BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses yang tidak akan ada hentinya, sejak seseorang dilahirkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses yang tidak akan ada hentinya, sejak seseorang dilahirkan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses yang tidak akan ada hentinya, sejak seseorang dilahirkan hingga akhir hayatnya. Pendidikan merupakan elemen yang penting bagi berlangsungnya hidup suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan peranannya dalam masyarakat. Pendidikan menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Pembangunan akan maju apabila didukung dengan pendidikan yang bermutu. Pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pembelajaran berlangsung efektif dan peserta memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya. Di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dikemukakan pengertian dari pendidikan yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Bangsa kita dituntut untuk dapat mempersiapkan diri khususnya dalam mempersiapkan SDM yang unggul, padahal faktor utama yang menentukan mampu tidaknya bersaing adalah SDM yang memiliki kompetensi, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu menghasilkan produk unggul. Karena itu, mempersiapkan SDM harus dilaksanakan secara sungguh dan terencana dengan baik. Jenis pendidikan yang dibutuhkan untuk situasi seperti sekarang adalah pendidikan yang dapat membekali peserta didik, melalui ketramplian aplikatif yang dikemudian hari bisa dirasakan dalam lingkungan masyarakat. Eksistensi pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia. Indikasi sumber daya manusia yang berkualitas salah satunya adalah terbentuknya tenaga kerja profesional yakni terampil dan ahli dalam bidangnya. Salah 1

2 2 satu lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga profesional adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan juga bahwa Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Pendidikan profesionalisme tidak dapat sepenuhnya dapat dilakukan oleh sekolah. Kegiatan profesional bisa dicapai salah satunya melalui kegiatan langsung melakukan kegiatan sesungguhnya. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan menggariskan bahwa arah pengembangan pendidikan kejuruan pada SMK akan dibangun dan didorong sehingga mampu menuntaskan misinya dengan tujuan yang terukur, yaitu : (1) menghasilkan lulusan yang memiliki bekal ketrampilan kompetensi tertentu, (2) menghasilkan lulusan yang profesional untuk dapat mengisi keperluan industrialisasi dan pembangunan nasional, dan (3) menghasilkan lulusan yang mampu mengikuti perkembangan iptek dan mampu meningkatkan kualitas dirinya secara berkelanjutan. Pada sisi lain, keadaan pendidikan kejuruan yang ada saat ini cukup memprihatinkan. Keadaan ini ditandai dengan adanya isu bahwa terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki lulusan pendidikan kejuruan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Slamet (dalam Warseno, 1997) yang mengatakan bahwa penyiapan tenaga kerja lewat jalur pendidikan kejuruan masih mengandung banyak kelemahan, baik tingkat konsep maupun pada praktiknya. Salah satu pembaharuan yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mencanangkan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yaitu sebuah sistem program

3 3 pembelajaran siswa diluar sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah dengan dunia kerja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan sebagai kontribusi nyata dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan di SMK. Pendidikan Sistem Ganda merupakan salah satu model pendidikan yang dipandang mampu menjembatani dan paling efektif untuk mendekati kesesuaian antara penyediaan dan permintaan (supply and demand) ketenagakerjaan (Dit. Dikmenjur, 1993 : 3). Sistem ini juga sesuai dengan kebijaksanaan Kementrian Pendidikan tentang keterkaiatan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pendidikan Sistem Ganda memiliki tujuan-tujuan penting sehingga bisa membentuk lulusan yang berkualitas diantaranya adalah memberikan gambaran awal tentang dunia kerja dan memberikan wawasan baru yang tidak di dapat di bangku sekolah. Pendidikan Sistem Ganda merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyelaraskan atau membandingkan ilmu yang sudah didapat di sekolah dengan yang ada di lapangan. Dalam kegiatan Pendidikan Sistem Ganda ini para siswa dituntut untuk mampu hidup ditengah tengah masyarakat dan secara langsung mengidentifikasi serta menangani masalah masalah yang dihadapi. Oleh karena itu Pendidikan Sistem Ganda ini sangat penting bagi para siswa, karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat serta lapangan pekerjaan yang semakin sulit. Maka diharapkan dengan adanya Pendidikan Sistem Ganda ini para siswa mendapat pengalaman serta pengetahuan yang lebih luas dalam dunia kerja yang nantinya setelah keluar sekolah dapat temotivasi untuk memciptakan lapangan kerja sendiri. Saat ini salah satu program yang merupakan bagian dari pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda adalah Praktek Kerja Industri atau lebih dikenal denga Prakerin. Sebagai gambaran penelitian ini mengambil SMK Negeri 3 Pacitan. Sekolah yang awalnya merupakan SMP N 5 Pacitan / SLTP 5 Pacitan ini beralih fungsi menjadi SMK

4 4 N 3 Pacitan pada tanggal 08 Januari 2002 yang beralamat di Jl. Letjend Soeprapto No. 47 Pacitan Jawa Timur tersebut kini semakin maju dan semakin menjadi salah satu sekolah kejuruan bidang teknologi yang diminati oleh lulusan siswa menengah pertama. Mempunyai lima jurusan yaitu Teknik Mekanik Otomotif (Teknik Speda Motor dan Teknik Kendaraan Ringan), Teknik Audio Video, Teknik Jasa Boga, Teknik Busana Batik, dan Teknik Pengolahan Hasil Perikanan. Guna menunjang sarana belajar mengajar di SMK, pihak sekolah telah menyediakan berbagai fasilitas pendukung. Adapun fasilitas yang disediakan adalah Bengkel Otomotif + Unit Produksi, Bengkel Audio,Video Lab Tata Busana + Unit Produksi, Lab Restoran + Unit Produksi, Lab Pengolahan Hasil Perikanan, lab Komputer, Hotspot Area, Radio Pendidikan MP3 FM, TV Edukasi, Bursa Kerja Khusus (BKK), peralatan musik lengkap, lapangan olah raga, ruangan ekstra kurikuler dan sarana umum lainnya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap salah satu anggota kelompok kerja prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan pada tanggal 9 Januari 2013 diketahui bahwa dalam proses pengelolaan Prakerin dilaksanakan kurang lebih sama dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Proses yang dilakukan meliputi pembentukan panitia, penyebaran angket wali murid, pemetaan awal, pembentukan pendamping Prakerin, pembekalan siswa, pelaksanaan, monitoring, pelaporan, dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya permasalahan yang sering dihadapi adalah ketidakcocokan peserta dengan dunia usaha/industri, pembimbingan yang kurang optimal, dan tidak dilaksanakannya uji kompetensi. Tentunya permasalahan seperti di atas perlu ditindaklanjuti agar pelaksanaan program selanjutnya dapat berjalan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

5 5 Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan terhadap pelaksanaan Prakerin pada jurusan Teknologi Kendaraan Ringan SMKN 3 Pacitan Jawa Timur. B. Identifikasi Masalah Masalah masalah yang dapat diidentifikasi dalam penyelenggaraan Prakerin antara lain: 1. Pengelolaan Administrasi Prakerin Kesiapan administrasi sangat diperlukan dalam menghadapi pelaksanaan Prakerin. Dengan handalnya administrasi atau manajemen sekolah akan memudahkan terjalinnya hubungan antara sekolah dan industri sebagai pasangannya. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan administrasi Prakerin mencapai rata-rata 69,33 % termasuk dalam kategori sedang. Aspek kesiapan perencanaan prosedur pelaksanaan Prakerin mencapai kategori sedang (58,33 %) dan aspek kesiapan pengarahan kepada siswa dalam rangka pembekalan baru mencapai tingkat sedang, yaitu 50 %. Dari gambaran tersebut seharusnya sekolah yang sudah menyelenggarakan Prakerin sejak lama dalam pengelolaan administrasi dapat optimal. Suharsimi Arikunto (1988:30) mengemukakan menurut pengertian modern administrasi adalah suatu usaha bersama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektf dan efisien menggunakan dana dan daya yang ada. Berdasarkan uraian tersebut seharusnya kesiapan administrasi Prakerin merupakan ketersediaan usaha dan kegiatan yang meliputi pengelolaan, pengaturan, dan manajemen untuk mencapai tujuan Prakerin secara efektif dan efisien yang berhubungan dengan kegiatan kantor atau tata usaha, yang ditandai dengan kesiapan prosedur perencanaan pelaksanaan Prakerin,

6 6 pembentukan organisasi dan penujukan personel pengelola Prakerin, adanya koordinasi pelaksanaan Prakerin, pelaksanaan pengarahan kepada siswa, dan kesiapan dana atau biaya Prakerin. 2. Kesiapan Guru Pembimbing Sebagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pelaksanaan sistem ganda pada SMK, guru merupakan petugas yang sangat vital keberadaannya. Guru pembimbing mempunyai tugas mempersiapkan, mengarahkan, memotivasi, melatih, menilai, dan membimbing siswa peserta Prakerin dalam melaksanakan kegiatan komponen pendidikan (Dit. Dikmenjur, 1995 : 3). Untuk meningkatkan kemampuan pembimbing perlu kalangan industri membuka diri dan bersedia menerima dan melibatkan guru SMK pada industri. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menyimpulkan bahwa tingkat kesiapan guru pembimbing siswa peserta Prakerin mencapai rata-rata 73,21 %, dan belum ada aspek kesiapan yang mencapai 100%. Sedangkan menurut Wardiman Djojonegoro (dalam Warseno, 1997) bahwa salah satu kurang hambatan yang dialami pada pelaksanaan program Prakerin adalah kurangnya pengalaman dan kemampuan guru pembimbing dalam membimbing siswa di industri. Jujur diakui beberapa siswa SMK bahwa guru pembimbing Prakerin, kurang memberikan bimbingan walaupun terdapat jadwal yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan kesibukan guru pembimbing di sekolah. Uraian di atas menunjukkan bahwa kesiapan guru pembimbing belum sepenuhnya optimal dan belum dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Untuk dapat menjadi seorang guru pembimbing Prakerin, guru harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan ketentuan dari Depdikbud (Dit. Dikmenjur, 1995:3). Kemampuan guru pembimbing yang perlu dimiliki dalam hal ini meliputi sepuluh

7 7 jenis, yaitu : menguasai bahan, mengelola program mengajar, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran. 3. Pembiayaan Pelaksananaan Prakerin tentunya juga memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit guna menunjang program tersebut. Irwanto (2004) Pembiayaan pelaksanaan Prakerin meliputi operating cost dan capital cost. Operating cost merupakan biaya operasional pelaksanaan Prakerin, yang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : biaya persiapan meliputi pembekalan/orientasi, administrasi perizinan; biaya pelaksanaan,meliputi honor dan transportasi pembimbing dalam melaksanakan monitoring, asuransi peserta; biaya uji kompetensi, yaitu honor penguji, sertifikasi, administrasi dan evaluasi kegiatan. Sedangkan capital cost merupakan biaya tetap yang harus ada dalam pelaksanaan Prakerin. Biaya ini meliputi fasilitas, bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Prakerin di industri. Mengingat aktivitas praktik sebagian besar dilakukan di dunia usaha/industri, maka capital cost pada dasarnya ditanggung oleh industri terkait. Menurut (Djauhari, 1997:19) mengatakan bahwa pembiayaan pendidikan kejuruan dibagi menjadi dua yaitu: (1) segala bentuk pembiayaan yang diakibatkan oleh pelatihan yang diselenggarakan di perusahaan ditanggung oleh perusahaan; dan (2) segala bentuk pembiayaan yang dibutuhkan untuk pendidikan di sekolah kejuruan ditanggung oleh pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Sophia Daitupen (1997) menunjukkan bahwa dana untuk pembiayaan operasional pelaksanaan Prakerin STM Budya Wacana dan STM Panca Sakti mendapat dana khusus dari yayasan, namun karena keterbatasan dana tersebut sekolah masih memungut iuran dari orang tua

8 8 siswa. Seharusnya kalau kita mengacu sesuai peraturan yang ada telah disebutkan bahwa Berdasarkan Permendiknas No 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Biaya operasi nonpersonalia meliputi: biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya pelaporan. Biaya praktek kerja industri (prakerin) adalah biaya untuk penyelenggaraan praktek industri bagi peserta didik SMK. Dari uraian tersebut sudah jelas bahwa tentunya segala pembiayaan operasional pelaksanaan Prakerin seperti buku panduan, buku kegiatan, surat menyurat, monitoring, evaluasi, uji kompetensi, dan sertifikat sepenuhnya diusahakan oleh sekolah dari alokasi dana yang sudah direncanakan sebelumnya sehingga tidak memberikan beban baru pada siswa calon peserta PSG. 4. Pelaksanaan Prakerin Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan mengacu pada PP No. 17 Tahun 2010 sebagai acuan atau standar minimum yang harus dicapai. Isi program pendidikan dan pelatihan kejuruan tersebut harus disesuaikan dan diselaraskan dengan tuntutan lapangan kerja. Penyesuaian tersebut dilakukan bersama oleh SMK dengan institusi pasangannya dan hasilnya disepakati untuk dilaksanakan secara konsekuen. Kesepakatan program pendidikan dan pelatihan tersebut paling tidak

9 9 meliputi : (1) standar kemampuan tamatan program pendidikan dan pelatihan yang akan dilaksanakan dengan Prakerin harus jelas mengacu padaa pencapaian yang dituntut dengan dunia kerja, atau persyaratan profesi tertentu, (2) standar pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk mencapai penguasaan standar kemampuan tamatan yang telah ditetapkan. Maka dari itu kesiapan mitra industri sebagai institusi pasangan SMK juga harus diperhatikan. Perancangan ini perlu dilakukan agar terdapat sinkronisasi antara kesiapan mitra industri dengan sekolah. Hal ini supaya program/kurikulum pelaksanaan Prakerin yang telah dirancang sesuai dengan kapasitas mitra industri terkait. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Depdiknas (2008:2), Perancangann program prakerin tidak terlepas dari implementasi silabus ke dalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi dan evaluasi pelaksanaan yang sesuai. Rancangan prakerin sebagai bagian pembelajaran perlu memperhatikan kesiapan dunia kerja mitra dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi tersebut. Hal ini diperlukan agar dalam pelaksanaannya, penempatan peserta didik untuk prakerin tepat sasaran sesuai dengan kompetensi yang akan dipelajari. Diagram di bawah menunjukkan alur kerja perancangan program prakerin. Gambar 1. Diagram Alir Prakerin Dari diagram di atas menunjukkan bahwa dalam perancangan program prakerin perlu dilakukan analisis terhadap kemampuan-kemampuan yang harus

10 10 dikuasai peserta didik berdasarkan tuntutan standar kompetensi/ kompetensi dasar yang tertera dalam silabus. Analisis dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kompetensi apa saja yang dapat dipelajari di sekolah dengan fasilitas yang tersedia dan kompetensi apa saja yang dipelajari di dunia kerja. Sedangkan khusus untuk pelaksanaan Prakerin di SMK materi/isi pendidikan dan pelatihan meliputi lima komponen pokok (Faozan Alfi, 1992:21), yaitu : (1) komponen pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki karakter sebagai warga negara dan bangsa Indonesia, (2) komponen dasar penunjang (adaptif), untuk memberi bekal penunjang bagi penguasaan keahlian profesi, dan bekal kemampuan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahun adan teknologi, (3) komponen teori kejuruan, untuk membekali pengetahun tentang dunia teknik dasar keahlian kejuruan, (4) komponen praktik dasar profesi, yaitu berupa latihan kerja untuk menguasai teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan tuntutan persyaratan keahlian profesi, (5) komponen keahlian praktik profesi, yang berupa kegiatan bekerja secara terpogram dalam situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa aspek faktor penilaian terhadap pendukung dan partisipasi pihak industri menilai baru mencapai tingkat sedang (40,00 %). Artinya menurut pengetahuan pihak industri, bahwa faktor pendukung dan partisipasi terhadap program PSG baru sampai tingkat cukup dan masih harus ditambah lagi. Rendahnya penilaian pihak industri terhadap faktor pendukung dan partisipasi yang ada dapat berdampak buruk terhadap tanggung jawab dan kesediaan industri terhadap program pendidikan di waktu yang akan datang. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Supardi menunjukkan bahwa komponen kegiatan masing-masing industri pasangan juga berbeda-beda. Ada

11 11 beberapa industri hanya memberikan satu jenis komponen kegiatan saja, misalnya praktik dasar kejuruan atau praktik keahlian profesional. Ada beberapa industri yang memberikan hanya dua jenis komponen kegiatan, sedangkan beberapa industri yang lain memberikan lebih dari dua jenis komponen kegiatan, perbedaaan jenis komponen kegiatan Prakerin di industri ini dipengaruhi oleh bidang kerja industri yang bersangkutan. Industri yang melaksanakan proses produksinya dengan praktik keahlian profesional, siswa peserta Prakerin dilibatkan dalam praktik keahlian profesional juga. Berdasarkan kenyataan pelaksanaan Prakerin di lapangan dapat diketahui bahwa mitra industri masih rendah tingkat kesiapannya dalam pelaksanaan Prakerin begitu juga dengan pelaksanaan komponen-komponen materi/isi pendidikan dalam pelaksanaan PSG mitra industri belum dapat melaksanakan sepenuhnya. 5. Kelengkapan Fasilitas Praktik di Dunia Usaha/industri Kegiatan praktik dalam Prakerin dilakukan sepenuhnya di DU/DI. Untuk mendukung tercapainya pelajaraan praktik dibutuhkan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai seperti bahan praktik, alat-alat perkakas industri, mesin-mesin, dll. Apabila fasilitas praktik kurang memadai dan tidak lengkap sesuai kebutuhan di bidangnya, sangat mungkin terdapat banyak kelemahan dalam komponen praktik dasar kejuruan siswa. Fasilitas praktik suatu industri sangat ditentukan oleh jenis dan besarnya industri yang bersangkutan. Namun secara umum fasilitas praktik yang harus tersedia di dunia usaha/industri antara lain adalah ruang, alat, bahan, dan alat keselamatan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan DU/DI pada faktor kelengkapan praktik baru mencapai tingkat sedang (51,43 %). Tingkat kesiapan paling tinggi dicapai pada asapek keadaan bahan

12 12 praktik yaitu 65 % dalam kategori tinggi. Sedangkan kesiapan paling rendah adalah pada aspek kelengkapan peralatan praktik yaitu 40 % termasuk dalam kategori sedang. Kelengkapan peralatan praktik yang dimaksud meliputi jumlah peralatan yang tersedia, adanya buku petunjuk pemakain alat (manual book), adanya lembar kerja (job sheet), gambar kerja atau sketsa-sketsa yang mendukung kegiatan praktik. Pihak Industri tidak menyediakan sarana khusus untuk latihan kerja siswa baik ruang, alat, bahan, maupun sarana lainnya. Jadi latihan kerja siswa di industri didukung dengan fasilitas kerja sehari-hari yang telah ada sebelumnya sehingga beberapa industri terbukti memiliki tingkatan kelengkapan fasilitas sangat rendah. Kelengkapan fasilitas praktek di dunia usaha/industri juga harus disesuaikan dengan kompetensi yang ditetapkan. Peran kelompok kerja PSG dalam mencari mitra harus lebih ditingkatkan. Dunia usaha/industri yang akan dijadikan mitra usaha tentunya harus merupakan dunia industri yang memiliki komitmen ikut memajukan pendidikan dan tentunya yang memiliki fasilitas yang cukup memadai. Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 diatur bahwa untuk dapat menjadi mitra industri sekolah yang menyelenggarakan PSG, harus memiliki tempat dan peralatan kerja dan memiliki instruktur atau pembimbing atau tenaga yang dapat melaksanakan tugas sebagai instruktur atau pembimbing. Lebih lanjut kelengkapan fasilitas praktek di SMK mengacu berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Menegah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). 6. Uji Kompetensi dan Sertifikasi Prakerin Uji kompetensi adalah suatu proses pengukuran dan penilaian penguasaan keahlian seseorang, berdasarkan standar yang berlaku di lapangan pekerjaan tertentu dan atau atas dasar kesepakatan kebutuhan lapangan kerja tertentu (Depdikbud,

