BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep mengenai suatu negara telah lama diperbincangkan di lingkaran para pemikir-pemikir politik dunia, bahkan para filosof di zaman pra modern pun sudah lama memperbincangkan hal ini. Bagaimana sesungguhnya konsep negara yang ideal yang dapat mewadahi semua potensi manusia yang berada di dalamnya? Plato mengatakan bahwa negara haruslah dilihat sebagai suatu sistem pelayanan yang mengharuskan setiap warga negara secara bertanggung jawab saling mengisi, memberi dan menerima, menukar jasa, dan memerhatikan kebutuhan sesama warga, serta saling membangun (Rapar, 2001: 57). Permasalahan negara di mulai pada masa peradaban Yunani Kuno, Plato menyaksikan bagaimana seorang yang berkuasa dapat memengaruhi terhadap sebuah komunitas yang dinamakan negara. Negara dimulai dengan keinginan dan kebutuhan manusia yang begitu banyak dan beraneka ragam, yang tidak dapat terpenuhi dan terpuaskan oleh kekuatan dan kemampuan diri sendiri, oleh karena itu terbentuklah apa yang dinamakan negara. Protagoras, seorang tokoh

2 2 terkemuka kaum Sofis, mengatakan bahwa negara dicipta oleh manusia itu sendiri (Rapar, 2001: 56). Manusia pada awalnya hidup sendiri-sendiri, memenuhi keinginan dan kebutuhan, namun seiring berjalannya waktu manusia menyadari bahwa kebutuhan yang harus dipenuhi banyak menemukan kesulitan dan gangguan, terutama kesulitan dan gangguan yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri, maka pada saat itu manusia mulai hidup berkelompok hingga pada akhirnya munculah komunitas yang dinamakan negara. Jean Bodin ( ) mendefinisikan negara sebagai pemerintah yang tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasan yang berdaulat. Bodin menerangkan bahwa terdapat empat unsur pokok yang perlu dilihat dalam sebuah negara: tatanan yang benar, keluarga, kekuasaan yang berdaulat, dan tujuan bersama. Hal ini berarti bahwa perlu ada keselarasan antara pemerintah dan warga negaranya (Schmand, 2002: 279). Suatu negara memiliki banyak persoalan diantara warga negara dan pemerintahnya, bukan hanya persoalan pemerintah sebagai pemimpin dalam suatu negara, tapi juga warga negara yang menjadi satu kesatuan dengan pemerintah. Menurut Plato, negara ideal pada hakikatnya adalah suatu keluarga, di dalam negara semua bersaudara, karena hakikat suatu negara adalah keluarga, maka kesatuan antara

3 3 pemerintah dan warga harus senantiasa dijaga dan dipelihara (Rapar, 2001: 55). Menurut kaum sofis negara semata-mata adalah instrumen, suatu sarana atau suatu mekanisme yang digunakan manusia untuk mencapai dan memperoleh segala sesuatu yang diinginkan. Sedangkan menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya setiap negara itu merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih lagi suatu persekutuan hidup politis yang dalam bahasa Yunani disebut he koinonia politike, sementara Plato mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah kesenangan dan kebahagiaan, maka tujuan negara harus sinkron dengan tujuan hidup manusia yakni kesenangan dan kebahagiaan warganya (Rapar, 2001: 58). Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, juga hadirnya agama di tengah-tengah kehidupan manusia, konsep negara mempunyai sudut pandang yang berbeda dari para pemikir agama, khususnya Islam. Islam adalah agama yang universal atau syumul (menyeluruh), mencakup semua dimensi kehidupan dengan syari at. Islam menata kehidupan manusia sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. Islam mengajarkan konsep tawazun bagaimana manusia dapat seimbang antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Kehidupan dunia yang menyangkut keberlangsungan kehidupan manusia itu sendiri, Islam secara mendalam mengatur semuanya. Islam sebagai agama yang syumul, Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia,

4 4 tidak hanya ibadah yang hubungannya dengan Sang Khalik saja, tetapi juga dengan lingkungan dan makhluk hidup lainnya, seperti aspek sosial, aspek pendidikan, aspek ekonomi, aspek budaya, aspek politik dan lain sebagainya. Islam tidak semata-mata sebagai sistem agama, karena Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu spiritual, fisik, dan intelektual. Orang-orang sampai saat ini masih banyak yang memperbincangkan hubungan Islam dan politik, Islam dan ekonomi, Islam dan budaya, bahkan perbincangan itu masih diperbincangan di kalangan umat Islam itu sendiri, termasuk hubungan Islam dan pengaturan kenegaraan (Rais, 1998: 176). Konsep negara di dunia Islam sudah banyak dikemukakan oleh para pemikir-pemikir Islam modern, diantaranya adalah Imam Syahid Hasan Al-Banna, seorang pemikir Islam yang berasal dari negara timur tengah, lebih tepatnya dari Mesir. Pemikiran-pemikiran Hasan Al- Banna tentang negara banyak dijadikan referensi di kalangan para pemeluk agama Islam dunia. Hasan Al-Banna dalam perjalanan hidupnya mendirikan sebuah gerakan Islam modern untuk menjawab kegelisahan umat Islam saat itu, salah satunya terkait dengan kegelisahan umat Islam terhadap kepemimpinan dan kenegaraan. Umat Islam pasca runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani pada tanggal 03 Maret 1924 mengalami kemunduran dari berbagai hal. Kekhalifahan Turki Utsmani yang runtuh membuat tatanan sistem

5 5 kenegaraan dalam dunia Islam berubah total, sehingga sistem kenegaraan Turki yang pada saat itu sebagai pusat kepemimpinan Islam dunia mengalami perubahan. Konsep negara Islam yang berlandaskan asas syari at yaitu khilafah berubah menjadi asas negara sekuler. Sementara di Indonesia sebagai negara merdeka mempunyai konsep negara sendiri yang telah tertuang dalam ideologi negara yaitu Pancasila. Pancasila merupakan falsafah negara Indonesia, ide-ide besar para pendiri bangsa Indonesia berada dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Pancasila sebagai suatu paradigma merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal dan komunal dalam bentuk sebuah bangsa dan negara. Pancasila merupakan satu kesatuan, sila-silanya merupakan dasar negara Indonesia harus menjadi sumber nilai, kerangka berfikir, serta asas moralitas bagi pembangunan negara Indonesia, sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan. Pancasila saat ini masuk pada era globalisasi yang mau tidak mau harus dihadapi oleh negara Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang harus berhadapan langsung dengan negara maju. Indonesia yang levelnya masih sebagai negara berkembang di hegemoni oleh negara maju dalam relasi ekonomi politik internasional, sehingga Indonesia yang mempunyai jati diri Pancasila terlupakan atau

6 6 bahkan mungkin dilupakan, karena mengedepankan asas kepentingan global. Indonesia memilih sistem politik demokrasi, harus mengedepankan asas keterbukaan dan kebebasan. Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap aspek penyelenggaraan negara dan semua sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai-nilai Pancasila yang bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia, nilai adat-istiadat, nilai budaya, dan nilai religi (Kaelan, 2013: 76). Perjalanan panjang sejarah Pancasila sejak fase penciptaannya hingga saat ini telah memasuki babak baru. Pada babak yang mutakhir ini Pancasila berada dalam situasi menghadapi kompleksitas permasalahan ekonomi, politik, sosial, dan budaya seperti problem akut masalah kemiskinan dan korupsi, ancaman terorisme yang sudah berjejaring secara internasional, masifnya peredaran narkoba, dampak destruktif cuaca ekstrim, konflik sosial pada disintegrasi bangsa, serta sikap dan perilaku generasi muda yang kehilangan jati diri bangsa dan mengalami pendangkalan budaya. Sistem demokrasi pascareformasi membuka jalan bagi pertumbuhan dan perkembangan macam-macam ideologi aliran di Indonesia yang bercorak sekuler maupun agamis juga memberikan tantangan tersendiri bagi eksistensi Pancasila. Masuknya berbagai ideologi mempengaruhi eksistensi Pancasila itu

7 7 sendiri. Pancasila bukan saja kehilangan eksistensi tapi juga hanya dijadikan sebuah simbol dan formalitas kenegaraan. Merealisasikan nilai-nilai Pancasila di era globasliasi penuh dengan tantangan dalam mengaktualiasikannya. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegera perlu adanya loyalitas dari warga negara kepada bangsa dan negara Indonesia, sehingga loyalitas tersebut menimbulkan ketaatan. Ketataan moral dalam mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya dorongan yang kuat dari warga negara Indonesia sendiri, dorongan yang membuat warga negara Indonesia loyal terhadap Pancasila yaitu kesadaran akan wajibnya bagi setiap warga negara Indonesia untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rasa wajib yang telah tertanam dalam diri manusia Indonesia dan meresap dalam hati sanubari sebagai sebuah kesadaran, sehingga setiap manusia Indonesia dalam keadaan bersedia untuk melaksanakan Pancasila (Kaelan, 2002: 247). Pancasila secara realita saat ini sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila yang diinginkan. Pancasila saat awal pendiriannya mencitacitakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis, aman dan sejahtera. Namun, Pancasila saat ini hanya sebatas formalitas dan simbol falsafah negara yang apabila diaktualisasikan masih banyak orang-orang yang belum paham terhadap nilai-nilai Pancasila itu

8 8 sendiri, padahal Pancasila bersumber dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan ideologi terbuka, sehingga berbagai corak pemikiran dan ideologi tentang konsep negara hadir di tengah-tengah arus globalisasi bangsa saat sebagian besar bangsa ini lupa dengan ideologi negaranya sendiri. Banyak pemikiran dan ideologi dunia masuk ke Indonesia, salah satunya adalah ideologi gerakan yang didirikan oleh Hasan Al-Banna yaitu Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin dalam gerakannya berdasar kepada syari at Islam yaitu Al-Qur an dan Al-Hadits. Gerakan ini tujuan utamanya adalah mengembalikan sistem kenegaraan umat Islam yang telah runtuh. Konsep pemikiran Ikhwanul Muslimin khususnya mengenai tatanan kenegaraan banyak mempengaruhi negara-negara dunia. Pemikiran gerakan Ikhwanul Muslimin berasal dari Hasan Al-Banna menyebar ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Pada kenyataannya sejarah kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari dukungan negara-negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Negara yang pertama kali mengakui dan mendukung Indonesia sebagai negara yang merdeka adalah Mesir. Mesir mempunyai hak andil dalam kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari dukungan dan dorongan Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan Al-Banna, karena pada saat itu partai politik yag berpengaruh dalam konstitusi negara Mesir

9 9 adalah salah satunya adalah partai politik yang didirikan oleh Hasan Al-Banna melalui gerakan Islam modern Ikhwanul Muslimin. Indonesia saat ini berada pada arus kebebasan dan masuknya berbagai macam ideologi dan gerakan transnasional. Gerakan transnasional akan sangat perpengaruh terhadap pola pikir bangsa Indonesia yang seharusnya pola pikir bangsa Indonesai berdasar pada Pancasila. Gerakan transnasional yang masuk ke Indonesia salah satunya adalah pemikiran Ikhwanul Muslimin, meskipun Ikhwanul Muslimin di masa kemerdekaan mempunyai hak andil, namun apakah akan berpengaruh terhadap konsep negara Indonesia, yaitu Pancasila yang dijadikan asas, ideologi, dan falsafah? Penulis berusaha meneliti mengenai hal ini, apa relevansi konsep negara Hasan Al-Banna dalam gerakan Ikhwanul Muslimin dengan konsep negara Pancasila. 1. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang hendak ditelaah pada proses penelitian ini adalah: a. Bagaimana konsep negara menurut pandangan Hasan Al- Banna? b. Apa analisis kritis konsep negara Hasan Al-Banna serta bagaimana relevansinya dengan konsep negara Pancasila? 2. Keaslian penelitian

10 10 Peneliti belum pernah menemukan tulisan, jurnal atau bukubuku yang membahas secara terinci mengenai konsep negara menurut Hasan Al-Banna dan relevansinya terhadap konsep negara Pancasila dalam sudut pandang filsafat politik. Penulis mengamati bahwa sejauh ini hanya ada tulisan terkait dengan konsep negara, Hasan Al-Banna, dan Pancasila secara terpisah. Penelusuran yang terkait dengan penelitian tentang konsep negara, Hasan Al-Banna, dan Pancasila adalah sebagai berikut: a. Konsep Negara dalam Filsafat Politik Ibnu Taimiyah ). Skripsi M. Hanif Sukrasno, mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Skripsi ini meneliti tentang konsep negara dalam pandangan Ibnu Taimiyah, yaitu seorang Ulama terkemuka di dunia Islam. b. Konsep Negara dalam Filsafat Politik Agustinus. Skripsi Melan Basori, mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Skripsi ini meneliti tentang bagaimana konsep negara menurut Agustinus dalam perspektif filsafat politik. c. Konsep Negara Ideal Menurut Syaikh Taqiyuddin An- Nabhani ( M/ H). Skripsi Eko Widiarto, mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Skripsi ini menjelaskan tentang konsep negara

11 11 ideal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, seorang pendiri gerakan Islam modern Hizbut Tahrir. d. Loyalitas Rakyat Terhadap Pemimpin Menurut Al- Mawardi dan Hasan Al-Banna. Skripsi Rifko Handayani, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Skripsi menjelaskan tentang konsep kepemimpinan dan loyalitas terhadap pemimpin dari dua tokoh besar pemikir dunia Islam Hasan Al-Banna dan Al-Mawardi. e. Pemikiran Hasan Al-Banna dalam Pendidikan Islam. Skripsi Muhammad Al-Banna mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Skripsi ini menganalisis pemikiran Hasan Al-Banna dalam pembinaan Islam, karena Hasan Al-Banna terkenal dengan pembinaan Islamnya yang sangat baik sehingga melahirkan penerus-penurus pemikiran Hasan Al-Banna di kemudian hari setelah Hasan Al-Banna meninggal. 3. Manfaat penelitian a. Bagi filsafat: Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana baru pada khasanah kekayaan kajian filsafat politik, yakni kajian-kajian yang terkait dengan konsep negara menurut tokoh - tokoh Islam dan konsep negara menurut Pancasila.

12 12 b. Bagi Kalangan Akademis dan Masyarakat: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pemahaman masyarakat pada umumnya dan masyarakat akademis terhadap konsep negara menurut tokoh-tokoh Islam dan konsep negara Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dan menjadi sumber pengetahuan bagi kebutuhan perkembangan sosial politik pada keadaan masyarakat saat ini. c. Bagi Peneliti: Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti. Pertama, selain menambah wawasan penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk membiasakan diri berfikir secara sistematis dan filosofis dalam mengkaji suatu permasalahan tentang konsep negara Islam dan Pancasila. Kedua, peneliti dapat menemukan inti permasalahan dan kemudian dapat menyumbangkan pemikiran baru dalam dunia sosial politik Indonesia, khususnya dalam kajian filsafat politik. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan yang ada pada rumusan masalah, yaitu:

13 13 1. Mendeskripsikan konsep negara menurut pandangan Hasan Al- Banna. 2. Menganalisis secara kritis konsep negara menurut pandangan Hasan Al-Banna dan mencari relevansi dengan konsep negara Pancasila. C. Tinjauan Pustaka Negara adalah suatu komunitas etika untuk mencapai kebajikan dan kebaikan. Negara dibentuk oleh manusia yang memiliki begitu banyak keinginan dan kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi apabila manusia bersatu dan bekerja sama untuk dapat saling menutupi keterbatasannya dan supaya dapat saling mencukupi kekurangannya masing-masing (Rapar, 2002: 55). Plato mengatakan bahwa negara itu timbul atau ada karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, menyebabkan harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Manusia sebagai mahluk sosial pada hakikatnya tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri, maka diperlukan kerja sama. Kerja sama dan kesatuan inilah yang pada saat ini dinamakan masyarakat yang selanjutnya dalam skala besar masyarakat disebut negara (Soehino, 1986: 17).

14 14 Aristoteles mengatakan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup yang berada di jenjang tertinggi. Negara adalah persekutuan hidup yang paling berdaulat di antara persekutuan hidup lainnya. Persekutuan hidup yang dimaksudkan Aristoteles adalah kebersamaan hidup antara negara dan warganya, ada hubungan yang khusus antara keduanya, hubungan antara warga negara yang satu dengan yang lainnya, sehingga Aristoteles mengatakan bahwa negara adalah persekutuan hidup yang paling berdaulat (Rapar, 2001:169). Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik. Negara adalah agency/alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan dari kehidupan bersama (Budiyono, 2012: 27). Agustinus mengatakan bahwa sesungguhnya ada dua macam negara, yang pertama ialah negara Allah (civitas dei) sering juga disebut sebagai negara surgawi, kedua ialah negara sekuler (civitas terrena/negara duniawi) sering juga disebut negara diabaoi. Agustinus membedakan negara, negara Allah yang berarti apabila dikontekskan terhadap definisi pemikir Islam Hasan Al-Banna, ialah negara yang berasaskan syari at Islam, dan negara sekuler yang berarti memisahkan antara agama dan negara, menurut Agustinus negara

15 15 sekuler ini merupakan manifestasi dari ketidakjujuran, ketidakadilan, keburukan dan sifat buruk lainnya (Rapar, 2002: 303). Definisi tentang konsepsi negara di atas dikemukakan oleh para pemikir barat juga sama dengan yang dikemukakan oleh para pemikir dunia Islam. Agama dan negara dalam konsepsi Islam saling berhubungan, karena bagi Islam, agama adalah universal. Agama mengurus semua kebutuhan manusia. Agama dan negara tidak dapat dipisahkan, seperti yang ditulis oleh Said Hawwa dalam buku Al- Islam, mengatakan bahwa negara diperlukan dalam memenuhi kebutuhan umat (Hawwa, 2002: 11). Pemikir Islam lain yakni Yusuf Qardhawy merupakan salah satu anggota dari gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al-Banna, mengatakan bahwa mendirikan sebuah negara merupakan kebutuhan insani manusia, sebab negara akan menyuguhkan tentang contoh hidup kesatuan agama dan negara. Yusuf Qardhawy juga mengatakan bahwa pada zaman sekarang, dakwah Islamiyah sangat membutuhkan kampung Islam atau negara Islam menjadikan risalah Islamiyah sebagai aqidah dan sistem, ibadah dan moral, serta sebagai nilai-nilai kehidupan dan peradaban (Qardhawy, 1997: 25). Hasan Al-Banna meluaskan pengertian negara hingga mencakup seluruh negeri Islam, inilah yang sesuai dengan pemahaman Islam dan kesatuan umat Islam. Umat Islam wajib menopang demi mewujudkan

16 16 kemerdekaan ini di setiap wilayah dan negari muslim. Hasan Al-Banna juga berkata: Negara Islam itu tak terbagi-bagi, dan memusuhi sebagiannya berarti memusuhi keseluruhannya, mengabaikan sejengkal tanah yang ditempati seorang muslim adalah tindak kejahatan yang tak terampuni. Hasan Al-Banna juga menegaskan bahwa takkan ada sikap mengalah dan menyepelekan para perampas serta penjajah selama-lamanya. Kita harus meminta kembali hak kita secara sempurna tanpa terkurangi sedikit pun (Ramadhan, 2014: 312). Hasan Al-Banna dalam buku Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin bahwa Ikhwanul Muslimin selalu menyarankan kepada pemerintah agar memperbaiki perundang-undang, yaitu dengan mengambil sumber dari ajaran Islam dan memerangi kemungkaran dan dosa dengan had dan saksi yang membuat jera (Hasan Al-Banna, 2012: 101) Konsepsi penataan suatu negara di Indonesia mempunyai landasannya tersendiri yakni tertuang dalam dasar negara Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah sekedar sekumpulan ajaran-ajaran moral. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat. Pancasila merupakan sebuah rumusan ideal bagaimana bangun ke-indonesia-an yang dicita-citakan bangsa. Pancasila merupakan sebuah identitas bagi bangsa, dan sekaligus landasan dalam menuju modernitasnya. Identitas Indonesia bukan sekedar dipertahankan tetapi selalu harus digali. Identitas harus mampu memadukan dua unsur yang kontradiktif: tradisional dan modern. Modernitas harus dijelaskan sejauh mana unsur-unsur modern

17 17 yang dapat dipribumikan dan sejauh mana unsur-unsur tradisional yang dapat dimodernkan. Identitas harus mampu meintegrasikan warisan-warisan tradisional sekaligus mampu mendorong arah kemajuan dan modernitas. (Darmaputera dalam Soedarso, 2012: 35). Pancasila merupakan ideologi negara, dalam kaitannya dengan teori tentang fungsi-fungsi ideologi. Pancasila sebagai ideologi lebih tersimbolkan memenuhi fungsi integrasi, menyelaraskan fungsi legitimasi, dan akan meretakkan fungsi distorsi (Sutrisno, 2006: 138). D. Landasan Teori Filsafat politik telah lahir sejak manusia mulai menyadari bahwa tata sosial kehidupan bersama bukanlah sesuatu yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin terbuka untuk perubahan. Tata politik merupakan produk budaya dan memerlukan justifikasi filosofis untuk memepertahankannya. Filsafat politik juga seringkali muncul sebagai tanggapan terhadap situasi krisis zamannya. Tema relasi antara negara dan agama pada era pertengahan menjadi tema utama filsafat politik. Tema pertentangan antara kekuasaan absolut dan kekuasaan raja pada era modern yang dibatasi oleh konstitusi menjadi tema utama refleksi filsafat politik. Menurut Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan negara.

18 18 Plato menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep pemikiran (Rapar, 2001: 3). Filsafat politik merupakan cabang ilmu filsafat yang mengkaji kehidupan politik, terutama mengenai sifat hakiki, asal-mula dan nilai dari negara-negara. Schmandt dalam bukunya yang berjudul Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern menerangkan bahwa filsafat politik adalah studi tentang ideide institusi-institusi yang berkembang sepanjang waktu. Schmandt berusaha menjelaskan pemahaman mengenai cara bagaimana manusia sepanjang zaman membentuk dan mengimplementasikan aspirasi politik dan sosial mereka. Filsafat politik merupakan suatu yang lebih dari sekedar analisis mengenai teori-teori politik masa lalu. Ia berusaha menemukan prinsip-prinsip universal yang mendasari fenomena politik dalam semua situasi historisnya (Schmandt, 2002: 24). Filsafat politik merupakan filsafat yang mengkaji politik, terutama mengenai sifat hakiki, asal-mula, dan nilai dari negara-negara. Pandangan filsuf Yunani Kuno, filsafat politik erat hubungannya dengan moral philosophy. Moral Philosophy akhirnya menimbulkan pertanyaan dalam filsafat politik, apa seharusnya tujuan negara? Bagaimana sistem pemerintahan terbaik untuk tujuan itu? Bagaimana pemimpin bertanggung jawab terhadap keselamatan warga negaranya?

19 19 Filsafat politik membahas persoalan politik dengan berpedoman pada sistem nilai dan norma-norma tertentu (Budiarjo, 1995: 18). Politik dalam pengertian dinamis dan fungsional tidak hanya merupakan hal yang berkaitan dengan negara, kenegaraan, kekuasaan, tapi lebih dari itu setiap aksi atau masalah dan tindakan dapat dikategorisasikan sifat berpolitik ketika terjadi proses politisasi terhadapnya. Ruang lingkup filsafat politik menjelaskan berbagai macam yang berhubungan dengan manusia dan keberlangsungan bagaimana manusia dapat hidup dengan aman, damai, adil dan sejahtera. Salah satu pokok yang dapat dbahas dalam filsafat politik adalah persoalan terkait negara. Filsafat politik sendiri merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang salah satu pokok bahasan di dalamnya membahas tentang negara. Negara penting hubungannya antar manusia. Negara adalah semacam bentuk kumpulan yang pada akhirnya dapat menggunakan paksaan terhadap warga negaranya. Negara mempunyai wewenang dalam untuk memaksa warga negara yang ada di dalamnya, dalam upaya untuk menertibkan, mengamankan, dan mengatur demi terwujudnya tujuan negara yaitu kesejahteraan bagi warga negaranya (Kamaruzzaman, 2001: xxix). Filsafat politik mencoba menjelaskan konsep-konsep, prinsipprinsip, mekanisme, dan cara penalaran khas ideologi-ideologi politik. Institusi-institusi serta ideologi-ideologi politik yang ujung-ujungnya

20 20 merupakan landasan utama untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik yang pada akhirnya merupakan cerminan dari interaksi sosial-budaya yang mempunyai watak keseharian. Ruang sosial-budaya, filsafat politik bertugas untuk memperoleh pemahaman kritis mengenai politik yang merupakan realisasi kehidupan manusia sebagai mahluk sosial yang mampu melakukan pilihan, dan kemudian menjelaskannya secara terbuka. Filsafat politik secara otomatis dipandang sebagai kritik ideolog, yaitu kritik terhadap pernyataan-pernyataan yang seringkali hanya memuat setengah kebenaran, atau dapat jadi seolah-olah memuat kebenaran, tetapi sebenarnya lebih menuntut pengakuan sebagai kebenaran dalam strategi kehidupan manusia (Kusumohamidjojo, 2014: 24). Filsafat politik mempunyai pekerjaan besar, harus menguak afirmativitas yang tidak dipertanyakan, memaksa tuntutan-tuntutan ideologis untuk membuktikan diri dan dengan demikian menjadi refleksif dan terbuka terhadap kritik. Politik sarat dengan urusan ideologi, yaitu kepercayaan atau keyakinan mengenai bagaimana kehidupan politik seharusnya diselenggarakan dalam konteks kehidupan manusia (Magnis Suseno dalam Kusumohamidjojo, 2014: 25). Kajian filsafat politik salah satunya pembahasan mengenai negara menjadi bahasan yang menarik bagi para filsuf. Negara hadir untuk mengelola kekuasaan dan memberikan keadilan dan kesejahteraan

21 21 kepada warga negaranya. Termasuk dalam pengelolaan kekuasaan adalah bagaimana mengatur warga negara agar memiliki loyalitas terhadap ideologi bangsanya. Loyalitas berguna untuk menjaga kemungkinan adanya ancaman kedaulatan negara, dengan loyalitas tinggi, warga negara akan mampu mempertahankan eksistensi negara. Eksistensi sebuah negara dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengokohkan ideologi negara, seperti di Indonesia eksistensi negara Indonesia diperlihatkan dengan dibentuk dan dirumuskannya ideologi bangsa yakni Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara menjadi simbol eksistensi negara Indonesia yang bersumber dari nilai-nilai kehidupan bansga Indonesia. Filsafat politik membahas politik yang fundamental secara rasional dan sistematis. Menurut Jonathan Wolff filsafat politik merupakan disiplin normatif, yang berarti bahwa filsafat politik mencoba membentuk norma-norma (Wolff, 2009: 2). Normatif yang berarti bagaimana seharusnya sesuatu terjadi, sama seperti yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna. Hasan Al- Banna mengatakan baha konsep negara ideal adalah bagaimana seharusnya suatu negara berjalan dengan benar dan adil sesuai dengan moral, yang tidak pernah lepas dari fenomena politik yang ada. Hasan Al-Banna mengungkap bahwa mengelola negara bagian dari ekspresi dari keimanan, sehingga pengelolaan dan penaatan negara adalah bagian dari kewajiban umat Islam (Al-Banna, 2012: 358).

22 22 E. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat historis-faktual terkait dengan tokoh Islam modern, yakni Hasan Al-Banna mengenai sebuah konsep negara, dalam penelitian ini menggunakan sudut pandang filsafat politik. 1. Model atau Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library research), seluruh datanya bersumber dari literatur kepustakaan, baik buku maupun artikel-artikel yang dimuat di berbagai jurnal ilmiah yang terkait dengan pemikiran Hasan Al-Banna tentang konsep negaranya. 2. Bahan dan Materi Penelitian Bahan dan materi penelitian diperoleh dari pustaka yang membahas tentang konsep negara menurut Hasan Al-Banna dan konsep negara Pancasila. Data ini dibagi dua yaitu pustaka primer dan sekunder. a. Data primer Data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan konsep negara Hasan Al- Banna dan Pancasila. Buku-buku yang terkait filsafat

23 23 politik juga akan peneliti gunakan dalam keperluan analisis. Data primer yang peneliti dapatkan diantaranya adalah: 1. Buku karangan Hasan Al-Banna yang berjudul Majmu atu Rasail yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berjudul Risalah Pergerakan Hasan Al-Banna. 2. Buku karangan Hasan Al-Banna yang berjudul Mudzakkiratud Da wah Wad Da iyah yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Judul Memoar Hasan Al-Banna untuk Dakwah dan Para Da inya. 3. Buku karangan Dr. Utsman Abdul Mu iz Ruslan yang berjudul Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. b. Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah berbagai tulisan maupun artikel yang terkait dengan tema penelitian, baik yang berhubungan dengan objek material maupun objek formal penelitian. Tulisantulisan tersebut akan peneliti gunakan sebagai bahan pelengkap dan data-data tambahan penelitian.

24 24 3. Jalan Penelitan Jalan penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Inventarisasi data Pada tahapan ini pertama ini dilakukan upaya pengumpulan data kepustakaan sebanyak mungkin, baik secara konvensional maupun secara online. Data terkait dengan tema penelitian, baik itu berhubungan dengan objek formal maupun objek material, hal ini dimaksudkan mempermudah alur berpikir peneliti. b. Analisis data Tahap ini ialah tahap inti penelitian yaitu menganalisis data sistematis yang telah dikumpulkan dan diklasifikasi dengan seksama. c. Evaluasi kritis Evaluasi kritis dilakukan pada tahap terakhir setelah kedua tahapan sebelumnya telah dilalui. Evaluasi kritis digunakan oleh peneliti untuk memberikan penerapan hasil yang lebih kritis secara berimbang dan objektif. 4. Analisis Hasil Analisis data pada penelitian ini mengacu pada buku Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat oleh Kaelan

25 25 dengan menggunakan unsur-unsur metodis dalam metode penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: a. Interpretasi Penulis berusaha meneliti dan menelaah pemikiranpemikiran Hasan Al-Banna dari data yang dikumpulkan supaya dapat dipahami dan diungkapkan maksud dari pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna secara objektif. b. Kesinambungan Historis Metode ini berusaha melakukan anaslisi data dimana penulis meneliti karya-karya dan pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh Hasan Al-Banna, sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas, dan mampu menjadi referensi penelitian selanjutnya. Menote analisi data ini terdiri atas; deskriptif historis, rekontruksi biografis, dan periodesasi. c. Komparasi Metode ini berusaha membandingkan sifat haikiki dalam objek penelitian untuk menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan, sehigga hakikat objek bisa dipahami dengan jelas. d. Hermeneutika

26 26 Metode ini digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menangkap makna yang essensial sesuai dengan konteksnya. e. Heuristik Metode ini diterapkan untuk menemukan suatu pemikiran baru setelah melakukan penyimpulan data. f. Deskripsi Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan keseluruhan dari hasil data yang diambil, sehingga dapat diahami secara jelas. F. Hasil Yang Dicapai Hasil pada penelitian ini adalah: 1. Deskripsi konsep negara menurut pandangan Hasan Al-Banna. 2. Analisis kritis konsep negara menurut pandangan Hasan Al- Banna dan relevansinya dengan konsep negara Pancasila. G. Sistematika Penelitian Penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin dicapai, dan sistematika penelitian.

27 27 Bab II menguraikan objek material dalam penelitian ini yang berisi uraian mengenai konsep negara menurut Hasan Al-Banna dan pemikiran-pemikiranya. Bab III merupakan objek formal berisi uraian pembahasan mengenai konsep negara pancasila. Pancasila yang merupakan ideologi, falsafah, dan dasar negara Indonesia. Bab IV berisi tentang analisis kritis mengenai konsep negara Hasan Al-Banna dan konsep negara pancasila dalam perspektif filsafat politik. Bab V merupakan bab terakhir dari penelitian penulis yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasan Al-Banna menetapkan bahwa berdirinya pemerintah Islam merupakan bagian dasar manhaj Islam (metode Islam). Hasan Al- Banna menjelaskan bahwa pengaturan kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang universal. Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Karena keduanya saling berkaitan. Termasuk dalam kehidupan bernegara. Islam

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Problematika Umat Disebabkan Penurunan Kualitas Pendidikan Islam Problematika umat manusia dewasa ini telah menjalar ke setiap lini kehidupan. Dari aspek moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan berencana yang dimiliki semua masyarakat sebagai siswa di dalam dunia pendidikan yang tersusun secara sistematis

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK KELOMPOK 8 MUH. IDRUS AZHARIL RIDAWAN FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB X PANCASILA DALAM PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

BAB X PANCASILA DALAM PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA BAB X PANCASILA DALAM PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA A. Pancasila Paradigma Pembangunan 1. Pengertian Paradigma Istilah paradigma menurut kamus Bahasa Indonesia, yaitu (1) daftar

Lebih terperinci

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7 DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1 Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi NAMA : Bram Alamsyah NIM : 11.12.6286 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : S1-SI : J : Junaidi Idrus,

Lebih terperinci

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila Dosen Pengampu: Yuli Nur Khasanah Disusun Oleh: 1. Angki Azhari Janati (1601016048) 2. Laila Shoimatu

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT

PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Di susun oleh NAMA : Aji Guruh Prasetyo NIM : 11.11.4619 PROGRAM JURUSAN : TI : Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

ISLAMIC CENTRE DI SLAWI KABUPATEN TEGAL

ISLAMIC CENTRE DI SLAWI KABUPATEN TEGAL P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI SLAWI KABUPATEN TEGAL PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN FUNGSIONAL BERCIRIKAN ISLAMI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan bernegara. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi BAB V ANALISIS Adanya sekolah dan madrasah di tanah air sebagai institusi pendidikan Islam, hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

AKTUALISASI NILAI PANCASILA

AKTUALISASI NILAI PANCASILA PANCASILA Modul ke: 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis AKTUALISASI NILAI PANCASILA Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi S1 Manajemen Aktualisasi Nilai Pancasila Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA Di susun oleh : Nama : Adam Putra Bakti NIM : 11.02.8089 Kelompok : A P. Studi : Pendidikan Pancasila Jurusan : D3-MI Dosen : Drs. M. Khalis Purwanto, MM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah tiga institusi pilar Globalisasi.(Amin Rais, 2008: i)

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah tiga institusi pilar Globalisasi.(Amin Rais, 2008: i) 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam 30 tahun terakhir, dunia menyaksikan bangkitnya Imperialisme ekonomi yang dilancarkan Negara-negara Barat, Negara-negara eks kolonialis, lewat apa yang disebut

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

Eksistensi Pancasila Dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi

Eksistensi Pancasila Dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi Eksistensi Pancasila Dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi Pengaruh dan kegunaan pancasila dalam dunia modern dan sebelum reformasi. Pancasila sebagai dasar negara republik indonesia sebelum

Lebih terperinci

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul IPTEK

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI MALANG

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI MALANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI MALANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : HASAN AL HAMID L2B 097

Lebih terperinci

Landasan-landasan ketahanan nasional Pancasila sebagai landasan ideal. Peranan Pancasila sebagai landasan ideal tidak dapat dipisahkan dari kedudukan

Landasan-landasan ketahanan nasional Pancasila sebagai landasan ideal. Peranan Pancasila sebagai landasan ideal tidak dapat dipisahkan dari kedudukan KETAHANAN NASIONAL Terbentuknya negara Indonesia dilatarbelakangi oleh perjuangan seluruh bangsa. Sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak negara atau bangsa karena potensinya yang besar dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI NAMA : FITRIANA NURHADI NIM : 11.12.6145 KELOMPOK : J PROGRAM STUDI : S1 JURUSAN : SI NAMA DOSEN : DJUNAIDI IDRUS,SH.,M.HUM EKSISTENSI

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dipaparkan simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang penulis kaji. Sebagaimana yang telah dikaji

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA Disusun Oleh: Nama : Heruadhi Cahyono Nim : 11.02.7917 Dosen : Drs. Khalis Purwanto, MM STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang yang berada dalam lingkungan kehidupan tertentu. 1 Tingkah laku seseorang yang menggambarkan baik dan

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam

Lebih terperinci

PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI

PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI NAMA : Ragil Prasetia Legiwa NIM : 11.02.7942 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : D3 - MI : A : M. Khalis Purwanto

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan manusia, pendidikan mempunyai peran penting dalam usaha membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Madrasah berasal dari bahasa Arab yaitu Madrasah yang artinya tempat untuk belajar atau sistem pendidikan klasikal yang didalamnya berlangsung proses belajar

Lebih terperinci

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang diresmikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

A. Pengertian Pancasila

A. Pengertian Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI A. Pengertian Pancasila Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Di samping itu juga untuk menunjuk kata kerja yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan

Lebih terperinci

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Survei syariah terbaru yang diselenggarakan SEM Institute menunjukkan mayoritas rakyat Indonesia (72 persen) menginginkan tegaknya syariah hingga level negara. Ini mengkonfirmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita. Dan di dalam Pancasila ini terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dicita-citakan. Sejalan dengan Mukadimah Undang Undang Dasar 1945,

I. PENDAHULUAN. yang dicita-citakan. Sejalan dengan Mukadimah Undang Undang Dasar 1945, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu bangsa mutlak perlu memiliki suatu dasar negara, sebab dasar negara merupakan rambu bagi arah suatu pemerintahan agar sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK Untuk lebih mendalami hakekat pendidikan politik, berikut ini disajikan lagi beberapa pendapat ahli mengenai pendidikan politik. Alfian (1986) menyatakan pendidikan

Lebih terperinci

Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila

Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila Disusun oleh : Nama : Sunu Arif Budi Wibowo NIM : 11.11.4817 Kelompok : C Jurusan : S1-Teknik Informatika Nama Dosen : Drs.Tahajudin

Lebih terperinci

ETIKA POLITIK PANCASILA

ETIKA POLITIK PANCASILA ETIKA POLITIK PANCASILA Oleh: Dwi Yanto Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ma arif Buntok, Kalimantan Tengah Abstrak Pengertian secara sederhana tentang Politik adalah, Suatu kegiatan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi penguatan gerakan dalam hal menebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI ILMU INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODEREN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI SEKOLAH TINGGI ILMU INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA NAMA : INVANTRI RETTOB NIM : 11.12.6267 KELOMPOK : J PROGRAM STUDI :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut:

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan ajaran yang diberikan kepada manusia untuk dijadikan dasar dan pedoman hidup di dunia. Ajaran ini diturunkan untuk dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi disuatu Negara memang sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditinggalkan atau dikesampingkan karena pada hakikatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU Modul ke: MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU Fakultas TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan Pendahuluan Pengertian Sistem Filsafat

Lebih terperinci

BAB VI REALISASI PANCASILA

BAB VI REALISASI PANCASILA BAB VI REALISASI PANCASILA Disusun Oleh: Nadya Athira C. 143020318 Heni Nurhaeni 143020336 Mirasitkha Virana P. 143020342 Asri Nur Fitriani 143020343 Azka Lithia Amanda 143020354 Raj ba Rohmatullah 143020371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3 21 1. Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mampu memahami nilai-nilai jati diri bangsa melalui pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Hasan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ekonomi yang falsafat dan nilai-nilainya baik nilai-nilai dasar dan

BAB V PENUTUP. ekonomi yang falsafat dan nilai-nilainya baik nilai-nilai dasar dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sistem ekonomi yang hendak dibangun Hatta adalah sebuah sistem ekonomi yang falsafat dan nilai-nilainya baik nilai-nilai dasar dan instrumentalnya digali dari ajaran agama islam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam mempunyai perbedaan antar wilayah. Hubungan hidup antar sesama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam mempunyai perbedaan antar wilayah. Hubungan hidup antar sesama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokratis yang memiliki berbagai macam suku, agama, ras, adat-istiadat, dan budaya yang majemuk. Penduduk Indonesia yang beragam mempunyai

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi (Soekanto, 2003: 243). Peranan merupakan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dan resmikan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia adalah

Lebih terperinci

Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Identitas Nasional Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian Identitas Nasional Identitas nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah

PENDAHULUAN. Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah PENDAHULUAN Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah perkembangan Islam di Dunia. Turki juga merupakan wilayah yang terdiri dari dua simbol peradaban di antaranya peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

ISLAMIC CENTRE BAB I PENDAHULUAN

ISLAMIC CENTRE BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun dewasa ini, umat muslim di Indonesia telah mengalami penurunan dalam pemahaman agamanya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,

Lebih terperinci