PENGATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM. Etty R. Agoes Universitas Padjadjaran, Bandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM. Etty R. Agoes Universitas Padjadjaran, Bandung"

Transkripsi

1 PENGATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI LAUT Etty R. Agoes Universitas Padjadjaran, Bandung sari UNCLOS 1982 mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam di laut berdasarkan status hukum dari zona-zona maritim yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam yang berada di bawah kedaulatan negara, negara memiliki hak-hak berdaulat, dan bagian laut yang tidak dapat dijadikan sebagai bagian dari kedaulatan negara. UNCLOS 1982 juga menunjukkan adanya integrasi dan saling ketergantungan antara ekonomi dan ekologi laut, yang menghubungkan energi, iklim, sumber daya alam di laut dan kegiatan manusia. Kata Kunci: hukum internasional, kedaulatan negara, sumber daya alam di laut, UNCLOS 1. PENDAHULUAN Tulisan ini disusun dalam rangka pengisian peringatan Hari Nusantara yang jatuh pada tanggal 13 Desember Selain dari ini tulisan ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang pengaturan pemanfaatan sumber daya alam di laut sebagaimana diatur dalam hukum internasional, khususnya dalam 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Bagi bangsa Indonesia kehendak untuk bersatu dan memiliki tujuan hidup yang sama, serta dalam wilayah yang menjadi kesatuan ruang hidup, telah diwujudkan melalui perjalanan sejarah bangsa yaitu sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia menghendaki terciptanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Hal ini kemudian diwujudkan melalui Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua tonggak sejarah tersebut mencerminkan terpenuhinya tiga kriteria pertama. Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 telah menyempurnakan esensi Indonesia sebagai suatu bangsa dengan me nyatakan adanya kesatuan wilayah tanah dan air yang dituangkan kedalam bentuk Wawasan Nusantara. Pentingnya sumber daya alam telah disadari oleh penyelenggara pemerintahan di Indonesia, sejak Indonesia awal kemerdekaan hingga saat sekarang, terbukti dengan dimasukannya ketentuan Pasal 33 ayat 3 dalam UUD Dalam percaturan antar Negara pada tanggal 1 November 1967, Dutabesar Malta untuk PBB, Arvid Pardo, mengajukan suatu usul pada sidang Majelis Umum PBB, agar Negara-negara menyadari kemungkinan terjadinya sengketa antar Negara tentang pemanfaatan sumber daya alam di laut, khususnya di dasar laut samudra dalam di luar yuridiksi nasional. Menurut pendapatnya dunia memerlukan an effective international regime over the seabed and the ocean floor beyond a clearly defined national jurisdiction dan meminta agar seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dijadikan warisan bersama seluruh umat 20

2 manusia (common heritage of mankind), yang pemanfaatanya dilakukan secara damai. Pernyataan ini telah menggerakkan kesadaran masyarakat internasional akan perlunya untuk menyusun suatu rancangan pengaturan baru tentang pemanfaatan sumber daya alam di laut. Diawali dengan pembentukan suatu United Nations Sea-bed Committee, dan diterimanya suatu Deklarasi Majelis Umum bahwa daerah dasar laut samudra dalam yang terletak di luar yurisdiksi nasional beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, merupakan warisan bersama seluruh umat manusia (common heritage of mankind), terjadilah suatu proses perundingan yang berjalan kurang lebih 15 tahun untuk menyusun tatanan baru tentang penggunaan laut beserta sumber daya alamnya. Naskah UNCLOS 1982 disepakati dan dibuka untuk penandatanganan pada sidang Konferensi PBB tentang Hukum Laut ke-3, di Montego Bay, Jamaika, pada tanggal 10 Desember Hukum laut internasional adalah suatu cabang hukum internasional yang mengatur tentang segala bentuk pemanfaatan atas laut beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana juga cabang hukum internasio nal lainnya, hukum laut internasional bersumber terutama pada perjanjian internasional, yang dalam hal ini adalah UNCLOS Perjanjian internasional tersebut kemudian di - lengkapi dengan dua buah persetujuan implementasi yaitu United Nations Implementing Agreement on Part XI of the 1982 UNCLOS, tahun 1994; dan United Nations Agreement on for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks, tahun Kepentingan untuk menguasai sumber daya alam di laut merupakan hal yang melatar-belakangi perkembangan pengaturan terhadap laut baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal-hal inilah yang kemudian telah melahirkan UNCLOS Pengaturan dalam UN- CLOS 1982 meliputi hampir seluruh kegiatan pemanfaatan laut beserta sumber daya alamnya, antara lain, pelayaran dan pe nerbang an, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, konservasi dan polusi, perikanan, per tambangan dan perkapalan. UNCLOS 1982 berisi 320 pasal yang dilengkapi de ngan 9 Annex yang berisi 100 pasal; merupakan pe doman untuk menetapkan batas terluar zona-zona maritim negara, garis batas antar nega ra, menetapkan hak dan kewajiban ne gara, dan menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa. 2. SUMBER DAYA ALAM KELAUTAN DAN PEMANFAATANNYA Sumber daya alam di laut dapat dibagi kedalam dua jenis utama yaitu sumber daya alam hayati (living resources) yang dapat diperbarui, dan sumber daya alam non-hayati (non-living resources) yang terdiri dari minyak bumi dan gas (hydrocarbon) serta bahan-bahan tambang atau mineral yang tidak dapat diperbarui. Pemanfaatannya dapat diidentifikasikan ke dalam beberapa macam bentuk kegiatan, yang antara lain, meliputi : 1. Sumber daya alam hayati: perikanan, bu di daya, pengambilan rumput laut dan bentuk-bentuk alamiah laut lainnya, penangka pan mamalia laut; serta penggunaan or ga nisme laut untuk keperluan bioteknologi. 2. Sumber daya alam mineral dan energi: eksplorasi dan produksi migas, pengeboran lepas pantai, eksploitasi berbagai jenis mineral (a.l. emas, polimetalik sulfid, dan nodul), dan berbagai bentuk energi kelautan (a.l. gelombang, pasang dan OTEC). Di samping itu ada juga kegiatan-kegiatan yang tidak hanya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, akan tetapi bersifat kegiatan jasa atau pelayanan, seperti misalnya: 3. Navigasi dan komunikasi: pelayaran dan perkapalan, kepelabuhanan, sarana bantu navigasi, dan kabel komunikasi. 4. Pariwisata dan rekreasi: pembangunan ho tel dan rumah peristirahatan, transportasi angkutan, jasa wisata, renang, selam, mancing, berlayar, taman bawah laut, dan penggunaan laut secara non-konsumtif (estetis). 5. Pembangunan infrastuktur (khususnya di wilayah pesisir yang berbatasan dengan 21

3 Setiap negara dapat memanfaatkan sumber daya alam di laut pada bagian-bagian laut dimalaut): jalan dan jembatan, pengolahan dan penyediaan air, reklamasi, dan desalinisasi air laut. Dan yang bersifat perlindungan maupun penanganan terhadap dampak kegiatan-kegiatan tersebut terhadap laut, seperti misalnya: 6. Pengolahan limbah dan pencegahan pence maran: penempatan fasilitas untuk industri, saluran pembuangan limbah, dan pembuangan hasil sisa penambangan (tailings). 7. Perlindungan lingkungan pesisir dan lautan: mempertahankan peranan laut dalam mengatur iklim, perlindungan dari pencemaran dan pengangkutan serta pembuang an bahan-bahan berbahaya/ B3 (a.l. radioaktif dan kimia), kawasan lindung (a.l. terumbu karang dan cagar alam), perlindungan terhadap mamalia laut, cagar budaya, dan melindungi dan mengurangi ancaman fenomena algae bloom. 8. Pengelolaan pantai dan garis pantai: program pengawasan erosi, pendirian bangun an perlindungan, perbaikan pantai, dan pencegahan dan pengurangan ancaman bahaya seperti naiknya permukaan laut (sea level rise) sebagai akibat dari perubahan iklim (climate change). Serta kegiatan-kegiatan lain, seperti: 9. Kegiatan militer: tempat lintasan dan manuver angkatan laut, daerah khusus untuk latihan dan percobaan senjata, dan pengawasan daerah perbatasan Negara khususnya batas-batas wilayah laut. 10. Riset: oseanografi, geologi kelautan dan pesisir, perikanan dan mamalia laut, biologi laut, keanekaragaman hayati, bioteknologi, arkeologi, dan penggunaan laut lainnya oleh manusia. 3. PENGATURAN TENTANG PEMANFAAT AN SUMBER DAYA ALAM DI LAUT ME NU RUT UNCLOS 1982 Pengaturan pemanfaatan sumber daya alam di laut perlu memperhatikan tiga hal, yaitu pertama, laut merupakan satu kesatuan maka akan membutuhkan suatu pengaturan hukum yang bersifat global; kedua, sifat lintas batas dari sebagian besar sumber daya kelautan, dan ketiga, adanya ancaman kerusakan terha dap lingkungan laut yang berasal dari kegiat an-kegiatan di darat (land based pollution), membutuhkan suatu pengelolaan yang efektif pada tingkat nasional, yang hanya akan berhasil apabila ditunjang oleh kerja sama internasional. Pengaturan UNCLOS 1982 didasarkan pada pembedaan berdasarkan status hukum dari bagian-bagian laut yang berbeda, yang secara garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: berada di bawah kedaulatan penuh negara (sovereignty): merupakan wilayah negara yang meliputi perairan pedalaman (internal waers), perairan kepulauan (archipelagic waters) dan laut teritorial (territorial sea); dimana negara secara eksklusif memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alamnya (sovereign rights): zona ekonomi eksklusif (exclusive econo mic zone) dan landas kontinen (continental shelf); tunduk pada prinsip kebebasan di laut lepas (freedom of the high seas): laut lepas (high seas); dinyatakan sebagai milik bersama umat manusia (common heritage of mankind), yaitu wilayah dasar laut samudra dalam internasional (international sea-bed area, atau dikenal juga sebagai the Area ). UNCLOS 1982 menetapkan batas terluar untuk setiap zona maritim, diukur dari garis-garis pangkal yang telah ditetapkan. Zona-zona maritim tersebut meliputi : 1. Perairan pedalaman (internal waters); 3. Perairan kepulauan (archipelagic waters); 2. Laut territorial (territorial sea); 4. Zona Tambahan (contiguous zone); 5. Zona Ekonomi Eksklusif (exclusive economic zone); 6. Landas Kontinen (continental shelf); 7. Laut Lepas (high seas); dan 8. Kawasan Dasar Laut Samudra Dalam (the International sea-bed Area). 22

4 na negara memiliki kedaulatan, yurisdiksi, hakhak berdaulat, dan hak-hak lain, sebagai berikut: Perairan Pedalaman: untuk negara pantai biasa adalah perairan yang terletak pada sisi ke arah darat dari garis pangkal, sedangkan negara kepulauan dapat menarik garis-garis penutup pada mulut sungai, teluk, dan pelabuhan untuk keperluan penetapan batas perair an pedalamannya. Perairan pedalaman merupakan bagian dari kedaulatan wilayah negara, sehingga negara memiliki kebebasan untuk menetapkan pengaturan tentang pemanfaatan sumber daya alamnya, tanpa bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang terkait dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam. Perairan Kepulauan: negara kepulauan mempunyai kedaulatan penuh atas perairan yang berada di sebelah dalam dari garis pangkal kepulauan, yang disebut sebagai perairan kepulauan. Kedaulatannya ini meliputi juga ruang udara serta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Sama halnya dengan perairan pedalaman, di perairan kepulauan juga berlaku ketentuan-ketentuan hukum internasional terkait dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam; Laut Teritorial: kedaulatan suatu negara meliputi selain wilayah daratan dan perairan kepulauannya juga suatu jalur laut dengan lebar 12 mil yang terletak di sebelah luar dari garis pangkal kepulauannya, yang disebut laut teritorial. Kedaulatannya juga meliputi seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Meskipun memiliki kebebasan untuk mengatur pemanfaatan sumber daya alamnya, di laut teritotial setiap negara tunduk pada kewajiban menurut hukum internasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam. Hal tersebut tampak dalam ketentuan Pasal 2 UNCLOS 1982 yang mengakui bahwa Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan, dalam hal suatu Negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut teritorial. Lebih lanjut UNCLOS 1982 menetapkan bahwa Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya. UNCLOS 1982 secara tegas hanya menunjuk kepada hak dan kewajiban negara pantai atau negara kepulauan atas sumber daya alam di perairan kepulauan, landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif. Namun demikian, karena negara pantai atau negara kepulauan mempunyai kedaulatan penuh di laut teritorialnya, yang meliputi juga ruang udara serta dasar laut dan tanah di bawahnya, maka dapat disimpulkan bahwa kedaulatan tersebut juga meliputi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.. Zona Tambahan: pada jalur laut yang terletak disebelah luar dari batas terluar laut teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 24 mil diukur dari garis pangkal, negara dapat melaksanakan pengawasan untuk masalah-masalah bea cukai, fiskal, imigrasi atau kesehatan (sa ni ter). Ka rena zona ini tumpang tindih dengan ZEE mau pun landas kontinen, ketentuan tentang pe manfaatan sumber daya alam di kedua zona maritim tersebut berlaku juga di zona tambahan; Zona Ekonomi Eksklusif: dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban negara lain, pada daerah yang terletak di luar dan berdampingan dengan laut teritorialnya yang lebarnya 200 mil diukur dari garis pangkal, setiap negara mempunyai hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin. Selain dari itu, setiap negara juga memiliki yurisdiksi untuk pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah kelautan, dan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Menurut ketentuan Pasal 60 di zona ekonomi eksklusif, Negara mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan untuk menguasakan 23

5 dan mengatur pembangunan, pengoperasian dan penggunaan pulau buatan, instalasi dan ba ngunan untuk keperluan pelaksanaan hakhak berdaulatnya dan tujuan ekonomi lainnya, serta instalasi dan bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut. Di zona ekonomi eksklusif, negara harus mentaati kewajiban untuk melakukan pengelolaan dan konservasi sumber daya hayati melalui langkah-langkah, antara lain dengan menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch), hasil maksimum lestari (maximum sustainable yield), dan lain-lain. Negara juga dikenakan kewajiban untuk mene tapkan kemampuannya untuk memanfaatkan (capacity to harvest) sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif. Dalam hal Negara pantai tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang dapat dibolehkan. maka Negara pantai tersebut melalui perjanjian atau pengaturan lainnya, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dapat memberikan kesempatan pada Negara lain untuk memanfaatkan sisa (surplus) jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut. Khusus untuk pemanfaatan sumber daya alam non-hayati di luar dasar laut dan tanah di bawah laut teritorial, tunduk pada pengaturan tentang landas kontinen dan daerah dasar laut samudra dalam di luar landas kontinen yang dikenal sebagai Kawasan (The Area). Landas Kontinen: adalah dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Namun bagi nega ranegara yang pantainya cukup landai dimungkinkan un tuk menetapkan landas kontinen diluar jarak 200 mil, dengan menggunakan batas kedalaman (isobath) meter sampai 100 mil dari kedalaman tersebut. Perluasan landas konti nen juga dimungkinkan dengan menggunakan bukti-bukti ilmiah sebagaimana disyaratkan oleh UNCLOS 1982 Pasal 76 ayat (4) dan (5), namun secara keseluruhan tidak melebihi jarak 350 mil dari garis pangkal. Sama halnya dengan di zona ekonomi eksklusif, pada landas kontinen, negara dapat menjalankan hak-hak berdaulatnya untuk tujuan mengeksplorasinya dan mengekploitasi sumber kekayaan alamnya. Hak tersebut adalah eksklusif dalam arti bahwa apabila Negara pantai tidak mengeksplorasi landas kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya, tiada seorangpun dapat melakukan ke giatan itu tanpa persetujuan tegas Negara pantai. Sumber daya alam yang dapat dieksploitasi terdiri dari sumber kekayaan mineral dan sumber kekayaan non hayati lainnya pada dasar laut dan tanah di bawahnya, bersama dengan organisme hidup yang tergolong jenis sedenter, yaitu organisme yang pada tingkat yang sudah dapat dipanen dengan tidak bergerak berada pada atau di bawah dasar laut atau tidak dapat bergerak kecuali jika berada dalam kontak fisik tetap dengan dasar laut atau tanah di bawah nya. Hasil pemanfaatan sumber daya alam di luar batas 200 mil harus disumbangkan melalui Otorita secara tahunan setelah produksi 5 tahun pertama, dengan prosentase yang ditetapkan dalam UNCLOS Dalam Tabel 1 dapat dilihat perbedaan pengaturan pemanfaatan sumber daya alam tersebut antara zona-zona maritim yang berada di bawah kedaulatan negara dan zona-zona maritim di mana negara memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alamnya. Laut Lepas: meliputi bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu Negara kepulauan. Meskipun sesuai dengan namanya laut lepas merupakan bagian laut yang mengakui berbagai kebebasan (freedom of the high seas) termasuk untuk menangkap ikan, namun dalam pelaksanaannya Negara-negara harus tunduk pada ketentuan-ketentuan internasional terkait 24

6 Tabel 1. Pemanfaatan kekayaan alam pada zona-zona maritim yang berada di bawah yurisdiksi nasional BAGIAN LAUT (diukur dari garis pangkal) Perairan Kepulauan : perairan yang berada di sebelah dalam dari garis pangkal kepulauan. Laut Teritorial : jalur laut dengan lebar maksimum 12 mil-laut. Zona Tambahan : jalur laut yang terletak di luar laut teritorial dan tidak boleh melebihi 24 mil-laut Landas Kontinen : dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar laut teritorial sampai dengan batas maksimum 350 mil-laut Zona Ekonomi Eksklusif : jalur laut yang terletak di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya 200 mil-laut Sumber: Etty R. Agoes, 1998 STATUS HUKUM kedaulatan kedaulatan yurisdiksi terbatas di bidang-bidang bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter. hak hak berdaulat atas sumber daya alam. hak-hak berdaulat atas sumber daya alam; serta yurisdiksi berkenaan dengan hal-hal tertentu. PEMANFAATAN KEKAYAAN ALAM HAK KEWAJIBAN pemanfaatan penuh tradisionil dari negara-nega- mengakui hak perikanan ra tetangga pemanfaatan penuh pengawasan sepanjang berkaitan pemanfaatan eksklusif pemanfaatan eksklusif status hukum pemanfaatan SDA-di kolom airnya sama dengan ZEE, sedangkan di dasar lautnya sama dengan landas kontinen memberikan sumbangan kepada Otorita Internasional atas hasil eksploitasi pada landas kontinen di luar batas 200 mil-laut memberikan kesempatan kepada negara-negara lain, untuk memanfaatkan surplus perikanannya me ngenai pelbagai hal seperti misalnya kewajiban konservasi sumber daya alam hayati, lingkungan hidup, dan lain-lain. Kawasan Dasar Laut Samudra Dalam (Kawasan): merupakan dasar laut dan dasar samudra serta tanah di bawahnya di luar batas-batas yurisdiksi nasional. UNCLOS 1982 me netapkan bahwa Kawasan dan sumber daya alamnya merupakan warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind). UNCLOS 1982 menetapkan bahwa tidak satu Negarapun boleh menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulatnya atas bagian manapun dari kawasan atau sumber daya alamnya, demikian pula tidak satu Negara atau badan hukum atau peroranganpun boleh mengambil tindakan pemilikan terhadap bagian Kawasan manapun. 4. KESIMPULAN UNCLOS 1982 memberi kepada setiap Negara wewenang yang lebih besar untuk mendayagunakan segenap potensi sumber daya alam di laut yang merupakan wilayahnya sampai keluar batas-batas wilayah negara yaitu sampai di zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan daerah dasar laut samudra dalam di luar landas kontinen. Di samping itu setiap negara juga diberi wewenang untuk melaksanakan pengawasan atas laut baik yang berada di wilayah kedaulatan maupun yurisdiksinya tersebut. Secara umum UNCLOS 1982 mewajibkan setiap negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan lautnya. Sesuai dengan kewajibannya tersebut, negara-negara juga diberi hakhak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya kelautannya serasi dengan kebijaksanaan lingkungan mereka. Untuk itu UNCLOS 1982 memperkenankan setiap negara untuk menetapkan peraturan perundang-undangan nasional untuk itu, serta memaksakan me naati nya. Dengan memperhatikan bagian dari Mukadimah UNCLOS 1982 yang mengakui keinginan untuk membentuk, melalui Konvensi ini, dengan mengindahkan secara layak kedaulatan semua Negara, suatu tertib hukum untuk laut dan samudra yang dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan 25

7 peng gunaan laut dan samudra secara damai, pendayagunaan sumber daya alamnya secara adil dan efisien, konservasi sumber daya hayatinya, dan pengkajian, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dan konservasi sumber daya alam hayatinya, menunjukkan adanya karakteristik baru dari tata tertib penggunaan laut termasuk pemanfaatan sumber daya alamnya, dimana penggunaan laut dan pengelolaan sumber daya alam serta pelestarian lingkungan lautnya memang saling terkait. Tampak bahwa ada integrasi dan saling ketergantungan antara ekonomi dan ekologi laut, yang menghubungkan energi, iklim, sumber daya alam di laut dan kegiatan manusia. DAFTAR PUSTAKA Biliana Cicin-Sain and Robert Knecht, 1998, Integrated Coastal and Ocean Management: Concept and Practices, Island Press, Washington, D.C., 1998, hlm , sebagaimana dikutip dalam Etty R. Agoes, Kebijakan Pengelolan Kekayaan Alam Laut Secara Berkelanjutan: Suatu Tinjauan Yuridis, dalam Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI Mengenang Almarhum Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, Hendarmin Djarab, dkk. (eds), Penerbit Angkasa, Bandung, 1998, h Etty R. Agoes, 1990, Pengelolaan Kekayaan Alam di Laut dan Pengaturannya di Indonesia, disampaikan pada Musyawarah Kerja Nasional dan Temu Ilmiah Forum Komunikasi Mahasiswa Hukum Internasional Se-Indonesia (FORKOMAHI), Bandung, 20 Februari Etty R. Agoes, Seminar Bahari Laut Sebagai Masa Depan Bangsa, Ikatan Alumi Universitas Padjadjaran (IKA-UNPAD), Bandung, 29 September Etty R. Agoes, 1998, Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Alam Laut Secara Berkelanjutan: Suatu Tinjauan Yuridis, Lokakarya Reformasi Hukum di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam, Indonesian Center for Envi- ronmental Law (ICEL) dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta Agustus Etty R. Agoes, 1998, Kebijakan Pengelolan Kekayaan Alam Laut Secara Berkelanjutan: Suatu Tinjauan Yuridis, dalam Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI Mengenang Almarhum Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, Hendarmin Djarab, dkk. (eds), Penerbit Angkasa, Bandung. Etty R. Agoes, 2000, " Pengaturan dan Pene gakan Hukum Pengelolaan Sumber daya Alam Di Laut ", disampaikan pada Seminar Bahari Laut Sebagai Masa Depan Bangsa, Ikatan Alumi Universitas Padjadjaran (IKA-UNPAD), Bandung, 29 September Hasjim Djalal, 2003, Mengelola Potensi Laut Kita makalah disampaikan pada Diskusi Panel tentang Reaktualisasi Wawasan Nusantara dalam Perspektif Kesatuan Wilayah NKRI, Forum Kewilayahan Universitas Pa djadjaran dan ITB, Bandung, 15 Februari Lemhannas, 2002, Buku Induk Wawasan Nusantara. Jakarta. Richard Bilder, Panel I Introduction, 25th Annual Conference of the Law of the Sea Institute, Malmo, Sweden, August 6-9, 1991, p.17. United Nations Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone, Geneva, April 29, United Nations Convention on the High Seas, Geneva, April 29, 1958 United Nations Convention on the Continental Shelf, Geneva, April 29, 1958 United Nations Convention on Fisheries and the Protection of Living Resources of the High Seas, Geneva, April 29, 1958 United Nations Convention on the Law of the Sea, Montego Bay, 10 December

8 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, M&E, Vol. 13, Juni 2015 M&E, Vol.13, 4, 2, Desember

9 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, 28 M&E, Vol. 13, 2, Juni

10 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, M&E, Vol. 13, Juni 2015 M&E, Vol.13, 4, 2, Desember

11 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, 30 M&E, Vol. 13, 2, Juni

12 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, M&E, Vol. 13, Juni 2015 M&E, Vol.13, 4, 2, Desember

13 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, 32 M&E, Vol. 13, 2, Juni

14 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, M&E, Vol. 13, Juni 2015 M&E, Vol.13, 4, 2, Desember

15 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, 34 M&E, Vol. 13, 2, Juni

16 listrik pada tahun 2024 untuk 63,7% batubara, M&E, Vol. 13, Juni 2015 M&E, Vol.13, 4, 2, Desember

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan

Lebih terperinci

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Oleh : Ida Kurnia * Abstrak Sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia telah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dan menyatu dengan samudera. Dari waktu ke waktu, terjadi perkembangan yang signifikan terhadap fungsi atau peranan laut. Adapun fungsi

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan status sebagai negara kepulauan. Dimulai dengan perjuangan Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1983 (5/1983) Tanggal: 18 OKTOBER 1983 (JAKARTA) Sumber: LN 1983/44; TLN NO. 3260 Tentang: ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Indeks:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/76; TLN NO. 3319 Tentang: PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terbentang memanjang dari Sabang hingga Merauke dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampai ke Pulau Dana di selatan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI Retno Windari Poerwito FOKUS MATERI Apakah hukum internasional mengatur kegiatan reklamasi? Hukum internasional yang mengatur tentang kewenangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS IN THE WESTERN AND CENTRAL PENGELOLAAN SEDIAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi dan eksploitasi yang berlebih lebihan dari sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi dan eksploitasi yang berlebih lebihan dari sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep dasar laut dalam timbul,disebabkan adanya kecenderungan terhadap eksplorasi dan eksploitasi yang berlebih lebihan dari sumber daya alam yang terdapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;

Lebih terperinci

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. HUKUM LAUT I. Pengertian Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. Laut secara hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1985 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT)

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/76; TLN NO. 3319 Tentang: PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut PEMBUKAAN Negara-negara Peserta pada Konvensi ini, Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam semangat saling pengertian dan kerjasama, semua

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

Materi Kuliah. Modul 12. Oleh :

Materi Kuliah. Modul 12. Oleh : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah GEOPOLITIK INDONESIA (Wilayah Sebagai Ruang Hidup) Modul 12 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 86 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Selain

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

Undang Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang : Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Undang Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang : Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia Undang Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang : Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1983 (5/1983) Tanggal : 18 OKTOBER 1983 (JAKARTA) Sumber : LN 1983/44; TLN NO.

Lebih terperinci

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

pres-lambang01.gif (3256 bytes) pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 37/2002, HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN *39678 PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional Pada abad ke-19, batas 3 mil memperoleh pengakuan dari para ahli hukum, juga oleh

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Illegal Fishing Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan

Lebih terperinci

Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil. Perencanaan Kawasan Pesisir

Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil. Perencanaan Kawasan Pesisir Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil Perencanaan Kawasan Pesisir Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan tropis terbesar di dunia 17.508 pulau, dan luas laut yang mencapai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AGREEMENT. Pengesahan. RI - Republik Singapura. Timur Selat Singapura. Wilayah. Laut. Garis Batas. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA Erlina Dosen Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abstrak Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang bangsa Indonesia, Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ambalat adalah blok laut seluas 15.235 Km2 yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Zona laut menurut Konvensi Hukum Laut 1982 dan peraturan perundang undangan Indonesia Wilayah merupakan suatu unsur pokok dari suatu negara. Hal ini ditegaskan

Lebih terperinci

HUKUM LAUT INTERNASIONAL

HUKUM LAUT INTERNASIONAL HUKUM LAUT INTERNASIONAL UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si PENGERTIAN NEGARA Montevideo Convention on the Rights and Duties of States 26 December 1933

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung bahanbahan atau energi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

ini tentunya tidak terdapat perairan pedalaman namun dalam keadaan-keadaan

ini tentunya tidak terdapat perairan pedalaman namun dalam keadaan-keadaan batas terluar dari perairan pedalaman suatu negara. Garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis terendah, di mana pada keadaan seperti ini tentunya tidak terdapat perairan pedalaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kapal Penangkap. Pengangkut. Ikan. Pemantau. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG PENGESAHAN "TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OFINDONESIA AND AUSTRALIA ON THE ZONE OF COOPERATION IN AN AREA BETWEEN THE INDONESIAN PROVINCE OF EAST

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI WILAYAH. Kelautan. Pengelolaan. Pengembangan. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 6/1996, PERAIRAN INDONESIA *9315 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 6 TAHUN 1996 (6/1996) Tanggal: 8 AGUSTUS 1996 (JAKARTA) Sumber: LN. 1996/73;

Lebih terperinci

Kerangka Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Izin Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut

Kerangka Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Izin Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut Kerangka Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Izin Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI KETENTUAN UMUM KEWENANGAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT Suparman A. Diraputra,, SH., LL.M. Fakultas Hukum. Universitas Padjadjaran Bandung 1 PERMASALAHAN Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA Menurut Konvensi Montevideo tahun 1933, yang merupakan Konvensi Hukum Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konsititutif, yaitu : a. Harus ada penghuni (rakyat,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG K E L A U T A N

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG K E L A U T A N DRAFT XVII REVISI 14 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG K E L A U T A N 5 DAFTAR ISI Halaman Bab I Ketentuan Umum... 45 Bab II Ruang Lingkup... 46 Bab III Asas dan Tujuan...

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN 1960 Tentang PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN 1960 Tentang PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN 1960 Tentang PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa bentuk geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu ribu pulau mempunyai

Lebih terperinci

The Exclusive Economic Zone. Batas/Delimitasi ZEE. Definisi Umum ZONA MARITIM

The Exclusive Economic Zone. Batas/Delimitasi ZEE. Definisi Umum ZONA MARITIM ZONA MARITIM The Exclusive Economic Zone Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara pantai yang secara hukum internasional diakui sebagai negara kepulauan yang 80% wilayahnya adalah wilayah lautan (Patmasari dkk, 2008). Hal

Lebih terperinci