PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2013"

Transkripsi

1 PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2013

2 SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO Puji syukur kepada Allah Subhanahuwata ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 dapat diterbitkan. Disadari sepenuhnya bahwa penyusunan profil kesehatan ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena proses pengumpulannya belum sepenuhnya memanfaatkan sara elektronik/teknologi informasi. Atas terbitnya buku Profil Kesehatan Tahun 2013, kami memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, terutama kepada Seksi Data, Informasi, Kajian, Evaluasi dan Pelaporan yang telah menjadi koordinator dalam penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak, baik lintas program maupun lintas sektor terkait yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo. Di tahun mendatang, kiranya Buku Profil Kesehatan dapat terbit lebih awal dengan memuat data dan informasi yang berkualitas, serta tetap memperhatikan kedalaman analisa dan konsistensi datanya, sehingga buku Profil Kesehatan ini dapat dijadikan rujukan penting dan utama dalam proses manajemen pembangunan kesehatan khususnyadi Kabupaten Situbondo. Semoga Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik institusi pemerintah, institusi swasta, organisasi profesi, mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya. Kritik dan saran semua pihak selalu kami harapkan guna penyempurnaan profil kesehatan di masa mendatang. Situbondo, April 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO Drs. ABU BAKAR ABDI, Apt, M.SiI PEMBINA TINGKAT I / IVb NIP Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sistematika Penyajian... 2 BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SITUBONDO 2.1 Keadaan Geografis Wilayah Administrasi Kependudukan Perekonomian Pendidikan Data Umum Organisasi Struktur Organisasi... 9 BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 3.1 Angka Kematian (Mortalitas) Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Bayi (AKB) Morbiditas Penyakit Menular Langsung Penyakit Menular Bersumber Binatang Penyakit menular yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) Status Gizi Masyarakat Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Status Gizi Balita Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 ii

4 3.4 Gambaran Penyakit di Puskesmas BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 4.1 Pelayanan Kesehatan Dasar Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Pelayanan Keluarga Berencana Penjaringan Kesehatan Kelas 1 SD dan Sederajat Pelayanan Imunisasi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila (Usia Lanjut) Kunjungan Pelayanan Kesehatan Dasar Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Khusus Ketersediaan Obat Kejadian Luar Biasa dan Keracunan Makanan Perbaikan Gizi Masyarakat Kurang Energi dan Protein (KEP) Pencegahan dan Penanggulangan GAKY Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi Pemberian Kapsul Vitamin A pada Bayi, Anak Balita dan Ibu Nifas Cakupan ASI Eksklusif Perilaku Masyarakat Penyuluhan Kesehatan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Pelayanan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar Rumah Sehat Tempat Umum Pengelolaan Makanan Institusi Yang Dibina Kesehatan Lingkungannya Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 iii

5 4.8.4 Sarana Air Bersih (SAB) dan Air Minum Saranan Sanitasi Dasar BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 5.1 Sarana Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya Rumah Sakit dan Balai Pengobatan/Klinik Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Tenaga Kesehatan Anggaran Kesehatan BAB VI PENUTUP LAMPIRAN Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Peta Kabupaten Situbondo... 4 Gambar 2.2 Piramida Penduduk Menurut Golongan Umur Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 2.3. Angka Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s.d Gambar 2.4 Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 2.5 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Gambar 3.1 Sebaran Kematian Ibu Di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 3.2 Trend Angka Kematian Ibu Tahun Gambar 3.3 Penyebab Kematian Ibu Maternal di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 3.4. Trend Angka Kematian Bayi Tahun Gambar 3.5. Case Detection Rate (CDR) TB Paru Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun Gambar 3.6. Case Detection Rate (CDR) TB Paru Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Gambar 3.7. Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Gambar 3.8 Cakupan Pneumonia Balita Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun Gambar 3.9. Trend Kasus DBD di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d Gambar 3.10 Sebaran Kasus Filariasis di Kabupaten Situbondo Sampai Dengan Tahun Gambar 3.11 Trend Kasus Campak di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 v

7 Gambar Perkembangan Perkembangan Penyakit Difteri di Kabupaten Situbondo tahun 2008 s.d Gambar 3.13 Trend Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 3.14 Trend Penemuan Kasus AFP di Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s.d Gambar 3.15 Sebaran kasus BBLR di Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun Gambar 3.16 Trend Kasus BBLR Di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d Gambar 3.17 Penyebab Kematian Neonatal di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 3.17 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.2 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.3 Trend Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.4 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.5 Trend Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s.d Gambar 4.6 Peta Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani Di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.7 Trend Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani Di Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s/d Gambar 4.8. Cakupan Pelayanan Nifas Per Kecamatan di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.9. Cakupan Kunjungan Neonatus Lengkap Di Kabupaten Situbondo Tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 vi

8 Gambar 4.10 Peta Cakupan Neonatal Komplikasi Ditangani Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.11 Peta Cakupan Kunjungan Bayi Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.12 Peta Cakupan Pelayanan Anak Balita Kabupaten Situbondo Tahun Gambar Cakupan Penjaringan Kesehatan Kelas 1 SD dan Sederajat Menurut Kecamatan Tahun Gambar Cakupan Desa/Kelurahan UCI (Universal Child Imunization) Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.15 Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.16 Hasil Program UKGS (Pemeriksaan Gigi) di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.17 Trend Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila Tahun 2010 s.d Gambar 4.18 Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap Puskesmas di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.19 Trend Kunjungan Rawat Jalan Dan Rawat Inap Rumah Sakit Di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.20 Persentase Ketersediaan Obat Di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.21 Status Gizi Balita Berdasarkan indeks BB/U di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.22 Trend Balita BGM Berdasarkan indeks BB/U di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.23 Trend Kasus Gizi Buruk Berdasarkan Indeks BB/TB di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.24 Trend D/S Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 4.25 Cakupan D/S Per Kecamatan Di Kabupaten Situbondo Tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 vii

9 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3. Trend Pencapaian Pemberian Fe1 dan Fe3 Di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Bayi, Anak Balita Dan Ibu Nifas Tahun Cakupan Rumah Tangga Sehat Di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 Sampai Dengan Cakupan Kunjungan Pasien Masyarakat Miskin Di Pelayanan Kesehatan Dasar Tahun 2010 s.d Cakupan Akses Air Bersih dan Air Minum Per Kecamatan Di Kabupaten Situbondo Tahun Cakupan Sanitasi Dasar Per Kecamatan Di Kabupaten Situbondo Tahun Strata Posyandu di Kabupaten Situbondo Tahun Perkembangan Desa Siaga aktif di Kabupaten Situbondo Tahun Perkembangan SDM kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2012 dan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 viii

10 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Pencapaian Indikator Program Pengendalian Penyakit Kusta di Kabupaten Situbondo Tahun Tabel 3.2. Capaian Program Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Tabel 4.1 Hasil Pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB) di Kabupaten Situbondo Tahun Tabel 4.2 Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit di Kabupaten Situbondo Tahun Tabel 5.1 Jumlah Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten Situbondo Tahun Tabel 5.2 Rekapitulasi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenis Tenaga dan Rasio per.000 Penduduk di kabupaten Situbondo Tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 ix

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10A Lampiran 11A Lampiran 12 Lampiran 13 Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Rasio Beban Tanggungan, Rasio Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Berusia 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kecamatan Jumlah Kelahiran Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kematian Bayi dan Balita Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kematian Ibu Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan Jumlah Kasus AFP (Non Polio) dan AFP Rate (Non Polio) Menurut Kecamatan Jumlah Kasus Baru TB dan Kematian Penderita TB Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Suspek dan Kasus TB serta Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kasus dan Kesembuhan TB Paru BTA+ Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Penemuan Kasus Pneumonia Balita Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 x

12 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24A Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Jumlah Kasus Baru HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual Lainnya Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Persentase Donor Darah Diskrining Terhadap HIV Menurut Jenis Kelamin Kasus Diare yang Ditangani Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kasus Baru Kusta Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kasus Baru Kusta 0-14 Tahun dan Cacat Tingkat 2 Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kasus dan Angka Prevalensi Penyakit Kusta Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kasus DBD Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Kesakitan dan Kematian Akibat Malaria Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Penderita Filariasis Ditangani Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Bayi Berat Badan Lahir Rendah Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Status Gizi Balita Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Menurut Kecamatan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 xi

13 Lampiran 29 Lampiran 30 Lampiran 31 Lampiran 32 Lampiran 33 Lampiran 34 Lampiran 35 Lampiran 36 Persentase Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil Menurut Kecamatan Jumlah Ibu Hamil yang Mendapatkan Table Fe1 dan Fe3 Menurut Kecamatan Jumlah dan Persentase Komplikasi Kebidanan dan Neonatal Risiko Tinggi atau Komplikasi Ditangani Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi, Anak Balita dan Ibu Nifas Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Proporsi Peserta KB Aktif Menurut Jenis Kontrasepsi Menurut Kecamatan Proporsi Peserta KB Baru Menurut Jenis Kontrasepsi Menurut Kecamatan Jumlah Peserta KB Baru dan KB Aktif Menurut Kecamatan Cakupan Kunjungan Neonatus Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Lampiran 37 Cakupan Kunjungan Bayi Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Lampiran 38 Lampiran 39 Lampiran 40 Lampiran 41 Lampiran 42 Lampiran 43 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Menurut Kecamatan Cakupan Imunisasi DPT, HB dan Campak pada Bayi Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Imunisasi BCG dan Polio pada Bayi Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Bayi yang Diberi ASI Eksklusif Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Pemberian Makanan Pendamping ASI Anak Usia 6-23 Bulan Keluarga Miskin Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pelayanan Anak Balita Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 xii

14 Lampiran 44A Lampiran 45 Lampiran 46 Lampiran 47 Lampiran 48 Lampiran 49 Lampiran 50 Lampiran 51 Lampiran 52 Lampiran 53 Lampiran 54 Lampiran 55 Lampiran 56 Lampiran 56A Jumlah Balita Ditimbang Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra Lansia dan Lansia Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Persentase Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat (Gadar) Level I Jumlah Penderita dan Kematian pada KLB Menurut Jenis KLB Desa/Kelurahan Terkena KLB yang Ditangani < 24 Jam Menurut Kecamatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak SD dan Setingkat Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Jumlah Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Kabupaten Situbondo Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar Menurut Jenis Jaminan, Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pelayanan Rawat Jalan Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) Menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pelayanan Rawat Jalan Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) Menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan yang Dicakup Melalui Program Jamkesda Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 xiii

15 Lampiran 57 Lampiran 57A Lampiran 58 Lampiran 59 Lampiran 60 Lampiran 61 Lampiran 62 Lampiran 63 Lampiran 64 Lampiran 65 Lampiran 66 Lampiran 67 Lampiran 68 Lampiran 69 Cakupan Pelayanan Rawat Inap Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) Menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan Cakupan Pelayanan Rawat Inap Masyarakat Miskin (dan Hampir Miskin) Menurut Strata Sarana Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kecamatan yang Dicakup Melalui Program Jamkesda Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap dan Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan Angka Kematian Pasien Di Rumah Sakit Kabupaten Situbondo Indikator Kinerja Pelayanan Di Rumah Sakit Kabupaten Situbondo Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat Menurut Kecamatan Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan Persentase Rumah/Bangunan Bebas Jentik Nyamuk Aedes Menurut Kecamatan Persentase Keluarga Menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan per Kecamatan Persentase Keluarga Menurut Sumber Air Minum yang Digunakan per Kecamatan Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Menurut Kecamatan Persentase Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Menurut Kecamatan Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya Menurut Kecamatan Ketersediaan Obat Menurut Jenis Obat Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 xiv

16 Lampiran 70 Lampiran 71 Lampiran 72 Lampiran 73 Lampiran 74 Lampiran 75 Lampiran 76 Lampiran 77 Lampiran 78 Lampiran 79 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan Persentase Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Laboratorium dan Memiliki 4 Spesialis Dasar Jumlah Posyandu Menurut Strata per Kecamatan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Menurut Kecamatan Jumlah Tenaga Medis di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Bidan/Keperawatan di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Kefarmasian dan Gizi di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Teknisi Medis dan Fisioterapi di Sarana Kesehatan Anggaran Kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 xv

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), disebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia adalah memperoleh manfaat, mendapatkan dan atau merasakan derajat kesehatan setinggi-tingginya, sehingga Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan tidak hanya berpihak pada kaum tidak punya, namun juga berorientasi pada pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Dari 8 (delapan) agenda pencapaian MDGs, 5 (lima) di antaranya merupakan bidang kesehatan, yakni terdiri dari memberantas kemiskinan dan kelaparan (Tujuan 1); menurunkan angka kematian anak (Tujuan 4); meningkatkan kesehatan ibu (Tujuan 5); memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (Tujuan 6) dan melestarikan lingkungan hidup (Tujuan 7). Untuk mendukung keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tersebut, salah satunya dibutuhkan adanya ketersediaan data dan informasi yang akurat bagi proses pengambilan keputusan dan perencanaan program. Selain itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 17 Ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada Pasal 168 juga menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor, dengan ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

18 Peraturan Pemerintah. Sedangkan pada pasal 169 disebutkan pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu produk dari penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan adalah Profil Kesehatan Kabupaten yang diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian program. Profil Kesehatan merupakan salah satu indikator dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun , yakni tersedianya buku Profil Kesehatan Indonesia, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dengan kata lain, penyusunan Profil Kesehatan disusun secara berjenjang, dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan serta data/informasi lainnya yang menggambarkan kinerja sektor kesehatan di suatu wilayah, baik pemerintah maupun swasta selama satu tahun. Akhirnya dengan pembangunan yang intensif, berkeninambungan dan merata, serta didukung dengan data/informasi yang tepat, maka diharapkan pembangunan di bidang kesehatan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Kabupaten Situbondo. 1.2 SISTEMATIKA PENYAJIAN Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013 terdiri dari beberapa bagian, yakni sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan Profil Kesehatan dan sistematika dari penyajiannya. Bab 2 : Gambaran Umum Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Provinsi Jawa Timur meliputi keadaan geografis, data kependudukan dan informasi umum lainnya. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

19 Bab 3 : Situasi Derajat Kesehatan Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan, angka harapan hidup dan status gizi masyarakat. Bab 4 : Situasi Upaya Kesehatan Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Bab 5 : Situasi Sumber Daya Kesehatan Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, anggaran kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya. Bab 6 : Penutup Lampiran Data Profil Kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

20 BAB 2 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SITUBONDO 2.1. KEADAAN GEOGRAFIS Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang cukup dikenal dengan sebutan Daerah Wisata Pantai Pasir Putih. Kabupaten Situbondo terletak di posisi antara Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan batas wilayah: Sebelah utara : Selat Madura Sebelah timur : Selat Bali Sebelah selatan : Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi Sebelah barat : Kabupaten Probolinggo Gambar 2.1. Peta Kabupaten Situbondo Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

21 Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km² atau Ha, dan bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 150 Km. Pantai utara umumnya merupakan dataran rendah dan di sebelah selatan merupakan dataran tinggi dengan rata-rata lebar wilayah kurang lebih 11 km. Dari 17 kecamatan yang ada, diantaranya terdiri dari 13 kecamatan memiliki pantai dan 4 kecamatan tidak memiliki pantai, yaitu Kecamatan Sumbermalang, Kecamatan Jatibanteng, Kecamatan Situbondo, dan Kecamatan Panji. Temperatur daerah ini lebih kurang diantara 25,8-29,8 C dengan ratarata curah hujan sebesar 994 mm mm per tahunnya sehingga daerah ini tergolong daerah kering. Kabupaten Situbondo berada pada ketinggian m di atas permukaan air laut. (Sumber : Draft Profil Kabupaten Situbondo 2010) 2.2. WILAYAH ADMINISTRASI Wilayah administrasi di Kabupaten Situbondo terbagi menjadi : Kecamatan : 17 wilayah Desa/Kelurahan : 132 Desa/4 Kelurahan Dusun/Lingkungan : 660 dusun/lingkungan Rukun Warga (RW) : RW Rukun Tetangga (RT) : RT Jumlah desa terbanyak berada di Kecamatan Panji, yaitu sebanyak 12 desa dan yang paling sedikit jumlah desa di Kecamatan Banyuputih, yaitu sebanyak 5 desa. Sedangkan 4 kelurahan berada di Kecamatan Situbondo (2 kelurahan) dan Kecamatan Panji (2 kelurahan). Dari 136 desa yang ada, 33 desa diantaranya tergolong wilayah perkotaan dan 103 wilayah pedesaan. (Sumber : Draft Profil Kabupaten Situbondo 2010) 2.3. KEPENDUDUKAN Data kependudukan merupakan salah satu data pokok yang sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena penduduk selain merupakan obyek juga merupakan subyek pembangunan. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

22 Berdasarkan hasil Proyeksi BPS Kabupaten, jumlah penduduk Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 mencapai jiwa yang terdiri dari penduduk laki laki dan penduduk perempuan. Angka Kepadatan penduduk Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah 403 jiwa/km2. Dari jumlah penduduk yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, tiga kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Panji ( jiwa), Kecamatan Besuki ( jiwa) dan Kecamatan Banyuputih ( jiwa). Sedangkan tiga kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Jatibanteng ( jiwa), Kecamatan Banyuglugur ( jiwa), dan Kecamatan Mlandingan ( jiwa). Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur Kabupaten Situbondo Tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut. Gambar 2.2 Piramida Penduduk Menurut Golongan Umur Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: BPS Situbondo Dari grafik piramida di atas diketahui bahwa komposisi penduduk terbesar adalah kelompok umur tahun (8,11%) dan kelompok umur tahun (7,9%). Sedangkan komposisi penduduk paling sedikit adalah kelompok umur tahun (4,47%) dan kelompok umur tahun (5,56%). (Data Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

23 kependudukan lebih detail dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 2 dan 3) PEREKONOMIAN Angka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Situbondo selama lima tahun terakhir cenderung meningkat. Angka Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Situbondo tahun 2011 sebesar 6,31%, sedangkan di tahun 2012 mampu mencapai 6,54%. Di tahun 2013 nilai pertumbuhan ekonomi Kabupaten Situbondo kembali meningkat menjadi 6,87%.Hal ini menunjukkan kondisi perekonomian yang mulai meningkat. Perumbuhan ekonomi Kabupaten Situbondo tahun 2009 s.d 2013 disajikan pada Gambar 2.3 berikut. Gambar 2.3. Angka Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s.d Sumber : BPS Situbondo Dukungan struktur ekonomi di Situbondo yang paling dominan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (36,75%), diikuti sektor pertanian (29,99%), sektor jasa dan Industri Pengolahan. Penyumbang terbesar ketiga dan keempat adalah sector industry pengolahan dan jasa-jasa masing-masing 9,33% dan 8,48%. Sektor yang paling kecil distribusinya bagi perekonomian Kabupaten Situbondo adalah sektor listrik, gas dan air bersih (Sumber : Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Situbondo Tahun 2013). Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

24 2.5. PENDIDIKAN Berdasarkan jenjang pendidikan yang dimatkan, sebagian besar penduduk Kabupaten Situbondo adalah tamatan Sekolah Dasar/Sederajat (28,47%) dan angka melek hurufnya sebesar 79,43%, meningkat 1,19% dari tahun sebelumnya. Berikut ini disajikan diagram Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 2.4 Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Kabupaten Situbondo Tahun 2011 Sumber: BPS Situbondo 2.6. DATA UMUM ORGANISASI Peraturan Bupati nomor 58 tahun 2010 tentang Uraian Tugas dan Fungsi, Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo menyebutkan bahwa Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Dinas yang dibantu oleh 1 (satu) Sekretaris dan 4 (empat) Kepala Bidang. Setiap bidang membawahi 3 (tiga) Kepala Seksi sesuai dengan bidangnya. Sedangkan Sekretaris dibantu oleh 3 (tiga) Kepala Sub Bagian. a. Kepala Dinas b. Sekretariat, membawahi: 1. Sub Bagian Umum 2. Sub Bagian keuangan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

25 3. Sub Bagian Perencanaan dan Anggaran c. Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat dan Kemitraan, membawahi; 1. Seksi Promosi Kesehatan dan UKBM 2. Seksi Pembiayaan Kesehatan 3. Seksi Gizi Masyarakat d. Bidang Pembinaan Sumber Daya Kesehatan, membawahi; 1. Seksi Pengembangan Pemberdayaan SDM Kesehatan 2. Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan 3. Seksi Data, Informasi, Kajian, Evaluasi dan Pelaporan e. Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, membawahi; 1. Seksi Pengamatan dan Pengendalian Penyakit 2. Seksi pemberantasan Penyakit 3. Seksi Penyehatan Lingkungan f. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi; 1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Penunjang 2. Seksi Pelayanan kesehatan Rujukan dan Khusus 3. Seksi Pelayanan Kesehatan Keluarga. g. Unit Pelaksana Teknis Dina (UPTD) terdiri dari; 1. Puskesmas 17 unit 2. Gudang Farmasi Kesehatan (GFK) 1 unit 3. Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) 1 unit 2.7. STRUKTUR ORGANISASI Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang kesehatan, Dinas Kesehatan memiliki struktur organisasi sebagai berikut : Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

26 Gambar 2.5. STRUKTUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO KEPALA DINAS KESEHATAN FUNGSIONAL FUNGSIONAL SEKRETARIAT SUB BAG UMUM SUB BAG PERENCANAAN & ANGGARAN SUB BAG KEUANGAN BIDANG PEMBERDAYAAN KES. MASYARAKAT & KEMITRAAN BIDANG PEMBINAAN SUMBER DAYA KESEHATAN BIDANG PENYAKIT & PENYEHATAN LINGKUNGAN BIDANG PELAYANAN KESEHATAN SEKSI PROMOSI KESEHATAN & UKBM SEKSI PENGEMBGN & PEMBERDAYAAN SDM. KES SEKSI PENGENDALIAN & PENGAMATAN PENYAKIT SEKSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR & PENUNJANG SEKSI PEMBIAYAAN KESEHATAN SEKSI KEFARMASIAN & PERBEKALAN KES. SEKSI PEMBERANTASA N PENYAKIT SEKSI PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN & KHUSUS SEKSI GIZI MASYARAKAT SEKSI DATA, INFORMASI, KAJIAN, EVALUASI & PELAPORAN SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN SEKSI PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA UPTD : PUSKESMAS, GFK, dan Labkesda Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

27 Untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2015 seperti telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Situbondo tahun pada misi kedua Meningkatkan kualitas SDM melalui pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan ketrampilan serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yaitu; 1) meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat, 2) Meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit dan puskesmas, 3) Meningkatnya pelayanan terhadap pasangan usia subur, 4) terpenuhinya kebutuhan pelayanan KB dan menurunnya angka kematian pada kelahiran dan dengan mempertimbangkan perkembangan masalah serta berbagai kecenderungan masalah kesehatan ke depan maka ditetapkan Visi Dinas Kesehatan Situbondo adalah : MASYARAKAT SITUBONDO YANG MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT Visi tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan bahwa kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup sehat merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan di Situbondo. Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi dimana masyarakat Situbondo menyadari, mau, dan mampu untuk mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi kesehatan di seluruh wilayah Kabupaten Situbondo, yang bertanggung jawab secara teknis terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten Situbondo. Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat misi yang diemban oleh seluruh jajaran/petugas kesehatan di masing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu: Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

28 1. Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dan kemitraan dalam pelayanan kesehatan masyarakat 2. Mewujudkan, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau 3. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dan meningkatkan upaya pengendalian penyakit serta penanggulangan masalah kesehatan 4. Meningkatkan, mendayagunakan sumberdaya dan manajemen kesehatan. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

29 BAB 3 SITUASI DERAJAT KESEHATAN Situasi derajat kesehatan di Provinsi Jawa Timur dapat digambarkan dengan menggunakan empat indikator, yakni indikator kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas), angka harapan hidup dan status gizi ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS) Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir (outcome) dari berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Kejadian kematian di suatu wilayah dari waktu ke waktu dapat memberikan gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Di samping itu, kematian seringkali juga digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan dan pelayanan kesehatan. Mortalitas atau angka kematian yang menjadi indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan dan pelayanan kesehatan adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada tahun 2013 akan diuraikan di bawah ini Angka Kematian Ibu (AKI) Kematian ibu yang dimaksud adalah kematian seorang ibu yang disebabkan oleh kehamilan, melahirkan atau nifas, bukan karena kecelakaan. Angka Kematian Ibu (AKI) dihitung per.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Laporan Kematian Ibu dari Puskesmas se Kabupaten Situbondo tahun 2013 jumlah kematian ibu adalah 17 kasus dengan masa kematian terbesar pada masa nifas 41,18%, sedangkan masa hamil dan masa persalinan masingmasing 35,29% dan 23,53%. Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo, 12 di antaranya ada kasus kematian ibu dengan kasus terbanyak ada di Kecamatan Mangaran dan Situbondo, yakni masing-masing sebanyak 3 orang. Sebaran Kematian Ibu Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

30 di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 pe kecamatan disajikan pada Gambar 3.1 berikut. Gambar 3.1 Sebaran Kematian Ibu Di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Dengan kelahiran hidup pada tahun 2013 sebesar 8.838, maka AKI kabupaten Situbondo tahun 2013 adalah 192,35 per.000 kelahiran hidup, sedangkan target yang ditetapkan pada tahun 2013 adalah 171/.000 kelahiran hidup. Trend kematian ibu tahun 2010 s.d dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini. Gambar 3.2 Trend Angka Kematian Ibu di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

31 Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Situbondo sejak tahun 2008 mengalami tren naik turun selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2008 sebesar 158,9 per.000 kelahiran hidup (kh); tahun 2009 sebesar 204,7 per.000 kh; tahun 2010 sebesar 167,9 per.000 kh; tahun 2011 sebesar 211,7 per.000 kh; tahun 2012 mencapai 142,9 per.000 kh dan di tahun 2013 sebesar 192,3 per.000 kh. Capaian AKI Kabupaten Situbondo tahun 2013 keadaanya berada 21 point di bawah target renstra tahun 2013 dan 90 point di bawah dari target MDGs tahun 2015 sebesar 102 per.000 kh Pada tahun 2012 telah terjadi penurunan AKI hingga 19,7 poin dibandingkan tahun Keberhasilan penurunan AKI ini tidak luput dari dukungan bidan sebagai pemberi layanan kesehatan yang secara aktif mendeteksi dengan baik faktor resiko tinggi/komplikasi ibu hamil lewat penggunaan kartu skor Poedji Rochyati/KSPR yang dipantau oleh Dinas Kesehatan lewat SI BUMIL RESTIKOM yaitu sistem Informasi Ibu Hamil Resiko Tinggi/ Komplikasi dan penapisan terhadap ibu-ibu yang akan bersalin. Namun demikian, tahun 2013 AKI kembali meningkat. Padahal pengawalan ibu hamil risti dan komplikasi di tingkat bawah sudah dilaksanakan dengan baik. Keadaan ini memacu untuk terus menelaah penyebab kematian ibu agar target MDGs dapat tercapai. Tingginya angka kematian ibu di Kabupaten Situbondo dikarenakan masih adanya beberapa hambatan yang dijumpai di lapangan, yakni: 1. Keterbatasan tenaga SPOG di rumah sakit, 1 orang SPOG melayani satu kabupaten dan Jumlah SPOG yang terbatas menjadi masalah tersendiri karena ketika rujukan dini berencana sudah dilaksanakan dan SPOG tidak di tempat karena rujukan dilakukan di luar jam kerja atau hari libur 2. Dukun masih aktif menolong persalinan; 3. Bidan yang tidak patuh pada penapisan/sop; 4. Adanya faktor sosial budaya masyarakat yang menghambat upaya penurunan AKI sehingga terjadi 3 terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan,terlambat merujuk sehingga mengalami ke terlambatan penanganan. 5. Sebagian bidan wilayah tidak mau berdomisili di wilayah dengan geografis sulit Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

32 Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu adanya optimalisasi program serta peran serta masyarakat seperti 1. Menghapus peran dukun dalam pertolongan persalinan dengan melakukan kemitraan bidan dukun 2. Pemantauan dan pembinaan bidan praktek mandiri, agar patuh pada SOP/penapisan. 3. Pembinaan dan evaluasi bidan puskesmas dalam penerapan SOP/penapisan. 4. Sosialisasi tentang ibu hamil resiko tinggi/komplikasi kepada masyarakat, toma, kader, kades dan ketua tim PKK desa 5. Peningkatan SDM ibu hamil agar sadar akan kesehatannya 6. Memperbanyak dan menggalakkan kelas ibu hamil di desa-desa 7. Merumuskan bentuk Pengawalan ibu hamil resiko tinggi/komplikasi di desa dengan dukungan dari camat dan kepala puskesmas dengan membentuk tim penurunan Kematian ibu dan bayi di tingkat kabupaten 8. Mengharuskan bidan wilayah untuk menempati wilayah kerjanya Penyebab kematian langsung ibu maternal di Kabupaten Situbondo tahun terlihat pada Gambar 3.3 di bawah ini. Gambar 3.3 Penyebab Kematian Ibu Maternal di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2012 dan 2013 Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

33 Dari Gambar 3.2 di atas terlihat bahwa Pre/Eklamsia masih menjadi penyebab kematian terbesar meskipun mengalami penurunan dari 46,15% pada tahun 2012 menjadi 41,18% pada tahun Sedangkan penyebab kematian ibu terbesar kedua mengalami pergeseran dari perdarahan menjadi penyebab lain-lain (29,41%) karena perdarahan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni dari 38,46% pada tahun 2012 menjadi 17,65% pada tahun Angka Kematian Bayi (AKB) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai satu hari sebelum ulang tahun pertama. Dari sisi penyebabnya, kematian bayi dibedakan faktor endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adalah kejadian kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan, umumnya disebabkan oleh faktor bawaan. Sedangkan kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah kematian bayi yang terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per kelahiran hidup (KH). AKB dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, karena bayi adalah kelompok usia yang paling rentan terkena dampak dari perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Indikator AKB terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial-ekonomi, lingkungan tempat tinggal dan kesehatannya. Jumlah kematian bayi di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah sebanyak 136 bayi dari kelahiran hidup, sehingga angka kematian bayi tahun 2013 adalah 15,39 per 0 kelahiran hidup. Jumlah kematian bayi terbanyak ada di Kecamatan Asembagus sebanyak 17 bayi dan kematian bayi terendah di Kecamatan Mlandingan sebanyak 3 bayi. Untuk melihat Angka Kematian Bayi per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran Profil Tabel 7. AKB Kabupaten Situbondo tahun 2013 bisa dikatakan baik karena sudah memenuhi target, baik target MDG s, yakni sebesar 23 per Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

34 kelahiran hidup pada tahun 2015 maupun target renstra kabupaten. Gambar 3.4 di bawah ini menunjukkan trend Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Situbondo tahun 2010 s.d Gambar 3.4 Trend Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Laporan Rutin LB3 KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun Dukungan dan partisipasi bidan dalam melakukan penapisan dan deteksi resiko tinggi sangat diperlukan sehingga ibu hamil dengan resiko tinggi/komplikasi yang berpotensi melahirkan bayi dengan komplikasi mendapat penanganan kesehatan di fasilitas yang memadai sehingga kematian bayi dapat diminimalkan. Selain itu, adanya program pelatihan-pelatihan yang menunjang upaya penurunan kematian bayi seperti pelatihan standarisasi BBLR, Pelatihan Kelas ibu hamil dan peningkatan SDM ibu hamil yang dilaksanakan di tahun 2013 juga turut mendukung penekanan AKB.. Meskipun demikian, masih adanya kematian bayi tetap menjadi masalah sehingga diperlukan solusi dari hambatan-hambatan yang ditemui. Hambatan yang dijumpai di lapangan terkait kematian bayi di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut. 1. Dukun yang masih aktif menolong persalinan; 2. Bidan yang tidak patuh pada penapisan/sop; Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

35 3. Perilaku dan budaya dari masyarakat setempat yang tidak mendukung upaya penurunan AKB, misal pengambilan keputusan yg terlambat 4. Masih adanya kepercayaan masyarakat terhadap orang yang dituakan 5. Kasus BBLR yang masih tinggi yang sebagian besar adalah karena kehamilan kembar/gemelli, pada tahun 2013 terdapat 70 kasus gemelli 6. Pengetahuan masyarakat tentang bayi resiko tinggi (terutama bayi berat lahir rendah, 2500 gram/bblr) masih rendah Sebenarnya angka kematian bayi yang terjadi dapat ditekan serendah mungkin dengan melakukan berbagai upaya, diantaranya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang gizi ibu hamil dan perawatan kehamilan, serta meningkatkan cakupan kunjungan bayi melalui kegiatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dan DDTK (Deteksi Dini Tumbuh Kembang), sehingga tercapai jaminan kualitas pelayanan kesehatan yang optimal. 3.2 MORBIDITAS Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga menghadapi transisi epidemiologi yang menyebabkan beban ganda. Di satu sisi, kasus gizi kurang serta penyakit-penyakit infeksi, baik re-emerging maupun new-emerging disease masih tinggi. Namun di sisi lain, penyakit degeneratif, gizi lebih dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan juga meningkat. Masalah perilaku tidak sehat juga menjadi faktor utama yang harus dirubah terlebih dahulu agar beban ganda masalah kesehatan teratasi. Angka kesakitan (Morbiditas) pada penduduk berasal dari community based data yang diperoleh melalui pengamatan (surveilans), terutama yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan pelaporan rutin serta insidentil. Untuk kondisi penyakit menular, berikut ini akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan penyakit yang memiliki potensi untuk menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

36 3.2.1 Penyakit Menular Langsung Berikut ini akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular langsung yang perlu mendapat perhatian, yakni TB Paru, Kusta, HIV/AIDS, Pneumonia dan Diare. a. TB Paru Indonesia merupakan negara yang dikategorikan sebagai penyumbang jumlah kasus TB terbesar nomor empat di dunia setelah China, India dan Afrika Selatan. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 adalah 297/.000 penduduk dengan kasus baru setiap tahun mencapai kasus. Dengan demikian total kasus hingga 2013 mencapai sekitar kasus. Di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang jumlah penemuan penderita TB Paru terbanyak kedua di bawah Provinsi Jawa Barat. Angka penemuan kasus baru atau Case Detection Rate (CDR) TB Paru Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah 77,86% dengan jumlah kasus TB BTA positif sebanyak 552 penderita. CDR TB Paru per Kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut. Gambar 3.5. Case Detection Rate (CDR) TB Paru Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun 2013 Keterangan: 80% 74,9% - 79,9% <75% Sumber : Laporan Triwulan Penemuan Pasien TB (TB03 UPK) Puskesmas Se- Kabupaten Situbondo Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

37 Berdasarkan Gambar 3.5 di atas diketahui bahwa penemuan kasus baru BTA (+) tertinggi adalah di Kecamatan Asembagus dan Mangaran, yakni masing-masing sebesar 139,22% dan 137,14%, sedangkan yang terendah di Kecamatan Besuki sebesar 2,99% (Lampiran Profil Tabel 11). Penemuan dan Penanganan pasien baru BTA (+) merupakan salah satu indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dengan target yang ditetapkan di daerah tahun 2013 adalah minimal 80%. Sedangkan Trend Case Detection Rate (CDR) TB Paru Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d 2013 disajikan pada Gambar 3.6 berikut. Gambar 3.6. Case Detection Rate (CDR) TB Paru Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Sumber : Laporan Triwulan Penemuan Pasien TB (TB03 UPK) Puskesmas Se- Kabupaten Situbondo Pencapaian CDR Kabupaten Situbondo sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 terus mengalami peningkatan. Namun, di tahun 2013 mengalami penurunan 6,64%, yakni dari 84,5% pada tahun 2012 menjadi 77,86% pada tahun Angka cakupan CDR Kabupaten mengalami penurunan dikarenakan dari 17 kecamatan hanya 9 kecamatan yang memenuhi target 80%, sedangkan tahun sebelumnya ada 10 kecamatan yang memenuhi target. Delapan kecamatan yang cakupannya belum mencapai target, tahun 2013 adalah Sumbermalang (20,7%), Besuki (2,9%), Bungatan (66,7%), Kendit (58,1%), Panarukan (41,4%), Panji (42,7%), Kapongan (60%) dan Arjasa (39,5%). Rendahnya cakupan CDR di delapan kecamatan tersebut disebabkan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

38 kurangnya koordinasi lintas program dan lintas sektor, pencatatan dan pelaporan yang kurang tertib, partisipasi tokoh masyarakat masih kurang dan juga masih adanya stigma dari masyarakat bahwa TB merupakan penyakit kutukan atau santet. Tingkat kesembuhan dan keberhasilan pengobatan TB Paru di Kabupaten Situbondo bisa dikatakan berhasil karena telah memenuhi target yang ditetapkan. Angka kesembuhan pasien TB BTA (+) merupakan data pasien yang diobati pada tahun 2012 yang telah menyelesaikan keseluruhan pengobatannya di tahun Dari sisi kesembuhan penderita yang diobati, angka yang didapatkan tahun 2013 adalah 93,43%. Capaian ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yang hanya 86,96% dan telah melampaui target yang ditetapkan sebesar 85%. Sedangkan angka keberhasilan (Success Rate) penderita TB BTA positif kasus baru di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 sebesar 96,13%. Capaian ini juga meningkat dibandingkan tahun 2012 yang hanya 94,11 % dan juga telah memenuhi taget yang ditetapkan yaitu lebih dari 90%. Beberapa kegiatan dalam rangka untuk meningkatkan angka kesembuhan yaitu : 1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan pemberian suplemen vitamin bagi penderita TB. Sebagian besar penderita TB adalah golongan ekonomi menengah ke bawah dan biasanya nafsu makannya juga menurun sehingga diperlukan PMT berupa susu dan pemberian vitamin untuk mempercepat kesembuhan. 2. Pelacakan kasus TB mangkir oleh petugas TB puskesmas apabila terdapat penderita TB yang tidak datang mengambil obat maka. Pada saat pelacakan, penderita TB akan diberi motivasi ulang tentang pentingnya keteraturan minum obat sampai tuntas. 3. Pembentukan paguyuban TB di puskesmas Jangkar. Dengan adanya forum tersebut diharapkan penderita TB dapat mengetahui informasi mengenai TB dari sesama penderita TB, sehingga terbentuk suatu modal sosial yang mengikat di antara sesama penderita TB. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

39 Kendala yang dihadapi dalam program penanggulangan penyakit TB yaitu: 1. Meningkatnya kasus TB MDR atau TB resisten obat di Jawa Timur khususnya di Kabupaten Situbondo yaitu sebanyak 4 kasus pada tahun Meningkatnya kasus TB HIV yaitu kasus TB dengan HIV atau kasus HIV dengan TB. TB merupakan pembunuh no 1 pada HIV. Pada tahun 2013, ditemukan sebanyak 1 kasus TB dengan HIV. 3. Dari 10 indikator PHBS di Kabupaten Situbondo yang masih belum tercapai adalah indikator perilaku merokok di dalam rumah. Apabila perilaku merokok di dalam rumah masih tinggi maka kemungkinan penderita TB di masyarakat juga tinggi. Karena merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit TB Rencana tindak lanjut dalam program penanggulangan TB yaitu 1. Monev TB HIV, sehingga terbentuk jejaring yang kuat antara program TB dan HIV khususnya di rumah sakit. 2. Penyuluhan mengenai TB MDR, karena masih banyak penolakan dari masyarakat tentang pentingnya berobat. 3. Kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait dengan menghidupkan kembali Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional) TB b. Kusta Sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Situbondo. Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012 menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo merupakan salah satu daerah endemis kusta peringkat ke-4 dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Pada tahun 2013 di Kabupaten Situbondo terdapat 191 kasus kusta baru yang terdiri dari 29 kasus kusta PB (Pausi Basiler/kusta kering) dan 162 kasus kusta MB (Multi Basiler/kusta basah). Dengan demikian, angka penemuan kasus kusta baru (NCDR/New Case Detection Rate) sebesar 28,91 1,6 poin dibandingkan tahun 2012 dan meningkat 1,6 poin dibandingkan tahun 2012 (Lampiran Profil Tabel 17). Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

40 Indikator Pelaksanaan Program Kusta di Kabupaten Situbondo empat tahun terakhir disajikan pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Pencapaian Indikator Program Pengendalian Penyakit Kusta di Kabupaten Situbondo Tahun No Indikator Program Target Pencapaian Nasional Prev. Rate / pddk < 1 2,5 3,6 3,05 2,68 2 CDR / pddk < 0,5 3,12 3,71 2,73 2,91 3 Proporsi Anak <5% 15% 11,6% 6,7% 8,3% 4 Proporsi Cacat II <5% 15% 15,3% 20,7% 21,3% 5 RFT Rate: a. PB b. MB 95% 90% % 61,5% % 95% % 90,3% Sumber : Laporan Kohort Kusta Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo 92,3% 93,6% Dari 192 kasus baru di Kabupaten Situbondo tahun 2013, 16 orang diantaranya adalah penderita anak-anak (8,33%) dan 41 orang adalah penderita cacat tingkat 2 (21,35%). Sedangkan angka toleransi (target nasional) kusta anak dan cacat tingkat 2 adalah kurang dari 5%. (Lampiran Profil Tabel 18). Angka prevalensi penderita kusta di kabupaten Situbondo pada tahun 2013 masih cukup tinggi, yakni sebesar 2,68 per penduduk. Angka ini mengalami penurunan 0,37 poin dibandingkan tahun Prevalensi tertinggi Kusta di Kabupaten Situbondo ada di Kecamatan Mangaran sebesar 5,22 per penduduk dan yang terendah di Kecamatan Arjasa sebesar 0,74 per penduduk (Lampiran Profil Tabel 19). Pengobatan kusta MB di Kabupaten Situbondo bisa dikatakan berhasil karena telah melampaui target nasional 90%, yakni sebesar 93,6%. Sedangkan pengobatan kusta PB belum mencapai target nasional >95% karena capaiannya baru 92,3% (Lampiran Profil Tabel 20) Permasalahan pokok yang ada dalam program pemberantasan penyakit Kusta adalah masih tingginya tingkat penularan yang ada di masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tingginya proporsi pasien MB (Kusta Basah) yang sifat penularannya lebih cepat dibandingkan dengan pasien Kusta Kering (PB). Selain itu, tingginya proporsi anak yang menderita kusta MB juga mengindikasikan tingginya transmisi penularan penyakit kusta. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

41 Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian penderita dan mantan penderita dikucilkan sehingga sulit mengakses pelayanan kesehatan dan keadaan ini diperparah dengan kondisi kesejahteraan pasien kusta yang masih memprihatinkan. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit kusta dilakukan melalui peningkatan penemuan penderita secara aktif dan pasif serta pengobatan dengan MDT (Multi Drug Therapy), sedangkan untuk mencegah kecacatan penderita dilakukan pemeriksaan POD (Prevention of Disability) setiap bulan selama masa pengobatan dan rehabilitasi medis. c. HIV/AIDS AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Akibat dari penurunan daya tahan tersebut penderita jadi mudah terserang berbagai macam penyakit infeksi (Infeksi Oportunistik). Di kabupaten Situbondo pada tahun tahun 2013 tercatat 38 kasus HIV dan 49 kasus AIDS. Angka kematian akibat AIDS tahun 2013 tercatat sebanyak 14 kasus dengan komposisi 10 orang laki-laki dan 4 orang perempuan (Lampiran Profil Tabel 14). Kasus HIV diperoleh dari laporan klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Rumah Sakit Abdoer Rahem. AIDS merupakan fase setelah penderita dinyatakan sebagai HIV positif. Kasus AIDS diperoleh dari laporan surveilans. Baik kasus maupun kematian akibat HIV/AIDS di Kabupaten Situbondo selama empat tahun terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 2 kasus HIV 25 kasus AIDS, tahun 2011 sebanyak 5 kasus HIV 32 kasus AIDS dan tahun 2012 sebanyak 35 kasus HIV 42 kasus AIDS. Gambar 3.7 berikut menunjukkan peningkatan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Situbondo tahun 2010 s.d Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

42 Gambar 3.7. Trend Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Sumber : Laporan Klinik VCT (Voluntary Conseling Terapy) Kabupaten Situbondo Ditinjau dari persebaran profesi penderita, ditunjukkan bahwa ibu rumah tangga memiliki proporsi yang cukup besar, yakni sebesar 20,65% (19 kasus). Angka ini lebih besar dibandingkan proporsi Pekerja Seks Komersial (PSK) yang hanya 2,17% (2 kasus).sedangkan dari segi kelompok umur, kasus AIDS di Kabupaten Situbondo didominasi oleh kelompok umur seksual aktif dengan kasus terbanyak pada kelompok usia tahun, yakni sebesar 98,9% (91 kasus) dan sisanya adalah kelompok usia remaja tahun sebesar 1,1% (1 kasus). Permasalahan di lapangan terkait penemuan dan penanganan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut. 1. SDM belum terlatih untuk program PITC (Provider Initiatif HIV Testing dan Conseling) 2. Reagen belum memadai 3. Stigma masyarakat masih tinggi sehingga penderita HIV AIDS masih sering dikucilkan 4. Obat ARV masih terbatas sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan pasien yang ada di Kabupaten situbondo 5. Kurangnya dukungan dari Stakeholder terhadap Program Pengendalian Penyakit HIV AIDS 6. Partisipasi tokoh masyarakat masih kurang terhadap Program Pengendalian Penyakit HIV AIDS Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

43 7. Belum ada wujud nyata dari kerjasama lintas sektor dalam menanggulangi penyakit HIV/AIDS (Depag, Dinsos dan Disnaker) Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang sudah dilakukan di Kabupaten Situbondo adalah penyuluhan masyarakat, pendampingan kelompok beresiko tinggi dan intervensi perubahan perilaku, layanan konseling dan testing HIV, layanan Harm Reduction, pengobatan dan pemeriksaan berkala penyakit menular seksual (IMS), pengamanan donor darah dan kegiatan lain yang menunjang pemberantasan HIV/AIDS. d. Pneumonia Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut lebih difokuskan pada upaya penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita Pneumonia yang ditemukan. Kecepatan keluarga dalam membawa penderita ke pelayanan kesehatan serta keterampilan petugas dalam menegakkan diagnosa merupakan kunci keberhasilan penanganan penyakit Pneumonia. Jumlah penderita Pneumonia yang ditangani di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 sebanyak 2155 kasus, yakni 44,01% dari perkiraan kasus. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yang hanya kasus, atau 37,05% (Lampiran Profil Tabel 13). Meskipun, penemuan dan penanganan Pneumonia Balita mengalami peningkatan, namun angka ini masih belum mencapai target 45% yang ditetapkan oleh daerah tahun Padahal target nasional adalah % pada tahun Dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo, hanya 7 kecamatan yang mencapai target 45%, yakni Kecamatan Jatibanteng, Banyuglugur, Besuki, Suboh, Situbondo, Kapongan dan Banyuputih. Pada tahun 2013 Kecamatan Situbondo menduduki peringkat pertama pencapaian cakupan Pneumonia Balita sebesar 121,4%. Sedangkan Kecamatan Arjasa menduduki peringkat terendah dengan pencapaian sebesar 4,39%. Cakupan Penemuan dan Penanganan Pneumonia Balita Kabupaten Situbondo per kecamatan dapat dilihat pada gambar 3.8 berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

44 Gambar 3.8. Cakupan Penemuan dan Penanganan Pneumonia Balita Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun 2013 Keterangan: 45% 40%-44,9% <40% Sumber : Laporan Bulanan ISPA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Hambatan di lapangan terkait rendahnya cakupan Pneumonia Balita di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut: a. SOP Tatalaksana P2 ISPA belum maksimal dilaksanakan b. Petugas kurang paham terhadap tanda tanda ISPA c. Petugas enggan menghitung jumlah nafas d. Alat penghitung nafas terbatas (Ari Sound Timer) Dengan Monitoring, Evaluasi dan bimbingan teknis yang intens ke Puskesmas dan wilayah diharapkan akan mampu meningkatkan cakupan Pneumonia Balita. e. Diare Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil survei Sub Direktorat Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan (ISP) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Angka Kesakitan Diare semua umur tahun 2010 adalah 411 per penduduk, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 214 per penduduk. Jumlah perkiraan kasus diare pada tahun 2013 sebanyak penderita, sedangkan jumlah penderita diare yang di tangani di sarana kesehatan sebesar atau sebesar 252,37%. Dengan demikian, cakupan penangan diare tahun 2013 sudah mencapai target yang ditetapkan, yakni Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

45 sebesar %. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, hanya Kecamatan Situbondo (68%) dan Banyuputih (86,5%) yang cakupannya belum mencapai target % (Lampiran Profil Tabel 16). Selama 3 tahun terakhir, kasus Diare di Kabupaten Situbondo terus mengalami peningkatan, yakni kasus pada tahun 2010, kasus pada tahun 2012 dan kasus pada tahun Padahal hasil survei Sub Direktorat Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan justru mengalami penurunan. Hal ini perlu diwaspadai mengingat kasus Diare tidak lepas dari pengaruh kesehatan lingkungan. Upaya pencegahan dan penanggulangan kasus diare dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat, pemberian oralit dan penggunanaan zink dan penyuluhan ke masyarakat dengan harapan akan terjadi peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini melibatkan peran serta kader kesehatan dalam tatalaksana diare karena dengan penanganan yang cepat dan tepat di tingkat rumah tangga diharapkan dapat mencegah dehidrasi berat yang berakibat kematian Penyakit Menular Bersumber Binatang a. Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menimbulkan kematian. Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara yang memiliki kasus demam berdarah dengue (DBD) tertinggi di lingkup ASEAN. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang hidup digenangan air bersih di sekitar rumah. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit pada saat pagi dan sore hari, umumnya kasus mulai meningkat saat musim hujan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan untuk melindungi penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan penyakit DBD sedini mungkin, maka Provinsi Jawa Timur telah menerbitkan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

46 Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Pengendalian DBD di Jawa Timur, Nomor : 20 Tahun 2011, tanggal 25 Pebruari Dan telah dilaksanakan Sosialisasi Peraturan Gubernur tersebut ke lintas sektor terkait di 38 Kabupaten/Kota dan sektor terkait di Provinsi Jawa Timur. Kegiatan yang telah dilakukan oleh Kabupaten Situbondo untuk menurunkan angka kesakitan DBD di Kabupaten Situbondo adalah dengan Pembentukan Kawasan Bebas Jentik melalui kegiatan sbb: 1. Pembentukan kader terlatih DBD atau Jumantik. Kader jumantik yang dilatih sebanyak 75 kader dari 3 Kelurahan dengan kasus DBD terbanyak yaitu Kelurahan Mimbaan Kecamatan Panji, Kelurahan Patokan dan Kelurahan Dawuhan Kecamatan Situbondo. 2. Pencanangan Situbondo Bebas Jentik (GESIT BATIK) pada bulan Desember secara serempak di seluruh kecamatan Situbondo yang dicanangkan oleh Bapak Bupati Situbondo di Kecamatan Panarukan di SD Sumberkolak I. 3. Pelatihan kader PSN sekolah di 3 Kelurahan yaitu Mimbaan, Patokan dan Dawuhan. Dari 3 kelurahan tersebut dipilih 10 sekolah yang tercatat pernah ada kasus DBD. Hasil capaian program penendalian penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Situbondo tahun sepeti terlihat pada Tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2 Capaian Program Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Indikator Target Tahun Jumlah Penderita Jumlah Kematian Insidens /.000 pddk ,46 28,2 13,40 50,09 CFR (%) 1 0,87% 0 3,41% 0,91% ABJ (%) 95 83% 96,62% 84,91% 73,08 Sumber: Laporan Bulanan Penderita DB/DBD/DSS Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Kasus DBD yang ditemukan di Kabupaten Situbondo tahun 2013 sebanyak 331 kasus dengan kasus terbanyak di Kecamatan Panarukan dan Situbondo, masing-masing sebanayak 61 kasus dan 60 kasus. Dari 331 kasus Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

47 ada 3 kasus kematian yang terjadi di Kecamatan Kapongan, Besuki dan Situbondo (Lampiran Profil Tabel 23). Trend kasus DBD di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d dapat dilihat pada Gambar 3.9 di bawah ini. Gambar 3.9 Trend Kasus DBD di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d 2013 Sumber: Laporan Bulanan Penderita DB/DBD/DSS Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Selama tahun , kasus DBD di Kabupaten Situbondo terus mengalami penurunan, namun di tahun 2013 kembali meningkat, bahkan hampir 4 kali lipat dibandingkan tahun Hal ini disebabkan karena curah hujan pada tahun 2013 lebih besar dan masa musim penghujan lebih panjang. Hambatan di lapangan terkait program penanganan DBD di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut: a. Sebanyak 60% mesin fogging di Puskesmas sudah rusak b. Pemeliharaan mesin fogging yang kurang dipahami dan tidak diperhatikan c. SOP Tatalaksana P2 DBD belum maksimal dilaksanakan d. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Gerakan 3 M (Menutup, Menguras dan Mengubur) di Kelurahan Dawuhan, Patokan Kecamatan Situbondo dan Desa Mimbaan di Kecamatan Panji e. Masih kurangnya koordinasi dan peran lintas program dan lintas sektor f. Adanya persepsi bahwa masalah DBD adalah masalah sektor kesehatan g. Kurangnya peran tokoh masyarakat Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

48 Upaya pemberantasan DBD dititikberatkan pada penggerakan masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M plus), pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Namun, di tahun 2013 partisipasi masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD masih kurang baik. Hal ini terlihat dari cakupan Angka Bebas Jentik (ABJ) yang hanya sebesar 66,51% (kurang dari target 95%) dan menurun 18,4% dibandingkan tahun sebelumnya (Lampiran Profil Tabel 63). Diharapkan pada tahun yang akan datang Angka Bebas Jentik (ABJ) tersebut bisa semakin meningkat, sehingga kesempatan nyamuk untuk berkembang biak akan semakin kecil. b. Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) Jumlah penderita Filariasis di Kabupaten Situbondo sampai dengan tahun 2013 sebanyak 6 orang dengan komposisi 1 penderita laki-laki dan 5 penderita perempuan. Pada tahun 2013 di Kabupaten Situbondo tidak ditemukan kasus baru penderita Filariasis (Lampiran ProfilTabel 25). Sebaran kasus Filariasis di Kabupaten Situbondo dapat disajikan pada Gambar berikut. Gambar Sebaran Kasus Filariasis di Kabupaten Situbondo Sampai Dengan Tahun 2013 Sumber: Laporan Program Filariasis Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

49 3.2.3 Penyakit menular yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas atau ditekan dengan imunisasi. a. Campak Campak adalah penyakit yang disebabkan virus morbili yang disebarkan melalui droplet dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk-pilek, mata merah (conjunctivitis) selanjutnya timbul ruam di seluruh tubuh. Penyakit Campak sering menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dan berdasarkan data dari Depkes menyebutkan frekuensi KLB campak menduduki urutan ke empat setelah DBD, diare dan chikungunya. Kematian akibat campak pada umumnya disebabkan kasus komplikasi seperti meningitis. Kasus campak di Kabupaten Situbondo terus mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir. Tahun 2011 tidak ada kasus, tahun 2012 ada 32 kasus dan tahun 2013 ada 82 kasus. Bahkan kenaikan kasus di tahun 2013 ini kenyebabkan 5 kasus KLB Campak. Berikut ini disajikan grafik sepanjang tahun 2012 hasil dari laporan 17 Kecamatan sebanyak 32 kasus (Lampiran Profil Tabel 22). Gambar 3.11 Trend Kasus Campak di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d 2013 Sumber: Laporan Program Surveilans Campak Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

50 b. Difteri Difteri merupakan kasus Re Emerging Disease di Jawa Timur karena kasus Difteri sebenarnya sudah menurun pada tahun 1985, namun kembali meningkat pada tahun 2005 saat terjadi KLB di Bangkalan. Dan sejak itu, penyebaran Difteri semakin meluas dan mencapai puncaknya pada tahun 2010 sebanyak 300 kasus dengan 21 kematian dan Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang kasus Difteri terbesar di Indonesia (74%) bahkan di dunia. Penyakit Difteri di Kabupaten Situbondo mulai muncul tahun 2010 dan mencapai puncaknya pada tahun Bahkan, jumlah kasus Difteri di Kabupaten Situbondo tahun 2012 adalah yang tertinggi di Jawa Timur, yakni sebanyak 129 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 7 orang (Case Fatality Rate 5,43%) dan ketujuh penderita Difteri yang meninggal tersebut sebelumnya tidak pernah mendapatkan imunisasi Difteri. Sedangkan di tahun 2013 terjadi penurunan kasus Difteri yang cukup signifikan menjadi 16 kasus dengan kematian sebanyak dua orang. Gambar di bawah ini menyajikan perkembangan penyakit Difteri di Kabupaten Situbondo dari tahun 2008 s.d Gambar Perkembangan Penyakit Difteri di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d Sumber : Laporan Program Surveilans Difteri Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Upaya yang dilakukan untuk menekan kasus Difteri adalah dengan melakukan imunisasi dasar pada bayi dengan vaksin Difteri-Pertusis-Tetanus Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

51 dan Hepatitis B (DPT-HB). Vaksin tersebut diberikan 3 (tiga) kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Selain itu, karena terjadi lonjakan kasus pada umur anak sekolah maka imunisasi tambahan Tetanus Difteri (TD) juga diberikan pada anak Sekolah Dasar (SD) dan sederajat kelas 4-6 serta Sekolah Menengah Pertama (SMP). c. Pertusis Pertusis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bardetella pertusis dengan gejala batuk beruntun disertai tarikan nafas hup (whoop) yang khas dan muntah. Lama batuk bisa 1-3 bulan sehingga disebut batuk hari. Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia dibawah satu tahun dan penularannya melalui droplet atau batuk penderita. Pada tahun 2013 di Kabupaten Situbondo tidak ditemukan kasus Pertusis (Lampiran Profil Tabel 21). Upaya pencegahan kasus Pertusis dilakukan melalui imunisasi DPT+HB sebanyak 3 kali yaitu saat usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan atau usia yang lebih dari itu tetapi masih dibawah 1 tahun (usia s/d 11 bulan). d. Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan Clostridium tetani pada bayi (umur < 28 hari) yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan Tetanus neonatorum tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah upaya pencegahan melalui pertolongan persalinan yang higienis dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil serta perawatan tali pusat. Situbondo merupakan salah satu daerah Tapal Kuda yang selalu ada kasus TN setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan masih banyaknya penolakan imunisasi oleh masyarakat sehingga hampir semua kasus PD3I selalu muncul setiap tahunnya. Jumlah kasus Tetanus Neonatorum di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 sebanyak 2 kasus dan satu orang meninggal. Kedua kasus tersebut terjadi di Kecamatan Besuki. Sedangkan di tahun 2012 ada 3 kasus dan semuanya meninggal (Lampiran Profil Tabel 21). Selama enam tahun terakhir, Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

52 kasus Tetanus Neonatorum selalu muncul di Kabupaten Situbondo, Trend kasus TN di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d disajikan pada Gambar 3.13 berikut. Gambar 3.13 Trend Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Laporan KLB Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo e. AFP (Acute Flacid Paralysis) Poliomyelitis/polio merupakan penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan virus polio. Cara penularan Polio terbanyak melalui mulut ketika seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi lendir, dahak atau feses penderita polio. Virus masuk aliran darah ke sistem saraf pusat menyebabkan otot melemah dan kelumpuhan, menyebabkan tungkai menjadi lemas secara akut. Penyakit polio harus dibuktikan masih ada atau sudah tidak ada dengan dibuktikan penemuan kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis). Kegiatan surveilans AFP menjadi salah satu kunci dalam mencapai Eradikasi Polio (Erapo), sehingga diharapkan suatu saat dunia ini akan bebas dari penyakit Polio. Hal inilah yang mendasari dimasukkannya Penemuan AFP sebagai salah satu indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Penemuan kasus AFP di Kabupaten Situbondo selama empat tahun terakhir cenderung meningkat. Namun, di tahun 2013 mengalami penurunan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

53 menjadi 6 kasus dari jumlah penduduk < 15 tahun, sehingga AFP rate pada tahun 2013 sebesar 4,18 dan menurun 5,53 poin dibandingkan tahun 2012 (Lampiran Profil Tabel 9). Meskipun, penemuan AFP menurun, namun target 2, sudah tercapai. Trend Penemuan Kasus AFP Tahun 2009 s.d di Kabupaten Situbondo dapat dilihat pada Gambar 3.14 berikut. Gambar 3.14 Trend Penemuan Kasus AFP di Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s.d Sumber: Laporan KLB Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo 3.3 STATUS GIZI MASYARAKAT Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, anemia gizi besi pada ibu dan pekerja wanita dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Adapun indikator-indikator yang sangat berperan menentukan status gizi masyarakat antara lain sebagai berikut Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang amat berpengaruh terhadap kematian bayi. Dari laporan LB3 KIA Puskesmas se-kabupaten Situbondo tahun 2013 diketahui bahwa jumlah BBLR di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 sebanyak 510 bayi, yakni 5,81% dari bayi baru lahir ditimbang. Kasus BBLR tertinggi terjadi di Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

54 Kecamatan Jangkar (10,65%) dan kecamatan dengan kasus BBLR terendah di Kecamatan Panji, yakni 3,04% (Lampiran Profil Tabel 26). Sebaran kasus BBLR di Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun 2013 disajikan pada Gambar berikut. Gambar 3.15 Sebaran kasus BBLR di Kabupaten Situbondo Per Kecamatan Tahun 2013 Sumber : Laporan LB3 KIA Puskesmas se-kabupaten Situbondo tahun 2013 Trend Kasus BBLR di Kabupaten Situbondo selamam enam tahun terakhir disajikan pada Gambar berikut. Gambar 3.16 Trend Kasus BBLR Di Kabupaten Situbondo Tahun 2008 s.d Sumber : Laporan LB3 KIA Puskesmas se-kabupaten Situbondo tahun 2013 Berdasarkan Gambar 3.16 di atas diketahui bahwa selama enam tahun terakhir kasus BBLR di Kabupaten Situbondo cenderung meningkat dari tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

55 ke tahun. Hal ini perlu diwaspadai mengingat BBLR biasanya menjadi penyebab kematian neonatal terbesar. Pada tahun 2013 di Kabupaten Situbondo kasus BBLR masih menjadi penyebab kematian bayi terbesar, yakni sebesar 32,72%, kemudian disusul Asfiksia (26,18%) dan Kelainan Bawaan (25%). Besarnya kematian karena BBLR banyak disebabkan karena ANC yang kurang berkualitas serta kompetensi petugas dalam manajemen BBLR yang masih kurang. Berikut ini disajikan gambaran lengkap penyebab kematian neonatal di Kabupaten Situbondo Tahun Gambar Penyebab Kematian Neonatal di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Seksi Kesehatan Keluaraga Status Gizi Balita Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Ketiga variabel ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu : Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Status Gizi balita dengan ketiga variable ini akan dijelaskan lebih rinci di Bab 4. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

56 3.2 GAMBARAN PENYAKIT DI PUSKESMAS Gambar berikut ini menunjukkan 10 (sepuluh) penyakit terbanyak yang diderita penduduk Kabupaten Situbondo yang tercatat di Puskesmas. Penyakit yang terbanyak diderita adalah penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat (16,93%) dan diikuti penyakit infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas (15,41%). Gambar 3.18 di bawah ini menyajikan gambaran Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Kabupaten Situbondo Tahun Gambar 3.18 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Laporan LB1 Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

57 BAB 4 SITUASI UPAYA KESEHATAN Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dilakukan upaya pelayanan kesehatan yang melibatkan masyarakat sebagai individu dan masyarakat sebagai bagian dari kelompok atau komunitas. Upaya kesehatan mencakup upaya-upaya pelayanan kesehatan, promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, penanggulangan bencana dan sebagainya. Upaya kesehatan di Kabupaten Situbondo tergambar dalam uraian di bawah ini. 4.1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar yang cepat, tepat dan efektif diharapkan dapat mengatasi sebagian masalah kesehatan masyarakat. Pada uraian berikut dijelaskan jenis pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan di sarana pelayanan kesehatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta dapat mengurangi angka kematian ibu sebagai salah satu indikator Renstra dan MDGs. Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang tersebut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan kegiatan prioritas mengingat terdapat indikator dampak, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

