BCMC: 375) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (14) Kini, Ibu Nita yang menarik tubuhnya, menjauh, lalu memandang Izza lurus-lurus (BCMC: 376). Kini pada kalimat (14) (BCMC: 376) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (15) Pucuk-pucuk teh yang dulu dilihatnya sebagai kelopak hijau yang melambai ke arahnya kini semacam kerikil batu (BCMC: 397). Kini pada kalimat (15) (BCMC: 397) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (16) Tatkala bukit kecil itu landai, lalu hampir rata dengan tanah, kini ada deretan rumah (BCMC: 401).

82 70 Kini pada kalimat (16 )(BCMC: 401) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (17) Bahkan, tembok depan yang semula hanya dikapur putih kini malah hendak dicat dengan warna jambon agak muda (BCMC: 405). Kini pada kalimat (17) (BCMC: 405) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (18) Kini, semua pekerja bangunan terkonsentrasi di belakang (BCMC: 413). Kini pada kalimat (18) (BCMC: 413) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (19) Kini, ia yang maju dan memeluk Izza dengan ketulusan, kemesraan, dan diciuminya Izza seperti biasa (BCMC: 418). Kini pada kalimat (19) (BCMC: 418) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut. (20) Kini tahap berikutnya yang harus dijalankan adalah pemantapan guru agar meningkat kemampuannya (BCMC: 441). Kini pada kalimat (20) (BCMC: 441) bersifat deiksis karena yang menjadi acuan adalah pembicara. Kini bertitik pada saat pembicara mengucapkan kata tersebut.

83 71 (21) Sebelumnya tidak pernah (BCMC: 19). Kata sebelumnya pada kalimat(21) (BCMC: 19) berarti merujuk pada waktu sebelum tuturan dilaksanakan, yaitu sebelum bulan Juli 1994 (22) Tahun depan umur saya tepat tiga puluh tahun, tepatnya Juli 1995 (BCMC: 20). Tahun depan pada kalimat (22) (BCMC: 20) merujuk ke depan, yakni satu tahun setelah tuturan dilaksanakan tepatnya bulan Juli (23) Ketakjuban sepuluh tahun lalu masih menghujam di dada Izza (BCMC: 26). Sepuluh tahun lalu merujuk ke belakang atau waktu yang telah lalu, yaitu sepuluh tahun sebelum tahun (24) Setiap datang ke rumah atau toko pasti telepon lebih dulu sambil bertanya bagaimana kabarnya, hari ini mau kemana, aku antar ya (BCMC: 29). Kata hari ini pada kalimat 24 (BCMC: 29) berarti waktu ini juga, berarti hari Rabu. (25) Pagi ini, Izza sudah duduk di kantornya (BCMC: 32). Kata ini pada kalimat (25) (BCMC: 32) berarti waktu ini juga, berarti hari sabtu pagi. (26) Selama ini, tak ada orang yang memperhatikan saya (BCMC: 72). Kata selama ini menggambarkan jangka waktu yang telah dimulai pada waktu lampau dan masih berlangsung terus sampai saat tuturan berlangsung.

84 72 b. Deiksis dalam Tuturan (Endofora) Deiksis dikatakan bersifat endofora jika berada di dalam teks. Endofora adalah pemberian petunjuk kepada pendengar atau pembaca supaya melihat di dalam teks menemukan apa yang sedang diacu. Berdasarkan posisi acuannya, endofora dibagi menjadi dua macam, yaitu bersifat anaforis dan kataforis. 1) Bentuk-bentuk Deiksis Anafora Anafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan terdahulu atau merujuk pada yang sudah disebutkan. Penggunaan deiksis anafora pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (1) Bibinya lalu memesan travel. Ini memberi kesempatan Izza mengisi perutnya (BCMC: 21). Pemarkah anafora yang terdapat pada kalimat tersebut adalah ini. Bentuk ini mengacu pada konstituen yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu bibi Izza memesan travel. (2) Tampak ada rumah lain di tepi jalan raya. Rumah itu dari jauh tertutup pepohonan (BCMC: 25). (3) Mas Purnomo, yang satu ini pasti sudah jadi dokter. Pria pendiam ini tak pernah agresif, sangat sopan (BCMC: 28). (4) Sejenak di antara keduanya tak ada yang bersuara. Pembicaraan itu berhenti (BCMC: 61).

