HUBUNGAN PERILAKU BERCIUMAN DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DENGAN SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI SAMARINDA (ANALISIS LANJUT DATA STBP 2013)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PERILAKU BERCIUMAN DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DENGAN SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI SAMARINDA (ANALISIS LANJUT DATA STBP 2013)"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PERILAKU BERCIUMAN DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DENGAN SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI SAMARINDA (ANALISIS LANJUT DATA STBP 2013) Rizky Setiadi 1) Gajali Rahman 2) 1,2) Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur, Jl. Wolter Monginsidi No. 38, Samarinda, O-11 Abstract Adolescence is a dynamic phase of development in an individual's life. This is a transitional period in which individuals experience a transition from childhood to adulthood, marked by the acceleration of physical, mental, emotional and social development that takes place in the second decade of life. Rapid changes are likely to lead to problems related to the sexual, sexual and social attitudes of teenagers that can have an impact on health. Major health problems in adolescents today are related to drug abuse and increased risky sexual behavior. This study wanted to know the relationship between kissing and drug abuse with premarital sexual intercourse. The research method is an observational analysis with cross sectional approach. The data used is Biological Integrity and Behavior Survey data in 2013 with the number of subjects as many as 569 adolescents in Samarinda. Statistically, there is a relationship between kissing behavior (p: , OR: 39,24) and drug abuse (p value: 0,059; OR: 8,6). It is expected that efforts from all related parties to overcome premarital sexual behavior among adolescents. Keywords: kissing, drug abuse, premarital sexual intercourse Abstrak Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dimana individu mengalami peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua masa kehidupannya. Perubahan yang sangat cepat cenderung dapat menyebabkan masalah-masalah terkait kepribadian, seksual dan sosial remaja yang dapat berdampak pada kesehatan. Masalah kesehatan utama pada remaja dewasa ini antara lain terkait dengan penyalahgunaan napza dan peningkatan perilaku seksual beresiko. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara perilaku berciuman dan penyalahgunaan NAPZA dengan hubungan seksual pranikah. Metode penelitian adalah analisis observasional dengan pendekatan potong lintang. Data yang digunakan merupakan data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013 dengan jumlah responden sebanyak 569 remaja di kota Samarinda. Secara statistik terdapat hubungan antara perilaku berciuman (p: 0,0001, OR: 39,24) dan penyalahgunaan NAPZA (p: 0,059; OR: 8,6). Diharapkan upaya dari semua pihak yang terkait untuk mengatasi perilaku hubungan seksual pranikah di kalangan remaja. Kata Kunci: perilaku berciuman, penyalahgunaan NAPZA, hubungan seksual pranikah Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

2 PENDAHULUAN Menurut WHO (1975) yang dikutip oleh Population Reports (1995) definisi remaja sebagai pertumbuhan yang sangat cepat dari munculnya karakteristik seks sekunder menuju pada kematangan seksual dan reproduksi, proses perkembangan mental dan identitas dewasa dan masa transisi dari ketergantungan sosio-ekomomi menuju pada kebebasan yang relatif. Remaja merupakan target populasi yang penting dalam mempengaruhi kesehatan masyarakat secara global. Berdasarkan data WHO (2013), hampir 50% dari populasi di dunia merupakan penduduk berusia di bawah 25 tahun, dimana hampir 85% populasi remaja berada di Negara-negara berkembang di dunia. Bahkan di Negara-negara sub-sahara Afrika populasi penduduk berusia di bawah 15 tahun 5 kali lebih banyak dibandingkan penduduk berusia di atas 55 tahun. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah Penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Hal ini mengakibatkan remaja lebih rentan terhadap masalah-masalah kesehatan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi. Besarnya jumlah penduduk remaja menjadikannya obyek yang potensial untuk dijadikan komoditi para pelaku bisnis, termasuk bisnis peredaran NAPZA. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dimana individu mengalami peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua masa kehidupannya. Perubahan yang sangat cepat cenderung dapat menyebabkan masalah-masalah terkait kepribadian, seksual dan sosial remaja yang dapat berdampak pada kesehatan. Masalah kesehatan utama pada remaja dewasa ini antara lain terkait dengan penyalahgunaan napza dan peningkatan perilaku seksual beresiko. Perubahan yang sangat cepat dalam perkembangannya menyebabkan remaja menjadi labil dan mudah dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan budaya yang didapatkannya dari luar, baik melalui media-media televisi maupun internet. Akibatnya sangat rentan terjadi akulturasi nilai-nilai moral dan budaya yang dilihatnya. Pergeseran nilai-nilai moral dan budaya mengakibatkan terjadinya pergeseran perilaku pada remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, perilaku mereka cenderung mengikuti trend dan sangat dipengaruhi oleh pergaulan dengan teman sebaya. Masuknya budaya barat Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

3 melalui media-media seperti internet dan televisi membuat remaja berperilaku seperti remaja barat pada umumnya yang lebih bebas, termasuk dalam hal perilaku seksual. Perilaku seksual yang bebas cenderung diakibatkan oleh pergaulan remaja sekarang yang cukup memprihatinkan. Sikap remaja cenderung permisif (serba boleh) terhadap perilaku seks bebas, sehingga melakukannya pun sudah dianggap tak tabu lagi meskipun usia mereka masih belasan tahun. Akibatnya terjadi masalah-masalah kesehatan terkait dengan perilaku seks bebas seperti kejadian kehamilan pada remaja, abortus dan penyakit menular seksual. Hal ini sangat rentan menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan terkait organ reproduksi. Semakin muda umur remaja melakukan hubungan seksual, semakin besar resiko terjadinya penularan penyakit-penyakit infeksi melalui transmisi seksual. Hasil penelitian Finer (2003) menyatakan bahwa berdasarkan data survey remaja Amerika Serikat yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebesar 75% pada usia 20 tahun. Di Kanada, Garriguet (2005) melakukan analisis data National Longitudinal Survey of Children and Youth, didapatkan bahwa persentase remaja lelaki yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah pada usia tahun sebesar 12% dan remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual di usia yang sama sebesar 13%. Guttmacher Institute (2010) menyatakan bahwa 3 dari 10 remaja putri di Sub-Sahara Afrika telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, sedangkan di Amerika Selatan sebesar hampir 1 per 4 remaja putri telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Yip, dkk (2011) menyatakan bahwa 41,5% remaja di Hongkong telah melakukan hubungan seksual pranikah, dimana rata-rata usia pertama kali melakukan hubungan seksual yaitu 18 tahun. Malaysia sebagai negara tetangga terdekat Indonesia dan juga menganut budaya timur yang ketat ternyata didapatkan bahwa 3,6% remaja telah melakukan hubungan seksual pranikah, dimana usia termuda yang telah melakukan hubungan seksual yaitu 13 tahun (4 %) dan usia terbanyak yang melakukan hubungan seksual pranikah yaitu sebesar 36% (Ahmadian dkk., 2013). Berdasarkan laporan Guttmacher Institute (Kost dan Henshaw, 2014) menyatakan bahwa pada tahun 2010 di Amerika Serikat terdapat wanita yang berusia kurang dari 20 tahun yang mengalami kehamilan, dimana diantaranya berusia remaja (usia tahun) dan merupakan remaja wanita berusia 14 tahun atau kurang. Selain itu, dilaporkan juga bahwa angka kejadian aborsi sebesar 14,7 dari 1000 remaja wanita, dengan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

