BAB II LANDASAN TEORI. secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. IPA berkaitan dengan cara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. IPA berkaitan dengan cara"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Teoritis 1. Pembelajaran IPA di SMP/MTs Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep,atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Trianto, 2010). IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa: Hakikat IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetehuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. IPA sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method). IPA secara umum meliputi bidang tiga dasar ilmu yaitu Biologi, Fisika dan Kimia. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan 13

2 14 merupakan ilmu yang lahir serta berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis, melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep baru. Hakikat Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa fakta, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2010). Berdasarkan hakikat IPA di atas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut: a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah. b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pembelajaran IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujan tertentu, yaitu : a. Memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.

3 15 c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan. d. Mendidik peserta didik untuk mengenali, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuawan penemunya. e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Nur dan Wikandari dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa: Proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah peserta didik itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini, proses pembelajaran fisika hanya menghafalkan fakta, prinsip atau teori saja. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu peserta didik untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar peserta didik dapat menaiki tangga tersebut. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan yang dimiliki peserta didik, peserta didik mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan yang dimiliki peserta didik tersebut menjadi movitasi dalam penemuan, pengembangan sikap dan nilai peserta didik.

4 16 Keterlibatan guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator untuk peserta didik dalam menemukan konsep IPA tersebut. Guru juga menggunakan model pembelajaran IPA yang menuntut peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri konsep IPA dan berpengaruh positif terhadap kualiats pembelajaran peserta didik. Maka, situasi pembelajaran yang efektif baru dapat tercapai dengan baik apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif baik mental, fisik, maupun sosial dalam pemebelajaran di kelas. 2. IPA dalam Perspektif Al-Qur an Al-Qur an adalah kitab induk, rujukan utama dari segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan, tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan. Semua telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (hablum minallah), sesama manusia (hablum minannas), alam, lingkungan, ilmu aqidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu empiris, ilmu agama, umum dan sebagainya. Banyak ayat al-qur an yang memuat informasi tentang ilmu pengetahuan alam. Maka pembelajaran IPA sangat selaras dengan al- Qur an tanpa terjadi perbedaan konsep dari al-qur an dengan kenyataan yang ada di alam. Ayat di bawah ini merupakan di antara ayat yang menerangkan tentang fenomena alam yang menjadi tanda-tanda tentang pentingnya pengetahuan alam.

5 17 Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Hijr/15: 22: Artinya: Dan kami telah menciptakan angin untuk mengawinkan dan kami turunkan hujan dari langit, lau kami beri minum kamu dengan air itu. Ayat di atas menekan bahwa fase pertama dalam pembentukkan hujan adalah angin. Permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter seperatus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel inilah yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang oleh angin dan selanjutnya terbawa oleh angin kelapisan atas asmosfer. Partikelpartikel ini dibawa naik lebih tinggi oleh angin dan bertemu dengan uap air disana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel dan berubah menjadi butiran air. Kemudian jatuh kebumi dalam bentuk hujan (Yahya: 2004). Ayat Al-Qur an lain yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam, yaitu Q.S al-furqan:25:59: Artinya: Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas

6 18 Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. Ayat ini mengaitkan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa dengan salah satu sifat Allah yaitu Maha Pengasih. Ungkapan ini menjelaskan bahwa Dia memang MahaKasih. Selanjutnya, Dia pula yang akan selalu memiliki, menjaga, dan memelihara semua ciptaan-nya. 3. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan salah satu komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan Criticos dalam Daryanto (2011). Menurut (Sanjaya, 2012) media adalah perantara atau pengantar yang neliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Berdasarkan defenisi tersebut, dapat dikatakan bahwa media merupakan sarana perantara dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat bantu atau bentuk stimulus yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Bentukbentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi antara manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara rekaman. Media pembelajaran merupakan

7 19 suatu teknologi pembawa pesan yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran; media pembelajaran merupakan saran fisik untuk menyampaikan materi pembelajaran. Media pembelajaran merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk teknologi perangkat keras (Rusman, 2012). Dalam proses pembelajaran kehadiran media mempunyai peranan penting dalam pembelajaran yaitu dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran, mengarahkan dan meningkatkan perhatian peserta didik serta mengeefektifkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu media pembeljaran juga dapat digunakan oleh peserta didik sebagai sarana belajar mandiri, atau bersama dengan peserta didik lainnya tanpa kehadiran seorang guru. Dengan media pembelajaran dapat terus berlangsung meskipun tidak disertai guru. b. Fungsi Media Pembelajaran Fungsi media pembelajaran menurut Asnawir dan Usman (2002) adalah sebagai berikut: 1) Membantu memudahkan belajar bagi peserta didik dan membantu memudahkan mengajar bagi pendidik 2) Memberikan pengalaman lebih nyata (yang abstark dapat menjadi konkrit) 3) Menarik perhatian peserta didik lebih besar (jalannya pelajarn tidak membosankan)

8 20 4) Semua indera peserta didik dapat diaktifkan, kelemahan satu indera dapat diimbangi oleh kekuatan indera lainnya 5) Lebih menarik perhatian dan minat peserta didik dalam belaajar 6) Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pencapaian pembelajaran sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian isi pesan pembelajaran. Konstribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton dalam (Daryanto, 2011) adalah sebagai berikut: 1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar 2) Pembelajaran dapat lebih menarik 3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar 4) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek 5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan 6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun 7) Sikap positif peserta didik terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses

9 21 pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. c. Pemilihan Media Pembelajaran Berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologi yang perlu mendapatkan pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media pembelajaran. Berikut kriteria pemilihan media pembelajaran menurut (Kustandi, 2010) adalah: 1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai 2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi 3) Praktis, luwes, dan bertahan 4) Peserta didik harus terampil menggunakannya 5) Mutu teknis 4. Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga Alat peraga adalah media alat bantu pembelajaran, dan segala macam benda yang digunakan untuk memperagakan suatu materi pelajaran (Arsyad, 2013). Menurut R.M Soelarko dalam Prasetyarini (2013) tiap-tiap benda yang dapat menjelaskan suatu ide, prinsip, gejala atau hukum alam, dapat disebut alat peraga. Alat peraga adalah alat yang dapat dipertunjukkan dalam kegiatan belajar mengajar dan berfungsi sebagai pembantu untuk memperjelas konsep atau pengertian contoh benda (Solihun, 2015).

10 22 Alat peraga mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang masih bersifat abstrak, kemudian dikonkretkan dengan menggunakan alat peraga agar mudah dijangkau dengan pikiran yang sederhana yang dapat dilihat, dipandang, dan dirasakan. Dengan demikian alat peraga lebih khusus dari media dan teknologi pembelajaran karena berfungsi hanya untuk memperagakan materi pelajaran yang masih bersifat abstrak. Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan konsep-konsep yang dipelajari. Alat peraga dalam proses pembelajaran IPA memegang peranan penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses pembelajaran IPA yang efektif. Alat peraga juga menarik perhatian peserta didik dan dapat menumbuhkan minat untuk mengikuti pembelajaran IPA (Prasetyarini, 2013). Alat peraga adalah alat-alat yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar dan membantu peserta didik dalam proses pembelajarannya. b. Prinsip-prinsip Alat Peraga Menurut Carpenter dan Edgar Dole dalam Natawidjaja (1979) mengemukakan betapa pentingnya alat peraga dalam proses pembelajaran para peserta didik. Mereka mengemukakan prinsipprinsip sebagai berikut: 1). Menentukan alat peraga dengan tepat sesuai dengan tujuan serta bahan pelajaran yang akan diajarkan.

11 23 2). Menetapkan dan memperhitungkan subjek dengan tepat, perlu diperhitungkan apakah alat peraga tersebut sesuai dengan tingkat kematangan dan kemampuan peserta didik. 3). Menyajikan alat peraga dengan tepat, teknik dan metode penggunaan alat peraga dalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan, metode, waktu, dan sarana yang ada. c. Fungsi Alat Peraga Alat peraga mempunyai fungsi atau peranan dalam proses pembelajaran. Berikut ini adalah fungsi dari penggunaan alat peraga Natawidjaja (1979): 1). Alat peraga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar peserta didik. 2). Alat peraga memungkinkan pendidikan lebih sesuai dengan perorangan dimana peserta didik belajar dengan banyak kemungkinan dari sumber-sumber belajar sehingga belajar berlangsung lebih menyenangkan bagi masing perorangan. 3). Alat peraga memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara yang ada dikelas dengan yang ada diluar kelas. Alat peraga menjadi jembatan antara keduanya sehingga peserta didik mendapat pengalaman yang baik. 4). Alat peraga memungkinkan belajar lebih merata. Ini mempunyai arti bahwa dengan menggunakan alat peraga, perhatian peserta

12 24 didik memungkinkan meningkat dan mengarah kepada yang sedang diragakan. 5). Alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis, teratur dan mempersiapkan secara sistematis dan teratur. Alat peraga memungkinkan pengajaran lebih ilmiah dalam artian betul-betul dipersiapkan dan direncanakan sehingga dilakukan dengan langkah-langkah tertib. d. Kriteria Alat Peraga Menurut Tim Penyusun dalam (Budiyanto, 2016) dalam pembuatan alat peraga setidaknya ada 12 kriteria dalam pembuatan alat peraga yang akan dilakukan, kriteria tersebut yaitu sebagai berikut: 1). Bahan mudah diperoleh (dinataranya dengan memanfaatkan limbah, diminta, atau dibeli dengan harga murah) 2). Mudah dalam perancangan dan pembuatannya 3). Mudah dalam perakitannya (tidak memerlukan keterampilan khusus) 4). Mudah dioperasikannya 5). Dapat memperjelas/ menunjukkan konsep dengan lebih baik 6). Dapat meningkatkan motivasi peserta didik 7). Akuras cukup bisa diandalkan 8). Tidak berbahaya ketika digunakan 9). Menarik 10). Daya tahan alat cukup baik

13 25 11). Inovatif dan kreatif 12). Bernilai pendidikan Kelayakan alat peraga praktikum menurut Kemendikbud dalam Saputri (2014) meliputi aspek: 1). Keterkaitan dengan bahan ajar, meliputi: a). Konsep yang diajarkan sesuai dengan kurikulum dan pengembangannya b). Tingkat keperluan ( diperlukan atau kurang diperlukan0 c). Penampilan objek atau fenomena (jelas atau kurang jelas) 2). Nilai pendidikan, meliputi: a). Kesesuaian dengan perkembangan intelektual peserta didik b). Kompetensi yang ditingkatkan pada peserta didik dengan menggunakan alat peraga tersebut 3). Sikap ilmiah Sikap ilmiah yang dapat ditingkatkan pada peserta didik, misalnya keterampilan untuk teliti dalam mengukur 4). Sikap sosial Sikap sosial yang dilakukan oleh pesera didik, misalnya bekerja sama dalam melakukan percobaan 5). Ketahanan alat, meliputi: a). Ketahanan terhadap perubahan lingkungan (suhu, cahaya matahari, kelembaban, dan air) b). Memiliki alat pelindung dari kerusakan

14 26 6). Kemudahan dalam perawatannya 7). Ketepatan dalam pengukuran (hanya untuk alat ukur), meliputi: a). Ketahanan komponen-komponen pada dudukan asalnya (tidak mudah longgar atau aus) b). Ketepatan pemasangan komponen c). Ketepatan skala pengukuran d). Ketelitian pengukuran (orde satuan) 8). Efesiensi penggunaan alat, meliput: a). Kemudahan dirangkai b). Kemudahan digunakan 9). Keamanan bagi peserta didik a). Memiliki alat pengaman b). Konstruksi alat aman bagi peserta didik (tidak mudah menimbulkan kecelakaan pada peserta didik) 10). Esetika a). Warna b). Bentuk 11). Kotak penyimpanan a). Kemudahan mencari alat b). Kemudahan mengambil dan menyimpan c). Ketahanan kotak KIT

15 27 Pengembangan alat peraga praktikum menurut Tim Penyusun dalam (Budiyanto, 2016) dapat dibuat dalam dua bentuk yaitu sebagai berikut: a. Padanan alat, yaitu alat yang dibuat dengan mengacu pada contoh alat yang sudah ada (alat praktik, alat peraga, alat pendukung) di laboratorium. b. Prototip yaitu alat baru yang sebelumnya tidak ada, atau dapat merupakan pengembangan dari alat yang sudah ada,pernah ada yang membuat kemudian dimodifikasi. 5. Praktikum Praktikum adalah suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan seseorang menerapkan atau mempraktikkan sesuatu Subiantoro dalam Budiyanto (2010). Dalam IPA sesuatu ini adalah proses-proses sains. Praktikum adalah bagian pengajaran yang bertujuan agar peserta didik mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh Sakti (2011). Dengan adanya kegiatan praktikum bentuk kegiatan pembelajaran bertujuan untuk memantapkan pengetahuan peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Pratikum dalam pembelajaran fisika merupakan kegiatan pembuktian dan pengembangan konsep fisik yang telah dipelajari secara abstrak melalui buku, internet dan pembelajaran di kelas Waris (2015). Millar dalam (Aprina, 2015) mengungkapkan bahwa istilah praktikum sebagai istilah yang merujuk pada aktivitas pembelajaran Ilmu

16 28 Pengetahuan Alam (IPA) dimana peserta didik bekerja secara individu maupun kelompok kecil dalam hal memanipulasi dan atau mengamati objek nyata. Kategori praktikum terdiri percobaan sederhana (dengan langkah kerja seperti resep), investigasi suatu fenomena, dan penemuan baru. Berdasarkan pemaparan tersebut maka praktikum merupakan kegiatan yang pembuktian terhadap pengetahuan yang telah diperoleh atau yang telah dipelajari secara abstrak dengan melibatkan penerapan proses sains. Proses sains yang dilibatkan pada kegiatan praktik dapat memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik melalui proses penemuan. Oleh karena itu praktikum sangat dibutuhkan dan sangat cocok untuk pembelajaran Fisika. Menurut Novianti dalam (Dewa, 2014) ada sejumlah alasan penting mengapa praktikum harus dilakukan dalam pembelajaran Fisika, yaitu: 1) Praktikum dapat membangkitkan motivasi belajar Fisika 2) Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen 3) Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah 4) Praktikum menunjang materi pelajaran Praktikum jika dilakukan dalam pembelajaran fisika dapat membantu peserta didik membangun pemahaman konsep-konsep fisika secara utuh. Perangkat praktikum memuat petunjuk praktikum, alat/bahan

17 29 keperluan praktikum, dan prosedur praktikum yang dapat membantu peserta didik menemukan konsep-konsep Fisika. Dengan adanya praktikum yang seseuai dengan kebutuhan peserta didik dalam pembelajarn Fisika, diharapkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik, efektif,dan lebih membantu peserta didik membangun keutuhan makna dari konsep-konsep IPA yang dibelajarkan. Sebagai implikasinya, tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan lebih bermakna. Praktikum terdiri dari kegiatan hands-on (kerja ilmiah) dan mindson (berpikir ilmiah). Dengan kedua kegiatan tersebut peserta didik bertindak layaknya ilmuan. Hal ini memberikan beberapa manfaat (Aprina, 2014) yaitu: 1) Peserta didik merasa memiliki praktikum 2) Motivasi belajar peserta didik meningkat 3) Peserta didik dapat menstransfer keterampilan yang dipelajari dari sekolah dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari 4) Meningkatkan kognitif peserta didik 5) Mengajarkan peserta didik perlunya bukti empiris 6. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan dalam belajar sains sehingga menghasilkan konsep, teori, prinsip, hukum maupun fakta atau bukti. Dengan mengajarkan keterampilan proses sains pada peserta didik

18 30 berarti memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan sesuatu bukan hanya bicara tentang sains (Saputri, 2014). Keterampilan proses sains menurut Apriliyanti (2015) merupakan proses belajar mengajar yang dirancang supaya peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses yang dimiliki dan sikap ilmiah peserta didik sendiri. Menurut Saputri (2014) keterampilan proses sains merupakan keterampilan mendasar peserta didik seperti kemampuan mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, menyusun simpulan, meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan. Maka dapat disimpulkan ketrampilan proses sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmu yang terarah baik kognitif maupun psikomotor yang digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Menurut Trianto (2012), bahwa penerapan keterampilan proses sains dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik, menuntaskan hasil belajar secara serentak, dan menemukan sendiri konsepsi serta dapat mendefinisikan secara benar. Melatih keterampilan proses sains merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar peserta didik yang optimal,

19 31 materi pelajaran akan lebih mudah dipahami, dipelajari, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila peserta didik sendiri memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut melalui pengamatan. b. Langkah-langkah Pelaksanaan Keterampilan Proses Sains Langkah-langkah pelaksanaan keterampilan proses sains menurut Hamalik (2012): 1) Keterampilan Pengamatan Peserta didik harus mampu menggunakan alat-alat indranya: melihat, mendengar, meraba, mencium, dan merasa. Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data yang relevan dengan kepentingan belajar. 2) Keterampilan Berhipotesis Merupakan kemampuan yang mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis sendiri adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan berdasarkan teori-teori atau fakta-fakta yang ada. Kebenaran suatu hipotesis diuji melalui sebuah eksperimen. Oleh karena itu, suatu hipotesis ada kalanya benar dan ada kalanya tidak. 3) Keterampilan Merencanakan Percobaan Meliputi kemampuan dalam menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian, langkah kerja, melakukan pengamatan dan pengukuran (pengambilan data), dan menganalisis hasil penelitian.

20 32 4) Keterampilan Melakukan Percobaan Keterampilan melakukan percobaan adalah keterampilan dimana peserta didik dapat melakukan percobaan penelitian sesuai prosedur atau langkah-langkah kerja yang telah tersedia atau yang telah ditentukan. 5) Menginterpetasi Data Kemampuan menginterpetasi data adalah meliputi menghimpun hasil pengamatan secara terpisah, menghubungkan hasil-hasil pengamatan, menemukan pola dalam satu seri pengamatan. 6) Keterampilan Menarik Kesimpulan Keterampilan menarik kesimpulan adalah kemampuan untuk menemukan pola/kecenderungan hasil penelitian, menggunakan berbagai informasi untuk membuat pernyataan dan mampu menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain. 7) Kemampuan Mengkomunikasikan Kemampuan mengkomunikasikan adalah kemampuan dalam menjelaskan hasil pengamatan, menjelaskan grafik, tabel atau diagram, menyusun dan menyampaikan laporan, melakukan diskusi tentang hasil penelitian. Dari kedelapan aspek keterampilan proses sains tersebut maka dibuat beberapa indikator sebagai berikut:

21 33 Tabel 2.1 Aspek - Aspek dan Indikator-Indikator Keterampilan Proses Sains No Jenis Keterampilan Proses Indikator 1. Mengamati/ Observasi a. Menggunakan sebanyak mungkin indra secara aman dan sesuai b. Mengenali perbedaan dan persamaan objek c. Mengenali urutan kejadian d. Mengamati suatu objek 2. Mengajukan Hipotesis a. Menyarankan jawaban mengapa sesuatu terjadi b. Menggunakan pengetahuan awal untuk menjelaskan suatu kejadian c. Menyadari adanya kemungkinan lebih dari suatu penjelasan kejadian 3. Merencanakan Percobaan a. Mengenali titik awal atau kejadian awal dengan percobaan b. Mengenali variabel yang harus diubah dalam percobaan c. Mengenali variabel yang harus dibuat sama d. Mengenali semua variabel yang harus dikendalikan e. Mengenali variabel yang sesuai untuk diukur atau dibandingkan 4. Melakukan Percobaan a. Menentukan variabel bebas dan variabel control b. Memanipulasi variabel agar percobaan benar-benar fair c. Bekerja dengan tingkat ketelitian yang sesuai 5. Menginterpetasi Data a. Memberikan interpetasi berdasarkan semua data yang tersedia b. Menguji interpetasi dengan data yang baru c. Menguji prediksi dari data yang didapatkan 6. Menarik Kesimpulan a. Menggunakan berbagai informasi untuk membuat pernyataan b. Menemukan pola/kecenderungan hasil pengamatan c. Mengidentifikasi hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya d. Berhati-hati dalam mengemukakakn asumsi 7. Mengkomunikasi Hasil a. Menemukan alat, bahan, sumber yang

22 34 No Jenis Keterampilan Proses Indikator akan digunakan b. Membuat catatan hasil observasi dalam percobaan c. Menyampaikan informasi dalam bentuk grafik, chart atau tabel d. Memilih alat komunikasi yang tepat agar mudah dipahami oleh orang lai (Sumber Fatimah, 2012) 7. Kualitas Produk Kualitas produk hasil pengembangan dapat ditentukan berdasarkan validity (kesahihan), practicality (kepraktisan) dan effectiveness (keefektifan). Tabel 2.2 Criteria for high quality intervention Criteria Short Description Keterangan There is a need for the Intervensi kebutuhan interventation and its dan desain awal yang design is based on state of mendasari pengetahuan the art (scientific) knowlage Revelance (also refered to as content validity) Consistency (also The interventation is refered to as construct logically design validity) Practicality Expected the in interventation is expected to bbe usable in the settings for wich it has been design and developed Actual the interventation is usable in the settings for which it has been design and developed Effectiveness Expected using the interventation is expected to result in desired outcomes Actual using the interventation result in desired outcomes (Sumber Akker: 2013) Interverensi kesesuaian desain Seharusnya interverensi yang didesain dan dikembangkan oleh suatu kelompok Faktanya interverensi yang didisain dan dikembangkan oleh suatu kelompok Seharusnya interverensi berhasil digunakan Faktanya interverensi berhasil digunakan

23 35 a. Kriteria Valid Kata valid sering diartikan dengan tepat, benar, shahih, dan abasah. Menurut Sugiyono (2008) valid berarti instrumen tersebut (dalam penelitian pengembangan alat peraga praktikum) dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Analisis terhadap saran dan lembaran validasi dari pakar dan praktisi digunakan sebagai landasan penyempurnaan atau revisi dari desain awal alat peraga. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang valid. Validitas yang diuji dalam pengembangan produk adalah validitas materi dan media. Suatu produk dapat dikatakan memenuhi validitas materi jika sesuai dengan tuntutan kurikulum. Suatu produk dapat dikatakan valid konstruk apabila alat peraga praktikum memiliki komponen-komponen produk yang konsisten satu sama lain. b. Kriteria Praktikalitas Menurut KBBI (2008) praktikalitas berarti bersifat praktis artinya mudah dan senang dalam pemakaiannya. Kepraktisan disini adalah praktis dalam penggunaan alat peraga praktikum. Praktikalitas berkaitan dengan kemudahan dan kemajuan yang didapatkan peserta didik dengan menggunakan alat peraga praktikum. Kepraktisan merupakan kemudahan yang ada pada sebuah produk baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterprestasikan, atau memperoleh hasil maupun kemudahan

24 36 dalam menyimpannya. Kepraktisan mengacu pada tingkat pengguna (atau pakar) mempertimbangkan intervensi dapat digunakan atau disukai dalam kondisi normal. Kepraktisan dilihat dari aspek apakah produk mudah digunakan oleh pendidik dan peserta didik (Nieeven, 2013). Produk yang dikembangkan dalam penelitian pengembangan dikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoritis produk tersebut dapat diterapkan dan tingkat keterlaksanaannya termasuk dalam kategori baik. Suatu produk dikatakan praktis apabila orang dapat menggunakan produk tersebut. Praktikalitas adalah tingkat keterpakaian dan keterlaksanaan produk oleh peserta didik dan pendidik dalam melaksnakan kegiatan pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan penilaian validator. Produk memiliki praktikalitas yang tinggi, apabila bersifat praktis dan mudah penggunaannya. Untuk menentukan praktikalitas produk ini, peneliti menggunakan lembar penilaian angket respon oleh pendidik dan peserta didik. c. Kriteria Efektifitas Efektifitas berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektifatas menunjukkan tingkat kesberhasilan ketercapaian suatu tujuan. Jadi suatu upaya dikatakan efektif apabila upaya tersebut mampu mencapai tujuannya. KBBI (2008) mendefenisikan efektif dengan ada efeknya (akibatnya,

25 37 pengaruhnya, kesannya) atau dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan) dan efektifitas diartikan keadaan berpengaruh, hal berkesan atau keberhasilan (usaha, tindakan). Efektifitas merupakan bagaimana seseorang berhasil mendapatkan dan memanfaatkan metode belajar untuk mendapatkaan hasil yang baik. Dalam menciptakan kondisi belajar yang efektif ada 5 variabel yang menentukan keberhasilan belajar peserta didik (Nieeven, 2013) yaitu: 1) Melibatkan peserta didik secara aktif 2) Menarik perhatian peserta didik 3) Membangkitkan motivasi peserta didik 4) Prinsip individualitas 5) Peragaan dalam pembelajaran Mulyasa (2007) mengatakan suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik dilibatkan secara aktif baik mental, fisik maupun sosial. Dari defenisi efektifitas diatas disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen dimana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Produk disebut efektif apabila produk tersebut memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pengembang. Aspek efektifitas yang diamati dalam proses pembelajaran yang

26 38 menggunakan alat peraga praktikum dikelas uji coba kemompok besar adalah untuk melihat aktivitas belajar peserta didik menggunakan media yang dikembangkan. B. Penelitian Relevan Sebagai kajian dan penelitian kepustakaan, dapat dikemukakan beberapa hasil penelitian terlebih dahulu untuk dijadikan beberapa referensi, di antaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Maliasih, Sulhadi dan Hindrat (2015) yang berjudul Pengembangan Alat Peraga KIT Hidrostatis untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Tekanan Zat Cair pada Peserta didik SMP. Namun dalam penelitiannya, Maliasih dkk, membuat alat peraga hanya pada hukum Pascal saja. Untuk itu, peneliti mencoba mengembangkan alat peraga untuk materi fluida dengan menambahkan percobaan untuk hukum Archimedes dan Kapilaritas. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Apriliyanti, Sri Haryani, dan Arif Widiyatmoko (2015) yang berjudul Pengembangan Alat Peraga IPA Terpadu Pada Tema Pemisahan Campuran Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. Peneliti membuat alat peraga pemisahan campuran dengan menggunakan metode destilasi, filtrasi, sublimasi dan ekstrasi sebagai penjelasan konsep materi pemisahan campuran untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik. Produk yang telah dikembangkan belum menyediakan buku petunjuk untuk pemakaian alat destilasi tersebut. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengembangkan media

27 39 pembelajaran berupa alat peraga pada materi Fluida, Bunyi, dan Cahaya yang dilengkapi buku petunjuk pengguna untuk masing-masing alat peraga. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Aprina Defianti dan Silviana Hendri (2015) yang berjudul Pengembangan Alat Peraga Sederhana EYE LENS Tema Mata Kelas VIII Untuk Menumbuhkan Keterampilan Peserta Didik. Peneliti membuat alat peraga pada tema mata untuk mengamati keterampilan proses sains peserta didik. Alat peraga yang dikembangkan belum disimpan didalam kotak KIT. Untuk itu peneliti mencoba menambahkan kotak KIT pada masing-masing alat peraga yang dikembangkan. Berdasarkan penelitian relevan diatas dengan berbagai kelebihan dan kekurangan, maka penelitipun mengembangkan alat peraga pratikum pada materi fisika untuk kelas VIII semester II yang sesuai dengan kebutuhan praktikum peserta didik pada materi Fluida, Bunyi, dan Cahaya. Alat yang dikembangkan menggunakan alat dan bahan yang sederhana, memanfaatkan bahan bekas, dan mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah didapatkan dan murah dari segi biaya dan simpan dalam kotak KIT.

28 40 C. Kerangka Berpikir Tujuan mata pelajaran Fisika di SMP/MTs Observasi Proses pembelajaran Fisika Permasalahan dalam Proses Pembelajaran Fisika 1. Kondisi fasilitas sarana dan prasarana laboratorium di MTsN 5 Padang tidak memadai 2. Alat peraga yang tersedia di laboratorium sudah banyak yang rusak dan tidak berfungsi dengan baik 3. Pendidik tidak memiliki waktu untuk merancang alat peraga praktikum yang diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga tidak pernah melakukan praktikum 4. Pendidik dalam pembelajaran hanya menjelaskan secara lisan dan pemamparan contoh terkait materi fisika 5. Peserta didik kelas VIII MTsN 5 Padang masih memilik KPS yang rendah 6. Alat peraga untuk materi Fluida, Bunyi, dan Cahaya belum tersedia di MTsN 5 Padang Menyediakan alat peraga praktikum sebagai media pembelajaran fisika kelas VIII semester II pada materi Fluida, Bunyi, dan Cahaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik di MTsN 5 Padang Menghasilkan alat peraga praktikum sebagai media pembelajaran fisika kelas VIII semester II pada materi Fluida, Bunyi, dan Cahaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik di MTsN 5 Padang yang valid dari segi media, praktis dari segi penggunaan dan efektif digunakan dalam proses pembelajaran Gambar. 2.1 Kerangka Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia, diantaranya adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses belajar terjadi. pengalaman-pengalaman sebelumnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses belajar terjadi. pengalaman-pengalaman sebelumnya. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran IPA Menurut Damyati dan Mudjiono (dalam Chodijah, 2012:4), belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, perilaku dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian dan pengembangan (Research & Development). Menurut Gall, dkk.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian dan pengembangan (Research & Development). Menurut Gall, dkk. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian dan pengembangan (Research & Development). Menurut Gall, dkk. dalam Setyosari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Belajar Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengembangkan dirinya. Oleh karena itu belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengembangkan dirinya. Oleh karena itu belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak lahir manusia telah mulai melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Ilmu biologi mengkaji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya akan memperoleh sebuah pengalaman baru dan tanpa disadari ia telah mengalami proses belajar. Sependapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam menciptakan siswa-siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah. Pembelajaran

Lebih terperinci

DIMENSI RASA INGIN TAHU SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK BERBANTUAN ALAT PERGA PENJERNIHAN AIR

DIMENSI RASA INGIN TAHU SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK BERBANTUAN ALAT PERGA PENJERNIHAN AIR DIMENSI RASA INGIN TAHU SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK BERBANTUAN ALAT PERGA PENJERNIHAN AIR Duwi Nuvitalia (1), Siti Patonah (1), Ernawati S (1), Khumaedi (2), Ani Rusilawati (2) Progdi Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA tidak hanya berupa penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang diartikan sebagai usaha membimbing anak untuk mencapai kedewasaan. Menurut Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2003 Bab I Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa (Hasbullah,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa (Hasbullah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memberikan pelayanan kepada peserta didik atau siswa. Sesuai dengan fungsinya, maka sekolah melalui peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini. berkembang sangat pesat terutama dalam bidang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini. berkembang sangat pesat terutama dalam bidang pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berkembang sangat pesat terutama dalam bidang pendidikan. Seperti yang dikemukakan Arsyad (2014) Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah menentukan penelitian mengenai PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berada pada zaman yang serba modern seperti saat ini membuat manusia semakin mudah untuk mengakses berbagai informasi yang semakin lama semakin terbuka. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses yang komplek yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang

TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang 11 TINJAUAN PUSTAKA A. Media maket Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti Perantara atau Pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

DESIGN AND VALIDATION EXPERIMENT DEVICE CALORIMETER GAS AS PHYSICAL MEDIA LEARNING SENIOR HIGH SCHOOL

DESIGN AND VALIDATION EXPERIMENT DEVICE CALORIMETER GAS AS PHYSICAL MEDIA LEARNING SENIOR HIGH SCHOOL 1 DESIGN AND VALIDATION EXPERIMENT DEVICE CALORIMETER GAS AS PHYSICAL MEDIA LEARNING SENIOR HIGH SCHOOL Fenny Suhartiwi, Zulirfan, Hendar Sudrajad E-mail: fsuhartiwi@gmail.com, HP: 085376620208, Zulirfanaziz69@gmail.com,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perantara atau pengantar ini, menurut Bovee dalam Asyhar (2011: 4),

II. TINJAUAN PUSTAKA. perantara atau pengantar ini, menurut Bovee dalam Asyhar (2011: 4), 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Alat Peraga sebagai Media Pembelajaran Secara etimologis, media berasal dari Bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata "medium" yang berarti "tengah, perantara, atau pengantar".

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dikembangkan adalah LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) berbasis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dikembangkan adalah LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) berbasis 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Produk yang dikembangkan adalah LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) berbasis praktikum pada pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Gambar. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan,

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Gambar. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan, 6 2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Gambar Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan, keaktifan atau suatu kegiatan belajar yang dilaksanakan di tiap bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, selain penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70). BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat memperoleh pengetahuan baru, keterampilan baru serta kemampuan memaknai satu nilai baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan kegiatan belajar. Upaya-upaya tersebut meliputi penyampaian ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. IPA membahas gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis berdasarkan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bahasa latin scientia yang berarti saya tahu. science terdiri dari sosial

BAB I PENDAHULUAN. dari bahasa latin scientia yang berarti saya tahu. science terdiri dari sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semul berasal dari bahasa inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, (Semarang: Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang Press, 1990), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, (Semarang: Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang Press, 1990), hlm. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pendidikan. Peningkatan dan penyempurnaan pendidikan tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan uraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ilmu ini mempelajari berbagai fenomena alam yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI OLEH GURU ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) TINGKAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI (MTsN) KOTA JAMBI

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI OLEH GURU ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) TINGKAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI (MTsN) KOTA JAMBI PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI OLEH GURU ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) TINGKAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI (MTsN) KOTA JAMBI Try Susanti 1), Dwi Gusfarenie 2), M. Husaini 3) Jurusan Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi. 1 Secara khusus,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi. 1 Secara khusus, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi. 1 Secara khusus, pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya sehingga dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dimana objeknya adalah benda benda alam. Ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dimana objeknya adalah benda benda alam. Ilmu pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan dimana objeknya adalah benda benda alam. Ilmu pengetahuan alam lahir dari pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memberikan kemungkinan pada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan, dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah peragaan atau pertunjukan untuk menampilkan suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode demonstrasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain. Pendidikan setiap orang akan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menciptakan pembelajaran kimia yang diharapkan dapat memenuhi standar pendidikan Nasional maka diperlukan laboratorium yang mendukung terciptanya pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Solving Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Perkembangan ini memiliki dampak semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 2001), hlm Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 2001), hlm Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka panjang, karena hasil dari proses pendidikan akan dirasakan baik untuk saat ini maupun untuk waktu yang akan datang. Kondisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Proses belajar mengajar sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen guru atau instruktur, siswa, serta lingkungan belajar yang saling berinteraksi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI GAMBAR PADA MATERI PROTISTA UNTUK SISWA KELAS X SMA

PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI GAMBAR PADA MATERI PROTISTA UNTUK SISWA KELAS X SMA PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI GAMBAR PADA MATERI PROTISTA UNTUK SISWA KELAS X SMA Melda Yulia 1, Siska Nerita 2, Lince Meriko 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan kepribadian dan juga kecerdasan. Proses usaha tersebut dilakukan dengan membina potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan proses yang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip,

I.PENDAHULUAN. produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang mencakup 3 segmen yaitu produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA (sains) yang mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran (produk) para ahli dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan berkembang semakin luas, mendalam, dan kompleks sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu ilmu pengetahuan berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah

I. PENDAHULUAN. agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat menjelajahi dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tujuan dan prosedur penelitian yaitu untuk menghasilkan bahan ajar LKPD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tujuan dan prosedur penelitian yaitu untuk menghasilkan bahan ajar LKPD BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Paparan Proses Pengembangan Setelah melakukan pengumpulan data penelitian berdasarkan tujuan dan prosedur penelitian yaitu untuk menghasilkan bahan ajar LKPD berbasis

Lebih terperinci