Petunjuk Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Boiler/Ketel Uap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Petunjuk Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Boiler/Ketel Uap"

Transkripsi

1 Petunjuk Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Boiler/Ketel Uap PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP Jl. Jimerto Surabaya, Telp. (031) Fax SURABAYA

2 Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Y.M.E, akhirnya buku Petunjuk Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Boiler/Ketel Uap telah tersusun dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pelaku industri pengguna boiler dalam mengendalikan pencemaran udara. Teknik Pengendalian yang disampaikan pada buku ini meliputi 2 (dua) cara : 1. Preventif, yaitu mengendalikan pencemaran pada sumbernya dengan mengurangi limbah gas yang dibuang. 2. Kuratif, yaitu mengendalikan limbah gas yang dihasilkan dari proses dalam hal ini pembakaran dengan teknologi pengendali emisi. Harapan kami agar buku petunjuk teknis ini sebagai upaya pemenuhan Standard Pelayanan Minimal (SPM) di bidang lingkungan hidup yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Surabaya (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota). Pada tahun 2013, indikator pencapaian sudah harus 100% untuk jumlah usaha dan/atau kegiatan sumber tidak bergerak yang memenuhi persyaratan administratif dan teknis pencegahan pencemaran udara. Akhir kata, terima kasih kepada berbagai pihak yang turut membantu tersusunannya buku ini dan semoga bermanfaat demi tercapainya kualitas lingkungan yang lebih baik. Surabaya, 31 Desember 2010 Kepala Badan Lingkungan Hidup, Togar A. Silaban i

3 DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR ISI LAMPIRAN... iv DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN... v BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maksud, tujuan, dan Sasaran Pekerjaan Ruang Lingkup Produk Studi BAB 2 ALTERNATIF PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 2.1 Pengendalian Pencemaran Udara Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara Prinsip Produksi Bersih Pengendalian Pencemaran Udara untuk Industri Kecil Alternatif Pengendalian Pencemaran Air Blow Down dari Boiler Pengendalian Fly Ash dan Bottom Ash BAB 3 PETUNJUK TEKNIS PENGOPERASIAN ALAT PENGENDALI PENCEMARAN UDARA 3.1 Sistem Operasi dan Pemeliharaan Ruang Lingkup Operasi dan Pemeliharaan Sistem Acuan Normatif Operasi dan Pemeliharaan Sistem Upaya Pengelolaan Terhadap Gangguan Lingkungan Potensi Limbah yang Dihasilkan dari Aktivitas Boiler Pengaruh Jenis Bahan Bakar Bolier Terhadap Emisi Gas Buang Standar Operasional Pengendalian Pencemaran DAFTAR PUSTAKA i

4 Tabel 2.1 Kisaran Efisiensi Untuk Tipe Peralatan Kontrol Partikulat Tabel 2.2 Klasifikasi Siklon Tabel 2.3 Jenis-jenis ESP Tabel 2.4 Klasifikasi Fabric Filtration Tabel 2.5 Pemilihan alternatif metoda dan teknologi pengendali pencemaran udara Tabel 3.1 Faktor Emisi dengan Batubara Tanpa Peralatan Pengendali Tabel 3.2 Faktor Emisi dengan Menggunakan Bahan Bakar Minyak Tabel 3.3 Faktor Emisi untuk Pembakaran Gas Alam Tabel 3.4 Faktor Emisi untuk Pembakaran Kulit Kayu dan Limbah Kayu Tabel 3.5 Pengelompokkan Gas Buang Berdasarkan Jenis Bahan Bakar Tabel 3.6 Data Pemkabaran Teoritis Bahan Bakar Boiler Biasa Tabel 3.7 Jumlah Udara berlebih Untuk Berbagai Bahan Bakar Tabel 3.8 Rekomendasi Batas Air Umpan Tabel 3.9 Rekomendasi Batas Air Bolier Tabel 3.10 Data Pemkabaran Teoritis Bahan Bakar Boiler Biasa Tabel 3.11 Jumlah Udara berlebih Untuk Berbagai Bahan Bakar ii

5 Gambar 2.1 Penampang Melintang Settling Chamber Gambar 2.2 Penampang Melintang Cyclone Gambar 2.3 Penampang Melintang Electrostatic Precipitator Gambar 2.4 Penampang Melintang Fabric Filtration Gambar 2.5 Penampang Melintang Wet Scrubber Gambar 2.6 Diagram Neraca Panas Boiler Gambar 2.7 Contoh Kehilangan panas pada Boiler yang Berbahan Bakar Batubara iii

6 LAMPIRAN 1.1 Boiler... L Kegunaan Boiler... L Proses Kerja Boiler secara Umum... L Jenis-Jenis Boiler... L Bahan Bakar Boiler... L-10 iv

7 Gambar Lampiran 1 Diagram Skematis Ruang Boiler... L-2 Gambar Lampiran 2 Fire Tube Boiler... L-4 Gambar Lampiran 3 Diagram Sederhana Watretube Boiler... L-5 Gambar Lampiran 4 Jenis Paket Boiler 3 Pass, Bahan Bakar Minyak... L-6 Gambar Lampiran 5 CFBC Boiler... L-8 Gambar Lampiran 6 Skema Boiler Sederhana Limbah Panas... L-9 v

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen kehidupan dan perikehidupan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Secara alamiah, udara merupakan campuran/larutan yang terdiri dari berbagai macam gas, dengan kadar-kadar dalam kesetimbangan (berada dalam kisaran tingkat konsentrasi normal). Namun demikian, sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal. Penambahan konsentrasi tersebut dapat berasal dari sumber alami (seperti gunung api, dekomposisi, dan lain-lain) atau dapat juga berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources). Gas-gas atau senyawa pencemar udara yang demikian itu dapat digolongkan menjadi (a) senyawa pencemar primer, dan (b) senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber sedangkan senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian banyak senyawa pencemar, minimal ada lima senyawa yang paling sering dikaitkan dengan pencemaran udara yaitu: karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu). Salah satu kegiatan manusia yang berpotensi melepaskan gas pencemar udara adalah pengoperasian boiler. Boiler atau lebih dikenal sebagai ketel uap pada dasarnya adalah sebuah bejana yang dipergunakan sebagai tempat untuk memproduksi uap (steam). Uap dari pemanasan air dalam boiler dilakukan pada temperatur tertentu untuk kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Boiler/ketel uap menggunakan bermacam bahan bakar untuk mendidihkan air, seperti batubara, minyak, listrik, gas, biomassa, nuklir dan lain-lain. Boiler/ketel uap merupakan bagian terpenting dari penemuan mesin uap yang merupakan pemicu lahirnya revolusi industri, sehingga saat ini boiler digunakan secara luas pada bermacam industri, seperti industri pembangkit listrik, industri pangan, industri pengolahan kelapa sawit, industri kimia, industri farmasi, industri tekstil dan garmen, dan sebagainya. Proses pembangkitan energi panas uap ini, membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga diperlukan suatu cara yang dapat menghasilkan uap yang efesien untuk meminimalkan biaya baik biaya operasional maupun pengendalian emisinya. Aspek biaya operasional maupun emisi yang dihasilkan oleh boiler dapat ditekan dengan meningkatkan efesiensinya dan pemakaian bahan bakar yang bagus. Gas-gas emisi yang dihasilkan pada pengoperasian bolier sangat bervariatif tergantung jenis bahan bakar yang digunakan. Menurut beberapa studi yang telah dilakukan terhadap penggunaan boiler, diketahui bahwa dalam pembakaran bahan bakar untuk boiler dihasilkan emisi beberapa gas seperti CO, CO 2, SO 2, NO x, N 2 O, VOC, dan PM 10. Gas-gas emisi ini mungkin dapat ditekan dengan memperbaiki rasio F/A dan memperbaiki sistem pembakaran. Namun, apabila emisi yang dihasilkan tersebut tidak dapat ditekan, maka cara terakhir adalah mengurangi dampak pencemaran dengan menggunakan alat pengendali emisi. Kondisi di Surabaya, industri yang menggunakan boiler lebih dari 50% dan selama ini belum ada buku panduan untuk melakukan pengendalikan emisi yang dihasilkan oleh boiler. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 1-1

9 limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Teknologi pengendalian ini harus dikaji secara seksama agar penggunaan alat pengendali tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. 1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran Pekerjaan Maksud Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun Petunjuk Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Boiler/Ketel Uap. Tujuan Pelaksanaan pekerjaan ini secara umum bertujuan untuk memberikan informasi awal kepada kegiatan usaha/industri yang menggunakan boiler/ketel uap dalam prosesnya berbagai metoda yang efektif dalam pengendalian pencemaran udara. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai dalam kegiatan ini adalah untuk mempermudah pemahaman terhadap pengelolaan lingkungan kepada pelaku usaha sehingga dapat diaplikasikan dilingkungan usahanya. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup pekerjaan ini adalah sebagai berikut : 1. Gambaran langkah kerja boiler berikut jenisnya. 2. Uraian tentang jenis-jenis bahan bakar yang digunakan 3. Alternatif-alternatif pengendalian emisi 4. Pencegahan emisi dari sumber boiler 5. Penanganan fly ash dan bottom ash 1.4 Produk Studi Pelaksanaan pekerjaan ini akan memberikan output berupa petunjuk teknis pengendalian pencemaran udara dari sumber boiler/ketel uap kegiatan industri, dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan yang benar menurut aturan yang berlaku di Surabaya. Diharapkan dengan adanya penyusunan petunjuk teknis ini dapat mempermudah pengaplikasian pengelolaan lingkungan pada pengendalian pencemaran udara dari sumber boiler/ketel uap industri. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 1-2

10 BAB 2 ALTERNATIF PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 2.1 Pengendalian Pencemaran Udara Pengoperasian boiler secara umum akan menimbulkan pencemaran baik berupa gas (pencemar udara), berupa cairan (pencemaran air), maupun berupa padatan (pencemaran tanah). Pencemar-pencemar ini ada yang dapat direduksi dengan memperbaiki sistem dan efisiensi, namun beberapa pencemar tidak dapat dihindarkan sehingga diperlukan pengolahan atau pengelolaan. Beberapa kriteria dan parameter pencemaran adalah sebagai berikut: 1. Parameter polutan yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar (fuel) untuk boiler (gas emisi): a. Particulate matter atau partikulat (fly ash) b. Sulfur Oxide atau SOx c. Nitrogen Oxide atau NOx d. Carbon Monoxide atau CO e. Organic Compounds atau senyawa organik yang terkandung dalam bahan bakar atau turunannya 2. Parameter polutan yang disebabkan oleh penggunaan air umpan dan blowdown: a. Total Solid b. Konduktivitas c. Warna d. Asam atau basa (ph) e. dll 3. Parameter polutan padat a. Bottom ash b. Sludge pengolahan air c. Sludge dari kerak d. dll Pencemaran akibat operasional boiler dapat disebabkan/dipengaruhi oleh hal-hal berikut: Parameter kinerja boiler seperti efisiensi dan rasio penguapan berkurang terhadap waktu disebabkan buruknya pembakaran, kotornya permukaan penukar panas dan buruknya operasi dan pemeliharaan. Kualitas bahan bakar dan kualitas air Blowdown Boiler Maintenance atau perawatan Shutdown atau startup boiler (pembakaran) Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-1

11 2.2 Alternatif Teknelogi Pengendalian Pencemaran Udara Pengendalian pencemaran udara dengan penerapan teknologi yang berupa alat pengendali pencemaran udara merupakan upaya terakhir untuk mengurangi emisi agar sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Secara umum alternatif teknologi pengendalian pencemaran ini dapat dibedakan menjadi pengendalian pencemaran partikulat dan pengendalian pencemaran oleh gas. Teknologi pengendalian partikulat, secara umum dibedakan atas : 1. Pengendali kering, diantaranya : settling chamber, cyclone, electrostatic precipitator, dan fabric filter. 2. Pengendali basah, diantaranya : wet scrubber. Pada tabel 2.1 berikut dapat dilihat kisaran effisiensi berbagai alat untuk kontrol partikulat Tabel 2.1 Kisaran Efisiensi Untuk Tipe Peralatan Kontrol Partikulat Tipe Furnace Kisaran Efisiensi (%) Fabric filter Electros tatic Presipit ator Wet Scru bber (Vent uri) Mechanic al Collector (Multicycl one) Large Diameter Cyclone Settli ng Cha mber Settling Chamber dengan semprotan air Gravel bed diikuti dengan mekanikal kolektor Coal 95-99, , NA Cyclone Pulverizer 95-99, , NA Spreader stoker 95-99, , NA Other stoker 95-99, , NA Fluidized bed bubbling Fluidized bed circulating Wood waste Spreader stoker Suspension firing 95-99, , NA , , NA , NA , NA Sedangkan teknologi yang biasa digunakan untuk penyisihan gas adalah : Flue Gas Recirculation Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-2

12 Low NOx Burners Wet Scrubber Cyclone Separators Selective and Nonselective Catalytic Reduction (SCR and NSCR) Electrostatic Precipitator (ESP) Baghouse Beberapa alat pengendali pencemaran udara yang dapat digunakan dalam penyisihan gas dan partikulat antara lain : a. Settling Chamber Settling chamber (Gambar 3.1) merupakan alat pengendali debu pertama yang dipakai untuk menurunkan emisi debu, dimana saat ini settling chamber sudah jarang dipakai. Hal ini dikarenakan effisiensi penyisihan yang rendah, saat ini settling chamber tidak dapat menyisihkan emisi/partikulat, yang hasil penyisihannya/sisa emisinya tidak sesuai dengan standard baku mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian settling chamber masih dapat digunakan : Sebagai penangkap debu awal (pre-collection), untuk pengendali partikulat yang lain. Untuk menyisihkan partikulat dengan diameter partikulat yang besar (>40 µm). Mekanisme kerja utama dari settling chamber adalah : Gaya gravitasi, kecepatan aliran gas yang mengandung partikulat akan dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, dengan kecepatan aliran gas yang berkurang akan turun dan jatuh ke dalam hopper. Gaya inersia, karena perubahan arah aliran menyebabkan pertikulat terlempar, dan akan jatuh ke dalam hopper. Ada dua jenis settling chamber yang umum dipakai, yaitu : Settling chamber sederhana, yang terdiri dari box/kotak panjang yang dilengkapi inlet dan outlet. Howard settling chamber, yang terdiri dari beberapa plate tipis yang dipasang secara horizontal. Gambar 2.1 Penampang Melintang Settling Chamber b. Cyclone Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-3

13 Cyclone (Gambar 3.2) merupakan peralatan mekanis yang sederhana, dapat menyisihkan partikulat dengan diameter yang cukup besar dari aliran gas. Cyclone mempunyai bentuk yang khas, mudah dikenali dan dapat ditemukan pada beberapa industri yang menggunakan peralatan pengendali ini. Dalam aplikasi di industri, cyclone dapat dipergunakan sebagai berikut: Menyisihkan partikel relatif besar (>20 µm). Sering dipergunakan sebagai precleaner untuk alat pengendali yang lebih baik, seperti baghouse dan electric precipitator. Lebih efisien untuk menyisihkan partikulat dari pada settling chamber. Penyisihan lebih dari 80%, tergantung dari diameter partikel yang akan disisihkan, volume gas, dan ukuran unit. Mekanisme kerja utama pengumpulan partikulat dengan cyclone adalah : a. Gaya sentrifugal, aliran yang masuk akan bergerak berputar secara spiral. Karena adanya gaya momentum dan inersia menyebabkan partikulat terlepas dari aliran gas dan mengenai dinding cyclone yang menyebabkan partikulat jatuh ke dalam hopper. b. Gaya gravitasi, partikulat yang telah menumbuk dinding cyclone karena adanya berat dari partikulat itu sendiri akan jatuh ke dalam hopper. Gerakan spiral dari aliran gas bergerak sepanjang dinding cyclone, berputar beberapa kali secara spiral ke arah bawah hingga mencapai dasar cyclone. Kemudian gerakan akan berputar ke arah berlawanan dan menuju ke pusat tabung dan bergerak ke atas keluar melalui vortex. Penggunaan cyclone mempunyai keuntungan dan kerugian, beberapa keuntungan dari penggunaan cyclone antara lain : Capital cost rendah Kemampuan beroperasi pada suhu tinggi Pemeliharaan sangat mudah Sedangkan kerugian penggunaan cyclone antara lain : Efisiensi rendah, khususnya untuk partikel berukuran kecil Biaya operasi tinggi, karena kehilangan tekanan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-4