4 angka kejadian tertinggi di New York sebesar 32 kejadian aborsi per 1000 remaja wanita dan terendah di Utah sebesar 4 kejadian aborsi per 1000 remaja wanita. Pada infeksi menular seksual berdasarkan laporan Centre of Disease Control (CDC), pada tahun 2013 di Amerika Serikat pada penduduk berusia tahun angka kejadian infeksi Chlamidya sebesar 446,6 per penduduk, infeksi gonorrhea sebesar 106,1 per penduduk, infeksi sifillis primer dan sekunder sebesar 5,5 per penduduk, dan infeksi sifillis kongenital sebesar 8,7 per kelahiran hidup. Sementara angka kematian kasar yang disebabkan oleh HIV/ AIDS di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebesar 2,7 per penduduk, dimana pada usia tahun sebesar 0,3 kematian per penduduk. Menurut Azinar (2013) proporsi remaja yang melakukan hubungan seksual di Kota Semarang sebesar 12,1%. Suwarni (2009) menyatakan bahwa 14,7% remaja SMA di Pontianak Kalimantan Barat telah melakukan intercourse (hubungan seks) pranikah. Berdasarkan data dari SDKI 2012, umur remaja Indonesia yang telah melakukan hubungan seksual pranikah berkisar antara 9 24 tahun. Prevalensi remaja yang belum menikah yang telah melakukan hubungan seksual sebesar 8,3 % laki-laki, dimana 4,5% diantaranya berusia tahun dan 14,6% merupakan remaja berusia tahun. Sedangkan pada remaja perempuan prevalensi remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebesar 1%, dimana 0,7% diantaranya berusia tahun dan 1,8% merupakan remaja berusia tahun. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara perilaku berciuman dan penyalahgunaan NAPZA dengan hubungan seksual pranikah remaja di kota Samarinda berdasarkan data Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2013 dimana survei tersebut dirancang dengan desain studi potong lintang (cross sectional). Survei perilaku remaja dilakukan di lima kota, yaitu Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Samarinda dan Makassar. Dalam penelitian ini hanya menganalisis remaja yang ada di Kota Samarinda. Metode pengambilan sampel menggunakan metode Multistage Random Sampling. Perilaku berciuman dalam penelitian ini adalah perilaku berciuman bibir yang dilakukan oleh remaja, sedangkan hubungan seksual pranikah adalah melakukan hubungan seksual berupa penetrasi alat kelamin (intercourse) yang dilakukan remaja sebelum menikah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

5 Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh remaja siswa SMA di Kota Samarinda. Unit sampling pada penelitian ini adalah remaja yang terpilih menjadi responden pada survey yaitu sejumlah 569 remaja. Alat pengumpul data berupa kuesioner survei perilaku pada remaja yang terdiri dari karakteristik remaja, perilaku seksual, dan penggunaan NAPZA. Analisis data menggunakan uji Chi Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariabel dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Karakteristik, Perilaku Berciuman, Penyalahgunaan NAPZA, dan Hubungan Seksual Pranikah di Kota Samarinda Tahun 2013 Variabel Frekuensi Prosentase (%) 1. Umur 17 tahun ke bawah Lebih dari 17 tahun 2. Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 3. Status Tinggal Dengan Orang Tua Tidak dengan orang tua 4. Perilaku berciuman Pernah Tidak Pernah 5. Penyalahgunaan NAPZA Pernah Tidak Pernah 6. Hubungan Seksual Pranikah Pernah Melakukan Tidak Pernah Melakukan ,8 26, ,3 25,7 48,7 51,3 0,7 99, , ,3 Total Sumber : STBP tahun 2013 Dari tabel 1 terlihat bahwa usia responden terbanyak berusia setidaknya 17 tahun yaitu sebesar 73,8%, jenis kelamin perempuan sebesar 51%, dan 74,3% tinggal bersama orang tua. Dari 569 responden, didapatkan bahwa 51,3% pernah berciuman, hanya 0,7% yang pernah melakukan penyalahgunaan NAPZA, dan 10,7% telah melakukan hubungan seksual pranikah. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat, berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square didapatkan bahwa: Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

6 Tabel 2. Hubungan Perilaku Berciuman dan Penyalahgunaan NAPZA dengan Hubungan Seksual Pranikah di Kota Samarinda Tahun 2013 Hubungan Seksual Pranikah OR Variabel Total Nilai p Pernah Tidak (95% CI) Pernah Perilaku Berciuman Pernah Tidak Pernah Penyalahgunaan NAPZA Pernah Tidak Pernah Total 59 (21,3%) 2 (0,7%) 2 (50%) 59 (10,4%) (78,7%) 290 (99,3%) 2 (50%) 506 (89,6%) 508 (89,3%) 277 (100%) 292 (100%) 4 (100%) 565 (100%) 569 (100%) 0, ,24 (9,49 162,4) 0,059 8,576 (1,19 62,2) (10,7%) Sumber : STBP tahun 2013 Dari tabel 2 terlihat bahwa dari 277 responden yang pernah melakukan ciuman, terdapat 59 (21,3%) responden yang telah melakukan hubungan seksual pranikah, sementara dari 292 responden yang tidak pernah melakukan ciuman terdapat 290 (99,3%) yang tidak pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa nilai p sebesar 0,0001 (α = 0,05) yang berarti bahwa secara statistik terdapat hubungan antara peilaku berciuman dengan hubungan seksual pranikah. Nilai OR didapatkan sebesar 39,24 (95%CI: 9,49 162, 4), artinya bahwa remaja yang pernah melakukan ciuman akan berisiko 39,24 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah melakukan ciuman. Dari tabel 2 juga terlihat bahwa dari 4 orang responden yang pernah melakukan penyalahgunaan NAPZA terdapat 2 (50%) orang responden yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan responden yang belum pernah menyalahgunakan NAPZA terdapat 506 (89,6%) orang yang tidak pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,059 (fischer exact test) dengan nlai α sebesar 0,05, maka disimpulkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan antara penyalahgunaan NAPZA dengan hubungan seksual pranikah pada remaja. Namun, jika dilihat dari OR yang sebesar 8,576 (95% CI: 1,19 62,2) maka terlihat OR yang cukup besar, Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

7 artinya bahwa remaja yang pernah menyalahgunakan NAPZA berisiko 8,6 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang belum pernah menyalahgunakan NAPZA. Tidak signifikannya nilai p mungkin dikarenakan kurangnya sampel pada kelompok remaja yang pernah melakukan penyalahgunaan NAPZA. Pada masa remaja, dorongan seksual yang dirasakan teramat besar, terutama mencapai puncaknya pada saat remaja menengah (14 17 tahun). Hal ini mendorong remaja untuk cenderung melakukan aktivitas seksual yang lebih aktif berupa sentuhan-sentuhan fisik, bahkan kadang-kadang hingga melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggung jawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan. Semakin sering remaja melakukan perilaku seksual, risiko untuk melakukan hubungan seksual pranikah semakin besar. Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada masa remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal, masturbasi, hingga hubungan heteroseksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004). Menurut Suryoputro (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja meliputi (1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu). Besarnya prosentase remaja yang melakukan ciuman (bibir dengan bibir) mungkin disebabkan oleh adanya infiltrasi dan akulturasi budaya barat yang diadopsi oleh remaja dari media-media baik dari media televisi, majalah, maupun internet. Tingginya paparan terhadap media yang mengandung aspek-aspek pornografi merangsang remaja untuk meniru dan melakukan hal-hal tersebut. Anggapan bahwa berciuman merupakan hal yang biasa untuk dilakukan semakin berkembang di kalangan remaja. Hal ini terbukti dengan semakin besarnya proporsi remaja yang melakukan ciuman, seperti hasil penelitian Prihati (2014) yang menyatakan bahwa remaja SMA/ SMK di Klaten yang pernah melakukan ciuman bibir sebesar 15% dan yang telah melakukan ciuman lidah dengan lawan jenis sebesar 9%. Menurut Pangkahila dalam Soetjiningsih (2004) sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang hal yang boleh dilakukan dan hal yang tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain boleh atau tidaknya melakukan pacaran, Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

8 melakukan onani, nonton bersama atau ciuman. Kebingungan ini menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja. Akhirnya banyak remaja yang awalnya berniat hanya mencoba dan akhirnya karena desakan seksual yang teramat kuat di kala remaja mengakibatkan remaja tergoda untuk melakukan perilaku seksual yang lebih jauh hingga melakukan hubungan seksual (intercourse). Bentuk rangsangan seksual yang dilakukan remaja bermacam-macam. Beberapa bentuk rangsangan seksual yang dilakukan remaja antara lain: ciuman (kissing), ciuman leher (necking), meraba-raba tubuh lawan jenis, petting, seks oral, seks anal, dan melakukan hubungan seksual melalui intercourse (Suwarni, 2009; Prihati, 2004; dan Purwanto, 2016). Biasanya remaja memperlihatkan kemajuan yang konsisten dalam perilaku seksualnya. Dalam sebuah studi terhadap 452 remaja yang berusia 18 hingga 25 tahun tentang pengalaman seksual mereka ditemukan bahwa terdapat kemajuan dalam perilaku seksual mereka (Feldman, Turner, & Araujo, 1999 dalam Santrock, 2007). Ciuman mendahului perilaku mencumbu, dan mendahului hubungan seksual maupun seks oral. Untuk itulah, remaja yang telah pernah melakukan ciuman bibir cenderung untuk melakukan perilaku seksual yang lebih berisiko, bahkan hingga melakukan hubungan seksual/ koitus. Hal lain yang juga dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian hubungan seksual pranikah adalah faktor perilaku, antara lain perilaku seksual yang berisiko seperti berciuman dan melakukan rangsangan-rangsangan seksual, serta perilaku penyalahgunaan Napza dan alkohol (Mazengia dan Worku, 2009; Tiwari dkk, 2015; dan Ahmadian dkk, 2015). Menurut Baltazar, dkk (2016) menyatakan bahwa remaja melakukan penyalahgunaan NAPZA untuk memudahkan mereka dalam bergaul dan dalam hubungan dengan kekasih mereka cenderung untuk mencoba menggunakan NAPZA karena rasa penasaran dengan efek yang ditimbulkan jika mereka menggunakannya dalam hubungan seksual. SIMPULAN Sebanyak 277 remaja (48,7%) yang pernah melakukan ciuman, 4 (0,7%) orang telah melakukan penyalahgunaan NAPZA, dan sebanyak 61 orang remaja (10,7%) yang telah pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Remaja yang pernah berciuman cenderung untuk lebih berisiko melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang belum pernah berciuman. Penyalahgunaan NAPZA juga meningkatkan risiko remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

9 Masih tingginya prevalensi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah perlu ditanggapi secara serius, bukan hanya oleh pemerintah namun juga kepada semua pihak yang terkait. Perlunya edukasi kesehatan tentang dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat hubungan seksual pranikah. Edukasi yang diberikan sebaiknya diberikan ke sekolah-sekolah, serta bekerja sama untuk membentuk peer group (kelompok sebaya) atau peer educator yang bisa saling memberikan informasi dan mengingatkan sesama temannya untuk tidak melakukan hubungan seksual pranikah. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi faktor lain yang mungkin berhubungan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja, baik faktor internal maupun faktor eksternal dari remaja. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dtujukan kepada Direktorat P2ML Kementerian Kesehatan RI dan Kepala Sub Direktorat AIDS atas ijin yang diberikan untuk penggunaan data STBP tahun DAFTAR PUSTAKA Ahmadian, M., Hamsan, H. H., Abdullah, H., Samah, A. A., & Noor, A. M. (2014). Risky sexual behavior among rural female adolescents in Malaysia: A limited role of protective factors. Global journal of health science, 6(3), 165. Azinar, M.. (2013). Perilaku seksual pranikah berisiko terhadap kehamilan tidak diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (KEMAS) 8 (2) (2013) Diunduh dari tanggal 26 Juni Badan Pusat Statistik (BPS), National Population and Family Planning Board (BKKBN), and Kementerian Kesehatan (Kemenkes MOH), and ICF International. (2013). Indonesia Demographic and Health Survey Jakarta, Indonesia: BPS, BKKBN, Kemenkes, and ICF International. Baltazar, A., McBride, D. C., VanderWaal, C. J., & Conopio, K. (2016). Sex, Drugs and Alcohol: What Adventist College Students Say about the Role of Parents and Religion. Department of Family Ministries, General Conference of Seventh-day Adventists. Finer, L.B. (2007). Trends in premarital sex in The United States Research Division. The Guttmacher Institute. New York. Public Health Reports/ January February 2007/ volume 122. Foner, V.A., Armstrong, K.S., Kennedy, C.E., O Reilly, K.R., Sweat, M.D. (2014). School based sex education and HIV prevention in low and middle-income countries: A systematic review and meta-analysis. PLoS ONE 9(3); e89692, doi: /journal.pone Garriguet, D Early sexual intercourse. Health Reports 16(3); Europe PubMed Central. Available: Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

10 Kirby, D.B. dan Lepore, G. (2007). Sexual risk and protective factors; Factors affecting teen sexual behavior, pregnancy, childbearing and sexually transmitted disease: Which are important? Which can you change? ETR Associates. Mazengia, F. and Worku, A. (2009) Age at Sexual Initiation and Factors Associated with It among Youths in North East Ethiopia. Ethiopian Journal of Health Development, 23, Prihati, D.R. (2014). Pengetahuan dan aktifitas seksual remaja tingkat Sekolah Menengah Atas di Klaten. Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol. VI, No.1, Juni Purwanto, E. (2016). Perilaku Seksual pada Remaja di Kota Samarinda. Tidak dipublikasikan. Romero-Estudillo, E., Gonzalez-Jimenez, E., Mesa-Franco, M.C., Garcia-Garcia, I. (2014). Gender-based differences in the high-risk sexual behaviours of young people aged in Melilla (Spain): a Cross-sectional study. BMC Public Health, 14:745. Diunduh dari Santrock, J.W. (2007). Adolescence: Perkembangan remaja. 1 st Edition. Alih Bahasa: Sinto B. Adelar, Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga. Soetjiningsih. (2004). Tumbuh dan kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. Suryoputro, A. Ford, N.J., Shaluhiyah, Z. (2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Jurnal Makara Kesehatan Vol. 10 No. 1, Juni 2006, hal Suwarni, L. (2009). Monitoring parental dan perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja SMA di kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia vol. 4/ no. 2/ Agustus Tiwari, V. K., Piang, L. L. K., TP, S. R., & Nair, K. S. (2015). Correlates of Social, Demographic and Behavioral Factors affecting Adolescent Sexuality in a Traditional Society in India: Perspectives and Challenges. Indian Journal of Youth & Adolescent Health, 2(3), WHO. (2013). Baseline report on global sexually transmitted infection surveillance Switzerland. Yip, P.S., Zhang, H. Lam, T.H., Lam, K.F., Lee, A.M., Chan, J., Fan, S. (2011). Sex knowledge, attitudes, and high risk sexual behaviors among unmarried youth in Hong Kong. BMC Public Health, 2013 July 29; 13: 691. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. AIDS, Sifilis, Gonorrhea dan Klamydia adalah merupakan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sering terjadi di kalangan masyarakat. Antara sadar dan tidak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014 Factors Related to Adolescent Sexual Behavior in X School of Health in 2014 Eka Frelestanty Program Studi Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis, dan sosial. Modernisasi dan globalisasi zaman, menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA Maryatun, Wahyu Purwaningsih Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH DAN PERSEPSI HARGA DIRI PADA MAHASISWA

PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH DAN PERSEPSI HARGA DIRI PADA MAHASISWA 54 JURNAL KEPERAWATAN NOTOKUSUMO VOL. IV, NO. 1, AGUSTUS 2016 PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH DAN PERSEPSI HARGA DIRI PADA MAHASISWA Wiwi Kustio Priliana * * Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013 PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA Maryatun Sekolah TinggiIlmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINDAKAN SEKSUAL PRANIKAH SISWA SMA NEGERI 7 MANADO Triany Mamangkey*, Grace.D. Kandou*, Budi Ratag* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

Lebih terperinci

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung Sari MN, Islamy N, Nusadewiarti A Faculty of Medicine in Lampung University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) 2012, kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014 144 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 2, Agustus 2016 TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014 Suherni 1, Anita Rahmawati 1 1 Jurusan Kebidanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi serta proses-prosesnya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PERAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI (MEDIA) DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PRANIKAH DI SMP 1 PARANG KABUPATEN MAGETAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PERAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI (MEDIA) DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PRANIKAH DI SMP 1 PARANG KABUPATEN MAGETAN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PERAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI (MEDIA) DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PRANIKAH DI SMP 1 PARANG KABUPATEN MAGETAN Skripsi ini disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah salah satu fase kehidupan yang pasti akan dilewati oleh semua manusia. Fase ini sangat penting, karena pada saat remaja seseorang akan mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya.

Lebih terperinci

Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: NORDINA SARI J

Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: NORDINA SARI J PERBEDAAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI, SIKAP SEKSUALITAS, DAN PERILAKU PACARAN PADA PELAJAR SLTA DAMPINGAN PKBI JATENG DAN PADA PELAJAR SLTA KONTROL DI KOTA SEMARANG Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks pranikah di kalangan remaja semakin

Lebih terperinci

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL Dewi Nurul Sari Akbid La Tansa Mashiro Jl.Soekarno-Hatta, Pasirjati, Rangkasbitung dewiluvmama12@yahoo.com Abstract The aim of this

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset dan generasi penerus bangsa yang harus sehat secara jasmani, mental dan spiritual. Usia remaja merupakan fase umur penduduk yang sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia merupakan remaja berumur 10-19 tahun dan sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang.

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN SUMBER INFORMASI DENGAN TINDAKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP NEGERI 9 MANADO. Junita Ch. Wenas*, Adisti A. Rumayar*, Grace D. Kandou* *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012 The Influence Factors Of Adolescent s Motivation In Preventing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahap akhir pematangan sosio biologis manusia dalam mata rantai tumbuh kembang anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahap akhir pematangan sosio biologis manusia dalam mata rantai tumbuh kembang anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahap akhir pematangan sosio biologis manusia dalam mata rantai tumbuh kembang anak. Menurut World Health Organization (WHO), terdapattiga

Lebih terperinci

FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA SMA DAN SMK DI KOTA BENGKAYANG

FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA SMA DAN SMK DI KOTA BENGKAYANG 1 FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA SMA DAN SMK DI KOTA BENGKAYANG Robertus Richard Louise, Mardjan, Abduh Ridha Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak,

Lebih terperinci

DETERMNAN FAKTOR INISIASI SEKS PRANIKAH PADA REMAJA (ANALISIS DATA SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2012)

DETERMNAN FAKTOR INISIASI SEKS PRANIKAH PADA REMAJA (ANALISIS DATA SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2012) DETERMNAN FAKTOR INISIASI SEKS PRANIKAH PADA REMAJA (ANALISIS DATA SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2012) Dewi Setyaningsih ABSTRACT Latar Belakang : Populasi penduduk di Indonesia 26,67

Lebih terperinci

PERAN KONSELOR SEBAYA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG TRIAD KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

PERAN KONSELOR SEBAYA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG TRIAD KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PERAN KONSELOR SEBAYA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG TRIAD KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Wiji Utami AKBID An-Nur Purwodadi Email: wijiutami88@gmail.com ABSTRAK Latar Belakang: TRIAD

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA Nurul Fatimah Nur Hidayah, Maryatun Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan remaja pada zaman sekarang berbeda dengan zaman pada tahun 90 an. Dimulai tahun 2000 hingga saat ini remaja dalam berperilaku sosial berbeda dalam mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015

HUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015 HUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Yuyun Elitasari 201410104324

Lebih terperinci

Jurnal Kebidanan 07 (01) Jurnal Kebidanan http : //www. journal.stikeseub.ac.id

Jurnal Kebidanan 07 (01) Jurnal Kebidanan http : //www. journal.stikeseub.ac.id Jurnal Kebidanan 07 (01) 1-114 Jurnal Kebidanan http : //www. journal.stikeseub.ac.id FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS REMAJA DI SMK BHINNEKA KARAWANG TAHUN 2013 Solihah Eneng 1) 1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI CIREBON

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI CIREBON 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI CIREBON Lisnawati 1), Nissa Sari Lestari 2) 1), 2) Poltekkes Tasikmalaya Program Studi Kebidanan Cirebon e-mail : bidan_lisna85@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode SMA adalah periode dimana seseorang masih menginjak masa remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur 10 20 tahun

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ABORSI DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP SEKS PRANIKAH DI KELAS XII SMAN KUTOWINAGUN Evi Wahanani 1, Cokro Aminoto 2, Wuri Utami 3 1, 3 Jurusan Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan arti kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS PRANIKAH

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS PRANIKAH Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 7 No 2, Hal 37-44, Oktober 2017 Jurnal Sekolah Ilmiah Tinggi Permas: Ilmu Kesehatan Jurnal Ilmiah Kendal STIKES Kendal Volume 7 No 2, Hal 37-44,

Lebih terperinci

DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SMA NEGERI 1 INDRALAYA UTARA

DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SMA NEGERI 1 INDRALAYA UTARA p-issn 2086-6380 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Juli 2017, 8(2):83-90 e-issn 2548-7949 DOI: https://doi.org/10.26553/jikm.2016.8.2.83-90 Available online at http://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm

Lebih terperinci

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence)

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Jurnal Kesehatan Masyarakat KEMAS 8 (2) (2013) 153-160 Jurnal Kesehatan Masyarakat http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BERISIKO TERHADAP KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN Muhammad Azinar Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Lucas Haryono, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

Jurnal Riset Kesehatan PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA PERKOTAAN DAN PEDESAAN KABUPATEN KUDUS

Jurnal Riset Kesehatan PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA PERKOTAAN DAN PEDESAAN KABUPATEN KUDUS Jurnal Riset Kesehatan, 5 (1), 2016, 25-29 Jurnal Riset Kesehatan http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA PERKOTAAN DAN PEDESAAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh. BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja keadaan fisik, psikologis, dan seksualitas akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Pada masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya perubahan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI KELURAHAN LAWANGIRUNG KECAMATAN WENANG KOTA MANADO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI KELURAHAN LAWANGIRUNG KECAMATAN WENANG KOTA MANADO FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI KELURAHAN LAWANGIRUNG KECAMATAN WENANG KOTA MANADO Andini Iftinan Tanib *, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T. Ratag* *Fakultas

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja di Kota Padang

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja di Kota Padang 448 Artikel Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja di Kota Padang Mahmudah 1, Yaslinda Yaunin 2, Yuniar Lestari 3 Abstrak Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara, BAB I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode penting dalam kehidupan manusia karena pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara, 2010).

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG Minah, Ika Pantiawati, Yuli Trisnawati Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto Email : icha.pewe@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencing

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, perilaku, kesehatan seksual remaja, kesehatan reproduksi remaja.

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, perilaku, kesehatan seksual remaja, kesehatan reproduksi remaja. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI SISWA SMA X DI KOTA BANDUNG TAHUN 2015 Ulfi Audria, 2015 Pembimbing I : Rimonta. F. G.,dr.,Sp.OG, M.PdKed Pembimbing II

Lebih terperinci

Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA Di Kota Pontianak

Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA Di Kota Pontianak Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA Di Kota Pontianak Linda Suwarni *) *) Dinas Kesehatan Kota Pontianak Propinsi Kalimantan Barat Korespondensi : linda_suwarni@yahoo.com

Lebih terperinci

NORDINA SARI J

NORDINA SARI J PERBEDAAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI, SIKAP SEKSUALITAS, DAN PERILAKU PACARAN PADA PELAJAR SLTA DAMPINGAN PKBI JATENG DAN PADA PELAJAR SLTA KONTROL DI KOTA SEMARANG NASKAH PUBLIKASI Di Susun Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) (2017), masa remaja ada dalam rentang usia 10-19 tahun. Sedangkan menurut Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), remaja disebut

Lebih terperinci