Bab 5. Ringkasan. Bahasa yang digunakan untuk melakukan interaksi tersebut, tidak hanya. yang harmonis dan hubungan interkasi yang lancar.

Transkripsi

1 Bab 5 Ringkasan Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa merupakan salah satu faktor yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Hal ini disebabkan, dengan berbahasa akan menciptakan adanya komunikasi yang baik, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan orang lain. Bahasa yang digunakan untuk melakukan interaksi tersebut, tidak hanya berbentuk tulisan, tetapi juga berbentuk lisan. Selain itu, bahasa juga ada yang sopan dan ada yang tidak sopan. Penggunaan bahasa yang baik akan menciptakan suasana yang harmonis dan hubungan interkasi yang lancar. Akan tetapi, penggunaan bahasa yang baik dan benar, tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor linguistik saja, tetapi oleh beberapa faktor sosial seperti umur, jenis kelamin, status sosial, dan sebagainya. Itulah sebabnya penulis mengambil tema sosiolinguistik karena ingin meneliti bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang, khususnya pada masyarakat Jepang yang terkenal akan adanya budaya dan bahasa kesopanan yang khas, yang disebut dengan istilah keigo. Uno dalam Hendry (1993: 64) menjelaskan bahwa penggunaan keigo juga merupakan salah satu cara untuk menunjukkan care atau perhatian terhadap seseorang. Hal ini ada pada salah satu kata dalam bahasa Jepang yang berhubungan dengan konsep keigo, yaitu teinei, yang dapat diartikan care atau perduli (perhatian). 104

2 Menurut teori-teori yang ada, keigo digunakan ketika seseorang berbicara dengan lawan bicara yang memiliki kedudukan di atasnya, seperti orang yang lebih tua, orang yang dihormati, orang yang lebih tinggi jabatannya, bahkan terhadap orang asing atau orang yang tidak akrab dengan penutur. Akan tetapi, penulis menemukan fakta bahwa ada siswa Jepang yang tidak menggunakan bentuk keigo, khususnya sonkeigo dan kenjougo ketika berbicara dengan gurunya. Fenomena yang ditemukan oleh penulis tersebut didukung oleh Davies dan Ikeno (2002: 146), yang juga menyatakan bahwa generasi muda Jepang saat ini tidak dapat lagi menggunakan keigo dengan baik, anak-anak tidak menggunakannya terhadap orang tua mereka di rumah, serta para siswa juga tidak menggunakannya lagi terhadap gurunya. Bahkan lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa bentuk sopan dan kerendahan hati seperti tampak menghilang dalam bahasa sehari-hari dan yang dapat ditemukan saat ini hanya berupa percakapan, surat dan salam yang formal atau biasa. Oleh sebab alasan-alasan tersebut, serta keingintahuan penulis mengenai penggunaan keigo (apakah masih ada siswa yang menggunakan sonkeigo dan kenjougo terhadap gurunya, kapan dan terhadap siapa saja keigo tersebut digunakan, dan alasan siswa yang tidak menggunakan keigo secara umum), penulis mengambil judul Analisis Penggunaan Sonkeigo dan Kenjougo dalam Komunikasi Antara Siswa dan Guru di Jepang. Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah metode deskriptif-analitis, yaitu dengan menggunakan angket (angket pertanyaan dan angket dengan skala likert) sebagai korpus data, dengan responden yang adalah siswa di Jepang, khususnya Osaka sebanyak 40 orang, yaitu 20 orang siswa perempuan dan 20 orang siswa laki-laki, yang usianya dibatasi antara tahun (siswa tersebut adalah 105

3 masyarakat Jepang asli). Korpus tersebut kemudian akan dianalisis oleh penulis sesuai dengan teori-teori yang digunakan pada bab 2 dan beberapa teori tambahan yang ada pada bab 3. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini bertujuan agar para pembaca mengetahui kondisi kehidupan di Jepang saat ini, khususnya daerah Osaka mengenai hubungan antara murid dengan guru di Jepang dalam penggunaan keigo, khususnya sonkeigo dan kenjougo melalui bahasanya, dihubungkan dengan kehidupan Jepang yang terus mengalami perkembangan, apakah para siswa tersebut masih menggunakan keigo pada saat berbicara dengan guru-guru mereka dan berapa banyak siswa yang masih menggunakan keigo tersebut. Selain itu, pembaca juga dapat memahami terhadap siapa, dalam kondisi seperti apa keigo tersebut digunakan dan alasan siswa tidak menggunakan keigo secara umum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan landasan teori, berupa teori sosiolinguistik sebagai induk teori, yang diambil dari buku Shakaigengogaku karya Shinji Sanada. Teori tersebut dihubungkan dengan dengan konsep keigo yang diambil dari buku Gengogaku ga Sukininaru karya Ken Machida dengan penjelasan yang lebih rinci mengenai jenis-jenis keigo dan pola pembentukkannya dari buku Tadashii Keigo no Tsukaikata karya Kazunori Nagasaki, yang dikaitkan dengan konsep uchi dan soto dari buku Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun Mondai Shiriizu 10 Keigo karya Yoshisuke Hirabayashi dan Mayuko Hama. Penulis juga menghubungkan konsep tersebut dengan konsep hirarki atau jouge kankei (hubungan atas-bawah) yang ada di Jepang. 106

4 Analisis yang dilakukan oleh penulis dibagi dalam dua bagian, yaitu yang pertama adalah analisis angket pertanyaan dan yang kedua adalah analisis angket dengan skala likert. Pada analisis angket pertanyaan ini, penulis menganalisis 10 buah pertanyaan yang telah diberikan (4 buah pertanyaan berbentuk sonkeigo, 5 buah pertanyaan berbentuk kenjougo, dan sebuah pertanyaan berbentuk teichougo (kenjougo II)), mengenai penggunaan pola kalimat sonkeigo dan kenjougo, yang digunakan ketika berbicara dengan guru. Pada angket ini, penulis memberikan sebuah situasi dan empat pilihan jawaban, dari yang paling sopan sampai yang kurang sopan. Kemudian penulis akan menganalisis jawaban yang benar sesuai dengan teori dan konsep keigo yang ada pada bab 2, serta beberapa teori tambahan lainnya. Setelah itu, penulis akan memasukkannya ke dalam bentuk grafik dan tabel. Yang kedua adalah analisis angket dengan skala likert. Pada dasarnya analisis ini hampir sama bentuknya dengan analisis angket pertanyaan (berkaitan dengan penggunaan keigo yang ditujukan terhadap siapa dan kapan). Akan tetapi, siswa bukan memilih jawaban yang benar, yang sesuai dengan teori yang ada, melainkan siswa memilih sangat setuju, setuju, tidak setuju, atau sangat tidak setuju terhadap 10 buah pertanyaan yang diberikan oleh penulis tersebut. Pertama, penulis akan memasukkan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian penulis akan menganalisis tabel dan grafik tersebut sesuai dengan teori yang ada pada bab 2. Setelah menganalisis, penulis memperoleh kesimpulan yaitu ada siswa di Jepang yang masih menggunakan sonkeigo dan kenjougo, namun ada juga siswa yang tidak menggunakan. Alasan siswa tidak menggunakan keigo antara lain, karena rumit dan ingin menjalin hubungan yang akrab dengan lawan bicaranya. Para siswa 107

5 menyatakan bahwa ketika berbicara terhadap guru, penggunaan bentuk teineigo tidak menjadi masalah karena teineigo juga termasuk ke dalam salah satu bentuk keigo atau merupakan bahasa sopan yang umum. Kesimpulan lain yang penulis dapatkan adalah selain berfungsi sebagai bentuk penghormatan, keigo juga digunakan untuk menyindir dan memuji, serta menimbulkan adanya jarak antara penutur dan lawan bicaranya. 108