DAFTAR ISI DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGANTAR... HALAMAN SURAT PERNYATAAN ISI...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGANTAR... HALAMAN SURAT PERNYATAAN ISI..."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI HALAMAN DALAM... SAMPUL i HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... ii i HALAMAN KATA PENGANTAR... i v HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... v ii HALAMAN DAFTAR ISI... v iii

2 ABSTRAK... x i ABSTRACT.... x ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian

3 1.6.1 Manfaat Teoritis Manfaat Praktis Landasan Teoritis Metode Penelitian Jenis Penelitian

4 1.8.2 Jenis Pendekatan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB II PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DAN OTONOMI DAERAH 2.1 Tinjauan Mengenai Pajak dan Retribusi Pengaturan Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Pengertian Tenaga Kerja Asing

5 2.2.2 Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Dasar Hukum Penggunaan Tenaga Kerja Asing Dan Retribusi Perpanjangan IMTA Kewenangan Pemungutan Retribusi dalam Kerangka Otonomi Daerah BAB III PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DI PROVINSI BALI 3.1 Pengaturan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA di Provinsi Bali Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali Dalam Memungut Retribusi Perpanjangan IMTA

6 BAB IV HAMBATAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DI PROVINSI BALI 4.1 Faktor Penghambat Pemungutan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing di Provinsi Bali Upaya Pemerintah Provinsi Bali Dalam Penanggulangan Hambatan Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RINGKASAN SKRIPSI

7

8 PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI BALI ABSTRAK Judul penelitian ini adalah Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Provinsi Bali. Terdapat permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, antara lain Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA di Provinsi Bali dan hambatan pelaksanaan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA di Povinsi Bali. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris, diteliti permasalahan yang muncul terhadap aturan hukum dengan fakta yg terjadi didalam masyarakat. Penelitian ini berbasis pada data primer dan data sekunder, yaitu penelitian dengan mengkaji suatu permasalahan berdasarkan norma-norma hukum yang mendasarinya serta dikaitkan dengan tindakan pemerintah terhadap keadaan yang terjadi secara nyata di lapangan. Data-data yg diperoleh dianalisis secara evaluatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi melakukan pengawasan untuk mengantisipasi hambatanhambatan yang terdapat di dalam proses penyelenggaraan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA. Untuk mengantisipasi hambatan, dilakukan perubahan saat melakukan penerimaan retribusi perpanjangan IMTA dengan bentuk rupiah sesuai kurs yang berlaku pada saat penyetoran di Bank yang ditunjuk oleh Gubernur Bali dalam hal ini Bank BPD Provinsi Bali. Untuk menghindari permasalahan bentuk setoran dollar yg dibayarkan dari pemberi kerja TKA kepada pihak Dinas, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan instrument Bank Note agar mudah mengetahui setoran dollar mana yang bermasalah. Kata Kunci: IMTA, Retribusi, Tenaga Kerja Asing, Otonomi Daerah

9 LEVY CHARGED FOR IMTA LICENSE EXTENTION AS AN IMPLEMENTATION OF BALI PROVINCE REGIONAL AUTONOMY ABSTRACT This research entitle "Levy Charged for IMTA License Extention as an Implementation of Bali Province Regional Autonomy". The issues that takes to be the main source of this reaserch are: How Levy Charged for IMTA License Extention in Bali Province is implemented and The obstacle in the implementation of Levy Charged for IMTA License Extention in Bali Province. This research use the empirical legal method, and the analytical done by finding the Problem that occur from legal norms as well in the community. This research base on the Primary data and secondary data, wich particularize the problem based on the legal norms underlaying as well as associated with government action against the phenomena that occur significantly. The data were analyzed evaluatively and descriptively. The results showed that the provincial government of Bali through Labour and Transmigration Official (Depnakertrans) supervising the obstacles in the process of levy charged for IMTA License Extention. To anticipate the obstacles, The goverment make changes in taking the payment of IMTA in Rupiah currency base on the previling exchange rates in the Bank that appointed by the Governor of Bali that in this case is Bank BPD Provinsi Bali. In order to avoid problems happens when receiving the payment of levy charged for IMTA License Extention in US Dollar currency that paid by the employer of the foreigner labour, the Labour and Transmigration Official is using Bank Note in order to make easier wich payment is indicate as the problematic payment. Key Words: IMTA, Levy Charged, Foreginer Labour, Regional Autonomy

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara hukum memerlukan pembangunan guna mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat, termasuk dalam hal pembangunan ketenagakerjaan. Menghadapi perkembangan dunia dengan kecanggihan teknologi dan informasi berpengaruh pula di sektor ekonomi di mana globalisasi ekonomi telah diprogramkan dalam agenda pembangunan nasional dengan menciptakan lapangan kerja untuk kesejahteraan rakyat dalam rencana perbaikan iklim ketenagakerjaan. Menyadari sedalam-dalamnya bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia yang bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan kesejahteraan masyarakat seluruhnya diperlukan penataan kembali berbagai segi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi umumnya, khususnya di dalam hubungan perburuhan. 1 Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, tenaga kerja juga meningkat. Tingginya pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor utama kelebihan tenaga kerja secara umum di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Penciptaan lapangan kerja adalah sasaran pokok pemerintah dalam agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun di sisi lain pemerintah juga tidak dapat menutup 1 Ramdlon Naning, Perangkat Hukum Hubungan Perburuhan (Industrial) Pancasila,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h. 183

11 mata, di mana situasi dan kondisi Indonesia masih belum dapat menciptakan lapangan kerja bagi sebagian dari pencari kerja 2. Dalam era globalisasi yang terjadi di Indonesia ini, tidak dapat dihindari adanya penggunaan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut TKA), pada prinsipnya penggunaan TKA di Indonesia adalah mereka yang dibutuhkan dalam 2 hal, yakni TKA yang membawa modal (sebagai investor) dan/atau membawa skill dalam rangka transfer of knowledge atau transfer of know how 3. Selain karena kedua hal tersebut maka pada hakekatnya tidak diperkenankan menggunakan TKA dan harus mengutamakan penggunaan tenaga kerja dari Indonesia (Tenaga Kerja Indonesia). 4 Globalisasi tidak hanya menyebabkan perputaran investasi dan informasi secara cepat saja, tetapi juga menyangkut kepada masalah tenaga kerja 5. Derasnya arus migrasi tenaga kerja pada dasarnya merupakan resultan dari tiga kondisi yang berbeda di masing-masing negara maju, negara industri baru dan negara miskin dan berkembang. Keberhasilan pembangunan ekonomi di negara maju telah mendorong tingkat upah dan kondisi lingkungan kerja ke taraf yang lebih baik lagi 6. Di negara industri baru, percepatan pembangunan ekonomi menyebabkan permintaan akan tenaga kerja yang berketrampilan harus didatangkan dari negara maju, sedangkan untuk pekerjaan yang lebih mementingkan otot datang dari negara miskin dan berkembang. Kehadiran para tenaga kerja yang memakai otot tidak hanya karena 2 G.Karta Sapoetra,2004, Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila, Bina Aksara,Jakarta,h C. Sumarprihatiningrum, 2006, Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, HIPSMI, Jakarta, h Ibid, h Ibid, h Ibid, h. 60.

12 adanya pengiriman dari negara asal melainkan juga karena ada permintaan dari negara yang dituju karena permintaan akan selalu hadir jika ada penawaran, begitu juga sebaliknya 7. Negara-negara yang miskin dan berkembang, kesulitan mendapatkan pekerjaan dan upah yang rendah-lah yang mendorong terjadinya migrasi tenaga kerja. Tujuan penggunaan TKA tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan professional dibidang tertentu yang belum dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia serta mempercepat proses pembang unan nasional dengan jalan mempercepat alih ilmu pengetahuan dan tekonologi, serta meningkatkan investasi asing sebagai penunjang pembangunan di Indonesia walaupun pada kenyataanya perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia baik itu perusahaan- perusahaan swasta asing ataupun swasta nasional wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia sendiri. 8 Jumlah Tenaga Kerja Indonesia lebih dominan digunakan daripada TKA, hal ini karena pada hakekatnya penggunaan tenaga kerja wajib mengutamakan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia daripada Warga Negara Asing pendatang. Dikecualikan apabila bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia, pengguna TKA dapat menggunakan Tenaga Kerja Asing sampai batas waktu tertentu, ketentuan ini ditegaskan berdasarkan penjelasan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ( 7 Ibid, h Ibid, h. 61.

13 selanjutnya disebut UU Nomor 13 tahun 2013). Diharapkan hingga sampai batas waktu tertentu tenaga kerja Indonesia sudah mampu mengadopsi skill TKA yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan TKA. Pemberian izin penggunaan TKA dimaksudkan agar dilaksanakan secara selektif dalam rangka pemberdayaan tenaga kerja Indonesia secara optimal. 9 Selanjutnya untuk memberikan izin dalam mempekerjakan TKA, diperlukan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 20 Tahun 2004 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Kepmenaker Nomor 20 Tahun 2004). Kepmenaker Nomor 20 Tahun 2004 tersebut merupakan perintah dari Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengertian tentang izin kerja pada prinsipnya adalah izin yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk kepada perusahaan tertentu untuk mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia dengan menerima upah dan waktu tertentu. 10 Ada 2 (dua) macam izin penggunaan tenaga kerja, yaitu : 1. Izin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing 2. Izin melakukan pekerjaan bebas. 11 Sedangkan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, jenisnya ada 3 yaitu : 1. Izin kerja tenaga asing (baru) 9 Hesty Hastuti, Permasalahan tenaga kerja asing di Indonesia, BPHN-Departemen Hukum dan HAM, Tahun C. Sumarprihatiningrum, 2006, Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, HIPSMI, Jakarta, h Ibid. h. 20.

14 2. Izin perpanjangan kerja tenaga asing 3. Izin pindah jabatan kerja tenaga asing 12. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata Indonesia yang sangat dikenal dunia, kepopuleran pulau Bali sebagai daerah tujuan wisata berdampak pada masuknya para investor yang ingin berbisnis atau membangun usaha yang berkaitan khususnya pada bidang kepariwisataan. 13 Tanpa disadari alasan awal TKA datang berkunjung ke Bali berlatar belakang sebagai wisatawan yang selanjutnya mencari atau bekerja di Indonesia, dinamika tersebut tentunya melanggar ketentuan yang berlaku dan sangat merugikan para pekerja dalam negeri khususnya Provinsi Bali, karena membludaknya TKA saat ini. 14 TKA harus mematuhi semua persyaratan yang telah diatur didalam Kepmenaker No 20 Tahun TKA yang sudah banyak masuk ke Pulau Bali, keberadaannya harus memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku yaitu Pasal 4 Kepmenaker No 20 Tahun Pengaturan tentang tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU No 13 tahun 2003). Selanjutnya apabila tidak diberikan batasan mengenai waktu hubungan kerja seperti apa yang tercantum dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 48, maka yang terjadi adalah TKL tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Mengenai TKA sendiri diatur dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 UU No 13 Tahun 2003, Pasal 42 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja 12 Ibid. h I Gede Pitana dan I Ketut Surya Diarta, 2009, Pengantar Ilmu Pariwisata, Andi Offset, Yogyakarta, h Ibid. h. 23.

15 asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau penjabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut mengisyaratkan agar dalam mempekerjakan Tenaga Kerja Asing tidak menimbulkan dampak negatif khususnya terhadap masalah keamanan (security) dan berkurangnya kesempatan kerja bagi Tenaga Kerja Indonesia (khususnya di Bali). Selanjutnya keberadaan TKA di Indonesia seharusnya jangan hanya mempekerjakan dengan keuntungan TKA itu sendiri, melainkan harus membagikan keterampilan yg dimiliki kepada tenaga kerja Indonesia dalam hal ini yaitu TKL. Berdasarkan penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 dalam rangka alih teknologi dan alih keahlian maka pemberi kerja TKA wajib: 1. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian tenaga kerja asing. 2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing. Masuknya investor dan penanam modal asing memicu datang atau didatangkannya tenaga kerja asing, yang wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan. Terkait dengan hal tersebut, maka diperlukan pengaturan tenaga kerja asing, baik pengaturan aspek ketenagakerjaan maupun pengaturan aspek keimigrasian Indonesia. Dalam Pasal 42 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa untuk mempekerjakan tenaga kerja asing diperlukan izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Oleh karena itu, pemberi kerja tenaga kerja asing wajib mengajukan rencana penggunaan tenaga kerja asing (yang selanjutnya disebut RPTKA) untuk memperoleh izin memperkerjakan tenaga asing yang selanjutnya disebut (IMTA).

16 Mengenai Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut IMTA), dijelaskan dalam Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 dalam Pasal 1 angka 17 yg menyebutkan bahwa, IMTA adalah izin tertulis yang diberikan kepada pemberi kerja TKA, IMTA merupakan izin yg dapat diperpanjang, sesuai yg dijelaskan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Permenaker No 16 Tahun 2015) Pasal 39 ayat (2) yg menjelaskan bahwa, jangka waktu berlakunya IMTA diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan Keputusan Menteri tentang jabatan-jabatan yang dapat diduduki TKA tersebut, selanjutnya Permenaker No 16 Tahun 2015 Pasal 40 juga menyebutkan, yg berwenang menerbitkan IMTA adalah Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI dimana pengajuannya berdasarkan bukti pembayaran DPKK (Dana Pengembangan Keahlian & Ketrampilan Kerja), Depnaker yang dibayarkan sebesar USD 100 / bulan, dalam hal perpanjangan IMTA, yg berwenang untuk melakukan perpanjangan IMTA ialah penerbit IMTA itu sendiri, dan dalam hal ini adalah Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI, Permenaker No 16 Tahun 2015 Pasal 40 juga menjelaskan bahwa, penerbit IMTA lah, yg berwenang dalam melakukan pungutan izin perpanjangan IMTA itu sendiri, dan kemudian di setor ke Kas Daerah. Perpanjangan IMTA merupakan suatu retribusi daerah, seperti yg dijelaskan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 (selanjutnya disebut Perda Bali Nomor 5 Tahun 2013) didalam Pasal 1 angka 19 menyatakan, Retribusi

17 Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Retribusi Perpanjangan IMTA) adalah pungutan daerah, atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja TKA. Pasal 2 Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 juga menyebutkan bahwa Retribusi Perpanjangan IMTA termasuk dalam Retribusi Perizinan Tertentu. Objek Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU No 28 tahun 2009, Pasal 140 yaitu pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi perpanjangan IMTA merupakan pungutan daerah yang dipungut sebagai pembayaran jasa atas pemberian izin tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi/badan yang bekerja atau mempekerjakan TK 15. Di Provinsi Bali, Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 juga menyatakan Retribusi perpanjangan IMTA merupakan pungutan daerah atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja TKA. Selanjutnya TKA dibebankan pungutan retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yg ada yaitu Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun Berdasarkan paparan diatas yang penulis tertarik melakukan penelitian berjudul Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Provinsi Bali Selatan, h Adrian Sutedi, 2008, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor

18 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA di Provinsi Bali? 2. Bagaimanakah hambatan pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA di Bali? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan ini, untuk memudahkan dalam menelaah permasalahan dan tidak melebar ke permasalahan lain, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Adapun yang dibahas dalam penelitian ini pembatasannya pada dua hal yaitu pertama membahas pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA di Provinsi Bali dan kedua tentang hambatan pelaksanaan retribusi perpanjangan IMTA di Provinsi Bali.

19 1.4 Orisinalitas Penelitian Guna menunjukan keaslian penelitian skripsi ini memang benar asli dan tidak sama dengan penelitian skripsi yang sudah ada sebelumnya, maka dapat saya tunjukan beberapa penelitian sebelumnya sebagai berikut : Skripsi tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Studi Perbandingan Hukum Islam Dan Udang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) oleh Khusnan Iskandar, dari Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar Tahun 2009, yang mengangkat permasalahan tentang bagaimanakah konsep perjanjian kerja waktu tertentu dalam pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan bagaimanakah dampak penggunaan Tenaga Kerja asing dalam pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Skripsi tentang Pengawasan Penggunaan Pekerja Asing Terhadap Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 oleh Hendra Putra Kuncoro, dari Fakultas Hukum Reguler Mandiri, Universitas Andalas, Padang, Tahun Permasalahan yg dikemukakan dalam skripsi ini yaitu tentang bagaimanakah prosedur penggunaan tenaga kerja asing di Padang dan bagaimanakah dampak hukum dari prosedur penggunaan tenaga kerja asing di Padang Skripsi tentang Penyelenggaraan Retribusi Pekerja Asing Terhadap Keberadaan Tenaga Kerja Lokal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13

20 Tahun 2003 oleh Ariani Endah Nuryanti, dari Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Tahun 2011, Permasalahan yg dikemukakan dalam skripsi ini yaitu tentang apakah variabel upah, produktivitas, modal dan non upah berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada usaha percetakan di kota Makasar. Dari beberapa penelitian skripsi sebagaimana dipaparkan diatas, maka baik dari judul maupun substansi penelitian skripsi ini berbeda (tidak sama) dengan penelitian skripsi tersebut di atas. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan umum Untuk mengetahui bagaimanakah Pelaksanaan Pemungutan Retribusi IMTA Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Bali Tujuan khusus Untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan retribusi perpanjangan IMTA di Bali dan bagaimanakah hambatan pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA Di Bali. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis 1) Hasil penelitian dapat memberikan kegunaan untuk mengembangkan ilmu hukum khusunya Hukum Pemerintahan.

21 2) Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti Manfaat praktis 1) Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instani terkait tentang pengaturan retribusi perpanjangan IMTA di Bali. 2) Dengan dibuatnya penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak instansi terkait khususnya Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Bali dalam rangka mengetahui bagaimanakah hambatan pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjagan IMTA Di Bali. 1.7 Landasan Teoritis Landasan-landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian hukum merupakan sebuah pijakan dasar yang kuat dalam membedah permasalahpermasalahan hukum terkait. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yakni Teori Negara Hukum, Teori Kewenangan, dan Teori Penegakan Hukum, dan Konsep Retribusi Daerah Teori Negara Hukum Secara Konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana di tentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yg menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Untuk dapat disebut sebagai Negara Hukum maka harus memiliki dua unsur pokok

22 yakni adanya perlindungan hak asasi manusia serta adanya pemisahan kekuasaan dalam negara. 16 Dalam perkembangannya ada dua konsep negara hukum yaitu Rechtsstaat dan Rule of law. Rechsstaat sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental sebagai berikut: 1. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia; 2. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus berdasarkan teori Trias politika; 3. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, pemerintah berdasarkan undangundang (wetmatigbestuur); 4. Apabila dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang- Undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang) maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya. 17 Dalam pada itu, AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon menjelaskan the Rule of law dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum; 2. Kedudukan yang sama di depan hukum baik rakyat ataupun pejabat; 3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusankeputusan pengadilan Moh Kusnardi dan Bintang R. Saringgih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet. 4, Gaya Media Pratama, Jakarta, h Ibid 18 Anwar C., 2011, Teori dan Hukum Konstitusi, Intrans Publishing, h ,

23 Selanjutnya International Commision of Jurists pada konferensinya di Bangkok pada tahun 1965 menekankan bahwa di samping hak-hak politik, rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan ekonomi sehingga perlu dibentuk standar-standar dasar ekonomi. Komisi ini dalam konfensi tersebut juga merumuskan syarat-syarat (ciri-ciri) pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law sebagai berikut; 1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi haruslah pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh hakhak yang di jamin 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. 3. Pemilihan umum yang bebas. 4. Kebebasan menyatakan pendapat. 5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi 6. Pendidikan kewarganegaraan. 19 Dari ciri-ciri negara hukum (material) di atas, nampak adanya perluasan makna negara hukum formil dan pengakuan peran pemerintah yang lebih luas sehingga dapat menjadi rujukan bagi berbagai konsepsi Negara hukum Teori Kewenangan Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, misalnya penerbitan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri atau Gubernur Kepala daerah. 20 Kewenangan secara teoritik dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai Atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. van Wijk/ Willem Konijnenbelt mengindenfikasikan sebagai berikut: Ibid, h Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T. Alumni Bandung, h Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Edisi evisi, cet. 9, Rajawali Pers, h. 101

24 1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. 22 Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara yang berkedudukan sebagai original legislator di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah. Sedangkan yang bertindak sebagai delegated legislator seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewnang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara tertentu Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari satu organ pemerintah kepada pemerintah lainnya. 24 Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya. 22 Ibid,h Ibid,h Ibid,h. 101.

25 Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang Mandat terjadi ketika organ pemerintah telah mengizinkan kewenanggannya dijalankan organ lain atas namanya. Pada mandat tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun. Yang ada hanyalah hubungan internal, sebagai contoh Menteri dengan pegawai, Menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama Menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementrian. Pegawai memutuskan secara faktual, Menteri secara yuridis. 26 Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu Undang- Undang No.23 Tahun 2014, kewenangan terdiri dari kewenangan Desentralisasi dan Dekonsentrasi. Desentrasilasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah berdasarkan asas otonomi daerah (Delegasi), sedangkan Dekonsentrasi merupakan pelimpahan sebagian urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kepada instansi vertikal di wilayah tertentu dan atau kepada Gubernur atau Walikota sebagai penanggung jawab pemerintahan umum. 25 Ibid,h Ibid,h. 103.

26 Berdasarkan paparan tentang wewenang di atas, dapat disebutkan bahwa, wewenang yang diperoleh secara atribusi dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat Teori Penegakan Hukum Secara konsepsional inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah yang mantab dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 27 Penegakan Hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan Law Enforcment, dalam baha Belanda disebut dengan Rechtshandhaving. Penegakan hukum sangat erat kaitannya dengan efektivitas hukum. Menurut Freidmann berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada: substansi hukum, struktur hukum/pranata hukum dan budaya hukum. 28 a) Substansi Hukum Substansi hukum merupakan sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun. 27 Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5 28 Robby Aneuknanggroe, 2013, Teori Penegakan Hukum, wordpress.com, diakses pada tangga l 4 april 2015

27 b) Struktur Hukum Sistem struktural hukum menentukan bisa atau tidakanya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Kewenangan lembaga negara penegak hukum dijamin oleh undang-undang, sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Suatu peraturan perundang-undangan jika tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan tidak bias ditegakkan. c) Budaya Hukum Menurut Friedman, kultur adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat terhadap hukum Konsep Retribusi Daerah Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yg dalam pelaksanaanya di masing-masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 29 Pengertian Retribusi Daerah menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 ditentukan dalam pasal 64 yaitu retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang Darwin, 2010, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, Bandung, h.

28 khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Selanjutnya ciri-ciri pokok Retribusi Daerah adalah sebagai berikut: a. Retribusi dipungut oleh daerah; b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang langsung dapat ditunjuk c. Retribusi dapat dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau menggunakan jasa yang disediakan daerah. 30 Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah, tidak dapat berlaku surut, dan peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengenai : 1. Nama, objek, dan subjek retribusi 2. Golongan retribusi, jasa umum, jasa usaha, dan petizinan tertentu 3. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan 4. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besaran tariff 5. Struktur dan besarnya tarif retribusi 6. Wilayah pemungtan 7. Tata cara pemungutan 8. Sanksi administrasi 9. Tata cara penagihan 10. Tanggal mulai berlakunya Ibid. h Ibid. h. 43.

29 Tata cara dan pemungutan dan pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan, artinya bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan tidak diserahkan kepada pihak ketiga. 32 Retribusi dipungut dengan menggunakan surat ketetapan retribusi daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, berupa karcis, kupon atau kartu langganan dalam hal ini diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 71 dan 72. Selanjutnya UU 28 Tahun 2009 Pasal 160 ayat (3) menyebutkan bahwa dalam hal wajib pajak tidak membayar pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi 2 % setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan surat tagihan retribusi daerah. Selanjutnya retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan dan objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah Sugianto, 2007, Pajak dan Retribusi Daerah, Cikal Sakti, Jakarta h Ibid. h. 33.

30 1.8 Metode Penelitian Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Pengetahuan ilmiah didapat lewat metode ilmiah, karena ideal ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris yakni penelitian dengan mengkaji suatu permasalahan berdasarkan norma-norma hukum yang mendasarinya serta pelaksanaannya yang terjadi secara nyata di lapangan Jenis Pendekatan Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 35 Didalam penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan konseptual (coceptual approach) dan pendekatan sosiologis (sosiological approach), pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isi hukum yang sedang ditangani. Pendekatan konseptual (conceptual 34 Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, P.T. Raja Grafindo, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 93.

31 approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. 36 Selanjutnya pendekatan sosiologis (sosiological approach), dilakukan pendekatan masalah secara sosiologis, artinya didalam menelaah permasalahan yang sedang diangkat tersebut, menggunakan fakta yang ditunjang dengan pendekatan yuridis atau pendekatan perundangundangan. Selanjutnya dalam menelaah permasalahan, dikaji berdasarkan fakta yg ada dilapangan, serta ditunjang dengan disiplin ilmu, dan peraturan-peraturan terkait dengan permasalahan yang dibahas Sumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum ini berupa data primer dan data sekunder sebagai berikut; Data primer yang bersumber dari suatu penelitian lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber dilapangan ataupun responden. Adapun informan yang digunakan untuk menggali data yaitu staff Penggunaan dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut PPTKA) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali. 2. Data sekunder yang bersumber dari penelitian kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk-bentuk bahan hukum. 38 Bahan hukum yg digunakan sebagai data sekunder dalam penelitian ini antara lain: 36 Ibid 37 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h Ibid. h. 83

32 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementrian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2012 tentang Pengendalian Lalu Lintas dan Perpanjangan IMTA. 7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber hukum sebagai landasan penelitian di lapangan dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, diantaranya: 1. Teknik Studi Dokumen, yaitu data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.

33 2. Teknik Wawancara (interview), yaitu terhadap data lapangan, pengumpulannya dilakukan dengan menggunakan teknik interview terhadap staff PPTKA Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali Teknik Analisis Data Di dalam menganalisis data yang diperoleh, dipergunakan metode pengolahan data secara kualitatif yaitu mengkaji dan mengevaluasi peraturan perundangundangan yang ada, terkait dengan obyek permasalahan dan kenyataan yang ada dalam pelaksanaanya. Proses analisis tersebut, dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data dilapangan, selanjutnya mengkaji data di lapangan dengan mencocokkan peraturan yang berlaku, kemudian data disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI BALI

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI BALI SKRIPSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI BALI JESSY OCTAVIO ARFANDY NIM. 1116051064 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA ASING (IMTA) DI PROVINSI BALI

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA ASING (IMTA) DI PROVINSI BALI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA ASING (IMTA) DI PROVINSI BALI Oleh : Ni Made Widnyani Putri I Ketut Sudiarta Kadek Sarna Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan globalisasi dan industrialisasi saat ini mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan globalisasi dan industrialisasi saat ini mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan industrialisasi saat ini mendorong pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai sendi-sendi kehidupan di penjuru dunia, termasuk

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : IMPLIKASI YURIDIS KEBERADAAN TENAGA KERJA ASING SEBAGAI TENAGA KERJA DI INDONESIA Nina Juwitasari*, Sonhaji, Solechan Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : ninajuwitasari42@gmail.com

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PADA WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PADA WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PADA WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH www.indonesianindustry.com I. PENDAHULUAN Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya populasi manusia, maka semakin besar kebutuhan manusia itu akan tanah, terutama dalan hal bangunan gedung. Bangunan gedung merupakan buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu segala

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PENGUSAHA DALAM MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DI BALI

KEWAJIBAN PENGUSAHA DALAM MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DI BALI KEWAJIBAN PENGUSAHA DALAM MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DI BALI I Gusti Agung Mas Diah Praba Prameswara* Prof. Dr. I Made Arya Utama** Cokorda Dalem Dahana*** Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING SALINAN PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut telah memberikan batasan yang jelas bagi seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 10 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DAN TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN,

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA DENPASAR

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA DENPASAR KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA DENPASAR ABSTRACT oleh Komang Gede Dianaputra I Wayan Parsa I Nengah Suharta Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA ASING, PERPANJANGAN IMTA, RETRIBUSI IMTA, DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA ASING, PERPANJANGAN IMTA, RETRIBUSI IMTA, DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA ASING, PERPANJANGAN IMTA, RETRIBUSI IMTA, DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Asing Pengertian tenaga kerja asing sebenarnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PER RATURAN DAERAH KABUPATEN LOM MBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 T E N T A N G RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK LEMBARAN DAERAH NOMOR 06 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.

Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 01 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak berfungsinya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi daerah menjadi wacana dan bahan kajian

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 20/MEN/III/2004 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 14, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, untuk mewujudkan tujuan nasional

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA TERHADAP TENAGA KERJA HARIAN LEPAS PADA PT. TAMBANG DAMAI DI SAMARINDA

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA TERHADAP TENAGA KERJA HARIAN LEPAS PADA PT. TAMBANG DAMAI DI SAMARINDA IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA TERHADAP TENAGA KERJA HARIAN LEPAS PADA PT. TAMBANG DAMAI DI SAMARINDA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING SERTA PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA KERJA PENDAMPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Memungkinkan daerah untuk mengatur rumah tangga daerahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat dengan UUD

Lebih terperinci

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG : RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak diartikan sebagai pungutan yang di lakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration 1 KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh : Ni Luh Putu Arianti A.A Ariani Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak;

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2014 SALINAN BUPATI BULELENG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.01,2014 Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kab.Bantul, Retribusi, Perpanjangan Ijin,Tenaga Kerja Asing PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN REKOMENDASI TERHADAP PERPANJANGAN IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - SALINAN SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPERKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

oleh : I Gst Ngr Agung Septyadi I Ketut Markeling I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

oleh : I Gst Ngr Agung Septyadi I Ketut Markeling I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT PELAKSANAAN PENGENAAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING (IMTA) PADA PT. SPA SUKSES PRATAMA KUTA (STUDI KASUS DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KABUPATEN BADUNG) oleh : I Gst Ngr

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN Nomor 24 Tahun 2015 WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sehubungan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG

PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG Oleh : Made Yuni Lestari I Nyoman Suyatna Kadek Sarna Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan a. Latar belakang masalah Dewasa ini peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai sektor

Lebih terperinci

NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013

NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG

IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH DAERAH (SUATU STUDI DI PROVINSI BALI)

PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH DAERAH (SUATU STUDI DI PROVINSI BALI) 1 PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH DAERAH (SUATU STUDI DI PROVINSI BALI) Oleh Ida Bagus Nyoman Sanjayadiputra I Ketut Tjukup Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING OLEH PT. PHILIPS INDUSTRIES BATAM SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

PROSEDUR PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING OLEH PT. PHILIPS INDUSTRIES BATAM SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana PROSEDUR PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING OLEH PT. PHILIPS INDUSTRIES BATAM SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Oleh : HERU PRAYETNO BP: 06.940.196 FAKULTAS HUKUM REGULER

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULAUN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam budaya, ras, etnik, agama dan keragaman lainnya. Guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING SALINAN 1 GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci