PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL RELASI CIVIL SOCIETY DAN PEMERINTAH DESA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA SABRUN DANO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL RELASI CIVIL SOCIETY DAN PEMERINTAH DESA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA SABRUN DANO"

Transkripsi

1 PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL RELASI CIVIL SOCIETY DAN PEMERINTAH DESA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA (Suatu Penelitian di Desa Tri Rukun Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) Oleh : SABRUN DANO Telah diperiksa dan disetujui Pembimbing PEMBIMBING I PEMBIMBING II DR. H. Rauf Hatu, M. Si Basri Amin, S. Sos., MA NIP NIP

2 RELASI CIVIL SOCIETY DAN PEMERINTAH DESA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA (Suatu Penelitian di Desa Tri Rukun Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) ABSTRAK Sabrun Dano. Nim : Relasi Civil Society Dan Pemerintah Desa Dalam Memelihara Kerukunan Antar Umat Beragama (Suatu Penelitian Di Desa Tri Rukun Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo). Skripsi. Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, Dr. Rauf A. Hatu, M. Si dan pembimbing II Basri Amin, S. Sos., MA. Penelitian ini dilakukan di Desa Tri Rukun Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo, untuk mendeskripsikan bagaimana relasi civil society dan pemerintah desa dalam memelihara kerukunan umat beragama. Teori yang digunakan adalah teori civil society dan kerukunan umat beragama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik library Research, fieldwork Research, wawancara terstrukturyang disertai dokumentasi dan observasi Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa relasi antara civil society dan Pemerintah Desa sangat menentukan kerukunan umat beragama di Desa Tri Rukun. Relasi yang tercipta antara Tokoh masyarakat, Pemerintah Desa, kelompok-kelompok agama dan seluruh masyarakat Desa Tri Rukun. Masyarakat Desa Tri Rukun memahami pentingnya kerukunan umat beragama melalui pola-pola pembinaan yang dilaksanakan di masing-masing agama yang ada. Acara-acara dalam masyarakat seperti Idul Fitri, Galungan, Natal dan pesta pernikahan digunakan oleh masyarakat untuk saling mengunjungi dalam rangka penguatan hubungan dan relasi yang telah tercipta dalam masyarakat. Perkawinan pindah agama tidak lagi menjadi salah satu masalah yang dipersoalkan oleh masyarakat, hak itu diserahkan ke individu yang akan menikah tersebut. KATA KUNCI : Relasi, Civil Society, Kerukunan Sabrun Dano. Nim : Pembimbing I, Dr. Rauf A. Hatu, M. Si dan pembimbing II Basri Amin, S. Sos., MA. 2

3 Pentingnya kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat haruslah menjadi sebuah hal yang harus diperhatikan. Dalam konteks masyarakat plural, potensi konflik akan selalu mengancam kehidupan masyarakat tersebut. Konflik dalam masyarakat plural seolaholah seperti api dalam sekam. Hal ini memiliki pengertian bahwa sekam yang dibakar memang apinya tidak menyala tetapi hanya berasap, namun sewaktu-waktu dapat menyala. Itulah gambaran konflik dalam masyarakat yang majemuk akan potensi konflik dalam masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan peran penting dari civil society dan pemerintah desa untuk terus memelihara kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat. Persoalan dan masalah sosial yang terjadi dapat bersifat horizontal atau vertikal tergantung penyebab pokok konflik dalam masyarakat itu sendiri. Pemerintahan dalam sebuah ruang lingkup daerah paling kecil adalah pemerintah di desa. Pemerintahan tersebut dapat bekerja sama dengan seluruh komponen masyarakat untuk dapat membantu masyarakat di desa dalam sebuah kehidupan sosial yang majemuk untuk hidup rukun tanpa memandang status sosial, budaya dan agama. Praktisnya pemerintahan di desa akan dapat bekerja sama dengan masyarakat dan juga berbagai pihak serta instansi terkait untuk dapat memajukan desa tersebut untuk kepentingan masyarakat itu sendiri dalam ruang lingkup pembangunan nasional ke depan. Data penduduk Desa Tri Rukun Tahun 2012, penduduk Desa Tri Rukun keseluruhan berjumlah kurang lebih 978 KK. Jika dibagi berdasarkan agama maka Agama Hindu berjumlah 852 KK, Agama Kristen Protestan 44 KK, Agama Kristen Katolik 14 KK, dan Agama Islam 68 KK. Dari data penduduk tersebut, cukup jelas terlihat bahwa Agama Hindu sebagai agama yang pemeluknya paling banyak menjadi agama yang mayoritas di desa Tri Rukun. Sehingga kelompok agama yang minoritas cenderung mengikuti kelompok agama yang mayoritas. Tetapi, dalam masyarakat Tri Rukun sendiri kecenderungan untuk terjadinya kesenjangan sosial dalam masyarakat itu sendiri tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari. 3

4 Oleh karena itu peran dari masyarakat sipil (civil society) dan pemerintah desa merupakan salah satu hal yang dapat diharapkan untuk dapat membantu menekan konflik yang terjadi antara pemeluk agama. Karena masyarakat sipil (civil society) dan pemerintah desa adalah dua komponen yang dapat melakukan beberapa hal untuk dapat menjaga kondisi masyarakat plural tersebut dari berbagai masalah-masalah sosial yang dimungkinkan akan terjadi. Setiap agama pasti mengajarkan nilai-nilai untuk selalu hidup rukun dan damai dengan setiap orang. Tolong menolong dan terutama sikap toleransi antar umat beragama menjadi salah satu perintah dari Tuhan yang maha esa kepada umatnya. Tinggal bagaimana individu-individu pemeluk agama melakukannya di dalam masyarakat berdasarkan pada agama yang diyakininya. Karena keyakinan itu adalah hak asasi manusia yang didukung oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia Secara umum dapat dikatakan bahwa rukunnya masyarakat sebuah desa dapat ditentukan oleh kerja sama serta relasi yang terbentuk antara pemerintah desa, masyarakat sipil, organisasi sosial masyarakat serta kelompok-kelompok agama yang ada di desa. Penelitian ini akan berfokus pada dua hal yaitu mengenai bagaimana relasi-relasi yang terbentuk antara Pemerintah desa dan organisasi masyarakat serta kelompok-kelompok agama dan bagaimana pemerintah desa bersama masyarakat sipil (civil society) dalam memelihara kerukunan antar umat beragama di Desa Tri Rukun sehingga dari fokus tersebut penulis dapat merumuskannya dengan judul Relasi Civil Society dan Pemerintah Desa Dalam Memelihara Kerukunan Antar Umat Beragama Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas tersebut, maka akan muncul rumusan masalah sebagai berikut, 1. Bagaimana peran civil society dan pemerintah dalam mengelolah kerukunan antar umat beragama di Desa Tri Rukun? 4

5 2. Bagaimana relasi yang terbentuk antara Pemerintah Desa dengan organisasi masyarakat serta hubungannya dengan kelompok-kelompok agama dalam masyarakat di Desa Tri Rukun? Tujuan Penelitian 1. untuk mengetahui peran civil society dan pemerintah dalam mengelola kerukunan antar umat beragama di Desa Tri Rukun 2. Untuk mengetahui relasi yang terbentuk antara masyarakat sipil, pemerintah desa, organisasi sosial masyarakat dan hubungannya dengan kelompok dalam mendukung program nasional dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama di Desa Tri Rukun. Civil Society dan Partisipasi Sosial Muhammad A. S. Hikam (Azra dkk, 2003:61) mendefinisikan civil Society adalah sebagai organisasi masyarakat voluntarilistik di luar negara yang berperan sebagai kekuatan penyeimbang (balancing power) antara negara, individu dan masyarakat pada umumnya. Lebih jelasnya lagi, civil society adalah kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan terikat peraturan yang sah atau seperangkat aturan yang sama. Lebih lanjut, Hikam memberikan tekanan yang kuat terhadap universalitas konsep dan praktik civil society. Oleh karena itu dia menerjemahkan civil society sebagai masyarakat sipil atau masyarakat kewargaan (Azra dkk, 2003:61). Dalam praktisnya civil society adalah gerakan sipil yang cenderung menolak hegemoni negara. Pertumbuhan civil society Indonesia memang banyak ditentukan oleh tingkat kegiatan swadaya masyarakat sendiri yang lebih mandiri dari pengendalian oleh negara (pemerintah). Tampaknya tidaklah berlebihan jika kita membayangkan bahwa dalam civil society Indonesia itu berfungsi suatu mekanisme sosial yang bertumpu pada suatu koalisi dari 5

