LAPORAN PENELITIAN SISTEM DISTRIBUSI PUPUK UREA BERSUBSIDI PADA PT.PUPUK KALIMANTAN TIMUR. OLEH : Ir. I GUSTI AYU AGUNG LIES ANGGRENI, M.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN SISTEM DISTRIBUSI PUPUK UREA BERSUBSIDI PADA PT.PUPUK KALIMANTAN TIMUR. OLEH : Ir. I GUSTI AYU AGUNG LIES ANGGRENI, M."

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN SISTEM DISTRIBUSI PUPUK UREA BERSUBSIDI PADA PT.PUPUK KALIMANTAN TIMUR OLEH : Ir. I GUSTI AYU AGUNG LIES ANGGRENI, M.Par FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

2 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian dengan judul Sistem Distribusi Pupuk Urea Bersubsidi Pada PT.Pupuk Kalimantan Timur. Tujuan penulisan sematamata untuk berbagi pengetahuan dengan para pembaca, serta untuk menambah wawasan. Di atas segalanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dorongan, bimbingan, arahan, dan bantuannya, baik temanteman di Prodi Agribisnin maupun seluruh staff PT.Pupuk Kalimantan Timur yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung dan banyak memberikan masukan dan arahan selama kegiatan penelitian. Kepada Bapak Ir. Agus Purwoko, selaku kepala kantor pemasaran PT.Pupuk Kalimantan Timur maupun Bapak Ketua Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan ijin untuk melakukan kegiatan penelitian, juga disampaikan ucapan terima kasih. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan laporan penelitian ini sangat dinantikan. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca. Denpasar, 28 Januari 2016 Penulis

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN...v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan...2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Saluran Distribusi Jenis-Jenis Saluran Distribusi Fungsi Saluran Distribusi Perantara Pemasaran Penentuan Jumlah Perantara pada Setiap Tingkat Saluran Bauran Distribusi Pengertian Pupuk Urea Pengertian Pupuk Bersubsidi...8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data...10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Perusahaan Struktur Organisasi Produk yang Distribusikan Pihak Terkait Dalam Pendistribusian Pupuk Urea Bersubsidi Sistem Pendistribusian Pupuk Urea Bersubsidi Kendala Dalam Pendistribusian Pupuk Urea Bersubsidi...23

4 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...25 LAMPIRAN

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi pasar pupuk awal 1999 mengatur distribusi pupuk tidak lagi monopoli Pusri. Tetapi dapat dilakukan oleh berbagai pihak sesuai mekanisme pasar. Kebijakan ini terbukti memperpendek dan memperbanyak jalur distribusi pupuk sehingga petani dapat membeli dari berbagai sumber dan relatif selalu tersedia dengan harga yang cenderung lebih murah. Pasar bebas mendorong persaingan yang ketat antar pelaku yang terlibat dalam kegiatan distribusi, sehingga asas efisensi ditingkatkan untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Akibatnya, arah distribusi pupuk tidak lagi berdasarkan alokasi kebutuhan petani, melainkan lebih berdasarkan pada besarnya keuntungan yang diperoleh, termasuk melakukan ekspor dan impor. Perubahan arah tersebut menyebabkan munculnya kelangkaan pupuk Urea di daerah-daerah. Fenomena kelangkaan dan tingginya harga pupuk merupakan permasalahan yang seharusnya tidak terjadi karena produksi pupuk dalam negeri jauh melebihi kebutuhan, bahkan Indonesia merupakan eksportir pupuk Urea. Bila gejala tersebut terus berlanjut dikhawatirkan produksi beras akan terganggu. Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah harus menerapkan kembali kebijakan pengendalian distribusi pupuk Urea. Padahal pupuk Urea sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan mutu komoditas hasil pertanian. Kita ketahui bahwa daya beli petani relatif lemah. Untuk itu, pemerintah menetapkan kebijakan subsidi pupuk. Namun terkadang dengan adanya subsidi ini, sering disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka membeli dengan harga yang telah disubsidi, kemudian menjual kembali ke petani dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pengawasan dalam pendistribusian pupuk perlu diperhatikan agar penyalurannya dapat tepat sasaran. Salah satu sistem penyaluran yang telah diterapkan oleh PT. Pupuk Kalimantan

6 Timur untuk menghindari penyelewengan pupuk Urea bersubsidi, yaitu sistem pipa tertutup dengan menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). 1.2 Rumusan Masalah Adapun hal yang akan dibahas dalam laporan penelitian ini yaitu bagaimana sistem yang diterapkan oleh PT. Pupuk Kalimantan Timur dalam mendistribusikan pupuk Urea bersubsidi? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penyusunan laporan penelitian ini yaitu untuk mengetahui sistem yang digunakan dalam penyaluran pupuk Urea bersubsidi pada PT. Pupuk Kalimantan Timur.

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Saluran Distribusi Untuk perusahaan industri, saluran pemasaran atau saluran distribusi merupakan hal yang sangat penting diperhatikan guna penyampaian produk sehingga sampai kepada konsumen. Suatu produk tidak akan banyak berguna bagi konsumen, bila produk tersebut tidak tersedia pada saat dan tempat di mana seorang konsumen memerlukannya. Dalam rangka kegiatan mempelancar aais barang atau jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah menetapkan secara tepat saluran distribusi yang akan digunakan dalam rangka menyalurkan barang atau jasa dan produsen ke konsumen. Saluran pemasaran disebut juga dengan saluran perdagangan atau saluran distribusi dan dapat didefinisikan ke dalam berbagai cara. Pada umumnya definisi yang ada memberikan gambaran tentang saluran distribusi ini sebagai rute atau jalur. Menurut Kotler (2002: 558) saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung, yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Menurut Fandy Tjiptono (2002: 158) pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha mempelancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (Jenis, jumlah, harga, tempat, dan waktu yang dibutuhkan). Menurut Swastha (2002: 190) saluran distribusi untuk suatu barang adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen ke konsumen atau pemakai jasa industri. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi adalah penyaluran yang mempunyai keinginan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen.

8 2.2 Jenis-Jenis Saluran Distribusi Menurut Swastha (2000: 279) saluran distribusi mempunyai lima tingkat yaitu: a. Produsen Konsumen Bentuk saluran ini adalah yang paling sederhana dan paling pendek dan tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau dengan cara mendatangi langsung konsumen ke rumah. b. Produsen Pengecer Konsumen Saluran ini disebut sebagai saluran distribusi langsung, disini pengecer besar langsung melakukan pembelian pada produsen. c. Produsen Pedagang Besar Pengecer Konsumen Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen dan dinamakan sebagai saluran distribusi tradisional. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja. d. Produsen Agen Pedagang Besar Pengecer Konsumen Dalam saluran distribusi produsen sering menetapkan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya ke toko-toko kecil. e. Produsen Agen Pengecer Konsumen Disini produsen memiliki agen (agen pendapatan atau pembelian) sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan pedagang besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada pengecer besar. 2.3 Fungsi Saluran Distribusi Menurut Bucari (2002: 141), para anggota saluran distribusi melakukan beberapa tugas penting, seperti : a. Informasi

9 Perantara pemasaran melakukan kegiatan pengumpulan dan penyebaran informasi riset pemasaran mengenai potensi produsen pesaing, pelaku, dan kekuatan lainnya dalam lingkungan pemasaran. b. Promosi Perantara melakukan kegiatan pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif yang dirancang untuk menarik pelanggan pasar penawaran tersebut. c. Negosiasi Perantara melakukan usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan syarat lain sehingga transfer kepemilikan dapat dilakukan. d. Pemesanan Komunikasi dari para anggota saluran dan pemasaran ke produsen mengenai minat untuk membeli dari para konsumen. e. Pembiayaan Perolehan dan pengalokasian dana yang dibutuhkan untuk membiayai persediaan pada berbagai tingkat saluran pemasaran. f. Pengambilan Resiko Perantara melakukan penanggulangan resiko yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi saluran pemasaran tersebut. g. Pemilihan Fisik Kesinambungan penyimpangan dan pergerakan produk fisik dari bahan mentah sampai ke pelanggan akhir. h. Pembayaran Pembeli membayarkan tagihannya ke penjual melalui bank dan institusi keuangan lainnya. i. Hak Milik atau Transfer Kepemilikan Transfer terjadi dari saru organisasi atau orang ke organisasi atau orang lainnya. 2.4 Perantara Pemasaran Menurut Swasdia (2002: 191), perantara pemasaran atau distribusi merupakan suatu kegiatan usaha yang berdiri sendiri, berada di antara

10 produsen dan konsumen akhir atau pemakai industri yang menjalankan kegiatan khusus di bidang distribusi. Perantara pemasaran atau distribusi terdiri atas: 1. Perantara Pedagang Perantara ini bertanggung jawab terhadap kepemilikan semua barang yang dipasarkannya. Ada dua kelompok yang termasuk dalam perantara pedagang, yaitu: a. Pedagang Besar (whole Salers) b. Pedagang Pengecer (retailer) 2. Perantara Agen Perantara ini tidak mempunyai hak milik atas semua barang yang mereka tangani. Perantara agen dapat digolongkan menjadi agen penunjang dan agen lengkap. 2.5 Penentuan Jumlah Perantara pada Setiap Tingkat Saluran Setelah produsen menentukan saiuran distribusi yang akan dipakai, langkah selanjutnya adalah penentuan jumlah perantara untuk ditempatkan sebagai pedagang besar dan pengecer. Menurut Kotler dan Armstrong (2004: 525) serta Swastha (2002: 217), terdapat tiga alternatif yang dapat ditempuh, yaitu: a. Distribusi Intensif Perusahaan berusaha menggunakan penyalur, terutama pengecer sebanyak-banyaknya untuk mendekati dan mencapai konsumen. Semakin cepat konsumen terpenuhi kebutuhannya, maka semakin cepat mereka menikmati adanya kepuasan. Produk-produk yang disalurkan melalui distribusi intensif ini adalah barang-barang standar. b. Distribusi Selektif Perusahaan yang menggunakan distribusi selektif memilih jumlah pedagang besar atau pengecer yang terbatas dalam satu daerah geografis. Penggunaan distribusi selektif ini dimaksudkan untuk meniadakan penyalur yang tidak menguntungkan dan meningkatkan

11 volume penjualan dengan jumlah transaksi yang lebih terbatas. Biasanya saluran distribusi selektif dipakai untuk memasarkan produk baru atau barang shopping. c. Distribusi Eksklusif Distribusi eksklusif ini dilakukan oleh perusahaan dengan hanya menggunakan suatu pedagang besar atau pengecer dalam daerah pasar tertentu. Dengan hanya satu penyalur, produsen akan lebih mudah dalam mengadakan pengawasan terutama pada tingkat daerah eceran maupun pada usaha kerjasama dengan penyalur dan periklanan. Pada umumnya distribusi eksklusif banyak dipakai untuk barang spesial atau pada produk yang bila dijual memerlukan servis sesudah penjualan. 2.6 Bauran Distribusi Menurut Malcolm H.B. Mc. Donald, Waren J Keegen (1997: 26), terdapat lima hal yang merupakan dasar pembentukan biaya distribusi total suatu perusahaan yaitu: a. Fasilitas Keputusan tentang fasilitas berkaitan dengan persoalan seberapa banyak gudang dan pabrik yang harus didirikan dan dimana gudang tersebut harus ditempatkan. b. Persediaan Biaya persediaan selalu mengambil porsi besar dari total biaya distribusi sebagian perusahaan, tingginya biaya ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti beban bunga, kerusakan, kehilangan, asuransi dan administrasi. c. Transportasi Aspek penting dari keputusan transportasi berkaitan dengan hal-hal berikut, seperti model transportasi yang akan digunakan, apakah akan membeli atau meleasing kendaraan, bagaimana menskedul pengiriman, dan seberapa sering melakukan pengiriman.

12 d. Komunikasi Komunikasi melibatkan bidang pemrosesan pesanan dan sistem perkiraan kebutuhan. Tanpa dukungan komunikasi yang efektif, sistem distribusi tidak akan pernah mampu menyediakan layanan konsumen yang memuaskan dalam tingkat biaya yang dapat diterima. e. Unitisasi Cara suatu produk dikemas dan kemudian diakumulasikan ke dalam unit yang lebih besar dapat berpengaruh pada keekonomisan distribusi. Misalnya kemampuan untuk menempatkan barang pada sebuah palet, yang selanjutnya akan menjadi unit beban untuk pemindahan dan penimbunan, dapat membantu menghemat biaya yang cukup besar dalam bidang penanganan dan pergudangan. 2.7 Pengertian Pupuk Urea Menurut Setijo Pitojo (1995: 4), Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan kepada tanaman secara langsung maupun tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman. Urea termasuk pupuk anorganik yang mengandung unsur hara tunggal yaitu Nitrogen. Unsur hara Nitrogen berperan dalam kehidupan tanaman, yakni dipergunakan untuk menyusun bagian-bagian tanaman. Prinsip kimiawi pembuatan pupuk urea yaitu dengan cara mensintesis unsur Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) sehingga terbentuk gas amoniak (NH2). Gas Amoniak bila direaksikan dengan karbondioksida (CO2) akan membentuk urea (COfNPbh yang merupakan hasil akhir dari proses kimiawi tersebut. 2.8 Pengertian Pupuk Bersubsidi Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No 2l/M- DAG/PER/6/2008, Pupuk bersubsidi yaitu pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah sektor pertanian..

13 Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), yang ditetapkan di tingkat pengecer resmi atau kelompok tani.

14 BAB III METODE PENULISAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada PT. Pupuk Kalimantan Timur yang merupakan kantor perwakilan pemasaran Bali. PT. Pupuk Kalimantan Timur beralamat di Jalan By Pass I Gusti Ngurah Rai No. 242, Sanur Telp. (036 1) , Fax. (0361) Kegiatan penelitian dilaksanakan dari tanggal 28 Oktober 2015 sampai dengan 28 Nopember Jenis Data Adapun jenis data yang dikumpulkan menurut sifatnya yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang dapat dihitung atau data yang berupa angka-angka, misalnya jumlah pendistribusian pupuk Urea bersubsidi. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar yang tidak dapat dihitung, misalnya gambaran umum perusahaan. Sedangkan jenis data menurut sumbernya yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan diperoleh langsung dari staff di perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan bersumber dari dokumen yang terdapat pada perusahaan, seperti data tentang jumlah pendistribusian pupuk. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan laporan penelitian ini yaitu: a. Wawancara Yaitu proses perolehan data dengan melakukan tanya jawab langsung dengan para staff perusahaan yang berkenaan dengan masalah yang terkait dengan sistem pendistribusian pupuk Urea bersubsidi melalui RDKK. b. Dokumentasi

15 Mengadakan pencatatan data sekunder yang diperlukan untuk penulisan laporan penelitian ini. c. Observasi Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung ke perusahaan ataupun lembaga terkait seperti distributor dan pengecer. 3.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu analisis yang menguraikan dan menjelaskan hasil-hasil yang diperoleh dari data yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan.

16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Perusahaan Pada tahun 1977, sebuah proyek pupuk lepas pantai dimulai di atas dua buah kapal milik Pertamina, produsen minyak Indonesia yang terbesar, yang kemudian menjadi awal dari berdirinya PT. Pupuk Kalimantan Timur, yang dikenal juga dengan Pupuk Kaltim. Namun karena pertimbangan teknis, maka sesuai Keppres No. 43/1975 proyek tersebut dialihkan ke darat. Melalui Keppres No. 39/1976, Pertamina menyerahkan pengelolaannya kepada Departemen Perindustrian. Kesuksesan proyek tersebut menjadi tonggak pendirian sebuah pabrik di atas lahan seluas 493 hektar, yang awalnya merupakan area hutan di lereng perbukitan hutan Kalimantan Timur. Pupuk Kalimantan Timur resmi berdiri pada tanggal 7 Desember Bahan baku utama pabrik yang berlokasi di Bontang ini adalah gas alam yang disalurkan melalui pipa sepanjang 60 kilometer yang terentang antara Bontang dan Muara Badak. Pada PT. Pupuk Kalimantan Timur terdapat lima pabrik yaitu, Kaltim 1, Kaltim 2, Kaltim 3, POPKA dan Kaitim 4. Untuk mengakomodasi kebutuhan dasar para karyawan perusahaan, berbagai fasilitas pendukung yang sangat terpadu dibangun di kawasan industri Bontang, seperti kompleks perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan pusat perbelanjaan. Fasilitas infrastruktur seperti jalan beraspal, lapangan terbang, pelabuhan, kawasan pergudangan serta laboratorium dan pusat pengontrolan operasional membuat Bontang bertransformasi menjadi sebuah kota industri yang berwawasan lingkungan. Pembangunan pabrik Kaltim 1 dimulai tahun Sedangkan operasi komersialnya diawali pada tahun Pabrik Kaltim 2 dibangun pada tahun 1982, ketika Kaitim 1 masih dalam proses penyelesaian. Pembangunan Kaltim 2 dapat diselesaikan tiga bulan lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan. Kedua pabrik tersebut diresmikan pada tanggal 28 Oktober 1984 oleh Presiden Soeharto. Pabrik Kaltim 3 dibangun dua tahun

17 setelah peresmian Kaltim 1 dan Kaltim 2, dan diresmikan pada tanggal 4 April Pabrik Kaltim 4 mulai dibangun pada tahun 1999 dengan kapasitas ton Urea granule dan ton amoniak per tahun. Pabrik Urea Kaltim 4 selesai dibangun pada pertengahan tahun 2002, sedangkan pabrik amoniak tuntas pada awal tahun Pada tanggal 20 November 1996, dibangun pabrik urea unit 4 yang disebut dengan Proyek Optimalisasi Kaltim (POPKA), dengan nilai investasi sebesar USD 44 juta dan Rp 139 Miliar dengan kapasitas produksi ton per tahun. Dengan dibangunnya POPKA, maka kelebihan produksi amoniak (ammonia excess) dan kelebihan gas CO2 yang biasanya terbuang ke atmosfer dapat bernilai tambah, yakni menghasilkan produk urea granule. Dalam penyaluran pupuk urea ke seluruh wilayah di Indonesia, maka didirikankah kantor perwakilan pemasaran di beberapa wilayah. Salah satunya yaitu kantor perwakilan pemasaran Bali yang beralamat di Jalan By Pass I Gusti Ngurah Rai No. 242, Sanur yang didirikan pada tanggal 1 April Namun, penerapan distribusi pupuk melalui pipa tertutup yang didasarkan pada RDKK dimulai pada tangal 1 April Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan suatu kerangka skematis yang menggambarkan fungsi perusahaan atau pekerjaan yang dilaksanakan oleh masing-masing karyawan. Dalam menjalankan perusahaan tentunya diperlukan sebuah struktur organisasi yang berguna untuk lebih mempertegas bagaimana tangung jawab dan tugas yang harus dikerjakan oleh masing-masing bagian dalam perusahaan tersebut. Adapun struktur organisasi pada PT. Pupuk Kalimantan Tmiui dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

18 Gambar 1. Struktur Organisasi STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PEMASARAN PROVINSI BALI Ka. Kantor Pemasaran Bali Ir. Agus Purwoko Sekretaris Lisda Rahmawati Ka. Pemasaran & Promosi Riyanto Ka. Gudang & Distribusi Tommy Johan Agusta, SE Ka. Adm. Keuangan & Umum Agus Alin Nadib Pemasaran & Promosi - I Ketut Gde Wiryantara - Amron Prasetyo Gudang & Distribusi - Edi Santoso - Ida Putu Widarsana Administrasi & Keuangan - Sutiani - Rahmad Khairullah - M. Zulkarnain Driver : - Sanidi Hadi Arto Office Girl - Ida Ayu Sri Astuti Security - Arif Wibiana - Ketut Puana - Made Dirhayaa

19 Adapun tugas dari masing-masing jabatan yaitu : 1. Kepala kantor pemasaran Bali Menandatangani Surat Konfirmasi Persetujuan Penjualan Pupuk Urea bersubsidi. Menandatangani Delivery Order (DO). Menandatangani faktur penjualan dan faktur pajak. Memberikan dokumen permintaan dan penggantian kas-kas kecil. Memeriksa dan menandatangani Memo Perincian Penerimaan (MPP) 2. Sekretaris Membuat dan mengarsip semua surat yang masuk dan keluar, baik surat-surat internal maupun eksternal. Konfirmasi ke bank untuk penebusan pupuk Urea Menyiapkan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) untuk karyawan. Melakukan fungsi resepsionis. Menerima dan mencatat tagihan dari pihak III dan meneruskan ke kepala Aministrasi dan keuangan. 3. Kepala Promosi dan Penjualan Menandatangari surat konfirmasi distributor tentang permintaan pembelian pupuk Urea bersubsidi. Menyiapkan surat konfirmasi persetujuan atau penolakan penjualan pupuk urea bersubsidi dan membubuhkan paraf. Menerbitkan Delivery Order dan membubuhkan paraf. Menerbitkan fakiur penjualan dan faktur pajak serta membubuhkan paraf. Memonitor dan mencatat penjualan Urea bersubsidi berdasarkan Delivery Order (DO) ke dalam laporan penjualan Urea. 19

20 4. Kepala Administrasi dan Keuangan Melakukan pemeriksaan validasi bukti transfer pada bank perusahaan dan membubuhkan paraf atau tanda valid pada transfer yang dimaksud. Mengarsip Faktur Penjualan dan Faktur Pajak serta dokumen pendukungnya. Melakukan pembukuan. Memeriksa dan menandatangani Memo Perincian Pembayaran (MPP) pada kolom periksa. Melakukan pembayaran dan pencatatan dalam buku pembayaran. Menerima dan memeriksa surat permintaan uang muka karyawan atau penggantian biaya dan selanjutnya melakukan verifikasi. 5. Kepala Gudang dan Distribusi Mengurus penyediaan stok pupuk di gudang Mengurus kedatangan kapal yang membawa pupuk dari Bontang serta mengawasi pembongkaran pupuk di pelabuhan. Mengecek stok di gudang dan menyesuaikan dengan administrasi untuk menghindari terjadinya kesalahan pendistribusian pupuk. 4.3 Produk yang Didistribusikan PT. Pupuk Kalimantan Timur menghasilkan tiga produk yaitu pupuk Urea, amoniak, dan NPK pelangi. Namun Pupuk Kalimantan Timur ini berorientasi dalam pendistribusian pupuk Urea bersubsidi yang dikenal dengan pupuk Urea Daun Buah. Untuk kantor perwakilan pemasaran Bali bertanggung jawab atas pendistribusian di daerah Bali. Pupuk Urea adalah senyawa yang larut dalam air, CO(NH2)2, dengan sebagian besar adalah kandungan Nitrogen yang merupakan komponen utama dari urine mamalia dan organisme lain, sebagai hasil akhir dari metabolisme protein. Pupuk Urea ini diproduksi dan disiapkan dalam bentuk curah atau butiran. 20

21 Urea merupakan material kering dalam bentuk butiran atau curah, Urea-N secara cepat berhidrolisa menjadi NH4 +. Pupuk ini sering kali digunakan untuk aplikasi langsung dalam pupuk campuran, dan dalam larutan Nitrogen. N (Nitrogen) yang pada aplikasi ini berwujud sebagai Urea-N, dan sekitar 66% dari Urea-N dihidrolisa menjadi Amonia-N dalam penggunaan 1 hari hingga 1 minggu. Deskripsi produk :. - Kandungan Nitrogen 46% min - Kandungan Bioret 1% max - Kandungan Air 0,5% max - Prill size 1-3,35 mm, 90% min - Granular size 2-4,75 mm 90% min 4.4 Pihak Terkait dalam Pendistribusian Pupuk Urea Bersubsidi Pendistribusian pupuk kepada petani sangat penting untuk menunjang kelancaran produksi agar dapat memperoleh hasil dengan mutu yang baik. Agar pendistribusian pupuk Urea dapat berjalan efektif dan tepat sasaran, maka ditetapkan penyaluran pupuk berdasarkan pola pipa tertutup dengan menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) merupakan daftar kebutuhan berdasarkan proyeksi luas tanam, waktu tanam, dan kebutuhan riil yang digunakan sebagai dasar penyediaan pupuk oleh kios atau pengecer resmi. Pendistribusian pupuk Urea pada kantor pemasaran PT. Pupuk Kalimantan Timur tidak lepas dari dukungan / peran lembaga penyalur pupuk yang terdiri atas produsen, distributor dan pengecer. Namun, penentuan distributor dan pengecer resmi ditentukan berdasarkan kontrak kerja yang telah disetujui serta bedasarkan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) yang telah disetujui antara perusahaan dengan distributor dan pengecer. Di samping peran produsen, distributor, dan pengecer, peran petani, subak dan PPL sangat penting untuk mendukung kelancaran distribusi pupuk Urea bersubsidi. 21

22 Adapun peran dan tanggung jawab dari petani, PPL, distributor, dan pengecer resmi adalah sebagai berikut : 1. Petani, subak dan PPL Memahami dan mendukung sistem distribusi pupuk bersubsidi melalui pipa tertutup dengan merencanakan kebutuhan riil pupuk Urea sesuai luas lahan yang ada dengan cara mengisi formulir RDKK dan diajukan ke pengecer resmi. RDKK ini diserahkan minimal satu bulan sebelum masa tanam. 2. Produsen Bertanggung jawab mengamankan kebutuhan dan pendistribusian pupuk bersubsidi di Provinsi Bali sesuai Permentan No. 66 atau SK Gubernur. 3. Distributor Bertanggung jawab mendistribusikan pupuk bersubsidi ke Lini IV sesuai alokasi di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan RDKK yang telah diajukan oleh para pengecer. 4. Pengecer Resmi Adapun peran dari pengecer resmi yaitu: - Ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan sistem penyaluran pupuk bersubsidi melalui pipa tertutup. - Merekap RDKK yang masuk maupun penyalurannya sesuai kebutuhan, tanggal, dan waktu dibutuhkannya. - Memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pelanggan. PT. Pupuk Kalimantan Timur memiliki lima distributor yaitu Pusat KUD Bali Dwipa, PT. Pertani, PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT. Karya Andal Sejati, PT. Setia Tani. Masing-masing distributor memiliki wilayah tanggung jawab dalam pendistribusian pupuk Urea bersubsidi. Adapun wilayah tanggung jawabnya adalah sebagai berikut: 22

23 Tabel 1. Wilayah Tanggung jawab Distribusi No Distributor Kabupaten Kecamatan 1 Pusat KUD Bali Dwipa Jembrana Melaya Negara Tabanan Marga Penebel Gianyar Sukawati Payangan Tampak Siring Klungkung Banjarangkan Klungkung 2 PT. Pertani Tabanan Selemadeg Barat Selemadeg Denpasar Denpasar Timur Denpasar Selatan Gianyar Blahbatuh Ubud Bangli Tembuku Kintamani Karangasem Manggis Abang 3 PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia Tabanan Bangli Karangasem Buleleng Baturiti Pupuan Susut Bangli Rendang Sidemen Buku Tejakula Kubutambahan Buleleng Seririt

24 No Distributor Kabupaten Kecamatan 4 Tabanan Selemadeg Timur Kerambitan Denpasar Denpasar Barat Denpasar Timur Badung Kuta Selatan Kuta Kuta Utara Abiansemal Gianyar Gianyar Tegalalang 5 PT. Setia Tani Jembrana Mendoyo Pekutatan Tabanan Tabanan Kediri Badung Mengwi Petang Klungkung Gianyar Tegalalang Karangasem Selat Bebandem Karangasem Buleleng Sawan Sukasada Banjar Busungbiu Gerokgrak 4.5 Sistem Pendistribusian Pupuk Urea Bersubsidi Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 21/M-DAG/PER/6/2008, ditetapkan sistem distribusi pupuk Urea bersubsidi sebagai berikut:

25 Produsen Lini II/Gudang Produsen Lini III/Gudang Kabupaten Distributor Pengecer/Lini IV Petani/Kelompok Tani Gambar 6. Sistem Pendistribusian Pupuk Urea Adapun persiapan yang perlu dilakukan oleh pihak perusahaan dalam mendistribusikan pupuk Urea yaitu mengurus berbagai administrasi yang diperlukan dalam pengadaan stok pupuk di gudang dalam rangka memenuhi permintaan pupuk berdasarkan RDKK yang dibuat oleh subak. Sedangkan pihak subak, pengecer dan distributor harus mengurus berbagai administrasi yang diperlukan dalam memperoleh pupuk Urea bersubsidi. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu: 1. Pada awalnya pihak subak membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dengan mengisi formulir RDKK dan disetujui oleh kepala desa, PPL, serta ketua subak atau kelompok tani. 2. Pengecer resmi merekap RDKK dari subak-subak yang menjadi tanggung jawabnya, kemudian RDKK tersebut diserahkan ke distributor 3. Distributor selanjutnya menyerahkan RDKK ke PT. Pupuk Kalimantan Timur untuk diproses. Di bagian penjualan, RDKK ini dikoreksi mengenai luas lahan dan jumlah pupuk yang diminta oleh masingmasing subak. Dalam mengoreksi luas lahan, perusahaan mengacu

26 kepada data luas tanam subak-subak di Bali yang diperoleh dari Dinas Pertanian Provinsi Bali. 4. Untuk menebus pupuk yang diperlukan, maka distributor mengirimkan Surat Penebusan Pupuk yang berisi jumlah pupuk yang diminta oleh masing-masing pengecer resmi. 5. Surat Penebusan Pupuk ini kemudian diverifikasi oleh staff penjualan untuk jumlah pupuk yang setuju didistribusikan ke kios-kios. Kemudian dibuat rincian persetujuan penebusan pupuk Urea. 6. Bagian penjualan menerbitkan Letter of Confirmation atau Konfirmasi Permintaan Urea Sektor Pertanian yang diparaf oleh kepala penjualan dan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan, kemudian dikirim ke distributor. 7. Untuk dapat mengambil pupuk tersebut, distributor harus melakukan pembayaran ke bank perusahaan sejumlah yang tertera pada Surat Konfirmasi Permintaan Urea Sektor Pertanian. Kemudian mengirimkan bukti pembayaran ke perusahaan melalui fax. 8. Sekretaris melakukan konfirmasi ke bank mengenai pembayaran yang dilakukan oleh distributor. 9. Setelah pembayaran tersebut dinyatakan sah, staff penjualan membuat Delivery Order (DO) yang diparaf oleh kepala penjualan dan kemudian ditandatangani oleh pimpinan perusahaan, kepala distributor dan kepala gudang. Delivery Order terdiri atas 6 lembar. Lembar 1 (putih) dan lembar 2 (Merah) diserahkan kepada distributor. Lembar Merah digunakan untuk mengambil Urea di gudang. Lembar 3 (Biru) untuk bagian promosi dan penjualan. Lembar 4 (Kuning) untuk bagian administrasi dan keuangan. Lembar 5 (Putih) untuk bagian gudang dan lembar 6 (Hijau) untuk bagian gudang dan distribusi. 10. Setelah Delivery Order (DO) selesai, distributor datang untuk mengambil lembar 1 dan lembar 2 serta menandatangani bukti pengambilan Delivery Order (DO).

27 11. Distributor kemudian mengambil pupuk Urea di gudang dengan membawa lembar 2 dari Delivery Order (DO). Bagian gudang akan mengecek kebenaran DO tersebut dengan arsip lembar 5 dari Delivery Order (DO). Setelah cocok, distributor bisa mengambil pupuk sesuai dengan jumiah yang tertera pada Delivery Order (DO) tersebut. 12. Pupuk diangkut ke kios-kios yang memerlukan. 13. Ketua subak mengambil pupuk di kios tempat menyerahkan RDKK. Dimana jumlah pupuk yang diambil berdasarkan jumlah yang telah disetujui oleh perusahaan. 4.6 Kendala dalam Pendistribusian Pupuk Urea Bersubsidi Dalam pendistribusian pupuk Urea bersubsidi, perusahaan menghadapi beberapa kendala yaitu: - Petani belum memahami penuh tentang penebusan pupuk bersubsidi melalui RDKK. - Adanya subak yang melakukan mark up luas garapan dengan tujuan mendapatkan pupuk yang lebih dari kebutuhan. - Adanya pencantuman dosis pupuk yang berlebihan pada RDKK. - Adanya kebebasan distributor dan kios dalam menyalurkan pupuk bersubidi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan beberapa hal yaitu : - Dilakukan sosialiasi di masing-masing kota atau kabupaten mengenai fungsi dan cara pembuatan dan pengajuan RDKK untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. - Dalam mengecek RDKK, perusahaan mengacu kepada data luas subak dan Dinas Pertanian Provinsi Bali, sehingga dari data tersebut dapat dicocokkan luas lahan yang dicantumkan pada RDKK dengan data dari Dinas Pertanian. Mengadakan sosialisasi mengenai dosis pemakaian pupuk berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian. - Melakukan rayonisasi distributor di Lini IV (Kecamatan) agar jelas wilayah tanggung jawab dalam pendistribusian pupuk.

28 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penditribusian pupuk Urea besubsidi dilakukan dengan menerapkan sistem pipa tertutup melalui penggunaan RDKK dalam menentukan jumlah pupuk yang diperlukan oleh masing-masing subak. Dimana saluran pendistribusiannya adalah sebagai berikut: Produsen Lini III/Gudang Kabupaten Distributor Pengecer/Lini IV Petani/Kelompok Tani Dengan menggunakan RDKK ini, pendistribusian pupuk dapat lebih terkontrol sehingga dapat menghindari terjadinya penyelewengan pupuk. 5.2 Saran Sistem pendistribusian pupuk Urea Bersubsidi pada PT. Pupuk Kalimantan Timur sudah tertata dengan sangat baik. Namun sistem pengawasan yang sudah diterapkan belum menjamin adanya keamanan dalam pendistribusian pupuk. Terutama dari pihak subak yang masih banyak melakukan mark up luasan lahan serta mencantumkan kebutuhan pupuk berdasarkan luas baku subaknya (bukan berdasarkan luas tanamnya), menyebabkan penyaluran tidak efektif. Karena kelebihan yang diterima subak, seharusnya dapat dialokasikan ke subak lain yang masih

29 kekurangan pupuk. Untuk meningkatkan kinerja PT. Pupuk Kalimantan Timur dalam hal pendistribusian pupuk Urea bersubidi diperlukan tindakan sebagai benkut: 1. Untuk mengontrol ketepatan penyaluran pupuk Urea ini, RDKK belum menjamin adanya kebenaran luas lahan garapan yang dicantumkan masing masing anggota subak. Untuk itu, kesesuaian data ini perlu disesuaikan dengan data yang terbaru dari dinas pertanian. Setidaknya, setahun sekali ada pembaharuan data dari dinas. Memang terjadi kesulitan dalam memperoleh data terbaru dari dinas provinsi Bali. Untuk itu, sebaiknya perusahaan berkoordinasi dengan dinas masingmasing kabupaten untuk merekap data luasan lahan pertanian di masing-maing kabupaten. 2. Memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mentransfer data luas subak dan masing-masng kabuaten ke kantor pemasaran perwakilan Bali. Hal ini dapat dilakukan secara online. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa koordinasi dan kerja sama sangat penting untuk mendukung kelancaran pendistribusian pupuk Urea bersubsidi sehingga dapat sesuai dengan asas 6 Tepat (Tepat waktu, jenis, jumlah, tempat, mutu, dan harga).

30 DAFTAR PUSTAKA Basu Swastha, DH Azas-azas Bisnis Modern. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty. Basu Swastha dan irawan Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty. Bucari, Alma Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Kedua. Bandung: CV. Alfa Beta. Tjiptono, Fandy Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andy. Kotler, Philip Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium Jilid 1. Jakarta: Perihellindo. Kotler, Philip and Gary Armstrong Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi Kesembilan Jilid I. Jakarta: PT. Indeks. Malcolm HB, Mc Donald and Warren J. Keegen Marketing Plan That Work. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Pitojo, Setijo Penggunaan Urea Tablet. Jakarta: Penebar Swadaya.

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Selain kondisi geografis tersebut luas lahan yang cukup luas sangat menunjang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. c. bahwa dengan Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran).

I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Bali merupakan sektor penyumbang pendapatan daerah terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran). Berdasarkan data

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah memberikan berbagai macam subsidi kepada petani, dan salah satu bentuk subsidi yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SUB SEKTOR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA BANJAR TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI 1

Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI 1 Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI 1 KATA PENGANTAR Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI Bulan November 2015 memuat informasi hasil analisis: Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Agustus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KOMODITI TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KOTA SOLOK

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN PENETAPAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KEBUTUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR : 1 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BUKITTINGGI TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN TAHUN 2010 DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BOGOR TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 1, Mei 2003 : 90-95

Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 1, Mei 2003 : 90-95 CUPLIKAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70/MPP/Kep/2/2003 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Pasal 1 Dalam keputusan ini

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.511, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pupuk Bersubsidi. Pengadaan. Penyaluran. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-DAG/PER/4/2013 TENTANG PENGADAAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI 1

Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI 1 Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI 1 KATA PENGANTAR Buku Informasi Peta Kekeringan dengan Metode SPI Bulan Oktober 2015 memuat informasi hasil analisis: Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juli

Lebih terperinci

Lampiran I.51 : PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.51 : PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 09/Kpts/KPU/TAHUN 0 : 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI

Lebih terperinci

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016 WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KOMODITI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KOTA SOLOK

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting dalam peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan beras. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI, TENTANG

GUBERNUR BALI, TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG KEBUTUHAN DANHARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Perusahaan melakukan kegiatan pemasaran pada saat perusahaan ingin memuaskan kebutuhannya melalui sebuah proses transaksi. Pemasaran juga

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENDAMPINGAN VERIFIKASI DAN VALIDASI PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI TA 2018

PEDOMAN PENDAMPINGAN VERIFIKASI DAN VALIDASI PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI TA 2018 PEDOMAN PENDAMPINGAN VERIFIKASI DAN VALIDASI PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI TA 2018 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B.

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TAMBAHAN SUBSIDI HARGA PUPUK KEPADA LEMBAGA/PERUSAHAAN UNTUK PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG 1 BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOK TANI (RDKK) PUPUK BERSUBSIDI

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOK TANI (RDKK) PUPUK BERSUBSIDI PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOK TANI (RDKK) PUPUK BERSUBSIDI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Pengadaan dan Penyaluran

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN PUPUK BERSUBSIDI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN SANGGAU LEDO KABUPATEN BENGKAYANG

ANALISIS PEMASARAN PUPUK BERSUBSIDI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN SANGGAU LEDO KABUPATEN BENGKAYANG ANALISIS PEMASARAN PUPUK BERSUBSIDI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN SANGGAU LEDO KABUPATEN BENGKAYANG Sri Widarti 1), Hery Medianto Kurniawan 2), Simpuk 3) Dosen Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN UNTUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi Keputusan mengenai saluran distribusi dalam pemasaran adalah merupakan salah satu keputusan yang paling kritis yang dihadapi manajemen.

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi petani. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kualitas

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 29 NOPEMBER 2009 NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG : PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93/MPP/Kep/3/2001

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93/MPP/Kep/3/2001 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93/MPP/Kep/3/2001 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK UREA UNTUK SEKTOR PERTANIAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan perekonomian dunia yang mengalami perkembangan yang sangat baik. Kemunduran ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan, dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mencapai

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

NoMoR { s 2oo9 TENTANG /-\ sangat penting sehingga pengadaan dan penyalurannya perlu cermat, akurat, tepat waktu, tepat ukuran dan tepat sasaran;

NoMoR { s 2oo9 TENTANG /-\ sangat penting sehingga pengadaan dan penyalurannya perlu cermat, akurat, tepat waktu, tepat ukuran dan tepat sasaran; PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NoMoR { s 2oo9 TENTANG PENGADAAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2OO9 DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggannya akan barang

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR r. TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DIKOTA BANJARMASIN TAHUN ANGGARAN 2015 «DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia agar bisa hidup sehat dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan yang lainnya, pangan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT; Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT; Menimbang Mengingat : a. bahwa pupuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen, Pemasaran, dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Manajemen Istilah manajemen memiliki ruang lingkup yang sangat luas di dalam dunia bisnis, dapat berarti

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN UNTUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci