ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Desi Muflikhah NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2017 i

2 ii

3 iii

4 iv

5 MOTO DAN PERSEMBAHAN MOTO إ ن م ع ال ع س ر ي س ر ا (٦) ف إ ذ ا ف ر غ ت ف ان ص ب (٧) و إ ل ى ر ب ك ف ار غ ب (٨) Yang artinya: sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Al-Insyirah: 6-8). PERSEMBAHAN Karya skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Bapakku Khasan Asngari dan Ibuku Jaenatun tercinta yang selalu mendidik dan membimbing dengan penuh kasih sayang, memberikan dorongan semangat, serta mendoakanku tiada henti; 2. Kakakku Moh. Sajadi, S. Pd.Si yang selalu memberikan dorongan semangat, doa, dan saran; 3. Adikku Misgiatun Apriyani yang selalu memberikan dorongan semangat dan doa. v

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo. Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Drs. H. Supriyono, M. Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo; 2. Yuli Widiyono, M. Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin mengadakan penelitian; 3. Riawan Yudi Purwoko, S. Si., M. Pd., selaku Kepala Progam Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo; 4. Dr. Teguh Wibowo, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Prasetyo Budi Darmono, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, saran, dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; vi

7 vii

8 ABSTRAK Desi Muflikhah Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Kelas VIII Dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking. Skripsi. Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purworejo tahun pelajaran 2016/2017. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan snowball sampling. Pemilihan subjek berdasarkan pada kemampuan matematika siswa kategori tinggi dan pertimbangan guru. Subjek yang diambil sebanyak 6 siswa. Pengumpulan data menggunakan soal higher order thinking untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa, wawancara, dan catatan lapangan. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis dari Miles & Hubermen yang meliputi tiga aktivitas yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking pada siswa berkemampuan matematika tinggi dapat memunculkan empat aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran ditunjukkan oleh kemampuan menemukan solusi masalah. Keluwesan ditunjukkan oleh kemampuan mengidentifikasi dua kemungkinan penyelesaian masalah dengan sudut pandang yang berbeda. Keaslian ditunjukkan oleh kemampuan mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya, dan elaborasi ditunjukkan oleh kemampuan menciptakan suatu hal menjadi bentuk baru yang koheren. Kata kunci: kemampuan berpikir kreatif, soal higher order thinking viii

9 ABSTRACT Desi Muflikhah The Analysis of Ability of Creative Thinking of VIII Junior School Students in Solving the Problem of Higher Order Thinking. Mini thesis. Mathematics Education Faculty of Teacher Training and Education, Muhammadiyah University of Purworejo This study aim to determine the ability of students' creative thinking in solving the problem of higher order thinking. This type of research is qualitative research. The subject of this research is eighth grade students of Junior School Country 1 Purworejo in the academic year 2016/2017. Sampling technique used in this research is purposive sampling and snowball sampling. Subject selection is based on high category mathematics skills and teacher considerations. Subject taken is 6 students. Data collection uses higher order thinking questions to measure creative thinking skills, interview, field note, and documentation. Data analysis techniques used are techniques of analysis of Miles & Hubermen which includes three activities of data reduction, data presentation, and conclusion. The results of this study indicate that students' creative thinking ability in solving the problem of higher order thinking in students with high mathematics can bring up four aspects of creative thinking ability that is fluency shown by ability to find solution problem. Flexibility is demonstrated by the ability to identify two possible solutions to problems with different point of view. Originality is show by the ability to explore the knowledge it possessed, and the elaboration is demonstrated by the ability to create a thing into a coherent new form. Keywords: creative thinking ability, solving the problem of higher order thinking ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRAC... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i ii iii iv v vi viii ix x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 6 C. Batasan Masalah... 6 D. Rumusan Masalah... 7 E. Tujuan Penelitian... 7 F. Manfaat Penelitian... 7 BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, DAN KERANGKA BERPIKIR... 9 A. Kajian Teori... 9 B. Tinjauan Pustaka C. Kerangka Berpikir BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Sumber Data E. Teknik Pengumpulan Data F. Instrumen Penelitian G. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan BAB V. PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Klasifikasi Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan Tabel 2. Daftar Inisial Subjek Penelitian xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Gambar 2. Soal Higher Order Thinking Gambar 3. Hasil Pekerjaan S 1 Point 1a Gambar 4. Catatan Lapangan S 1 Saat Mengerjakan Point 1a Gambar 5. Hasil Pekerjaan S 1 Point 1a Gambar 6. Catatan Lapangan S S 1 Saat Mengerjakan Point 1a Gambar 7. Hasil Pekerjaan S 1 Point 1b Gambar 8. Catatan Lapangan S 1 Saat Mengerjakan Point 1b Gambar 9. Hasil Pekerjaan S 1 Point 1b Gambar 10. Catatan Lapangan S 1 Saat Mengerjakan Point 1b Gambar 11. Hasil Pekerjaan S 2 Point 1a Gambar 12. Catatan Lapangan S 2 Saat Mengerjakan Point 1a Gambar 13. Hasil Pekerjaan S 2 Point 1a Gambar 14. Catatan Lapangan S 2 Saat Mengerjakan Point 1a Gambar 15. Hasil Pekerjaan S 2 Point 1a Gambar 16. Catatan Lapangan S 2 Saat Mengerjakan Point 1a Gambar 17. Hasil Pekerjaan S 2 Point 1b Gambar 18. Catatan Lapangan S 2 Saat Mengerjakan Point 1b Gambar 19. Coretan S 3 Pada Gambar Soal Gambar 20. Hasil Pekerjaan S 3 Point 1a Gambar 21. Catatan Lapangan S 3 Saat Mengerjakan Point 1a Gambar 22. Hasil Pekerjaan S 3 Point 1b Gambar 23. Catatan Lapangan S 3 Saat Mengerjakan Point 1b Gambar 24. Hasil Pekerjaan S 3 Point 1b Gambar 25. Catatan Lapangan S 3 Saat Mengerjakan Point 1b Gambar 26. Hasil Pekerjaan S 3 Point 1b Gambar 27. Catatan Lapangan S 3 Saat Mengerjakan Point 1b xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lembar Validasi Instrumen Tes Lampiran 2. Surat Pernyataan Validator Lampiran 3. Lembar Validasi Instrumen Tes Lampiran 4. Surat Pernyataan Validator Lampiran 5. Kisi-kisi Soal Lampiran 6. Instrumen Tes Soal Higher Order Thinking Lampiran 7. Lembar Jawaban S Lampiran 8. Lembar Jawaban S Lampiran 9. Lembar Jawaban S Lampiran 10. Hasil Wawancara S Lampiran 11. Hasil Wawancara S Lampiran 12. Hasil Wawancara S Lampiran 13. Catatan Lapangan S Lampiran 14. Catatan Lapangan S Lampiran 15. Catatan Lapangan S Lampiran 16. Surat Permohonan Ijin Observasi Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 18. Surat Keterangan Melakukan Penelitian Lampiran 19. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Lampiran 20. Kartu Kendali Pembimbingan Skripsi Lampiran 21. Dokumentasi Foto xiii

14 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting untuk mencapai tujuan suatu bangsa. Dengan pendidikan diharapkan generasi Indonesia akan memiliki pola pikir yang baik dan rasa tanggung jawab terhadap kemajuan negaranya. Pendidikan adalah upaya sadar untuk menciptakan generasi yang memiliki pengetahuan, berakhlak mulia, dan keterampilan berpikir. Hal ini sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jika upaya yang dilakukan kurang mendukung dalam mengembangkan pontensi diri siswa salah satunya menciptakan generasi yang memiliki keterampilan berpikir, dapat berakibat pada lulusan yang kurang optimal. Maka dari itu, siswa diajarkan beberapa bidang ilmu pengetahuan yang kemudian diperinci lagi menjadi beberapa mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, salah satunya mata pelajaran matematika. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diberikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari pra sekolah, sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memberikan bekal dalam penyelesaian masalah 1

15 2 dikehidupan sehari-hari, serta mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Permendiknas (2006: 361) menyatakan dengan belajar matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Berpikir merupakan suatu aktivitas mental yang sedang terjadi dalam memikirkan suatu hal. Menurut King (2016: 324) secara formal, berpikir melibatkan proses penggunaan informasi secara mental dengan cara membentuk konsep, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan memperlihatkannya dalam cara yang kritis atau kreatif. Namun kenyataanya, kemampuan berpikir siswa terbatasi oleh contoh-contoh soal yang diberikan oleh guru. Siswa lebih cenderung senang belajar dengan tipe soal yang hampir sama dengan contoh dan jarang menggunakan tipe soal yang berbeda. Ketika siswa dihadapkan pada soal yang lebih sulit dan sedikit berbeda dengan contoh, siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal. Saat siswa merasa tidak mampu menyelesaikan soal, mereka cenderung mengandalkan apa yang dicontohkan guru. Akibatnya, kurang berkembangnya kemampuan kreativitas siswa. Kreativitas atau berpikir kreatif sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang tidak terduga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berpikir kreatif diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah atau soal dengan berbagai ide atau gagasan yang luas. Munandar (2014: 192) menyebutkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif memenuhi keterampilan berpikir lancar, berpikir luwes (fleksibel), berpikir orisinal, dan

16 3 berpikir terperinci (elaborasi). Dimana berpikir kreatif dapat memiliki arti menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan, arus pemikiran lancar, menghasilkan gagasan yang beragam, arah pemikiran yang berbeda, memberikan jawaban yang tidak lazim, dan mengembangkan, menambah, memperkaya, dan memperluas suatu gagasan. Karena itu, untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif siswa diperlukan kriteria soal yang mencakup taksonomi tujuan pendidikan dalam pembelajaran. Dalam perkembangannya taksonomi tujuan pendidikan yang disusun oleh Bloom dalam Djauhari (2015: 848) mengalami revisi oleh Anderson dan Krathwohl yang mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan menciptakan (creating). Taksonomi dalam ranah kognitif dalam pendidikan digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan soal serta mengidentifikasikan kemampuan siswa mulai dari tingkat yang rendah hingga tingkat yang tinggi. Tingkatan remembering, understanding, dan applying dikategorikan dalam recalling dan processing yaitu Lower Order Thinking Skill (LOTS), sedangkan analysing, evaluating, creating dikategorikan dalam creative thinking yaitu Higher Order Thingking Skill (HOTS) (Djauhari, 2015: 849). Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Negeri 1 Purworejo pada tanggal 9 Oktober 2016, bahwa kriteria soal yang diberikan dalam pembelajaran matematika berdasarkan tingkatan taksonomi

17 4 bloom revisi cenderung pada tingkat lower order thinking (mengingat, memahami, dan menerapkan). Sedangkan soal dengan tingkat tinggi memenuhi indikator menganalisis dan bahkan jarang atau tidak pernah digunakan. Dalam pembelajaran siswa cenderung kurang terlatih berpikir kreatif yaitu berpikir diluar mengingat dan menggunakan konsep secara langsung, sehingga ketika siswa dihadapkan pada soal tingkat tinggi mereka cenderung mengalami kesulitan karena kurangnya keterampilan siswa dalam mengembangkan pola pikirnya dan mengungkapkan ide yang dimiliki. Siswa beranggapan bahwa dalam menjawab soal cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan guru tanpa mengetahui makna dan pengertiannya. Hal ini dapat menyebabkan minimnya kemampuan kreativitas siswa. Kenyataannya siswa masih sering sekedar menghafalkan rumus untuk menyelesaikan soal, kurangnya motivasi diri untuk mengembangkan cara yang sudah ada atau belum adanya rasa percaya diri siswa dalam mengungkapkan pemikiran kreatifnya dalam belajar matematika. Siswa masih cenderung terpaku untuk hanya sekedar memahami hal-hal yang telah disampaikan kepadanya, bukan mengembangkannya. Hal ini jelas dapat menghambat perkembangan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pemikiran kreatif siswa sangat perlu dikembangkan agar siswa dapat menyalurkan pemahamannya sendiri terhadap konsep-konsep matematika. Sehingga siswa tidak hanya menirukan cara yang sudah diajarkan oleh guru tetapi dapat menemukan sendiri cara lain yang bernilai benar dan dapat diterima.

18 5 Salah satu penelitian terkait dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu penelitian oleh Fardah pada tahun 2012 berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan tugas Open Ended. Penelitian tersebut melibatkan 30 orang siswa yang dikelompokkan dalam kategori kemampuan berpikir kreatif tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitiannya menyimpulkan berupa pola berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal bangun datar, dengan diperoleh hasil presentase kemampuan berpikir kreatif tinggi sebanyak 20% dari jumlah siswa, sedang sebanyak 33,33%, dan rendah sebanyak 46,67%. Dikatakan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir kreatif tinggi masih tergolong rendah. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir kreatif tinggi dalam menghadapi permasalahan langsung mampu memahami dan menyelesaikan soal dengan jawaban yang berbeda dari yang lain. Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif sedang mampu memahami dan menyelesaikan soal setelah membaca beberapa kali dan melihat contoh yang diberikan guru, untuk respon jawaban siswa masih dibawah kategori tinggi. Sedangkan siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah tidak paham pada maksud soal, mengalami keraguan dan menghasilkan banyak kesalahan dalam menjawab. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kemampuan berpikir kreatif. Penelitian yang akan peneliti lakukan hanya terfokus pada kemampuan berpikir kreatif siswa, dan lebih menjabarkan pada aspek perilaku berpikir siswa dalam menyelesaikan soal tingkat tinggi. Secara spesifik, peneliti mengambil materi lingkaran. Dari

19 6 uraian tersebut, peneliti mengambil penelitian tentang seberapa jauh kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika pada materi pokok lingkaran dengan subjek siswa kelas VIII. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah peneliti sampaikan di atas, maka disusun identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kecenderungan siswa belajar sesuai dengan apa yang dicontohkan guru, sehingga minimnya kreativitas siswa. 2. Siswa terbiasa belajar menyelesaikan soal lower order thinking. 3. Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menjawab soal tingkat tinggi masih tergolong kurang. 4. Kurangnya motivasi diri untuk mengembangkan cara yang sudah ada atau belum adanya rasa percaya diri siswa dalam mengungkapkan pemikiran kreatifnya. C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah disampaikan di atas, peneliti membatasi masalah yaitu: 1. Kemampuan berpikir kreatif yang diteliti sebatas pada penyelesaian soal higher order thinking pada materi lingkaran. 2. Soal higher order thinking hanya sebatas pada tingkatan menganalisis.

20 7 3. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purworejo tahun pelajaran 2016/2017. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa SMP kelas VIII dalam menyelesaikan soal higher order thinking?. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan berpikir kreatif siswa SMP kelas VIII dalam menyelesaikan soal higher order thinking. F. Manfaat Penelitian Temuan-temuan yang akan diperoleh dari penelitian ini akan memberikan manfaat yang bisa dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan berpikir kreatif siswa SMP kelas VIII dalam menyelesaikan soal tingkat tinggi. 2. Manfaat Praktis a) Untuk siswa, diharapkan dapat menjadi motivasi dalam belajar matematika setelah mengetahui seberapa jauh kemampuan berpikir kreatif.

21 8 b) Untuk guru, sebagai informasi untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal tingkat tinggi serta sebagai upaya dalam memaksimalkan kemampuan berpikir siswa. c) Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam menganalisis kemampuan berpikir kreatif. d) Untuk peneliti lain, sebagai salah satu acuan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

22 9 BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Berpikir Berpikir tidak terlepas dari aktivitas manusia sebagai ciri yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain. Berpikir merupakan kegiatan mental yang dialami seseorang bila dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online), berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Seseorang yang sedang berpikir pasti menggunakan daya pikirnya dengan memahami hal secara baik-baik untuk menetapkan keputusan. Menurut King (2016: 324) secara formal, berpikir melibatkan proses penggunaan informasi secara mental dengan cara membentuk konsep, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan memperlihatkannya dalam cara yang kritis dan kreatif. Sedangkan menurut Solso, dkk (2007: 402), berpikir didefinisikan sebagai berikut: Berpikir adalah proses yang membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan. Berpikir dilakukan manusia setiap saat. Dengan dasar berpikir ini, manusia mampu memahami sesuatu yang dialami atau mampu mengatasi persoalan yang dihadapi serta dapat menghasilkan pengetahuan baru. 9

23 10 Menurut Solso, dkk (2007: 402) berpikir memiliki tiga ide dasar, yaitu berupa: (1) Berpikir adalah kognitif terjadi secara internal, dalam pemikiran namun keputusan diambil lewat perilaku. Dengan kata lain, berpikir melibatkan kegiatan memperoleh pengetahuan atau usaha untuk mengenali sesuatu dengan pengalaman sendiri, dan terjadi di dalam pemikiran yang kemudian pemikiran itu diputuskan melalui sebuah tindakan tertentu. (2) Berpikir adalah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif. Dalam berpikir terdapat rangkaian tindakan dimana seseorang menghubungkan informasiinformasi yang dibutuhkan dalam mengambil keputusan. (3) Berpikir bersifat langsung dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau langsung menuju pada solusi. Berdasarkan uraian tersebut menurut peneliti, berpikir adalah proses dimana seseorang menggunakan akalnya dengan menghubungkan informasi-informasi yang dimiliki sehingga menghasilkan suatu keputusan untuk mencapai suatu pemecahan masalah ataupun pengetahuan baru dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nurlaela & Ismayati (2015: 5) berpikir dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain: (1) berpikir logis, yaitu kemampuan berpikir untuk menarik kesimpulan yang benar menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar sesuai dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. (2) berpikir analitis, yaitu kemampuan berpikir untuk menguraikan, merinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahun dengan menggunakan akal dan pikiran secara logis, bukan berdasarkan perasaan atau tebakan. (3) berpikir

24 11 sistematis, yaitu kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkahlangkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efisien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan. Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Selain ketiga jenis berpikir tersebut terdapat jenis berpikir lain, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif yang merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Menurut Ennis dalam Susanto (2013: 121) berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan membuat keputusan masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai kebenaran berdasarkan pada pola penalaran tertentu. Sedangkan menurut Nurlaela & Ismayati (2015: 9) berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang baru sesuai dengan keperluan. Dalam menyelesaikan masalah, secara tidak sadar seseorang menggunakan berbagai macam jenis berpikir, atau bahkan mengkombinasikan jenis berpikir tersebut untuk menghasilkan suatu keputusan ataupun solusi dalam memecahkan masalah. Aplikasinya pada pembelajaran di sekolah, keterampilan berpikir ini memungkinkan siswa melihat berbagai perspektif untuk menyelesaikan masalah dalam situasi tertentu. Keterampilan berpikir yang dimiliki siswa akan memudahkan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diterima sesuai dengan kemampuannya.

25 12 2. Berpikir Kreatif Berpikir sebagai kemampuan seseorang menggunakan akalnya memiliki berbagai macam jenis, salah satunya adalah berpikir kreatif. Menurut Siswono (2007: 1) berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru atau menggabungkan ide-ide sebelumnya yang belum dilakukan. Memunculkan ide yang baru berarti memberi dengan sesuatu yang tidak biasa, atau memunculkan solusi atas suatu masalah dengan menghubunghubungkan berbagai hal yang telah ada yang belum pernah dilakukan oleh siswa. Menurut Pehkonen dalam Fitriarosah (2016: 245) berpikir kreatif diartikan sebagai kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah, pemikiran divergen akan menghasilkan banyak kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang sama dalam menentukan penyelesaian. Berpikir logis akan membantu memeriksa dan membuat kesimpulan yang benar (valid) menurut aturan logika dan sesuai pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Oleh karena itu, berpikir kreatif melibatkan logika dan intuisi secara bersama-sama. Sedangkan Munandar dalam Nurlaela & Ismayati (2015: 48) menyebutkan, berpikir kreatif dalam definisinya bahwa kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan

26 13 banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban. Kemampuan berpikir kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah, dimana jawaban itu sesuai dengan masalah, tepat, dan bervariasi. Dari penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan, bahwa berpikir kreatif adalah proses dimana seseorang menggunakan akalnya dengan menghubungkan informasi-informasi yang dimiliki, sehingga mencapai suatu keputusan untuk menghasilkan banyak kemungkinan jawaban sesuai dengan masalah, benar, dan bervariasi. Dengan arti, jawaban itu dapat berupa cara, strategi atau alternatif penyelesaian terhadap persoalan. Berpikir kreatif menurut Haylock dalam Fardah (2012: 2) dapat dibagi menjadi dua pendekatan utama. Pendekatan pertama, berpikir kreatif dipandang sebagai proses merupakan respon siswa dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode yang sesuai. Proses berpikir kreatif dimulai dari siswa mengetahui adanya permasalahan, sampai mengkomunikasikan hasil pemikirannya. Dapat dikatakan bahwa proses berpikir kreatif ini merujuk pada usaha siswa untuk menghasilkan solusi atau produk kreatif. Menurut Siswono (2007: 1) produk yang dimaksud dari hasil berpikir kreatif adalah kreativitas. Pendekatan kedua adalah menentukan kriteria bagi seluruh produk yang diindikasikan sebagai hasil dari berpikir kreatif atau produk divergen. Seperti pendapat Siswono bahwa hasil dari berpikir kreatif atau produk

27 14 divergen adalah kreativitas. Siswono dalam Fitriarosah (2016: 245) mendefinisikan kreativitas sebagai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang bersifat baru (novelty), berguna dan dapat dimengerti. Baru lebih ditunjukkan pada keberagaman atau perbedaan gagasan yang dihasilkan. Sedangkan baru menurut Munandar dalam Ali & Asrori (2005: 41) dikatakan sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Adapun menurut Cropley dalam Susanto (2013: 100), untuk pembelajaran di sekolah mengambil istilah kreativitas yang mengacu pada jenis berpikir divergen yang kemudian diadaptasi sebagai kemampuan untuk memperoleh ide-ide khususnya yang asli, bersifat penemuan dan belum pernah ada sebelumnya. Ide itu dikatakan asli jika dalam proses penyelesaian masalah menggunakan ide atau caranya sendiri, dan berbeda dari prosedur umum yang sudah ada. Pemikiran kreatif mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan solusi terhadap masalah yang diselesaikan dengan mengembangkan pengetahuannya. 3. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika Berpikir kreatif dalam matematika menurut Pehkonen dalam Alhaddad (2013: 58) merupakan kombinasi berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi dalam kesadaran yang memperhatikan kefasihan, keluwesan/fleksibilitas, dan kebaruan. Berpikir divergen digunakan untuk memperoleh ide-ide, opsi-opsi atau alternatifalternatif sebanyak mungkin, kemudian berpikir logis membantu untuk menyeleksi kebenaran atau menarik ide-ide tersebut menjadi penyelesaian

28 15 yang kreatif dan benar. Berpikir kreatif dalam matematika dapat diartikan sebagai kemampuan menemukan kemungkinan-kemungkinan solusi yang berisi konsep-konsep matematika untuk menghasilkan penyelesain masalah matematika secara kreatif dan benar. Kemampuan berpikir kreatif dalam bidang matematika lebih tepat di istilahkan sebagai kemampuan berpikir kreatif matematis. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Menurut Susanto (2013: 105) untuk kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai tingkat kesanggupan berpikir siswa untuk menemukan sebanyakbanyak, seberagam dan relevan atas jawaban suatu masalah secara lancar, asli dan terperinci berdasar data dan informasi yang tersedia. Sedangkan menurut Livne dalam Mahmudi (2010: 3), kemampuan berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap masalah matematika yang bersifat terbuka. Masalah matematika yang bersifat terbuka merupakan masalah yang memiliki banyak solusi atau strategi penyelesaian. Dimana dalam proses penyelesaian masalah tersebut lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif dalam matematika adalah kesanggupan berpikir siswa dalam menghubungkan konsep-konsep matematika untuk menemukan

29 16 jawaban atau solusi yang bervariasi secara lancar, bersifat baru dan terperinci dalam permasalahan matematika. Menurut Guilford dalam Munandar (2014: 65) yang terutama berkaitan dengan kreativitas ialah berpikir divergen sebagai operasi mental yang menuntut penggunaan kemampuan berpikir kreatif meliputi aspek kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi (perincian). Sama halnya dengan Guilford, menurut Munandar dalam Ghufron & Risnawati (2016:106) menyatakan bahwa komponen kreativitas meliputi: a. Kelancaran berpikir (fluency) Kelancaran berpikir merupakan kemampuan untuk mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberi banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Siswa yang memiliki keterampilan ini dapat dilihat dari ciri-ciri perilaku siswa, seperti: 1) Mengajukan banyak pertanyaan. 2) Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan. 3) Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah. 4) Lancar dalam mengemukakan gagasan. 5) Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih dari anak-anak lain. 6) Lebih cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi. b. Keluwesan berpikir (flexibility) Keluwesan berpikir merupakan kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Siswa yang memiliki keterampilan ini dapat dilihat dari ciri-ciri perilaku siswa, seperti kemampuan untuk: 1) Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. 2) Memberikan bermacam-macam penafsiran (interpretasi) yang tercermin dalam hal menerapkan konsep atau asas dengan cara yang berbeda. 3) Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain. c. Keaslian berpikir (originality) Keaslian berpikir merupakan kemampuan untuk melahirkan ide-ide yang baru dan memikirkan cara yang tidak lazim agar dapat

30 17 mengungkapkan diri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Siswa yang memiliki keterampilan ini dapat dilihat dari ciri-ciri perilaku siswa, seperti kemampuan untuk: 1) Memikirkan masalah-masalah yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. 2) Mempertanyakan cara-cara yang baru. 3) Memilih asimetri dalam menggambar atau membuat desain. 4) Memiliki cara berpikir yang lain daripada orang lain. 5) Mencari pendekatan yang baru dari stereotrip. 6) Menemukan gagasan atau penyelesaian yang baru, dan 7) Lebih senang menyintesis daripada menganalisis situasi. d. Elaborasi (memerinci) Elaborasi merupakan kemampuan untuk memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; menambahkan atau memerinci detail-detail dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik. Siswa yang memiliki keterampilan ini dapat dilihat dari ciri-ciri perilaku siswa, seperti kemampuan untuk: 1) Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan menggunakan langkah-langkah terperinci. 2) Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain. 3) Mencoba atau menguji detail-detail untuk melihat arah yang ditempuh. 4) Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana. 5) Menambahkan garis-garis atau warna-warna dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain. Sependapat dengan Munandar dalam Susanto (2013: 111) bahwa komponen kreativitas atau berpikir kreatif juga meliputi: a. Keterampilan berpikir lancar (fluency). Ciri-ciri berpikir lancar, yaitu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberi banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa, seperti: 1) Mengajukan banyak pertanyaan. 2) Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan. 3) Mempunyai banyak gagasan cara pemecahan suatu masalah. 4) Lancar dalam mengemukakan gagasan-gagasannya. 5) Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. 6) Dapat cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.

31 18 b. Keterampilan berpikir luwes (flexibility). Ciri-ciri berpikir luwes, yaitu menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, maupun mengubah pendekatan atau arah pemikiran. Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa, seperti: 1) Memeriksa aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. 2) Memberikan bermacam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. 3) Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. 4) Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain. 5) Memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikan masalah. c. Keterampilan berpikir orisinal (originality). Ciri-ciri berpikir orisinal, yaitu mampu mengungkapkan hal yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu membuat kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa, seperti: 1) Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. 2) Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru. 3) Memilih asimetri dalam menggambar atau membuat desain. 4) Memiliki cara berpikir yang lain daripada orang lain. 5) Mencari pendekatan yang baru. 6) Setelah mendengar atau membaca gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, dan 7) Senang menyintesis daripada menganalisis situasi. d. Keterampilan memerinci (elaboration). Ciri-ciri keterampilan memerinci, yaitu mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, menambahkan atau memerinci detail-detail dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik. Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa, seperti: 1) Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan menggunakan langkah-langkah terperinci. 2) Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain. 3) Mencoba atau menguji secara detail untuk melihat arah yang ditempuh. 4) Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana. 5) Menambahkan garis-garis atau warna-warna dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

32 19 Sedangkan indikator kemampuan berpikir kreatif matematis menurut Torrance dalam Lestari & Yudhanegara (2015: 88), yaitu: a. Kelancaran (fluency), yaitu mempunyai banyak ide/gagasan dalam berbagai kategori. Dengan kata lain, semakin banyak ide yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan yang ada untuk memperoleh penyelesaian yang tepat sesuai masalah. b. Keluwesan (flexibility), yaitu mempunyai ide/gagasan beragam. Dengan kata lain, siswa dapat mencoba berbagai pendekatan atau mencoba dengan cara lain dalam memecahkan masalah. c. Elaborasi (elaboration), yaitu mampu mengembangkan ide/gagasan untuk menyelesaikan masalah secara terperinci. Dengan kata lain, siswa dapat merinci masalah matematik menjadi suatu permasalahan yang sederhana dengan ide matematika yang telah ada. d. Keaslian (orisinality), yaitu mempunyai ide/gagasan baru untuk menyelesaikan persoalan. Baru dalam hal ini tidak harus dikaitkan dengan hal yang benar-benar baru, tetapi dapat berupa sesuatu hal yang baru menurut siswa dalam memecahkan masalah pada tingkat pengetahuan umum. Menurut Warthington dalam Mahmudi (2010: 4), untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dapat dilakukan dengan cara mengeksplorasi hasil kerja siswa yang mempresentasikan proses berpikir kreatifnya. Hasil siswa dalam hal ini berupa kreativitas siswa sebagai kemampuan berpikir kreatif siswa yang meliputi kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi

33 20 dalam pemecahan masalah matematika. Sedangkan McGregor dalam Mahmudi (2010: 4), mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dapat pula dilakukan dengan mendasarkan pada apa yang dikomunikasikan siswa, secara verbal maupun tertulis. Apa yang dikomunikasikan dapat berupa pekerjaan siswa terkait tugas, penyelesaian masalah, atau jawaban lisan siswa terhadap pertanyaan. Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian ini ditunjukkan dari hasil pekerjaan siswa terkait dengan pemikiran divergen yang memperhatikan aspek kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi sebagai hasil dari pemecahan masalah dalam matematika. Adapun indikator kemampuan berpikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) lancar dalam mengemukakan penyelesaian masalah (kelancaran); 2) memberikan cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah (keluwesan); 3) menemukan cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah matematik (keaslian); dan 4) menggunakan berbagai konsep matematika untuk menyelesaikan masalah (elaborasi). 4. Soal Higher Order Thinking (HOT) dalam Matematika Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pasti dihadapkan dengan masalah, dan setiap orang yang berpikir pasti berusaha mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Begitu juga dalam pelajaran matematika, ketika siswa mendapatkan permasalahan yang harus dipecahkan maka mereka pasti berusaha memunculkan cara untuk menyelesaikan masalah

34 21 tersebut. Berkaitan dengan pembelajaran di kelas, masalah matematika biasanya dituangkan melalui soal-soal. Soal-soal tersebut biasanya digunakan untuk melatih dan mengukur kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah. Secara umum soal-soal yang diberikan dalam pembelajaran matematika lebih ditekankan pada masalah yang menghasilkan solusi tunggal dan prosedur penyelesaian tertentu. Pemberian soal-soal ini menyebabkan kreativitas jarang dilibatkan di dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini terjadi karena soal-soal hanya berorientasi pada mengingat fakta atau berdasarkan prosedur tertentu yang umum dan cenderung pada sebuah ide, padahal kreativitas atau berpikir kreatif merupakan tingkatan berpikir paling tinggi atau biasa disebut dengan berpikir tingkat tinggi. Menurut Sani (2015: 60) berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru, informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubung atau menata kembali dan memperluas informasi untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan. Pemikiran yang mencapai tingkat tinggi ini dapat membantu siswa menjawab pertanyaan atau situasi matematik yang dianggap rumit, dengan menggunakan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dimilikinya. Berpikir tingkat tinggi ini merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang diketahui, tetapi mampu menghubungkan,

35 22 menstranformasi, memanipulasi pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif sebagai upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru. Menurut Suhandoyo & Wijayanti (2016: 157), soal pada konteks berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking) merupakan salah satu soal yang open ended, maksudnya adalah mempunyai lebih dari satu penyelesaian. Ketika siswa diberikan soal yang open ended, maka jawaban siswa juga akan beranekaragam sesuai dengan pengalaman belajar dan tingkat kekreativitasannya. Dalam Setiawan dkk (2014: 248), Bloom membagi dua level soal dalam berpikir matematis siswa, yakni Low Order Thinking (C1-C3) dan High Order Thinking (C4-C6). Untuk level soal High Order Thinking meliputi kemampuan berikut: a. Menganalisis (C4), yaitu memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. b. Mengevaluasi (C5), yaitu kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu. c. Mencipta (C6), yaitu kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil. Adapun penelitian Giani (2015: 1) menunjukkan bahwa tingkat kognitif soal-soal buku teks matematika SMP kurikulum KTSP pada soal tingkat tinggi berdasarkan tingkatan taksonomi bloom revisi hanya mencapai tingkat C4, sedangkan untuk soal tingkatan C5 dan C6 tidak memenuhi. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mengambil level soal higher order thinking yaitu menganalisis yang disesuai dengan tingkat kemampuan SMP.

36 23 H. Tinjauan Pustaka Hasil penelitian terdahulu merupakan hasil penelitian yang sudah teruji kebenarannya, dalam penelitian ini digunakan sebagai pembanding oleh peneliti. Berikut hasil penelitian terdahulu yang digunakan oleh penelitian ini. Fardah (2012) yang berjudul Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses berpikir kreatif berupa pola berpikir kreatif siswa dengan subjek 30 siswa, kategori tinggi sebanyak 20% dari jumlah siswa, sedang sebanyak 33,33%, dan rendah sebanyak 46,67%. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir kreatif tinggi dalam menghadapi permasalahan langsung mampu memahami dan menyelesaikan soal dengan jawaban yang berbeda dari yang lain. Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif sedang mampu memahami dan menyelesaikan soal setelah membaca beberapa kali dan melihat contoh yang diberikan guru, untuk respon jawaban siswa masih dibawah kategori tinggi. Sedangkan siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah tidak paham pada maksud soal, mengalami keraguan dan menghasilkan banyak kesalahan dalam menjawab. Suhandoyo & Wijayanti (2016) yang berjudul Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profil kemampuan berpikir kreatif subjek climber, camper, dan quitter berbeda. Subjek climber mampu menunjukkan komponen fleksibilitas dan

37 24 kefasihan. Subjek camper mampu menunjukkan komponen fleksibilitas. Subjek quitter mampu menunjukkan komponen kefasihan. Ketiga subjek belum mampu menunjukkan komponen kebaruan karena belum mampu menunjukkan cara penyelesian yang tidak biasa pada tingkat pengetahuannya. Prasetyo & Mubarokah (2014) yang berjudul Berpikir Kreatif Siswa Dalam Penerapan Model Pembelajaran Berdasar Masalah Matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat indikator berpikir kreatif, yaitu berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil dan kemampuan mengelaborasi. Siswa dengan kategori matematika tinggi mencapai 4 indikator. Siswa dengan kategori matematika sedang memenuhi tiga indikator. Sedangkan siswa dengan kategori matematika rendah memenuhi satu indikator. Dari penjabaran tinjauan pustaka di atas dan dari persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan Aspek yang diteliti Nama Peneliti Persamaan Perbedaan Fardah Berpikir kreatif 1. Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif 2. Soal Open Ended Suhandoyo & Wijayanti Prasetyo&Mubaroka h Berpikir kreatif Berpikir kreatif 1. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif 2. Soal Higher Order Thinking 3. Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Penerapan Model Pembelajaran Berdasar Masalah Matematika Muflikhah Berpikir kreatif 1. Kemampuan Berpikir Kreatif 2. Soal Higher Order Thinking

38 25 I. Kerangka Berpikir Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah. Kemampuan berpikir kreatif ini sangat diperlukan untuk memecahkan masalah yang tidak terduga dan bersifat kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Berpikir kreatif merupakan proses seseorang menggunakan akalnya untuk menghasilkan berbagai macam ide atau solusi baru dalam memecahkan masalah. Dengan berpikir kreatif diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah dengan sudut pandang yang berbeda dan baru berdasarkan pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya. Namun kemampuan tersebut belum dicapai secara maksimal. Dalam pembelajaran matematika, siswa pada umumnya kurang dirangsang dalam mengerjakan soal tingkat tinggi yang salah satunya membutuhkan kemampuan berpikir kreatif, serta lebih sering mengerjakan soal-soal yang sifatnya hanya mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan serta memiliki penyelesain tunggal. Sehingga kemampuan siswa untuk mengeluarkan ide-ide kreatifnya terbatasi. Ketika siswa dihadapkan pada persoalan matematika yang rumit, mereka cenderung pada satu ide dan mengacu pada prosedur penyelesain guru. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan matematika rata-rata tinggi belum tentu memiliki kemampuan berpikir kreatif yang mencakup aspek kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi.

39 26 berikut. Dari uraian tersebut dapat peneliti gambarkan dengan bagan sebagai Pembelajaran Matematika siswa SMP kelas VIII Pemberian Soal Higher Order Thinking Siswa berkemampuan matematika tinggi Berpikir kreatif siswa Indikator kemampuan berpikir kreatif: 1. lancar dalam mengemukakan penyelesaian masalah 2. memberikan cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah 3. menemukan cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah matematik 4. menggunakan berbagai konsep matematika untuk menyelesaikan masalah Aspek kemampuan berpikir kreatif: kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi Deskripsi kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking Keterangan: Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir : Alur kerangka berpikir teoretis : Alur kerangka berpikir (hubungan timbal balik yang menghasilkan hubungan baru dengan komponen lain)

40 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi. Bogdan & Taylor dalam Moleong (2006: 4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati. Menurut Sugiyono (2016: 1) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Adapun analisa dalam penelitian ini hanya dilakukan pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis. Metode penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking berdasarkan aspek-aspek berpikir kreatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Menurut Yusuf (2014: 350), fenomenologi adalah ilmu tentang gejala atau hal-hal apa saja yang tampak. Dalam konteks penelitian kualitatif, penelitian fenomenologi selalu difokuskan pada menggali, memahami, dan menafsirkan arti fenomena, peristiwa, dan hubungannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu. 27

41 28 Sedangkan menurut Ghony & Almanshur (2016: 58), fenomenologi lebih mengfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan fenomena tertentu. Herdiansyah dalam Ghony & Almanshur (2016: 59) mengatakan bahwa model pendekatan fenomenologi mengfokuskan pada paengalaman pribadi individu, subjek penelitiannya adalah orang yang mengalami langsung kejadian atau fenomena yang terjadi. Jadi, fenomenologi dapat melihat, memahami dan menggali kemampuan berpikir kreatif siswa dengan cara memberikan soal matematika kepada subjek. Dalam hal ini, subjek mengalami langsung kejadian tersebut yaitu menyelesaikan soal higher order thinking. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menemukan fenomena yang akan diteliti yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan pada aspek kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Tujuan penelitian ini untuk melihat, memahami dan menggali aspek kemampuan berpikir kreatif, kemudian menggambarkan bagaimana aspek kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking. Subjek yang akan diteliti yaitu siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Purworejo. Peneliti berhubungan langsung dengan subjek penelitian untuk menggali data secara menyeluruh, dan kemudian akan dianalisis untuk dapat melihat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking.

42 29 B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal higher order thinking ini dilaksanakan di sekolah SMP Negeri 1 Purworejo tahun pelajaran 2016/2017. Untuk waktu penelitian ini tidak dapat ditentukan secara pasti karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang tidak ada generalisasi. Adapun rencana penelitian ini pada bulan Oktober Agustus 2017 dengan rincian sebagai berikut: No Kegiatan Bulan Perencanaan 2 Pelaksanaan 3 Analisis data Penyusunan 4 skripsi C. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang tepat, pemilihan sumber data dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal tertentu untuk memudahkan peneliti. Peneliti menggunakan purposive sampling dan bersifat snowball sampling sebagai teknik pengambilan subjek. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan subjek yang diambil tidak secara acak melainkan dengan pertimbangan tertentu. Menurut Sugiyono (2016: 53) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Purposive sampling merupakan cara peneliti menentukan informan kunci (seseorang yang benar-benar memahami dan mengetahui situasi objek peneliti) sesuai dengan tujuan dan kebutuhan peneliti. Pengambilan subjek

43 30 didasarkan pada kemampuan matematika sehari-hari di kelas dengan siswa berkemampuan matematika tinggi menurut keterangan (informasi/data) guru matematika yang bersangkutan dan dengan kriteria dapat mengkomunikasikan idenya secara jelas. Dalam penelitian ini guru sebagai informan kunci untuk menguatkan pemilihan subjek. Menurut Sugiyono (2016: 54) snowball sampling adalah teknik pengambilan sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data awal yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan. Sehingga jumlah sampel sumber data akan semakin besar. Hal tersebut akan terus berlanjut hingga tidak ada subjek yang memberikan data atau informai baru yang berarti. Jadi purposive sampling dan bersifat snowball sampling artinya pengambilan sampel sumber data awal ditentukan oleh peneliti atas berbagai pertimbangan dan kriteria tertentu, apabila sampel sumber data tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan maka peneliti mencari sumber data lagi sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan peneliti. D. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Widoyoko, 2012: 29). Sugiyono (2011: 219) mengungkapkan dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih mementingkan pandangan informan, yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dunia dari pendirianya. Peneliti tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk

44 31 mendapatkan data yang diinginkan. Sumber data dalam penelititian ini diperoleh langsung dari sumber asli, yaitu siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Purworejo. Data diperoleh langsung oleh peneliti dari hasil catatan lapangan, wawancara, dokumentasi dan pemberian soal dengan siswa kelas VIII yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal higher oreder thinking pada siswa. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Teknik tes (pemberian soal) Menurut Djemari dalam Widoyoko (2012: 57) tes merupakan salah satu cara untuk menafsirkan besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Pada penelitian ini peneliti memberikan metode pemberian tes (soal higher order thinking) pada siswa. Metode pemberian tes itu menggunakan instrumen berupa soal terbuka yang setiap soalnya dapat mengukur aspek kemampuan berpikir kreatif siswa. 2. Teknik Wawancara Menurut Moleong (2006: 186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara dalam penelitian ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk menemukan permasalahn yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

45 32 responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya sedikit/kecil. Stainback dalam Sugiyono (2016: 72) mengemukakan bahwa dengan wawancara, peneliti akan mengungkapkan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak berstruktur. Sugiyono (2016: 74) mengatakan bahwa wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Sehingga pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan dan pertanyaan akan dikembangkan serta disesuaikan sendiri ketika di lapangan. Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara berhadapan langsung dengan subjek penelitian. 3. Catatan Lapangan Catatan lapangan merupakan pengumpulan data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Hal ini dikarenakan ingatan orang bersifat terbatas sehingga perlu adanya catatan lapangan (Moleong, 2006: 153). Catatan lapangan dibuat oleh peneliti untuk menguatkan data wawancara dan pemberian soal. Dalam catatan lapangan, peneliti menuliskan hal-hal yang didengar, dilihat dan dialami dalam pengamatan yang dilakukan peneliti. Peneliti membuat catatan lapangan dari berbagai catatan yang diperoleh dari hasil pengamatan sehingga dapat diperoleh data sedetail mungkin. Jadi catatan lapangan ini digunakan untuk

46 33 merangkum segala aktivitas yang dilakukan subjek pada saat wawancara dan saat menyelesaikan soal higher order thinking. 4. Dokumentasi Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan sebagai pelengkap dari catatan lapangan dan wawancara untuk mendukung penelitian. Peneliti menggunakan media elektronik sebagai alat seperti kamera digital, handphone dll, yang akan memudahkan peneliti untuk memberikan dokumentasi yang dapat mendukung dan menguatkan data yang dikumpulkan oleh peneliti. Dokumentasi disini bisa berbentuk foto, video, hasil pekerjaan siswa dll, dengan dokumentasi juga memungkinkan peneliti mendapatkan data sekunder dari lingkup sekitar subjek penelitian. F. Instrumen Penelitian Menurut Sugiyono (2016: 59) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Sehingga instrumen utamanya adalah peneliti sendiri karena dalam penelitian kualitatif pada awal permasalahan belum jelas dan pasti. Selain itu, peneliti menggunakan instrumen lainnya berupa lembar soal dan garis besar dari pertanyaan wawancara. Hal tersebut digunakan sebagai pendukung dalam pengumpulan data pada saat penelitian. Untuk menguatkan keabsahan instrumen, maka instrumen penelitian tersebut divalidasi oleh dua orang validator yang ahli dalam bidangnya.

47 34 G. Teknik Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Menurut Sugiyono (2016: 89) analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangakan melalui hipotesis. Analisis data dalam kualitatif dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data. Dalam penelitian ini data didapat dari pemberian soal, catatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Model Miles & Huberman dalam Sugiyono (2016: 91), yaitu analisis dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Misalnya pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis belum cukup maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi hingga diperoleh data yang di anggap cukup. Langkah-langkah analisis data kualitatif adalah sebagai berikut: 1. Reduksi Data (Data reduction) Sugiyono (2016: 92) menjelaskan bahwa mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tema dan polanya. Artinya data yang diperoleh dirangkum dan dipilih sesuai kebutuhan peneliti. Selain itu, data yang diperoleh diidentifikasi kemudian disimpulkan. Jadi, setelah melalui tahap reduksi data, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

48 35 lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan. Dalam mereduksi data peneliti menggunakan teknik triangulasi, triangulasi yaitu penggabungan antara tes, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Teknik triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dari sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2016: 83). Dari daftar tersebut peneliti mulai memikirkan keterkaitan dari tema-tema yang didapat dari wawancara, catatan lapangan, dokumentasi sera pemberian tes. 2. Penyajian Data (Data display) Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman dalam Sugiyono (2016: 95) menyatakan the most frequent from of display data for qualitative research data in the past has been narrative text. Yang Paling sering dalam menyajikan data dalam bentuk kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang akan terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. 3. Penarikan Kesimpulan(Conclusion Drawing/ verification) Langkah selanjutnya menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2016: 99) adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan dalam

49 36 penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya belum terlihat jelas namun menjadi jelas setelah diteliti.

50 37 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang berjudul Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada beberapa siswa SMP Negeri 1 Purworejo tahun pelajaran 2016/2017. Adapun pengambilan data dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi dengan kriteria memiliki kemampuan matematika sehari-hari yang baik, serta dapat mengkomunikasikan idenya dalam pembelajaran matematika dikelas yang dipilihkan oleh guru matematika. Hal ini dilakukan karena guru lebih mengetahui kemampuan matematika siswa, sehingga ketika siswa mengerjakan soal higher order thinking yang berupa soal open ended dan diadakan wawancara akan mampu mengemukakan pendapatnya. Adapun pelaksanaan penelitian diawali dengan memberikan surat izin penelitian kepada kepala sekolah SMP Negeri 1 Purworejo pada tanggal 17 Mei 2017 dengan maksud untuk mendapatkan izin penelitian. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti bertemu dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII untuk mendiskusikan pelaksanaan penelitian. Melalui hasil diskusi tersebut didapat kesepakatan dengan guru mata pelajaran matematika bahwa penelitian dilaksanakan setelah Ujian Kenaikan Kelas (UKK) pada saat class meething. 37

51 38 Dalam pelaksanaan pengambilan data di lapangan, peneliti mengambil 8 siswa sebagai bakal calon subjek untuk mengerjakan soal higher order thinking. Dari 8 bakal calon subjek tersebut terpilih 6 calon subjek. Pengambilan data dimulai dari kelas VIII A pada hari Senin tanggal 12 Juni Diambil 2 bakal calon subjek yang telah dipilihkan oleh guru matematika untuk mengerjakan soal higher order thinking dan 2 bakal calon subjek tersebut terpilih menjadi calon subjek yang kemudian diwawancarai mengenai hasil pekerjaannya. Pada hari Selasa, tanggal 13 Juni 2017 peneliti kembali mengambil 2 bakal calon subjek dari kelas VIII B, kemudian dilakukan pengambilan data dengan cara yang sama. Namun hanya mendapatkan 1 data yang memenuhi penelitian peneliti. Selanjutnya pada hari Kamis, tanggal 15 Juni 2017 peneliti kembali lagi mengambil 2 bakal calon subjek dari kelas VIII C untuk mengadakan pengambilan data dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Dari kedua bakal calon subjek tersebut hasilnya hampir sama dengan calon subjek sebelumnya yang memenuhi penelitian peneliti, sehingga kedua bakal calon subjek tersebut termasuk dalam calon subjek penelitian. Kemudian hari Jumat tanggal 16 Juni 2017, peneliti mengambil 2 bakal calon subjek dari kelas VIII D dan hanya 1 data yang memenuhi penelitian. Dari 6 calon subjek yang diambil datanya dengan pertimbangan hasil tes dan wawancara, akhirnya peneliti memutuskan untuk mengambil 3 subjek saja yaitu Subjek Pertama (S1), Subjek Kedua (S2), dan Subjek Ketiga (S3) dengan teknik pengambilan subjek menggunakan

52 39 purposive sampling bersifat snowball sampling. Dari 6 calon subjek dirasa datanya sudah jenuh karena terdapat 3 subjek yang jawabannya hampir sama. Untuk mempermudah dalam analisis data serta untuk menjaga privasi subjek, maka peneliti memberikan inisial pada nama siswa sekaligus kelasnya. Dan inisial SHOT untuk soal higher order thinking. Berikut daftar subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Subjek S1 S2 S3 Tabel 2. Daftar Inisial Subjek Penelitian Inisial NK8A FC8C NFH8C Pengamatan tentang kemampuan berpikir kreatif dilakukan dengan memberikan soal higher order thinking kepada para subjek dan terdapat empat bentuk data dalam kegiatan penelitian yaitu dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, catatan lapangan, & dokumentasi. Empat bentuk data ini akan menjadi tolak ukur peneliti dalam menyimpulkan bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking. Berikut hasil pengamatan dari 3 subjek yang telah mengerjakan soal higher order thinkingdan telah diwawancarai, serta disajikan kembali soal higher order thinking untuk memperjelas analisis hasil pekerjaan subjek.

53 40 Gambar 2. Soal Higher Order Thinking Pada soal point 1a, subjek dituntut untuk dapat menentukan luas daerah yang diarsir yang disajikan dalam bentuk gambar. Untuk soal point 1b, subjek dituntut untuk dapat menentukan luas daerah yang diarsir menggunakan cara lain. a. Subjek Pertama (S1) NK8A Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian, berikut analisis data kemampuan berpikir kreatif S1 dalam menyelesaikan SHOT. 1) Jawaban Point 1a Berikut ini disajikan hasil pekerjaan S1 dalam mengerjakan soal point 1a yaitu menentukan luas daerah yang diarsir yang disajikan dalam bentuk gambar. * Gambar 3. Hasil Pekerjaan S1 Point 1a

54 41 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S1 mampu memahami soal yang diberikan dalam bentuk gambar karena terlihat dari jawaban yang diberikan sudah benar. S1 dapat menjawab point 1a dengan cara mencari luas keseluruhan yaitu luas persegi besar dengan 3 luas persegi kecil. Setelah itu mencari nilai dari luas masing-masing dan melakukan strategi pengurangan. Dalam memberikan jawaban S1 langsung pada perhitungan tanpa menuliskan rumusnya. S1 juga tidak tepat dalam memberikan satuan luas, tetapi jawaban yang diberikan S1 sudah benar sehingga memenuhi aspek kelancaran (tanda * pada Gambar 3) dalam menjawab.walaupun S1 tidak tepat dalam memberikan satuan luas, tetapi saat diwawancara S1 dapat melengkapi jawabannya. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara S1. P : Terus, bagaimana langkah-langkah kamu untuk mencari luas daerah yang diarsir? S1 : Kalau awalnya saya mencari luas keseluruhan dikurangi luas... tiga persegi yang kecil. P : Luas..? S1 : Seluruh dikurangi tiga persegi yang kecil. P : Coba jelaskan, kenapa kamu... berpikiran seperti itu? S1 : Emmm... jikadaerah yang diarsir ini (menunjuk gambar persegi kecil kanan bawah) digabungkan kesini (daerah putih persegi kecil kiri atas) akan menjadi utuh. Daerah yang diarsir ini (menunjuk gambar persegi kecil kanan atas) jika digabungkan kesini (daerah putih pada persegi kecil kiri atas) juga akan menjadi utuh. P : Jadi dari situ kamu dapatkan persegi? S1 : Iya. P : Coba jelaskan dari jawaban kamu ini! S1 : Emmm... luas keseluruhannya kan 16 x 16 = 256 cm 2, terus luasnya yang tidak diarsir 3 x luas persegi yang kecil ketemunya 192 cm. Luas arsirannya yaitu luas keseluruhan luas yang tidak diarsir, jadinya = 64 cm 2.

55 42 Berdasarkan cuplikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S1 mampu memahami gambar. Hal tersebut terlihat dari cara S1 yang menggabungkan daerah arsiran pada tiap persegi kecil menjadi satu kesatuan yang utuh, sehingga dapat menemukan kemungkinan penyelesaian yang harus digunakan untuk menjawab dengan benar. S1 juga mampu melengkapi jawabannya dan lancar dalam menjelaskan. Hal ini menunjukkan bahwa S1 memenuhi aspek kelancaran dalam menjawab pertanyaan. Walaupun masih terdapat kekurangan dalam menyebutkan satuan luas, akan tetapi dari jawaban secara tertulis sudah benar. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4. Catatan Lapangan S1 Saat Mengerjakan Point 1a Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwas1 dalam mengerjakan soal tampak memahami soal dengan cepat. S1 juga tampak ragu dengan jawaban pertamanya. Hal itu terlihat dari tindakan S1yang mencoret jawaban pertamanya. S1 dalam menjawab point 1a juga tampak berulang kali melihat gambar dan menunjuk gambar di soal. S1 juga terlihat menyelesaikan jawabannya dengan cara mencari Luas yang diarsir = L1

56 43 (persegi besar) L2 (3 persegi kecil) seperti yang ada pada hasil pekerjaan S1. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa S1 dapat menjawab point 1a dengan lancar. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S1 dapat memahami soal yang diberikan dalam bentuk gambar sehingga dapat menemukan kemungkinan penyelesaian yang harus digunakan. S1 juga dapat menjawab soal dengan benar dan dapat melengkapi jawabannya saat wawancara, serta lancar dalam menjelaskan jawabannya. Hal ini menunjukkan bahwa S1 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatifyaitu kelancaran. Selanjutnya aspek yang lain dapat dimunculkan oleh S1 melalui hasil pekerjaan berikut. ** Gambar 5. Hasil Pekerjaan S1 Point 1a Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S1 awalnya menjawab dengan cara mencari L1 yaitu luas persegi besar dan L2 yaitu lingkaran. Namun S1 mencoret jawaban tersebut dan menuliskan jawaban baru dengan tetap mencari L1 yaitu luas persegi besar dan mencari L2 yaitu 3 luas persegi

57 44 kecil. Hal ini menunjukkan bahwa S1 memenuhi aspek keaslian (tanda ** pada Gambar 5) karena terlihat pada jawaban S1 yang tidak mengaplikasikan konsep luas lingkaran. Jawaban S1 tersebut juga didukung dengan cuplikan hasil wawancara berikut. P : Kenapa kamu mencoret jawaban kamu ini (menunjuk pada jawaban yang dicoret)? S1 : Karena saya pikir terlalu sulit. P : Dari soal tersebut apakah pernah kamu jumpai sebelumnya? S1 : Pernah sih. P : Pernah, persis seperti ini? S1 : Tapi gambarnya beda. P : Terus dari cara yang kamu berikan ini, memang dari pemikiran kamu atau sudah pernah diajarkan guru? S1 : Belum, dari pemikiran sendiri. Berdasarkan cuplikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa menurut S1 cara penyelesaian yang pertama dituliskan terlalu sulit digunakan, sehingga S1 menggunakan caranya sendiri untuk menjawab tanpa mengaplikasikan konsep luas lingkaran. S1 juga belum pernah menjumpai ataupun mengerjakan soal tersebut dan penyelesaian yang diungkapkan belum pernah diajarkan oleh gurunya. Dari pemaparan tersebut menunjukkan bahwa S1 sudah memenuhi aspek keaslian dalam menjawab. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 6. Catatan Lapangan S1 Point 1a

58 45 Dari catatan lapangan di atasterlihat dengan jelas bahwa S1 dalam menjawabsoal tidak mengaplikasikan konsep yang berkaitan dengan luas lingkaran. Akan tetapi S1 tersebut menemukan cara tersendiri untuk menjawab yaitu dengan mengaplikasikan konsep lain sesuai dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan, maka dapat diketahui bahwa S1 menjawab point 1a menggunakan caranya sendiri dalam menjawab pertanyaan. Cara yang digunakan S1 juga tidak terkait dengan materi lingkaran. Hal ini menunjukkan bahwa S1 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu keaslian. 2) Jawaban point 1b Berikut disajikan hasil pekerjaan S1 dalam mengerjakan soal point 1b yaitu menentukan luas daerah yang diarsir menggunakan cara lain. *** Gambar 7. Hasil Pekerjaan S1 Point 1b Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S1 menjawab dengan cara menggambar terlebih dahulu, kemudian diungkapkan melalui perhitungan luas satu kotak persegi kecil dengan panjang sisi 8. S1 menganggap bahwa daerah arsiran disetiap persegi kecil jika dijadikan satu sama dengan luas

59 46 keseluruhan persegi. Hal ini menunjukkan bahwa S1 memunculkan aspek kelancaran kembali (tanda *** pada Gambar 7) karena dapat memberikan jawaban dengan benar dalam menjawab point 1b. Namun, S1 kurang tepat dalam menuliskan jawabannya karena yang dituliskan bukan luas persegi tetapi menuliskan contoh pada perhitungan 8 8 = 64 cm 2. Walaupun S1 tidak tepat dalam memberikan keterangan, tetapi ketika wawancara S1 dapat melengkapi jawabannya. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara S1. P : Terus adakah cara lain untuk mengerjakannya? S1 : Iya, sebenarnya tinggal menghitung luas persegi kecil, 8 x 8 (menunjuk hasil gambar subjek yang diarsir). P : Luas persegi itu rumusnya apa? S1 : Sisi x sisi. P : Ini kenapa kamu menuliskan contoh bukan luas? S1 : Tidak terpikirkan kesitu, kan sudah saya tuliskan lewat kalimat. Berdasarkan cuplikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S1 dapat melengkapi dan menjelaskan jawabannya dengan benar. Saat ditanya tentang rumus luas persegi S1 juga dapat menjelaskannya. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa S1 memenuhi aspek kelancaran dalam menjawab pertanyaan. S1 menjelaskan bahwa cara lain yang digunakan cukup dengan menghitung luas persegi kecil yang diarsir dengan ukuran panjang 8 8, sehingga mendapatkan hasil akhir 64 cm 2 yang sesuai dengan hasil pekerjaan S1. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 8. Catatan Lapangan S1 Saat Mengerjakan Point

60 47 Dari catatan lapangan di atas diketahui bahwa S1 dalam mengerjakan soal dengan memberikan gambar terlebih dahulu. Kemudian memberikan keterangan kalimat sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh S1 dan menghasilkan perhitungan dengan mengaplikasikan rumus luas persegi untuk mencari luas daerah yang diarsir. Hal ini menunjukkan bahwa S1 dapat menjawab point 1b dengan lancar. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S1 dapat menjawab soal dengan benar, dapat melengkapi jawabannya saat wawancara dan lancar dalam menjelaskan jawabannya. Hal ini menunjukkan bahwa S1 memunculkan kembali salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran. Selain aspek kelancaran, dari jawaban yang sama S1 pada Gambar 7 dan berdasarkan cuplikan hasil wawancara sebelumnya juga memunculkan aspek kemampuan berpikir kreatif yang lain. Hal tersebut ditunjukkan dari kemampuan S1 yang dapat memberikan ide lain dalam menjawab point 1b. S1 menjawab langsung dengan cara mencari luas persegi saja dan memberikan hasil akhir yang sama dengan point 1a yaitu 64 cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa S1 memenuhi aspek keluwesan (tanda *** pada Gambar 7) karena dapat memberikan cara yang berbeda dalam menentukan luas daerah yang diarsir. Dari catatan lapangan yang sama pada Gambar 8 juga diketahui bahwa S1 dapat memberikan cara yang berbeda dengan mencari luas persegi yang memiliki ukuran sisi 8 cm.

61 48 Sehingga memberikan perbedaan dalam menyelesaikan masalah yang sama yaitu sama-sama menentukan luas daerah yang diarsir. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S1 dapat memberikan cara yang berbeda dalam menjawab pertanyaan. Hal ini menunjukkan bahwa S1 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif lain yaitu keluwesan. Selanjutnya aspek yang lain dapat dimunculkan oleh S1 melalui hasil pekerjaan berikut. Gambar 9. Hasil Pekerjaan S1 Point 1b Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S1menjawab dengan menerapkan konsep luas persegi untuk mencari luas daerah yang diarsir. Serta mampu mengembangkan gagasannya dengan memberikan gambar untuk memperjelas jawabannya. Sehingga dari jawaban yang sama tersebut juga memunculkan aspek lain yaitu elaborasi. Aspek elaborasi muncul karena kemampuan S1 mampu menjawab soal dengan mengaplikasikan konsep lain untuk menjawab yaitu dengan konsep bangun datar. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut.

62 49 Gambar 10. Catatan Lapangan S1 Saat Mengerjakan Point 1b Dari catatan lapangan di atas terlihat dengan jelas bahwa S1 mengembangkan gagasannya dalam bentuk gambar dan memberikan daerah arsiran yang berbeda dari gambar pada soal. Kemudian diungkapkan dengan perhitungan luas persegi. Hal ini menunjukkan bahwa S1 memenuhi aspek elaborasi karena dapat menerapkan konsep lain dan mengembangkan gagasannya dalam menjawab. Dari hasil pekerjaandan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S1dapat mengembangkan gagasannya sehingga mampu mengaplikasikan berbagai konsep lain untuk menjawab pertanyaan.hal ini menunjukkan bahwa S1 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yang lain yaitu elaborasi. b. Subjek Kedua (S2)FC8C Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian, berikut analisis data kemampuan berpikir kreatif S2 dalam menyelesaikan SHOT. 1) Jawaban Point 1a Berikut disajikan hasil pekerjaan S2 dalam mengerjakan soal point 1a yaitu menentukan luas daerah yang diarsir yang disajikan dalam bentuk gambar.

63 50 Gambar 11. Hasil Pekerjaan S2 Point 1a Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S2 menjawab dengan cara memberikan keterangan kalimat pada jawabannya. Kemudian diungkapkan melalui perhitungan luas persegi yang memiliki panjang sisi 8 cm. Dalam menjawab S2 langsung pada perhitungan dan tidak menuliskan rumus luas persegi, tetapi jawaban yang diberikan sudah benar. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek kelancaran (tanda pada Gambar 11) karena mampu menjawab pertanyaan. Walaupun S2 tidak menuliskan rumus luas persegi, akan tetapi saat wawancara S2 dapat melengkapi jawabannya. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara S1. P : Bagaimana langkah-langkah kamu untuk mencari luas yang diarsir? S2 : Pertama, kalau saya mengerjakannya dilihat dulu gambarnya. Kan ini (menunjuk pada gambar yang diarsir) jika digabungkan jadi satu persegi kecil. P : Iya, terus? S2 : Terus, persegi kecil dihitung luasnya berapa. P : Coba jelaskan dari jawaban kamu! S2 : Ini kan mencari luas yang diarsir, keterangannya potonganpotongan yang ini (menunjukkan hasil gambar yang diberi anak panah) dijadikan satu maka menjadi persegi kecil yang diarsir. Kemudian menghitung luas persegi yang diarsir (menunjukkan hasil gambarnya), luas persegi kan= S 2, jadi 8 2 = 64 cm 2. P : Kenapa kamu tidak menuliskan S 2 dilembar jawab, padahal kamu menjelaskan S 2. S2 : Waktu saya melihat soalnya itu kan bentuknya persegi..., saya langsung berpikiran rumusnya S 2, jadi saya tidak menuliskannya, langsung jawabannya mba.

64 51 Berdasarkan petikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S2 mampu memahami gambar, melengkapi jawabannya dan lancar dalam menjelaskan. S2 menyelesaikan soal dengan cara menggabungkan daerah yang diarsir pada tiap persegi kecil menjadi satu persegi. Kemudian menentukan perhitungan luas persegi kecil. Dan ketika ditanya tentang rumus yang tidak dituliskan, alasannya karena terpikirkan dalam angan saja. Walaupun S2 tidak secara lengkap menuliskan rumusnya, tetapi S2 menjelaskannya saat wawancara. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek kelancaran dalam menjawab. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 12. Catatan Lapangan S2 Saat Menjawab Point 1a Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S2 dalam mengerjakan soal tampak pegang kepala saat memahami gambar. S2 terlihat menganalisa gambar dengan menunjuk-nunjuk gambar soal ketika menentukan daerah arsiran yang akan dihitung. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memahami gambar dengan cara dibayangkan. Setelah itu menjawab point 1a dengan memberikan keterangan kalimat yang mengarahkan pada pehitungan luas persegi serta memberikan hasil akhir yang benar yaitu 64 cm 2. Terlihat bahwa S2 dapat mengerjakan soal dengan lancar.

65 52 Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan hasil catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S2 dapat menjawab soal dengan benar, mampu melengkapi jawabannya saat wawancara dan lancar dalam menjelaskan. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran. Selanjutnya aspek yang lain dapat dimunculkan oleh S1 melalui hasil pekerjaan berikut. Gambar 13. Hasil Pekerjaan S2 Point 1a Dari gambar di atas diketahui bahwa S2 dalam mencari luas daerah yang diarsir yaitu dengan menggabungkan potongan-potongan yang diarsir menjadi sebuah persegi. Hal ini menunjukkan bahwa dari jawaban yang sama tersebut, selain memunculkan aspek kelancaran juga memunculkan aspek keaslian (tanda pada Gambar 13) karena terlihat dari ungkapan S2 saat pertama kali menjawab soal yang tidak mengaitkan konsep luas lingkaran. Serta didukung oleh cuplikan hasil wawancara berikut. P : Jawaban dan gambar kamu sudah benar. Untuk soal ini sudah pernah kamu jumpai sebelumnya? S2 : Belum. P : Belum sama sekali? S2 : Pernah lihat... (terlihat ragu) P : Pernah lihat, tapi berbeda dengan soal ini? S2 : Iya. P : Jawaban yang kamu berikan sudah pernah diajarkan guru atau dari pemikiran kamu sendiri? S2 : Dari pemikiran sendiri.

66 53 P : Ini kan soal tentang lingkaran, kenapa kamu menyelesaikannya dengan luas persegi? S2 : Karena daerah pada gambar persegiitu dilihat dulu, jika ada yang bisa dijadikan satu maka digabungkan dan jadi persegi. Berdasarkan cuplikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S2 belum pernah menjumpai ataupun mengerjakan soal tersebut. Saat mengerjakan soal, S2 mengetahui bahwa soal tersebut berkaitan dengan materi lingkaran, namun S2 mencari cara tersendiri untuk menjawab tanpa memperhatikan kaitannya soaldengan materi lingkaran. Dari pemaparan tersebut menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek keaslian karena mampu memberikan gagasannya sendiri dalam menjawab. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 14. Catatan Lapangan S2 Saat Menjawab Point 1a Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwa S2 dalam menjawabsoal dengan menghasilkan luas persegi untuk mencari luas daerah yang diarsir. S2 menemukan cara tersendiri untuk menjawab sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek keaslian dalam menjawab. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan, maka dapat diketahui bahwa S2menjawab point 1a menggunakan caranya sendiri yaitu dengan mengaplikasikan konsep luas bangun datar dalam menjawab pertanyaan. Cara yang digunakan S2 juga tidak terkait dengan materi lingkaran. Hal ini menunjukkan bahwa S2

67 54 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu keaslian. Aspek yang lainnya juga dimunculkan oleh S2 melalui hasil pekerjaan yang sama berikut. Gambar 15. Hasil Pekerjaan S2 Point 1a Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S2 menjawab dengan menerapkan konsep luas persegi untuk menentukan luas yang diarsir. Serta mampu mengembangkan gagasannya dengan gambar yang memiliki daerah arsiran baru dan berbeda dari gambar pada soal. Hal ini menunjukkan bahwa dari jawaban yang sama juga memunculkan aspek lain yaitu elaborasi, karena terlihat dari kemampuan S2 yang mampu mengaplikasikan konsep lain yaitu bangun datar. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 16. Catatan Lapangan S2Saat Mengerjakan Point 1a

68 55 Dari catatan lapangan di atas terlihat dengan jelas bahwa S2 menjawab dengan mencari luas daerah yang diarsir yaitu dengan L = 8 8 = 64 cm 2 dan mengembangkan gagasannya dalam bentuk gambar serta memberikan daerah arsiran baru dan berbeda dari gambar pada soal. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek elaborasi karena mampu menggunakan berngai konsep matematika dalam menjawab dan mengembangkan gagasannya untuk menjawab soal. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S1 dapat mengembangkan idenya sehingga mampu mengaplikasikan konsep lain untuk menjawab pertanyaan. Hal ini menunjukkan bahwa S1 juga memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif lain yaitu elaborasi. 2) Jawaban Point 1b Berikut disajikan hasil pekerjaan S2 dalam mengerjakan soal point 1b yaitu menentukan luas daerah yang diarsir menggunakan cara lain. Gambar 17. Hasil Pekerjaan S2 Point 1b Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S2 menjawab point 1b dengan mencari luas persegi ABCD luas 3 x persegi kecil. Setelah itu S2 mencari

69 56 nilai luas masing-masing, kemudian melakukan perhitungan dan melakukan strategi pengurangan sehingga mendapatkan hasil akhir 64 cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek kelancaran kembali danhasil jawaban yang diberikan sudah benar. Namun S2 tidak lengkap dalam menuliskan rumus luas persegi, akan tetapi dapat melengkapinya saat wawancara. Berikut cuplikan hasil wawancara S2. P : Jawaban kamu sudah benar Tyas. Terus adakah cara lain untuk menentukan luas yang diarsir? S2 : Ada. Cara lain itu, caranya kan bisa luas persegi yang besar ABCD 3 kali luas persegi kecilnya (sambil menunjuk gambar). P : Iya, terus? S2 : Lalu pertama kan dihitung dulu luas persegi ABCDnya berapa, luas persegi kecilnya berapa. Luas persegi ABCD, kalau sisi persegi kecil 8 berarti sisi persegi besar 8+8 = 16. Luas persegi tadi kan S 2 jadi 162= 256 cm 2. Tadi luas persegi kecilnya kan sudah ketemu 64 cm 2, jadi yaitu 256 (3 x 64) = = 64 cm 2. Berdasarkan cuplikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S2 menjawab dengan cara mencari luas persegi besar ABCD luas 3 persegi kecil. S2 juga mampu menjelaskan rumus luas persegi saat wawancara. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek kelancaran karena dapat menjawab dengan benar, melengkapi jawabannya, dan lancar dalam menjelaskan jawabannya. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 18. Catatan Lapangan S2 Saat Menjawab Point 1b

70 57 Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwa S2 menjawab dengan mencari L persegi ABCD L 3 persegi kecil dan memberikan hasil akhir yaitu 64 cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa S2 dapat menjawab point 1b dengan lancar. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S2 dapat menjawab soal dengan benar dan lancar dalam menjelaskan jawabannya. Hal ini menunjukkan bahwa S2kembali memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran. Selain aspek kelancaran, dari hasil pekerjaan yang sama pada Gambar 17 dan berdasarkan cuplikan hasil wawancara juga memunculkan aspek kemampuan berpikir kreatif yang lain. Hal tersebut ditunjukkan dari kemampuan S2yang dapat memberikanide lain dalam menjawab point 1b. S2 menjawab dengan cara mencari luas persegi besar ABCD luas 3 kali persegi kecil dan memberikan hasil akhir yang sama dengan point 1a yaitu 64 cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa S2 memenuhi aspek lain yaitu keluwesan (tanda pada Gambar 16) karena dapat memberikan cara yang berbeda dalam menentukan luas daerah yang diarsir. Dari catatan lapangan yang sama pada Gambar 18juga dapat diketahui bahwa S2 memberikancara yang berbeda dengan menuliskanluas persegi besar ABCD luas 3 kali persegi kecil. Sehingga memberikan perbedaan dalam menyelesaikan masalah yang sama yaitu sama-sama menentukan luas daerah yang diarsir.

71 58 Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S2 dapat memberikan cara yang berbeda dalam menjawab pertanyaan point 1b. Hal ini menunjukkan bahwa S2 juga memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif lain yaitu keluwesan. c. Subjek Ketiga (S3) NFH8C Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian, berikut analisis data kemampuan berpikir kreatif S3 dalam menyelesaikan SHOT. 1) Jawaban Point 1a Berikut disajikan hasil pekerjaan S3 dalam mengerjakan soal point 1ayaitu menentukan luas daerah yang diarsir yang disajikan dalam bentuk gambar. Gambar 19. Coretan S3 pada Gambar di Soal

72 59 Gambar 20. Hasil Pekerjaan S3 Point 1a Dari Gambar 19 di atas dapat diketahui bahwa S3 dapat memahami gambar dengan cara mencoret-coret gambar, sehingga mampu menemukan kemungkinan penyelesaian yang harus digunakan untuk menjawab. Pada Gambar 20 memperlihatkan bahwa S3 mengerjakan soal menggunakan cara yang diajarkan guru pada umumnya. S3 menjawab dengan cara menentukan luas tembereng + luas segitiga + (luas persegi luas juring). Setelah itu mencari luas masing-masing sesuai dengan apa yang diketahui, kemudian melakukan perhitungan. Dalam menuliskan jawaban S3 langsung pada perhitungan tanpa menuliskan rumusnya, tetapi S3 dapat menjawab dengan benar dan memenuhi aspek kelancaran dalam menjawab pertanyaan. Walaupun S3 tidak menuliskan rumusnya, akan tetapi pada saat wawancara dapat melengkapi jawabannya. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara S3. P : Nisa, memang tadi apa yang kamu pikirkan dari gambar, kenapa kamu mencoret coret gambar? S3 : Pertama saya bingung, karena baru pertama lihat soal ini. Saya mencoret gambar agar lebih memahami soal. P : Terus, bagaimana langkah-langkah kamu untuk menentukan luas daerah yang diarsir? S3 : Luas tembereng + luas segitiga sama ditambah luas persegi luas juring (menunjuk gambar soal yang dicoret-coret oleh subjek). P : Luas persegi luas juring (memastikan penjelasan subjek). Coba jelaskan dari jawaban kamu! S3 : Luas tembereng terus, nanti ketemunya 64 cm 2. P : Iya jawaban kamu sudah benar. Tapi, untuk luas persegi luas juring ini... coba tunjukkan dari gambar yang mana? S3 : Ini (menunjuk pada persegi kecil kanan bagian bawah). P : Ini luas persegi...?

73 60 S3 : Ini luas perseginya (menunjuk gambar yang diarsir) luas juring (daerah yang tidak diarsir pada persegi kecil kanan bawah). P : Ini luas juring atau luas lingkaran? S3 : Oh, lingkaran mba. P : Yang benar luas juring atau lingkaran? S3 : Namanya juring juga mb..., lingkaran itu juring. P : Nah disini kamu menuliskan luas tembereng memang dari luas tembereng sendiri rumusnya apa? S3 : Rumusnya luas juring luas segitiga. P : Luas juring sama luas segita sendiri apa? S3 : Luas juring itu, kalau segitiga ya alas tinggi. P : Kenapa kamu tidak menuliskan rumusnya? S3 : Karena memakan banyak waktu, terlalu lama. Berdasarkan petikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S3 dapat melengkapi jawabannya dan lancar dalam menjelaskan. S3 menyelesaikan soal dengan cara yang diajarkan guru pada umumnya yaitu berkaitandengan materi lingkaran. Setelah itu S3 melakukan perhitungan dari apa yang diketahui. Pada saat ditanya tentang kebenaran nama yaitu luas juring atau luas lingkaran, S3juga dapat menjelaskan bahwa luas juring juga sama dengan luas lingkaran,walaupun diawal menjawab terdapat keraguan, tetapi jawaban yang diungkapkan sudah benar.selain itu dalam menjawab juga tidak menuliskan rumus dari masing-masing luas yang diketahui. Ketika ditanya tentang rumus yang tidak dituliskan, alasannya karena memakan waktu terlalu lama dalam mengerjakan soal. Hal ini menunjukkan bahwa S3hanyasekedar membayangkan rumus yang diketahuinya. Tetapi saat diminta untuk menyebutkan rumusnya S3dapat menjawabnya dengan benar.sehingga S3 memenuhi aspek kelancaran

74 61 dalam menjawab. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 21. Catatan Lapangan S3 Saat Menjawab Point 1a Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwa S3dapat memahami gambar dengan cara mencoret-coret gambar pada soal. S3 tampak bingung dalam menganalisa gambar dan terlihat ragu karena mencoret jawabanya. Akan tetapi S3 dapat memberikan jawaban baru dengan cara yang diajarkan guru pada umumnya tentang materi lingkaran. Hal ini menunjukkan bahwa S3 dapat menjawab point 1b dengan lancar. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S3 dapat memahami gambar, menjawab soal dengan benar dan lancar dalam menjelaskan jawabanya. Hal ini menunjukkan bahwa S3 memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran.

75 62 Selanjutnya jika dilihat dari hasil pekerjaan yang sama, S3 dalam menjawab point 1a belum menunjukkanaspek kemampuan berpikir kreatif yang lain. 2) Jawaban point 1b Berikut disajikan hasil pekerjaan S3 dalam mengerjakan soal point 1b yaitu menentukan luas daerah yang diarsir menggunakan cara lain. Gambar 22. Hasil Pekerjaan S3 Point 1b Dari gambar di atasdapat diketahui bahwa S3 menjawab dengan cara mencari luas satu persegi kecil yaitu 8 8, sehingga menghasilkan hasil akhir 64 cm 2. Hasil pekerjaan S3 diatas menunjukkan aspek kelancaran kembali (tanda pada Gambar 21) karena terlihat dari jawaban yang diberikan oleh S3 juga benar. Walaupun S3 tidak secara lengkap menuliskan rumusnya, tetapi dapat melengkapi jawabannya saat wawancara. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara S3. P : Terus untuk menggunakan cara yang lain, dari jawaban kamu ada? S3 : Ada. P : Coba jelaskan dari jawaban kamu! S3 : Ini, kalau nanti yang diarsir digabungkan sama saja menjadi satu persegi kecil. P : Satu persegi kecil, dari gambar kamu ini ya...? S3 : Iya (sambil menganggukkan kepala).

76 63 P : Jadi berapa luas yang kamu dapatkan? S3 : Luasnya sisi sisi, jadi 8 8 = 64 cm 2. Berdasarkan cuplikan hasil wawancara di atas, terbukti bahwa S3dapat melengkapi jawabannya dan lancar dalam menjelaskan. S3 menjawab dengan cara mencari luas satu persegi kecil yang memiliki panjang sisi 8 cm, sehingga jawaban yang dihasilkan sudah benar. Hal ini menunjukkan bahwa S3 memenuhi aspek kelancaran kembali. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 23. Catatan Lapangan S3 Saat Mengerjakan Point 1b Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwa S3 dalam mengerjakan soal memberikan gambar terlebih dahulu, sehingga dapat menentukan kemungkinan penyelesaian yang harus digunakan untuk menjawab. Kemudian memberikan keterangan kalimat sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh S3 dan menghasilkan perhitungan dengan mengaplikasikan rumus luas persegi untuk mencari luas yang diarsir. Hal ini menunjukkan bahwa S3 dapat menjawab point 1b dengan lancar. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S3dapat menjawab soal dengan benar dan lancar dalam menjelaskan jawabannya.dan menunjukkan bahwa S3kembali memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran.

77 64 Selain aspek kelancaran, dari hasil pekerjaan yang sama pada Gambar 22 dan berdasarkan cuplikan hasil wawancara yang dilakukan juga memunculkan aspek kemampuan berpikir kreatif yang lain. Hal tersebut ditunjukkan dari kemampuan S3dapat memberikanide lain dalam menjawab point 1b. S3 menjawab langsung dengan cara mencari luas persegi saja dan memberikan hasil akhir yang sama dengan point 1a yaitu 64 cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa dari jawaban yang samajuga memunculkan aspek keluwesan (tanda pada Gambar 21) karena dapat memberikan cara yang berbeda dalam menentukan luas daerah yang diarsir. Dari catatan lapangan yang sama pada Gambar 23juga dapatdiketahui bahwa S3 dapat memberikancara yang berbeda dengan menghitung luas persegi yang memiliki ukuran sisi 8 cm. Sehingga memberikan perbedaan dalam menyelesaikan masalah yang sama yaitu sama-sama menentukan luas daerah yang diarsir. Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S3 dapat memberikan cara yang berbeda dalam menjawab pertanyaan point 1b. Hal ini menunjukkan bahwa S3 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif lain yaitu keluwesan. Aspek yang lain juga dapat dimunculkan oleh S3 melalui hasil pekerjaan berikut.

78 65 Gambar 24. Hasil Pekerjaan S3 Point 1b Darigambar di atas diketahui bahwa S3 dalam mencari luas daerah yang diarsir yaitu dengan menghitung luas persegi. Hal ini menunjukkan bahwa dari jawaban yang sama juga memunculkan aspek keaslian (tanda pada Gambar 26) karena terlihat pada ungkapan yang diberikan S3 yang tidak terkait dengan materi lingkaran. Hal tersebut didukung oleh cuplikan hasil wawancara berikut. P : Jawaban kamu sudah benar. Nah untuk soal ini apakah sudah pernah kamu jumpai sebelumnya? S3 : Belum (sambil mengelengkan kepala). P : Terus jawaban kamu ini, memang hasil dari pemikiran kamu sendiri atau sudah pernah kamu ungkapkan sebelumnya? S3 : Iya baru ini. Berdasarkan petikan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa S3belum pernah menjumpai soal tersebut. S3 menjawab sesuai dengan apa yang ada dalam pemikirannya sesuai dengan jawaban S3. Hal ini menunjukkan bahwa dari jawaban yang sama S3 juga memenuhi aspek lain yaitu keaslian. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 25. Catatan Lapangan S3 Saat Menjawab Point 1a Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwa S3 dalam menjawabsoal dengan mengaplikasikan konsep bangun datar yaitu luas persegi untuk mencari luas daerah yang. S3 menemukan cara tersendiri untuk menjawab dengan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya.

79 66 Dari hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang dilakukan, maka dapat diketahui bahwa S3 menjawab point 1b dengan caranya sendiri yaitu mengaplikasikan konsep persegi dalam menjawab pertanyaan. Cara yang digunakan S3 juga tidak terkait dengan materi lingkaran. Hal ini menunjukkan bahwa S3 sudah memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif lain yaitu keaslian. Selanjutnya aspek yang lain dimunculkan oleh S2 melalui hasil pekerjaan berikut. Gambar 26. Hasil Pekerjaan S3 Point 1b Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa S3menerapkan konsep luas persegi untuk menentukan luas yang diarsir, serta memberikan gambar untuk memperjelas jawabannya. Sehingga dari jawaban yang sama juga memunculkan aspek elaborasi, karena terlihat dari jawaban S3 yang mengerjakan soal dengan mengaplikasikan konsep lain yaitu bangun datar dan mampu mengembangkan gagasannya. Adapun data yang diperoleh melalui catatan lapangan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 27. Catatan Lapangan S3 Saat Mengerjakan Point 1b

80 67 Dari catatan lapangan di atas dapat diketahui bahwa S3 mengembangkan gagasannya dalam bentuk gambar dan memberikan daerah arsiran berupa persegi yang berbeda dari gambar pada soal. Kemudian diungkapkan dengan mencari luas daerah yang diarsir dengan mencari luas persegi. Hal ini menunjukkan bahwa S3 memenuhi aspek elaborasi karena mampu menggunakan konsep lain dan mengembangkan gagasannya dalam menjawab. Dari hasil pekerjaan dan catatan lapangan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa S3 dapat mengembangkan idenya sehingga mampu mengaplikasikan konsep lain untuk menjawab pertanyaan. Hal ini menunjukkan bahwa S3 juga memenuhi salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu elaborasi. B. Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas mengenai deskripsi kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking pada materi lingkaran. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada S1, S2, dan S3 dengan kategori memiliki kemampuan matematika sehari-hari tinggi secara umum sudah memenuhi empat indikatorkemampuan berpikir kreatif, sehingga ketiga subjek memenuhi empat aspek kemampuan berpikir kreatif. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang kemampuan berpikir kreatif yang dicapai oleh ketiga subjek dalam menyelesaikan SHOT berdasarkan hasil pekerjaan, hasil wawancara, dan catatan lapangan yang telah dilakukan.

81 68 Pada indikator pertama yaitu lancar dalam mengemukakan penyelesaian masalah dalam menjawab SHOT untuk menentukan nilai dari luas daerah yang diarsir yang disajikan dalam bentuk gambar bahwa ketiga subjek mampu menjawab soal dengan benar. Ketiga subjek dalam menjawab soal sama-sama mencari nilai dari luas daerah yang diarsir dan memberikan cara penyelesaian yang berbeda tetapi memunculkan substansi yang sama dalam menjawab. Dalam menjawab soal ketiga subjek mampu memahami gambar, sehingga dapat menentukan penyelesaian yang harus digunakan untuk menjawab soal. Ketika menuliskan jawabannya, ketiga subjek tidak secara lengkap menuliskan rumusnya, namun ketika diwawancara mampu melengkapi dan menjelaskan jawabannya. Hal tersebut juga sama dilakukan oleh ketiga subjek saat menentukan luas daerah yang diarsir dengan cara lain.ketiga subjek juga menjawab dengan benar dan memberikan gambar dengan daerah arsiran baruagar jawaban yang diberikan semakin jelas dan cara penyelesaian yang diberikan juga berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga subjek lancar dalam menjawab soal karena mampu mengungkapkan kemungkinan solusi yang diperlukan untuk menjawab masalah yang sama yaitu sama-sama mencari luas daerah yang diarsir. Seperti yang diungkapkan oleh Munandar dalam Gufron & Risnawati (2016: 106) yang menyatakan kelancaran berpikir merupakan kemampuan untuk mencetuskan banyak gagasan, jawaban, atau penyelesaian masalah, memberikan banyak cara dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Sehingga dapat diketahui bahwa aspek kelancaran ditunjukkan oleh

82 69 kemampuan ketiga subjek dalam menemukan solusi masalah dalam menjawab. Selanjutnya, pada indikator kedua yaitu memberikan cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah, dapat diketahui bahwa ketiga subjek mampu menunjukkan cara lain dengan pendekatan yang berbeda dari jawaban point 1a. Hal tersebut terjadi karena ketiga subjek mampu menemukan ide lain untuk mencari luas daerah yang diarsir, sehingga cara penyelesaian yang diberikan untuk menjawab kedua point berbeda, namun tetap memberikan hasil akhir yang sama. Sehingga ketiga subjek telah menunjukkan aspek keluwesan karena kemampuannya dalam mengidentifikasikan dua kemungkinan penyelesaian masalah dengan sudut pandang yang berbeda. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Olson dalam Nurlaela & Ismayati (2015: 49) bahwa keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan masalah. Pada indikator ketiga yaitu menemukan cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah, terlihat dari jawaban yang diberikan ketiga subjek saat mencari luas daerah yang diarsir yang tidak berkaitan dengan materi lingkaran. Saat menjawab soal, ketiga subjek mampu menggali kembali pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya untuk dikembangkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga subjek memenuhi aspek keaslian karena menggunakan caranya sendiri dalam menjawab. Munandar dalam Gufron & Risnawati (2016:106) mengatakan

83 70 bahwa keaslian berpikir merupakan kemampuan untuk melahirkan ide-ide yang baru. Baru dalam penelitian ini bukan berarti harus sesuatu yang benarbenar baru, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Munandar dalam Ali & Asrori (2005: 41) bahwa baru dikatakan sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga subjek dalam menjawab soal telah mampu menemukan caranya sendiri tanpa terikat dengan cara yang biasanya diajarkan guru dengan cara mengeksplorasi pengetahuan yang dimilikinya. Sedangkan pada indikator keempat yaitu menggunakan berbagai konsep matematika untuk menyelesaikan masalah, bahwa ketiga subjek dapat menunjukkan hal tersebut dengan memberikan gambar dengan daerah arsiran baru dan kemudian diungkapkan melalui perhitungan dengan konsep luas bangun datar. Sehingga ketiga subjek memenuhi aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu elaborasi karena kemampuannya dalam menggabungkan daerah arsiran pada tiap persegi kecil menjadi sesuatu bentuk baru yaitu persegi. Munandar dalam Grufron & Risnawati (2016: 106) mengatakan bahwa elaborasi berpikir merupakan kemampuan untuk memperkaya atau mengembangkan suatu gagasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek elaborasi ditunjukkan oleh kemampuan ketiga subjek dalam menciptakan suatu hal menjadi bentuk baru yang koheren.

84 71 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking dengan kategori siswa berkemampuan matematika tinggi dapatmencapai empat aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran ditunjukkan oleh kemampuan menemukan solusi masalah. Keluwesan ditunjukkan oleh kemampuan mengidentifikasi dua kemungkinan penyelesaian masalah dengan sudut pandang yang berbeda.keaslian ditunjukkan oleh kemampuan mengeksplorasi pengetahuan yang dimilikinya,dan elaborasi ditunjukkan oleh kemampuan menciptakansuatu halmenjadi bentuk baru yang koheren. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi siswa, hendaknya lebih banyak mengasah kemampuan berpikir kreatifnya dalam menyelesaikan soal-soal tingkat tinggi. Sehingga kemampuan berpikir kreatifnya semakin meningkat dan mampu mengembangkan idenya dalam menyelesaikan soal. 2. Bagi guru matematika, hendaknya mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga dapat menentukan metode pembelajaran yang efektif. Selain itu, sebaiknya guru lebih 71

85 72 memotivasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya dalam menyelesaikan permasalahan matematika. 3. Bagi peneliti lanjutnya, untuk lebih teliti dalam menentukan jenis penelitian, kajian teori, dan rumusan masalah agar dapat menghasilkan hasil penelitian yang matang dan lebih baik. Selain itu perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat kemampuan berpikir kreatif.

86 73 DAFTAR PUSTAKA Alhaddad, I Perjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika. Vol. 2, No. 2. ISSN: X. Diakses dari unkhair.ac.id/index.php/deltaphi, pada tanggal 30 Maret Ali, M. & Asrori, M Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Djauhari, R. A Analisis Buku Siswa Matematika SMP Ruang Lingkup Statistika dengan Kesesuaian Unsur-unsur Karakteristik Berpikir Kreatif. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY ISBN Diakses dari semnasmatematika/sites/seminar.uny...semnasmatematika/.../pm121.pdf, pada tanggal 30 November Fardah, D. K Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika melalui Tugas Open-Ended. Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif. Vol. 3, No. 2. ISSN: Diakses dari view/2616, pada tanggal 18 Oktober Fitriarosah, N Pengembangan Instrumen Berpikir Kreatif Matematis untuk Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang. Volume 1. ISSN: X. Diakses dari 105, pada tanggal 8 Januari Ghony, M. D & Almanshur, V Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Ghufron, M. N. & Risnawati, S. R Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: Ar- Ruzz Media. Giani, dkk Analisis Tingkat Kognitif Soal-Soal Buku Teks Matematika Kelas VII Berdasarkan Taksonomi Bloom. Volume 2, No. 2. Diakses dari pada tanggal 28 Agustus Kamus Besar Bahasa Indonesia [Online]. Berpikir. Diakses dari pada tanggal 8 Februari

87 74 King, L. A Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika. Lestari, K. E. & Yudhanegara, M. R Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: Refika Aditama. Mahmudi, A Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Makalah Disajikan pada Konferensi Nasional Matematika XV UNIMA Manado, 30 Juni 3 Juli Diakses dari pada tanggal 9 April Moleong, L. J Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Munandar, U Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nurlaela, L. & Ismayati, E Strategi Belajar Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Ombak. Permendiknas Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, No. 23 Tahun Diakses dari pdf, pada tanggal 18 Oktober Prasetiyo, A. D & Mubarokah, L Berpikir Kreatif Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Berdasar Masalah Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1. ISSN: Diakses dari pada tanggal 30 Juli Sani, A. H Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan Saintifik dan Kaitannya dengan Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY ISBN: Diakses dari semnasmatematika/sites/seminar.uny.ac.id.semnasmatematika/files/bann er/pm-9.pdf, pada tanggal 9 April Setiawan, H. dkk Soal Matematika dalam Pisa Kaitannya dengan Literasi Matematika dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember. Diakses dari pada tanggal 30 April 2017.

88 75 Siswono, T. Y. E Konstruksi Teoritik Tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurnal pendidikan, Forum Pendidikan & Ilmu Pengetahuan. Volume 2. Diakses dari citations?user=ioiq8cqaaaaj, pada tanggal 29 Maret Solso, R. L. dkk Psikologi Kognitif: Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suhandoyo, G. & Wijayanti, P Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thingking ditinjau dari Adversity Quotient (AQ). Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3, No. 5. ISSN: Diakses dari /article/22571/30/article.pdf pada tanggal 13 Maret Suma, K. dkk Pengembangan Keterampilan Berpikir Divergen Melalui Pemecahan Masalah Matematika-Sains Terpadu Open-Ended Argumentatif. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKHA No. 4. ISSN Diakses dari img_item/ 920.doc, pada tanggal 10 April Susanto, A Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Widoyoko, S. E. P Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yusuf, A. M Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.

89 Lampiran

90 77

91 Lampiran 2 78

92 Lampiran 3 79

93 80

94 Lampiran 4 81

95

96

97

98

99 Lampiran 7 86

100 Lampiran 8 87

101 Lampiran 9 88 Hasil coretan siswa

102 Lampiran Hasil Wawancara S1 P : Nama panggilanya siapa? S1 : Nurul. P : Tadi kan kamu sudah mengerjakan soal yang saya berikan. Dari soal tersebut, informasi apa yang kamu dapatkan? Coba jelaskan! S1 : Panjang sisi persegi kecil 8 cm (sambil menunjuk gambar). P : Terus, bagaimana langkah-langkah kamu untuk mencari luas daerah yang diarsir? S1 : Kalau awalnya saya mencari luas keseluruhan dikurangi luas... tiga persegi yang kecil. P : Luas..? S1 : Seluruh dikurangi tiga persegi yang kecil. P : Coba jelaskan, kenapa kamu berpikiran seperti itu? S1 : Emmm... jika daerah yang diarsir ini (menunjuk gambar persegi kecil kanan bawah) digabungkan kesini (daerah putih persegi kecil kiri atas) akan menjadi utuh. Daerah yang diarsir ini (menunjuk gambar persegi kecil kanan atas) jika digabungkan kesini (daerah putih pada persegi kecil kiri atas) juga akan menjadi utuh. P : Jadi dari situ kamu dapatkan persegi? S1 : Iya... P : Coba jelaskan dari jawaban kamu ini. S1 : Emmm... luas keseluruhan kan 16 x 16 = 256 cm 2, terus luas yang tidak diarsir 3 x luas persegi kecil ketemunya 192 cm. Luas arsirannya yaitu luas keseluruhan luas yang tidak diarsir, jadinya = 64 cm 2. P : Terus adakah cara lain untuk mengerjakannya? S1 : Iya, sebenarnya kan tinggal menghitung luas persegi kecil, 8 x 8 (menunjuk hasil gambar subjek yang diarsir). P : Luas persegi itu rumusnya apa? S1 : Sisi x sisi. P : Ini kenapa menuliskan contoh bukan luas? S1 : Tidak terpikiran kesitu, kan sudah saya tuliskan lewat kalimat. P : Saya lihat kamu menggambar ditengah-tengah saat mengerjakan soal, kenapa tidak diawal? S1 : Karena biar lebih jelas saat menjawab pertanyan b. P : Dari soal yang saya berikan, apakah pernah kamu jumpai sebelumnya? S1 : Pernah sih. P : Pernah, persis seperti ini? S1 : Tapi gambarnya beda. P : Terus dari cara yang kamu berikan ini, memang dari pemikiran kamu atau sudah pernah diajarkan guru? S1 : Belum, dari pemikiran sendiri.

103 90 Lampiran 11 Hasil Wawancara S2 P : Nama panggilannya siapa? S2 : Tyas. P : Tyas, dari soal tersebut informasi apa yang kamu dapatkan? Coba jelaskan! S2 : Informasi yang didapatkan yaitu setiap sisi dari persegi kecil panjangnya 8 cm. P : Bagaimana langkah-langkah kamu untuk mencari luas yang diarsir? S2 : Pertama, kalau saya mengerjakannya itu dilihat dulu gambarnya. Kan ini (menunjuk pada gambar yang diarsir) jika digabungkan menjadi satu persegi kecil. P : Iya, terus? S2 : Terus, iya itu persegi kecil dihitung luasnya berapa. P : Coba jelaskan dari jawaban kamu! S2 : Ini kan mencari luas yang diarsir, keterangannya potongan-potongan yang ini (menunjukkan hasil gambar yang diberi anak panah) dijadikan satu maka menjadi persegi kecil yang diarsir. Kemudian menghitung luas persegi yang diarsir (menunjukkan hasil gambarnya), luas persegi = S 2, jadi 8 2 = 64 cm 2. P : Kenapa kamu tidak menuliskan S 2 dilembar jawab, padahal kamu mampu menjelaskan S 2. S2 : Waktu saya melihat soalnya, daerah yang diarsir dapat menjadi persegi..., saya langsung kepikiran rumusnya S 2, jadi saya tidak menuliskannya, langsung jawabannya mba. P : Terus adakah cara lain untuk menentukan luas ini (menunjuk gambar)? S2 : Ada. Cara lain itu, luas persegi yang besar ABCD 3 kali luas persegi kecilnya. P : Iya, terus? S2 : Lalu pertama kan dihitung dulu luas persegi ABCDnya berapa, luas persegi kecilnya juga. Luas persegi ABCD, kalau sisi persegi kecil 8 berarti sisi persegi besar 8+8 = 16. Luas persegi tadi kan S 2 jadi 16 2 = 256 cm 2. Tadi luas persegi kecilnya 64 cm 2, selanjutnya 256 (3 x 64), jadi = 64 cm 2. P : Terus apa alasan kamu memberikan gambar tyas? S2 : Biar lebih jelas mba jawabannya. P : Untuk soal ini sudah pernah kamu jumpai sebelumnya? S2 : Belum. P : Belum sama sekali? S2 : Pernah lihat (agak ragu). P : Pernah lihat, tapi berbeda dengan soal ini? S2 : Iya. P : Jawaban yang kamu berikan sudah pernah diajarkan guru atau dari pemikiran kamu sendiri? S2 : Dari pemikiran sendiri. P : Ini kan soal tentang lingkaran, kenapa kamu menyelesaikannya dengan konsep luas persegi? S2 : Karena daerah pada gambar persegi yang diarsir dilihat dulu, kalau ada yang bisa dijadikan satu maka digabungkan dan jadi persegi.

104 91 Lampiran 12 Hasil Wawancara S3 P : Nama panggilannya siapa? S3 : Nisa. P : Nisa, dari soal tersebut informasi apa yang kamu dapatkan? S3 : Persegi kecil dengan ukuran 8 cm, terus persegi besarnya 16 cm. P : 16 cm itu dari mana? S3 : P : Dari panjang ukuran apa? S3 : Persegi kecil. P : Nisa, memang tadi apa yang kamu pikirkan dari gambar, kenapa kamu mencoret coret gambar? S3 : Pertama saya bingung, karena baru pertama lihat soal ini. Saya mencoret gambar agar lebih memahami soal. P : Terus, bagaimana langkah-langkah kamu untuk menentukan luas daerah yang diarsir? S3 : Luas tembereng + luas segitiga + luas persegi luas juring (menunjuk gambar soal yang dicoret-coret oleh subjek). P : Luas persegi luas juring (memastikan penjelasan subjek). Coba jelaskan dari jawaban kamu!. S3 : Luas tembereng terus, nanti ketemunya 64 cm 2. P : Iya jawaban kamu sudah benar. Tapi, untuk luas persegi luas juring ini... coba tunjukkan dari gambar yang mana? S3 : Ini...(menunjuk pada persegi kecil kanan bagian bawah). P : Ini luas persegi...? S3 : Ini luas perseginya (menunjuk gambar yang diarsir) luas juring (daerah yang tidak diarsir pada persegi kecil kanan bawah). P : Ini luas juring atau luas lingkaran? S3 : Oh, lingkaran mba... P : Yang benar luas juring atau lingkaran? S3 : Namanya juring juga mb... lingkaran itu juring. P : Juring juga, oh ya udah. S3 : Iya mba... P : Nah disini kamu menuliskan luas tembereng memang dari luas tembereng sendiri rumusnya apa? S3 : Rumusnya luas juring luas segitiga. P : Luas juring sama luas segita sendiri apa? S3 : Luas juring itu, kalau segitiga ya alas tinggi. P : Kenapa kamu tidak menuliskan rumusnya? S3 : Karena memakan banyak waktu, terlalu lama. P : Saya lihat tadi kamu menuliskan luas diarsir = 8 kamu hapus? 8 = 64 cm 2, terus kenapa

105 S3 : Karena saya masih ragu dengan jawaban itu. P : Jadi kamu dengan jawaban itu masih ragu, terus kamu menuliskan jawaban yang baru. S3 : Iya. P : Terus untuk menggunakan cara yang lain, dari jawaban kamu ada? S3 : Ada. P : Coba jelaskan dari jawaban kamu! S3 : Ini, kalau nanti yang diarsir digabungin nanti sama aja jadi persatu, satu persegi kecil. P : Satu persegi kecil, dari gambar kamu ini ya...? S3 : Iya (menganggukan kepala). P : Jadi berapa luas yang kamu dapatkan? S3 : Luanya sisi sisi, jadi 8 8 = 64 cm 2. P : Jawaban kamu sudah benar ya... Nah untuk soal ini apakah sudah pernah kamu jumpai sebelumnya? S3 : Belum (sambil mengelengkan kepala). P : Belum, jadi belum pernah diajarkan dari guru? S3 : Belum. P : Terus jawaban kamu ini, memang hasil dari pemikiran kamu sendiri atau sudah pernah kamu tuangkan sebelumnya? S3 : Iya baru ini. 92

106 Lampiran 13 93

107 Lampiran 14 94

108 Lampiran 15 95

109 Lampiran 16 96

110 Lampiran 17 97

111 Lampiran 18 98

112 Lampiran 19 99

113 Lampiran

114 101

115 Lampiran DOKUMENTASI FOTO S1 Saat Mengerjakan SHOT S1 Saat Diwawancara S2 Saat Mengerjakan SHOT

116 103 S2 Saat Diwawancara S3 Saat Mengerjakan SHOT S2 Saat Diwawancara

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi.

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED Dian Nopitasari Universitas Muhammadiyah Tangerang, Jl. Perintis Kemerdekaan 1/33, d_novietasari@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP Lisliana, Agung Hartoyo, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: lisliana05@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN 2615-1421 FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal. 06-10 ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH OPEN-ENDED PADA MATERI BANGUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi saat sekarang ini berkembang sangat pesat. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

Key Words: creative thinking, open ended problems. Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember 41

Key Words: creative thinking, open ended problems. Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember 41 TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VIII DI SMP NEGERI 6 JEMBER, SMP AL FURQAN 1, SMP NEGERI 1 RAMBIPUJI, DAN SMP PGRI 1 RAMBIPUJI Nurul Hidayati Arifani 40, Sunardi 41, Susi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN: BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASAR MASALAH MATEMATIKA (STUDENT S CREATIVE THINKING IN THE APPLICATION OF MATHEMATICAL PROBLEMS BASED LEARNING) Anton David Prasetiyo Lailatul

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA Titik Sugiarti 1, Sunardi 2, Alina Mahdia Desbi 3 Abstract.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : LAKSMI PUSPITASARI K4308019

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar Amidi Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Munandar, 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan intelektual dalam bidang

Lebih terperinci

PROFIL SISWA SMP DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN LITERASI MATEMATIS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) TESIS

PROFIL SISWA SMP DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN LITERASI MATEMATIS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) TESIS PROFIL SISWA SMP DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN LITERASI MATEMATIS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia adalah

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI OLEH: YENNY PUTRI PRATIWI K4308128 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR ARTIKEL PENELITIAN Oleh: NURHIDAYATI NIM F04209007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Berpikir adalah suatu keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai suatu kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Berpikir Kreatif Kreatif merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Umumnya orang menghubungkan kreatif dengan sesuatu

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP Anggun Rizky Putri Ulandari, Bambang Hudiono, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, tidak terlepas dari peran matematika sebagai salah ilmu dasar. Perkembangan yang sangat cepat itu sebanding

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Proses berpikir kreatif berhubungan erat dengan kreativitas. Setiap manusia pada dasarnya memiliki kreativitas, namun

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar SITI RUSMINAH A

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar SITI RUSMINAH A PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SMS (SERIUS MENGERJAKAN SOAL) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI MANGGUNG 2 NGEMPLAK BOYOLALI TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan menyediakan lingkungan bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan menyediakan lingkungan bagi peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum bertujuan menyediakan lingkungan bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal. Sehingga dapat mewujudkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MENGGUNAKAN POP UP BOOK DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE MATERI GEOMETRI BANGUN RUANG DI KELAS IV SEKOLAH DASAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1) Berpikir Kreatif Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membuat hubungan yang baru dan lebih berguna dari informasi yang telah kita ketahui sebelumnya. Sehingga

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pemecahan Masalah Matematis Setiap individu selalu dihadapkan pada sebuah masalah dalam kehidupan sehari harinya. Mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat; meliputi struktur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali baru atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah penting. Hal ini merujuk pada kebutuhan era global dimana sumberdaya manusia Indonesia

Lebih terperinci

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu komponen penting dalam mentransformasi pengetahuan, keahlian, dan nilai-nilai akhlak dalam pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

Kiky Floresta et al., Pelevelan Adversity Quotient (AQ) Siswa...

Kiky Floresta et al., Pelevelan Adversity Quotient (AQ) Siswa... 1 Pelevelan Adversity Quotient (AQ) Siswa Kelas VII F SMP Negeri 10 Jember dalam Memecahkan Masalah Matematika Sub Pokok Bahasan Persegi Panjang dan Segitiga dengan Menggunakan Tahapan Wallas (Levelling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. 1

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sering kali diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. 1 Pendidikan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8 PURWOKERTO (Ditinjau dari Domain Kecerdasan McKenzie)

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8 PURWOKERTO (Ditinjau dari Domain Kecerdasan McKenzie) DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8 PURWOKERTO (Ditinjau dari Domain Kecerdasan McKenzie) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya yang penting dilakukan karena dengan pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Tuntutan dalam dunia pendidikan telah mengalami banyak perubahan.

BABI PENDAHULUAN. Tuntutan dalam dunia pendidikan telah mengalami banyak perubahan. BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan dalam dunia pendidikan telah mengalami banyak perubahan. Paradigma baru pendidikan lebih menekankan kepada peserta didik sebagai manusia aktif dan kreatif

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN SOAL CERITA DALAM MATEMATIKA KELAS III SDN MOJOREJO 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Menurut Munandar (1999:47), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi Berpikir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA POKOK BAHASAN PELUANG

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA POKOK BAHASAN PELUANG Jurnal Edumath, Volume 3 No. 2, (2017) Hlm. 155-163 ISSN Cetak : 2356-2064 ISSN Online : 2356-2056 IDENTIFIKASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA POKOK BAHASAN PELUANG Rahma Faelasofi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA Dini Hardaningsih 1, Ika Krisdiana 2, dan Wasilatul Murtafiah 3 1,2,3 Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP PGRI Madiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu pula

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL STRUKTUR ALJABAR II

ANALISIS KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL STRUKTUR ALJABAR II ANALISIS KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL STRUKTUR ALJABAR II NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011). 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir adalah kecakapan menggunakan akal menjalankan proses pemikiran/kemahiran berfikir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan pilar dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Teknologi (IPTEK) merupakan salah satu faktor penunjang yang penting

BAB I PENDAHULUAN. dan Teknologi (IPTEK) merupakan salah satu faktor penunjang yang penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa adalah berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan baik. Dewasa ini Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lebih terperinci

Oleh : Fitri Arif Kholidah A

Oleh : Fitri Arif Kholidah A PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA PADA MATERI BANGUN RUANG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING (PTK pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 7 Sukoharjo Tahun 2016/2017) Skripsi Diajukan untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEDIA PERMAINAN MATEMATIKA KARTU CERDAS TANGKAS BILANGAN ROMAWI DI KELAS IV SEKOLAH DASAR

PENGEMBANGAN MEDIA PERMAINAN MATEMATIKA KARTU CERDAS TANGKAS BILANGAN ROMAWI DI KELAS IV SEKOLAH DASAR PENGEMBANGAN MEDIA PERMAINAN MATEMATIKA KARTU CERDAS TANGKAS BILANGAN ROMAWI DI KELAS IV SEKOLAH DASAR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian dari Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Supardi Uki S (2012: 248), siswa hanya diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Supardi Uki S (2012: 248), siswa hanya diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlu disadari bahwa selama ini pendidikan formal hanya menekankan perkembangan yang terbatas pada ranah kognitif saja. Sedangkan perkembangan pada ranah afektif

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 11 YOGYAKARTA SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 11 YOGYAKARTA SKRIPSI ANALISIS KESALAHAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 11 YOGYAKARTA SKRIPSI Oleh: Dapimahanani NPM. 12144100063 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN :

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN : MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN : 2301-9085 PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OPEN-ENDED DENGAN TAHAP CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang mendorong para peserta didik untuk mendapatkan prestasi terbaik. Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus tak putus dari generasi ke generasi di manapun di dunia ini. Sasaran pendidikan ialah manusia

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPAYA MENINGKATKAN SIKAP KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI KOPERASI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT MELALUI METODE DISKUSI BERBANTUAN MEDIA KARTU KATA DI KELAS IVA SD NEGERI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PROGRAM PEMBINAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA SUKOSARI KECAMATAN KUNIR KAB

HUBUNGAN ANTARA PROGRAM PEMBINAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA SUKOSARI KECAMATAN KUNIR KAB UNIVERSITAS J E M B E R HUBUNGAN ANTARA PROGRAM PEMBINAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA SUKOSARI KECAMATAN KUNIR KAB. LUMAJANG TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi berbagai tantangan serta mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi Mapel. Kreatif pada Tingkat 4 (Sangat Kreatif)

BAB V PEMBAHASAN. A. Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi Mapel. Kreatif pada Tingkat 4 (Sangat Kreatif) BAB V PEMBAHASAN A. Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi Mapel Lingkaran 1. Siswa dengan Kemampuan Matematika Tinggi Memiliki Tingkat Berpikir Kreatif pada Tingkat 4 (Sangat Kreatif) Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 IMPLEMENTASI PENDEKATAN OPEN-ENDED PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAJAR GENJANG DAN BELAH KETUPAT KELAS VIIA SEMESTER GENAP SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan

Lebih terperinci

PROFIL PEMECAHAN MASALAH BERBENTUK OPEN-ENDED BERDASARKAN TAHAPAN POLYA PADA SISWA SMP NEGERI 5 SALATIGA DALAM MATERI LINGKARAN

PROFIL PEMECAHAN MASALAH BERBENTUK OPEN-ENDED BERDASARKAN TAHAPAN POLYA PADA SISWA SMP NEGERI 5 SALATIGA DALAM MATERI LINGKARAN PROFIL PEMECAHAN MASALAH BERBENTUK OPEN-ENDED BERDASARKAN TAHAPAN POLYA PADA SISWA SMP NEGERI 5 SALATIGA DALAM MATERI LINGKARAN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TERHADAP SIKAP RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG DI KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1 KEBANGGAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 Berkaitan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 Berkaitan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang diterapkan dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE LEARNING STARTS WITH A QUESTION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPS SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KALASAN SKRIPSI

PENERAPAN METODE LEARNING STARTS WITH A QUESTION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPS SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KALASAN SKRIPSI PENERAPAN METODE LEARNING STARTS WITH A QUESTION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPS SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KALASAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

ISMIYATI MARFUAH S

ISMIYATI MARFUAH S PROSES BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR KELAS IX B SMP NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 TESIS Disusun untuk

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIK MATEMATIS DITINJAU DARI TES POTENSI AKADEMIK (TPA) SISWA SMP ISTIQOMAH SAMBAS PURBALINGGA

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIK MATEMATIS DITINJAU DARI TES POTENSI AKADEMIK (TPA) SISWA SMP ISTIQOMAH SAMBAS PURBALINGGA DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIK MATEMATIS DITINJAU DARI TES POTENSI AKADEMIK (TPA) SISWA SMP ISTIQOMAH SAMBAS PURBALINGGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

TINGKAT KOGNITIF REVISI TAKSONOMI BLOOM PADA SOAL-SOAL DALAM BUKU TEKS MATEMATIKA SMP

TINGKAT KOGNITIF REVISI TAKSONOMI BLOOM PADA SOAL-SOAL DALAM BUKU TEKS MATEMATIKA SMP TINGKAT KOGNITIF REVISI TAKSONOMI BLOOM PADA SOAL-SOAL DALAM BUKU TEKS MATEMATIKA SMP Dina Wahyu Purwanti; Budiyono; Puji Nugraheni Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi peserta didik melalui kegiatan pengajaran. Menurut Sugiyono (2013:42) pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menyebutkan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEPRIBADIAN TIPE EKSTROVERT DAN INTROVERT SISWA SMP KELAS VII

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEPRIBADIAN TIPE EKSTROVERT DAN INTROVERT SISWA SMP KELAS VII ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEPRIBADIAN TIPE EKSTROVERT DAN INTROVERT SISWA SMP KELAS VII SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 PANDANARUM PADA MATERI KESEBANGUNAN DAN KEKONGRUENAN

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 PANDANARUM PADA MATERI KESEBANGUNAN DAN KEKONGRUENAN ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 PANDANARUM PADA MATERI KESEBANGUNAN DAN KEKONGRUENAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOGNITIF SISWA KELAS X SMAN 1 NGEMPLAK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOGNITIF SISWA KELAS X SMAN 1 NGEMPLAK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOGNITIF SISWA KELAS X SMAN 1 NGEMPLAK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SUHU DAN KALOR SKRIPSI OLEH : FRISKA AMBARWATI K2311029 FAKULTAS

Lebih terperinci

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel Siti Gia Syauqiyah Fitri, Vina Septifiana

Lebih terperinci