2015 STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2015 STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagai bagian awal disertasi ini, pendahuluan memuat latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, cakupan penelitian, dan struktur organisasi disertasi. Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan dapat dipahami ihwal isi laporan penelitian dalam disertasi ini. A. Latar Belakang Penelitian Guru sebagai pendidik yang profesional harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (UU No.14 Tahun 2005). Kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki penguasaan materi pembelajaran, kurikulum, serta struktur dan metodologi keilmuannya. Di dalam kompetensi kepribadian, guru mampu dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia, serta menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi pedagogik mensyaratkan guru agar memiliki pemahaman terhadap peserta didik, mengembangkan potensi peserta didik, merancang dan melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya, kompetensi sosial menghendaki guru mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik serta masyarakat sekitar. Kompetensi ideal yang diharapkan itu akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional kita, seperti yang diamanatkan dalam UU No. 20 tahun 2003, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan semua kompetensi guru profesional tersebut, salah satunya adalah penggunaan bahasa guru dalam pembelajaran, lebih tegasnya, tuturan guru yang digunakan dalam pembelajaran. Hal ini sangat penting karena strategi bertutur guru berdampak pada emosi peserta didik yang kemudian

2 2 memengaruhi perilakunya (Zhang, 2007). Oleh karena itu, guru harus memperhatikan strategi bertutur karena jika strategi yang digunakan tidak tepat akan berdampak kepada emosi siswa yang berpengaruh pada perilakunya sehingga mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Setiap peserta didik memiliki kebutuhan defisiensi (Maslow dalam Slavin, 2011), yakni kebutuhan fisiologi, keselamatan, cinta, dan harga diri sebagai kebutuhan dasar yang harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan pertumbuhan peserta didik meliputi mengetahui dan memahami, estetika, serta aktualisasi diri. Para pendidik harus mengakui bahwa pembelajaran akan terganggu jika kebutuhan dasar siswa tidak terpenuhi dan kebutuhan defisiensi terpenting adalah cinta dan harga diri (Slavin, 2011). Peserta didik yang merasa tidak dicintai dan tidak dihargai, padahal mereka mampu, tidak akan mungkin memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan dalam kebutuhan pertumbuhan (Stipek, 2001). Pendidik yang dapat menenangkan peserta didiknya dan membuat mereka merasa diterima dan dihargai sebagai individu akan membantu peserta didik untuk gemar belajar dan bersedia bersikap kreatif dalam rangka mengaktualisasikan dirinya. Kebutuhan defisiensi peserta didik dapat dipenuhi dengan upaya guru melalui bertutur yang baik sehingga memotivasi mereka untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Oleh karena itu, guru harus mampu mengendalikan perilaku peserta didik dengan bertutur yang dapat meningkatkan kepercayaan dirinya (Ormrod, 2009). Hal senada pun diungkapkan Fried (2011) dalam penelitiannya bahwa dalam pembelajaran, emosi banyak memengaruhi proses belajar kognitif, motivasi, dan interaksi kelas. Emosi dapat meningkatkan proses kognitif sehingga ia dipandang sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. Selain itu, emosi berfungsi sebagai sarana yang penting untuk meningkatkan atau menghambat proses belajar. Temuan Fried (2011) ini mendukung pandangan bahwa emosi secara berkala perlu diatur. Dalam tulisannya, Fried (2011) menekankan pentingnya guru melakukan regulasi emosi di dalam kelas, yakni kemampuan untuk mengontrol pengalaman dan ekspresi

3 3 emosi. Guru harus memahami situasi yang dapat membuat peserta didik merasa marah, frustrasi, takut dan sedih. Melalui tuturan yang baik dan efektif guru harus menjaga emosi siswa agar selalu positif, yakni senang, gembira, dan semangat dalam belajar. Besarnya peran profesi guru dalam mendidik dan membentuk generasi bangsa yang berkualitas, tentunya tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau oleh sembarang orang (Susilowati, 2013). Guru harus menjadi pribadi yang berkualitas, baik dari segi intelektual maupun kepribadian. Berkaitan dengan makna guru yang berkualitas, pada umumnya guru yang berkualitas diartikan sebagai guru yang mengajarnya dimengerti, wawasan keilmuannya luas, memiliki suri tauladan bagi pendidikan moral muridnya, dan punya keinginan untuk meng-up grade dirinya, serta punya semangat untuk melakukan perbaikan dan perkembangan secara progresif bagi dunia pendidikan. Figur guru seperti ini terasa semakin sulit ditemui.sulitnya menemukan sosok guru ideal yang berkualitas ditunjukkan dengan banyaknya fakta mengenai kasus kekerasan yang dilakukan guru terhadap murid-muridnya di negeri ini. Kekerasan yang berkaitan dengan aktivitas mendidik, yang oleh Charters (Susilowati, 2013) diartikan sebagai tindakan keras (baik fisik maupun nonfisik) guru terhadap siswanya dengan alasan pendisiplinan atau pendidikan yang menimbulkan luka fisik maupun psikis. Berdasarkan definisi kekerasan tersebut, jenis kekerasan dibagi menjadi dua macam, yaitu kekerasan fisik dan nonfisik (Susilowati, 2013). Contoh kekerasan fisik, seperti penghukuman, penganiayaan, pemukulan, pemerkosaan, sedangkan kekerasan nonfisik meliputi verbal dan psikis. Contoh kekerasan nonfisik verbal ialah memaki, membentak, menghina. Contoh kekerasan nonfisik psikis, seperti memandang sinis, merendahkan, mengucilkan, mengabaikan, dan mempermalukan. Dampak kekerasan secara verbal dan psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik, penanggulangannya menjadi cukup sulit. Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah peserta didik

4 4 menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, seperti yang terjadi pada 06 November 2013 (Tribun Lampung) seorang wali murid melaporkan ada wali kelas yang selalu berkata kasar kepada anaknya sehingga anaknya menjadi takut dan malas ke sekolah. Selanjutnya, kasus bullying yang lebih parah dapat mengakibatkan peserta didik bunuh diri. Kasus ini telah terjadi di Lampung, pada 10 November 2013 (Radar TV), seorang anak laki-laki kelas VI sekolah dasar bunuh diri karena malu terhadap teman-temannya, karena gurunya berkata Kalau kamu nakal terus, nanti diturunkan ke kelas V, ia pulang ke rumah sebelum jam pelajaran berakhir karena malu dan mengadu kepada orang tuanya. Pada sore harinya, orang tua tersebut telah mendapatkan putranya gantung diri di pohon belakang rumah. Sungguh sebuah tragedi yang memilukan. Dengan demikian, guru diharapkan menggunakan strategi bertutur yang efektif agar tidak berdampak negatif pada peserta didik. Apalagi tuturan yang dianggap bullying harus dihindari karena akan menghancurkan masa depan peserta didik. Untuk itu, penting dilakukan kajian tentang bagaimana strategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran yang dapat berdampak pada emosi peserta didik. Sesungguhnya, kajian tuturan direktif guru sudah banyak dilakukan, seperti Tindak Tutur Direktif Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiah Kabupaten Banyumas (Widyaningrum, 2011), Tindak Tutur Direktif Guru SMA Dalam Kegiatan Belajar-Mengajar di Kelas (Mulyani, 2011), dan Analisis Tindak Tutur Direktif Guru pada Pembelajaran Biologi Kelas VIII B MTs. 1 Muhammadiyah Malang (Budiarti, 2013). Ketiga kajian dalam penelitian tersebut secara deskriptif memerikan bentuk tuturan direktif guru sebagai penutur. Dari ketiga kajian tersebut tidak diketahui bagaimana reaksi atau respons peserta didik sebagai mitra tutur. Hal ini tentu saja membutuhkan sebuah kajian yang empiris. Apalagi aspek konteks tuturan salah satunya adalah penutur dan mitra tutur (Leech, 1983; Yule, 1996; Cummings, 2007). Sejauh pengamatan

5 5 peneliti, kajian salah satu fungsi komunikatif tuturan direktif, yakni meminta yang melibatkan penutur dan mitra tutur baru dilakukan oleh Zhang (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Teacher Request Politeness: Effects on Student Positive Emotions and Compliance Intention. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa tuturan permintaan guru yang santun berdampak pada emosi positif dan kepatuhan siswa. Dengan demikian, strategi kesantunan dalam bertutur permintaan hendaknya diketahui guru agar siswa dapat berperilaku patuh dan mempunyai emosi positif seperti berbahagia melakukan permintaan guru tersebut. Para cendekiawan telah banyak meneliti aktivitas tindak tutur direktif dari perspektif kesopanan (Brown & Levinson, 1978, 1987; Holtgrave & Yang, 1990, 1992). Teori implisit mengenai tindak tutur direktif, seperti meminta (Kim & Wilson, 1994) beserta strategi dan pengaruhnya secara kontekstual (Holtgraves & Yang, 1990, 1992; Meyer, 2001, 2002). Akan tetapi, penelitian yang mendominasi mengenai tindak tutur direktif beserta realisasinya memfokuskan pada pilihanpilihan pesan, strategi-strategi, dan pengaruh-pengaruh kontekstual (misalnya kekuatan, ketertutupan hubungan, dan pemaksaan) terhadap pemilihan-pemilihan pesan dalam hubungan-hubungan interpersonal (Brown & Levinson, 1987; Holtgraves & Yang, 1992). Perhatian yang relatif kurang adalah pada efek-efek pesan terhadap penerima, terutama reaksi dan respons mereka (Grant, King & Behnke, 1994, Zhang, 2007). Penelitian ini dirancang untuk memerikan efek-efek pesan terhadap pendengar dalam konteks-konteks instruksional, khususnya efek-efek dari strategi tuturan direktif guru terhadap emosi siswa. Dengan demikian, masih sangat diperlukan kajian empiris tuturan direktif guru dalam pembelajaran untuk berbagai fungsi komunikasi yang lain, seperti memerintah, menyarankan, dan menanya. Berdasarkan pandangan Searle (1979:14), jenis tindak tutur direktif meliputi fungsi komunikasi ask menanya, order memesan, command menyuruh, request meminta, plead memohon, pray berdoa, invite mengundang, permit mengizinkan, dan advise menyarankan. Untuk memperoleh data penelitian yang Oleh karena itu, dalam usulan penelitian ini peneliti tidak membatasi fungsi

6 6 komunikasi tuturan direktif tertentu, tetapi membuka peluang seluruh fungsi komunikasi tuturan direktif yang muncul secara empiris di lapangan. Adapun kajian yang berfokus pada strategi yang digunakan telah dilakukan Flor dan Usqun (2005:175) dalam tindak tutur memberi saran. Dia mengidentifikasi strategi tuturan memberi saran, yang meliputi tipe langsung, tidak langsung, dan bentuk konvensional. Setiap tipe tersebut terdiri atas beberapa strategi tuturan, misalnya untuk tipe langsung, bisa menggunakan strategi verba performatif, imperatif, dan imperatif negatif. Semua strategi tersebut tentu saja sangat bergantung pada konteks berbahasa. Demikian halnya, dalam konteks pembelajaran, peneliti berupaya memerikan setiap strategi tindak tutur direktif yang digunakan guru serta dampaknya terhadap emosi peserta didik. Dalam tuturan yang berbeda, yakni menolak, Aziz (2000) mengidentifikasi strategi menolak dari berbagai etnis penutur di Indonesia, seperti Jawa, Sunda, Minang, dan Batak dengan judul Ralisasi Tindak Tutur Menolak dalam Masyarakat Indonesia: Kajian dari Perspekstif Kesantunan Bahasa, Hasil penelitian menunjukkan beragam strategi penolakan berdasarkan etnis tersebut. Kajian pragmatik tentang tindak tutur direktif telah banyak dilakukan para pakar dari perspektif kesantunan (Brown & Levinson, 1978, 1987; Holtgrave & Yang, 1990, 1992) dan menyelidiki strategi-strategi tindak tutur direktif dan pengaruh-pengaruh kontekstual (Holtgraves & Yang, 1990, 1992; Meyer, 2001, 2002). Menurut teori kesantunan Brown dan Levinson (1987), tindak tutur direktif bersifat memaksa karena mengganggu kebebasan bertindak dari mitra tutur (Holtgraves & Yang, 1990; Kim & Wilson, 1994). Perhatian yang relatif kurang pada efek-efek tuturan terhadap mitra tutur, terutama reaksi dan respons mereka (Grant, King & Behnke, 1994). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memerikan efek-efek tuturan direktif guru berupa respons warna afektif siswa dalam konteks pembelajaran. Pembelajaran di sekolah menengah pertama sebagai peristiwa tutur yang dipilih karena menurut psikologi perkembangan, siswa SMP sedang mengalami fase pencarian jati diri sehingga mudah berperilaku negatif dan positif, sangat

7 7 bergantung pada lingkungan. Santrock (2012) dan Muhibbin Syah (2011) menyebut fase usia anak SMP ini sebagai masa remaja (adolescence) Masa remaja ini bermula pada usia 12 tahun sampai 21 tahun yang awalnya ditandai dengan perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis). Oleh karena itu, fase perkembangan peserta didik usia SMP (12 15 tahun) diasumsikan telah mampu mengekspresikan perasaannya terutama ketika mendengar tuturan direktif guru.. Respons warna afektif terhadap strategi tuturan guru akan sangat kentara pada perilaku peserta didik di usia ini karena mereka cenderung bersikap terbuka dan tidak bersandiwara. Berdasarkan pengamatan, guru banyak menggunakan tindak tutur direktif dalam pembelajaran, seperti memerintah, meminta, melarang, menyarankan, atau mengajak. Hakikat tindak tutur direktif ini adalah penutur menghendaki mitra tutur melakukan tindakan tertentu. Tentu saja tindak tutur ini berisiko dipatuhi atau tidak oleh mitra tutur. Oleh karena itu, diperlukan strategi bertutur yang efektif dan komunikatif. Keefektifan dan kekomunikatifan tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat TTDG) dapat dicapai jika siswa sebagai mitra tutur merasa dihargai dan dicintai (Maslow dalam Slavin, 2011). Artinya, guru harus memiliki kompetensi pragmatik dalam bertutur yang dapat menimbulkan respons warna afektif positif siswa, seperti senang dan bangga. Jika tidak menimbulkan respons warna afektif positif siswa (selanjutnya disingkat RWAPS) dan menimbulkan respons warna afektif negatif siswa (selanjutnya disingkat RWANS), strategi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat STTDG) akan menyebabkan siswa menjadi rendah diri karena malu, malas karena kesal, atau menghindar tidak mematuhi karena takut.

8 8 Respons warna afektif positif siswa terbukti dapat memicu kepatuhan siswa terhadap tuturan meminta guru (Zhang, 2007) dan sebaliknya respons warna afektif negatif siswa membuat mereka tidak patuh. Apalagi jika tuturan guru menimbulkan efek emosi negatif pada siswa, seperti malu atau takut yang dapat memicu perilaku buruk, seperti tidak mau berangkat sekolah, benci kepada guru, atau bahkan ada yang sampai bunuh diri (Tribun, 2013). Oleh karena itu, diperlukan kajian yang mendalam bagaimana STTDG yang berdampak pada RWAPS sehingga siswa merasa dihargai dan dicintai. Penghargaan dan cinta yang dirasakan siswa dari guru yang mengajarnya dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan mereka, yakni kompetensi pengetahuan, pemahaman, dan aktualisasi diri sehingga berkembang secara optimal. Selanjutnya, temuan penelitian yang mengkaji STTDG be-rwaps ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dengan menggunakan sebuah model yang berorientasi pada tuturan guru untuk dapat mengondisikan siswa belajar aktif dan kreatif. Dengan demikian, kajian pragmatik terhadap STTDG dalam penelitian ini dapat bermakna bagi pendidikan secara langsung. Adapun sumber data yang dipilih ialah tuturan direktif guru karena dalam pembelajaran, guru banyak bertutur yang menghendaki siswa sebagai mitra tutur untuk melakukan sesuatu, seperti tuturan menyuruh, menyarankan, dan meminta. Melalui penelitian ini akan diperoleh strategi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat STTDG) beserta respons warna afektif siswa (selanjutnya disingkat RWAS) yang berdampak pada perilaku mereka. Temuan ini akan menegaskan apa yang diungkapkan McDonald (2011) bahwa saat guru bertutur atau berbicara dalam pembelajaran, tanpa disadari siswa merespons secara afektif. Hal ini pun menegaskan apa yang dikemukakan Jansen (2010) bahwa setiap pembelajaran akan meninggalkan parut emosional pada siswa dan emosi tersebut akan memengaruhi keyakinan, keputusan, serta tindakan/perilaku mereka. Dengan demikian, strategi tindak tutur direktif guru yang memicu munculnya respons warna afektif positif akan berpengaruh pada pembelajaran secara efektif.

9 9 Selanjutnya, orientasi strategi bertutur guru yang efektif akan memunculkan kreativitas dan produktivitas gagasan siswa (Joyce, 2011). Inilah yang menjadi hakikat model pembelajaran sinektik yang digagas William Gordon (Joyce, 1978). Untuk itulah, kajian empiris tentang STTDG yang be-rwaps diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis temuan, yakni STTDG be-rwaps sehingga hasil penelitian ini menjadi lebih bermakna. B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang masalah penelitian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Bagaimanakah stategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan respons warna afektif siswa terhadapnya serta implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP? Pertanyaan utama ini dapat diuraikan ke dalam subpertanyaan sebagai berikut. 1) Apa sajakah fungsi komunikasi dalam tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP? 2) Bagaimanakah realisasi atau strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP? 3) Bagaimanakah strategi kesantunan bertutur direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP? 4) Bagaimanakah respons warna afektif siswa terhadap strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP? 5) Bagaimanakah implikasi strategi tindak tutur direktif guru dan respons warna afektif siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP? C. Tujuan Penelitian

10 10 Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan STTDG dan RWAS serta mengimplikasikannya dalam sebuah model pembelajaran berbasis STTDG be-rwaps. Tujuan umum ini merupakan inti dari keseluruhan tujuan khusus berikut ini. 1) Mengidentifikasi fungsi komunikasi dalam tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. 2) Memerikan strategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. 3) Memerikan strategi kesantunan berbahasa dalam tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. 4) Memerikan respons warna afektif siswa terhadap strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. 5) Mendeskripsikan implikasi strategi tindak tutur direktif guru dan respons warna afektif positif siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Sumber data penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia di SMP yang berasal dari berbagai suku, bahasa, dan sekolah yang berbeda. Hal ini diasumsikan menghasilkan variasi tuturan yang kompleks dan menarik untuk diperikan. 2) Data penelitian berupa tindak tutur guru yang teridentifikasi sebagai tindak tutur direktif. Setiap fungsi komunikasi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat TTDG) diamanati dan dikaji, seperti fungsi tuturan memerintah, menyarankan, melarang, meminta, dan sebagainya (Searle, 1979:14). 3) Reaksi atau respons yang diamati berupa warna afektif dan perilaku siswa terhadap tuturan guru terhadapnya. Respons warna afektif yang diamati