6 berbagai subkelompok masyarakat yang terus-menerus menyelenggarakan diskursus etis dan menghasilkan suatu sinergi yang konstruktif (Kusumohamidjojo, 2000:152). Penyelenggaraan perilaku yang komunikatif oleh masyarakat yang terus menerus akan melatih warga masyarakat untuk semakin mampu bertukar gagasan (dan kepentingan) yang berbeda-beda, dan pada giliran selanjutnya mengembangkan sinergi yang konstruktif (bersifat membangun) dari berbagai energi yang bisa destruktif jika tidak dikomunikasikan. Karena civil society bukanlah segala-galanya, namun civil society paling tidak telah memberikan dan menyediakan medan untuk menyelesaikan berbagai konflik kepentingan diantara berbagai kelompok masyarakat secara rasional dengan keterlibatan kekuasaan negara yang sesedikit mungkin. Multikulturalisme adalah gerakan sosio-intelektual yang mempromosikan nilai-nilai dan prinsip perbedaan serta menekankan pentingnya penghargaaan pada setiap kelompok yang mempunyai agama dan kultur yang berbeda. Orientasinya adalah kehendak untuk membawa masyarakat ke dalam suasana rukun, damai egaliter (persatuan dan persamaan), toleransi, saling menghargai, saling menghormati tanpa ada konflik dan kekerasan, tanpa mesti menghilangkan kompleksitas perbedaan yang ada (Azra, 2003:86). Jadi secara umum civil society merupakan salah satu sarana untuk dapat menekan angka perbedaan yang ada di Indonesia. Dengan belajar dari berbagai kasus yang terjadi baik di dalam dan luar negeri. Civil society tumbuh seiring dengan bebagai masalah kehidupan sosial yang menumpuk seperti, perbedaan agama (konflik antar agama), eksklusifitas suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok yang lain. Karena dapat dikatakan bahwa civil society tumbuh seiring dengan masalah sosial tersebut dan berusaha menyelesaikannya. Berkaitan dengan partisipasi sosial, partisipasi diartikan dengan turut sertanya individu dalam pembentukan civil society di Indonesia. Partisipasi tersebut lebih mengarah kepada individu tersebut yang berperan membentuk civil society dalam masyarakat tanpa ada dorongan dari pemerintah untuk dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat. 6

7 Lebih jauh dalam hal membentuk dan mengembangkan partisipasi sosial masyarakat dalam skala besar adalah memberikan pemahaman tentang makna multikulturalisme dan pluralisme dalam masyarakat secara umum. Hal itu akan sangat membantu individu yang berperan dalam memulai dan membangun paradigma masyarakat dalam membangun civil society di dalam masyarakat tersebut. Sehingga dari civil society akan dapat dilihat tatanan baru masyarakat yang lebih memahami pluralisme dan multikulturalisme dalam masyarakat lintas agama. Pemerintah Dan Kebijakan Sosial Menurut Soekanto (Fathoni, 2006:35) peran adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran. Setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidup. Hal ini sekaligus berarti bahwa peran menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat dalam menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu: 1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat dalam organisasi. 3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Menurut Harahap (Fathoni, 2006:38) Peran pemerintah adalah perangkat tingkah laku atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam menjalankan wewenang dan jabatan yang sedang ada pada dirinya, artinya pada pelaksanannya tersebut Kepala Pemerintahan berhak 7

8 mengatur aparat dan orang-orang yang membantu dalam melaksanakan tugas yang sedang dijabatnya. Seseorang dikatakan menjalankan peran mana kala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari status yang sedang disandangnya. Peran dalam berbagai kegiatan masyarakat berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut. Posisi tersebut dapat dilihat pada struktur pemerintahan, contoh terdekat seperti Kepala Desa, Bupati, Walikota atau Gubernur yang dapat berbuat seenaknya dengan menggunakan wewenang yang ada dan melekat pada dirinya dengan batas waktu yang telah ditentukan. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa peran pemerintah adalah (1) menyelenggarakan urusan pemerintahan, (2) pelaksanaan pembangunan, dan (3) pelayanan kemasyarakatan. Lebih jauh, peran pemerintahan desa dalam kemasyarakatan salah satunya adalah menjaga kerukunan antar umat beragama, khususnya masyarakat yang multikultural. Hal itu dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya konflik di masyarakat yang multi kultur tersebut. Kaitannya dalam peran, tidak semua orang mampu untuk menjalankan peran yang melekat pada diri (individu) dengan baik. Oleh karena itu tidak jarang terjadi ketidakberhasilan dalam menjalankan perannya. Ada beberapa faktor yang menentukan kekurangberhasilan ini. Ketidakberhasilan ini terwujud dalam kegagalan peran. Kegagalan peran terjadi ketika seseorang enggan atau tidak melanjutkan peran individu yang harus dimainkannya setelah tidak memiliki sebuah jabatan atau kedudukan tertentu. Impilikasinya, tentu saja mengecewakan dan juga mitra perannya akan kehilangan kepercayaan untuk menjalankan perannya secara maksimal, termasuk peran lain, dengan mitra yang berbeda pula, sehingga stigma negatif akan melekat pada dirinya. 8

9 Hubungan Antar Umat Beragama Menurut Hardikusuma (Agus, 2010:33) kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lebih jauh Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat daerah, provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerintah lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instansi vertikal, menumbuhkembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati serta membina hubungan yang baik di antara umat beragama sehingga prasangka yang buruk dapat dicegah sehingga konflik dapat ditekan. Manusia adalah kelompok sosial, punya pembawaan atau fitrah untuk hidup dalam kelompok dan juga dengan orang lain. Pengelompokan ada yang nyata, seperti pengelompokan pada suku, bangsa dan organisasi sosial, organisasi politik, keluarga dan termasuk pengelompokan agama. Dan juga ada yang tidak nyata seperti pelapisan (stratifikasi) sosial. Tetapi dalam terminologi stratifikasi, pelapisan yang menyebabkan individu dengan individu yang lain, walau dalam sistem demokratis dan komunis sekalipun, sebenarnya tidaklah setara. Strata atas lebih mulia, lebih terhormat atau menentukan dari strata di bawahnya. Lebih jauh pemerintah adalah salah satu lembaga yang dapat merangsang dalam memperkokoh kerukunan antar umat beragama dalam konteks masyarakat yang majemuk. Dalam masyrakat di Tri Rukun sendiri dapat dilihat dalam keseharian masyarakat dengan pemerintah serta hubungannya dengan organisasi sosial serta kelompok sosial dalam menciptakan dan memelihara kerukunan antar umat beragama di dalam masyarakat. 9

10 Hubungan yang baik antara masyarakat lintas agama dalam sebuah masyarakat dapat dibangun melalui beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain mengembangkan wawasan kebangsaan bagi masyarakat, menumbuhkan semangat solidaritas dan peningkatan toleransi antar umat beragama. Semua hal di atas dapat dicapai melalui kerja sama yang baik antara pemerintah, tokoh agama, organisasi sosial masyarakat, dan kelompok-kelompok agama yang ada. Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa realita tentang relasi masyarakat (civil society) dan pemerintah desa dalam memelihara kerukunan umat beragama, maka dengan ini peneliti merumuskan suatu kesimpulan sebaga berikut : 1. Desa Tri Rukun merupakan salah satu desa di Kecamatan Wonosari yang penduduknya multikultur. Baik agama, etnis dan juga adat serta budaya yang berkembang di dalamnya. Bermacam-macam suku sepeti Suku Gorontalo, Suku Bali, Suku Minahasa yang merupakan penghuni terbesar di Desa Tri Rukun, namun di antara ketiga suku tersebut ada juga suku-suku tambahan yang (pindah dari desa lain) karena tertarik ingin tinggal di desa tersebut, seperti Sangir, Manado, Jawa dan Lombok. Majemuk bukan lagi hal yang baru bagi masyarakat, karena kerja sama yang terjalin antara komponen-komponen yang ada di desa masalah-masalah yang ada dapat diatasi dengan baik dengan melibatkan semua lembaga-lembaga yang terkait tersebut. 2. Dalam relasi sosial yang terjadi tidak adanya tumpang tindih antara lembaga dan juga tabrakan wewenang seperti bakuharap untuk menangani berbagai konflik dan potensi konflik di antara masyarakat beragama. Sehingga dari kejadian tersebut hubungan serta relasi yang terjalin semakin kuat dan tidak dapat dihindarkan dari kerja sama yang semakin kuat pula. Saling menghormati antar masyarakat dn juga 10

