BEBERAPA SIFAT TERKAIT SUBMODUL SEMIPRIMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BEBERAPA SIFAT TERKAIT SUBMODUL SEMIPRIMA"

Transkripsi

1 BEBERAPA SIFAT TERKAIT SUBMODUL SEMIPRIMA A-3 Dan Aresta Yuwanngsh 1 1 Mahasswa S Matematka UGM dan.aresta17@yahoo.com Abstrak Dberkan R merupakan rng dengan elemen satuan, M R-modul kanan, dan R S End M merupakan rng endomorfsma modul. Submodul sejat nvaran penuh d M dsebut submodul prma apabla untuk setap deal I d S dan submodul nvaran penuh U d M dengan I M atau U. Suatu I U berakbat submodul P d M dsebut submodul semprma apabla P merupakan rsan dar submodul-submodul prma d M. Dalam tulsan n akan dbahas mengena beberapa sfat terkat submodul semprma dengan mengacu pada defns submodul prma d atas. Kata kunc: submodul prma, submodul semprma, submodul nvaran penuh. PENDAHULUAN Pada teor rng, telah dkenal adanya konsep deal prma. Kemudan dar deal prma dapat dturunkan konsep terkat deal semprma. Begtu halnya dalam teor modul, tedapat konsep submodul prma yang merupakan generalsas dar deal prma pada suatu rng. Berdasarkan konsep submodul prma n dapat dturunkan konsep submodul semprma yang merupakan rsan dar submodul-submodul prma d dalam modul tersebut. Konsep terkat submodul prma telah banyak dbahas dalam sejumlah paper dan jurnal. Salah satunya dbahas dalam [1] dan []. Dalam papernya, [1] mendefnskan submodul prma dengan memandang modul M sebaga modul atas rng rng dengan elemen satuan R. Namun dalam papernya [] submodul prma ddefnskan dengan memandang modul M sebaga modul atas rng endomorfsma S End R M. Konsep yang dperkenalkan oleh [] n sebenarnya sama dengan konsep yang dperkenalkan oleh [1] hanya berbeda pada rng pembentukannya saja. Selan tu dalam [] juga dperkenalkan konsep submodul semprma yang merupakan rsan dar semua submodul prma. Apabla dberkan rng R dengan elemen satuan, M merupakan modul kanan atas rng R, sera rng endomorfsma S End R M, maka modul M otomats juga dapat dpandang sebaga modul kr atas rng endomorfsma S. Pada makalah n, akan dbahas mengena konsep submodul semprma pada M dengan mengacu pada defns submodul Makalah dpresentaskan dalam Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka dengan tema Kontrbus Penddkan Matematka dan Matematka dalam Membangun Karakter Guru dan Sswa" pada tanggal 10 November 01 d Jurusan Penddkan Matematka FMIPA UNY

2 semprma yang ddefnskan oleh []. Akan dbahas juga beberapa sfat terkat submodul semprma dan modul semprma. PEMBAHASAN SUBMODUL PRIMA DAN SUBMODUL SEMIPRIMA Pada bagan n akan dbcarakan mengena konsep submodul prma dar suatu M R-modul. Dalam keseluruhan s makalah n, yang dmaksud dengan M R-modul adalah M merupakan modul kanan atas rng R dengan elemen satuan 1 R dan yang dmaksud dengan S M End R merupakan rng endomorfsma modul. Dalam paper n, pendefnsan submodul prma dbatas hanya untuk suatu submodul sejat yang nvaran penuh d dalam M R-modul. Suatu submodul d M dsebut submodul nvaran penuh (fully nvarant) apabla untuk setap f S memenuh f. Dapat dtunjukkan bahwa hmpunan dar semua submodul nvaran penuh d M tertutup terhadap operas penjumlahan dan rsan submodul. Berkut dberkan defns dar submodul prma d M R-modul. Defns.1. [] Dberkan M R-modul dan submodul sejat yang nvaran penuh d M. Submodul dsebut submodul prma d M apabla untuk setap deal I d S dan submodul nvaran penuh U d M dengan I U maka berakbat I M atau U. Suatu M R-modul dsebut modul prma apabla 0 merupakan submodul prma d M.. Selanjutnya, berkut dberkan suatu teorema yang menyatakan beberapa ekuvalens terkat defns dar submodul prma. Teorema.. [] Dberkan M R-modul dan submodul sejat yang nvaran penuh d M. Pernyataan-pernyataan d bawah n ekuvalen: a) merupakan submodul prma d M. b) Untuk setap deal kanan I d S dan submodul U d M dengan I U maka berakbat I M atau U. c) Untuk setap S dan submodul nvaran penuh U d M dengan U berakbat M atau U. dengan S m maka berakbat M d) Untuk setap S dan m M atau m. maka Selanjutnya, suatu submodul prma d M dsebut submodul prma mnmal apabla tdak ada submodul prma lan d M yang termuat d dalam submodul. Berkut dberkan salah satu sfat terkat submodul prma mnmal. Proposs.3. [] Jka P merupakan submodul prma d M R-modul, maka P memuat submodul prma mnmal d M. Sebelum masuk ke pembahasan selanjutnya, dketahu bahwa suatu M R-modul merupakan modul self-generator apabla modul M membangun setap submodulnya. Berkut dberkan suatu sfat terkat modul self-generator. Proposs.4. [6] Dberkan M R-modul dan rng endomorfsma S End R M. Modul M merupakan modul self-generator jka dan hanya jka untuk setap submodul U d M U Hom M, U M. memenuh sfat R Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA - 18

3 Suatu M R-modul merupakan modul quas-projectve apabla untuk setap epmorfsma f : M N dan homomorfsma g : M N, tedapat homomorfsma H : M M sedemkan hngga memenuh g f h. Berkut dberkan suatu sfat terkat dengan modul quas-projectve. Proposs.5. [5] Dberkan M R-modul dan rng endomorfsma S End R M. Jka M merupakan modul quas-projectve, dbangun secara hngga, dan N merupakan submodul I Hom M, N I Hom M, MI. d M, maka untuk setap R memenuh R Selanjutnya, ddefnskan hmpunan I S dengan I f S f M. Berkut dberkan suatu lemma yang menyatakan syarat perlu hmpunan I menjad suatu deal d S. Lemma.6. [] Dberkan M R-modul dan S End M R. Apabla merupakan submodul nvaran penuh d M, maka Dalam pembentukan deal I f S f M merupakan deal d S. I dperlukan submodul nvaran penuh d M. Apabla merupakan submodul prma, ternyata I membentuk deal prma d S. Hal n djelaskan dalam teorema berkut. Teorema.7. [] Dberkan M R-modul, rng endomorfsma S End M R, dan submodul nvaran penuh d M. a) Jka merupakan submodul prma d M, maka I merupakan deal prma d S. b) Jka M merupakan modul self-generator dan I merupakan deal prma d S, maka merupakan submodul prma d M. Dapat dtunjukkan bahwa rsan dar submodul-submodul prma d M R-modul tdak membentuk submodul prma. Hal nlah yang melatarbelakang pendefnsan submodul semprma. Berkut dberkan defns dar submodul semprma d M R-modul. Defns.8. [] Dberkan M R-modul dan submodul sejat yang nvaran penuh d M. Submodul dsebut submodul semprma d M apabla merupakan rsan dar submodul-submodul prma d M. Sepert halnya pendefnsan modul prma, M R-modul dsebut modul semprma apabla 0 merupakan submodul semprma d M. Selanjutnya, berkut dberkan beberapa contoh dar submodul semprma. Contoh.9. Dberkan sebaga modul. Dketahu bahwa p1, p,..., pk dengan p1, p,..., p k merupakan blangan-blangan prma d. Dapat dtunjukan bahwa p1, p,..., pk masng-masng merupakan submodul prma d. Submodul p1p... pk merupakan submodul semprma d M karena p1p... pk merupakan rsan dar submodul-submodul prma p1, p,..., pk. BEBERAPA SIFAT SUBMODUL SEMIPRIMA Pada bagan n akan dbahas mengena beberapa sfat terkat submodul semprma. Telah dketahu dar bagan sebelumnya bahwa submodul sejat yang nvaran penuh d M dsebut submodul semprma apabla merupakan rsan dar submodul-submodul prma d M. Lebh lanjut, modul M merupakan modul semprma apabla submodul 0 Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA - 19

4 merupakan submodul semprma d M. Dapat dbuktkan bahwa jka rng R dpandang sebaga R-modul maka berlaku sfat R merupakan rng semprma jka dan hanya jka R R-modul merupakan modul semprma. Sebelum masuk ke pembahasan selanjutnya, dberkan suatu sfat yang nantnya dgunakan dalam pembuktan beberapa sfat submodul semprma. Sfat 3.1. Dberkan modul self-generator M. Jka P merupakan deal d S maka berlaku I P I f S f M P M. PM dengan PM Bukt. Karena M merupakan modul self-generator maka berdasarkan Proposs.4 P M Hom M, P M M P Hom M, P M. dperoleh, sehngga dperoleh Dambl sebarang f P. Karena P HomM, PM maka f M PM, sehngga dperoleh f I PM. Selanjutnya, dambl sebarang g I PM maka dperoleh PM. Dengan demkan, dperoleh, g M g Hom M P M P. Jad terbukt bahwa IPM P. Selanjutnya, akan dberkan suatu teorema yang menjelaskan hubungan antara modul semprma dengan rng endomorfsma S. Namun, sebelumnya berkut dberkan terlebh dahulu suatu lemma yang akan dgunakan dalam pembuktan teorema tersebut. Lemma 3.. [] Dberkan M R-modul, P I yatu hmpunan submodul-submodul nvaran penuh d M, dan P0 I, maka dperoleh I I0. I I P. Jka I f S f M P untuk 0 atau Teorema 3.3. [] Jka M merupakan modul semprma maka rng S merupakan rng semprma. J P I yatu hmpunan submodul-submodul prma d M. Bukt. Msalkan Karena M merupakan modul semprma maka dperoleh 0 P. Karena untuk setap I dketahu bahwa P merupakan submodul prma, maka berdasarkan Teorema.7 dperoleh I merupakan deal prma d S untuk setap I. Dengan mengambl P0 0 maka berdasarkan Lemma 3. dperoleh I I0 0. Dengan demkan, terbukt bahwa I S merupakan rng semprma. Dperhatkan bahwa konvers dar Teorema 3.3 belum tentu berlaku. Apabla dketahu S merupakan rng semprma, maka dperlukan suatu syarat tambahan agar modul M membentuk modul semprma. Hal n djelaskan dalam proposs berkut n. Proposs 3.4. [3] Dberkan M R-modul merupakan modul quas-projectve yang dbangun secara hngga dan merupakan modul self-generator. Jka S merupakan rng semprma maka M merupakan modul semprma. Bukt. Dambl sebarang deal I d S dan dbentuk I M I. Karena M merupakan modul self-generator maka dperoleh I I. Karena M merupakan modul quas-projectve dan dbangun secara hngga maka berdasarkan Proposs.5 dperoleh I HomR M, I M. Pertama dtunjukkan bahwa merupakan submodul prma d M. Dambl sebarang S dan submodul nvaran penuh U d M dengan U tetap Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA - 0

5 M. Karena M modul self-generator maka U f M untuk suatu S. Karena U submodul nvaran penuh d M maka dperoleh U S U Sf M f, sehngga dperoleh U Sf M. Karena U maka Sf M f untuk setap f. Andakan terdapat f sehngga f M f, berart f I dan I. Karena I merupakan deal prma d S maka berakbat Sf I sehngga dperoleh Sf M. Terjad kontradks, sehngga dperoleh f M untuk setap f sehngga terbukt bahwa U. Dengan demkan, terbukt bahwa merupakan submodul prma d M. Selanjutnya, karena merupakan submodul prma maka berdasarkan Teorema.7 dperoleh I merupakan deal prma d S. Msalkan dbentuk hmpunan submodul prma d M,, maka dperoleh I I dan jelas bahwa I0 0. Dketahu S merupakan rng semprma, berart 0 S merupakan rsan dar semua deal prma I d S. Untuk setap I, dbentuk I M Karena I I maka dperoleh 0 I. sehngga dperoleh I 0. Karena M merupakan modul self-generator maka dperoleh 0. Dengan demkan, terbukt bahwa M merupakan modul semprma. Berkut dberkan suatu proposs yang merupakan syarat cukup agar hmpunan I merupakan deal semprma d S. Proposs 3.5. [4] Dberkan M R-modul. Jka merupakan submodul semprma d M, maka I merupakan deal semprma d S. Selanjutnya, berkut dberkan suatu proposs yang merupakan syarat cukup suatu submodul d M merupakan submodul semprma. Proposs 3.6. [4] Dberkan M R-modul. Jka M merupakan modul self-generator dan P : P M merupakan submodul semprma d merupakan deal semprma d S, maka M dan I P. Bukt. Msalkan PM. Karena M merupakan modul self-generator maka P IPM I. Karena P merupakan deal semprma d S maka dperoleh P K dengan K merupakan deal prma d S untuk setap. Karena M merupakan modul I HomR M, I M HomR M, K M. D K HomR M, K M HomR M, K M self-generator maka dperoleh. Jad dperoleh ss lan dperoleh KM KM sehngga K M. Karena K merupakan deal prma d Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA - 1

6 S dan M merupakan modul self-generator maka jelas bahwa K M merupakan submodul prma d M untuk setap. Dengan demkan, terbukt bahwa merupakan submodul semprma d M. Apabla modul M merupakan modul self-generator, ternyata pendefnsan submodul semprma dapat dlakukan dengan cara lan. Hal n dberkan dalam proposs berkut n. Proposs 3.7. [4] Dberkan M R-modul self-generator dan submodul nvaran penuh d M. Submodul merupakan submodul semprma jka dan hanya jka untuk setap f S fsf M f M. dengan maka berakbat Bukt.. Dketahu merupakan submodul semprma, maka P untuk suatu keluarga hmpunan dar submodul-submodul prma d M. Dambl sebarang f S dengan fsf M, maka berakbat fsf M P untuk setap P. Karena fs merupakan deal kanan d S dan P merupakan submodul prma maka berakbat f M P untuk setap P. Dengan demkan, terbukt bahwa f M.. Akan dtunjukkan bahwa merupakan submodul semprma. Berdasarkan Proposs 3.6 berart cukup dtunjukkan bahwa I merupakan deal semprma d S. Dambl sebarang f S dengan fsf I. Dr defns I, maka dperoleh fsf M f M. Jad dperoleh. Berdasarkan yang dketahu, maka dperoleh f I, sehngga terbukt bahwa I merupakan deal semprma d S. Dengan demkan, terbukt bahwa merupakan submodul semprma d M. Sepert halnya dalam pendefnsan submodul prma, dalam pendefnsan submodul semprma juga terdapat suatu teorema ekuvalens. Teorema 3.8. [4] Dberkan M R-modul self-generator dan submodul nvaran penuh d M. Pernyataan-pernyataan berkut n adalah ekuvalen: 1. merupakan submodul semprma d M. J M J M.. Jka J merupakan deal d S dengan maka berakbat 3. Jka J merupakan deal d S dengan J M maka berakbat J M. 4. Jka J merupakan deal kanan d S dengan J M maka berakbat J M. 5. Jka J merupakan deal kr d S dengan J M maka berakbat J M. Bukt Dketahu merupakan submodul semprma d M, maka P P untuk suatu keluarga hmpunan dar submodul-submodul prma d M. Karena J M, maka dperoleh dketahu J merupakan deal kanan d S dengan J M P berakbat J M P 4 3. Jelas. untuk setap P. Karena P merupakan submodul prma d M maka untuk setap P. Akbatnya, terbukt bahwa J M. P Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA -

7 3. Dambl sebarang deal J d S dengan J M. Andakan J M maka J M. Dperhatkan bahwa: J I M J JI I J I M J M JI M I J M I M Karena JI M J, I J M I M, dan I M I M maka dperoleh J I M bahwa J M. 1. Dambl sebarang f S dengan fsf M penuh maka dperoleh SfSf M. Dperhatkan bahwa: SfS M SfSfS M SfSf M. Berdasarkan yang dketahu, maka dperoleh SfS M f M. Terbukt bahwa merupakan submodul semprma d M P,. Kontradks dengan (3). Dengan demkan, terbukt. Karena submodul nvaran. Akbatnya, dperoleh Dketahu merupakan submodul semprma d M, berart dengan P submodul prma d M untuk setap. Msalkan J merupakan deal kr d S dengan J M, maka dperoleh J M J J M JS J M P J M P untuk setap. Akbatnya, dperoleh untuk setap. Karena P merupakan J M submodul prma d M maka dperoleh terbukt bahwa J M Jelas. P untuk setap. Dengan demkan, Akbat 3.9. [4] Dberkan M R-modul self-generator dan submodul semprma d M. n J M Jka J merupakan deal kanan (kr) d S sedemkan hngga memenuh untuk suatu blangan bulat posstf n, maka berakbat J M. Bukt. Pembuktan dlakukan dengan menggunakan nduks matematka pada n. Untuk kasus n=1, jelas bahwa pernyataan benar. Selanjutnya, dasumskan bahwa pernyataan n1 J M J M. Akan benar untuk n-1, yatu jka maka berakbat n dtunjukkan bahwa pernyataan benar untuk n. Dketahu bahwa J M dtunjukkan bahwa J M n 1 n n J M J M J M., akan. Karena n maka n n, sehngga dperoleh J M. n1. Dengan demkan, dperoleh Berdasarkan asums, maka terbukt bahwa J M. Selanjutnya, karena setap submodul prma d M memuat submodul prma mnmal maka berkut dberkan suatu sfat yang menyatakan bahwa submodul semprma merupakan rsan dar submodul-submodul prma mnmal. Proposs Dberkan M R-modul dan submodul semprma P d M. Submodul semprma P merupakan rsan dar submodul-submodul prma mnmal d M. Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA - 3

8 Bukt. Msalkan dbentuk hmpunan P P submodul prma d M K K submodul prma mnmal d M dengan K P, P dan hmpunan. Dketahu bahwa P merupakan submodul semprma berart P P. Karena setap submodul prma d P M memuat submodul prma mnmal maka jelas bahwa dambl sebarang Pj sehngga a K maka terdapat j K a P. Akbatnya, dperoleh j. Dengan demkan terbukt bahwa P K P P K KESIMPULAN K P P. Selanjutnya, K P K sehngga a K. Berart terdapat P j a P sehngga terbukt bahwa P K. Berdasarkan hasl d atas dketahu bahwa suatu submodul sejat nvaran penuh d M R-modul merupakan submodul prma d M apabla untuk setap deal I d S dan submodul nvaran penuh U d M dengan I U maka berakbat I M atau U. Submodul semprma merupakan rsan dar submodul-submodul prma d M. Dengan mengacu pada defns submodul prma d atas dapat dsmpulkan bahwa konsep dan sfat-sfat deal semprma pada suatu rng dapat dgeneralsas menjad konsep terkat submodul semprma beserta dengan sfat-sfatnya. DAFTAR PUSTAKA Dauns, J., Prme Modules, Journal fur de rene und angewandte Mathematk, 98 (1978) Sanh, N.V., Vu, N.A., Asawasamrt, S., Ahmed, K.F.U., dan Thao, L.P., Prmeness n Module Category, Asan-European Journal of Mathematcs, 3(1) (010) Sanh., N.V., dan Asawasamrt, S., S., Ahmed, K.F.U., dan Thao, L.P., On Prme and Semprme Golde Modules, Asan-European Journal of Mathematcs, 4() (011) Sanh, N.V., Ahmed, K.F.U., dan Thao, L.P., On Semprme Modules wth Chan Condtons, Asan-European Journal of Mathematcs. Wsbauer, R., 1991, Foundatons of Module and Rng Theory, Gordon and Breach, Tokyo. Wsbauer, R., 1996, Modules and Algebras: Bmodule Structure and Group Actons on Lagebras, Addson Wesley Longman, Unted States of Amerca. K Semnar Nasonal Matematka dan Penddkan Matematka FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 01 MA - 4

SISTEM LINEAR MAX-PLUS KABUR WAKTU INVARIANT AUTONOMOUS

SISTEM LINEAR MAX-PLUS KABUR WAKTU INVARIANT AUTONOMOUS SISTEM LINEAR MAX-PLUS KABUR WAKTU INVARIANT AUTONOMOUS A8 M. Andy Rudhto 1 1 Program Stud Penddkan Matematka FKIP Unverstas Sanata Dharma Kampus III USD Pangan Maguwoharjo Yogyakarta 1 e-mal: arudhto@yahoo.co.d

Lebih terperinci

Dekomposisi Nilai Singular dan Aplikasinya

Dekomposisi Nilai Singular dan Aplikasinya A : Dekomposs Nla Sngular dan Aplkasnya Gregora Aryant Dekomposs Nla Sngular dan Aplkasnya Oleh : Gregora Aryant Program Stud Penddkan Matematka nverstas Wdya Mandala Madun aryant_gregora@yahoocom Abstrak

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai ring embedding dan faktorisasi. tunggal pada ring komutatif tanpa elemen kesatuan.

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai ring embedding dan faktorisasi. tunggal pada ring komutatif tanpa elemen kesatuan. BAB III PEMBAHASAN Pada bab n akan dbahas mengena rng embeddng dan faktorsas tunggal pada rng komutatf tanpa elemen kesatuan. A. Rng Embeddng Defns 3.1 (Malk et al. 1997: 318 Suatu rng R dkatakan embedded

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep dasar dari fungsi mayor dan fungsi

BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep dasar dari fungsi mayor dan fungsi BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR Pada bab n akan dbahas konsep-konsep dasar dar fungs mayor dan fungs mnor dar suatu fungs yang terdefns pada suatu nterval tertutup. Pendefnsan fungs mayor dan mnor tersebut

Lebih terperinci

SEMI RING POLINOM ATAS ALJABAR MAX-PLUS

SEMI RING POLINOM ATAS ALJABAR MAX-PLUS JMP : Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hal. 289-297 SEMI RING POLINOM ATAS ALJABAR MAX-PLUS Suroto Prod Matematka, Jurusan MIPA, Fakultas Sans dan Teknk Unverstas Jenderal Soedrman e-mal : suroto_80@yahoo.com

Lebih terperinci

Bab 1 Ruang Vektor. R. Leni Murzaini/0906577381

Bab 1 Ruang Vektor. R. Leni Murzaini/0906577381 Bab 1 Ruang Vektor Defns Msalkan F adalah feld, yang elemen-elemennya dnyatakansebaga skalar. Ruang vektor atas F adalah hmpunan tak kosong V, yang elemen-elemennya merupakan vektor, bersama dengan dua

Lebih terperinci

BAB III HASILKALI TENSOR PADA RUANG VEKTOR. Misalkan V ruang vektor atas lapangan F. Suatu transformasi linear f L ( V, F )

BAB III HASILKALI TENSOR PADA RUANG VEKTOR. Misalkan V ruang vektor atas lapangan F. Suatu transformasi linear f L ( V, F ) 28 BAB III HASILKALI TENSOR PADA RUANG VEKTOR III.1 Ruang Dual Defns III.1.2: Ruang Dual [10] Msalkan V ruang vektor atas lapangan F. Suatu transformas lnear f L ( V, F ) dkatakan fungsonal lnear (atau

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI GRAF GIR

DIMENSI PARTISI GRAF GIR Jurnal Matematka UNAND Vol. 1 No. 2 Hal. 21 27 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematka FMIPA UNAND DIMENSI PARTISI GRAF GIR REFINA RIZA Program Stud Matematka, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang Modul 1 Teor Hmpunan PENDAHULUAN Prof SM Nababan, PhD Drs Warsto, MPd mpunan sebaga koleks (pengelompokan) dar objek-objek yang H dnyatakan dengan jelas, banyak dgunakan dan djumpa dberbaga bdang bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Matematka dbag menjad beberapa kelompok bdang lmu, antara lan analss, aljabar, dan statstka. Ruang barsan merupakan salah satu bagan yang ada d bdang

Lebih terperinci

UJI PRIMALITAS. Sangadji *

UJI PRIMALITAS. Sangadji * UJI PRIMALITAS Sangadj * ABSTRAK UJI PRIMALITAS. Makalah n membahas dan membuktkan tga teorema untuk testng prmaltas, yatu teorema Lucas, teorema Lucas yang dsempurnakan dan teorema Pocklngton. D sampng

Lebih terperinci

BILANGAN RAMSEY SISI DARI r ( P, )

BILANGAN RAMSEY SISI DARI r ( P, ) Charul Imron dan dy Tr Baskoro, Blangan Ramsey Ss BILANGAN RAMSY SISI DARI r ( P, ) (Ramsey Number from the Sde r ( P, ) ) Charul Imron dan dy Tr Baskoro Jurusan Matemátca, FMIPA ITS Surabaya mron-ts@matematka.ts.ac.d

Lebih terperinci

GELANGGANG HEREDITER

GELANGGANG HEREDITER GELANGGANG HEREDITER TEDUH WULANDARI Departemen Matematka, Fakultas Matematka dan Imu Penetahuan Alam, Insttut Pertanan Boor Jl. Raya Pajajaran, Kampus IPB Baranansan, Boor, Indonesa Abstract. Tulsan n

Lebih terperinci

KAITAN ANTARA SUPLEMEN SUATU MODUL DAN EKSISTENSI AMPLOP PROYEKTIF MODUL FAKTORNYA DALAM KATEGORI σ[m]

KAITAN ANTARA SUPLEMEN SUATU MODUL DAN EKSISTENSI AMPLOP PROYEKTIF MODUL FAKTORNYA DALAM KATEGORI σ[m] KAITAN ANTARA SULEEN SUATU ODUL DAN EKSISTENSI ALO ROYEKTIF ODUL FAKTORNYA DALA KATEGORI σ[] Ftran urusan atematka FIA Unverstas Lamung l rofdr Soemantr Brojonegoro No1 Bandar Lamung Abstract Let be an

Lebih terperinci

PADA GRAF PRISMA BERCABANG

PADA GRAF PRISMA BERCABANG PELABELAN TOTAL SUPER (a, d)-busur ANTI AJAIB PADA GRAF PRISMA BERCABANG Achmad Fahruroz,, Dew Putre Lestar,, Iffatul Mardhyah, Unverstas Gunadarma Depok Program Magster Fakultas MIPA Unverstas Indonesa

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER LANJUT

ALJABAR LINIER LANJUT ALABAR LINIER LANUT Ruang Bars dan Ruang Kolom suatu Matrks Msalkan A adalah matrks mnatas lapangan F. Bars pada matrks A merentang subruang F n dsebut ruang bars A, dnotaskan dengan rs(a) dan kolom pada

Lebih terperinci

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM BAB X RUANG HASIL KALI DALAM 0. Hasl Kal Dalam Defns. Hasl kal dalam adalah fungs yang mengatkan setap pasangan vektor d ruang vektor V (msalkan pasangan u dan v, dnotaskan dengan u, v ) dengan blangan

Lebih terperinci

Bab 3. Teori Comonotonic. 3.1 Pengurutan Variabel Acak

Bab 3. Teori Comonotonic. 3.1 Pengurutan Variabel Acak Bab 3 Teor Comonotonc Pada bab n konsep teor comonotonc akan dpaparkan dar awal dan berakhr pada konsep teor n untuk jumlah dar peubah - peubah acak 1. Setelah tu untuk membantu pemahaman akan dberkan

Lebih terperinci

Sifat-sifat Operasi Perkalian Modular pada Graf Fuzzy

Sifat-sifat Operasi Perkalian Modular pada Graf Fuzzy SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 07 Sfat-sfat Operas Perkalan Modular pada raf Fuzzy T - 3 Tryan, ahyo Baskoro, Nken Larasat 3, Ar Wardayan 4,, 3, 4 Unerstas Jenderal Soedrman transr@yahoo.com.au

Lebih terperinci

APLIKASI PERKONGRUENAN DALAM MENYELESAIKAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA PEUBAH. Yuni Yulida dan Muhammad Ahsar K

APLIKASI PERKONGRUENAN DALAM MENYELESAIKAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA PEUBAH. Yuni Yulida dan Muhammad Ahsar K Jurnal Matematka Murn dan Terapan Vol. 3 No. Desember 009: 4-6 APLIKASI PERKONGRUENAN DALAM MENYELESAIKAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA PEUBAH Yun Yulda dan Muhammad Ahsar K Program Stud Matematka Unverstas

Lebih terperinci

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM Tut Susant, Mashad, Sukamto Mahasswa Program S Matematka Dosen Jurusan Matematka Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

Suprapto 1, Sri Wahyuni 2, Indah Emilia Wijayanti 2, Irawati 3

Suprapto 1, Sri Wahyuni 2, Indah Emilia Wijayanti 2, Irawati 3 JMEE olume I Nomor 2, Desember 211 MODU -INJEKTIE Surato 1, Sr Wahyun 2, Indah Emla Wjayant 2, Irawat 3 1 SM 1 Banguntaan, Bantul, Yogyakarta 1 Mahasswa S3 Matematka, Fakultas Matematka dan Ilmu engetahuan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH TEORI RING LANJUT MODUL NOETHER

TUGAS MATA KULIAH TEORI RING LANJUT MODUL NOETHER TUGAS ATA KULIAH TEORI RING LANJUT ODUL NOETHER Da Aresta Yuwagsh (/364/PPA/03489) Sebelumya, telah dketahu bahwa sebaga rg dega eleme satua memeuh sfat rata ak utuk deal-deal d. Apabla dpadag sebaga modul,

Lebih terperinci

JMP : Volume 5 Nomor 1, Juni 2013, hal SPEKTRUM PADA GRAF REGULER KUAT

JMP : Volume 5 Nomor 1, Juni 2013, hal SPEKTRUM PADA GRAF REGULER KUAT JMP : Volume 5 Nomor, Jun 03, hal. 3 - SPEKTRUM PD GRF REGULER KUT Rzk Mulyan, Tryan dan Nken Larasat Program Stud Matematka, Fakultas Sans dan Teknk Unerstas Jenderal Soedrman Emal : rzky90@gmal.com BSTRCT.

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Matematika & Matematika

Jurnal Pendidikan Matematika & Matematika Jurnal Penddkan Mateatka & Mateatka Syasah. (2011). Pengaruh Puasa Terhadap Konsentras Belajar Sswa. Jakarta: UIN Syarf Hdayatullah Jakarta. Thabrany, Hasbullah. (1995). Rahasa Sukses Belajar. Jakarta:

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM LINEAR MAX-PLUS INVARIANT PADA SISTEM PRODUKSI TEMPE SUPER DANGSUL DI YOGYAKARTA

APLIKASI SISTEM LINEAR MAX-PLUS INVARIANT PADA SISTEM PRODUKSI TEMPE SUPER DANGSUL DI YOGYAKARTA APLIKASI SISTEM LINEAR MAX-PLUS INVARIANT PADA SISTEM PRODUKSI TEMPE SUPER DANGSUL DI YOGYAKARTA A7 Hendra Lstya Kurnawan 1, Musthofa 2 1 Mahasswa Program Stud Matematka Jurusan Penddkan Matematka FMIPA

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 33-40, April 2001, ISSN : KLASIFIKASI INTERAKSI GELOMBANG PERMUKAAN BERTIPE DUA SOLITON

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 33-40, April 2001, ISSN : KLASIFIKASI INTERAKSI GELOMBANG PERMUKAAN BERTIPE DUA SOLITON JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No., 33-40, Aprl 00, ISSN : 40-858 KLASIFIKASI INTERAKSI GELOMBANG PERMUKAAN BERTIPE DUA SOLITON Sutmn dan Agus Rusgyono Jurusan Matematka FMIPA UNDIP Abstrak Pada

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI AJAIB SUPER PADA GRAF CORONA-LIKE UNICYCLIC

PELABELAN TOTAL SISI AJAIB SUPER PADA GRAF CORONA-LIKE UNICYCLIC PELABELAN TOTAL SISI AJAIB SUPER PADA GRAF CORONA-LIKE UNICYCLIC Kurnawan *, Rolan Pane, Asl Srat Mahasswa Program Stud S Matematka Dosen Jurusan Matematka Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

TRANSITIF KLOSUR DARI GABUNGAN DUA RELASI EKUIVALENSI PADA SUATU HIMPUNAN DENGAN STRUKTUR DATA DINAMIS

TRANSITIF KLOSUR DARI GABUNGAN DUA RELASI EKUIVALENSI PADA SUATU HIMPUNAN DENGAN STRUKTUR DATA DINAMIS TRANSITIF KLOSUR DARI PADA SUATU HIMPUNAN Sukmawat Nur Endah Program Stud Ilmu Komputer Jurusan Matematka FMIPA UNDIP Jl. Prof. H. Soedarto, S.H, Semarang 5275 Abstract. A relaton R on set A s an equvalence

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI TAK BERATURAN PADA GRAF GABUNGAN BIPARTIT LENGKAP

PELABELAN TOTAL SISI TAK BERATURAN PADA GRAF GABUNGAN BIPARTIT LENGKAP JMP : Volume 1 Nomor 2, Oktober 2009 PELABELAN TOTAL SISI TAK BERATURAN PADA GRAF GABUNGAN BIPARTIT LENGKAP Tryan dan Nken Larasat Fakultas Sans dan Teknk, Unverstas Jenderal Soedrman Purwokerto, Indonesa

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA Dstrbus Bnomal Msalkan dalam melakukan percobaan Bernoull (Bernoull trals) berulang-ulang sebanyak n kal, dengan kebolehjadan sukses p pada tap percobaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

Sistem Kriptografi Stream Cipher Berbasis Fungsi Chaos Circle Map Dengan Pertukaran Kunci Diffie-Hellman

Sistem Kriptografi Stream Cipher Berbasis Fungsi Chaos Circle Map Dengan Pertukaran Kunci Diffie-Hellman SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Sstem Krptograf Stream Cpher Berbass Fungs Chaos Crcle Map Dengan Pertukaran Kunc Dffe-Hellman A-6 Muh. Fajryanto 1,a), Aula Kahf 2,b), Vga Aprlana

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP INKLUSI EKSKLUSI

BAB 3 PRINSIP INKLUSI EKSKLUSI BAB 3 PRINSIP INKLUSI EKSKLUSI. Tentukan banyak blangan bulat dar sampa dengan 0.000 yang tdak habs dbag 4, 6, 7 atau 0. Jawab: Msal: S = {, 2, 3, 4, 5,..., 0.000} a = {sfat habs dbag 4} a 2 = {sfat habs

Lebih terperinci

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan suatu metode yang dgunakan untuk menganalss hubungan antara dua atau lebh varabel. Pada analss regres terdapat dua jens varabel yatu

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

Bab 3 Analisis Ralat. x2 x2 x. y=x 1 + x 2 (3.1) 3.1. Menaksir Ralat

Bab 3 Analisis Ralat. x2 x2 x. y=x 1 + x 2 (3.1) 3.1. Menaksir Ralat Mater Kulah Ekspermen Fska Oleh : Drs. Ishaft, M.S. Program Stud Penddkan Fska Unverstas Ahmad Dahlan, 07 Bab 3 Analss Ralat 3.. Menaksr Ralat Msalna suatu besaran dhtung dar besaran terukur,,..., n. Jka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK BAB IV PEMBAASAN ASIL PENELITIAN PENGARU PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK TERADAP ASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI POKOK KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA A. Deskrps Data asl Peneltan.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE SINGULAR VALUE DECOMPOSITION(SVD) PADA SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS

APLIKASI METODE SINGULAR VALUE DECOMPOSITION(SVD) PADA SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS Vol No Jurnal Sans Teknolog Industr APLIKASI METODE SINGULAR VALUE DECOMPOSITION(SVD) PADA SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS Ftr Aryan Dew Yulant Jurusan Matematka Fakultas Sans Teknolog UIN SUSKA Rau Emal:

Lebih terperinci

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7 ANGKAAN AUS SEAAH (DC). Arus Searah (DC) Pada rangkaan DC hanya melbatkan arus dan tegangan searah, yatu arus dan tegangan yang tdak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaan DC melput: ) batera ) hambatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Teor Hmpunan Dr. Subanar K PENDHULUN arena banyak karakterstk dar masalah probabltas dapat dnyatakan secara formal dan dmodelkan secara rngkas dengan menggunakan notas hmpunan elementer, maka pertama-tama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusa dlahrkan ke duna dengan ms menjalankan kehdupannya sesua dengan kodrat Illah yakn tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, berart setap nsan harus

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Neger 3 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n yatu seluruh sswa kelas VIII SMP Neger 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 0/03 yang

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN AKURASI GABUNGAN METODE FUNGSI WALSH DAN MULTIGRID UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM LINEAR

EFISIENSI DAN AKURASI GABUNGAN METODE FUNGSI WALSH DAN MULTIGRID UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM LINEAR EFISIENSI DAN AKURASI GABUNGAN METODE FUNGSI WALSH DAN MULTIGRID UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM LINEAR Masduk Jurusan Penddkan Matematka FKIP UMS Abstrak. Penyelesaan persamaan ntegral

Lebih terperinci

MENCERMATI BERBAGAI JENIS PERMASALAHAN DALAM PROGRAM LINIER KABUR. Mohammad Asikin Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Abstrak

MENCERMATI BERBAGAI JENIS PERMASALAHAN DALAM PROGRAM LINIER KABUR. Mohammad Asikin Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Abstrak JURAL MATEMATIKA DA KOMUTER Vol. 6. o., 86-96, Agustus 3, ISS : 4-858 MECERMATI BERBAGAI JEIS ERMASALAHA DALAM ROGRAM LIIER KABUR Mohammad Askn Jurusan Matematka FMIA UES Abstrak Konsep baru tentang hmpunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

Matematika Eigenface Menggunakan Metrik Euclidean

Matematika Eigenface Menggunakan Metrik Euclidean Matematka Egenface Menggunakan Metrk Eucldean 6 Ben Utomo Sekolah ngg eknolog Bontang, Indonesa Abstract Salah satu sstem pengenalan wajah (face recognton) adalah metode egenface. Metode n bekerja dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak d Jl. Gn. Tanggamus Raya Way Halm, kota Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia)

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia) PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Stud Kasus pada Data Inflas Indonesa) Putr Noorwan Effendy, Amar Sumarsa, Embay Rohaet Program Stud Matematka Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Pola Kecenderungan Penempatan Kunci Jawaban Pada Soal Tipe-D Melengkapi Berganda. Oleh: Drs. Pramono Sidi

LAPORAN PENELITIAN. Pola Kecenderungan Penempatan Kunci Jawaban Pada Soal Tipe-D Melengkapi Berganda. Oleh: Drs. Pramono Sidi LAPORAN PENELITIAN Pola Kecenderungan Penempatan Kunc Jawaban Pada Soal Tpe-D Melengkap Berganda Oleh: Drs. Pramono Sd Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam Me 1990 RINGKASAN Populas yang dambl

Lebih terperinci

Pembayaran harapan yang berkaitan dengan strategi murni pemain P 2. Pembayaran Harapan bagi Pemain P1

Pembayaran harapan yang berkaitan dengan strategi murni pemain P 2. Pembayaran Harapan bagi Pemain P1 Lecture : Mxed Strategy: Graphcal Method A. Metode Campuran dengan Metode Grafk Metode grafk dapat dgunakan untuk menyelesakan kasus permanan dengan matrks pembayaran berukuran n atau n. B. Matrks berukuran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. sistem statis dan sistem fuzzy. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Aziz (1996).

2 TINJAUAN PUSTAKA. sistem statis dan sistem fuzzy. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Aziz (1996). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stud Yang Terkat Peneltan n mengacu pada jurnal yang dtuls oleh Khang, dkk.(1995). Dalam peneltannya, Khang, dkk membandngkan arus lalu lntas yang datur menggunakan sstem stats dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pengumpulan Data Data yang dgunakan dalam peneltan n data sekunder yang dperoleh dar rujukan utama jurnal Fuzzy Condtonal Probablty elatons and ther Applcatons n Fuzzy Informaton

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan n adalah peneltan quas expermental dengan one group pretest posttest desgn. Peneltan n tdak menggunakan kelas pembandng namun sudah menggunakan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 0 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB V STATISTIKA Dra.Hj.Rosdah Salam, M.Pd. Dra. Nurfazah, M.Hum. Drs. Latr S, S.Pd., M.Pd. Prof.Dr.H. Pattabundu, M.Ed. Wdya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas 9 BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3. Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan n d laksanakan d Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. Gorontalo pada kelas VIII. Waktu peneltan dlaksanakan pada semester ganjl, tahun ajaran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MODEL

BAB IV PEMBAHASAN MODEL BAB IV PEMBAHASAN MODEL Pada bab IV n akan dlakukan pembuatan model dengan melakukan analss perhtungan untuk permasalahan proses pengadaan model persedaan mult tem dengan baya produks cekung dan jont setup

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI QR TUGAS AKHIR

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI QR TUGAS AKHIR PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI QR TUGAS AKHIR Dajukan sebaga Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sans pada Jurusan Matematka Oleh : IIS ERIANTI

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ALGORITMA PELABELAN PSEUDO EDGE-MAGIC. memiliki derajat maksimum dan tidak ada titik yang terisolasi. Jika n i adalah

KAJIAN DAN ALGORITMA PELABELAN PSEUDO EDGE-MAGIC. memiliki derajat maksimum dan tidak ada titik yang terisolasi. Jika n i adalah BAB III KAJIAN DAN ALGORITMA PELABELAN PSEUDO EDGE-MAGIC III. Batas Bawah Magc Number pada Pelabelan Total Pseudo Edge-Magc Teorema 3.. Anggap G = (,E) adalah sebuah graf dengan n-ttk dan m-ss dan memlk

Lebih terperinci

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) IV. PEMBAHASAN

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) IV. PEMBAHASAN 8 IV PEMBAHASAN 4 Aum Berkut n aum yang dgunakan dalam memodelkan permanan a Harga paar P ( merupakan fung turun P ( kontnu b Fung baya peruahaan- C ( fung baya peruahaan- C ( merupakan fung nak C ( C

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4. PENGUJIAN PENGUKURAN KECEPATAN PUTAR BERBASIS REAL TIME LINUX Dalam membuktkan kelayakan dan kehandalan pengukuran kecepatan putar berbass RTLnux n, dlakukan pengujan dalam

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PROBABILITAS

KONSEP DASAR PROBABILITAS KONSEP DASAR PROBABILITAS TI2131 TEORI PROBABILITAS MINGGU KE-3 & KE-4 1 Defns 1 Probabltas dar sebuah kejadan A adalah jumlah bobot dar tap ttk sampel yang termasuk dalam A. Selanjutnya: 0 < P(A) < 1,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Pada peneltan n, penuls memlh lokas d SMA Neger 1 Bolyohuto khususnya pada sswa kelas X, karena penuls menganggap bahwa lokas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1. Kerangka Pemkran Peneltan BRI Unt Cbnong dan Unt Warung Jambu Uraan Pekerjaan Karyawan Subyek Analss Konds SDM Aktual (KKP) Konds SDM Harapan (KKJ) Kuesoner KKP Kuesoner KKJ la

Lebih terperinci

BAB V INTEGRAL KOMPLEKS

BAB V INTEGRAL KOMPLEKS 6 BAB V INTEGRAL KOMPLEKS 5.. INTEGRAL LINTASAN Msal suatu lntasan yang dnyatakan dengan : (t) = x(t) + y(t) dengan t rl dan a t b. Lntasan dsebut lntasan tutup bla (a) = (b). Lntasan tutup dsebut lntasan

Lebih terperinci

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a Lecture 2: Pure Strategy A. Strategy Optmum Hal pokok yang sesungguhnya menad nt dar teor permanan adalah menentukan solus optmum bag kedua phak yang salng bersang tersebut yang bersesuaan dengan strateg

Lebih terperinci

PENGAMANAN PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI ELGAMAL ATAS GRUP PERGANDAAN Zp*

PENGAMANAN PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI ELGAMAL ATAS GRUP PERGANDAAN Zp* SKRIPSI PENGAMANAN PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI ELGAMAL ATAS GRUP PERGANDAAN Zp* Sebaga salah satu syarat untuk memperoleh derajat S-1 Program Stud Matematka pada Jurusan Matematka Dsusun

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN KETUNGGALAN SOLUSI HARGA OPSI EROPA

EKSISTENSI DAN KETUNGGALAN SOLUSI HARGA OPSI EROPA Prosdng Semnar Nasonal Peneltan, Penddkan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Unverstas Neger Yogyakarta, 6 Me 009 EKSISTENSI DAN KETUNGGALAN SOLUSI HARGA OPSI EROPA SUTRIMA zutrma@yahoo.co.d Jurusan Matematka

Lebih terperinci

II. TEORI DASAR. Definisi 1. Transformasi Laplace didefinisikan sebagai

II. TEORI DASAR. Definisi 1. Transformasi Laplace didefinisikan sebagai II. TEORI DASAR.1 Transormas Laplace Ogata (1984) mengemukakan bahwa transormas Laplace adalah suatu metode operasonal ang dapat dgunakan untuk menelesakan persamaan derensal lnear. Dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA BAB ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA.1 Pendahuluan Pada sstem tga fasa, rak arus keluaran nverter pada beban dengan koneks delta dan wye memlk hubungan yang

Lebih terperinci

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL Analss sumbangan sektor-sektor ekonom d Bal terhadap pembangunan ekonom nasonal bertujuan untuk mengetahu bagamana pertumbuhan dan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan Pada bab n akan dbahas mengena penyelesaan masalah ops real menggunakan pohon keputusan bnomal. Dalam menentukan penlaan proyek, dapat dgunakan beberapa metode d antaranya dscounted cash flow (DF). DF

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah ini

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah ini BAB III METODE PENELITIAN A. Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan berbass masalah n adalah metode pengembangan atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

V ANALISIS VARIABEL MODERASI DAN MEDIASI

V ANALISIS VARIABEL MODERASI DAN MEDIASI Solmun Program Stud Statstka FMIPA UB 31 V ANALISIS VARIABEL MODERASI DAN MEDIASI A. Pengertan Varabel Moderas Varabel Moderas adalah varabel yang bersfat memperkuat atau memperlemah pengaruh varabel penjelas

Lebih terperinci

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN TRAIL EULER MINIMAL DI DALAM GRAF BERARAH YANG TERBOBOTI. Bandung

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN TRAIL EULER MINIMAL DI DALAM GRAF BERARAH YANG TERBOBOTI. Bandung Eds Jun 211 Volume V No. 1-2 ISSN 1979-8911 RAIL EULER MINIMAL DI DALAM GRAF BERARAH YANG ERBOBOI St Julaeha 1, Murtnngrum 2, Rda Novrda 3, Endang Retno Nugroho 4 1 Dosen Jurusan Matematka, Fakultas Sans

Lebih terperinci

BAB III MODUL INJEKTIF

BAB III MODUL INJEKTIF BAB III ODUL INJEKTIF Bab n adalah bab yang palng pentng arena bab n bers mula dar hal-hal dasar mengena modul njet sampa sat-sat stmewanya yang tda dml oleh modul lan yang tda njet, yang merupaan ous

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

Pendeteksian Data Pencilan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Diagnostik

Pendeteksian Data Pencilan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Diagnostik Pendeteksan Data Penclan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Dagnostk Sally Indra 1, Dod Vonanda, Rry Srnngsh 3 1 Student of Mathematcs Department State Unversty of Padang,

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS Resa Septan Pontoh Departemen Statstka Unverstas Padjadjaran resa.septan@unpad.ac.d ABSTRAK.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan yang dgunakan adalah peneltan pengembangan yang bertujuan membuat suatu produk dan duj kelayakannya. B. Metode Pengembangan Peneltan n menggunakan

Lebih terperinci

I. PENGANTAR STATISTIKA

I. PENGANTAR STATISTIKA 1 I. PENGANTAR STATISTIKA 1.1 Jens-jens Statstk Secara umum, lmu statstka dapat terbag menjad dua jens, yatu: 1. Statstka Deskrptf. Statstka Inferensal Dalam sub bab n akan djelaskan mengena pengertan

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah jarngan terdr dar sekelompok node yang dhubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jens arus tertentu berkatan dengan setap busur. Notas standart untuk menggambarkan sebuah jarngan

Lebih terperinci