11 11 ada yang berifat positif, seperti senang, suka, dan bangga, serta emosi yang bersifat negatif, seperti takut, malu, dan kesal. Emosi ini melatari perilaku yang dilakukan siswa. Dalam hubungannya dengan tuturan direktif guru, perilaku siswa yang dapat terlihat ialah patuh, tidak mengindahkan atau tidak memerdulikan. E. Manfaat Penelitian Hasil atau temuan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis, seperti yang diuraikan berikut ini. Secara umum, manfaat teoretis temuan penelitian ini adalah menambah referensi penelitian di bidang pragmatik, khususnya kajian tindak tutur direktif dan memberikan sumbangan pada para peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian pragmatik untuk melakukan pengembangan temuan penelitian. Secara khusus, manfaat teoretis temuan penelitian ini adalah menghasilkan teori bahwa STTDG yang dapat memunculkan RWAPS meliputi strategi langsung, strategi kesantunan (positif dan negatif), serta strategi tidak langsung. Selanjutnya, manfaat praktis temuan penelitian ini ialah memberi pengetahuan kepada peneliti dan guru bahwa STTDG akan memunculkan RWAS, baik positif maupun negatif yang akan berpengaruh pada perilaku siswa (senang atau tidak senang) mengikuti proses pembelajaran. Adapun manfaat praktis secara khusus temuan penelitian ini ditujukan bagi peneliti, guru, dan siswa seperti yang dipaparkan berikut ini. Peneliti beroleh pengetahuan teoretis yang berkaitan dengan pragmatik, sosiolinguistik, dan psikolinguistik serta beroleh pengalaman tentang strategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Guru dapat menerapkan strategi tuturan direktif yang berdampak pada emosi positif siswa sebagai hasil kajian untuk mengondisikan proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang kondusif dan menyenangkan siswa. Selain itu, guru pun beroleh pengalaman secara empirik bagaimana dampak implementasi model pembelajaran yang berbasis STTDG-RWAPS. Jadi, temuan penelitian ini

12 12 memberikan alternatif model pembelajaran yang berorientasi pada tuturan direktif guru yang efektif sehingga pembelajaran berlangsung aktif, kreatif, dan menyenangkan. Peserta didik beroleh pengalaman baru, yakni adanya perhatian guru terhadap perasaan mereka dalam pembelajaran, terutama ketika diperintah, diminta, atau diberi saran oleh guru, belajar dengan situasi dan kondisi yang menyenangkan sehingga potensi dan kreativitas siswa optimal berkembang, memberikan semangat belajar dalam mengembangkan kreativitas mereka tanpa takut, malu, atau ragu-ragu; serta beroleh pengalaman belajar Bahasa Indonesia dengan model pembelajaran yang berbasis STTDG-RWAPS. Bagi satuan pendidikan (Lembaga Sekolah), temuan penelitian ini memberi masukan tentang pembelajaran Bahasa Indonesia yang berorientasi pada kompetensi sosial guru dalam bertutur kepada siswa, memberi kontribusi peningkatan proses pembelajaran melalui strategi bertutur guru yang berdampak pada emosi dan perilaku positif siswa, serta menjadi masukan untuk membina dan melatih guru dalam kompetensi sosial bertutur dengan siswa. F. Struktur Organisasi Disertasi Disertasi ini diorganisasikan ke dalam lima bab. Bab I berisi sejumlah landasan pelaksanaan penelitian yang meliputi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi. Bab II berisi sejumlah teori, anggapan dasar, hipotesis, dan penelitian yang relevan. Teori yang dibahas adalah teori yang berkaitan dengan pragmatik (khususnya strategi tindak tutur direktif), emosi atau respons warna afektif siswa, dan model pembelajaran sinektik. Teori yang dibahas disajikan secara ekliktik (dari berbagai pakar secara komplementer) yang berhubungan dengan kebutuhan analisis data penelitian.

13 13 Bab III berisi metodologi penelitian yang meliputi desain atau rancangan penelitian, metode penelitian, paradigma penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan instrumen penelitian. Bab IV berisi temuan dan pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini data strategi tindak tutur direktif guru, meliputi fungsi komunikasi, realisasi tindak tutur direktif guru, strategi kesantunan tindak tutur direktif guru, dan respons warna afektif siswa terhadap strategi tindak tutur direktif guru tersebut dianalisis dan dibahas. Selanjutnya, temuan penelitian tersebut diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dengan disusunnya sebuah model pembelajaran berbasis STTDG-RWAPS melalui model sinektik. Untuk memperoleh gambaran dilakukan uji validitas empiris model tersebut di dua sekolah dan dianalisis secara kualitatif. Bab V sebagai bab terakhir dari disertasi ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang diajukan, khususnya kemungkinan penggunaan STTDG yang be-rwaps dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Saran berisi rekomendasi bagi para pengajar Bahasa Indonesia dan bagi peneliti selanjutnya dengan berdasar pada hasil penelitian. Selain berisi bab inti di atas, disertasi ini dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai rujukan bagi pembaca yang ingin mengetahui atau menggunakan kepustakaan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini secara lebih mendalam. Selain itu, disertasi ini pun dilengkapi dengan lampiran yang memuat data penelitian dan validasi instrumen penelitian dari para pakar.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 324 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini berjudul Strategi Tindak Tutur Direktif Guru dan Respons Warna Afektif Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Kajian pragmatik dan implikasinya

Lebih terperinci

584 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI

584 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Sumarti Dosen Universitas Lampung Abstrak Pemilihan strategi tindak tutur direktif guru (STDG) dalam pembelajaran sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan sangatlah penting. Selain menjadi bahasa nasional, Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa pengantar dalam

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang guru TK yang profesional diharapkan memahami dan menguasai kompetensi yang menjadi tuntutan profesi yang dijalaninya, sehingga dengan kompetensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan fisik dan alat reproduksi menjadi sempurna. terlibat konflik dengan orang tua karena perbedaan pandangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan fisik dan alat reproduksi menjadi sempurna. terlibat konflik dengan orang tua karena perbedaan pandangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan individu yang yang tengah berada pada tahap perkembangan remaja. Pada masa remaja, anak mengalami perkembangan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, yaitu bahasa tulis dan bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, perpustakaan memiliki peran sebagai wahana belajar untuk mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan seyogyanya menyiapkan generasi yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan mengalami perubahan yang sangat cepat yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan, di mana tugas seorang guru bukan hanya memberikan transfer ilmu dan seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti melakukan pembatasan masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia. Manusia berbahasa setiap hari untuk berkomunikasi. Berbahasa adalah suatu kebutuhan, artinya berbahasa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan anak usia dini, secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda, baik intelegensi, bakat, minat, kreativitas, kematang emosi, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisah antara unsur yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem-sistem kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki fungsi yang terpenting yaitu sebagai alat komunikasi untuk

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki fungsi yang terpenting yaitu sebagai alat komunikasi untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang terpenting yaitu sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi dan mencapai kerja sama antarmanusia. Terjadinya komunikasi dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari interaksi yang menggunakan sebuah media berupa bahasa. Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan pada setiap ranah profesi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah berdasarkan kurikulum yang disusun oleh lembaga pendidikan. Menurut undang-undang sistem pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taman kanak-kanak merupakan salah satu sarana pendidikan yang baik dalam perkembangan komunikasi anak sejak usia dini. Usia empat sampai enam tahun merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas sosial lainnya berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya (Alan dalam

Lebih terperinci

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,. BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK

JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK NO KOMPETENSI SUB KOMPETENSI INDIKATOR 1. Kompetensi a. Memahami wawasan dan landasan 1) Mengetahui wawasan kependidikan TK Pedagogik kependidikan. 2) Mengetahui landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran cukup penting untuk mencetak masyarakat yang cerdas dan berwawasan yang luas. Sebagaimana dengan tujuan dan fungsi pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan melakukan komunikasi dengan sesamanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan akan

I. PENDAHULUAN. ini karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, hal ini karena tanpa pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia melalui proses hidup yang terus berubah seiring dengan bertambahnya usia dan tuntutan kehidupannya. Oleh karena itu untuk membekali diri agar semakin

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusiayang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara padu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum berarti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya pada taraf hidup yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai tujuan untuk mengubah siswa agar dapat memiliki kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai tujuan untuk mengubah siswa agar dapat memiliki kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar. Pendidikan di sekolah mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang

Lebih terperinci

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga Daerah Istimewa Yogyakarta Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan wujud yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Setiap komunikasi dengan melakukan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang paling penting karena gurulah yang melaksanakan proses pendidikan langsung menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 dinyatakan bahwa negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan sebagai investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang yang memiliki nilai strategis atas kelangsungan peradaban manusia di dunia. Melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal yang menjadi latar belakang pemilihan topik penelitian, termasuk mensignifikasikan pemilihan topik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga untuk belajar mengajar merupakan tempat untuk menerima dan memberi pelajaran serta sebagai salah satu tempat bagi para siswa untuk menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan di berbagai bidang pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan di berbagai bidang pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat dewasa ini menuntun manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas. Hal ini bertujuan untuk membentuk kepribadian

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh: PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI IPS SMA AL - ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009-2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu dimuka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurunnya peringkat pendidikan di Indonesia dari peringkat 65 pada tahun 2010 menjadi 69 pada tahun 2011 cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan BAB I PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan beberapa definisi kata kunci

Lebih terperinci

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sosial kemasyarakatan, santun berbahasa sangat penting peranannya dalam berkomunikasi. Tindak tutur kesantunan berbahasa harus dilakukan oleh semua pihak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, berdampak pada psikologis anak, anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan

Lebih terperinci

keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk pengembangan pribadi dan profesional. 1

keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk pengembangan pribadi dan profesional. 1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Kompetensi Guru. E. Mulyasa menjelaskan bahwa kompetensi adalah komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku

Lebih terperinci

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP)

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) Standar Guru Penjas Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Sosial 4. Kompetensi Profesional Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Regulasi utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI

Lebih terperinci

NUR ENDAH APRILIYANI,

NUR ENDAH APRILIYANI, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena globalisasi membuahkan sumber daya manusia yang menunjukkan banyak perubahan, maka daripada itu dalam menghadapi era globalisasi seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar diperlukan usaha untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu, juga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang unik. Keunikan tersebut karena melibatkan subjek berupa manusia dengan segala keragaman dan ciri khasnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 95 Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang dapat menyebabkan sebuah perubahan-perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

JENIS TINDAK TUTUR GURU DAN RESPON SISWA DALAM KBM DI SMPN SURAKARTA. Woro Retnaningsih IAIN Surakarta

JENIS TINDAK TUTUR GURU DAN RESPON SISWA DALAM KBM DI SMPN SURAKARTA. Woro Retnaningsih IAIN Surakarta JENIS TINDAK TUTUR GURU DAN RESPON SISWA DALAM KBM DI SMPN SURAKARTA Woro Retnaningsih IAIN Surakarta woro_solo@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindak tutur jenis apa saja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal. Potensi ini mencakup

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN LUMUT DENGAN STRATEGI STAD

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN LUMUT DENGAN STRATEGI STAD PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN LUMUT DENGAN STRATEGI STAD (Student Team Achievement Division) PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 8 SURAKARTA TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan teoretis yang melandasi penelitian ini. Kemudian, definisi operasional

BAB I PENDAHULUAN. landasan teoretis yang melandasi penelitian ini. Kemudian, definisi operasional BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoretis, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan karakter sesungguhnya telah lama menjadi roh dan semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, kebijakan pendidikan memang diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan sekarang ini sangat pesat. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat ilmu pengetahuan yang berkembang

Lebih terperinci