KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TESIS. Oleh TIORINSE SINAGA /BIO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TESIS. Oleh TIORINSE SINAGA /BIO"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TESIS Oleh TIORINSE SINAGA /BIO S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh TIORINSE SINAGA /BIO SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

3 Judul Tesis Nama Mahasiswa : Tiorinse Sinaga Nomor Pokok : Program Studi : KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR : Biologi Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc) Ketua (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal lulus: 29 Juli 2009

4 Telah diuji pada Tanggal 29 Juli 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto MSc 2. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc 3. Prof. Dr. Retno Widyastuti, MS

5 ABSTRAK Danau Toba merupakan danau terbesar di Asia Tenggara, berada di sebelah utara Pegunungan Bukit Barisan. Danau Toba terletak pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut, dengan luas 1129,7 km 2, panjang 87 km, dan kedalaman 455 m. Air dari danau ini dipergunakan untuk pertanian, air minum, pekan dan sebagai dermaga. Berkembangnya aktivitas masyarakat di sekitar danau dapat berpengaruh terhadap kualitas airnya, karena limbah yang dihasilkan dari kegiatan penduduk tersebut dibuang langsung ke danau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan Danau Toba Balige serta menentukan kualitas perairan Danau Toba berdasarkan sifat fisika-kimia biologi yang dimilikinya. Penelitian ini, telah dilakukan mulai bulan Desember 2008 Februari 2009 sampel diambil dari 4 stasiun penelitian. Titik pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive Random Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan Surber net dan Eckmann Grab kemudian diidentifikasi di Laboratorium PSDAL Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan. Dari hasil penelitian didapatkan makrozoobentos yang terdiri dari 5 kelas, 10 ordo, 17 famili dan 21 genus. Nilai kepadatan tertinggi didapatkan dari taksa Elimia sp sebesar 77,77 individu/m 2 yang ditemukan pada stasiun II dan terendah dari taksa Haitia sp sebesar 1,23 individu/m 2 yang ditemukan pada stasiun IV. Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) makrozoobentos tertinggi didapati pada stasiun IV sebesar 2,08 dan terendah pada stasiun I sebesar 1,71. Dari hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa ph, DO, Kejenuhan Oksigen dan COD berkorelasi positif dengan keanekaragaman makrozoobentos sedangkan Substrat, Fosfat, Nitrat, BOD 5 dan Suhu berkorelasi negatif. Kata Kunci: Keanekaragaman, Makrozoobentos, Danau Toba.

6 ABSTRACT Lake Toba is the largest lake in Southeast Asia, lies in the Northern part of Barisan Mountain Range. The water surface of Lake Toba is 995 m above sea level and about 1129,7 Km 2 wide, length 87 Km, and 455 m deep. The water of this lake is used not only for agriculture, drinking water, traditional market but also for quay wall. The people activities along this lake could influence its water quality, because the waste produced by those people activities is thrown to this river directly. The changes of those water qualities in the lake induce the change of macrozoobenthos community. For that reason, it is necessary to observe the Danau Toba water quality based on macrozoobenthos indicator. The aims of the research were to know the diversity of macrozoobenthic as bioindicator in Danau Toba and to determine the Danau Toba quality level in relation to physical-chemical and biologis of the lake. The research was carried out from December 2008 until February 2009 in Danau Toba Balige Toba Samosir. Sampel were collected from four stations by Purposive Random Sampling method. Surber net and Eckmann Grabb were used to taken the sampel. Samples were identified in Laboratory PSDAL, Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Sciences of North Sumatera University. The result showed that there five classes within ten ordo, 17 family and 21 genera of Macrozoobenthic were found. Elimia sp has the highest density index with 77,77 individu/m 2 founded in second station, and Haitia sp in fourth station has the lowest density index with 1,23 individu/m 2. The Highest Index Diversity (H ) was founded at the 4 th station with 2,08 and the lowest value was founded at the 1 st station with 1,71. According to the analysis of Pearson Correlation, ph, DO, Oxygen Saturation and COD has the positive correlated to the diversity of Macrozoobenthic, while Organic Substrat, Fosfat, Nitrat, BOD 5 and Temperature has the negative correlated to the Diversity of Macrozoobenthic. Keywords: Diversity, Macrozoobenthic, Toba Lake.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunianya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Direktur Sekolah Pascasarjana USU Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana USU. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Pembimbing Utama, yang dengan tulus dan penuh perhatian membimbing penulis sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan. 3. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan. 4. Prof. Dr. Retno Widyastuti, MS sebagai Dosen Penguji, yang telah memberikan masukan dalam penulisan tesis ini. 5. Prof. Dr. Ir. B. Sengli. J. Damanik, M.Sc selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan selama proses penulisan tesis ini. 6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali Penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

8 7. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda Sumatera Utara yang telah memberikan Beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi S-2 pada Sekolah Pascasarjana USU. 8. Kepala SMA Negeri 5 Medan dan seluruh rekan staf pengajar dan pegawai yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis selama mengikuti studi pada Sekolah Pascasarjana USU. 9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penulisan tesis ini. Kepada suami terkasih Drs. Ajis Pakpahan, M.Si dan Ananda terkasih Inggrieny Angelia Ester Pakpahan dan Putri Haradyka Pakpahan yang telah memberi dukungan sepenuhnya dan pengertian yang dalam serta kesabaran selama penulis mengikuti studi sampai terselesaikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Medan, Mei 2009 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar, pada tanggal 04 Januari 1966, sebagai anak keempat dari sepuluh bersaudara, dengan nama Ayah J.W. Sinaga (Almarhum) dan Ibu E. Girsang (Almarhumah). Memasuki sekolah dasar SD GKPS Bersubsidi Pematang Siantar tahun 1972 dan lulus tahun 1978, melanjut ke SMP Negeri 1 Pematang Siantar tahun 1978 dan lulus tahun 1981, kemudian lulus dari SMA Negeri 2 Pematang Siantar tahun Pada tahun 1984 penulis diterima sebagai mahasiswi pada Program Pendidikan Diploma 3 Jurusan Biologi FMIPA IKIP Medan, dan lulus pada tahun Penulis ditempatkan sebagai tenaga pendidik pada bulan Oktober tahun 1988 di SMA Negeri Sianjur Mula-mula. Pada tahun 1991, penulis pindah tugas sebagai tenaga pendidik di SMA Negeri 5 Medan. Tahun 1996, penulis melanjutkan studi pada Universitas Negeri Medan, dan lulus tahun Kemudian pada tahun 2007 mendapat kesempatan belajar pada Strata-2 Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Biologi Konsentrasi Ekologi. Medan, Mei 2009 TIORINSE SINAGA

10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi viii ix x BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian... 4 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem Danau Toba Keanekaragaman Makrozoobentos Makrozoobentos Sebagai Indikator Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos BAB III : BAHAN DAN METODE Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan Alat dan Bahan Metode Pengambilan Sampel

11 3.4. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet Analisis Data BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Makrozoobentos Ciri Morfologi Kepadatan Bentos (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) pada Setiap Stasiun Penelitian Indeks Keanekaragaman (H ) dan Keseragaman (E) Makrozoobentos Nilai Indeks Similaritas Nilai Distribusi Morista (Id) Pengukuran Parameter Lingkungan Fisika Kimia Air Sifat Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Danau Toba Balige Berdasarkan Metode Storet Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 74

12 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 4.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Beberapa Lokasi di Danau Toba, Kecamatan Balige Nilai Kepadatan Populasi (individu/m 2 ), Kepadatan relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos (%) pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Toba, Kecamatan Balige Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) dan Keseragaman (E) Makrozoobentos pada Masing-masing Stasiun Penelitian Nilai Indeks Similaritas Makrozoobentos di Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir Nilai Distribusi Morista Nilai Rata-rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada Masingmasing Lokasi Pengambilan Sampel Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Air yang terdapat di Perairan Danau Toba Balige Menurut Metode Storer Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor Nilai Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos dengan Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Balige... 68

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 4.1. Palaemonetes sp Pila sp Helicina sp Pseudosucinaea sp Haitia sp Indoplanorbis sp Parapholix sp Floridobia sp Elimia sp Pleurocera sp Ademietta sp Melanoides sp Thiara sp Truncatella sp Trochotaia sp Glossiphonia sp Enochrus sp Chironomus sp Neoephemera sp Chimarra sp Branchiura sp... 46

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian Stasiun Penelitian Data Bentos Correlation Contoh Perhitungan Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO 3 - ) Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO 4 3- ) Metode Kerja Pengukuran COD Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai Besaran Temperatur air Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun Hasil Perhitungan Metode Storet... 94

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik tetapi kelangkaan dan kesulitan memperoleh air bersih dan layak pakai menjadi permasalahan yang mulai muncul di banyak tempat dan semakin mendesak dari tahun ke tahun. Kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat akibat kerusakan alam dan pencemaran, yaitu diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per tahun. Dengan demikian Indonesia yang memiliki jumlah penduduk mencapai lebih dari 200 juta jiwa, menyebabkan kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak (Walhi, 2005). Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan perairan lotik (lotic water), disebut juga sebagai perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air yang berlangsung dengan cepat. Danau Toba termasuk perairan lentik (lentic water), atau disebut juga perairan tenang (Barus, 2001).

16 Danau Toba merupakan suatu perairan yang banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar danau tersebut, menyebabkan Danau Toba mengalami perubahan-perubahan ekologis sehingga kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alaminya sehingga kelestariannya perlu diperhatikan. Menurut Barus (2005) beranekaragamnya aktivitas manusia di sekitar Danau Toba secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan kualitas lingkungan perairan Danau Toba. Kehidupan organisme akuatik dalam danau sangat ditentukan oleh kualitas perairan tempat hidupnya. Bentos sebagai biota dasar perairan yang relatif tidak mudah bermigrasi merupakan kelompok biota yang paling menderita akibat pencemaran perairan. Odum (1994) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia dan biologi suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah makrozoobentos. Menurut Purnomo (1989) berubahnya kualitas suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan tersebut, diantaranya adalah makrozoobentos. Makrozoobentos baik digunakan sebagai bioindikator di suatu perairan karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air dan substrat hidupnya sangat mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan

17 sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam Marsaulina, 1994). Komponen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang mati (abiotik) mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan. Perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan sebaliknya pada perairan yang buruk atau tercemar (Fachrul, 2007). Sejauh ini belum diketahui keanekaragaman makroozobentos dan kualitas perairan Danau Toba khususnya di daerah Balige, Kabupaten Toba Samosir, berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan Permasalahan Perairan Danau Toba banyak dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar Danau Toba untuk berbagai aktivitas yaitu perikanan, perhubungan, pertanian, pariwisata dan berbagai aktivitas rumah tangga. Pemanfaatan tersebut menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota terutama keanekaragaman makrozoobentos. Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik kimia dan keberadaan jenis serta keanekaragaman makrozoobentos pada perairan Danau Toba Balige.

18 1.3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui sifat fisik dan kimia perairan Danau Toba dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Danau Toba Balige. b. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan makrozoobentos pada perairan Danau Toba Balige. c. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman dan kelimpahan makrozoobentos yang terdapat di perairan Danau Toba Balige dengan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya Hipotesis a. Keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Toba Balige rendah. b. Perbedaan parameter faktor fisik, kimia, dan biologi perairan sangat mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Toba Balige Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Toba Balige. b. Memberikan informasi bagi pemerintah setempat tentang kualitas perairan Danau Toba Balige dengan demikian dapat dilakukan pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam khususnya Kecamatan Balige.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Ditinjau dari kedudukannya, ekosistem air tawar dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam, danau dan waduk serta air yang mengalir misalnya sungai. Air diam digolongkan sebagai perairan lentik sedangkan air yang mengalir deras disebut lotik (Barus, 2004). Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai atau karena adanya mata air Menurut Jorgensen (1989) perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi, Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu selanjutnya Wulandari (2006) mengatakan danau adalah badan air yang dikelilingi daratan dan dikelompokkan sebagai salah satu jenis lahan basah. Danau digolongkan ke dalam lahan basah alami bersama hutan mangrove, rawa gambut, rawa air tawar, padang lamun dan terumbu karang. Berdasarkan keadaan nutrisinya Payne (1986), menggolongkan danau menjadi 3 jenis yaitu: a. Danau Oligotrofik yaitu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin nutrien), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada

20 bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi. b. Danau Eutrofik, yaitu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya nitrat dan fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah. c. Danau Distrofik, yaitu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik. Odum (1994) menyatakan bahwa danau terdiri dari 3 zona yaitu: a. Zona litoral, yaitu daerah perairan dangkal penetrasi cahaya sampai ke dasar. b. Zona limnetik, yaitu daerah air terbuka sampai kedalaman penetrasi cahaya yang efektif. c. Zona profundal, yaitu merupakan bagian dasar dan daerah air yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif. Danau mempunyai fungsi ekonomi yang sangat tinggi. Salah satu fungsi danau adalah perikanan, baik budidaya maupun perikanan tangkap. Danau juga penting dari sisi tata air (antara lain mencegah kekeringan dan banjir) dalam

21 kaitannya dengan penyediaan air bersih, baik untuk minum, irigasi maupun industri. Dengan demikian danau mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan. Penjagaan kebersihan sumber-sumber air danau, danau itu sendiri dan saluran-saluran keluarnya secara otomatis menjamin tersedianya air bersih di sepanjang alirannya Ekosistem Danau Toba Secara geografis, Danau Toba terletak antara BT dan 2-3 LU. Bagian yang landai terletak di sebelah Tenggara dan Selatan daratan Sumatera, serta bagian barat dengan daratan Samosir. Di samping letaknya yang strategis meliputi 7 (tujuh) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan, faktor alam sekitarnya juga sangat mendukung keindahan alam kawasan Danau Toba tersebut. Danau Toba merupakan danau yang terbesar di Sumatera, sumber airnya berasal dari puluhan sungai yang mengalir dan berasal dari tepi luar Danau Toba dan Pulau Samosir yang bermuara ke Danau Toba sebagai sumber air permukaan, mengalir ke Sungai Asahan sepanjang 150 Km menyusuri pantai Timur Sumatera (Bapedalda, 2000). Danau Toba yang terletak pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut merupakan danau terluas di Indonesia yang luasnya sekitar 1129,7 Km 2, keliling 194 Km, panjang 87 Km, lebar 31 Km dan kedalaman maksimum 455 m. Danau Toba berbentuk elips dengan jumlah teluk yang sedikit dan daerah litoralnya sempit, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Keadaan ini didukung oleh pantainya yang sangat curam, dasar perairan litoral umumnya pasir berbatu dan

22 daerah sekelilingnya merupakan daerah perbukitan yang gundul (Ruttner, 1930 dalam Tjahjo et al, 1998). Menurut Barus, (2007) Danau Toba merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta untuk menunjang berbagai jenis industri, seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Siguragura dan Asahan. Danau Toba pada beberapa tahun terakhir diberitakan telah mengalami gangguan hidrologis dan ekosistem yang serius. Volume air mengalami penyusutan terus menerus, terjadi pelumpuran dan pendangkalan yang melebihi normal serta pencemaran kualitas, baik di dalam danau maupun pada aliran sungai Asahan yang mengalirkan air dari danau tersebut ke laut Keanekaragaman Makrozoobentos Menurut Odum (1994), komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu atau habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi dan secara bersama membentuk tingkat trofik. Di dalam komunitas, jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut, sehingga jika jenis organisme yang dominan tersebut hilang akan menimbulkan perubahan-perubahan penting dalam komunitas, bukan hanya komunitas biotiknya tetapi juga dalam lingkungan fisik.

23 Krebs (1989) mengemukakan bahwa struktur komunitas memiliki lima tipologi atau karakteristik, yaitu keanekaragaman, dominansi, bentuk dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur trofik. Konsep komunitas sangat relevan diterapkan dalam menganalisis lingkungan perairan karena komposisi dan karakter dari suatu komunitas merupakan indikator yang cukup baik untuk menunjukkan keadaan di mana komunitas berada. Hubungan perubahan lingkungan terhadap kestabilan suatu komunitas makrozoobentos dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan melihat keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan tersebut dan hubungan dengan kelimpahan tiap jenisnya sedangkan kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Odum (1994) menerangkan bahwa baik buruknya kondisi suatu ekosistem tidak dapat ditentukan hanya dari hubungan keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Suatu ekosistem yang stabil dapat saja memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi tergantung pada fungsi aliran energi pada sistem tersebut. Bentos merupakan organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan. Payne (1986) menyatakan bahwa zoobentos adalah hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan makrozoobentos lebih banyak ditemukan di perairan yang tergenang (lentik) dari pada di perairan yang mengalir (lotik).

24 Berdasarkan cara hidupnya, bentos dibedakan atas 2 kelompok yaitu: infauna dan epifauna (Barnes & Mann, 1994). Infauna adalah kelompok makrozoobentos yang hidup terbenam di dalam lumpur (berada di dalam substrat), sedangkan epifauna adalah kelompok makrozoobentos yang hidup menempel di permukaan dasar perairan (Hutchinson, 1993). Pennak (1989), menyatakan bahwa epifauna lebih sensitif daripada infauna. Lailli & Parsons (1993), menyatakan bahwa kelompok infauna sering mendominasi komunitas substrat yang lunak dan melimpah di daerah subtidal, sedangkan kelompok hewan epifauna dapat ditemukan pada semua jenis substrat tetapi lebih berkembang pada substrat yang keras dan melimpah di daerah intertidal. Hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas: a. Makrobentos Kelompok bentos yang berukuran lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar. b. Mesobentos Kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah Mollusca kecil, cacing kecil dan Crustacea kecil.

25 b. Mikrobentos Kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozoa khususnya Ciliata. Bentos pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lempung, dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi, sedangkan bentos pemakan suspensi lebih berlimpah pada substrat yang berbentuk pasir dan bahan organik lebih sedikit. Keadaan substrat dasar merupakan faktor yang sangat menentukan komposisi hewan bentos dalam suatu perairan. Struktur substrat dasar akan menentukan kemelimpahan dan komposisi jenis hewan makrozoobentos. Kelompok makrozoobentos yang dominan di perairan bersubstrat lumpur adalah Polychaeta, Bivalvia (kerang) dan Crustacea (Jati, 2003) Makrozoobentos Sebagai Indikator Bentos sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk kualitas air. Suatu perairan yang sehat (belum tercemar) akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi (Patrick, 1949 dalam Odum, 1994). Dalam penilaian kualitas perairan, pengukuran keanekaragaman jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung. Makrozoobentos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan

26 lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994). Hal ini disebabkan makrozoobentos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat dan habitatnya di dasar yang umumnya adalah tempat bahan tercemar. Menurut Wilhm (1975) dalam Marsaulina (1994) perubahan sifat substrat dan penambahan pencemaran akan berpengaruh terhadap kemelimpahan dan keanekaragamannya. Menurut Ravera (1979) dalam Fachrul (2007) daya toleransi bentos terhadap pencemaran bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a. Jenis Intoleran Jenis intoleran memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap pencemaran dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup dan berkembang di perairan yang belum atau sedikit tercemar. b. Jenis Toleran Jenis toleran mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar berat. c. Jenis Fakultatif Jenis fakultatif dapat bertahan hidup terhadap lingkungan yang agak lebar, antara perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar sedang dan masih dapat hidup pada perairan yang tercemar berat.

27 Menurut Vemiati (1987) dalam Fachrul (2007) jenis yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap pencemaran, sehingga dengan adanya jenis bentos tertentu dapat dijadikan petunjuk untuk menafsir kualitas suatu badan air tertentu, misalnya keberadaan cacing Polychaeta dari suku Capitellidae, yaitu Capitella capitella menunjukkan perairan tercemar dan Capitella ambiesta terdapat pada lingkungan yang tidak tercemar selanjutnya Tesky (2002) mengatakan spesies indikator merupakan organisme yang dapat menunjukkan kondisi lingkungan secara akurat yang juga dikenal dengan bioindikator. Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya, karena itulah makroinvertebrata ini sering dijadikan sebagai indikator ekologi di suatu perairan dikarenakan cara hidup, ukuran tubuh, dan perbedaan kisaran toleransi di antara spesies di dalam lingkungan perairan. Alasan pemilihan makrozoobentos sebagai indikator ekologi menurut Wilhm (1978), dan Oey et al, (1980) dalam Wargadinata (1995) adalah sebagai berikut: a. Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel. b. Ukuran tubuh relatif besar sehingga memudahkan untuk identifikasi. c. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya. d. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobentos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Menurut Purnomo (1989) kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah mudah diidentifikasi, bersifat immobil, dan

28 memberikan tanggapan yang berbeda terhadap berbagai kandungan bahan organik, sedangkan kelemahannya adalah karena penyebarannya mengelompok dipengaruhi oleh faktor hidrologis seperti arus dan kondisi substrat dasar. Menurut Cole (1983) zoobentos juga berperan dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan (autokton) maupun dari daratan (allokton) serta menduduki urutan kedua dan ketiga dalam rantai kehidupan suatu komunitas perairan. Banyaknya bahan pencemar dalam perairan dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 2000). Menurut Rini (2007), beberapa jenis makrozoobentos, serangga ordo Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera membutuhkan kualitas air dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi dan keberadaannya menjadi indikasi kualitas air yang masih baik selanjutnya Sutapa et al (1999) mengatakan Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera merupakan kelompok intoleran terhadap polutan organik dan konsentrasi logam yang tinggi dari limbah yang masuk ke badan perairan. Jenis makrozoobentos lainnya dapat bertahan hidup di perairan dengan kandungan oksigen rendah karena memiliki saluran pernafasan yang menyerupai snorkel dan dapat

29 menyimpan dan membawa gelembung udara atau oksigen di dalam tubuhnya atau di bawah bagian sayapnya. Tekanan karena buangan bahan organik mengakibatkan terjadinya pembatasan variasi makrozoobentos, yang berarti hanya beberapa jenis saja yang mampu hidup dalam kondisi tersebut. Pengaruh dari perubahan substrat dan adanya bahan kimia beracun akan menurunkan jumlah bahkan menghilangkan beberapa jenis makrozoobentos pada daerah tersebut. Perbedaan batas toleransi antara populasi terhadap faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika kondisi lingkungan perairan menurun karena pencemaran maka jenis organisme yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya jenisjenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan meningkat populasinya karena jenis-jenis kompetitornya berkurang. Jenis-jenis organisme yang dapat bertahan tersebut biasanya akan mendominasi komunitasnya. Menurut Vemiati (1987) dalam Fachrul (2007) berdasarkan derajat toleransinya terhadap pencemaran, bentos dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Jenis yang tahan terhadap bahan pencemar. Contoh : Cacing Tubificid, larva nyamuk, siput, terutama Masculium sp dan Psidium sp. b. Jenis yang lebih jernih (bersih) Contoh: Siput yang senang arus, Bryozoa, serangga air, dan Crustacea.

30 c. Jenis yang hanya senang bersih Contoh: Siput dari Vivinatidae dan Amnicolidae, serangga (larva/nimfa) dari bangsa Ephemeridae, Odonata, Hemiptera, dan Coleoptera Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos Sifat fisika kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan. Faktor abiotik (fisika dan kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos, antara lain: a. Suhu Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000). Brehm dan Meijering (1990) dalam Barus (1996) menyatakan bahwa akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di sisi lain dengan

31 naiknya suhu akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Menurut Suriawiria (1996) kenaikan suhu pada perairan dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut. Suhu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan bentos. Batas toleransi hewan terhadap suhu tergantung kepada spesiesnya. Umumnya suhu di atas 30 C dapat menekan pertumbuhan populasi hewan bentos (Nybakken, 1992). b. Disolved Oxygen (DO) Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (Sastrawijaya, 2000). Oksigen terlarut di dalam air dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air (Wardhana, 1995). Menurut Mahida (1993) kelarutan oksigen di dalam air bergantung pada keadaan suhu, pergolakan di permukaan air, luasnya daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer, tekanan atmosfer, dan persentase oksigen di udara sekelilingnya. Penambahan bahan organik maupun anorganik berupa limbah ke dalam perairan selain mengubah susunan kimia air, juga mempengaruhi sifat-sifat biologi dari perairan tersebut. Banyaknya bahan organik di dalam perairan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam perairan dan jika keadaan ini berlangsung lama menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehingga organisme aerob akan mati.

32 c. Biochemical Oxygen Demand (BOD) Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Pembuangan bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995). Pengukuran BOD merupakan salah satu pengukuran yang digunakan untuk menentukan kualitas suatu perairan. Nilai BOD dapat dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian senyawa organik, biasanya pada suhu 20 C. Penentuan oksigen terlarut merupakan dasar utama dalam pengukuran BOD (Mahida, 1993). Pengukuran BOD yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD 5 ), karena dari hasil penelitian bahwa setelah pengukuran dilakukan selama lima hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai 70% (Barus, 1996). d. Chemycal Oxygen Demand (COD) Chemycal Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O 2 /l. Dengan mengukur nilai COD akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara

33 biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004). Chemical Oxygen Demand erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD 5 tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas air, karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang diperlukan. Dengan katalis asam sulfat diperlukan waktu dua jam, maka kebanyakan zat organik telah teroksidasi. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, COD contoh dapat dihitung. e. Derajat Keasaman Pengukuran ph adalah suatu yang penting, karena banyak reaksi kimia dan biokimia yang penting terjadi pada tingkat ph (Mahida, 1993). Nilai ph menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nilai ph yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat basa maupun yang sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 1996). Adanya ion-ion seperti besi sulfur (FeS) dalam jumlah yang tinggi dalam air meningkatkan keasaman karena FeS dengan udara dan air akan membentuk H 2 SO 4 dan besi yang larut (Fardiaz, 1992).

34 f. Kandungan Nitrat Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton sebagai makanan makrozoobentos. Sumber makanan manusia dan hewan pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis tipe zat nutrisi yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Dengan demikian kandungan limbah domestik pada umumnya juga terdiri dari ketiga jenis zat nutrisi tersebut. Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak mempunyai masalah yang serius bagi ekosistem perairan, karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya. Yang dapat menimbulkan masalah adalah produk dari penguraian zat nutrisi lemak dan terutama protein yang berupa amonium (NH + 4 ) atau amoniak (NH 3 ). Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisma air. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts et al, 1987). Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis-jenis bakteri seperti Nitrosomonas:

35 NH 4 + O 2 NO 2 (Amonium) Nitrosomonas (Nitrit) Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri dari kelompok Nitrobacter akan dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat: NO 2 + O 2 NO 3 (Nitrit) Nitrobacter (Nitrat) (Barus, 2004). g. Kandungan Fosfat Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004). Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu,

36 perairan yang mengandung kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi. h. Substrat Dasar Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti bentos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir (Michael, 1994). Karena jenis bentos sangat dipengaruhi oleh jenis substrat alami dan pergerakan air di danau (Hutchinson, 1993). Menurut Odum (1994) bahan organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak. Komponen lain seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin, dan hormon juga ditemukan di perairan, tetapi hanya 10% dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan. Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan dari predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi organisme yang hidup di dasar perairan (Lailli dan Parsons, 1993). Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobentos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Odum, 1994). Menurut Koesoebiono (1979) dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan bentos.

37 i. Bakteri Coli (Colifekal) Eschericha coli pada awalnya dikenal sebagai Bacterium coli, diidentifikasi oleh Theodor Escherich tahun Bakteri ini banyak terdapat di saluran pencernaan manusia serta hewan berdarah File://F:\index.php.htm. Colifekal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan Mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada buangan feses yang masuk ke dalam badan air. Kehadiran bakteri colifekal di dalam air mengindikasikan perairan itu kemungkinan tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum (Sastrawijaya, 2000). Pencemaran air oleh pembuangan kotoran yang belum diolah dapat ditemukan dengan menguji air tersebut untuk mengetahui adanya bakteri-bakteri berbentuk coli yang hanya ditemukan di dalam saluran pencernaan mamalia. Tidak semua bentuk coli berasal dari feses. Karena bentuk coli feses tidak tumbuh normal di luar saluran pencernaan, maka kehadiran mereka di air tanah merupakan petunjuk yang pasti dari pencemaran oleh pembuangan kotoran (Michael, 1994). Ada korelasi antara jumlah coliform fecal dalam suatu perairan dengan terjangkitnya penyakit yang disebabkan perairan tersebut.

38 BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Perairan Danau Toba Kecamatan Balige Kabupaten Tobasa Sumatera Utara. Berdasarkan rona lingkungan yang ada ditetapkan 4 stasiun pengamatan yang berbeda. Perairan ini banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat antara lain transportasi air, budidaya ikan, pariwisata, perhotelan, pemukiman penduduk, peternakan dan pertanian (Lampiran 1) Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Stasiun I Stasiun ini secara geografis terletak pada titik ,7 LU dan ,2 BT lokasi ini merupakan Dermaga Kapal yang datang dari Nainggolan, Muara, Sigaol, Panamean, Porsea bahkan dari Parapat. Di sekitar pelabuhan ini banyak dijumpai eceng gondok, dan substrat dasar lumpur dan sepanjang tepi lokasi ini terdapat pemukiman penduduk. Dari hasil pengamatan terhadap permukaan air banyak ditemukan sampah berupa limbah organik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, pekan, parit dan limbah berupa minyak yang berasal dari kapal-kapal yang bersandar. b. Stasiun II Stasiun ini secara geografis terletak pada titik ,2 LU dan ,3 BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan usaha peternakan ikan dalam

39 bentuk keramba yang dimiliki oleh penduduk Lumban Bulbul tersebut. Di sekitar lokasi ini juga ditemukan pemukiman penduduk, persawahan dan mereka langsung membuang limbahnya ke danau. Di sekitar perairan ini banyak ditemukan eceng gondok dan tumbuhan hydrilla. Lokasi ini juga didominasi oleh substrat berlumpur dan sedikit pasir, diperkirakan terindikasi tercemar limbah domestik dan sisa pakanpakan ikan yang terlarut masuk ke dalam perairan Danau Toba. c. Stasiun III Stasiun ini secara geografis terletak pada titik ,2 LU dan ,1 BT. Pada lokasi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk di Lumban Silintong dengan daerah pemandian untuk wisata dan banyak restoran serta pondok-pondok untuk bersantai. Pada lokasi ini juga ditemukan eceng gondok dan hydrilla beserta tumbuhan lainnya dan substrat dasar pasir berbatu. Lokasi ini diperkirakan terindikasi limbah domestik yang masuk ke dalam perairan Danau Toba. d. Stasiun IV Stasiun ini secara geografis terletak pada titik ,3 LU dan ,7 BT. Stasiun IV merupakan lokasi pembanding, karena perairan ini cukup jernih dan jauh dari pemukiman penduduk berada di sekitar Tara Bunga. Lokasi ini didominasi oleh substrat batu berpasir Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah ph meter, termometer, keping sechii, Lamnot, Eckman Grabb, pipet tetes, erlenmeyer 125 ml,

40 split, ember 5 liter, botol film, cool box, tali plastik, plastik 5 kg, lakban, kertas label, pensil, spidol, botol alkohol dan GPS. Sedangkan bahan yang digunakan adalah MnSO 4, KOHKI, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 3, alkohol dan amilum Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai Pebruari 2009 pengambilan sampling makrozoobentos dilakukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling dengan menentukan empat stasiun penelitian yang dibagi dalam tiga sub stasiun. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap sub stasiun. Sampel makrozoobentos diambil menggunakan jala surber apabila lokasi pengambilan sampel dangkal dan menggunakan Eckman grabb jika lokasi pengambilan sampel dalam. Jala surber diletakkan di dasar danau, kemudian substrat dikeruk sehingga makrozoobentos terjaring dalam jala sedangkan pengambilan sampel dengan Eckman grabb dilakukan dengan cara menurunkannya hingga ke dasar danau dengan kondisi terbuka. Pada saat mencapai dasar danau, pemberat diturunkan sehingga Eckman grabb menutup bersamaan dengan masuknya substrat. Sampel yang didapat disortir menggunakan tangan untuk sampel yang berukuran besar dan metode pengapungan untuk sampel berukuran kecil (yang tidak bisa disortir) selanjutnya sampel dibersihkan dengan air dan direndam dengan formalin 4% selama 1 hari, kemudian dicuci dan dikeringkan, selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diisi alkohol 70% sebagai pengawet, lalu diberi

41 label. Sampel dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Edmonson (1959) dan Pennak (1978) Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan kimia dalam penelitian ini: a. Suhu Air ( C) Diukur dengan Termometer Air Raksa Sampel air diambil dari dasar danau dengan menggunakan tabung lamnot, kemudian dituang ke erlenmeyer dan diukur suhu dengan termometer air raksa selama 10 menit lalu dibaca skalanya. b. Penetrasi Cahaya, Diukur dengan Menggunakan Keping Secchi Keping secchi dimasukkan ke dalam badan air sampai keping secchi tidak kelihatan dan kemudian diukur kedalaman penetrasi cahaya dengan cara menghitung jumlah bulatan pada tali yang masing-masing berjarak 20 cm. Kedalaman diukur dengan menggunakan tali berskala yang diberi pemberat. Tali dimasukkan ke dalam air sampai mencapai dasar kemudian diukur skala pada tali tersebut. c. Oksigen Terlarut (mg/l) Diukur dengan Metoda Winkler Air diambil dari danau kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metoda yang terdapat pada Lampiran 2.

42 d. BOD (mg/l) Diukur dengan Metode Winkler Sampel air diambil dari danau kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metode yang terdapat pada Lampiran 3. e. COD (mg/l) Diukur dengan Metode Winkler Sampel air diambil dari danau kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metode yang terdapat pada Lampiran 4. f. Kandungan Nitrat Sampel air diambil sebanyak 5 ml, kemudian ditetesi dengan1ml NaCl selanjutnya ditambahkan 5 ml H 2 SO 4 75% dan 4 tetes asam Brucine Sulfat Sulfanik. Larutan ini dipanaskan selama 25 menit pada suhu 95 C kemudian didinginkan selanjutnya kandungan nitrat dapat diukur dengan spektrofotometer pada ë = 410 nm. Alur kerja terlampir (Lampiran 5). g. Ortofosfat Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan reagen Amstrong sebanyak 2 ml selanjutnya ditambahkan 1 ml asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian konsentrasi fosfat diukur dengan spektrofotometer pada ë =880 nm. Alur kerja terlampir (Lampiran 6). h. Jenis Substrat/Fraksi Substrat Sampel substrat dari dasar perairan, dibawa ke Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk dianalisis.

43 i. Derajat Keasaman Diukur dengan ph Meter Air dari dasar perairan diambil dengan menggunakan tabung lamnot kemudian dituang ke erlenmeyer, elektroda ph meter dicelupkan ke dalam sampel air, dibaca nilai ph yang tertera. j. Kandungan Organik Substrat (%) Substrat dikeringkan dan diayak, kemudian tanah atau substrat ditimbang sebanyak 0,5 gram, dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 5 ml Kalium bikromat (K 2 Cr 2 O 7 )IN. Kemudian ditambahkan 10ml H 2 SO 4 pekat dan dibiarkan selama 30 menit, ditambahkan 100 ml aquadest, 5 ml asam posphat (H 3 PO 4 ) 85% 2,5 ml NaFe 4%, 5 tetes diphenil amino. Kemudian dititrasi dengan Fe (NH 4 ) SO 4 0,5 N (dicatat volume titrasi yang merupakan hasil) dan hitung kandungan organik substrat (Lampiran 7). k. Bakteri Coli (Colifekal) Sampel air yang diperiksa, diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang sudah disterilkan, kemudian ditutup dengan tutup botol yang steril dan diawetkan dengan es biasa atau es kering (CO 2 ) selanjutnya dilakukan tahap: a. Uji pendugaan (Presumptive Test). b. Uji penegasan (Confirmed Test). c. Uji lengkap (Completed Test). Hasil analisis yang didapatkan disesuaikan dengan tabel yang memberikan The Most Probable Number atau Angka Perkiraan Terdekat, yang tergantung dari kombinasi tabung positif (yang mengandung bakteri coli) dan negatif (yang tidak

44 mengandung) dari tahap test. Angka tersebut tidak menunjukkan konsentrasi yang sebenarnya, tetapi berlaku sebagai angka penunjuk coli tinja. Alur kerja terlampir (Lampiran 12). Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan No Parameter Fisik-Kimia-Biologi Satuan Alat Tempat Pengukuran 1 Suhu Air C Termometer Air Raksa In - situ 2 Penetrasi Cahaya Cm Keping Sechii In - situ 3 BOD 5 mg/l Metoda Winkler Lab.Kimia Puslit USU 4 COD mg/l Refluks Titrimetri Lab.Kimia Puslit USU 5 ph Air - ph meter In - situ 6 DO mg/l Metoda Winkler Lab.Kimia PuslitUSU 7 Kejenuhan Oksigen % Metoda Winkler In - situ 8 Nitrat mg/l Spektrofotometri Lab.Uji Mutu-LP USU 9 Fosfat mg/l Spektrofotometri Lab.Uji Mutu-LP USU 10 Substrat Organik % - Lab.Uji Mutu-LP USU 11 Total Coliform Jml/ 100 ml MPN Lab. Mikrobiologi USU 3.6. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Untuk Danau Toba, peruntukannya adalah air golongan I karena Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari United State Environmental Protection Agency (US- EPA) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu:

45 1. Kelas A : Baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu 2. Kelas B : Baik, skor = -1 s/d -10 tercemar ringan 3. Kelas C : Sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang 4. Kelas D : Buruk, skor -31 tercemar berat Prosedur penggunaan: 1. Dilakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air sehingga membentuk data. 2. Dibandingkan data hasil pengukuran dan masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu) maka diberi skor Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor, dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Jumlah Parameter Parameter Nilai Fisika Kimia Biologi < Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

46 3.7. Analisis Data Data yang diperoleh, diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks equitabilitas, indeks similaritas dan analisis korelasi Pearson, dengan persamaan sebagai berikut: a. Kepadatan Populasi (K) K = Jumlah Individu Suatu Jenis Luas Area b. Kepadatan Relatif (KR) (Brower et al, 1990) Kepadatan Suatu Jenis KR = x 100% Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis (Michael, 1984) c. Frekuensi Kehadiran (FK) Jumlah Plot yang Ditempati Suatu Jenis FK = x 100% Jumlah Total Plot Dimana : FK = 0-25 % FK = 25-50% FK = % FK > 75% : Kehadiran sangat jarang : Kehadiran jarang : Kehadiran sedang : Kehadiran sering/absolut d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H ) S H = pi ln pi (Koesoebiono, 1987) I 1 Di mana: H = Indeks Diversitas p i = Jumlah individu masing-masing jenis (i = 1, 2, 3,...)

47 s = Jumlah jenis In = Logaritma nature e. Indeks Equitabilitas (E) Keseragaman E = H H H ' = ln ( s) H max = Indeks diversitas Shannon-Wiener (Michael, 1984) H max = Keanekaragaman spesies maximum = In s (s = banyaknya spesies) dengan nilai E berkisar antara 0 1 f. Indeks Similaritas (IS) 2c IS = x 100% a b (Michael, 1984) Dengan a = Jumlah spesies pada lokasi a b = Jumlah spesies pada lokasi b c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b IS = : sangat mirip : mirip : tidak mirip IS < 25 : sangat tidak mirip g. Indeks Morisita Untuk mengetahui distribusi atau sebaran makrozoobentos apakah berkelompok, acak dan teratur di dalam perairan dicari melalui indeks Morisita dengan rumus sebagai berikut (Krebs, 1989):

48 2 Id = n x Di mana: N N N 1 Id n 2 x N = Indeks Morisita = Jumlah plot = Kuadrat jumlah individu per plot untuk total n plot = Jumlah total individu per plot untuk total n plot Dengan kriteria sebagai berikut (Bengen, 1998) Id = 0... distribusi acak atau random Id > 1 distrbusi berkelompok Id < 1 distribusi normal h. Analisis Korelasi Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keberartian hubungan antara keanekaragaman dan kelimpahan makrozoobentos yang terdapat di Perairan Danau Toba Balige dengan sifat fisik-kimia airnya. Analisis dilakukan dengan metoda komputerisasi SPSS Versi (Sugiyono, 2005).

49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Klasifikasi Makrozoobentos Makrozoobentos yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini terdiri dari 5 Kelas Invertebrata yaitu: Crustaceae yang terdiri dari 1 spesies, Gastropoda yang terdiri dari 14 spesies, Hirudinae terdiri dari 1 spesies, Insecta terdiri dari 1 spesies dan Oligochaeta terdiri dari 1 spesies seperti tertera pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Beberapa Lokasi di Danau Toba, Kecamatan Balige Kelas Ordo Famili Spesies Crustaceae Decapoda Palaemonidae 1. Palaemonetes sp Gastropoda Archaegastropoda Heliciidae 2. Pila sp Basommatophora Ampularidae 3. Helicina sp Limnaeidae 4. Pseudosucinaea sp Phsydae 5. Haitia sp Planorbidae 6. Indoplanorbis sp 7. Parapholix sp Mesogastropoda Hydrobidae 8. Floridobia sp Pleuroceridae 9. Elimia sp 10. Pleurocera sp Thiaridae 11. Ademietta sp 12. Melanoides sp 13. Thiara sp Truncatellidae 14. Truncatella sp Viviparidae 15. Trochotaia sp Hirudinae Rhynchobdelida Glossiphoniidae 16. Glossiphonia sp Insecta Coleoptera Hydrophilidae 17. Enochrus sp Diptera Chironomidae 18. Chironomus sp Ephemroptera Necephemeridae 19. Neoephemera sp Tricoptera Philopotamidae 20. Chimarra sp Oligochaeta Haplotaxida Tubificidae 21. Branchiura sp

50 Ciri Morfologi a. Palaemonetes sp Tubuhnya berwarna putih kekuningan dan terdapat bintik-bintik hitam di sekitar tubuh. Karapaks menutupi seluruh bagian tubuh, rostrum bergerigi. Bagian caput sebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri (Gambar 4.1). Gambar 4.1. Palaemonetes sp b. Pila sp Ukuran tubuh berkisar antara 3-10 cm, bagian atas cangkangnya pendek sedangkan bagian bawahnya membengkak serta warna tubuh kuning kecoklatan. cangkang besar, memiliki 4 garis pertautan. Celah mulut lebar dengan tipe apeks tumpul (Gambar 4.2). Gambar 4.2. Pila sp

51 c. Helicina sp Cangkangnya berbentuk seperti piramid dan berukuran kecil, operculumnya berkapur. Berukuran 0,5 mm - 60 cm, tetapi umumnya 10 mm (Gambar 4.3). Gambar 4.3. Helicina sp d. Pseudosucinaea sp Ukuran tubuh berkisar antara 3-8 cm, bagian atas cangkangnya pendek sedangkan bagian bawahnya membengkak serta warna tubuh kuning kecoklatan. cangkang besar, memiliki 4 garis pertautan. Celah mulut lebar dengan tipe apeks tumpul (Gambar 4.4) Gambar 4.4. Pseudosucinaea sp

52 e. Haitia sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 5-8 cm, tipe cangkang memanjang, dengan cangkang berukuran sedang, bagian permukaan cangkang bergelombang dengan apeks yang tumpul, serta memiliki celah mulut yang berukuran sedang (Gambar 4.5). f. Indoplanorbis sp Gambar 4.5. Haitia sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.6). Gambar 4.6. Indoplanorbis sp

53 g. Parapholix sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.7). h. Floridobia sp Gambar 4.7. Parapholix sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-9 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dan mengkilap dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang besar (Gambar 4.8). Gambar 4.8. Floridobia sp

54 i. Elimia sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang sedang (Gambar 4.9). j. Pleurocera sp Gambar 4.9. Elimia sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-7 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.10). Gambar Pleurocera sp

55 k. Ademietta sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-8 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.11). l. Melanoides sp Gambar Ademietta sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-9 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.12).

56 m. Thiara sp Gambar Melanoides sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-6 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang sedang (Gambar 4.13). n. Truncatella sp Gambar Thiara sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-10 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih licin dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang besar (Gambar 4.14).

57 o. Trochotaia sp Gambar Truncatella sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-6 cm, tipe cangkang memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih tebal dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.15). Gambar Trochotaia sp p. Glossiphonia sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-7 cm, tubuh lunak, memanjang dan berukuran sedang (Gambar 4.16).

58 q. Enochrus sp Gambar Glossiphonia sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-9 cm, bentuk tubuh memiliki ruas, memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan tubuh lunak, dengan celah mulut yang kecil (Gambar 4.17 ). Gambar Enochrus sp

59 r. Chironomus sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tubuh lunak memanjang bagian permukaan tubuh licin (Gambar 4.18). s. Neoephemera sp Gambar Chironomus sp Spesies ini memiliki panjang tubuh 2-3 cm, jumlah kaki ada 3 pasang, sepasang antenna, sepasang cercus. Terdapat bintik hitam pada seluruh tubuh, warna tubuh coklat, metamorfosis tidak sempurna dan nimfa ini di akuatik (Gambar 19). Gambar Neoephemera sp

60 t. Chimarra sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tipe tubuh membengkok, berukuran sedang, dan memiliki kaki tubuh (Gambar 4.20). u. Branchiura sp Gambar Chimarra sp Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-9 cm, bentuk tubuh memanjang, tubuh memiliki segmen mulut yang kecil (Gambar 4.21). Gambar Branchiura sp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Ekosistem Danau Ditinjau dari kedudukannya, ekosistem air tawar dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam, dana dan waduk serta air yang mengalir misalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Perairan dibagi dalam tiga kategori utama yaitu tawar, estuaria dan kelautan. Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi bila

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki 65% dari persediaan air di dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang)

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan.

Lampiran 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan. Lampiran 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan. No Parameter Fisik, Kimia, Biologi Satuan Alat 1 Temperatur air 0 C Termometer Air Raksa 2 DO (Oksigen Terlarut)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung pada lokasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air relatif bersih sangat didambakan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan.

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sumber mata air Kuluhan dan alirannya di Desa Jabung Kecamatan Panekkan Kabupaten Magetan. Sumber mata air Kuluhan terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN The Diversity of Macrozoobenthic as Water Quality Indicators of Siombak Lake District

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Makrozoobentos Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau di permukaan substrat dasar perairan (Odum, 1994). Organisme ini terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Sungai Sungai sebagai habitat air tawar digolongkan ke dalam habitat air mengalir atau habitat lotik, selain sungai terdapat habitat air tawar yang lain yaitu

Lebih terperinci

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) 1 ml MnSO 4 1 ml KOH KI dikocok didiamkan

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) 1 ml MnSO 4 1 ml KOH KI dikocok didiamkan Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) Sampel Air Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat Larutan Sampel Berwarna Coklat 1 ml MnSO 4 1 ml KOH KI dikocok didiamkan 1 ml

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagian besar bumi ditutupi oleh badan perairan. Keberadaan perairan ini sangat penting bagi semua makhluk hidup, karena air merupakan media bagi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan 6 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air(catchment area) bagi daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan TINJAUAN PUSTAKA Sungai Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 ABSTRAK Sungai Ogan dimanfaatkan penduduk untuk kepentingan sosial dan ekonomi, dampak kegiatan tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung. Sungai Konto merupakan salah satu anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Air tawar hanya menempati 3 % dari jumlah air dipermukaan bumi, yang sebagian besar tersimpan dalam bentuk bekuan berupa gletser dan es, atau terbenam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI 1 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI BAGIAN HULU SUNGAI HORAS KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI ZETTY NURMAYA GULTOM 120805003 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS Oleh RAFAEL SITANGGANG 097030027 / BIOLOGI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan lokasi dilakukan dengan purposive sampling (penempatan titik sampel dengan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA, KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA, KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA, KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: VILLA TAMORA TIOFANTA PURBA 120805061 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biota Perairan Perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran dan kelompok organisme yang toleran terhadap bahan pencemar (Hawkes, 1979). Menurut Walker (1981), organisme

Lebih terperinci

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Diversity and Abundance of Macrozoobenthos in Naborsahan River of Toba Samosir Regency, North Sumatera

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci