DARI MUIR HINGGA MOTZKI: Hadits dan Asal-usul Hukum Islam dalam Diskursus Orientalisme

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DARI MUIR HINGGA MOTZKI: Hadits dan Asal-usul Hukum Islam dalam Diskursus Orientalisme"

Transkripsi

1 DARI MUIR HINGGA MOTZKI DARI MUIR HINGGA MOTZKI: Hadits dan Asal-usul Hukum Islam dalam Diskursus Orientalisme Muhammad Ma mun Mahasiswa Program Pascasarjana Konsentrasi Hukum Keluarga Islam STAIN Jember Abstrak: Dengan memusatkan perhatian pada karya-karya para Orientalis Barat dalam abad ke-19 hingga awal abad ke-21, tulisan ini berusaha menyajikan tinjauan historiografis atas wacana Orientalisme tentang Hadits dan fiqh. Strategi para pengkaji Barat ini dalam mengkaji literatur Hadits dan fiqh dapat dikelompokkan dalam empat pendekatan: (a) pendekatan Orientalisme klasik, (b) pendekatan apologetik, (c) pendekatan revisionis, dan (d) pendekatan revaluatif. Kata Kunci : Muir, Motzki, Hadits, Hukum Islam, Orientalisme Pendahuluan Sejak terbitnya Orientalism karya Edward Said, 1 Orientalisme atau kajian-kajian atas budaya Timur yang dilakukan oleh para peneliti Barat mulai mendapatkan tantangan yang signifikan dari dalam maupun luar tradisi ilmiah tersebut. Kritik-kritik tersebut amat beragam; merentang mulai dari peran Orientalisme sebagai sarana kekuasaan kolonialisme Barat untuk mengetahui, mengklasifikasi, dan mengkooptasi Timur, hingga soal objektivitas hasil penelitian yang dilakukan oleh para Orientalis. 2 Disiplin ilmu yang tumbuh subur di Eropa dan Amerika sejak abad ke-18 hingga abad ke-20 ini berpusat pada kajian historis dan filologis yang kritis 1 Edward W. Said, Orientalism (London: Routledge & Kegan Paul, 1978). 2 Lihat A.L. Tibawi, English-Speaking Orientalists: A Critique of Their Approach to Islam and Arab Nationalism, The Muslim World, 53 (1963), , ; Hichem Djaït, Europe and Islam, diterjemahkan oleh Peter Heinegg (Berkeley: University of California Press, 1985); Malek Alloula, The Colonial Harem, diterjemahkan oleh Myrna Godzich dan Wlad Godzich (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1986); Marshall G.S. Hodgson, Rethinking World History: Essays on Europe, Islam, and World History, diedit oleh Edmund Burke, III (Cambridge: Cambridge University Press, 1993). Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

2 Muhammad Ma mun terhadap teks-teks budaya Timur. 3 Metodologi disiplin ini berakar dalam humanisme zaman Renaisans yang tumbuh sejak abad ke-14 hingga abad ke-16; dan pendekatan kritis terhadap sumber-sumber sejarah dan agama yang tumbuh di Jerman pada abad ke-18 dan ke Perjumpaan Orientalisme dengan literatur Hadits dan fiqh merupakan kasus menarik problematika penerapan metodologi filologis dan historis yang kritis terhadap salah satu sumber agama Islam yang amat dihormati kaum Muslim. Hadits merupakan sumber doktrin dan amaliah Islam kedua setelah Qur ān. Sementara itu, fiqh adalah interpretasi para ulama atas ketentuan-ketentuan hukum dalam al-qur an dan Hadits. Kaum Muslim percaya bahwa karena Hadits memegang peran yang amat sentral dalam struktur keagamaan Islam, literatur dan pengkajian terhadap ucapan, tindakan, dan perilaku Nabi ini telah dimulai sejak dini. Ini bukan berarti bahwa umat Islam tidak mengakui adanya pemalsuan dan penyalahgunaan Hadits dalam sejarah; namun mereka berpendapat bahwa ilmu kritik Hadits seperti yang dikembangkan oleh para ulama dari Abad Pertengahan sudah memadai untuk menyaring Hadits yang shahih dari yang palsu. Asumsi-asumsi seperti ini dilucuti dalam kajian Orientalistik atas Hadits dan teks-teks fiqh di masa awal. Dengan kritisisme filologis dan historis yang radikal, Orientalisme mengkaji sumber-sumber utama doktrin dan amaliah Islam ini dalam sudut pandang baru. Hal ini menimbulkan sejumlah problem dan ketegangan dalam hasil-hasil kajian ilmiah Orientalisme. Tulisan ini bermaksud mendiskusikan problematika di atas. Dengan memusatkan perhatian pada karya-karya para Orientalis Barat dalam abad ke-19 hingga awal abad ke-21, tulisan ini akan berusaha menyajikan tinjauan historiografis atas wacana Orientalisme tentang Hadits dan fiqh. Memodifikasi tipologi yang dikemukakan oleh Brown, 5 tulisan ini akan mendeskripsikan teori-teori yang dikemukakan oleh para peneliti Barat tentang Hadits yang dikelompokkan dalam empat pendekatan: (a) pendekatan Orientalisme klasik, (b) pendekatan apologetik, (c) pendekatan revisionis, dan (d) pendekatan revaluatif. Pembagian ini dengan demikian kurang lebih bersifat tematik, walaupun bisa juga dilihat secara kronologis. Sebagaimana yang terjadi dalam dialektika pemikiran, kritisisme yang 3 Edmund Burke, III, Orientalisme, dalam John L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern (Bandung: Mizan, 2000), 4: 212b. 4 Jonathan A.C. Brown, Hadith: Muhammad s Legacy in the Medieval and Modern World (Oxford: Oneworld, 2009), Brown, Hadith, Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

3 DARI MUIR HINGGA MOTZKI dikemukakan oleh para Orientalis segera memancing respons dari mereka yang ingin membela otentisitas Hadits. Pada gilirannya, mereka yang mendukung teori pertama akan mengemukakan pembelaan dan semakin memperkuat pendiriannya; hingga akhirnya sebuah pendirian revaluatif akan muncul. Hadits dalam Orientalisme Klasik Masa Orientalisme klasik yang merentang sejak abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 menghasilkan sejumlah studi tentang Hadits yang di Barat amat berpengaruh dan dipandang sebagai kajian klasik. Pada mulanya, perhatian para Orientalis terhadap Hadits dan fiqh lebih bersifat sambil lalu saja. Mereka lebih tertarik untuk mengkaji kisah hidup Nabi Muhammad, perkembangan Islam di masa awal, atau riwayat kekhalifahan dan munculnya sekte-sekte sempalan dalam Islam. Dalam konteks studi tentang tema-tema inilah mereka memberikan komentar tentang otentisitas Hadits sebagai sumber sejarah. Baru di akhir abad ke-19 dan awal abad ke- 20, dengan studi-studi yang dilakukan oleh Ignaz Goldziher ( ), dan utamanya Joseph Schacht ( ), para Orientalis mulai membangun teori yang kompleks tentang Hadits. Salah seorang Orientalis pertama yang memiliki perhatian terhadap Hadits dalam kajiannya terhadap Islam adalah William Muir ( ). Orientalis asal Skotlandia ini merupakan penulis biografi Nabi yang sampai kini tetap dihormati dalam dunia ilmiah Barat: The Life of Mahomet, yang terbit pada tahun Karya Muir ini unik karena merupakan biografi Nabi Muhammad pertama dalam literatur Barat yang menggunakan sumber-sumber sejarah dari kaum Muslim sendiri. Buku ini diawali oleh sebuah pendahuluan tentang sumber-sumber historis kisah hidup Nabi. Perhatian Muir terhadap Hadits dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk menemukan sumber-sumber sejarah yang otentik dan andal untuk merekonstruksi biografi Nabi. Ia memandang Hadits sebagai sumber sejarah kedua yang terpenting setelah al-qur an. Namun, berbeda dengan al-qur an, yang menurutnya berisi teks-teks yang benar-benar berasal dari masa Nabi, literatur Hadits ia pandang masih perlu dikritisi. Hal ini karena proses transmisi Hadits, menurut Muir, pada mulanya bersifat lisan. Pencatatan Hadits menurutnya baru dimulai paling awal di akhir abad pertama Hijrah. Hal ini berpengaruh pada reliabilitas informasi yang ia sampaikan, karena periwayatan dengan lisan amat bergantung pada ingatan dan ingatan adalah sumber sejarah yang tidak dapat diandalkan. Muir berargumen bahwa sementara sejarah asal-usul Hadits amat meragukan, Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

4 Muhammad Ma mun metode tradisional untuk menyeleksi Hadits yang sahih dari yang palsu tidak memadai karena hanya berkonsentrasi pada kritik transmisi (isnad) dan mengabaikan kritik teks (matn). 6 Periwayatan Hadits yang mengandalkan ucapan para Sahabat dan Pengikut Nabi juga akan memudahkan penyusupan prasangka dan keyakinan orang-orang yang meriwayatkan Hadits. 7 Ini berakibat literatur Hadits lebih mencerminkan persepsi dan ambisi umat Islam di masa awalnya, bukan narasi yang andal tentang Nabi sendiri. 8 Ia mengakui bahwa sejumlah Hadits dapat dinilai sahih, namun ia menganjurkan para kritikus Eropa untuk menolak setidaknya separo isi Shahih al-bukhari. Hadits-Hadits yang dapat diandalkan menurutnya adalah bila mengandung isi yang kurang lebih sama atau memotret Nabi secara manusiawi. 9 Walaupun beberapa di antara opini Muir tentang Hadits akan diteruskan oleh para peneliti Barat di masa belakangan, perhatiannya terhadap Hadits tampaknya masih bersifat sambil lalu. Adalah Orientalis asal Hongaria, Ignaz Goldziher, yang meletakkan tonggak kritisisme modern terhadap Hadits melalui jilid kedua karyanya Muhammedanische Studien. Goldziher menulis bahwa perhatian yang mendalam terhadap himpunan Hadits yang amat luas akan melahirkan sikap skeptis alih-alih optimistis mengenai bahan-bahan yang dikompilasi dengan hati-hati dalam koleksi Hadits. 10 Skeptisisme Goldziher terhadap literatur Hadits berangkat dari sejumlah observasi. Pertama, bahan-bahan yang dihimpun dalam koleksi Hadits di masa-masa belakangan tidak mengutip koleksi Hadits yang berasal dari masa-masa sebelumnya. Sebaliknya, bahan-bahan tersebut menunjukkan bahwa Hadits ditransmisikan melalui isnad atau jalur transmisi yang bersifat lisan, bukan tertulis. Ini berakibat manipulasi dan pemalsuan akan mudah masuk ke dalam literatur Hadits. Kedua, banyak Hadits mengandung kontradiksi satu dengan yang lain; atau baru muncul dalam koleksi Hadits dalam masa-masa belakangan namun tidak dapat dibuktikan benar-benar ada di masa sebelumnya. Dan ketiga, banyak 6 William Muir, The Life of Mahomet from Original Sources (London: Smith, Elder, & Co., 1878), xiii. 7 Alan M. Guenther, The Hadīth in Christian-Muslim Discourse in British India, Tesis yang tidak dipublikasikan, (McGill University, Institute of Islamic Studies, 1997), Muir, Life of Mahomet, xxxvii. 9 Ibid., xviii, xxi. 10 Ignaz Goldziher, Muslim Studies, diedit oleh S.M. Stern; diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh C.R. Barber dan S.M. Stern, 2 jilid (London: George Allen & Unwin, 1967), 2: Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

5 DARI MUIR HINGGA MOTZKI Sahabat Nabi yang lebih muda tampaknya lebih mengenal Nabi dan meriwayatkan Hadits lebih banyak, dari pada Sahabat-sahabat Nabi yang lebih senior. 11 Fakta-fakta ini, menurut Goldziher, mengindikasikan bahwa ada pemalsuan Hadits dalam skala luas pada masa-masa awal Islam. Pandangan Goldziher tentang sejarah kodifikasi Hadits sebenarnya kurang lebih sama saja seperti pandangan kaum Muslim. Ia berpendapat kaum Muslim sejak masa dini telah berusaha menjaga, menyebarkan, dan mentransmisikan ajaran-ajaran guru [mereka]. 12 Peran Nabi yang amat besar dalam membentuk sikap dan tingkah laku umat Islam, ia akui, sangatlah besar. Namun demikian, ia juga berpendapat bahwa otoritas Nabi yang amat besar akan sangat menggoda sejumlah Muslim untuk memanipulasi Hadits demi kepentingan mereka. Dan ini adalah godaaan yang tak tertahankan! 13 Menurut Goldziher, ada empat motif yang dapat dipandang bertanggung jawab mendorong pemalsuan Hadits: kepentingan politik, hukum, sektarian, dan komunal/historis. Di antara keempat motif tersebut, politik adalah yang paling utama dan menjadi sumber bagi motif-motif yang lain. Secara khusus, ia menyebut Dinasti Umayyah, yang menurutnya ireligius, sebagai pemerintahan yang dalam skala massif berusaha memalsukan Hadits demi menjustifikasi klaim-klaim politik mereka. Goldziher mencontohkan Hadits Nabi yang berbunyi: Tidak boleh ada perjalanan kecuali menuju tiga masjid: Masjidku ini, Masjid al-haram, dan Masjid al-aqsha. 14 Hadits ini, menurut Goldziher, adalah bikinan pemerintah Umayyah yang ingin mengajak kaum Muslim agar mau berziarah ke Masjid al-aqsha yang ada dalam kekuasaan mereka. Hadits ini, oleh Goldziher, diletakkan dalam konteks Perang Sipil Kedua ( ) ketika Abd al-malik ibn Marwan (w. 86/705) harus menghadapi pemberontakan Abd Allah ibn al-zubayr (w. 692) yang berhasil menguasai dua kota suci Islam, Makkah dan Madinah, dan mengangkat dirinya sebagai khalifah tandingan. 15 Goldziher juga menjelaskan bahwa Dinasti Umayyah bisa melakukan pemalsuan Hadits secara besar-besaran dan 11 Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam: The Authenticity of Muslim Literature from the Formative Period (Richmond: Curzon Press, 2000), Goldziher, Muslim Studies, Ibid., Muslim ibn al-hajjaj al-naysaburi, Shahih Muslim, 2 jilid(beirut: Dar al- Fikr, 1992), 1: Goldziher, Muslim Studies, Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

6 Muhammad Ma mun menyebarkannya karena mereka melindungi dan mensponsori kodifikasi Hadits. Salah seorang pengumpul Hadits yang paling awal, Ibn Syihab al- Zuhri, secara khusus disebut oleh Goldziher sebagai ulama yang berkolaborasi dengan pemerintah Umayyah dalam menyebarkan Hadits- Hadits yang mendukung mereka. 16 Sebagai reaksi terhadap praktik penguasa yang ireligius dan berorientasi kekuasaan semata, para ulama kemudian menciptakan Hadits- Hadits yang menekankan cobaan dan musibah yang dialami umat Islam atau yang menjelaskan bahwa zaman keemasan Islam adalah di masa Nabi. Goldziher mengelompokkan ke dalam kategori ini Hadits Nabi yang menyatakan: Generasi yang terbaik adalah generasiku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya. 17 Para ulama juga menciptakan Hadits yang mengajarkan sikap apolitis yang kali ini pasti didukung penguasa seperti yang terwujud dalam Hadits, Orang yang bahagia adalah yang dijauhkan dari agitasi publik (inna al-sa id man junniba alfitan). 18 Goldziher menyimpulkan lebih bijak bila Hadits dipandang bukan sebagai dokumen sejarah dari masa awal Islam, namun merupakan cerminan tendensi-tendensi yang muncul pada umat Islam di masa belakangan. Singkat kata, bagi Goldziher, Hadits tidak lain merupakan ladang pertempuran konflik politik dan dinasti di abad-abad pertama Islam; ia adalah cermin aspirasi kelompok-kelompok yang berseberangan, masing-masing ingin menjadikan Nabi saksi dan otoritas mereka. 19 Goldziher adalah seorang Syaikh bagi generasi Islamforscher yang lebih muda. 20 Maka tidak mengherankan bila pandanganpandangannya tentang Hadits segera diamini oleh para Orientalis berikutnya. C. Snouck Hurgronje (w. 1936), kawan sezaman Goldziher, berpendapat bahwa literatur Hadits merupakan produk persaingan kelompok-kelompok sektarian yang mendominasi tiga abad pertama dalam Islam, dan dengan demikian memantulkan pandangan-pandangan mereka. Kelompok-kelompok tersebut sama-sama merekayasa Hadits sebagai sarana untuk meraih tujuan-tujuan jangka pendek mereka. Ia juga menduga bahwa literatur Hadits mengandung banyak elemen dari 16 Ibid., Ibid., Ibid., Berg, Development of Exegesis, Suzanne L. Marchand, German Orientalism in the Age of Empire: Religion, Race, and Scholarship (Cambridge: Cambridge University Press, 2009), Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

7 DARI MUIR HINGGA MOTZKI Perjanjian Lama dan Baru, serta hukum Romawi. Ketika elemen-elemen asing tersebut mulai mengancam, tutur Hurgronje, para ulama pun mulai melakukan penyaringan dan mengeliminasi unsur-unsur yang mereka anggap memiliki efek negatif. Namun, mereka tetap mempertahankan unsur-unsur asing yang telah menjadi bagian integral dalam literatur Hadits, dan berupaya membuang bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Hadits- Hadits tersebut berasal dari sumber-sumber asing. 21 Setali tiga uang dengan Snouck Hurgronje, Alfred Guillaume ( ), penerjemah Sirah Ibn Ishaq 22 yang tersohor itu pun, mengajukan pendapat serupa. Ia menjelaskan bahwa selama dua abad pertama sejarah Islam, Hadits diriwayatkan secara lisan. 23 Ini berakibat, potensi pemalsuan Hadits sangat besar. Utamanya di masa Dinasti Umayyah, ketika kelompok-kelompok sektarian bermunculan untuk menentang dinasti Arab ini; masing-masing kelompok, termasuk pemerintah Umayyah, berusaha menjustifikasi pendirian mereka dengan Hadits-Hadits yang mereka cipta. Ia berargumen bahwa karena Hadits dipalsukan oleh kelompok-kelompok sektarian tersebut, ajaran-ajarannya lebih mencerminkan tendensi-tendensi religius dan politik kelompok-kelompok tersebut, bukan ajaran Nabi yang otentik. 24 Guillaume juga menulis bahwa pergaulan kaum Muslim di masa Umayyah dan Abbasiyah dengan komunitas-komunitas Kristen di Timur Tengah memicu pertukaran pemikiran dan menyusupnya ide-ide Kristen ke dalam literatur Hadits. Menurutnya, banyak sekali ujaran-ujaran Yesus yang di dalam kitab-kitab Hadits berubah menjadi sabda Nabi Muhammad. 25 Kajian Orientalisme atas Hadits dan fiqh memasuki tahapan baru dengan terbitnya Origins of Muhammadan Jurisprudence karya Joseph Schacht. Tesisnya tentang historisitas Hadits amat kompleks dan kontroversial sehingga akan segera memantik banyak tanggapan dari mereka yang menentang maupun yang mendukung pendirianpendiriannya. Berbeda dengan Goldziher yang berkonsentrasi pada matn 21 C. Snouck Hurgronje, Mohammedanism: Lectures on Its Origins, Its Religious and Political Growth, and Its Present State (New York: G.P. Putnam s Sons, 1916). URL = < Diakses pada tanggal 14 Mei Alfred Guillaume, The Life of Muhammad: A Translation of [Ibn] Ishaq s Sirat Rasul Allah (Oxford: Oxford University Press, 1955). 23 Alfred Guillaume, The Traditions of Islam: An Introduction to the Study of the Hadith Literature (Oxford: Oxford University Press, 1924), Ibid., Ibid., Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

8 Muhammad Ma mun atau teks Hadits untuk menyibak konteks atau dimensi historis dan politiknya, Schacht mengarahkan perhatiannya pada peran Hadits dalam hukum Islam dan perkembangan isnad atau jalur transmisinya secara diakronis. Ia berpendapat bahwa hukum Islam seperti yang dikenal sekarang masih belum ada di zaman Nabi Muhammad atau dalam dua abad pertama Islam. Hadits-Hadits hukum yang dihimpun dalam kitab-kitab koleksi Hadits pun menurutnya merupakan rekaan para ulama yang hidup dua atau tiga abad setelah wafatnya Nabi Muhammad dan tidak benarbenar berasal dari beliau atau para Sahabat beliau. Sebaliknya, hukum Islam tumbuh dari halaqah dan perdebatan hukum para ulama klasik di kota-kota utama Dinasti Umayyah seperti Makkah, Madinah, Kufah, dan Basrah pada abad ke-2/ke-8. Mazhab-mazhab hukum kuno (ancient schools of law) ini, yang pada mulanya merupakan mazhab geografis lalu berkembang menjadi mazhab personal (misalnya mazhab Hanafī dan Maliki), membangun sistem hukum mereka dari tradisi hukum Timur Dekat dan/atau peraturan administratif pemerintah Umayyah, alih-alih Hadits. Kata kunci yang merepresentasikan metodologi hukum para ulama kuno ini adalah ra y, yang berarti opini yang dipertimbangkan dengan matang. 26 Mazhab hukum kuno ini melembagakan Sunnah atau Tradisi Hidup yang didefinisikan oleh Schacht sebagai praktik populer umat Islam. 27 Figur pertama yang memegang peran penting dalam menciptakan tradisi fiqh seperti yang dikenal sekarang adalah Muhammad ibn Idris al- Syafiʻi (w. 820), bapak ilmu ushul al-fiqh itu. Alih-alih menggunakan ra y sebagai sumber hukum, ia menyarankan para ulama untuk semata menggunakan Sunnah Nabi secara konsisten sebagai sumber hukum. Landasan Schacht dalam berpendapat bahwa Hadits masih belum ada atau setidaknya tidak memegang peran penting dalam abad-abad pertama Islam cukup sederhana. Ia mengamati bahwa teks-teks yang menurutnya otentik berasal dari periode tersebut tidak menggunakan Hadits sebagai acuan. Surat al-hasan al-bashri (w. 110/728) yang terkenal kepada Khalifah Bani Umayyah Abd al-malik ibn Marwan yang mengingatkannya agar tidak mengikuti ajaran Jabariyah dalam teologi sama sekali tidak mengutip Hadits sebagai bagian dari argumennya. Fakta bahwa al-hasan tidak mengutip Hadits dalam tulisannya padahal ia memiliki kesempatan luas untuk melakukannya oleh Schacht dijadikan bukti bahwa 26 Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: The Clarendon Press, 1964), Lihat Ze ev Maghen, Dead Tradition: Joseph Schacht and the Origins of Popular Practice, Islamic Law and Society, Vol. 10, No. 3 (2003), Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

9 DARI MUIR HINGGA MOTZKI Hadits memang tidak ada di zaman tersebut. 28 Tipe argumen ini disebutnya argumen e silentio, argumen dari ketiadaan bukti. Dalam Origins, Schacht menulis: Cara terbaik untuk membuktikan bahwa sebuah Hadits tidak ada dalam waktu-waktu tertentu adalah dengan menunjukkan bahwa ia tidak digunakan sebagai argumen hukum dalam diskusi yang semestinya merujuk kepadanya, seandainya Hadits tersebut memang ada. 29 Schacht juga mengamati bahwa isnad cenderung tumbuh ke belakang (back-growth). 30 Fenomena ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa fatwa-fatwa hukum yang semata dilandaskan pada ra y tidak cukup memiliki otoritas yang memaksa terhadap umat Islam. Oleh karena itu, sejak akhir abad ke-8 dan awal abad ke-9, para ulama mulai menisbatkan fatwa-fatwa hukum yang mereka buat kepada para ulama generasi sebelumnya. Awalnya, mereka mungkin menisbatkannya pada generasi terdekat yang bisa mereka temukan: generasi Tabiʻ al-tabiʻin. Namun, bila penisbatan ini masih kurang otoritatif, mereka akan menisbatkannya pada generasi sebelumnya: generasi Tabiʻin. Bila ini ternyata masih belum cukup, mereka akan mengaitkan fatwa tersebut pada seorang Sahabat; hingga akhirnya, dalam bentuk finalnya, ia akan menjelma menjadi sebuah Hadits yang dinisbatkan pada Nabi Muhammad. Bagi Schacht, dengan demikian, sejarah hukum Islam di abad-abad pertamanya tidak lain adalah sejarah pencarian otoritas hukum yang paling mengikat. Pernyataan-pernyataan dari Tābiʻin adalah adalah yang paling awal dan oleh karena itu secara historis paling akurat. 31 Baru ketika perdebatan di antara para Tābiʻīn tersebut melahirkan kompetisi, mereka pun diam-diam menisbatkannya kepada otoritas yang lebih tinggi: para Sahabat. Hadits-Hadits yang dinisbatkan pada para Sahabat ini dengan demikian harus dianggap palsu. 32 Hingga kemudian pada pertengahan abad ke-8, Hadits-Hadits yang berkompetisi tersebut lalu dinisbatkan kepada Nabi sendiri. Singkat kata: semakin jauh isnad sebuah Hadits, semakin besar kemungkinan bahwa Hadits tersebut palsu dan semakin akhir pula 28 Joseph Schacht, A Revaluation of Islamic Traditions, Journal of the Royal Asiatic Society, 49 (1949), Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence (Oxford: Oxford University Press, 1979), Schacht, A Revaluation, Schacht, Origins, Ibid. Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

10 Muhammad Ma mun tarikh rekaciptanya! 33 Bagaimana caranya menemukan orang yang bertanggung jawab menciptakan isnad yang tumbuh ke belakang? Untuk menjawab pertanyaan ini, Schacht mengemukakan teori common link. Ia mengamati bahwa Hadits biasanya hanya diriwayatkan oleh satu garis silsilah perawi hingga beberapa generasi setelah Nabi. Setelah generasi ini, yang oleh Schacht kemudian disebut common link, Hadits baru tersebar dalam silsilah yang semakin tersebar dan bervariasi (lihat Gambar 1). Perubahan garis silsilah ini menurutnya mengindikasikan pemalsuan Hadits dan orang pertama yang bertanggung jawab melakukannya adalah common link tersebut. Jadi, figur-figur yang disebutkan dalam isnad sebelum generasi common link adalah rekaan. Itulah yang menjelaskan mengapa jalur isnadnya hanya tunggal, tidak tersebar luas seperti sesudahnya. 34 Isnad yang direkacipta Nabi Sahabat Tabi in Common link Perawi Hadits Gambar 1: Teori Schacht tentang common link Perawi Hadits Perawi Hadits Schacht juga menjelaskan bahwa di samping merekacipta isnad ke belakang, para ulama dan ahli Hadits juga menciptakan isnad-isnad paralel untuk membantu mereka membuktikan bahwa sebuah Hadits memiliki jalur transmisi yang kokoh. Isnad paralel ini berguna saat mereka berusaha 33 Ibid., 39, 165; Schacht, A Revaluation, Schacht, Origins, Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

11 DARI MUIR HINGGA MOTZKI menjawab argumen Muʻtazilah yang menolak menggunakan Hadits ahad sebagai sumber hukum. 35 Ia juga menolak argumen bahwa Hadits yang ditransmisikan oleh beberapa individu yang berasal dari satu keluarga sehingga disebut sebagai isnad keluarga menjadi jaminan kesahihan sebuah Hadits. Bagi Schacht, kemunculan isnad keluarga bukanlah indikasi otentisitas sebuah Hadits, tapi justru merupakan bukti adanya pemalsuan dalam jalur transmisinya. 36 Teori Schacht tentang Hadits menjadi visi yang dominan dalam tradisi ilmiah Barat modern. 37 Orientalis lain yang mengembangkan lebih jauh teorinya tentang common link adalah penulis Belanda G.H.A. Juynboll ( ). Bukunya, Muslim Tradition, yang membahas asal mula, perkembangan awal, dan otentisitas literatur Hadits, ia susun, klaimnya, sebagai sebuah usaha untuk menemukan jalan tengah dari studi Hadits Barat yang menurutnya terlalu kritis di satu sisi, dan pendirian kaum Muslim yang menerima begitu saja literatur Hadits tanpa kajian kritis. 38 Namun demikian, simpulan-simpulan yang ia tarik tentang sejarah Hadits tetap saja mengagetkan dan belum beranjak dari konsensus para Orientalis sebelumnya. Juynboll mengakui bahwa asal-usul Hadits bisa dilacak hingga ke masa Nabi. Namun ia menambahkan bahwa hampir tak mungkin kita bisa menemukan metode yang lumayan berhasil untuk membuktikan historisitas penisbatan sebuah Hadits kepada Nabi kecuali hanya dalam contoh-contoh tententu. Terlalu banyak Sahabat, tuturnya, yang dilaporkan meriwayatkan Hadits dalam jumlah begitu kolosal sehingga mustahil bagi kita menemukan metode yang kokoh untuk menyaring bahan yang otentik dari yang palsu. 39 Bila seseorang tidak dapat menetapkan yang mana di antara sekian banyak Hadits yang dinisbatkan pada Nabi yang benar-benar sahih; 35 Ibid., Berg, Development of Exegesis, Dalam tinjauannya terhadap pemikiran Schacht, Jeanette Wakin menilai, simpulan-simpulan Schacht dilandaskan pada pembacaan yang cermat atas teks-teks yang melimpah, dengan penguasaan bahasa Arab yang kokoh, dan penalaran yang mendalam, hingga nyaris mustahil dibantah. Ia juga berharap temuan-temuan Schacht [ ] bisa menjadi alat untuk melakukan gerakan pembebasan. Lihat Wakin, Remembering Joseph Schacht ( ), Occasional Paper, Islamic Legal Studies Program (Cambridge, Mass.: Harvard Law School, 2003), 29, G.H.A. Juynboll, Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadīth (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), Ibid., 71. Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

12 Muhammad Ma mun setidaknya ia, menurut Juynboll, masih bisa membuktikan yang mana yang bukan berasal dari Nabi. Ia mencoba membuktikannya dengan berusaha mencari tahu kapan Hadits itu pertama kali muncul. Melandaskan diri pada teori common link Schacht, Juynboll menandaskan bahwa semakin banyak orang-orang meriwayatkan Hadits dari seorang ulama, semakin mungkin pula tarikh kemunculan Hadits berasal dari sana. Dengan kata lain, semakin banyak orang-orang meriwayatkan Hadits dari seorang perawi, semakin besar pula kemungkinan Hadits tersebut muncul di zaman tersebut. 40 Itu berarti bahwa ia direkacipta beberapa tahun sebelumnya. Setiap isnad yang tidak memiliki jalur yang majemuk, dalam pandangan Juynboll, amat lemah secara historis. Menurutnya, tidaklah masuk akal bila Nabi yang memilih berbicara di depan banyak Sahabat kemudian hanya diriwayatkan oleh seorang Sahabat dan kemudian diturunkan kepada seorang Tabiʻin. Ini berarti jalur isnad tunggal sebelum common link adalah fiktif. Mengembangkan lebih jauh argumen e silentio Schacht, Juynboll menarik simpulan bahwa setiap Hadits yang tidak memiliki jalur isnad majemuk adalah apokrif. Karena para ulama Hadits punya kebiasaan menghimpun setiap jalur transmisi yang bisa mereka dapat; ketiadaan data pasti mengindikasikan ketiadaan Hadits. 41 Reaksi Para Pembela Hadits Teori-teori yang dikemukakan oleh para Orientalis klasik mengenai otentisitas Hadits segera memancing tanggapan dari para sarjana yang beranggapan bahwa skeptisisme mereka keterlaluan dan tidak dapat diterima. Bisa diduga, beberapa di antara sarjana-sarjana tersebut adalah Muslim. Namun, ada juga sarjana Barat yang mengemukakan pandangan serupa. Reaksi para sarjana tersebut, bisa dimaklumi, diarahkan terutama kepada Goldziher dan Schacht, yang memang mengemukakan pandangan yang amat kritis terhadap Hadits. Pada mulanya, tanggapan-tanggapan terhadap tesis yang dikemukakan keduanya bersifat parsial dan terbatas. Noel Coulson, misalnya, setuju bahwa secara garis besar tesis Schacht tidak dapat dibantah dan bahwa mayoritas Hadits yang dinisbatkan kepada Nabi adalah apokrif dan merupakan hasil perujukan kembali (back-projection) doktrin-doktrin madzhab fiqh kuno. Namun, Coulson merasa ada ketidaksinambungan dalam teori Schacht. Utamanya bila dipertimbangkan bahwa al-qur an merupakan sumber utama hukum Islam dan Nabi berperan sebagai penafsir Kitab Suci. Amat sulit diterima, tutur Coulson, 40 Brown, Hadith, Juynboll, Muslim Tradition, Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

13 DARI MUIR HINGGA MOTZKI bila seseorang berpendapat bahwa tradisi hukum dalam Islam baru muncul setelah tahun 100/719 dan otentisitas setiap Hadits hukum yang dinisbatkan kepada Nabi harus ditolak begitu saja. Hal ini menurutnya akan menimbulkan ruang kosong pada lukisan perkembangan hukum dalam masyarakat Muslim awal dan gagasan tentang kevakuman tersebut sulit untuk diterima. 42 Berlawanan dengan konklusi Schacht, Coulson mengusulkan agar ketetapan hukum Nabi [di dalam Hadits] sebaiknya diterima secara tentatif kecuali bila sebuah bukti yang menunjukkan bahwa ketetapan tersebut adalah fiktif bisa diajukan. 43 Intelektual Muslim asal Pakistan, Fazlur Rahman (w. 1988), juga mengajukan sejumlah kritik terhadap tesis Schacht. 44 Namun demikian, ia juga menyatakan bahwa teori para Orientalis tentang Sunnah pada intinya adalah benar, [namun hanya] benar sehubungan dengan isi Sunnah semata dan tidak sehubungan dengan konsep Sunnah Nabi. 45 Ia kemudian merumuskan teori tentang Sunnah yang akan mengingatkan orang pada teori Schacht. Ia berpendapat bahwa konsep Sunnah tidak hanya mencakup praktik Nabi itu sendiri, tapi juga penafsiran terhadap Sunnah tersebut. Kombinasi kompleks konsep Sunnah dengan ijtihad dan ijmaʻ, tutur Rahman, akhirnya menciptakan Tradisi Hidup umat Islam yang merupakan ekspresi ideal dan otentik ajaran Islam. 46 Baru di tahun 1967, dengan terbitnya jilid kedua buku Nabia Abbott (w. 1981), Studies in Arabic Literary Papyri, bantahan yang sistematis dan mendalam terhadap teori Goldziher dan Schacht muncul. Abbott adalah seorang sarjana Kristen dari Irak yang kemudian menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menulis karyanya yang berjumlah tiga jilid dengan tujuan meneliti dokumen-dokumen papirus yang berasal dari paro kedua abad ke-8 dan awal abad ke-9 M. Jilid kedua bukunya berkonsentrasi pada literatur tafsir al-qur an dan Hadits. Sehubungan dengan Hadits, Abbott menyimpulkan bahwa periwayatannya telah berlangsung sejak abad-abad pertama Islam, baik secara lisan maupun 42 N.J. Coulson, A History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1964), Ibid., Fazlur Rahman, Islam, diterjemahkan oleh Ahsin Mohammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1994), bab III. 45 Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (New Delhi: Adam Publishers, 1994), Ibid., Lihat juga Fatma Kizil, Fazlur Rahman s Understanding of the Sunnah/Hadīth: A Comparison with Joseph Schacht s Views on the Subject, Hadits Tetkikleri Dergisi, Vol. 6, No. 2 (2008), Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

14 Muhammad Ma mun dengan tulisan; dan bahwa sejak dini periwayatan Hadits telah diteliti dengan ketat dalam setiap mata rantainya. 47 Berlawanan dengan pandangan Goldziher bahwa pemerintahan Umayyah aktif melakukan kodifikasi dan pemalsuan Hadits dengan bantuan para ulama seperti al-zuhri demi kepentingan politik mereka, Abbot menunjukkan bahwa pemerintahan Umayyah justru sibuk mengumpulkan Hadits-Hadits Nabi yang berkenaan dengan soal-soal administrasi dan pengelolaan pemerintahan seperti pajak dan zakat, bukan yang melegitimasi kekuasaan mereka. Itulah yang dilakukan oleh Umar ibn Abd al-ʻaziz (w. 101/720) yang oleh kaum Muslim dipandang berjasa melakukan kodifikasi Hadits. Koleksi Hadits yang dihimpun oleh Ibn Syihab al-zuhri untuk para khalifah Umayyah juga hanya berhubungan dengan zakat (shadaqah). 48 Ia juga berhujah bahwa isnad-isnad keluarga seperti silsilah Nāfiʻ muncul jauh lebih awal daripada yang disangka oleh Schacht. Para khalifah Umayyah hanya berusaha membuat koleksi Hadits yang sebelumnya bersifat privat menjadi publik, bukan merekayasa pemalsuan Hadits. 49 Abbott juga menolak pandangan bahwa pertambahan tajam jumlah Hadits di abad ke-8 dan ke-9 membuktikan bahwa Hadits dipalsukan secara massal pada abad-abad tersebut. Pertama, ia menunjukkan bahwa koleksi Hadits di masa-masa awal pun bisa berjumlah sangat besar. Kedua, ia mengatakan bahwa peningkatan tajam jumlah Hadits selama dua abad tersebut tidak mesti dilatarbelakangi oleh pemalsuan. Papirus dan perkamen amat mahal harganya sehingga mungkin sekali para ulama hanya menggunakannya untuk mencatat informasi yang paling penting tentang Hadits, misalnya matn dan satu jalur isnad saja. Namun, dengan munculnya kertas yang harganya murah sejak akhir abad ke-8, para ulama bisa mencatat informasi setiap Hadits yang mereka pelajari. Ahmad ibn Hanbal, misalnya, menuliskan rata-rata tujuh isnad dari setiap Hadits yang ia himpun. 50 Begitu kodifikasi dan ilmu kritik Hadits tumbuh di pertengahan abad ke-8, Hadits akhirnya dikenal melalui isnad-nya, bukan matn-nya. Akibatnya, sejak abad ke-9 dan seterusnya, jumlah Hadits pun meningkat tajam. Namun, peningkatan tajam ini lebih karena perubahan dalam cara penghitungan isnad, bukan karena jumlah Hadits itu sendiri 47 Nabia Abbott, Studies in Arabic Literary Papyri, 3 jilid (Chicago: The University of Chicago Press, ), 2: Ibid., Ibid., Ibid., Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

15 DARI MUIR HINGGA MOTZKI memang bertambah. 51 Muhammad Mustafa Azami, sarjana kelahiran India yang sekarang tinggal di Arab Saudi, mengarahkan kritikannya terutama kepada Joseph Schacht. Seperti Abbott, Azami berpendapat bahwa proses pencatatan Hadits telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad. Sebagian besar isi bukunya, Dirasat fī al-hadits al-nabawi wa Tarikh Tadwinihi, dicurahkan untuk menunjukkan keberadaan shahifah, silsilah periwayatan Hadits, dan mekanisme tahammul al-ʻilm sejak generasi Sahabat hingga Tabiʻ al- Tabiʻin. 52 Ia juga menuduh Schacht tidak mampu memahami istilah-istilah teknis dalam ulum al-hadits, mengutip pernyataan para ulama klasik di luar konteksnya, berargumen berdasarkan kasus-kasus pengecualian, dan membuat generalisasi hanya berdasarkan contoh-contoh kasus yang terbatas. 53 Hadits dalam Pendekatan Revisionis Dari tahun 1977 hingga tahun 1990-an, serangkaian studi yang dilakukan oleh para sejarawan Barat tentang asal-usul dan perkembangan awal Islam melahirkan pendekatan baru yang sejak saat itu disebut pendekatan revisionis. Pendekatan ini diilhami oleh, dan mengembangkan lebih jauh, pendirian Goldziher dan Schacht yang amat kritis terhadap Hadits. Para sarjana revisionis menolak dengan keras simpulan-simpulan apologetik yang dicapai oleh para sarjana yang membela otentisitas Hadits seperti Abbott. Mereka menuduhnya terlalu romantis. 54 Bagi mereka, studi Goldziher dan Schacht telah membuktikan satu hal: bahwa sumbersumber sejarah Muslim awal tidak dapat diandalkan. Bila memang simpulan keduanya benar, lalu mengapa para sarjana Barat masih percaya pada narasi yang dituturkan oleh kaum Muslim tentang Nabi dan sejarah awal agama mereka? Para sarjana Barat sebaiknya membangun narasi mereka sendiri tentang asal-usul agama Islam dan ajarannya, yang sepenuhnya objektif dan tidak mengandalkan sumber Muslim sedikitpun. Seperti yang dicatat oleh Brown, sumbangan kaum revisionis bukanlah dalam mekanisme kritik Hadits mereka yang inovatif atau benar-benar baru, namun dalam skala skeptisismenya Ibid., 66, M.M. Azami, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, diterjemahkan oleh Ali Mustafa Yaqub (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), Ibid., Juynboll, Muslim Tradition, Brown, Hadith, 221. Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

16 Muhammad Ma mun Dua sarjana pertama yang patut disebut sebagai representasi pendekatan revisionis adalah Patricia Crone dan Michael Cook. Pada tahun 1977, keduanya berkolaborasi menulis sebuah buku yang segera menjadi sensasi dalam jagad studi Islam: Hagarism. 56 Melalui buku ini, mereka berusaha menulis ulang sejarah asal-usul agama Islam dengan cara sama sekali tidak menggunakan sumber-sumber Islam. Sebagai gantinya, mereka menawarkan teks-teks Syria yang ditulis oleh orang-orang Kristen dari abad ke-7 sebagai sumber sejarah yang lebih valid, objektif, dan tidak bias seperti sumber-sumber Muslim. Hasilnya, mereka mengemukakan hipotesis bahwa Islam sebenarnya merupakan versi lain dari agama Yahudi apokaliptik yang ditemukan oleh orang-orang Arab di abad ke-7 karena mereka ingin menemukan akar leluhur mereka dan mengambil alih Tanah Suci Palestina! Patricia Crone dan Michael Cook, Hagarism: The Making of the Islamic World (Cambridge: Cambridge University Press, 1977). 57 Dapat dimaklumi bila pendekatan revisionis ini segera memancing respons yang keras dan sengit dari para sarjana Muslim. Seorang intelektual Muslim Mesir yang sekarang menetap di Amerika Serikat, Khaled Abou El Fadl, dengan keras menuduh pendekatan revisionis hanya didorong oleh fanatisme, bukan sikap ilmiah yang objektif. Dengan sarkastis, ia menulis: Revisionisme, seperti semua bentuk kefanatikan baru atau yang sudah mengakar, mengandalkan beberapa asumsi yang ganjil. Asumsi nomor satu adalah bahwa kaum muslim selalu berdusta. Mungkin pasangan gen muslim adalah penjahat, atau mungkin kaum muslim cenderung pada angan-angan konspirator dan hampir tidak dapat membedakan fiksi dari fakta [M]uslim tidak memiliki keraguan untuk mengarang cerita, berdusta, atau menjiplak selama bermanfaat untuk tujuan pembebasan mereka. Asumsi kedua mengopi dari asumsi pertama. Sumber non-muslim secara inheren lebih handal karena non-muslim mempunyai konsep objektivisme sejarah. Oleh karena itu, jika, misalnya, seratus sumber muslim menyatakan satu hal dan satu sumber Suriah menyatakan hal lain, yang pertama kasus terbuka dan yang kedua kasus tertutup. Sumber Suriah secara inheren lebih handal karena sumber muslim yang sial itu mau tidak mau adalah kebohongan. Asumsi ketiga sungguh menarik. Sejarah muslim adalah sejarah penyelamatan yang ditulis umat beragama yang egois dan tidak dapat diandalkan. Muslim adalah pengungsi agama yang bias yang terus mencari identitas mereka yang selalu sukar dipahami. Non-muslim, sebaliknya, bersifat tidak berat sebelah meskipun mereka memiliki kepentingan tertentu sendiri sebab non-muslim tidak membutuhkan penyelamatan; Tuhan mereka telah menyelamatkan jiwa mereka yang diberkati. Jadi, metodologi revisionisme sederhana: abaikan apa yang kaum muslim katakan tentang diri mereka atau pihak lain, dan percayai apa yang non-muslim katakan tentang diri mereka atau tentang kaum muslim. Asumsi keempat revisionisme adalah asumsi yang paling sedikit diakui, tapi tak diragukan lagi masuk dalam metodologi dan konklusi. Muslim adalah umat yang biadab; apa pun kebaikan yang mungkin telah mereka hasilkan, mereka tentunya telah meminjam dari agama Yahudi, Kristen, atau sumber lain yang lebih beradab. Bentuk barbarisme apa pun yang telah diciptakan oleh kaum muslim pada dasarnya berasal dari lubuk hati dan jiwa mereka, akan tetapi keindahan apa pun yang mungkin mereka miliki, pasti hasil curian. 58 Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

17 DARI MUIR HINGGA MOTZKI Di dalam studi mutakhirnya tentang asal-usul dan perkembangan awal hukum Islam, Roman, Provincial and Islamic Law, Crone semakin memantapkan skeptisismenya terhadap literatur Hadits. Ia tiba pada simpulan bahwa dalam bidang hukum substantif, Hadits-Hadits yang dinisbatkan kepada Nabi memang harus dipandang tidak otentik. 58 Ia mengulang kembali teori Schacht dan Juynboll bahwa isnad cenderung tumbuh ke belakang dan menambahkan bahwa Hadits tidak dapat dipercaya dalam informasinya tentang Islam sebelum tahun 100/720. Alasannya adalah bahwa Hadits lebih mencerminkan apa yang dimaksud Nabi untuk mereka, bukan ucapan beliau seperti yang diceritakan oleh generasi sebelumnya, apalagi ucapan dan tindakan beliau dalam waktu dan tempat tertentu. 59 Crone bahkan meragukan dokumen sejarah yang praktis dianggap otentik oleh para Orientalis sebelumnya: Konstitusi Madinah. 60 Ia melandaskan skeptisismenya pada kenyataan bahwa para ulama generasi awal seperti Ibn Jurayj (w. 150/767) dan Maʻmar ibn Rasyid (w. 153/770) mengemukakan fatwa tentang wala tanpa pernah sekalipun menyinggung ajaran Nabi tentang soal ini. Mereka berpendapat bahwa penjualan dan pemindahan wala adalah tidak boleh. Mengikuti argumen e silentio yang dikemukakan oleh Schacht, ini berarti bahwa di masa Ibn Jurayj dan Maʻmar Hadits tersebut masih belum ada. Ini berarti, simpul Crone, ajaran Nabi dalam Konstitusi Madinah baru direkacipta kurang lebih pada tahun 770-an untuk memenuhi agenda hukum tertentu. 61 Simpulan yang ditarik oleh Crone menjadi sungguh drastis. Bila Hadits direkacipta secara massif dalam abad-abad pertama Islam, mungkinkah seseorang menemukan Hadits sahih di antara samudera Hadits palsu ini? Jawabannya adalah muskil sekali! Sambil menyindir Coulson, ia berujar, Dalam suasana seperti ini hampir tidak dapat diterima bila kita berasumsi bahwa Hadits itu otentik hingga kebalikannya terbukti. Yang benar menurutnya adalah asumsi bahwa tidak ada satu Lihat Khaled Abou El Fadl, Musyawarah Buku: Menyusuri Keindahan Islam dari Kitab ke Kitab, terjemahan Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2002), Patricia Crone, Roman, Provincial and Islamic Law: The Origins of the Islamic Patronate (Cambridge: Cambridge University Press, 1987), Ibid., Lihat misalnya, Guillaume, Life of Muhammad; W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina (Oxford: The Clarendon Press, 1956). 61 Crone, Roman, Provincial and Islamic Law, Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

18 Muhammad Ma mun pun Hadits yang otentik. 62 Bersama dengan John Burton, Crone juga berpendapat bahwa Hadits memiliki asal-usul eksegetikal. Maksudnya, Hadits sering kali direkacipta oleh para ulama Muslim untuk membantu mereka menjelaskan makna al-qur an. 63 Dalam studinya yang membahas teori nasikh dan mansukh, Burton mengajukan pandangan bahwa teori ini pada mulanya tumbuh sebagai respons para ulama dan mufassir Muslim terhadap problematika tafsir al-qur an. 64 Sarjana revisionis terakhir yang perlu disebut adalah Norman Calder. Di dalam Studies in Early Muslim Jurisprudence, ia mengembangkan lebih jauh skeptisisme Schacht terhadap teks-teks hukum Islam masa awal hingga ke abad ke-8 dan ke-9. Ia meneliti teks-teks klasik fiqh madzhab Maliki seperti al-muwaththa karya Malik ibn Anas dan al- Mudawwanah al-kubra karya Sahnun. Berlawanan dengan pandangan tradisional bahwa al-muwaththa merupakan karangan Malik dan bahwa Mudawwanah ditulis Sahnun setengah abad kemudian untuk menghimpun fatwa-fatwa dan pemikiran gurunya tentang hukum, Calder menyimpulkan bahwa urutan kedua buku tersebut mestinya terbalik. Muwaththa menurutnya ditulis satu abad lebih akhir daripada yang dikira orang dan bahwa buku ini bukan tulisan Malik sendiri, melainkan buku kompilasi yang ditulis oleh banyak penulis. 65 Kritisisme yang sama ia arahkan pula atas otentisitas al-risalah, karya Muhammad ibn Idris al-syafi i. Calder berargumen bahwa al-risalah memiliki gaya tulisan dan struktur yang membuatnya tidak mungkin ditulis oleh al-syafi i sendiri Ibid., Patricia Crone, Meccan Trade and the Rise of Islam (Piscataway, N.J.: Gorgias Press, 2004), , ; John Burton, An Introduction to the Hadith (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), John Burton, The Sources of Islamic Law: Islamic Theories of Abrogation (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1990). 65 Norman Calder, Studies in Early Muslim Jurisprudence (Oxford: The Clarendon Press, 1993), Lihat juga tinjauan dan kritikan Yasin Dutton, Amal v. Hadith in Islamic Law: The Case of Sadl al-yadayn (Holding One s Hands by One s Sides) When Doing the Prayer, Islamic Law and Society, Vol. 3, No. 1 (1996), 13-40; Knut S. Vikør, The Truth about Cats and Dogs: The Historicity of Early Islamic Law. Makalah yang dipresentasikan dalam 5th Nordic Middle East Conference, Lund Oktober URL = < Diakses pada tanggal 19 Mei Calder, Studies, ; lihat juga respons dan kritik Joseph E. Lowry, Legal Hermeneutics of al-shāfi ī and Ibn Qutayba: A Reconsideration, Islamic Law and Society, Vol. 11, No. 1 (2004), pp Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

19 DARI MUIR HINGGA MOTZKI Kritik Revaluatif terhadap Orientalisme Klasik dan Pendekatan Revisionis Sikap skeptis para Orientalis klasik dan kaum revisionis terhadap Hadits yang kemudian memicu tanggapan yang keras dan sengit dari para intelektual Muslim mendorong munculnya posisi baru yang berusaha bersikap berimbang terhadap literatur Hadits di kalangan sarjana Barat. Dengan begitu, para sarjana yang tergolong dalam tipologi ini berusaha untuk melakukan revaluasi terhadap studi-studi Barat sebelumnya. Dua aspek dari warisan pemikiran Goldziher dan Schacht ditantang oleh para sarjana revaluatif. Pertama, mereka berpendapat bahwa banyak asumsi dasar yang dianut oleh para Orientalis dan kaum revisionis secara inheren tidak akurat. Kedua, mereka juga berupaya memperlihatkan bahwa kritik para Orientalis dan kaum revisionis terhadap Hadits mengabaikan kompleksitas dan keluasan tradisi Hadits dalam Islam. Bila Hadits dilihat dengan perspektif yang lebih rendah hati 67, banyak argumen yang dikemukakan para Orientalis akan kehilangan tajinya. Dua orang sarjana Barat yang menarik untuk dibicarakan dalam konteks kritik revaluatif adalah David Powers dan Harald Motzki. David Powers, sejarawan hukum Islam dari Amerika Serikat, adalah salah seorang sarjana revaluatif yang berusaha menghancurkan teori Schacht dengan cara menarik. Ia memperlihatkan inkonsistensi pemikirannya di satu sisi dan ketidakmungkinannya secara praksis di sisi yang lain. Powers menilai bahwa penalaran Schacht mengandung dua kelemahan fundamental. Yang pertama adalah dalam pendekatannya terhadap al-qur an. Di satu sisi, jelasnya, Schacht menekankan peran penting al-qur an dalam proses terbentuknya hukum Islam. 68 Ia menulis bahwa banyak aturan dalam hukum Islam, khususnya dalam hukum keluarga dan hukum waris, untuk tidak menyebutkan pula hukum ibadah dan ritual, semuanya didasarkan pada al-qur an sejak awalnya. 69 Namun, di sisi yang lain, Schacht berpendapat bahwa hukum Islam belum mulai berkembang hingga tahun 725. Dengan mengkaji perkembangan hukum waris dalam Islam sejak abad-abad pertama Islam, Powers berusaha menunjukkan kesinambungan gagasan tentang hukum waris sejak masa Nabi hingga periode klasik. 70 Studi revaluatif yang paling menarik dan kritis terhadap Orientalisme klasik adalah kajian-kajian yang dilakukan oleh 67 Brown, Hadith, David S. Powers, Peralihan Kekayaan dan Politik Kekuasaan: Kritik Historis Hukum Waris, diterjemahkan oleh Arif Maftuhin (Yogyakarta: LKiS, 2001), Schacht, Introduction, Powers, Peralihan Kekayaan, passim. Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April

20 Muhammad Ma mun sarjana Jerman kontemporer, Harald Motzki. Ia berpendapat bahwa tesis Schacht dan Cook bahwa pemalsuan isnad berlangsung secara besarbesaran hanya dilandaskan pada bukti-bukti yang lemah. 71 Setidaknya, ia mengemukakan tiga kritik penting terhadap argumen para Orientalis klasik. Pertama, ia berpendapat bahwa argumen e silentio yang diandalkan Schacht, Juynboll, dan Crone, tidak valid. Kedua, ia menunjukkan bahwa common link muncul lebih awal daripada yang disangka selama ini, yaitu dalam generasi Sahabat di paro kedua abad ke-7. Ketiga, Motzki berpandangan bahwa figur-figur penting yang selama ini dalam Orientalisme klasik dan kesarjanaan revisionis dipandang sebagai pemalsu Hadits, seperti al-zuhri dan Ibn Jurayj, sebenarnya meriwayatkan Hadits persis seperti yang dituturkan oleh generasi sebelumnya. Para Orientalis klasik dan kaum revisionis selama ini selalu mengandalkan premis bahwa ketidakmampuan seorang ulama untuk mengutip sebuah Hadits dalam diskusi ilmiah yang melibatkan mereka merupakan bukti bahwa Hadits tersebut memang tidak ada pada waktu itu. Motzki berpendapat asumsi ini tidak beralasan dan tidak akurat. Ada seribu satu alasan bagi ulama untuk tidak menyebutkan sebuah Hadits dalam diskusi mereka. Misalnya, ia merasa Hadits tersebut tidak relevan dengan topik yang sedang ia diskusikan. Atau ia tidak bisa karena ia hidup di masa formatif hukum Islam, ketika Hadits masih menyebar secara regional. Bisa jadi sebuah Hadits yang terkenal di Hijaz malah tidak dikenal di Mesir. 72 Terhadap argumen Juynboll bahwa Hadits yang diriwayatkan oleh satu jalur isnad saja adalah palsu, Motzki menjawab bahwa para peneliti modern tidak bisa mengharapkan banyak isnad dari generasi Tabiʻin hingga Nabi. Apalagi, isnad baru muncul pada akhir tahun 600-an dan awal 700- an. Di masa-masa ini, yang diperlukan oleh para ulama hanyalah satu isnad untuk satu Hadits, bukan satu bundel isnad seperti yang berlaku dalam beberapa generasi selanjutnya. Terhadap teori Schacht bahwa Hadits-Hadits yang dinisbatkan kepada para ulama Tabiʻin, utamanya al-zuhri, adalah palsu, Harald Motzki melakukan perbandingan Hadits-Hadits hukum yang diriwayatkan oleh murid-muridnya Maʻmar ibn Rasyid dan Ibn Jurayj dengan bahanbahan yang dicatat dalam koleksi murid al-zuhri yang lain, Malik ibn Anas. Dengan membuktikan bahwa Hadits-Hadits riwayat Maʻmar/Ibn Jurayj dan Malik berasal dari sumber yang sama, Motzki menarik simpulan bahwa 71 Harald Motzki, Dating Muslim Traditions: A Survey, Arabica, 52 (2005), Harald Motzki, Analysing Muslim Traditions: Studies in Legal, Exegetical and Maghazi Hadith (Leiden: Brill, 2010), Al-Ahwal, Vol. 5, No. 1 April 2013

KONEKTIFITAS PEMIKIRAN NABIA ABBOTT DAN IGNAZ GOLDZIHER DALAM KRITIK HADIS. Arofatul Mu awanah

KONEKTIFITAS PEMIKIRAN NABIA ABBOTT DAN IGNAZ GOLDZIHER DALAM KRITIK HADIS. Arofatul Mu awanah 1 KONEKTIFITAS PEMIKIRAN NABIA ABBOTT DAN IGNAZ GOLDZIHER DALAM KRITIK HADIS Arofatul Mu awanah I Berbagai kalangan secara intens mengkaji hadis, temasuk para orientalis yang kebanyakan memulai penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN, PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TINJAUAN KAUM ORIENTALIS

PEMBENTUKAN, PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TINJAUAN KAUM ORIENTALIS PEMBENTUKAN, PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TINJAUAN KAUM ORIENTALIS Fachruddin Fakultas Syaria ah UIN Maliki Malang (0341) 559399 @yahoo.com Abstract The development of Islamic law from

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 102 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan studi analisis pemikiran Imam Syafi i tentang kehujjahan hadis dalam kitab Ar-Risālah dapat ditarik kesimpulan menjadi beberapa point. Pertama, Hadis wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat membimbing para sahabat dalam membukukan hadis. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor,

Lebih terperinci

PENAKLUKAN PADA MASA AWAL KEKUASAAN ISLAM

PENAKLUKAN PADA MASA AWAL KEKUASAAN ISLAM PENAKLUKAN PADA MASA AWAL KEKUASAAN ISLAM Penulisan sejarah ditentukan oleh tiga faktor penting yang sangat menentukan bobot kajian sejarah, yaitu materi, metodologi dan interpretasi, karena ketiganya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan deskripsi, analisis sekaligus mengkritisi teori nasikh-mansukh Richard Bell dalam buku Bell s Introduction to the Quran, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis. MANHAJ AJJAJ AL-KHATIB (Analisis Kritis terhadap Kitab Ushul al-hadis, Ulumuh wa Mushtalahuh) Sulaemang L. (Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kendari) Abstrak: Penelitian ini mebmahas Manhaj Ajjaj

Lebih terperinci

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam *Biografi Singkat Empat Imam Besar dalam Dunia Islam* *Imam Hanafi (80-150 H)* Beliau dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal dunia di Bagdad pada tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejarah menunjukan bahwa, Islam sebagai salah satu bagian dalam sejarah dunia, telah menorehkan sebuah sejarah yang sulit bahkan tidak mungkin terlupakan dalam sejarah

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN, PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TINJAUAN ORIENTALIS

PEMBENTUKAN, PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TINJAUAN ORIENTALIS PEMBENTUKAN, PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TINJAUAN ORIENTALIS Fakhruddin Fakultas Syari ah UIN Maliki Malang Telepon: (0341) 559399 Email: fakhruddinsyarief@yahoo.co.id Abstract The development

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi

Lebih terperinci

Hal Mengubah Sifat Fanatik

Hal Mengubah Sifat Fanatik Hal Mengubah Sifat Fanatik Oleh : Khaled M. Abou El-Fadl Sumber : Musyawarah Buku, hlm. 164 174. Musyawarah ini terbuka bagi pikiran yang seimbang. Jiwanya adalah penelitian yang terhormat, penilaian secara

Lebih terperinci

Silabus Mata Kuliah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara

Silabus Mata Kuliah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara SILABUS PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNISNU JEPARA TAHUN 2015 Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam Kode MK : KPIU 14101 Bobot / Semester : 2 sks Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis Hedging Terhadap Dampak Kenaikan Harga BBM Ditinjau Dari Hukum Islam. Sebagaimana dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Al-Ghazali (w. 1111 M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi umat Islam hingga saat ini. Montgomerry Watt (Purwanto dalam pengantar Al- Ghazali,

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM Satuan Pendidikan : Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran: Sejarah Kebudayaan Islam Kelas : VII (tujuh) Ganjil Kompetensi Inti : (K1) (K2) (K3) (K4) : Menghargai

Lebih terperinci

TELAAH BUKU Kontroversi Islam Awal

TELAAH BUKU Kontroversi Islam Awal Jurnal Tarjih - Volume 13 Nomor 2 (2016), hlm. 207-211 TELAAH BUKU Kontroversi Islam Awal Muhammad Azhar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta muazar@yahoo.com Judul Buku : Kontroversi Islam Awal: Antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

Menyoal Kritik Sanad Joseph Schahct

Menyoal Kritik Sanad Joseph Schahct Menyoal Kritik Sanad Joseph Schahct Riwayah: Jurnal Studi Hadis issn 2460-755X eissn 2502-8839 Tersedia online di: journal.stainkudus.ac.id/index.php/riwayah DOI: Menyoal Kritik Sanad Joseph Schahct Hasan

Lebih terperinci

PEMIKIRAN MUHAMMAD MUSTAFA AL-A ZAMI TENTANG PENULISAN HADIS DAN JAWABAN TERHADAP KRITIK JOSEPH SCHACHT TENTANG KEAUTENTIKAN HADIS

PEMIKIRAN MUHAMMAD MUSTAFA AL-A ZAMI TENTANG PENULISAN HADIS DAN JAWABAN TERHADAP KRITIK JOSEPH SCHACHT TENTANG KEAUTENTIKAN HADIS PEMIKIRAN MUHAMMAD MUSTAFA AL-A ZAMI TENTANG PENULISAN HADIS DAN JAWABAN TERHADAP KRITIK JOSEPH SCHACHT TENTANG KEAUTENTIKAN HADIS Ernawati Br Ginting, Nawir Yuslem, Sulidar Pascasarjana UIN Sumatera Utara

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari BAB V PENUTUP Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan secara panjang lebar, guna untuk mempermudah dalam memahami isi yang terkandung

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana Penelitian pada dasarnya merupakan cara kerja ilmiah yang ada dalam setiap disiplin ilmu. Begitu pi kisahula halnya,

Lebih terperinci

Prestasi, bukan Prestise

Prestasi, bukan Prestise Prestasi, bukan Prestise Oleh Nurcholish Madjid Setialp kali memperingati tahun baru, orang umumnya menunggu tengah malam sebagai pergantian tahun, karena dalam sistem penanggalan syamsiyah atau penanggalan

Lebih terperinci

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran)

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran) Pengantar Ulumul Quran (Realitas Al-Quran) Definisi Ulumul Quran Ulûm al-qur ân didefinisikan sebagai pembahasan yang berkaitan dengan al-qur an, dari aspek turunnya, kemukjizatan, pengumpulan, sistematika,

Lebih terperinci

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN Oleh Nurcholish Madjid Seorang Muslim di mana saja mengatakan bahwa agama sering mendapatkan dukungan yang paling

Lebih terperinci

Kolom Edisi 040, Desember P r o j e c t ISLAM BAGHDAD. i t a i g k a a n. Luthfi Assyaukanie

Kolom Edisi 040, Desember P r o j e c t ISLAM BAGHDAD. i t a i g k a a n. Luthfi Assyaukanie l Edisi 040, Desember 2011 P r o j e c t ISLAM BAGHDAD i t a i g k a a n D Luthfi Assyaukanie Edisi 040, Desember 2011 1 Edisi 040, Desember 2011 Islam Baghdad Kekhalifahan Abbasiyah adalah model era keemasan

Lebih terperinci

PENGERTIAN SEJARAH SECARA ETIMOLOGIS, KATA SEJARAH BERASAL DARI KATA ARAB SYAJARAH YANG BERARTI POHON YANG BERCABANG- CABANG.

PENGERTIAN SEJARAH SECARA ETIMOLOGIS, KATA SEJARAH BERASAL DARI KATA ARAB SYAJARAH YANG BERARTI POHON YANG BERCABANG- CABANG. SEJARAH ISLAM APA YANG DIMAKSUD DENGAN SEJARAH? APA BEDA SEJARAH DENGAN DONGENG DAN KRONIK? APA ARTI KEBUDAYAAN DAN PERADABAN? APA YANG DIMAKSUD DENGAN SEJARAH KEBUDAYAAN DAN SEJARAH PERADABAN ISLAM? APA

Lebih terperinci

KESATUAN SURAT AL-QUR AN DALAM PANDANGAN SALWA M.S. EL-AWWA

KESATUAN SURAT AL-QUR AN DALAM PANDANGAN SALWA M.S. EL-AWWA KESATUAN SURAT AL-QUR AN DALAM PANDANGAN SALWA M.S. EL-AWWA Oleh: Adrika Fithrotul Aini Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jalan Laksda Adisucipto, 55281, Indonesia Adrikavenny@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag Pengertian Hadits : Menurut bahasa artinya baru atau kabar. Menurut istilah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa

Lebih terperinci

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : [ ] E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : MENGHORMATI ORANG LAIN "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami." Orang yang paling pantas dihormati dan dihargai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dipaparkan simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang penulis kaji. Sebagaimana yang telah dikaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

RETORIKA. Tine A. Wulandari, M.I.Kom.

RETORIKA. Tine A. Wulandari, M.I.Kom. RETORIKA Tine A. Wulandari, M.I.Kom. Sejarah menunjukkan bahwa public speaking yang kita kenal dewasa ini berakar dari tradisi politik peradaban Yunani Kuno. Asal mula public speaking tidak pernah terlepas

Lebih terperinci

Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan

Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan Senin, 05-06-2017 Ibnu Hajar al-asqalani (852 H) mendefinisikan ilmu hadis sebagai, Ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan hadis dan perawinya (al-nukat

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN. Alokasi Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Indikator. Sumber Belajar (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

SILABUS PEMBELAJARAN. Alokasi Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Indikator. Sumber Belajar (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SILABUS PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas / Semester Semester : Madrasah Tsanawiyah : Sejarah Kebudayaan Islam : VII : Ganjil Kompetensi Inti : KI-1 : Menghargai dan menghayati ajaran

Lebih terperinci

BAB II TEORI KRITIK SOSIAL. Kata Inggris criticism (baca: kritik) diturunkan dari kata Prancis critique, dan

BAB II TEORI KRITIK SOSIAL. Kata Inggris criticism (baca: kritik) diturunkan dari kata Prancis critique, dan BAB II TEORI KRITIK SOSIAL II. 1. Konsep Kritik Kata Inggris criticism (baca: kritik) diturunkan dari kata Prancis critique, dan mulai muncul ke publik pada abad ketujuh belas. Kata Prancis critique berakar

Lebih terperinci

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN l Edisi 001, Agustus 2011 EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN P r o j e c t i t a i g k a a n D Luthfi Assyaukanie Edisi 001, Agustus 2011 1 Edisi 001, Agustus 2011 Empat Agenda Islam yang Membebaskan

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016 KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SatuanPendidikan : Madrasah Aliyah (Prog Keagamaan) Bentuk Soal : Pilihan Ganda Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3) 12 A. Terminologi Pemimpin BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN Pemimpin dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti: 1) Orang yang memimpin. 2) Petunjuk, buku petunjuk (pedoman), sedangkan Memimpin artinya:

Lebih terperinci

UMAT Tengah. Oleh Nurcholish Madjid

UMAT Tengah. Oleh Nurcholish Madjid c Menghormati Kemanusiaan d UMAT Tengah Oleh Nurcholish Madjid Hadirin sidang Jumat yang terhormat. Dalam beberapa kesempatan khutbah yang lalu, kita telah banyak berbicara mengenai takwa. Dan kiranya

Lebih terperinci

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil riset dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang penting

Lebih terperinci

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 59 BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 A. Kualitas Mufasir at-thabari Ditinjau dari latar pendidikannya dalam konteks tafsir al-qur an, penulis menilai bahwa at-thabari

Lebih terperinci

ORISINALITAS HUKUM ISLAM (Meretas Kontroversi Seputar Kelahiran Hukum Islam)

ORISINALITAS HUKUM ISLAM (Meretas Kontroversi Seputar Kelahiran Hukum Islam) ORISINALITAS HUKUM ISLAM (Meretas Kontroversi Seputar Kelahiran Hukum Islam) Muntaha Umar (Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Madura, Kompleks PP. Miftahul Ulum Bettet Pamekasan, HP. 087750608080) Abstrak

Lebih terperinci

Mazhab menurut bahasa: isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I ânah ath- Thalibin, I/12).

Mazhab menurut bahasa: isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I ânah ath- Thalibin, I/12). Mazhab menurut bahasa: isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I ânah ath- Thalibin, I/12). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, tempat pergi, yaitu jalan

Lebih terperinci

APLIKASI ARGUMENTUM E-SILENTIO PADA HADIS-HADIS MUTAWA>TIR (Telaah Kritis Pemikiran GHA. Juynboll)

APLIKASI ARGUMENTUM E-SILENTIO PADA HADIS-HADIS MUTAWA>TIR (Telaah Kritis Pemikiran GHA. Juynboll) APLIKASI ARGUMENTUM E-SILENTIO PADA HADIS-HADIS MUTAWA>TIR (Telaah Kritis Pemikiran GHA. Juynboll) Oleh: Benny Afwadzi A. Juynboll dan Tradisi Kritik Hadis: Introduksi Studi hadis tidak hanya dilakukan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGANTAR ILMU SEJARAH Resume Buku PENGANTAR ILMU SEJARAH Karya: Prof. Dr. Kuntowijoyo Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *)

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *) Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *) Pengantar Kurikulum merupakan cerminan dari filosofi, keyakinan, dan cita-cita suatu bangsa. Melalui dokumen tersebut, seseorang dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Paham Dosa Kekristenan Dosa merupakan fenomena aktual dari masa ke masa yang seolah tidak punya jalan keluar yang pasti. Manusia mengakui keberdosaannya,

Lebih terperinci

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman.

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tinjauan Buku Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tesis utama Plantinga dalam buku ini ialah bahwa konflik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 149 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Sebagai agama nalar dan pikiran sehat, Islam secara konsisten membuka pintu bagi mereka yang cenderung membiarkan al-qur an berbicara untuk dirinya mengenai makna yang ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari proses pembukuan hadis yang pada saat itu dinilai penting bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari proses pembukuan hadis yang pada saat itu dinilai penting bagi umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sunah Nabi 1 yang menjadi sumber kedua bagi syariat umat Islam tidak lepas dari proses pembukuan hadis yang pada saat itu dinilai penting bagi umat muslim agar

Lebih terperinci

PENGARUH TRADISI ARAB PRA-ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM; SEBUAH KAJIAN ANTROPOSENTRIS

PENGARUH TRADISI ARAB PRA-ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM; SEBUAH KAJIAN ANTROPOSENTRIS Pengaruh Tradisi Arab Pra-Islam 169 PENGARUH TRADISI ARAB PRA-ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM; SEBUAH KAJIAN ANTROPOSENTRIS Anis Hidayatul Imtihanah Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU)

Lebih terperinci

Ajwa Publishing ABDULLA SANG NABI MENGUNGKAP FAKTA KENABIAN, PERANG DAN POLIGAMI MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH

Ajwa Publishing ABDULLA SANG NABI MENGUNGKAP FAKTA KENABIAN, PERANG DAN POLIGAMI MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH Ajwa Publishing ABDULLA SANG NABI MENGUNGKAP FAKTA KENABIAN, PERANG DAN POLIGAMI MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH ADAADNA SANG NABI, MENGUNGKAP FAKTA KENABIAN, PERANG DAN POLIGAMI Oleh: Muhammad Adnan Abdullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang universal. Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Karena keduanya saling berkaitan. Termasuk dalam kehidupan bernegara. Islam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ketiga akan memaparkan metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ketiga akan memaparkan metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ketiga akan memaparkan metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi yang berjudul Kodifikasi Hadis Pada Masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan selain karena manusia tercipta sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Pendidikan yang diberikan kepada anak sebagaimana yang dikonsepkan melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat sebuah metode yang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad Yasin dalam Perjuangan Harakah Al-Muqawamah Melawan Israel di Palestina Tahun 1987-2004. Suatu kajian yang

Lebih terperinci

Posisi kitab al-muwat}t}a dalam sejarah hukum Islam: analisis atas pandangan Yasin Dutton

Posisi kitab al-muwat}t}a dalam sejarah hukum Islam: analisis atas pandangan Yasin Dutton Posisi kitab al-muwat}t}a dalam sejarah hukum Islam: analisis atas pandangan Yasin Dutton Salamah Noorhidayati Institut Agama Islam Negeri Tulungagung E-mail:salamahnoorhidayati@gmail.com This article

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kesimpulan akan dibuat terhadap kajian kitab Tafsir Quran Marbawi beserta ketokohan

BAB 5 KESIMPULAN. kesimpulan akan dibuat terhadap kajian kitab Tafsir Quran Marbawi beserta ketokohan BAB 5 KESIMPULAN 5.1 PENGENALAN Bab kelima ini merupakan bab yang terakhir dalam kajian ini. Dalam bab ini, kesimpulan akan dibuat terhadap kajian kitab Tafsir Quran Marbawi beserta ketokohan al-marbawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi kalam Allah yang digunakan sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan umat Islam. Adapun definisi Al-Qur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

TAFSIR AL-QUR AN INKLUSIF

TAFSIR AL-QUR AN INKLUSIF l Edisi 020, September 2011 P r o j e c t TAFSIR AL-QUR AN INKLUSIF i t a i g k a a n D Kusmana Edisi 020, September 2011 1 Edisi 020, September 2011 Tafsir Al-Qur an Inklusif Tafsir al-qur an yang memberi

Lebih terperinci

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Jurnal Sejarah. Vol. 1(1), 2017: 151 156 Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia DOI: 10.17510/js.v1i1. 59 SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Sumber Gambar: Tempo.co Professor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis, sebagaimana yang telah dideskripsikan di dalam Bab III dan Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fiqih islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling dikenal oleh masyarakat. Ini karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Modul ke: 13 Yayah Fakultas Ekonomi Materi Ini Memuat : 1.Praktek Demokrasi di Madinah 2.Kepedulian sosial cermin demokrasi 3.Pandangan pluralisme dalam Islam Hidayah, Dra. M.Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, kepada tiap-tiap golongan umat pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an BAB IV ANALISA Melihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa mayoritas masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an merupakan acuan moral untuk memecahkan problem

Lebih terperinci

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M M E T O D O L O G I Pertemuan ke-1 S T U D I I S L A M Pendahuluan Ainol Yaqin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Kontrak Perkuliahan Pendahuluan Outline Kontrak Perkuliahan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan 170 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan sebagaimana yang telah dideskripsikan di dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI 1

SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI 1 SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI 1 Oleh Nurcholish Madjid Pertama perlu ditegaskan bahwa saya membuat perbedaan prinsipal antara sekularisme dan sekularisasi. Sekularisme adalah suatu paham yang tertutup,

Lebih terperinci

HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid

HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid c Demokrasi Lewat Bacaan d HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid Ibn Khaldun seorang filsuf dan sejarawan Muslim besar abad ke- 14 pernah mempunyai harapan besar perlunya dikembangkan apa yang disebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Firdaus, Akad-Akad Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2007), h.43

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Firdaus, Akad-Akad Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2007), h.43 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Guna menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam memahami arti judul proposal Akad Syrirkah Menurut Perspektif Madzhab Maliki Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Lebih terperinci

FAKULTAS USHULUDDIN IAIN RADEN INTAN LAMPUNG 2013

FAKULTAS USHULUDDIN IAIN RADEN INTAN LAMPUNG 2013 Laporan Hasil Penelitian PERGUMULAN PEMIKIRAN HADIS DI BARAT (Antara Revisionis dan Middle Ground) Oleh: Ahmad Isnaeni, M.A FAKULTAS USHULUDDIN IAIN RADEN INTAN LAMPUNG 2013 i KATA PENGANTAR Alhamdulillah,

Lebih terperinci

Membaca Sebagai Sumber Kemajuan Bangsa

Membaca Sebagai Sumber Kemajuan Bangsa Membaca Sebagai Sumber Kemajuan Bangsa A.M. Fatwa Kemajuan teknologi informasi yang hadir saat ini telah mengantarkan kita seakan-akan berada dalam sebuah desa kecil ( small village). Batas-batas negara

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah

PENDAHULUAN. Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah PENDAHULUAN Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah perkembangan Islam di Dunia. Turki juga merupakan wilayah yang terdiri dari dua simbol peradaban di antaranya peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 Hukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 81 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berangkat dari uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Makna tawassul dalam al-qur an bisa dilihat pada Surat al-

Lebih terperinci