58 Angka Kematian Bayi (AKB) yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah, khususnya pembangunan kesehatan. Indikator ini juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk melihat kinerja kesehatan ibu dan anak, maka perlu untuk melihat secara keseluruhan indikator kesehatan ibu dan anak, yaitu : a. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K1 Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Capaian cakupan K1 Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah 87,86%. Sedangkan cakupan K1 per kecamatan dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 28 atau Gambar 4.1 di bawah ini. Gambar 4.1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Berdasarkan Gambar 4.1. di atas diketahui bahwa Puskesmas Kendit memiliki capaian tertinggi yakni 97,74%, sedangkan Puskesmas Sumbermalang memiliki capaian terendah sebesar 64,9%. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, capaian K1 tahun 2013 sedikit mengalami peningkatan namun tidak signifikan, yakni sebesar 0,8%. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

59 b. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4 K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada trimester ke tiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil. Cakupan K4 per Kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut. Gambar 4.2. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Keterangan: 93% 87,9%-92,9% <88% Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Berdasarkan Gambar 4.2 di atas diketahui bahwa dari 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo tidak satu pun capaian K4 yang mencapai target 93% yang ditetapkan oleh daerah sehingga cakupan K4 Kabupaten Situbondo tahun 2013 jauh dibawah target, yakni 76,99%. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 selama lima tahun terakhir belum pernah mencapai target yang diharapkan. Cakupan K4 terlihat menurun dengan angka yang sangat signifikan adalah pada tahun Hal ini terjadi karena sasaran ibu hamil dari BPS berdasarkan SP 2010 baru diluncurkan pada akhir tahun 2012 dan angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan sasaran ibu bersalin sebelumnya. Cakupan tahun 2013 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 (75,21%). Trend Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Tahun dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

60 Gambar 4.3 Trend Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Hambatan yang dijumpai di lapangan terkait rendahnya cakupan K4 adalah kunjungan ibu hamil trimester I yang lolos dan tidak dilakukan kunjungan rumah oleh bidan serta mapping (pendataan) ibu hamil yang belum maksimal. Hal ini berarti, masih perlu adanya peningkatan kinerja terutama dari pihak petugas kesehatan agar lebih giat lagi melakukan upaya-upaya yang mampu mencapai target cakupan yang telah ditetapkan, seperti sistem pencatatan dan pelaporan yang lebih baik dan peningkatan motivasi tenaga kesehatan untuk melakukan kegiatan sweeping bumil. Selain dari sisi petugas, pengetahun masyarakat juga perlu ditingkatkan, misalnya melalui pelatihan kelas ibu hamil. c. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan (Linakes) Laporan PWS Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo tahun 2013 menunjukkan bahwa cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 81,63% dengan cakupan tertinggi di Kecamatan Panarukan sebesar 93,47% dan yang terendah di Kecamatan Sumbermalang sebesar 60,28% (Tabel 28). Angka ini masih jauh dari target yang diharapkan sebesar 94%.. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan per Kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

61 Gambar 4.4. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan Dukun di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber : Laporan bulanan PWS dan LB3 KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Gambar 4.3 di atas juga menggambarkan persalinan dukun di Kabupaten Situbondo per kecamatan. Persalinan dukun tertinggi terdapat di Jatibanteng (5,51%) dan Sumbermalang (4,62%). Keadaan ini dapat disebabkan karena akses pelayanan yang kurang baik, letak geografis serta jumlah dukun yang relatif masih banyak di kedua kecamatan tersebut. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, ada tiga kecamatan yang bebas dari persalinan dukun, yakni Panarukan, Kapongan dan Mangaran. Trend Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Tahun dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut. Gambar 4.5 Trend Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s.d Sumber: Laporan Bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

62 Berdasarkan Gambar 4.5 di atas diketahui bahwa cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan menurun dengan angka yang sangat signifikan pada tahun Hal ini terjadi karena sasaran ibu hamil dari BPS berdasarkan SP 2010 baru diluncurkan pada akhir tahun 2012 dan angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan sasaran ibu bersalin sebelumnya. Tahun 2013 Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan kembali menurun dari 82,08% pada tahun 2012 menjadi 81,63%. Hambatan yang dijumpai di lapangan terkait rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah selain masih adanya dukun yang aktif menolong persalinan juga dikarenakan tingginya target ibu bersalin yang ditentukan oleh BPS. Jumlah persalinan oleh dukun tahun 2013 adalah 115 persalinan dan angka ini menurun sangat signifikan (lebih dari 50%) dibandingkan dengan tahun 2012 yang tercatat 264 persalinan ditolong oleh dukun (Laporan LB3 Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo tahun 2012). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemitraan bidan dukun dan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang persalinan aman di sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Situbondo sudah semakin baik. d. Ibu Hamil dengan Risti/Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Berdasarkan Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo tahun 2013, cakupan Ibu hamil risti/komplikasi di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah sebesar 87,28% dan meningkat 2,13% dibandingkan tahun 2012 yang hanya 85,15%. Cakupan tahun 2013 ini sudah melampaui target yang telah ditetapkan sebesar 80%. Walaupun angka Kabupaten sudah mencapai target, namun masih ada 4 Kecamatan yang masih belum mencapai target 80%, yakni Puskesmas Sumbermalang (50,77%), Besuki (56,97%), Panji (73,89%), dan Banyuputih (77,05%). Hal ini dikarenakan pemahaman petugas terhadap Definisi Opersional masih kurang dan pengisian kartu skor Poedji Rochjati masih belum optimal. Cakupan komplikasi kebidanan ditangani per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

63 Gambar 4.6 Peta Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani Di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Keterangan: 80% 74,9%-79,9% <75% Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Berdasarkan Gambar 4.6 di atas diketahui bahwa Jika dilihat dari perkembangan cakupan komplikasi kebidanan ditangani dari tahun 2009 sampai dengan 2013, Kabupaten Situbondo mengalami kenaikan dan penurunan dikarenakan karena adanya perubahan definisi operasional (DO) dari maternal komplikasi ditangani menjadi komplikasi kebidanan ditangani. Sejak tahun 2011 cakupan komplikasi kebidanan ditangani Kabupaten Situbondo sudah mencapai target 80% dan terus mengalami peningkatan selama tiga tahun berturut turut. Trend perkembangan cakupan komplikasi kebidanan ditangani disajikan pada gambar 4.7 di bawah ini. Gambar 4.7 Trend Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani Di Kabupaten Situbondo Tahun 2009 s/d 2013 Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

64 Penguatan Puskesmas PONED perlu dilakukan agar cakupan komplikasi kebidanan ditangani dapat dipertahankan. Fungsi Puskesmas PONED banyak mengalami penurunan akibat ketidaklengkapan tim PONED Puskesmas yang dikarenakan mutasi tim PONED atau promosi ke Puskesmas yang bukan PONED, sehingga perlu dilakukan pelatihan untuk melengkapi tim PONED yang sudah tidak lengkap. Selain itu, perlu adanya pemantapan pemahaman definisi operasional komplikasi kebidanan pada bidan agar pencatatan dan pelaporan menjadi lebih baik. e. Pelayanan Nifas Pada tahun 2013 cakupan pelayanan nifas di Kabupaten Situbondo sebesar 80,32%, menurun 0,79% dari capaian 81,11% tahun 2012 dan masih jauh dari target 95% yang ditetapkan. Pencapaian tertinggi di Kecamatan Panarukan sebesar 92,55% dan yang terendah di Kecamatan Sumbermalang sebesar 59,82% (Tabel 28). Cakupan pelayanan nifas per kecamatan tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut. Gambar 4.8 Cakupan Pelayanan Nifas Per Kecamatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Laporan Bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa semua kecamatan di Kabupaten Situbondo tidak satu pun yang memenuhi target yang diharapkan. Hambatan yang ditemui di lapangan terkait pelayanan nifas adalah pasien lahir di dukun sehingga tidak akses dengan tenaga kesehatan. Selain itu, ibu nifas Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

65 juga tidak dating untuk kontrol sesuai standar. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kemitraan bidan dukun, peningkatan peran kader, mengoptimalkan pelaksanaan program P4K, peningkatan cakupan persalinan nakes serta melakukan kunjungan ibu nifas yang tidak akses ke petugas kesehatan. f. Pelayanan Kesehatan Neonatus (KN) Lengkap Bayi usia kurang dari satu bulan merupakan golongan umur yang rentan gangguan kesehatan. Upaya untuk mengurangi resiko tersebut adalah melalui pelayanan kesehatan pada neonatus minimal tiga kali yaitu dua kali pada usia 0-7 hari dan satu kali pada usia 8 28 hari atau disebut KN lengkap. Cakupan kunjungan neonatus lengkap di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah 88,44%, menurun 2,09% dibandingkan tahun 2012 sebesar 90,53%. Cakupan kunjungan neonatus Lengkap per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut. Gambar 4.9 Cakupan Kunjungan Neonatus Lengkap Di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Laporan Bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Berdasarkan Gambar 4.6 di atas diketahui bahwa cakupan KN Lengkap tertinggi adalah di Kecamatan Kendit sebesar 107,73% dan yang terendah di Kecamatan Sumbermalang sebesar 73,04% (Lampiran Profil Tabel 36). Grafik di atas juga menggambarkan bahwa penurunan Cakupan neonatus dari KN1 menjadi KN3 (KN Lengkap) yang terbanyak adalah di Kecamatan Sumbermalang (7,54%), Asembagus (4,82%) dan Besuki (4,28%). Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

66 Pelayanan untuk neonatal yang berkualitas meliputi Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi apabila tidak diberikan pada saat lahir serta pemberian imunisasi Hepatitis B1. Selain itu, perlu dilakukan validasi secara mendalam untuk cakupan KN Lengkap, misalnya dengan pemeriksaan apakah bayi sudah mendapatkan vitamin A dalam waktu 24 jam dan imunisasi HB0/ HB Neonatal sehingga neonatal mendapatkan pelayanan yang berkualitas seperti yang diharapkan. g. Neonatal Komplikasi Ditangani Neonatal risti/komplikasi adalah keadaan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian serta kecacatan seperti asfiksia, hipotermi, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan, kelainan kongenital termasuk klasifikasi kuning pada MTBS. Dalam pelayanan neonatus, sekitar 15% diantara neonatus yang dilayani bidan di Puskesmas tergolong dalam kasus risti/komplikasi yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Cakupan neonatal komplikasi ditangani di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah 71,85%, meningkat 3,08% dibandingkan tahun 2012 (68,77%) Walaupaun cakupan neonatal komplikasi ditangani meningkat, namun masih belum mencapai target 78% yang ditetapkan oleh daerah tahun Pencapaian tertinggi di Kecamatan Bungatan sebesar 117,73% dan yang terendah di Kecamatan Mangaran sebesar 40,79% (Lampran Profil Tabel 31). Ada delapan kecamatan yang cakupannya sudah memenuhi target yang diharapkan, sedangkan sisanya 9 kecamatan masih belum memenuhi target. Sembilan kecamatan yang tidak memenuhi target tersebut, tiga diantaranya adalah Puskesmas PONED, yakni Puskesmas Kapongan, Arjasa dan Banyuputih. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan kembali fungsi Puskesmas PONED di tiga Puskesmas dimaksud. Hal ini, mengingat banyaknya Tim PONED yang sudah tidak lengkap karena mutasi atau promosi ke Puskesmas bukan PONED. Cakupan neonatal komplikasi ditangani per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

67 Gambar Peta Cakupan Neonatal Komplikasi Ditangani Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Keterangan: 78% 77,9%-71,9% <72% Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Kendala yang dihadapi di lapangan terkait rendahnya capaian komplikasi neonatal ditangani adalah pemahaman definisi operasional oleh tenaga kesehatan yang masih kurang, administrasi yang belum tertib sehingga kasus komplikasi tidak dilaporkan khusunya bayi-bayi yang lahir di rumah sakit. Dengan demikian, perlu pemantapan kembali definisi operasional tentang komplikasi neonatal dan melakukan pembinaan dan bimbingan teknis kepada bidan sehingga setiap kasus komplikasi terlaporkan. h. Kunjungan Bayi Cakupan kunjungan bayi, didapat dari perhitungan persentase jumlah kunjungan anak usia kurang dari satu tahun (29 hari-11 bulan) yang telah memperoleh empat kali pelayanan kesehatan sesuai standar dibagi dengan jumlah bayi yang ada di wilayah kerja pada ku run waktu tertentu. Pelayanan kesehatan sesuai standar tersebut meliputi imunisasi dasar lengkap, mendapatkan vitamin A 1x, dilakukan pemantauan tumbuh kembang sebanyak 4x dan kalau sakit dilakukan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Cakupan kunjungan bayi Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah sebesar 93,28%. Capaian ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 87,96% dan sudah mencapai target yang ditetapkan, yakni sebesar 90%. Gambaran kunjungan bayi per Kecamatan di Kabupaten Situbondo dapat diamati pada peta di bawah ini. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

68 Gambar Peta Cakupan Kunjungan Bayi Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Keterangan: 90% 84,9%-89,9% <85% Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Gambar 4.8 di atas juga menggambarkan bahwa Walaupaun angka Kabupaten menunjukkan hasil yang menggembirakan, namun jika dilihat capaian per kecamatan masih ada 6 Kecamatan yang masih belum mencapai target, khususnya di Situbondo bagian barat. Cakupan kunjungan bayi tertinggi kecamatan Kendit sebesar 110,93% dan yang terendah Kecamatan Sumbermalang sebesar 70,73% (Lampiran Profil Tabel 37). Hambatan di lapangan terkait cakupan kunjungan bayi adalah imunisasi bayi yang tidak lengkap dan pelaksanaan Deteksi dini tumbuh kembang (DDTK) yang belum optimal karena jumlah tenaga terlatih masih kurang. Langkah-langkah penyelesaian masalah tersebut kedepannya adalah koordinasi lintas program dengan bidang P2P (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit) untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan Pelatihan DDTK/ deteksi dini tumbuh kembang balita bagi bidan. i. Pelayanan Anak Balita Cakupan pelayanan anak balita yaitu pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan minimal 8x dalam setahun dan pemantauan perkembangan 2 kali setahun setiap 6 bulan dan suplementasi vit A dosis tinggi 2 kali setahun yang tercatat di kohort anak balita dan pra sekolah, buku KIA/KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

69 Cakupan pelayanan anak balita Kabupaten Situbondo tahun 2013 adalah 75,04 dan telah mencapai target 75% yang ditetapkan oleh daerah. Capaian ini meningkat 11,72% dibandingkan tahun 2012 yang hanya 63,32%. Cakupan tertinggi di Kecamatan Kendit (97,17%) dan yang terendah di Kecamatan Sumbermalang (41,76%) (Lampiran Profil Tabel 43). Cakupan pelayanan anak balita per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini. Gambar 4.12 Peta Cakupan Pelayanan Anak Balita Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Keterangan: 75% 74,9%-69,9% <70% Sumber: Laporan bulanan PWS KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Gambar 4.10 di atas menunjukkan bahwa dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo sembilan kecamatan sudah memenuhi target 75% yang ditetapkan oleh Kabupaten. Hambatan di lapangan terkait rendahnya cakupan kunjungan anak balita adalah pelaksanaan Stimulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh Kembang (SDIDTK) yang belum optimal. Dengan demikian, perlu untuk lebih memaksimal pelaksaan DDTK, baik di dalam maupun di luar gedung serta meningkatkan kunjungan balita di posyandu. Petugas juga diharapkan tetap memantau anak balita di Pendidikan Anak Usaha Dini (PAUD) dan mencatat di kohort anak balita Pelayanan Keluarga Berencana Usia subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan. Menurut hasil penelitian diketahui bahwa usia subur wanita antara Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

70 usia tahun. Oleh karena itu, untuk mengatur atau menjarangkan kehamilan maka prioritas program Keluarga Berencana adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Dari lampiran profil Tabel 35 dapat dilihat bahwa jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 sebesar , sedangkan yang menjadi peserta KB aktif sebesar (84,10%) dan peserta KB baru sebanyak (10,04%). Metode KB yang dipergunakan untuk peserta KB terbagi atas metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang terdiri Medis Operatif Wanita (MOW) / Medis Operatif Pria (MOP), IUD, dan implant, sedangkan untuk metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP) terdiri dari suntik, pil, kondom, obat vagina dan lainnya. Di tahun 2013, metode non MKJP masih menjadi metode yang paling banyak diminati, baik oleh peserta KB aktif maupun peserta KB Baru dengan pilihan terbanyak adalah suntik sebesar 55,30% untuk KB aktif (Lampiran profil Tabel 33). Kecenderungan ini juga terjadi pada peserta KB baru yaitu lebih banyak menggunakan suntik sebesar 66,25% (Lampiran Profil Tabel 34). Hasil pelaksanaan Keluarga Berencana 4 (empat) tahun terakhir dapat dilihat seperti Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Hasil Pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB) di Kabupaten Situbondo Tahun Indikator Target/Toleransi KB Baru Terjadi Peningkatan dari tahun ke tahun (%) 9, ,2 10,04 KB Aktif 70% 63,3 70, ,07 84,10 Drop Out Terjadi penurunan dari tahun ke tahun (%) 4,3 1,2 6 18,6 13 Kegagalan 0,19% 0,01 0,008 0,02 0, Komplikasi 3,5% 0,3 0,04 0 0,3 0,43 Efek Samping 12,5% 9,6 4,7 8 8,7 9 Sumber : Laporan LB3 KUSUB Puskesmas Dari Tabel 4.1 di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Terjadi pencapaian peningkatan Cakupan KB aktif dari tahun 2009 ke 2013 menjadi 84,10%. Hal ini dikaitkan dengan Peningkatan kompetensi petugas Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

71 baik dalam pelayanan maupun konseling dan Perbaikan dalam sistem pencatatan pelaporan. b. cakupan peserta KB Baru mengalami penurunan dibandingkan tahun Hal ini dikarenakan: Peserta KB Baru sangat tergantung pada keberadaan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di lapangan dalam mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) untuk ber-kb, sementara jumlah PLKB berkurang dan bahkan tidak ada karena otonomi daerah sangat berpengaruh pada instansi yang menggerakkan peserta KB Baru. Belum ada keharusan untuk ibu hamil yang menggunakan Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk mengikuti KB pasca persalinan. c. Drop out terjadi penurunan dikarenakan kompetensi petugas dalam memberikan konseling KB sudah semakin baik, sehingga kesadaran masyarakat untuk ber-kb juga semakin baik d. Komplikasi cenderung meningkat yang disebabkan ketelitian petugas dalam menemukan kasus komplikasi semakin baik e. Efek samping meningkat namun hal ini masih bersifat fisiologis sebagai akibat pemakaian kontrasepsi namun masih dibawah angka toleransi (12,5%). Penyebab umumnya adalah faktor alat kontrasepsi yang harus lebih diperhatikan kualitasnya. Meskipun program KB di Kabupaten Situbondo bisa dikatakan berhasil karena cakupan KB aktifnya yang memenuhi target, bukan berarti dalam pelaksanaannya di lapangan tidak dijumpai hambatan. Hambatan yang dijumpai di lapangan terkait program KB adalah sebagai berikut. 1. Bidan wilayah masih banyak yang tidak mengisi register kohort KB dengan benar sehingga data menjadi tidak valid 2. Register kohort 2 tahun sekali harus menulis ulang, padahal 1 bidan sasaran peserta aktifnya sudah sangat banyak 3. Banyak peserta aktif yang kunjungan ulangnya tidak ke bidan yang sama sehingga menyulitkan pelacakan 4. Sasaran PUS yang digunakan hasil dari BPS padahal bidan sendiri juga rutin melakukan pendataan dan hasilnya berbeda jauh (muncul kesenjangan) Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

72 Dari permasalahan di atas, maka alternatif pemecahan masalah kedepannya adalah 1. Melakukan pendataan lebih cermat pada semua peserta KB aktif (PA) apakah masih sebagai peserta aktif atau sudah waktunya drop out (DO), baik DO secara alamiah (karena usi >49 th) atau DO karena sudah habis efek alat kontrasepsinya (tidak terlindungi). 2. Menghimbau terus menerus kepada bidan-bidan wilayah bahwa pencatatan itu sangat penting untuk menunjang data yang ditampilkan, maka tulislah selalu apa yang anda kerjakan dengan begitu data menjadi valid. 3. Memberi pengertian kepada bidan-bidan wilayah bahwa semua laporan penting, dan harus dikerjakan sama-sama sehingga selesainya juga bersamaan dan tidak terlambat Penjaringan Kesehatan Kelas 1 SD dan Sederajat Program kesehatan anak usia sekolah, khususnya pada penjaringan kesehatan siswa kelas 1 SD dan sederajat merupakan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih atau guru Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau dokter kecil. terdapat 13 kecamatan yang mencapai target %, sedangkan sisanya 4 kecamatan masih belum mencapai target. Salah satu penyebab tidak tercapainya target di 4 kecamatan tersebut adalah pengelola kesehatan anak usia sekolah atau UKS di Puskesmas diganti/dimutasi, serta karena sistem pencatatan dan pelaporan program kesehatan anak usia sekolah secara berjenjang belum berjalan optimal. Kecamatan Jatibanteng memiliki angka cakupan tertinggi (148,16%) dan Kecamatan Sumbermalang memiliki angka cakupan terendah (84,44%). Dari 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo, ada 4 kecamatan yang belum mencapai target %, yakni Puskesmas Sumbermalang, Panarukan, Jangkar dan Banyuputih. Berikut ini gambaran cakupan penjaringan kesehatan kelas 1 SD dan sederajat menurut kecamatan tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

73 Gambar 4.13 Cakupan Penjaringan Kesehatan Kelas 1 SD dan Sederajat Menurut Kecamatan Tahun 2013 Keterangan: % 99.9%-95,9% <95% Sumber : Laporan Program Kesehatan Anak, Remaja dan Usia Lanjut Puskesmas Se- Kabupaten Situbondo Pelayanan Imunisasi Pelayanan imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan pada penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi adalah angka UCI (Universal Child Immunization). Pada awalnya UCI dijabarkan sebagai tercapainya cakupan imunisasi lengkap minimal 80% untuk tiga jenis antigen yaitu DPT3, Polio dan campak. Namun sejak tahun 2003, indikator perhitungan UCI sudah mencakup semua jenis antigen. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut juga tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat terhadap penularan PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi). Adapun sasaran program imunisasi ádalah bayi (0-11 bulan), ibu hamil, WUS dan murid SD. Upaya peningkatan kualitas imunisasi dilaksanakan melalui kampanye, peningkatan skill petugas imunisasi, kualitas penyimpanan vaksin dan sweeping sasaran. Cakupan UCI Desa Imunisasi Dasar Lengkap di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 adalah 86,76%, yakni 118 desa dari 136 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Situbondo. Sedangkan tahun 2012 sebesar 85,29% (Lampiran Profil Tabel 38). Target nasional yang ditetapkan adalah 95%, sedangkan target daerah adalah 85%. Dengan demikian dapat dikatakan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

74 bahwa UCI Desa Kabupaten Situbondo tahun 2013 telah mencapa target daerah meskipun masih belum mencapai target nasional. Gambar 4.14 ini menunjukkan Cakupan Desa/Kelurahan UCI tahun di Kabupaten Situbondo. Gambar 4.14 Cakupan Desa/Kelurahan UCI (Universal Child Imunization) Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Laporan Bulanan Puskesmas, BPS/DPS dan Rumah Sakit Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT (3 kali), Polio (4 kali), Hepatitis B (3 kali) dan imunisasi campak (1 kali), yang dilakukan melalui pelayanan rutin di Posyandu dan fasilitas kesehatan lainnya. Cakupan imunisasi Kabupaten Situbondo tahun 2013 untuk BCG sebesar 110,19%, DPT 1 + HB1 sebesar 112,83%, DPT 3 + HB3 sebesar 113,72%, Polio 3 sebesar 109,21%, Campak sebesar 113,78%. Sedangkan persentase drop out imunisasi sebesar 3,27% (Lampiran Profil Tabel 38 dan 39). Hambatan dan kendala yang dihadapi terkait program imunisasi adalah sebagai berikut : a. Masih adanya masyarakat yang menolak untuk diimunisasi. b. Kepercayaan masyarakat setempat (kehalalan vaksin) c. Masih belum terjangkaunya daerah yang sulit atau terpencil. d. Jadwal posyandu tidak tetap karena medan sulit dan masyarakat ada yang beraktivitas saat pelayanan posyandu Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

75 e. Kurangnya keterampilan dari petugas tentang tata kelola vaksin, kegunaan vaksin dan cara penanganan vaksin. f. Belum tersedianya aliran listrik di daerah terpencil sehingga tidak bisa memenuhi standart dalam penyimpanan vaksin Langkah- langkah untuk mengatasi kendala tersebut : a. Penyuluhan tenaga kesehatan tentang imunisasi, pengelolaan vaksin dan tata cara penanganan vaksin. b. Melibatkan mitra kerja dengan lintas sector (tokoh masyarakat, tokoh agama, ketua RT,ketua RW dll). c. Tersedianya transportasi yang sesuai dengan medan yang sulit. d. Jadwal posyandu disesuaikan dengan kondisi daerah/wilayah. e. Mengadakan pelatihan bagi petugas Imunisasi / Bidan wilayah. f. Penggunaan genset untuk mengatasi ketersediaan listrik di daerah terpencil Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut seharusnya dilakukan sejak dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang tepat untuk dilakukan upaya kesehatan gigi dan mulut, karena pada usia tersebut merupakan awal tumbuh kembangnya gigi permanen dan merupakan kelompok umur dengan resiko kerusakan gigi yang tinggi. Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan dalam bentuk upaya promotif, preventif, dan kuratif sederhana seperti pencabutan, pengobatan, penambalan sementara dan tetap. Pelayanan gigi dan mulut di puskesmas terdiri atas pelayanan dasar gigi yang dilakukan di poli gigi di puskesmas dan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dengan kegiatan sikat gigi masal dan pemeriksaan gigi murid di wilayah masing-masing Puskesmas. Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Kabupaten Situbondo Tahun disajikan pada Gambar 4.15 berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

76 Gambar 4.15 Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Rekapitulasi Laporan Bulanan Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas Tahun 2013 Berdasarkan Gambar 4.13 di atas terlihat bahwa, baik angka tumpatan gigi tetap maupun pencabutan gigi tetap meningkat cukup signifikan dari tahun 2012 ke tahun Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat semakin sadar bahwa mempertahankan gigi lebih utama dari pada pencabutan. Kemungkinan yang terjadi adalah kesadaran anak sekolah SD/MI terhadap kesehatan gigi semakin baik atau karena berkurangnya sarana pelayanan gigi di Puskesmas seperti yang terjadi di Puskesmas Besuki yang dokternya dialihkan ke RSUD Besuki, sehingga program UKGS di Puskesmas Besuki tahun 2013 tidak berjalan. Sedangkan pemeriksaan gigi terhadap anak SD/MI pada tahun 2013 menunjukkan bahwa dari murid yang diperiksa, yang memerlukan tindakan perawatan gigi sebanyak anak (60,3%). Anak yang memerlukan perawatan dari hasil kegiatan UKGS tersebut perlu dilakukan rujukan untuk mendapatkan perawatan di Puskesmas. Dari data yang diperoleh untuk tahun 2013 yang mendapatkan perawatan hanya sebanyak atau 58,80%(Lampiran Profil Tabel 53). Berikut ini disajikan trend hasil program UKGS (pemeriksaan gigi) di kabupaten situbondo tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

77 Gambar 4.16 Hasil Program UKGS (Pemeriksaan Gigi) di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Rekapitulasi Laporan Bulanan Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas Tahun 2013 Kondisi di atas menggambarkan bahwa kegiatan UKGS di Puskesmas sudah semakin baik. Hal ini terlihat dari meningkatnya prosentase jumlah anak SD/MI yang diperiksa serta meningkatnya prosentase anak yang mendapat perawatan selama empat tahun terakhir. Namun, jumlah anak yang membutuhkan perawatan tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan tahun Hal ini kemungkinan disebabkan masih rendahnya tingkat kesadaran orang tua terhadap kesehatan gigi anak dan adanya ketakutan dari anak terhadap alat kesehatan gigi. Kondisi seperti itu hendaknya segera ditindaklanjuti dengan upaya penyuluhan yang intensif oleh petugas kesehatan sehingga baik orang tua maupun anak-anak mengerti pentingnya fungsi gigi bagi kesehatannya Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila (Usia Lanjut) Seiring dengan bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaaan para lanjut usia tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dengan meningkatnya kualitas usia, maka beban ketergantungan dan biaya kesehatan yang ditimbulkannya akan semakin berkurang. Di sisi lain, peningkatan penduduk usia lanjut mengakibatkan penyakit pada lansia semakin kompleks serta spesifikasinya penyakit degeneratif. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

78 Jumlah pra usila dan usila di kabupaten Situbondo tahun namun baru atau 47,58% yang mendapat perawatan. Capaian ini meningkat 11,26% dibandingkan tahun 2012 yang hanya mencapai angka 36,32% (Lampiran Profil Tabel 48). Trend cakupan Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila Tahun 2010 s.d disajikan pada Gambar 4.17 berikut. Gambar 4.17 Trend Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila Tahun 2010 s.d Sumber: Rekapitulasi Laporan Bulanan Kesehatan Usila Puskesmas Tahun 2013 Cakupan pelayanan kesehatan pra usila dan usila menurun sangat signifikan pada tahun Hal ini dikarenakan perubahan definisi operasional, yakni target yang semula adalah data riil berubah menjadi data sasaran dari BPS. Rendahnya cakupan pelayanan kesehatan bagi warga pra usila dan usila mungkin dikarenakan belum berfungsinya posyandu lansia secara optimal dan kurangnya minat lansia untuk berkunjung ke posyandu lansia, sehingga frekuensi pra usila dan usila kontak dengan tenaga kesehatan masih sangat kurang. Dibutuhkan koordinasi dan peran serta masyarakat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada pra usila dan usila dan kreativitas petugas kesehatan untuk membuat terobosan menarik agar para lansia mau datang ke posyandu Kunjungan Pelayanan Kesehatan Dasar Sebagian besar sarana pelayanan di Puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi pasien melalui pelayanan rawat Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

79 jalan dan pelayanan rawat inap bagi puskesmas dengan tempat tidur (Puskesmas perawatan). Sementara rumah sakit yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas merupakan sarana rujukan bagi Puskesmas terhadap kasuskasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut melalui perawatan rawat inap, disamping tetap menyediakan pelayanan rawat jalan bagi masyarakat yang langsung datang ke rumah sakit. Pemanfaatan masyarakat terhadap Puskesmas dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 terus mengalami peningkatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan Puskesmas masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik yang memerlukan pelayanan rawat jalan maupun bagi masyarakat yang memerlukan rawat inap. Selain itu, jumlah Puskesmas rawat inap yang terus bertambah dari tahun ke tahun secra otomatis juga turut menyumbang kenaikan kunjungan rawat inap. Pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat dalam mencari pertolongan kesehatan tahun 2010 sampai dengan 2013 terlihat pada Gambar 4.18 di bawah ini. Gambar Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap Puskesmas di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Rekapitulisi Laporan Kunjungan Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun Selain itu, Puskesmas juga semakin memberikan pelayanan yang berkualitas, antara lain dengan memenuhi standar input, proses maupun output. Standar input yang harus ada di Puskesmas adalah SDM yang mempunyai kompetensi, sarana prasarana yang memenuhi standar serta Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

80 sistem manajemen yang memenuhi standar. Sedangkan standar proses adalah setiap pelayanan harus mempunyai SOP di masing-masing pelayanan. Standar outputnya adalah hasil capaian kinerja dari 6 (enam) upaya program pokok dan upaya pengembangan. Hal tersebut dapat memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk berkunjung ke Puskesmas. Hambatan dan kendala yang dihadapi terkait pelayanan kesehatan dasar di lapangan adalah pelayanan pada daerah terpencil masih belum optimal dan pencatatan pelayanan kesehatan luar gedung masih belum dimasukkan ke register rawat jalan Puskesmas. Dengan demikian, langkah langkah yang perlu diambil untuk alternatif pemecahan masalah tersebut adalah perlunya optimalisasi pelayanan pusling (Puskesmas Keliling) pada daerah terpencil dan mengoptimalkan sistem pencatatan dan pelaporan dengan memasukkan pelayanan luar gedung pada register rawat jalan. 4.2 PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN KHUSUS Sampai dengan tahun 2013, jumlah Rumah Sakit di Kabupaten Situbondo meningkat dari dua menjadi tiga, yakni Rumah Sakit Umum Abdoer Rahem, Rumah Sakit Swasta Elizabeth dan Rumah Sakit Umum Besuki sebagai pendatang baru. Gambar 4.19 di bawah ini menunjukkan kunjungan rumah sakit di Kabupaten Situbondo Tahun yang naik dari tahun ke tahun. Gambar Trend Kunjungan Rawat Jalan Dan Rawat Inap Rumah Sakit Di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Laporan Kunjungan Rumah Sakit Tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

81 Rumah Sakit merupakan salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan dan berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan dari Puskesmas dan jaringannya. Oleh karena itu, rumah sakit perlu memperhatikan mutu dan kualitas pelayanan kesehatannya. Mutu pelayanan rumah sakit diantaranya dapat dilihat dari aspek-aspek penyelenggaraan pelayanan gawat darurat, aspek efisiensi dan efektivitas pelayanan serta keselamatan pasien. Beberapa indikator untuk mengetahui mutu efisiensi rumah sakit antara lain : pemanfaatan tempat tidur, pemanfaatan tenaga, pemanfaatan penunjang medik, dan keuangan. Indikator pemanfaatan tempat tidur sendiri yang mudah kita lihat dan kita ketahui adalah melalui angka BOR / Bed Occupancy Rate, BTO / Bed Turn Over, ALOS / Average Length Of Stay, TOI / Turn Over Interval. Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit di Kabupaten Situbondo Tahun disajikan pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2. Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit di Kabupaten Situbondo Tahun Indikator Standar Kemkes BOR 60-85% 63,97 68,2 62,9 63,3 TOI 1-3 hari 1,96 1,7 2 1,8 ALOS 6-9 hari ,7 3,3 3,31 Sumber: Seksi Pelayanan Kesehatan Khusus dan Rujukan Gadar Level I Jumlah pelayanan gawat darurat level satu rumah sakit di Kabupaten Situbondo tahun 2013 adalah 66,67%, artinya dari 3 rumah sakit yang ada di Kabupaten Situbondo, hanya ada dua rumah sakit yang memiliki pelayanan Gadar level I. Sedangkan satu rumah sakit (RSUD Besuki) belum Gadar Level I karena mengingat statusnya sebagai rumah sakit baru dan merupakan pengembangan dari Puskesmas Besuki BOR (Bed Occupancy Rate) BOR merupakan indikator untuk menggambarkan tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. Selama periode tahun jumlah tempat tidur (TT) yang tersebar di seluruh rumah sakit di Kabupaten Situbondo meningkat dari 260 TT menjadi 325 TT. Selain dikarenakan tambahan RS Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

82 Besuki, penambahan TT dikarenakan perluasan RSUD Abdoer Rahem. Jumlah tempat tidur (TT) yang meningkat diharapkan bisa menampung kebutuhan TT rawat inap seluruh daerah di Kabupaten Situbondo. Kapasitas tidur yang mencukupi akan menunjang mutu pelayanan. Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata pemanfaatan tempat tidur (BOR) dari 68,2 tahun 2011 menjadi 62,9 pada tahun Artinya, telah terjadi penurunan jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit. Hal ini kemungkinan dikarenakan peningkatan jumlah Puskesmas rawat inap dan klinik swasta di Kabupaten Situbondo yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2013, angka pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit kembali meningkat meskipun tidak terlalu signifikan (63,3). Oleh karena itu, Rumah Sakit perlu untuk terus meningkatkan kualitasnya baik dalam hal pelayanan, SDM maupun sarananya agar tidak kalah bersaing dengan sarana kesehatan lain TOI (Turn Over Interval) TOI merupakan indikator untuk menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit. Idealnya adalah 1-3 hari. Rentang TOI yang pendek menunjukkan banyaknya pasien yang harus dilayani sedangkan rentang yang sangat panjang disebabkan masih sedikitnya pasien yang dirawat karena keberadaan rumah sakit yang masih baru berdiri. Rata-rata TOI rumah sakit di Kabupaten Situbondo sudah sesuai standar, yakni 1,8 hari. Namun, jika dilihat per rumah sakit, RS Elizabeth memiliki TOI yang kurang memenuhi standar, yakni sebesar 3,8 hari ALOS (Average Length Of Stay) ALOS merupakan indikator untuk mengukur rata-rata lama waktu pasien mendapat perawatan. Standar ALOS untuk RS adalah < 9 hari. ALOS terlalu rendah mengindikasikan kurangnya kepercayaan masyarakat dan bila terlalu tinggi mengindikasikan lambatnya penanganan oleh tenaga medis. Dari tahun 2010 s.d 2013 rata-rata lama waktu pasien mendapat perawatan rumah sakit di Kabupaten Situbondo cenderung stabil, yakni berkisar antara 3-4 hari. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

83 4.3 KETERSEDIAAN OBAT Definisi Ketersediaan Obat adalah Jumlah jenis obat tertentu sesuai satuannya yang tersedia di suatu daerah/wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun) yang digunakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Ketersediaan obat dikatakan % jika obat yang ada/tersedia mencukupi untuk 18 bulan ke depan. Persediaan obat tahun 2013 dihitung berdasarkan data sisa obat per 31 Desember Sedangkan definisi kebutuhan obat adalah jumlah item obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan dasar di Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten / Kota di suatu wilayah kerja, pada kurun waktu yang sama. Cara menghitung kerersediaan obat adalah perbandingan jumlah obat (sisa stok dan total penggunaan setahun) dibagi dengan kebutuhan obat. Realisasi ketersediaan obat sesuai kebutuhan tahun 2013 adalah 131,72% dari 144 item obat yang dihitung, sedangkan target tahun 2013 adalah % dari jumlah item obat yang sama telah melampaui target. Beberapa penyebab terlampauinya target ini adalah terjadinya perubahan jumlah item obat yang menjadi indikator kinerja dimana tahun 2012 berupa 34 item obat sedangkan pada tahun 2013 ada 144 item obat. Penyebab lainnya adalah obatobat pengadaan tahun 2013 banyak yang datang di akhir tahun sehingga masih banyak yang tersimpan di instalasi farmasi kabupaten sehingga nilainya melampaui target. Ketersediaan obat di Kabupaten Situbondo tahun disajikan pada Gambar 20 berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

84 Gambar Persentase Ketersediaan Obat Di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Seksi Farmasi dan Perbekalan Keehatan Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2011 yaitu 155,54% dan tahun 2012 sebesar 63,46% maka mengalami penurunan dari tahun 2011 dan mengalami kenaikan pada tahun Hal ini dikarenakan pada tahun 2011 dan tahun 2012 indikator kinerja yang digunakan masih 34 item obat sedangkan pada tahun 2013 menggunakan indikator kinerja yang lebih baru dengan 144 item obat. Penyebab lainnya adalah waktu pengadaan obat. Jika waktu pengadaan obat dilakukan di awal atau pertengahan tahun maka nilainya akan semakin kecil dari target. Hal ini terjadi karena indikator ketersediaan obat yang dibutuhkan ini berbeda dari indikator lainnya. Jika indikator lainnya nilai realisasi akan lebih besar nilainya seiring dengan berjalannya waktu maka untuk indikator ini merupakan kebalikannya yaitu nilainya akan berkurang dengan berjalannya waktu karena obat yang semakin banyak digunakan. Namun jika dikaitkan dengan target yang telah ditetapkan maka hanya tahun 2012 yang tidak mencapai target karena obat pada akhir tahun sudah banyak yang digunakan. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mencapai indikator tersebut diantaranya adalah: a. Perencanaan obat dari masing-masing pengelola Puskesmas yang kurang sesuai dengan penyebaran penyakit Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

85 b. Sarana dan prasarana gudang farmasi yang kurang sesuai sehingga banyak obat yang mengalami kerusakan c. Kurang tertibnya beberapa puskesmas dalam mengumpulkan laporan Langkah-Langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut : a. Perlunya koordinasi antara pengelola obat dan tenaga kesehatan yang lain dalam perencanaan obat b. Perlunya untuk melengkapi sarana dan prasarana kamar obat dan gudang agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga obat tidak rusak sebelum waktunya c. Perlunya komitmen bersama antara dinkes dan puskesmas dalam ketertiban pelaporan 4.4 KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DAN KERACUNAN MAKANAN Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya/meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kejadian KLB penyakit dan keracunan di Kabupaten Situbondo masih cukup tinggi. Pada tahun 2013 terjadi 31 kasus KLB yang meliputi 16 kasus Difteri, 6 kasus AFP, 6 kasus Campak, 1 kasus Keracunan Makanan dan 2 kasus Tetanus Neonatorum dengan jumlah kematian sebanyak 2 orang, akibat Tetanus Neonatorum (Lampiran Profil Tabel 51). Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo 12 diantaranya pernah mengalami KLB pada tahun 2013 dan dari 136 desa di Kabupaten Situbondo sebanyak 31 desa pernah mengalami KLB di tahun 2013 (Lampiran Profil Tabel 52). 4.5 STATUS GIZI MASYARAKAT Masyarakat di Indonesia pada umumnya masih dihadapkan pada masalah gizi ganda, yaitu masalah Gizi Kurang dalam bentuk Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kurang Vitamin A (KVA), serta masalah Gizi Lebih yang erat kaitannya dengan penyakit-penyakit degeneratif. Berbagai upaya perbaikan gizi Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

86 telah dilakukan dalam upaya menanggulangi masalah gizi kurang tersebut, sedangkan untuk masalah gizi lebih, masih dilakukan secara individu Kurang Energi dan Protein (KEP) Kurang Energi dan Protein (KEP) merupakan salah satu jenis gangguan kekurangan zat gizi, terutama zat gizi makro (Energi dan Protein) yang dapat memberikan gambaran tentang status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat, pada umumnya dapat dilihat dari status gizi balita. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi balita, yaitu berat badan (BB) menurut umur (U), Tinggi Badan (TB) menurut Umur (U) dan BB menurut TB. a. Angka Status Gizi Balita berdasarkan BB/U Gambaran status gizi balita di Kabupaten Situbondo Tahun 2012 berdasarkan indikator BB/U dapat dilihat pada Gambar 4.21 berikut. Gambar 4.21 Status Gizi Balita Berdasarkan indeks BB/U di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Dari grafik di atas, diketahui bahwa berdasarkan indikator BB/U, persentase balita gizi buruk di Kabupaten Situbondo tahun 2013 adalah sebesar 1,08% dan persentase balita gizi kurang sebesar 6,32 %, sehingga persentase balita kurang gizi (Gizi Kurang + Gizi Buruk) sebesar 7,4%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran Profil Tabel 27. Jika dibandingkan dengan target MDGs tahun 2015 sebesar 15,5% untuk prevalensi gizi kurang dan 3,6% untuk prevalensi gizi buruk, maka di Kabupaten Situbondo sudah cukup aman. Akan tetapi harus ditekankan bahwa Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

87 semua kecamatan yang ada harus tetap waspada dan terus mempertahankan agar prevalensi gizi buruknya tidak naik bahkan diupayakan agar semaksimal mungkin untuk berupaya menguranginya b. Angka Balita Bawah Garis Merah (BGM/D) Jika dilihat dari data balita BGM (Bawah Garis Merah) dibanding dengan balita yang ditimbang (D), tahun 2013 di Kabupaten Situbondo (Lampiran Profil Tabel 44) angkanya sebesar 378 balita (1,09%). Empat kecamatan yang BGM/D-nya di atas 2% adalah Kecamatan Bungatan (2,68%), Banyuglugur (2,49%), Kendit (2,42%) dan Mlandingan (2,34%). Selama empat tahun terakhir, angka BGM/D Kabupaten Situbondo mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni tahun 2010 sebesar balita (12,82%), tahun 2011 sebesar balita (7%) dan tahun 2012 sebesar 560 balita (1,74%). Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.22 di bawah ini. Gambar 4.22 Trend Balita BGM Berdasarkan indeks BB/U di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Penurunan ini menunjukkan bahwa upaya-upaya penanggulangan KEP yang dilakukan di Kabupaten Situbondo menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Upaya tersebut antara lain berupa pembentukan taman pemulihan gizi di beberapa desa yang angka BGM-nya tinggi, pemberian MP- ASI, PMT-pemulihan, peningkatan kadarzi, peningkatan cakupan ASI-Eksklusif, peningkatan konseling pertumbuhan dan sebagainya. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

88 c. Jumlah Kasus Gizi Buruk Kasus Gizi Buruk dapat diperoleh dari indikator BB/TB. Data tersebut diperoleh dari laporan masyarakat, kader posyandu, maupun kasus-kasus yang langsung dibawa ke tempat-tempat pelayanan kesehatan yang ada, seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Pada tahun 2013, jumlah kasus gizi buruk di Kabupaten Situbondo tercatat sebanyak 191 balita (Lampiran Profil Tabel 45). Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 175 kasus. Trend Kasus Gizi Buruk Berdasarkan indeks BB/TB di Kabupaten Situbondo Tahun disajikan pada Gambar 4.23 berikut. Gambar 4.23 Trend Kasus Gizi Buruk Berdasarkan indeks BB/TB di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Gambar di atas menunjukkan bahwa kasus gizi buruk di Kabupaten Situbondo kembali meningkat di tahun Kemungkinan terjadinya kenaikan jumlah kasus tersebut, antara lain disebabkan semakin gencarnya petugas gizi di masyarakat untuk menemukan secara dini kasus gizi buruk di lapangan. Dengan ditemukannya secara dini kasus-kasus gizi buruk akan memudahkan petugas untuk melakukan intervensi secara langsung, sehingga diharapkan dalam waktu satu atau dua tahun kedepan, jumlah kasus gizi buruk di Kabupaten Situbondo sudah mulai menurun lagi. Permasalahan di lapangan terkait penanganan gizi buruk antara lain: Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

89 1. Balita Bawah Garis Merah (BGM) cukup tinggi (378 balita) walaupun turun dibanding tahun sebelumnya (560 balita) 2. Kepekaan penanganan 2T masih rendah baik oleh keluarga maupun petugas 3. Kasus gizi buruk disertai penyakit (cacat bawaan maupun penyakit infeksi) Dari permasalahan di atas, rencana tindak lanjut ke depannya adalah optimalisasi TPG (Taman Pemulihan Gizi) dan TFC (Pondok Rehabilitasi Gizi Buruk), operasionalisasi Rumah Pemulihan Gizi, pemberian makanan tambahan, suplementasi, peningkatan surveilans, pemantapan kinerja petugas dalam penatalaksanaan gizi buruk (respon cepat) d. Pencapaian D/S (Partisipasi Masyarakat) Partisipasi masyarakat dalam perbaikan gizi bagi balita dapat ditunjukkan dari indikator D/S. Partisipasi masyarakat diperlukan dalam rangka ikut menekan angka gizi buruk. Dengan pemantauan pertumbuhan setiap bulan maka bila ada penyimpangan dapat secara dini mendapat intervensi. Angka D/S Tahun 2013 tercatat sebesar 71,08% dan meningkat 6,15% dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 64,93% (Lampiran Profil Tabel 44). Capaian tahun 2013 ini masih di bawah target 80% yang ditetapkan dalam renstra kabupaten tahun Trend D/S Kabupaten Situbondo Tahun dapat dilihat dalam Gambar 4.24 di bawah ini. Gambar 4.24 Trend D/S di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

90 Gambar 4.24 di atas menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 sampai dengan 2013 pencapaian D/S terus mengalami peningkatan. Hal ini berarti partisipasi masyarakat di Kabupaten Situbondo menjadi semakin baik. Sedangkan capaian D/S per Kecamatan tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 4.25 berikut. Gambar 4.25 Cakupan D/S Per Kecamatan Di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Berdasarkan Gambar di atas diketahui bahwa capaian D/S tahun 2013 yang terendah adalah Kecamatan Situbondo (60,71%). Hal ini kemungkinan dikarenakan wilayah kerja Puskesmas Situbondo yang merupakan daerah perkotaan dengan masyarakatnya yang lebih suka datang ke dokter spesialis atau Bidan Praktek Swasta sehingga Posyandu tidak dimanfaatkan dengan baik. Kegiatan-kegiatan terobosan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kunjungan di Posyandu adalah sbb: 1. Meningkatkan integrasi dengan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan mengoptimalkan fungsi taman Posyandu untuk kegiatan BKB dan SDIDTK (Stimulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh Kembang). 2. Pemantapan kerja sama lintas sektor, terutama peran tokoh masyarakat dan pejabat di desa (Pokjanal Posyandu Desa) untuk memsayarakatkan Posyandu 3. Revitalisasi Posyandu Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

91 4. Pengelolaan PMT Penyuluhan untuk menarik minat kunjungan ke Posyandu 5. Mengoptimalkan penggunaan media yang tersedia (panggung boneka) Pencegahan dan Penanggulangan GAKY Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) masih merupakan masalah gizi yang perlu mendapatkan penanganan secara serius mengingat dampaknya terhadap kualitas sumberdaya manusia. Kekurangan Yodium dapat menyebabkan masalah gondok dan kretinisme serta mengakibatkan penurunan kecerdasan. Upaya penanggulangan GAKY dilaksanakan melalui optimalisasi pemanfaatan garam beryodium serta penyuluhan tentang bahan makanan alami sumber yodium. Berdasarkan hasil Monitoring garam di desa dapat ditentukan kategori suatu desa dikatakan desa baik apabila dari 21 sampel yang diperiksa, maksimal hanya 1 sampel yang tidak mengandung yodium. Berdasarkan hasil Monitoring garam beryodium di 136 desa di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 didapatkan hasil bahwa dari KK yang diperiksa, sebanyak KK (78,58%) sudah mengkonsumsi garam beryodium sesuai standar ppm, 126 KK (4,41%) masih mengkonsumsi garam yang kandungan Iodiumnya belum memenuhi standar (<30 ppm) dan 585 KK (20,5%) mengkonsumsi garam yang tidak ada kandungan Iodiumnya. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, prosentase masyarakat yang menggunakan garam beryodium tahun 2013 meningkat 3,49% (75,09% pada tahun 2012). Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran median EIU/Urine Ibu Hamil (μg/l) di 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo pada tahun 2010 diperoleh data 6 kecamatan tergolong endemik berat (<50 μg/l), yaitu Kecamatan Sumbermalang (40,5 μg/l), Jatibanteng (44,5 μg/l), Mlandingan (43,0 μg/l), Jangkar (34,0 μg/l) dan Banyuputih (48,0 μg/l), 10 kecamatan termasuk endemik sedang dan hanya satu kecamatan, yakni Kecamatan Mangaran yang tergolong endemik ringan (> μg/l). Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

92 4.5.3 Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia gizi besi dilaksanakan melalui pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) yang diprioritaskan pada Ibu hamil, karena prevalensi anemia pada kelompok ini cukup tinggi. Di samping itu, kelompok ibu hamil merupakan kelompok rawan yang sangat berpotensi memberi kontribusi terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Untuk mencegah anemia gizi pada ibu hamil dilakukan suplementasi TTD dengan dosis pemberian sehari sebanyak 1 tablet (60 mg elemental iron dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut minimal 90 hari selama masa kehamilan. Persentase cakupan ibu hamil di Kabupaten Situbondo yang mendapatkan TTD sebanyak 30 tablet sebesar 85,54% dan yang mendapat 90 tablet sebesar 76% (Lampiran Profil Tabel 30). Gambar 4.26 berikut menggambarkan trend pencapaian pemberian Fe1 dan Fe3 di Kabupaten Situbondo dari tahun 2008 s.d Gambar 4.26 Trend Pencapaian Pemberian Fe1 dan Fe3 Di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 s.d Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Berdasarkan Gambar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cakupan pemberian Fe pada ibu hamil tahun 2013, baik Fe1 maupun Fe3 cenderung mengalami peningkatan dibandingkan tahun Namun, capaian Fe3 (90 tablet) tahun 2013 ini masih belum memenuhi target 81% yang ditetapkan dalam renstra kabupaten. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

93 Hambatan di lapangan terkait pemberian tablet Fe ibu hamil adalah:hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu : 1. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 yang lebih rendah dari kunjungan pertama ibu hamil di fasilitas pelayanan kesehatan (K1) 2. Masih terdapat ibu hamil yang telah mendapat tablet tambah darah (Fe-90) sebelum trimester III kehamilan atau belum mencapai kunjungan (K4) belum terlaporkan oleh petugas. 3. Masih terdapat ibu hamil di trimerster I kehamilan yang tidak mau mengkonsumsi tablet tambah darah sesuai kebutuhan selama kehamilan dikarenakan efek samping yang dirasakan (mual, BAB berwarna hitam, dll) 4. Masih belum tercakupnya data ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah non program yang diperoleh dari bidan praktek swasta atau dokter spesialis pada saat ANC (pemeriksaan kehamilan). 5. Adanya peningkatan jumlah estimasi sasaran ibu hamil pada tahun 2013 yang cukup besar dibandingkan jumlah ibu hamil riil yang ada di wilayah dibandingkan dengan tahun Langkah langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah : 1. Mengoptimalkan upaya pelaksanaan PWS KIA sbagai upaya peningkatan cakupan K4 dan pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil 2. Melakukan pendampingan dan sosialisasi tentang manfaat tablet tambah darah selama kehamilan 3. Memberikan tablet tambah darah pada trimester II kehamilan untuk mengurangi efek samping yang dirasakan oleh ibu hamil 4. Melakukan pendampingan minum tablet tambah darah bagi ibu hamil oleh petugas 5. Melakukan kerja sama dengan bidan praktek swasta dan dokter spesialis dalam pencatatan cakupan pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil yang melakukan ANC Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

94 4.5.4 Pemberian Kapsul Vitamin A pada Bayi, Anak Balita dan Ibu Nifas Strategi penanggulangan KVA dilaksanakan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi yaitu kapsul vitamin A biru untuk bayi (6-11 bulan) sebanyak satu kali dalam setahun (bulan Februari atau Agustus) dan kapsul vitamin A merah untuk balita (1-5 tahun) sebanyak dua kali yaitu tiap bulan Februari dan Agustus, serta untuk ibu nifas paling lambat 39 hari setelah melahirkan. Cakupan pemberian kapsul vitamin A di Kabupaten Situbondo tahun 2013 pada bayi sebesar 94,70%, anak balita sebesar 79,74% dan Ibu nifas sebesar 75,90% (Lampiran Profil Tabel 32). Jika digabungkan antara bayi dan anak balita, maka cakupannya sebesar 82,70%. Cakupan tersebut belum memenuhi target tahun 2013 sebesar 83% yang ditetapkan dalam renstra kabupaten. Gambaran cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi, anak balita dan ibu nifas selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 4.27 di bawah ini. Gambar 4.27 Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Bayi, Anak Balita Dan Ibu Nifas Tahun Sumber : Laporan LB3 Gizi Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa jika dibandingkan dengan cakupan pada tahun 2012, ada sedikit penurunan sebesar 3,78% pada bayi Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

95 yaitu dari 98,48% tahun 2012 menjadi 94,7% pada tahun Sedangkan pada anak balita ada peningkatan sebesar 5,06%, yaitu dari 74,68% tahun 2012 menjadi 79.74% pada tahun Cakupan pada ibu hamil juga meningkat sebesar 3,89% dari 72,01% pada tahun 2012 menjadi 75,9% pada tahun Cakupan pemberian vitamin A dapat ditingkatkan melalui pengintegrasian kegiatan PAUD, Play Group maupun TK, khususnya bagi anak yang usianya masih di bawah lima tahun (balita) serta melakukan registrasi pemberian Vitamin A sehingga tidak ada Iagi balita yang luput dari pemberian Vitamin A Cakupan ASI Eksklusif ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman lain sampai bayi berusia 6 bulan, kemudian pemberian ASI harus tetap dilanjutkan sampai bayi berusia 2 (dua) tahun walaupun bayi sudah makan. Berdasarkan data dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo diketahui bahwa cakupan bayi yang mendapat ASI Eksklusif tahun 2013 sebesar 71,70% (Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 41). Cakupan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2012 (64,91%). Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor pemahaman atau Definisi Operasional (DO) yang berubah pada awal tahun Sampai awal tahun 2010 pemahaman ASI Eksklusif oleh pelaksana gizi di lapangan adalah murni bayi yang berusia 6 bulan yang hanya mendapat ASI saja. Sedangkan pengertian ASI Eksklusif menurut Kementerian Kesehatan RI maupun World Health Organization (WHO), adalah bayi yang berusia 0-6 bulan yang masih diberi ASI saja pada saat didata. Artinya, bila ada bayi yang berumur 0 bulan atau 1 bulan dan seterusnya sampai 5 bulan masih diberi ASI saja, maka pada saat itu dia dicatat sebagai bayi 0-6 bulan yang eksklusif, sehingga angkanya jelas jauh lebih tinggi dibanding dengan yang murni 6 bulan eksklusif. Kegiatan yang mendukung peningkatan cakupan ASI Ekslusif antara lain adalah pendampingan konselor ASI, pengembangan kelompok pendukung ASI, pelatihan motivator ASI dan sebagainya. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

96 4.6 PERILAKU MASYARAKAT Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan derajat kesehatan adalah perilaku, karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan maupun genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Banyak penyakit yang muncul juga disebabkan karena perilaku yang tidak sehat. Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan, namun mutlak diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu, upaya promosi kesehatan harus terus dilakukan agar masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu rumah tangga Penyuluhan Kesehatan Hasil kegiatan program pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan dalam rangka penyebarluasan informasi kepada masyarakat selain melalui penyuluhan langsung maupun penyuluhan tidak langsung juga sangat didukung oleh adanya berbagai media informasi. Bentuk media informasi tersebut berupa media cetak, media elektronik, pameran dan media tradisional. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas terhadap masyarakat dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota didasarkan pada sasaran yaitu secara kelompok maupun dengan sasaran massa. Dari data yang diperoleh, frekuensi penyuluhan di masyarakat, baik penyuluhan kelompok maupun penyuluhan massa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 tercatat penyuluhan kelompok dan 463 penyuluhan massa. Hal ini berarti bahwa fungsi Promotif dan Preventif Puskesmas di Puskesmas sudah berjalan dengan baik Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Persentase rumah tangga yang ber-phbs didapatkan dari jumlah rumah tangga yang melaksanakan 10 indikator PHBS dibagi dengan rumah tangga yang dipantau. Sepuluh indikator tersebut adalah : Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

97 1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 2. Bayi diberi ASI eksklusif 3. Balita ditimbang setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu 8. Makan sayur dan buah setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah. Hasil kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui hasil survey PHBS tatanan Rumah Tangga tahun 2013 menunjukkan bahwa Rumah Tangga yang ber PHBS di Kabupaten Situbondo sebesar 17,14%, yakni KK dari KK yang dipantau (Lampiran Profil Tabel 61). Angka in masih belum mencapai target 65% yang ditetapkan. Cakupan Rumah Tangga Sehat di Kabupaten Situbondo dari tahun 2010 sampai dengan 2012 mengalami peningkatan, yakni 14,34% pada tahun 2011, 11,51% pada tahun 2010 dan meningkat lagi menjadi 18,86% pada tahun Namun, tahun 2013 cakupan rumah tangga sehat menurun menjadi 17,14%. Gambar 4.28 berikut menunjukkan cakupan Rumah Tangga Sehat di Kabupaten Situbondo dari tahun 2010 sampai dengan Gambar 4.28 Cakupan Rumah Tangga Sehat Di Kabupaten Situbondo Tahun 2010 Sampai Dengan 2013 Sumber: Hasil Survey PHBS Tahun 2010 s.d 2013 Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

98 Penurunan capaian tahun 2013 ini bukan dikarenakan kinerja program, akan tetapi dikarenakan ada satu kecamatan yang tidak melaksanakan kegiatan survey PHBS. Yang perlu dicemati dari Cakupan Rumah Tangga Sehat tahun 2013 adalah 3 (tiga) besar permasalahan yang dihadapi Kabupaten Situbondo, yakni: 1. Tidak merokok dalam Rumah ( 32,03 ) (tahun 2012 sebesar 35,76%) 2. Jamban Sehat ( 58,20 ) (tahun 2012 sebesar 55,90%) 3. ASi Eklusif ( 68,07 ) (tahun 2012 sebesar 64,47%) Merokok di dalam rumah merupakan masalah di hampir semua wilayah di Indonesia, hal ini tidak lepas dari kebiasaan orang tua yang secara tidak langsung mengajari anak-anaknya merokok. Kebiasaan masyarakat yang turun temurun memang sulit untuk dihilangkan, namun yang paling penting untuk dicermati adalah upaya sosialisasi tentang bahaya merokok bagi generasi muda harus terus dilakukan. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sebagian perokok di Kabupaten Situbondo masih usia belia dan belum punya kesanggupan untuk mencari nafkah, sehingga dikhawatirkan terjadinya tindak kriminalitas remaja. Selain itu, merokok dalam rumah menunjukkan trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyebab tingginya kebisaan merokok di masyarakat diantaranya : 1. Sebagian besar masyarakat SItubondo adalah petani tembakau karena kondisi geografis yang ada, bahkan ada jenis tembakau terkenal yang dihasilkan oleh wilayah di Kab. Situbondo. 2. Lemahnya regulasi/peraturan tentang tata niaga periklanan rokok yang kurang memihak terhadap terciptanya Kawasan Bebas Rokok. 3. Belum adanya peraturan pemerintah daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 4. Sosialisasi bahaya merokok yang masih kurang intens. 5. Dana bagi hasil cukai tembakau hanya untuk kegiatan yang bersifat kuratif dan pembangunan sarana prasarana tetapi belum digunakan untuk kegiatan promotif dan preventif. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

99 Peran tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh formal perlu dimaksimalkan, sehingga kegiatan pembudayaan hidup bersih dan sehat termasuk didalamnya kebiasaan merokok di di dalam rumah dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan. Petugas kesehatan sebagai penangungjawab PHBS di wilayah memegang peran penting untuk mengkonsolidasi segenap potensi yang ada di desa untuk bersama-sama membudayakan hidup bersih dan sehat tanpa merokok. Selain itu, perlu melakukan sosialisasi bahaya merokok kepada anak sekolah mulai dari tingkat dini sampai dengan SMU baik secara formal maupun informal dengan berbagai cara diantaranya melalui siaran radio, talkshow, dilog interaktif, penyuluhan di sekolah-sekolah dll serta melakukan advokasi kepada pimpinan pemerintah daerah untuk menerapkan kawasan bebas asap rokok seperti kantor pemerintahan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, tempat-tempat umum, dll. 4.7 PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahaan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pola pembiayaan kesehatan yang umum dianut masyarakat saat ini masih mengacu pola fee for service dimana masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan harus langsung membayar kepada penyedia layanan kesehatan begitu selesai mendapatkan pelayanan. Pola tersebut membuat masyarakat tidak dapat mengendalikan jenis pelayanan ataupun biaya yang dikeluarkan. Untuk mengurangi beban biaya pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan tersebut maka sistem fee for service sebaiknya diganti dengan sistem prepayment (prabayar). Beberapa bentuk prospective payment yang saat ini mulai dikembangkan dan dikenal masyarakat antara lain Program Pemerintah Jamkesmas dan Jamkesda, program Asuransi Kesehatan oleh PT. ASKES (Persero), program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja oleh PT. Jamsostek maupun asuransi kesehatan yang dikelola oleh pihak swasta. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

100 Sedangkan yang dikelola oleh masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat seperti Dana Sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin) dan yang lainnya masih terdapat dalam masyarakat meski mulai berkurang. Sampai dengan tahun 2013 jumlah peserta jaminan kesehatan pra bayar di Kabupaten Situbondo menurut data yang dilaporkan sebanyak orang atau mencapai 52,27% dari jumlah penduduk Kabupaten Situbondo. Sebagian besar peserta jaminan kesehatan pra bayar adalah Jamkesmas sebesar 38,11%, Jamkesda sebesar 9,43% dan peserta Askes sebesar 4,78% (Lampiran Profil Tabel 54). Dengan demikian, masyarakat yang masih belum tercover dalam jaminan kesehatan adalah sekitar 47,73%. Padahal kepesertaan masyarakat dalam jaminan kesehatan secara prospectif payment merupakan salah satu indikator penting untuk kemandirian masyarakat di bidang kesehatan dan merupakan indikator keberhasilan dalam mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Pembangunan kesehatan yang pro poor dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial. Program ini diselenggarakan secara nasional dengan tujuan mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan tertinggi sesuai dengan indikasi medis dapat diakses oleh seluruh peserta dari seluruh wilayah Indonesia dan subsidi silang pembiayaan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Situbondo sampai dengan tahun 2013 yang mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah melalui Jamkesmas sebanyak jiwa dan melalui Jamkesda sebanyak jiwa. Jumlah masyarakat miskin yang mendapat jaminan Jamkesmas sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai jiwa. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

101 a. Jamkesmas Manfaat pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh peserta Program Jamkesmas meliputi : 1. Pelayanan rawat jalan dan rawat inap tingkat dasar di Puskesmas dan jaringannya, 2. Pelayanan rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjutan di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan. Disamping itu, dalam Program Jamkesmas juga diselenggarakan Jaminan Persalinan (Jampersal) bagi ibu hamil, bersalin dan nifas termasuk KB Pasca Persalinan, Jaminan pengobatan bagi penderita Thalassaemia Mayor dan penderita kasus Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Selama penyelenggaraan Jamkesmas tahun 2013, diperoleh data pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai berikut: 1. Tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan Jamkesmas di Puskesmas pada tahun 2013 tercatat sebanyak kunjungan atau 101,05% untuk pelayanan rawat jalan dan kunjungan atau 0,7% untuk pelayanan rawat inap. Sedangkan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan Jamkesmas di rumah sakit sebanyak 4929 atau 1,57% untuk pelayanan rawat jalan dan atau 1,37% untuk pelayanan rawat inap (Lampiran Profil Tabel 56 dan 57). 2. Jampersal Dari ibu hamil yang menggunakan Jampersal tahun 2013 dapat dikategorikan: - Pelayanan AnteNatal Care (ANC): kunjungan (194%) - Pelayanan PostNatal Care (PNC) : kunjungan (239%) - Persalinan Normal : persalinan (58,6%) Angka pemanfaatan program Jampersal untuk ANC dan PNC melebihi % dikarenakan pada masa kehamilan dan pasca persalinan sesuai dengan Petunjuk Teknis penyelenggaraan Jampersal maka seharusnya seorang ibu hamil mendapatkan pelayanan ANC minimal 4 (empat) kali demikian juga pasca melahirkan sebanyak 4 (empat) kali. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

102 b. Jamkesda Masyarakat miskin yang tercover program Jamkesda adalah masyarakat miskin di luar kuota Jamkesmas. Pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesda meliputi rawat jalan dan rawat inap di tingkat dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan tingkat lanjutan di Rumah Sakit/BP4/BKMM yang meliputi rawat jalan dan rawat inap kelas III yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem rujukan terstruktur dan berjenjang berdasarkan indikasi medis. Pembiayaan program Jamkesda dilakukan secara sharing dana 50% : 50% antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dibiayai melalui Jamkesda di Puskesmas pada tahun 2013 tercatat sebanyak kunjungan atau 12,53% untuk pelayanan rawat jalan dan 119 kunjungan atau 0,04% untuk pelayanan rawat inap. Adapun yang memanfaatkan rumah sakit sebanyak 760 kunjungan atau 0,24% untuk pelayanan rawat jalan dan 210 kinjungan atau 0,07% untuk pelayanan rawat inap (Lampiran Profil Tabel 56A dan 57A). Pemanfaatan Jamkesda tahun 2013, baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan denga tahun sebelumnya karena SKTM/SKM/SPM sudah tidak include di dalam Jamkesda. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Gubernur Nomor : 440/14771/031/2012, Tanggal 29 Agustus 2012 terdapat pernyataan bahwa sejak tanggal 1 September 2012 Surat Pernyataan Miskin (SPM) dinyatakan tidak berlaku dan apabila Pemerintah Kabupaten/Kota masih ada yang menerbitkan atau menggunakan SKTM/SKM/SPM maka biaya pelayanan kesehatan pasien pengguna SKTM/SKM/SPM dimaksud, akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa total pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 baik melalui Jamkesmas dan Jamkesda adalah kunjungan atau 114,32% sedangkan pelayanan kesehatan rujukan sebanyak kunjungan atau sebesar 3,25%. Target pelayanan kesehatan dasar tahun 2013 adalah %. Dengan demikian, kunjungan dasar masyarakat miskin Kabupaten Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

103 Situbondo tahun 2013 sudah memenuhi target yang diharapkan. Berikut ini disajikan kunjungan pasien maskin tahun 2010 s.d Gambar 4.29 Cakupan Kunjungan Pasien Masyarakat Miskin Di Pelayanan Kesehatan Dasar Tahun 2010 s.d 2013 Sumber: Seksi Pembiayaan Kesehatan Pada tahun 2011 cakupan kunjungan pelayanan kesehatan Dasar bagi maskin mengalami peningkatan sebesar 3% dari tahun 2010, ini disebabkan oleh adanya upaya perluasan cakupan, melalui penjaminan kesehatan kepada masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, masyarakat miskin penghuni lapas/rutan serta masyarakat miskin akibat bencana paska tanggap darurat, sampai dengan satu tahun setelah kejadian bencana, peserta Program Keluarga Harapan (PKH), gelandangan, pengemis dan anak terlantar serta adanya Jaminan Persalinan. Namun pada tahun 2012 cakupan kunjungan pelayanan kesehatan dasar bagi maskin mengalami penurunan sebesar 8,02 % dari tahun 2011, ini disebabkan oleh adanya penyesuaian Peraturan Daerah no 21 tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Puskesmas dan Laboratorium Kesehatan dengan segala macam aturan dan perubahannya. Di tahun 2013 cakupan kunjungan pelayanan kesehatan Dasar bagi maskin mengalami peningkatan sebesar 16,84% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan : 1. Masa transisi pendataan kepesertaan Jamkesmas mengakibatkan s.d. bulan Maret 2013 semua peserta Jamkesmas, baik kartu hijau (lama) Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

104 maupun kartu biru (baru) dilayani. Per 1 April 2013 kartu hijau dinyatakan sudah tidak berlaku lagi 2. Semakin banyak masyarakat yang menggunakan Jampersal. Hal ini menunjukkan keberhasilan sosialisasi program Jampersal di masyarakat. 4.8 PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR Untuk memperkecil resiko terjadinya penyakit/gangguan kesehatan sebagai akibat dari lingkungan yang kurang sehat, telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Beberapa indikator yang menggambarkan kondisi lingkungan antara lain rumah sehat, TUPM, air bersih dan sarana sanitasi dasar seperti pembuangan air limbah, tempat sampah dan kepemilikan jamban serta sarana pengolahan limbah di sarana pelayanan kesehatan. Dalam upaya Peningkatan kondisi penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Jawa Timur telah berjalan kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang terdiri dari 5 pilar, yaitu : 1. Peningkatan Akses Jamban; 2. Cuci Tangan Pakai Sabun; 3. Pengolahan Air Minum dan Makanan skala Rumah Tangga; 4. Pengolahan Limbah skala Rumah Tangga; 5. Pengolahan Sampah skala Rumah Tangga Rumah Sehat Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak tanah. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap rumah di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013, terdapat rumah (17,1%) yang memenuhi kriteria sehat (Lampiran Profil Tabel 62). Cakupan tersebut masih tergolong rendah karena masih jauh di bawah target yang ditetapkan dalam renstra kabupaten, yakni 70% pada tahun Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

105 Hambatan dan kendala yang dihadapi di lapangan terkait rendahnya cakupan rumah sehat di Kabupaten Situbondo adalah sbb: a. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan pemukiman. b. Masih rendahnya kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat Oleh karena itu, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah sbb: a. Penyuluhan / sosialisasi pada masyarakat untuk memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar di rumah mereka. b. Melakukan pemantauan dan pembinaan secara lebih intensif dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk membiasakan budaya hidup bersih dan sehat, salah satunya dengan dengan meningkatkan peran Puskesmas dalam kegiatan pengawasan rumah sehat melalui pemberian kartu rumah sehat dan pelatihan bagi petugas sanitarian c. Upaya-upaya pemberian barang stimulan berupa plesterisasi, pemberian genteng kaca serta rehabilitasi sarana air bersih (sumur gali tanah) secara periodik bagi keluarga miskin dan kaum rentan d. Upaya-upaya peningkatan peran serta sektor swasta dalam program CSR untuk membantu pembangunan rumah layak huni Tempat Umum Pengelolaan Makanan Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM) merupakan sarana yang dikunjungi banyak orang sehingga dikhawatirkan berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit. Yang termasuk TUPM antara lain rumah makan, kantin sekolah, jasa boga, industri rumah tangga, pedagang kaki lima dan depot air minum (DAM). TUPM dikategorikan sehat apabila TUPM tersebut memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, ventilasi yang baik dan luas sesuai dengan banyaknya pengunjung. Pada tahun 2013, dari 1949 Tempat Umum Dan Pengelolaan Makanan yang ada di Kabupaten Situbondo, yang diperiksa adalah TUPM dan yang dinyatakan memenuhi syarat kesehatan sebesar 726 TUPM (72,24%) Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

106 (Lampiran Profil Tabel 67). Hambatan dan kendala yang dihadapi terkait rendahnya capaian TUPM sehat di Kabupaten Situbondo adalah sbb: a. Kurangnya sarana/alat pemeriksaan penyehatan makanan khususnya bagi makanan siap saji dan makanan jajanan bagi petugas di Puskesmas. b. Masih ditemukan pengelola TUPM yang berada di pinggir jalan maupun pedagang-pedagang yang berjualan di areal sekolah yang belum memenuhi persyaratan lokasi maupun cara pengeloaan dan penyajian yang sehat. c. Frekuensi pembinaan TTU oleh petugas masih terbatas d. Kurangnya pengertian masyarakat khususnya pengelola TTU akan pentingnya kesehatan lingkungan di wilayah yang menjadi tempat-tempat umum. e. Kepedulian masyarakat untuk ikut memelihara TTU masih sangat kurang Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah: a. Upaya penambahan sarana/alat (food test kit) untuk pemeriksaan makanan dan minuman yang dianggap berbahaya bagi kesehatan, sehingga para penjual bisa langsung mengetahui apakah makanan dan minuman yang mereka jual berbahaya atau tidak. b. Penyuluhan/sosialisasi bagi pengelola TUPM untuk memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar dan cara-cara pengolahan makanan dan minuman dengan benar c. Pemasangan poster-poster yang berkaitan dengan penyehatan lingkungan di areal TPM, misalnya cara mencuci tangan yang baik dan benar dan di areal yang menjadi tempat-tempat umum. d. Upaya-upaya peningkatan pembinaan TTU oleh petugas Institusi Yang Dibina Kesehatan Lingkungannya Institusi yang dibina kesehatan lingkungannya meliputi sarana pelayanan kesehatan, instalasi pengolaan air minum, sarana pendidikan, sarana ibadah, perkantoran, ponpes, tempat wisata, terminal (utama) dan stasiun (utama). Jumlah institusi yang dibina kesehatan lingkungannya di Kabupaten Situbondo tahun 2013 sebanyak unit dan yang memenuhi Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

107 persyaratan kesehatan sebanyak unit atau sebesar 53,7% (Lampiran Profil Tabel 68). Dengan target kinerja tahun 2013 sebesar 70%, maka capaian belum memenuhi target yang telah ditentukan. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mencapai indikator tersebut diantaranya adalah : a. Kurangnya pengertian murid dan pengelola sekolah akan pentingnya kesehatan lingkungan di wilayah sekolah. b. Terbatasnya anggaran untuk pemberian stimulan wastafel di sekolah. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut antara lain : a. Sosialisasi pada murid dan pengelola sekolah untuk memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar. b. Pemasangan poster-poster yang berkaitan dengan penyehatan lingkungan di areal sekolah, misalnya cara mencuci tangan yang baik dan benar. c. Berupaya untuk menambah anggaran dalam perwujudan stimulant wastafel melalui peran serta sektor swasta dalam program CSR perusahaan tersebut Sarana Air Bersih (SAB) dan Air Minum Air bersih dan air layak minum atau air minum sehat adalah dua hal yang tidak sama tetapi sering dipertukarkan. Tidak semua air bersih layak minum, tetapi air layak minum biasanya berasal dari air bersih. Air bersih perlu diolah dahulu agar layak minum dan menjadi air minum sehat. Lebih dari juta orang Indonesia tidak mempunyai akses langsung terhadap air bersih apalagi air minum sehat. Lebih dari 70% total penduduk Indonesia tergantung pada air yang diambil dari sumber air yang sudah terkontaminasi. Air yang terkontaminasi dapat membawa penyakit bahkan kematian. Salah satunya adalah penyakit Diare yang sepintas terlihat sederhana dan tidak berbahaya. Diare adalah pembunuh balita nomor dua di Indonesia setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) karena menyebabkan.000 balita meninggal setiap tahun. Untuk menghindarkan diri dari penyakit seperti Diare, selain jamban sehat, maka air bersih harus diolah terlebih dahulu agar layak dan sehat untuk diminum. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

108 Dari keluarga yang ada di kabupaten Situbondo pada tahun 2013, baru keluarga atau 54,01% yang telah menggunakan sarana air bersih dengan rincian air ledeng 10,79%, sumur pompa tangan 9,62%, sumur gali 25,47%, penampungan air hujan 0,44% dan lainnya 7,70% (Lampiran Profil Tabel 64). Sementara itu target kinerja tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 85% sehingga capaian kinerja SAB Kabupaten Situbondo tahun 2013 belum memenuhi target yang ditentukan. Sedangkan keluarga dengan sumber air minum terlindung tahun 2013 tercatat hanya sebesar 26,45%. Data Cakupan Akses Air Bersih dan Air Minum di Kabupaten Situbondo bisa dilihat pada Gambar berikut atau di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 64 dan 65. Gambar 4.30 Cakupan Akses Air Bersih dan Air Minum Per Kecamatan Di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Seksi P2PL Dinkes Tahun 2013 Berdasarkan Gambar di atas terlihat bahwa hampir semua air bersih dapat digunakan sebagai air air minum yang sehat kecuali di dua kecamatan, yakni kecamaan Banyuglugur dan Bungatan. Hal ini dikarenakan masih tingginya penggunaan air hujan sebagai sumber air bersih, terutama di Kecamatan Banyuglugur. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pencapaian target tersebut diantaranya adalah : a. Kepedulian masyarakat terkait pemeliharaan SAB yang masih rendah Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

109 b. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya penyehatan air dan penyehatan lingkungan pemukiman. c. Rendahnya stimulasi perbaikan SAB di masyarakat Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut : a. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kepedulian pemeliharaan SAB b. Penyuluhan/sosialisasi pada pemilik sarana air bersih untuk memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar. c. Upaya-upaya meningkatkan peran serta sektor swasta dalam program CSR untuk perbaikan SAB yang tidak sehat Sarana Sanitasi Dasar Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan dan menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya peningkatan kualitas air bersih akan berdampak positif apabila diikuti perbaikan sanitasi yang meliputi kepemilikan jamban, pembuangan air limbah dan tempat sampah di lingkungan sekitar kita. Pembuangan kotoran baik sampah, air limbah maupun tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air dan menimbulkan penyakit. Pada tahun 2013 telah dilakukan pemeriksaan kepemilikan sarana sanitasi dasar (Jamban, tempat sampah dan sarana pengolahan air limbah) terhadap rumah tangga (13,71%) dari rumah tangga yang ada di Kabupaten Situbondo. Dari RT yang diperiksa, hanya rumah tangga (70,97%) yang memiliki jamban dan yang memenuhi kriteria sehat sebesar rumah tangga (86,55%). Untuk kepemilikan tempat sampah, RT yang diperiksa, sebanyak rumah tangga sudah memiliki tempat sampah (73,76%) dan rumah tangga (78,54%) telah memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan untuk kepemilikan sarana pengolahan air limbah, dari RT yang diperiksa sebanyak Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

110 rumah tangga telah memiliki pengolahan air limbah (55,60%) dan (67,03%) dinyatakan sehat (Lampiaran Profil Tabel 66). Berikut ini disajikan sebaran Sanitasi Dasar per kecamatan di Kabupaten Situbondo tahun Gambar 4.31 Cakupan Sanitasi Dasar Per Kecamatan Di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 Sumber: Seksi P2PL Dinkes Tahun 2013 Berdasarkan gambar di batas dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana pengelolaan air limbah di Kabupaten Situbondo kualitas cakupannya cenderung rendah dibandingkan jamban dan tempat sampah. Suboh merupakan kecamatan dengan standar pengelolaan limbah yang paling memprihatinkan dibandingkan kecamatan lain, yakni hanya 9,95% yang memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan Kecamatan Banyuglugur merupakan satu-satunya kecamatan yang ketiga sanitasi dasarnya paling rendah dibandingkan yang lain karena semua cakupannya masih dibawah 50%. Hambatan dan kendala yang dihadapi terkait program sanitasi dasar adalah kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan pemukiman dan rendahnya kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat sehingga perlu dilakukan penyuluhan / sosialisasi pada masyarakat tentang pentingnya keberadaan sarana sanitasi dasar di rumah. Selain itu, perlu juga dilakukan pemantauan dan pembinaan secara rutin dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

111 membiasakan budaya hidup bersih dan sehat serta upaya-upaya peningkatan peran serta sektor swasta dalam program CSR untuk membantu pembangunan rumah layak huni. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

112 BAB 5 SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN Sumber daya kesehatan merupakan salah satu pendukung di segala level pelayanan kesehatan. Dan dengan terpenuhinya sumber daya kesehatan, diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat akan terjaga. Pada bab ini, situasi sumber daya kesehatan akan menyajikan gambaran sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan anggaran kesehatan. 5.1 Sarana Kesehatan Penyediaan sarana kesehatan melalui Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu, Polindes, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan Klinik dan sarana kesehatan lainnya diharapkan dapat menjangkau masyarakat terutama masyarakat di pedesaan agar mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah dan bermutu. Adapun kondisi sarana kesehatan di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 dapat digambarkan berikut ini. Sarana pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang ada di Kabupaten Situbondo tahun 2012 meliputi 3 rumah sakit umum, 8 balai pengobatan/klinik, 1 rumah bersalin, 17 puskesmas dengan 13 Puskesmas rawat inap dan 4 Puskesmas Rawat Jalan, 62 Puskesmas pembantu, 86 Ponkesdes, 30 Puskesmas Keliling, 919 Posyandu dan selengkapnya di Lampiran Profil Tabel Puskesmas dan Jaringannya Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan sampai ditingkat Kecamatan. Sampai dengan tahun 2013, jumlah Puskesmas di Kabupaten Situbondo sebanyak 17 Puskesmas yang terdiri dari 13 puskesmas perawatan dan 4 puskesmas non perawatan yang tersebar di 17 kecamatan. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

113 Rasio puskesmas terhadap penduduk sebesar 2.59 per.000 penduduk, artinya setiap.000 penduduk dilayani oleh 2-3 Puskesmas atau 1 (satu) Puskemas melayani penduduk. Kondisi tersebut menunjukan bahwa jumlah puskesmas di Kabupaten Situbondo masih kurang dari target nasional, yakni 1 (satu) Puskesmas rata-rata melayani penduduk. Untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas dan pendekatan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pemerintahan Provinsi Jawa Timur termasuk Kabupaten Situbondo melakukan terobosan (program icon) yaitu : a. Puskesmas PLUS (Penyedia Layanan Unggulan Spesilis) Puskesmas PLUS diprioritaskan untuk Puskesmas Rwat inap dengan fasilitas lengkap dengan tambah jadwal kunjungan dokter spesialis kandungan dan spesilais anak 2 kali seminggu yaitu sekali kunjungan untuk dokter spesialis kandungan dan sekali untuk kunjungan dokter spesialis anak, hal ini merupakan hasil kerjasama antara RSU Kabupaten/Kota dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sampai tahun 2013, jumlah Puskesmas PLUS di Kabupaten Situbondo berjumlah 2 unit, yakni Puskesmas Asembagus dan Puskesmas Panarukan. b. Puskesmas Pembantu yang melayani Gawat Darurat dan Observasi (Pustu Gadarsi) Pustu Gadarsi adalah Pustu yang dilengkapi oleh alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan Gadar dan Observasi. Tenaga kesehatan yang berada di Pustu tersebut mendapatkan pembekalan keterampilan tentang Gawat Darurat. Sampai dengan tahun 2013 Pustu Gadarsi di Kabupaten Situbondo ada 9 unit, yakni Pustu Gadarsi Wonorejo, Sumberanyar, Bantal, Ketowan, Klampokan, Pecarron, Widoro Payung, Kalibagor dan Gelung. Dengan adanya Pustu gadarsi diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat kecelakaan maupun penyakit lain. c. Pengembangan Fungsi Polindes menjadi Ponkesdes Ponkesdes merupakan perluasan fungsi pelayanan Pondok Bersalin Desa (Polindes) menjadi pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) yang Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

114 memberikan pelayanan kesehatan dasar dengan menempatkan tenaga perawat. Tenaga kesehatan yang berada di ponkesdes terdiri dari 1 orang Bidan yang sudah ada sebelumnya dan 1 orang perawat. Sampai tahun 2013 jumlah Ponkesdes di Kabupaten Situbondo sebanyak 86 unit. Masih ada sarana lain yang turut membantu pelayanan kesehatan di puskesmas yaitu puskesmas keliling (pusling). Jumlah pusling tahun 2013 sebanyak 30 unit yang berarti di setiap Puskesmas telah memiliki puskesmas keliling yang berguna membantu pelayanan kesehatan di luar gedung maupun sarana pengantar/menjemput pasien dengan kondisi darurat Rumah Sakit dan Balai Pengobatan/Klinik Rumah sakit dan Balai Pengobatan / Klinik sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan telah mengalami banyak kemajuan, di mana salah satunya dapat dilihat dari jumlahnya yang semakin bertambah. Jumlah rumah sakit di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 bertambah satu dengan dibukanya RSUD Besuki. Sedangkan jumlah klinik tahun 2013 bertambah dua, sehingga jumlah klinik seluruhnya di Kabupaten Stubondo adalah Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Dalam upaya meningkatkan cakupan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya telah dikembangkan termasuk dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) adalah suatu upaya kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Yang termasuk dalam UKBM adalah Pusyandu, Polindes (Pondok Bersalin Desa), Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), dan Desa Siaga. a. Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling diketahui oleh masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 (lima) program Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

115 prioritas kesehatan yaitu kesehatan ibu-anak, KB, perbaikan gizi, imunisasi, dan penaggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya, posyandu dikelompokkan dalam 4 (empat) strata, yakni Pratama, Madya, Purnama, Mandiri. Pada tahun 2013 jumlah balita yang ada sebanyak anak sedangkan jumlah Posyandu yang ada sebanyak 919 Pos. Jadi rasio jumlah Posyandu dengan jumlah balita adalah 1 : 53. Bila dibandingkan dengan standar Posyandu, yakni untuk 1 (satu) Posyandu melayani 80 Balita, maka angka tersebut sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Gambar 5.1. di bawah ini menunjukkan Strata Posyandu di Kabupaten Situbondo Tahun 2011 s.d Gambar 5.1 Strata Posyandu di Kabupaten Situbondo Tahun 2011 s.d 2013 Sumber: Laporan Tribulan Profil Promosi Kesehatan Gambar 5.1 di atas menunjukkan bahwa strata terbesar Posyandu di Kabupaten Situbondo tahun 2013 mulai mengalami pergeseran ke arah yang semakin baik, yakni dari madya menuju Purnama (45,38%). Akan tetapi, hal ini tidak didukung dengan kenaikan jumlah Posyandu Mandiri dan bahkan jumlah Posyandu Mandiri tahun 2013 menurun dibandingkan tahun sebelumya (Lampiran Profil Tabel 72). Secara kualitas berdasarkan tingkat perkembangan Posyandu PURI (Purnama - Mandiri) di Kabupaten Situbondo menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 Posyandu PURI mencapai 32,75%, tahun 2011 Posyandu PURI mencapai 33,19% sedangkan di tahun 2012 Posyandu Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

116 PURI meningkat mencapai 38,45% dan tahun 2013 meningkat menjadi 49,18%. Peningkatan kualitas Posyandu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain meningkatnya kinerja Tim Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu baik dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Kecamatan. Faktor lain yang turut dalam meningkatan kualitas Posyandu adalah kinerja dari pengelola Posyandu seperti kader Posyandu. Keberadaan petugas kesehatan di Posyandu tidaklah berarti jika kader Posyandu tidak dapat berperan secara optimal, sehingga kader Posyandu sebagai penanggungjawab Posyandu mempunyai peran yang penting b. Poskesdes Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa dan sebagai sarana untuk mempertemukan upaya masyarakat dan dukungan pemerintah. Jumlah Poskesdes yang ada di Kabupaten Situbondo tahun 2013 sudah sesuai dengan jumlah desa yaitu 136 poskesdes/poskeskel. Dari 136 Poskesdes/Poskeskel yang yang sudah terbentuk di Kabupaten Situbondo, 21 Poskesdes memiliki gedung sendiri dan sisanya 115 Poskesdes gabung dengan bangunan lain / balai desa. Jika dilihat dari data yang ada, secara fungsi sebenarnya semua desa (masyarakat desa) sudah punya akses terhadap pelayanan kesehatan dasar di Poskesdes, namun masih ada poskesdes yang belum mempunyai tempat secara khusus sehingga menjadikan pelayanan kepada masyarakat belum bisa maksimal. Beberapa penyebab desa belum mempunyai poskesdes diantaranya adalah sbb : 1. Poskesdes yang telah ada berubah fungsi menjadi tempat untuk kegiatan lain berdasarkan kebijakan pemerintah desa 2. Peggunaan rumah tinggal bidan sebagai poskesdes karena bidan pelaksana kegiatan poskesdes merupakan warga desa setempat 3. Penyebab penyebab lainnya Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun 2013

117 Kondisi seperti ini kedepan harus dicarikan pemecahan masalahnya sehingga semua poskesdes yang ada di seluruh Kab. Situbondo bisa berjalan optimal dan memadukan peran masyarakat desa dan pemerintah. c. Desa/Kelurahan Siaga Aktif Suatu Desa dan Kelurahan Siaga bisa menjadi Desa dan Kelurahan Siaga Aktif jika memenuhi 8 (delapan) kriteria berdasarkan Pedoman Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1519/Menkes/SK/X/2010. Dari 136 desa/kelurahan siaga di Kabupaten Situbondo, yang sudah aktif baru 82 desa/kelurahan (60,29%). Tahapan Desa/Kelurahan Siaga Aktif (dibandingkan Desa/Kelurahan Siaga) di Kabupaten Situbondo tahun 2013 yaitu pada tahap Pratama sejumlah 57 (41,9%), Madya 23 (16,9%) dan Purnama 2 (8,65%). Sedangkan target pencapaian Desa/Kelurahan aktif tahun 2013 yang ditetapkan adalah 60%. Dengan demikian cakupan tahun 2013 sudah mencapai target. Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun-tahun sebelumnya, pencapaian desa siaga di Kabupaten Situbondo terus mengalami peningkatan. Perkembangan Desa Siaga aktif di Kabupaten Situbondo Tahun disajikan pada Gambar 5.2 berikut. Gambar 5.2. Perkembangan Desa Siaga aktif di Kabupaten Situbondo Tahun Sumber: Laporan Tribulan Profil Promosi Kesehatan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

118 Pengembangan Desa/Kelurahan Siaga di Kabupaten Situbondo sudah mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, baik ditingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota, Hal ini ditunjukkan oleh adanya berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Berbagai upaya dalam mendukung keberhasilan program Desa Siaga telah diantaranya melakukan kemitraan baik dengan Lintas Program, Lintas Sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat, dunia usaha, Organisasi Wanita, Organisasi Keagamaan, Organisasi Profesi dan Pemuda. Kemitraan tersebut dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain dengan pertemuan dan monitoring terpadu pengembangan Desa Siaga di Kabupaten/Kota Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Dalam rangka meningkatkan cakupan sarana pelayanan kesehatan terutama terkait ketersediaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, salah satu cara adalah dengan melihat jumlah sarana distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana Farmasi dan perbekalan kesehatan tergolong menjadi 3 (tiga) kategori antara lain: a. Sarana produksi, meliputi: Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Industri Kosmetika, Industri Alat Kesehatan, Industri Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga (PM-IRT). b. Sarana distribusi, meliputi : Pedagang Besar Farmasi (PBF), Penyalur Alat Kesehatan (PAK), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK), Sub Penyalur Alat Kesehatan (Sub PAK). c. Sarana pelayanan kefarmasian, meliputi: Apotek dan Toko Obat.. Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 seperti terlihat pada Tabel 5.1 di bawah ini. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

119 Tabel 5.1 Jumlah Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2013 No. Jenis Sarana Jumlah 1 Apotek 29 2 Toko Obat 5 3 GFK (Gudang farmasi Kabupaten) 1 4 Pedagang Besar Farmasi (PBF) 2 5 Industri Kosmetik 1 6 Industri Makanan TENAGA KESEHATAN Sumberdaya manusia khususnya tenaga kesehatan merupakan faktor penggerak utama dalam mencapai tujuan dan keberhasilan program pembangunan kesehatan. Peningkatan kualitas SDM kesehatan dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 sebanyak 1519 orang dengan proporsi terbesar adalah tenaga perawat 627 orang (41,28%), kemudian tenaga Bidan 519 orang (34,17%) dan tenaga medis sebanyak 115 orang (7,57%). Untuk melihat jumlah tenaga kesehatan dan rasio per.000 penduduk keseluruhan dapat dilhat pada Tabel 5.2 di bawah ini. Tabel 5.2 Rekapitulasi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenis Tenaga dan Rasio per.000 Penduduk di kabupaten Situbondo Tahun 2013 No Jenis Tenaga Jumlah Persentase 1 Medis Perawat Bidan Tenaga Kefarmasian Tenaga Gizi Tenaga Kesmas Tenaga Sanitasi Teknisi Medis Fisioterapis Total Sumber : Seksi PPSDM Dinkes Tahun 2013 (*termasuk Dinas Kesehatan) Jika dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah tenaga kesehatan tahun 2013 di Kabupaten Situbondo meningkat 29,8%, yakni dari pada tahun 2012 menjadi pada tahun Lonjakan tertinggi ada pada bidan, perawat dan tenaga kefarmasian. Data SDM kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2012 dan 2013 diprlihatkan pada Gambar berikut. Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

120 Gambar 5.3. PerkembanganSDM kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2012 dan 2013 Sumber: Seksi PPSDM Dinkes Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 5.2 di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. a. Tenaga Medis Yang tergolong tenaga medis di sini adalah dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi. Jumlah tenaga medis di kabupaten Situbondo tahun 2013 sebanyak 115 orang dengan rasio sebesar 17,4 per.000 penduduk (Tabel 74). Sementara bila dilihat dari masing-masing jenis tenaga medis adalah jumlah dokter spesialis sebanyak 13 orang dengan rasio 1,97 per.000 penduduk, jumlah dokter umum sebanyak 69 orang dengan 10,44 per.000 penduduk, serta jumlah dokter gigi sebanyak 31 orang dengan rasio 4,69 per.000 penduduk. Kondisi tersebut masih di bawah sasaran strategis yang ditetapkan dalam Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, yakni sebesar 12 dokter spesialis per.000 penduduk, 48 dokter per.000 penduduk, dan 11 dokter gigi per.000 penduduk. b. Tenaga Keperawatan Jumlah tenaga perawat di kabupaten Situbondo tahun 2013 sebanyak 618 orang dengan rasio 93,53 per.000 penduduk (Tabel 75). Kondisi tersebut masih di bawah sasaran strategis yang ditetapkan dalam Kepmenkes Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1118KM2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 367 3 JUMLAH PENDUDUK 1 576,544 561,855 1,138,399 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 469,818 464,301 934,119.0 5 PENDUDUK 10 TAHUN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1.753,27 KM 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 309 3 JUMLAH PENDUDUK 1 2,244,772 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 8,5 Ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 68 3 JUMLAH PENDUDUK 50,884 493,947,004,83 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 407,97 382,66 790,533 5 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN NO KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 KABUPATEN CIREBON NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM - 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 381/ 5 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 972 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 192 3 JUMLAH PENDUDUK 1 852,799 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 682,447 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 343 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH BAYI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 299,019 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 417 desa/17 kel 3 JUMLAH PENDUDUK 1 5,077,210 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 17,650 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 20,994 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 DESA=309 KEL=8-3 JUMLAH PENDUDUK 1 869,767 819,995 1,689,232 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 673,079 551,261 1,224,340 5 PENDUDUK

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 belum mendapat data dari BPS 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 Kabupaten 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 K0TA TASIKMALAYA NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 305,519 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 442 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1,277,610 1,247,873 2,525,483 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber. Pelindung/ Penasehat : Dr. dr. H. Rachmat Latief, SpPD., M.Kes., FINASIM drg.hj. Susilih Ekowati, M.Si Pengarah : Hj. Asmah, SKM., M.Kes Penyusun : Mohamad Nur, SKM Syahrir, S.Kom Agusyanti, SKM Nurmiyati

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Subhanahuwata ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Situbondo

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 4037,6 ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 15 3 JUMLAH PENDUDUK 1 558178 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 327536 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1762,4 km2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 desa 270+ kel 10 = 280 3 JUMLAH PENDUDUK 1 341700 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 2388161 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 167 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 151 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1260565 1223412 2483977 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 1083136 1048577 2131713 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... I II VII VIII X BAB I PENDAHULUAN BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI... 4 B. KEPENDUDUKAN / DEMOGRAFI...

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmatnya sehingga buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Matraman Tahun 2017 selesai disusun. Laporan Tahunan dan Profil

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i KATA PENGANTAR Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik dan Hidayah - NYA, sehingga buku Profil Kesehatan Tahun dapat disusun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun merupakan gambaran pencapaian

Lebih terperinci

RESUME PROFIL KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

RESUME PROFIL KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 RESUME PROFIL KESEHATAN NO A. GAMBARAN UMUM L P L + P Satuan 1 Luas Wilayah 37.116,5 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 5.918 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah Penduduk 22.666.168 21.882.263 44.548.431 Jiwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN KABUPATEN/KOTA WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK DESA

Lebih terperinci

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2014 ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KESEHATAN

PROFIL DINAS KESEHATAN PROFIL DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbil alamiin. Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran, tenaga dan

KATA PENGANTAR. semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran, tenaga dan KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kemurahan dari Alloh yang Maha Kuasa bahwasannya buku Profil Kesehatan Kabupaten Rembang tahun 2012 telah dapat diterbitkan. Buku Profil Kesehatan Kabupaten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG i KATA PENGANTAR Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas serta pemanfaatan guna mendukung sistem manajemen di Dinas Kesehatan, maka penyajian informasi kesehatan yang akurat, tepat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas Indikator Kinerja Utama Pemerintah Kota Tebing Tinggi 011-016 3 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KESEHATAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 738 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SERANG Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar Grafik... Daftar Bagan... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar Grafik... Daftar Bagan... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar Grafik... Daftar Bagan... Daftar Lampiran... i ii iii iv v vi Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2016 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan hidayah Nya sehingga dapat tersusunnya Profil Kesehatan Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini:

Lebih terperinci

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN TABEL 4 JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE JUMLAH KELAHIRAN KABUPATEN KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI + PEREMPUAN HIDUP MATI HIDUP + MATI HIDUP MATI HIDUP + MATI HIDUP MATI

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TABEL PROFIL KESEHATAN KOTA PANGKAL PINANG TAHUN 2013

TABEL PROFIL KESEHATAN KOTA PANGKAL PINANG TAHUN 2013 TABEL PROFIL KESEHATAN KOTA PANGKAL PINANG RESUME PROFIL KESEHATAN NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran A. GAMBARAN UMUM 1 Luas Wilayah 118.41 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 42

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang mengacu

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang. B. Sistematika

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013 PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013 Profil Kesehatan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Derajat kesehatan yang tinggi merupakan salah satu perwujudan dari kesejahteraan umum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu salah satu agenda pemerintah dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii -

KATA PENGANTAR. PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii - KATA PENGANTAR Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas serta pemanfaatan guna mendukung sistem manajemen di Dinas Kesehatan, maka penyajian informasi kesehatan yang akurat, tepat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas

KATA PENGANTAR. Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas KATA PENGANTAR Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas serta pemanfaatan guna mendukung system manajemen di Dinas Kesehatan, maka penyajian informasi kesehatan yang akurat, tepat

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR [ ] PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR [ ] PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 2014 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR [ ] 20 13 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 i PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Buku ini diterbitkan oleh DINAS KESEHATAN PROVINSI

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN RESUME PROFIL KESEHATAN NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran A. GAMBARAN UMUM 1 Luas Wilayah 37,117 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 5891 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Pada misi V yaitu Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat telah didukung dengan 8 sasaran sebagai

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012 -1- BAB I PENDAHULUAN Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu dan mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan pendekatan promosi, pemeliharaan, peningkatan kesehatan, dan pencegahan penyakit.

Lebih terperinci

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN TREND JAWA TIMUR TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000 2011 Jl. A. Yani 118 Surabaya HTTP://dinkes.jatimprov.go.id Email : info@dinkesjatim.go.id DINAS Tahun KESEHATAN 2012 PROVINSI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013

KATA PENGANTAR. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013 kk KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-nya sehingga Buku Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013 ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-nya sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

RESUME PROFIL KESEHATAN KOTA PADANG TAHUN 2011

RESUME PROFIL KESEHATAN KOTA PADANG TAHUN 2011 RESUME PROFIL KESEHATAN NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran A. GAMBARAN UMUM 1 Luas Wilayah 695 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 104 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah Penduduk 421.900 424.831

Lebih terperinci

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I 1 DERAJAT KESEHATAN (AHH, AKB DAN AKI) 2 STATUS GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA 3 JUMLAH RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPEMILIKAN DAN PELAYANAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Plt. KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONDOWOSO. dr.h.mohammad IMRON,M.MKes. NIP

KATA PENGANTAR. Plt. KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONDOWOSO. dr.h.mohammad IMRON,M.MKes. NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso telah dapat menyusun Profil Kesehatan Kabupaten Bondowoso Tahun 2012, yang berisi apa yang telah dikerjakan oleh Dinas

Lebih terperinci

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN/KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2011

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN/KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2011 RESUME PROFIL KESEHATAN NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran A. GAMBARAN UMUM 1 Luas Wilayah 181 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 68 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah Penduduk 80.041 90.463

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 06 TUJUAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA Meningkatkan Meningkatkan Upaya Upaya Kesehatan Kesehatan Masyarakat melalui program melalui Program Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 SKPD : Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran : 2015 PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET 2015

Lebih terperinci

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk PEMERINTAH KOTA MALANG MATRIK RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MALANG (PENYEMPURNAAN) TAHUN 2013-2018 Lampiran : KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA M Nomor : 188.47/ 92 / 35.73.306/ 2015 Tanggal

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, serta atas berkat dan rahmat-nya, buku Profil Kesehatan Kabupaten Madiun Tahun 2012 dapat diterbitkan. Profil Kesehatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kolaka, Maret 2012 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, dr. Hj. Rosmawati NIP Pembina Tk. I Gol.

KATA PENGANTAR. Kolaka, Maret 2012 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, dr. Hj. Rosmawati NIP Pembina Tk. I Gol. KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan nayah-nya atas tersusunnya Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii -

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii - PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG - ii - DAFTAR ISI Judul Halaman Halaman Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Gambar... iv Daftar Tabel... v BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN KANTOR PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH LANTAI V JL. JEND SUDIRMAN KM 12 CAMBAI KODE POS 31111 TELP. (0828) 81414200 Email: dinkespbm@yahoo.co.id KOTA PRABUMULIH Lampiran

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47 2 KESEHATAN AWAL TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Kunjungan Ibu Hamil K4 % 92,24 95 95 95 95 95 95 95 Dinas Kesehatan Jumlah Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai

Lebih terperinci

MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Kesehatan Masyarakat SATU AN

MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Kesehatan Masyarakat SATU AN MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Masyarakat No PROGRAM SI AWAL PENGGU NG WAB 1 Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Cakupan

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN Satuan Kerja Perangkat Daerah : DINAS KESEHATAN Tahun Anggaran : 2015 PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 1 Peningkatan Mutu Aktivitas Perkantoran Terselenggaranya

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100. Berdasarkan uraian mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan daerah yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah selama periode 2011-2015, maka telah ditetapkan target agregat untuk

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH Sasaran No. Strategis 1. Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi swasta, organisasi profesi dan dunia usaha dalam rangka sinergisme, koordinasi diantara pelaku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG KATA PENGANTAR Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas serta pemanfaatan guna mendukung sistem manajemen di Dinas Kesehatan, maka penyajian informasi kesehatan yang akurat, tepat

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI No SASARAN STRATEGIS No 1 Meningkatnya pelayanan kesehatan 1 Penurunan Angka 17 pada ibu, neonatus, bayi, balita

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 214 GAMBARAN UMUM Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu dan mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan pendekatan promosi, pemeliharaan, peningkatan kesehatan, dan pencegahan penyakit.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA. dr. R. KOESMEDI PRIHARTO, Sp.OT,M.Kes NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA. dr. R. KOESMEDI PRIHARTO, Sp.OT,M.Kes NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan hidayah Nya sehingga dapat tersusunnya Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015. Profil

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013 RESUME PROFIL KESEHATAN NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran A. GAMBARAN UMUM 1 Luas Wilayah 1.281 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 460 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah Penduduk 586.021

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Judul Tabel

DAFTAR TABEL. Judul Tabel DAFTAR TABEL Tabel Judul Tabel Tabel 1 : Tabel 2 : Luas wilayah, jumlah desa/kelurahan, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk menurut kecamatan Kota Depok tahun 2007 Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2013 PROFIL KESEHATAN KABUPATEN MADIUN KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayah-Nya, Profil Kesehatan Kabupaten Madiun tahun 2013 ini dapat diselesaikan dan

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

Juknis Operasional SPM

Juknis Operasional SPM DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI Juknis Operasional SPM 1. KESEHATAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI KABUPATEN : Jawa Timur : Tulungagung KEMENTERIAN KESEHATAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci