BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 xxi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Audio Suara yang kita dengar sehari-hari adalah gelombang analog. Gelombang ini berasal dari tekanan udara yang ada di sekeliling kita, yang dapat kita dengar dengan bantuan gendang telinga. Gendang telinga ini bergetar, dan getaran ini dikirim dan diterjemahkan menjadi informasi suara yang dikirimkan ke otak, sehingga kita dapat mendengar suara. Komputer yang kita miliki hanya mampu mengenal sinyal dalam bentuk digital. Bentuk digital yang dimaksud adalah tegangan yang diterjemahkan dalam angka 0 dan 1, yang juga disebut dengan istilah bit. Tegangan ini berkisar mendekati 5 volt bagi angka 1 dan mendekati 0 volt bagi angka 0. Dengan kecepatan perhitungan yang dimiliki komputer, komputer mampu melihat angkaangka 0 dan 1 ini menjadi kumpulan bit-bit, dan menerjemahkan kumpulan bit-bit tadi menjadi sebuah informasi yang bernilai. Proses perubahan gelombang suara menjadi data digital ini dinamakan Analog-to-Digital Conversion (ADC), dan sebaliknya, perubahan data digital menjadi gelombang suara dinamakan Digital-to-Analog Conversion (DAC). Proses pengubahan dari tegangan analog ke data digital ini terdiri atas beberapa tahap yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. yaitu: Membatasi frekuensi sinyal yang akan diproses dengan Low Pass Filter. Mencuplik sinyal analog ini (melakukan sampling) menjadi beberapa potongan waktu. Cuplikan-cuplikan ini diberi nilai eksak, dan nilai ini diberikan dalam bentuk data digital.

2 xxii Analog input Low Pass Filter at < R/2 Hz Sample at R Hz Quantize to n bits Digital output Gambar 2.1 Konversi sinyal analog ke digital Proses sebaliknya, yaitu pengubahan dari data digital menjadi tegangan analog juga terdiri atas beberapa tahap, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, yaitu: Menghitung data digital menjadi amplitudo-amplitudo analog. Menyambung amplitudo analog menjadi sinyal analog. Mentapis keluaran dengan Low Pass Filter sehingga bentuk gelombang keluaran menjadi lebih mulus.

3 xxiii Analog output Low Pass Filter at < R/2 Hz Sample and hold N bit DAC Digital input Gambar 2.2 Konversi sinyal digital ke analog. Kelebihan audio digital adalah kualitas reproduksi yang sempurna. Kualitas reproduksi yang sempurna yang dimaksud adalah kemampuannya untuk menggandakan sinyal ausio secara berulang-ulang tanpa mengalami penurunan kualitas suara. Dalam dunia audio digital, ada beberapa istilah diantaranya: 1. Jumlah kanal (channel) Yaitu jumlah kanal audio yang digunakan. Istilah penggunaan satu kanal audio disbut mono, sementara dua kanal yaitu kanal sebelah kiri dan kanan disebut stereo. Selain mono dan stereo ada juga jumlah kanal yang lebih banyak, yaitu surround. Jumlah kanal surround berkisar antara lima, tujuh bahkan lebih [4]. 2. Laju pencuplikan (sample rate) Ketika soundcard mengubah audio menjadi data digital, soundcard akan memecah suara tadi menurut nilai mnejadi ptongan-potongan sinyal dengan nilai tertentu. Proses sinyal ini bisa terjadi ribuan kali dalam satu satuan waktu. Banyaknya pemotongan dalam satu satuan waktu ini dinamakan laju pencuplikan (sample rate).

4 xxiv Kerapatan laju pencuplikan ini menentukan kualitas sinyal analog yang akan dirubah menjadi data digital. Makin rapat laju pencuplikan ini, kualitas suara yang dihasilkan akan makin mendekati suara aslinya. Sebagai contoh, laggu yang tersimpan dalam Compact Disc Audio memiliki sample rate 44.1 khz, yang berarti lagu ini dicuplik sebanyak kali dalam satu detik untuk memastikan kualitas suara yang hampir sama persis dengan aslinya [4]. Berikut ini Tabel 2.1 adalah contoh dari beberapa suara yang dihasilkan dengan berapa Sample Rate dari setiap suara yang dihasilkan : Tabel 2.1 Frekuensi sample dan kualitas suara yang dihasilkan Sample rate (khz) Aplikasi 8 Telepon 11,025 Radio AM 16 Kompromi antara 11,025 dan 22,05 khz 22,025 Mendekati radio FM 32,075 Lebih baik dari Radio FM 44,1 Audio Compact Disc (CD) 48 Digital Audio tape (DAT) Rentang suara yang dapat didengar oleh manusia berkisar antara frekuensi 20 Hz sampai dengan Hz, sehingga besar rentang frekuensi adalah Hz. Hukum Nyquist berlaku, maka kita harus menggunakan frekuensi sampling minimal 2 kali rentang frekuensi tadi, yaitu 2 x Hz, sehingga frekuensi sampling minimal adalah Hz. Frekuensi sampling yang mencukupi adalah Hz [4]. 3. Banyak bit dalam tiap cuplikan (Bit per sample) Cuplikan-cuplikan yang telah disebutkan tadi diambil memiliki besaran amplitudo. Besaran amplitudo inilah yang akan disimpan dalam bit-bit digital. Banyaknya bit yang dapat dipakai untuk merepresentasikan besaran amplitudo ini

5 xxv dinamakan bit per sample. Makin banyak bit yang dipakai untuk Rerepresentasikan besaran amplitudo, makin halus besaran amplitudo yang akan dihasilkan. Sebagai contoh, suara 8-bit memiliki 2 pangkat 8 kemungkinan amplitudo, yaitu 256, dan suara 16-bit memiliki kemungkinan amplitudo [4]. 4. Laju bit (bit rate) Laju bit atau bit rate(dengan satuan bit per detik) adalah perkalian antara jumlah kanal, frekuensi sampling (dengan satuan Hertz) dan bit per sample(dengan satuan bit). Dengan menggunakan informasi diatas, didapati bahwa bit rate yang dibutuhkan untuk menyimpan sebuah lagu stereo (dua kanal) dengan kualitas CD (frekuensi sampling Hz, 16-bit) adalah 2 x Hz x 16 = bit per detik [4]. 2.2 Tipe Digital Audio Beberapa berkas audio memiliki beberapa tipe yang mampu dibaca oleh peranngkat computer, berikut adalah beberapa tipe berkas audio yang mungkin dari beberapa berkas dibawah ini kita bisa melihat dan menjumpainya dengan mudah. 1..aiff (.aif /.aifc ) Apple Audio Interchange File Format. Berkas diatas adalah standar berkas audio untuk perangkat Macintosh atau yang sering kita sebut Apple [4]. 2..flac (.fla ) Free Lossless Audio Coder ( FLAC ), format berkas audio yag hanya bosa digunakan oleh FLAC decoder atau encoder [4]. 3..ogg Berkas audio free ( gratis ), dan juga open source yang mendukung berbagai macam codec, yang lebih populer dengan Vorbis Codec. Berkas Vorbis sering dibandingkan dengan berkas.mp3 dalam hal

6 xxvi kualitas. Tapi faktanya MP3 lebih dikenal secara luas sehingga sulit untuk menyarankan penggunaan.ogg files [4]. 4..wav (.wave ) WAV atau WAVE singkatan dari Waveform audio format merupakan standar format file audio untuk penyimpanan file audio dalam PC yang berbasis Microsoft dan IBM [4]. 5..MPEG layer 3 (.mp3 ) Berkas file yang sudah memenuhi standar Internasional. Sekarang berkas MP3 sudah mengandung sebuah ID3 tag yang digunakan sebagai tempat penyimpan semua informasi dari sebuah file MP3 yang termasuk didalamnya, artis, judul lagu, tahun pembuatan, dll [4]. 2.3 Format WAVE ( wav ) Spesifikasi WAV WAV atau WAVE singkatan dari Waveform Audio Format merupakan standar format file audio untuk penyimpanan file audio dalam PC yang berbasis Microsoft dan IBM. WAV merupakan varian atau jenis dari format bitstream RIFF dimana datanya tersimpan di dalam Chunks dan file WAV pun kompatibel pada komputer berbasis Macintosh dan Amigo dimana menggunakan format IFF dan AIFF. Karena WAV berjalan dalam sistem Windows dan IBM maka semua data tersimpan dalam Little-Endian. Format RIFF bertindak sebagai Pembungkus pada berbagai jenis codec kompresi audio. Format ini adalah format utama dari audio dalam sistem Windows [1]. File WAVmemiliki file yang tidak terkompres yang terdapat pada format Pulse Code Modulation (PCM). Audio PCM merupakan standar file audio dalam format CD pada samples per detik, dan setiap satu sample memiliki 16 bit. Karena PCM tidak dimampatkan, karena sifatnya yang lossless, dimana menampung seluruh track sample audio, karena itu pengguna yang profesional atau peneliti audio menggunakan format WAV sebagai format audio dengan kualitas yang maksimal. WAV yang dapat di edit dan dimanipulasi dengan mudah menggunakan bantuan perangkat lunak [4].

7 xxvii Struktur File WAV File WAV menggunakan struktur standar RIFF yang mengelompokkan isi file (sampel format, sampel digital audio, dan lain sebagainya) menjadi Chunk yang terpisah, setiap bagian mempunyai header dan bytre data masing-masing. Header Chunk menetapkan jenis dan ukuran dari bytre data Chunk. Dengan metoda pengaturan seperti ini maka program yang tidak mengenali jenis Chunk yang khusus dapat dengan mudah melewati bagian Chunk ini dan melanjutkan langkah memproses Chunk yang dikenalnya [6]. Jenis Chunk tertentu mungkin terdiri atas sub-chunk. Chunk pada file RIFF merupakan suatu string yang harus diatur untuk tiap kata. Ini berarti ukuran total dari Chunk harus merupakan kelipatan dari 2 bytre (seperti 2, 4, 6, 8 dan seterusnya). Jika suatu Chunk terdiri atas jumlah bytre yang ganjil maka harus dilakukan penambahan bytre (extra padding bytre) dengan menambahkan sebuah nilai nol pada bytre data terakhir. Extra padding bytre ini tidak ikut dihitung pada ukuran Chunk. Oleh karena itu sebuah program harus selalu melakukan pengaturan kata untuk menentukan ukuran nilai dari header sebuah Chunk untuk mengkalkulasi offset dari Chunk berikutnya. Pada Gambar 2.3 dibawah ini, fomat file dari setiap isi audio WAVE. Gambar 2.3 Format File WAVE

8 xxviii Pada Gambar 2.4, adalah struktur untuk setiap Chunk RIFF pada setiap file audio WAVE Header File WAV Gambar 2.4 Struktur Chunk RIFF Header file WAV mengikuti struktur format file RIFF standar. Delapan byte pertama dalam file adalah header chunk RIFF standar yang mempunyai chunk ID RIFF dan ukuran chunk didapat dengan mengurangkan ukuran file dengan 8 bytre yang digunakan sebagai header. Empat bytre data yaitu kata RIFF menunjukkan bahwa file tersebut merupakan file RIFF. File WAV selalu menggunakan kata WAVE untuk membedakannya dengan jenis file RIFF lainnya sekaligus digunakan untuk mendefinisikan bahwa file tersebut merupakan file audio Waveform.[6] Tabel 2.2 menunjukan pada setiap audio WAVE memiliki jenis jenis Chunk RIFF, dapat dilihat seperti table dibawah ini. Tabel 2.2 Nilai Jenis Chunk RIFF

9 xxix Chunk File WAV Ada beberapa jenis chunk untuk menyatakan file WAV. Kebanyakan file WAV hanya terdiri atas 2 buah chunk, yaitu Chunk Format dan Chunk Data. Dua jenis chunk ini diperlukan untuk menggambarkan format dari sampel digital audio. Meskipun tidak diperlukan untuk spesifikasi file WAV yang resmi, lebih baik menempatkan Chunk Format sebelum Chunk Data. Kebanyakan program membaca chunk tersebut dengan urutan di atas d an jauh lebih mudah dilakukan streaming digital audio dari sumber yang membacanya secara lambat dan linear seperti Internet. Jika Chunk Format lebih dulu ditempatkan sebelum Chunk Data maka semua data dan format harus di-stream terlebih dahulu sebelum dilakukan playback. Format Chunk RIFF untuk file WAVE dapat dilihat seperti Tabel 2.3 dibawah ini. Tabel 2.3 Format Chunk RIFF Chunk Format Chunk format terdiri atas informasi tentang bagaimana suatu data Waveform disimpan dan cara untuk dimainkan kembali, termasuk jenis kompresi yang digunakan, jumlah kanal, laju pencuplikan ( sampling rate), jumlah bit tiap sampel dan atribut lainnya. Chunk format ini ditandai dengan chunk ID fmt.

10 xxx Setiap Chunk RIFF audio WAVE juga memiliki nilai nilai Chunk yang berbeda, pada Tabel 2.4 berikut adalah nilai nilai Chunk Format pada file WAVE. Tabel 2.4 Nilai-Nilai Chunk Format File WAV Chunk Data Chunk ini ditandai dengan adanya string data. Chunk Data pada file WAV terdiri atas sampel digital audio yang mana dapat di-decode kembali menggunakan metode kompresi atau format biasa yang dinyatakan dalam chunk format WAV. Jika kode kompresinya adalah 1 (jenis PCM tidak terkompresi), maka Data WAV terdiri atas nilai sampel mentah ( raw sample value). Tabel 2.5 menunjukkan format data untuk Chunk Data file audio WAVE. Tabel 2.5 Format Data Chunk

11 xxxi 2.4 Format WAV PCM Jenis format WAV ini merupakan jenis file WAV yang paling umum dan hampir dikenal oleh setiap program. Format WAV PCM (Pulse Code Modulation) adalah file WAV yang tidak terkompresi, akibatnya ukuran file sangat besar jika file mempunyai durasi yang panjang. Untuk bentuk umum file audio wave mulai dari Chunk ID hingga data dapat dilihat seperti Gambar 2.5 seperti gambar dibawah ini.

12 xxxii keterangan: Gambar 2.5 Format File Audio WAVE : Chunk RIFF, format yang terdapat di sini adalah WAVE dimana terdiri dari sub-chunk fmt dan data. : Sub Chunk fmt menggambarkan format dari informasi sound pada sub Chunk data : Sub Chunk data menandai ukuran dari informasi data dan berisi data sound Sebagai contoh, disini kita ambil file audio wav 72 bit yang dirubah kedalam hexadecimal d e f3 3c 13 3c f9 18 f9 34 e7 23 a6 3c f2 24 f2 11 ce 1a 0d Pada Gambar 2,6 dibawah ini adalah penjelasan dari file audio wav 72 bit diatas untuk interpretasi dari setiap nilai hexadecimal : Gambar 2.6 Intepretasi File Audio wav

13 xxxiii 2.5 Watermarking Watermarking merupakan suatu bentuk dari Steganography yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana menyembunyikan suatu data pada data yang lain dan mempelajari teknik-teknik bagaimana penyimpanan suatu data (digital) ke dalam data host digital yang lain. Istilah host digunakan untuk data/sinyal digital yang ditumpangi [11]. Watermarking (tanda air) ini agak berbeda dengan tanda air pada uang kertas. Tanda air pada uang kertas masih dapat kelihatan oleh mata telanjang manusia (dalam posisi kertas yang tertentu), tetapi watermarking pada media digital disini dimaksudkan tak akan dirasakan kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolah digital seperti komputer, dan sejenisnya. Steganography berbeda dengan cryptography, letak perbedaannya adalah hasil keluarannya. Hasil dari cryptography biasanya berupa data yang berbeda dan bentuk aslinya dan biasanya datanya seolah-olah tidak beraturan (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula) sedangkan hasil keluaran dari steganography ini memiliki bentuk persepsi yang sama dengan bentuk aslinya yang tentunya persepsi disini oleh indera manusia. Tetapi Watermarking ini memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan telinga. Dengan adanya kekurangan inilah, metoda watermarking ini dapat diterapkan pada berbagai media digital [11]. Jadi Watermarking merupakan suatu cara untuk penyembunyian atau penanaman data/informasi tertentu (baik hanya berupa catatan umum maupun rahasia) ke dalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia (indera penglihatan atau indera pendengaran), dan mampu menghadapi proses-proses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap tertentu Metode Watermarking Terdapat banyak metoda watermarking untuk citra digital yang sudah diteliti. Ada yang bekerja pada domain spasial atau waktu, dan ada yang mengalami transformasi terlebih dahulu misalnya ke domain frekuensi. Bahkan ada yang menerapkan teknologi lain seperti fraktal, spread spectrum untuk

14 xxxiv telekomunikasi dan sebagainya. Beberapa metoda yang pernah diteliti, diantaranya adalah: a. LSB (Least Significant Bit) Coding Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana tetapi yang paling tidak tahan terhadap segala proses yang dapat mengubah nilai-nilai intensitas pada citra. Metoda ini akan mengubah nilai LSB komponen luminansi atau warna menjadi bit yang bersesuai dengan bit label yang akan disembunyikan. Memang metoda ini akan menghasilkan citra rekontruksi yang sangat mirip dengan aslinya, karena hanya mengubah nilai bit terakhir dari data. Tetapi sayang tidak tahan terhadap proses-proses yang dapat mengubah data citra terutama kompresi JPEG. Metoda ini paling mudah diserang, karena bila orang lain tahu maka tinggal membalikkan nilai dari LSB-nya maka data label akan hilang seluruhnya. Pada Gambar 2.7 contoh dari watermarking untuk gambar. Gambar 2.7 Watermarking Image b. Patchwork; Metode yang diusulkan oleh Bender dimana pada metode ini dilakukan penanaman label 1 bit pada citra digital dengan menggunakan pendekatan statistik. Dalam metoda ini, sebanyak n pasang titik (ai,bi) pada citra dipilih secara acak. Brightness dari ai dinaikkan 1 (satu) dan brightness dari pasangannya bi diturunkan satu. Nilai Harapan dari jumlah perbedaan n pasang titik tersebut adalah 2n. Ketahanan metoda ini terhadap kompresi JPEG dengan parameter kualitas 75%, maka label tetap dapat dibaca dengan probabilitas kebenaran sebesar 85%. c. Pitas & Kaskalis mengusulkan metode yang hampir sama dengan metode yang diusulkan oleh Bender. Metode ini membagi sebuah citra atas dua bagian (subsets) sama besar (misalnya dengan menggunakan random generator) atau

15 xxxv dengan sebuah digital signature S yang merupakan pola biner dengan ukuran N x M dimana jumlah biner "1" (satu) sama dengan jumlah biner "0" (nol). Kemudian salah satu subset ditambahkan dengan faktor k (bulat positif). Faktor k diperoleh dari perhitungan variansi dari kedua subset. Verifikasi dilakukan dengan menghitung perbedaan rata-rata antara kedua subset. Nilai yang diharapkan adalah k bila ada label yang ditanamkan. Metoda ini hanya tahan terhadap kompresi JPEG dengan ratio 4:1 (faktor kualitas kira-kira lebih dari 90%). d. Caroni mengusulkan metode penyembunyian sejumlah bit label pada komponen luminansi dari citra dengan membagi atas blok-blok, kemudian setiap pixel dari satu blok akan dinaikan dengan faktor tertentu bila ingin menanamkan bit '1', dan nilai-nilai pixel dari blok akan dibiarkan bila akan menanamkan bit '0'. Untuk mendapatkan labelnya kembali, maka brightness setiap titik dari citra yang terlabel akan dikurangkan dengan citra asli. Jika ratarata dari satu blok pixel melewati suatu nilai (threshold) tertentu, maka akan dinyatakan sebagai bit '1', bila tidak maka dinyatakan sebagai bit '0'. Setelah mengalami kompresi JPEG, metoda ini dapat tahan terhadap faktor kualitas sebesar 30%. e. Metoda Cox ini menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan mentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT Nx N. Bilangan real tersebut ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling besar, tidak termasuk komponen DC-nya. Verifikasi menggunakan citra asli dikurangi dengan citra terwatermark. f. Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC) yang diusulkan oleh Zhao & Koch, bekerja pada domain DCT seperti metoda Cox. Berbeda dengan metode Cox, metode ini berdasarkan prinsip format citra JPEG, membagi citra menjadi blok-blok 8 x 8 dan kemudian dilakukan transforamsi DCT, kemudian menggunakan prinsip spread spectrum (metoda frequency hopped) dan RSPPMC (Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code), koefisien-koefisien DCT tersebut diubah sedemikian rupa

16 xxxvi sehingga akan mengandung informasi 1 bit dari label, seperti dipilih tiga koefisien untuk disesuaikan dengan bit label yang ingin ditanamkan. Contohnya untuk menanamkan bit '1' ke dalam suatu blok koefisien DCT 8 x 8, koefisien ketiga dari ketiga koefisien yang terpilih harus diubah sedemikian rupa sehingga lebih kecil dari kedua koefisien lainnya Aplikasi Watermarking Watermarking sebagai suatu teknik penyembunyian data pada data digital lain dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti: a. Tamper-proofing, adalah watermarking digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasikan atau alat indikator yang menunjukkan tinta digital (host) telah mengalami perubahan dan aslinya. b. Feature location, adalah menggunakan metoda Watermarking sebagai alat untuk identifikasikan isi dan data digital pada lokasi-lokasi tertentu, seperti contohnya penamaan objek tertentu dari beberapa objek yang lain pada suatu citra digital. c. Annotation/caption, adalah Watermarking hanya digunakan sebagai keterangan tentang data digital itu sendiri. d. Copyright-Labeling, adalah Watermarking dapat digunakan sebagai metoda untuk penyembunyikan label hak cipta pada data digital sebagai bukti otentik kepemilikan karya digital tersebut Trade-Off Watermarking Semua aplikasi watermarking tersebut menuntut hal- hal (parameter) yang berbeda dalam penerapan metode watermarking. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam penerapan metode watermarking adalah: 1. Bitrate adalah jumlah data yang akan disembunyikan. 2. Robustness adalah ketahanan terhadap proses pengolahan sinyal. 3. Invisibly adalah nilai penyembunyian data.

17 xxxvii Pada Gambar 2.8 dapat dilihat siklus parameter dalam watermarking. Gambar 2.8 Trade-Off Watermarking Terdapat suatu trade-off diantara kedua parameter (bitrate dan robustness) tersebut dengan invisibly (tidak tampak). Bila diinginkan robustness yang tinggi maka bitrate akan menjadi rendah, sedangkan akan semakin visible, dan sebaliknya semakin invisible maka robustness akan menurun. Jadi harus dipilih nilai-nilai dan parameter tersebut agar memberikan hasil yang sesuai dengan kita inginkan (sesuai dengan aplikasi). Hubungan invisibility dengan robustness dapat diterangkan sebagai berikut: misalkan suatu data asli diubah (ditambah atau dikurangi) sesedikit mungkin dengan maksud memberikan efek invisible yang semakin tinggi, maka dengan adanya sedikit proses pengolahan digital saja, perubahan tadi akan berubah hilang. Dengan demikian dikatakan robustness rendah, tetapi invisibility tinggi. 2.6 Domain Penerapan Watermarking Watermarking dalam penerapannya terhadap data digital, dapat diterapkan pada berbagai domain. Maksudnya penerapan watermarking pada data digital seperti text, citra, video dan audio, dilakukan langsung pada jenis data digital tersebut (Misalnya untuk citra dan video pada domain spasial, dan audio pada domain waktu) atau terlebih dahulu dilakukan transformasi ke dalam domain yang lain. Berbagai transformasi yang dikenal dalam pemrosesan sinyal digital seperti: a. FFT (Fast Fourier Transform) b. DCT (Discrete Cosine Transform) c. Wavelet Transform, dan sebagainya.

18 xxxviii Penerapan watermarking pada berbagai domain dengan berbagai transformasi turut berbagai mempengaruhi parameter penting dalam watermarking bitrate invisible, dan robustness) Watermarking Pelabelan Hak Cipta Masalah Hak Cipta dari dahulu sudah menjadi hal yang utama dalam segala ciptaan manusia, ini digunakan untuk menjaga originalitas atau kreatifitas pembuat akan hasil karyanya. Hak cipta terhadap data-data digital sampai saat ini belum terdapat suatu mekanisme atau cara yang handal dan efisien, dikarenakan adanya berbagai faktor-faktor tadi (faktor-faktor yang membuat data digital banyak digunakan). Beberapa cara yang pernah dilakukan oleh orang-orang untuk mengatasi masalah pelabelan hak cipta pada data digital, antara lain: 1. Header Marking; dengan memberikan keterangan atau informasi hak cipta pada header dari suatu data digital. 2. Visible Marking; merupakan cara dengan memberikan tanda hak cipta pada data digital secara eksplisit. 3. Encryption; mengkodekan data digital ke dalam representasi lain yang berbeda dengan representasi aslinya (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula) dan memerlukan sebuah kunci dari pemegang hak cipta untuk mengembalikan ke representasi aslinya. 4. Copy Protection; memberikan proteksi pada data digital dengan membatasi atau dengan memberikan proteksi sedemikian rupa sehingga data digital tersebut tidak dapat diduplikasi. Cara-cara tersebut diatas memiliki kelemahan tersendiri, sehingga tidak dapat banyak diharapkan sebagai metoda untuk mengatasi masalah pelabelan hak citpa ini. Contohnya: 1. Header Marking: Dengan menggunakan software sejenis Hex Editor, orang lain dengan mudah membuka file yang berisi data digital tersebut, dan menghapus informasi yang berkaitan dengan hak cipta dan sejenisnya yang terdapat di dalam header file tersebut.

19 xxxix 2. Visible Marking: Penandaan secara eksplisit pada data digital, memang memberikan sejenis tanda semi-permanen, tetapi dengan tersedianya software atau metoda untuk pengolahan, maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran, tanda yang semi-permanen tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya. 3. Encryption: Penyebaran data digital dengan kunci untuk decryption tidak dapat menjamin penyebarannya yang legal. Maksudnya setelah data digital terenkripsi dengan kuncinya yang telah diberikan kepada pihak yang telah membayar otoritas (secara legal), maka tidak dapat dijamin penyebaran data digital yang telah terdekripsi tadi oleh pihak lain tersebut. 4. Copy Protection; Proteksi jenis ini biasanya dilakukan secara hardware, seperti halnya saat ini proteksi hardware DVD, tetapi kita ketahui banyak data digital saat ini tidak dapat diproteksi secara hardware (seperti dengan adanya Internet) atau dengan kata lain tidak memungkinkan dengan adanya proteksi secara hardware. Perbedaan dari gambar yang di-watermarking ataupun tidak dapat dilihat seperti Gambar 2.9 dibawah ini. Gambar 2.9 Perbedaan Watermarking Dengan demikian, kita memerlukan suatu cara untuk mengatasi hal yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta ini, yang memiliki sifat-sifat seperti: 1. Invisible atau inaudible; Tidak tampak (untuk data digital seperti citra, video, text) atau tidak kedengaran (untuk jenis audio) oleh pihak lain dengan menggunakan panca indera kita (dalam hal ini terutama mata dan telinga manusia). 2. Robustness; Tidak mudah dihapus/diubah secara langsung oleh pihak yang

20 xl tidak bertanggung jawab, dan tidak mudah terhapus/terubah dengan adanya proses pengolahan sinyal digital, seperti kompresi, filter, pemotongan dan sebagainya. 3. Trackable; Tidak menghambat proses penduplikasian tetapi penyebaran data digital tersebut tetap dapat dikendalikan dan diketahui. Teknik watermarking tampaknya memiliki ketiga sifat-sifat diatas, karena faktorfaktor invisibility dan robustness dapat kita atur, dan data yang ter-waterma rk dapat diduplikasi seperti layaknya data digital. Watermarking sebagai metoda untuk pelabelan hak cipta dituntut memiliki berbagai kriteria (ideal) sebagai berikut agar memberikan unjuk kerja yang bagus: 1. Label Hak Cipta yang unik mengandung informasi. 2. Pembuatan, seperti nama, tanggal, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya ISBN (International Standard for Book Notation) pada buku-buku. 3. Data ter-label tidak dapat diubah atau dihapus (robustness) secara langsung oleh orang lain atau dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu. 4. Pelabelan yang lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya, supaya orang lain tidak dapat melakukan pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel. Berbagai pengolahan sinyal digital yang mungkin dilakukan terhadap berbagai tipe data digital, antara lain untuk citra adalah: Filter (seperti blur), konversi DA/AD, crop (pemotongan), scaling, rotasi, translasi, kompresi lossy (contohnya JPEG), konversi format, perubahan tabel warna. Untuk video, kompresi lossy (contohnya MPEG), konversi format, konversi DA/AD. Dan untuk audio adalah :crop, filter, equalisasi, kompresi lossy (contohnya MP3), konversi sample rate, format, konversi DA/AD, pengaruh Echo, Noise, dan sinyal lain. 2.7 Proses Watermarking Proses-proses yang secara umum dilakukan pada penyisipan label pada file data

21 asli (data original) dengan pemasukan sebuah kunci (key) adalah seperti Gambar 2.10 yang menunjukkan proses watermarking hingga pesan tersembunyi. xli Gambar 2.10 Proses Watermarking Pada gambar proses watermarking diatas, terdapat komponen key atau lebih populer dengan password, key ini digunakan untuk mencegah penghapusan secara langsung oleh pihak tak bertanggung jawab dengan menggunakan metoda enkripsi yang sudah ada. Sedangkan ketahanan terhadap proses-proses pengolahan lainnya, itu tergantung pada metoda watermarking yang digunakan. Tetapi dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metoda watermarking yang ideal bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital. Biasanya masing-masing penelitian menfokuskan pada hal hal tertentu yang dianggap penting. Penelitian dibidang watermarking ini masih terbuka luas dan semakin menarik, salah satunya karena belum ada suatu standar yang digunakan sebagai alat penanganan masalah hak cipta ini. Sistem watermarking terdapat 3 sub-bagian yang membentuknya yaitu: a. Penghasil Label Watermark b. Proses penyembunyian Label c. Menghasilkan kembali Label Watermark dari data yang ter-watermark. Terdapat kontraversi antara beberapa penelitian mengenai masalah: 1. Label Watermark harus panjang atau hanya memberitahu ada tidaknya watermark pada data digital yang ter-watermark. Maksudnya bila label yang panjang, maka kita dapat mendapatkan informasi tambahan dari data

22 xlii yang ter-watermark tersebut, sedangkan sebaliknya hanya diperoleh ada tidaknya (ada atau tidak ada) watermark dalam data ter-watermark. 2. Cara menghasilkan kembali (ekstrasi atau verifikasi) label watermark tersebut apakah diperlukan data digital aslinya, atau tidak. Dari hasil penelitian memberikan hasil bahwa verifikasi dengan menggunakan data aslinya akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan cara yang tanpa menggunakan data asli. Dan cara ini dapat digunakan untuk menangani masalah pengakuan kepemilikan oleh beberapa orang. Gambar 2.11 Proses Ekstrak dengan Data Asli Gambar 2.12 Proses Ekstrak tanpa Data Asli Gambar 2.11 proses ekstraksi data ter-label (hasil proses watermarking) dibandingkan dengan data asli berupa teks maupun citra yang menghasilkan data label berupa data yang disisipkan (label). Sedangkan Gambar 2.12 proses ekstraksi data ter-label (hasil proses watermarking) dibandingkan tanpa data asli berupa teks maupun citra yang menghasilkan data label berupa data yang disisipkan (label). Label watermark adalah sesuatu data/informasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang ingin di-watermark. Ada 2 jenis label yang dapat digunakan: 1. Label Text yaitu label watermark dari teks biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam text yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari label ini adalah, kesalah pada satu bit saja akan

23 xliii menghasilkan hasil yang berbeda dengan text sebenarnya. 2. Label non teks berupa logo atau citra atau suara; Berbeda dengan label text, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita, tetapi kelemahannya adalah ukuran data yang cukup besar. Berikut bentuk pelabelan watermarking dengan teks maunpun nonteks, seperti Gambar Teks dan non teks Gambar 2.13 Jenis Label pada saat Watermarking Teknik Watermarking dengan Metode RSPPMC Pada metode ini dilakukan watermarking pada citra digital. Metoda watermarking yang dicoba pada dasarnya menerapkan metode Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC), yakni watermarking dilakukan pada domain frekuensi (DCT) dengan dilakukan sedikit perubahan. Perubahan yang dilakukan sebagai perbandingan dengan RSPPMC yang asli, yakni verifikasi label watermarking melibatkan citra asli, dimana pada RSPPMC proses verifikasi tidak menggunakan citra asli [5]. Metoda RSPPMC seperti berikut: 1. Pembagian citra atas blok-blok 8 x 8, dan pemilihan blok secara pseudo random. 2. Blok terpilih ditransformasikan dengan DCT. Pemilihan 2 nilai koefisien DCT untuk dikodekan sebagai bit 1(high) atau bit 0 ( low).

24 xliv Contohnya: Koefisien pertama = koefisien kedua + nilai konstan untuk bit 1 (high). Sebaliknya untuk bit 0, dilakukan pengurangan Inverse DCT terhadap blok yang telah di-encode. 3. Ulangi proses yang sama untuk seluruh bit label. Sedangkan metoda yang dilakukan sebagai perbandingan dengan metode RSPPMC adalah pengkodean bit 1 dan bit 0 tidak dilakukan dengan membandingkan kedua nilai koefisien DCT tersebut, tetapi dengan menambahkan kedua nilai tersebut dengan satu koefisien tertentu yang sama, dan pada waktu verifikasi, dibandingkan dengan citra aslinya. Sedangkan pada RSPPMC, proses verifikasi tidak menggunakan citra asli, tetapi berdasarkan perbandingan nilai koefisien yang telah diubah pada saat proses embeding. Pada eksperimen ini dilakukan uji ketahanan (robustness) terhadap beberapa proses pengolahan citra digital yang umum seperti: 1. Konversi Format Gambar 2. Dilakukan percobaan perubahan format gambar JPEG ke TIFF, BMP dan PCX dan kemudian dibalikkan kembali ke JPEG, dan label dapat dibaca dengan sempurna. Hal ini dikarenakan format gambar TIFF dan PCX menggunakan proses kompresi yang sejenis dengan JPEG yaitu dengan DCT. Demikian juga dengan metoda watermarking ini menggunakan DCT. Sedangkan BMP merupakan format citra yang tidak dikompresi. 3. Kompresi JPEG 4. Sedangkan untuk proses kompresi lossy (JPEG) bisa mencapai 30% dengan ketepatan 100%, hal ini cukup bagus bila dibandingkan dengan metoda-metoda yang dilakukan pada domain spasial, yang mampu tahan terhadap kompresi berkisar 75% -90%. Metoda ini sebenarnya hampir sama dengan metoda yang dibuat oleh Zhao, tetapi kami perbaiki dengan menambahkan perbandingan dengan image asli sehingga bisa mencapai quality factor yang lebih rendah (sebelumnya cuma 50%). 5. Blurring (sejenis low pass filter) Juga dilakukan salah satu jenis lowpass

25 xlv filter (proses blurring), dan dihasilkan error bit rate < 12.5%. Tampak dari hasil diatas bahwa proses verifikasi dengan melibatkan citra asli memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses verifikasi tanpa melibatkan citra asli. Selain itu, keuntungan lain dengan terlibatnya citra asli adalah dapat digunakan untuk mengatasi masalah proses pengolahan citra seperti rotasi, croping, translasi dan sebagainya. Dengan adanya citra asli tersebut, maka citra asli tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk dilakukan preprocessing (proses awal) sebelum proses verifikasi, misalnya bagian yang hilang dari citra yang terpotong dapat disisipi dengan bagian dari citra asli. Gambar 2.14 menunjukkan verifikasi watermarking dengan kuantisasi. Gambar 2.14 Hasil Verifikasi Watermarking (tanpa citra asli) dengan kuantisasi Dari hasil percobaan diatas, dapat dilihat ada satu jenis citra (sonic.jpg) yang memberikan hasil yang kurang memuaskan, hal ini dikarenakan banyak bagian dari citra yang berwarna sama (hitam & putih) sehingga proses watermarking (baik dengan RSPPMC maupun hasil modifikasinya) pada blok pixel yang hitam tersebut. Dalam menggunakan metoda RSPPMC, sebelumnya koefisien DCT dilakukan kuantisasi (seperti halnya pada kompresi JPEG), tapi disini dilakukan kuantisasi terhadap nilai konstan untuk semua koefisien DCT. Kuantisasi ini dimaksud untuk mengantisipasi proses kompresi JPEG. Dengan adanya kuantisasi ini (dapat dilihat pada grafik diatas) dapat memberikan hasil yang le bih baik dibandingkan tanpa kuantisasi, tetapi menimbulkan efek kotakkotak pada citra. Pengolahan digital dan masih terbuka suatu kesempatan besar untuk perkembangan-perkembangan lebih lanjut. Diatas telah dibicarakan aplikasi watermarking pada data digital seperti citra, video dan audio, sebenarnya masih ada penelitian pada data seperti text digital, maupun pada fax.

26 xlvi Pada dasarnya metoda watermarking memanfaatkan kelemahan-kelemahan pada sistem penglihatan manusia (Human Visual System) maupun sistem pendengaran manusia (Human Auditory System). Pemahaman yang baik akan karakteristik dari sistem penglihatan manusia dan sistem pendengaran manusia akan menghasilkan metoda yang baik untuk watermarking. Agar watermarking sebagai proses pelabelan hak cipta pada data digital dapat berfungsi dengan baik, juga diperlukan adanya suatu badan internasional yang mencatat semua hasil karya yang terdaftar. Badan internasional tersebut sebagai suatu badan hukum yang berkuasa untuk menentukan siapa yang memang merupakan pemilik aslinya berdasarkan terdaftar tidaknya sebuah hasil karya atas nama seseorang. Tanpa adanya suatu badan internasional tersebut, sebaik apapun metoda watermarking yang ada, masalah hak cipta ini tidak dapat diatasi sepenuhnya. Karena kepada siapa kita harus menuntut, dan menjadi penengah dalam persoalan ini, serta apa bukti bahwa data tersebut memang milik orang ini dan bukan milik orang lain. 2.8 Transformasi Sinyal Transfomasi sinyal adalah dengan menghitung konvolusi sebuah sinyal dengan sebuah jendela modulasi pada setiap waktu dengan setiap skala yang diinginkan. Dimana jendela modulasi, yang mempunyai skala fleksibel, disebut induk wavelet atau fungsi dasar wavelet. Dalam transformasi sinyal digunakan istilah translasi dan skala. Translasi adalah lokasi jendela modulasi saat digeser sepanjang sinyal, berhubungan dengan informasi waktu. Skala berhubungan dengan frekuensi, skala tinggi (frekuensi rendah) berhubungan dengan informasi global dari sebuah sinyal, sedangkan skala rendah (frekuensi tinggi) berhubungan dengan informasi detil[2]. Transformasi sinyal secara matematika dapat didefinisikan sebagai berikut :

27 xlvii Dimana: γ (s,τ) adalah fungsi sinyal setelah transformasi s adalah skala τ (translasi) sebagai dimensi baru f(t) sinyal asli sebelum transformasi adalah fungsi dasar wavelet dengan * menunjukkan konjugasi kompleks. Dan inversi dari transformasi sinyal secara matematika dapat didefinisikan pada persamaan 2.1 sebagai berikut:... (2.1) Fungsi dasar wavelet ψ s,τ (t) dapat didesain sesuai kebutuhan untuk mendapatkan hasil transformasi yang terbaik. Fungsi dasar wavelet secara matematika dapat didefinisikan pada persamaan 2.2 sebagi berikut: (2.2). faktor digunakan untuk normalisasi energi pada skala yang berubah-ubah Metode Discret Cosine Transform (DCT) Cara melakukan perpindahan dari domain koordinat ke domain frekuensi yaitu dengan menggunakan Discrete Cosinus Transform (DCT), transformasi ini dikenal luas untuk pemrosesan citra secara digital. Pada dasarnya DCT merupakan suatu transformasi one-to-one mapping dari suatu array yang terdiri dari nilai pixel menjadi komponen-komponen yang terbagi berdasarkan frekuensinya. Mengabaikan efek pembulatan angka pada proses transformasi dapat dibalik kembali sehingga transformasi pembalikan ini dikenal dengan Inverse Discrete Cosinus Transform (IDCT).

28 xlviii Dua komponen penting dalam algoritma ini adalah: 1. Posisi atau blok mana yang akan dilakukan embedding. Pemilihan blok citra yang akan disisip dilakukan dengan sebuah kunci inisial untuk menghasilkan sederetan pseudo-random sehingga dapat ditentukan blokblok mana yang dipilih. 2. Pelaksanaan penyisipan itu sendiri, yaitu pelaksanan steganografi terhadap blok yang terpilih dengan mengubah sepasang koefisien DCT dari blok tersebut. Dengan adanya pembagian atas empat sub-band tersebut maka algoritma ini dapat menanamkan paling banyak empat buah penyisip yang berbeda tanpa mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pembagian ini menyediakan satu sub-band sebagai public stego sisanya merupakan secret stego. Setiap blok yang terpilih akan dikodekan sebuah bit stego ke dalamnya, dengan algoritma sebagai berikut: 1. Nilai-nilai piksel dalam sebuah blok ditransformasi dengan DCT. 2. Mekanisme pendeteksian tepian (edge) diterapkan untuk menghindari distorsi pada host data yang disisip. 3. Sepasang koefisien DCT (a,b) dipilih berdasarkan sub-band yang diinginkan. 4. Koefisien yang terpilih dilakukan kuantisasi. 5. Menggunakan koefisien tersebut untuk menentukan daerah-daerah yang cocok untuk penanaman penyisip. 6. Nilai bit yang akan ditanamkan adalah bila ingin mengkodekan bit 1 maka a b + d, sebaliknya bila ingin mengkodekan bit 0 maka a + d b, dimana d merupakan tingkat noise yang dapat diatur-atur untuk menghindari efek degradasi kualitas pada sinyal aslinya dan juga meningkatkan robustness. 7. Koefisien yang telah diganti dikalikan dengan nilai kuantisasi sebelumnya, kemudian blok tersebut dilakuan inverse DCT. Demikian seterusnya sampai seluruh blok yang terpilih dilakukan hal yang serupa dari langkah pertama sampai langkah ketujuh.

29 xlix 2.9 Wavelet Teori wavelet adalah suatu konsep yang relatif baru dikembangkan. Kata Wavelet sendiri diberikan oleh Jean Morlet dan Alex Grossmann diawal tahun 1980-an, dan berasal dari bahasa Prancis, ondelette yang berarti gelombang kecil. Kata onde yang berarti gelombang kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi wave, lalu digabung dengan kata aslinya sehingga terbentuk kata baru wavelet Transformasi Wavelet Transformasi wavelet dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu continue wavelet transform (CWT) dan Discret Wavelet Transform (DWT). Sampai sekarang transformasi Fourier mungkin masih menjadi transformasi yang paling populer untuk pemrosesan sinyal digital. Transformasi Fourier memberi informasi frekuensi dari sebuah sinyal, tapi tidak informasi waktu yaitu tidak dapat diketahui di mana frekuensi itu terjadi. Karena itulah transformasi Fourier hanya cocok untuk sinyal stationari yaitu sinyal yang informasi frekuensinya tidak berubah menurut waktu. Untuk menganalisa sinyal yang frekuensinya bervariasi di dalam waktu, diperlukan suatu transformasi yang dapat memberikan resolusi frekuensi dan waktu disaat yang bersamaan yang biasa disebut Analisys Multi Resolusion (AMR). AMR dirancang untuk memberika resolusi waktu yang baik dan resolusi frekuensi yang buruk pada frekuensi tinggi suatu sinyal, serta resolusi frekuensi yang baik dan resolusi waktu yang buruk pada frekuensi rendah suatu sinyal. Pendekatan ini sangat berguna untuk menganalisa sinyal dalam aplikasiaplikasi praktis yang memang memiliki lebih banyak frekuensi rendah [2]. Transformasi wavelet adalah suatu AMR yang dapat merepresentasikan informasi waktu dan frekuensi suatu sinyal dengan baik. Transformasi wavelet menggunakan sebuah jendela modulasi yang fleksibel, ini yang paling membedakannya dengan transformasi Fourier waktu-singkat (STFT), yang merupakan pengembangan dari transformasi Fourier. STFT menggunakan jendela modulasi yang besarnya tetap, ini menyebabkan dilema karena jendela yang sempit akan memberikan resolusi frekuensi yang buruk dan sebaliknya jendela yang lebar akan menyebabkan resolusi waktu yang buruk [2].

30 l Skala dalam tranformasi wavelet adalah melakukan perenggangan dan pemampatan pada sinyal. Efek dari skala tranformasi wavelet dapat dilihat pada Gambar 2.15, semakin kecil faktor skala akan menghasilkan induk wavelet yang semakin mampat. Gambar 2.15 Faktor Skala Wavelet Transformasi Wavelet Kontinu (Continue Wavelet Transform) Cara kerja continue wavelet transform (CWT) adalah dengan menghitung konvolusi sebuah sinyal dengan sebuah jendela modulasi pada setiap waktu dengan setiap skala yang diinginkan. Jendela modulasi yang mempunyai skala fleksibel inilah yang biasa disebut induk wavelet atau fungsi dasar wavelet. Dalam transformasi wavelet digunakan istilah translasi dan skala, karena istilah waktu dan frekuensi sudah digunakan oleh transformasi Fourier. Translasi adalah lokasi jendela modulasi saat digeser sepanjang sinyal, berhubungan dengan informasi waktu. Skala berhubungan dengan frekuensi, skala tinggi (frekuensi rendah) berhubungan dengan informasi global dari sebuah sinyal, sedangkan skala rendah (frekuensi tinggi) berhubungan dengan informasi detil [2] Transformasi Wavelet Diskrit (Discrete Wavelet Transform) Dibandingkan dengan CWT, transformasi wavelet diskrit (DWT) dianggap relatif lebih mudah diimplementasikan. Prinsip dasar dari DWT adalah bagaimana cara mendapatkan representasi waktu dan skala dari sebuah sinyal menggunakan teknik pemfilteran digital dan operasi sub-sampling. Sinyal pertama-tama dilewatkan pada rangkaian filter high-pass dan low-pass, kemudian setengah dari

31 li masing-masing keluaran diambil sebagai sample melalui operasi sub-sampling. Proses ini disebut sebagai proses dekomposisi satu tingkat [2]. Keluaran dari filter low-pass digunakan sebagai masukkan di proses dekomposisi tingkat berikutnya. Proses ini diulang sampai tingkat proses dekomposisi yang diinginkan. Gabungan dari keluaran-keluaran filter high-pass dan satu keluaran filter low-pass yang terakhir, disebut sebagai koefisien wavelet, yang berisi informasi sinyal hasil transformasi yang telah terkompresi. Berkat operasi sub-sampling yang menghilangkan informasi sinyal yang berlebihan, transformasi wavelet telah menjadi salah satu metode kompresi data yang paling handal. Transformasi wavelet diskrit merupakan pentransformasian sinyal diskrit menjadi koefisien-koefisien wavelet yang diperoleh dengan cara menapis sinyal menggunakan dua buah tapis yang berlawanan. Kedua tapis yang dimaksud adalah: 1. Tapis pererata atau penyekala atau disebut tapis lolos rendah (low pass filter, LPF). 2. Tapis detil atau tapis lolos tinggi (high pass filter, HPF). Tapis lolos rendah mewakili fungsi basis (fungsi penyekala), sedangkan tapis detil mewakili wavelet. Untuk mempermudah penamaan, ditetapkan tanggapan impuls tapis hk = ck dan gk = dk dimana ck dan dk hanya menyatakan koefisienkoefisien keluaran transformasi wavelet yaitu koefisien aproksimasi (keluaran tapis low-pass) dan koefisien detil (keluaran tapis high-pass) berturut-turut. Oleh karena itu, penapisan dua kanal ini dapat diekspresikan dengan: (2.3) (2.4)..

32 lii Kedua persamaan di atas merupakan proses konvolusi diikuti down-sampling dengan faktor 2. Interpretasi atas persamaan diatas akan diberikan sebagai berikut. Persamaan (2.3) menyatakan konvolusi antara tapis low-pass dengan runtun sinyal diskrit yang menghasilkan aproksimasi. Sedangkan persamaan (2.4) menyatakan konvolusi antara tapis high-pass dengan runtun sinyal diskrit yang menghasilkan detil pada level j. Setelah pasangan operasi ini dilaksanakan, koefisien-koefisien tapis digeser kekanan sejauh 2 cuplik untuk mengimplementasikan desimasi dengan faktor 2. Selanjutnya bagian aproksimasi digunakan kembali sebagai vektor masukan pengganti sinyal. Proses ini diulangi untuk semua skala Transformasi Wavelet Multi Level Secara sederhana transformasi wavelet multilevel dapat didefinisikan sebagai model transformasi wavelet diskrit yang mentransformasikan suatu data secara berulang-ulang [2]. Algoritma dari transformasi wavelet multilevel adalah sebagai berikut: a. Data mula-mula ditransformasikan menggunakan DWT, yang menghasilkan koefisien aproksimasi dan detil. b. Koefisien aproksimasi ditransformasikan lagi menggunakan DWT sehingga menghasilkan koefisien transformasi aproksimasi dan detil kedua. c. Jika panjang level adalah tiga maka pentransformasian dilakukan secara berulang-ulang sebanyak tiga kali (ulangi langkah 2 sampai panjang level sama dengan tiga). Panjang level maksimum transformasi wavelet multilevel dari suatu sinyal adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia digital, terutama dengan berkembangnya internet, menyebabkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat tanpa

Lebih terperinci

TUGAS SEKURITI KOMPUTER

TUGAS SEKURITI KOMPUTER TUGAS SEKURITI KOMPUTER DIGITAL WATERMARK Disusun Oleh : Nama : Fauzan Bekti Nugroho NIM : 3085113013 Dosen : IKRIMACH, S.Kom PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi terutama pada dunia digital pada saat ini memungkinkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat tanpa batas ruang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Citra Digital Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, melainkan sebuah representasi dari citra asal yang bersifat analog [3]. Citra digital ditampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan internet yang semakin canggih sangat membawa kemajuan yang semakin berarti dalam berbagai aspek terutama bagi negara yang berkembang. Perkembangan

Lebih terperinci

* Kriptografi, Week 13

* Kriptografi, Week 13 * Kriptografi, Week 13 Sejarah Watermarking Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda-air

Lebih terperinci

Teknologi Multimedia. Suara dan Audio

Teknologi Multimedia. Suara dan Audio Teknologi Multimedia Suara dan Audio SUARA (SOUND) Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu

Lebih terperinci

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio Pudy Prima - 13508047 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi internet dalam beberapa tahun terakhir ini, telah membawa perubahan besar bagi distribusi media digital. Media digital yang dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Masalah keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari

BAB II LANDASAN TEORI. Masalah keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keamanan data Masalah keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari sebuah sistem informasi. Tapi yang sangat di sayangkan, masalah keamanan ini kurang mendapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pertama dari laporan Tugas Akhir yang berisi pendahuluan. Bab pendahuluan diuraikan menjadi sub bab latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Steganografi adalah sebuah seni menyembunyikan pesan rahasia dengan tujuan agar keberadaan pesan rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi File Pada dasarnya semua data itu merupakan rangkaian bit 0 dan 1. Yang membedakan antara suatu data tertentu dengan data yang lain adalah ukuran dari rangkaian bit dan

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Metode DCT dan SVD pada Image Watermarking

Studi Perbandingan Metode DCT dan SVD pada Image Watermarking Studi Perbandingan Metode DCT dan SVD pada Image Watermarking Shofi Nur Fathiya - 13508084 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. : Human Auditory System. : Human Visual System. : Singular Value Decomposition. : Quantization Index Modulation.

DAFTAR SINGKATAN. : Human Auditory System. : Human Visual System. : Singular Value Decomposition. : Quantization Index Modulation. DAFTAR SINGKATAN HAS HVS SVD QIM BER MOS ODG SNR : Human Auditory System : Human Visual System : Singular Value Decomposition : Quantization Index Modulation : Bit Error Rate : Mean Opinion Score : Objective

Lebih terperinci

Watermarking Audio File dengan Teknik Echo Data Hiding dan Perbandingannya dengan Metode LSB dan Phase Coding

Watermarking Audio File dengan Teknik Echo Data Hiding dan Perbandingannya dengan Metode LSB dan Phase Coding Watermarking Audio File dengan Teknik Echo Data Hiding dan Perbandingannya dengan Metode LSB dan Phase Coding Roy Indra Haryanto - 13508026 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori. studi komparasi ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Verdi Yasin, Dian

BAB II. Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori. studi komparasi ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Verdi Yasin, Dian BAB II Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan studi komparasi ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Verdi Yasin,

Lebih terperinci

WATERMARKING PADA BEBERAPA KELUARGA WAVELET

WATERMARKING PADA BEBERAPA KELUARGA WAVELET JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 7. No. 3, 18-25, Desember 2004, ISSN : 1410-8518 WATERMARKING PADA BEBERAPA KELUARGA WAVELET Aris Sugiharto, Eko Adi Sarwoko Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa teori tentang citra digital dipaparkan sebagai berikut.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa teori tentang citra digital dipaparkan sebagai berikut. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Beberapa teori tentang citra digital dipaparkan sebagai berikut. 2.1.1 Definisi citra digital Menurut Sachs (1999, hal:1), citra digital merupakan suatu gambar yang

Lebih terperinci

CEG4B3. Randy E. Saputra, ST. MT.

CEG4B3. Randy E. Saputra, ST. MT. CEG4B3 Randy E. Saputra, ST. MT. Suara Bentuk gelombang yang berulang secara teratur = gelombang periodik Bentuk gelombang yang tidak menunjukkan keteraturan = kebisingan (noise) Bentuk gelombang yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan algoritma Shannon-Fano untuk kompresi file audio. 2.1 Kompresi Data tidak hanya disajikan

Lebih terperinci

Sistem Multimedia. Materi : Audio/Suara

Sistem Multimedia. Materi : Audio/Suara Sistem Multimedia Materi : Audio/Suara Definisi i i Suara Suara (Sound) fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah b secara

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR DIGITAL IMAGE WATERMARKING MENGGUNAKAN METODE IMAGE BLENDING. Disusun Oleh : : Ika Maulina : A

LAPORAN TUGAS AKHIR DIGITAL IMAGE WATERMARKING MENGGUNAKAN METODE IMAGE BLENDING. Disusun Oleh : : Ika Maulina : A LAPORAN TUGAS AKHIR DIGITAL IMAGE WATERMARKING MENGGUNAKAN METODE IMAGE BLENDING Disusun Oleh : Nama NIM : Ika Maulina : A11.2006.03184 Program Studi : Teknik Informatika FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang meningkat pesat seperti mudahnya internet diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Multimedia Sebelum membahas tentang watermarking sebagai perlindungan terhadap hak cipta, ada baiknya terlebih dahulu dibicarakan tentang pengertian multimedia. Multimedia memiliki

Lebih terperinci

Stenografi dan Watermarking. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Stenografi dan Watermarking. Esther Wibowo Erick Kurniawan Stenografi dan Watermarking Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Stenografi Teknik menyembunyikan data rahasia di dalam media digital. Memerlukan : Wadah penampung

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Audio Suara atau bunyi adalah suatu gelombang longitudinal yang merambat melalui suatu medium, seperti zat cair, padat dan gas. Bunyi dapat terdengar oleh manusia apabila gelombang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEKNIK PENYEMBUNYIAN DATA DALAM DOMAIN SPASIAL DAN DOMAIN FREKUENSI PADA IMAGE WATERMARKING

PERBANDINGAN TEKNIK PENYEMBUNYIAN DATA DALAM DOMAIN SPASIAL DAN DOMAIN FREKUENSI PADA IMAGE WATERMARKING PERBANDINGAN TEKNIK PENYEMBUNYIAN DATA DALAM DOMAIN SPASIAL DAN DOMAIN FREKUENSI PADA IMAGE WATERMARKING Bayu Adi Persada NIM : 13505043 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB II. DASAR TEORI 2.1 CITRA DIGITAL

BAB II. DASAR TEORI 2.1 CITRA DIGITAL BAB II. DASAR TEORI Bab dasar teori ini menguraikan mengenai beberapa pengetahuan dan hal mendasar yang melatarbelakangi watermarking pada citra digital. Dasar teori ini dibagi menjadi empat bagian utama,

Lebih terperinci

Pertemuan V SUARA / AUDIO

Pertemuan V SUARA / AUDIO Pertemuan V SUARA / AUDIO Definisi suara/audio Suara adalah Fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda Getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu

Lebih terperinci

SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND)

SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND) SUARA DAN AUDIO 1 SUARA (SOUND) SUARA DAN AUDIO Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda. getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan mengenai konsep-konsep dasar yang digunakan sebagai penunjang dalam pembuatan penelitian ini. Adapun Konsep-konsep dasar tersebut meliputi : 2.1 Sejarah Watermarking

Lebih terperinci

SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND)

SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND) SISTEM MULTIMEDIA Universitas Gunadarma SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND) Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang

Lebih terperinci

ijns.org Indonesian Journal on Networking and Security - Volume 5 No 3 Agustus 2016

ijns.org Indonesian Journal on Networking and Security - Volume 5 No 3 Agustus 2016 Implementasi Watermarking Metode LSB Pada Citra Guna Perlindungan Karya Cipta Fauzan Masykur Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Ponorogo fauzan.art@gmail.com Abstract - Protection of copyright on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang perlunya penyisipan watermark di dalam citra digital, perumusan masalah secara sistematis, serta metodologi yang digunakan untuk memecahkan masalah yang

Lebih terperinci

SUARA DAN AUDIO. M U L T I M E D I A Universitas Gunadarma

SUARA DAN AUDIO. M U L T I M E D I A Universitas Gunadarma M U L T I M E D I A Universitas Gunadarma SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND) Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK Pada bab empat laporan Tugas Akhir ini akan diuraikan mengenai analisis dan perancangan perangkat lunak untuk watermarking pada citra digital yang berformat

Lebih terperinci

Digital Watermarking

Digital Watermarking Digital Watermarking Data dan informasi disajikan dalam bentuk format : digital, teks, citra, audio, maupun video. Produk digital lainnya, mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: Penggandaan (Copy)

Lebih terperinci

REPRESENTASI DATA AUDIO dan VIDEO

REPRESENTASI DATA AUDIO dan VIDEO NAMA : Sarah Putri Ramadhani NRP : 5213100185 REPRESENTASI DATA AUDIO dan VIDEO Definisi Representasi Data Representasi data adalah metode data dan atau informasi ke dalam ukuran yang lebih kecil sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi tidak hanya mendorong kecenderungan orang untuk saling berkomunikasi semata. Tuntutan menjadi semakin kompleks sehingga masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dewasa ini, saat teknologi informasi berkembang sangat pesat, hampir semua data telah berbentuk digital. Mulai dari data sederhana seperti buku referensi kuliah, tugas-tugas

Lebih terperinci

Digital Audio Watermarking dengan Fast Fourier Transform

Digital Audio Watermarking dengan Fast Fourier Transform Digital Audio Watermarking dengan Fast Fourier Transform Otniel 13508108 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. BAB II DASAR TEORI. Umum Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. Karena sebagian besar sinyal

Lebih terperinci

ANALISIS DIGITAL AUDIO WATERMARKING BERBASIS LIFTING WAVELET TRANSFORM PADA DOMAIN FREKUENSI DENGAN METODE SPREAD SPECTRUM

ANALISIS DIGITAL AUDIO WATERMARKING BERBASIS LIFTING WAVELET TRANSFORM PADA DOMAIN FREKUENSI DENGAN METODE SPREAD SPECTRUM ANALISIS DIGITAL AUDIO WATERMARKING BERBASIS LIFTING WAVELET TRANSFORM PADA DOMAIN FREKUENSI DENGAN METODE SPREAD SPECTRUM Agung Satrio Wibowo 1), Agung Suryahadiningrat Kusumanegara 2) Gelar Budiman 3)

Lebih terperinci

Perlindungan Hak Cipta Gambar dengan Watermarking berbasis MVQ

Perlindungan Hak Cipta Gambar dengan Watermarking berbasis MVQ Perlindungan Hak Cipta Gambar dengan ing berbasis MVQ Gressia Melissa NIM : 13506017 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha no.10 Bandung E-mail : if16017@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan tentang teori-teori yang melandasi penulisan Laporan Penelitian ini. 2.1 Steganografi Steganografi adalah teknik untuk menyembunyikan informasi. Nama steganografi

Lebih terperinci

I M M U L T I M E D I A Semester Genap 2005/2006 Fakultas Teknik Informatika Universitas Kristen Duta Wacana SUARA DAN AUDIO

I M M U L T I M E D I A Semester Genap 2005/2006 Fakultas Teknik Informatika Universitas Kristen Duta Wacana SUARA DAN AUDIO I M 2 0 2 3 M U L T I M E D I A Semester Genap 2005/2006 Fakultas Teknik Informatika Universitas Kristen Duta Wacana SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND) Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi multimedia, jaringan komputer, jaringan Internet menimbulkan peningkatan kemudahan pengiriman informasi yang berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer digital dan perangkat perangkat lainnya yang serba digital, ada beberapa faktor yang membuat data digital seperti audio, citra, dan video

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. perancangan dan pembuatan akan dibahas dalam bab 3 ini, sedangkan tahap

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. perancangan dan pembuatan akan dibahas dalam bab 3 ini, sedangkan tahap BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Perancangan program aplikasi dalam skripsi ini menggunakan aturan linear sequential (waterfall). Metode ini menggunakan beberapa tahapan yaitu analisis, perancangan, pengkodean/pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengirim pesan secara tersembunyi agar tidak ada pihak lain yang mengetahui.

BAB I PENDAHULUAN. mengirim pesan secara tersembunyi agar tidak ada pihak lain yang mengetahui. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seringkali seseorang yang hendak mengirim pesan kepada orang lain, tidak ingin isi pesan tersebut diketahui oleh orang lain. Biasanya isi pesan tersebut bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 File Audio Digital Digital audio / digitized sound (Audio digital) merupakan jenis file audio yang berasal dari hasil perekaman atau hasil sintesis dari komputer. Audio digital

Lebih terperinci

STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH

STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH Fahmi Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.

Lebih terperinci

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p =

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p = tulisan. Secara umum, steganografi dapat diartikan sebagai salah satu cara menyembunyikan suatu pesan rahasia (message hiding) dalam data atau pesan lain yang tampak tidak mengandung apa-apa sehingga keberadaan

Lebih terperinci

OPTIMASI AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN TEKNIK SINGULAR VALUE DECOMPOSITON MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

OPTIMASI AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN TEKNIK SINGULAR VALUE DECOMPOSITON MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA OPTIMASI AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN TEKNIK SINGULAR VALUE DECOMPOSITON MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Beatrix Sitompul 1), Fadliana Raekania 2) ), Gelar Budiman 3) 1),2),3)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keamanan Informasi Dalam era digital, komunikasi melalui jaringan komputer memegang peranan penting. Melalui komunikasi elektronis, seseorang dapat melakukan transaksi atau komunikasi

Lebih terperinci

SUARA DAN AUDIO. Suara berhubungan erat dengan rasa mendengar.

SUARA DAN AUDIO. Suara berhubungan erat dengan rasa mendengar. SUARA DAN AUDIO SUARA (SOUND) Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu terhadap waktu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA SEMI FRAGILE IMAGE WATERMARKING BERDASARKAN PADA REGION SEGMENTATION

APLIKASI ALGORITMA SEMI FRAGILE IMAGE WATERMARKING BERDASARKAN PADA REGION SEGMENTATION APLIKASI ALGORITMA SEMI FRAGILE IMAGE WATERMARKING BERDASARKAN PADA REGION SEGMENTATION Andri 1, Ng Poi Wong 2, Johnny Fransiscus 3 STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 andri@mikroskil.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Batasan Masalah... 2 1.4 Tujuan... 3 1.5 Manfaat...

Lebih terperinci

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) J. Pilar Sains 6 (2) 2007 Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Riau ISSN 1412-5595 STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) Astried Jurusan Matematika FMIPA UNRI Kampus Bina

Lebih terperinci

PENERAPAN DISCRETE DAUBECHIS WAVELET TRANSFORM D A L A M W A T E R M A R K I N G C I T R A D I G I T A L

PENERAPAN DISCRETE DAUBECHIS WAVELET TRANSFORM D A L A M W A T E R M A R K I N G C I T R A D I G I T A L PENERAPAN DISCRETE DAUBECHIS WAVELET TRANSFORM D A L A M W A T E R M A R K I N G C I T R A D I G I T A L Hermawan Syahputra* 1, Andani D N 2 1,2 Jurusan Matematika, FMIPA Unimed, Medan, Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meluasnya jaringan multimedia, maka proses pengiriman dan pengaksesan citra digital juga semakin mudah. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang dengan berkembangnya teknologi munculah sebuah kata yang disebut dengan internet. Dengan adanya internet ini, penyebaran informasi sangat mudah dan cepat.

Lebih terperinci

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital Latifatul Machbubah, Drs. Soetrisno, MI.Komp Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

AUDIO WATERMARKING DENGAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN HISTOGRAM MENGGUNAKAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA

AUDIO WATERMARKING DENGAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN HISTOGRAM MENGGUNAKAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 217 ISSN 285-4218 ITN Malang, 4 Pebruari 217 AUDIO WATERMARKING DENGAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN HISTOGRAM MENGGUNAKAN OPTIMASI ALGORITMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi Komputer dan Internet saat ini turut berperan serta dalam mempengaruhi perilaku dari masing masing individu untuk saling berkomunikasi

Lebih terperinci

Menjabarkan format audio digital

Menjabarkan format audio digital Menjabarkan format audio digital Mata Diklat : KKM 12 Kelas/Semester : XI Multimedia / II Standart Kompetensi : Menggabungkan audio ke dalam sajian multimedia SUARA DAN AUDIO Suara adalah fenomena fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komputer saat ini sangatlah pesat dan menjadi kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin mudah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komputer saat ini telah memegang peranan yang penting dalam segala aspek kehidupan. Dari mulai kebutuhan pribadi, pendidikan, kantor, hiburan, kesehatan,

Lebih terperinci

ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE

ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE Muhamad Sofwan & Dadang Gunawan Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia ABSTRAK Teknik watermarking dibagi menjadi dua, yaitu

Lebih terperinci

Teknik Watermarking dalam Domain Wavelet untuk Proteksi Kepemilikan pada Data Citra Medis

Teknik Watermarking dalam Domain Wavelet untuk Proteksi Kepemilikan pada Data Citra Medis Teknik Watermarking dalam Domain Wavelet untuk Proteksi Kepemilikan pada Data Citra Medis Mulaab Email : mulaab@if.trunojoyo.ac.id Laboratorium Pemrograman, Jurusan Teknik Informatika Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Perkembangan teknologi jaringan dan teknik kompresi data audio mempermudah penyalinan dan penyebaran data audio secara ilegal (Alfatwa 2006). Perkembangan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA. 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan

BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA. 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan BAB II DIGITISASI DAN TRANSMISI SUARA 2.1 Umum Telinga manusia memiliki kemampuan menerima frekwensi dalam kisaran 16Hz 20 khz, yang dikenal sebagai frekwensi audio. Suara menghasilkan frekwensi yang sempit

Lebih terperinci

BAB II. DASAR TEORI. Digital Watermarking. Sejarah Watermarking. Penyisipan Tanda Air

BAB II. DASAR TEORI. Digital Watermarking. Sejarah Watermarking. Penyisipan Tanda Air BAB II. DASAR TEORI Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori dan sejarah watermarking, mulai dari digital watermarking sampai ke audio watermarking, konsep suara digital dan cara konversi suara analog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, komunikasi merupakan hal yang paling penting bagi manusia. Komunikasi dapat diartikan sebagai berbagi pikiran, informasi dan intelijen. Segala

Lebih terperinci

Penerapan Reversible Contrast Mapping pada Audio Watermarking

Penerapan Reversible Contrast Mapping pada Audio Watermarking Vol. 8, No.2, 102-109, Januari 2012 Penerapan Reversible Contrast Mapping pada Audio Watermarking Hendra dan Marzhelly Djuan Kristanta Abstrak Perkembangan teknologi informasi dalam hal pertukaran informasi

Lebih terperinci

Rancang Bangun Perangkat Lunak Transformasi Wavelet Haar Level 3 Pada Least Significant Bit (Lsb) Steganography

Rancang Bangun Perangkat Lunak Transformasi Wavelet Haar Level 3 Pada Least Significant Bit (Lsb) Steganography Rancang Bangun Perangkat Lunak Transformasi Wavelet Haar Level 3 Pada Least Significant Bit (Lsb) Steganography Abdul Haris 1, Febi Yanto 2 1,2 Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Steganografi Steganografi adalah suatu teknik untuk menyembunyikan keberadaan pesan sehingga pesan yang dikirim tidak akan dicurigai mengandung pesan. Umumnya teknik steganografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas landasan teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, jenis-jenis citra digital, metode

Lebih terperinci

AUDIO DIGITAL. Kualitas Audio Digital. Kualitas Audio ditentukan oleh Sample rate dan Bit Rate. Sample Rate

AUDIO DIGITAL. Kualitas Audio Digital. Kualitas Audio ditentukan oleh Sample rate dan Bit Rate. Sample Rate AUDIO DIGITAL Suara atau audio adalah getaran udara pada frekwensi yang dapat didengar oleh telinga manusia sehingga disebut dengan frekwensi suara atau freuensi audio. Frekuensi audio berada diantara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar / Umum Landasan teori dasar / umum yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. 2.1.1 Speaker Recognition Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Watermarking Watermarking adalah proses penambahan kode identifikasi secara permanen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, suara, gambar, atau

Lebih terperinci

SUARA. Suara merupakan sinyal analog. Jenis Suara dalam Multimedia:

SUARA. Suara merupakan sinyal analog. Jenis Suara dalam Multimedia: SUARA (SOUND) SUARA Suara merupakan sinyal analog. berasal dari benda bergetar (sumber suara), media transmisi (biasanya udara), penerima (telinga) dan perceptor (otak). Jenis Suara dalam Multimedia: Pidato

Lebih terperinci

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital. PSNR Histogram Nilai perbandingan antara intensitas maksimum dari intensitas citra terhadap error citra. Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Audio Audio atau suara merupakan gelombang yang mengandung sejumlah komponen penting (amplitudo, panjang gelombang dan frekuensi) yang dapat menyebabkan suara yang satu berbeda

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Steganografi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Steganografi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Steganografi, berasal dari bahasa Yunani yaitu stegos yang berarti atap atau tertutup dan graphia yang berarti tulisan, adalah ilmu dan seni menyembunyikan keberadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Steganografi Steganografi merupakan seni komunikasi rahasia dengan menyembunyikan pesan pada objek yang tampaknya tidak berbahaya. Keberadaan pesan steganografi adalah rahasia.

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS Efriawan Safa (12110754) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisimangaraja No. 338 Simpang Limun www.inti-budidarma.com

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE LSB DALAM MELAKUKAN STEGANOGRAFI PADA MEDIA GAMBAR DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGUNAAN METODE LSB DALAM MELAKUKAN STEGANOGRAFI PADA MEDIA GAMBAR DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB PENGGUNAAN METODE LSB DALAM MELAKUKAN STEGANOGRAFI PADA MEDIA GAMBAR DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi pada saat ini sangatlah pesat, hal ini terbukti

Lebih terperinci

Perbandingan Steganografi Metode Spread Spectrum dan Least Significant Bit (LSB) Antara Waktu Proses dan Ukuran File Gambar

Perbandingan Steganografi Metode Spread Spectrum dan Least Significant Bit (LSB) Antara Waktu Proses dan Ukuran File Gambar Perbandingan Steganografi Metode Spread Spectrum dan Least Significant Bit (LSB) Antara Waktu Proses dan Ukuran File Gambar M.A. Ineke Pakereng, Yos Richard Beeh, Sonny Endrawan Fakultas Teknik Program

Lebih terperinci

Bab 3. Suara dan Audio. Pokok Bahasan : Tujuan Belajar : Definisi Suara

Bab 3. Suara dan Audio. Pokok Bahasan : Tujuan Belajar : Definisi Suara Bab 3 Suara dan Audio Pokok Bahasan : Definisi dan konsep dasar suara Representasi suara/audio Perkembangan audio digital dan format audio Software pengolah suara Analisis dan sintesa Audio : Studi case

Lebih terperinci

Tabel 6 Skenario pengujian 4

Tabel 6 Skenario pengujian 4 7 Tabel 6 Skenario pengujian 4 Cover Rhinos.avi & Vipmen.avi bit 1-8 bit Berkas pesan karakter Test.txt 197 Daftar.txt 15.384 TestCase.txt 33.792 5 Pengujian kualitas stegovideo secara objektif menggunakan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis, BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

Lebih terperinci

PERANCANGAN AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE WAVELETE TRANSFORM DAN MODIFIED DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA

PERANCANGAN AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE WAVELETE TRANSFORM DAN MODIFIED DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA PERANCANGAN AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE WAVELETE TRANSFORM DAN MODIFIED DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA Olga Madayanti 1), Dianita Rosari 2), Gelar Budiman, Suci Auli,

Lebih terperinci

PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING

PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING Andreas Soegandi Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Bina Nusantara University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta

Lebih terperinci

Studi Dan Implementasi Steganografi Pada Video Digital Di Mobile Phone Dengan DCT Modification

Studi Dan Implementasi Steganografi Pada Video Digital Di Mobile Phone Dengan DCT Modification Studi Dan Implementasi Steganografi Pada Video Digital Di Mobile Phone Dengan DCT Modification Paul Gunawan Hariyanto (13504023) Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Bahan Kuliah IF4020 Kriptografi. Oleh: Rinaldi Munir. Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

Bahan Kuliah IF4020 Kriptografi. Oleh: Rinaldi Munir. Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB PengenalanWatermarking Bahan Kuliah IF4020 Kriptografi Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB Fakta Jutaan gambar/citra digital bertebaran di internet

Lebih terperinci

WATERMARKI G PADA DOMAI FREKUE SI U TUK MEMBERIKA IDE TITAS (WATERMARK) PADA CITRA DIGITAL

WATERMARKI G PADA DOMAI FREKUE SI U TUK MEMBERIKA IDE TITAS (WATERMARK) PADA CITRA DIGITAL WATERMARKI G PADA DOMAI FREKUE SI U TUK MEMBERIKA IDE TITAS (WATERMARK) PADA CITRA DIGITAL Zaki Rakhmatulloh, Aris Sugiharto, Eko Adi Sarwoko Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. Soedarto, Kampus UNDIP

Lebih terperinci