14 Tabel 2.2 menunjukkan klasifikasi cylone berserta effisiensi proses dan aplikasi-nya Tabel 2.2 Klasifikasi Siklon Tipe Pressure Kecepatan Efisiensi Diameter Debit Gas Drop Inlet Pengumpulan (ft) (ft 3 /menit) (dalam (ft/detik) (%) H 2O) Aplikasi Konvensional Penanganan material precleaner gas buangan. Efisiensi tinggi Kurang Pengendali untuk cyclone dari 3 partikulat tunggal boiler industri. Multi-cyclone dan Industri dan lebih utilitas boiler. Pengendali partikulat. Cyclone irigasi Kurang Aplikasi boiler (basah) dari 3 (bahan bakar rendah) (temperature gas rendah). Lain-lain Membutuhkan ruangan yang besar. Terbatas untuk partikel besar, loading butiran yang besar. Membutuhkan ruangan yang lebih kecil. Penyusunan paralel, kontrol baling-baling inlet dibutuhkan kontinyu pada system operasional penghilangan debu. Dibutuhkan plenum. Permasalahan: resirkulasi gas yang buruk. Sistem removal debu yang kontinyu, kontrol aliran. Rate air 5-15 gal/1000 ft 3 /menit. Material resisten terhadap korosi. Catatan : efisiensi pengumpulan cyclone harus dievaluasi untuk masing-masing aplikasi sensitivitas kinerja cyclone pada gas dan properti debu dan loading. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-5

15 c. Electrical Precipitator (ESP) Gambar 2.2 Penampang Melintang Cyclone Electrical Precipitator (ESP), sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 3.3, merupakan alat yang sering digunakan sebagai pengendali pencemar udara pada PLTU, industri semen, pulp & paper, dan industri lainnya. Hal ini dikarenakan tingkat efisiensi penyisihan partikel yang tinggi (±99%). ESP juga sangat efektif untuk mengendalikan partikulat yang berukuran < 10 µm. Penggunaan ESP memiliki keuntungan dan kerugian. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut : Efisiensinya sangat tinggi (untuk partikel kecil) Dapat digunakan untuk kapasitas besar dengan tekanan yang rendah Dapat digunakan untuk penyisihan basah dan kering Dapat didesain untuk temperatur yang bervariasi (mulai C) Biaya operasi yang rendah, kecuali untuk efisiensi yang sangat tinggi Sedangkan kerugiannya adalah : Modal awal yang sangat tinggi Tidak dapat dipakai untuk polutan gas Tidak fleksibel, sekali dipasang tidak dapat dirubah kondisinya Tidak dapat dipakai untuk partikulat dengan resistensi tinggi Komponen utama ESP adalah : Discharge electrodes, pada umumnya berupa kawat sebagai pembangkit medan listrik kepada partikulat dengan membentuk korona Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-6

16 Collection electrodes, memiliki muatan yang berbeda dengan discharge electrodes, berfungsi sebagai penangkap partikulat yang telah diberi muatan hingga menempel pada permukaan elektroda yang biasanya berberntuk tabung atau plat datar. Mekanisme kerja dari ESP adalah sebagai berikut : discharge electrodes, ditempatkan di tengah collector berupa kawat bermuatan dengan voltase tertentu (arus searah dan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan efek korona (terlihat adanya cahaya biru berpendar di sekitar kawat). Efek korona ini akan mengionisasi udara di sekitar kawat dengan pelepasan muatan negatif (elektron). Proses ini akan menyerang partikulat dalam aliran udara yang dapat memberikan muatan negatif pada partikulat dalam aliran gas secara intensif. Setelah partikulat terinisiasi muatan, maka partikulat yang bermuatan negatif akan bergerak menuju dan menempel pada permukaan collector yang mempunyai muatan yang berlawanan. Partikulat yang menempel pada collector akan mengalami proses rapping dengan vibrasi (wet process), kemudian hasil rapping akan jatuh ke dalam hopper yang terletak di dasar ESP. Gambar 2.3 Penampang Melintang Electrostatic Precipitator Secara prinsip ESP terdiri dari dua jenis, yaitu : High voltage single-stage Low voltage two-stage Dari kedua jenis diatas High voltage single-stage merupakan jenis yang paling sering dan berhasil dipergunakan untuk berbagai jenis partikulat, sedangkan jenis kedua banyak digunakan untuk jenis partikulat cair. Pada Tabel 3.3 dapat dilihat jenis-jenis ESP beserta effisiensi dari alat tersebut. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-7

17 Tabel 2.3 Jenis-jenis ESP Tipe Temperatur Operasiona l ( o F) Resistivitas Debu pada 300 o F (ohm-cm) Aliran Gas (ft 3 /menit) Pressure Drop (dalam air) Desain Efisiensi Pengumpulan (% dari Berat) Aplikasi Lain-lain Hot ESP 600+ Lebih tinggi dari 100,000+ Kurang dari Pada umumnya 90+, Sebelum preheater di Dapat mengumpulkan bisa juga 99+ boiler, debu dengan incenerator, resistivitsa industri yang tinggi. Memiliki aliran gas yang tinggi dan ukurannya besar. Korosi bukan menjadi masalah. Cold ESP 300 Kurang dari 100,000+ Kurang dari Pada umumnya 90+, bisa juga 99+ Setelah preheater di boiler, Terbatas untuk resistivitas debu yang incenerator, lebih rendah industri daripada ohm-cm. Korosi bisa menjadi masalah. Wet ESP 300- Lebih tinggi dari di bawah ,000 Kurang dari 1 Pada umumnya 90+, bisa juga 99+ Industri, boiler, incenerator Berguna untuk pengumpulan debu dengan resistivitas tinggi atau rendah. Korosi biasanya tidak menjadi masalah. d. Fabric Filtration Fabric filtration (Gambar 3.4) merupakan alat kontrol udara yang paling umum digunakan untuk menyisihkan partikulat. Fabric filter menggunakan filter yang terbuat dari nilon atau wol untuk menyisihkan partikulat yang keluar dari emisi dari sumber tidak bergerak/industri. Fabric filter umumnya disebut baghouse atau juga fabric filter collector, bag filter, fabric dust collector, filter collector, dust collector, dan sebagainya. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-8

18 Penggunaan fabric filter mempunyai keuntungan dan kerugian antara lain : Keuntungan penggunaan fabric filter adalah : Efisiensi sangat tinggi, bahkan untuk partikel yang halus Dapat dipakai untuk berbagai macam debu Dapat digunakan untuk volume gas yang besar Dapat beroperasi pada pressure drop yang rendah Sedangkan kerugiannya antara lain : Memerlukan tempat yang luas Bahan filter dapat rusak pada temperatur tinggi atau bahan asam Tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang lembab Berpotensi menimbulkan kebakaran Tabel 2.4 Klasifikasi Fabric Filtration Tipe Sistem Kehilangan Tekanan Efisiensi Tipikal Tipe Kain Filter (cfm/ft 2 area Rekomendasi Aplikasi (dalam air) kain) Shaker % Woven 1-5 Debu dengan properti pembersihan filter yang baik, pengumpulan yang intermiten Reverse Flow % Woven 1-5 Debu dengan properti pembersihan filter, temperature pengumpulan tinggi (incinerator fly ash) dengan tas kaca Pulse Jet % Felted 5-20 Efisien untuk pengumpulan fly ash batubara dan minyak. Mekanisme kerja dari fabric filter adalah sebagai berikut : Impaction, partikel memiliki gaya inersia yang terlalu besar untuk mengikuti aliran garis pada filter fiber sehingga tertumbuk pada permukaan filter. Interception, partikel mempunyai inersia yang sangat kecil. Partikel akan berada pada aliran kontinyu, bergerak melambat dan menyentuh barier dan berhenti. Diffusion, partikel lebih kecil dari 1 mikron berada pada kisaran gerak Brown, sehingga terjadi gerakan random yang akhirnya terintersepsi dengan dust cake. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-9

19 Gambar 2.4 Penampang Melintang Fabric Filtration e. Wet scrubber Wet scrubber (Gambar 2.5) merupakan alat dengan sistem pengendali basah, sehingga dapat digunakan untuk menyisihkan polutan udara baik berupa partikulat maupun gas dari emisi gas buang. Wet scrubber menggunakan droplet air sebagai komponen utama. Kriteria desain dari wet scrubber tergantung dari besarnya energi untuk mengatasi kehilangan tekanan selama proses scrubbing. Wet scrubber memiliki tingkat efisiensi penyisihan partikulat yang lebih tinggi dibandingkan dengan settling chamber maupun cyclone dan setara dengan fabric filter maupun electrostatic precipitator. Sistem pengendali basah didesain untuk segala bentuk dan ukuran, variasinya meliputi sistem tangki sederhana yang menggunakan nozzle hingga sistem yang rumit dengan penambahan baffle, motor, spray, dan komponen lain. Klasifikasi yang digunakan untuk membedakan wet scrubber adalah energi kontak dari aliran liquid, aliran udara, mekanik (driven rotor), atau kombinasi dari ketiga kategori tersebut. Keuntungan dan kerugian dari pemakaian set collector antara lain : Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-10

20 Keuntungan yang didapat adalah : Dapat digunakan untuk menyisihkan partikel yang mudah terbakar dengan resiko kecil. Dapat dipakai untuk absorbsi gas dan partikel dalam satu unit. Dapat mengatasi mist. Dapat mendinginkan gas panas. Efisiensi penyisihan bervariasi. Gas dan debu yang korosif dapat dinetralkan. Kerugian yang dapat terjadi adalah : Biaya operasional tinggi untuk efisiensi penyisihan yang tinggi. Timbul masalah pencemaran air. Partikulat yang disisihkan tidak dapat di-recycle. Pembuangan sludgenya mahal Gambar 2.5 Penampang Melintang Wet Scrubber Ada dua prinsip mekanisme utama yang terjadi dalam proses wet scrubber, yaitu tumbukan (impaction) dan difusi. Ketika droplets disemprotkan dalam aliran gas buang, tidak semua partikel dapat menghindari tumbukan yang terjadi. Karena sifat lembamnya, partikel tidak dapat mengikuti aliran udara di sekitar droplet. Sedangkan proses difusi terjadi akibat gerakan acak partikel yang berukuran kecil yang memungkinkan partikel tersebut menembus masuk ke dalam droplet air. Sistem pengendali basah harus disiapkan untuk dua sistem pengoperasian. Unit operasi pertama untuk penyisihan polutan partikulat dan gas dengan mengontakkannya dengan cairan (air). Sedangkan unit kedua untuk memisahkan larutan yang terbentuk dengan aliran gas, unit ini diperlukan karena ukuran droplet yang kecil agak sulit dipisahkan dari aliran udara. (Boedisantoso, 2002) Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-11

21 Pemilihan alternatif pengendalian pencemaran udara juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan bahan bakar dalam pengoperaian boiler (US EPA, 2002). Pendekatan berdasarkan bahan bakar ini dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5 Pemilihan Alternatif Metoda dan Teknologi Pengendali Pencemaran Udara Jenis bahan bakar Gas alam Bahan bakar (distilat) Kayu dan limbah kayu Boiler dengan Input Kurang dari 100 Juta Btu Tidak perlu alat pengendali. Tidak perlu alat pengendali. 1. Pengendali partikulat oleh multicyclone mechanical collector. 2. SO2 dan NOx tidak dikontrol. Boiler dengan Input 100 hingga 209 Btu Pada umumnya sama dengan pengolahan boiler yang lebih kecil. Pada umumnya sama dengan pengolahan boiler yang lebih kecil. 1. Biasanya partikulat dikontrol dengan dua seri multiclone collector. 2. SO2 dan NOx biasanya tidak dikontrol. Boiler dengan Input 250 Juta Btu Furnace dan Lebih Besar 1. Tidak membutuhkan alat pengendali partikulat. 2. NO x, membutuhkan pembakar yang tepat, desain furnace dan kontrol pembakaran yang tepat. 1. Tidak membutuhkan alat pengendali partikulat. 2. Membutuhkan alat pengendali SO 2, 3. NO x membutuhkan desain pembakar dan furnace yang tepat dan control pembakaran yang tepat. 1. Partikulat dikontrol oleh : a. Sebuah mechanical collector diikuti oleh wet scrubber. b. Sebuah mechanical collector diikuti oleh ESP. 2. SO2 tidak dikontrol. 3. NOx dikontrol oleh alat pengendali pembakaran yang tepat dan metode khusus dalam pendistribusian udara pembakaran. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-12

22 Tabel 2.5 Pemilihan Alternatif Metoda dan Teknologi Pengendali Pencemaran Udara (lanjutan) Jenis bahan bakar Pulverized compliance 1 (low sulfur) Pulverized compliance 1 (high sulfur) Boiler dengan Input Kurang dari 100 Juta Btu 1. Pengendali partikulat oleh multicyclone mechanical collector. 2. SO2 dikontrol oleh batubara dengan sulfur yang rendah. 1. Partikulat dan NO x adalah sama dengan compliance coal. 2. Dimana negara membatasi SO 2 yang berlebihan. Operasional akan dibatasi atau dibutuhkan sebuah scrubber SO 2. Boiler dengan Input 100 hingga 209 Btu 1. Partikulat dikontrol oleh dua seri mechanical collector lebih dari mm Btu. 2. Ukuran di atas 150 mm Btu membutuhkan sebuah elektrostatik pesipitator atau baghouse. 3. SO2 dikontrol oleh kandungan batubara sulfur. 4. NOx dikontrol oleh alat pengendali pembakaran yang tepat dan metode yang khusus dalam mendistribusikan udara pembakaran. 1. Partikulat dan NO x dikontrol sama dengan batubara dengan sulfur rendah. 2. Emisi SO 2 dikontrol oleh sebuah wet scrubber dan seri dengan sebuah elektrostatik presipitator dan ditempatkan di hilir kipas. Dry scrubber digunakan seri dengan sebuah baghouse atau elektrostatik presipitator. Dry scrubber diletakkan secara langsung di hulu partikulat kolektor. Boiler dengan Input 250 Juta Btu Furnace dan Lebih Besar 1. Partikulat dikontrol oleh : a. Sebuah elektrostatik presipitator. b. Sebuah baghouse. c. Sebuah mechanical collector diikuti oleh elektrostatik presipitator atau baghouse. 2. SO2 dikontrol oleh kuantitas sulfur rendah pada batubara. 3. NOx dikontrol oleh alat pengendali pembakaran yang tepat dan metode khusus dalam pendistribusian udara pembakaran. 1. Partikulat dan NO x dikontrol sama dengan control pada batubara dengan sulfur rendah. 2. SO 2 dikontrol oleh sebuah wet atau sebuah dry scrubber. - Wet scrubber biasanya diletakkan di hulu stack. - Dry scrubber diletakkan secara langsung di hulu baghouse atau elektrostatik pesipitator. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-13

23 2.3 Prinsip Produksi Bersih Secara umum prinsip pengelolaan pencemaran akibat operasional boiler seharusnya sudah mengarah pada prinsip produksi bersih. Terutama untuk mengurangi pencemara yang dihasilkan dari pengoperasian boiler. Adapun beberapa langkah yang harus ditempuh secara hirarki untuk penerapan produksi bersih ini adalah sebagi berikut: 1. Meniadakan sumber-sumber pencemar, kalau memungkinkan dalam operasionalnya boiler digunakan metode-metode atau sistem yang tidak menimbulkan pencemaran, misalnya menghilangkan pencemaran akibat penggunaan bahan balar fosil dengan cara mengganti sistem pemanasan dengan tenaga listrik. Pendekatan ini termasuk dalam kategori melakukan penggantian teknologi 2. Mengganti sistem operasi atau bahan baku dengan yang potensi polutan-nya lebih rendah, misalnya dengan penggunaan teknologi yang lebih efisien atau menggunakan bahan bakar dan sistem bakar yang lebih baik (dalam hal efisiensi dan polutan) Pendekatan ini termasuk dalam kategori melakukan penggantian teknologi peningkatan efisiensi, penggantian bahan bakar, perawatan/maintenance dsb 3. Menggunakan alat pengendali pencemaran, jika langkah 1 dan 2 tidak bisa dilaksanakan dengan baik, maka minimal dilakukan pelepasan emisi pencemar (polutan) yang minimal dapat memenuhi regulasi atau baku mutu, sehingga sebelum membuang harus dilakukan pengurangan kadar emisi (dengan menggunakan alat pengolah atau pengendali pencemaran). Metode ini biasanya sangat mahal. Terkait penerapan produksi bersih ini, maka pilihan untuk meningkatkan effisiensi adalah merupakan pilihan terbaik, karena bahan baku dapat dihemat dan limbah yang dihasilkan menjadi lebih sedikit dari segi kuantitas Maka diperlukan uji efisiensi boiler, yaitu : Neraca panas dapat membantu dalam mengidentifikasi kehilangan panas yang dapat atau tidak dapat dihindari. Uji efisiensi boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan efisiensi boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk tindakan perbaikan. Gambar 2.6 Diagram Neraca Panas Boiler Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-14

24 Gambar 2.7 Contoh Kehilangan Panas pada Boiler yang Berbahan Bakar Batubara Kehilangan energi dapat dibagi kedalam kehilangan yang tidak atau dapat dihindarkan. Pengkajian energi harus mengurangi kehilangan yang dapat dihindari, dengan meningkatkan efisiensi energi. Kehilangan berikut dapat dihindari atau dikurangi: Kehilangan gas cerobong: o Udara berlebih (diturunkan hingga ke nilai minimum yang tergantung dari teknologi burner, operasi (kontrol), dan pemeliharaan). o Suhu gas cerobong (diturunkan dengan mengoptimalkan perawatan (pembersihan), beban; burner yang lebih baik dan teknologi boiler). Kehilangan karena bahan bakar yang tidak terbakar dalam cerobong dan abu (mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan; teknologi burner yang lebih baik). Kehilangan dari blowdown (pengolahan air umpan segar, daur ulang kondensat) Kehilangan kondensat (manfaatkan sebanyak mungkin kondensat) Kehilangan konveksi dan radiasi (dikurangi dengan isolasi boiler yang lebih baik) Terdapat dua metode pengkajian efisiensi boiler: Metode Langsung (metode input-output): energi yang didapat dari fluida kerja (air dan steam) dibandingkan dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar boiler. Metode Tidak Langsung: efisiensi merupakan perbedaan antara kehilangan dan energy yang masuk. Metode langsung (input-output) Dalam hal ini yang dimaksud dengan input adalah panas yang masuk (bahan bakar) dan outpu adalah steam yang diproduksi. Data yang dibutuhkan: 1. Jenis Boiler menjelaskan terutama jenis bahan bakar yang digunakan 2. Produksi steam dihitung dalam satuan kg/jam 3. Tekanan steam dan suhu Tekanan kg/cm 2 (g)/ C 4. Jumlah pemakaian batubara kg/jam 5. Suhu air umpan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-15

25 6. GCV bahan bakar kkal/kg 7. Entalpi steam pada tekanan terukur kkal/kg (jenuh) 8. Entalp of air umpan: 85 kkal/kg Keuntungan metode langsung Pekerja pabrik dapat dengan cepat mengevaluasi efisiensi boiler Memerlukan sedikit parameter untuk perhitungan Memerlukan sedikit instrumen untuk pemantauan Mudah membandingkan rasio penguapan dengan data benchmark Kerugian metode langsung Tidak memberikan petunjuk kepada operator tentang penyebab dari efisiensi sistim yanglebih rendah Tidak menghitung berbagai kehilangan yang berpengaruh pada berbagai tingkat efisiensi Metode tidak langsung dalam menentukan efisiensi boiler merupakan metode kehilangan panas Metodologi Standar acuan untuk Uji Boiler di Tempat adalah British Standard, BS 845:1987 dan USA Standard ASME PTC-4-1 Power Test Code Steam Generating Units. Efisiensi dapat dihitung dengan mengurangkan bagian kehilangan panas dari 100 sebagai berikut: Efisiensi boiler (n) = (i + ii + iii + iv + v + vi + vii) Dimana kehilangan yang terjadi dalam boiler adalah kehilangan panas yang diakibatkan oleh: i. Gas cerobong yang kering ii. Penguapan air yang terbentuk karena H2 dalam bahan bakar iii. Penguapan kadar air dalam bahan bakar iv. Adanya kadar air dalam udara pembakaran v. Bahan bakar yang tidak terbakar dalam abu terbang/ fly ash vi. Bahan bakar yang tidak terbakar dalam abu bawah/ bottom ash vii. Radiasi dan kehilangan lain yang tidak terhitung Kehilangan yang diakibatkan oleh kadar air dalam bahan bakar dan yang disebabkan oleh pembakaran hidrogen tergantung pada bahan bakar, dan tidak dapat dikendalikan oleh perancangan. Data yang diperlukan untuk perhitungan efisiensi boiler dengan menggunakan metode tidak langsung adalah: ultimate bahan bakar (H2, O2, S, C, kadar air, kadar abu) dapat terbakar dalam abu (untuk bahan bakar padat) Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-16

26 2.4 Pengendalian Pencemaran Udara untuk Industri Kecil Pencemaran akibat operasional boiler dapat disebabkan/dipengaruhi oleh hal-hal berikut, merupakan faktor yang disebabkan oleh kehilangan energi dalam proses operasional boiler: Parameter kinerja boiler seperti efisiensi dan rasio penguapan yang makin berkurang disebabkan buruknya pembakaran, kotornya permukaan penukar panas dan buruknya operasi dan pemeliharaan. Kualitas bahan bakar dan kualitas air yang digunakan, serta jumlah yang digunakan yang sangat berhubungan dengan efisiensi proses boiler Blowdown Boiler Maintenance atau perawatan Shutdown atau startup boiler (pembakaran) Kehilangan energi dapat dibagi kedalam kehilangan yang tidak atau dapat dihindarkan. Pengkajian energi harus mengurangi kehilangan yang dapat dihindari, dengan meningkatkan efisiensi energi. Kehilangan berikut dapat dihindari atau dikurangi: Kehilangan gas cerobong: o Udara berlebih (diturunkan hingga ke nilai minimum yang tergantung dari teknologi burner, operasi (kontrol), dan pemeliharaan). o Suhu gas cerobong (diturunkan dengan mengoptimalkan perawatan (pembersihan), beban; burner yang lebih baik dan teknologi boiler). Kehilangan karena bahan bakar yang tidak terbakar dalam cerobong dan abu (mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan; teknologi burner yang lebih baik). Kehilangan dari blowdown (pengolahan air umpan segar, daur ulang kondensat) Kehilangan kondensat (manfaatkan sebanyak mungkin kondensat) Kehilangan konveksi dan radiasi (dikurangi dengan isolasi boiler yang lebih baik) Secara umum prinsip pengelolaan pencemaran akibat operasional boiler adalah prinsip produksi bersih. Sehingga langkah yang harus ditempuh secara hirarki adalah sebagi berikut: 1. Meniadakan sumber-sumber pencemar, kalau memungkinkan dalam operasionalnya boiler digunakan metode-metode atau sistem yang tidak menimbulkan pencemaran, misalnya menghilangkan pencemaran akibat penggunaan bahan balar fosil dengan cara mengganti sistem pemanasan dengan tenaga listrik penggantian teknologi 2. Mengganti sistem operasi atau bahan baku dengan yang potensi polutan-nya lebih rendah, misalnya dengan penggunaan teknologi yang lebih efisien atau menggunakan bahan bakar dan sistem bakar yang lebih baik (dalam hal efisiensi dan polutan) peningkatan efisiensi, penggantian bahan bakar, perawatan/maintenance dsb 3. Menggunakan alat pengendali pencemaran, jika langkah 1 dan 2 tidak bisa dilaksanakan dengan baik, maka minimal dilakukan pelepasan emisi pencemar (polutan) yang minimal dapat memenuhi regulasi atau baku mutu, sehingga sebelum membuang harus dilakukan pengurangan kadar emisi (dengan menggunakan alat pengolah atau pengendali pencemaran). Metode ini biasanya sangat mahal. penggunaan alat pengendali pencemar. Beberapa metode umum untuk meminimalkan atau mereduksi emisi-emisi hasil pembakaran bahan bakar, antara lain (metode ini juga baik jika diterapkan pada skala kecil): Resirkulasi aliran gas emisi ke sistem pembakaran. Seringkali karena pembakaran yang tidak sempurna, gas emisi yang dihasilkan masih mengandung HC, C, dan CO. Hidrokarbon (HC) pada emisi biasanya karena pembakaran terjadi pada suhu yang terlalu rendah dari yang seharusnya, sehingga uap bahan bakar yang belum sempat terbakar, dan ikut dalam aliran emisi, menjadi pencemar. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-17

27 Karbon (C) dan karbon monoksida (CO) yang tinggi, merupakan emisi hasil pembakaran yang tidak sempurna (karena kurangnya pasokan udara/oksigen dalam pembakaran). Emisi HC, C, dan CO merupakan gas yang masih mempunyai nilai kalor, sehingga dapat dikembalikan ke proses pembakaran. Oksidasi/pembakaran HC, C, dan CO lebih lanjut akan menghasilkan CO 2 dan H 2 O, serta menghasilkan energi. Sistem pembakaran diperbaiki dan memilih bahan bakar yang berpotensi rendah emisi, sekaligus meningkatkan efisiensi pembakaran. Memperbaiki sistem pembakaran secara prinsip dilakukan dengan memperbaiki rasio F/A sehingga memenuhi stoikiometri, mengatur suhu pembakaran yang sesuai, memperkecil ukuran butiran dalam injeksi bahan bakar (pengkabutan atau jetspray), dan menggunakan sistem kontrol aliran udara dan aliran bahan bakar. Pemakaian atau penerapan wet srubber. Wet scrubber (Gambar 3.5) merupakan alat dengan sistem pengendali basah, sehingga dapat digunakan untuk menyisihkan polutan udara baik berupa partikulat maupun gas dari emisi gas buang. Wet scrubber menggunakan droplet air atau butiran sebagai komponen utama. Kriteria desain dari wet scrubber tergantung dari besarnya energi untuk mengatasi kehilangan tekanan selama proses scrubbing. Sistem pengendali basah didesain untuk segala bentuk dan ukuran, variasinya meliputi sistem tangki sederhana yang menggunakan nozzle hingga sistem yang rumit dengan penambahan baffle, motor, spray, dan komponen lain. Klasifikasi yang digunakan untuk membedakan wet scrubber adalah energi kontak dari aliran liquid, aliran udara, mekanik (driven rotor), atau kombinasi dari ketiga kategori tersebut. Keuntungan yang didapat dalam pengoperasian wet scrubber adalah : Desain sederhana, dan kemungkinan bisa dibuat secara manual. Dapat digunakan untuk menyisihkan partikel yang mudah terbakar dengan resiko kecil. Dapat dipakai untuk absorbsi gas dan partikel dalam satu unit. Dapat mengatasi mist. Dapat mendinginkan gas panas. Efisiensi penyisihan bervariasi. Gas dan debu yang korosif dapat dinetralkan. Penyerapan SOx dengan menambahkan Ca(OH) 2 akan menghasilkan gypsum (CaSO 4 ) yang bisa dimanfaatkan untuk banyak keperluan. Kerugian yang dapat terjadi adalah : Biaya operasional tinggi untuk efisiensi penyisihan yang tinggi. Timbul masalah pencemaran air. Partikulat yang disisihkan tidak dapat di-recycle. Pembuangan sludgenya mahal Perancangan dimensi wet scrubber adalah : Target efisiensi Dimana: d do d d do = luas area bebas partikulat / luas droplet 2 Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-18

28 d K p K 0,7 p 2 Dimana : Kp merupakan parameter tumbukan yang dapat dihitung dengan persamaan : 2 d a ( v p ) K p g( )( d ) g d Dimana : d a : diameter aerodinamik (cm) v p : laju partikel (cm/s) g : persepatan gravitasi (cm/s 2 ) µ g : viskositas gas (poise) d d : diameter droplet (cm) Atau menurut Langmuir dan Blodgest : K( v 0 )( v d g( d ) d tp ) Dimana : K : parameter tumbukan (konstanta empiris) V o V tp g d d : kecepatan relative partikel droplet (cm/s) : terminal velocity partikel (cm/s) : percepatan gas (cm/s2) : diameter droplet (cm) 2.5 Alternatif Pengendalian Pencemaran Air Blow Down dari Boiler Sangat penting untuk mengendalikan tingkat konsentrasi padatan dalam suspensi dan yang terlarut dalam air yang dididihkan. Hal ini dicapai oleh proses yang disebut blowing down, dimana sejumlah tertentu volume air dikeluarkan dan secara otomatis diganti dengan air umpan dengan demikian akan tercapai tingkat optimum total padatan terlarut (TDS) dalam air boiler dan membuang padatan yang sudah rata keluar dari larutan dan yang cenderung tinggal pada permukaan boiler. Blowdown penting untuk melindungi permukaan penukar panas pada boiler. Walau demikian, Blowdown dapat menjadi sumber kehilangan panas yang cukup berarti, jika dilakukan secara tidak benar. Dalam operasionalnya, boiler akan menghasilkan air residu dari blow down yang akan di buang secara periodik. Air residu, umumnya memiliki suhu yang tinggi dan mengandung kadar mineral dengan konsentrasi yang tinggi pula. Penanganan air residu, utamanya di tampung dalam suatu tempat pendinginan (cooling pond) dan selanjutnya dilakukan proses presipitasi dan filtrasi sebelum air dibuang ke lingkungan. Selama proses operasinya, dimungkinkan boiler akan mengalami pengkerakan (scaling) pada dinding bagian dalamnya. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-19

29 Oleh karenanya diperlukan perawatan secara periodik dengan cara menghentikan operasi boiler dan dilakukan pencucian dan pembersihan kerak dengan menggunakan larutan asam dan basa. Air bekas pencucian dan pembersihan umumnya bersifat asam. Penanganan yang dapat dilakukan antara lain dengan menaikkan ph nya agar terjadi presipitasi dan dilanjutkan dengan pemisahan kerak dengan cara pengendapa, dilanjutkan dengan netralisasi. Selanjutnya air limbah mengalami pengolahan pendahuluan ini, dapat di proses bersama dengan air limbah yang lain dari industri tersebut. 2.6 Pengendalian Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya menghasilkan abu. Fly ash dan bottom ash dalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar. Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran mesh (1 mesh = 1 lubang/inch 2 ). Ukuran ini relative kecil dan ringan, sedangkan bottom ash berukuran mesh. Secara umum ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping dimanfaatkan di industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt (ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi paving block/batako. Dari suatu penelitian empiric untuk campuran batako, komposisi yang baik adalah sebagai berikut : Kapur : 40% Fly ash : 10% Pasir : 40% Semen : 10% Persoalan lingkungan muncul dari bottom ash yang menggunakan fixed bed atau grate system. Bentuknya berupa bongkahan-bongkahan besar. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa bottom ash ini masih mengandung fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batubara dengan nilai kalori kkal/kg sekitar 41-42%). Jika bottom ash ini langsung dibuang ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk gas Metana (CH 4 ) yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya (self burning dan self exploding). Di sisi yang lain, jika akan dimanfaatkan di pabrik semen maka akan merubah desain feeder, sehingga pabrik semen tidak tertarik untuk memanfaatkan bottom ash tersebut. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 2-20

30 BAB 3 PETUNJUK TEKNIS PENGOPERASIAN ALAT PENGENDALI PENCEMARAN UDARA 3.1 Sistem Operasi dan Pemeliharaan SOP Perusahaan (diartikan Standard Operating Procedure atau Standing Operating Procedure), adalah suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh perusahaan di dalam melakukan kegiatan operasi maupun pemeliharaan suatu industri, baik itu mengacu kepada manual instruksi maupun modifikasi dari manual instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Standard Operational Procedure (SOP) atau yang biasanya disebut juga dengan prosedur operasi standar ini adalah suatu set instruksi atau pedoman yang memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. Dibuatnya SOP ini adalah untuk menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi atau individu untuk mewujudkan good governance. Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik atau individu yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik atau individu di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi dan/atau individu. Tujuan dari program pengoperasian dan perawatan adalah untuk merawat dan memelihara fungsi dari bangunan yang sudah dirancang (kapasitas dan integritasnya) atau tetap menjaga system yang ada agar berjalan sebagaimana mestinya. Berikut ini akan dibahas secara lengkap mengenai standar operasi dan pemeliharaan sistem pengendalian pencemaran udara yang dilaksanakan dalam kegiatan pengoperasian boiler. 3.2 Ruang Lingkup Operasi dan Pemeliharaan Sistem Tata cara ini mencakup pedoman kriteria perencanaan dan cara pengendalian limbah yang dihasilkan dari kegiatan pengoperasian boiler Acuan Normatif Operasi dan Pemeliharaan Sistem Peraturan yang dapat dijadikan referensi dalam penyusunan petunjuk teknis ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang RI No. 32 / 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak 4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-1

31 5. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa Timur Upaya Pengelolaan Terhadap Gangguan Lingkungan Upaya pengelolaan lingkungan akibat adanya limbah yang ditimbulkan dari proses produksi industri elektroplating adalah sebagai berikut : Tahap Eliminasi Upaya ini ditujukan untuk mencegah atau menghilangkan kemungkinan terjadinya suatu gangguan lingkungan. Eliminasi umumnya dilakukan dengan mengubah spesifikasi suatu sumber gangguan sehingga potensi terjadinya gangguan tidak muncul. Misalnya, pendirian industri hanya boleh dilakukan di kawasan industri. Tahap Minimalisasi Upaya minimalisasi ditujukan untuk mengurangi atau meminimalkan pemunculan potensi terjadinya gangguan. Umumnya upaya ini dilakukan pada sumber gangguan. Misalnya, pengaturan jadwal produksi sehingga gangguan kebisingan dapat dikurangi. Tahap Maksimalisasi Maksimalisasi ditujukan untuk memaksimalkan pemunculan hal-hal yang bersifat positif. Upaya ini umumnya dapat juga dilakukan pada sumber gangguan. Misalnya, penambahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Tahap Pengendalian Upaya pengendalian ditujukan untuk membatasi besaran dan sebaran potensi gangguan. Misalnya, pengolahan limbah cair untuk mengurangi besarnya gangguan yang mungkin terjadi pada badan air penerima. Tahap Penanggulangan Upaya penanggulangan ditujukan untuk memperbaiki kerusakan atau kerugian yang nantinya terjadi pada lingkungan. Misalnya, melengkapi para pekerja dengan peralatan keselamatan kerja supaya tidak terjadi kecelakaan kerja. Tahap Pemulihan Pemulihan ditujukan untuk memulihkan kerusakan yang nantinya terjadi pada lingkungan. Dalam hal ini, pemilik harus mengembalikan lingkungan ke fungsi atau kondisi semula. Misalnya, upaya penanaman pohon di sekitar lokasi industri dan pemasangan alat pengendali pencemar udara untuk mengurangi pencemaran udara. 3.3 Potensi Limbah yang Dihasilkan dari Aktivitas Boiler Seperti yang telah diketahui bahwa saat ini boiler digunakan secara luas pada bermacam industri. Menurut studi BLH Propinsi Jawa Timur yang dilakukan dalam rentang , diketahui bahwa boiler/ketel uap dominan digunakan dalam proses produksi beberapa industri menengah dan menengah ke atas, diantaranya industri gula, industri enamel ware, industri tamben, industri penyamakan kulit, industri pulp and paper, serta industri pupuk dan petrokimia. Industri gula merupakan salah satu industri di Jawa Timur yang paling dominan menggunakan boiler guna mendapatkan steam untuk proses pengolahan selanjutnya. Namun, penggunaan boiler spesifik untuk industri yang ada di Kota Surabaya umumnya dominan digunakan pada industri enamel ware, industri sabun dan industri kertas. Potensi limbah yang dihasilkan dari proses operasional boiler perlu mendapat perhatian yang khusus karena selain industri besar banyak industri menengah dan kecil yang menggunakan alat ini dalam proses produksinya. Kuantitas limbah dari aktivitas ini akan semakin meningkat dan memerlukan pengelolaan secara terpadu. Limbah yang dihasilkan dalam operasional boiler ini secara umum dapat dibedakan menjadi : a. Limbah padat Limbah padat yang dihasilkan dari penggunaan boiler dapat berupa endapan/kerak. Endapan dalam boiler dapat diakibatkan dari kesadahan air umpan dan hasil korosi dari sistem kondensat dan air umpan. Kesadahan air umpan dapat terjadi karena kurangnya sistem pelunakan. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-2

32 Endapan dan korosi menyebabkan kehilangan efisiensi yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pipa boiler dan ketidakmampuan memproduksi steam. Endapan bertindak sebagai isolator dan memperlambat perpindahan panas. Sejumlah besar endapan diseluruh boiler dapat mengurangi perpindahan panas yang secara signifikan dapat menurunkan efisiensi boiler. Berbagai jenis endapan akan mempengaruhi efisiensi boiler secara berbedabeda, sehingga sangat penting untuk menganalisis karakteristik endapan. b. Limbah cair Limbah cair terutama di hasilkan dari pengolahan air internal dan eksternal untuk umpan dari boiler. Pengolahan internal adalah penambahan bahan kimia ke boiler untuk mencegah pembentukan kerak. Senyawa pembentuk kerak diubah menjadi lumpur yang mengalir bebas, yang dapat dibuang dengan blowdown. Pengolahan eksternal dengan menggunakan berbagai metoda untuk menghilangkan ion-ion yang dapat membentuk kerak (air sadah) juga akan menghasilkan limbah cair berupa lumpur yang mengandung ion-ion calcium dan magnesium. c. Limbah gas Limbah gas atau pencemaran udara yang dihasilkan dari aktivitas boiler sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas bahan bakar, dipengaruhi oleh penggunaan tungku pembakar, kehadiran udara berlebih dan effisiensi dari proses pembakaran. Penggunaan bahan bakar dengan kandungan hidrokarbon tinggi, rendah kadar S dan rendah kadar N, berpotensi menghasilkan emisi polutan gas lebih baik. Pada petunjuk teknis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai potensi pencemaran udara dari aktivitas boiler serta metoda atau cara pengendaliannya. Selain itu adanya standar operasional yang disusun akan sangat membantu pengendalian pencemaran dari aktivitas ini. 3.4 Pengaruh Jenis Bahan Bakar Boiler terhadap Emisi Gas Buang Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jenis serta kuantitas dari bahan bakar dapat menentukan emisi gas buang. Penggunaan bahan bakar baik padat maupun cair akan menghasilkan gas-gas seperti CO 2, SO 2, NO 2 dan abu, baik yang merupakan bottom ash maupun fly ash. Sedangkan metoda atau cara sederhana untuk menentukan emisi gas buang dari jenis bahan bakar boiler dapat dilakukan dengan stoikiometri reaksi kimia pembakaran, perhitungan dengan asumsi tipikal dari berbagai kondisi pembakaran rata-rata, atau dengan menggunakan data tipikal rata-rata emisi berbagai jenis bahan bakar serta hasil pengukuran lapangan. Perhitungan dengan stoikiometri reaksi kimia Perhitungan ini dengan asumsi bahwa pembakaran sempurna (pembakaran dengan rasio F/A yang sesuai dengan excess udara yang cukup akan menghasilkan pembakaran yang mendekati sempurna, perhitungan ini boleh digunakan sebagai pendekatan). Data yang dibutuhkan dalam perhitungan gas emisi dalam hal ini, antara lain: 1. Rumus kimia bahan yang akan dibakar, secara umum bahan bakar fosil terdiri atas C, H, O, N, S dengan rumus umum C a H b O c N d S e ; sehingga bisa dihitung reaksi stoikiometrinya dengan oksidasi (pembakaran sempurna) C a H b O c N d S e + f O 2 a CO 2 + b/2 H 2 O + e SO 2 + d NO 2 2. Berat molekul masing-masing senyawa yang ada pada stoikiometri 3. Kebutuhan bahan bakar tiap waktu atau dapat juga dihitung berdasarkan energi yang dihasilkan (per kw energi) Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-3

33 4. Jenis gas emisi dapat dilihat dari reaksi yang terjadi di atas, sangat berhubungan dengan kandungan unsur dalam rumus kimia bahan bakar. Sehingga jika bahan bakar hanya mengandung CHONS, maka emisi gas yang dihasilkan CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2 (pembakaran sempurna) atau C, CO, CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2 (pembakaran tidak sempurna, kekurangan pasokan udara; rasio F/A tidak terpenuhi) atau C, CO, CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2, dan uap bahan bakar (jika pembakaran pada suhu terlalu rendah). Contoh: Batu Bara, dengan asumsi umum rumus kimia C 100 H 85 S 21 N 15 O 95 Jika dalam suatu industri, untuk menghasilkan kw energi dibutuhkan 1 ton batubara, maka emisi yang dikeluarkan dapat dihitung dengan cara berikut, atau jika dalam industri tersebut dibutuhkan 2 ton batu bara tiap hari, maka dapat diestimasikan beban emisi yang dikeluarkan adalah sebagai berikut: Reaksi yang terjadi secara umum dan ideal: C 100 H 85 S 2.1 N 1.5 O O 2 100CO H 2 O + 2.1SO NO 2 Sehingga setiap 1 mol batu bara (1,525 kg) akan menghasilkan emisi sebanyak, (berat molekul batu bara = 1525 g/mol): CO 2 = 100 mol (BM = 44 g/mol) beban emisi = 44 g/mol x 100 mol = 4400 gram SO 2 = 2,1 mol (BM = 64 g/mol) beban emisi = 64 g/mol x 2,1 mol = 134,4 gram NO 2 = 1,5 mol (BM = 46 g/mol) beban emisi = 46 g/mol x 1,5 mol = 69 gram Untuk tiap 1 ton batu bara dengan jenis di atas maka beban emisi masing-masing gas (dapat juga dihitung per kw energi yang dihasilkan) CO 2 = (4,4 kg CO 2 /1,525 kg batu bara)*1000 kg/ 1 ton = 2885,45 kg CO 2 /ton batubara SO 2 = (0,1344 kg SO 2 /1,525 kg batu bara)*1000 kg/ 1 ton = 88,13 kg SO 2 /ton batubara NO 2 = (0,069 kg NO 2 /1,525 kg batu bara)*1000 kg/ 1 ton = 45,25 kg NO 2 /ton batubara Perhitungan emisi gas per kw energi CO 2 = 2885,45 kg CO 2 /ton batubara * 1 ton batubara/10000 kw =0,2885 kg/kw SO 2 = 88,13 kg SO 2 /ton batubara * 1 ton batubara/10000 kw =0,0088 kg/kw NO 2 = 45,25 kg NO 2 /ton batubara * 1 ton batubara/10000 kw =0,0045 kg/kw Atau jika diketahui kebutuhan batubara perwaktu, seperti kebutuhan batu bara 2 ton/hari, maka beban emisi tersebut adalah: CO 2 = 2885,45 kg CO 2 /ton batubara x 2 ton batu bara/hari = 5770,9 kg/hari = 240,45 kg/jam SO 2 = 88,13 kg SO 2 /ton batubara x 2 ton batu bara/hari = 176,26 kg/hari = 7,34 kg/jam NO 2 = 45,25 kg NO 2 /ton batubara 2 ton batu bara/hari = 90,5 kg/hari = 3,77 kg/jam Perhitungan dengan asumsi tipikal dari berbagai kondisi pembakaran rata-rata Perhitungan ini dengan asumsi bahwa pembakaran terjadi seperti keadaan rata-rata. Beberapa kemungkinan gas emisi dihasilkan dihitung berdasarkan analisis proximat kadar abu, kadar sulfur, kadar karbon (pada kasus ini kadar nitrogen dalam bahan bakar dianggap sesua perbandingan C dan S, secara umum). Data yang dibutuhkan dalam perhitungan gas emisi dalam hal ini, antara lain: Data analisis proksimat kadar abu (%), kadar S (%), kadar C (%) dan kebutuhan bahan bakar (ton/jam) Data-data lain diasumsikan mengikuti perbandingan dari data analisis proksimat di atas. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-4

34 Jenis gas emisi dapat dilihat dari reaksi yang terjadi di atas, dengan asumsi pembakaran tidak sempurna benar, sangat berhubungan dengan kandungan unsur dalam rumus kimia bahan bakar. Sehingga jika bahan bakar hanya mengandung CHONS, maka emisi gas yang dihasilkan CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2 (pembakaran sempurna) atau atau CO, CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2, dan uap bahan bakar atau hidro karbon (HC) (jika pembakaran pada suhu terlalu rendah) Kadar emisi dapat dihitung dengan pendekatan nilai sebagai berikut: A (ash) % Particullate (g/s) SOx (g/s) CO (g/s) HC (g/s) NOx (g/s) CO2 (g/s) S % 8A 19S 0,5 0,15 9 Bahan bakar (ton/jam) 8*A*BB* 1000/ *S*BB* 1000/3600 0,5*BB* 1000/3600 0,15*BB* 1000/3600 9*BB* 1000/3600 Kadar C (%) Catatan: A = kadar abu (%) BB = bahan bakar S = sulfur (%) Contoh: Dalam operasional pabrik dibutuhkan batu bara sebagai bahan bakar 12 ton/jam, jika data analisis bahan bakar menunjukkan kadar abu 8 %, kadar S 5 % dan kadar C 41 %, maka dapat diperkirakan emisi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Partikulat (g/s) = 8 x 8 x 12 x 1000/3600 = 213,33 g/s SOx (g/s) = 19 x 5 x 12 x 1000/3600 = 316,67 g/s CO (g/s) = 0,5 x 12 x 1000/3600 = 1,67 g/s HC (g/s) = 0,15 x 12 x 1000/3600 = 0,5 g/s NOx (g/s) = 9 x 12 x 1000/3600 = 30 g/s CO 2 (g/s) = 12 x 41 x (44/12) x 10000/36000 = 5011,11 g/s BB*C*(44/12)* 1000/3600 Perhitungan menggunakan data tipikal rata-rata emisi berbagai jenis bahan bakar serta hasil pengukuran lapangan. Secara umum, jenis emisi gas tergantung pada jenis dan kandungan bahan bakar yang digunakan dalam pembakaran. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran batu bara akan berbeda dengan emisi yang dihasilkan oleh premium, demikian juga dengan yang lainnya. Data yang dibutuhkan dalam penentuan gas emisi dalam hal ini, antara lain: Jenis bahan bakar yang digunakan akan menentukan secara kualitatif gas emisi yang dihasilkan. Secara umum, semua bahan bakar yang berasal dari senyawa hidrokarbon akan menghasilkan gas emisi berupa C, CO, CO 2, H 2 O dan HC, tergantung peroses kesempurnaan kondisi dan pembakarannya. Gas-gas lain yang dihasilkan tergantung jenis bahan bakar. Solar dan minyak industri bahan dasarnya mengandung N-organik dan S- organik, sehingga pembakarannya akan menghasilkan gas emisi SOx dan NOx, selain gas emisi di atas. Premium biasanya hanya akan menghasilkan tambahan gas emisi pertikulat mengandung Pb. Batu bara akan hampir sama dengan solar namun kadar SOx dan NOx biasanya lebih besar Jenis dan jumlah gas yang diemisikan dapat dianalisis langsung dengan metode analisis gas emisi. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-5

35 Selain berdasarkan perhitungan diatas, cara untuk menentukan jumlah gas buang yang dihasilkan adalah dengan menggunakan factor emisi. US EPA, mendekati pentuan emisi berdasarkan metoda ini. Pada Tabel 3.1 sampai dengan 3.5 berikut. Ukuran Furnace (10 6 Btu/jam heat input) Lebih besar dari 100 (utilitas dan luas boiler industri) Dihancurkan - Umum - Wet bottom - Dry bottom Tabel 3.1 Faktor Emisi dengan Batubara Tanpa Peralatan Pengendali Partikulat a (lb /ton batubara yang terbakar) 16A 13A d 17A 2A Sulfur Oksida b (lb /ton batubara yang terbakar) 38S 38S 38S 38S Karbon Monoksida (lb /ton batubara yang terbakar) Hidrokarbon c (lb /ton batubara yang terbakar) Nitrogen Oksida (lb /ton batubara yang terbakar) Aldehid (lb /ton batubara yang terbakar) hingga 100 (luas boiler industri komersial dan umum) spreader stoker e 13A f 38S Kurang dari 10 (furnace komersil dan domestik) underfed stoker 2A 38S Keterangan: a. Huruf A pada seluruh unit lainnya dibandingkan dengan peralatan hand-fired mengindikasikan bahwa berat persentase abu pada batubara harus multiple dari nilai yag diberikan. Contoh jika faktor adalah 16 dan kandungan abu 10 %, emisi partikulat sebelum peralatan pengendali harus 10 kali 16, atau 160 pon partikulat per ton batubara. b. S sama dengan kandungan sulfur. c. Merupakan methan. d. Tanpa penginjeksian kembali fly ash. e. Pada semua stoker yang menggunakan 5A untuk faktor emisi partikulat. f. Tanpa penginjeksian kembali fly ash. Dengan penginjeksian kembali fly ash menggunakan 20A. Nilai ini bukan merupakan faktor emisi tetapi merepresentasikan beban masuk pada peralatan pengendali. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-6

36 Tabel 3.2 Faktor Emisi dengan Menggunakan Bahan Bakar Minyak Tipe Boiler a Polutan Power Plant Industri dan komersil Domestik Residu Minyak Residu Minyak Distilasi Minyak Distilasi (lb/10 3 gal) (lb/10 3 gal) (lb/10 3 gal) (lb/10 3 gal) Partikulat b C C Sulfur dioksida d 157S 157S 142S 142S Sulfur triorida d 2S 2S 2S 2S Karbon monoksida e Hidrokarbon (total, sebagai CH 4 ) f Nitrogen oksida 105 (50) 8 gh 60 fi (total, sebagai NO 2 ) Keterangan: a. Boiler bisa diklasifikasikan, secara kasar, berdasarkan gross-nya (lebih tinggi) tingkat heat input sebagai berikut: - Boiler power plant (utilitas) : lebih besar daripada 250 x 10 6 Btu/jam. - Boiler industri : lebih besar daripada 15 x 10 6 tetapi kurang dari 250 x 10 6 Btu/jam. - Boiler komersil : lebih besar daripada 0,5 x 10 6 tetapi kurang dari 15 x 10 6 Btu/jam. - Boiler domestik (residen) : kurangb dari 0,5 x Btu/jam. b. Partikulat pada tabel tersbut didefinisikan sebagai material yang dikumpulkan oleh EPA metode 5. c. Faktor emisi partikulat untuk pembakaran minyak residu, secara rata-rata dideskripsikan paling baik, yang berfungsi sebagai tingkatan bahan bakar minyak dan kandungan sulfur, seperti berikut ini. Minyak tingkat 6 : lb/10 3 gal = 10 (S) + 3 Dimana : S adalah persentase dari berat sulfur pada minyak. Minyak tingkat 5 : 10 lb/10 3 gal Minyak tingkat 4 : 7 lb/10 3 gal d. S adalah persentase dari berat sulfur pada minyak. e. Emisi karbon monoksida bisa meningkat oleh faktor 10 hingga 100 jika sebuah unit dioperasikan tidak tepat atau tidak dirawat dengan baik. f. Emisi hidrokarbon secara umum dapat diabaikan kecuali jika tidak dirawat dengan baik. Pada kasus emisi dapat meningkat oleh besarnya beberapa orde. g. Menggunakan 50 lb/10 3 gal untuk boiler secara tangensial dan 105 lb/10 3 gal untuk lainnya, pada beban masuk penuh dan normal (lebih besar dari 15 %) kelebihan udara. Pada pengurangan beban masuk, emisi NO x tereduksi sebesar 0,5 hingga 1 persen, secara rata-rata untuk setiap persentase reduksi pada boiler load. h. Beberapa modifikasi pembakaran bisa ditujukan untuk mereduksi NO x ; (1) keterbatasan kelebihan udara pembakaran bisa mereduksi emisi NO x sebesar 5 hingga 30 persen. (2) pembakaran bertahap bisa mereduksi emisi NO x sebesar 20 hingga 45 persen, dan (3) resirkulasi buangan gas bisa mereduksi emisi NO x sebesar 10 hingga 45 persen. Modifikasi kombinasi telah diterapkan untuk mereduksi emisi NO x sebanyak 60 % pada boiler tertentu. i. Emisi nitrogen oksida dari pembakaran sisa minyak di boiler komersil dan industri sangat tergantung pada kandungan nitrogen pada bahan bakar dan bisa terpisah secara akurat berdasarkan hubungan empirik berikut; lb NO 2 /10 3 gal = (N) 2 Dimana N adalah persentase dari berat nitrogen pada minyak. Catatan : untuk minyak residu mempunyai kandungan yang tinggi (lebih besar dari 0,5 % dari berat), satu harus menggunakan 120 lb NO 2 /10 3 gal sebagai faktor emisi. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-7

37 Tabel 3.3 Faktor Emisi untuk Pembakaran Gas Alam Tipe Unit Polutan Power Plant Proses Boiler Industri Domestik dan Komersil Heating (lb/mcf gas) (lb/mcf gas) (lb/mcf gas) Partikulat Sulfur oksida (SO 2 ) Karbon monoksida Hidrokarbon (sebagai CH 4 ) Nitrogen oksida (NO 2 ) 700 b ( ) c (80-120) d Keterangan : a. Berdasarkan kandungan sulfur rata-rata gas alam 2000 gr/million cubic feet (MMCF). b. Menggunakan 300 lb/mcf untuk unit pembakaran secara tangensial. c. Hal ini merepresentasikan kisaran tipikal boiler industry. Untuk unit industri besar (lebih besar dari 100 MMBtu/hour) mengunakan factor NO x untuk power plant. d. Menggunakan 80 untuk unit domestik heating dan 120 untuk unit komersil. Tabel Lampiran 3.4 Faktor Emisi untuk Pembakaran Kulit Kayu dan Limbah Kayu Polutan Emisi (lb/ton) Partikulat a Kulit kayu b - Dengan penginjeksian kembali fly ash c 75 - Tanpa penginjeksian kembali fly ash 50 Pengadukan kayu / kulit kayu b - Dengan penginjeksian kembali fly ash c 45 - Tanpa penginjeksian kembali fly ash 30 Wood d 5-15 Sulfur oksida (SO 2 ) e 1.5 Karbon monoksida f 2-60 Hidrokarbon f 2-70 Nitrogen oksida (NO 2 ) 10 Keterangan : a. Faktor emisi ini ditentukan untuk pembakaran gas boiler atau minyak sebagai bahan bakar penolong, dan diasumsikan seluruh partikulat yang dihasilkan dari limbah bahan bakar terpisah. Ketika batubara dibakar sebagai bahan bakar penolong, faktor emisi yang tepat pada tabel di atas harus digunakan untuk penambahan faktor. b. Faktor-faktor tersebut tergantung pada kandungan uap air terbakar sebesar 50 %. c. Faktor ini merepresentasikan tipikal beban masuk debu pada alat pengendali untuk boiler dengan penginjeksian kembali fly ash. d. Limbah ini termasuk bersih, kering (kandungan uap air 5 hingga 50 %) serbuk gergaji, serutan, dan bukan kulit kayu. Untuk desain dan pengoperasian yang baik menggunakan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-8

38 nilai yang lebih rendah dan nilai yang lebih tinggi untuk lainnya. Faktor ini menunjukkan kandungan uap air terbakar dengan mengasumsikan tidak ada penginjeksian kembali fly ash. e. Faktor ini dihitung oleh asumsi keseimbangan material kandungan sulfur maksimum 0,1 % pada limbah. Ketika bahan bakar penolong terbakar, faktor yang tepat dari tabel di atas harus digunakan pada penambahan untuk menentukan emisi sulfur oksida. f. Menggunakan nilai yang lebih rendah untuk desain dan pengoperasian yang baik. Berdasarkan berbagai metoda diatas maka dapat disimpulkan gas-gas emisi dari pembakaran bahan bakar di boiler dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 3.5 berikut. Tabel Lampiran 3.5 Pengelompokan Gas Buang Berdasarkan Jenis Bahan Bakar No Jenis Bahan Bakar Jenis gas emisi/ polutan 1 Solar C, CO, CO 2, SOx, NOx, HC, partikulat 2 Premium C, CO, CO 2, HC, partikulat-pb 3 Batu bara C, CO, CO 2, SOx, NOx, HC, partikulat, fly ash dan bottom ash 4 Minyak industri C, CO, CO 2, SOx, NOx, HC, partikulat 5 Bagas/residu C, CO, CO 2, SOx, NOx, HC, partikulat Selain jenis dari bahan bakar, udara berlebih sangat diperlukan untuk menjamin pembakaran yang secara stoikiometrik sempurna dan untuk memperoleh variasi pembakaran sehingga menjamin kondisi cerobong yang memuaskan untuk beberapa bahan bakar. Tingkat optimal udara berlebih untuk efisiensi boiler akan maksimum jika pembakaran tidak sempurna dan kehilangan panas dalam gas buang diminimalkan. Tingkatan ini berbeda-beda tergantung rancangan tungku, jenis burner, bahan bakar dan variabel proses. Hal ini dapat ditentukan dengan melakukan berbagai uji dengan perbandingan bahan bakar dan udara yang berbedabeda. Pada Tabel 3.6 dan 3.7 berikut dapat dilihat jumlah udara dan jumlah udara berlebih yang digunakan dalam pengoperasian boiler, tergantung dari jenis bahan bakar dan tungku yang digunakan. Tabel 3.6 Data Pembakaran Teoritis Bahan Bakar Boiler Biasa Bahan bakar kg udara yang diperlukan/kg bahan bakar Bahan bakar padat Bagas 3,3 Batubara (bituminus) 10,7 Lignit 8,5 Sekam Padi 4,5 Kayu 5,7 Bahan bakar cair Minyak Bakar 13,8 LSHS 14,1 Sumber : Badan Produktivitas Nasional, pengalaman lapangan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-9

39 Tabel 3.7 Jumlah Udara Berlebih untuk Berbagai Bahan Bakar Bahan bakar Jenis Tungku atau Burners Udara Berlebih (persen berat) Batubara halus Tungku dengan pendingin air lengkap untuk penghilangan kerak pada kran atau abu kering Tungku dengan pendingin air sebagian untuk penghilangan abu kering Batubara Spreader stoker Water-cooler vibrating-grate stokers Chain-grate and traveling-grate stokers Underfeed stoker Bahan bakar minyak Burner minyak, jenis register Burner multi-bahan bakar dan nyala datar Gas alam Burner tekanan tinggi 5-7 Kayu Dutch over (10-23 persen melalui grate) dan jenis Hofft Bagas Semua tungku Black liquor Tungku pemanfaatan kembali untuk proses draft dan sodapulping Sumber : Badan Produktivitas Nasional, pengalaman lapangan Penggunaan bahan bakar dan udara berlebih akan sangat mempengaruhi proses di dalam boiler dan juga potensi pencemaran yang akan dihasilkan. Sebagai contoh bahan bakar (fuel) yang memiliki kandungan hidrokarbon tinggi, rendah kadar S dan rendah kadar N, berpotensi menghasilkan emisi polutan gas lebih baik. Hidrokarbon murni hanya akan melepaskan CO 2 dan H 2 O, jika dibakar dengan sempurna, tidak ada polutan lain. Namun jika bahan bakar yang digunakan mengandung ash yang tinggi, kadar S-organik tinggi, dan kadar N-organik tinggi, maka dalam proses pembakaran akan dihasilkan CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2 (pembakaran sempurna) atau atau CO, CO 2, H 2 O, SO 2, NO 2, dan uap bahan bakar atau hidro karbon (HC) (jika pembakaran pada suhu terlalu rendah). Selain itu, proses yang efisien dan tidak banyak kehilangan panas akan sangat menghemat kebutuhan bahan bakar dan ini terkait erat dengan jumlah emisi akan dihasilkan karena kuantitas gas emisi akan sebanding dengan konsumsi bahan bakar yang digunakan. 3.5 Standar Operasional Pengendalian Pencemaran Seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa pengoperasian boiler dengan bahan bakar yang berbeda baik dari kualitas maupun kuantitasnya akan menghasilkan pencemar yang berbeda. Emisi gas buang pada pengoperasian boiler sangat tergantung dari penggunaan bahan bakar dan effisiensi proses boiler sendiri. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam operasional dan pemeliharaan boiler terutama terkait dengan kualitas dari air umpan yang digunakan dalam proses pemanasan, pemasan dan pengedalian suhu serta pengendalian penggunaan udara berlebih. Selain itu berbagai upaya perlu dilakukan untuk meminimalkan kuantitas limbah yang dihasilkan dari operasional boiler. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-10

40 Beberapa standar operasional prosedur yang dapat dilakukan untuk mengendalian dampak pencemaran yang diakibatkan dari aktivitas boiler : 1. Menjaga kualitas air umpan Kotoran yang ditemukan dalam boiler tergantung pada kualitas air umpan, dan semakin tinggi tekanan operasi boiler akan semakin besar sensitifitas terhadap kotoran. Pada pengoperasian boiler, maka makin tinggi tekanan akan membutuhkan air umpan dengan kualitas yang makin tinggi. Berikut ini rekomendasi batas air umpan yang diaplikasikan untuk operasional boiler (Tabel 3.8). Sedangkan untuk Tabel 3.9 merupakan rekomendasi batas air boiler. Tabel 3.8 Rekomendasi Batas Air Umpan (IS 10392, 1982) Faktor Hingga 20 kg/cm kg/cm kg/cm 2 Total besi (maks.) 0,05 0,02 0,01 ppm Total tembaga (maks.) 0,01 0,01 0,01 ppm Total silika (maks.) 1,0 0,3 0,1 ppm Oksigen (maks.) ppm 0,02 0,02 0,01 Residu hidrasin ppm ,02-0,04 ph pada 250C 8,8-9,2 8,8-9,2 8,8-9,2 Kesadahan, ppm 1,0 0,5 --- Tabel 3.9 Rekomendasi Batas Air Boiler (IS 10392, 1982) Faktor Hingga 20 kg/cm kg/cm kg/cm 2 TDS, ppm Total padatan besi terlarut ppm Konduktivitas listrik spesifik pada 25o C (mho) Residu fosfat ppm ph pada 250C 10-10, ,5 9,8-10,2 Silika (maks.) ppm Monitoring efisiensi energi dalam sistem boiler Hal yang sangat penting dalam menurunkan potensi pencemaran dalam pengoperasian boiler adalah meningkatkan efisiensi energy. Hal-hal demikian akan sangat berhubungan dengan pembakaran, perpindahan panas, kehilangan yang dapat dihindarkan, konsumsi energi untuk alat pembantu, kualitas air dan blowdown. Ada beberapa standar opersional dan pemeliharran yang harus dilaksanakan antara lain : 1. Pengendalian suhu cerobong Suhu cerobong harus dijaga agar tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi (kisaran yang direkomendasikan cukup aman adalah sekitar 140 C atau sekitar 200 C, tergantung Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-11

41 sistem dan bahan bakar yang digunakan). Jika suhu tersebut terlalu rendah maka uap air dan asam (terutama hasil pada pembakaran bahan bakar bersulfur) akan mengembun pada dinding cerobong.adanya embun-embun ini akan menyebabkan korosi lebih cepat. Jika suhu cerobong terlalu besar (lebih dari 200 C), maka patut dicurigai telah terjadi pembentukan kerak pada sistem-sistem perpindahan panas, sehingga perlu dilakukan pembersihan air boiler atau pada sisi-sisi cerobong. Atau jika tidak ada masalah maka kelebihan panas tersebut bisa dimanfaatkan kembali (untuk memanaskan awal air umpan atau udara pembakaran). 2. Pemanasan awal air umpan menggunakan economizers Biasanya untuk boiler modern 3 pass, gas buang yang meninggalkan shell bersuhu 200 hingga 300 C. Sedangkan gas buang yang keluar dari sebuah boiler biasanya dijaga minimal pada 200 C (sehingga sulfur oksida dalam gas buang tidak mengembun dan menyebabkan korosi pada permukaan perpindahan panas). Untuk penggunaan bahan bakar bersih seperti gas alam, LPG atau minyak gas, (karena kandungan sulfur hamper tidak ada atau bahkan tidak ada, maka potensi sulfur oksida juga tidak ada) maka ekonomi pemanfaatan kembali panasnya harus ditentukan sebagaimana suhu gas buangnya bisa dibawah 200 C. Potensi penghematan energinya tergantung pada jenis boiler terpasang dan bahan bakar yang digunakan. Untuk shell boiler dengan model lebih tua, dengan suhu gas cerobong keluar 260 oc, harus digunakan sebuah economizer untuk menurukan suhunya hingga 200 oc, yang akan meningkatkan suhu air umpan sebesar 15 C. Kenaikan dalam efisiensi termis akan mencapai 3 persen. Untuk shell boiler modern dengan 3 pass yang berbahan bakar gas alam dengan suhu gas cerobong yang keluar 140 oc, sebuah economizer pengembun akan menurunkan suhu hingga 65 C serta meningkatkan efisiensi termis sebesar 5 persen. 3. Minimalisasi pembakaran yang tidak sempurna Pembakaran yang tidak sempurna akan menyebabkan tidak optimalnya konversi energy dari bahan bakar menjadi panas, sehingga menyebabkan ketidak efisienan penggunaan bahan nakar. Disamping itu juga akan mengakibatkan timbulnya pencemar udara maupun patikulat. Pembakaran yang tidak sempurna dapat timbul karena kurang terpenuhinya rasio bahan bakar terhadap ketersediaan udara, disebabkan kurangnya udara atau kelebihan bahan bakar atau buruknya pendistribusian bahan bakar. Secara kasat mata dapat dilihat akibat pembakaran tidak sempurna adalah warna pembakaran (api) dan timbulnya asap yang tidak normal. Kondisi ini harus segera mendapatkan evaluasi. Berbagai sebab dapat ditelusuri untuk mengatasi masalah demikian, dan harus segera diperbaiki. Dalam sistim pembakaran minyak dan gas, adanya CO atau asap (hanya untuk sistim pembakaran minyak) dengan udara normal atau sangat berlebih menandakan adanya masalah pada sistim burner. Terjadinya pembakaran yang tidak sempurna disebabkan jeleknya pencampuran udara dan bahan bakar pada burner. Beberapa penyebabnya antara lain: viskositas yang tidak tepat, ujung burner yang tidak normal akibat perubahan struktur atau adanya pengotor seperti karbonisasi pada ujung burner, dan kerusakan pada diffusers atau pelat spinner. Pada pembakaran bahan bakar, karbon yang tidak terbakar (jika mencapai lebih dari 2 %) dapat merupakan kehilangan yang besar dan sangat menurunkan efisiensi pembakaran. Ukuran bahan bakar yang tidak seragam dapat juga menjadi penyebab tidak sempurnanya pembakaran. Bongkahan besar tidak akan terbakar sempurna, sementara potongan yang kecil dan halus dapat menghambat aliran udara, sehingga menyebabkan buruknya distribusi udara. Pada sprinkler stokers, kondisi grate stoker, distributor bahan bakar, pengaturan udara dan sistim pembakaran berlebihan dapat mempengaruhi kehilangan karbon. Meningkatnya partikel halus pada batubara juga meningkatkan kehilangan karbon. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-12

42 4. Pengendalian udara berlebih Udara berlebih sangat diperlukan untuk menjamin pembakaran yang secara stoikiometrik sempurna dan untuk memperoleh variasi pembakaran sehingga menjamin kondisi cerobong yang memuaskan untuk beberapa bahan bakar. Tingkat optimal udara berlebih untuk efisiensi boiler akan maksimum jika pembakaran tidak sempurna dan kehilangan panas dalam gas buang diminimalkan. Tingkatan ini berbeda-beda tergantung rancangan tungku, jenis burner, bahan bakar dan variabel proses. Hal ini dapat ditentukan dengan melakukan berbagai uji dengan perbandingan bahan bakar dan udara yang berbeda-beda. Pada Tabel 3.10 dan 3.11 berikut dapat dilihat hubungan antara bahan bakar dengan udara berlebih dan persen CO 2 yang dihasilkan. Tabel 3.10 Data Pembakaran Teoritis Bahan Bakar Boiler Biasa Bahan bakar kg udara yang diperlukan/kg bahan bakar Persen CO 2 dalam gas buang yang dicapai dalam praktek Bahan bakar padat Bagas 3, Batubara (bituminus) 10, Lignit 8, Sekam Padi 4, Kayu 5,7 11,13 Bahan bakar cair Minyak Bakar 13, LSHS 14, Sumber : Badan Produktivitas Nasional, pengalaman lapangan Tabel 3.11 Jumlah Udara Berlebih untuk Berbagai Bahan Bakar Bahan bakar Jenis Tungku atau Burners Udara Berlebih (persen berat) Batubara halus Tungku dengan pendingin air lengkap untuk penghilangan kerak pada kran atau abu kering Tungku dengan pendingin air sebagian untuk penghilangan abu kering Batubara Spreader stoker Water-cooler vibrating-grate stokers Chain-grate and travelinggrate stokers Underfeed stoker Bahan bakar minyak Burner minyak, jenis register Burner multi-bahan bakar dan nyala datar Gas alam Burner tekanan tinggi 5-7 Kayu Dutch over (10-23 persen melalui grate) dan jenis Hofft Bagas Semua tungku Black liquor Tungku pemanfaatan kembali untuk proses draft dan sodapulping Sumber : Badan Produktivitas Nasional, pengalaman lapangan Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-13

43 \ Berbagai macam metode yang tersedia untuk mengendalikan udara berlebih: Alat analisis oksigen portable dan draft gauges dapat digunakan untuk membuat pembacaan berkala untuk menuntun operator menyetel secara manual aliran udara untuk operasi yang optimum. Penurunan udara berlebih hingga 20 persen adalah memungkinkan. Metode yang paling umum adalah penganalisis oksigen secara sinambung dengan pembacaan langsung ditempat, dimana operator dapat menyetel aliran udara. Penurunan lebih lanjut 10 15% dapat dicapai melebihi sistim sebelumnya. Alat analisis oksigen sinambung yang sama dapat memiliki pneumatic damper positioned yang dikedalikan dengan alat pengendali jarak jauh, dimana pembacaan data tersedia di ruang kendali. Hal ini membuat operator mampu mengendalikan sejumlah sistim pengapian dari jarak jauh secara serentak. Sistim yang paling canggih adalah pengendalian damper cerobong otomatis, yang karena harganya hanya diperuntukkan bagi sistim yang besar 5. Pengendalian blowdown secara otomatis Blowdown kontinyu yang tidak terkendali sangatlah sia-sia. Pengendali blowdown otomatis dapat dipasang yang merupakan sensor dan merespon pada konduktivitas air boiler dan ph. 6. Pengurangan pembentukan jelaga pada cerobong Jelaga yang terbentuk pada pipa akan bertindak sebagai isolator perpindahan panas. Suhu cerobong yang meningkat merupakan tanda terbentuknya endapan jelaga yang berlebihan. Suhu cerobong harus diperiksa dan dicatat secara teratur sebagai indikator pengendapan jelaga. Bila suhu gas meningkat ke sekitar 20 oc diatas suhu boiler yang baru dibersihkan, maka waktunya untuk membuang endapan jelaga. Oleh karena itu direkomendasikan untuk memasang termometer jenis dial pada dasar cerobong untuk memantau suhu gas keluar cerobong. Diperkirakan bahwa 3 mm jelaga dapat mengakibatkan kenaikan pemakaian bahan bakar sebesar 2,5 persen disebabkan suhu gas cerobong yang meningkat. Pembersihan berkala pada permukaan tungku radiant, pipa-pipa boiler, economizers dan pemanas udara mungkin perlu untuk menghilangkan endapan yang sulit dihilangkan tersebut. 7. Pengurangan pembentukan kerak Hasil yang sama juga akan terjadi karena pembentukan kerak pada sisi air. Suhu gas keluar yang tinggi pada udara berlebih yang normal menandakan buruknya kineja perpindahan panas. Kondisi ini dapat diakibatkan dari pembentukan endapan secara bertahap pada sisi gas atau sisi air. Pembentukan endapan pada sisi air memerlukan sebuah tinjauan pada cara pengolahan air dan pembersihan pipa untuk menghilangkan endapan. Diperkirakan kehilangan efisiensi 1 persen terjadi pada setiap kenaikan suhu cerobong 22 o C. 8. Penjadwalan boiler yang tepat Karena efisiensi optimum boiler terjadi pada persen dari beban penuh, biasanya akan lebih efisien, secara keseluruhan, untuk mengoperasikan lebih sedikit boiler pada beban yang lebih tinggi daripada mengoperasikan dalam jumlah banyak pada beban yang rendah. 9. Penggantian boiler Evaluasi secara menyeluruh terhadap efisiensi boiler dan penurunan efisiensi yang telah direncanakan, memungkinkan opsi penggantian boiler. Penggantian boiler akan lebih baik dan lebih ekonomis secara finansial jika boiler yang ada: Tua dan tidak efisien Tidak mampu mengganti bahan bakar yang lebih murah dalam pembakarannya Ukurannya melampaui atau dibawah persyaratan yang ada Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-14

44 Tidak dirancang untuk kondisi pembebanan yang ideal 10. Pengecekan effisiensi boiler dapat menggunakan form berikut : LEMBAR KERJA EFISIENSI BOILER No. Parameter Satuan Pembacaan 1 Analisis ultimate Karbon % Hidrogen % Oksigen % Sulfur % Nitrogen % Kadar Air % Abu % 2 GCV Bahan Bakar Kkal/kg 3 Oksigen dalam Gas Buang % 4 Suhu Gas Buang (Tf) 5 Suhu Ambien (Ta) 0C 6 Kelembaban Udara Kg/kg udara kering 7 Bahan yang mudah terbakar dalam Abu % 8 GCV Abu Kkal/kg 9 Pasokan Udara Berlebih (EA) % (O 2 x 100)/(21 O 2 ) 10 Kebutuhan udara teoritis (TAR) kg/kg [11 x C + {34,5 x (H2 O2/8)} + 4,32 x S]/100 bahan bakar 11 Massa udara aktual yang dipasok kg/kg {1 + EA/100} x udara teoritis bahan bakar 12 Persen panas yang hilang karena gas buang kering % {k x (Tf Ta)} / persen CO2 Dimana, k (Konstanta Seigert) = 0,65 untuk Batubara = 0,56 untuk Minyak = 0.,40 untuk Gas Alam 13 Persen panas yang hilang karena penguapan air yang terbentuk dari H2 dalam bahan bakar [9 x H2 { ,45(Tf Ta)}]/ GCV Bahan bakar 0 C 0 C % Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-15

45 14 Persen panas yang hilang karena penguapan uap air dalam bahan bakar % [M x { ,45 x (Tf Ta)}] / GCV Bahan bakar 15 Persen panas yang hilang karena kadar air dalam udara % {AAS x Kelembaban x 0,45 (Tf Ta) x 100} / GCV Bahan bakar 16 Persen panas yang hilang karena bahan yang mudah terbakar/combustible dalam abu % {Abu x (100 combustible dlm abu) x GCV Abu x 100} / GCV Bahan bakar 17 Kehilangan Total % 18 Efisiensi % Pemeriksaan boiler secara berkala Terkait dengan operasional dari boiler, maka diperlukan adanya upaya untuk menjada agar proses tetap berjalan secara effisien. Perlu dilakukan monitoring secara rutin untuk memeriksa kelengkapan dari boiler serta memonitoring air dan uap yang diumpankan ke dalam boiler. Adapun pemerikasaan rutin untuk boiler agar dapat menjaga efisiensi dapat dilakukan dengan cara : 1. Secara rutin melakukan pengecekan untuk pintu masuk dan sambungan plat, yakinkan kedap udara 2. Melakukan monitoring terhadap seluruh sistim sambungan cerobong. Dimana jaringan harus tertutup secara efektif dan diisolasi 3. Dinding boiler dan bagian-bagiannya harus diisolasi secara efektif 4. Melakukan pengecekan apakah boiler telah ditutup secara seksama Sedangkan monitoring terhadap air umpan dan uap adalah sebagai berikut : 1. Air yang diumpankan ke boiler harus memenuhi spesifikasi yang diberikan oleh pabrik pembuatnya. 2. Air harus bersih, tidak berwarna dan bebas dari kotoran yang tersuspensi. 3. Kesadahan nol. Maksimum 0,25 ppm CaCO 3, untuk mengurangi pembentukan kerak pada boiler 4. O 2 terlarut kurang dari 0,02 mg/l. Hal ini terkait dengan jika adanya sulfur maka akan membentuk SO2 yang mengakibatkan korosi. 5. ph netral 7-8; dimana konsentrasi CO 2 harus dijaga rendah 6. Air harus bebas dari minyak, karena akan menyebabkan priming 3.6 Pelaporan Secara rutin monitoring dan pengecekan harus dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proses pengoerasian serta pengendalian limbah berfungsi dengan baik. Sistem pelaporan dapat digunakan sebagai database untuk mengetahui kondisi eksisting operasi dan sebagai dasar untuk memperbaiki kerusakan pada saat alat tidak dapat beroperasi. Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-16

46 LEMBAR KERJA DATA BOILER No. Parameter Satuan Pembacaan 1 Jenis Boiler 2 Jumlah Steam yang Dihasilkan TPJ 3 Tekanan Steam Kg/cm2 (g) 4 Suhu Steam 0 C 5 Bahan Bakar yang Digunakan (Batubara/Minyak/Gas dll.) 6 Jumlah Pemakaian Bahan Bakar TPJ 7 GCV Bahan Bakar kkal/kg 8 Suhu Air Umpan 0 C 9 Oksigen dalam Gas Buang % 10 Suhu Gas Buang (Tf) % 11 Suhu Ambien (Ta) % 12 Kelembaban Udara Kg/kg udara kering 13 Bahan yang Mudah Terbakar Dalam Abu % 14 GCV Abu kkal/kg LEMBAR KERJA ANALISA BAHAN BAKAR No. Parameter Satuan Pembacaan 1 Analisis ultimate Karbon % Hidrogen % Oksigen % Sulfur % Nitrogen % Kadar Air % Abu % 2 GCV Bahan Bakar Kkal/kg Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-17

47 DAFTAR PERIKSA BERKALA BOILER Sistim Harian Mingguan Bulanan Tahunan Blowdown (BD) dan Pengolahan Air Periksa klep BD tidak bocor. BD tidak berlebihan --- Yakinkan terjadi penumpukan bahan padat --- Sistim Air Umpan Gas Buang Periksa dan betulkan ketinggian air Periksa suhu pada dua titik yang berbeda Periksa pengendali tidak ada Penerima kondensat, pompa sistim deaerator Ukur suhu dan bandingkan komposisinya pada pembakaran yang berbagai dan setel klep yang telah direkomendasikan sama dengan mingguan dan bandingkan dengan pembacaan sebelumnya Sama dengan mingguan, rekam acuannya Pasokan Udara Pembakaran Periksa kecukupan pembukaan pada udara masuk. Bersihkan lintasan Burners Karakteristik operasi boiler Klep pertolongan Tekanan Steam Sistim Bahan Bakar Belt untuk gland packing Periksa apakah beroperasi baik. Mungkin perlu pembersihan beberapa kali dalam sehari. Periksa beban berlebih yang dapat menyebabkan variasi berlebih pada tekanan Bersihkan burners, pilot assemblies, periksa kondisi celah percikan elektroda pada burners Amati kegagalan nyala api dan karakteristiknya Periksa dari kebocoran Sama dengan mingguan Peiksa pompa, pengukur tekanan, alur perpindahan. Bersihkan. Periksa kerusakan Periksa gland packing dari kebocoran dan kompresi yang tepat Sama dengan mingguan, bersihkan dan rekondisikan Ambil dan rekondisikan Bersihkan dan rekondisikan sistim Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-18

48 Kebocoran udara pada permukaan sisi air dan sisi api Kebocoran udara Refraktori pada sisi bahan bakar Sistim ke listrikan Bersihkan panel luar Periksa panel dibagian dalam Klep hidrolik dan pneumatik Bersihkan peralatan, hindari tumpahan minyak dan kebocoran udara Bersihkan permukaan setiap tahun sebagaimana rekomendasi pabrik pembuatnya. Periksa kebocoran disekitar akses pembukaan dan nyala api Perbaiki Bersihkan, perbaiki terminal dan kontak-kontak dll. Perbaiki seluruh kerusakan dan periksa operasi yang semestiya Badan Lingkungan Hidup (BLH)-Surabaya 3-19

49 Anonim Teknologi Energi. ( Anonim Keselamatan Industri : Prosedur Keamanan Operasi Boiler. ( Boiler). Boedisantoso, R Teknologi Pengendalian Pencemar Udara. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknis Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Departments of The Army and The Air Force Air Pollution Control Systems for Boilers and Incenerators. Washington D.C. Harnadi, T Mengenal Ketel Uap. ( UNEP Thermal Energy Equipment : Boilers and Thermic Fluid Heaters. Energy Efficiency Guide for Industry in Asia ( i

50 LAMPIRAN 1.1 Boiler Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Dalam proses ini, air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumnya akan meningkat sekitar kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat baik (UNEP, 2006) Kegunaan Boiler Boiler atau lebih dikenal sebagai ketel uap pada dasarnya adalah sebuah bejana yang dipergunakan sebagai tempat untuk memproduksi uap (steam). Uap dari pemanasan air dalam boiler dilakukan pada temperatur tertentu untuk kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Boiler/ketel uap menggunakan bermacam bahan bakar untuk mendidihkan air, seperti batubara, minyak, listrik, gas, biomassa, nuklir dan lain-lain (Anonim, 2010). Boiler/ketel uap merupakan bagian terpenting dari penemuan mesin uap yang merupakan pemicu lahirnya revolusi industri, sehingga saat ini boiler digunakan secara luas pada bermacam industri, seperti industri pembangkit listrik, industri pangan, industri pengolahan kelapa sawit, industri kimia, industri farmasi, industri tekstil dan garmen, dan sebagainya (Harnadi, 2008). Pemanfaatan Uap Uap yang dihasilkan dari boiler digunakan dalam plan/pabrik untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Turbin drive (penggerak turbin) untuk peralatan pembangkit listrik, blower dan pompa 2. Proses-proses dengan sistem kontak langsung dengan produk, kontak langsung sterilisasi dan untuk pemrosesan temperatur (non-kontak) 3. Pemanas dan pendingin udara untuk kenyamanan dan peralatan Efisiensi dicapai dalam generasi/pembangkitan uap sangat bergantung pada kemampuan sistem untuk terkondensasi kembali uap dengan siklus operasi. Banyak sistem yang dijelaskan di atas, sebagian besar uap terkondensasi kembali dengan siklus generasi. L-1

51 Gambar Lampiran 1. Diagram Skematis Ruang Boiler Proses Kerja Boiler Secara Umum Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai tekanan, temperatur, dan laju aliran yang menentukan pemanfaatan steam yang akan digunakan. Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler dikenal dalam dua keadaan, yaitu keadaan tekanan-temperatur rendah (low pressure/lp), dan keadaan tekanan-temperatur tinggi (high pressure/hp). Dengan perbedaan itu, (1) steam yang keluar dari sistem boiler dimanfaatkan dalam suatu proses untuk memanaskan cairan dan menjalankan suatu mesin (commercial and industrial boilers), atau (2) membangkitkan energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi mekanik kemudian memutar generator sehingga menghasilkan energi listrik (power boilers). Namun, ada juga yang menggabungkan kedua sistem boiler tersebut, yang memanfaatkan tekanan-temperatur tinggi untuk membangkitkan energi listrik, kemudian sisa steam dari turbin dengan keadaan tekanantemperatur rendah dapat dimanfaatkan ke dalam proses industri dengan bantuan heat recovery boiler. Sistem boiler terdiri dari sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan dari sistem air umpan, penanganan air umpan diperlukan sebagai bentuk pemeliharaan untuk mencegah terjadi kerusakan dari sistem steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua perlatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem (UNEP, 2006). Komponen-komponen boiler perlu diketahui untuk mendukung terciptanya steam, antara lain sebagai berikut (Anonim, 2008): L-2

52 Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran bahan bakar. Beberapa bagian dari furnace siantaranya : refractory, ruang perapian, burner, exhaust for flue gas, charge and discharge door. Steam Drum Komponen ini merupakan tempat penampungan air panas dan pembangkitan steam. Steam masih bersifat jenuh (saturated steam). Superheater Komponen ini merupakan tempat pengeringan steam dan siap dikirim melalui main steam pipe dan siap untuk menggerakkan turbin uap atau menjalankan proses industri. Air Heater Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan udara luar yang diserap untuk meminimalisasi udara yang lembab yang akan masuk ke dalam tungku pembakaran. Economizer Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan air dari air yang terkondensasi dari sistem sebelumnya maupun air umpan baru. Safety valve Komponen ini merupakan saluran buang steam jika terjadi keadaan dimana tekanan steam melebihi kemampuan boiler menahan tekanan steam. Blowdown valve Komponen ini merupakan saluran yang berfungsi membuang endapan yang berada di dalam pipa steam. 1.2 Jenis-Jenis Boiler Berdasarkan prinsip pengoperasian dari boiler, maka ada beberapa jenis boiler yang sering digunakan dalam proses produksi di industry yaitu : a. Fire Tube Boiler Pada fire tube boiler, gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan boiler ada didalam shell untuk dirubah menjadi steam. Fire tube boilers biasanya digunakan untuk kapasitas steam yang relative kecil dengan tekanan steam rendah sampai sedang. Sebagai pedoman, fire tube boilers kompetitif untuk kecepatan steam sampai kg/jam dengan tekanan sampai 18 kg/cm2. Fire tube boilers dapat menggunakan bahan bakar minyak bakar, gas atau bahan bakar padat dalam operasinya. Untuk alasan ekonomis, sebagian besar fire tube boilers dikonstruksi sebagai paket boiler (dirakit oleh pabrik) untuk semua bahan bakar. L-3

53 Tipe boiler pipa api memiliki karakteristik : menghasilkan kapasitas dan tekanan steam yang rendah. Cara kerja : proses pengapian terjadi didalam pipa, kemudian panas yang dihasilkan dihantarkan langsung kedalam boiler yang berisi air. Besar dan konstruksi boiler mempengaruhi kapasitas dan tekanan yang dihasilkan boiler tersebut. b. Water Tube boiler Gambar Lampiran 2. Fire Tube Boiler Pada water tube boiler, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa masuk kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler untuk pembangkit tenaga. Water tube boiler yang sangat modern dirancang dengan kapasitas steam antara kg/jam, dengan tekanan sangat tinggi. Banyak water tube boilers yang dikonstruksi secara paket jika digunakan bahan bakar minyak bakar dan gas. Untuk water tube yang menggunakan bahan bakar padat, tidak umum dirancang secara paket. Karakteristik water tube boilers sebagai berikut: Forced, induced dan balanced draft membantu untuk meningkatkan efisiensi pembakaran Kurang toleran terhadap kualitas air yang dihasilkan dari plant pengolahan air. Memungkinkan untuk tingkat efisiensi panas yang lebih tinggi. Tipe boiler pipa air memiliki karakteristik : menghasilkan kapasitas dan tekanan steam yang tinggi. Cara Kerja : proses pengapian terjadi diluar pipa, kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa yang berisi air dan sebelumnya air tersebut dikondisikan terlebih dahulu melalui economizer, kemudian steam yang dihasilkan terlebih dahulu dikumpulkan di dalam sebuah steam-drum. Sampai tekanan dan temperatur sesuai, melalui tahap secondary superheater dan primary superheater baru steam dilepaskan ke pipa utama distribusi. Didalam pipa air, air yang mengalir harus dikondisikan terhadap mineral atau kandungan lainnya yang larut di dalam air tesebut. Hal ini merupakan faktor utama yang harus diperhatikan terhadap tipe ini. L-4

54 Gambar Lamiran 3. Diagram Sederhana Watertube Boiler c. Paket boiler Disebut boiler paket sebab sudah tersedia sebagai paket yang lengkap. Pada saat dikirim ke pabrik, hanya memerlukan pipa steam, pipa air, suplai bahan bakar dan sambungan listrik untuk dapat beroperasi. Paket boiler biasanya merupakan tipe shell and tube dengan rancangan fire tube dengan transfer panas baik radiasi maupun konveksi yang tinggi. Ciri-ciri dari packaged boilers adalah : Kecilnya ruang pembakaran dan tingginya panas yang dilepas menghasilkan penguapan yang lebih cepat. Banyaknya jumlah pipa yang berdiameter kecil membuatnya memiliki perpindahan panas konvektif yang baik. Sistem forced atau induced draft menghasilkan efisiensi pembakaran yang baik. Sejumlah lintasan/pass menghasilkan perpindahan panas keseluruhan yang lebih baik. Tingkat efisiensi thermisnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan boiler lainnya. Boiler tersebut dikelompokkan berdasarkan jumlah pass nya yaitu berapa kali gas pembakaran melintasi boiler. Ruang pembakaran ditempatkan sebagai lintasan pertama setelah itu kemudian satu, dua, atau tiga set pipa api (fire-tube). Boiler yang paling umum dalam kelas ini adalah unit tiga pass/ lintasan dengan dua set fire-tube/pipa api dan gas buangnya keluar dari belakang boiler. L-5

55 Gambar Lampiran 4. Jenis Paket Boiler 3 Pass, Bahan Bakar Minyak d. Boiler Pembakaran dengan Fluidized Bed (FBC) Pembakaran dengan fluidized bed (FBC) muncul sebagai alternatif yang memungkinkan dan memiliki kelebihan yang cukup berarti dibanding sistem pembakaran yang konvensional dan memberikan banyak keuntungan rancangan boiler yang kompak, fleksibel terhadap bahan bakar, efisiensi pembakaran yang tinggi dan berkurangnya emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan NOx. Bahan bakar yang dapat dibakar dalam boiler ini adalah batubara, bahan reject dari tempat pencucian pakaian, sekam padi, bagas & limbah pertanian lainnya. Boiler fluidized bed memiliki kisaran kapasitas yang luas yaitu antara 0.5 T/jam sampai lebih dari 100 T/jam. Bila udara atau gas yang terdistribusi secara merata dilewatkan keatas melalui bed partikel padat seperti pasir yang disangga oleh saringan halus, partikel tidak akan terganggu pada kecepatan yang rendah. Begitu kecepatan udaranya berangsur-angsur naik, terbentuklah suatu keadaan dimana partikel tersuspensi dalam aliran udara bed tersebut disebut terfluidisasikan. Dengan kenaikan kecepatan udara selanjutnya, terjadi pembentukan gelembung, turbulensi yang kuat, pencampuran cepat dan pembentukan permukaan bed yang rapat. Bed partikel padat menampilkan sifat cairan mendidih dan terlihat seperti fluida - bed gelembung fluida/ bubbling fluidized bed. Jika partikel pasir dalam keadaan terfluidisasikan dipanaskan hingga ke suhu nyala batubara, dan batubara diinjeksikan secara terus menerus ke bed, batubara akan terbakar dengan cepat dan bed mencapai suhu yang seragam. Pembakaran dengan fluidized bed (FBC) berlangsung pada suhu sekitar 840 O C hingga 950 O C. Karena suhu ini jauh berada dibawah suhu fusi abu, maka pelelehan abu dan permasalahan yang terkait didalamnya dapat dihindari. Suhu pembakaran yang lebih rendah tercapai disebabkan tingginya koefisien perpindahan panas sebagai akibat pencampuran cepat dalam fluidized bed dan ekstraksi panas yang efektif dari bed melalui perpindahan panas pada pipa dan dinding bed. Kecepatan gas dicapai diantara kecepatan fluidisasi minimum dan kecepatan masuk partikel. Hal ini menjamin operasi bed yang stabil dan menghindari terbawanya partikel dalam jalur gas. L-6

56 e. Atmospheric Fluidized Bed Combustion (AFBC) Boiler Kebanyakan boiler yang beroperasi untuk saat ini adalah jenis Atmospheric Fluidized Bed Combustion (AFBC) Boiler. Alat ini hanya berupa shell boiler konvensional biasa yang ditambah dengan sebuah fluidized bed combustor. Sistem seperti telah dipasang digabungkan dengan water tube boiler/ boiler pipa air konvensional. Batubara dihancurkan menjadi ukuran 1 10 mm tergantung pada tingkatan batubara dan jenis pengumpan udara ke ruang pembakaran. Udara atmosfir, yang bertindak sebagai udara fluidisasi dan pembakaran, dimasukkan dengan tekanan, setelah diberi pemanasan awal oleh gas buang bahan bakar. Pipa dalam bed yang membawa air pada umumnya bertindak sebagai evaporator. Produk gas hasil pembakaran melewati bagian super heater dari boiler lalu mengalir ke economizer, ke pengumpul debu dan pemanas awal udara sebelum dibuang ke atmosfir. f. Pressurized Fluidized Bed Combustion (PFBC) Boiler Pada tipe Pressurized Fluidized bed Combustion (PFBC), sebuah kompresor memasok udara Forced Draft (FD), dan pembakarnya merupakan tangki bertekanan. Laju panas yang dilepas dalam bed sebanding dengan tekanan bed sehingga bed yang dalam digunakan untuk mengekstraksi sejumlah besar panas. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pembakaran dan peyerapan sulfur dioksida dalam bed. Steam dihasilkan didalam dua ikatan pipa, satu di bed dan satunya lagi berada diatasnya. Gas panas dari cerobong menggerakan turbin gas pembangkit tenaga. Sistem PFBC dapat digunakan untuk pembangkitan kogenerasi (steam dan listrik) atau pembangkit tenaga dengan siklus gabungan/combined cycle. Operasi combined cycle (turbin gas & turbin uap) meningkatkan efisiensi konversi keseluruhan sebesar 5 hingga 8 persen. g. Atmospheric Circulating Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC) Dalam sistem sirkulasi, parameter bed dijaga untuk membentuk padatan melayang dari bed. Padatan diangkat pada fase yang relatif terlarut dalam pengangkat padatan, dan sebuah down-comer dengan sebuah siklon merupakan aliran sirkulasi padatan. Tidak terdapat pipa pembangkit steam yang terletak dalam bed. Pembangkitan dan pemanasan berlebih steam berlangsung di bagian konveksi, dinding air, pada keluaran pengangkat/ riser. Boiler CFBC pada umumnya lebih ekonomis daripada boiler AFBC, untuk penerapannya di industri memerlukan lebih dari T steam/jam. Untuk unit yang besar, semakin tinggi karakteristik tungku boiler CFBC akan memberikan penggunaan ruang yang semakin baik, partikel bahan bakar lebih besar, waktu tinggal bahan penyerap untuk pembakaran yang efisien dan penangkapan SO 2 yang semakin besar pula, dan semakin mudah penerapan teknik pembakaran untuk pengendalian NOx daripada pembangkit steam AFBC. L-7

57 Gambar Lampiran 5. CFBC Boiler h. Stoker Fired Boilers Stokers diklasifikasikan menurut metode pengumpanan bahan bakar ke tungku dan oleh jenis grate nya. Klasifikasi utama nya adalah spreader stoker dan chain-gate atau travelinggate stoker. - Spreader stokers Spreader stokers memanfaatkan kombinasi pembakaran suspense dan pembakaran grate. Batubara diumpankan secara kontinyu ke tungku diatas bed pembakaran batubara. Batubara yang halus dibakar dalam suspensi; partikel yang lebih besar akan jatuh ke grate, dimana batubara ini akan dibakar dalam bed batubara yang tipis dan pembakaran cepat. Metode pembakaran ini memberikan fleksibilitas yang baik terhadap fluktuasi beban, dikarenakan penyalaan hampir terjadi secara cepat bila laju pembakaran meningkat. Karena hal ini, spreader stoker lebih disukai dibanding jenis stoker lainnya dalam berbagai penerapan di industri. - Chain-grate atau traveling-grate stoker Batubara diumpankan ke ujung grate baja yang bergerak. Ketika grate bergerak sepanjang tungku, batubara terbakar sebelum jatuh pada ujung sebagai abu. Diperlukan tingkat keterampilan tertentu, terutama bila menyetel grate, damper udara dan baffles, untuk menjamin pembakaran yang bersih serta menghasilkan seminimal mungkin jumlah karbon yang tidak terbakar dalam abu. Hopper umpan batubara memanjang di sepanjang seluruh ujung umpan batubara pada tungku. Sebuah grate batubara digunakan untuk mengendalikan kecepatan batubara yang diumpankan ke tungku dengan mengendalikan L-8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber

Lebih terperinci

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT)

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT) Teknologi Pengendalian Emisi 1 PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT) Partikulat Apa itu Partikulat? adalah butiran berbentuk padat atau cair Ukuran dinyatakan dalam mikron (µm), 1µm = 10-6 m Contoh 2 > 100µm, cepat

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Pencemar Udara

Teknologi Pengolahan Pencemar Udara Teknologi Pengolahan Pencemar Udara TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENCEMARAN UDARA Bentuk Pencemar Udara : PARTIKULAT dan GAS Partikulat terdiri bentuk padat dan cairan Gas pencemar : 1. Hidrokarbon : alifatik

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 4.1 Analisis dan Pembahasan Kinerja boiler mempunyai parameter seperti efisiensi dan rasio

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENCEMAR UDARA Semester Ganjil FABRIC FILTER. Aryo Sasmita Prodi Teknik Lingkungan Universitas Riau

PENGENDALIAN PENCEMAR UDARA Semester Ganjil FABRIC FILTER. Aryo Sasmita Prodi Teknik Lingkungan Universitas Riau PENGENDALIAN PENCEMAR UDARA Semester Ganjil 2013-2014 FABRIC FILTER Aryo Sasmita Prodi Teknik Lingkungan Universitas Riau Fabric Filtration merupakan alat kontrol udara yang paling umum dipergunakan Fabric

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA 3.1 Analisis dan Pembahasan Kehilangan panas atau juga bisa disebut kehilangan energi merupakan salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam mengidentifikasi

Lebih terperinci

Rachmat Boedisantoso. Cyclone

Rachmat Boedisantoso. Cyclone Rachmat Boedisantoso Cyclone Cyclone separator adalah alat yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal dan tekanan rendah karena adanya perputaran untuk memisahkan materi berdasarkan perbedaan massa jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terbentur pada permasalahan penggunaan teknologi. Dengan semakin

BAB II LANDASAN TEORI. terbentur pada permasalahan penggunaan teknologi. Dengan semakin BAB II LANDASAN TEORI II.1. Parameter Pencemar Udara Selama ini teknologi pengolahan limbah kurang mendapatkan perhatian serius di Indonesia. Padahal, tidak sedikit permasalahan limbah cair maupun gas

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu penelitian. Metode harus ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, sehingga

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR Grata Patisarana 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR SEBAGAI PENANGGULANGAN POLUSI UDARA PADA CEROBONG GAS BUANG BOILER OLEH : Nama : DEDY ADVENTO PASARIBU

PENGGUNAAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR SEBAGAI PENANGGULANGAN POLUSI UDARA PADA CEROBONG GAS BUANG BOILER OLEH : Nama : DEDY ADVENTO PASARIBU PENGGUNAAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR SEBAGAI PENANGGULANGAN POLUSI UDARA PADA CEROBONG GAS BUANG BOILER (Aplikasi Dept. Power Plant PT. CANANG INDAH) OLEH : Nama : DEDY ADVENTO PASARIBU Nim : 035203013

Lebih terperinci

OLEH Ir. PARLINDUNGAN MARPAUNG HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI (HAKE)

OLEH Ir. PARLINDUNGAN MARPAUNG HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI (HAKE) OLEH Ir. PARLINDUNGAN MARPAUNG HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI (HAKE) 1 1. BOILER 2. PRINSIP KONSERVASI PADA BOILER 3 KASUS Boiler telah dikenal sejak jaman revolusi industri. Boiler merupakan peralatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Prinsip Dasar Wet Scrubber

BAB II DASAR TEORI. II.1 Prinsip Dasar Wet Scrubber 8 BAB II DASAR TEORI II.1 Prinsip Dasar Wet Scrubber Sistem scrubber adalah kumpulan berbagai macam alat kendali polusi udara yang dapat digunakan untuk membuang partikel dan/atau gas dari arus gas keluaran

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO Pabrik Semen menggunakan Bahan Aditif Fly Ash dengan Proses Kering Oleh : Palupi Nisa 230 030 04 Hikmatul

Lebih terperinci

BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR

BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR 3.1 Gambaran Umum Elektrostatik merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang mempelajari tentang medan listrik statik. Elektrostatik diaplikasikan dalam dunia industri,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER 1 of 10 12/22/2013 8:36 AM PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER Efisiensi adalah suatu tingkatan kemampuan kerja dari suatu alat. Sedangkan efisiensi pada boiler adalah prestasi kerja

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Pengertian Dust Collector

BAB II DASAR TEORI Pengertian Dust Collector BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dust Collector Dust collector merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk memperbaiki kualitas udara yang dihasilkan dari industri dan proses secara komersial dengan

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA

INDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA (Indra Wibawa Dwi Sukma_Teknik Kimia_Universitas Lampung) 1 INDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA Adapun berikut ini adalah flowsheet Industri pengolahan hasil tambang batubara. Gambar 1. Flowsheet Industri Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT PRODU KSI A SAM SU LFAT BAB III PROSES PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT 3.1 Flow Chart Proses Produksi Untuk mempermudah pembahasan dan urutan dalam menguraikan proses produksi, penulis merangkum dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH VARIASI KECEPATAN INLET TERHADAP PERSENTASE PEMISAHAN PARTIKEL PADA CYCLONE SEPARATOR DENGAN MENGGUNAKAN CFD ABSTRAK

SIMULASI PENGARUH VARIASI KECEPATAN INLET TERHADAP PERSENTASE PEMISAHAN PARTIKEL PADA CYCLONE SEPARATOR DENGAN MENGGUNAKAN CFD ABSTRAK VOLUME 10 NO.1, FEBRUARI 2014 SIMULASI PENGARUH VARIASI KECEPATAN INLET TERHADAP PERSENTASE PEMISAHAN PARTIKEL PADA CYCLONE SEPARATOR DENGAN MENGGUNAKAN CFD A.Husairy 1 dan Benny D Leonanda 2 ABSTRAK Pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 44 3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Industri susu adalah perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mempunyai usaha di bidang industri

Lebih terperinci

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat WASTE-TO-ENERGY Usaha penanggulangan sampah, baik dari rumah tangga/penduduk, industri, rumah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

INOVASI TEKNIK PENGERINGAN

INOVASI TEKNIK PENGERINGAN INOVASI TEKNIK PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat memberikan contoh teknologi pengeringan inovatif Sub Pokok Bahasan Inovasi Beberapa contoh

Lebih terperinci

SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2

SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2 SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2 Oleh : I Gede Sudiantara Pembimbing : Prof. I Nyoman Suprapta Winaya, ST.,Masc.,Ph.D. I Gusti Ngurah Putu Tenaya,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Batu bara merupakan mineral organik yang mudah terbakar yang terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap dan kemudian mengalami perubahan bentuk akibat proses fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius.

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. Bahkan di wilayah yang seharusnya belum menjadi masalah telah menjadi masalah. Yang lebih

Lebih terperinci

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Pratama Akbar 4206 100 001 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS PT. Indonesia Power sebagai salah satu pembangkit listrik di Indonesia Rencana untuk membangun PLTD Tenaga Power Plant: MAN 3 x 18.900

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah KLASIFIKASI LIMBAH Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah 1 Pengertian Limbah Limbah: "Zat atau bahan yang dibuang atau dimaksudkan untuk dibuang atau diperlukan untuk dibuang oleh

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN Rudolvo Wenno Steenie E. Wallah, Ronny Pandaleke Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong

Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong MODUL 4 Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong Tahap 5: Menghitung efisiensi boiler dan rasio penguapan boiler 1 Efisiensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.1 Boiler. Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran tentang boiler secara umum serta fungsi komponen - komponen utama dan fungsi komponen - komponen pendukung bahan boiler.boiler

Lebih terperinci

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Steam Power Plant Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Siklus dasar yang digunakan pada Steam Power Plant adalah siklus Rankine, dengan komponen utama boiler, turbin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

Lebih terperinci

TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER

TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER Oleh : Mohammad Choirul Anam 4213 105 021 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2014 BOILER 1. Dasar Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

RINGKASAN BAKING AND ROASTING RINGKASAN BAKING AND ROASTING Bab I. Pendahuluan Baking dan Roasting pada pokoknya merupakan unit operasi yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah eating quality dari bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 5 Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 43 Penelitian Pembakaran Batubara Sumarjono Tahap-tahap Proses Pembakaran Tahap-tahap proses pembakaran batu bara adalah : pemanasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

TUGAS : MACAM MACAM COOLING TOWER, PACKING DAN FAN

TUGAS : MACAM MACAM COOLING TOWER, PACKING DAN FAN TUGAS : MACAM MACAM COOLING TOWER, PACKING DAN FAN Klasifikasi Cooling Tower Ada banyak klasifikasi cooling tower, namun pada umumnya pengklasifikasian dilakukan berdasarkan sirkulasi air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan akan sumber

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012 Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 202 ISSN 0852-2979 PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 202 Heri Witono, Ahmad Nurjana

Lebih terperinci

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

BAB.I 1. PENDAHULUAN. Limbah pada umumnya adalah merupakan sisa olahan suatu pabrik atau industri.

BAB.I 1. PENDAHULUAN. Limbah pada umumnya adalah merupakan sisa olahan suatu pabrik atau industri. BAB.I 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah pada umumnya adalah merupakan sisa olahan suatu pabrik atau industri. Bentuk limbah pada dasarnya cair atau padat yang jumlahnya cukup besar tergantung pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Energi Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK Ash Handling Adalah penanganan bahan sisa pembakaran dan terutama abu dasar yang

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KERAK DAN KOROSI PADA AIR ISIAN KETEL UAP. Rusnoto. Abstrak

PENCEGAHAN KERAK DAN KOROSI PADA AIR ISIAN KETEL UAP. Rusnoto. Abstrak PENCEGAHAN KERAK DAN KOROSI PADA AIR ISIAN KETEL UAP Rusnoto Abstrak Ketel uap adalah suatu pesawat yang fungsinya mengubah air menjadi uap dengan proses pemanasan melalui pembakaran bahan bakar di dalam

Lebih terperinci

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PADA INDUSTRI INDUSTRI TEPUNG TERIGU

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PADA INDUSTRI INDUSTRI TEPUNG TERIGU J.Tek.Ling Edisi Khusus Hal. 58-65 Jakarta, Juli 2006 ISSN 1441 318X PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PADA INDUSTRI INDUSTRI TEPUNG TERIGU Widiatmini Sih Winanti dan Teguh Prayudi Peneliti di Pusat Teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alat penukar kalor (Heat Exchanger) merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi dalam bentuk panas antara fluida yang berbeda temperatur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 F Gatot Sumarno (1), Wahyono (2), Ova Imam Aditya (3), (1), (2) Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam terutama energi fosil, bukanlah kekayaan yang terus tumbuh dan bertambah, tetapi ketersediannya sangat terbatas dan suatu saat akan habis (ESDM,2012).

Lebih terperinci