PEMISAHAN HARTA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN UNTUK MENGHINDARI KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK OLEH ORANG ASING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMISAHAN HARTA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN UNTUK MENGHINDARI KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK OLEH ORANG ASING"

Transkripsi

1 PEMISAHAN HARTA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN UNTUK MENGHINDARI KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK OLEH ORANG ASING Nabila Rosa, Dr. FX. Sumarja, S.H., M.H., Upik Hamidah, S.H., M.H. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jl. Prof.Dr.Ir. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedungmeneng, Bandar Lampung Abstract Decision of the Constitutional Court Number 69 / PUU-XIII / 2015 has changed the norm and arrangement of marriage agreement set forth in Article 29 of the Marriage Law. In addition, the Constitutional Court's decision reinforces and strengthens the position of Article 21 of the UUPA. A marriage agreement may be made before, during, or after marriage, with the notarial deed attested. This decree provides a guarantee of equality of rights and legal certainty for Indonesian citizens of mixed marriages to own land of property rights. Keywords : Marriage Agreement, Mixed Marriage, Property Land. Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 telah mengubah norma dan tatanan perjanjian perkawinan yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan. Selain itu putusan MK ini mempertegas dan memperkuat kedudukan Pasal 21 UUPA. Perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat, atau setelah perkawinan dilangsungkan dengan dibuktikan akta notaris. Keputusan ini memberikan jaminan kesetaraan hak dan kepastian hukum bagi WNI pelaku perkawinan campuran untuk memiliki tanah hak milik. Kata Kunci : Perjanjian Perkawinan, Perkawinan Campuran, Tanah Hak Milik A. PENDAHULUAN Kebutuhan akan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi ini, maka semakin terbuka kesempatan bagi investor asing untuk berinvestasi, membuka usaha, maupun mempunyai rumah di Indonesia. Tentu saja bagi Warga Negara Asing (WNA) yang hendak berinvestasi dan menetap di Indonesia sangat memerlukan tanah untuk dapat mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. 1

2 Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) bahwa hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai tanah dengan status hak milik di Indonesia. Prinsip nasionalitas atau yang kemudian disebut prinsip kebangsaan dipertegas dalam Pasal 9 ayat (1) UUPA, bahwa hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai hubungan hukum yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. 1 Atas dasar prinsip nasionalitas itulah, maka ada ketentuan Pasal 21, 26 dan Pasal 27 UUPA 2 yang 1 FX. Sumarja, Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing, Yogyakarta: STPN Press, 2015, hlm. 6 2 Pasal 21 mengatur bahwa: ayat 1) Hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik; 2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya; 3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilpeaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung; 4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik. Pasal 26 ayat (2) mengatur, bahwa setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, disamping merupakan politik hukum larangan kepemilikan tanah hak milik oleh orang asing. Ketentuan yang membedakan antara WNI dan orang asing dalam pemilikan tanah, jika ditinjau dari segi hukum perdata internasional, pembatasan hak-hak orang asing atas tanah dapat dipertanggungjawabkan. Lembaga perkawinan merupakan faktor yang penting sebagai salah satu sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia, dan perkawinan itu sendiri merupakan masalah hukum, negara, dan agama. Menurut Anita D.A. Kolopaking penyelundupan hukum melalui lembaga perkawinan biasanya terjadi melalui modus perkawinan siri, yang menggunakan nama wanita WNI yang diikat dengan perjanjian melalui Notaris antara WNA dengan pasangan wanita WNI dimana jika akan melakukan pelepasan hak kepemilikan atas tanah tersebut harus dilakukan dengan kedua pasangan sirih ini. 3 Padahal dalam Pasal 3 PP Nomor 103 tahun 2015 menyatakan kewarganegaraan Indonesia adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membenaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. Pasal 27 huruf a angka 4 mengatur bahwa hak milik hapus bila tanahnya jatuh pada Negara karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2). 3 Anita D.A. Kolopaking, Kepemilikan Tanah Hak Milik Oleh WNA dan Badan Hukum Dikaitkan Dengan Penggunaan Nominee sebagai Bentuk Penyelundupan Hukum, Disertasi UNPAD Bandung, 2009, hlm. 15, 55. 2

3 bahwa Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya, hak atas tanah bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris. Sesuai ketentuan hukum adat, Penjelasan Pasal 42 UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia, dan Peraturan Mentri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 7 Tahun 1996 juncto Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, 4 orang asing hanya dapat menguasai tanah hak pakai dengan kewenangan yang terbatas. 5 Dampak negatif globalisasi terhadap kepemilikan tanah WNI perlu mendapat perhatian dari Pemerintah. Perhatian yang dapat dilakukan Pemerintah adalah memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah WNI dari penguasaan dan 4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Indang Pokok Agraria, isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, hlm Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Edisi Revisi, Jakarta: Buku Kompas, 2007, hlm. 171 eksploitasi asing, sejalan dengan salah satu dari fungsi hukum. Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab atas hakhak atas tanah warganegara nya, sebagaimana jelas dikatakan Undang- Undang Dasar 1945 mengamanatkan 6 Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sebebas apapun paham sebuah Negara, sendi-sendi kehidupan masyarakat didalamnya pasti ada batas-batas atau aturannya. Begitu juga di Indonesia, yang meski dikatakan sebagai negara yang demokratis, yang menjamin kebebasan setiap orang untuk berpendapat, tentu tidak membiarkan begitu saja kehidupan bermasyarakatnya berjalan tanpa aturan. Tak terkecuali di dunia pertanahan. Bagaimanapun, tanah merupakan bagian permukaan bumi yang mempunyai fungsi sosial dimana pemanfaatannya diperuntukan untuk sebesar-besar kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. 7 6 Lihat alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Lihat pasal 1 angka (2) dan pasal 6 UUPA 3

4 Permasalahan 1. Bagaimana pengaturan pemisahan harta dalam perkawinan campuran untuk menghindari kepemilikan tanah hak milik oleh orang asing? 2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan harta dalam perkawinan campuran? B. METODE PENELITIAN Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris dimana pendekatan ini secara intensif dilakukan melalui proses analisis peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma hukum Indonesia dan doktrin-doktrin hukum yang berkaitan dengan kepemilikan rumah tinggal atau hunian oleh orang asing, serta penulis melakukan riset. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Dengan bahan hukum primer, yaitu hukum yang bersifat mengikat seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penulisan ini. Serta, penulis melakukan riset pada Kantor Hukum Farida Law Office di Kuningan, Jakarta Selatan. Serta data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dianggap menunjang dalam penelitian ini. Bahan hukum sekunder, juga memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti makalah hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari media internet, sepanjang memuat informasi yang berkaitan dengan pembahasan penulisan ini. C. KERANGKA TEORI UUPA hanya memuat ketentuanketentuan pokok yang bersifat umum dan tentunya tidak lengkap, termasuk undangundang perkawinan. UUPA masih harus ditindaklanjuti dan dijabarkan lebih lanjut dengan aturan-aturan pelaksanaan, sehingga membentuk sebuah struktur hukum tanah sendiri. Struktur adalah kelembagaan yang diciptakan sistem hukum dan mempunyai fungsi untuk mendukung bekerjanya sistem hukum. 8 Setiap sistem hukum akan menghadapai persoalan kontradiksi, 8 FX, Sumarja, Problematika Kepemilikan Tanah Bagi Orang Asing, Bandar Lampung: Indepth Publishing, 2012, hlm. 24 4

5 kekosongan hukum dan norma kabur. Peraturan hukum yang saling bertentangan (kontradiksi) perlu upaya konsistensi (sinkronisasi dan harmonisasi), kekosongan hukum karena tidak lengkap diperlukan pembentukan, dan norma kabur perlu adanya penemuan/interpretasi hukum. Suatu sistem dalam operasi aktualnya merupakan sebuah organisme kompleks, di mana struktur, substansi, dan kultur berinteraksi. Efektif atau tidak suatu ketentuan hukum dipengaruhi ketiga komponen tersebut. Mengingat UUPA dan undangundang perkawinan adalah sebuah peraturan hukum, yang juga tidak luput dari sifat tidak lengkap atau tidak tuntas, maka untuk menjaga jangan sampai ada kekosongan hukum diperlukan pembentukan hukum. 9 Peraturan pelaksanaan UUPA dan peraturan lain yang dibentuk inilah yang kemudian sering kali menimbulkan ketidakpastian hukum, tidak terkecuali ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa perjanjian perkawinan hanya dapat dilaksanakan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. 9 Jurnal Masalah Masalah Hukum, Orang Asing Sebagai Subjek hak Atas Tanah di Indonesia, oleh FX. Sumarja, hlm Melihat kondisi tersebut, maka perlulah adanya pembaharuan hukum yang mengatur mengenai pemisahan harta khususnya pada perkawinan campuran. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 ini memberikan jaminan kesetaraan hak dan kepastian hukum bagi WNI pelaku perkawinan campuran untuk memiliki tanah hak milik. D. PEMBAHASAN Pengaturan Pemisahan Harta Perkawinan Campuran Secara umum, penguasaan tanah oleh warga negara asing (WNA) dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalan Pasal 41 dan 42 UUPA yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Landasan hukum ketentuan dalam Pasal 42 UUPA adalah Pasal 2 UUPA yang merupakan pelaksanaan amanat Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Salah satu perwujudan kewenangan negara adalah menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi (termasuk tanah), air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan kewenangan itu, Negara dapat menentukan bermacam- 5

6 macam hak atas tanah (Pasal 4 jo. Pasal 16 UUPA), dengan isi dan wewenang masing-masing, termasuk persyaratan tentang subyek (pemegang) hak atas tanah. Pasal 9 Ayat (1) UUPA menentukan bahwa hanya warga negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dengan perkataan lain, hanya WNI saja yang dapat mempunyai hak milik. Bagi WNA yang berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia dapat diberikan hak pakai. 10 Era globalisasi membutuhkan hukum yang dapat menjadi landasan bagi seluruh aktivitasnya. Mendesain hukum yang dapat melaksanakan fungsinya tersebut, khususnya lagi mengenai pengaturan hak atas tanah bagi orang harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pemisahan Harta Perkawinan Campuran Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 Guna mengakomodir aspirasi masyarakat yang tergabung dalam organisasi perkawinan campuran (Perca Indonesia), Pemerintah menegaskan dan mengatur secara normatif kemungkinan 10 Maria S.W. Sumardjono, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 6-7 bagi WNI yang melakukan perkawinan campuran untuk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) UUPA dan Pasal 21 ayat (1) UUPA, dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (PP 103/2015), pada tanggal 22 Desember Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 mengatur bahwa WNI yang melaksanakan perkawinan dengan orang asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan WNI lainnya. Hak atas tanah tersebut bukanlah merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris. Artinya hak yang diberikan kepada WNI yang melakukan pernikahan campuran untuk mendapatkan hak milik atas tanah dengan syarat atau hak bersyarat. Syaratnya adalah harta tersebut bukanlah harta bersama atau harta yang bersih dari unsur asing. Alat bukti yang diperlukan adalah perjanjian perkawinan pemisahan harta. Pasal 3 PP 103/2015 juga bukanlah norma baru yang diadakan oleh hukum tanah nasional, namun hanya sebagai norma penegas ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA. Meskipun hanya sebagai 6

7 norma penegas, namun dampaknya akan lebih meluas bahwa WNI yang menikah dengan WNA mempunyai hak yang sama dengan WNI lainnya, sepanjang hak atas tanah yang dimiliki tidak ada unsur asingnya. Syarat agar hak atas tanah tidak ada unsur asingnya, maka harus ada penegasan bahwa hak atas tanah tersebut bukan harta bersama yang dibuktikan dengan akta notaris. Pasal 3 PP 103/2015 akan memacu seseorang untuk melakukan perjanjian perkawinan pisah harta. Hal ini akan semakin memberikan jaminan kepastian hukum kepada WNI yang menikah dengan WNA untuk tetap mendapatkan hak milik atas tanah. Pasal 3 PP 103/2015 semakin lengkap dan semakin mendapatkan kepastian hukum untuk dapat dilaksanakan dengan adanya Putusan MK No.69/PUU-XIII/2015. Mahkamah Konstitusi melalui putusannnya mengabulkan permohonan uji materi Pasal 29 UU Perkawinan. Inti putusan tersebut menetapkan bahwa perjanjian perkawinan dapat dilakukan baik sebelum, pada waktu, maupun selama perkawinan berlangsung. Artinya upaya dan perjuangan WNI yang menikah dengan WNA untuk mendapatkan tanah hak milik dapat terlaksana dengan melakukan perjanjian perkawinan pisah harta di kemudian hari atau selama pasangan suami-isteri terikat pernikahan. Mengingat pada saat pernikahan atau sebelum pernikahan tidak terpikirkan untuk membuat perjanjian perkawinan pisah harta. Bagi pasangan perkawinan campuran, dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 jo. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 29 Tahun 2016, memungkinkan orang asing untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia dengan hak pakai. Adapun jangka waktu hak pakai berasal dari hak milik yang diberikan selama jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan diperbaharui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, untuk hak pakai yang berasal dari hak guna bangunan serta hak pakai atas sarusun diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun Perkawinan antara WNI-WNA, sesuai Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan, jika tidak membuat perjanjian perkawinan, maka jika WNI membeli aset hak milik atau hak guna bangunan, dibatasai oleh ketentuan hukum Pasal 21 Ayat (30) jo. 36 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, yang menyatakan jika lewat waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya aset hak milik atau hak guna bangunan dan tidak dialihkan kepada 7

8 WNI, maka hak atas tanah tersebut gugur dan menjadi tanah negara. Dengan dibuatnya perjanjian perkawinan pasca putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, bukan berarti hak atas tanah yang sudah gugur itu otomatis hidup kembali, akan tetapi yang bersangkutan wajib melakukan permohonan ulang kepada BPN dengan membayar uang pemasukan kepada negara. 2. Pemisahan Harta Perkawinan Campuran Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU- VIII/2015 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 telah mengubah norma dan tatanan (pembuatan) perjanjian perkawinan yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan berkaitan baik mengenai kapan dibuatnya maupun dapat diubah atau dicabutnya perjanjian perkawinan. Selain hal tersebut perubahan atas Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan tidak saja berlaku bagi pasangan WNA- WNI yang telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi tersebut, akan tetapi berlaku pula bagi pasangan perkawinan antara WNI-WNI. Pembuatan perjanjian perkawinan dapat dilakukan pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan, berarti bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat kapan saja yakni sebelum perkawinan menurut hukum, masing-masing agamanya dan kepercayannya, sebelum pencatatan perkawinan Pegawai Pencatat Perkawinan atau selama perkawinan berlangsung. Selain kapan dibuatnya perjanjian perkawinan, diperbolehkannya selama perkawinan berlangsung atas persetujuan kedua belah pihak (suami-istri) mengubah atau mencabut perjanjian perkawinan yang mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, asal perubahan dan pencabutan tidak merugikan pihak ketiga. Ini berarti bahwa perubahan atau pencabutan perjanjian perkawinan dapat dilakukan terhadap perjanjian perkawinan yang telah dibuat baik sebelum atau setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/ Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Ayat (4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, sehingga dengan demikian oleh para pihak dapat bebas menentukan isi perjanjian perkawinan tersebut, hanya perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 11 Makalah pada Seminar Nasional dengan Tema Akibat Hukum dan Pertanggungjawaban Dalam Pembuatan Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, Ditinjau Dari Kepentingan Pihak Ketiga, Ahliwaris, dan Notaris Sebagai Pejabat Umum, Pengurus Wilayah Banten Ikatan Notaris Indonesia, di Kampus UPH Karawaci, Gedung D, Lt. 5, Ruang , Tangerang, 14 Oktober

9 1. Tidak dapat diperjanjikan, bahwa salah satu pihak akan menanggung hutang yang lebih besar daripada bagiannya dalam laba persatuan; 2. Untuk perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan sebaikanya dibuat daftar harta mana yang telah dimiliki sebelum dibuatnya perjanjian perkawinan yang ditandatangani suami istri dan diletakkan pada minuta; 3. Perjanjian perkawinan tidak boleh menunjuk berlakunya perundangundangan asing sebagai pilihan hukumnya; 4. Tidak boleh melepaskan hak yang diberikan undang-undang kepada mereka atas harta peninggalan keluarga sedarah mereka dalam garis ke bawah, pun tidak boleh mengatur harta peninggalan itu. 5. Tidak boleh suami istri saling menunjuk ahliwaris masing-masing atau menjanjikan apa yang harus dimuat dalam surat wasiat masingmasing. 3. Surat Kementrian Dalam Negeri R.I. Dukcapil Nomor 472.2/5876/ Dukcapil dan Surat Kementrian Agama RI 28 September 2017 Nomor B.2674/ DJ.III.KW.00/9/2017 Surat Kementrian Dalam Negeri RI Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil kepada kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia tanggal 19 Mei 2017 di Jakarta, Nomor 472/5876/Dukcapil, menyebutkan diantaranya; 1. Perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat dan selama perkawinan berlangsung dengan akta notaris dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) Instansi Pelaksana; 2.Persyaratan dan tata cara pencatatan atas pelaporan perjanjian perkawinan atau pencabutan perjanjian perkawinan, sebagaimana dimaksud pada Lampiran I(...) ; Adapun disertakan pada Surat Kementrian Dalam Negeri 472/5876/ Dukcappil tersebut lampiran lampiran sebagai berikut: a. Lampiran I mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan diberikan petunjuk apa saja yang perlu dilampirkan apabila hendak melakukan pelaporan. b. Lampiran II merupakan contoh format catatan pinggir perjanjian perkawinan pada register akta dan 9

10 catatan pinggir baik untuk mencatatkan perjanjian perkawinan pada register dan kutipan akta perkawinan maupun untuk catatan pinggir perubahan/pencabutan. c. Lampiran III diberikan contoh format surat keterangan pelaporan perjanjian perkawinan sebagai lampiran akta perkawinan akta perkawinan atau dengan nama lain yang diterbitkan oleh negara lain baik untuk mencatatkan pelaporan perjanjian perkawinan maupun untuk pencatatan perubahan/ pencabutan pelaporan perjanjian perkawinan. Surat Kementrian Agama RI tanggal 28 September 2017 Nomor. B.2674/DJ.III.KW.00/9/2017 mengatur tentang pencatatan perjanjian perkawinan. Pencatatan perjanjian perkawinan yang dilakukan sebelum perkawinan, pada waktu perkawinan, atau selama dalam ikatan perkawinan yang disahkan oleh notaris dapat dicatat pegawai pencatat nikah. Perkawinan yang dicatat oleh negara lain, akan tetapi perjanjian perkawinan atau perubahan/pencabutan dibuat di Indonesia, maka pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan dibuat dalam bentuk surat keterangan oleh KUA kecamatan setempat. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemisahan Harta Perkawinan Campuran 1. Faktor Penghambat Walaupun kini sudah jelas pengaturan pemisahan harta perkawinan antara WNI dan WNA, yaitu salah satunya membuat perjanjian perkawinan pisah harta yang ditujukan untuk menghindari kepemilikan tanah hak milik oleh pihak WNA. Namun, perjanjian perkawinan ini belum terlaksana dengan optimal khususnya pada pasangan perkawinan campuran. Selalu ada faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain yaitu: 1. Masyarakat masih banyak yang belum mengetahui pengaturan perjanjian perkawinan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015. Hal ini dikarenakan belum tersosialisasikan secara optimal hasil dari putusan tersebut. 2. Selain itu, dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015 dan berlakunya Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 ini menimbulkan kebingungan bagi masyarakat seperti notaris/ppat, pengacara, pengembang dan perbankan yang mungkin dalam hal 10

11 ini menjadi pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan. 12 Hal tersebut mengakibatkan notaris acapkali tidak mau membuat perjanjian perkawinan yang berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, padahal putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan demikian. Mengapa demikian? 13 Karena notaris tidak dapat menggali motivasi apa pelaku perkawinan campuran ataupun pelaku perkawinan biasa membuat perjanjian perkawinan dalam hal pisah harta, bisa jadi perjanjian perkawinan yang akan dibuat akan merugikan pihak ketiga, yakni perbankan sebagai debitur. Serta notaris menghindari terjadinya sengketa tanah di kemudian hari sebagai akibat perjanjian perkawinan tersebut, oleh karenanya notaris tidak mau membuat perjanjian tersebut, karena dapat di indikasikan pula sebagai perbuatan melawan hukum Faktor Pendorong Selain terdapat faktor-faktor penghambat dalam pembuatan perjanjian pemisahan harta dalam perkawinan campuran, terdapat pula faktor yang 12 Pertanahan/menyoal-kepemilikan-properti-wnikawin-campur Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tim kuasa hukum Ibu Farida saat Judicial Review Bpk. Yahya Tulus Hutabarat, Pada Tanggal 6 November Berdasarkan hasil wawancara dengan Majelis Pengawas Daerah Bandar Lampung, Bpk. FX. Sumarja, Pada Tanggal 10 November mendorong terlaksananya perjanjian pemisahan harta pada perkawinan campuran pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, yaitu Organisasi Perkawinan Campuran Indonesia (Perca Indonesia) melakukan upaya seperti menyelenggarakan pertemuan konsultatif kepada masyarakat Indonesia khususnya para pelaku perkawinan campuran yang di dalamnya mengenai tata cara dan syarat pembuatan perjanjian perkawinan yang dilakukan dan dibuktikan dengan akta notaris sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/ E. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015, Surat Kementrian Dalam Negeri RI.Dukcapil Nomor 472.2/5876/Dukcapil 15 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tim kuasa hukum Ibu Farida saat Judicial Review Bpk. Yahya Tulus Hutabarat, Pada Tanggal 6 November

12 dan Surat Kementrian Agama RI 28 September 2017 Nomor B.2674/DJ.III.KW.00/9/2017, bahwa warganegara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran, dapat mempunyai tanah hak milik dengan syarat atau ketentuan membuat perjanjian pemisahan harta perkawinan baik sebelum, pada saat, maupun setelah perkawinan berlangsung yang dibuktikan dengan akta notaris dan dicatatkan pada pegawai pencatat nikah. Faktor pengambat pemisahan harta dalam perkawinan campuran adalah kurang tersosialisasikannya secara optimal mengenai hasil dari Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan adanya permasalahan dari pihak notaris yang tidak jarang menolak untuk membuatkan perjanjian pemisahan harta perkawinan pasca putusan mahkamah konstitusi, karena dapat diindikasikan sebagai perbuatan melawan hukum karena waktu berlakunya perjanjian perkawinan. Sedangkan Faktor pendorong pemisahan harta dalam perkawinan campuran adalah salah satunya Organisasi Perkawinan Campuran Indonesia (PerCa) yang aktif melakukan pertemuan Konsultatif dengan para pelaku perkawinan campuran yang tidak semuanya tergabung dalam organisasi perca mengenai syarat dan pembuatan perjanjian pemisahan harta perkawinan sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015. Saran 1. Perjanjian pemisahan harta yang terdapat dalam Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 harus dijelaskan lebih terperinci, misal dari penjelasannya: dimaknai sebagai alat pembuktian di kemudian hari jika terjadi perceraian, pewarisan, atau ketika tanah akan dijual kepada pihak lain untuk menghindari penyelundupan hukum. Sehingga jelas kepemilikan hak atas tanah tersebut bukan bagian dari harta bersama. Untuk itulah, seharusnya Pemerintah harus segera memperbaiki dengan mencantumkan penjelasan, atau mengeluarkan undang-undang pertanahan yang menjamin kepastian hukum. 2. Seharusnya Pemerintah dapat menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015 dengan membuat undang-undang sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 12

13 3. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015, seharusnya Kementrian Hukum dan HAM menerbitkan semacam surat edaran terkait pelaksanaan tugas notaris selaku Pejabat Umum yang bertugas membuat surat perjanjian perkawinan dan menerbitkan akta sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-VIII/2015. Literatur Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, Kolopaking, Anita D.A., Kepemilikan Tanah Hak Milik Oleh WNA dan Badan Hukum Dikaitkan Dengan Penggunaan Nominee Sebagai penyelundupan Hukum, Disertasi UNPAD Bandung, Sumardjono, Maria S.W., Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Jakarta: Buku Kompas, , Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta: Buku Kompas, Sumarja, FX., Problematika Kepemilikan Tanah Bagi Orang Asing, Bandar Lampung: Indepth Publishing, , Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing, Yogyakarta: STPN Press, Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Surat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri No /5876/Dukcapil tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Orang Asing Sebagai Subjek Hak Atas Tanah di Indonesia, Diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Jilid 44 No. 3, Juli

14 Makalah pada Seminar Nasional dengan Tema Akibat Hukum dan Pertanggungjawaban Dalam Pembuatan Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, Ditinjau Dari Kepentingan Pihak Ketiga, Ahliwaris, dan Notaris Sebagai Pejabat Umum, Pengurus Wilayah Banten Ikatan Notaris Indonesia, di Kampus UPH Karawaci, Gedung D, Lt. 5, Ruang , Tangerang, 14 Oktober

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pokok permasalahan dalam kasus ini adalah perjanjian perkawinan yang tidak berlaku terhadap pihak ketiga karena tidak tercantum dalam akta perkawinan. Tindakan hukum yang

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan tanah saat ini sangat meningkat karena tanah tidak hanya digunakan sebagai tempat hunian tetapi juga digunakan sebagai tempat untuk membuka usaha. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE Mohammad Anis Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era modern zaman sekarang, perdagangan tidak lagi dalam lingkup dalam negeri saja tetapi juga luar negeri. Adanya komunikasi atara warga suatu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN Syarifa Yana Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam

Lebih terperinci

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya

Lebih terperinci

BERSAMA PERCA INDONESIA DUKUNG IKE FARIDA DI MAHKAMAH KONSTITUSI (a Judicial Review for Mix Marriage Couple)

BERSAMA PERCA INDONESIA DUKUNG IKE FARIDA DI MAHKAMAH KONSTITUSI (a Judicial Review for Mix Marriage Couple) Dampak pasal-pasal UUPA dan UU Perkawinan tersebut terhadap pelaku perkawinan campuran yang tidak mempunyai prenuptial agreement: 1. WNI kawin campur tidak dapat membeli tanah dan bangunan dengan status

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA Mira Novana Ardani miranovana@yahoo.com ABSTRAK Orang asing yang berkedudukan di Indonesia memerlukan tanah yang akan dijadikan tempat tinggal mereka

Lebih terperinci

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN Oleh Ida Ayu Putu Larashati Anak Agung Ngurah Gde Dirksen Program Kekhususan/Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menjadikan batas-batas antar negara semakin dekat. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara warga negara semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

SUAMI DAN ISTERI SEBAGAI PENDIRI C.V. P.T.

SUAMI DAN ISTERI SEBAGAI PENDIRI C.V. P.T. SUAMI DAN ISTERI SEBAGAI PENDIRI C.V. P.T. Ketika datang seorang lelaki dan seorang wanita ke kantor Notaris, setelah kita ajak bicara atau mengutarakan maksudnya ternyata akan mendirikan perseroan komanditer

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA Oleh: Kasandra Dyah Hapsari I Ketut Keneng Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak 1 BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum. Suatu perbuatan hukum yang sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak (suami dan istri)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, antara lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan manusia dan tempat

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DI WILAYAH INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960

PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DI WILAYAH INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing dengan Perjanjian Pinjam Nama (Nominee) di Wilayah... PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DI WILAYAH INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Group, Jakarta, 2012, hlm Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, ctk. Pertama, Kencana Prenada Media

BAB I PENDAHULUAN. Group, Jakarta, 2012, hlm Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, ctk. Pertama, Kencana Prenada Media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (disebut juga UUPA) adalah permukaan bumi, dan tubuh

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA A. Kepastian hukum dalam pemilikan satuan rumah susun bagi warga negara asing di Indonesia Menurut Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN 90 Jurnal Cepalo Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2018 ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN Rilda Murniati Fakultas Hukum, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. 1 Salah

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING A. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing 1. Tinjauan Umum

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.325, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERUMAHAN. Orang Asing. Pemilikan. Rumah. Hunian. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5793) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 101/PUU-XV/2017 Peralihan Hak Milik atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 101/PUU-XV/2017 Peralihan Hak Milik atas Tanah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 101/PUU-XV/2017 Peralihan Hak Milik atas Tanah I. PEMOHON Oltje JK Pesik Kuasa Hukum Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H. berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11 Desember

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 199 KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT Konstitutional Court Decision

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA DALAM AKTA PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA YANG BERAGAMA ISLAM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA DALAM AKTA PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA YANG BERAGAMA ISLAM Vol. 4 No. 2 Juni 2017 Perlindungan Hukum Terhadap Harta Dalam Akta... (Farida Novita) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA DALAM AKTA PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai 14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI oleh : I Putu Indra Mandhala Putra A.A. Sagung Wiratni Darmadi A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Salah satu pengaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penguasaan Tanah Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan I. PEMOHON Nina Handayani selanjutnya disebut sebagai Pemohon; Kuasa Hukum: Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. Kuasa Hukum Wisye Hendrarwati., SH., MH, dkk II. III. OBJEK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Hukum Agraria, Hak Milik Atas Tanah, Perjanjian Nominee, WNA ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Hukum Agraria, Hak Milik Atas Tanah, Perjanjian Nominee, WNA ABSTRACT 1 PENGATURAN MENGENAI PERJANJIAN NOMINEE DAN KEABSAHANNYA (DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA) Oleh : Gde Widhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013) TINDAKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL YANG MENERBITKAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG DIJADIKAN HUTAN KOTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 ANDI KURNIAWAN SUSANTO NRP: 2090148 Program Studi

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG Oleh: Vita Natalia Tambing I Gusti Ayu Putri Kartika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai sejak berada di dalam kandungan sampai meninggal. Setiap kehidupan manusia dari lahir

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan isi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan isi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO 69/PUU-XII/2015

KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO 69/PUU-XII/2015 JIPPK, Volume 2, Nomor 2, Halaman 139-145 ISSN: 2528-0767 (p) dan 2527-8495 (e) http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN KAWIN PASCA

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960

HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 Oleh Kadek Rita Listyanti Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain, bahkan sejak manusia lahir, hidup dan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015. ANALISIS YURIDIS STATUS KEPEMILIKAN TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Chintya L.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015. ANALISIS YURIDIS STATUS KEPEMILIKAN TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Chintya L. ANALISIS YURIDIS STATUS KEPEMILIKAN TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Chintya L. Langi 2 ABSTRAK Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK Agus Sekarmadji Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: agussekarmadji_unair@yahoo.com Abstract Land Law in Indonesia does not clearly specify the political

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris

Lebih terperinci