BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 8 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 3.1 Tinjauan Pustaka Konteks dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik Menurut Thomas R Dye (1976) dalam Wahab (2008), kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat kehidupan bersama tampil berbeda. Ia juga berpandangan bahwa semua definisi kebijakan pada akhirnya bermuara pada hal yang sama, yaitu pendeskripsian dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat tindakan pemerintah. Definisi lainnya dinyatakan oleh Carl I Fredrick (1968) dalam Dwijowijoto (2003), kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan ancaman dan peluang yang ada, kebijakan yang diusulkan tersebut ditunjukkan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam mencapai tujuan. Adapun Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami kebijakan publik dengan dilihat konsep kunci sebagai berikut: a. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis, finansial untuk melakukannya. b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkret yang berkembang di masyarakat. c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak. d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial namun kebijakan publik juga dirumuskan berdasarkan

2 9 keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat terselesaikan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu. e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor yang berisi sebuah justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan Implementasi Kebijakan Publik Kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan publik yang mendorong semua warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, bukan semakin menjerumuskan pada pola ketergantungan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Dalam mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut (Dwijowijoto, 2003). Dengan demikian, kebijakan publik yang umumnya masih abstrak berupa pernyataan-pernyataan umum berisikan tujuan, sasaran, dan berbagai macam sarana akan lebih diterjemahkan dalam program-program yang lebih operasional yang dimaksudkan mewujudkan tujuan ataupun sasaran dalam kebijakan tersebut (Wahab, 2008). Pada prinsipnya ada empat tepat yang harus dipenuhi dalam keefektifan implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara pelaksanaan, tepat target, dan tepat lingkungan. Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunyai wewenang terhadap masalah yang akan dipecahkan. Tepat pelaksana maksudnya aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta. Definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. Tepat lingkungan adalah ada dua lingkungan yang paling

3 10 menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait (Dwijowijoto, 2003). Menurut Grindle (1980) dalam (Dwijowijoto, 2003) kebijakan menyangkut banyak kepentingan yang saling berbeda lebih sulit diimplementasikan sehingga konten kebijakan harus diperhatikan dalam merumuskan suatu kebijakan, dan konteks kebijakan mempengaruhi proses implementasinya.. Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980) dalam Dwijowijoto (2003) Yang dimaksud dengan konten bahwa kebijakan yang akan diambil menurut Grindel (1980) dalam (Dwijowijoto, 2003) dipengaruhi oleh: a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi oleh proses pengambilan keputusan. b. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan

4 11 mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan. d. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil. e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat pada pemenuhan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan konteks adalah bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh: a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, bahwa mereka yang akan mengimplementasikan program mungkin akan mencakup partisipan tingkat pemerintahan pusat, dan pemerintah daerah, baik kalangan birokrat, pengusaha, maupun masyarakat umum. b. Karakteristik lembaga dan penguasa, bahwa apa yang diimplementasikan mungkin merupakan hasil dari perhitungan politik kepentingan dan persaingan antar kelompok untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas. c. Ketaatan dan daya tanggap, bahwa dalam upayanya untuk mencapai tujuan, birokrat berhadapan dengan dua masalah yang timbul dari interaksi antara lingkungan program dan administrasi program Kemiskinan Rumah Tangga Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secata berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007). Kebutuhan dasar yang tidak dapat dipenuhi tersebut meliputi kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, misalnya kebutuhan konsumsi

5 12 individu (makan, perumahan, dan pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial (air minum, sanitasi, kesehatan, dan pendidikan) 3. Secara umum kemiskinan jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan menjadi kemiskinan kultural dan struktural. Kemiskinan kultural terjadi diakibatkan ketidakmampuan memanfaatkan potensi diri, menyiakan sumberdaya yang ada, dan menjauhkan diri dari kegiatan kemasyarakatan serta budaya kemiskinan melalui garis keturunan keluarga. Kemiskinan struktural sebagai akibat faktor eksternal yang memberikan tekanan hebat yang membuat seseorang atau kelompok menjadi tidak berdaya, misalnya akibat sistem dan struktur sosial dalam masyarakat (Susanto, 2006). Menurut Gunawan (2008) pengertian kemiskinan dalam arti yang lebih luas adalah suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok, sehingga menyebabkan kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial lain. Setidaknya terdapat tiga bentuk potensi yang dapat diamati dalam rangka memahami potensi keluarga miskin, yaitu kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kemampuan dalam peranan sosial. Disadari bahwa salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya. Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS. Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang 3 Butar-Butar Dinar Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Pedesaan. [diunduh 4 November 2011].

6 13 operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi penambahan/pengurangan jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat tinggalnya (Suhariyanto, 2006). Dalam menentukan rumah tangga penerima PKH, BPS juga menggunakan data PSE 2005 yang menjadi bahan pendataan berikutnya yaitu Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 yang merupakan data awal PKH yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH,, yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut SPDKP untuk kepentingan PKH. Dalam pengukuran itu, BPS melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach).

7 14 Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Miskin menurut BPS, Tahun 2011 No Variabel Kemiskinan Karakteristik Kemiskinan 1 Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 meter persegi per orang 2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/ kayu murahan 3 Jenis dinding bangunan tempat tinggal Bambu/ rumbai/ kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester 4 Fasilitas tempat buang air besar Tidak ada, menumpang rumah lain 5 Sumber penerangan rumah tangga Bukan listrik 6 Sumber air minum Sumur, mata air tak terlindungi/ sungai/ air hujan 7 Bahan bakar untuk memasak Kayu bakar/arang/ minyak tanah 8 Konsumsi daging/ayam/susu/ per minggu Satu kali atau dua kali seminggu 9 Pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun Tidak pernah membeli/ satu stel 10 Frekuensi makan dalam sehari Satu kali atau dua kali sehari 11 Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter Tidak mampu membayar Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga Pemilikan asset/ harta bergerak maupun tidak bergerak *Sumber : BPS Tahun 2005 Petani dengan luas lahan kurang dari 0.5 Ha/ buruh tani/ buruh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga di bawah Rp ,00 perbulan Tidak sekolah/ tidak tamapt SD/ hanya tamatan SD Tidak punya tabungan/barang. Rp ,00 seperti sepeda motor, emas, perhiasan, dan modal lainnya Program Penanggulangan Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan permasalahan yang harus segera tuntas karena keadaan kemiskinan membuat masyarakat menjadi lemah dan tidak bermartabat. Pemerintah baik pusat maupun daerah telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi pada program sektoral (Purwanti, tanpa tahun). Menurut Wynandin Imawan (2008) dalam Hasbi (2008) Program Penanganan Masalah Kemiskinan terbagi menjadi tiga kategori. Kategori I yaitu Program Bantuan dan Perlindungan Sosial. Termasuk dalam kategori I adalah Program Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), Program

8 15 Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Program Beasiswa. Kategori II yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Termasuk dalam kategori II ini adalah PNPM Pedesaan (PPK), PNPM Perkotaan (P2KP), PNPM Infrastruktur Pedesaan (PPIP), PNPM Kelautan (PEMP), dan PNPM Agribisnis (PUAP). Pelaksanaan kategori III yaitu Program Pemberdayaan Usaha Menengah Kecil (UMK), termasuk di dalamnya Program Kredit UMKM, dan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijelaskan dalam gambar berikut ini: Gambar 2. Skema Penanggulangan Kemiskinan menurut Wynandin Imawan (2008) dalam Hasbi (2008) Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan Latar Belakang Program Keluarga Harapan Program Keluarga Harapan mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, setidaknya hingga tahun Tahun 2007 merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat.

9 16 Pada tahun 2007 ini akan dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak RTSM. Ketujuh provinsi tersebut adalah Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RTSM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik. PKH merupakan program lintas kementerian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Guna menyukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. a. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM. b. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM. c. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM. d. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.

10 17 Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada kelompok masyarakat sangat miskin. Dalam jangka pendek, bantuan ini membantu mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang dengan mensyaratkan keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi balita, memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Sasaran atau penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga sehingga orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum di Kartu PKH. Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar; (2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitats kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil Fokus Program Keluarga Harapan Dalam pengertian PKH jelas disebutkan bahwa komponen yang menjadi fokus utama adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH dalam hal kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan, dan bukan pengobatan). Seluruh peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan gratis yang disediakan oleh program Askeskin dan program lain yang

11 18 diperuntukkan bagi orang tidak mampu sehingga kartu PKH bisa digunakan sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan tersebut. Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Anak penerima PKH yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurangkurangnya 85% waktu tatap muka. Setiap anak peserta PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH bukanlah pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah. Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Tabel 2. Jumlah Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) menurut Pedoman Umum PKH, Tahun 2008 Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) Bantuan tetap ,00 Bantuan bagi RTSM yang memiliki a. Anak usia di bawah 6 tahun ,00 b. Ibu hamil/ menyusui ,00 c. Anak usia SD/ MI ,00 d. Anak usia SMP/ MTS ,00 Rata-rata bantuan per RTSM ,00 Bantuan minimum per RTSM ,00 Bantuan maksimum per RTSM *Sumber: Departemen Sosial RI Tahun 2008 Catatan: Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak. Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per tahun.

12 Stakeholders Dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Program Keluarga Harapan dilaksanakan oleh UPPKH Pusat, UPPKH Kabupaten/Kota dan Pendamping PKH. Masing-masing pelaksana memegang peran penting dalam menjamin keberhasilan PKH. Mereka adalah: a. UPPKH Pusat merupakan badan yang merancang dan mengelola persiapan dan pelaksanaan program. UPPKH Pusat juga melakukan pengawasan perkembangan yang terjadi di tingkat daerah serta menyediakan bantuan yang dibutuhkan. b. UPPKH Kabupaten/Kota melaksanakan program dan memastikan bahwa alur informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik dan lancar. UPPKH Kabupaten/Kota juga berperan dalam mengelola dan mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan. c. Pendamping merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya. Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim Koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung Kualitas Ibu: Kesehatan dan Pendidikan Akhir-akhir ini disadari oleh pemerintah maupun ilmuwan bahwa pembangunan nasional akan berhasil bila upaya ini beriringan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai aktor utama pembangunan. Menurut UNDP (1995) untuk menjamin tercapainya pembangunan manusia terdapat empat pokok yang perlu diperhatikan, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Sumberdaya manusia adalah seluruh 4 Kementerian Sosial Republik Indonesia Mari Kita Mengenal Program PKH. [diunduh 3 Maret 2011].

13 20 kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial, maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi dalam membahas sumberdaya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek kuantitas dan kualitas. Sumodiningrat (1999) dalam Aly dkk (2005) mengemukakan bahwa kita memerlukan suatu strategi baru dari kebijaksanaan pembangunan yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis pendidikan (Hassan, 1995). Dalam menunjang mutunya sebagai subjek pembangunan, maka diperlukan upaya pengembangan SDM sejak dini, salah satunya melalui pendidikan dengan meningkatkan tingkat pendidikan penduduk secara massal, misalnya wajib belajar 9 tahun atau mengarahkan orientasi pendidikan kepada kebutuhan daerah masing-masing. Disamping itu, derajat kesehatan penduduk juga perlu ditingkatkan terutama kesehatan balita, ibu, dan anak. Kesadaran akan pentingnya kesehatan, menjaga lingkungan agar tetap sehat dan pemberian makanan tambahan kepada siswa merupakan upaya yang harus sungguh- sungguh diperhatikan (Alkadri dkk, 2001). Kualitas ibu dalam hal membangun SDM yang bermutu teramat penting, hal ini disebabkan karena ibu relatif memiliki waktu lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan, bimbingan, dan meningkatkan potensi anak (Musbikin, 2009). Penelitian Rahmaulina (2007) dalam Hastuti (2009) terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan ibu tentang gizi dengan tumbung kembang anak. Guna mencapai kualitas ibu yang optimal dalam menunjang kesehatan dan pendidikan anak, maka diperlukan penguatan kapasitas ibu. Penguatan kapasitas

14 21 merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk: a. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. b. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia atau individu menurut Rubin dan Rubin (1992) dalam Riasih (2004) merupakan pengembangan personal yang bertujuan untuk menemukan hal-hal apa saja yang kurang pada dirinya tetapi ada upaya untuk meningkatkan kekurangan tersebut. Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) mengemukakan bahwa dengan pengembangan kapasitas akan dapat meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap di samping dapat meningkatkan kemampuan kelembagaan dan kemampuan masyarakat. 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian berawal ingin melihat tentang bagaimana hasil dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang meliputi proses pemilihan RTSM dan bentuk alokasi dana yang dilakukan oleh RTSM penerima PKH juga menganalisis sejauhmana upaya ibu dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. namun penelitian ini diawali dengan menganalisis kondisi-kondisi yang mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan atau program, yaitu kepentingan yang dipengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumberdaya yang dilibatkan. Kondisi- kondisi ini akan mempengaruhi ketepatan suatu program yang dapat diukur dari tepat kebijakan, tepat pelaksana, tepat target, dan tepat lingkungan. Ketepatan program juga dipengaruhi oleh aktor yang terlibat didalamnya, karena PKH ini merupakan program lintas bahkan multi departemen mulai di

15 22 tingkat pusat hingga kecamatan, dari awal proses pemilihan RTSM hingga pelaksanaan programnya. Para aktor yang terlibat dalam Program Keluarga Harapan meliputi Dinas Sosial, Unit Pelaksana PKH, BPS, POS Indonesia, Dinas Pendidikan dan Kesehatan hingga para pendamping di lapangan. Masing-masing aktor yang terlibat memiliki peran dan keterlibatannya masing-masing atau bahkan saling beririsan dan punya hubungan dalam menentukan keberhasilan PKH. Adanya aktor ini tentu akan behubungan dengan pelaksanaan PKH di lapangan yang dijabarkan dalam 2 variabel, yaitu besar bantuan (dana) dan pendamping PKH. Pelaksanan program ini akan bersentuhan langsung dengan desa meliputi keterlibatan pemerintah desa dalam pelaksanaan PKH dan rumah tangga sangat miskin sebagai penerimanya. Dalam melihat posisi RTSM penerima PKH, maka dilakukan penyederhanaan 14 variabel kemiskinan menurut BPS menjadi 5 variabel, yaitu adalah pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, jumlah tanggungan, kepemilikan aset dan kondisi rumah. Pemerintah desa dan karakteristik RTSM sebagai objek dalam pelaksanaan PKH maka akan menentukan sejauhmana program ini mampu berkontribusi terhadap upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. Guna mencapai perbaikan kualitas, maka terlebih dahulu dijelaskan sebuah proses penguatan kemampuan individu yang meliputi kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kedua, kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya serta kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Segala proses ini kemudian akan menumbulkan perubahan pada upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga yang dilihat dari sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku kesehatan ibu. Sementara untuk melihat upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dengan mengukur sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan perilaku peduli pendidikan bagi anak.

16 23 Isi Kebijakan Kepentingan yang dipengaruhi Tipe manfaat Derajat perubahan yang diharapkan Letak pengambilan keputusan Pelaksana program Sumberdaya yang dilibatkan Ketepatan Program Tepat kebijakan Tepat pelaksana Tepat target Tepat lingkungan Aktor PKH Dinas Sosial BPS UPPKH Pendamping Input PKH Dana PKH Pendampingan Klasifikasi RTSM Pendapatan rumah tangga Pengeluaran rumah tangga Besar tanggungan keluarga Kepemilikan aset Kondisi rumah Desa Pemerintah Desa Penguatan Kapasitas Pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kelembagaan dalam organisasi, manajemen, keuangan, budaya Kemandirian, keswadayaan Upaya ibu (kesehatan) Sikap ibu terhadap Keterangan pelayanan : kesehatan Perilaku kesehatan ibu Upaya ibu (pendidikan) Sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan Perilaku peduli pendidikan bagi anak Gambar 3. Kerangka Berpikir Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatkan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga Keterangan: : Pendekatan kuantitatif : Pendekatan kualitatif : berhubungan (menghasilkan)

17 Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini, hipotesis uji yang digunakan adalah hipotesis untuk melihat hubungan, kekuatan hubungan dan signifikansi antara Program Keluarga Harapan (PKH) dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga sehingga hipotesis yang digunakan adalah: 1. Ada hubungan antara besar dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga. 2. Ada hubungan antara partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga. 3. Ada hubungan antara besar dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. 4. Ada hubungan antara partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. 2.4 Definisi Operasional 1. Isi kebijakan adalah hal-hal yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu: a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi oleh proses pengambilan keputusan. b. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan. d. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya di tingkat departemen atau di tingkat dinas dan akan berdampak pada tingkat implementasi kebijakan tersebut.

18 25 e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat pada pemenuhan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program yang telah ditetapkan 2. Aktor PKH adalah pihak-pihak yang terlibat dalam Program Keluarga Harapan meliputi tugas dan kewenangan mereka dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dibatasi di tingkat kabupaten, seperi Dinas Sosial, UPPKH, pendamping, dan BPS. 3. Ketepatan program adalah penilaian ketepatan dari implementasi Program Keluarga Harapan yang meliputi: a. Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunyai wewenang terhadap masalah yang akan dipecahkan. b. Tepat pelaksana maksudnya aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta. c. Tepat sasaran. Definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. d. Tepat lingkungan adalah ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait. 4. Input adalah bentuk bantuan, masukan yang diberikan dalam menunjang Program Keluarga Harapan (PKH) yang dikategorikan dalam bentuk dana dan pendampingan yang disiapkan tim pelaksana PKH.

19 26 5. Dana adalah besarnya bantuan uang langsung yang diberikan kepada penerima PKH. Skala pengukuran ordinal. Besar dana dibagi dalam tiga kategori rendah, sedang, dan tinggi yang dihitung dari: Rendah : nilai minimum x< nilai minimum+1 IK Sedang : nilai minimum+1 IK x< nilai minimum+2 IK Tinggi : nilai minimum+2 IK IK = nilai maksimum-nilai minimum kategori = Rp Rp = Rp (setelah dibulatkan) 3 sehingga didapatkan Rendah : Rp x< Rp Sedang : Rp x< Rp Tinggi : Rp Kategori ini kemudian disesuaikan dengan alokasi dana PKH, dimana dana berkisar antara Rp. ( , , , , dan ) sehingga didapatkan kategori dana PKH yang dijadikan sebagai kerangka sampling adalah: Rendah : Rp x< Rp = skor 1 Sedang : Rp x< Rp = skor 2 Tinggi : Rp = skor 3 6. Pendamping PKH adalah pihak yang menjembatani penerima PKH dengan pemerintah setempat juga berperan dalam melakukan sosialisasi pengawasan dan pendampingan terhadap penerima PKH. Pendampingan PKH dinilai dari sikap masyarakat terhadap pendamping dan partipasi masyarakat terhadap pendampingan dengan skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Sikap terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) b. Perilaku terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadangkadang 3. Sering, 4. Selalu) 7. Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) adalah rumah tangga yang berada pada garis terbawah kemiskinan menurut klasifikasi BPS, dimana RTSM yang

20 27 dimaksud adalah dengan kriteria penerima PKH, yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih dengan penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan. Disamping itu, pengklasifikasian RTSM ini didasarkan pada beberapa indikator dengan skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Pendapatan rumah tangga 1. < Rp ,00 = skor 1 2. Rp ,00-Rp ,00 = skor 2 3. > Rp ,00 = skor 3 b. Pengeluaran rumah tangga 1. < Rp ,00 = skor 1 2. Rp ,00-Rp ,00 = skor 2 3. > Rp ,00 = skor 3 c. Besar tanggungan keluarga didapatkan dengan rumus: Rendah : nilai minimum x< nilai minimum+1 IK Sedang : nilai minimum+1 IK x< nilai minimum+2 IK Tinggi : nilai minimum+2 IK IK = nilai maksimum-nilai minimum kategori = 12-2 = 3.3 = 3 (setelah dibulatkan) 3 sehingga didapatkan Rendah : 2 x< 5 = skor 1 Sedang : 5 x< 9 = skor 2 Tinggi : x 9 = skor 3 d. Kepemilikan aset didapatkan dari total aset 17 (1. Tidak, 2. Ya) sehingga didapatkan: Rendah : nilai minimum x< nilai minimum+1 IK Sedang : nilai minimum+1 IK x< nilai minimum+2 IK

21 28 Tinggi : nilai minimum+2 IK IK = nilai maksimum-nilai minimum kategori = = 5.6 = 6 (setelah dibulatkan) 3 sehingga didapatkan Rendah : 17 x< 23 = skor 1 Sedang : 23 x< 29 = skor 2 Tinggi : x 29 = skor 3 e. Kondisi rumah; dilihat dari status rumah, dinding rumah, lantai rumah, tempat buang air, dan bahan bakar yang digunakan dengan rincian: Rendah : nilai minimum x< nilai minimum+1 IK Sedang : nilai minimum+1 IK x< nilai minimum+2 IK Tinggi : nilai minimum+2 IK IK = nilai maksimum-nilai minimum kategori = 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan) 3 sehingga didapatkan Rendah : 5 x< 8 = skor 1 Sedang : 8 x< 11 = skor 2 Tinggi : x 11 = skor 3 Kumpulan lima variabel diatas kemudian disatukan guna menentukan klasifikasi RTSM dengan rincian: Rendah : nilai minimum x< nilai minimum+1 IK Sedang : nilai minimum+1 IK x< nilai minimum+2 IK Tinggi : nilai minimum+2 IK IK = nilai maksimum-nilai minimum kategori = 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan) 3 sehingga didapatkan

22 29 RTSM Rendah : 5 x< 8 = skor 1 RTSM Sedang : 8 x< 11 = skor 2 RTSM Tinggi : x 11 = skor 3 8. Pemerintah desa penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Penguatan kapasitas adalah penguatan kapasitas atau kemampuan RTSM terhadap pelaksanaan PKH yang meliputi: a. Pengetahuan dan sikap adalah perubahan pengetahuan dan sikap RTSM (ibu) dalam hal kesehatan dan pendidikan yang menjadi fokus PKH. b. Kelembagaan dalam organisasi, manajemen, keuangan, budaya adalah perubahan yang dialami RTSM (ibu) terkait dengan kemampuan dalam berorganisasi dan manajemen. c. Kemandirian, keswadayaan adalah perubahan penguatan kapasitas dengan melihat sisi kemandirian RTSM (ibu) sehingga tidak bergantung kepada program dan mampu mandiri. 10. Upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga adalah sikap dan perilaku ibu dalam upaya peningkatan status kesehatan diri dan anaknya. Skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Sikap terhadap pelayanan kesehatan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) b. Perilaku kesehatan (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu) 11. Upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga adalah sikap dan perilaku ibu dalam upaya peningkatan taraf pendidikan anak. Skala pengukuran ordinal sebagai berikut: a. Sikap terhadap pelayanan pendidikan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju) b. Perilaku peduli pendidikan anak (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan

Lebih terperinci

BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA

BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 66 BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan informasi dari Ketua Unit Pelaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 50-54 PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM UPAYA MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BAGI KELUARGA SANGAT MISKIN (KSM) DI DESA PAYA CUT KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Syarifah Maihani

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

Mengapa PKH Diperlukan? PKH dimaksudkan untuk merunkan jumlah masyarakat miskin melalui bantuan dana tunai bersyarat.

Mengapa PKH Diperlukan? PKH dimaksudkan untuk merunkan jumlah masyarakat miskin melalui bantuan dana tunai bersyarat. Mengapa PKH Diperlukan? PKH dimaksudkan untuk merunkan jumlah masyarakat miskin melalui bantuan dana tunai bersyarat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk yang berada di bawah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN

BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN 42 BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN 5.1 Proses Pemilihan RTSM Penerima PKH 5.1.1 Program Keluarga Harapan sebagai Kebijakan Publik Menurut Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terbelakang, melainkan juga dialami oleh negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. dan terbelakang, melainkan juga dialami oleh negara-negara maju. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan sudah menjadi masalah global yang dialami oleh semua negara di dunia. Kemiskinan tidak hanya berada di negara-negara berkembang dan terbelakang, melainkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan kebijakan dibidang perlindungan sosial, tahun 2007 Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan kebijakan dibidang perlindungan sosial, tahun 2007 Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan dibidang perlindungan sosial, tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA Form : I Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Di - K U D U S Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

Lebih terperinci

IDA YUNANI DESTIANTI. Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Meningkatkan Taraf Kesehatan oleh

IDA YUNANI DESTIANTI. Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Meningkatkan Taraf Kesehatan oleh PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM MENINGKATKAN TARAF KESEHATAN OLEH UPPKH KECAMATAN DI DESA CILIANG KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN IDA YUNANI DESTIANTI ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA i ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat) Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN Program penanggulangan kemiskinan, khususnya PKH tidak terlepas dari berbagai faktor yang memperngaruhi jalannya program. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung

KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung Ringkasan Eksekutif Masalah kemiskinan akan sangat berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN

TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN A. PEMILIHAN PENERIMA BANTUAN DAN SYARAT PROGRAM Penerima bantuan PKH adalah rumahtangga sangat miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Balumbang Jaya merupakan salah satu kelurahan yang berada dalam wilayah administratif

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang sedang berkembang, memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menjadi masalah yang berkepanjangan.kemiskinan tidak dipahami

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menjadi masalah yang berkepanjangan.kemiskinan tidak dipahami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks bagi setiap negara, terutama negara besar seperti Indonesia.Sampai saat ini, masalah kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI Oleh: TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH (TKPKD) PROV. BALI Disampaikan Pada Acara: Verifikasi dan Validasi Basis Data Terpadu (BDT) 2015

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA Sensus kemiskinan rumahtangga di wilayah desa merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat atas dasar kebutuhan dan desakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar masnusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan multidimensial yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Adapun masalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT No. 01/07/1216/Th. II, 17 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN 2012 Terdapat sebesar 12.40 persen penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah terpenting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pengentasan kemiskinan menjadi sebuah tujuan internasional sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) di New York. KTT

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011

EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011 EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011 Erna Fidyatun Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro ABSTRAK Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Presented by Yaury Tetanel Strategic Alliance for Poverty Alleviation Disampaikan Dalam Diskusi Publik Akuntabilitas Sosial CSR Industri

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT

PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT BAMBANG WIDIANTO DEPUTI BIDANG KESRA KANTOR WAKIL PRESIDEN RI APRIL, 2010 KLASTER 1: PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERSASARAN KELUARGA/RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang.

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan negara yang menganut asas desentralisasi dan dalam pemerintahan memberikan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

SASARAN PROGRAM BIDANG SOSIAL

SASARAN PROGRAM BIDANG SOSIAL 1 SASARAN PROGRAM BIDANG SOSIAL a. Membangun 22 Jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) b. Mengoptimalkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial ( PSKS) GOAL ( TUJUAN UMUM ) MENINGKATKAN KUALITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan BAB II STUDI KEPUSTAKAAN II.1. Kebijakan Publik Menurut H.Hugh Heglo dalam Abidin (2004:21) kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan Anderson

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIFIKASI SISTEM PENETAPAN SASARAN NASIONAL

UNIFIKASI SISTEM PENETAPAN SASARAN NASIONAL UNIFIKASI SISTEM PENETAPAN SASARAN NASIONAL Bambang Widianto Deputi Setwapres Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan/ Sekretaris Eksekutif TNP2K JAKARTA, 31 JANUARI 2013 TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Outline 1. Latar Belakang 3. Tujuan PKH 6. Pendampingan 9.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sampai saat ini masih terus dicari langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi

Lebih terperinci

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP), PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PESERTA PROGRAM DI KELURAHAN KERTASARI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012 Oleh : Teguh Setiadi Abstrak : Penelitian ini ingin mengkaji

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH di Desa Petir, baik itu faktor internal

Lebih terperinci

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan?

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan? 1 P age Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan? SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Outline 1. Latar Belakang 2. PKH New Initiatives Pedoman Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, pendidikan, kesehatan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, pendidikan, kesehatan dan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL KANTOR WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL Dr. Bambang Widianto Deputi Bidang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN RESERTIFIKASI PKH: RESERTIFIKASI PKH KOHOR 2007 DAN KOHOR 2008 SERTA SINERGI ANTAR PROGRAM

PERKEMBANGAN RESERTIFIKASI PKH: RESERTIFIKASI PKH KOHOR 2007 DAN KOHOR 2008 SERTA SINERGI ANTAR PROGRAM PERKEMBANGAN RESERTIFIKASI PKH: RESERTIFIKASI PKH KOHOR 2007 DAN KOHOR 2008 SERTA SINERGI ANTAR PROGRAM BAMBANG WIDIANTO SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM NATIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN RAPAT SINERGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Beras memiliki urutan utama dari jenis bahan pangan yang dikonsumsi. Hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut membuat mereka jatuh kejurang kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut membuat mereka jatuh kejurang kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sejak krisis multi dimensi tahun 1998 hingga saat ini masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 7 : PENUTUP. pelaksanaan Program Keluarga Harapan Khususnya Bidang Kesehatan.

BAB 7 : PENUTUP. pelaksanaan Program Keluarga Harapan Khususnya Bidang Kesehatan. BAB 7 : PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Komponen Input 1. Kebijakan berpedoman dari Kementerian Sosial RI, Kementerian Kesehatan RI dan Surat Keputusan Walikota Padang. Kebijakan ini belum maksimal disosialisasikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar favorit. Pada lembaga persekolahan ini tidak cukup ruang bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dasar favorit. Pada lembaga persekolahan ini tidak cukup ruang bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, ada kecenderungan bahwa program pendidikan dasar yang bermutu hanya diorientasikan untuk orang dan kelompok tertentu, terutama pada institusi pendidikan

Lebih terperinci