BAB I PENDAHULUAN. ini adalah Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tambahan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini menganalisis tentang efektivitas program tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang diterapkan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di wilayah administratif Kota Yogyakarta. Kebijakan yang menjadi dasar hukum program ini adalah Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai. Tujuan dikeluarkannya peraturan tersebut adalah untuk meningkatkan kinerja, disiplin dan semangat kerja. Topik ini menjadi penting untuk dikaji karena berbagai alasan. Pertama, tambahan penghasilan pegawai atau secara teoritik disebut insentif adalah sesuatu yang merangsang atau mempunyai kecenderungan merangsang minat untuk bekerja (Terry, 1964). Insentif merupakan penghargaan yang diberikan untuk memotivasi aparatur agar produktivitas kerjanya tinggi. Implikasinya, makin tinggi kinerja pegawai, maka makin tinggi insentif yang akan diterimanya sesuai dengan level kepangkatan atau posisinya dalam organisasi. Sebaliknya, makin rendah tingkat kinerjanya, maka insentif yang diterima pegawai pun akan makin rendah atau sedikit jumlahnya. Harsono (1983) dalam Supriyanto, dkk (2010:76) mengatakan bahwa insentif adalah setiap sistem kompensasi dimana jumlah yang diberikan tergantung dari hasil yang dicapai.

2 Alasan kedua adalah dengan dikeluarkannya program ini diharapkan masalah rendahnya tingkat kesejahteraan pegawai negeri dapat diatasi. Selama ini rendahnya gaji pegawai negeri sering digunakan sebagai alasan untuk mencari uang tambahan dengan cara menyalahgunakan wewenang atas aturan hukum yang lemah demi memenuhi kebutuhan hidup (corruption by need). Gaji yang belum layak diakui oleh pemerintah sendiri dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan kewenangan berupa tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintah (Bappenas, 2004). Kaitan antara gaji rendah dan korupsi sebenarnya masih diperdebatkan. Para ahli menemukan bahwa di satu sisi, gaji PNS Indonesia terlalu kecil untuk mencukupi kebutuhan hidup bulanan. Rata rata pengeluaran bulanan yang dilaporkan responden PNS justru jauh di bawah gaji bulanan resminya. (Rosyadi, 2004). Fakta ini menunjukkan bahwa gaji PNS yang kecil telah mendorong mereka untuk mencari sumber-sumber penghasilan lainnya untuk mengamankan kecukupan penghasilannya dalam bentuk sumber sumber pendapatan yang tidak sah (Smith, 1975; Gray, 1979). Penjelasan inilah yang dapat menjawab mengapa gaji kecil dapat mendorong korupsi. Sistem penggajian kepegawaian sangat berkaitan erat dengan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya. Aparatur pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan kontribusi yang diberikan dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat secara optimal melaksanakan tugas pokoknya tersebut. Pemberian tunjangan kesejahteraan atau yang dalam numenklatur baru disebut Tambahan Penghasilan Pegawai diberikan kepada

3 pegawai diluar gaji tetap yang mereka terima setiap bulannya merupakan salah satu upaya mendekatkan tingkat penghasilan PNS dengan pemenuhan biaya hidup standar. Peraturan Walikota Yogyakarta (selanjutnya disingkat Perwal) Nomor 43 tahun 2015 merupakan kebijakan yang diturunkan dari Peraturan Gubernur nomor 37.1 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur DIY Nomor 22 Tahun 2012 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai (selanjutnya disingkat TPP). Adapun maksud dan tujuan dikeluarkannya Peraturan tersebut termuat dalam Bab II Pasal 2, yaitu : 1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi 2) Untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan pegawai. Konsep pemberian tunjangan kesejahteraan daerah berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan PNS daerah secara merata. Caranya adalah dengan menata ulang kebijakan pemberian tunjangan dengan menghapuskan pemberian berbagai macam honor, kemudian jumlah honor yang dihapuskan dikelola secara legal dan diberikan dalam bentuk tunjangan resmi kepada seluruh pegawai. Pemberian tunjangan kesejahteraan tersebut didasarkan kepada kriteria tertentu misalnya kehadiran dan prestasi kerja. Adapun manfaat diberikannya tunjangan kesejahteraan tersebut adalah : 1) Pegawai merasa mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah. 2) Meningkatkan motivasi kerja pegawai, terutama untuk tunjangan kesejahteraan yang dikaitkan dengan kinerja. 3) Menghilangkan istilah meja mata air dan meja air mata atau istilah lahan basah atau lahan kering.

4 4) Meningkatkan pendapatan pegawai sehingga standart biaya hidup minimal bisa dicapai. Hal tersebut diperkuat dengan Undang-undang (UU) Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok pokok Kepegawaian yang menyatakan bahwa sistem penggajian di Indonesia didasarkan kepada merit system. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 7 ayat 1 bahwa setiap pegawai berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Kemudian dipertegas lagi dalam pasal 2 yaitu bahwa gaji yang diterima pegawai harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Tetapi yang kemudian menjadi permasalahannya adalah apakah pemberian tambahan penghasilan pegawai tersebut benar benar telah dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja pegawai? Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dalam tahap pelaksanaan penetapan kebijakan pemberian tunjangan kesejahteraan daerah, sebagian daerah tidak memiliki konsep pengukuran yang baku dan tidak ada orientasi khusus pada peningkatan prestasi dan produktivitas kerja. Pada umumnya daerah yang memberikan tunjangan kesejahteraan lebih menekankan kepada azas pemerataan dan kesejahteraan semata dengan cara mengkaitkannya dengan bukti kehadiran.

5 Meskipun demikian ada provinsi yang telah menggunakan pengukuran berdasarkan kinerja salah satunya adalah Pemerintah Provinsi Gorontalo. Pemprov Gorontalo telah menetapkan pengukuran yang didasarkan atas kinerja. Meskipun begitu aspek subyektivitas penilai kemudian menjadi lebih menonjol. Hal ini disebabkan karena kompleksitas sifat pekerjaan yang tidak mudah diseragamkan cara pengukurannya. 1 Dengan demikian di dalam penyusunan tunjangan kesejahteraan daerah perlu ditetapkan suatu pengukuran yang baku dan mengarah kepada prestasi kerja, sehingga pegawai termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya. Pemerintah kota Yogyakarta telah merancang dan menetapkan sebuah instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur prestasi kerja dalam melaksanakan program tambahan penghasilan pegawai. Instrumen pengukuran tersebut adalah Penilaian Kinerja Pegawai atau selanjutnya disebut dengan PKP. Di dalam PKP, struktur penilaian kinerja setiap pegawai diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator yaitu 1) Prestasi Kerja yang meliputi unsur kepemimpinan, ketrampilan dan prakarsa; 2) Perilaku yang meliputi unsur kerja sama dan ketaatan dan 3) Kedisiplinan yang dinilai berdasarkan tingkat kehadiran. Dengan adanya instrumen PKP ini diharapkan dapat meningkatkan obyektivitas penilaian kinerja pegawai dengan instrumen penilaian yang representatif. 1 Mochamad Jasin, dkk. Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006.

6 Akan tetapi hasil observasi pendahuluan yang dilakukan di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa ada ketidak sesuaian antara hasil yang dicapai dengan apa yang menjadi tujuan dari ditetapkannya program TPP ini. Dalam studi pendahuluan, penulis menemukan bahwa ada indikasi penurunan kinerja pegawai. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan angka rata-rata tingkat kedisiplinan pegawai antara tahun 2014 yaitu sebelum diberlakukannya program TPP dengan tahun 2015 yaitu sesudah diberlakukannya program TPP. Penulis melakukan pengolahan data untuk menemukan angka rata rata dari rekapitulasi angka ketidakhadiran, datang terlambat dan pulang mendahului. Dan hasilnya dapat digambarkan dalam tabel berikut : Tabel 1.1. Rata rata Nilai Kedisiplinan Pegawai BKD Kota Yogyakarta Periode II Tahun 2014 Periode I Tahun 2015 Periode II Tahun 2014 Periode I Tahun 2015 Tidak Hadir Terlambat Pulang Mendahului Tidak Hadir Terlambat Pulang Mendahului Rata-rata 0,98 1,38 0,22 1,06 2,11 0,39 Selisih rata-rata 0,08 0,73 0,17 Sumber : Data diolah dari Daftar Tambahan Penghasilan Pegawai BKD Kota Yogyakarta Periode II 2014/Periode I 2015 tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2014 periode ke II, sebelum diberlakukannya TPP, rata rata nilai ketidakhadiran pegawai sebesar 0,98, hadir terlambat sebesar 1,38 dan pulang mendahului 0,22. Sedangkan pada periode I tahun 2015, setelah diterapkannya TPP, rata rata ketidakhadiran meningkat menjadi 1,06 dan hadir terlambat menjadi 2,11 dan pulang mendahului menjadi 0,39.

7 Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah menjadi tujuan ditetapkannya program TPP. Seharusnya dengan adanya program ini kinerja, disiplin dan semangat kerja pegawai akan meningkat. Seperti yang dikatakan Ranupanjodo & Husnan (1993:161) bahwa insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para aparatur agar produktivitas kerjanya tinggi. Kedisiplinan merupakan perilaku kerja yang sangat mempengaruhi kinerja karyawan (Wirawan, 2009). Selain itu, kedisiplinan pun memiliki bobot tersendiri dalam penghitungan TPP. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan berakibat kepada pemotongan jumlah TPP yang diterima. Meskipun data tersebut hanyalah bukti parsial, namun penulis ingin membuktikan secara lebih komprehensif di dalam penelitian ini. Untuk menilai efektif atau tidaknya suatu program maka evaluasi penting untuk dilakukan. Menurut Wibawa dkk (1994) evaluasi kebijakan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui 4 (empat) aspek, yaitu : 1) proses pembuatan kebijakan; 2) proses implementasi; 3) konsekuensi kebijakan dan 4) efektivitas dampak kebijakan. Efektivitas suatu program dapat diukur dengan melihat sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam program tersebut dapat tercapai. Mengukur efektivitas (measuring effectiveness) yaitu mengukur seberapa efektif program tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, tidak mudah mengukur efek suatu program kepada sasaran tanpa menggunakan metode-metode riset seperti observasi atau tes (angket) karena yang ingin dicapai adalah hasil yang dapat digeneralisasikan. Menurut Felbinger & Bingham (1989),

8 pengumpulan data yang didapat dari interview dengan staf ataupun klien tidak bisa menjanjikan hasil yang obyektif dalam mengukur efektivitas. Akan tetapi untuk menghindari bias yang muncul dari hasil tes (angket) maka penelitian ini menggunakan metode campuran dari hasil observasi, interview mendalam dan ditunjang dengan perhitungan data statistik. 1.2.Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh penulis serta luasnya topik yang akan diteliti dan agar penelitian ini lebih terarah, maka penulis membatasi penelitian ini dengan memberi judul Analisis Efektivitas Program Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP): Studi Kasus Efektivitas Program TPP di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta Tahun Penelitian ini akan berlokasi di kantor BKD Kota Yogyakarta sebagai obyek penelitian. Alasan pemilihan lokasi adalah karena sesuai dengan tupoksi yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2008 tentang pembentukan, susunan, kedudukan dan tugas pokok lembaga teknis daerah yang mencantumkan bahwa BKD bertugas untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan kepegawaian di lingkungan pemerintah kota Yogyakarta. Oleh karenanya aparatur pemerintah di SKPD tersebut dituntut harus mampu memiliki kinerja yang optimal dalam rangka memenuhi tugas pokok dan fungsinya untuk mencapai tujuan organisasi.

9 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah kinerja pegawai BKD Kota Yogyakarta sebelum dan sesudah diterapkannya program TPP? 2. Bagaimanakah efektivitas program Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta? 1.4. Tujuan Penelitian Berangkat dari rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimana kinerja pegawai BKD Kota Yogyakarta sebelum dan sesudah diterapkannya program TPP. 2. Mengetahui bagaimana efektivitas program TPP yang dilaksanakan di Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Yogyakarta maupun berbagai organisasi publik lainnya dalam mengevaluasi program tambahan penghasilan pegawai dalam kerangka reformasi birokrasi di daerahnya masing masing.