85 73 (5) Yang pasti dan jelas adalah terjadinya ledakan kegemparan bila perkawinan kami didengar keluarga kang Agus. Itu menyusahkan semua (BCMC: 83). (6) Izza berpikir-pikir, bagaimana mengatur jadwal agar bisa mengunjungi rumah orang tua anak-anak. Ini perlu dilakukan agar orang tua meresa bahwa anak-anaknya diperhatikan guru mengajinya (BCMC: 100). (7) Selamat tinggal. Itu harus diucapkan kepada Cicamara, kepada anakanak yang baru saja belajar mengaji (BCMC: 108). (8) Mang Usep mengantarkan Titin dan Mintarsih ke rumah biru membuat minuman untuk polisi. Setelah itu, Titin dan Tarsih antarkan minuman itu kemari (BCMC: 111). (9) Wajah Izza. Wajah itu terus bergerak, sedikit demi sedikit membentuk gambaran utuh seorang gadis (BCMC: 203). (10) Izza tegak di pintu, di ruang tamu ia melihat bapaknya bangun dari tempat duduk, tersenyum memandang Izza. Izza merasakan senyum itu memberi kedamaian, perlindungan (BCMC: 210). (11) Mereka tidak sekedar mengancam dan menakut-nakuti, tetapi melakukan aksi, mengusirnya. Kebencian ini telah menguratmengakar, dia hanya korban yang kesekian (BCMC: 233). (12) Ada yang melengking, ada yang bernada rendah, tertatih-tatih, ada pula yang meluncur, dan fasih. Suara itu membentuk harmoni keindahan anak-anak (BCMC: 251).

86 74 (13) Jadi, Hendra sama sekali tidak bercakap-cakap kepadanya. Itu pertanda Hendra tidak banyak berkomunikasi dengan wanita (BCMC: 258). (14) Mereka lalu berbicara apa saja, tentang kapan Purnomo berangkat ke Lombok atau Sumbawa, tentang perjalanan kereta Mutiara, juga tentang kebun teh Cicamara. Obrolan itu sesekali terganggu karena Izza harus melayani pembeli (BCMC: 273). (15) Senin depan, ia harus sudah bekerja di kebun Cimanintin. Itu tidak akan dilakukannya (BCMC: 375). (16) Dipeluknya Izza dengan keeratan tiada tara. Permata hati ini masih di sini (BCMC: 378). (17) Ia tahu, apa yang dikatakan Ibu Nita pasti Ibu Nita akan meneguhinya, meraihnya. Wanita ini telah ditimpa banyak pengalaman hidup, ia tabah, kuat, dan menang (BCMC: 381). (18) Pagi ini, wajah Izza pucat dan sayu, lalu menangis tersedu. Itu ungkapan perasaan yang gundah, tetapi tidak tahu harus dikemanakan gundah itu berlabuh (BCMC: 427). Pemarkah anafora mengacu pada konstituen yang telah disebutkan sebelumnya. Penjelasan ini berlakau pada data nomor (1) sampai dengan data nomor (18)yang telah disajikan di atas. 2) Bentuk-bentuk Deiksis Katafora Katafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan kemudian atau merujuk pada yang akan disebutkan.

87 75 Penggunaan deiksis katafora pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie adalah sebagai berikut. (27) Ia merasakan pandangan itu adalah tombak yang dihujamkan berkalikali di tengkuknya (BCMC: 4). (28) Penolakan itu adalah gelombang dengan suara bergemuruh yang besar (BCMC: 6). (29) Satu-satunya jalan adalah menunduk (BCMC: 7). (30) Justru, ia melihat senyum itu adalah senyum seorang ibu yang tahu isi hati putrinya (BCMC: 15). (31) Cicamara adalah kebun di pegunungan (BCMC: 16). (32) Pak Agus adalahdirektur produksi (BCMC: 19). (33) Rumah biru adalah bagian wewenangnya (BCMC: 34). (34) Cangkir dan poci ini adalah peninggalan kakek sampai hari ini (BCMC: 55). (35) Perpisahan adalah duka yang manis (BCMC: 63). (36) Ada benarnya bahwa waktu adalah obat (BCMC: 69). (37) Pertemuan kali ini adalah pertemuan yang manis, tetapi sudah penuh luka (BCMC: 188). (38) Membawa ke rumah ini adalah kesulitan berikutnya (BCMC: 192). (39) Di sisi lain, Izza adalah gadis yang tumbuh alamiah, cepat menangkap gejala kehidupan, penghayatan yang bernas tentang nilainilai agama (BCMC: 193).

88 76 (40) Cara paling bagus adalah mencari jejak di mana mamanya seharian tadi (BCMC: 194). (41) Halaman kantor adalah medan yang tak menguntungkan (BCMC: 203). (42) Tarikan jilbab ini adalah permulaan (BCMC: 233). (43) Ia kasihan kepada kakek dan neneknya, ibunya adalah anak tunggal mereka (BCMC: 274). (44) Suasana kebun adalah suasana wilayah yang bergantung pada pemimpin kebun (BCMC: 344). (45) Sinder kebun adalah pembesar dengan karyawan yang tunduk, membungkuk (BCMC: 344). (46) Bu Sinder adalah sosok yang mendapatkan perlakuan khusus (BCMC: 345). (47) Kebun Cimanintin adalah kebun di ujung batas akhir sebuah jalan, menabrak gunung Panenjoan (BCMC: 371). (48) Di sisi lain, Ibu Nita benar-benar merasakan, Izza adalah gadis yang memiliki prinsip dan punya kemauan kuat karena itu ia tidak mudah mundur dengan rintangan dan kesulitan (BCMC: 381). (49) Apa pun risikonya, kembali ke Jatimanis, ke Malang, atau jauh dari Cicamara adalah konsekuensi yang Izza pasti siap menanggungnya (BCMC: 381). (50) Kesedihannya adalah miliknya sendiri (BCMC: 417).

89 77 (51) Talagasirna adalah kecamatan kecil dengan pusat keramainnya di sebuah pertigaan (BCMC: 425). (52) Tatkala acara di dalam ruangan selesai, acara dilanjutkan, yaitu pendalaman melalui tukar wawasan antarkedua yayasan (BCMC: 410). (53) Bagian kanan merupakan satu ruang tidur, besar, dan ada pintu tembus di depan kamar mandi (BCMC: 50). (54) Bukankah ini merupakan bagian keindahan Cicamara (BCMC: 248). (55) Ada kesan motif selendang, seperti hendak melilit di lehernya (BCMC: 12). (56) Orang-orang yang tidak menolak, seperti saya ini atau ibu-ibu yang agak tua yang memilih diam dan tidak ikut-ikutan (BCMC: 30). (57) Lalu, memasang topeng, memasang wajah seram dan galak, seperti Leak Bali, sambil menikmati sikap menjadi penguasa (BCMC: 37). (58) Izza malah dipeluk dan diciumi berkali-kali, seperti seorang ibu yang telah lama tak bertemu anaknya yang mungil (BCMC: 53). (59) Hidup terasa sia-sia, seperti seonggok daging yang tersiksa menjalani satu waktu ke waktu lainnya (BCMC: 68). (60) Meringkuk, lesu, seperti tak berdaya melawan dingin yang diembuskan angin senja (BCMC: 242). (61) Sesekali melihat ke arah Bu Nita pergi, seperti hendak protes, mengapa ibunya tidak segera datang (BCMC: 259).

90 78 (62) Ibu Nita berbicara pelan, seperti berbisik di telepon, kepada Pak Tisna (BCMC: 335). (63) Angin sore hanya perlahan dari arah timur menyapu dataran Cicamara, naik di bukit Antapani, seperti hendak menggapai matahari yang mulai sayu cahayanya (BCMC: 362). (64) Izza terpaku dan beku, seperti debu tergeletak di musim dingin yang dibungkus kabut kelabu (BCMC: 365). (65) Bahkan, saat rapat ada hadirin yang kritis, mengapa membeli pot bunga, bukankah ada keperluan yang lebih utama, lebih mendesak, seperti papan tulis dan lemari (BCMC: 405). (66) Pak Tisna berhenti sebentar, seperti hendak menunggu reaksi Izza (BCMC: 412). (67) Langkahnya terbata-bata, seperti tak tahu entah kemana (BCMC: 414). (68) Barang-barang ringan akan diangkut besok, seperti ranjang yang bisa dilepas, kasur, serta kursi panjang depan rumah dan dapur (BCMC: 460). 3. Skenario Pembelajaran Bentuk-bentuk Deiksis pada Novel Bila Cinta Mencari Cahaya Karya Harri Ash Shiddiqie yang Diintegrasikan dalam Pembelajaran Menulis Narasi bagi Siswa Kelas X SMA Skenario pembelajaran bentuk-bentuk deiksis pada tataran SMA lebih dikenal dengan istilah pronomina (kata ganti) pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie yang diintegrasikan dalam

91 79 pembelajaran menulis narasi bagi kelas X SMA berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diawali dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Beberapa hal tentang strategi pembelajaran dipaparkan di bawah ini. a. Standar Kompetensi Standar kompetensi yang menjadi landasan penulis dalam pembelajaran deiksis atau pronomina (kata ganti) yang diintegrasikan dalam pembelajaran menulis narasi bagi kelas X SMA, yakni mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif). b. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar (KD) yang melatar belakangi penelitian, yakni pada kompetensi dasar (KD) nomor 4.1 Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. c. Indikator Indikator dalam peneltian ini ada dua, yaitu: 1) Mengembangkan kerangka yang telah dibuat menjadi paragraf naratif. 2) Menyunting paragraf naratif yang ditulis teman berdasarkan kronologi, waktu, peristiwa, dan EYD.

92 80 d. Tujuan Pembelajaran Setelah siswa menempuh pembelajaran ini, diharapkan mampu menulis paragraf narasi dengan menggunakan pronomina atau kata ganti secara tepat dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai EYD. e. Materi Pokok/Bahan Ajar Materi pokok atau bahan ajar yang relevan dalam pembelajaran penggunaan deiksis dan menulis narasi pada siswa kelas X SMA adalah novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie, materi macam-macam deiksis dan analisisnya pada novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie, serta langkah-langkah menulis narasi yang disusun oleh penulis. f. Alokasi Waktu Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan SK dan KD dalam pembelajaran ini adalah empat jam pelajaran (4x45 menit). Waktu tersebut terbagi menjadi dua pertemuan. g. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran deiksis ini merupakan kombinasi dari tiga metode pembelajaran, yakni: metode ceramah dan metode pembelajaran problem solving (metode pemecah masalah).

93 81 h. Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan mengombinasikan kedua metode di atas. Strategi pembelajaran ini, dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini. Tahap persiapan, tahap ini digunakan guru untuk menentukan dan menjelaskan materi tentang deiksis dalam bahasa Indonesia serta hubungannya dengan kompetensi dasar menulis narasi. Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi. Selain itu, dalam tahap ini, guru menyediakan buku terkait atau materi rangkuman yang telah dibuat guru dan novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie yang di dalamnya terdapat deiksis sebagai bahan pembelajaran. Tahap pelaksanan, pada tahap ini siswa menganalisis novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie untuk mengidentifikasi keberadaan deiksis. Setelah itu, siswa berusaha untuk merumuskan sebuah hipotesis, kemudian siswa mencari kebenaran atas hipotesisnya dengan menggunakan buku atau materi yang telah diberikan guru. Tahap evaluasi/tindak lanjut, pada tahap ini guru bersama siswa membuat simpulan pemecahan masalah. Setelah itu, guru memberikan tugas kepada siswa untuk menulis narasi dengan menggunakan pronomina (kata ganti) secara tepat.

94 82 Rincian dari penjelasan metode yang telah disajikan di atas adalah sebagai berikut. 1) Menjelaskan tujuan pembelajaran 2) Mempersiapkan media pembelajaran 3) Membagi kelas dalam kelompok 4) Menganalisis dan berdiskusi 5) Presentasi siswa 6) Komentar guru 7) Simpulan i. Sumber Belajar Sumber belajar yang dapat digunakan pada pembelajaran deiksis ini adalah foto kopi ikhtisar materi seputar teori-teori tentang deiksis dan narasi yang dibuat guru sesuai dengan kepentingan pembelajara. j. Media Pembelajaran Media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai alat bantu agar dapat mengefektifkan proses pembelajaran adalah media visual berupa LCD dan disampaikan dalam bentuk power point. Melalui power point, guru dapat mempresentasikan materi dengan aneka variasi dan penampilan yang dapat menarik perhatian siswa. k. Penilaian Pembelajaran penggunaan deiksis yang diintegrasikan dengan pembelajran menulis narasi pada siswa kelas X SMA dengan

95 83 mengombinasikan dua metode pembelajaran, yakni metode ceramah dan metode problem solving. Unsur penilaian dipaparkan sebagi berikut. 1) Teknik Penilaian Teknik penilaian yang dipakai adalah teknik unjuk kerja dan penilain guru. 2) Bentuk Instrumen Bentuk instrumen teknik unjuk kerja adalah analisis hasil pronomina dan tulisan paragraf narasi dan bentuk penilaian diri adalah catatan siswa selama proses pembelajaran yang meliputi: a) sikap siswa dalam bekerja sama dengan teman kelompoknya, b) sikap siswa dalam mengidentifikasi contoh narasi, c) sikap siswa dalam mengoreksi karangan teman, d) sikap siswa dalam memperbaiki karangan atas saran teman, e) sikap siswa dalam menulis narasi, f) sikap siswa dalam mengoreksi karya teman, g) sikap siswa dalam mengulangi tulisan atas saran.

96 BAB V PENUTUP Pada bab V ini, penulis paparkan simpulan dan saran. Simpulan merupakan pernyataan singkat hasil analisis yang hakikatnya merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Saran adalah rekomendasi yang disampaikan kepada pembaca yang merupakan hasil refleksi penelitian terhadap temuan penelitian. A. Simpulan Berdasarkan pamaparan analisis data yang bersumber dari rumusan masalah, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk deiksis dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie diklasifikasikan menjadi dua, yaitu deiksis eksofora yang meliputi deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu. Deiksis endofora meliputi deiksis anafora dan deiksis katafora. Bentuk-bentuk deiksis persona yang digunakan, yaitu persona pertama tunggal berupa saya, persona pertama jamak berupa kita dan kami, persona ketiga tunggal berupa ia, dia, dan bentuk terikat nya, serta persona ketiga jamak yang berupa kata mereka. Bentuk-bentuk deiksis tempat yang digunakan, yakni ini dan itu. Bentuk-bentuk deiksis waktu yang digunakan, yakni leksem waktu sekarang, kini, dan sebelumnya, leksem ruang depan dan lalu, dan penambahan ini dan itu pada leksem waktu. Bentuk-bentuk deiksis anafora 82

97 83 dan katafora yang ditemukan di antaranya pronominal demonstratif, bentuk terikat nya, dan leksem persona berupa ia dan mereka. 2. Skenario pembelajaran bentuk-bentuk deiksis yang diintegrasikan dalam pembelajaran menulis narasi pada kelas X SMA berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diawali dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembuatan RPP didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat pada silabus SMA. Standar kompetensi yang dipilih sebagai acuan, yakni mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (narasi, deskripsi, ekspositif). Kompetensi dasar yang menjadi landasan penelitian, yakni 4.1 menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Metode yang digunakan dalam pembelajaran deiksis ini dengan mengombinasikan tiga metode pembelajaran, yaitu metode ceramah, metode problem solving, dan penugasan. Skenario pembelajaran bentuk-bentuk deiksis adalah sebagai berikut: a. menulis paragraf narasi yang di dalamnya terdapat deiksis, b. mengidentifikasi jenis-jenis deiksis yang terdapat pada paragraf narasi yang telah ditulis, dan c. mengklasifikasikan jenis-jenis deiksis. B. Saran Berdasarkan paparan di atas dapat disampaikan beberapa saran kepada berbagai pihak sebagai berikut.

98 84 1. Bagi siswa Siswa hendaknya dalam membaca novel memperhatikan nilai-nilai positif, antara lain tentang semangat, tekad, perilaku pantang menyerah untuk selalu memperjuangkan cita-cita. Nilai-nilai positif tersebut dapat menjadi dasar bagi siswa untuk menerapkan dalam berprilaku di kehidupan bermasyarakat. 2. Bagi guru bahasa Indonesia Guru hendaknya dapat memaksimalkan penggunaan bahan pembelajaran sastra, dalam hal ini adalah novel. Novel Bila Cinta Mencari Cahaya ini di dalamnya memenuhi empat macam manfaat pembelajaran sastra, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Lebih lanjut guru dapat memilih novel lain yang sekiranya terdapat beberapa cakupan yang bisa memberikan manfaat positif bagi siswa, sehingga siswa tidak hanya memperoleh hiburan saja tetapi juga mendapatkan ilmu kehidupan. 3. Bagi pembaca Pembaca diharapakan dapat menjadikan nilai moral yang terdapat dalam novel Bila Cinta Mencari Cahaya ini sebagai perenungan dalam menjalani hidup, sehingga nantinya dapat dijadikan pedoman dalam menentukan sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat.

99 85 4. Bagi peneliti selanjutnya Pada karya ilmiah ini, peneliti mempunyai kelemahan dalam membedakan jenis-jenis deiksis. Oleh karena itu, peneliti lain sebaiknya terus meningkatkan penelitian dalam bidang sastra khususnya novel Bila Cinta Mencari Cahaya karya Harri Ash Shiddiqie secara lebih mendalam dengan bentuk analisis yang berbeda karena novel tersebut termasuk novel yang bagus dan berkualitas.

100 DAFTAR PUSTAKA Aini, Taufik Nur Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus-Oktober 2011: Sebuah Kajian Pragmatik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alwi, Hasan, dkk Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta Cumming, Louise Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Djamarah, Syaifuk Bahri dan Aswan Zain Strategi Belajar Mengajar.Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Finoza, Lamuddin Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Insan Mulia. Ismawati, Esti Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka. Keraf, Gorys Argumentasi dan Narasi. Ende: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti Kamus Lingusitik. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Purwo, Bambang Kaswanti Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Rahardani, Aditya Deiksisdalam Tajuk Rencana Harian Solopos Tahun 2011 dan Sumbangannya Terhadap Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK.Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sudaryanto Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Wahyuni, Fajar Indah Pragmatik. (Terjemahan Indah Fajar Wahyuni). Jakarta: Universitas Indonesia.

101 Lampiran1 BIODATA PENULIS Harri Ash Shiddiqie merupakan nama pena dari Setiyo Harri. Dalam kesehariannya, penulis adalah staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Ia menamatkan pendidikan terakhirnya (S2) di Fakultan Ilmuilmu Pertanian Universitas Gajah Mada. Saat mahasiswa, pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, ini pernah tinggal di pedesaan wilayah Bandung, Jawa Barat, selama delapan tahun. Pengalaman itulah yang menyebabkan Harri memiliki banyak kenangan tentang bukit, lembah, serta punggung gunung tanah jelita, tanah Parahyangan. Pengalaman tinggal di pedesaan yang indah itu juga selalu membuatnya merasakan rindu dengan udara sejuk, menikmati alam, dan menyenangi kegiatan masak-memasak tradisional. Aktivitasnya di yayasan pendidikan dan sosial islami membuat penulis sering keluar masuk desa dan kampung yang hijau, lalu membiru kala di kejauhan. Selain mengajar, Harri juga aktif dalam forum kajian keislaman dan pernah menjadi koordinator Pengajian Diskusi Ulul Albab Jember. Kajian diikuti para dosen perguruan tinggi negeri maupun swasta, praktisi, serta ulama. Tempatnya berpindah-pindah dari masjid kampus yang satu ke masjid kampus lainnya. Seusai menunaikan ibadah haji, Harri menuliskan pengalamannya dalam buku berjudul Tuntunan dan Pengalaman Ibadah Haji. Terakhir, buku karyanya yang diterbitkan adalah buku pemikiran berjudul Jangan Hanya Diam. Selain

102 menulis novel dan buku lainnya, ia juga pernah menjadi penulis kolom tetap seminggu sekali di Harian Radar Jember.

103 Lampiran2

DEIKSIS ARTIKEL HARIAN SUARA MERDEKA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI NONFIKSI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA

DEIKSIS ARTIKEL HARIAN SUARA MERDEKA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI NONFIKSI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DEIKSIS ARTIKEL HARIAN SUARA MERDEKA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI NONFIKSI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA Oleh: Dwi Setiyaningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kireidedew82@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA KORAN REPUBLIKA

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA KORAN REPUBLIKA ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA KORAN REPUBLIKA EDISI JANUARI TAHUN 2015, RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS LAPORAN, DAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS X SMAN 4 PURWOREJO Oleh: Gita Amelia Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS X

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS X ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS X Oleh: Isnani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

ANALISIS DEIKSIS DALAM CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGANYAR

ANALISIS DEIKSIS DALAM CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGANYAR ANALISIS DEIKSIS DALAM CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGANYAR Erdi Sunarwan, Muhammad Rohmadi, Atikah Anindyarini Universitas Sebelas Maret E-mail: sn_erdi@yahoo.com Abstract: The objective of this

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan akan bahasa sudah jauh sebelum manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. Vehaar (1999: 14) mengemukakan bahwa semantik (Inggris: semantics) berarti teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

DEIKSIS DALAM BERITA UTAMA HARIAN SOLOPOS BULAN DESEMBER 2010 (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK)

DEIKSIS DALAM BERITA UTAMA HARIAN SOLOPOS BULAN DESEMBER 2010 (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK) DEIKSIS DALAM BERITA UTAMA HARIAN SOLOPOS BULAN DESEMBER 2010 (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi atau pemerian merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang dibicarakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI Yayan Yayan 56@yahoo.com Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana yang strategis untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia, sebab pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Purwo menjelaskan bahwa sebuah kata dapat dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan juga tergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan salah satu bentuk implementasi pendidikan. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bahasa Indonesia merupakan suatu mata pelajaran yang diberikan pada siswa di sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Di dalam sebuah proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang paling sulit. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama lain. Bahasa merupakan media yang digunakan oleh manusia untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sama lain. Bahasa merupakan media yang digunakan oleh manusia untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan bahasa adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahasa merupakan media yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti penunjukan secara langsung (Purwo, 1984: 2). Dardjowidjojo (1988: 35) bersama beberapa ahli bahasa

Lebih terperinci

DEIKSIS DALAM RUBRIK AH TENANE PADA SURAT KABAR HARIAN UMUM SOLOPOS

DEIKSIS DALAM RUBRIK AH TENANE PADA SURAT KABAR HARIAN UMUM SOLOPOS DEIKSIS DALAM RUBRIK AH TENANE PADA SURAT KABAR HARIAN UMUM SOLOPOS Wisnu Nugroho Aji Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Widya Dharma Klaten wisnugroaji@gmail.com Abstrak Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbahasa merupakan aktivitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan bahasa tidak hanya sekedar ucapan melainkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi sosial. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Komunikasi lisan terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara berkomunikasi, yaitu komunikasi secara langsung dan komunikasi secara tidak langsung.

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Tanpa bahasa manusia tidak mungkin dapat berinteraksi,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Qaadli Al A la NIM

SKRIPSI. Oleh. Qaadli Al A la NIM PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SUGESTIF MELALUI PENERAPAN PAIKEM DENGAN MEDIA GAMBAR KOMIK PADA SISWA KELAS IV SDN WIROLEGI 01 JEMBER TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh Qaadli Al A la NIM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah, atau natural setting, sehingga metode

Lebih terperinci

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab 6 berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi. Untuk itu, pertama akan dipaparkan mengenai simpulan hasil penelitian novel dan film 99 Cahaya di Langit Eropa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN TEKNIK PEMBELAJARAN WORD FLOW PADA SISWA KELAS XI SMK MA ARIF 9 KEBUMEN TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN TEKNIK PEMBELAJARAN WORD FLOW PADA SISWA KELAS XI SMK MA ARIF 9 KEBUMEN TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN TEKNIK PEMBELAJARAN WORD FLOW PADA SISWA KELAS XI SMK MA ARIF 9 KEBUMEN TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014 Oleh: Muslimah Kurniawati Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 235 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SD Negeri 1 Pahoman Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V / Ganjil Waktu : 3 x 3 (1 x pertemuan) Siklus : 1 (satu) Pertemuan : 1 (satu)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Melalui bahasa seseorang dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas dan terstruktur pula pikirannya. Keterampilan hanya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

NILAI MORAL NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI MORAL NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI MORAL NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Febri Rizki Ananda Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia, karena pendidikan merupakan salah satu wujud nyata dalam peningkatan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan.

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pragmatik ialah ilmu bahasa yang mempelajari makna berdasarkan situasi dan tempat tuturan dilakukan. Levinson (dalam Suwandi, 2008: 64) menyatakan pragmatik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

DEIKSIS DALAM TEKS ANEKDOT PADA MEDIA MASSA KORAN SOLOPOS EDISI SEPTEMBER SAMPAI NOVEMBER TAHUN 2014

DEIKSIS DALAM TEKS ANEKDOT PADA MEDIA MASSA KORAN SOLOPOS EDISI SEPTEMBER SAMPAI NOVEMBER TAHUN 2014 DEIKSIS DALAM TEKS ANEKDOT PADA MEDIA MASSA KORAN SOLOPOS EDISI SEPTEMBER SAMPAI NOVEMBER TAHUN 2014 Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu keterampilan menulis yang diajarkan di tingkat Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu keterampilan menulis yang diajarkan di tingkat Sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu keterampilan menulis yang diajarkan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah kemampuan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Kemampuan menulis narasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap orang yang belajar bahasa dituntut untuk menguasai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap orang yang belajar bahasa dituntut untuk menguasai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya setiap orang yang belajar bahasa dituntut untuk menguasai empat keterampilan berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bahasa

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

1. Kita harus melaporkan kejadian itu besok, tetapi mereka sekarang tidak berada di sini.

1. Kita harus melaporkan kejadian itu besok, tetapi mereka sekarang tidak berada di sini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deiksis sebagai salah satu kajian pragmatik yang pemaknaan suatu bahasa harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru dituntut mampu memotivasi siswa agar mereka tertarik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Guru dituntut mampu memotivasi siswa agar mereka tertarik terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru dituntut mampu memotivasi siswa agar mereka tertarik terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam keterampilan menulis. Permasalahan yang terjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. Oleh : Gilang Ratnasari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa di dunia. Pendidikan diproses

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA Oleh: Intani Nurkasanah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA ARAB KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH MIMBAR SKRIPSI. Oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM

INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA ARAB KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH MIMBAR SKRIPSI. Oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA ARAB KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH MIMBAR SKRIPSI Oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM 060210402143 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai dalam Mata Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai dalam Mata Pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk siswa Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana menumbuh kembangkan potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Menurut Sahertian (2008: 26) pendidik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, berbagi pengalaman belajar, dan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, berbagi pengalaman belajar, dan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan atau berkomunikasi, berbagi pengalaman belajar, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual. Artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menulis, yaitu menulis teks laporan hasil observasi, menulis teks prosedur

BAB I PENDAHULUAN. menulis, yaitu menulis teks laporan hasil observasi, menulis teks prosedur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perubahan yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini yaitu dibentuknya kurikulum baru yang sering disebut dengan Kurikulum 2013. Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin modern, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas serta kreativitas

I. PENDAHULUAN. semakin modern, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas serta kreativitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin maju serta peradaban manusia yang semakin modern, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas serta kreativitas belajar siswa sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang bersifat individu juga sebagai makhluk yang bersifat sosial. Sebagai makhluk sosial manusia cendrung hidup berkelompok, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat aspek, yakni mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. empat aspek, yakni mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa yang harus dikuasai peserta didik terdiri empat aspek, yakni mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dalam pelaksanaannya keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berinteraksi antarindividu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berinteraksi antarindividu maupun kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu ciri khas manusia yang membedakan dari makhluk lain. Dengan bahasa, manusia dapat mengemukakan segala pengetahuan, perasaan, pikiran, gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses yang cukup panjang. Menulis memerlukan adanya pengetahuan, waktu dan pengalaman. Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP secara umum adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia,

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE-LIYE DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE-LIYE DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE-LIYE DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Heni Purwatiningsih Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan dalam mencapai

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan dalam mencapai BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan. Misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai

Lebih terperinci

RELEVANSI MATERI AJAR TEKS SASTRA PADA BUKU SISWA BAHASA INDONESIA EKSPRESI DIRI DAN AKADEMIK KELAS XI SMA DENGAN KOMPETENSI KURIKULUM 2013

RELEVANSI MATERI AJAR TEKS SASTRA PADA BUKU SISWA BAHASA INDONESIA EKSPRESI DIRI DAN AKADEMIK KELAS XI SMA DENGAN KOMPETENSI KURIKULUM 2013 RELEVANSI MATERI AJAR TEKS SASTRA PADA BUKU SISWA BAHASA INDONESIA EKSPRESI DIRI DAN AKADEMIK KELAS XI SMA DENGAN KOMPETENSI KURIKULUM 2013 Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat empat keterampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat empat keterampilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus dipelajari dan dikuasai yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan

Lebih terperinci

ANALISIS DEIKSIS DALAM KARANGAN CERPEN SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS DEIKSIS DALAM KARANGAN CERPEN SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS DEIKSIS DALAM KARANGAN CERPEN SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh: Erdi Sunarwan K1209024 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendekatan pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Di samping dapat menarik perhatian siswa, pendekatan pembelajaran juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam

Lebih terperinci