PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA, INTRAMUSKULAR, SUBCUTAN, INTRACUTAN DAN INTRAOSEOUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA, INTRAMUSKULAR, SUBCUTAN, INTRACUTAN DAN INTRAOSEOUS"

Transkripsi

1 PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA, INTRAMUSKULAR, SUBCUTAN, INTRACUTAN DAN INTRAOSEOUS MAKALAH Oleh : DESTI ELZA MUSLIMAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA (OKTOBER, 2015) KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga makalah berjudul Pemberian Obat IV, IM, SC, IC, dan IO dapat diselesaikan. Penyusunan makalah ini bertujuan memberi informasi kepada pembaca agar lebih memahami tentang pemberian obat secara parenteral dan standar operasional prosedurnya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua. Penyusun juga meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini.

2 Indralaya, Oktober 2015 Penyusun

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii BAB 1 PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...3 C. Tujuan...3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4 A. Pemberian obat parenteral...4 B. Prinsif 12 benar obat...15 C. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat...16 BAB III PEMBAHASAN...18 A. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intravena...18 B. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intramuscular...21 C. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Subcutan...23 D. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intracutan...26 E. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intraosseous...29 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN...33 A. Simpulan...33 B. Saran...33 DAFTAR PUSTAKA...34

4 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada keilmuan dan kiat keperawatan. Keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat. Perawat pada dasarnya mempunyai fungsi keperawatan yaitu fungsi mandiri (independen), fungsi ketergantungan (dependen), fungsi kolaboratif (interdependen) yang ditujukan untuk memfokuskan pemberian pelayanan kesehatan yang profesional (Kozier, 1991 dikutip Kusnanto, 2004). Fungsi perawat yang memiliki resiko dalam pelaksanaannya adalah fungsi dependen, hal ini dikarenakan fungsi dependen merupakan pengalihan tugas dari dokter kepada perawat yang mana tanggung jawab akan kesalahan dipegang oleh dokter, tetapi kesalahan dalam setiap tindakan dipegang oleh perawat. Fungsi dependen ini umumnya berupa tindakan yang bersifat invasif sehingga kesalahan pada tindakan ini dapat menyebabkan kerugian bagi klien. Salah satu contoh tindakan keperawatan dengan lingkup fungsi dependen adalah pemberian obat secara parenteral. Menurut (Sanders, et.al., 2012) pemberian obat secara parienteral berupa pemberian obat melalui subkutan (SC), muscular (IM), vena (IV), dermal atau kutan (IC), dan osteo (IO). Perawat dalam melaksanakan fungsi dependen ini juga memperhatikan fungsi independent, karena setiap tindakannya perawat mempunyai tanggung 1

5 jawab sendiri misalnya perawat harus mematuhi standar prosedur tetap dalam pemberian obat, dan mematuhi prinsip benar yang menjadi pedoman dalam pemberian obat, sehingga resiko terjadinya kesalahan dapat diminimalisir. Menurut Kee dan Hayes (2006, dikutip Maynafi et. al., 2012) terdapat 10 prinsip benar dalam pemberian obat, dikenal dengan five plus five rights yaitu: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute, benar pengkajian, benar pencatatan, hak klien mendapatkan pendidikan atau informasi, benar evaluasi, dan hak pasien untuk menolak. Sedangkan, Cathleen Mcgovern (1988, dikutip Maynafi et. al., 2012) menambahkan 2 benar obat lainnya yaitu waspada terhadap interaksi obat-obat dan waspada terhadap interaksi obat-makanan, sehingga prinsip pemberian obat menjadi 12 benar obat. Tindakan keperawatan yang diberikan perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan yang profesional harus memperhatikan peran dan fungsi dalam setiap tindakan keperawatan untuk memberikan kualitas pelayanan yang optimal dan meminimalisir kesalahan dalam setiap tindakan terutama dalam tindakan keperawatan yang bersifat invasif seperti tindakan pemberian obat secara parenteral. Sehingga diperlukan sumber pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan pemberian obat baik melalui vena, muscular, subcutan, cutan dan osteo dalam bentuk teoritis atau Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan juga memperhatikan 12 prinsip benar dalam pemberian obat secara parenteral. 2

6 B. Rumusan Masalah Tindakan keperawatan yang bersifat invasif cenderung memiliki resiko dalam pelaksanaannya, sehingga rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat intravena (IV)? 2. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat intramuscular (IM)? 3. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Subcutan (SC)? 4. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intracutan (IC)? 5. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intraosseous (IO)? C. Tujuan 1. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat intravena (IV) 2. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat intramuscular (IM) 3. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Subcutan (SC) 4. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intracutan (IC) 5. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intraosseous (IO) 3

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian obat parenteral 1. Pengertian Obat Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2006). Obat adalah zat aktif alami maupun sintesis dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain-lain dengan dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. 2. Jenis pemberian obat Cara pemberian obat mempengaruhi tingkat onset obat terhadap efek yang terja, tidak hanya itu rute pemberian juga dapat mempengaruhi hasil respon terapinya. Adapun rute yang pemberian obat menurut Sanders et al. (2012) adalah sebagai berikut : a. Enteral route : pemberian obat ini melibatkan saluran pencernaan (oral, rectal atau melalui Gastric Tube ) b. Parenteral route : pemberian obat tanpa melalui saluran pencernaan 4

8 (Intravena, Intramuscular, Subcutan, Intracutan, dan Intraosseous) c. Pulmonary route : pemberian melalui inhalasi atau melalui endotraceal tube. d. Topical route : pemberian obat melalui permukaan kulit atau membaran mukosa. 3. Pemberian obat parenteral a. Intravena (IV) 1) Pengertian Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Menurut Sanders et al. (2012) rute intarvena diberikan secara langsung kedalam aliran darah. Adapun waktu pemberian obat intravena sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar detik. 2) Lokasi Memberikan obat atau injeksi melaui vena dapat secara langsung, di berikan pada daerah berikut : vena medianan cubitus/cephalika (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher),vena frontalis/temporalis di daerah frontalis dan temporal dari kepala. 3) Indikasi Indikasi pemberian obat melalui vena yaitu sebagai berikut : a) Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat intravena pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur 5

9 peredaran darah. Sehingga memberikan efek lebih cepat dibandingkan memberikan obat oral. b) Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). c) Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). d) Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan. e) Klien dengan kejang-kejang. f) Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. 4) Kontraindikasi Kontraindikasi dalam pemberian obat intravena dalah sebagai berikut : a) Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena. b) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri vena (A V shunt) pada tindakan hemodaliasis (cuci darah). c) Obat obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki). 6

10 5) Bahaya Bahaya yang mungkin terjadi dalam Pemberian obat atau injeksi intravena adalah sebagai berikut: a) Pasien alergi terhadap obat (misalnya mengigil, urticaria, shock, collaps dll). b) Pemberian obat intravena juga dapat menyebabkan emboli, infeksi akibat jarum suntik yang tidak steril dan pembuluh darah pecah. c) Pada bekas suntikan dapat terjadi abses, nekrose atau hematoma d) Dapat menimbulkan kelumpuhan. 6) Keuntungan dan Kerugian a) Keuntungan : Tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikam langsung dengan respon penderita. Larutan tertentu yang iriatif hanya dapat diberikan dengan cara ini karena dinding pembuluh darah relative tidak sensitive dan bila di suntikkan perlahan lahan obat segera diencerkan oleh darah. b) Kerugian : Efek toksik mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan. Disamping itu, obat yang di suntikkan tidak dapat ditarik kembali. Obat dalam larutan minyak yang mengendapkan konstituen darah dan yang menyebakan hemolisis. 7

11 b. Intramuscular (IM) 1) Pengertian Injeksi intramuscular adalah memasukkan atau memberikan obat masuk pada otot skeletal. Rute Intramuscular memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot (Sanders et al., 2012). Salah satu yang harus diperhatikan adalah pemilihan area suntik yang jauh dari syaraf besar dan pembuluh darah besar. Adapun waktu pemberian obat subcutan sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar menit. Sedangkan, Jarum untuk injeksi musculer berukuran G dan panjangnya 5/8 1 ½ inchi. 2) Lokasi Lokasi pemberian obat melalui muscular dapat diberikan pada daerah : i. M. Deltoid, menentukan lokasi dengan palpasi batas bawah prosesus akromium, yang membentuk basis sebuah segitiga yang sejajar dengan titik tengah bagian lateral lengan atas. Tempat injeksi terletak dibagian tengah segitiga sekitar 2.5 sampai 5 cm dibawah prosesus akromium atau dengan cara menempatkan empat jari diatas otot deltoid, dengan 8

12 jari teratas berada disepanjang prosesus akromium. Hati-hati terhadap saraf radialis, ulnaris dan arteri brakhialis terdapat didalam lengan atas disepanjang humerus. ii. M. Dorsogluteal yaitu tempat biasa digunakan injeksi IM, Daerah dorsogluteus berada dibagian atas luar kuadran ata atas luar bokong, kira-kira 5 sampai 8 cm dibawah Krista iliaka untuk menemukan lokasinya, palpasi spina iliaka posterior dan superior dan trokhantor mayor femur. Sebuah garis khayal ditarik diantara dua penanda anatomi. Tempat injeksi terletak diatas dan lateral terhadap garis. Pada anak-anak hanya boleh digunakan jika usia lebih dari 3 tahun. iii. M. Ventrogluteal, menemukan lokasi ini dengan klien disuruh berbaring diatas salah satu sisi tubuh dengan menekuk lutut, kemudian cari otot dengan menempatkan telapak tangan diatas trokanter mayor dan jari telunjuk pada spina iliaka superior anterior panggul. Tangan kanan digunakan untuk panggul kiri dan tangan kiri digunakan untuk panggul kanan. Perawat menunjukan ibu jarinya kearah lipat paha klien dan jari lain kearah kepala. Tempat injeksi terpajan ketika perawat melebarkan jari tengah kebelakang sepanjang Krista iliaka kearah bokong. Jari telunjuk, jari tengah, dan Krista iliaka membentuk sebuah segitiga dan tempat injeksi berada ditengah segitiga tersebut. iv. M. Vastus Lateralis yaitu terletak di bagian lateral anterior paha, pada orang dewasa membentang sepanjang satu tangan diatas lutut sampai sepanjang satu tangan dibawah trokanter femur atau sepertiga tengah 9

13 otot merupakan tempat terbaik injeksi. 3) Indikasi Indikasi dalam pemberian obat melalui subcutan bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, pemberian vit.k pada bayi, lokasi injeksi yang sesuai dengan obat yang diprogramkan, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya (Faradila, 2014). 4) Kontraindikasi Kontraindikasi dalam pemberian obat secara intramuskular yaitu: infeksi, lesi kulit, jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya (Faradila, 2014). 5) Komplikasi Komplikasi yang banyak terjadi akibat kesalahan pada injeksi intramuscular adalah sebagai berikut: abses, necrosis, dan kulit mengelupas, kerusakan syaraf, nyeri berkepanjangan, dan periositis. c. Subcutan (SC) 1) Pengertian Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis (Aziz, 2006). Injeksi subkutan diberikan di bawah kulit ke dalam jaringan 10

14 ikat atau lemak di bawah dermis dan hanya untuk volume obat sedikit (0,5 ml atau kurang) yang tidak mengiritasi jaringan (Sanders et.al.,2012). Jarum untuk Subcutan berukuran G dan panjangnya ½ - 7/8 inchi Jarum yang paling biasa digunakan untuk injeksi subcutan adalah ukuran 25 gauge, 5/8 inci. Tehnik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikan akan diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi panjang (slow and sustained absorption). Adapun waktu pemberian obat subcutan sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar menit. 2) Lokasi Lokasi injeksi pada subcutan adalah sebagai berikut : lengan atas sebelah luar atau 1 / 3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan daerah sekitar umbilikus. 3) Indikasi Indikasi dalam pemberian obat melalui subcutan bisa dilakukan pada pasien diabetes melitus dengan suntik insulin, pasien tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Biasanya teknik ini digunakan untuk pemberian vaksin dan tes tuberculin. 4) Kontraindikasi Kontraindikasi pemberian obat melalui subcutan adalah pasien alergi, infeksi pada kulit dan area injeksi subcutan 11

15 terdapat luka dan berbulu. Selain itu, Area injeksi terdapat jaringan yang terluka atau tempat dimana terjadi edema. d. Intracutan (IC) 1) Pengertian Pemberian obat melalui intracutan diberikan dibawah dermis, pemberian obat melalui cutan merupakan cara pertama untuk tes alergi dan pemberian anastesi lokal. Obat melalui rute ini tidak diabsobsi kedalam sirculasi umum (Sanders et al., 2012). Keunggulan rute intracutan untuk test ini penegakan diagnosa adalah bahwa reaksi tubuh terhadap zat yang disuntikkan mudah dilihat dan berdasarkan studi perbandingan tingkat reaksi juga diketahui. Jarum untuk Intracutan berukuran 26 G. 2) Lokasi Lokasi injeksi obat melalui intracutan dalah sebagai berikut : Lengan bagian atas, kaki bagian atas, dan daerah disekitar pusar. 3) Indikasi Indikasi pemberian obat intracutan adalah klien untuk test alergi (skin test) yaitu klien yang diresepkan atau diberikan antibiotik untuk pertama kali dan dapat juga pada klien suspect TB. 4) Kontraindikasi Kontraindikasi pemberian obat intracutan yaitu klien yang memilki riwayat alergi terhadap obat, terdapat luka atau infeksi di sekitar area injeksi. 12

16 e. Intraosseuos (IO) 1) Pengertian Kanulasi intraosseous adalah penyisipan jarum ke tulang untuk memungkinkan pengiriman terapi intravena (obat) dalam situasi darurat. Menurut The Royal Children s Hospital Melbouren, Rute Intraosseous (IO) merupakan rute yang efektif untuk resusitasi cairan, pemberian obat dan evaluasi laboratorium yang dapat dilakukan pada semua kelompok umur dan tingkat safety yang dapat diterima. Injeksi intraosseous diberikan langsung kedalam sumsum tulang melalui sistem intraosseous infusion (Sanders et al., 2012). Menurut County of San Mateo (2009) rute intraosseous (IO) merupakan sarana alternatif yang efektif memberikan cairan dan obat-obatan untuk pasien sakit parah yang mana akses obat tidak dapat melalui intravena. Selain itu IO dapat dianggap upaya pertama pada pasien dengan cardiopulmonary arrest atau pasien kondisi ekstrem yang harus diberikan cairan atau obat sesegera mungkin. Menurut Sanders et al. (2012) obat atau agen yang diberikan dengan metode ini diperkirakan melalui rongga medula tulang, kemudian masuk ke pembulu vena pada tulang panjang selanjutnya masuk sirkulasi sentral. Lamanya waktu 13

17 untuk injeksi masuk ke dalam sirkulasi sistemik diduga sama bahwa dari rute intravena. Obat darurat diketahui efektif bila diberikan melalui rute intraosseous seperti amiodarone (cordaron), epinephrin, atropin, sodium bicarbonat, dopamine, dobutamine, dan lidocaine 2) Lokasi Lokasi pada insersi IO baik pada dewasa maupun anak-anak yaitu pada proximal tibia (area penyisipan terletak sekitar 2 cm medial ke tuberositas tibialis sepanjang aspek datar tibia), distal tibia ( letakkan satu jari langsung di atas maleolus medial), dan proksimal humerus (terletak langsung di daerah yang paling menonjol dari tuberkulum besar). 3) Indikasi Indikasi pemberian obat intraoseous yaitu pada klien sebagai berikut : a) Rute intraosseous direkomendasikan jika tidak ada akses lain setelah dua menit pertama serangan jantung. b) Terjadinya shock dekompensasi, akses IO harus dibentuk jika akses vaskular tidak cepat dicapai (jika upaya lain di akses vena gagal, atau jika memakan waktu lebih lama dari sembilan puluh detik). c) Rute IO dilakukan jika akses intravena tidak tercapai (seperti: diabetes, penyakit ginjal tahap akhir, kanker, HIV/AIDS, kistik fibrosis, penyakit cardiovaskuler, mutipel sklerosis, hemofilia, rematoid artitis, penyakit crohn, PPOK, kolitis ulseratif, keracunan obat-obatan, trauma mayor, 14

18 henti jantung atau henti nafas, dan sepsis. d) Setiap pasien Advanced Life Support (Bantuan Hidup lanjutan) yang memerlukan cairan atau pengobatan medis segera dan harus memiliki setidaknya salah satu dari berikut: perubahan status mental, respiratory compromise, ketidakstabilan hemodinamik. 4) Kontraindikasi a) Akses intravena yang masih bisa dilakukan b) Bayi yang baru lahir, di mana akses vena umbilikalis terus menjadi rute pilihan. c) Fraktur tulang didaerah yang akan dilakukannya IO d) Insersi IO tidak dilakukan untuk profilaksis. e) Riwayat prosedur orthopedic f) Penyakit tulang didaerah yang akan dilakukannya IO g) Infeksi atau luka bakar pada daerah insersi IO 5) Komplikasi Komplikasi yang memungkinkan terjadi terhadap tindakan pemberian obat intraosseous adalah sebagai berikut : a) Emboli b) Infiltrasi subcutan c) Fraktur d) Osteomyelitis (Infeksi tulang) e) Extravasasi f) Sindrom Kompartmen 15

19 g) Infeksi atau nyeri pada lokasi insersi h) Nekrosis kulit B. Prinsif 12 benar obat Oknum yang memberikan obat-obatan bertanggung jawab atas kesalahankesalahan yang mnungkin terjadi dalam pemberian obat-obatan. Mereka dapat dituntut atas kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, sehingga dalam pelaksanaan pemberian obat kepada klien harus memperhatikan prinsip benar obat yang telah mengalami perubahan mejadi 12 prinsip benar pemberian obat. Prinsip 12 benar obat ini berkembang dari lima tepat yaitu tepat pasien (right client), tepat obat (right drug), tepat dosis (right dosis), tepat waktu (right time) dan tepat cara (right route). Menurut Kee dan Hayes (2006, dikutip Maynafi et. al., 2012); Cathleen Mcgovern (1988, dikutip Maynafi et. al., 2012) terdapat 12 prinsip benar dalam pemberian obat yaitu: right client (benar pasien), right drug (benar obat), right dose (benar dosis), right time (benar waktu), right route (benar rute), right assessment (benar pengkajian), right documentation (benar pencatatan), client s right to education (hak klien mendapatkan pendidikan atau informasi), right evaluation (benar evaluasi), client s right to refuse (hak pasien untuk menolak), be aware of potential drug-drug (waspada terhadap interaksi obat-obat) dan drug-food interactions (waspada terhadap interaksi obat-makanan). C. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat 1. Tahap Prainteraksi a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 16

20 b. Mencuci tangan c. Menyiapkan obat dengan benar d. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar 2. Tahap Orientasi a. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan 3. Tahap Kerja a. Perawat melakukan tindakan perawatan berdasarkan SOP dan memperhatikan prinsip12 benar 4. Tahap Terminasi a. Melakukan evaluasi tindakan b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya c. Membereskan alat-alat d. Berpamitan dengan klien e. Mencuci tangan f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan 17

21 BAB III PEMBAHASAN A. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intravena STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) JUDUL : PEMBERIAN OBAT INTRAVENA Tanggal Terbit Disahkan oleh Ka. Prodi PSIK Hikayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep 18

22 Pengertian Tujuan Lokasi Injeksi Indikasi Kontraindikasi Alat dan bahan Pemberian obat intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam pembuluh darah vena menggunakan spuit. - Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering digunakan pada pasien yang sedang gawat darurat. - Menghindari kerusakan jaringan. - Memasukkan obat dalam volume yang lebih besar - lengan (v. medianan cubitus dan v.cephalika). - tungkai (v. saphenous) - leher (v. jugularis) - kepala (v. frontalis / temporalis) - Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. - Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas atau hanya tersedia dalam sediaan intravena. - Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan obat - Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi - Klien dengan kejang-kejang. - Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai. - Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena. - Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal. - Obat obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang aliran darahnya lambat. - Spuit sesuai ukuran (Spuit : 2cc-5cc) - Obat sesuai kebutuhan - Pembendung vena (torniquet) - Sarung tangan sekali pakai - Kapas alkohol atau Kasa steril - Plester - Perlak pengalas 19

23 Prosedur - Bak steril - Baki obat - Bengkok - Buku catatan pemberian obat - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien) - Menyiapkan obat yang dibutuhkan - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Cuci tangan - Atur posisi klien dan pilih area penusukan - Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup buka atau ke ataskan. - Ambil obat dalam tepatnya dengan spuit sesuai dengan takaran/dosis yang akan di berikan. Bila obat dalam sediaan bubuk maka larutkan dengan cairan pelarut (aquadest steril). Tempatkan obat yang telah diambil pada bak instrumen. - Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan. - Pakai sarung tangan - Desinfeksi dengan kapas alkohol. - Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan. - Ambil spuit yang berisi obat. - Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah dengan sudut penyuntikan

24 Dokumentasi - Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis. - Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukkan dengan kapas, dan spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok. - Lepaskan sarung tangan dan masukkan ke bengkok - Tanyakan perasaan klien setelah mendapatkan injeksi intravena. - Cuci tangan, bereskan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Lakukan pendokumentasian Catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada) B. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intramuscular STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) JUDUL : PEMBERIAN OBAT INTRAMUSCULAR 21

25 Tanggal Terbit Disahkan oleh Ka. Prodi PSIK Pengertian Tujuan Lokasi Injeksi Indikasi Kontraindikasi Alat dan bahan Prosedur Hikayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep Injeksi intramuscular adalah memasukkan atau memberikan obat masuk pada otot skeletal. Pemberian obat kedalam otot sesuai dengan program pengobatan. - M. Deltoid, - M. Dorsogluteal, - M. Ventrogluteal, - M. Vastus Lateralis. - Pasien yang tidak sadar - Pasien tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, - Lokasi injeksi baik - Pemberian Vit. K pada Bayi - Infeksi - Lesi kulit - Jaringan parut, - Benjolan tulang, - Benjolan otot atau saraf besar dibawahnya - Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan (Spuit :3cc) - Obat sesuai program terapi - Handscoon - Bak Instrumen - Kapas alkohol dalam kom (secukupnya) - Perlak dan pengalas - Plester - Kasa steril - Bengkok - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien) 22

26 - Menyiapkan obat yang dibutuhkan - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Pasang sampiran terutama pada daerah injeksi yang bersifat privasi - Cuci tangan - Atur posisi klien dan pilih area penusukan - Memasang perlak - Pakai handscoon -Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam ke luar diameter ±5cm) - Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit - Memasukkan spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3 - Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit - Memasukkan obat yang telah disiapkan dan dimasukkan dalam bak instrumen - Mencabut jarum dari tempat penusukan - Menekan daerah tusukan dengan kasa steril atau kapas - Membuang spuit ke dalam bengkok - Melepaskan handcoon dan memasukkan ke bengkok - Tanyakan perasaan klien setelah mendapatkan injeksi IM - Cuci tangan dan bereskan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Lakukan pendokumentasian Dokumentasi Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan. C. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Subcutan 23

27 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) JUDUL : PEMBERIAN OBAT SUBCUTAN Tanggal Terbit Disahkan oleh Ka. Prodi PSIK Hikayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep Pengertian Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah 24

28 Tujuan Lokasi Injeksi Indikasi Kontraindikasi Alat dan bahan Prosedur dermis (Aziz, 2006). Agar obat dapat menyebar dan diserap secara perlahan-lahan (contoh: Injeksi Insulin) - Lengan atas sebelah luar atau 1 / 3 bagian dari bahu - Paha sebelah luar - Daerah dada - Daerah sekitar umbilikus. - Pasien Diabetes Melitus - Pasien yang tidak sadar, - Pasien tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. - Tidak alergi. - Pemberian vaksin - Diduga Suspect TB - Area injeksi terdapat jaringan yang terluka atau tempat dimana terjadi edema. - Infeksi pada kulit - Area injeksi subcutan terdapat luka dan berbulu. - Spuit sesuai ukuran (contoh : spuit Insulin 1cc) - Obat sesuai kebutuhan - Sarung tangan sekali pakai - Kapas alkohol - Kasa steril - Plester - Bak steril - Baki - Bengkok - Buku catatan pemberian obat - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien) - Menyiapkan obat dengan benar - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien 25

29 Dokumentasi - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Cuci tangan - Atur posisi klien dan pilih area penusukan - Bebaskan daerah yang akan dilakukan injeksi. Bebaskan daerah suntikan bila pasien menggunakan pakaian berlengan - Pakai sarung tangan - Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol - Pegang kapas alkohol dengan jari tengah pada tangan non dominan - Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non dominan dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan tangan dominan,masukkan jarum dengan sudut 45 0 atau Lepaskan tarikan tangan non dominan - Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit. - Jika tidak ada darah,masukan obat perlahan-lahan. Jika ada darah tarik kembali jarum dari kulit tekan tempat penusukan selama 2 menit,dan observasi adanya memar, jika perlu berikan plester, siapkan obat yang baru. - Cabut jarum dengan sudut yang sama ketika jarum dimasukan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan. - Jika ada perdarahan, tekan area itu dengan menggunakan kasa steril sampai perdarahan berhenti. - Kembalikan posisi klien - Buka sarung tangan - Letakkan alat yang sudah dipakai kedalam bengkok. - Tanyakan perasaan klien setelah mendapatkan injeksi. - Cuci tangan dan Benarkan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Lakukan pendokumentasian Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat, serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada) 26

30 D. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intracutan STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) JUDUL : PEMBERIAN OBAT INTRACUTAN Tanggal Terbit Disahkan oleh Ka. Prodi PSIK Hikayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep 27

31 Pengertian Tujuan Pemberian obat dengan cara intracutan adalah pemberian obat dengan caramemasukkan obat kedalam permukaan kulit. - Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan 28

32 Lokasi Injeksi Indikasi Kontraindikasi Alat dan bahan Prosedur dokter. - Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes). - Menghindarkan pasien dari efek alergi obat (skin test). - Lengan bagian atas, - Kaki bagian atas, - Daerah disekitar pusar. - Test alergi (skin test) yaitu klien yang diresepkan atau diberikan antibiotik untuk pertama kali. - Klien suspect TB. - Klien yang memilki riwayat alergi terhadap obat - Terdapat luka atau infeksi di sekitar area injeksi. - Spuit sesuai ukuran (spuit : Insulin 1cc) - Obat sesuai kebutuhan - Kapas alkohol - Sarung tangan sekali pakai - Pulpen atau spidol - Bak spuit - Baki obat - Kasa steril - Bengkok - Buku catatan pemberian obat - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien) - Menyiapkan obat dengan benar - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Cuci tangan - Atur klien pada posisi yang nyaman - Pilih area penusukan - Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka dan ke ataskan. 29

33 - Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik. - Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades (cairan pelarut) kemudian ambil 0,1 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi atau steril. - Pakai sarung tangan - Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan. - Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik. - Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut dengan permukaan kulit. - Semprotkan obat hingga terjadi gelembung atau sekitar 0,1 cc. - Setelah obat telah masuk semua, cabut jarum dengan cepat. Usap perlahan area penusukan dengan kapas alkohol (bila imunisasi, gunakan kapas hangat/steril. Jangan gunakan kapas alkohol). - Jangan massage daerah injeksi - Bila injeksi intrakutan dilakukan untuk test antibiotik, lakukan penandaan pada area penyutikan dengan melingkari area penyuntikan dengan diameter kira- kira 1inchi atau diameter 2,5cm. - Buang spuit pada tempatnya dalam kondisi jarum tertutup. - Buka sarung tangan, cuci tangan dan bereskan alat. - Lakukan pendokumentasian Dokumentasi Hasil : - Penilaian reaksi dilakukan 15 menit setelah penyuntikan. Nilai positif jika terdapat tanda tanda rubor, dolor, kalor melebihi daerah yang sudah ditandai, artinya pasien alergi dengan antibiotik Tersebut. - Bila injeksi ditujukan untuk mantoux test (tuberkulin test), dapat dinilai hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24 jam, positif bila terdapat rubor dolor kalor melebihi diameter 1 cm pada area penyuntikan. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu 30

34 dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan. E. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intraosseous STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) JUDUL : PEMBERIAN OBAT INTRAOSSEOUS Tanggal Terbit Disahkan oleh Ka. Prodi PSIK Hikayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep 31

35 Pengertian Tujuan Injeksi intraosseous diberikan langsung kedalam sumsum tulang melalui sistem intraosseous infusion (Sanders et al., 2012). - Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering 32

36 Lokasi Injeksi Indikasi Kontraindikasi Alat dan bahan digunakan pada pasien yang sedang gawat darurat yang tidak bisa melalui akses intravena. - Proximal tibia - Distal tibia - Proximal Humerus - Tidak ada akses lain setelah dua menit pertama serangan jantung - Terjadinya shock dekompensasi - Kondisi dimana akses intravena tidak tercapai - Setiap pasien Advanced Life Support (Bantuan Hidup lanjutan) yang memerlukan cairan atau pengobatan medis segera dan memiliki salah satu dari berikut: perubahan status mental, respiratory compromise, ketidakstabilan hemodinamik. - Akses intravena masih bisa dilakukan - Bayi yang baru lahir - Fraktur tulang didaerah yang akan dilakukannya IO - Insersi IO tidak dilakukan untuk profilaksis. - Riwayat prosedur orthopedic - Penyakit tulang didaerah yang akan dilakukannya IO - Infeksi atau luka bakar pada daerah insersi IO - Jarum EZ-IO AD sesuai ukuran (Pink : 15mm,3-39kg untuk infant atau anak-anak yang masih kecil; Biru 25mm, 40kg atau lebih untuk anak-anak dan orang dewasa; dan Kuning, 45mm, 40kg atau lebih untuk orang dewasa yang lebih besar dan insersi humerus) - EZ-IO Power Driver - EZ-Connect or peralatan tambahan - IVDF set yang sudah siap - 2% lidocaine (lidocaine pada 100 mg/5 ml) jika diperlukan - Kapas Alcohol - 10 cc normal saline dalam spuit - 2 puit kosong - Handscoon - Bak Instrumen 33

37 Prosedur - Bengkok - Perlak PROSEDUR PEMASANGAN - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien) - Cuci tangan - Menyiapkan obat dengan benar - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Jelaskan prosedur - Pakai Handscoon - Hubungkan spuit yang berisi 10ml NS dengan EZ-Connect. Letakkan di Bak instrumen - Persiapkan IO driver dan Jarum sesuai kebutuhan. - Pilih daerah insersi - Pasang perlak - Desinfeksi dengan kapas alkohol dan buang kapas di bengkok - Sambungkan IO driver dengan jarum sesuai dengan kebutuhan - Pegang IO driver disatu tangan dan pertahankan kaki yang akan diinsersi dengan tangan berlawanan - Posisi IO driver di lokasi insersi dengan jarum pada 90 o kepermukaan tulang. - Sebelum menyalakan IO driver masukkan jarum kedalam kulit sampai jarum menyentuh tulang, pastikan garis hitam 5mm pada IO drive masih terlihat diatas kulit. - Nyalakan IO driver dan beri tekanan minimal. - Masukkan jarum sampai terjadi perubahan resistansi. - Lepas jarum dari IO driver, - Lepaskan stilet dari kateter dan buang di bengkok - Sambungkan kateter dengan EZ-Connect yang telah disambungkan dengan spuit berisi cairan NS. - Suntikkan 10 ml Normal Salin. 34

38 - Nilai area yang dilakukan insersi IO - Jika tidak terjadi infiltrasi, lepaskan Spuit dan sambungkan dengan IVDF set (infus cairan atau pemberian obat lainnya). - Lepaskan Handscoon - Cuci tangan dan benarkan peralatan yang telah digunakan. - Lakukan pendokumentasian PROSEDUR PERAWATAN - Aturlah pemberian IVDF sesuai order - Pantau daerah yang di insersi terhadap komplikasi tindakan - Pendokumentasian setiap pemberian obat, komplikasi dan tindakan yang diberikan selama pemberian obat secara IO Dokumentasi PROSEDUR PELEPASAN - Jelaskan prosedur tindakan - Cuci tangan dan pasang Handscoon - Hentikan pemberian cairan melalui IVDF - Lepaskan EZ-Connect dari kateter - Gunakan Spuit 10ml untuk membantu melepaskan kateter - Hubungkan Spuit 10ml dengan kateter dan pegang jarum suntik dan terus berputar searah jarum jam dengan menarik lembut kateter keluar (mempertahankan sudut 90 derajat ke tulang). - Buang jarum IO pada wadah yang tepat - Bila diperlukan beri sedikit tekanan pada daerah yang di insersi dengan merekatkan kapas dan plester pada daerah insersi - Benarkan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Cuci tangan dan lakukan pendokumentasian Catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada) 35

39 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Perawat Sebagai bagian pelayanan kesehatan yang profesional harus mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Tindakan perawatan dalam pemberian obat baik secara Intra vena, intramuscular, subcutan, intracutan maupun intraosseous tidak hanya mampu melakukan tindakan esuaidengan standar operasional prosedur tetapijuga prinsip yang mendasari pemberian tindakan seperti prinsi 12 benar obat. Perawat dalam tindakannya dituntut berpikir kritis yaitu dengan mempertimbangkan tujuan dari tindakan serta indikasi dan kontraindikasi dari tindakan yang dilakukan. B. Saran Sebaiknya perawat dalam menjalankan fungsinya memperhatikan fungsi dan perannya dengan terus memperhatikan standar dalam setiap tindakan perawat serta 36

40 mampu berpikir kritis untum memberikan pelayanan kesehatan yang optimal DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz.H Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika County of San Mateo. (2009). Intraosseous Infusion Adult and Pediatric- EZIO. (Online), ( pdf, diakses pada 11 Oktober 2015) Faradila, W. (2014). Laporan Pendahuluan Injeksi Intramuscular. Nganjuk : Akbid Wiyata Mitra Husada Kusnanto. (2004). Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta : EGC Sanders et al., (2012). Mosby s paramedic text book. USA : Ascend Learning Company. Syamsuni. (2006). Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Jakarta : EGC 37

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginjeksian medikasi adalah prosedur invasi yang melibatkan deposisi obat melalui jarum steril yang diinsersikan kedalam jaringan tubuh. Teknik aseptic harus dipertahankan

Lebih terperinci

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI )

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI ) SOP INJEKSI PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI ) A. INJEKSI INTRA VENA Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah vena Injeksi intravena diberikan jika diperlukan

Lebih terperinci

INJEKSI SUB CUTAN (SC)

INJEKSI SUB CUTAN (SC) INJEKSI SUB CUTAN (SC) NO ASPEK NG DI BOBOT.... Menempatkan alat dekat klien 2.. 1 Mengatur posisi klien sesuai penyuntikan 2 Memasang perlak/pengalas 2 Mendekatkan bengkok 2 4 Memilih tempat penyuntikan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBERIAN OBAT PARENTERAL

TEKNIK PEMBERIAN OBAT PARENTERAL TEKNIK PEMBERIAN OBAT PARENTERAL Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok bidang studi Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan Pembimbing Mata Kuliah: Neneng Widaningsih, SST.,M.Keb. Disusun Oleh

Lebih terperinci

C. Indikasi Pada bayi atau anak sehat usia di bawah 5 tahun untuk imunisasi dasar atau sesuai pemberian imunisasi

C. Indikasi Pada bayi atau anak sehat usia di bawah 5 tahun untuk imunisasi dasar atau sesuai pemberian imunisasi STANDAR OPERASIONAL PEROSEDUR PEMBERIAN IMUNISASI PADA BAYI ATAU ANAK A. Pengertian Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan atau vaksin (sustu obat yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes Konsep Dasar Pemberian Obat Basyariah Lubis, SST, MKes PENGERTIAN OBAT Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. JENIS DAN BENTUK OBAT 1. Obat obatan

Lebih terperinci

Dalam bentuk tablet, kaplet, pil, sirup, kapsul, atau puyer. Kelemahannya : Aksinya lambat, tidak dapat digunakan pada keadaan gawat.

Dalam bentuk tablet, kaplet, pil, sirup, kapsul, atau puyer. Kelemahannya : Aksinya lambat, tidak dapat digunakan pada keadaan gawat. Dalam bentuk tablet, kaplet, pil, sirup, kapsul, atau puyer. Kelemahannya : Aksinya lambat, tidak dapat digunakan pada keadaan gawat. Waktu absorsinya 30-45 menit, efek puncak setelah 1-1,5 jam. Rasa dan

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1. Keterampilan Menyuntik Rini Rachmawarni Bachtiar Baedah Madjid

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1. Keterampilan Menyuntik Rini Rachmawarni Bachtiar Baedah Madjid Buku Panduan Keterampilan Menyuntik Rini Rachmawarni Bachtiar Baedah Madjid Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2015 KETERAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN DARI AMPUL DAN VIAL PENGERTIAN Ampul adalah

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

Pengertian Persiapan:

Pengertian Persiapan: Pengertian Persiapan: Syringe Jarum (needle) Medication: Ampul Vial Mencampur obat dalam satu syringe Parenteral Medication - 2 Parenteral medication (pengobatan secara parenteral) adalah pemberian obat

Lebih terperinci

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti Mengidentifikasi peran perawat dalam terapi obat Mengidentifikasi langkah-langkah proses keperawatan dalam terapi obat Menentukan prinsip-prinsip pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan rencana terapi

Lebih terperinci

IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1

IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1 IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1 RINA ANGGRAINI INDAH SETYAWATI PSIK FK UNLAM 2010 PERAN PERAN : tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

MEMASANG KATETER. A. PENGERTIAN Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine.

MEMASANG KATETER. A. PENGERTIAN Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine. MEMASANG KATETER A. PENGERTIAN Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine. B. TUJUAN 1. Menghilangkan distensi kandung kemih. 2. Sebagai penatalaksanaan

Lebih terperinci

Medication Errors - 2

Medication Errors - 2 Medication error Masalah dalam pemberian obat Pencegahan injury (error) pengobatan Tujuan, manfaat pemberian obat Standar obat Reaksi obat, faktor yang mempengaruhi reaksi obat Medication Errors - 2 Medication

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE Station 1: Perawatan Pasien yang Menggunakan Traksi Gambaran Umum Traksi merupakan alat immobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL Versi : 1 Tgl : 17 maret 2014 1. Pengertian Senam Hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik maupun mental, untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan.

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH Oleh: MEITY MASITHA ANGGRAINI KESUMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN

Lebih terperinci

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.

Lebih terperinci

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE ( NGT )

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE ( NGT ) PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE ( NGT ) Definisi Tujuan Persiapan alat 1. Naso gastric tube ukuran sesuai dengan kebutuhan 2. Sarung tangan bersih (steril) 3. Tissue 4. Plester 5. Gunting 6. Jelli yang dilarutkan

Lebih terperinci

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI CARA PEMBERIAN OBAT DISUSUN UNTUK MEMENUHI LAPORAN MATA KULIAH FARMAKOLOGI Disusun oleh : Bella Sakti Oktora (12010012) Darma Wijaya (120100 ) Fuji Rahayu (12010030) S-1 FARMASI

Lebih terperinci

PRODI D-III KEPERAWATAN POLTEKKES

PRODI D-III KEPERAWATAN POLTEKKES PANDUAN PRAKTIKUM PRODI D-III KEPERAWATAN POLTEKKES dr. SOEPRAOEN PANDUAN LABORATORIUM SKILL FARMAKOLOGI TA. 2014/2015 POLITEKNIK KESEHATAN RS dr SOEPRAOEN MALANG 2015 JENIS KETRAMPILAN : PEMBERIAN INJEKSI

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG

KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG Lampiran 0 KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG No. Kode : Petunjuk pengisian:. Bacalah setiap

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314 LAPORAN PENDAHULUAN Prosedur Tindakan Pengkajian Sistem Integumen, Prosedur Tindakan Wound Care, dan Penatalaksanaan Klien Luka Bakar Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Lebih terperinci

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah SOP perawatan luka ganggren SOP Perawatan Luka Ganggren Tujuan perawatan gangren: - Mencegah meluasnya infeksi - Memberi rasa nyaman pada klien - Mengurangi nyeri - Meningkatkan proses penyembuhan luka

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT Tanggal terbit: Disahkan oleh: Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ns. Hikayati, S.Kep., M.Kep. NIP. 19760220 200212 2 001 Pengertian

Lebih terperinci

Pembelajaran e-learning bab 3 dan 4 (kelas A)

Pembelajaran e-learning bab 3 dan 4 (kelas A) Pembelajaran e-learning bab 3 dan 4 (kelas A) Baca modul bab 3 dan bab 4 buku farmakologi, Kemudian selesaikan soal sebanyak 50 soal (HTTP : adysetiadi. wordpress.com) dengan ditulis tangan. Tugas dikumpulkan

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah PENCABUTAN IMPLANT No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah Gambar 2. Menjelaskan tujuan dan proedur yang akan dilakukan kepada keluarga 3. Komunikasi dan kontak mata

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN SOP PERAWATAN LUKA GANGREN A. Alat dan Bahan Steril 1. Bak Instrument 1 buah 2. Pinset Anatomi 1 buah 3. Pinset Chirurgis 1 buah 4. Gunting 1 buah 5. Handschoon 1 pasang 6. Kasa, deppers 7. Korentang dalam

Lebih terperinci

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril Prosedur Pemasangan Kateter Urin Ditulis pada Senin, 15 Februari 2016 00:50 WIB oleh fatima dalam katergori Kebutuhan Dasar tag KDM, Kateter, Eliminasi Uri http://fales.co/blog/prosedur-pemasangan-kateter-urin.html

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy 1. Pelaksanaan phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan. 3. Peralatan phlebotomy dan cara penggunaanya. 4. Keadaan pasien.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Station 1: Perekaman EKG PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Gambaran Umum/Persiapan EKG merupakan tindakan non invasif yang dapat memberikan gambaran tentang aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai :

CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : No Aspek yang dinilai Nilai 0 1 2 Anamnesis 1 Memberi salam dan memperkenalkan diri keduanya 0 : melakukan< 2 3 Menanyakan identitas

Lebih terperinci

VULNUS LACERATUM. 1. Pengertian

VULNUS LACERATUM. 1. Pengertian VULNUS LACERATUM No Dokumen : SOP No.Revisi : 0 TanggalTerbit : Halaman :1 dari 4 1. Pengertian Vulnus atau lukaadalah hilang atau rusaknya sebagian kontinuitas jaringan yang dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah di ketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekan.

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBERIAN VAKSIN ANTI RABIES DAN SERUM ANTI RABIES

TATA CARA PEMBERIAN VAKSIN ANTI RABIES DAN SERUM ANTI RABIES RABIES DAN SERUM RABIES Halaman 1 / 5 1. Pengertian o Tata cara pemberian vaksin anti rabies adalah cara pemberian vaksin anti rabies yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Rabies atau Penyakit

Lebih terperinci

165

165 164 165 166 167 168 169 LEMBAR PERMOHONAN PARTISIPAN Kepada Yth Calon Partisipan Penelitian Semarang, Jawa Tengah Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Stevano V. Salawaney NIM

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 1 TEHNIK ASPIRASI SUPRAPUBIK TUJUAN

Lebih terperinci

Aspirasi Vakum Manual (AVM)

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan salah satu cara efektif evakuasi sisa konsepsi pada abortus inkomplit. Evakuasi dilakukan dengan mengisap sisa konsepsi dari kavum uteri

Lebih terperinci

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab :

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab : E. Analisa data NO DATA MASALAH PENYEBAB DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. DO : Kelebihan volume Penurunan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan - Terlihat edema derajat I pada kedua kaki cairan haluaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Restrain, terapi memegang, klinikal holding, atau immobilisasi merupakan tindakan untuk membatasi gerakan anak (Brenner, Taraho, Tagarat 2007). Menurut the joint commission

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD Nama : NPM : Tanggal Ujian : Penguji : 1. Nilai 2 : Memuaskan : Memperagakan langkah langkah atau tugas sesuai Dengan prosedur standar atau pedoman 2. Nilai 1 :

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian dilakukan di laboratorium klinik Analis Kesehatan fakultas

Lebih terperinci

Aplikasi Prinsip Fisika pada Jarum Suntik

Aplikasi Prinsip Fisika pada Jarum Suntik Aplikasi Prinsip Fisika pada Jarum Suntik Disusun Oleh : Adriati Ajeng Juliana (220110150093) Wina Winingsih (220110150094) Ammi Salamah (220110150095) Rifa Adinda Nadhifah (220110150096) Annisa Suci Utami

Lebih terperinci

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPLE DARAH M A R C H

PENGAMBILAN SAMPLE DARAH M A R C H D 4 A N A L I S K E S E H ATA N PENGAMBILAN SAMPLE DARAH A S S Y FA U LT I I S K A N D A R G 1 C 0 1 5 0 3 7 M A R C H 2 0 1 6 CLICK HERE FROM FIRST PENGUMPULAN SAMPEL DARAH PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

SOP Tanda Tanda Vital

SOP Tanda Tanda Vital SOP Tanda Tanda Vital N o I II III Aspek yang Dinilai Ya Tidak PERSIAPAN ALAT 1. Termometer dalam tempatnya (axila, oral, rektal) 2. Tiga buah botol berisi larutan sabun, desinfektan, dan air bersih 3.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY NAMA NIM/SMT : HALUMMA FADHILAH : P17434113014/ IVA ANALIS KOMPLIKASI PHLEBOTOMY A. Pendarahan Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan darah alteri. Pengambilan darah kapiler lebih

Lebih terperinci

INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER

INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS Buku Pedoman Keterampilan Klinis INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER Untuk Semester 6 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017 1 Buku Pedoman Keterampilan

Lebih terperinci

TUGAS SISTEM INTEGUMEN I STANDART PROSEDUR OPERASIONAL KOMPRES

TUGAS SISTEM INTEGUMEN I STANDART PROSEDUR OPERASIONAL KOMPRES TUGAS SISTEM INTEGUMEN I STANDART PROSEDUR OPERASIONAL KOMPRES Kelompok 2 (S1-3A) 1. Adhelita Ratu F.V (121.0001) 2. Alika Fitrianti (121.0009) 3. Desy Evarani (121.0023) 4. Faisal Nursheha (121.0035)

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jln. Pierre Tendean No.24 Telp , Semarang, 50131

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jln. Pierre Tendean No.24 Telp , Semarang, 50131 NO SET : 1/K1/KOM NAMA TANGGAL STASE OBSERVER INSTITUSI PENKES : DIET ANEMI IBU HAMIL NO ASPEK YANG DI BOBOT 3 Kontrak waktu 2 4 Menjelaskan tujuan umum penkes 2 B FASE KERJA ( 65 % ) 1 Validasi pengetahuan

Lebih terperinci

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah Rute Pemberian Obat Indah Solihah Rute Pemberian Jalur Enteral Jalur Parenteral Enteral Oral Sublingual Bukal Rektal Oral Merupakan rute pemberian obat yg paling umum. Obat melalui rute yg paling kompleks

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian Pengertian Suction adalah : Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut. Kebijakan : Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

SIRKUMSISI TUJUAN PEMBELAJARAN

SIRKUMSISI TUJUAN PEMBELAJARAN TUJUAN PEMBELAJARAN SIRKUMSISI Setelah menyelesaikan modul sirkumsisi, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan kepentingan sirkumsisi secara medis 2. Menjelaskan teknik-teknik sirkumsisi 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat penusukan bisa dipilih dari ujung jari tangan, cuping telinga, dan untuk bayi biasanya dari ujung jari kaki atau sisi lateral tumit. Jangan menusuk pada bagian

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 PROGRAM : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 1. KEGIATAN : IMUNISASI 1. Imunisasi Bayi : HB0, BCG,DPT,POLIO,Campak

Lebih terperinci

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2 PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2 MENGGUNAKAN PENUNTUN BELAJAR Penuntun belajar keterampilan klinik dan konseling Implan-2 ini dirancang untuk membantu peserta mempelajari langkah-langkah

Lebih terperinci

infeksi setempat hanya bila tidak Bila ya, Apakah wajahnya

infeksi setempat hanya bila tidak Bila ya, Apakah wajahnya MENILAI, MENKLASIFIKASI DAN MENGOBATI BAYI 0 2 BULAN (TIMOR-LESTE) TANYAKAN atau Periksa penyakit yang sangat berat (J2, J7) - Apakah bayi menyusui LIHAT - pernafasan cepat(>60/men) - Kemungkinan suatu

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI A. PENDAHULUAN Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE Disusun oleh : 1. Amalia Nurika P17320312005 2. Mirza Riadiani Surono P17320312041 Tingkat II A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGAM

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA. TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom. Ns. Emira Apriyeni, S.

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA. TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom. Ns. Emira Apriyeni, S. LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA KETUA: TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom Ns. Emira Apriyeni, S.kep PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

CARA MENGATASI GIGITAN ULAR

CARA MENGATASI GIGITAN ULAR CARA MENGATASI GIGITAN ULAR Waingapu, 18 Pebruari 2016 SAMPOERNA RESCUE 1 PEMBAHASAN Cara Mengatasi Gigitan Ular Berbisa Cara Mengatasi Gigitan Ular Tidak Berbisa Memahami Ular dan Gigitannya 2 MENGENAL

Lebih terperinci

Instruksi Kerja OvarioHisterectomy

Instruksi Kerja OvarioHisterectomy Instruksi Kerja OvarioHisterectomy Klinik Hewan Pendidikan Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya 2013 Instruksi Kerja OvarioHisterectromy Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Kode Dokumen

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

TEKNIK ASEPTIK. Sebelum melakukan preparasi sediaan steril hal-hal yang harus dilakukan adalah Cuci tangan Memakai APD Mengoperasikan LAF Mengusap LAF

TEKNIK ASEPTIK. Sebelum melakukan preparasi sediaan steril hal-hal yang harus dilakukan adalah Cuci tangan Memakai APD Mengoperasikan LAF Mengusap LAF TEKNIK ASEPTIK Sebelum melakukan preparasi sediaan steril hal-hal yang harus dilakukan adalah Cuci tangan Memakai APD Mengoperasikan LAF Mengusap LAF Pastikan tidak memakai aksesoris Tidak boleh berkuku

Lebih terperinci

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Aspirasi Vakum Manual (AVM) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi No. Langkah/Kegiatan 1. Persiapan Lakukan konseling dan lengkapi persetujuan tindakan medis. 2. Persiapkan alat,

Lebih terperinci

LUKA BAKAR Halaman 1

LUKA BAKAR Halaman 1 LUKA BAKAR Halaman 1 1. LEPASKAN: Lepaskan pakaian/ perhiasan dari daerah yang terbakar. Pakaian yang masih panas dapat memperburuk luka bakar 2. BASUH: Letakkan daerah yang terbakar di bawah aliran air

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT INFEKSI DAN TROPIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT INFEKSI DAN TROPIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT INFEKSI DAN TROPIS KEGIATAN BELAJAR-6 Tujuan Pembelajaran a. Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mampu mendemonstrasikan asuhan keperawatan pada penyakit infeksi dan tropis

Lebih terperinci

Teknik pemberian obat melalui:

Teknik pemberian obat melalui: Teknik pemberian obat melalui: Oral Inhalasi Mata Rektum Vagina Non-parenteral - 2 Menyiapkan dan memberikan obat untuk pasien melalui mulut dan selanjutnya ditelan. Tujuan: Memberikan obat kepada pasien

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut :

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut : DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut 1. Perlu perbaikan 2. Mampu 3. Mahir Langkah langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau

Lebih terperinci