11 di antara Tokoh-agama menjadi salah satu hal yang menjadi titik utama dalam membuat masyarakat mengerti untuk hidup selalu bersama dalam kedudukannya sebagai satu desa yaitu Desa Tri Rukun. 3. Istilah kebersamaan dapat terwujud ketika kita semua dapat saling mendukung dan bekerja sama dengan kelompok etnis satu dengan yang lainnya. Kerja sama merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan kita semua. Di mana kita semua dapat saling berbagi satu masalah dengan dengan orang lain dengan jalan memutuskan musyawarah bersama sehingga tercipta satu jalan menuju masyarakat yang tentram dan damai. Solidaritas sosial aalah hasil dari hubungan serta relasi yang baik yang tercipta dengan baik diantara masyarakat yang bekepribadian yang baik serta didukung oleh budi pekerti luhur yang pastinya mengerti tentang makna hidup bersama-sama yang dipenuhi dengan kedamaian dan juga kerukunan antar umat beragama yang tanpa pertikaian terselubung. Tetapi pada dasarnya semua pasti dikembalikan kepada diri masing-masing untuk bisa menciptakan hubungan dan relasi yang baik tersebut. 4. Pemerintah Desa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi selalu membuat hubungan serta relasi yang baik dengan Toko-tokoh agama, organisasi pemuda serta masyarakat Desa Tri Rukun. Sehingga potensi konflik selalu dapat ditekan dan juga membuat masyarakat selalu merasa nyaman dan tentram tanpa harus khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menuliskan beberapa saran, diantaranya : 1. Desa Tri Rukun adalah desa yang majemuk, oleh karena itu diperlukan perhatian dari semua pihak untuk dapat lebih memperhatikan segala hal yang mencakup kehidupan sosial masyarakat tersebut. Sehingga kedamaian, toleransi, hubungan yang baik serta kerukunan umat beragama dapat tetap terjaga dengan baik sampai seterusnya. 11

12 2. Kemajemukan yang ada di Desa Tri Rukun merupakan suatu bentuk dan ciri-ciri masyarakat di Provinsi Gorontalo, serta interaksi sosial yang dibangun masyarakat dan dapat dijadikan contoh bagi daerah-daerah yang memiliki ciri-ciri yang sama tersebut untuk menjaga kerukunan umat beragama tersebut. 3. Diharapkan melalui penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi Daftar Pustaka peneliti yang akan melakukan penelitian yang menyangkut tentang kerukunan umat beragama dan bagaimana mengelolanya serta meilihat civil society yang berkembang di dalamnya sebagai salah satu penentu dalam semakin kuatnya kerukunan tersebut. Ahmadi, Abu Psikologi Sosial (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Agus, Bustanuddin Agama Dan Fenomena Sosial. Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press). Azra, Azyumardi Dkk Mencari Akar Kultural Civil Society Di Indonesia. Ciputat: INCIS. Creswell, Jhon W Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (edisi tiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Effendi, Johan Pluralisme dan Kebebasan Beragama. Yogyakarta: Institut Dian/Interfidei Fathoni, Abdurrahmat Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Idrus, Mohammad Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Erlangga Kymlicka, Will Kewargaan Multikultural. Jakarta: LP3ES. Kusumohamidjojo, Budiono Kebhinnekaan Masyarakat di Indonesia (Suatu Problematik Filsafat Kebudayaan). Jakarta: PT Grasindo. Maleong, Lexi J Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Masyhuri dan Zainuddin, M Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung:PT. Refika Aditama. Nasikun Sistem Sosial Indonesia. Yogyakarta: Ombak. 12

13 Putranto, Nanda Jody, Peran Pemerintah Kabupaten dalam Menciptakan Kerukunan Antar Umat Beragama di Kabupaten Malinau. (skripsi). Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FIS, Universitas Negeri Malang. Prisma Agama Dan Tantangan Zaman. Jakarta: LP3ES. Soetomo Masalah Sosial Dan Upaya Pemecahannya (cetakan III). Yogyakarta: Pustaka pelajar. Yewangoe, Andreas, A Titik Pandang Tentang Perkembangan Masyarakat Indonesia.Yogyakarta: Interfidei. Sumber Internet dan Majalah (diakses tgl13 maret 2014). (diakses tanggal 13 maret 2014) (diakses tgl 7 februari 2014) Newsletter Interfidei No. 1/XXII edisi Januari- Juli 2013 Newsletter interfidei No. 2/XXII edisi Agustus-Desember

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia secara umum adalah masyarakat yang plural atau beraneka ragam baik warna kulit, suku, bahasa, kebudayaan dan agama. Dari komposisi masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara multikultural yang masyarakatnya memiliki beragam suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Keberagaman tersebut dapat memunculkan sikap

Lebih terperinci

NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam

Lebih terperinci

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA Nama : Nurina jatiningsih NIM : 11.11.4728 Kelompok Jurusan Dosen : C : S1 Teknik Informatika : Drs. Tahajudin Sudibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu pendidikan yang menuntun masyarakat Indonesia untuk mampu mewujudkan cita cita bangsa. Salah satu pelajaran

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan hasil penelitian pada BAB IV peneliti dapat merumuskan kesimpulan dan rekomendasi untuk berbagai pihak. A. Simpulan 1. Simpulan Umum Masyarakat Dusun Kalibago merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Disusun oleh: Nama : Arif Purniawanto Nim : 11.11.4767 Kel : C Dosen : Drs. tahajudin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU Pluralisme adalah sebuah realitas sosial yang siapapun tidak mungkin memungkirinya, kehidupan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan ISSN Vol. 1, No. 1, Juni 2017

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan ISSN Vol. 1, No. 1, Juni 2017 Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan ISSN 2337-8891 Vol. 1, No. 1, Juni 2017 PERAN ORGANISASI MAHASISWA EKSTRA UNIVERSITER DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA FETY NOVIANTY Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai

Lebih terperinci

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial XVI Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial Untuk mewujudkan Jawa Timur makmur dan berakhlak, diperlukan landasan kesalehan sosial dalam pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dan

Lebih terperinci

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara universal (tanpa dipandang suku, etnis, stratifikasi sosial maupun agamanya) merupakan salah satu makhluk Tuhan yang paling sempurna di muka bumi

Lebih terperinci

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA Dosen : Drs.Tahajudin Sudibyo N a m a : Argha Kristianto N I M : 11.11.4801 Kelompok : C Program Studi dan Jurusan : S1 TI SEKOLAH TINGGI TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis.

Lebih terperinci

ANALISI DATA. Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis di lakukan bersamaan dengan

ANALISI DATA. Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis di lakukan bersamaan dengan 106 BAB IV ANALISI DATA Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis di lakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Data-data yang telah di peroleh dari lapangan langsung peneliti analisis dengan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai sebuah negara yang besar berdiri dalam sebuah kemajemukan komunitas. Beranekaragam suku bangsa, ras, agama, dan budaya yang masingmasing mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan suatu kenyataan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI

BAB IV VISI DAN MISI BAB IV VISI DAN MISI A. DASAR FILOSOFIS Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah memerlukan satu filosofi pembangunan yang memiliki cakrawala yang luas dan mampu menjadi pedoman bagi daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Hasan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BAHAN PAPARAN [ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA S U M A T E R A K A L I M A N T A N I R I A N J A Y A J A V A Ps 28E (1) setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN DAN DEWAN PEMBINA FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DESA PANCASILA DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA a. Realitas Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Banyutowo Indonesia adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajemukan, tetapi yang terpenting adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. kemajemukan, tetapi yang terpenting adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari masyarakat yang plural. Dikatakan plural karena keanekaragaman bumi Indonesia dengan suku dan agamanya. Pluralitas tidak

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan budi-pekerti dan akhlak-iman manusia secara sistematis, baik aspek ekspresifnya yaitu

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG JAGA WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA NOMOR 9 TAHUN 2006 DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalah banyak. Keberagaman agama tersebut pada satu sisi menjadi modal

BAB I PENDAHULUAN. kalah banyak. Keberagaman agama tersebut pada satu sisi menjadi modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang beragam baik dari sisi budaya, etnis, bahasa, maupun agama. Dari sisi agama, di negara ini hidup berbagai agama besar dunia seperti

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN KECAMATAN WIROSARI DESA KALIREJO PERATURAN DESA KALIREJO KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 01 TAHUN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN KECAMATAN WIROSARI DESA KALIREJO PERATURAN DESA KALIREJO KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 01 TAHUN 2011 PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN KECAMATAN WIROSARI DESA KALIREJO PERATURAN DESA KALIREJO KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA KALIREJO

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian 195 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian yang telah dilaksanakan terhadap penduduk Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan tentang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA DISUSUN OLEH : Nama : HERWIN PIONER NIM : 11.11.4954 Kelompok : D Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : TAHAJUDIN SUDIBYO Drs. UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi perselisihan hidup beragama, perulah adanya upaya-upaya

BAB I PENDAHULUAN. potensi perselisihan hidup beragama, perulah adanya upaya-upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pluralitas agama merupakan fenomena realitas sosial yang tidak dapat dielakan dalam kehidupan ini. Sehingga adanya pluralitas atau kemajemukan sebenarnya merupakan suatu

Lebih terperinci

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA Jakarta, 6 Oktober 2016 VISI KABINET KERJA: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis, suku, ras, budaya, bahasa, adat istiadat, agama. Bangsa kita memiliki berbagai etnis bangsa yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2017 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan manusia dalam masyarakat sangatlah majemuk. orang pendatang yaitu korban kerusuhan Sampit.

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan manusia dalam masyarakat sangatlah majemuk. orang pendatang yaitu korban kerusuhan Sampit. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan manusia dalam masyarakat sangatlah majemuk. Kemajemukan ini juga terdapat pada masyarakat Sampang Madura, baik dari segi suku, budaya dan agama. Madura

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KAMPUNG DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 178 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperoleh beberapa temuan penelitian yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Berikut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa guna melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi ditandai oleh adanya tiga prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rosania Mega Fibriana, 2014 Perkembangan nila-nilai kerukunan ummat beragama pada masyarakat majemeuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rosania Mega Fibriana, 2014 Perkembangan nila-nilai kerukunan ummat beragama pada masyarakat majemeuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia selalu memiliki keinginan untuk hidup bersama, meskipun mereka berbeda. Mengutip pendapat Aristoteles manusia merupakan makhluk sosial atau sering disebut zoon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 28 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah ideologi bangsa Indonesia, tentu tidak terlepas dari Pancasila. Sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki hak asal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM Mimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society). Fenomena ini dapat dilihat dari realitas sosial yang ada. Kemajemukan Indonesia dapat dibuktikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Bentuk-bentuk kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat. jika yang dinamakan hidup bersama dan berdampingan pasti ada masalah

BAB IV ANALISA DATA. A. Bentuk-bentuk kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat. jika yang dinamakan hidup bersama dan berdampingan pasti ada masalah BAB IV ANALISA DATA A. Bentuk-bentuk kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat Keadaan kerukunan di Desa Balonggarut antara Islam dan Hindu masuk dalam kategori damai tanpa konflik. Meskipun dalam suatu

Lebih terperinci

C. Partisipasi Kewarganegaraan sebagai Pencerminan Komitmen terhadap Keutuhan Nasional

C. Partisipasi Kewarganegaraan sebagai Pencerminan Komitmen terhadap Keutuhan Nasional semangat persatuan dan kesatuan. Buatlah kesimpulan berkaitan dengan arti penting persatuan dan kesatuan, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika. d. Tulislah hasil pengamatan dan diskusi dalam tabel berikut

Lebih terperinci