13 :4). Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kepada tamatan atau siswa yang telah dapat menguasai kemampuan standar atau keahlian kejuruan yang diperoleh melalui ujian kompetensi (Depdikbud, 1995:8). Uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin perlu dilakukan pada siswa yang telah melaksanakan Prakerin sebagai bentuk upaya tingkat pencapaian kompetensi yang diharapkan. Salah satu tujuan uji kompetensi ini adalah untuk mengetahui ketercapaian kompetensi siswa selama melaksanakan PSG di dunia industri. Apabila dinyatakan lulus atau memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan maka siswa tersebut berhak untuk mendapatkan sertifikat kelulusan kompetensi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohadi (1999) menunjukkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi oleh Jurusan Elektronika SMK se-kotamadya Yogyakarta dalam pelaksanaan uji kompetensi antara lain adalah kurangnya perhatian serta peran serta pihak dunia usaha/industri. Hal ini terutama dapat dilihat dari peran dunia usaha/industri yang masih kurang dalam mempersiapkan materi ujian. Materi ujian yang seharusnya dikerjakan secara bersama oleh pihak sekolah dengan pihak industri, dalam kenyataannya hanya pihak sekolah saja yang secara bersungguh-sungguh mempersiapkannya sehingga bobot materi yang diujikan perlu dipertanyakan lebih lanjut. Warseno (1997) dari hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa pencapaian pelaksanaan sertifikasi PSG di jurusan bangunan sebanyak 2,81 %, listrik 3,1 %, mekanik umum 2,19 %, dan otomotif 2,19 %. Sedangkan besarnya presentase rerata adalah 13,13 %. Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi Prakerin di SMK 2 Klaten masih tergolong rendah. Hal yang sama juga dilami oleh SMK se-kodya Surabaya dalam penelitian yang dilakukan oleh Joko (1996) yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan Prakerin terkategori kurang baik.

14 14 Menurut Depdikbud (1995) pelaksanaan uji kompetensi adalah sebagai berikut : (1) materi ujian dikeluarkan oleh badan tertentu yang diakui sebagai badan yang mengeluarkan sertifikat, (2) pihak sekolah dan tim penguji merumuskan pengajaran bahan pelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar sebagai persiapan bagi calon peserta uji kompetensi, (3) perangkat soal ujian kompetensi disiapkan oleh unsur dunia industri, lembaga profesi, dan sekolah, (4) ujian kompetensi dilakukan bersama oleh sekolah, dunia industri, dan asosiasi profesi, (5) ujian kompetensi dilaksanakan secara bertahap sesuai daya kesiapan dan kemampuan sekolah. Bagi peserta didik yang dinyatakan lulus, akan diberikan sertifikat yang akan diterbitkan oleh Tim Uji Profesi. Sertifikat ini diharapkan selain menjelaskan keahlian profesional yang dikuasai oleh pemiliknya, sekaligus mengakui kewenangan pemilik sertifikat tersebut untuk melaksankan tugas pada bidang profesi tertentu. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin masih belum dilakukan secara optimal. 7. Monitoring dan Evaluasi Dalam pelaksanaan program Prakerin, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan program selanjutnya. Monitoring merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh guru pembimbing untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan Prakerin yang disepakati bersama antara sekolah dengan dunia kerja. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui sejauh mana siswa peserta Prakerin mencapai tujuan (kemampuan yang diharapkan). Monitoring dilaksanakan bersama-sama antara guru pembimbing dengan instruktur dari dunia kerja. Monitoring sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengikuti suatu program dan pelaksanaannya secara mantap, teratur dan terus-menerus dengan

15 15 cara mendengar, melihat dan mengamati, serta mencatat keadaan serta perkembangan program tersebut. Suherman dkk (1988) menjelaskan bahwa monitoring dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, untuk mengikuti perkembangan suatu program yang dilakukan secara mantap dan teratur serta terus menerus. Tujuan utama monitoring adalah untuk menyajikan informasi tentang pelaksanaan program sebagai umpan balik bagi para pengelola dan pelaksana program. Informasi ini hendaknya dapat menjadi masukan bagi pihak yang berwenang untuk: a) memeriksa kembali strategi pelaksanaan program sebagaimana sudah direncanakan setelah membandingkan dengan kenyataan di lapangan, b) menemukan permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan program, c) mengetahui faktor-faktor pendungkung dan penghambat penyelenggaraan program. Sedangkan menurut Direktur Pembinaan Sekolah Kejuruan (2008 : 11) Program Prakerin yang sudah dilakukan peserta didik perlu dievaluasi untuk melihat kesesuaian antara program dengan pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar untuk penyusunan program tindak lanjut yang harus dilakukan baik terhadap pencapaian kompetensi peserta didik maupun terhadap program Prakerin. Evaluasi dilakukan dengan cara : (1) melakukan analisis hasil laporan yang dibuat oleh peserta didik dan hasil penilaian yang yang dilakukan oleh pembimbing dari Dunia Kerja, (2) paparan hasil prakerin setiap peserta didik. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa peserta PSG telah mencapai kemampuan yang ditetapkan. Materi pokok dalam evaluasi menyangkut aspek teknis maupun non teknis yaitu ketrampilan, prestasi, ketekunan, kerjasama, inisiatif, presensi kehadiran, disiplin, etika, dan tanggung jawab. Irwanto (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa monitoring dan evaluasi PSG dilakukan pada saat menjelang pelaksanaan praktik di industri.

16 16 Sehingga pada saat pelaksanaan Prakerin tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan monitoring yang seharusnya dilakukan secara periodik, sedangkan evaluasi dilaksanakan pada akhir program. C. Batasan Masalah Oleh karena luasnya permasalahan yang ada dalam penelitian ini dan keterbatasan kemampuan peneliti, waktu, tenaga, dana, jadwal akademik serta banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidian sistem ganda maka penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut : 1. Kesiapan sekolah terhadap Prakerin Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing. 2. Kesiapan Fasilitas Praktik di Industri Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sarana dan prasarana praktik di DU/DI 3. Pelaksanaan Prakerin Hal ini berkaitan dengan segala program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta Prakerin di dunia usaha/industri. 4. Pelaksanaan Monitoring Prakerin. Hal ini berkaitan dengan kegiatan pendamping dalam melakukan monitoring pelaksanaan Prakerin di dunia usaha/industri. 5. Pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi siswa peserta Prakerin.

17 17 6. Pelaksanaan Evaluasi Prakerin Hal ini berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan Prakerin dari perencanaan hingga sertifikasi. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas maka peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kesiapan pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan? 2. Bagaimanakah kesiapan fasilitas praktik di Industri dalam pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan? 3. Bagaimanakah pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri? 4. Bagaimanakah pelaksanaan monitoring Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri? 5. Bagaimanakah pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan? 6. Bagaimanakah evaluasi pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan? E. Tujuan Penulisan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Mengetahui tingkat kesiapan pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan. 2. Mengetahui kelengkapan fasilitas praktik Prakerin di DU/DI

18 18 3. Mengetahui pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri. 4. Mengetahui pelaksanaan monitoring Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan. 5. Mengetahui pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan. 6. Mengetahui evaluasi pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan. F. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidikan kejuruan baik secara teoritis maupun praktis antara lain: 1. Teoritis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi tentang program Prakerin. 2. Praktis a. Bagi peserta didik: 1) Dapat memahami maksud dan tujuan dilaksanakannya Prakerin 2) Dapat mempersiapkan diri lebih matang dalam hal materi, fisik, mental, dan ketrampilan sebelum atau ketika melaksanakan Prakerin. b. Bagi guru: 1) Guru sebagai pendamping dapat meningkatkan kualitas pengelolaan Prakerin yang sesuai dengan peraturan 2) Guru sebagai pendamping dapat meningkatkan kualitas siswa setelah melaksanakan Prakerin

19 19 c. Bagi peneliti: 1) Sarana bagi peneliti untuk mengimplementasikan pengetahuan yang didapatkan selama kuliah serta menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti. 2) Memberikan kesempatan untuk melihat secara langsung masalah-masalah yang dihadapi Prakerin sekolah dalam proses pengelolaan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Negeri 3 Pacitan. 3) Memberikan pengalaman dan pengetahuan mengenai hasil dari gambaran pengelolaan Prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan.

PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI KENDARAAN RINGAN SMK NEGERI 3 PACITAN TAHUN 2013/2014

PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI KENDARAAN RINGAN SMK NEGERI 3 PACITAN TAHUN 2013/2014 Pelaksanaan Praktek Kerja... (Herdi Bangkit Pandu P.P. ) 1 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI KENDARAAN RINGAN SMK NEGERI 3 PACITAN TAHUN 2013/2014 IMPLEMENTATION OF THE PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 69 TAHUN 2009 TANGGAL 5 OKTOBER 2009

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 69 TAHUN 2009 TANGGAL 5 OKTOBER 2009 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 69 TAHUN 2009 TANGGAL 5 OKTOBER 2009 STANDAR BIAYA OPERASI NONPERSONALIA TAHUN 2009 UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan penting di dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Terutama dalam menghadapi arus globalisasi saat ini, dimana perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran DUDI terhadap implementasi pendidikan sistem ganda di SMKN 1 Salatiga, dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori 1. Praktek Kerja Industri (Prakerin) a. Pengertian Praktik Kerja Industri Pembelajaran di dunia kerja adalah suatu strategi dimana setiap peserta mengalami proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2003: 11) penelitian berdasarkan tingkat eksplanasinya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2003: 11) penelitian berdasarkan tingkat eksplanasinya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Sugiyono (00: ) penelitian berdasarkan tingkat eksplanasinya (tingkat kejelasan) dapat digolongkan sebagai berikut:. Penelitian deskriptif Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dunia kerja. Di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau. bangsa yang masih terpuruk, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dunia kerja. Di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau. bangsa yang masih terpuruk, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia kerja saat ini dan masa mendatang membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang tidak hanya memiliki kemampuan teoritis saja, tetapi juga harus memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditengah ketatnya persaingan dalam memasuki dunia kerja, para calon tenaga kerja dituntut untuk memiliki mental kuat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi ini pembangunan sumber daya manusia memiliki arti yang sangat penting. Dalam era tersebut diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang terkumpul dan pembahasan hasil penelitian, maka. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang terkumpul dan pembahasan hasil penelitian, maka. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang terkumpul dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan administrasi dan organisasi Prakerin

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Bagian ini merupakan bab penutup terdiri dari: 1) Kesimpulan, 2) Implikasi, dan 3) Saran. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pengangguran di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2010 TANGGAL 31 AGUSTUS 2010 NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode pendekatan deskriptif, data yang diperoleh dari subyek penelitian dianalisis sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu peradaban, manusia merupakan unsur terpenting didalamnya. Maka wajar jika suatu bangsa ingin maju maka hal utama yang harus diperhatikan adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaruh pengalaman praktik kerja industri dan informasi dunia kerja terhadap kesiapan mental kerja siswa kelas XII Program Keahlian Penjualan SMK Batik 2 Surakarta tahun ajaran 2008/ 2009 Oleh : Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agus Muharam, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agus Muharam, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal menengah yang secara khusus mempersiapkan peserta didiknya untuk siap bekerja di dunia

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 20172016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS, SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd.

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd. KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL Rahmania Utari, M. Pd. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami landasan hukum dan kebijakan pendidikan formal meliputi dasar, menengah dan tinggi. 1. Standar-standar

Lebih terperinci

BAB I PENDABULUAN. Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapat pencerahan di

BAB I PENDABULUAN. Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapat pencerahan di BAB I PENDABULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapat pencerahan di dalam pelaksanaannya sejak disahkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Salah satu wahana untuk

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum URAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum URAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI Resume ke-9 Tgl 1 Desember 2015 Oleh: Lilik Lestari NIM:15105241037 Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum http://pengetahuanku.blogs.uny.ac.id URAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI Standar nasional pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 19/2005 Ps 26 (3). Isinya meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini penyiapan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian utama, khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 P E N D A H U L U A N

BAB 1 P E N D A H U L U A N BAB 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Undang-undang No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat untuk menghadapi era globalisasi, bukan hanya masyarakat terpencil saja bahkan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. kompetensi, mulai dari kurikulum tahun 1994, tahun 1999, tahun 2004 dengan

BABI PENDAHULUAN. kompetensi, mulai dari kurikulum tahun 1994, tahun 1999, tahun 2004 dengan BABI PENDAHULUAN A. Latar Beiakang Masalah Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) telah disusun berdasarkan kompetensi, mulai dari kurikulum tahun 1994, tahun 1999, tahun 2004 dengan kurikulum berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuannya dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam rangka. mewujudkan tujuan yang dimaksud dan sekaligus mengantisipasi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam rangka. mewujudkan tujuan yang dimaksud dan sekaligus mengantisipasi tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebijakan pembangunan dibidang pendidikan diarahkan untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam rangka mewujudkan tujuan yang dimaksud dan sekaligus

Lebih terperinci

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI Email: labtek_rtu@upi.edu Abstrak Penelitian sebelumnya oleh Budi Sulistiono (1998) menemukan bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan; meliputi input, proses, output, dan outcome; yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) PADA JURUSAN TEKNIK SEPEDA MOTOR SMKN 2 PENGASIH SKRIPSI

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) PADA JURUSAN TEKNIK SEPEDA MOTOR SMKN 2 PENGASIH SKRIPSI PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) PADA JURUSAN TEKNIK SEPEDA MOTOR SMKN 2 PENGASIH SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan berkembang kearah perekonomian global. Industrinya dituntut untuk mampu bersaing dipasar regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan sekolah didirikan, kurikulum disusun dan guru diangkat serta sarana dan prasarana pendidikan diadakan semuanya untuk kepentingan siswa atau anak didik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Scoreboard (2009), dituntut untuk memiliki daya saing dalam dunia usaha internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Scoreboard (2009), dituntut untuk memiliki daya saing dalam dunia usaha internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada abad 21, perekonomian ditandai dengan globalisasi ekonomi dimana negaranegara didunia menjadi satu kekuatan pasar. Indonesia sebagai negara yang menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Undang-Undang Republik Indonesia mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang pada saat ini giat membangun segala sektor pembangunan khususnya sektor industri. Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu program SMK adalah dengan adanya Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu program SMK adalah dengan adanya Pendidikan Sistem Ganda (PSG) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kejuruan merupakan salah satu jenis pendidikan yang mempunyai tugas mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang berada di front line sebagian besar adalah tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang berada di front line sebagian besar adalah tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan industri suatu bangsa bisa dikatakan sangat ditentukan oleh kualitas tenaga kerja terampil yang terlibat langsung dalam proses produksi, disampaikan

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 13 TAHUN 2008 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 13 TAHUN 2008 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 13 TAHUN 2008 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MANAJEMEN KERJASAMA CHEVROLET DENGAN SMK NEGERI 3 BOYOLANGU DALAM PROGRAM C-STEP

IMPLEMENTASI MANAJEMEN KERJASAMA CHEVROLET DENGAN SMK NEGERI 3 BOYOLANGU DALAM PROGRAM C-STEP JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 25, NO. 1, APRIL 2017 59 IMPLEMENTASI MANAJEMEN KERJASAMA CHEVROLET DENGAN SMK NEGERI 3 BOYOLANGU DALAM PROGRAM C-STEP Oleh: Mujiono, Yoto, dan Solichin Jurusan Teknk Mesin Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi komputer dan informatika pada abad 21 ini berkembang dengan pesat dan didukung dengan penggunaan komputer yang menjadi kebutuhan masyarakat. Komputer merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA DI BIDANG PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA DI BIDANG PENDIDIKAN SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA DI BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

2017 ANALISIS STRATEGI KEMITRAAN BURSA KERJA KHUSUS (BKK) DENGAN DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI (DU/DI)

2017 ANALISIS STRATEGI KEMITRAAN BURSA KERJA KHUSUS (BKK) DENGAN DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI (DU/DI) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bagian dari pendidikan formal yang dirancang untuk dapat menghasilkan lulusan pada jenjang menengah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja pada umumnya relatif rendah dikarenakan rendahnya pendidikan dan latihan. setiap tahunnya tidak dapat terserap sepenuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pada umumnya relatif rendah dikarenakan rendahnya pendidikan dan latihan. setiap tahunnya tidak dapat terserap sepenuhnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dewasa ini sedang menghadapi beberapa keprihatinan nasional terutama di bidang ketenagakerjaan. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkualitas diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjadi ahli serta dapat bekerja dalam bidang tertentu. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengembangan diri. Dalam undang-undang RI No. 32 tahun 2013 tentang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengembangan diri. Dalam undang-undang RI No. 32 tahun 2013 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia sebagai sarana untuk pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja yang semakin ketat dan kompetitif. Melalui kesepakatan global ini, tenaga kerja dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KURIKULUM SMK

BAB III ANALISIS KURIKULUM SMK 55 BAB III ANALISIS KURIKULUM SMK Tujuan Pembelajaran Khusus: Peserta diklat mampu: 1. menyebutkan tujuan kurikulum SMK program keahlian teknik audio video atau teknik transmisi; 2. menyebutkan/menjelaskan

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN HIBAH BIAYA OPERASIONAL PENDIDIKAN DAERAH

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PEMESINAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN

STUDI KELAYAKAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PEMESINAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN Studi Kelayakan Sarana (Amirudin) 165 STUDI KELAYAKAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PEMESINAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN FEASIBILITY STUDY OF FACILITIES AND INFRASTRUCTURE OF MACHINING WORKSHOP AT SMK

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PEMESINAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN

STUDI KELAYAKAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PEMESINAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN Studi Kelayakan Sarana (Amirudin) 1 STUDI KELAYAKAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PEMESINAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN FEASIBILITY STUDY OF FACILITIES AND INFRASTRUCTURE OF MACHINING WORKSHOP AT SMK

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESIAPAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH PRAKTIK KERJA INDUSTRI SISWA KELAS XI TKR DI SMK BINTARA KABUPATEN BANDUNG

STUDI TENTANG KESIAPAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH PRAKTIK KERJA INDUSTRI SISWA KELAS XI TKR DI SMK BINTARA KABUPATEN BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, dan memberikan peningkatan kualitas dalam persaingan di dunia kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan menurut Muhibin

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan menurut Muhibin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 207 Bandung

Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 207 Bandung 293 STUDI TENTANG KETERSEDIAAN FASILITAS WORKSHOP OTOMOTIF SMKN 8 BANDUNG BERDASARKAN STANDARSARANA PRASARANA PENDIDIKAN NASIONAL UNTUK MEMENUHI STANDAR UJI KOMPETENSI Tanggu M. Habeahan 1, Inu H. Kusumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada ranah dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi dari laboring menjadi manufacturing dalam arti tenaga kerja manusia

BAB I PENDAHULUAN. produksi dari laboring menjadi manufacturing dalam arti tenaga kerja manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi, pada derajad tertentu, mengimplikasikan pergeseran proses produksi dari laboring menjadi manufacturing dalam arti tenaga kerja manusia tergantikan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STUDI PELAKSANAAN STANDAR PROSES DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

STUDI PELAKSANAAN STANDAR PROSES DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN 25 STUDI PELAKSANAAN STANDAR PROSES DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Astrada 1, Amay Suherman 2, Yayat 3 DepartemenPendidikan Teknik Mesin, FPTK UPI Jl. Dr. Setiabudhi No. 207 Bandung 40154 astradadedek@rocketmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA KELULUSAN PESERTA DIDIK DARI SATUAN PENDIDIKAN DAN PENYELENGGARAAN UJIAN SEKOLAH/MADRASAH DAN

Lebih terperinci

, 2016 PENGARUH PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XI JURUSAN TPHP DI SMKN 4 GARUT

, 2016 PENGARUH PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XI JURUSAN TPHP DI SMKN 4 GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini bangsa Indonesia diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dikarenakan persaingan di dunia kerja semakin ketat. Sumber

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan bangsa Indonesia sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa diatur dalam Undang-Undang Republik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 Depdiknas (2006: 8) menyebutkan bahwa Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan dunia kerja erat hubungannya dengan dunia pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan bagi bangsa Indonesia selalu mendapat perhatian mutlak bagi

Lebih terperinci

PERANAN PRAKERIN DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU TAMATAN SMK

PERANAN PRAKERIN DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU TAMATAN SMK PERANAN PRAKERIN DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU TAMATAN SMK 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Untuk mengembangkan potensi ilmu pengetahuan pada masing-masing siswa maka sekolah (SMK) mempunyai jadwal khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian internal dalam pembangunan. Proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian internal dalam pembangunan. Proses pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian internal dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Berbicara tentang proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sejalan perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sejalan perkembangan dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada saat ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat, keterbukaan bursa kerja di tingkat nasional dan internasional,

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat, keterbukaan bursa kerja di tingkat nasional dan internasional, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang : 1) latar belakang penelitian, 2) fokus penelitian, 3) tujuan penelitian, 4) kegunaan penelitian, dan 5) definisi istilah penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI GURU DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan perdagangan bebas asean (asean free trade area/afta) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena menyangkut kualitas suatu bangsa. Pendidikan juga berarti menyiapkan kaderkader bangsa siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting, sebab tanpa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang yang menganggur. Maka semakin dirasakan pentingnya dunia usaha. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi istilah. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menempati peran sangat strategis dalam pembangunan nasional. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Keberhasilan pembangunan tidak lagi diukur dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. Pendidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan formal, yang mempunyai tujuan mempersiapkan para siswanya untuk menjadi tenaga kerja tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Salah satu bagian dari Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Syahriandi Akbari Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Syahriandi Akbari Siregar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan majunya perkembangan dunia pada saat ini diharapkan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini menuntut manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai bidang khususnya bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal pokok di dalam mendukung serta menunjang demi terciptanya kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan, kualitas dari suatu individu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis.perkembangan dan perubahan terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci