BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone Sebelum menguraikan hasil penelitian tentang Strategi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Membentuk Integritas Diri Peserta didik di Madrasah Tsanwiyah Cina Kabupaten Bone, terlebih dahulu dipaparkan secara singkat gambaran umum Madrasah Tsanawiyah yang dimaksud. Madrasah Tsanawiyah Cina didirikan pada tanggal 1 Januari 1971, di Desa Tanete Harapan Kecamatan Cina Kabupaten Bone, dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM) Sampai sekarang (2011) status madrasah tersebut adalah madrasah swasta. Inisiator/penggagas pendirian Madrasah Tsanawiyah ini adalah tokoh masyarakat di lingkup kecamatan Cina pada umumnya, dan tokoh masyarakat Desa Tanete Harapan khususnya. Pelopor utamanya adalah seorang tokoh yang bernama KH. Abdul Khalid (alm) yang sekaligus menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Cina pada waktu itu. Konsep dasar yang melatarbelakangi ide pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina adalah kecemasan tokoh masyarakat terhadap realita banyaknya anak-anak putus sekolah dalam usia yang masih relatif muda. Hal tersebut disebabkan, karena belum ada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan yang sederajat di desa tersebut. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang dapat gunakan untuk melanjutkan pendidikan sangat jauh dari jangkauan, sehingga orang tua merasa khawatir untuk menyekolahkan anak-anaknya. Seorang tokoh pendiri madrasah ( Word to PDF Converter - Unregistered )

2 yang diwawancarai mengatakan; Pada dasarnya ide pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina ini, untuk mengantisipasi anak-anak yang tamat sekolah dasar (SD) agar tetap melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pada waktu itu, sekolah lanjutan pertama yang merupakan tempat untuk melanjutkan pendidikan setelah tamat SD, sangat jauh dari jangkauan. Ditambah lagi, sarana transportasi yang sangat susah mengakibatkan banyak diantara orang tua memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan anak-anaknya. Atas dasar itulah, maka madrasah ini didirikan. Keterangan di atas, dapat dipahami bahwa pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina, merupakan semangat untuk mewujudkan masyarakat yang berpendidikan. Hal tersebut mengandung pengertian, bahwa dalam rangka mewujudkan cita-cita Tujuan Pendidikan Nasional yang berimplikasi terhadap kemajuan dan perkembangan masyarakat serta bangsa, maka lembaga pendidikan mutlak diperlukan. Masa awal berdirinya Madrasah Tsanawiyah Cina, bukan tanpa kendala dan rintangan, melainkan penuh tantangan dan perjuangan yang sangat berat. Hal tersebut disebabkan, karena pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina, bukan atas inisatif dan instruksi dari pemerintah, melainkan atas dorongan dan kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya suatu ilmu dan pendidikan. Sehingga, segala sesuatu mulai dari pengadaan tempat (lokasi), sarana dan prasarana pendidikan, sampai kepada pengadaan guru, semua diprakarsai oleh masyarakat. Situasi tersebut, dikemukakan oleh H. Abdul Majid sebagai berikut; Pada tahun 1971, ketika madrasah ini akan didirikan, kendala pertama yang kami hadapi adalah tidak adanya lokasi/tempat. Akan tetapi, karena niat dan semangat dari para tokoh masyarakatyang begitu tinggi, akhirnya KH. Abdul Khalid (alm) mewakafkan sebidang tanah miliknya dengan luas 888 m 2. Setelah adanya tanah yang diwakafkan oleh KH. Abdul Khalid (alm), tidak serta-merta bangunan madrasah langsung didirikan, oleh karena dana yang dimiliki

3 pada waktu itu tidak mencukupi. Walaupun demikian, kegiatan pembelajaran telah mulai dilaksanakan, dengan menempati lokasi sementara di bawah kolong rumah KH. Abdul Khalid (alm). Jumlah peserta didik pada masa itu hanya 17 orang, sedangkan jumalah guru hanya 4 orang. Kegiatan belajar mengajar seperti ini berlangsung hingga tahun Setelah bangunan madrasah dapat dioperasionalkan pada tahun 1974, dan Kepala Madrasah dijabat oleh H. Abd. Fattah (alm), mulailah madrasah tersebut mengalami perkembangan sedikit demi sedikit. Baik dari jumlah peserta didik, maupun bangunan dan jumlah guru. Pada tahun 1980 ketika pemerintah Kabupaten Bone (dalam hal ini Kepala Kantor Departemen Agama DEPAG Kabupaten Bone) menetapkan Kepala Madrasah defenitif dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Marasah Tsanawiyah Cina, animo masyarakat semakin meningkat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di madrasah tersebut. Sehingga terjadi kemajuan yang cukup signifikan yang dialami oleh madrasah. Pada awal tahun 1990-an sampai tahun 2003, ketika Madrasah Tsanawiyah Cina dikendalikan oleh Hj. Sitti Maryam Mappa, perkembangan madrasah semakin terasa. Jumlah peserta didik makin meningkat, sementara guru-guru dari sekolah lain banyak datang di Madrasah Tsanawiyah Cina untuk mengabdikan diri. Peserta didik tidak hanya berasal dari lingkup desa Tanete Harapan saja, tetapi banyak pula yang berasal dari desa-desa sekitarnya, seperti Desa Lompu, Desa Abbumpungeng, Desa Kessi, Desa Arasoe. Setelah era kepemimpinan Hj. Sitti Maryam Mappa berakhir pada tahun 2003, Madrasah Tsanawiyah Cina kemudian dikendalikan oleh Hj. Sitti Aisyah. Di

4 bawah kendali Hj. Sitti Aisyah, Madrasah Tsanawiyah Cina kurang menunjukkan perkembangan khususnya dalam hal jumlah peserta didik. Salah satu hal yang menyebabkan karena anak-anak yang telah tamat Sekolah Dasar (SD), lebih tertarik untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Nageri 2 Cina, yang tidak jauh dari lokasi Madrasah Tsanawiyah Cina. Berakhirnya era kepemimpinan Hj. Sitti Aisyah, pada tahun 2008 karena masa pensiun, jabatan Kepala Madrasah dipegang oleh Muh. Agus, sampai masa sekarang ini. Jadi secara formal, pergantian Kepala Madrasah di Madrasah Tsanawiyah Cina, telah terjadi sebanyak lima kali, yakni; 1. KH. Abdul Khalid (periode tahun ) 2. H. Abdul Fattah (periode tahun ) 3. Hj. Sitti Maryam Mappa (periode ) 4. Hj. Sitti Aisyah (periode ) 5. Muh. Agus (periode 2008 sampai saat sekarang) Kepemimpinan Muh. Agus, melalui program yang telah dirancang dan dilaksanakannya, menarik minat orang tua begitu juga peserta didik. Sehingga, jumlah peserta didik mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berikut dipaparkan keadaan peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Tahun Pelajaran 2006/2007 sampai dengan tahun pelajaran 2010/2011. Tabel I Keadaan Peserta Didik Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone Tahun Pelajaran

5 No Tahun Pelajaran Jumlah Peserta Didik Jumlah Kelas VII Kelas VIII Kelas IX / / / / / Tabel di atas menunjukkan bahwa, sejak jabatan Kepala Madrasah dipegang oleh Muh. Agus, terjadi peningkatan jumlah peserta didik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa program yang direncanakan oleh Muh. Agus, menarik minat orang tua dan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone. Salah satu aspek yang mendapat perhatian serius dari Kepala Madrasah adalah aspek moralitas peserta didik. Sebagai Kepala Madrasah, Muh. Agus menghimbau kepada semua komponen madrasah agar bekerja secara maksimal untuk membentuk moralitas peserta didik ke arah yang lebih baik. Usaha ke arah tersebut dilakukan baik dalam proses pembelajaran di madrasah, maupun melalui keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Strategi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone Telah dijelaskan pada bab sebelumnya (bab II) bahwa, terdapat beberapa istilah dalam dunia pendidikan, terkadang dimaknai dan diinterpretasikan dalam arti yang sama. Baik dalam tataran konsep (teori), begitupun dalam praktek dan realisasinya di lapangan. Padahal, istilah-istilah tersebut mempunyai arti, fungsi,

6 dan karakteristik tersendiri. Istilah yang dimaksud adalah pendekatan, strategi, metode, teknis, dan taktik dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran menurut Wina Sanjaya diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap proses pembelajaran. Atas dasar pendapat tersebut, maka strategi dan metode yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, tergantung dari pendekatan yang telah di tetapkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu bentuk pandangan yang dibangun untuk memberikan kemudahan bagi para pendidik atau guru dalam merealisasikan pentransferan ilmu, sikap, serta nilai-nilai kepada peserta didik. Pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan, diperlukan sebuah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang akan dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Inilah yang dinamakan dengan strategi. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Cina, guru Sejarah Kebudayaan Islam sebelum menyampaikan materi pelajaran tentang kepemimpinan U<mar bin Abdul Az{i<s pada masa pemerintahannya, terlebih dahulu menetapkan pendekatan pembelajaran kontekstual. Setelah itu, guru menyampaikan materi pelajaran melalui metode ceramah dan tanya jawab. Agar sikap, sifat, dan keteladanan U<mar bin Abdul Az{i<s dapat dicontoh oleh peserta didik, maka guru di akhir pembelajaran, memberikan dorongan motivasi kepada peserta didik agar berusaha mencontoh, dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku U<mar bin Abdul Az{i<s dalam kehidupan mereka sehari-hari. J.R. David sebagaimana dikutip oleh Wina Sanjaya mengatakan bahwa strategi adalah a plan, method, or series of activities designed to activies a

7 particular educational goal. Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Sehubungan dengan contoh tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh guru adalah menjadikan siswa mencontohi sikap keteladanan U<mar bin Abdul az{i<s dalam kehidupan sehari-hari. Bila dicermati secara seksama, terdapat dua hal yang terkandung dalam sebuah strategi. Pertama; strategi mengandung serangkaian kegiatan (rencana tindakan) yang dapat meliputi penggunaan dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran. Kedua; strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Atas dasar tersebut, maka strategi bukan merupakan sesuatu yang given (mutlak tidak bisa berubah), akan tetapi strategi bersifat elastis yang senantiasa berkembang dan berubah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai rancangan usaha yang dilakukan oleh guru agar proses pembelajaran menjadi lancar dan tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal. Adapun metode pembelajaran adalah cara atau langkah yang digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep, dan prinsip-prinsip tertentu. Dapat pula diartikan bahwa metode adalah alat atau cara-cara tertentu yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah direncanakan. Metode dalam pembelajaran, terdiri atas berbagai macam dan jenis. Ada metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, karyawisata, penugasan, dan pemecahan masalah. Metode-metode tersebut, memiliki kelemahan dan kekurangan masing-masing.

8 Sementara teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara untuk mengefektif dan mengefesienkan metode ceramah adalah memperhatikan situasi dan kondisi yang tepat apakah di pagi ataukah di siang hari. Sedangkan taktik pembelajaran adalah gaya atau aksi seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Jadi taktik lebih bersifat individual, bergantung terhadap tingkat daya seni dan kreativitas seorang guru. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa langkah awal yang harus dilakukan oleh guru sebelum menyampaikan materi pelajaran yang akan diajarkannya adalah, menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan. Setelah menetapkan pendekatan yang akan digunakan, langkah selanjutnya adalah merancang strategi. Strategi yang telah dirancang dipilihkan metode yang tepat untuk mengimplementasikannya. Selanjutnya, agar metode menjadi produktif, maka diperlukan teknik sehingga metode berjalan seefektif dan seefesien mungkin, Sementara taktik dikembalikan ke masing-masing guru untuk melakukannya. Meskipun terdapat perbedaan arti dan fungsi dari masing-masing istilah kegiatan pembelajaran tersebut, akan tetapi, aplikasinya dalam proses pembelajaran, dilakukan secara bersama-sama. Hal tersebut disebabkan karena masing-masing kegiatan merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran. Menafikan salah satu unsur kegiatan pembelajaran, akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus pembahasan adalah strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dilakukan oleh guru Madarsah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone dalam membentuk integritas diri peserta didik.

9 Sehubungan dengan hal tersebut, Jumardi Ahmad mengemukakan bahwa; Dalam membentuk integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina ini, sebagai guru Sejarah Kebudayaan Islam, strategi yang pertama-tama saya terapkan adalah menanamkan pengetahuan yang mendalam tentang materi Sejarah Kebudayaan Islam kepada peserta didik. Untuk melakukan hal tersebut, di dalam melakukan proses pembelajaran kepada peserta didik, saya menggunakan beberapa metode mengajar seperti ceramah, Tanya jawab, diskusi, demonstrasi, dan lain-lain. Tergantung karakteristik materi pelajaran yang akan disajikan. Sementara itu, pendapat yang hampir sama dikemukankan oleh Firdaus yang mengatakan bahwa; Strategi pembelajaran yang saya terapkan agar peserta didik termotivasi untuk belajar Sejarah Kebudayaan Islam, sehingga memiliki pengetahuan yang mendalam, maka saya menerapkan beberapa metode mengajar dalam setiap jam pembelajaran. Metode mengajar tidak hanya terpaku pada metode ceramah saja, karena karakteristik materi pelajaran dan peserta didik yang berbeda-beda. Kedua keterangan yang dikemukakan di atas, tampak dengan jelas bahwa strategi awal yang dilakukan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina dalam membentuk integritas diri peserta didik, adalah menanamkan pengetahuan yang mendalam tentang Sejarah Kebudayaan Islam kepada peserta didik. Untuk melakukan kegiatan tersebut, guru dalam kegiatan pembelajarannya, mengkolaborasikan beberapa metode mengajar disetiap materi pelajaran yang disajikan. Berdasarkan hasil observasi/pengamatan selama di lokasi penelitian, ditemukan tiga tahapan strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dilakukan guru untuk menanamkan pengetahuan yang mendalam agar dapat membentuk integritas diri peserta didik. Tahapan-tahapan tersebut adalah; Pertama, Strategi yang dilakukan pada masa sebelum dan ketika materi pembelajaran berlangsung. Strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan aspek

10 kognitif peserta didik; Kedua, Strategi yang dilakukan di akhir jam pembelajaran. Strategi ini dimaksudkan membentuk aspek afektif dan kognitif peserta didik; ketiga, Strategi yang dilakukan di luar jam pembelajaran (strategi lapangan). Strategi ini dimaksudkan untuk memacu aspek motorik peserta didik. a. Strategi yang Dilakukan Guru Sejarah Kebudayaan Islam Sebelum dan Ketika Materi Pembelajaran Berlangsung Pada tahapan ini, strategi yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam yaitu; pertama, guru sebelum masuk ruangan atau kelas untuk memaparkan materi pelajaran yang akan diajaran kepada peserta didik, terlebih dahulu menyiapkan rancangan pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Selain itu, guru juga berusaha menata ruangan dan tempat duduk peserta didik, membentuk kelompok-kelompok, dalam rangka menyesuaikan metode yang akan digunakan. Berkaitan dengan kegiatan tersebut, Muh. Agus, Kepala Madrasah Tsanawiyah Cina menuturkan; Sebagai Kepala Madrasah, yang diamanahi tugas dan tanggung jawab dalam rangka kelancaran terhadap proses belajar mengajar di madrasah ini, saya memang menghimbau kepada setiap guru agar mempersiapkan diri secara matang. Baik menyangkut keterampilan mengajar, kesiapan materi pelajaran, penguasaan terhadap materi pelajaran, maupun unsur-unsur pembelajaran lainnya agar diperhatikan secara serius sebelum mereka masuk ke dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran. Termasuk kegiatan membuat rancangan pembelajaran (RPP) menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi setiap guru. Apa yang disampaikan oleh Muh. Agus tersebut, dibenarkan oleh Firdaus dengan mengatakan bahwa; Menyiapkan rancangan pembelajaran (RPP) merupakan hal yang wajib dilakukan oleh guru karena perintah langsung kepala sekolah. Di samping itu, guru-guru juga dituntut menguasai materi pelajaran, memperbaiki

11 keterampilan mengajar, serta memberi panutan yang baik terhadap siswa. Persiapan matang yang dilakukan oleh guru, baik menyangkut keterampilan mengajar, maupun penguasaan materi pelajaran, sangat berdampak terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Karena guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, tidak akan mungkin teraplikasi dengan baik tanpa persiapan yang matang dari guru. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi peserta didik yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manajer of learning). Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Berkaitan dengan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam sebagaimana dijelaskan di atas, ternyata dapat memancing minat dan motivasi belajar peserta didik. Burhanuddin, peserta didik yang diwawancarai mengatakan; Salah satu yang menjadi motivasi kami berminat untuk belajar Sejarah kebudayaan Islam, adalah cara guru dalam menyampaikan materi pelajaran sangat menyenangkan. Guru dalam menyampaikan materi tidak hanya berceramah saja, tetapi juga membentuk kelompok-kelompok diskusi di antara kami. Bahkan kadang-kadang kami diminta untuk melakukan drama di depan teman-teman yang lain. Sementara itu, Andi Nurmayani, peserta didik kelas IX mengatakan bahwa; Kita merasa senang belajar Sejarah Kebudayaan Islam karena guru yang mengajar betul-betul menguasai materi pelajaran. Selain itu, metode diskusi yang selalu dilakukan guru, membuat kita merasa pintar karena diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat kepada teman-teman yang lain. Pernyataan tersebut, mengindikasikan bahwa penguasaan materi dan penggunaan metode yang bervarisi dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan

12 guru, berpengaruh terhadap semangat, minat dan motivasi belajar peserta didik. Semangat, minat, dan motivasi belajar tinggi dalam diri peserta didik, tentu berdampak positif terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kedua, strategi guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina dalam membentuk integritas diri para peserta didiknya adalah memperhatikan serta mempertimbangkan keadaan peserta didik. Peserta didik adalah organisme yang unik, berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan peserta didik adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya. Akan tetapi, tempo dan irama perkembangan masing-masing peserta didik pada setiap aspek tidak selalu sama. Oleh karena itu, dalam rangka pembentukan integritas diri seorang peserta didik, guru harus memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan peserta didik tersebut. Keadaan peserta didik yang dimaksudkan adalah meliputi aspek latar belakang, keadaan keluarga, keadaan emosi peserta didik, dan sifat-sifat yang dimiliki. Dunkin mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek peserta didik, meliputi aspek latar belakang peserta didik (pupil formative experiences) dan faktor sifat yang dimiliki peserta didik (pupil properties). Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat sosial ekonomi, serta keadaan keluarga peserta didik. Sedangkan yang meliputi sifat yang dimiliki peserta didik, adalah kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Harus diakui bahwa setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Peserta didik yang berkemampuan tinggi, biasanya ditunjukkan oleh motivasi dan semangat yang tinggi, perhatian, serta keseriusan dalam belajar. Sebaliknya, peserta

13 didik yang tergolong dalam kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, dan tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran. Perbedaan-perbedaan seperti itu, menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan dan pengelompokan peserta didik, maupun perlakuan guru dalam menyesuaikan strategi pembelajaran. Sikap dan penampilan peserta didik di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang bisa mempengaruhi strategi pembelajaran. Dalam satu ruangan/kelas, kadangkala ditemukan peserta didik yang sangat aktif, dan ada pula yang pasif. Sering pula ditemukan peserta didik yang kurang memiliki motivasi belajar. Kenyataan seperti ini, maka seorang guru dituntut untuk bertindak secara profesional agar peserta didik yang berbeda dalam latar belakang, sikap, serta sipat, dapat menerima materi pelajaran dengan baik. Sehingga, terjadi perubahan sikap dan sifat ke arah yang lebih dewasa. Jumardi Ahmad, guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madarasah Tsanawiyah Cina mengemukakan bahwa; Pekerjaan sebagai seorang guru merupakan pekerjaan yang berat dan penuh dengan tantangan. Seorang guru pasti akan mendapatkan kenyataan bahwa peserta didik yang diajarnya merupakan kumpulan pribadi yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang pandai, sedang, dan ada pula yang bodoh. Ada yang sangat aktif, pendiam, dan bermacam-macam perbedaan lainnya. Kenyataan seperti ini, bagi saya sebagai guru Sejarah Kebudayaan Islam, merupakan tantangan untuk memperkaya strategi pembelajaran yang akan digunakan, sehingga pesrta didik tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Pernyataan yang hampir sama juga dikemukakan oleh Hasmawati bahwa; Keanekaragaman sikap, sifat, serta perilaku peserta didik di sekolah merupakan realitas yang harus dihadapai oleh guru. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh oleh guru kecuali, memperkaya keterampilan mengajarnya dan mengatur strategi pembelajaran yang tepat agar peserta didik yang beranekaragam sifat, sikap, dan perilakunya tersebut,

14 dapat menerima materi pelajaran dengan baik. Berdasarkan penjelasan kedua informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina telah berusaha merancang strategi pembelajaran yang variatif dan tepat. Sehingga motivasi, minat, serta semangat peserta didik dalam menerima materi pelajaran, menjadi meningkat. Hal tersebut, berimplikasi dengan baik terhadap upaya guru dalam mengantarkan terbentuknya integritas diri terhadap peserta didik. Ketiga, guru sejarah Kebudayaan Islam berusaha mengetahui kemampuan awal peserta didiknya. Dalam kegiatan tersebut, guru Sejarah Kebudayaan Islam sebelum masuk ke dalam inti pembelajaran (memaparkan materi pelajaran), guru berusaha mencari informasi apakah peserta didik sudah paham tentang materi yang akan dijelaskan atau belum. Usaha mencari informasi tersebut dilakukan guru pada awal kegiatan pembelajaran (kegiatan appersepsi). Guru Sejarah Kebudayaan Islam, berusaha menjalin komunikasi dengan peserta didik melalui pertanyaan; apakah peserta didik telah membaca atau mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan guru di rumahnya atau belum?, apakah peserta didik pernah mendengar atau melihat ada guru lain yang pernah membahas materi yang akan diajarkan?, dan pertanyaan lain yang dapat memberi informasi terhadap guru. Kegiatan tersebut menjadi penting, karena merupakan langkah awal untuk menentukan strategi dan metode yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal. Hasmawati mengemukakan bahwa; Mencari informasi kepada peserta didik tentang apakah materi pelajaran yang akan diajarkan telah dipelajari/dimengerti siswa atau belum, merupakan hal penting untuk diketahui oleh guru. Hal ini dilakukan untuk menghindari penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang tidak tepat, sehingga tidak muncul rasa bosan belajar terhadap diri peserta didik.

15 Keempat, guru berusaha mengajak peserta didik untuk berpikir. Kegiatan ini dilakukan guru ketika proses penyampaian materi pelajaran sedang berlangsung. Pembentukan integritas diri seseorang, tidak semata-mata disebabkan karena banyaknya ilmu dan pengetahuan yang telah dimiliki, bukan pula karena adanya kemauan untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Banyaknya ilmu dan usaha untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki, tidak akan terjadi tanpa adanya dorongan yang muncul dari proses berpikir. Seorang yang memanfaatkan dan mengamalkan ilmunya, disebabkan karena adanya dorongan dari proses berpikirnya bahwa ilmu yang mereka amalkan pasti akan mendapatkan kebaikan terhadap dirinya. Berkaitan dengan strategi berpikir yang diterapkan oleh guru tersebut, Hasmawati menjelaskan bahwa; Dalam rangka menumbuhkan pemahaman pengetahuan yang mendalam ke dalam diri peserta didik, agar bisa terbentuk integritas diri, maka salah satu cara yang harus ditempuh oleh guru dalam proses pembelajaran adalah, melatih dan mengajak peserta didik untuk berpikir akan manfaat terhadap materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Usaha ini menjadi penting, karena dengan mengetahui manfaat, maka seseorang akan termotivasi untuk belajar secara sungguh-sungguh. Penjelasan tersebut menjadi bukti, bahwa salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengantar terbentuknya integritas diri peserta didik, adalah kegiatan berpikir terhadap manfaat pembelajaran yang dilakukan. Dengan mengetahui manfaat yang akan diperoleh, maka akan tumbuh motivasi dalam diri peserta didik untuk mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya. b. Strategi yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam di akhir jam pembelajaran

16 Adapun strategi pembelajaran yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone di akhir jam pembelajaran, adalah melakukan evaluasi terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik. Kegiatan ini dilakukan melalui dua cara yakni; 1. Memberikan soal tes (pertanyaan tertulis atau lisan) untuk dijawab kepada peserta didik seputar materi yang telah diajarkan oleh guru. 2. Apabila materi yang telah diajarkan berkenaan dengan kisah kepemimpinan atau perjuangan dari tokoh-tokoh muslim, maka guru menuangkan materi tersebut dalam bentuk drama yang langsung dilakonkan oleh peserta didik. `Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap salah seorang guru Sejarah Kebudayaan Islam mengenai strategi yang diterapkan tersebut, dikemukakan bahwa; Untuk dapat mengetahui apakah seorang peserta didik telah memahami dan mengerti materi yang telah diajarkan, maka di akhir jam pembelajaran, kami memberikan tes tertulis atau lisan kepada peserta didik. Kadang-kadang juga, kami sekali-kali mengadakan drama apabila materi tersebut berkaitan dengan kisah atau model kepemimpinan tokoh-tokoh muslim seperti kisah kepemimpinan U<mar bin K{hattab ketika beliau menjadi khalifah, kisah kesederhanaan U<mar bin Abdul Az{i<s ketika menjadi Khalifah, kisah keperwiraan Salahuddin al-ayyu<bi dalam mempertahankan dan memajukan Dinasti al- Ayyu<biyah, dan lain-lain. Materi pelajaran (seperti kisah perjuangan atau kepemimpinan seorang tokoh muslim) yang dituangkan dalam bentuk drama, sangat merangsang aspek afektif dan psikomotorik peseta didik. Rangsangan tersebut, diharapkan membangkitkan sikap, emosi, serta kelakuan peserta didik, agar mereka meniru, mencontoh, dan berusaha mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga,

17 kelak akan membentuk integritas diri peserta didik di kemudian hari. Andi Fathurrahman, peserta didik kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone mengemukakan pendapat tentang strategi ber-drama yang dilakukan guru, mengatakan; Saya sangat senang dengan metode drama yang dipraktekkan di kelas. Saya merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama (mengaplikasikan contoh materi drama tersebut) dalam lingkungan masyarakat. Kegiatan mengevaluasi pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran, merupakan suatu rangkaian strategi pembelajaran yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone. Karena, berkembang atau tidak pengetahuan, sifat, serta sikap peserta didik, dinilai dari proses evaluasi yang dilakukan. c. Strategi yang Dilakukan Guru Sejarah Kebudayaan Islam di Luar Jam Pembelajaran (strategi lapangan) Pada hakikatnya, strategi ini merupakan pengejawantahan atau bentuk pengaplikasian pengetahuan yang telah dipelajari peserta didik melalui proses pembelajaran di kelas, dituangkan dalam bentuk sifat, sikap, serta perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegitan ini, guru Madrasah Tsanawiyah Cina senantiasa memberi keteladanan, motivasi maupun himbauan kepada peserta didik, agar berusaha mengamalkan dan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya di tengah-tengah masyarakat. Seperti mencontohi dan meneladani sikap, sifat, serta perilaku nabi, sahabat, dan tokoh-tokoh muslim lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kebiasaan dan pengalaman untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang kelak diharapkan menjadi kepribadian dalam kehidupannya.

18 Firdaus mengatakan; Sebelum menekankan kepada peserta didik untuk mencontoh, meniru, dan meneladani sifat dan perilaku baik tokoh-tokoh muslim, kami sebagi guru terlebih dahulu memperlihatkan sifat, perilaku, serta akhlak baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, bagaimana mungkin peserta didik dapat berprilaku dan berakhlak baik, kalau gurunya sendiri tidak mencontohkan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tidak hanya diketahui, tetapi berusaha diamalkan dalam bentuk perbuatan. Sementara itu, Abdul Rahman mengemukakan pendapat berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan guru di luar jam pembelajaran tersebut dengan mengatakan; Keteladanan, himbauan, dan dorongan motivasi yang diberikan guru kepada kami sebagai peserta didik, sangat berpengaruh terhadap sifat, sikap, dan perilaku kami di lingkungan madrasah dan masyarakat. Karena pesan dan himbauan tersebut, seakan-akan terngiang-terngiang di hati saya apabila saya melakukan kesalahan atau pelanggaran. Berkaitan dengan strategi tersebut, dalam rangka membentuk integritas diri peserta didik, maka prinsip pendidikan yang harus diperhatikan adalah; 1. Peneladanan; yaitu nilai-nilai akhlak, sikap, serta perbuatan baik lainnya, dapat berkembang dan tertanam dalam diri setiap peserta didik melalui dengan keteladanan. 2. Pendidikan berbasis pengalaman; pengetahuan yang didapat oleh peserta didik melalui pengalaman langsung, biasanya lebih bermakna dan berkesan. 3. Mengembangkan pembiasaan; pengetahuan dalam berbentuk teori perlu dikembangkan oleh peserta didik melalui pembiasaan dengan praktek-praktek dalam kehidupan sehari-hari. 4. Pendidikan diberikan secara dialogis-interaktif; dalam rangka menanamkan pengetahuan yang dapat mengantar terbentuknya sikap, sifat, serta perilaku

19 bagi peserta didik, maka proses pendidikan seharusnya dilakukan melalaui hubungan dua arah. Prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana dikutip tersebut, oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina betul-betul mereka perhatikan dan dituangkan dalam setiap proses pembelajaran. Prinsip keteladanan merupakan hal penting dalam pendidikan, oleh karena peserta didik merupakan peniru ulung dalam kesehariannya. Prinsip pendidikan berbasis pengalaman juga penting, karena dengan pengalaman langsung, akan menimbulkan suatu kesan mendalam terhadap diri peserta didik. Sikap, sifat, perilaku, serta emosi peserta didik dapat berkembang menjadi kepribadian, dan pada akhirnya membentuk sebuah integritas diri. Semua diawali melalui proses pembiasaan. Oleh karena itu, prinsip mengembangkan pembiasaan dalam pendidikan sangat diperlukan. Di Madrasah Tsanawiyah Cina, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Madrasah dikatakan bahwa; Pembentukan integitas diri peserta didik diawali dengan pembekalan ilmu pengetahuan yang memadai. Tanpa ilmu, maka integritas diri tidak mungkin akan tercipta. Berawal dari ilmu itulah, maka sedikit demi sedikit akan membentuk sikap dan sifat seseorang, yang pada akhirnya akan membentuk integritas diri. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik tidak hanya bertanggung jawab mentransferkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi juga pembentukan akhlak, karakter, dan integritas diri. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka faktor keteladanan, pembiasaan, pengalaman, serta faktor-faktor lainnya terlebih dahulu dicontohkan oleh guru sebelum menerapkannya kepada peserta didik. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone, telah diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam. Adapun strategi yang dilakukan dalam proses pembelajaran melalui tiga tahapan, yakni; strategi pembelajaran yang dilakukan guru sebelum dan

20 ketika proses pembelajaran sedang berlangsung; strategi yang diterapkan guru di akhir jam pembelajaran; dan strategi yang diterapkan guru diluar jam pembelajaran (strategi lapangan). Strategi yang diterapkan sebelum dan ketika proses pembelajaran berlangsung, lebih menekankan untuk membentuk aspek kognisi peserta didik. Sementara strategi di akhir jam pembelajaran, selain membentuk aspek kognisi, juga untuk merangsang sikap, emosi, perasaan (aspek afektif) peserta didik. Sedangkan, strategi di luar jam pembelajaran (strategi lapangan), untuk membentuk dan melatih aspek motorik peserta didik. Dengan demikian, melalui kombinasi strategi yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam tersebut, mengantar terbentuknya integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan Integritas Diri Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone a. Faktor Pendukung Keberhasilan dan kegagalan sebuah program, sangat bergantung terhadap faktor yang mendukungnya. Dalam dunia pendidikan, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, banyak dipengaruhi oleh faktor pendukung seperti guru, keadaan peserta didik, sarana-prasarana, dan bagaimana memanfaatkan faktor pendukung tersebut sebaik dan seoptimal mungkin. Begitupun dalam membentuk integritas diri peserta didik, maka faktor pendukung merupakan hal yang sangat krusial terhadap pencapaian tujuan yang dikehendaki. Di Madrasah Tsanawiyah Cina, terdapat faktor pendukung yang berpengaruh terhadap upaya pembentukan integritas diri peserta didik, yaitu;

21 1. Faktor materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, integritas diri seseorang terbentuk melalui sebuah proses. Proses pembentukan integritas diri dalam dunia pendidikan, diawali dengan proses menanamkan ilmu pengetahuan yang mendalam terhadap diri peserta didik. Kegiatan tersebut, dilakukan melalui proses kegiatan pembelajaran di Madrasah. Bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, selain memiliki muatan ilmu pengetahuan, juga mengandung materi pelajaran yang dapat membentuk integritas diri peserta didik. Hasmawati menjelaskan bahwa; Apabila diteliti secara seksama materi yang terdapat dalam bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, maka kita akan mendapatkan banyak pengetahuan, kisah, serta sejarah yang dapat dijadikan sebagai motivasi untuk membangkitkan minat dan semangat peserta didik, agar memiliki sifat, sikap, serta perilaku terpuji lainnya (integritas diri) dalam kehidupan mereka sehari-hari. Identifikasi materi pelajaran sejarah Kebudayaan Islam yang menjadi faktor pendukung membentuk integritas diri peserta didik, adalah terdapat pada tabel berikut; Tabel II Identifikasi Materi Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VII) sebagai Faktor Pendukung Membentuk Integritas Diri Peserta Didik No Materi Pokok Pembelajaran 1. Sejarah Kebudayaan Islam; pengetian,tujuan, mamfaat, Identifikasi Faktor Pendukung Pembentuk Integritas Diri -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang

22 bentuk, dan wujud kebudayaan islam. 2. Dakwah Nabi Muhammad saw., di Mekah. 3. Dakwah Nabi Muhammad saw., di Madinah. pengertian, tujuan, mamfaat, bentuk, dan wujud kebudayaan Islam. -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang dakwah Islam. -Meneladani sifat, sikap, serta perilaku nabi dalam berdakwah di Mekah (membentuk aspek afektif). -Motivasi untuk mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku nabi dalam berdakwah di Mekah (membentuk aspek motorik). -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang dakwah Islam di Madinah. -Meneladani sifat, sikap, serta perilaku nabi dalam berdakwah di Madinah (membentuk aspek afektif). -Motivasi untuk mencontoh sifat, sikap, serta perilaku nabi terhadap penduduk masyarakat Madinah yang plural dan majemuk (membentuk aspek motorik). 4. Khulafa<ur Ra<syidi<n. -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah kepemimpinan Kh{ulafa<ur Ra<syidin. -Mengambil ibrah dari prestasi yang dicapai oleh Kh{ulafa<ur Ra<syidin (aspek afektif). -Meneladani sifat, sikap, serta perilaku baik Kh{ulafa<ur Ra<syidi<n (aspek afektif). -Motivasi untuk mencontoh sifat, sikap, perilaku baik, serta prestasi yang dicapai Kh{ulafa<ur Ra<syidi<n (aspek motorik) 5 Dinasti Umayyah -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peseta didik tentang sejarah berdiri, berkembang, sebab keruntuhan Dinasti Umayyah. -Mengambil ibrah dan hikmah terhadap sejarah terbentuk, perkembangan, dan keruntuhan Dinasti Umayyah (membentuk aspek afektif). -Meneladani sifat, sikap, dan perilaku baik dari para Kh{alifah Dinasti Umayyah (membentuk aspek afektif). -Motivasi untuk mencontoh dan meneladani

23 sifat, sikap, dan perjuangan Kh{alifah Dinasti Umayyah seperti Umar bin Abdul Az{i<s (membentuk asfek motorik) Tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VII), selain terdapat aspek ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan dan mengembangkan aspek kognisi peserta didik, juga mengandung nilai-nilai moral, akhlak, etika, sifat, dan sikap yang dapat dijadikan sebagai inspirator dan motivator dalam membentuk integritas diri peserta didik. Sehingga dengan demikian, pengembangan dan pembentukan aspek kognisi, afektif, dan psikomotorik peserta didik, terdapat dalam muatan materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Tabel III Identifikasi Materi Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VIII) Sebagai Faktor Pendukung Membentuk Integritas Diri Peserta Didik No Materi Pokok Pembelajaran Identifikasi Faktor Pendukung Pembentuk Integritas Diri 1. Dinasti Bani Abbasiyah -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah berdiri, kejayaan, dan sebab-sebab kerunthan Dinasti Abbasiyah. 2. Kebudayaan dan Peradaban Islm pada masa Dinasti Abbasiyah. 3. Kebudayaan dan peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. -Mengembangkan aspek intelektulitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang faktor pendukung perkembangan dan kemajuan peradaban Islam masa Dinasti Abbasiyah. -Mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku tokoh-tokoh Dinasti Abbasiyah dalam mengmbangkan dan memajukan politik, militer, serta kebudayaan dan peradaban Islam (membenuk aspek afektif dan motorik). -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang faktor pendukung perkembangan ilmu filsafat, kedokteran, astronomi, dan

24 4. Kebudayaan dan peradaban Islam pada masa Dinasti Ayyubiyah. 5. Tokoh ilmuwan muslim pada masa Dinasti Ayyubiyah. 6. Sejarah hidup Salahuddin al-ayyubi. ilmu-ilmu kealaman lainnya pada masa Dinasti Abbasiyah. -Mengembangkan aspek ntelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang faktor pendukung perkembangan ilmu hadis, tafsir, fikh, tasawuf, dan ilmu-ilmu ke-islaman lainnya pada masa Dinasti Abbasiyah. -Menjadi motivasi untuk mencontoh sifat, sikap, pengorbanan, serta perjuangan ilmuan-ilmuan muslim pada masa Dinasti Abbasiyah (membentuk aspek afektif dan motorik) -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengeatahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah terbentuk, perkembangan, serta kemunduran/kehancuran Dinasti Ayyubiyah. -Meneladani sifat, sikap, dan perjuangan para Sultan pada masa Dinasti Ayyubiyah (membentuk aspek afektif). -Motivasi untuk mencontoh dan mengaplikasikan sifat, sikap, dan perilaku baik para sultan pada masa Dinasti Ayyubiyah (membentuk aspek afektif dan motorik). -Menjadi motivasi dan contoh untuk meneladani sifat, sikap,dan jiwa keperwiraan Salahuddin al-ayyubi dalam kehidupan sehari-hari (membentuk aspek afektif dan motorik). Seperti halnya pada materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas VII, materi pelajaran kelas VIII pun juga mengandung banyak aspek yang dapat dijadikan tonggak dalam upaya membentuk integritas diri peserta didik. Sebagaimana tercermin pada tabel di atas, teridentifikasi materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yang apabila guru mampu mengelola pembelajaran dengan baik (pendekatan, strategi, teknik, dan taktik yang tepat), memperbesar kemungkinan peserta didik mencontoh dan meneladani apa yang terdapat dalam materi tersebut.

25 Tabel IV Identifikasi Materi Sejarah Kebudayaan Islam (kelas IX) Sebagai Faktor Pendukung Membentuk Integritas diri Peserta Didik No Materi Pokok Pembelajaran Identifikasi Faktor Pendukung Pembentukan Integritas Diri 1. Proses masuknya Islam di Indonesia. -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang proses, cara, perkembangan, dan 2. Sejarah kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. 3. Sejarah hidup tokoh-tokoh Islam di Indonesia. masuknya Islam di Indonesia. -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah berdiri, berkembang, dan keruntuhan kerajaan Islam di Jawa, sumatera, Sulawesi, serta pulau-pulau lainnya di Indonesia. -Mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perjuangan tokoh dan ulama dalam mengembangkan Islam di Indonesia (membentuk aspek afktif). -Menjadi motivasi untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sikap, sifat, serta perilaku baik para tokoh dan ulama dalam menyiarkan Islam di Indonesia (membentuk aspek afektif dan motorik). -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) tentang sejarah hidup tokoh-tokoh dan ulama Islam di Indonesa. -Meneladani sifat, sikap, perilaku, dan perjuangan Abdul Rauf Singkel, wali Songo, dan ulama-ulama lain di Indonesia (membentuk aspek afektif). -Menjadi motivasi untuk mencontoh dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sifat, sikap, perilaku dan perjuangan Abdul Rauf Singkel, Wali songo, serta ulama-ulama lainnya di Indonesia (membentuk aspek afektif dan motorik).

26 4. Tradisi Islam di Nusantara -Mengembangkan aspek ntelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang tradisi dan adat-istiadat yang bernafaskan Islam di Nusantara. -Menjaga, mengembangkan, serta melestarikan tradisi dan adat istiadat Islam dalam kehidupan sehari-hari (membntuk aspek afektif dan motorik). Memperhatikan ketiga tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, terdapat aspek ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan dasar dan pegangan bagi guru untuk mengembangkan aspek kognisi, afektif, dan motorik peserta didik. Apabila dikaitkan dengan upaya membentuk integritas diri peserta didik, maka materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadi alat inspirasi dan motivasi bagi guru dalam mendorong peserta didik untuk mencontoh dan meneladani sifat, sikap, dan perilaku baik tokoh-tokoh muslim. Memberikan semangat kepada peserta didik agar mereka berusaha mewujudkan dan mengimplementasikan sifat, sikap, dan perilaku baik tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga, berdampak terhadap terbentuknya integritas diri peserta didik kelak. 2. Faktor tenaga guru yang profesional UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab II Pasal 6 dijelaskan bahwa; Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Undang-Undang di atas, di dalamnya terdapat tiga hal yang perlu digaris bawahi yakni tenaga profesional, Sistem Pendidikan Nasional, dan Tujuan

27 Pendidikan Nasional. Profesionalitas merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru, oleh karena gurulah yang akan mengimplementasikan Sistem Pendidikan Nasional agar mencapai Tujuan Pendidikan Nasional. Salah satu syarat formal menjadi tenaga guru profesional adalah melalui kualifikasi pendidikan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan selama di lokasi Madrasah Tsanawiyah Cina, apabila keprofesionalan guru diukur dari tingkat kualifikasi pendidikan yang telah ditempuh, maka dapat dikatakan, guru-guru di Madrasah Tsanawiyah Cina rata-rata telah profesional. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat pendidikan yang telah dilalui guru di Madrasah Tsanawiyah Cina, sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Tabel V Daftar Nama dan Jenjang Pendidikan Guru Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone TahunPelajaran 2010/2011 No NAMA Jenjang Pendidikan Keterangan MA/ SMA S1 S2 1. Muh. Agus - Ya - Kep. Madrasah/guru bid. Studi 2. Hj. Nurhadiyah Daud - Ya - Wakep. Madrasah bag. Kurikulum/guru bid. studi 3. Hasmawati - Ya - Wakep. Madrasah bag. Kesiswaan/guru bid. Studi 4. Firdaus - Ya - Guru bid. studi 5. Sinar Anda - Ya - Guru bid. Studi 6. Jumardi Ahmad - Ya - Guru bid. studi 7. St. Ramlah - Ya - Guru bid. studi

28 8. Muh. Ridwan - Ya - Guru bid. studi 9. Rustam effendi - Ya - Guru bid. studi 10. Nurmayanti Ya - - Tahap penyelesaian studi S1/guru bid. Studi 11. Sriyanti - Ya - Guru bid. studi 12. Hamriani - Ya - Guru bid. studi 13. Muh. Yunus - Ya - Guru bid. studi 14. St. Naimah - Ya - Guru bid. studi 15. Ahmad Takwim - Ya - Guru bid. studi 16. Masnira - Ya - Guru bid. Studi 17. Agus Budiyono Ya - - Tahap penyelesaian studi S1/guru bid. Studi 18. Rusniwati - Ya - Guru bid. studi 19. Astiana - Ya - Guru bid. studi 20. Nur fitri - Ya - Guru bid. studi 21. Herlina - Ya - Guru bid. studi 22. Jusriadi Ya - - Tata usaha 23. Ana Amriana Ya - - Tahap penyelesaian studi S1/guru bid. Studi 24. Syamsuriani Ya - - Tata usaha Pada tabel tersebut, terdapat informasi bahwa, tingkat kualifikasi pendidikan yang dimiliki guru di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone, rata-rata telah menyelesaikan kualifikasi pendidikan tingkat sarjana (S1). Ketika tingkat kualifikasi pendidikan yang menjadi acuan untuk menilai tingkat keprofesionalan guru, maka dapat dikatakan bahwa guru-guru tersebut sudah

29 profesional. Faktor keprofesionalan inilah yang menjadi pendukung untuk membentuk integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina. Karena, dengan sikap profesional yang dimiliki guru, mereka akan menyadari bahwa tugas dan tanggung jawab mereka, tidak terbatas pada usaha mencerdaskan intlektualitas peserta didik semata, akan tetapi, juga usaha untuk mengembangkan potensi, sikap, sifat, serta kepribadian peserta didik ke arah yang lebih baik. Keberadaan tenaga guru profesional yang dimiliki Madrasah Tsanawiyah Cina, sangat besar peranannya dalam membantu peserta didik membentuk integritas diri. Hal tersebut diakui oleh Kepala Madrasah sebagaimana termaktub pada wawancara berikut; Dari sisi tenaga guru, kami sangat bersyukur karena rata-rata guru yang mengabdi di sekolah ini pada umumnya telah menyelesaikan pendidikan ditingkat sarjana. Keadaan seperti ini, sangat membantu kami dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional. Terkait dengan pembentukan integritas diri peserta didik, keberadaan tenaga guru yang profesional tersebut, sangat besar peran dan kontribusinya. Selanjutnya, dalam redaksi yang sedikit berbeda, Wakil Kepala Madrasah bagian kurikulum Hj. Nurhadiah Daud mengatakan bahwa; Di Madrasah ini, saya selaku Wakil Kepala Madrasah senantiasa menghimbau dan mendukung kepada seluruh guru agar menjaga kekompakan, memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Apabila muncul suatu permasalahan, maka kami secara bersama-sama mencari solusi untuk menyelesaikan, karena bila dibiarkan berlarut-larut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah. Akibatnya, peserta didik menjadi korban. Begitu pula terhadap peserta didik, kami senantiasa memberikan motivasi agar menjaga kekompakan dan bersikap saling menghargai diantara sesama. Kedua keterangan yang dilontarkan oleh Kepala Madrasah dan Wakil Kepala Madrasah tersebut, menjadi bukti bahwa, keprofesionalan seorang guru baik dalam mengajar, maupun dalam berinteraksi dengan sesama guru dan peserta didik, sangat berpengaruh besar terhadap usaha membentuk integritas diri peserta

30 didik. 3. Faktor internal dan eksternal peserta didik Dilihat dari dimensi peserta didik, maka terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembentukan integritas diri yakni, faktor internal dan faktor eksternal peserta didik. Faktor internal yang dimaksudkan dalam hal tersebut adalah hubungan sosial-psikologis ketika peserta didik berada dalam lingkungan madrasah seperti hubungan sesama peserta didik, antara peserta didik dengan guru, maupun antara peserta didik dengan pimpinan sekolah (kepala sekolah). Sedang faktor eksternalnya adalah keharmonisan hubungan antara peserta didik dengan pihak luar madrasah, seperti hubungan peserta didik dengan orang tua, hubungan peserta didik dengan lingkungan sekitar, hubungan peserta didik dengan warga masyarakat, kerabat, dan teman. Peserta didik yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, ditunjukkan oleh hubungan harmonis sesama peserta didik, saling menghargai dan saling membantu di antara sesama, memungkinkan iklim pembelajaran menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak terhadap motivasi, sikap, dan perilaku peserta didik. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh ketegangan dan ketidak nyamanan, juga akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku peserta didik. Demikian juga, peserta didik yang memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap sikap, sifat, serta perilaku peserta didik, sehingga upaya dalam membentuk integritas diri peserta didik akan tercapai secara maksimal. Di Madrasah Tsanawiyah Cina, iklim internal peserta didik cukup kondusif baik di antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan komponen

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH TSANAWIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH TSANAWIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012 KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH TSANAWIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Satuan Pendidikan : Madrasah Tsanawiyah Bentuk Soal : Pilihan Ganda Mata Pelajaran : Sejarah Kebudayaan Islam Jumlah Soal : 50 Butir Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya unutuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana dirumuskan dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003, bahwa pendidikan national

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI AN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN

KISI-KISI UJI AN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN KISI-KISI UJI AN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN 2016-2017 Jenis Madrasah : Madrasah Tsanawiyah Bentuk Tes : Pilhan Ganda Mata Pelajaran : SKI Jumlah soal : 50 butir Kurikulum

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM Satuan Pendidikan : Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran: Sejarah Kebudayaan Islam Kelas : VII (tujuh) Ganjil Kompetensi Inti : (K1) (K2) (K3) (K4) : Menghargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin mengkhawatirkan. Banyak anak di bawah umur yang sudah mengenal rokok, narkoba, freesex, dan terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemahaman guru Sejarah Kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan suatu sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I. I PENDAHULUAN

BAB I.  I PENDAHULUAN BAB I ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.netbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemajuan dan inovasi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yang bunyinya sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membekali warga negara agar menjadi warga negara yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang baik. Hal tersebut sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup, pendidikan merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar (pendidikan) adalah proses yang dimana seseorang diajarkan untuk bersikap setia dan taat juga pikirannya dibina dan dikembangkan. Pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda untuk mengembangkan generasi muda yang berkualitas sehingga

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda untuk mengembangkan generasi muda yang berkualitas sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi dalam segala bidang,

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi dalam segala bidang, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alenia 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini akan terwujud melalui proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyengsarakan orang lain bahkan bangsa lain. Oleh karena itu perlu mengolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyengsarakan orang lain bahkan bangsa lain. Oleh karena itu perlu mengolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter sangat penting dalam membangun sebuah peradaban bangsa yang kuat dan berahlak mulia. Tanpa karakter sebuah bangsa yang dibangun atas seseorang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al-qur an/hadits, Akidah dan Akhlak, Fikih/Ibadah dan Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. al-qur an/hadits, Akidah dan Akhlak, Fikih/Ibadah dan Sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Madrasah meliputi al-qur an/hadits, Akidah dan Akhlak, Fikih/Ibadah dan Sejarah Kebudayaaan Islam. 1 Perbedaannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Belajar bukanlah suatu kegiatan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masalah pendidikan mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya, pembangunan

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN. Alokasi Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Indikator. Sumber Belajar (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

SILABUS PEMBELAJARAN. Alokasi Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Indikator. Sumber Belajar (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SILABUS PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas / Semester Semester : Madrasah Tsanawiyah : Sejarah Kebudayaan Islam : VII : Ganjil Kompetensi Inti : KI-1 : Menghargai dan menghayati ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengembangan kepribadian dan skill dalam ranah pendidikan adalah sekolah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengembangan kepribadian dan skill dalam ranah pendidikan adalah sekolah. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan skill yang berlangsung seumur hidup, baik internal maupun eksternal. Salah satu wadah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Pada saat bangsa Indonesia menghadapi permasalahan komplek yang disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam menghadapi era globalisasi yang bercirikan keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis, dimana seluruh segi kehidupan bangsa dan negara di atur di dalamnya. Dalam pembukaan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/karakter seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/karakter seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/karakter seorang siswa. Pendidikan yang baik akan membentuk mental atau karakter siswa yang lurus dan

Lebih terperinci

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu di muka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga sulit dipelajari dengan tuntas. Oleh sebab itu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga sulit dipelajari dengan tuntas. Oleh sebab itu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ajaran Islam pembinaan kepribadian kepada generasi muda sangat dibutuhkan karena sebagai penerus yang nantinya akan memegang masa depan bangsa dan agama, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan IPTEK yang terus menerus berkembang membawa manusia pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus mengembangkan diri agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pembentukan karakter bangsa perlu dilakukan penataan terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pembentukan karakter bangsa perlu dilakukan penataan terhadap sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang berpendidikan. Pendidikan adalah langkah sadar untuk mencerdaskan kehidupan serta membetuk nilai karakter bangsa. Pembentukan

Lebih terperinci

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pendidikan diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945, secara fundamental merupakan pernyataan dan tekad untuk membangun bangsa. Salah satu wujud nyata yang harus ditempuh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya masing-masing. Pendidikan di Indonesia di mulai dari pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya masing-masing. Pendidikan di Indonesia di mulai dari pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi manusia sangat penting, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan melalui berbagai ragam teknis

Lebih terperinci

DELAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH TSANAWIYAH / MTs SILABUS PEMBELAJARAN

DELAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH TSANAWIYAH / MTs SILABUS PEMBELAJARAN DELAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH TSANAWIYAH / MTs SILABUS PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN : SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI ) KELAS VII, SEMESTER 1 Silabus Pembelajaraan SKI MTs /Kls VII/Smt 2 9 SILABUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup pasti membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Karena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian dalam bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rajin pangkal pandai, itulah pepatah yang sering kita dengarkan dahulu sewaktu kita masih duduk di bangku Sekolah Dasar, agar kita mempunyai semangat untuk belajar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus. Selaku

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN

KISI-KISI UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN KISI-KISI UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN 2016-2017 Jenis Madrasah : Madrasah Aliyah Bentuk Tes : Pilhan Ganda Program : Non Keagamaan Jumlah soal : 50 butir Mata Pelajaran

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses belajar mengajar, kehadiran suatu media pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses belajar mengajar, kehadiran suatu media pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam proses belajar mengajar, kehadiran suatu media pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting, sebab kemungkinan terjadi ketidak-jelasan bagi siswa atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas tercipta dari proses pendidikan yang baik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan dapat membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang dapat menyebabkan sebuah perubahan-perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh karena itu tentu pendidikan juga akan membawa dampak yang besar terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia karena dalam kehidupannya manusia senantiasa berada dalam proses belajar. Menurut Winkel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, sehingga dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh. Pendidikan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan selalu

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat stategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta didik. Diasumsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan sifat kejiwaan atau tabiat seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki Undang-Undang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia. Pendidikan juga mempengaruhi manusia baik dari segi berfikir maupun berprilaku dimana berfikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu dimuka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin keberhasilan dan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara disegala bidang pembangunan, karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan BAB.I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu aset penting negara. Sumber daya manusia yang dimiliki akan menentukan berkembang atau tidaknya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan penuh tanggung jawab untuk membimbing anak didik menuju kedewasaan secara terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Regulasi utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan walaupun keduanya memiliki posisi yang berbeda. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air selalu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas hidup manusia, bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian. Hal ini juga diwujudkan oleh pemerintah, dengan membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sengaja oleh orang dewasa agar seseorang menjadi dewasa. 1 Menurut Ki Hajar

BAB I PENDAHULUAN. dengan sengaja oleh orang dewasa agar seseorang menjadi dewasa. 1 Menurut Ki Hajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan atau paedagogi berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar seseorang menjadi dewasa. 1 Menurut Ki Hajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami individu agar segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak terlepas dari peran guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas. Namun secara khusus keberhasilan dalam belajar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI MATERI SEJARAH ISLAM BERBASIS MULTIMEDIA DI KELAS VII SMPN 36 SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI MATERI SEJARAH ISLAM BERBASIS MULTIMEDIA DI KELAS VII SMPN 36 SEMARANG BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI MATERI SEJARAH ISLAM BERBASIS MULTIMEDIA DI KELAS VII SMPN 36 SEMARANG A. Analisis Terhadap Pembelajaran PAI di SMPN 36 Semarang Perpindahan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MINAT MENJADI GURU DITINJAU DARI PERSEPSI SISWA TENTANG KARAKTERISTIK GURU DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI IPS SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA (TAHUN AJARAN 2009/2010) SKRIPSI Disusun oleh: DWI KUSTIANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian keseluruhan dalam pembangunan. Perkembangan dan meningkatnya kemampuan siswa selalu muncul bersamaan dengan situasi dan kondisi lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Alamiah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Alamiah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakhlak mulia,kreatif, mandiri, berilmu, demokratis, bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam Undang-Undang Pendidikan No.20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bersama bahwasannya pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam semua aspek kehidupan, karena dengan pendidikan semua orang bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisah antara unsur yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem-sistem kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku dan kehidupan manusia, karena pendidikan adalah investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya, Bandung, 2008, hlm Kamus Besar Bahasa Indonesia lengkap, CV Mini Jaya Abadi, Jakarta, 2000, hlm. 58.

BAB I PENDAHULUAN. Karya, Bandung, 2008, hlm Kamus Besar Bahasa Indonesia lengkap, CV Mini Jaya Abadi, Jakarta, 2000, hlm. 58. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak pernah lepas dari pendidikan. Baik secara informal atau non formal, seperti pendidikan dalam lingkungan keluarga. Di samping secara formal, seperti di

Lebih terperinci