Pasca Sarjana UMI Makassar 2. Pasca Sarjana UMI Makassar 3. Pasca Sarjana UMI Makassar. (Alamat Korespondensi:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pasca Sarjana UMI Makassar 2. Pasca Sarjana UMI Makassar 3. Pasca Sarjana UMI Makassar. (Alamat Korespondensi:"

Transkripsi

1 PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN CITRA TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT KEMBALI UNTUK MEMANFAATKAN PELAYANAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI MAKASSAR TAHUN 2017 Yulistia 1, Amran Razak 2, Haeruddin 3 1 Pasca Sarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar (Alamat Korespondensi: metimeti52@gmail.com/ ) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : (1) menganalisis pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pasien; (2) menganalisis pengaruh citra terhadap kepuasan pasien; (3) menganalisis pengaruh kepuasan pasien terhadap minat kembali; (4) menganalisis pengaruh kualitas layanan terhadap minat kembali; (5) menganalisis pengaruh citra terhadap minat kembali; (6) menganalisis pengaruh kualitas layanan dan citra terhadap minat kembali melalui kepuasan pasien. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer melalui survei menggunakan kuesioner sebanyak 109 orang pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar sebagai sampel penelitian. Data dianalisis melalui analisis jalur (Path Analysis) menggunakan program Statistical Service and Product Solution (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada pengaruh positif signifikan secara langsung antara kualitas layanan terhadap kepuasan pasien dengan nilai standardized coefficients beta dan juga signifikan < 0.05; (2) Ada pengaruh positif signifikan secara langsung antara citra terhadap kepuasan pasien dengan nilai standardized coefficients beta dan juga signifikan < 0.05; (3) Ada pengaruh positif signifikan secara langsung antara kepuasan terhadap minat kembali pasien dengan nilai standardized coefficients beta dan juga signifikan < 0.05; (4) Ada pengaruh positif signifikan secara langsung antara kualitas layanan terhadap minat kembali pasien dengan nilai standardized coefficients beta dan juga signifikan < 0.05; (5) Ada pengaruh positif signifikan secara langsung antara citra terhadap minat kembali pasien dengan nilai standardized coefficients beta dan juga signifikan < 0.05; (6) Kualitas layanan dan citra tidak berpengaruh terhadap minat kembali melalui kepuasan pasien. Kata Kunci : Kualitas layanan, Citra, Kepuasan, dan Minat kembali PENDAHULUAN Citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya minat masyarakat yang berobat keluar negeri. Bulan April 2008 lalu salah satu stasiun TV swasta menayangkan statistik bahwa tahun 2006 pasien dari Indonesia yang berobat di rumah sakit Singapura sebanyak 30% dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 50%. Selain itu rumah sakit Penang Malaysia pasiennya banyak yang berasal dari Sumatera Utara dan Riau. Jawa Tengah sendiri tiap tahun hampir satu juta lima ratus ribu pasien yang berobat keluar negeri. Semakin tinggi minat masyarakat berobat keluar negeri disebabkan oleh faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan tidak memenuhi harapan pasien (Nuryadin, 2014). Persaingan antar rumah sakit juga terjadi di kota Makassar terlihat dari peningkatan jumlah rumah sakit dari tahun 2010 yaitu 16 unit yang terdiri dari 7 RS Pemerintah, 8 RS Swasta, serta 1 RS Khusus lainnya menjadi 18 unit yang terdiri dari 8 RS Pemerintah, 9 RS Swasta, dan 1 RS Khusus lainnya di tahun 2011 (BPS, 2012). Data tersebut menunjukkan terjadi pertumbuhan sebesar 12,5% untuk jumlah rumah sakit di kota Makassar dan memperlihatkan persaingan yang terjadi antar rumah sakit karena semakin banyak pilihan bagi konsumen. Dari survei awal yang dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar ditemukan pernyataan pasien bahwa petugas tidak komitmen dengan jadwal yang telah ditetapkan berupa keterlambatan pemeriksaan oleh dokter sebesar 20,6%, 429

2 2. Ada pengaruh kualitas layanan terhadap minat kunjungan ulang pasien di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros tahun Dengan nilai = 0,000 < 0,05 3. Ada pengaruh kepuasan terhadap minat kunjungan ulang pasien di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros tahun Dengan nilai = 0,049 < 0,05 SARAN Diharapkan tenaga kesehatan dapat memperbaiki hal-hal yang dapat menghambat kualitas pelayanan sehingga bisa lebih baik lagi dalam memberikan layanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 ttg Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta Efendi, F Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktek dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Fandy, Tjiptono Strategi Pemasaran. Yogyakarta. Andy Offset Fandy, Tjiptono Manajemen Jasa. Edisi Pertama. Yogyakarta. Penerbit Andi Fandy, Tjiptono Pemasaran Jasa. Bayumedia. Malang Hafizurrachman Pengukuran Kepuasan Suatu Institusi Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 54. nomor Handriani, Yunita Efelyn Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Kualitas Jasa dan Hubungannya dengan Keinginan Memanfaatkan Kembali Pelayanan di Bagian Rawat Inap RS Bogor Medical Center Tahun Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi SarjanaKesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Keputusan Menteri Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 tentang Penyelengaraan Pelayanan Publik. Kotler dan Keller Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13 Jakarta. Erlangga. Retherford, Robert D.,1993. Statistical models for causal analysis. Wiley, John & Sons, USA Ririn Tri Ratnasari dan Mastuti H. Aksa Manajemen Pemasaran Jasa. Bogor: Ghalia Indonesia Trihono Manajemen puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta. SagungSeto Wexley, Kenneth dan Yulk, Gary terjemahan Muh. Shobarudin Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rhineka Cipta. 428

3 kualitas pelayanan dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Dalam usaha meningkatkan kualitas layanan, perusahaan juga harus meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para pekerja, terutama mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen. Meskipun sistem dan teknik kualitas sudah bagus tetapi jika orang yang melaksanakan dan alat-alat yang digunakan tidak dengan cara yang benar maka kualitas layanan yang diharapkan tidak akan terwujud. 2. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Minat Kunjungan Ulang Diperoleh data terdapat 65 orang responden (80,2%) dengan kualitas pelayanan yang baik dengan minat kunjungan ulang yang baik, dan 16 orang responden (19,8%) dengan kualitas pelayanan yang baik dengan minat kunjungan ulang yang kurang baik. Sedangkan dengan kualitas pelayanan yang kurang baik terdapat 4 orang responden (30,8%) berminat untuk kunjungan kembali, dan 9 orang responden (69,2 %) merasakan kurang baik untuk melakukan minat kunjungan kembali karena kualitas pelayanan yang kurang baik. Dengan nilai = 0,000 < 0,05 jadi Ha diterima, yang artinya ada pengaruh kualitas layanan terhadap minat kunjungan ulang pasien. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan mempengaruhi minat kunjungan ulang. Kualitas pelayanan yang baik dapat dilihat dari minat pembelian ulang yang muncul pada diri pelanggan. Sementara konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan-tindakan negatif seperti mendiamkan saja, melakukan komplain, bahkan merekomendasikan negatif kepada orang lain. Penyedia jasa pelayanan kesehatan akan kehilangan banyak pasien dan dijauhi oleh calon pasien. Pasien akan beralih ke penyedia jasa pelayanan kesehatan lainnya yang memenuhi harapan pasien. (Tjiptono, 2002) Kepuasan pasien berpengaruh terhadap minat kunjungan ulang. Kepuasan pasien menjadi mediator parsial antara dimensi kualitas layanan berupa bukti fisik/ tangible, keandalan/ reliability, ketanggapan/ responsiveness, jaminan/ assurance, dan empati/empathy terhadap minat kunjungan ulang. Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kualitas layanan terhadap minat kunjungan ulang yang dimediasi oleh kepuasan pasien di Klinik Rumah Zakat Yogyakarta. 3. Pengaruh Kepuasan Terhadap Minat Kunjungan Ulang Diperoleh data terdapat 63 orang responden (76,8%) merasakan puas dan berminat untuk melakukan kunjangan ulang, dan 19 orang responden (23,2%) merasakan puas tetapi kurang baik untuk berminat melakukan kunjungan ulang. Sedangakan terdapat 6 orang responden (50%) kurang puas tetapi masih berminat untuk melakukan kunjungan ulang, dan terdapat 6 orang responden (50%) kurang puas dan menurutnya kurang baik untuk berminat melakukan kunjungan ulang. Dengan nilai = 0,049 < 0,05 jadi Ha ditolak, yang artinya ada pengaruh kepuasan terhadap minat kunjungan ulang pasien.berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien mempengaruhi minat kunjungan ulang. Berbagai persepsi pasien yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Berdasarkan pendapat Wexley dan Yukl (1977) yang mengutip definisi kepuasan dari porter, dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah selisih dari banyaknya sesuatu yang seharusnya ada dengan banyaknya apa yang ada. Wexley dan Yukl, lebih menegaskan bahwa seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara sesuatu atau kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal penting yang diinginkan, semakin besar rasa ketidakpuasan. Istilah kepuasan dipakai untuk menganalisis atau mengevaluasi hasil, membandingkan kebutuhan yang diinginkan yang ditetapkan individu dengan kebutuhan yang telah diperolehnya. Kepuasan pasien sangat berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau luka.penilaian pasien terhadap mutu atau pelayanan yang baik, merupakan pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan itu sendiri.informasiyang diberikan dari penilaian pasien merupakan nilai dan harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri dalam menetapkan standar mutu pelayanan yang dikehendaki (Hafizurrachman, 2004). KESIMPULAN 1. Ada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pasien di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros tahun Dengan nilai = 0,000 < 0,05 427

4 Tabel 2. Koefisien Determinasi Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien Pada Model 1 Model R R Square Kualitas Layanan Hasil analisis spss model summary menunjukkan bahwa besarnya R square adalah atau 4.2%. Variabel kepuasan dapat dijelaskan oleh variabel kualitas layanan sebesar 4.2% dan 95.8% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. b. Analisis Regresi Model 2 Tabel 3. Hasil Uji Signifikan Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Pasien Terhadap Minat Kunjungan UlangPada Model 2 Model Unstandardized Standardized Sig. Coefficients Coefficients (Constant) Kualitas Layanan Kepuasan B Beta Hasil pengujian individual kepuasan menunjukkan nilai standardized coefficient beta dan menunjukkan nilai signifikan pada atau > 0.05, dengan demikian diambil kesimpulan bahwa variabel kepuasan tidak berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap minat kunjungan ulang. Tabel 4.Koefisien Determinasi Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Pasien Terhadap Minat Kunjungan Ulang Pada Model 2 Model R R Square Kualitas Layanan Kepuasan Hasil analisis spss model summary menunjukkan bahwa besarnya R Square adalah atau 12.1%. Variabel minat kunjungan ulang dapat dijelaskan oleh kualitas layanandan kepuasan sebesar 12.1% dan 87.9% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 4. Analisis Jalur (Path Analysis) a. Koefisien Jalur Tabel 1. Koefisien Jalur Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien dan Minat Kunjungan Ulang Standardized No Jalur Kualitas layanan- Kepuasan (Py 1x) Kualitas layanan- Minat kunjungan ulang (Py 2x) Kepuasan-Minat kunjungan ulang (Py 2y 1) Coefficients Persamaan Struktural : Y = PY1X + PY2Y1 + PY2X + Pe Y = 0, , , ,937 b. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Tabel 2. Rangkuman Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung No Variabel Langsung Tidak langsung Total X Y1 X Y2 Y1 Y Berdasarkan uraian tabel diatas, maka pengaruh tidak langsung kualitas layanan (X) terhadap minat kunjungan ulang (Y2) melalui kepuasan (Y1) sebesar < pengaruh langsung kualitas layanan (X) terhadap minat kunjungan ulang (Y2) yaitu sebesar PEMBAHASAN 1. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien Diperoleh data terdapat 75 orang responden (92,6%) dengan kualitas pelayanan yang baik dengan kepuasan pasien yang merasakan puas, dan 6 orang responden (7,4%) dengan kualitas pelayanan yang baik merasakan kurang puas. Sedangkan dengan kualitas pelayanan yang kurang baik terdapat 7 orang responden (53,8%) merasakan kepuasan layanan dan 6 orang responden (46,2 %) merasakan kurang puas karena kualitas pelayanan yang kurang baik. Dengan nilai = 0,001 <0,05 jadi Ha diterima, yang artinya ada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pasien. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa 426

5 b. Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun Menunjukkan bahwa 10 orang responden (10,6%) dengan usia <20 tahun, usia antara tahun sebanyak 29 orang responden (30,9%), usia antara tahun sebanyak 25 orang responden (26,6%), usia sebanyak 21 orang responden (22,3%), usia antara tahun sebanyak 6 orang responden (6,4%) dan usia diatas 60 tahun sebanyak 3 orang responden (3,2%). c. Distribusi karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun Menunjukkan 8 orang responden (8,5%) dengan tingkat pendidikan SD, 10 orang responden (10,6%) dengan tingkat pendidikan SMP, 54 orang responden (57,4%) dengan tingkat pendidikan SMA, dan 22 orang responden (23,4%) dengan tingkat pendidikan D3/S1. d. Distribusi karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun Menunjukkan 4 orang responden (4,3%) yang pekerjaannya sebagai guru, sekitar 33 orang responden (35,1%) yang sebagai Ibu Rumah Tangga, ada pun sebagai pedagang sebanyak 3 orang (3,2%), 11 orang responden (11,7%) sebagai pegawai swasta dan adapun 4 orang (4,3%) sebagai pensiunan, sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 8 orang (8,5%), satpam hanya 2 orang responden (2,1%), dan seorang sopir (1,1%), tenaga honorer sebanyak 2 orang responden (2,1), dan terdiri dari 13 orang responden (13,8%) yang tidak bekerja dan Wiraswasta pun sebanyak 13 orang responden (13,8%). 2. Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun 2017 Kualitas Pelayanan Frekuensi Persentase (%) Baik Kurang Baik Total ,0 responden (13,8%) dengan kualitas pelayanan yang kurang. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun 2017 Kepuasaan Pasien Frekuensi Persentase (%) Puas 82 87,2 Kurang Puas 12 12,8 Total ,0 Tabel 2 menunjukkan 82 orang responden (87,2%) dengan pasien yang merasakan puas akan pelayanan yang diberikan dan 12 orang responden (12,8%) yang merasakan kurang puas akan layanan yang dberikan. Tabel 3 Responden Berdasarkan Minat Kunjungan Ulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun 2017 Minat Kunjungan Ulang Frekuensi Persentase (%) Baik 69 73,4 Kurang Baik 25 26,6 Total ,0 Menurut tabel 3 terdapat 69 orang responden (73,4%) dengan minat kunjungan ulang yang baik dan 25 responden (26,6%) dengan minat kunjungan ulang yang kurang baik. 3. Uji Hipotesis a. Analisis Regresi Model 1 Tabel 1. Hasil Uji Signifikan Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien Pada Model 1 Model UnstandardizedStandardized Sig. Coefficients Coefficients (Constant) Kualitas Layanan B Beta Pada uji t didapatkan nilai standardized coefficient beta dan juga signifikan atau < 0.05 yang berarti kualitas layanan berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap kepuasan pasien. Berdasarkan tabel 1. menunjukkan 81 orang responden (86,2%) dengan kualitas pelayanan yang baik, dan 13 orang 425

6 sebaliknya maka akan menyebabkan kehilangan minat pasien untuk berobat. Puskesmas Mandai sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Kabupaten Maros, tidak dapat terhindar dari pengaruh reformasi di bidang kesehatan. Dengan kondisi masyarakat yang semakin kritis terhadap mutu pelayanan kesehatan menuntut puskesmas dapat memberikan pelayanan yang bermutu. Untuk itu perlu kiranya dikembangkan upaya yang maksimal baik kekuatan internal maupun kekuatan eksternal yang ada di puskesmas. Untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pasien, Puskesmas Mandai menyediakan fasilitas medis dan non medis. Segmen pasar bagi Puskesmas adalah seluruh lapisan masyarakat, tidak memandang golongan atau status masyarakat sehingga diharapkan semua masyarakat dapat menjangkaunya. Kunci keberhasilan kegiatan Puskesmas Mandai adalah kepuasan dari pihak pasien. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien diantaranya adalah pelayanan, biaya dan fasilitas. Pelayanan yang ada di Puskesmas Mandai Kabupaten Maros mencakup kecepatan dalam melayani pasien, keramahan perawat dan dokter, kesopanan perawat dalam berpakaian serta kemudahan dalam bidang administrasi. Adapun dalam bidang harga, dapat mencakup harga kamar, tindakan medis, harga obatobatan dan biaya dokter. Peningkatan kualitas layanan yang baik tidak harus hanya berasal dari sudut pandang Puskesmas Mandai saja, tetapi harus pula berasal dari sudut pandang pasien. Puskesmas Mandai harus pula mengetahui keinginan dan kebutuhan pasien. Dengan meningkatnya kualitas layanan maka diharapkan kepuasan pasien juga akan meningkat dan loyalitas pasien akan dapat tercipta. Kepuasan pasien merupakan tujuan utama puskesmas Mandai dengan harapan agar pasien melakukan kunjungan ulang ke puskesmas. Pasien yang puas terhadap pelayanan kesehatan akan berpeluang untuk berminat melakukan kunjungan ulang ke Puskesmas Mandai ketika kesehatannya terganggu. Hasil survei awal yang dilakukan terhadap 20 pasien di Puskesmas Mandai Maros sebanyak 12 pasien berpendapat bahwa kualitas pelayanan masih kurang. Hasil menunjukkan bahwa 60% pasien mengeluhkan dokter yang datang terlambat sehingga pasien harus menunggu lama untuk dilayani. Serta masih ditemukan pasien yang kurang puas mengenai waktu pemeriksaan yang cepat tidak sesuai dengan standar pelayanan. Selain itu pasien juga mengeluhkan ruang tunggu yang kurang nyaman karena tidak dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti kipas angin/ac yang tidak berfungsi dengan baik (Survei awal di Puskesmas Mandai tanggal 7 Mei 2017). Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan dan minat kunjungan ulang pasien di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros tahun BAHAN DAN METODE Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitin ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Lokasi penelitian di Puskesmas Mandai Kabupaten Maros. Populasi dalam penelitian ini yaitu rata-rata kunjungan pasien rawat jalan bulan Januari - Maret 2017 sebanyak 359 pasien. Berdasarkan hasil perhitungan maka besar sampel penelitian adalah 94 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan metode Kuesioner. Metode kuesioner (angket) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Analisis Data 1. Analisis Univariat. Analisis data yang dilakukan mendapatkan gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya dalam bentuk tabel. 2. Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur ialah suatu tekhnik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda. Jika variabel-variabel bebasnya mempengaruhi variabel terikat tidak hanya secara langsung akan tetapi juga berpengaruh secara tidak langsung (Robert D Rethaford, 1993). HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden a. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, di wilayah kerja Puskesmas Mandai Kabupaten Maros Tahun Terdapat 35 responden (37,2%) berjenis kelamin lakilaki dan 59 responden (62,8%) berjenis kelamin perempuan. 424

7 PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT KUNJUNGAN ULANG PASIEN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDAI KABUPATEN MAROS TAHUN 2017 Eka Dewi Lestari 1, Samsualam 2, Reza Aril Ahri 3 1 Program Magister Kesehatan Masyarakat Pascasarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar (Alamat Korespondensi: ekadewilestari35@yahoo.com/ ) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pasien; (2) mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap minat kunjungan ulang pasien; (3) mengetahui pengaruh kepuasan terhadap minat kunjungan ulang pasien. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan menggunakan kuesioner dengan sampel sebanyak 94 pasien rawat jalan di Puskesmas Mandai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kualitas layanan berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Mandai 0,047>0,05; (2) Kualitas layanan berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap minat kunjungan ulang di Puskesmas Mandai 0,001>0,05; (3) Kepuasan pasien tidak berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap minat kunjungan ulang di Puskesmas Mandai 0,981<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan kualitas layanan terhadap kepuasan dan kualitas layanan terhadap minat kunjungan ulang pasien. Dengan demikian diharapkan tenaga kesehatan dapat memperbaiki hal-hal yang dapat menghambat kualitas pelayanan sehingga bisa lebih baik lagi dalam memberikan layanan.. Kata Kunci: kualitas layanan, kepuasan pasien, minat kunjungan ulang ABSTRACT This study aims to: (1) determine the effect of service quality on patient satisfaction; (2) to know the effect of the quality of service on the interest of the patient's re-visit; (3) to know the effect of satisfaction on the interest of the patient's re-visit. The type of research used is quantitative research using cross sectional design. This study used questionnaires with a sample of 94 outpatients at the Mandai Community Health Center. The results showed that: (1) Service quality positively significant directly to patient satisfaction in Mandai Community Health Center 0,047>0,05; (2) The quality of service has a significant direct positive effect on the interest of the return visit at the Mandai Community Health Center 0,001>0,05; (3) Patient satisfaction did not have a direct positive effect directly on the interest of repeat visit at Puskesmas Mandai 0,981<0,05. This indicates that there is a significant positive effect of service quality on the satisfaction and quality of service on the interest of the patient's re-visit. Thus it is expected that health workers can improve things that can hinder the quality of service so that it can be better again in providing services. Keyword: service quality, patient satisfaction, revisit intention PENDAHULUAN Sebagai lembaga kesehatan yang bermisi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Puskesmas telah berperan dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Adanya bentuk layanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas diharapkan dapat memberikan penilaian tersendiri terhadap Puskesmas tersebut. Jika layanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki, maka pasien akan puas. Menurut Kotler dan Keller (2009) Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja dibawahharapan, itu berarti pelanggan tidak puas. Jika yang terjadi 423

8 atlet untuk lebih sering mengakses video untuk mengetahui hal-hal tentang intensitas latihan. 3. Ada pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan tentang pola tidur pada klub atlet bola voli Unhas di Makassar, maka dianjurkan kepada para atlet untuk lebih sering mengakses video untuk mengetahui hal-hal tentang pola tidur. 4. Berdasarkan hasil uji statistik pada hasil post-test didapatkan nilai signifikan pada pengetahuan cedera olahraga sebesar 0,0001, nilai signifikan post-test pada intensitas latihan sebesar 0,0001 sedangkan nilai signifikan post-test pada pola tidur sebesar 0,001, menyatakan bahwa ada pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan klub atlet bola voli Unhas di Makassar, maka dianjurkan kepada para atlet untuk lebih sering mengakses video untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang cedera olahraga, intensitas latihan dan pola tidur SARAN 1. Atlet Bola Voli a. Memperhatikan faktor internal maupun eksternal penyebab cedera, sehingga dapat meminimalkan terjadinya cedera olahraga terutama cedera pergelangan kaki dan mengikuti pengarahan yang diberikan oleh pelatih saat berlatih, bertanding maupun setelah pertandingan. b. Lebih sering menonton video terbaru tentang bola voli, cedera olahraga dan intensitas latihan begitu juga dengan pola tidur 2. Pelatih a. Melakukan tindakan preventif terhadap cedera olahraga pada atlet dengan memperhatikan internal violence maupun eksternal violence. b. Melakukan penanganan yang cepat dan tepat saat atlet mengalami cedera olahraga, agar cedera dapat ditangani secara tepat. c. Lebih banyak menonton video terbaru tentang cedera olahraga dan intensitas latihan agar bisa diterapkan kepada atlet dengan baik. DAFTAR PUSTAKA ACSM. (2011). ACSM Position Stand. Quantity and Quality Of Exercise for Developing And Maintaining Cardiorespiratory, Musculoskeletal, and Neuromotor Fitness In Apparently Heathly Adults: Guidance for Prescribing Exercise Afriwardi. (2011). Ilmu Kedokteran Olahraga. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 2. Exercise is Medicine Singapore. Your prescription for Health. Exercise Prescription Course for Care Physicians. Agus,W (2014).Dengan judul Pengembangan model latihan fun swim pada renang gaya dada melalui media video bagi atlet pemula club Oscar Kabupaten Malang Anderson,B Stretching. Shelter Publications California USA. Anderson C.R.M.D., Petunjuk Modern Kepada Kesehatan, Indonesia Publishing House, Bandung. Andri Hermawan Persentase Cedera Olahraga Pada Atlet Sepak Bola Usia Di Bawah 12 Tahun Dalam Kompetisi Sepak Bola Antar Ssb Tingkat Nasional. Program Studi Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Andun,S 2000 Perawatan dan Pencegahan Cedera Departemen Pendidikan Nasional Jakarta 422

9 Berdasarkan hasil uji statistik, perubahan pre-test/post-test pengetahuan intensitas latihan pada kelompok intervensi tertinggi yaitu responden yang mengalami peningkatan sebanyak 23 responden dengan nilai sig. 0,0001 Sedangkan pada kelompok kontrol tertinggi yaitu responden yang mengalami peningkatan sebanyak 20 responden dengan nilai sig. 0,0001 yang berarti bahwa ada pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan tentang intensitas latihan pada klub atlet bola voli di Makassar. Metode edukasi menggunakan video terhadap intensitas latihan efektif untuk meningkatkan pengetahuan responden terhadap intensitas latih. Peningkatan pengetahuan intensitas latihan disebabkan oleh kegiatan edukasi yang rutin dilakukan sehingga pengetahuan responden semakin meningkat dan berkembang setelah mendengarkan beberapa materi yang di sampaikan oleh konselor mengenai intensitas latihan. Pengetahuan intensitas latihan yang mereka peroleh mampu memunculkan pemahaman dan keyakinan terhadap kebutuhan pentingnya menjaga kesehatan. Selain itu, video yang menampilkan bebera intensitas latihan juga mampu memberikan dapak kepada responden untuk bersikap lebih positif tentang pentingnya untuk kesehatan diri sendiri. Edukasi menggunakan video yang dilakukan selama 21 hari tidak hanya terbatas pada pemberian materi mengenai intensitas latihan, tetapi juga diselingi dengan sesi tanya jawab dan pemutaran beberapa video. Video yang ditampilkan berupa waktu lama latiha dalam permainan bola voli. Video yang ditampilkan rata-rata berdurasi 3 menit dengan kandungan informasi yang ringan sehingga mudah dipahami oleh responden. Dengan adanya video tersebut memicu responden untuk menjaga stamina tubuh. Video-video yang menampilkan kejadian nyata yang terjadi disekeliling kita biasanya lebih berpengaruh besar terhadap perubahan sikap dan perilaku, sebab dari hal tersebut kita belajar merasakan kesedihan, ketakutan, serta penderitaan orang lain sehingga mendorong kita untuk melakukan tindakan pencegahan agar tidak merasakan hal serupa. Prinsip latihan sangat membantu atlet untuk melakukan latihan yang optimal. Selain itu juga bagi pelatih dapat melakukan proses berlatih yang tepat agar dapat meningkatkan prestasi atlet karena mencakup berbagai aspek baik psikis maupun biologis. Latihan yang efektif dan efisien sangat diperlukan agar potensi atlet dapat dikembangkan secara maksimal (Pekik 2002). Menurut Sukadiyanto (2005) beban latihan harus mencapai atau melampaui sedikit diatas ambang rangsang. Sebab beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tidak mampu diadaptasi oleh tubuh, sedang bila terlalu ringan tidak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, sehingga beban latihan harus memenuhi prinsip moderat. Hasil penelitian yang dilakukan Andri Hermawan 2015 diperoleh kesimpulan cedera olahraga pada atlet sepak bola usia di bawah 12 tahun paling banyak adalah cedera pergelangan kaki yaitu 19,4%. Cedera olahraga atlet sepak bola dilihat dari umur diketahui paling banyak adalah cedera pergelangan kaki yang terjadi pada atlet usia 11 tahun yaitu sebanyak 9,3%. Faktor penyebab cedera dari faktor internal violence sebagian besar dalam kategori rendah sebesar 71,7% dan dari faktor eksternal violence sebagian besar dalam kategori rendah sebesar 85%. Penelitian sejalan dengan penelitian Puput Prasetiawan 2015 tentang Efektivitas Metode Konseling Terhadap Perilaku Kebugaran Fisik Pemain Bolavoli Pada Siswa SMA Negeri 17 Konawe Selatan Tahun Dengan menggunakan uji statistik Mc.Nemar diperoleh hasil bahwa metode konseling efektif untuk meningkatkan pengetahun (ρ value 0,001), sikap (ρ value 0,002) dan Tindakan (ρ value 0,001) responden tentang kebugaran fisik. Adapun rekomendasi dalam penelitian ini adalah sebaiknya SMA Negeri 17 Konawe Selatan memiliki guru konseling agar kegiatan konseling dapat rutin dilakukan untuk membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi siswa baik dalam hal kebugaran fisik maupun masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi oleh para siswa. KESIMPULAN 1. Ada pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan tentang cedera olahraga pada klub atlet bola voli Unhas di Makassar, maka dianjurkan kepada para atlet untuk lebih sering mengakses video untuk mengetahui hal-hal tentang cedera olahraga. 2. Ada pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan tentang intensitas latihan pada klub atlet bola voli Unhas di Makassar, maka dianjurkan kepada para 421

10 Berdasarkan tabel 1. Tentang rerata skor pengetahuan cedera olahraga pada kelompok kontrol yang tertinggi yaitu berada pada post-test dengan nilai mean 57 dengan standar deviasi 22,118. Adapun rerata skor intensitas latihan yang tertinggi pada kelompok kontrol yaitu berada pada post-test dengan nilai mean 53,00 dengan standar deviasi 17,840 Sedangkan rerata skor pola tidur yang tertinggi pada kelompok kontrol yaitu berada pada post-test dengan nilai mean 56,00 dengan standar deviasi 24,439. Dengan demikian seluruh skor variabel pada kelompok kontrol mengalami peningkatan rerata dari pretest ke post-test. Hasil analisis uji normalitas pada kelompok intervensi dijelaskan pada tabel berikut ini: Tabel 2. Analisis Uji Normalitas Pada Kelompok Intervensi Skor Statistik df Sig. Shapiro Wilk Pre-test Cidera Olah Raga 0, ,557 Pre-test Intensitas Latihan 0, ,049 Pre-test Pola Tidur 0, ,153 Post-test Cidera Olah Raga 0, ,005 Post-test Intensitas Latihan 0, ,049 Post-test Pola Tidur 0, Berdasarkan tabel 2 tentang hasil analisis uji normalitas pada kelompok intervensi yang menyatakan bahwa data berdistribusi tidak normal yaitu pada skor nilai pre-test intensitas latihan, post-tes cidera olahraga dan post-test pola tidur sehingga analisis lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Uji Wilcoxon dan Mann- Whitney. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Edukasi Menggunakan Video Terhadap Pengetahuan Tentang Cedera Olahraga Pada Klub Atlet Bola Voli Di UKM. Dalam kegiatan olahraga perlu adanya pengetahuan tentang cedera olahraga baik itu penyebab terjadinya cedera, cara pencegahan cedera serta terampil dalam penanganan cedera olahraga pada saat di lapangan. Pengetahuan yang erat seperti ilmu faal, ilmu urai, kinesiology, psikologi, ilmu gizi dan ilmu pengetahuan cedera olahraga. Cedera olahraga merupakan segala bentuk kegiatan yang melampaui batas ambang kemampuan tubuh akibat berolahraga. Secara fisiologis cedera olahraga terjadi akibat ketidakseimbangan antara beban kerja dengan kemampuan jaringan tubuh yang melakukan aktivitas olahraga. Pada umumnya penyebab terjadi cedera olahraga antara lain kurang pemanasan, melakukakan smash yang salah, memaksakan kodisi tubuh melampaui batas ambang kemampuan tubuh sebelum berolahraga. terutama pada jelang pertandingan yang menuntut banyak gerakan yang eksplosif. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini juga melaporkan hasil penelitiannya yang berjudul Survei Cedera Olahraga Pada Atlet Puteri Bolavoli Surabaya Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Cedera ringan yaitu sebanyak 32 orang atau sebesar 64% dari jumlah 50 atlet bolavoli puteri Surabaya. Penanganan cedera dengan seorang pelatih yang mengalami cedera ringan yaitu sebanyak 23 orang atau sebesar 46% dari jumlah 50 atlet bolavoli puteri Surabaya, untuk cedera sedang menggunakan tim medis yaitu sebanyak 16 orang atau 32% dari jumlah 50 atlet bolavoli puteri Surabaya, dan cedera berat yaitu sebanyak 26 orang atau 52% dari jumlah 50 atlet bolavoli puteri Surabaya (Widyati, 2012). Hardianto (2015) menyatakan bahwa atlet-atlet bola voli kota Stabat memiliki pengetahuan cedera olahraga dengan kategori Kurang sebagai mana sesuai dengan data yang diperoleh melalui perhitungan persentase yaitu 53,9% yang disesuaikan dengan teori kategori pengetahuan cedera olahraga. 2. Pengaruh Edukasi Menggunakan Video Terhadap Pengetahuan Tentang Intensitas Latihan Pada Klub Atlet Bola Voli Di UKM. Intensitas latihan merupakan komponen latihan yang penting, karena tinggi rendahnya intensitas akan berkaitan dengan panjang atau pendeknya durasi latihan yang dilakukan. Jika intensitas latihan tinggi biasanya durasi latihan pendek, dan sebaliknya jika intensitas rendah, durasi latihan bisa lebih lama. Intensitas adalah fungsi kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, kuatnya rangsangan tergantung dari beban, kecepatan gerakan, variasi interval atau istirahat diantara ulangan. 420

11 pengembangan model video pembelajaran. Diharapkan media yang dipakai murah dan banyak manfaatnya. Jenis materipun disesuaikan dengan tingkat pemahaman serta bisa menarik perhatian atlet. Seiring berkembangnya teknologi, muncullah berbagai macam bentuk bahan ajar cetak, lalu merabah ke bahan ajar audio, hingga bahan ajar audiovideo serta bahan ajar interaktif dengan komputer.sekitar pertengahan abad-20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan peralatan audio. Dari hal ini, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha untuk membuat pelajaran abstrak menjadi lebih konkret dan terus dilakukan. Pada tahun 1960-an, para ahli mulai memperhatikan siswa sebagai komponen utama dalam kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian sebelumnya oleh penelitian Hermaningsih & Nargis (2009) meneliti tentang penggunaan media bantu audio visual dan leaflet terhadap perubahan perilaku perawatan diri pra remaja di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Buahbatu Kota Bandung, dengan hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diputarkan audio visual dengan kelompok yang diberikan leaflet terhadap peningkatan perilaku perawatan diri pada 67 remaja. Artinya dalam memberikan pendidikan kesehatan pada pra remaja khususnya yang terkait dengan materi perawatan diri dapat menggunakan kedua media tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat peningkatan nilai mean pretest dan posttest untuk masing-masing media. Secara praktis dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan audio visual dan leaflet samasama efektif untuk meningkatkan perilaku seseorang. BAHAN DAN METODE Lokasi, Populasi dan Sampel Pada penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan bersifat korelasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2017 di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Hasanuddin Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah Atlet Bola Voli Club Unhas di Makassar. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah atlet putra Bola Voli Club Unhas Makassar sebanyak 30 orang, 15 kelompok eksperimen dan 15 kelompok kontrol. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan tahap tahap sebagai berikut : 1. Editing, untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi lengkap atau masih kurang. 2. Coding, mengklarifikasi jawaban/nilai dengan mengisi kode pada masing-masing jawaban menurut item dalam lembar penilaian. 3. Tabulating, untuk memudahkan pengolahan data maka dibuatkan tabel untuk menganalisis data tersebut menurut sifat-sifat yang dimiliki. Tabel dapat berupa tabel sederhana atau tabel silang. Analisis data 1. Analisis Univariat Pada analisis univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel dependen dan variabel independen. 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat adalah tehnik analisis dengan variabel bebas yang lebih dari satu. Tehnik ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara beberapa variabel bebas secara bersamaan terhadap suatu variable. HASIL PENELITIAN Analisis rerata skor pre-test cedera olahraga, pre-test intensitas latihan, pre-test pola tidur, post-test cedera olahraga, post-test intensitas latihan, post-test pola tidur pada kelompok kontrol dijelaskan pada tabel berikut ini: Tabel 1. Analisis Rerata Skor Pre-test Dan Post-test Pada Kelompok Kontrol Skor Min Max Mean±SD Pre-test cedera olahraga ,00 ± 23,947 Pre-test intensitas latihan ,00 ± 19,652 Pre-test pola tidur ,00 ± 23,253 Post-test cedera olahraga ,33 ± 22,118 Post-test intensitas latihan ,00 ± 17,840 Post-test pola tidur ,00 ± 24,

12 tertinggi sprain ankle adalah selama berolahraga. (Martin et al., 2013). Menurut Junaidi (2013), melaporkan kejadian cedera ankle di Poliklinik KONI Provinsi DKI Jakarta pada bulan September- Oktober 2012 populasi dalam penelitian ini adalah seluruh atlet Pelatda PON XVIII/2012 Provinsi DKI sebanyak 419 kasus yang merupakan 41,1% dari total kasus cidera yang terjadi. Cedera kronis dari ligamen pergelangan kaki sisi lateral sering menyebabkan terjadinya instabilitas pergelangan kaki. Gejala kronis yang nampak seperti tendinitis atau sinovitis yang persisten, kekakuan pergelangan kaki, pembengkakan, nyeri, dan kelemahan otot. Studi epidemiologi Fong melaporkan bahwa gejala paling dominan adalah nyeri, ketika sprains pergelangan kaki terjadi lima kali atau lebih, gangguan stabilitas mulai muncul dan menjadi gejala yang dominan. Penelitian Chan (2011), melaporkan bahwa 80% sprains pergelangan kaki akut akan mengalami perbaikan dengan terapi. Dua puluh persen sprains 3 pergelangan kaki akut akan berkembang menjadi instabilitas mekanik atau fungsional dari pergelangan kaki, akibatnya terjadi instabilitas pergelangan kaki kronis yang menyebabkan terjadinya perubahan degeneratif lebih awal pada pergelangan kaki karena beban yang tidak seimbang pada sisi medial pergelangan kaki. Terdapat dua kelompok besar faktor risiko dari cedera pergelangan kaki, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik sprains ligamen pergelangan kaki sisi lateral antara lain: riwayat cedera pergelangan kaki; jenis kelamin dan usia; tinggi badan dan berat badan; sisi kaki yang dominan digunakan; tipe anatomi kaki dan ukuran kaki; kelenturan tubuh, kelenturan sendi pergelangan kaki dan rentang gerak kompleks dari sendi pergelangan kaki; kekuatan otot, waktu reaksi otot dan postural sway. Faktor ekstrinsik antara lain: penggunaan penguat (bracing) dan pengikat (taping), tipe sepatu, dan durasi dan intensitas dari kompetisi dan posisi pemain (Beynnon, 2002). Penelitian Kroner (1997) melaporkan bahwa keparahan cedera lebih rendah bila disebabkan oleh faktor ekstrinsik, dan sebaliknya, keparahan tingkat cedera lebih tinggi bila disebabkan oleh faktor intrinsik. Salah satu cara paling bijak untuk menghindari cedera ringan adalah dengan melakukan pemanasan yang cukup, agar ketika mulai melakukan gerakan-gerakan yang berat dan intens, otot dan persendian tubuh tidak terkejut. Sebelum melakukan olahraga, kita juga dapat melakukan game kecil atau latihan aerobik dasar untuk adaptasi tubuh. Selain pemanasan, pencegahan cedera yang lebih awal dapat dilakukan dengan melakukan recovery tubuh untuk meningkatkan metabolisme tubuh. Recovery dapat dilakukan dengan cara berendam di air panas dan air dingin secara bergantian, atau lebih populer dengan istilah jacuzzi. Berendam di air es (ice bathing therapy) untuk relaksasi. Para pakar di bidang fisio terapi memberikan tips kesehatan bahwa dengan recovery yang dilakukan atlet sebelum atau setelah pertandingan akan membantu tubuh lebih cepat pulih dan terhindar dari kelelahan (Train,2007). Salah satu cara agar terhidar dari cedera yaitu dengan pola tidur yang baik. Seiring dengan meningkatnya kesibukan individu maka akan mempengaruhi kualitas dan intensitas tidur individu. Salah satu problem yang paling sering dialami adalah insomnia. Insomnia bukanlah suatu penyakit melainkan kesulitan tidur atau terbangunbangun pada saat kita tidur di malam hari, kemudian penderita merasakan bahwa dirinya kurang cukup waktu tidurnya sehingga berdampak pada aktivitas pada kesehariannya. Proses tidur akan membantu mengistirahatkan seluruh organ tubuh termasuk perbaikan metabolisme otak. Dengan waktu tidur yang cukup maka kita akan merasa segar bugar ketika bangun pagi dan siap melakukan berbagai aktifitas sepanjang hari dari pagi hingga malam (Fitranda, 2014). Dengan adanya edukasi pembelajaran tentang cedera atlet dapat dengan mudah mempelajari tata cara melakukan pemanasan yang baik dan pendinginan yang baik. Teknik pembelajaranmerupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan. Di antaranya adalah keterampilan memberikan edukasi. Kenyataannya di lapangan masih banyak atlet yang kurang aktif bergerak dikarenakan bosan dengan gerakan yang sama dan hanya diulang-ulang, hal ini perlu adanya pengembangan model pembelajaran pemberian edukasi, dengan model pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa, sehingga menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan, kreatif dan inovatif. Salah satu model pemberian edukasi yang dapat dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan kesenangan atlet dan ketidak jenuhan dalam bergerak, salah satunya degan 418

13 PENGARUH EDUKASI MENGGUNAKAN VIDEO TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG CEDERA OLARGA, INTENSITAS LATIHAN DAN POLA TIDUR PADA ATLET KLUB BOLA VOLI UNHAS MAKASSAR Harvina Mukrim 1, Suriah 2, Andi Nurlinda 3 1 Pasca Sarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar (Alamat Korespondensi: vhinamukrimmukrim@gmail.com/ ) ABSTRAK Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan dapat pula menimbulkan dampak yang merugikan bagi tubuh antara lain berupa cedera olahraga. Tujuan penelitian ini adalah Untuk menilai pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan klub atlet bola voli Unhas di Makassar. Pada penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan bersifat korelasi. Pada penelitian ini digolongkan dalam penelitian kuantitaif dengan metode quasi eksperiment, populasi dalam penelitian ini adalah Atlet Bola Voli Club Unhas di Makassar. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah atlet putra Bola Voli Club Unhas Makassar sebanyak 30 orang, 15 kelompok eksperimen dan 15 kelompok kontrol. Hasil penelitian Berdasarkan hasil uji statistik pada hasil post-test didapatkan nilai signifikan pada pengetahuan cedera olahraga sebesar 0,0001, nilai signifikan post-test pada intensitas latihan sebesar 0,0001 sedangkan nilai signifikan post-test pada pola tidur sebesar 0,001, menyatakan bahwa ada pengaruh edukasi menggunakan video terhadap pengetahuan klub atlet bola voli Unhas di Makassar, maka dianjurkan kepada para atlet untuk lebih sering mengakses video untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang cedera olahraga, intensitas latihan dan pola tidur. Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu memperhatikan faktor internal maupun eksternal penyebab cedera, sehingga dapat meminimalkan terjadinya cedera olahraga terutama cedera pergelangan kaki dan mengikuti pengarahan yang diberikan oleh pelatih saat berlatih, bertanding maupun setelah pertandingan. Kata Kunci : Edukasi, pengetahuan, cedera olaraga, intensitas latihan dan pola tidur PENDAHULUAN Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan dapat pula menimbulkan dampak yang merugikan bagi tubuh antara lain berupa cedera olahraga. Cedera olahraga merupakan momok yang sangat menakutkan bagi seorang atlet profesional, karena cedera akan membuat si atlet kehilangan waktu mengikuti latihan dan pertandingan. Akibatnya, atlet tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan prestasi terbaiknya, atau keadaan tersebut menghilangkan kesempatan atlet profesional mendapatkan sumber penghasilannya (Afriwardi, 2010). Cedera dapat terjadi pada semua olahraga. Atlet telah disosialisasikan untuk menerima sakit dan cedera sebagai bagian yang normal atau biasa dalam olahraga sebab sakit dan cidera sangat sering terjadi di dalam olahraga (Coakley dan Dunning, 2000). Menurut hasil penelitian The Electronic Injury National Surveillance System (NEISS) di Amerika menunjukkan bahwa sprain ankle di pengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan keterlibatan dalam olah raga. Laki-laki berusia antar tahun memiliki tingkat lebih tinggi terkana sprain ankle, dan perempuan usia 30 tahun memiliki tingkat lebih tinggi terkena sprain ankle. Setengah dari semua keseleo pergelangan kaki (58,3%) terjadi selama kegiatan atletik, dengan basket (41,1%), football (9,3%), dan soccer (7,9%). Hal ini dapat membuktikan bahwa persentase 417

14 Darmono, Suhartono T., Pemayun T.G.D., Padmomartono F.S Naskah lengkap diabetes mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang: Badan Penerbit universitas Diponegoro. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Gizi dan Kesehatan Masyarakat. FKMUI. Rajawali Pers: Jakarta. Depkes RI., Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus. Ditjen PP&PL: Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Profil Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. Dorlan s Pocket Medical Dictionary nd ed.w.b., Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania Ernawati Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu. MitraWacana Media: Jakarta. Ganley T., Sherman C., Exercise and children shealth.alittle counseling can pay lasting dividends. The Physician and Sports medicine. 2000;28(2). Available in URL: http//www. physsportsmed.com/issues/2000/02_00/ganley.ht Guyton A.C., Hall J.E Fisiologi Kedokteran, EGC: Jakarta. Hartati T Pengaruh Asupan Serat Makanan, IMT dan Usia terhadap Kadar Glukosa Darah DM tipe2 di RSUD Tugurejo. Skripsi. (tidak diterbitkan). Hasdianah H.R Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan Anak- anak dengan Solusi Herbal. NuhaMedika: Yogjakarta. Hull A Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi.Bumi Aksara: Jakarta. International Diabetes Federation (IDF) IDF Clinical Guidelines Task Force. Global guide line for Type 2 diabetes. JNC National High Blood Pressure Education Program. The sixth report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. ArchIntern Med. 1997;157:

15 PEMBAHASAN Dari hasil uji statistic dari ketiga variabel yaitu karbohidrat lemak dan protein. Peneliti menarik kesimpulan bahwa secara statistik belum cukup bukti untuk menyatakan ada hubungan antara asupan makan dengan kadar gula darah pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan belum ada cukup bukti untuk menyatakan hubungan antara asupan makan dengan kadar gula darah pasien diabetes Mellitus (DM) tipe 2 RSUD Tugurejo Semarang, hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Qurratuaeni (2009) yang menyatakan bahwa asupan makan tidak mempengaruhi kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe-2. Dari hasil tersebut menurut peneliti kemungkinan disebabkan oleh karena asupan makan bukan satu- satunya faktor yang berpengaruh dan memegang peran penting dalam melakukan pengendalian kadar gula darah pada pasien.. Diabetes Mellitus, melainkan masih banyak faktor lain yang mendukung untuk tercapainya status kesehatan yang optimal (terkendalinya kadar gula darah) bagi pasien diabetes mellitus, seperti: melakukan aktivitas atau olahragayang rutin dan teratur, mengkonsumsi obat antidiabetes sesuai dengan instruksi dari tim medis (Slamet Suyono, 2002) Dukungan keluarga juga tidak kalah penting untuk iku berperan dalam pengendalian kadar gula darah pasien diabetes, misalnya: untuk melakukan olahraga teratur, mengkonsumsi obat antidiabetes sesuai jadwal dan jumlah yang diinstruksikan oleh dokter. Karena dengan adanya dukungan dari keluarga, pasien termotivasi untuk melakukan pengontrolan kadar gula darahnya. Hal ini sejalan dengan teori Green (2005) dalam Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat atau pendorong terjadinya perilaku kesehatan pada pasien. Hubungan Antara Latihan Jasmani dengan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 Berdasarkan uji statistik di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar maka dapat disimpulkan secara statistik ada hubungan antara latihan jasmani dengan kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 RSUD Tugurejo Semarang. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Seisar Komaladewi (2007) yang menyatakan bahwa latihan jasmani mempengaruhi kadar gula darah pasien diabetes Mellitus tipe-2. Menurut Ilyas (1995) menyatakan bahwa aktivitas fisik/olahraga bagi pasien Diabetes Mellitus bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah, karena latihan jasmani yang teratur menyebabkan kontraksi otot meningkat dan resistensi insulin berkurang. KESIMPULAN Hasil penelitian ini daru uji statistik menunjukan faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah latihan jasmani (p-value: 0.006<0.05). Faktor yang tidak berhubungan dengan kadar gula darah adalah asupan makan yang terdiri dari karbohidrat (p-vaue: 0,660>0.05), lemak (p-vaue: 0,678>0.05), protein (p-vaue:1.000>0.05). SARAN Rekomendasi yang disarankan penelitipada penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe-2 dianjurkan untuk melakukan pencegahan dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin minimal3 kali sepekan, dan memperbanyak aktifitas di rumah. Selain itu melakukan kontrol gula darah secara rutin minimal sebulan sekali. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Penuntun Diet. Pustaka Utama: Jakarta Anne GayaHidup Sehat. GrahaIndah Buana: Bandung Arikunto S Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. RinekaCipta: Jakarta. Black & Hawks Medical Surgical Nursing. 7 th ed, St.Louis, Elsevier Saunders. Bustan M. N Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan Ke 2. Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta. Cholifah N., Azizah N., Indanah Hubungan Antarapola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar GDS Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) Tipe II Di Puskesmas Mayong II Jepara, Jurnal Ilmu Kesehatan Keperawatan, Vol. 7, No. 2:

16 (pengaturan pola makan), olah raga (aktivitas fisik), dan obat-obatan. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian DM yang baik yang mempunyai sasaran dengan kriteria nilai baik (PERKENI, 2006). Berdasarkan fenomena yang terjadi bahwa prevalensi DM Tipe II di RSUD Daya Makassar termasuk dalam kategori cukup tinggi merupakan masalah kesehatan yang akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar maka dari itu penulis merasa tertarik melakukan penelitian berjudul Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe II di RSUD Daya Makassar Tahun BAHAN DAN METODE Lokasi,Populasi dan Sampel Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Daya Makassar. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan Cross Sectional Study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan yang menderita penyakit Diabetes Melitus Tipe II yang memeriksakan diri di RSUD Daya Makassar tahun 2016 (sampai bulan september) sebanyak 244 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Random Sampling. Pengolahan Data 1. Editing Dilakukan setelah data terkumpul untuk memeriksa kelengkapan data, kesinambungan data dan memeriksa keseragaman data. 2. Koding Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberikan simbol-simbol dari setiap jawaban yang diberikan oleh responden 3. Tabulasi Mengelompokkan data kedalam suatu tabel yang memuat sifat masing-masing variabel dan sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis Data 1. Univariat, untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari beberapa variabel yang diteliti. 2. Bivariat, untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji Chi-Square (X 2 ) dan koefisien Phi ( ). 3. Multivariat, untuk melihat variabel independen yang paling berhubungan dengan variabel dependen dengan menggunakan uji regresi logistik. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah responden yang sebagian besar berusia tahun yang di terdiri dari perempuan sebesar 56,7% dan laki-laki 43,3% yang memilikipendidikan SMA 53,3% dan perguruan tinggi sebesar 20,0% dimana=memiliki aktivitas paling banyak adalah Ibu Rumah Tangga sebesar 50,0% 2. Asupan Makan Asupan Karbohidrat Pasien Diabetes Mellitus Tipe-2 yang memiliki kadar gula darah tidak terkendali baik lebih banyak memiliki asupan karbohidrat yang baik ( 100% asupan karbohidrat yang dianjurkan) dibandingkan pada pasien yang memiliki kadar gula darah terkendali baik. Pada pasien yang memiliki kadar gula darah tidak terkendalibaik pada asupan karbohidrattergolong baik sebesar 50.0%lebih besar dari pada yang memiliki kadar gula darah yang terkendali baik 30,0% Asupan Lemak Pasien Diabetes Mellitus Tipe-2 yang memiliki kadar gula darah tidak terkendali baik lebih banyak memiliki asupan lemak yang baik ( 100% asupan lemak yang dianjurkan) dibandingkan pada pasien yang memiliki kadar gula darah terkendali baik. Pada pasien yang memiliki kadar gula darah tidak terkendali baik pada asupan lemak tergolong baik sebesar 46,7%lebih besar dari pada yang memiliki kadar gula darah yang terkendali baik sebesar 26,7%. Asupan ProteinPasien Diabetes Mellitus Tipe-2 yang memiliki kadar gula darah tidak terkendali baik lebih banyak memiliki asupan lemak yang baik ( 100% asupan lemak yang dianjurkan) dibandingkan pada pasien yang memiliki kadar gula darah terkendali baik. Pada pasien yang memiliki kadar gula darah tidak terkendalibaik pada asupan lemak tergolong baik sebesar 53,3% lebih besar dari pada yang memiliki kadar gula darah yang terkendali baik sebesar 36,7%. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini mengenai asupan makan (karbohidrat, lemak, dan protein) yang tidak berlebih pada sebagian besar pasien, kemungkinan dapat disebabkan karena pasien masih mengikuti anjuran makan. Diabetes Mellitus yang diberikan sesuai dengan kebutuhan oleh tenaga medis yang ada. 414

17 Dari hasil surveilans PTM berbasis rumah sakit di Sulawesi Selatan pada tahun 2008, diperoleh informasi bahwa lima urutan PTM terbanyak ditemukan pada rumah sakit sentinel, yaitu kecelakaan lalu lintas (30,50%), hypertensi (17,63%), asma (7,53%), diabetes mellitus (6,65%), dan stroke (5,86%). Sedangkan lima urutan terbesar PTM penyebab kematian, yaitu hypertensi primer (22,07%), kecelakaan lalu lintas (16,61%), hypertensi sekunder (14,58%), stroke (6,66%), dan dibetes mellitus (6,28%) (Sudarku, 2010). Rumah Sakit Umum Daerah Daya merupakan salah satu rumah sakit rujukan dari Kabupaten Barru dan Maros. Penyuluhan mengenai diabetes selalu dilaksanakan di rumah sakit ini, karena metode penyuluhan merupakan salah satu cara pengendalian penyakit Diabetes Mellitus. Sejalan dengan hal tersebut, Bapak diabetes Amerika, Joslin, mengatakan bahwa pendidikan atau penyuluhan merupakan landasan untuk mendirikan pilar-pilar penanganan DM. Beliau mengatakan, "Semakin banyak pengetahuan seorang diabetisi, semakin panjang usianya dan semakin besar peluangnya untuk hidup sehat sampai usia lanjut tanpa mengalami komplikasi seperti kaki diabetes, mata diabetes, ginjal diabetes, stroke dan penyakit jantung koroner (Suharnadi, 2011). Melalui penyuluhan ini, pasien dibekali cara mengatur pola makan, aktivitas fisik dan pengobatan sehingga diharapkan kadar gula darah pasien tetap baik, namun, masih banyak pasien dengan kadar gula darah yang tergolong buruk, yaitu gula darah puasa 126 mg/dl dan gula darah 2 jam post prandial 180 mg/dl (RSUD Daya, 2011). Selain itu, Diabetes Mellitus Tipe II merupakan penyakit yang berada dalam urutan 5 besar penyakit terbanyak di instalasi rawat jalan di RSUD Daya. Dan setiap tahun penyakit ini mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 terdapat 368 penderita dan meningkat menjadi 586 kasus pada tahun 2010 dan kembali terjadi peningkatan pada tahun 2017 (sampai bulan September) sebanyak 692 kasus dengan kasus baru sebanyak 244 (RSUD Daya, 2017). Beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko terjadinya DM adalah prediabetes, riwayat keluarga, obesitas, kurang aktivitas, usia dan stres. Berdasarkan penelitian, stress meningkatkan risiko DM pada usia dewasa muda hingga 23%. Stres dapat meningkatkan hormon hormon yang bekerja berlawanan dengan insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah (Syam,dkk, 2014: ). Stres dan DM memiliki hubungan yang sangat erat, pada keadaan stress menyebabkan produksi berlebih pada kortisol dan epinefrin. Epinefrin mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, meningkatkan kadar gula darah, meningkatkan ambilan oksigen serta meningkatkan kewaspadaan. Kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat glukosa lebih sulit masuk ke dalam sel dan meningkatkan glukosa dalam darah, jika seseorang mengalami stres maka kortisol yang akan dihasilkan semakin banyak, ini akan mengurangi sensitifitas tubuh terhadap insulin dan menyebabkan terjadinya DM (Syam,dkk, 2014: 271) Diabetes merupakan penyakit yang berjangka panjang maka bila diabaikan komplikasi penyakit diabetes mellitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh yang di akibatkan dari kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pengidap diabetes, tindakan pengendalian diabetes untuk mencegah terjadinya komplikasi sangatlah diperlukan khususnya menjaga tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal. Akan tetapi kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk di pertahankan, hal ini disebabkan karena pasien kurang disiplin dalam menjalankan diet atau tidak mampu mengurangi jumlah kalori makanannya. (Worang, 2013:2). Peningkatan mortalitas dan morbiditas dari pasien Diabetes Mellitus Tipe II disebabkan oleh adanya berbagai komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler yang berkembang selama pasien tersebut menderita diabetes melitus, terutama jika kontrol terhadap kadar glukosa sangat buruk (Andayani, 2006). Perilaku penanggulangan DM yang dilakukan oleh setiap penderita berbeda sehingga hal tersebut adalah salah satu faktor yang membuat tingkat kesembuhan penyakit DM berbeda (Worang, 2013:3). Diabetes Mellitus Tipe II bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau dihilangkan dengan mengendalikan faktor resiko. Faktor resiko penyakit tidak menular termasuk DM Tipe II, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan riwayat keluarga (faktor genetik). Yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok (Trisnawati & Setyorogo, 2013:6) Penderita Diabetes Mellitus harus tetap menjaga agar kadar gula darah tetap normal dengan mengatur makanan dan melakukan olahraga serta menggunakan obat-obatan yang dianjurkan. Dengan kadar gula yang terkontrol, kehidupan seorang penderita DM bisa berjalan normal (Suharyanto, 2009). DM tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat dikendalikan melalui diet 413

18 kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan DM Tipe 2 antara lain umur, riwayat keluarga menderita DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas fisik, dan diet tidak sehat. Umur dan riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM Tipe 2, sehingga dengan mengetahui kedua faktor ini, orang yang berisiko menderita DM Tipe 2 dapat melakukan pencegahan dengan mengendalikan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2 (Kekenusa, dkk, 2013:2). Ada beberapa jenis Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Jenis Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Trisnawati & Setyorogo, 2013:6). Diabetes Mellitus Tipe II merupakan 90-95% dari semua kasus diabetes. WHO memastikan peningkatan penderita DM tipe II paling banyak akan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Saat ini prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia yaitu 5,7%. Prevalensi DM tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11%) dan yang terendah di Papua sebesar 1,7% (Riskesadas, 2007). Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. (Suyono, 2009). Pada tahun 2011, Indonesia menempati urutan ke-10 jumlah penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah 7,3 juta orang dan jika hal ini berlanjut diperkirakan pada tahun 2030 penderita DM dapat mencapai 11.8 juta orang. Orang dengan DM memiliki peningkatan risiko mengembangkan sejumlah masalah kesehatan akibat komplikasi akut maupun kronik (Kekenusa, dkk, 2013:2). Indonesia mempunyai jumlah penderita diabetes hingga 14 juta orang. Tahun 2030 jumlah penderita diabetes mellitus diperkirakan akan menjadi 35 juta orang. Jumlah kasus ini terus bertambah sejalan dengan adanya penurunan aktivitas fisik dan perubahan pola makan yang tidak sehat. Pola makan yang berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat meningkatkan kadar gula dalam darah dan resiko terkena DM Tipe II (Cholifah, dkk, 2015:2). Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur ada sebanyak (93,6%), prevalensi mengkonsumsi manis (68,1%) (Riskesdas, 2007). Hal ini dikarenakan penduduk kota yang selalu mengkonsumsi makanan cepat saji dan minuman ringan yang mengandung kadar glukosa tinggi (Cholifah, dkk, 2015:2). Berdasarkan hasil penelitian dari Sri Anani tentang hubungan antara perilaku pengendalian diabetes mellitus dengan kadar glukosa darah pasien rawat jalan diabetes mellitus di rumah sakit RSUD Arjawinangun kabupaten Cirebon tahun 2012 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik, dengan kadar gula darah, beberapa studi menunjukan bahwa aktivitas fisik terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin memperbaiki profil lipid dan mengurangi kadar lemak perut (Worang, 2013:3). Kebiasaan makan respondenpun memiliki hubungan dengan kadar glukosa darah, hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Achmad Yoga Setyo Utomo tahun 2011, yang memperlihatkan bahwa pengeturan makan mempunyai hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pengelolaan DM tipe 2. Sama halnya dengan kebiasaan makan, perilaku keteraturan minum obat anti diabetes berhubungan dengan kadar glukosa darah. kepatuhan minum obat berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan pengelolaan DM tipe 2. Dalam penelitian ini keteraturan konsumsi responden dilihat dari kesesuaian antara anjuran konsumsi obat dari dokter dengan realita yang dilakukan oleh responden (Worang, 2013:3). Menurut Sri Anani bahwa Kontrol DM yang buruk dapat mengakibatkan hiperglikemia dalam jangka panjang, yang menjadi pemicu beberapa komplikasi yang serius baik makrovaskular maupun mikrovaskular seperti penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, kerusakan saraf dan kebutaan. Banyaknya komplikasi yang mengiringi penyakit DM telah memberikan kontribusi terjadinya perubahan fisik, psikologis maupun sosial (Worang, 2013:3). Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, menyebutkan bahwa 7% dari jumlah penduduk Sulawesi Selatan menyandang penyakit Diabetes Mellitus TipeII dan Makassar merupakan kota dengan penderita DM Tipe II terbanyak. Pada tahun 2010 terdapat 3827 kasus baru dari atau sekitar 22,19%.\ 412

19 ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DM TIPE II DI RSUD DAYA MAKASSAR TAHUN 2017 Harianti 1, Mappeaty Nyorong 2, Suharni A.Fachrin 3 1 Pasca Sarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar (Alamat Korespondensi: hariantifajar@gmail.com/ ) ABSTRAK Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin meningkat. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya adalah penyakit tidak menular. Salah satunya Diabetes Melitus merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terus-menerus dari tahun ke tahun. Diabetes Melitus (DM) merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar glukosa di dalam darah melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Tujuan penelitian ini adalah Untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe II di RSUD Daya Makassar tahun Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan Cross Sectional Study. Hasil penelitian ini daru uji statistik menunjukan faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah latihan jasmani (pvalue:0.006<0.05). Faktor yang tidak berhubungan dengan kadar gula darah adalah asupan makan yang terdiri dari karbohidrat (p-vaue:0,660>0.05), lemak (p-vaue:0,678>0.05), protein (pvaue:1.000>0.05). Rekomendasi yang disarankan penelitipada penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe- 2 dianjurkan untuk melakukan pencegahandengan melakukan aktivitas fisik secara rutin minimal3 kali sepekan, dan memperbanyak aktifitas di rumah. Selain itu melakukan kontrol gula darah secara rutin minimal sebulan sekali. Kata kunci : Kadar gula darah, DM Tipe II PENDAHULUAN Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin meningkat.. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya adalah penyakit tidak menular. Salah satunya Diabetes Melitus merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terus-menerus dari tahun ke tahun. Diabetes Melitus (DM) merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar glukosa di dalam darah melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat (Putri & Isfandiari, 2013: ). Diabetes adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan resistensi insulin atau keduanya. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit Diabetes Melitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh manusia secara diam-diam Silent Killer dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit ini terdeteksi (Putri & Isfandiari, 2013:235). Menurut data WHO pada September 2012 menjelaskan bahwa jumlah penderita DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang (Yuliani, dkk, 2014:37). Sedangkan dalam International Diabetes Federation (IDF) data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun Diabetes mellitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk Diabetes Mellitus telah mencapai 465 miliar USD (Trisnawati & Setyorogo, 2013:6). Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan lingkungan yang memberikan 411

20 Kristiyanasari, Weni. 2010, Gizi Ibu Hamil. Multi Media. Bantul. Martalia, D Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Maryunani, A Ilmu Kesehatan Anak, CV. Trans info medika, Jakarta timur. Maryunani, Anik. 2012, ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi. Trans info Media, Jakarta timur. M. N. Aini Aneka buah berkhasiat obat. Nuha, Yogyakarta. Munifa, Retno, Yael.M.T., Fransiska Gizi kuliner dasar. Graha Ilmu, Yogyakarta. 410

21 menyangkut gizi anak sebelum lahir dan semasa bayi. Selain itu, ibu yangmemiliki gizi yang cukup juga dapat membantu pemulihan yang lebih cepat pasca persalinan. Selain itu, produksi ASI juga dapat bertambah. Apabila gizi ibu tidakterpenuhi dengan baik semasa hamil dan menyusui, tentu akan menimbulkandampak negatif terhadap status gizi ibu, kesehatan ibu dan anak karena ASI yangakan dihasilkan akan berkualitas rendah.zat gizi yang dibutuhkan ibu yang sedang menyusui antara lain: a. Energi Kebutuhan energi pada masa menyusui jauh lebih besar dibandingkan padawaktu hamil. Pada umumnya wanita menyusui memerlukan tambahan 500 kaloridi atas kebutuhan hariannya. Kebutuhan ini akan jauh lebih banyak lagi apabilamenyusui bayi kembar. Untuk itu dibutuhkan sebesar 700 kkal/hari (6 bulan pertama menyusui) Untuk 6 bulan kedua menyusui dibutuhkan sekitar rata-rata500 kkal/ hari dan pada tahun kedua dianjurkan tambahan sebanyak 400kkal/hari b. Protein Tambahan protein dibutukan sebesar 16 g/hari untuk 6 bulan pertama. Pada 6 bulan kedua di butuhkan protein sekitar 12 g/ hari dan untuk tahun kedua di butuhkan sebesar 11g/hari. c. Zat besi Terdapat sebanyak 0,3 mg/ hari dikeluarkan dalam bentuk ASI. Oleh karenaitu, perlu penambahan zat besi untuk kebutuhan sehari-hari. Rata-rata kebutuhanzat besi untuk 6 bulan pertama menyusui adalah 1,1 mg/hari. Sehinggamemerlukan tambahan zat besi sebesar 5 mg/ hari. d. Kalsium Diperlukan tambahan dalam jumlah yang cukup besar sekitar 400 mg, karenadalam proses produksi ASI, tubuh juga menjaga konsenterasi kalsium dalam ASIagar tetap dalam kondisi normal walaupun kalsium dalam tubuh cukup ataukurang. Jika kalsium tidak mencukupi maka kebutuhan kalsium dalam produksiasi akan diambil dari simpanan kalsium yang ada pada tubuh ibu, termasukdalam tulang.. KESIMPULAN Berdasalkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang menjadi kendala ketika menyusui yaitu dari faktor internal seperti pengetahuan ibu yang tidak memadai, ibu yang tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat, manfaat ASI, dampak yang akan ditemui bila tidak menyusui bayinya, dll. Dari faktor yang mempengaruhi cara menyusui yang benar antara lain, penatalaksanaan rumah sakit yang sering kali tidak memberlakukan rawat gabung, dan tidak jarang fasilitas kesehatan yang justru memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir. Kesalahan lain juga bisa disebabkan saat ibu menghentikan proses menyusui kurang hati-hati SARAN Perawatan payudara dan tekhnik menyusui yang benar sebagai upaya tekhnik yang dilakukan tersebut belum berhasil sepenuhnya. DAFTAR PUSTAKA Arief,P, S Agribisnis melon. pustaka gravika, Jawa barat. Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi Dan Nutrisi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Budiarti, T Peningkatan Produksi ASI Ibu Nifas Seksio Sesarea Melalui Pemberian Paket Sukses ASI. Depok. Cahayani, Ririh Perbedaan Pengetahuan tentang ASI Eksklusif antara Ibu yang Memberikan ASI Eksklusif dengan Ibu yang Memberikan PASI di Kelurahan Sendang Mulyo Kecamatan Tembalang Semarang.ejournal.stikestelogorejo.ac.id. Volume 1,nomor 2. Diakses tanggal 10 februari Daniela Connie, Lubis Linda dan Nainggolan R Pengaruh Perbandingan Sari Buah Nanas Dengan Melon Serta Konsentrasi Gula Terhadap Mutu Permen Jahe (Hard Candy). Jurnal rekayasa pangan dan pertaniaan, Vol. 3, No. 3, hal Diella Yoeniar Nutrisi Bagi Ibu Menyusui. Diakses tanggal 27 maret Doloksaribu, T, DKK Pertumbuhan Bayi Dan Pemberian Asi Ekslusif Oleh Ibu Penerima Konseling Menyusui Dan Makanan Tambahan Torbongun. Bogor. 409

22 puting lecet (Ruang gizi puskesmas kassikassi makassar, 2017). Pengambilan data awal yang dilakukan Puskesmas Kassi- Kassi Makassar di ruang bersalin ibu post partum pada tahun 2016 sebanyak 354 orang. Hasil wanwancara langsung yang dilakukan kepada kepala ruangan bersalin dan perawatan nifas menyatakan bahwa semua ibu yang melahirkan di Puskesmas kassi- kassi dilakukan tekhnik IMD dan wajibkan untuk menyusui bayinya secara eksklusif dan sangat tidak dianjurkan untuk pemberian susu formula, meskipun demikian masih banyak ibu yang meminta susu formula dengan alasan karena ASInya masih belum keluar, belum tahu cara menyusui dan masih lelah setelah persalinan (Ruang INC, PNC puskesmas kassi-kassi makassar, 2017). Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik mengambil topik penelitian tentang Pengaruh Bimbingan Tekhnik Menyusui Dan Pemberian Minuman Lokal Terhadap Tingkat Keberhasilan Dalam Menyusui Pada Ibu Post Partum Di Puskesmas Kassi- Kassi Makassar Tahun BAHAN DAN METODE Lokasi, informan Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian dilakukan di puskesmas kassi-kassi kota Makassar. Informan kunci adalah ibu post partum. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan tahap tahap sebagai berikut : 1. Editing, yaitu proses dimana peneliti melakukan klarifikasi, konsistensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam pengisian koesioner. 2. Coding, yaitu memberikan kode tertentu pada setiap koesioner sehingga mudah dibaca oleh mesin pengelola data. 3. Entering, yaitu memindahkan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengelola data. 4. Cleaning, yaitu memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan kedalam mesin pengelolah data sesuai dengan yang sebenarnya. Analisis data 1. Analisis Univariat Pada analisis univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel dependen dan variabel independen. 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat adalah tehnik analisis dengan variabel bebas yang lebih dari satu. Tehnik ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara beberapa variabel bebas secara bersamaan terhadap suatu variable. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini adalah Dari hasil uji statistik didapatkan data bahwa pemberian makanan tambahan dan konseling menyusui sangat berpengaruh terhadap kenaikan berat badan bayi dan peningkatan skor pengetahuan dan sikap responden tentang ASI eksklusif. Hasil penelitian yang dilakukan pada ibu menyusui di Puskesmas Bahu Menado menjelaskan bahwa pemenuhan gizi ibu sangatlah berpengaruh terhadap kelancaran produksi ASI, Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2016) yang berjudul hubungan kecukupan energi dan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen yang menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 dan ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun Sehingga dengan demikian peningkatan asupan gizi pada ibu menyusui sangatlah penting. Beberapa zat gizi yang harus di tingkatkan yaitu magnesium, vit. B6, asam folat, kalsium, dan seng. Vitamin tersebut bisa di dapatkan dengan pemberian makanan tambahan seperti pemberian buah yang bisa di modifikasi dalam bentuk minuman lokal. PEMBAHASAN Minuman lokal yang dikembangkan peneliti adalah minuman lokal yang terdiri dari Nangka, melon dan kersen yang memiliki kandungan Gizi (Karbohidrat, vit.a, Vit. C, Kalium, kalsium,dll ). Kandungan gizi yang sangat di butuhkan oleh ibu post partum yang menyusui, selain untuk memulihkan kesehatannya kembali ini juga bertujuan untuk membantu memproduksi ASI lebih baik agar keberhasilan menyusui dapat tercapai dimana dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kebutuhan gizi pada ibu yang sedang menyusui harus dipertimbangkankarena 408

23 dicegah melalui pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan sejak sejam pertama setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi ( Prasetyono, 2009). Data yang diperoleh dari cakupan pemberian air susu ibu eksklusif bagi bayi usia 0-6 bulan pada 2013 di Indonesia sebesar 61,5%, pada tahun 2014 relatif turun menjadi 52,4%, pada tahun 2015 naik menjadi 53,4%, dan itu masih jauh dari target yang telah ditentukan yaitu 80% (Kementrian Kesehatan RI). Di sulawesi selatan cakupan ASI Eksklusif juga belum tercapai, dari data profil kesehatan Sulawesi Selatan yaitu, pada tahun 2010 presentasi ASI Eksklusif 67,58%, pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 41,32%, pada tahun 2012 kembali meningkat menjadi 53, 33%, pada tahun 2013 berjumlah 62, 70% pada tahun 2014 berjumlah 56, 31% (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2014). Banyak faktor yang menjadi kendala ketika menyusui yaitu dari faktor internal seperti pengetahuan ibu yang tidak memadai, ibu yang tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat, manfaat ASI, dampak yang akan ditemui bila tidak menyusui bayinya, dll. (Prasetyono, 2009). Ditambahkan oleh Riksani (2012) faktor yang mempengaruhi cara menyusui yang benar antara lain, penatalaksanaan rumah sakit yang sering kali tidak memberlakukan rawat gabung, dan tidak jarang fasilitas kesehatan yang justru memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir. Kesalahan lain juga bisa disebabkan saat ibu menghentikan proses menyusui kurang hati-hati (Maryunani, 2009). Hasil penelitian Rinata (2015) mengemukakan bahwa tekhnik menyusuilah yang sangat berpegaruh dalam pemberian ASI selain dari beberapa faktor lain seperti, umur, pendidikan, gestasi, kondisi bayi, dan dukungan keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekhnik menyusui sangat penting dalam keberhasilan menyusui. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai keberhasilan menyusui antara lain dengan memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu post partum tentang cara perawatan payudara dan tekhnik menyusui yang benar, namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan tersebut belum berhasil sepenuhnya. Perlu diketahui juga bahwa banyak hal yang mempengaruhi produksi ASI. Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitosin mempengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin baik asupan nutirisinya semakin baik pula produksi ASI, oleh sebab itu selain tehnik yang perlu diperhatikan nutirisi ibu juga sangat perlu untuk diperhatikan karena faktor tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui (Yanti, 2010) Status gizi ibu menyusui memegang peranan penting untuk keberhasilan menyusui yang indikatornya diukur dari durasi ASI eksklusif, pertumbuhan bayi dan status gizi ibu pasca menyusui (Fikawati dkk, 2015). Wanita yang menyusui membutuhkan kalori lebih banyak dari wanita yang tidak menyusui. Wanita menyusui rentan terhadap kekurangan magnesium, vitamin B6, folat, kalsium, dan seng. Nutrisi yang tidak adekuat dan stress dapat menurunkan jumlah produksi ASI (Proverawati & Rahmawati, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Radharisnawati ( 2016), pada ibu menyusui di Puskesmas Bahu Menado menjelaskan bahwa pemenuhan gizi ibu sangatlah berpengaruh terhadap kelancaran produksi ASI, Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2016) yang berjudul hubungan kecukupan energi dan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen yang menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 dan ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun Sehingga dengan demikian peningkatan asupan gizi pada ibu menyusui sangatlah penting. Beberapa zat gizi yang harus di tingkatkan yaitu magnesium, vit. B6, asam folat, kalsium, dan seng. Vitamin tersebut bisa di dapatkan dengan pemberian makanan tambahan seperti pemberian buah yang bisa di modifikasi dalam bentuk minuman local Pengambilan data awal yang dilakukan Puskesmas Kassi- Kassi Makassar di dapatkan presentasi cakupan ASI eksklusif pada tahun 2014 berjumlah 27,75%, pada tahun 2015 naik menjadi 31,16%, dan pada tahun 2016 berjumlah 45,90%. Berdasarkan hasil wanwancara langsung yang dilakukan dengan petugas gizi yang bertanggung jawab dalam cakupan ASI eksklusif menyatakan bahwa, penyebab ASI eksklusif belum bisa tercapai yaitu karena masih ada ibu yang beralasan tidak memberikan ASI secara eksklusif karena dia berkerja, takut payudara kendor, tidak memiliki ASI dari awal, dan tidak mengetahui tekhnik menyusui sehingga ketika dia menyusui menimbulkan masa lain seperti 407

24 PENGARUH BIMBINGAN TEKHNIK MENYUSUI DAN PEMBERIAN MINUMAN LOKAL TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN DALAM MENYUSUI PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR TAHUN 2017 Dewi Sartika 1, Andi Nurlinda 2, Fatmah afrianty Gobel 3 1 Pasca Sarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar ((Alamat Korespondensi: dewisartikanowi@gmail.com/ ) ABSTRAK Perlu diketahui juga bahwa banyak hal yang mempengaruhi produksi ASI. Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitosin mempengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin baik asupan nutirisinya semakin baik pula produksi ASI, oleh sebab itu selain tehnik yang perlu diperhatikan nutirisi ibu juga sangat perlu untuk diperhatikan karena faktor tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Pengaruh Bimbingan Tekhnik Menyusui dan Pemberian Minuman Lokal Terhadap Tingkat Keberhasilan Dalam Menyusui Pada Ibu Post Partum Di Puskesmas Kassi- Kassi Makassar Tahun Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain Quasi Experiment dengan rancangan penelitian the pretest postest two group design, penelitian ini terdiri dari pengambilan data pretest (sebelum) dan posttest (setelah) untuk mengetahui keadaan sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Hasil peenlitian ini adalah Dari hasil uji statistik di dapatkan bahwa perbedaan yang bermakna antara kepuasan produksi ASI, kelancaran produksi ASI dari indikator bayi, dan kelancaran produksi ASI dari indikator ibu antara kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi yang memperoleh tehnik bimbingan lebih mempengaruhi Sukses ASI. Kata kunci : Tekhnik menyusui, minuman lokasl, post partum PENDAHULUAN Pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk mewujudkan terciptanya SDM yang berkualitas yaitu manusia yang sehat dan cerdas dipengaruhi oleh pemberian asupan gizi masa kecil yaitu dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Bayi yang mendapat ASI Eksklusif morbiditas dan mortalitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif. Menurut WHO, di dunia terdapat1-1,5 juta bayi meninggal setiap tahunnya karena tidak mendapat ASI Eksklusif (Cahayani, 2012) Waktu yang direkomendasikan WHO untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa tambahan. Dalam kajian WHO, yang melakukan penelitian sebanyak 3000 kali, menunjukkan bahwa ASI mengandung semua nutrisi yang diperlukan bayi untuk bertahan hidup pada 6 bulan pertama, mulai hormon antibodi, faktor kekebalan, hingga antioksidan. Berdasarkan hal tersebut, WHO kemudian mengubah ketentuan mengenai ASI eksklusif yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan. Sejalan dengan WHO, menteri kesehatan melalui Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 pun akhirnya menetapkan perpanjangan pemberian ASI secara eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan (Riksani, 2012). Sebuah analisis yang dilakukan Hellen Keller (2002) menerangkan bahwa memberikan Air Susu Ibu (ASI) selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran. Pedoman international yang menganjurkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya (Prasetyono, 2009). United Nations Of Children s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa 406

25 mahasiswa yang memiliki perilaku yang baik sebagai mahasiswa kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Aini, N Faktor-Faktor Psikologis Yang Menentukan Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Kedokteran Di Universitas Hasanuddin Tahun Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin. Amstrong, M Managemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia. Aula, L Stop Merokok (Sekarang atau Tidak Sama Sekali!). Yogyakarta: Garailmu. Bandura, A Self-Efficacy: The Exercise of Control. Freeman and Company: New York. Basyir Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Editor, Tim Pustaka At-Tazkia, Jakarta. Basrowi Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Cahyo, K, dkk Rokok, Pola Pemasaran dan Perilaku Merokok Siswa SMA/Sederajat di Kota Semarang. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 11/No. 1, April 2012 Calvin Pengaruh Pesan Peringatan Kesehatan Terhadap Kesadaran Perokok. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara Chotidjah, S Pengetahuan Tentang Rokok, Pusat Kendali Kesehatan Eksternal dan Perilaku Merokok.Jurnal Psikologi Pendidikan, Vol. 16, No.1, Juli 2012: Creswell, J Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publications Davison, G.C. & Neale, J.M Abnormal psychology. New York: John Willey and Sons. Donatelle & Davis Health: the basics. Allyn & Bacon: USA. Fadilah, A Faktor-faktor penyebab rokok pada ramaja. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. Floyd, M & Yelding Personal Health: perspective and lifestyles. Wadsworth: USA. Faridah, F Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Remaja di SMK X Surakarta. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Ginting, T Pengaruh Iklan Rokok di Televisi Terhadap Perilaku Merokok Siswa SMP di SMP Swasta Dharma Bakti Medan. Medan: Universitas Darma Agung Green, L.W, dkk Health Education Planning: A Diagnostic Approach. Mountain View, California, Mayfield Publishing Co. Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia. World Health Organization Diakses pada tanggal 17 September Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia. World Health Organization Diakses pada tanggal 17 September Hahn & Payne Focus On Health: Sixth Edition. Mc Graw Hill: New York Hamza, N, A, et al Cigarette Smoking Among Female Students in Five Medical and Nonmedical Colleges. Journal of American College Health, Vol. 6 Hanafiah, F Berhenti Merokok Itu Gampang-Gampang Susah. Jakarta: Densuco Cipta Perkasa. 405

26 PEMBAHASAN Niat perilaku menurut Hanafiah (2012), secara umum semakin baik sikap dan norma subjek, semakin besar kontrol yang dirasakan, maka semakin kuat niat seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Niat adalah tergeraknya hati menuju apa yang dianggapnya sesuai dengan tujuan baik berupa perolehan manfaat atau pencegahan keburukan (Murthado dan Said, 1988). Villis (2000) mendeskripsikan intensi (niat) adalah penetapan tujuan yang merupakan sebuah perkiraan perilaku. Conner dan Norman (2005) menerangkan bahwa pada social cognitive theory dalam psikologi social mengenai kesehatan, intensi (niat) merupakan konstruksi inti dalam memahami intensi (niat) perilaku terkait dengan kesehatan, tindakan atau perubahan perilaku. Pada perilaku yang akan dilakukan adalah intensi (niat) behavioral yang merupakan intensi (niat) untuk melakukan kesehatan yang teratur, dimana terdapat kemungkinan yang semakin meningkat untuk melakukan tindakan kesehatan tersebut. Menurut informan dalam penelitian yang telah dilakukan baik perilaku merokok sedang dan merokok berat, pada dasarnya mereka tidak memiliki niat untuk merokok. Perilaku seseorang memang pada dasarnya dimulai dari niat maka dari niat itu mereka dapat mewujudkannya dalam bentuk perbuatan atau perilaku, tetapi dari informasi informan yang diteliti bahwa perilaku merokok mereka tidak didasari niat yang ada tetapi karena faktor lain, baik itu dari lingkungan ataupun pergaulan yang mereka alami. Pernyataan ini didukung oleh Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Sebagian informan beranggapan bahwa mereka mulai merokok karena didasari coba-coba dan pengaruh dari teman hingga akhirnya mereka menjadi seseorang yang ketergantungan dengan rokok. Pengaruh pergaulan dan lingkungan tempat mereka tinggal adalah salah satu factor yang menyebabkan mereka mulai merokok. hal ini sejalan dengan penelitian (Rachmat, Dkk (2013)) bahwa ada hubungan bermakna antara pengaruh teman dengan atau kelompok sebaya dengan perilaku merokok, dan hasil penelitian (Komalasari, 2006) bahwa faktanya kebanyakan remaja memulai kebiasaan merokok karena ikut-ikutan teman atau karena pengaruh lingkungan sosial. Pada masa remaja dapat terjadi beberapa perubahan salah satunya yaitu perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik yang dibawa dari masa anak-anak digantikan dengan hal yang baru dan lebih matang (Jahja, 2011). Fakta tersebut didukung oleh (Liem, 2014) yaitu teman-teman memiliki pengaruh terkait perilaku merokok, maka dari itu hasil yang peneliti dapatkan terkait perilaku merokok dengan adanya niat tidak didapatkan dilapangan pada saat melakukan wawancara mendalam kepada setiap informan. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian mengenai Perilaku Merokok Sedang dan Merokok Berat pada Mahasiswa Akper PPNI Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2017 diperoleh kesimpulan bahwa niat adalah dasar seseorang untuk melakukan suatu yang diwujudkan melalui sikap dan perbuatan. Niat dalam berperilaku merokok tidak didapatkan dari hasil informasi informan terkait penelitian yang dilakukan. Dari informasi yang di dapatkan baik itu dari perokok sedang maupun perokok berat mereka merokok lebih besar dari pengaruh pergaulan dan pengaruh teman yang memang sebelumnya perokok, sehingga dari pergaulan inilah para informan perokok sedang dan perokok berat mulai merokok, dari mulai coba-coba sampai mereka sudah menjadikan rokok salah satu kebutuhan yang harus mereka penuhi dalam sehari-hari. SARAN Diharapkan agar meningkatkan kedisiplinan untuk mahasiswa agar lebih memperhatikan perilaku mahasiswa kesehatan yang dapat merugikan kesehatan mahasiswa itu sendiri, dan lebih kreatif untuk memberikan ajaran terkait perilaku hidup sehat, dan perlu adanya kerja sama antara pengurus kampus baik itu satpam, ibu kantin dan dosen untuk memperhatikan mahasiswa agar terwujudnya 404

27 dan mudahnya melihat iklan rokok dengan idola mereka, kemudian dengan gagahnya idola mereka tersebut menggunakan rokok sehingga dari akses yang dilihat atau didapatkan kemudian mahasiswa tersebut meniru idola mereka. Apalagi kita ketahui bahwa mahasiswa keperawatan atau kesehatan sangatlah dituntut untuk berperilaku sehat dan bebas dari merokok karena mereka adalah contoh untuk meningkatkan mutu kesehatan apalagi berkaitan dengan rokok, tetapi tidak sedikit kita temukan mahasiswa kesehatan memiliki perilaku merokok yang sangat berat. Dikatakan sangat berat karena mahasiswa di lingkungan kampus keperawatan ini nampak memiliki rokok dengan jumlah yang tidak sedikit (bukan dalam bentuk perbatang tetapi dalam bentuk bungkusan) dalam hal ini pada saat membeli rokok dapat kita ketahui bahwa perilaku merokok mahasiswa ini sudah tergolong berat. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Informan Pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektifkonstruktif. Penelitian ini dilakukan di Akper PPNI Kota Kendari. Informan kunci adalah mahasiswa DIII Keperawatan. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan tahap tahap sebagai berikut : 1. Pengumpulan data, dilakukan dengan wawancara mendalam dalam wawancara dengan tehnik FGD, observasi dan dokumentasi. 2. Reduksi data, data yang diperoleh difokuskan pada permasalahan yang diteliti. 3. Telaah dokumen/ studi dokumentasi, mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. 4. Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan, skema, matriks maupun teks naratif dan menjamin kerahasiaan informan. 5. Penarikan kesimpulan (konsep), dari data yang disajikan kemudian dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Analisis data Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dilakukan secara manual sesuai dengan petunjuk pengolahan data kualitatif serta sesuai dengan tujuan penelitian ini dan selanjutnya dianalisis dengan metode content analysis. Data yang dikumpul adalah data yang bukan angka sehingga analisa data dimulai dengan menuliskan hasil pengamatan, hasil wawancara, kemudian diklasifikasikan dan diinterpretasikan dan akhirnya disajikan dalam bentuk narasi. HASIL PENELITIAN Hasil kegiatan FGD dan wawancara mendalam yang dilakukan pada mahasiswa terkait perilaku merokok (niat perilaku) diperoleh hasil hampir semua tidak memiliki niat untuk merokok dan mereka hanya mengikuti perilaku teman. Adapun kutipan dari informan sebagai berikut : awalnya saya mulai merokok itu dari temanku waktu saya barusan mendaftar di kampus ini, tidak ada keinginanku sebenarnya untuk merokok tapi karena teman-tamanku rata-rata perokok jadi saya juga ikut-ikutan... (An. I, 21 Tahun, 26 Juli 2017) saya mulai merokok karena temanku jhi, dia tawarkan saya merokok karena semua mereka merokok baru saya nda toh (An. A, 21 Tahun, 27 Juli 2017) kalau saya mulai merokok karena pergaulanku, banyak teman-temanku dulu yang merokok jadi saya juga mulai merokok tapi kalau niat untuk untuk merokok tidak ada jhi (An. F, 23 Tahun, 27 Juli 2017) Meskipun demikian ada juga mahasiswa yang mengatakan hal berbeda terkait bagaimana ia mulai mengenal dan berperilaku merokok, mereka sampai saat ini belum berpikir bagaimana cara menjauhi rokok seperti yang dikemukakakn oleh 2 informan berikut ini: niat untuk merokok nda jhi, cuma penasaran ingin coba-coba saja (An. S, 20 Tahun, 28 Juli 2017) saya mulai merokok baru-baru jhi, belum berapa bulan karena ingin coba-coba saja (An. R, 20 Tahun, 28 Juli 201Hal serupa juga dikemukakan oleh informan sebagai berikut: kalau saya waktu itu mulai kenal rokok karena coba-coba jhi saja (An. I, 24 Tahun, 31 Juli 2017) 403

28 usianya belum mencapai 19 tahun. Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak tahu risiko mengenai bahaya adiktif rokok (Kemenkes RI, 2014). Niat seseorang untuk bertindak berkaitan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention). Niat perilaku menurut Ajzen (2006) dalam Hanafiah (2012) secara umum, semakin baik sikap dan norma subjek, semakin besar kontrol yang di rasakan, maka semakin kuat niat seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Perilaku merokok merupakan kegiatan fenomenal, artinya walaupun telah banyak orang yang mengetahui dampak buruk akibat merokok, tetapi jumlah perokok tidak menurun bahkan terus meningkat. Saat ini kelompok umur perokok bervariatif dan bukan menjadi dominasi kaum pria saja. Fakta yang teradi saat ini menunjukan bahwa kebiasaan merokok menjadi trend. BahkaN tejadi kecenderungan usia mulai merokok yang semakin muda (Pratiwi, 2008) Menurut Green (1984) dalam Notoatmodjo (2010) informasi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan kondusif bagi kesehatan. Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) mengatakan hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa dan Canada bahwa informasi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, informasi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri untuk berperilaku lebih baik. Proses perubahan yang terjadi pada remaja disebabkan oleh adanya pertambahan pengalaman dan usia yang merupakan hal yang harus terjadi karena proses pematangan kepribadiannya. Remaja sedikit demi sedikit memunculkan ke permukaan sifat-sifat (trait) yang sebenarnya harus berbenturan dengan rangsangan- rangsangan luar (Sarwono, 2011). Inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Oleh karena itu kebanyakan remaja menanamkan konsep diri yang salah yaitu dengan melakukan perilaku menyimpang atau kenakalan salah satunya perilaku merokok sebagai konpensasi dan simbolisasi untuk memperjuangkan kemandirian (the strike for autonomy) (Sarwono, 2011). Menurut Ginting (2011) untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada. Untuk itu mahasiswa biasanya merokok diluar dari lingkungan kerabat dekat dan keluarganya. Maka tempat yang dimaksud terjadinya perilaku merokok adalah wilayah kampus. Mahasiswa merasa bebas untuk melakukan apa saja termasuk merokok apalagi di tunjang oleh uang saku yang diberikan oleh orang tua dan di wilayah kampus juga terdapat kantin yang menjual rokok dengan jarak yang tidak jauh dari lingkungan mahasiswa sehingga mahasiswa selalu menghabiskan waktu merokok di kantin tersebut. Upaya mengatasi perilaku merokok pada mahasiswa yaitu keputusan untuk menggurangi konsumsi rokok secara bertahap serta dengan niat dan motivasi yang kuat untuk tidak merokok, maka dari itu dibutuhkan suatu kesadaran yang tinggi dari masingmasing mahasiswa. Menyadari dampak negatif dari aktivitas merokok yang dilakukan oleh para pengguna rokok baik bagi dirinya maupun bagi orang yang berada di sekitarnya maka hal ini perlu ditinjau lebih jauh sehingga nantinya dapat mengurangi angka pengguna rokok dan angka gangguan kesehatan karena aktivitas merokok. Hal ini juga di dukung oleh kurangnya media tentang kesehatan bahaya rokok yang kurang di paparkan pada area kampus, kemudian mudahnya mahasiswa dalam mendapatkan rokok apalagi di area kampus terdapat kantin yang juga menjual rokok. Mahasiswa juga dengan mudah merokok karena peraturan yang kurang ketat terhadap larangan merokok di area kampus 402

29 bahaya yang sangat besar bagi diri mereka sendiri sebagai orang yang merokok (perokok aktif), maupun orang yang berada di sekitar mereka yang bukan perokok (perokok pasif). Bahkan melalui tulisan yang terdapat pada pembungkus rokok, para perokok ini sudah mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan, diantaranya dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, penyakit stroke, katarak, merusak gigi, osteoporosis, kelainan sperma, bahkan sekarang tulisan pada pembungkus rokok bertuliskan peringatan bahwa merokok membunuhmu (Aula, 2010). Berdasarkan jumlah konsumsi rokok harian, perokok terdiri atas 3 kategori yaitu: perokok ringan (1-10 batang/ hari), perokok sedang (11-20 batang/ hari), dan perokok berat (> 20 batang/ hari) (Mu tadin, 2002). Pada umumnya, penelitian tentang perilaku merokok pada mahasiswa yang telah dilakukan terkait dengan perilaku merokok pada mahasiswa dengan kategori perokok sedang dan perokok berat (Heavy Smoker). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai informan yang mengonsumsi rokok dalam jumlah yang lebih kecil yakni 5 batang/ hari. Istilah untuk perokok ini adalah social smoker yaitu individu yang merokok hanya pada situasi sosial atau situasi tertentu (Hahn dan Payne, 2003). Berdasarkan penelitian Kimberly, dkk (2006) tentang karakteristik perokok sosial pada mahasiswa diketahui bahwa sampai saat ini, tidak ada cara standar untuk mendefenisikan perokok sosial. Namun, dalam penelitiannya mereka mendefenisikan karakteristik perokok sosial sebagai seseorang yang merokok lebih umum bersama orang lain dari pada sendiri, merokok pada situasi sosial tertentu seperti pada saat pesta atau pada saat sedang bersosialisasi dengan orang lain. Di lingkungan k a m p u s D-III Akademi Keperawatan PPNI Kendari, mahasiswa cenderung untuk berperilaku merokok. Mereka merokok disebabkan berbagai faktor, dari sekedar coba-coba maupun karena pengaruh dari teman yang merokok. Dari hasil wawancara dengan Tn. A yang merupakan petugas keamanan kampus D-III Akademi Keperawatan PPNI Kendari pada tanggal 21 April 2017, bahwa mahasiswa laki-laki yang berada di kampus kesehatan ini sebagian besar adalah perokok, bahkan Tn. A mengatakan ada juga perokok dari kalangan mahasiswa perempuan. Tempat yang sering digunakan untuk merokok yaitu di kantin kampus, tempat parkir, dan lobi-lobi gedung. Mahasiswa tersebut cenderung merokok pada saat berkumpul dengan teman-temannya waktu pulang kuliah dan waktu santai saat tidak ada perkuliahan Merokok merupakan suatu kebiasaan pada masyarakat yang banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari, di berbagai tempat dan kesempatan. Perilaku merokok adalah aktivitas membakar tembakau, menghisap, lalu menghembuskan asapnya. Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2014) menyebutkan bahwa sekitar 6 juta orang per tahun mengalami kematian akibat rokok. Penelitian yang dilakukan oleh Pasco (2012) menyebutkan di antara 165 orang dengan gangguan depresi mayor dan 806 kontrol, merokok dikaitkan dengan peningkatan peluang untuk gangguan depresi utama (usia disesuaikan rasio odds (OR) = 1,46,95% CI 1,03-2,07). Dibandingkan dengan non-perokok, kemungkinan untuk gangguan depresi mayor lebih dari dua kali lipat bagi perokok berat (> 20 batang/ hari). Di antara 671 laki-laki yang tidak memiliki riwayat penyakit depresi pada awal, 13 dari 87 perokok dan 38 dari 584 non-perokok mengembangkan gangguan depresi de novo besar selama satu dekade tindak lanjut. Merokok meningkatkan risiko penyakit depresi sebesar 93% (rasio hazard (HR) = 1,93, 95% CI 1,02-3,69); ini tidak dijelaskan oleh aktivitas fisik atau konsumsi alkohol. Kondisi perokok di Indonesia juga semakin memperihatinkan karena konsumsi rokok pada setiap tahunnya terus meningkat pesat melebihi laju pertambahan penduduk. Pada tahun 2010 diketahui bahwa prevalensi perokok di Indonesia sebesar 34,2% dan semakin meningkat pada tahun 2013 menjadi 36,3%. Untuk konsumsi rokok pada setiap harinya per orang di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 12,3 batang/ hari (setara satu bungkus) (Kemenkes, 2013). Data Global Youth Tobbaco Survey 2014 (GYTS 2014) menyebutkan 20,3 % anak sekolah merokok (Laki-laki 36%, perempuan 4.3%), 57,3% anak sekolah usia tahun terpapar asap rokok dalam rumah dan 60% terpapar di tempat umum atau enam dari setiap 10 anak sekolah usia tahun terpapar asap rokok di dalam rumah dan di tempat-tempat umum. Data Global Adult Tabacco Survey (GATS, 2014) juga menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia sebesar 34,8% dan sebanyak 67% laki-laki di Indonesia adalah perokok terbesar di dunia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) terdapat 24,3% perokok aktif yang setiap hari merokok, 5% perokok kadangkadang, 4% mantan perokok dan 66,6% tidak merokok. Hampir 80% perokok merokok ketika 401

30 ANALISIS PERILAKU MEROKOK SEDANG DAN MEROKOK BERAT MAHASISWA D-III KEPERAWATAN PPNI KENDARI DI SULAWESI TENGGARA Deni 1, Suriah 2, Sudirman 3 1 Pasca Sarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar (Alamat Korespondensi: deni.deni185@yahoo.com/ ) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku merokok mahasiswa secara mendalam terkait dengan faktor niat perilaku, dukungan sosial, ada atau tidak adanya informasi atau fasilitas kesehatan, otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil keputusan dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain studi kasus. Analisis berupa domain dengan teknik pengumpulan data Indepth-Interview, Fokus Group Discussion dan Observasi terhadap 15 informan perilaku perokok sedang dan perokok berat. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Juli sampai dengan 26 Agustus Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari niat perilaku untuk merokok tidak didasari oleh niat, mereka merokok diawali coba-coba dan pengaruh oleh teman sepergaulan. Dukungan sosial sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang, dalam hal ini dukungan sosial dari teman dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku merokok yang informan lakukan. Ada atau tidak adanya informasi atau fasilitas kesehatan terkait perilaku merokok sangat berpengaruh untuk menentukan perilaku, masih banyak informan yang tidak memiliki informasi kesehatan terkait perilaku merokok. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil keputusan terkait perilaku merokok, hampir semua informan mengungkapkan bahwa hal itu didasari dari pilihan mereka sendiri. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak diketahui yaitu pada saat bekerja dan kantin kampus adalah tempat yang dianggap nyaman untuk merokok. Diharapkan kepada pihak Kampus Kesehatan PPNI Kendari di Sulawesi Tenggara agar meningkatkan kedisiplinan terhadap larangan kawasan tanpa asap rokok guna menciptakan mahasiswa kesehatan yang lebih lebih baik dan bebas dari perilaku merokok. Kata kunci: Perilaku Merokok, Mahasiswa PENDAHULUAN Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat Indonesia. Menurut Sukendro (2007), merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi seharihari. Merokok merupakan perilaku yang sering dijumpai di berbagai tempat dan dianggap sebagai kebiasaan dalam masyarakat Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan strategi pengendalian dampak konsumsi rokok di Indonesia. Capaian yang diharapkan dari Peta Jalan ini yaitu pembentukan dan implementasi kebijakan publik/regulasi yang melindungi masyarakat dari ancaman bahaya merokok, contohnya: aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Sementara itu, DPR-RI telah melakukan upaya pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) Pertembakauan. RUU ini sejak awal penyusunannya mengundang kontroversi, namun tetap akan segera dibawa dalam sidang paripurna untuk selanjutnya disahkan sebagai peraturan perundang-undangan. Meskipun telah ada upaya tersebut, sangat disadari upaya mengendalikan jumlah perokok masih membutuhkan peran serta masyarakat. Sebagian besar kalangan memandang bahwa perilaku merokok memiliki banyak dampak negatif. Namun, ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa perilaku merokok dapat memberikan efek relaksasi dan ketenangan bagi mereka, meskipun anehnya mereka sendiri telah paham bahwa perilaku merokok yang mereka lakukan memiliki 400

31 yang ditunjukkan dari kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 baik pada kelompok intervensi maupun kelompok control karena pada kedua kelompok tersebut sama-sama mengalami peningkatan kadar glukosa darah, tetapi jika dilihat secara seksama kelompok intervensi kenaikannya lebih kecil daripada kelompok control sehingga dapat dikatakan intervensi yang dilakukan berupa DSME dan pemberian leafleat DM dapat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah. KESIMPULAN Tidak ada perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden antara kelompok intervensi dengan kelompok control. Sedangkan pada post test nilai P= (p < 0.05) yang menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua kelompok penelitian. SARAN Dalam penelitian ini keluarga dengan penderita DM tipe 2 tidak diiukutsertakan dalam pemberian DSME, dimana dukungan keluarga merupakan hal penting dalam penurunan kadar glukosa darah. DAFTAR PUSTAKA AanSutandi (2012), Self Management Education (DSME) sebagai metode alternative dalam perawatan mandiri pasien Diabetes Melitus di dalam keluarga. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (2016), Profil. Depkes RI (2008), Pedoman Tekhnis penemuan dan tatalaksana penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Ihsan (2010), Laboratorium Kesehatan :Glukosa Darah. Kholid,A (2012), Promosi Kesehatan: Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jilid I.Jakarta: rajawali Press. Lemone& Burke (2008), Medical Surgical Nursing : Critical Thingking in Client Care (4 thed). New Jersey : Person Prentice Hall. LaurentiaMihardja (2009), Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita Diabetes Mellitus di perkotaan Indonesia, RasearchArticle, volume 59 Nomor 9. MonaEva, BiufanaS& AstutiRahayu (2012), Hubungan Frekuensi Pemberian konsultasi Gizi dengan Kepatuhan Diet Serta Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, November 2012, Vol.1 No.1. Ni Komang (2009), Hubungan antara Aktivitas Fisik dan kejadian Diabetes Melitus (DM) tipe 2. Jurnal Skala Husada Volume 6 No : NurHikmah B (2015), Pengaruh Konseling Home Care terhadap Kualitas Hidup penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Talise kota Palu. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. PERKENI (2006), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. PERKENI (2011), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Schteingart (2006), Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Sylvia & Lorraine. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses Penyakit (hal ). Jakarta: EGC. Smeltzer& Bare (2008), Social Support Survay.Social Science and Medicine. 32 (6) Soegondo (2006), Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. St.Nurliya (2013), Pengaruh Konseling Gizi dan Gaya Hidup terhadap Kadar Glukosa Darah dan indeks Massa Tubuh (IMT) pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa Kota Makassar.Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat bagian Epidemiologi Universitas Hasanuddin. Sukardi (2009), Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus, dalam Sidartawan, Pradana& Imam, Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI. 399

32 kelompok kontrol hasil yang didapatkan adalah selisih antara pre test dan post testnya yaitu sebesar 4,150 mg/dl dengan p=0,601 (p>0,05)yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat pretest hingga post test. Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian ini menunjukkan intervensi DSME dan pemberian leaflet DM mampu menahan laju kenaikan kadar glukosa pada penderita DM 2, hal ini dibuktikan bahwa jika dibandingkan selisih kenaikan glukosa darah terjadi perubahan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristanti (2016) yang menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan gula darah pasien DM. Hal tersebut bisa didapatkan dari hasil proses edukasi. Saat pelaksanaan edukasi berlangsung responden diberikan pemahaman mengenai penyakitnya sehingga dapat menyadari kondisi diri dengan penyakit yang diderita, yang kemudian diajak untuk mengelola penyakitnya dan selanjutnya merencanakan tindakan apa saja yangdilakukan dalam mengelola penyakitnya. Pada akhirnya edukasi ini membuat responden dapat menerima penyakitnya dan lebih bijaksana dalam menjalani penyakitnya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sourav (2010) di India yang menilai pengaruh edukasi pasien terhadap management penyakit yang berdampak pada kualitas hidup pasien DM tipe 2. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai control Glukosa Plasma Puasa (GPP) dan Tingkat Glukosa Postprandial Plasma (PPG) berkurang secara signifikan 180 ± 2,597 (p<0,05) dan 194 ±2,596 (p<0,01) masing-masing setelah 45 hari pasien diberi Edukasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian edukasi mengenai pengelolaan penyakit dan modivikasi gaya hidup pasien efektif diimplementasikan dan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien DM sehingga meningkatkan angka harapan hidup pasien DM. Mahant (2013) dalam penelitiannya di India juga menunjukkan peningkatan kualitas hidup pasien meningkat setelah mendapatkan edukasi oleh petugas kesehatan yang terlihat dalam hal pemantauan glukosa daraah secara rutin. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Edukasi dapat memberikan efek jangka panjang berupa control metabolic management perawatan diri bagi pasien DM. Dalam mengontrol glukosa darah pasien agar tetap stabil dan tidak mengalami komplikasi perlunya kesadaran bagi setiap penderita DM untuk meningkatkan kualitas hidupnya, Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, selain edukasi yang telah dijelaskan, perubahan gaya hidup juga sangat penting untuk dilakukan seperti diet DM, hindari stres, dan melakukan aktivitas fisik yang rutin misalnya senam untuk diabetes. Dalam hasil penelitian Mona (2012) menyatakan bahwa ada hubungan frekuensi pemberian konseling gizi dengan kepatuhan diet penderita DM tipe 2. Hal ini sama juga dalam hasil penelitian Octa (2011) bahwa konseling gizi yang rutin dan modivikasi gaya hidup memperbaiki kadar glukosa darah, hal ini serupa pada hasil penelitian Ni Komang (2009) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang rendah memiliki resiko DM tipe 2, 3 kali lebih besar dibandingkan dengan aktivitas fisik yang tinggi. 2. Perbandingan kadar glukosa antara kelompok intervensi dan kelompok control. Dalam Penatalaksanaan DM dikenal 4 pilar utama pengelolaan antara lain : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Ketidakpatuhan pasien terhadap cara pengelolaan penyakitnya merupakan salah satu kendala pada pelayanan diabetes, edukasi DM merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Edukasi merupakan pilar terpenting untuk keberhasilan pengelolaan DM mencapai kadar glukosa sasaran yang dianjurkan dan pada gilirannya bertujuan untuk mencegah komplikasi kronik DM pada berbagai organ tubuh. Edukasi DM tersebut dapat dalam bentuk Diabetes Self Management Education (DSME) seperti dalam penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji statistic saat pre test didapatkan nilai p= (p > 0.05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden antara kelompok intervensi dengan kelompok control. Sedangkan pada post test nilai P= (p < 0.05) yang menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua kelompok penelitian. Hal ini terjadi karena kecilnya angka perbedaan 398

33 2.Rata-rata Kadar Glukosa Darah Rata-rata kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 pada kedua kelompok penelitian disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2. Gambaran rata-rata kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Variabel Kadar Glukosa Pre Test Post Test Beda Rata-rata Nilai p (Homogenitas) Intervensi (n=20) Kontrol (n=20) Rerata SD Rerata 264, ,153 50,81 299,80 303,95 27,30 4,150 0,013 0,601 Tabel 2. menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa kelompok intervensi pada saat pre test adalah 264,45 mg/dl dengan standar deviasi 56,153 sedangkan paa saat post test menjadi 237,15 mg/dl dengan standar deviasi 50,811 yang berarti terjadi peningkatan sebesar 27,30. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata kadar glukosa padasaat pretest adalah 299,80 mg/dl dengan standar deviasi 92,985 dan pada saat post test menjadi 303,95 mg/dldengan standar deviasi 74,622 yang berarti terjadi peningkatan sebesar 4,150. Perbandingan kadar glukosa pada kedua kelompok penelitian sebagai berikut: 3.Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Pada tahap ini dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh DSME terhadap kadar glukosa darah baik itu sebelum dan setelah ddilakukan intervensi terhadap penderita DM tipe 2. Selain itu untuk melihat perbedaan antara kelompok yang diberi intervensi dan kelompok yang tidak diberi intervensi (kelompok kontrol) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Distribusi rata-rata kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 pada kelompok intervensi saat pre test dan post test. Nilai Kadar Glukosa Darah Statistik Pre Test Post Test N Mean SD SE Beda Mean ,45 56,153 12,556 27,30 p Value 0,013 Tabel 3. menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata kadar glukosa darah penderita DM 2 setelah dilakukan DSME. Hasil uji statisstik yang didapatkan p= 0,013 (p<0,05) yang artinya ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan randomized control group Pre Test Post Test Design pada 40 responden yang menderita diabetes Melitus tipe 2 sebagaimana telah terdiagnosis dan tercatat di buku rekam medic Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar selama 3 bulan yaitu Mei-Juli Pemilihan kelompok yang diberikan intervensi berupa Diabetes Self Management Education (DSME) dan pemberian leaflet DM dilakukan secara simple random sampling dengan cara diundi. Waktu pelaksanaan penelitian ini kurang lebih 7 Minggu yaitu dimulai pada tanggal 12 Agustus sampai 30 September 2017 dengan jarak antara pelaksanaan pre test dan post test selama sekitar 7 Minggu. Hal ini sesuai dengan Transtheoritical Theory Model (TTM) yang dikemukakan oleh Prochasca yang menyatakan bahwa untuk mengukur perubahan yang masih dalam tahap persiapan (orang berniat mengambil tindakan dalam waktu dekat yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai sikap) diperlukan waktu 1 bulan (Kholid, 2012). Hasil analisis data yang dilakukan pada 40 responden pada ke dua kelompok penelitian tersebut yaitu kelompok intervensi dan kelompok control yang dipilih sebagai sampel diuraikan sebagai berikut: 1. Pengaruh Diabetes Self Management Education terhadap kadar Gula Darah Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan suatu proses memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan control metabolic, mencegah komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM (Sidani & Fan, 2009) Hasil penelitian menunjukkan baahwa ada peningkatan kadar glukosa darah responden pada kelompok intervensi yang mana pada saat pre test diukur pada glukosa darah responden kemudian diberikan DSME dan leaflet DM secara berkala sekali dalam seminggu selama kurang lebih 7 Minggu dan hasil yang didapatkan adalah selisih rata-rata kadar glukosa darah yang diukur dari pre test sampai post testnya yaitu 27,30 mg/dl dengan p=0,013 (p<0,05) yang artinya terjadi perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi, namun jika dibandingkan pada 397

34 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai karakteristik pasien dan memperoleh pemaparan secara deskriptif. Variabel penelitian berupa variable independen (pemberian DSME) dan variable dependen (kadar gula darah) dengan menggunakan tabel distribusi frekuansi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariatdilakukan untuk melihat apakah ada efek intervensi setelah melakukan pembelian diabetes Self Management Education (DSME) dengan cara membandingkan kadar gula darah sebelum dan setelah dilakukan intervensi tersebut dengan menggunakan uji t bepasangan. Selain itu untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependennya dilakukan uji t tidak berpasangan. HASIL PENELITIAN 1. Kadar Glukosa Berdasarkan Karakteristik Responden Rata-rata kadar glukosa darah pada saat pre-test hingga post-test pada ke dua kelompok penelitian berdasarkan karakteristik responden dapaat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Distribusi rata-rata kadar glukosa darah responden berdasarkan karakteristik umum. Karakteristik Responden Pre Test Intervensi Kontrol Post Test Beda Pre Test Post Test Beda Umur ,5 216, ,66 207, ,83 14, ,12 234,50 29, ,5 8, ,85 258,71 7,14 289, , ,5 3, Jenis Kelamin Laki-laki 273,3 239,6 33,7 315,33 307,88 7,45 Perempuan 255,6 234,7 20, Pendidikan Terakhir SMP/Sederajat SMA/Sederajat 279, ,44 335,1 322,1 13 S1 243,90 209, , ,25 S Pekerjaan Wiraswasta ,7 292,4 1,3 PNS/TNI/POLRI 282,25 230, , ,43 Karyawan swasta 314, ,5 346,33 320,33 26 Pensiunan ,5 226,5 16 Tidak bekerja 241,5 174, Riwayat Penyakit Ada riwayat 245,25 249,37 4,12 294, ,86 Tidak ada riwayat 27, ,25 302,84 301,15 1,69 Tabel 1. menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan kelompok umur, pada kelompok intervensi rata-rata kenaikan kadar glukosayang paling besar adalah pada kelompok umur 30 sampai 39 tahun. Sedangkan pada kelompok kontrol pada umur 80 ssampai 89 tahun. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki paling besar kenaikan kaadaar glukosanya pada kelompok intervenssi sedangkan pada kelompok kontrol adalah perempuan. Karakteristik berdaarkan pendidikan terakhir pada kelompok intervensi, pendidikan S1 paaling besar kenaikan glukosanya dan pada kelompok kontrol pada pendidikan S2. Sedangkan berdasarkan pekerjaan pada kelompok intervensi yang paling besar kenaikan glukosanya adalah tidak bekerja danpada kelompok kontrol adalah karyawan swasta. 396

35 pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit dan resikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis dan lainlain. Salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan DM type 2 adalah edukasi. Edukasi kepada pasien DM tipe 2 penting dilakukan sebagai langkah awal pengendalian DM tipe 2. Edukasi diberikan kepada pasien DM dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pasien sehingga pasien memiliki perilaku preventif dalam gaya hidupnya untuk menghindari komplikasi DM tipe 2 jangka panjang (Smelter & Bare, 2001). Salah satu bentuk edukasi yang umum digunakan dan terbukti efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 adalah Diabetes Self Management Education (DSME) (McGowan, 2011). Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan komponen penting dalam perawatan pasien DM dan sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki status kesehatan pasien. DSME merupakan suatu proses berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri (Funnel et,al,2008). DSME merupakan suatu proses memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan control metabolic, mencegah komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM (Sidani& Fan,2009). Adapun tujuan umum DSME adalah mendukung pengambilan keputusan, perilaku, perawatan diri, pemecahan masalah dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan untuk memperbaiki hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup (Funnell et.al. 2008). Berbagai penelitian mengenai DSME telah dilakukan diantaranya. Penelitian yang dilakukan oleh McGowan (2001) mengenai the Efficacy of Diabetes Patient Education and Self-Management Education in Type 2 Diabetes. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kelompok intervensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pasien DM tipe 2. Penelitian yang sama juga dilakukan Alvida Yuanita (2013) mengenai pengaruh DSME terhadap resiko terjadinya ulkus Diabetik pada pasien DM tipe 2, terbukti DSME memberikan pengaruh yang efektif karena bisa memperbaiki hasil klinis pasien sehingga resiko terjadinya ulkus Diabetik pada kelompok intervensi dapat berkurang. Penelitian lain mengenai DSME juga dilakukan oleh kristanti (2016) menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan gula darah pasien DM dan meningkatkan pengetahuan managemen dirinya. Berdasarkan data dan latar belakang diatas, serta dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan yang berkaitan dengan pengaruh edukasi terhadap pasien diabetes melitus, peneliti bermaksud meneliti pengaruh DSME terhadap kadar gula darah pasien DM tipe 2 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar tahun BAHAN DAN METODE Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, penelitian Quasi Eksperimental (Eksperimen Semu) dengan rancangan Randomized Pretest and Postest Control Group Design Penelitian ini direncanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium kadar gula darah di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar tercatat mulai bulan Mei - Juli 2017 sebanyak 79 orang dan jumlah sampel Sehingga jumlah yang memenuhi criteria yang ditentukan yaitu sebanyak 40 orang pasien yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok control, yang masing-masing diperoleh 20 orang. Pengolahan Data 1. Editing Editing adalah tahap pertama dalam melakukan pengolahan data yang dilakukan dengan menyunting data yang terkumpul dari lokasi penelitian di lapangan. 2. Coding Coding data dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode pada tehadap setiap data yang akan diinput, sehingga mempermudah pada saat analisis dan mempercepat entri data. 3. Entri Entri Data adalah proses memasukkan data dalam computer dengan menggunakan perangkat lunak progam computer, yakni menggunakan program SPSS. 4. Cleaning Cleaning data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah diinput (entri), untuk melihat apakah ada kesalahan atau tidak. Analisis Data 395

36 Sulawesi Selatan yaitu sebesar 41,56% (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, 2012). Peningkatan kasus DM juga terjadi di tingkat kabupaten/kota, khususnya kota Makassar. Diabetes Melitus menempati peringkat kelima dari sepuluh penyebab utama kematian di Makassar tahun 2007 dengan jumlah sebanyak 65 kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka kejadian penyakit Diabetes Melitus pada tahun 2011 yaitu 5700 kasus. Pada tahun 2012 angka kejadian kasus DM meningkat menjadi kasus, tahun 2013 menjadi kasus dan semakin meningkat di tahun 2014 menjadi kasus (Dinkes Kota Makassar, 2015). Di tahun 2015, diantara 10 jenis penyebab utama kematian di kota Makassar, Diabetes Melitus menduduki urutan ke-4 dimana terdapat 191 penduduk yang mati akibat penyakit tersebut. (P2PL Dinkes Kota Makassar). Berdasarkan data yang didapatkan dari rekam medic Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar pada tahun 2016, diperoleh data terdapat jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium sebanyak orang. Dari 2017 pasien yang periksa kadar gula darah terdapat 84 pasien yang mempunyai hasil pemeriksaan kadar gula darah diatas normal dan terdiagnosis menderita penyakit Diabetes Melitus setelah melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara berkala dengan hasil kadar gula darah rata-rata diatas normal (Rekam Medis BBLK, 2017). Terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus yaitu Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). DMT1 adalah penyakit autoimun dimana tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dan lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Sedangkan Diabetes Melitus (DMT2) atau yang sering disebut dengan Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) adalah gangguan metabolisme dimana produksi insulin ada tetapi jumlahnya tidak adekuat atau reseptor insulin tidak dapat berespon terhadap insulin. DMT2 atau DM Tipe 2 merupakan jenis DM yang jumlahnya meningkat secara signifikan di dunia. Angka insiden DM Tipe 2 berada pada angka tertinggi di Negara ekonomi berkembang. Resiko DM tipe 2 terus meningkat di seluruh dunia karena pertambahan penduduk, penuaan, urbanisasi dan meningkatnya prevelensi dari aktivitas fisik dan obesitas (Javanbakht, 2011).Di Indonesia khususnya dari seluruh populasi penderita DM kurang lebih 90% pasien mengalami DM Tipe 2 yaitu tidak tergantung insulin (Baynes, 2003). Kriteria diagnosis dari DM menurut WHO (2006) adalah apabila kadar glukosa darah puasa >7,0 mmol (126 mg/dl) atau glukosa darah 2 jam setelah puasa adalah >11,1 mmol (200 mg/dl). Diabetes Melitus dikarakteristikkan dengan peningkatan kadar glukosa di dalam darah, peningkatan kadar glukosa darah biasa disebabkan karena penurunan atau tidak adanya produksi insulin dalam pancreas yang mengontrol kadar gula darah melalui pengaturan dan penyimpanan glukosa. Diabetes Melitus dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik yang membahayakan apabila tidak diobati. Akibat dari Hiperglikemi dapat terjadi komplikasi metabolic akut seperti Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan keadaan hiperglikemi dalam jangka waktu yang lama berkontribusi terhadap komplikasi kronik pada kardiovaskuler, ginjal, penyakit mata dan komplikasi neuropatik. Diabetes Melitus juga berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit makrovaskuler seperti stroke (Smeltzer dan Bare, 2008). Menurut WHO (2006), penderita diabetes beresiko mengalami kerusakan mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati dan neuropati. Hal ini akan mengakibatkan efek terhadap kualitas hidup pasien. Penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian serta mempengaruhi usia harapan hidup pasien DM. Untuk Mencegah terjadinya komplikasi dari diabetes mellitus, maka diperlukan pengontrolan yang terapeutik dan teratur melalui perubahan gaya hidup pasien DM yang tepat, tegas dan permanen. Pengontrolan diabetes mellitus diantaranya adalah pembatasan diet, peningkatan aktivitas fisik, pengobatan yang tepat, control medis teratur dan pengontrolan metabolic secara teratur melalui pemeriksaan Laboratorium (Golien et al dalam Yusra,2011). Pemeriksaan Laboratorium yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaaan tersebut dapat dilakukan dengan spektrofotometer maupun glukometer. Adapun jenis-jenis pemeriksaan laboratorium untuk menentukan hasil glukosa darah, antara lain Glukosa darah sewaktu (GDS), Glukosa darah Puasa (GDP),Glukosa 2 jam PP,TTGO dan pendeteksian gula secara dini 3 bulan terakhir dengan HbA1C. Selain itu, terdapat 4 pilar utama penatalaksanaan DM antara lain: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. (PERKENI, 2011). Penatalaksanaan DM dimulai dengan edukasi untuk mengubah gaya hidup dan perilaku pasien. Edukasi yang diberikan meliputi pemahaman tentang perjalanan penyakit DM, 394

37 PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME) TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TYPE II DI BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN MAKASSAR Nuradhayani 1, Arman 2, Sudirman 3 1 Pasca Sarjana UMI Makassar 2 Pasca Sarjana UMI Makassar 3 Pasca Sarjana UMI Makassar Alamat Korespondensi: nuradhayanirawan@gmail.com/ ABSTRAK DSME terhadap resiko terjadinya ulkus Diabetik pada pasien DM tipe 2, terbukti DSME memberikan pengaruh yang efektif karena bisa memperbaiki hasil klinis pasien sehingga resiko terjadinya ulkus Diabetik pada kelompok intervensi dapat berkurang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Menganalisis pengaruh DSME terhadap kadar gula darah pasien DM tipe 2 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar tahun Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimental (Eksperimen Semu) dengan rancangan Randomized Pretest and Postest Control Group Design. Pada desain ini sampel dipilih secara acak dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (eksperimen) maupun kelompok control. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji statistic saat pre test didapatkan nilai p= (p > 0.05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden antara kelompok intervensi dengan kelompok control. Sedangkan pada post test nilai P= (p < 0.05) yang menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua kelompok penelitian. Kata Kunci : Diabetes Self Management Education (Dsme), Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Type II PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI 2011). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Melitus di dunia sekitar 200 juta jiwa dan diprediksikan akan meningkat dua kali, 366 juta jiwa tahun 2030 (WHO, 2011). Berdasarkan problem data Internasional Diabetes Federation (IDF) tingkat prevelensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia dan mengalami peningkatan 382 kasus pada tahun IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) diantara usia penderita DM tahun (IDF, 2013). Di Asia Tenggara terdapat 12,3 juta jiwa pada tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi hingga 19,4 juta jiwa pada tahun 2020 (WHO, 2011). Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dengan Prevelensi penderita sebanyak 8,246,000 jiwa di tahun 2000 dan di proyeksi meningkat 2,5 kali lipat sebanyak 21,257,000 penderita pada tahun 2030 (WHO,2009). Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan DM adalah 6,9%. Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter, tertinggi terdapat di DI Yogyakarta 2,6%, DKI Jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4% dan Kalimantan Timur 2,3%. Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%, Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013). Selain ditingkat Dunia dan Indonesia, peningkatan kejadian DM juga tercermin di tingkat Provinsi khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan Surveilans rutin penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit di Sulawesi Selatan tahun 2008, DM termasuk urutan keempat penyakit tidak menular (PTM), terbanyak yaitu sebesar 6,65% dan urutan kelima terbesar PTM penyebab kematian yaitu sebesar 6,28%. Bahkan pada tahun 2010, DM menjadi penyebab kematian tertinggi PTM di 393

38 Pusat-Data-dan-Informasi. (2015). Situasi penyakit kanker. Kementerian Kesehatan RI, 2. Retrieved from Rachmawaty, R. (2017). Ethical issues in action-oriented research in Indonesia. Nursing Ethics, 24(6), Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suh, E. E. (2012). The Effects of P6 A cupressure and Nurse-Provided Counseling on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in Patients With Breast Cancer. Oncology Nursing Forum, 39, Vergara, N., Montoya, J. E., Luna, H. G., Amparo, J. R., & Cristal-Luna, G. (2013). Quality of life and nutritional status among cancer patients on chemotherapy. Oman Med J, 28(4), WHO. (2017). Globocan 2012 : Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Wordwide Retrieved April 24, 2017, from 392

39 Penelitian ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan kemoterapi dengan potensi emetik tinggi dan menyebabkan mual muntah ringan hingga sangat berat. Hampir semua pasien akan mengalami mual muntah sekitar 1-2 jam setelah pemberian kemoterapi dengan potensi emetik tinggi. Biasanya muntah mereda setelah jam dan akan mencapai puncak kekambuhan kedua setelah jam (Grove, Burns, & Jennifer, 2013; Grunberg, 2004; Jenelsins et al., 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian Suh (2012) yang menemukan 92% dan 51% responden masing-masing melaporkan mual dan muntah akut; 60% melaporkan muntah lambat dan 96% mual lambat (hari ke-2 sampai 5). Hal ini karena regimen kemoterapi yang didapatkan responden merupakan kemoterapi kombinasi yang dapat menyebabkan emetogenik kemoterapi juga meningkat dibandingkan dengan kombinasi tunggal. Ignatavicius & Workman (2006) menjelaskan bahwa kemoterapi kombinasi lebih efektif daripada agen sitotoksik tunggal, tetapi beberapa kombinasi obat kemoterapi menimbulkan derajat emetogenik yang lebih tinggi daripada dosis tunggal. KESIMPULAN Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa rata-rata umur pasien yaitu 46 tahun. Tingkat pendidikan responden terbanyak SMA dan Perguruan Tinggi. Lebih dari setengah pasien kanker payudara merupakan ibu rumah tangga dan sudah menikah. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi kejadian mual muntah lambat pada kanker payudara berhubungan dengan emetogenesitas obat kemoterapi dan riwayat penggunaan KB. SARAN Perawat dan tim tenaga kesehatan lain sebaiknya melakukan intervensi keperawatan dan terapi alternative komplimenter kepada pasien yang mendapat kemoterapi dengan tingkat emetogenisitas tinggi dan memiliki riwayat penggunaan alat kontrasepsi. DAFTAR PUSTAKA Aapro, M., Jordan, K., & Feyer, P. (2015). Pathophysiology of Chemotherapy induced Nausea and Vomiting. Springer Healthcare. London: Springer Healthcare. Retrieved from Chean, D. C., Zang, W. K., Lim, M., & Zulkefle, N. (2016). Health Related Quality of Life ( HRQoL ) among Breast Cancer Patients Receiving Chemotherapy in Hospital Melaka : Single Centre Experience. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 17, Genc, A., Can, G., & Aydiner, A. (2013). The efficiency of the acupressure in prevention of the chemotherapyinduced nausea and vomiting. Supportive Care Cancer, Grove, S. K., Burns, N., & Jennifer, G. (2013). The practise of nursing research: Appraisal, synthesis, and generation of evidence (7th ed.). St. Louis Missouri: Elsevier Saunders. Grunberg, S. M. (2004). Chemotherapy induced nausea vomiting: Prevention, detection and treatment-how are we doing? Tje Journal of Supportive Oncology, 2(1), Hesketh, P. J. (2008). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting. The New England Journal of Medicine, 358, Retrieved from Ignatavicius, D. D., & Workman, M.. (2006). Medical Surgical Nursing; Critical Thinking for Collaborative Care (5th ed.). Philadelphia: W.B. Sounders Company. Jenelsins, M. C., Tejani, M., Kamen, C., Peoples, A., Mustian, K., & Morrow, G. R. (2014). Current pharmacotherapy for chemotherapy induced nausea and vomiting in cancer patiens, 14(6), Key, T., Appleby, P., & Barnes, L. (2002). Endogenous sex hormones and breast cancer in post menopausal women: Reanalysis of nine prospective studies. Journal of the National Cancer Institute, 94, Lumintang, L. M., Susanto, A., Gadri, R., & Djatmiko, A. (2015). Profil Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Onkologi Surabaya, Indonesian Journal of Cancer, 9(2), Retrieved from httpwww.indonesianjournalofcancer.or.ide-journalindex.phpijocarticleview381 Peoples, A. R., Roscoe, J. A., Block, R. C., Heckler, C. E., Ryan, J. L., Mustian, K. M., Dozier, A. M. (2016). Nausea and disturbed sleep as predictors of cancer-related fatigue in breast cancer patients: a multicenter NCORP study. Supportive Care in Cancer

40 Tabel 1. Karakteristik Demografik Responden Karakteristik n (%) Usia (mean ± SD); tahun 46,18 ± 9,04 Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan PNS Wiraswasta IRT Tidak Bekerja Riwayat Pernikahan Menikah Belum Menikah 2 (3,3%) 16 (26,7%) 8 (13,3%) 17 (28,3%) 17 (28,3%) 8 (13,3%) 12 (20%) 37 (61,7%) 3 (5%) 52 (86,7%) 8 (13,3%) Tabel 2 menunjukkan analisis riwayat klinis responden yang menjalani kemoterapi pada pasien kanker paydara. Total sampel 60 responden. Mual muntah lambat paling banyak terjadi pada wanita yang tidak menggunakan KB sebanyak 31 orang (51,7%), tetapi skor mual muntah yang ringan dan sedang lebih banyak terjadi pada wanita yang menggunakan KB masing-masing sebanyak 12 orang (41,4%). Stadium kanker yang paling banyak yaitu stadium IIIB sebanyak 27 orang (45%) dan menyebabkan skor mual muntah ringan sebanyak 11 orang (40,7%). Respoden penelitian lebih banyak status kemoterapi neoadjuvant 31 orang (51,7%). Adapun emetogenisitas obat kemoterapi lebih banyak yang menggunakan emetogenisitas tinggi sebanyak 23 orang (38,3%) dan mayoritas pasien mengalami status gizi kurang/malnutisi (60%). Semua data status klinis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa yang memiliki pengaruh yang signifikan yaitu riwayat pemakaian KB (p=0,037) dan tingkat emetogenisitas obat kemoterapi (p=0,045) Tabel 2. Karakteristik Status Klinis Skor Rhodes Untuk Mual Muntah Lambat Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat Total Berat n % n % n % n % n % n % Riwayat KB Ya 3 10,3% 12 41,4% 12 41,4% 1 3,4% 1 3,4% 29 48,3% Tidak 4 12,9% 11 35,5% 6 19,4% 9 29% 1 3,2% 31 51,7% Stadium Kanker I II III A III B III C IV Status Kemoterapi Neoadjuvant Adjuvant Emetogenisitas obat kemoterapi Rendah Sedang Tinggi Status Gizi SGA A (Gizi Baik) SGA B &C (Gizi Kurang/Malnutrisi) a Chi-square b Pearson Chi-Square c Mann-Whitney ,3% 0% 0% 14,8% 0% 12,5% 9,7% 13,8% 0% 9,1% 21,7% 12,5% 11,1% ,3% 33,3% 50% 40,7% 44,4% 31,3% 41,9% 34,5% 13,3% 45,5% 26,1% 50% 30,6% ,3% 0% 50% 33,3% 33,3% 25% 29% 31% 13,3% 45,5% 26,1% 29,2% 30,6% % 33,3% 0% 11,1% 11,1% 31,3% 16,1% 17,2% 40% 18,2% 0% 4,2% 25% % 33,3% 0% 0% 11,1% 0% 3,2% 3,4% 0% 0% 8,7% 4,2% 4,2% % 5% 3,3% 45% 15% 26,7% 51,7% 48,3% 25% 36,7% 38,3% 40% 60% p 0,037 a 0,184 b 0,48 c 0,045 a 0,053 c PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 31 responden (51,7%) tidak ada riwayat pemakaian KB. Hal ini sejalan dengan profil pasien di RS Kanker Dharmais tahun 2014 yang menggambarkan 8,25% pasien kanker payudara menggunakan kontrasepsi oral dan 10,72% menggunakan kontrasepsi suntik. Sedangkan 82,06% tidak pernah menggunakan jenis kontrasepsi apa pun (Lumintang, Susanto, Gadri, & Djatmiko, 2015). Status estrogen pasien merupakan faktor risiko terjadinya kanker payudara (Key, Appleby, & Barnes, 2002). Hal ini dapat dinilai dari penggunaan hormon estrogen (terutama kontrasepsi hormonal dan terapi penggantian hormonal). Berdasarkan data analisis pertama oleh Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer (1996), terdapat peningkatan faktor risiko sebesar 7% dari 54 studi epidemiologi pada wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi hormonal (Lumintang et al., 2015). 390

41 seperti siklofosfamid, doxorubicin, epirubicin, paclitaxel, docetaxel, fluouracil, dan methotrexate (Peoples et al., 2016). Mual muntah akibat kemoterapi atau Chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV) dikategorikan dalam tiga jenis berdasarkan waktu terjadinya sehubungan dengan pemberian kemoterapi yaitu antisipatori, akut dan lambat (delayed) (Aapro, Jordan, & Feyer, 2015; Hesketh, 2008). Mual dan muntah akibat kemoterapi (CINV) merupakan salah satu efek samping dari pengobatan kemoterapi pada pasien kanker payudara. Lebih dari setengah dari wanita yang menjalani kemoterapi telah dilaporkan mengalami mual muntah post kemoterapi meskipun telah menggunakan obat antiemetik (Peoples et al., 2016). Kemoterapi, selain mengakibatkan peningkatan mual, muntah, juga menyebabkan diare, hilangnya nafsu makan serta mengurangi status kesehatan di antara penderita kanker payudara (Chean, Zang, Lim, & Zulkefle, 2016). Gejala mual muntah merupakan salah satu efek samping yang berat akibat pemberian obat kemoterapi. Hal ini bisa menjadi potensi terjadinya stress pada pasien yang terkadang membuat pasien memilih untuk menghentikan siklus terapi dan berpotensi untuk mempengaruhi harapan hidup di masa depan. Disamping itu, jika efek samping ini tidak ditangani dengan baik, maka mual muntah dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan resiko aspirasi pneumonia (Hesketh, 2008) Studi telah menunjukkan bahwa meskipun mendapatkan profilaksis antiemetik, frekuensi pengalaman mual muntah akut dan lambat lebih dari 50%. Studi lain menunjukkan bahwa 22-50% pasien mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi (Genc et al., 2013). Selain itu, mual muntah akibat kemoterapi juga diperparah dengan beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan usia, jenis obat kemoterapi berdasarkan tingkat emetogenisitasnya, siklus kemoterapi, dan status gizi pasien kemoterapi (Vergara, Montoya, Luna, Amparo, & Cristal-Luna, 2013). Dari paparan di atas peneliti ingin menggambarkan faktor resiko terjadinya mual muntah lambat akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel Penelitian ini menggunakan pendekatan desain case control. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sejak bulan Juli sampai Agustus Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel penelitian sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel menggunakan cara non probability sampling jenis consecutive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi dan pernah mengalami mual muntah akibat kemoterapi dan memenuhi kriteria inklusi.. a. Kriteria Inklusi 1) Perempuan yang berusia 18 Tahun 2) Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi 3) Riwayat mengalami mual dan muntah b. Kriteria eksklusi 1) Riwayat konsumsi alkohol 2) Riwayat merokok 3) Terdapat luka robek atau lecet pada lokasi titik pericardium 6 4) Belum pernah kemoterapi 5) Penderita kanker saluran pencernaan, hati & pankreas Pengumpulan Data Pengambilan data dengan kuesioner Rhodes dilakukan setelah responden bersedia menjadi sampel dalam penelitian setelah menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Proses informed consent ini akan melindungi partisipan dan peneliti dari eksploitatif (Rachmawaty, 2017). Peneliti melakukan wawancara kepada responden untuk mengisi kuesioner Rhodes. Analisis Data 1. Analisis univaraiat Data karakteristik responden dengan data numeric disajikan dalam bentuk nil ai mean, standar deviasi. Data kategorik menggunakan ferekuensi dan persentasi 2. Analisis Bivariat Analisis menggunakan uji Chi-Square, Pearson Chi-Square dan Mann Whitney HASIL PENELITIAN Data demografi responden disajikan pada Tabel 1. Dari tabel dapat dilihat usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan riwayat pernikahan responden. Mayoritas responden berusia ratarata 46 tahun (SD=9,04) dengan tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA dan perguruan tinggi yang masing-masing berjumlah 17 orang (28,3%). Responden yang menjadi sampel penelitian mayoritas telah menikah (86,7%) dan bekerja sebagai ibu rumah tangga (61,7%). 389

42 FAKTOR RISIKO TERJADINYA MUAL MUNTAH LAMBAT AKIBAT KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Rif atunnisa¹, Rini Rachmawaty², Andi Wardihan Sinrang³ 1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin 2 Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Alamat korespondensi: rifa_tunnisa@yahoo.com/ ABSTRAK Kanker payudara menjadi penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia dengan prevalensi dan mortalitas yang terus meningkat. Data GLOBACAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) mengungkapkan bahwa pada tahun 2012 presentasi kasus baru kanker payudara merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 43,1 % dan menyebabkan kematian sebesar 12, 9 % (WHO, 2017). Penatalaksanaan kanker payudara dengan kemoterapi memberikan dampak utama yaitu mual muntah dan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Studi telah menunjukkan bahwa meskipun mendapatkan profilaksis antiemetik, frekuensi pengalaman mual muntah akut dan lambat lebih dari 50%. Studi lain menunjukkan bahwa 22-50% pasien mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi (Genc, Can, & Aydiner, 2013). Tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan faktor resiko terjadinya mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Metode yang digunakan yaitu penelitian deskriptif dengan metode case control. Teknik pengambilan sampel menggunakan cara non probability sampling jenis consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sampai mencukupi jumlah sampel yang tersedia. Hasil penelitian yaitu karakteristik demografik dari responden: rata-rata berusia 46 tahun, berpendidikan sarjana (28,3%); sebagian besar adalah ibu rumah tangga (61,7%); dan pada umumnya sudah menikah (86,7%). Secara klinis, responden mengalami mual muntah lambat dan paling banyak terjadi pada wanita yang tidak menggunakan KB (51,7%); hampir sebagian besar terdiagnosa stadium kanker IIIB (45%); dan sebagian besar mendapatkan kemoterapi neoadjuvant (51,7%) dengan emetogenisitas tinggi (38,3%); dan sebagian besar mengalami status gizi kurang/malnutrisi (60%). Hasil analisis data menunjukkan status klinis yang memiliki pengaruh signifikan terhadap terjadinya mual muntah lambat adalah riwayat penggunaan alat kontrasepsi (p=0,037) dan tingkat emetogenisitas obat kemoterapi (p=0,045). Kesimpulan: Perawat dan tim tenaga kesehatan lain sebaiknya melakukan intervensi keperawatan dan terapi alternative komplimenter kepada pasien yang mendapat kemoterapi dengan tingkat emetogenisitas tinggi dan memiliki riwayat penggunaan alat kontrasepsi. Kata Kunci: Mual Muntah lambat, Kemoterapi, Kanker Payudara PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat khususnya perempuan karena insiden dan angka kematiannya terus meningkat. Data GLOBACAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) mengungkapkan bahwa pada tahun 2012 presentasi kasus baru kanker payudara merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 43,1% dan menyebabkan kematian sebesar 12,9 % (WHO, 2017). Pada tahun 2013 di Indonesia, jumlah kasus kanker payudara sebanyak kasus, dengan prevalensi 0,5% (Pusat Data dan Informasi, 2015). Salah satu pengobatan kanker payudara ialah melalui kemoterapi. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan obat sitotoksik yang akan merusak DNA atau bertindak sebagai inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi dapat menimbulkan efek samping seperti mual dan muntah. Efek samping kemoterapi dengan mual dan muntah adalah yang paling sering terjadi dan salah satu yang paling sulit untuk diatasi. Wanita dengan kanker payudara sering menderita setelah mengalami mual muntah post kemoterapi dan mengakibatkan kelelahan karena agen kemoterapi untuk kanker payudara menggabungkan berbagai agen emetogenik, 388

43 DAFTAR PUSTAKA Achjar, A. H. (2014). Hubungan obesitas dengan kadar gula darah sewaktu pada usia dewasa awal di wilayah kerja puskesmas 1 abang tahun Jakarta: Jurnal Keperawatan Jiwa komunitas dan manajemen vol.1(2). Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta. BPJS, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015.Retrieved,fromhttp:// 798.pdf Dever, A, Epidemiology of Health Services Utilization. Aspen system Corporation, Rockville, Maryland Fauzia Y, Sari E, dan Artini B Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet penderita diabetes melitus di wilayah Puskesmas Pakis Surabaya. STIKES William Both Gerteis J. et al, Multiple Chronic Conditions Chartbook. AHRQ Pub, , 2 6.Retrievedfrom, Gottlieb, B.H, Sosial Support Strategies (Guidelines for Mental Health Practice), Sage Publications Inc., California. Haryono. Eko, Lampiran. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus. Diakses juni hubungan-peran-keluargadalam.html Hapsari, D, Pengaruh Akses Ke Fasilitas Kesehatan Terhadap Kelengkapan Immunisasi Balita, Analysis Riskesdas. Kokic, M, Chronic diseases and health promotion. Retrieved February 16, 2017, from Ngaisyah, D, Hubungan pola makan dengan tingkat gula darah anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Medika Respati ; vol. 10(2). Rauf, NI., MY Amir, Balqis, Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal care di Puskesmas Minasa Upa Kota Makasar. Hasil Penelitian. Administrasi Kesehatan dan Kebijakan, FKM Unhas. Putri N H K., Isfandiari M A, Hubungan 4 pilar pengendalian DM tipe 2 dengan rerata kadar gula darah. JBE ; vol. 1(2). Pratiwi, AE, Minat pemanfaatan pelayanan puskesmas bagi peserta program jaminan kesehatan Bali Mandara studi di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Badung. Pusat KPMAK-UGM. Jogjakarta Pratiwi Y, Endang N, Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diit pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD dr.soediran MANGUNSUMARS. UKUNGAN%20KELUARGA.pdf?sequence=1 Zulkarnain, Pengaruh latihan fisik teratur terhadap kadar glukosa darah dan hubungannya dengan kadar testosteron total pada tikus model diabetes. MKB; Vol 47(1) Hal

44 diketahui nilai Nilai p-value dari dukungan keluarga yaitu = dimana nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari tingkat signifikansi (nilai alpha) yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Hasil ini juga didukung oleh penelitian dari Eko Haryono (2009) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga memiliki hubungan terhadap kepatuhan diit pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Godean I Sleman Yogyakarta. Hasil ini diperkuat dengan uji. Hubungan antara dukungan keluarga dan kepatuhan menurut Pratiwi (2009) secara umum dapat disimpulkan bahwa orang orang yang merasa menerima motivasi, perhatian dan pertolongan yang dibutuhkan dari seseorang atau kelompok orang biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis dari pada pasien yang kurang merasa mendapat dukungan keluarga. Hal ini memperkuat bahwa dukungan keluarga berpengaruh terhadap ketepatan jadwal makan penderita DM walaupun para penderita tersebut dari jenis pekerjaan yang berbeda ketaatan untuk menepati jadual makan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan. Hasil penelitian dukungan keluarga menurut Gottlieb (1983) dalam Zainudin (2002) merupakan sumber informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimaannya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. 3. Hubungan peran petugas kesehatan dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis Berdasarkan hasil analisa univariat didapatkan bahwa dari 51 responden yang memiliki peran petugas kesehatan baik 25 orang (49.1%) dan yang memiliki peran petugas kesehatan kurang baik 26 orang (50.9%). Kemudian hasil analisa bivariat didapatkan bahwa hasil penelitian diketahui nilai Nilai p- value dari peran petugas kesehatan yaitu = dimana nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari tingkat signifikansi (nilai alpha) yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Hasil penelitian terkait dengan peran petugas kesehatan dari Rauf dkk (2013) menunjukkan bahwa perilaku petugas terhadap pasien menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal care di Puskemas Minasa Upa Kota Makasar. Penelitian dari Pratiwi (2012) menyatakan bahwa akses ke lokasi pelayanan kesehatan dengan minat pemanfaatan puskesmas oleh peserta Jaminan Kesehatan Berbasis Masyarakat (JKBM) di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Badung Provinsi Bali tidak terdapat hubungan karena ketersediaan transportasi yang lancar dan murah menjadi faktor yang memudahkan masyarakat ntuk menjangkau Puskesmas. Hasil penelitian dalam hal ini peran pelayanan kesehatan yaitu menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan Azwar (2010:21) KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan positif dan signifikan antara keterjangkauan akses pelayanan, dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan terhadap penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di puskesmas minasa upa Makassar. hal ini dapat meningkatakan kualitas pelayanan kesehatan dan memberikan motivasi kepada semua masyarakat serta melibatakan mayasrakat aktif disetiap program-program kesehatan guna menngkatkan kualiatas kesehatan yang lebih baik khususnya pada program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) yang dilaksanakan di puskesmas minasa ua Makassar. SARAN Dapat berperan aktif dan merespon program-program kesehatan yang ada di puskesmas mnasa upa Makassar sebagai sarana untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan khusunya pada penderita penyakit kronis salah satunya seperti hipetensi san diabetes mellitus. 386

45 p-value dari dukungan keluarga yaitu = dimana nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari tingkat signifikansi (nilai alpha) yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluaraga dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di puskesmas minasa upa Makassar. Selanjutnya, diketahui nilai korelasi (nilai r) = 0.734, berkisar dari 0 sampai dengan 1 dan disertai arah korelasi positif maka hubungan kedua variabel adalah linear positif, yang artinya semakin meningkat dukungan keluarga maka semakin tinggi penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis. Selain itu, nilai r berada pada 0,6 - < 0,8 yang artinya keeratan hubungan antara kedua variabel adalah kuat. Tabel 9 Hubungan peran petugas kesehatan Terhadap penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di Puskesmas minasa upa Makassar Juni 2017 Peran Petugas Penurunan Jumlah Kunjungan Baik Kurang Baik Total n % n % n % Baik 24 47,1 0 0, ,1 Kurang Baik 1 2, , ,9 Total 25 49, , ,0 p = 0,000, r = 0,809 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian diketahui nilai Nilai p- value dari peran petugas kesehatan yaitu = dimana nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari tingkat signifikansi (nilai alpha) yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di puskesmas minasa upa Makassar. Selanjutnya, diketahui nilai korelasi (nilai r) = 0.809, berkisar dari 0 sampai dengan 1dan disertai arah korelasi positif maka hubungan kedua variabel adalah linear positif, yang artinya semakin meningkat peran petugas kesehatan maka semakin tinggi penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis. Selain itu, nilai r berada pada 0,8 1,00 yang artinya keeratan hubungan antara kedua variabel adalah sangat kuat. PEMBAHASAN 1. Hubungan Keterjangkauan Akses Pelayanan dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis Berdasarkan hasil analisa univariat didapatkan bahwa dari 51 responden, memiliki akses baik 24 orang (47.1%) dan yang memiliki akses kurang baik 27 orang (52.9%). Kemudian hasil analisa bivariat didapatkan bahwa hasil penelitian diketahui nilai p- value dari keterjangkauan akses pelayanan yaitu = dimana nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari tingkat signifikansi (nilai alpha) yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Pemanfaatan pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya, yakni faktor konsumen berupa: pendidikan, mata pencaharian, pengetahuan dan persepsi pasien; faktor organisasi berupa: ketersediaan sumber daya, keterjangkauan lokasi layanan, dan akses sosial; serta faktor pemberi layanan diantaranya: perilaku petugas kesehatan (Dever, 1984). Ada beberapa hasil menunjukkan bahwa alat transportasi yang digunakan berhubungan secara statistik dengan kelengkapan imunisasi baduta, walau secara substansi masih lemah karena OR=1,15; 95% CI (1,09-1,39). Dapat diinterpretasikan bahwa akses transportasi kategori sulit berisiko 1,15 kali untuk imunisasi tidak lengkap dibandingkan dengan responden dengan alat transportasi yang mudah. Tetapi sebenarnya secara substansi dengan OR hanya,15; tidak banyak memberikan pengaruh yang significant dengan kelengkapan imunisasi baduta. Transportasi sangat penting dalam mendukung akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Idealnya jangkauan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan haruslah mudah mungkin sehingga masyarakat bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang diinginkannya. (Hapsari, 2013). 2. Hubungan dukungan keluarga dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis Berdasarkan hasil analisa univariat didapatkan bahwa dari 51 responden memiliki dukungan keluarga baik 25 orang (49.1%) dan yang memiliki dukungan keluaraga kurang baik 26 orang(50.9%). Kemudian hasil analisa bivariat didapatkan bahwa hasil penelitian 385

46 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Minas Upa Makassar Juni 2017 Pendidikan n % SMP SMA DIPLOMA STRATA I (S1) ,9 Total ,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden, memiliki jenjang pendidikan menengah pertama (SMP) 6 orang (11.7%) berpendidikan menegah ke atas (SMA) 30 orang (58.8%), Diploma 12 orang (23.5%) dan yang berpendidikan perguruan tinggi strata satu (S.1) 3 orang (5.9%). Tabel 4. Distribusi Keterjangkauan Akses Pelayanan Terhadap Penurunan Jumlah Kunjungan Peserta Prolanis di Puskesmas Minas Upa Makassar Juni 2017 Katerjangkauan n % Baik Kurang Baik Total ,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden, memiliki akses baik 24 orang (47.1%) dan yang memiliki akses kurang baik 27 orang (52.9%). Tabel 5. Distribusi Dukungan Keluarga Terhadap Penurunan Jumlah Kunjungan Peserta Prolanis di Puskesmas Minas Upa Makassar Juni 2017 Dukungan Keluarga n % Baik Kurang Baik Total ,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden memiliki dukungan keluarga baik 25 orang (49.1%) dan yang memiliki dukungan keluaraga kurang baik 26 orang(50.9%). Tabel 6. Distribusi Peran Petugas Kesehatan Terhadap Penurunan Jumlah Kunjungan Peserta Prolanis di Puskesmas Minas Upa Makassar Juni 2017 Peran Petugas n % Kesehatan Baik Kurang Baik Total ,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden yang memiliki peran petugas kesehatan baik 25 orang (49.1%) dan yang memiliki peran petugas kesehatan kurang baik 26 orang (50.9%). 2. Analisis Bivariabel Tabel 7 Hubungan Keterjangkauan Akses Kepelayanan Kesehatan Terhadap penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di Puskesmas minasa upa Makassar Juni 2017 Penurunan Jumlah Kunjungan Akses Baik Kurang Baik Total n % n % n % Baik 19 37,3 0 0, ,3 Kurang Baik 6 11, , ,7 Total 25 49, , ,0 p = 0,000, r = 0,723 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian diketahui nilai p- value dari keterjangkauan akses pelayanan yaitu = dimana nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari tingkat signifikansi (nilai alpha) yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara akses dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di puskesmas minasa upa Makassar. Selanjutnya, diketahui nilai korelasi (nilai r) = 0.723, berkisar dari 0 sampai dengan 1 dan disertai arah korelasi positif maka hubungan kedua variabel adalah linear positif, yang artinya semakin meningkat akses maka semakin tinggi penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis Selain itu, nilai r berada pada 0,6 - < 0,8 yang artinya keeratan hubungan antara kedua variabel adalah kuat. Tabel 8 Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di Puskesmas minasa upa Makassar Juni 2017 Dukungan Keluarga Penurunan Jumlah Kunjungan Baik Kurang Baik Total n % n % n % Baik 23 45,1 0 0, ,1 Kurang 2 3, , ,9 Baik Total 25 49, , ,0 p = 0,000, r = 0,734 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian diketahui nilai Nilai 384

47 (2015) aktivitas fisik menjadi faktor yang menyebabkan kestabilan gula darah. Program pengelolaan Penyakit kronis (Prolanis) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang mewakili 60 % dari seluruh kematian. Data WHO menunjukkan bahwa dari 35 juta orang yang meninggal akibat penyakit kronis pada tahun 2005, sebagian berada di bawah umur 70 tahun dan berjenis kelamin perempuan (Kokic, 2014). BAHAN DAN METODE Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan maksud untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan secara statistik terhadap faktor penyebab penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis di puskesmas minasa upa Makassar. Penelitian ini dilakukan di puskesmas minasa upa Makassar, Populasi dalam penelitian ini adalah peserta prolanis yang sudah terdaftar di puskesmas minasa upa Makassar sebanyak 60 orang. Pemilihan reponden pada puskesmas berdasarkan tekhnik purposive sampling. Adapun jumlah sampel pada penelitian ini adalah 51 responden. Adapun kriteria inklusi dan eklusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut a. Kriteria inklusi : 1. Peserta prolanis Hipertensi dan DM 2. Peserta prolanis yang sudah terdaftar di puskesmas minasa upa makassar b. Kriteria eksklusi : 1. Peserta prolanis yang tidak menderita hipertensi dan DM 2. Peserta prolanis yang menolak sebagai responden Pengolahan Data 1. Editing Pada tahap ini, peneliti memeriksa data yang telah terkumpul, apakah pada kuesioner yang telah diisi oleh responden terdapat kesalahan pengisian dan kekurangan pengisian. 2. Coding Jika sudah diperiksa kelengkapan jawaban, tahap selanjutnya adalah pemberian kode pada setiap pernyataan sesuai denganm petunjuk pengkodean. 3. Entry Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar serta sudah melewati pengkodean, maka selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah dimasukkan dapat dianalisis. 4. Cleaning Tahap terakhir adalah melakukan pembersihan data dengan mengecek kembali apakah terdapat kesalahan atau tidak dalam pemasukan data ke computer. Analisis Data 1. Analisis Univariabel Analisis Univariat dilakukan pada karakteristik responden untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel yang dipaparkan dalam tabel distribusi frekuensi. 2. Analisis Bivariabel Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan, Dilakukan uji data untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel Indevenden dan Variabel Devenden. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunaan uji correlation. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariabel Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas Minas Upa Makassar Juni 2017 Umur n % 65 > Total ,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden, sebagian kecil berumur 65 tahun yaitu 22 orang (43,2%), kemudian > 65 tahun sebanyak 29 orang (56,8%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Minas Upa Makassar Juni 2017 Jenis Kelamin n % Laki Laki Perempuan Total ,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 51 responden, adapun yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang (50,9%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan 25 orang (49,1%). 383

48 FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) DI PUSKESMAS MINASA UPA KOTA MAKASSAR Abdullah 1, Elly L, Sjattar 2, Abdul Rahman Kadir 3 1 Mahasiswa Konsentrasi Manajemen, Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, UNHAS 2 Dosen, PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS 3 Dosen, PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS (Alamat Korespondensi: abdullah8987@gmail.com/ ) ABSTRAK Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, fasiltas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Subjek penelitian adalah 51 peserta prolanis yang diperoleh dengan menggunakan purposive sampling. Hasil analisis bivariat menggunakan Uji Person correlation, menunjukkan ada hubungan signifikan antara keterjangkauan akses pelayanan dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis dengan nilai p 0.000, ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis dengan nilai p 0.000, dan ada hubungan signifikan antara peran petugas kesehatan dengan penurunan jumlah kunjungan peserta prolanis dengan nilai p Hasil penelitan menunjukkan bahwa peserta prolanis yang tidak rutin berkunjung dan melakukan kegiatan prolanis, maka akan memicuh terjadinya komplikasi bagi penderita resiko tinggi, sehingga tidak dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik. Kata Kunci : Keterjangkauan Akses,Dukungan Keluarga, Peran Petugas Kesehatan dan Penurunan Jumlah Kunjungan, PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi melibatkan peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan) dan fasilitas kesehatan untuk menangani masalah penyakit kronis seperti Hipertensi dan Diabetes melitus adalah Program layanan penyakit kronis (Prolanis). Hal ini bertujuan mencapai kualitas hidup yang optimal bagi penderita penyakit kronis diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi, serta mencegah timbulnya komplikasi penyakit. Aktifitas Prolanis meliputi aktifitas konsultasi dan edukasi, home visit, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan (BPJS. 2015). Amerika Serikat sendiri menghabiskan lebih dari 5 dolar untuk merawat kesehatan penduduk yang memiliki satu atau lebih kondisi penyakit kronis. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2010 lebih dari setengah penduduk Amerika atau sekitar 51,7 % telah mengalami setidaknya 1 (satu) penyakit kronis, dan hampir 1/3 atau sekitar 31,5 % memiliki beberapa penyakit kronis. Dan prevalensi kondisi kronis meningkat dramatis pada usia 45 sampai dengan 64 tahun. Adapun penyakit kronis yang tebanyak adalah Hipertensi (26,7 %) dan Diabetes Melitus (21,9% )(Gerteis et al., 2014). Menurut Fauzia et al., (2016), faktor yang berhubungan dengan kepatuhan edukasi meliputi sikap, pengetahuan, dukungan keluarga dan dukungan tenaga medis. Hasil penelitian di Puskesmas Babat Lamongan menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kadar glukosa darah yang tidak stabil. Menurut Achjar (2014) obesitas menjadi faktor resiko pada ketidakstabilan gula darah. Selain itu menurut Waspadji dalam Ngaisyah (2015) ketidaksabilan gula darah dipengaruhi oleh pola makan. Sedangkan Menurut Zulkarnain 382

49 Norris, S.L. et al. (2002). Increasing Diabetes Self Management Education in Community Settings : A Systematic Review. American Journal of Preventive Medicine. 3(9):39-53 Retrieved from PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia Retrieved from PERKENI. (2010). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia Retrieved from Perry, A.G and Potter P.A. (2006). Clinical Nursing Skills and Technique. 6 th Edition., Missouri : Mosby Inc. 381

50 behavior pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. PEMBAHASAN Berdasarkan Hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan didapatkan nilai t - 16,718 dan p 0,0001 < 0,05, artinya terdapat perbedaan self care behavior sebelum dan setelah penerapan discharge planning. Sedangkan hasil uji t test dependen pada kelompok kontrol didapatkan nilai t hitung - 5,406 dan p 0,0001 < 0,05 (α), artinya walaupun pada kelompok kontrol tidak mendapatkan intervensi, namun terdapat perbedaan self care behavior pada saat pre test dan post test. Nilai negatif pada t menunjukkan bahwa nilai pre test lebih rendah dari pada nilai post test. Walaupun terjadi peningkatan self care behavior pada kedua kelompok, berdasarkan hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol menunjukan peningkatan yang terjadi pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Hasil uji t tidak berpasangan antara kelompok perlakuan dan kontrol dapat diketahui nilai t sebesar 12,149 dengan p 0,0001 < 0,05 artinya terdapat perbedaan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok control. Peningkatan self care behavior yang terjadi pada kelompok kontrol, walaupun lebih rendah dari pada kelompok perlakuan kemungkinan disebabkan kelompok kontrol juga mendapatkan pendidikan kesehatan melalui discharge planning seperti yang biasa dilakukan di ruangan. Hal ini sesuai pendapat Ellis di dalam Atak (2010) yang menyatakan bahwa pasien yang diberikan informasi tentang penyakit dan bagaimana perawatannya akan menunjukkan hasil yang positif dalam pengelolaan penyakitnya. Pendidikan kesehatan yang rendah akan berdampak terhadap kemampuan pengelolaan DM secara mandiri (self care behavior) oleh pasien dan keluarga sehingga dapat mengakibatkan tingginya angka rawat ulang dan komplikasi yang dialami oleh pasien. Peningkatan self care behavior pada kelompok perlakuan menjadi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, karena selama masa perawatan di RS pasien mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya secara lebih terstruktur, yaitu melalui penerapan discharge planning. Menurut Norris (2002) intervensi discharge planning sangat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan diabetesi dan keluarganya tentang DM dan pengelolaannya serta meningkatkan status psikososial diabetesi dan keluarganya berkaitan dengan kepercayaan dan sikap terhadap program pengobatannya dan mekanisme koping. Diabetesi yang diberikan pendidikan dan pedoman dalam perawatan mandiri akan meningkatkan pola hidupnya yang dapat mengontrol kadar glukosa darah dengan baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa penerapan discharge planning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan self care behaviour pasien Diabetes mellitus tipe II dibandingkan dengan pasien yang tidak diberikan penerapan discharge planning dalam perawatan. SARAN Saran dari penelitian ini agar hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan bagi kepala rumah sakit secara umum dan kepala dari setiap divisi terutama divisi keperawatan secara khusus agar discharge planning dapat digunakan dalam memberikan perawatan kepada pasien secara umum. DAFTAR PUSTAKA Alligood, M, R. (2014). Nursing theorists and their work. Missouri : Elsevier Atak, N., Tanju Gurkan, Kenan Kose. (2010). The Effect of Education on Knowledge, Self Management and Self Efficacy with Type 2 Diabetes. Australian Journal of Advanced Nursing. 26 (2). Retrieved from Kementerian Kesehatan Repoblik Indonesia.(2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta, Indonesia : Pemerintah Indonesia Kementerian Kesehatan Repoblik Indonesia.(2016). Mari Kita Cegah Diabetes Dengan Cerdik. Jakarta, Indonesia : Pemerintah Indonesia 380

51 HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Data menunjukkan bahwa usia responden pada penelitian ini bervariasi baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol dimana setiap usia mewakili 1 responden (9,1 %). Usia tertua responden pada penelitian yaitu 70 tahun dan termudah berusia 42 tahun. Responden yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dari pada responden yang berjenis kelamin laki laki. Pada kelompok intervensi responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (54,5 %) laki laki sebanyak 5 orang (45,5 %). Sedangkan pada kelompok kontrol responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (63,6 %) laki laki sebanyak 4 orang (36,4 %). Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar tingkat pendidikan responden pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah SD, yaitu pada kelompok intervensi 3 orang (27,3 %) sedangkan pada kelompok kontrol 6 orang (54,5 %). Tabel 1. Tingkat Self Care Behavior pada Kelompok Intervensi dan KontroL Kelompok Tingkat Self Care Intervensi Kontrol Pre Post pre pos n % n % n % n % Rendah 4 36, ,2 1 9,1 Sedang 3 27, ,5 3 27,3 Tinggi 4 36, ,4 4 36,4 Sangat Tinggi , ,3 Total , , , ,0 Berdasarkan tabel 1 di atas, diketahui bahwa tingkat self care behavior pada kelompok perlakuan sebelum intervensi, yaitu 4 orang responden (36,4 %) dalam kategori rendah, 3 orang (27,3 %) dalam kategori sedang dan 4 orang (36,4 %) dalam kategori tinggi. Setelah dilaksanakan intervensi, semua responden mempunyai tingkat self care behavior dalam kategori sangat tinggi (100 %). Sedangkan tingkat self care behavior pada kelompok kontrol pada saat pre test, sebagian besar berada dalam kategori sedang, yaitu 5 orang responden (45,5 %). Sedangkan pada saat post test, sebagian besar tingkat self care behavior responden berada dalam kategori tinggi, yaitu 4 orang responden (36,4 %). Analisis Bivariat Tabel 2. Hasil Uji t berpasangan Self Care Behavior Kelompok Perlakuan dan Kontrol No Kelompok T p 1 2 Intervensi Kontrol - 16,718-5,406 0,0001 0,0001 Hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan seperti tercantum pada Tabel 2 didapatkan nilai t - 16,718 dan p 0,0001 < 0,05, artinya terdapat perbedaan self care behavior sebelum dan setelah penerapan discharge planning. Sedangkan hasil uji t test dependen pada kelompok kontrol didapatkan nilai t hitung - 5,406 dan p 0,0001 < 0,05 (α), artinya walaupun pada kelompok kontrol tidak mendapatkan intervensi, namun terdapat perbedaan self care behavior pada saat pre test dan post test. Nilai negatif pada t menunjukkan bahwa nilai pre test lebih rendah dari pada nilai post test. Walaupun terjadi peningkatan self care behavior pada kedua kelompok, berdasarkan hasil uji t berpasangan pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol menunjukan peningkatan yang terjadi pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Hal ini diperkuat dengan adanya uji t test independen pada uraian berikutnya yang menunjukkan terdapat perbedaan peningkatan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan control, dimana peningkatan self care behavior pada kelompok perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Tabel 3. Hasil Uji t tidak berpasangan Self Care Bahaviour Kelompok Perlakuan dan Kontrol No Variabel t p df 1 2 intervensi kontrol 12,149 0, Hasil uji t tidak berpasangan sebagaimana tercantum pada Tabel 3 antara kelompok perlakuan dan kontrol dapat diketahui nilai t sebesar 12,149 dengan p 0,0001 < 0,05 artinya terdapat perbedaan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Nilai positif pada t menunjukkan bahwa nilai self care 379

52 pengelolaan penyakitnya. Pendidikan kesehatan yang tepat selama pasien dirawat di rumah sakit sangatlah penting dalam peningkatan kemampuan pengelolaan penyakit, karena dengan pengelolaan yang baik, maka komplikasi akut dan kronis diabetes dapat dihindari. Menurut PERKENI (2015) salah satu pilar dalam penanganan Diabetes mellitus adalah pendidikan kesehatan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Orem (2001) Dikutip dalam Aligood (2014) menyatakan bahwa self care merupakan kegiatan yang memandirikan individu itu sendiri dalam waktu tertentu untuk mempertahankan kehidupan, meningkatkan kesehatan, berkembang dengan stabil, dan kesejahteraan. Peran perawat sebagai educator selama pasien dirawat di rumah sakit dapat dilakukan dengan memberikan discharge planning, sehingga pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya, ketrampilan dalam perawatan diri sehingga mereka siap dalam menjalani program perawatan lanjutan di rumah.untuk mempromosikan tahap kemandirian tertinggi kepada pasien dan keluarga dengan tujuan memandirikan aktivitas perawatan diri. Sehingga pengelolaan diabetes secara mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien dan keluarganya. Discharge planning yang baik memungkinkan pasien mandiri dalam perawatannya dan menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry dan Potter, 2006). Agar tercapainya self care behaviours yang efektif tentunya sangat bergantung pada kualitas penatalaksanaan dan asuhan keperawatan sehingga dibutuhkan peran serta tenaga kesehatan dan juga melibatkan pasien dan keluarga agar memiliki pemahaman tentang proses penyakitnya, mengetahui cara penanganan serta perawatan yang tepat. Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar menunjukkan bahwa pada tahun 2016, paisen DM menempati posisi 6 besar penyakit yag dirawat di rumah sakit dengan jumlah pasien sebanyak 513 orang dan kejadian rawat ulang mencapai 35,8 %. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat yang bekerja disana, discharge planning pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar hanya dilakukan untuk kelengkapan catatan administrasi ketika pasien pulang. Pemberian informasi kesehatan yang diberikan hanya tentang informasi waktu control, cara minum obat dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan. Informasi ini diberikan dengan sangat terbatas tidak dijelaskan dengan menggunakan format pendidikan kesehatan yang memadai. BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel Penelitian ini merupakana penelitian kuantitatif dengan pendekatan Quasi Experimental, Control group pre test post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes mellitus tipe II yang dirawat pada saat penelitian berlangsung. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe II di ruang perawatan yang termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi yang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar pada tanggal 1 Agustus sampai dengan 30 September Sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 22 sampel yang terdiri dari 11 sampel intervensi dan 11 sampel control. Pengolahan Data 1. Selecting Seleksi merupakan pemilihan untuk mengklarifikasi data menurut kategori. 2. Editing Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi. 3. Koding Koding merupakan tahap selanjutnya dengan memberi kode pada jawaban dari setiap responden. 4. Tabulasi Data Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan mengelompokkan data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data 1. Analisis univariabel Analisis Univariat dilakukan pada tiap varibel dari hasil penelitian dengan mendiskripsikan setiap variabel penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi pada tiap variabel. 2. Analisis Bivariabel Analisis bivariat yaitu untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan, Dilakukan uji data untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunaan rumus uji t. 378

53 PENGARUH DISCHARGE PLANNING TERHADAP SELF CARE BEHAVIOUR PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR Dg Mangemba 1, Elly L, Sjattar 2, Abdul Rahman Kadir 3 1 Mahasiswa Konsentrasi Manajemen, Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, UNHAS 2 Dosen, PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS 3 Dosen, PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS (Alamat Korespondensi: embastikper@yahoo.com/ ) ABSTRAK Diabetes mellitus merupakan penyakit yang membutuhkan masa perawatan yang cukup lama dan meninggalkan gejala sisa yang cukup berat sehingga membutuhkan perawatan dirumah setelah pulang dari rumah sakit agar tidak terjadi kekambuhan dan kembalinya pasien kerumah sakit. Pasien harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan petunjuk yang mereka butuhkan untuk merawat dirinya sendiri. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh discharge planning terhadap self care behavior pasien diabetes mellitus tipe II. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Quasi Experimental, dengan Control group pre test post test design. Subjek penelitian sebanyak 22 pasien DM yang terbagi menjadi dua kelompok, 11 orang kelompok intervensi diberikan discharge planning dan 11 orang kelompok control tidak diberikan discharge planning dalam perawatan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan self care behaviour yang signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,000. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan pihak rumah sakit terkait penerapan discharge planning dalam perawatan. Kata kunci: Discharge planning, Self care, DM tipe 2 PENDAHULUAN Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain. Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan diabates mellitus. Pemahaman yang baik akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya penatalaksanaan diabetes mellitus guna mencapai hasil yang lebih baik (PERKENI, 2015). Kemenkes RI (2014) menyatakan menurut estimasi WHO melalui badan International Diabetes Federation (IDF) (memperkirakan pada tahun 2035 jumlah penderita diabetes mellitus akan meningat menjadi 592 juta orang. 90% penderita diabetes diseluruh dunia merupakan diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat dan sebetulnya 80% dapat dicegah. Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar sekitar 9,1 juta pada tahun Data International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Seperti kondisi di dunia, Diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa Diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke (21,1%) dan penyakit Jantung Koroner (12,9%). Bila tak ditanggulangi, Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas, disabilitias, dan kematian dini (Kemenkes RI, 2016). Atak, Tanju, Kenan (2010) menyatakan pasien yang diberikan informasi tentang penyakitnya dan bagaimana perawatannya secara benar akan menunjukkan hasil yang positif di dalam 377

54 Kermode M, Jolley D, Langkham B, Thomas MS, Holmes W, Gifford SM. (2005). Compliance with Universal/Standard Precautions among health care workers in rural North India. Am J Infect Control. 33:27 33 Nelwan. Renatta M, Mandagi Chreisye K. F, Boky Harvani Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di RSUP Ratatotok Buyat Tahun (Online) Diakses tanggal 06 November Nugraheni, R., Suhartono., & Winarni, S. (2012). Infeksi nosokomial di RSUD Kabupaten Wonosobo. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesial, 11(1) Ogoina D, Pondei K, Chima G, Isichei C, Gidado S. (2015). Knowledge, attitude and practice of standard precautions of infection control by hospital workers in two tertiary hospitals in Nigeria. J Infect Prev. 16: Okechukwu EF, Modteshi C. (2012). Knowledge and practice of standard precautions in public health facilities in Abuja, Nigeria. Int J Infect Control. 8:1 7 Reda AA, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM. (2010). Standard precautions: Occupational exposure and behavior of health care workers in Ethiopia. PLoS One. 5:e14420 Ritchie, L., & McIntyre, J. (2015). Standardising Infection Control Precautions. Nursing Time, 3 (38), Saifuddin, A. B., Sumapraja, S,. Djajadilaga., & Santoso, B, I,. (2004). Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Streubert, H. J., & Carpenter, D. R. (2013). Qualitatif Research in nursing: Advancing the humanistic imperative (book Online). Suarnianti, Martiana, T., & Damayanti, N. A. (2016). Effects of Self-Justification on and Nurses Commitment to Reducing the Risk of Disease Transmission in Hospitals. Pakistan Journal of Nutrition, 15(4), WHO. (2002). Prevention of Hospital-Acquired Infections A Practical Guide 2nd Edition. Departement of Communicable Disease, Surveilance and Response. (http : diunduh tanggal 24 Juli 2017). Wigglesworth, N. (2014). National Model Policies for Infection Prevention and Control. Retrieved from Zuhrotul A & Satyabakti P. (2013). Surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO) Menurut Komponen Surveilans Di Rumah Sakit X Surabaya Tahun Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013:

55 masalah pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan dengan alasan susahnya pencatatan kasus, kurangnya kerjasama dari petugas kesehatan dan data infeksi yang kurang lengkap. Beberapa IPCLN juga mengeluhkan adanya pekerjaan lain, sehingga tidak bisa full time/penuh waktu sehingga kurang maksimal dalam melaksanakan surveilans. Para IPCLN merangkap jabatan sebagai kepala ruangan dan ketua tim perawatan yang beban kerjanya sudah banyak, sehingga kurang sempurna dalam melakukan pengumpulan data. Selain itu, keterbatasan waktu yang tidak 24 jam berada bersama pasien yang menyebabkan ketidaklengkapan pelaporan. Waktu merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hampir separuh waktu kerja seorang IPCN/IPCLN. Seperti yang didapatkan oleh Zuhrotul & Satyabakti, (2013) bahwa ketepatan jumlah pelaporan infeksi mencapai 41% dan kelengkapan pengisian formulir surveilans hanya mencapai 36% dari keseluruhan pasien di rumah sakit yang terdaftar sehingga kurang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan belum memenuhi standar. Rendahnya angka tersebut dikarenakan memang ada beberapa pasien yang tidak terdata saat proses pengumpulan data surveilans. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan para IPCLN di lapangan merangkap tugas sebagai perawat yang notabene sangat sibuk sehingga tidak banyak waktu untuk mendata pasien ke dalam formulir surveilans. Ketidaktepatan pelaporan tersebut juga disebabkan karena kelalaian dari petugas kesehatan yang ada di lapangan. Kurangnya sumber daya, kelebihan beban kerja dan kendala waktu telah dilaporkan sebagai faktor utama yang mempengaruhi praktik pengendalian infeksi yang buruk di fasilitas layanan kesehatan di Nigeria (Adinma ED, Ezeama C, Adinma JI, Asuzu MC, 2009; Okechukwu EF, Modteshi C, 2012; Ogoina D, Pondei K, Chima G, et al., 2015) dan negara-negara lain di dunia (Kermode M, Jolley D, Langkham B, et al., 2005; Reda AA, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM, 2010). KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PPI di RSUD Labuang Baji Makassar sudah berjalan.tim PPI meliputi IPCN dan IPCLN terlibat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Namun, dalam pelaksanaan PPI terdapat beberapa kendala seperti kurang tersedianya sarana dan prasarana, kesadaran petugas yang masih kurang dan pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan. SARAN Diharapkan agar pihak RSUD Labuang Baji membuat kebijakan/standar prosedur operasional untuk kegiatan diskusi untuk menetapkan strategi atau alternative pemecahan kendala yang ada bersama komite PPI dan dijadwal secara berkala dan melakukan sosialisasi terkait kebijakan yang dibuat kepada semua bagian agar tercipta satu bentuk pemahaman yang sama tentang pelaksanaan PPI. DAFTAR PUSTAKA Adinma ED, Ezeama C, Adinma JI, Asuzu MC. (2009). Knowledge and practice of universal precautions against blood borne pathogens amongst house officers and nurses in tertiary health institutions in Southeast Nigeria. Niger J Clin Pract.12: CDC. (2011). Basic Infection Control and Prevention Plan for Outpatient Oncology Settings. United States: Centers of Disease Control and Prevention. Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Depkes RI & PERDALIN. (2008). Pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasiltas pelayanan kesehatan lainnya. RSRI Prof. Dr. Sulanti Saroso, Jakarta. Depkes RI. (2008). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. Jakarta 375

56 dengan teman-teman juga biasanya dikasi Tanya biasa dia lupa lagi. Itu (ji) paling kendalanya. (CLN02/As) 3. Pencatatan kasus infeksi tidak berkelanjutan Dari hasil penelitian ini didapatkan 6 (enam) informan menyatakan bahwa pencatatan kejadian-kejadian infeksi kadang tidak terekam dalam form yang disiapkan oleh tim PPI, sehingga kajdian tersebut tidak terekam dalam form. Hal ini mengakibatkan data infeksi kurang lengkap dari ruangan, 3 (tiga) informan juga menyatakan bahwa hal ini terjadi karena masih kurangnya kerjasama petugas kesehatan untuk melaksanakan kegiatan PPI. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :.. disini kan kerja shift-shift, biasanya ada yang tidak terisi, jadi musti saya buka lagi semua, kapan anunya kejadiannya. Kalau pasien sudah pulang dan kebetulan saya libur dan itu biasa tidak terisi datanya, kapan aff pasien atau mungkin pernah plebhit, ter aff atau tidak sedangkan status sudah disetor, saya tidak lagi bisa lihat datanya (CL04/Bi) Biasanya kalau dari segi pemahaman kan disini apalagi kalau ayng bangsal, masih ada maksudnya kalau dari pasien biasa belum mengerti bagaimana sebenarnya. Kalau dari rekan-rekan teman biasa masih ada yang kurang peduli misalnya untuk membantu kita melihat. Kan tidak selamanya kita 24 jam. Biasa ada yang terlewatkan. Untuk infusnya misalnya, apakah karena sudah terlalu sibuk ataukah dilupami yang mana pasien kemarin ini (CLN01/V) Laporan biasanya kendalanya ini kan tugasnya IPCLN kadang karena mungkin nda semua juga, nda setiap hari juga, lupa kasi masuk ini, jadi lupa juga kontrolnya, biasanya karena banyak pasien. Itulah gunanya saling mengingatkan (CLN06/B) Kendalanya juga kayak pencatatannya yang susah, kan kalau penggantian infus tidak selamanya saya ada di tempat dan kadang saya juga lupa. (CLN03/M) kalau surveilans yang dibutuhkan itu persepsi dari IPCLN di ruangan masing-masing. Kan karena antara satu IPCLN dan IPCLN lainnya itu tidak sama persepsinya, misalnya plebhitis kadang beda-beda pemahamannya makanya biasa ada yang tinggi angka plebhitnya ada yang tidak, karena pemahamanya (CN03/H) PEMBAHASAN Proses pelaksanaan pengendalian dan pencegahan infeksi di RSUD Labuang Baji secara umum sudah berjalan. Namun terdapat beberapa kendala yang dirasakan oleh tim PPI dalam menjalankan perannya sebagai IPCN maupun IPCLN. Kendala tersebut bersumber dari berbagai hal seperti kurang tersedianya sarana dan prasarana, kesadaran petugas yang masih kurang dan pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan. Apabila membahas tentang sarana dan prasarana, beberapa informan mengeluhkan kantong plastik sampah infeksius yang selalu habis, safety box jarang tersedia dan keterbatasan APD. Kurang tersedianya sarana dapat menghambat pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga meningkatkan risiko penularan penyakit di rumah sakit. Seperti yang didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan Boky (2017) bahwa dari segi kualitas, sarana prasarana dan fasilitas program PPI masih memadai, namun dari segi kecukupan program menemui kendala akibat kesalahan pihak tim PPI yang terlambat mengusulkan permintaan kepada pihak manajemen. Kendala lain yang bersumber dari pemberi pelayanan adalah kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang. Hal ini terlihat dari pernyataan informan bahwa ada kalanya petugas kesehatan memiliki persepsi yang berbeda tentang PPI, kurangnya pemahaman petugas tentang PPI, masih terdapat petugas kesehatan yang belum memanfaatkan APD dan tidak semua petugas kesehatan ingin menerima edukasi tentang PPI. Hal ini terkait dengan kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) tim PPI. Seperti yang didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan Boky (2017) bahwa kualitas SDM pelaksana program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) masih kurang akibat belum semua komite diikutsertakan dalam pelatihan yang disyaratkan dan sosialisasi yang masih jarang dibuat sehingga beberapa petugas sering lupa mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP). Sama halnya dengan yang terjadi di RSUD Labuang Baji Makassar. Masih terdapat beberapa informan yang belum mendapatkan pelatihan dasar PPI. Pada penelitian ini juga mendapatkan bahwa kendala dari pemberi pelayanan dalam melaksanakan PPI di RSUD Labuang Baji yaitu 374

57 sub tema dan menggambarkan kendala pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar yaitu: Tema Kendala dalam penerapan PPI dibentuk dari tiga sub tema kurang tersedianya sarana dan prasarana, kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang, dan pencacatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan. 1. Kurang tersedianya sarana dan prasarana Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan menyatakan kendala dalam pelaksanaan kegiatan adalah sarana yang disiapkan tidak berkesinambungan, terutama pada kantong sampah yang digunakan pada pemilihan sampah infeksius dan non infeksius. Kantong sampah yang harusnya ada memiliki warna sesuai dengan kategori sampah misalnya warna merah untuk sampah infeksius dan warna hitam untuk sampah non infeksius, namun distribusi kantong sampah tersebut tidak lancer sehingga pemilahan sampah di ruangan tidak maksimal. 3 (tiga) informan juga menyatakan bahwa safety box untuk membuang jarum bekas suntik sangat kurang, sehingga kadang sampah jarum tidak masukkan dalam safety box, hal ini beresiko pada petugas, pasien, keluarga pasien maupun mahasiswa praktek untuk terkena infeksi karena adanya sampah jarum yang tidak disimpan dalam safety box. 2 (dua) informan juga menyatakan alat pelindung diri misal masker dan sarung tangan terbatas sehingga penggunaan pada tempat seharusnya tidak maksimal. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut : kadang itu kendalanya kadang itu tersedianya sarana dan prasarana, kita kadang ke ruangan karena keterbatasan seperti contoh kecil kantong sampah plastic, itu contoh kecil. Kalau masu disebutkan semua ada banyak, penggunaan APD biasanya kadang, sudah bagus tapi tidak seperti yang diharapkan. Pemilahan sampah sudah bagus tapi belum seperti yang diaharapkan, biasanya ada yang tercampur-campur. (CN01/N) itu masih kurang karena alat APD juga masih terbatas. Jangankan APD yang biasa saja kantong sampah yang kuning hitam itukan biasa disediakan dan biasa kosong-kosong. Safety box yang biasanya ada, biasa diganti dengan jerigen karena habis (CLN01/V) kendalanya kalau sampah ituji biasa yang plastiknya bisa nda ada, kan biasa ada yang infeksius dan non infeksius warnanya apa, kurang anu mungkin alat sarana, kurang pengadaan, tidak tercover. (CLN04/Bi) 2. Kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan menyatakan petugas kesehatan kurang paham tentang pekerjaan yang dilakukan tim PPI sehingga dukungan pekerjaan pun kurang, seperti pada pemilahan sampah banyak petugas kesehatan yang tidak memperhatikan tanda yang sudah diberikan pada tempat sampah untuk pemilahan sampah infeksius dan non infeksius. Sehingga sampah masih tercampur. 2 (dua) informan menyatakan bahwa hal ini terjadi karena persepsi petugas kesehatan tentang PPI yang berbeda-beda. Beberapa informan juga mengatakan tidak semua petugas ingin menerima pengetahuan baru yang diberikan, sehingga sulit untuk menyampaikan tugas-tugas PPI. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut : banyak teman tidak sadar tentang terutama sampah, sampah masih sering digabung-gabung, jadi kalau pagi digabung sampah infeksius, botol minuman, saya jadi bingung, diatur kembali lagi, dikasi pindah lagi (CLN05H) tidak semua orang mau menerima kita kan? Jadi kalau misalnya kita masuk di instalasinya orang, kita harus siap-siap juga, mungkin ada yang menolak, tidak semua orang bisa menerima tapi karena basic yah harus tetap melakukan pekerjaan mau menerima mau tidak mau kita edukasi (CN03/H) eee yah, kembali lagi ke diri masingmasing. Meskipun kita sudah mengingatkan seperti itu tapi itu kadang mungkin saya tidak tahu alasannya apa? Apakah karena mungkin karena hilang, lupa, biarmi begini deh. Jadi kembali ke individu masing-masing (CLN06/B) biasa kalau kendalanya paling itu kalau mahasiswa sudah diberi tahu kadang-kadang salah lagi, sama 373

58 mikroorganisme dari yang diketahui atau tidak diketahui sumber infeksinya sehingga Komite PPI merupakan salah satu unsur penting yang wajib ada di Rumah Sakit, berdasarkan Permenkes Nomor 8 Tahun 2015 tentang program pengendalian resistensi anti mikroba di RS (Permenkes, 2015). RSUD Labuang Baji Makassar adalah salah satu rumah sakit milik pemerintah kelas B yang telah memiliki Komite PPI sejak tahun 2015 dengan keanggotaan 33 orang yang terdiri dari 3 orang Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) dan 30 orang Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN). Namun, diduga pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi belum optimal ditunjang oleh hasil penelitian Suarnianti, Martiana dan Damayanti (2016) yang menunjukkan bahwa di RSUD Labuang Baji masih terdapat 20% perawat tidak mencuci tangan setelah kontak dengan pasien, masih terdapat 23,3% perawat tidak menggunakan sabun pada saat mencuci tangan, masih terdapat 26,7% perawat menggunakan peralatan yang sudah terkontaminasi. Berbagai hal tersebut dapat meningkatkan potensi infeksi nosokomial di RSUD Labuang Baji Makassar. Ritchie & McIntyre (2015) menyebutkan bahwa beberapa alasan dari ketidakpatuhan petugas kesehatan dalam melakukan PPI yaitu karena tekanan waktu, dan adanya kegagalan dalam mematuhi aturan pencegahan dan pengendalian infeksi yang paling dasar. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam terkait kendala tim PPI dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Labuang Baji Makassar. BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi dan sampel Metode penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di unit rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar yang terdiri dari Sembilan ruang perawatan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi jawaban yang mendalam, terfokus, dan terarah tentang pelaksanaan pencagahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh tim PPI dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang tercatat sebagai anggota tim PPI (IPCN dan IPCLN) dengan jumlah 3 orang sebagai IPCN dan 30 orang sebagai IPCLN. Sementara yang menjadi informan sebanyak 12 orang (3 orang IPCN dan 9 orang IPCLN). Pengumpulan data Tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara individual yang dilakukan secara mendalam (in depth interview) dengan orang yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu anggota tim PPI yang terdiri dari IPCN dan IPCLN selama menit. Analisis data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan pendekatan fenomenologi yang dikembangkan oleh Colaizzi, 1978 (dikutip dalam Streubert & Carpenter, 2013) dengan proses sebagai berikut: 1. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan informan mengenai pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi kemudian membuat transkripsi dengan mengubah rekaman suara menjadi bentuk tertulis secara verbatim 2. Membaca kembali hasil transkrip wawancara yang ditemukan sebanyak 4-5 kali dari semua informan agar peneliti lebih memahami pernyataan-pernyataan informan tentang pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi. 3. Memilih penyataan yang penting dan signifikan untuk dikelompokkan. 4. Menentukan makna setiap pernyataan yang penting dari setiap informan dan pernyataan yang berhubungan dengan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 5. Mengelompokkan makna tersebut ke dalam kelompok tema 6. Mengintegrasikan hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk deskripsi naratif mendalam tentang pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 7. Melakukan validasi makna dengan informan dengan cara peneliti kembali ke informan untuk klarifikasi data hasil wawancara berupa transkrip yang telah dibuat untuk memberikan kesempatan kepada informan menambahkan informasi yang tidak ingin dipublikasikan dalam penelitian 8. Menggabungkan data yang muncul selama validasi ke dalam transkrip yang telah disusun peneliti berdasarkan penyataan informan. HASIL PENELITIAN Hasil analisa data pada penelitian ini menunjukkan tema yang disusun dari beberapa 372

PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT KUNJUNGAN ULANG PASIEN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDAI KABUPATEN MAROS TAHUN 2017

PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT KUNJUNGAN ULANG PASIEN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDAI KABUPATEN MAROS TAHUN 2017 PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT KUNJUNGAN ULANG PASIEN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDAI KABUPATEN MAROS TAHUN 2017 Eka Dewi Lestari 1, Samsualam 2, Reza Aril Ahri 3 1 Program Magister

Lebih terperinci

Pasca Sarjana UMI Makassar 2. Pasca Sarjana UMI Makassar 3. Pasca Sarjana UMI Makassar

Pasca Sarjana UMI Makassar 2. Pasca Sarjana UMI Makassar 3. Pasca Sarjana UMI Makassar PENGARUH EDUKASI MENGGUNAKAN VIDEO TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG CEDERA OLARGA, INTENSITAS LATIHAN DAN POLA TIDUR PADA ATLET KLUB BOLA VOLI UNHAS MAKASSAR Harvina Mukrim 1, Suriah 2, Andi Nurlinda 3 1 Pasca

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangkan kesempatan atlet profesional mendapatkan sumber. olahraga non-kontak yang memerlukan lompatan, perubahan cepat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangkan kesempatan atlet profesional mendapatkan sumber. olahraga non-kontak yang memerlukan lompatan, perubahan cepat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera olahraga merupakan momok yang sangat menakutkan bagi seorang atlet profesional, karena cedera akan membuat si atlet kehilangan waktu mengikuti latihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Responden penelitian ini melibatkan 56 pasien diabetes melitus yang melakukan kontrol rutin di poli penyakit dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Olahraga adalah segala bentuk aktivitas fisik kompetitif yang biasanya dilakukan melalui partisipasi santai atau terorganisi, bertujuan untuk menggunakan, memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN MINAT PEMANFAATAN KEMBALI PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS JONGAYA KOTA MAKASSAR

HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN MINAT PEMANFAATAN KEMBALI PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS JONGAYA KOTA MAKASSAR HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN MINAT PEMANFAATAN KEMBALI PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS JONGAYA KOTA MAKASSAR Relationship between Service Quality with Re-Utilization Interest of Health Services

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai masyarakat dunia berkomitmen untuk ikut merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang akan menimbulkan perubahan yang permanen pada kehidupan setiap individu (Stuart & Sundeen, 2005). Diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT CUT MUTIA KABUPATEN ACEH UTARA

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT CUT MUTIA KABUPATEN ACEH UTARA Jurnal Kesehatan Masyarakat HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT CUT MUTIA KABUPATEN ACEH UTARA T.SUDIAN Mahasiswa Prodi S Kesehatan Masyarakat STIKES U Budiyah Inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada olahraga bulutangkis terdapat teknik yang seringkali dilakukan untuk memasukkan kok/shuttlecock ke dalam bidang lawan,

BAB I PENDAHULUAN. Pada olahraga bulutangkis terdapat teknik yang seringkali dilakukan untuk memasukkan kok/shuttlecock ke dalam bidang lawan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga adalah kegiatan fisik yang terstruktur, direncanakan dan dikerjakan secara berulang-ulang dan memiliki tujuan untuk memperbaiki dan menjaga kesegaran serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Nurlika Sholihatun Azizah

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Nurlika Sholihatun Azizah PERBEDAAN INTERVENSI SENAM DIABETES PADA DIET RENDAH GULA TERHADAP PENURUNAN GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS USIA 35-70 TAHUN DI PUSKESMAS BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Nurlika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS Nadimin 1, Sri Dara Ayu 1, Sadariah 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Makassar

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN PASIEN DENGAN MINAT PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN KESEHATAN PADA PRAKTEK BERSAMA DOKTER KELUARGA DI KLINIK HUSADA KIMIA FARMA SARIO DAN SAM RATULANGI Arthur P. Dumais*, Franckie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak dialami oleh penduduk di dunia. DM ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN MINAT PASIEN DALAM PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN KESEHATAN PADA PRAKTEK DOKTER KELUARGA

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN MINAT PASIEN DALAM PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN KESEHATAN PADA PRAKTEK DOKTER KELUARGA HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN MINAT PASIEN DALAM PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN KESEHATAN PADA PRAKTEK DOKTER KELUARGA Merry Tiyas Anggraini, Afiana Rohmani Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Padukuhan Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Kartika 7

Jurnal Kesehatan Kartika 7 HUBUNGAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELLITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSU CIBABAT CIMAHI TAHUN 2010 Oleh : Hikmat Rudyana Stikes A. Yani Cimahi ABSTRAK Obesitas merupakan keadaan yang melebihi dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekrsi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya,

Lebih terperinci

Inpatient Satisfaction of Nursing Services in RSUP Dr. Kariadi Semarang

Inpatient Satisfaction of Nursing Services in RSUP Dr. Kariadi Semarang Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Pelayanan Keperawatan di RSUP Dr. Kariadi Semarang Andra Novitasari 1, Muhammad Hidayat 1, Anada Kaporina 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh (Nugroho, 2007). Semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 74-84

VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 74-84 Community Health VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 74-84 Artikel Penelitian Hubungan Persepsi Pengguna Layanan Tentang Mutu Pelayanan Unit Rawat Inap (VIP) Gryatama Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Di

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat, demikian halnya dengan fokus perhatian masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

Kata kunci: Penanganan Cedera, Olahraga.

Kata kunci: Penanganan Cedera, Olahraga. PENGETAHUAN PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA TERHADAP GURU PENJASORKES SMA-SMK KOTA PADANGSIDIMPUAN SUMATERA UTARA Ika Endah Puspita Sari Program Studi Magister Pendidikan Olahraga Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat DM dengan prevalensi 8,6% dari total

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu mengukur variabel bebas aktivitas olahraga dan variabel

Lebih terperinci

Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Ruang Rawat Inap Kelas III

Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Ruang Rawat Inap Kelas III Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Ruang Rawat Inap Kelas III M.Kustriyani 1), N.Rohana 2), T.S. Widyaningsih 3) F.S Sumbogo 4) 1,2,3) Dosen PSIK STIKES Widya Husada

Lebih terperinci

HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DI PUSKESMAS BROMO MEDAN

HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DI PUSKESMAS BROMO MEDAN HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI Melza Tatiana, et al. HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI Melza Tatiana 1, Heru Santosa, Taufik Ashar 3 1 Mahasiswa Program Magister

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN YANG BEROBAT DIINSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM SANGATTA

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN YANG BEROBAT DIINSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM SANGATTA PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN YANG BEROBAT DIINSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM SANGATTA HUSNI THAMRIN, LCA ROBIN JONATHAN. SUYATIN 10.11.1001.3443.022 Manajemen, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MUTU PELAYANAN DENGAN PEMANFAATAN APOTEK RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM MANADO Margreit I. Musak*

HUBUNGAN ANTARA MUTU PELAYANAN DENGAN PEMANFAATAN APOTEK RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM MANADO Margreit I. Musak* HUBUNGAN ANTARA MUTU PELAYANAN DENGAN PEMANFAATAN APOTEK RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM MANADO Margreit I. Musak* *Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Abstrak Mutu pelayanan kesehatan merupakan salah

Lebih terperinci

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK EKA FEBRIANI I32111019 NASKAH PUBLIKASI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara epidemiologi, pada tahun 2030 diperkirakan prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSU. BUNDA THAMRIN MEDAN TAHUN 2012

PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSU. BUNDA THAMRIN MEDAN TAHUN 2012 PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSU. BUNDA THAMRIN MEDAN TAHUN 2012 Citra Triwahyuni 1, Siti Khadijah Nasution 2, Fauzi 3 1. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INTISARI MUFLIH

PENDAHULUAN INTISARI MUFLIH PERBEDAAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN PENGGUNA ASKES DAN PASIEN UMUM DALAM MENERIMA KUALITAS PELAYANAN KEPERAWATANDI INSTALANSI RAWAT INAP KELAS II RSUD PANEMBAHAN SENOPATI KABUPATEN BANTUL MUFLIH INTISARI

Lebih terperinci

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN KUALITAS JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Michael R. R. Pelle*, Jane Pangemanan*, Franckie R. R. Maramis* * Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KETEPATAN WAKTU, HARGA DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN CV.

ANALISIS PENGARUH KETEPATAN WAKTU, HARGA DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN CV. ANALISIS PENGARUH KETEPATAN WAKTU, HARGA DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN CV. ALADIN MAHENDRA ARIEF SETIAWAN E12.2009.00387 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Realibilitas Pada penelitian kali ini dilakukan uji validasi dengan dilanjutkan uji realibilitas pada instrumen penelitian. Instrumen penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN DOKTER DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP A BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF. DR. R. D. DR. R.

HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN DOKTER DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP A BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF. DR. R. D. DR. R. HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN DOKTER DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP A BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF. DR. R. D. KANDOU KOTA MANADO RELATIONSHIP BETWEEN DOCTOR SERVICE WITH THE

Lebih terperinci

Study Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Mellitus Di Poli Rawat Jalan Puskesmas Ngawi Purba Kabupaten Ngawi

Study Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Mellitus Di Poli Rawat Jalan Puskesmas Ngawi Purba Kabupaten Ngawi Study Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Mellitus Di Poli Rawat Jalan Puskesmas Ngawi Purba Kabupaten Ngawi Oleh : Nurul Hidayah, S.Kep.Ns ABSTRAK Latar belakang : Diabetes mellitus adalah penyakit kronis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. resiko dan faktor efek (Notoatmodjo, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN. resiko dan faktor efek (Notoatmodjo, 2010). 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Racangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik. Survei Analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: IKSAN ISMANTO J300003 PROGRAM STUDI GIZI DIII FAKULTAS

Lebih terperinci

Promotif, Vol.1 No.2 Apr 2012 Hal ANALISIS HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH BERSALIN NISA KOTA PALU

Promotif, Vol.1 No.2 Apr 2012 Hal ANALISIS HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH BERSALIN NISA KOTA PALU ANALISIS HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH BERSALIN NISA KOTA PALU Nur Afni Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM Unismuh Palu ABSTRAK Kepuasan pasien diukur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Penyakit ini lebih dikenal sebagai silent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai adanya hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan dasar tersebut (Depkes, 2009). yang meliputi pelayanan: curative (pengobatan), preventive (upaya

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan dasar tersebut (Depkes, 2009). yang meliputi pelayanan: curative (pengobatan), preventive (upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang sangat penting di Indonesia. Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSIS DATA. 1. Gaya Hidup (X1) yang berasal dari data responden

BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSIS DATA. 1. Gaya Hidup (X1) yang berasal dari data responden BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSIS DATA Berdasarkan judul penelitian Hubungan Gaya Hidup Dan Tingkat Kebugaran jasmani Terhadap Risiko Sindrom Metabolik maka dapat dideskripsikan data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa dibentuk di hati dari makanan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) 1. Identitas Nama Fakultas : Fakultas Ilmu Keolahragaan Nama Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Kepelatihan Olahraga Nama Mata kuliah (... sks) : Ilmu Kesehatan Olahraga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Nasabah pada Studi kasus BCA KCP Glodok Plaza.Analisis yang akan disajikan terdiri

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Nasabah pada Studi kasus BCA KCP Glodok Plaza.Analisis yang akan disajikan terdiri BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian dan analisa yang bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan dan Implikasinya Terhadap Loyalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PADA RSUD KABUPATEN KARANGANYAR. Tutik Nuryanti 1),Slamet Djauhari 2) 1)

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PADA RSUD KABUPATEN KARANGANYAR. Tutik Nuryanti 1),Slamet Djauhari 2) 1) ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PADA RSUD KABUPATEN KARANGANYAR Tutik Nuryanti 1),Slamet Djauhari 2) 1) Mahasiswa Prodi Manajemen UNSA 2) Dosen Prodi Manajemen

Lebih terperinci

Windi Tatinggulu*, Rooije.R.H.Rumende**, Tinneke Tololiu**.

Windi Tatinggulu*, Rooije.R.H.Rumende**, Tinneke Tololiu**. HUBUNGAN PELAYANAN PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN PESERTA BPJS KESEHATAN DI RUANG RAWAT INAP (ANGGREK, BOUGENVILLE, CRISAN, EDELWEIS) RSUD KEPULAUAN TALAUD CORELATIONS BETWEEN NURSE SERVICE AND

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2 1 PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2 Misdarina * Yesi Ariani ** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kesehatan dipengaruhi oleh pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SURAKARTA. Juni Trisnowati Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SURAKARTA. Juni Trisnowati Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SURAKARTA Juni Trisnowati Surakarta ABSTRACT This research aimed to analyze the influence of tangibles, reliability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan

Lebih terperinci

Jordyanto Hermanus Laemonta & Metta Padmalia, Pengaruh Inovasi dan Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Konsumen Terang Bulan Martabak 93

Jordyanto Hermanus Laemonta & Metta Padmalia, Pengaruh Inovasi dan Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Konsumen Terang Bulan Martabak 93 Jordyanto Hermanus Laemonta & Metta Padmalia, Pengaruh Inovasi dan Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Konsumen Terang Bulan Martabak 93 Pengaruh Inovasi dan Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Pengaruh Mutu Pelayanan Dokter Terhadap Loyalitas Pasien di RS PKU Muhammadiyah Bantul

Pengaruh Mutu Pelayanan Dokter Terhadap Loyalitas Pasien di RS PKU Muhammadiyah Bantul Jurnal Asosiasi Dosen Muhammadiyah Magister Administrasi Rumah Sakit Vol.2 No. 2 Juli 2016 1 Jurnal Asosiasi Dosen Muhammadiyah Magister Administrasi Rumah Sakit Vol.2 No. 2 Juli 2016 Pengaruh Mutu Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

ANALISIS PELAYANAN FISIOTERAPI TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN REGULER DI UNIT REHABILITASI MEDIK DI RSUD DR. MOEWARDI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PELAYANAN FISIOTERAPI TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN REGULER DI UNIT REHABILITASI MEDIK DI RSUD DR. MOEWARDI NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PELAYANAN FISIOTERAPI TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN REGULER DI UNIT REHABILITASI MEDIK DI RSUD DR. MOEWARDI NASKAH PUBLIKASI Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA

PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA Pandeirot *, Fitria**, Setyawan** Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah, baik itu di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara.

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN HARGA TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RSU BUNTOK

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN HARGA TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RSU BUNTOK PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN HARGA TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RSU BUNTOK Panti Riyani STIE Dahani Dahanai Buntok ABSTRACT The purpose of this study was to examine the effect of price and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang dalam Pembangunan Nasional, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT ISPA PADA BALITA SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2012 Oleh : Amalia Dosen STIK Bina Husada

Lebih terperinci