IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA"

Transkripsi

1 BAHAN AJAR KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA JURUSAN PAJAK POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat_nya sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Penyusunan bahan ajar ini merujuk pada Keputusan Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN Nomor KEP-68/PKN/2017 tanggal 21 April 2017 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Bahan Ajar Di Lingkungan Politeknik Keuangan Negara STAN yang menugaskan kami untuk menyusun bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Kami menyadari sepenuhnya bahwa bahan ajar ini jauh dari sempurna. Tiada gading yang tak retak, sehingga sumbang saran selalu diharapkan untuk perbaikan bahan ajar ini. Terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya bahan ajar ini. Besar harapan kami, semoga bahan ajar ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya. Jakarta, Agustus 2017 Penyusun Irwan Aribowo Susi Zulvina i

3 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II. PENDAFTARAN DAN PELAPORAN...12 III. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN...21 IV. PEMBAYARAN PAJAK...25 V. PELAPORAN PAJAK...33 VI. PEMERIKSAAN PAJAK...43 VII. KETETAPAN PAJAK...49 VIII. PENAGIHAN PAJAK...63 IX. SENGKETA PAJAK...75 X. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA...88 XI. KETENTUAN PIDANA...90 XII. PENYIDIKAN DAFTAR PUSTAKA ii

4 DAFTAR GAMBAR Gambar Error! No text of specified style in document..1. Fase Kewajiban Perpajakan Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP Gambar 3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak Gambar 6.1. Tujuan Pemeriksaan Gambar 7.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Gambar 7.2. SKPKBT Gambar 7.3. kema SKPN Gambar 7.4. Skema SKPLB Gambar 7.5. Alasan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang Gambar 7.6. Skema STP Gambar 7.7. Skema STP Bunga Penagihan Gambar 8.1. Alur dan Jadwal Penagihan Pajak Gambar 9.1. Mekanisme Melakukan Permohonan dan Pencabutan Permohonan Gambar 9.2. Skema Batasan Melakukan Permohonan Gambar 9.3. Skema Bentuk Keputusan Permohonan Pengurangan, Penghapusan atau Pembatalan iii

5 DAFTARTABEL Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak Tabel 5-1 Batas Waktu Penyampaian SPT iv

6 PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR Bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan) untuk para mahasiswa Jurusan Pajak ini, direncanakan akan diberikan dalam jangka waktu perkuliahan selama satu semester. Untuk membantu mempermudah pemahaman, sebaiknya para mahasiswa dapat membaca bahan ajar ini terlebih dahulu sebelum mengikuti pembelajaran di kelas. Selanjutnya petunjuk berikut ini diharapkan dapat membantu mahasiswa memperoleh hasil pembelajaran yang efektif dan optimal, yaitu : 1. Pembelajaran menggunakan metode pembelajaran untuk orang dewasa, dengan variasi metode seperti ceramah, diskusi, presentasi dan lain-lain. 2. Peserta perlu memahami dan mempraktikkan ketentuan yang terdapat dalam bahan ajar KUP ini. 3. Peralatan yang dipergunakan di kelas meliputi pensil, ballpoint, kalkulator, kertas, penghapus, LCD Projector, laptop, pointer, spidol, papan tulis, post it, tack it, flip chart, dan lain-lain. 4. Mahasiswa diminta melakukan diskusi dengan mahasiswa lainnya minimal dalam suatu kelompok agar memperoleh pemahaman secara lebih mendalam. Apabila diperlukan, para pengajar siap untuk berdiskusi dan membantu para mahasiswa baik di dalam maupun luar kelas dalam rangka memahami materi-materi yang tersaji dalam bahan ajar ini. v

7 PETAKONSEP BAHAN AJAR KUP Pendahuluan Pendaftaran dan Pelaporan Pembukuan dan Pencatatan Pembayaran Pajak Pelaporan Pajak Pemeriksaan Pajak Ketetapan Pajak Penagihan Pajak Sengketa Pajak Restitusi dan Imbalan Bunga Ketentuan Pidana Penyidikan vi

8 I. PENDAHULUAN Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu memahami sistematika undang-undang KUP 1.1. Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal Tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang lebih sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, yang selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah hukum pajak formal bagi Undang-Undang Pajak yang lainnya.hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum material. Demikian juga dengan Hukum pajak, terbagi menjadi hukum pajak formal dan hukum pajak material. Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pajak material bisa dijalankan dan menjadi nyata. Dengan kata lain hukum pajak formal mengatur bagaimana tata cara dalam melaksanakan hukum pajak material (misalnya PPh atau PPN). Dengan demikian UU KUP akan lebih banyak berbicara bagaimana hukum pajak material seperti PPh atau PPN dilakukan. Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP). Kewajiban Wajib Pajak antara lain seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan, penyetoran pajak, melaporkan SPT dan kewajiban-kewajiban lainnya. Sedangkan hak Wajib Pajak antara lain seperti pengajuan keberatan, pengajuan banding, pengajuan restitusi dan hak-hak lainnya. UU KUP juga sedikit mengatur tentang fiskus, antara lain seperti kewajiban untuk menjaga rahasia wajib pajak. Undang-Undang pajak yang termasuk hukum pajak formal adalah sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana teah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pengadilan Pajak. Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat antara lain norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, kapan timbulnya pajak, berapa besarnya tarif dan pajak yang harus dibayar, hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Undang- Undang pajak yang termasuk dalam hukum pajak material antara lain sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan diundangkan Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara 3263, yang telah berkali-kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM diundangkan Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3264, yang telah berkali-kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara nomor 3312, yang telah berkalikali diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai diundangkan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diundangkan Lembaran Negara Nomor 41 Tahun

10 1.2. Reformasi Perpajakan Tahun 1983 Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pancasila menjadi dasar negara Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dalam kehidupan bernegara. Negara Indonesia menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara dan menempatkan pajak sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya. Dengan demikian, pajak merupakan sarana bagi masyarakat untuk berperan serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sejak tahun 1983, Indonesia melakukan perubahan sistem perpajakan. Sistem perpajakan yang baru ini memberikan kepercayaan kepada subyek pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan. Dengan perubahan sistem perpajakan yang baru ini diharapkan dapat segera mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat. Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah: 1 a. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional; b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang 1 Penjelasan Umum UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP 3

11 terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis akan dihilangkan. Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang ditentukan menurut Undang-Undang ini, memberi kepercayaan lebih besar kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat menggugah peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakan meletakkan kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua SPT guna menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-undang ini administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media masa maupun penerangan langsung kepada masyarakat. Perubahan tersebut diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju pembangunan dan mempercepat terwujudnya pemerataan pendapatan masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran kewajiban 4

12 perpajakan, pemerataan dan perluasan tingkat kesadaran kewajiban perpajakan, pemerataan dan perluasan obyek kena pajak dan peningkatan penerimaan negara sejalan dengan perkembangan Pembangunan Nasional sehingga mempercepat terwujudnya cita-cita Proklamasi 17 Agustus Ketentuan Umum Dalam Undang-Undang KUP, yang dimaksud dengan: 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak 5

13 yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. 6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. 8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. 13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. 14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 6

14 Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. 23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. 7

15 24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. 25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiranlampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. 31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang 8

16 tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu da!am peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. 34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dapat diajukan gugatan. 37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oteh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak. 38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu. 39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. 9

17 40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung. 41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung Fase Dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Untuk memudahkan dalam mempelajari Undang-Undang KUP, diperkenalkan beberapa fase yang mungkin dilalui oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Fase-fase tersebut antara lain: a) Fase timbulnya hak dan kewajiban di bidang perpajakan Fase ini dimulai dengan berlakunya Undang-Undang. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang (Pasal 23A UUD 1945). b) Fase self assessment Fase ini dimulai ketika suatu pihak berdasarkan UU PPh ditentukan sebagai WP mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kemudian kepadanya diberikan NPWP. Termasuk dalam fase ini antara lain; melakukan pembukuan atau pencatatan, menghitung pajak terutang, melakukan pembayaran dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). c) Fase pengawasan Fase ini dimulai pada saat SPT yang disampaikan WP dilakukan pemeriksaan pajak. d) Fase sengketa Fase ini dimulai pada saat WP merasa tidak puas dengan keputusan yang diterbitkan oleh DJP. Termasuk dalam fase ini adalah proses pengajuan keberatan atas suatu ketetapan pajak. e) Fase penyelesaian sengketa Fase ini bermuara ke lembaga yang menangani banding atau gugatan yaitu Pengadilan Pajak. 10

18 Gambar Error! No text of specified style in document..1.fase Kewajiban Perpajakan 11

19 RANGKUMAN 1. Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material. 2. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment. 3. Fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi fase timbulnya hak dan kewajiban perpajakan, fase self assessment, fase pengawasan, fase sengketa dan penyelesaian sengketa. LATIHAN 1. Jelaskan pengertian hukum pajak formal dan hukum pajak material! 2. Apakah yang dimaksud dengan self assessment? 3. Sebut dan jelaskan fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan! 12

20 II. PENDAFTARAN DAN PELAPORAN Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu memahami kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha 2.1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Dalam Pasal 1 angka 6 UU KUP disebutkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (Pasal 2 ayat (1) UU KUP). Saat mulai menjadi Wajib Pajak dalam literatur sering disebut dengan istilah taatbestand yaitu pada saat syarat subjektif bertemu dengan syarat objektif sehingga memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan pula bahwa semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki 13

21 secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan NPWP. NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan Kode WP Kode KPP (pertama kali terdaftar) Kode cabang Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan diri tersebut meliputi: a. Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak; b. Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; 14

22 d. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan e. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang wajib mendaftarkan diri adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena: a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut pada suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata mulai dilakukan. Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian. Bendahara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada: a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak; atau 15

23 b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu selain mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Sedangkan setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.wajib Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU KUP tersebut, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada: a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. 2 Permohonan secara tertulis tersebut disampaikan: 3 2 Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/ Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 182/PMK.03/

24 a. secara langsung; b. melalui pos; atau c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir. Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP Berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan melakukan: 4 a) penerbitan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap; dan b) pengukuhan PKP paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap. Pengukuhan PKP dilakukan setelah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan meneliti dan memastikan keberadaan tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak. Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena 4 Pasal 5 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/

25 Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Penghapusan NPWP Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.penghapusan NPWP dilakukan antara lain dalam hal: 1) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; 2) Wajib Pajak badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha; 3) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; 4) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran; 5) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; 6) Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan; 7) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak; 8) warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi; 9) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin 18

26 melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya; 10) wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami; atau 11) anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP. Penghapusan NPWP tersebut dapat dilakukan melalui: a. permohonan Wajib Pajak; atau b. secara jabatan. Pengajuan permohonan Wajib Pajak dalam rangka penghapusan NPWP dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. Permohonan secara tertulis disampaikan: a. secara langsung; b. melalui pos; atau c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir. Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penghapusan NPWP dalam hal Wajib Pajak tidak sedang mengajukan upaya hukum dan memenuhi ketentuan: a. tidak mempunyai utang pajak; b. mempunyai utang pajak namun penagihannya sudah daluwarsa; c. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris, pelaksana wasiat, pengurus harta peninggalan, atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau d. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan. Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan 19

27 untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap Pencabutan Pengukuhan PKP Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan terhadap PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan dalam hal: a. PKP dengan status Wajib Pajak non efektif; b. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya; c. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP; d. PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain; e. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP; atau f. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain. Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan melalui: a. permohonan Wajib Pajak; atau b. secara jabatan. Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pencabutan pengukuhan PKP meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak secara subjektif dan/atau objektif sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP. Dalam hal pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan 20

28 Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 (enam) bulan berakhir. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan dalam hal berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif. Pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP 21

29 RANGKUMAN 1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 2. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. 3. Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 4. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. LATIHAN 1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan tertentu wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak. Sebut dan jelaskan persyaratan tertentu tersebut. 2. Jelaskan mekanisme penghapusan NPWP! 3. Jelaskan mekanisme pencabutan PKP! 22

30 III. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menjelaskan kewajiban pembukuan atau pencatatan bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak 3.1. Pengertian Pembukuan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut (Pasal 1 angka 29 UU KUP) Yang Wajib Melakukan Pembukuan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan Yang Tidak Wajib Melakukan Pembukuan Tetapi Wajib Melakukan Pencatatan Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai 23

31 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan Jangka Waktu Penyimpanan Dokumen Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan Sanksi Tidak Terpenuhinya Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan 1) Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja. Atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 24

32 sebesar: a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak; b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PajakPenjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak. Sebagai contoh: 1) pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap sehingga penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas; 2) dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji; atau 3) dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan. 2) Sanksi Pidana Tidak terpenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan oleh Wajib Pajak sebagaimana terdapat dalam UU KUP Pasal 39 ayat 1 huruf g (tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain) dan huruf h (tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11)) sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda 25

33 paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat (2) UU KUP). Gambar3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak 26

34 RANGKUMAN 1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. 3. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas 4. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. 5. Tidak dipenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan dapat berakibat dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana. LATIHAN 1. Jelaskan pengertian pembukuan dan pencatatan! 2. Jelaskan Wajib Pajak yang harus menyelenggarakan pembukuan! 3. Jelaskan Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan! 27

35 IV. PEMBAYARAN PAJAK Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai pembayaran pajak 4.1. Tempat dan Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan ke Kas Negara melalui: a. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau b. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya, pada Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Pembayaran dan penyetoran pajak meliputi pembayaran dan penyetoran PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai, dan PBB. Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sarana administrasi lain dalam pembayaran dan penyetoran pajak dapat berupa: 1) BPN (Bukti Penerimaan Negara) atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui system pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi 2) SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri; 3) Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau 4) Bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 28

36 SSP atau sarana administrasi lain dinyatakan sah dalam hal telah divalidasi dengan NTPN. Dikecualikan dari ketentuan bukti pembayaran tersebut, untuk bukti Pbk dinyatakan sah dalam hal telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang untuk menerbitkanbukti Pbk. Terkait dengan pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN atau tanggal bayar berdasarkan validasi MPN pada SSP atau sarana administrasi lain Jangka Waktu Pembayaran/Penyetoran Pajak Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak No Jenis Setoran Disetor Paling Lama 1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang Tanggal 10 (sepuluh) bulan dipotong oleh Pemotong berikutnya setelah Masa Pajak Pajak Penghasilan berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 2 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak 3 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh 4 PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri 5 PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh 6 PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 10 (sepuluh)bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 7 PPh Pasal 25 Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 29

37 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama 8 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor Bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor 9 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh DJBC 10 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara 11 PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas 12 PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak 13 PPN atau PPn dan PPnBM yng terutang dalam satu Masa Pajak 14 PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari APBN/D, dengan menggunakan SSP atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak 30

38 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama 15 PPN atau PPN dan PPnBM Tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya yang pemungutannya setelah Masa Pajak berakhir dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk 16 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor 17 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk 18 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa 19 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Pada akhir Masa Pajak terakhir Sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak Selain itu, terdapat beberapa ketentuan terkait pembayaran antara lain: a. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. b. Bea Meterai harus dilunasi pada saat terutang Bea Meterai. c. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang harus dilunasi paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh Wajib Pajak. 31

39 d. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak PBB harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak PBB oleh Wajib Pajak. e. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak PBB harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak PBB oleh Wajib Pajak. f. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, jangka waktu untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. g. Untuk jumlah pajak yang tidak disetujui dalam hasil pembahasan akhir hasil pemeriksaan baik sebagian atau seluruhnya, namun tidak diajukan keberatan, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya. h. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, jangka waktu pelunasan jumlah pajak yang belum dibayar tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. i. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat 32

40 dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang dimaksud adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, atau hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional. Saat ini Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. Billing System adalah metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Pembayaran/penyetoran pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Transaksi pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Transaksi Pembayaran/penyetoran pajak tersebut dapat dilakukan melalui Teller Bank/Pos Persepsi, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking dan EDC (Electronic Data Capture yaitu alat yang dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan sistem/ jaringan Bank Persepsi). Atas pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik maka Wajib Pajak akan menerima BPN sebagai bukti setoran. BPN diterbitkan dalam bentuk: a) Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi untuk pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing b) Struk bukti transaksi untuk pembayaran melalui ATM dan EDC c) Dokumen elektronik untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking d) Teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB. Wajib Pajak dapat memperoleh Kode Billing antar lain dengan cara: 1) Membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui laman Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan 2) Melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak 33

41 3) Diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB yang mengakibatkan kurang bayar Sanksi Administrasi Karena Terlambat Membayar/Menyetor Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masingmasing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran paling lama 12 (dua belas) bulan, yang 34

42 pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melampaui 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketentuanini mengatur pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut: Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 PT A tahun 2008 sejumlah Rp ,00 per bulan. Angsuran masa Mei tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggai 19 Juni Apabila pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu) bulan sebagai berikut: 1 x 2% x Rp ,00 = Rp ,00 Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas. 35

43 RANGKUMAN 1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. 2. Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. 3. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. 4. Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. 5. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. 6. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. LATIHAN 1. Jelaskan terkait dengan SSP dinyatakan sebagai bukti pembayaran pajak yang sah! 2. Jelaskan terkait dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak yang bertepatan dengan hari libur! 3. Apa yang Anda ketahui tentang Billing System! 36

44 V. PELAPORAN PAJAK Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai Surat Pemberitahuan 5.1. Surat Pemberitahunan Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Terdapat 2 (dua) jenis SPT, meliputi: a. SPT Tahunan PPh, yaitu SPT untuk suatu Tahun Pajak atau BagianTahun Pajak b. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu Masa Pajak yang terdiri dari: 1. SPT Masa PPh 2. SPT Masa PPN 3. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN. Bentuk SPT dapat berupa: a. Formulir kertas (hardcopy) b. Dokumen elektronik. Di dalam SPT paling sedikit memuat beberapa hal, seperti: a. Jenis pajak b. Nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak c. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan d. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. 37

45 SPT Tahunan PPh juga memuat data mengenai: a. Jumlah peredaran usaha b. Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak c. Jumlah Penghasilan Kena Pajak d. Jumlah pajak yang terutang e. Jumlah kredit pajak f. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak g. Jumlah harta dan kewajiban h. Tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 i. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. SPT Masa PPh, juga memuat data mengenai: a. Jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar b. Tanggal pembayaran atau penyetoran c. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. SPT Masa PPN, memuat data mengenai: a. Jumlah penyerahan b. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak c. Jumlah Pajak Keluaran d. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan e. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak f. Tanggal penyetoran g. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN, memuat data mengenai: a. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak b. Jumlah pajak yang dipungut c. Jumlah pajak yang disetor d. Tanggal pemungutan e. Tanggal penyetoran f. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. SPT terdiri dari SPT induk dan lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. 38

46 5.2. Kewajiban Wajib Pajak Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak badan yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan SPT PPh Wajib Pajak badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan, dan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat Tempat dan Cara Pengambilan SPT SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak dan tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. SPT berbentuk dokumen elektronik dapat diambil secara langsung oleh Wajib Pajak atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak Penandatangan SPT SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.Dalam hal SPT ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak, SPT harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Penandatanganan SPT dilakukan dengan cara: a. tanda tangan biasa b. tanda tangan stempel c. tanda tangan elektronik atau digital. Ketiga tanda tangan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama Tempat dan Cara Penyampaian Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat 39

47 lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dapat dilakukan: a. secara langsung b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat c. dengan cara lain. Adapun cara penyampaian SPT dengan cara lain dilakukan melalui: a. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat b. saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. Terkait dengan penyampaian SPT maka akan diberi bukti penerimaan. Bukti pengiriman surat untuk penyampaian SPT dianggap sebagai bukti penerimaan sepanjang SPT tersebut lengkap. Tanggal pengiriman surat yang tercantum dalam bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanggal penerimaan sepanjang SPT tersebut lengkap Batas Waktu Penyampaian Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu Penyampaian SPT No Jenis SPT Masa Batas Waktu SPT Masa 1 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor 2 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 3 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh 4 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh 5 PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong tidak dilaporkan/ disampaikan secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir 40

48 No Jenis SPT Masa Batas Waktu PPh 6 PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas 7 PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak 8 PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh 9 PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh 10 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak 11 PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri 12 PPh Pasal 25 dibayar 13 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu 20 (dua puluh) hari SPT Masa setelah Masa Pajak 14 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi berakhir Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa 15 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir 16 PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang akhir bulan 41

49 No Jenis SPT Masa Batas Waktu dalam satu Masa Pajak berikutnya setelah 17 PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri Masa Pajak berakhir 18 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk 19 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN 20 PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 21 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN SPT Tahunan 1 SPT PPhTahunan Wajib Pajak Orang Pribadi 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak 2 SPT PPhTahunan Wajib Pajak Badan 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang 42

50 dimaksud adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk dokumen elektronik. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri: a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang b. Laporan keuangan sementara c. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pajak. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. Dalam hal pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak, pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan Sanksi Administrasi atas Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang KUP. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap: 43

51 a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan 5.9. Wajib Pajak Penghasilan Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban SPT PPh Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT. Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu merupakan Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang PPh b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas SPT Dianggap Tidak Disampaikan SPT dianggap tidak disampaikan apabila: a. SPT tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 b. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) c. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis 44

52 d. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan, melakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak Pembetulan SPT Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan: a. penyampaian surat pemberitahuan hasil Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak b. penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak; atau penyampaian pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pernyataan tertulis dalam pembetulan SPT dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan SPT. Dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengantanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 45

53 (satu) bulan. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 46

54 RANGKUMAN 1. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 3. SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. LATIHAN 1. Apa yang Anda ketahui tentang SPT? Sebutkan jenis SPT! 2. Jelaskan terkait dengan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan! 3. Apakah yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan? 47

55 VI. PEMERIKSAAN PAJAK Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu memahami ketentuan mengenai pemeriksaan pajak 6.1. Pengertian Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan merupakan hak yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 29 ayat (1) UU KUP). Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk: a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, dan/atau b. tujuan lain dalam rangka mslaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Gambar 6.1. Tujuan Pemeriksaan 48

56 Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak Kriteria Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. Selain itu, pemeriksaan dapat juga dilakukan untuk tujuan lain, diantaranya: a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak d. Wajib Pajak mengajukan keberatan e. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto f. pencocokan data dan/atau alat keterangan g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil 49

57 h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai i. pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak j. penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra k. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya. Oleh karena itu, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak. Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela. Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Kewajiban WP Pada Saat Diperiksa Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak yang diperiksa disesuaikan dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan baik dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan dengan menggunakan proses pengolahan data secara elektronik (electronic data processing/edp), baik yang diselenggarakan sendiri maupun yang diselenggarakan melalui pihak lain, Wajib Pajak harus memberikan akses kepada petugas pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data 50

58 dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak yang diperiksa juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan melakukan peminjaman dan/atau pemeriksaan di tempat-tempat tersebut. Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain buku, catatan, dan dokumen lain, Wajib Pajak harus memberikan keterangan lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan. Keterangan tertulis misalnya: a. surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik b. keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya c. surat pernyataan tentang kepemilikan harta d. surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup Keterangan lisan misalnya: a. wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak b. wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak c. wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat khusus 6.4. Sanksi Pemeriksaan Di dalam Pasal 13 UU KUP mengatur, bahwa: (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka 51

59 waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen) d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang atau e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a). (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (3) Jumlah pajakdalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak; b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang 52

60 tidak atau kurang dibayar. (4) Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam Jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak. (5) Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 53

61 RANGKUMAN 1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk: a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, dan/atau b. tujuan lain dalam rangka mslaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 3. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan. 4. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu 54

62 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen) d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang atau apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a). LATIHAN 1. Jelaskan pengertian dari pemeriksaan! 2. Sebutkan tujuan pemeriksaan! 3. Jelaskan kewajiban Wajib Pajak pada saat dilakukan pemeriksaan pajak! 55

63 VII. KETETAPAN PAJAK Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai penetapan dan ketetapan serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayar dan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak 7.1. Penetapan Sejak reformasi Undang-Undang perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah selfasssesment. Dalam kerangka sistem self-assestment tersebut, Wajib Pajak diberikan kewenangan penuh untuk mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak-pajak yang terutang. Dengan demikian, pembayaran pajak oleh Wajib Pajak tidak tergantung pada adanya penerbitan surat ketetapan pajak oleh kantor pajak. Seperti yang tercantum dalam Pasal 12 UU KUP dinyatakan hal sebagai berikut: 1) Setiap Wajib Pajak, wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. 2) Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3) Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat 56

64 (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Berdasarakan ketentuan tersebut, sepanjang fiskus tidak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) tidak benar, maka jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang telah disampaikan tersebut, dianggap benar. Namun sebaliknya, jika fiskus mendapatkan bukti kesalahan pada pengisian SPT oleh Wajib Pajak, maka fiskus akan melakukan penetapan pajak dan harus diikuti oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku Fungsi Surat Ketetapan Pajak a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyatanyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material dalam memenuhi ketentuan perpajakan. b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan. c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak. d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang Fungsi Surat Tagihan Pajak a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak. b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda. c. Sarana untuk menagih pajak Saat Terutangnya Pajak Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajakyang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah: a. Pada suatu saat, untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga; 57

65 b. Pada akhir masa, untuk PPh karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan PPN Barang dan Jasa dan PPn atas Barang Mewah; c. Pada akhir tahun pajak, untuk Pajak Penghasilan Daluwarsa Penetapan Pajak Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak. Penentuan masa 5 tahun ini tidak sesuai dengan ketentuan daluwarsa penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dokumendokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib Pajak, sehingga dapat terjadi kondisi dimana Wajib Pajak masih diharuskan untuk menyimpan buku, padahal tidak dipakai ketika sedang dilakukan pemeriksaan Produk Hukum Produk hukum yang diterbitkan oleh fiskus sebagai akibat dari proses penetapan pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP). Penerbitan produk hukum tersebut dapat merupakan hasil penelitian, pemeriksaan, atau penagihan. Adapun jenis-jenis SKP dan STP akan dijelaskan di bawah ini: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan hanya terhadap kondisi-kondisi tertentu, yaitu hanya terhadap WP yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Ketentuan mengenai SKPKB diatur dalam Pasal 13 UU KUP. 58

66 Gambar 7.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Contoh Soal: 1. PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun takwim) pada tanggal 30 April 2009, dengan perincian sbb: Penghasilan Neto Rp ,00 PPh terutang Rp ,00 59

67 Kredit Pajak Rp ,00 Pajak yang kurang dibayar Rp ,00 Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tanggal 29 April Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto seharusnya adalah Rp ,00 sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp ,00 dan SKPKB terbit tanggal 10 Oktober 2009, bagaimana sanksi atas hasil pemeriksaan tersebut? Jumlah Pokok Pajak Rp ,00 Jumlah Kredit Pajak Rp ,00 Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp ,00 Sanksi administrasi (bunga 10 bulan) => ( 2% x 10 x 30JT) Rp ,00 Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp ,00 2. PT PQR adalah pabrikan tekstil yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, melaporkan SPT Masa PPN Desember 2008 dengan rincian sbb: Pajak Keluaran Rp ,00 Pajak Masukan Kurang/(Lebih) bayar Rp ,00 (Rp ,00) Atas kelebihan tersebut dikompensasikan ke Masa Januari Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Pajak Keluaran adalah sebesar Rp ,00 sehingga terdapat jumlah yang tidak seharusnya dikompensasi, dan SKPKB terbit tanggal 10 Desember 2009, bagaimana sanksi atas hasil pemeriksaan tersebut? Jumlah Pokok Pajak Rp ,00 Jumlah Kredit Pajak (Rp ,00) Jumlah Lebih bayar (Rp ,00) Dikompensasikan ke Masa Jan 2009 Rp ,00 Jumlah kekurangan Pokok Pajak Rp ,00 60

68 Sanksi adm. Pasal 13 (3) c (100% x 20 JT) Rp ,00 Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp ,00 b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). Ketentuan mengenai SKPKBT diatur dalam Pasal 15 UU KUP, yang secara garis besar menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila ditemukan data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Pengertian Data Baru, dan Data yang Semula Belum Terungkap data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh WP belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya Gambar 7.2.SKPKBT 61

69 Contoh Soal: 1. Terhadap SPT PPh Pasal 23 Masa Desember 2013 a.n. PT Anggara telah dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 1 Oktober 2014 dengan perincian sebagai berikut : Jumlah Pokok Pajak : Rp ,00 Jumlah Kredit Pajak : Rp ,00 Jumlah Kekurangan Pokok Pajak : Rp ,00 Sanksi Administrasi bunga pasal 13 ayat (2) : Rp ,00 Jumlah yang masih harus dibayar : Rp ,00 Pada Bulan Maret 2015 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong oleh PT Anggara dan seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa Desember 2013 dengan jumlah pokok pajak Rp ,00 sehingga seharusnya jumlah pokok pajak pada masa Desember adalah Rp ,00. DJP menerbitkan SKPKBT tanggal 17 Maret 2015 dengan rincian sebagai berikut : Jumlah Pajak : Rp ,00 Jumlah Pajak yang telah ditetapkan : Rp ,00 Tambahan Jumlah Pajak : Rp ,00 Sanksi Administrasi (kenaikan 100%) : Rp ,00 Jumlah pajak yang masih harus dibayar : Rp ,00 62

70 c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Gambar 7.3. Skema SKPN Pemeriksaan Jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB. 63

71 Penelitian Gambar 7.4. Skema SKPLB Gambar 7.5. Alasan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang 64

72 Dalam hal SPT LB diajukan restitusi, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak (SKPLB, SKPN atau SKPKB) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut belum diterbitkan SKPLB, maka permohonan restitusi wajib pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 (dua belas) bulan tersebut terlewati. Atas pajak yang lebih dibayar ini (sama dengan lebih bayar pada SPT) ditambah imbalan bunga 2% per bulan (Pasal 17B Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ). e. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut diajukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima (untuk PPh) dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima (untuk PPN). Setelah menerbitkan SKPPKP tersebut di atas, Dirjen Pajak masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dimaksud dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Apabila hasil pemeriksaan tersebut berupa SKPKB, jumlah kekurangan pajaknya dikenakan sanksi kenaikan 100%. f. Wajib Pajak Kriteria dan Persyaratan Tertentu 65

73 Contoh Soal : 1. Pada Tahun 2010 atas PT X telah diterbitkan SKPPKP sebesar Rp ,- untuk PPh Badan Tahun Pajak Di Tahun 2012, dilakukan pemeriksaan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2009 dengan hasil sebagai berikut: PPh terutang sebesar Rp ,- Kredit Pajak: - PPh Pasal 22 Rp ,- - PPh Pasal 23 Rp ,- - PPh Pasal 25 Rp ,- Bagaimana ketetapan pajak atas hasil pemeriksaan tersebut? SKPKB PPh dengan perhitungan sebagai berikut: PPh yang terutang sebesar (a) Rp ,- Kredit Pajak: - PPh Pasal 22 Rp ,- - PPh Pasal 23 Rp ,- - PPh Pasal 25 Rp ,- (b) Rp ,- SKPPKP (c) Rp ,- Jumlah pajak yang dapat dikreditkan (d=b-c) Rp ,- Pajak yang kurang dibayar (a-d) Rp ,- Sanksi administrasi kenaikan 100% Rp ,- Jumlah yang masih harus dibayar Rp ,- 66

74 2. PT Calvin adalah Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan video game, menyampaikan SPT PPh Badan tahun 2013 pada tanggal 30 April 2014, dengan rincian : Penghasilan Neto : Rp ,- PPh Terutang : Rp ,- Kredit Pajak : Rp ,- Pajak yang kurang dibayar : Rp ,- Kekurangan PPh Pasal 29 tersebut telah dibayar tanggal 27 April 2014 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto seharusnya adalah Rp ,- sehingga PPh terutang seharusnya Rp ,- DJP menerbitkan SKPLB dengan rincian : Pajak yang terutang : Rp ,- Jumlah Kredit Pajak : Rp ,- Jumlah kelebihan pembayaran pajak : Rp ,- g. Surat Tagihan Pajak (STP) STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Gambar 7.6. Skema STP 67

75 Gambar 7.7. Skema STP Bunga Penagihan Contoh Soal: 1. Tn. Billy menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Februari 2014 dengan kondisi kurang bayar sebesar Rp ,- pada tanggal 20 Maret Dari hasil penelitian ternyata seharusnya terdapat kurang bayar sebesar Rp ,-. STP diterbitkan pada tanggal 12 Mei Penghitungan STP tersebut adalah : Pokok Pajak yang kurang dibayar : Rp90.000,- Sanksi administrasi berupa bunga : x 2% x 3 Rp 5.400,- Pajak yang masih harus dibayar Rp95.400,- Penghitungan 3 bulan adalah sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak 68

76 2. PT. Minahasa Makmur adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penjualan BKP dengan harga jual Rp ,- pada masa Maret Atas penjualan tersebut tidak diterbitkan faktur pajak. Atas hal tersebut dapat diterbitkan STP dengan sanksi denda sebesar Rp x 2% = Rp7.000,-. Selain itu jika dilakukan penelitian atau pemeriksaan, Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga apabila terdapat kekurangan bayar atas PPN-nya. 3. PT Meong adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan kegiatan perdagangan hewan peliharaan, menyampaikan SPT PPh Badan tahun 2013 pada tanggal 30 April 2014, dengan rincian sebagai berikut : Penghasilan Neto : Rp ,- PPh Terutang : Rp ,- Kredit Pajak : Rp ,- PPh yang kurang dibayar : Rp ,- Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tanggal 28 April 2014 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata penghasilan neto seharusnya Rp ,- sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp ,- DJP menerbitkan SKPKB tanggal 28 Desember 2014 dengan rincian : Jumlah Pokok Pajak : Rp ,- Jumlah Kredit Pajak : Rp ,- Jumlah Kekurangan Pokok Pajak : Rp ,- Sanksi Administrasi (bunga 12 bulan) : Rp ,- Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar : Rp ,- 69

77 RANGKUMAN 1. Pada prinsipnya pembayaran pajak oleh Wajib Pajak tidak tergantung pada adanya penerbitan surat ketetapan pajak (self assessment). 2. Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. 3. Produk hukum yang diterbitkan oleh fiskus sebagai akibat dari proses penetapan pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP). LATIHAN 1. Jelaskan produk hukum apa saja yang dapat diterbitkan oleh DJP berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan maupun penagihan! 2. Jelaskan yang dimaksud dengan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)! 70

78 VIII. PENAGIHAN PAJAK Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu memahami ketentuan mengenai penagihan pajak Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak karena yang bersangkutan mempunyai utang pajak yang tidak dibayar atas suatu atau beberapa surat ketetapan pajak yang telah jatuh tempo (1 bulan sejak tanggal penerbitan). Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Utang Pajak Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dijelaskan bahwa utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi sebagaimana ditetapkan dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Tambahan (SKBKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 71

79 8.2. Penanggung Pajak Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak atau orang yang nyata-nyata ikut dalam menjalankan perusahaan walaupun tidak ada dalam susunan pengurus perusahaan, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Tindakan penagihan pajak berupa sita dapat dilakukan terhadap harta pribadi milik penanggung pajak apabila petugas pajak (jurusita pajak) tidak dapat menemukan harta yang dapat disita ditempat kedudukan dan atau tempat usaha Wajib Pajak Mengangsur dan Menunda Pembayaran Pajak Apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya (melunasi utang pajaknya) pada waktunya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk mengangsur atau menunda pembayaran: 1. Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; 2. Kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. 72

80 Contoh: Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp ,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu lima bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp ,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut: a. Jika Wajib Pajak mengangsur: Angsuran ke-1 : 2% x Rp ,00 = Rp ,00 Angsuran ke-2 : 2% x Rp ,00 = Rp ,00 Angsuran ke-3 : 2% x Rp ,00 = Rp ,00 Angsuran ke-4 : 2% x Rp ,00 = Rp 8.960,00 Angsuran ke-5 : 2% x Rp ,00 = Rp 4.480,00 Total bunga atas angsuran = Rp ,00 b. Jika Wajib Pajak menunda : Misalnya, Wajib Pajak diperbolehkan menunda sampai tanggal 30 Juni 2009 (5 bulan), maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran sebesar: 5 x 2% x Rp ,00 = Rp , Dasar Penagihan Pajak Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak adalah: a. Surat Tagihan Pajak b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan d. Surat Ketetapan Pembetulan e. Surat Ketetapan Keberatan f. Putusan Banding g. Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. 73

81 8.5. Proses Penagihan Gambar 8.1. Alur dan Jadwal Penagihan Pajak No. JENIS TINDAKAN ALASAN 1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis (Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan No:24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo WAKTU PELAKSANAAN Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo 74

82 2. Penerbitan Surat Paksa (Pasal 7 UU No.19/2000 dan Pasal 15 sampai Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan Nomor:24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010) 3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (Pasal12UU No.19/2000) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diberitahukan Surat Paksa Setelah lewat 21 hari sejak di terbitkannya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak 4. Pengumuman Lelang (Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 24/PMK.03/2008 jo PMK- 85/PMK.03/2010) 5. Penjualan/Pelelangan Barang Sitaan (UU No.19/2000 Pasal 26) Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 24/PMK.03/2008 jo PMK- 85/PMK.03/2010) Setelah pelaksanaan penyitaan ternyata Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya Setelah pengumuman lelang ternyata Penangung Pajak tidak melunasi utang pajaknya Setelah lewat waktu 14 (empatbelas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Pengumuman Lelang 75

83 Penjelasan jangka waktu penyampaian Surat Teguran: 1. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan WP tidak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan 2. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan WP mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding 3. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding 4. Dalam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan 5. Dalam hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh WP, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut 6. Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB, 76

84 SKBKBT, STB, atau Surat Keputusan Pembetulan, surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan. Penyampaian Surat teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat Hak dan Kewajiban Wajib Pajak atau Penanggung Pajak selama Penagihan Wajib Pajak/Penanggung Pajak berhak: a. Meminta Jurusita Pajak memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak. b. Menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan. c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang d. Sebelum pelaksanaan lelang, Wajib Pajak/Penanggung Pajak diberi kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan dan biaya pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan tersebut kepada Kepala KPP yang bersangkutan. e. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang. Kewajiban Wajib Pajak/ Penanggung Pajak a. Membantu Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya; Memperbolehkan Jurusita Pajak memasuki ruangan, tempat usaha/tempat tinggal WP/Penanggung Pajak; Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan. b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau dipindahkan. 77

85 8.7. Penagihan Seketika dan Sekaligus Adalah Penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan karena; 1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya atau berniat untuk itu 2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan/ mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia 3. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya 4. badan usaha akan dibubarkan oleh negara 5. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan Hak Mendahulu Maksud dari hak mendahulu adalah memberi kesempatan kepada Pemerintah (kedudukannya sebagai kreditur preferen) untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Penaggung Pajak dimuka umum guna menutupi atau melunasi utang pajaknya. a. Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang Wajib Pajak begitu pula atas barang-barang milik wakil yang menurut peraturan perpajakan bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng. b. Ketentuan tentang hak mendahulu, meliputi pokok pajak, bunga, dan denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan. c. Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap : 78

86 Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun tidak bergerak. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang dimaksud Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena pelelangan dan penyelesaian suatu warisan, biaya ini didahulukan daripada gadai dan hipotek Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut. Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut: a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau b. dalam diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan Daluwarsa Penagihan Saat daluwarsa penagihan pajak perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. 79

87 Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. 1. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Teguran dan menyampaikan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut. 2. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara: Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran dan penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengajuan keberatan. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal surat keberatan Wajib Pajak diterima Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut. 3. Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penerbitan ketetapan pajak tersebut Hapusnya Piutang Pajak Penghapusan piutang pajak diatur dalam pasal 24 UU KUP, dimana penghapusan tersebut harus didasari Peraturan Menteri Keuangan (PMK). 80

88 Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menetukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi. Hal-hal yang dapat menyebabkan dihapuskannya piutang pajak, antara lain: 1. WP telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan 2. WP badan yang telah selesai proses pailitnya 3. WP yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak 4. Hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa. Piutang pajak yang dapat dihapuskan, adalah piutang pajak yang tercantum pada: 1. STP 2. SKPKB 3. SKPKBT 4. SPT Pajak Terhutang PBB 5. Surat Ketetapan Pajak 6. Surat Ketetapan Pajak Tambahan 7. SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah Bunga Penagihan Apabila atas pajak yang terutang pada SKPKB atau SKPKBT dan tambahan yang harus dibayar berdasarkan SK Pembetulan, SK Keberaratan atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa buga sebesar 2 % sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan pembayaran atau tanggal diterbitkannya STP dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 81

89 Contoh : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Badan Pada tanggal 18 Oktober 2014 diterbitkan SKPKB atas nama PT. Jujur Setia dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp ,-. Wajib Pajak membayar utang pajak tersebut pada tanggal 20 November 2014 (sudah melewati jatuh tempo). Apabila pada tanggal 21 November 2014 diterbitkan Surat Tagihan Pajak Bunga Penagihan (STP Bunga Penagihan) maka: 1. Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga yang dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp = Rp 2.000,00. Bunga tersebut ditagih dengan STP Bunga Penagihan sebesar Rp2.000, Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, juga dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan, dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan. 3. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga 2 % sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1(satu) bulan. 82

90 RANGKUMAN 1. Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak atau orang yang nyata-nyata ikut dalam menjalankan perusahaan walaupun tidak ada dalam susunan pengurus perusahaan, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. 4. Penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. 5. Hak mendahulu adalah hak Pemerintah (dalam kedudukannya sebagai kreditur preferen) untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Penaggung Pajak dimuka umum guna menutupi atau melunasi utang pajaknya. 6. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. 83

91 LATIHAN 1. Jelaskan pengertian Penanggung Pajak! 2. Apakah yang dimaksud dengan penagihan seketika dan sekaligus? 3. Sebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya piutang pajak! 84

92 IX. SENGKETA PAJAK Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai pembetulan ketetapan pajak, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, keberatan, banding, dan gugatan Sengketa pajak dapat terjadi antara Wajib Pajak dengan petugas pajak yang biasanya timbul karena perbedaan persepsi dalam interpretasi atas peraturan perundang-undangan perpajakan. Persepsi petugas pajak secara yuridis biasanya diwujudkan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB maupun SKPN. Dalam menyelesaikan persengketaan antara Wajib Pajak dan petugas pajak, sebenarnya peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia telah memberikan beberapa solusi penyelesaiannya, antara lain: a. Penyelesaian di Direktorat Jenderal Pajak Pembetulan ketetapan pajak Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak Pengurangan atau pembatalan STP Pembatalan hasil pemeriksaan dan SKP-nya Keberatan b. Penyelesaian di Pengadilan Pajak Gugatan Banding c. Penyelesaian di Mahkamah Agung Peninjauan Kembali (PK) 85

93 9.1. Pembetulan Ketetapan Pajak Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, petugas pajak secara manusiawi bisa saja melakukan kesalahan seperti kesalahan tulis, kesalahan hitung dan kesalahan penerapan peraturan perpajakan. Sepanjang ditemukan kesalahan, maka baik secara jabatan maupun permohonan wajib pajak dapat dilakukan pembetulan. Yang dimaksud dengan salah tulis, salah hitung, dan salah penerapan adalah : a. Kesalahan tulis, yaitu antara lain kesalahan penulisan nama, alamat, NPWP, nomor ketetapan pajak, jenis pajak, masa atau tahun pajak dan tanggal jatuh tempo b. Kesalahan hitung, yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan c. Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), kekeliruan penghitungan PPh dalam tahun berjalan dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak. Sebenarnya kesalahan tulis, kesalahan hitung dan kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam perturan perundang-undangan perpajakan tidak menimbulkan persengketaan pajak karena sudah bersifat pasti. Misalnya apabila petugas pajak menulis nama Wajib Pajak tidak perlu dipersengketakan karena kesalahannya tidak perlu diperdebatkan atau disengketakan. Yang dapat dilakukan pembetulan adalah ketetapan pajak berupa: 1. Surat Ketetapan Pajak 2. Surat Tagihan Pajak 3. Surat Keputusan Pembetulan 4. Surat Keputusan Keberatan 86

94 5. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi 6. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi 7. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak 8. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak 9. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak 10.Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. Akibat adanya pembetulan ketetapan ini, mengakibatkan jumlah utang pajak dari ketetapan-ketetapan pajak diatas menjadi berubah. Adanya perubahan ini mengakibatkan adanya dasar penagihan pajak yang baru. Jangka waktu penyelesaian permohonan adalah paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima. Direktorat Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak tersebut. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Apabila permohonan diatas ditolak atau dikabulkan sebagian, maka Wajib Pajak berhak meminta keterangan dan Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak tersebut Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, Pengurangan atau pembatalan STP, Pembatalan hasil pemeriksaan dan SKP-nya Dalam keadaan tertentu, ada pengenaan sanksi atas Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak dan penetapan lainnya dapat dikurangkan atau bahkan dihapuskan. Selain itu adanya ketetapan pajak yang secara prosedural ternyata tidak memenuhi persyaratan maka dapat dibatalkan atau dihapuskan. Pengurangan, penghapusan atau pembatalan ini dapat dilakukan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak atau melalui permohonan Wajib Pajak, yang terdiri dari : 87

95 1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Misalnya Wajib Pajak menyampaikan SPT melalui pos dan menerima resi atas pengiriman tersebut. Ternyata pihak Kantor Pelayanan Pajak tidak menerima SPT tersebut sehingga diterbitkan STP dan Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Atas hal tersebut Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dihapuskan sanksinya dengan memberikan bukti resi bahwa Wajib Pajak telah menyampaikan SPT tepat waktu. 2. Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar. Misalnya dalam hal ini Wajib Pajak menyampaikan permohonan keberatan atas surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tetapi ternyata tidak memenuhi persyaratan formal sesuai dengan pasal 25 UU KUP, maka atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar. 3. Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar. Contoh adanya pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak. 4. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak 88

96 yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan. Gambar 9.1. Mekanisme Melakukan Permohonan dan Pencabutan Permohonan Gambar 9.2. Skema Batasan Melakukan Permohonan 89

97 Gambar 9.3. Bentuk Keputusan Permohonan Pengurangan, Penghapusan atau Pembatalan 9.3. Keberatan Dalam pemeriksaan pajak yang produk hukumnya berupa surat ketetapan pajak, sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat atas hasil pemeriksaan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak. Akibatnya, dapat timbul sengketa pajak antara pihak-pihak tersebut. Wajib Pajak diberi hak untuk menyampaikan permohonan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak. Permohonan keberatan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan formal agar dapat diproses. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Keberatan baik menerima, menerima sebagian, menolak dan menambah jumlah pajak terutang. Selain hal tersebut diatas yang dapat diajukan permohonan keberatan apabila ada pemotongan dan/atau pemungutan oleh pihak lain. Hal Hal Yang Dapat Diajukan Keberatan Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) 90

98 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) 5. Pemotongan atau Pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Syarat formal pengajuan permohonan keberatan : Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud diatas, bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. Format surat permohonan keberatan secara redaksional tidak diatur khusus, sehingga Wajib Pajak dapat membuat surat permohonan keberatan secara bebas sepanjang memenuhi persyaratan formal seperti tersebut diatas. 91

99 Cara Penyampaian Surat Keberatan Dimungkinkan Wajib Pajak belum mendapat penjelasan yang memadai atas surat ketapan pajak atau pemotongan dan/atau pemungutan pihak lain. Jika diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang antara lain mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut maka proses keberatan tetap dapat diselesaikan. 92

100 Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. Hal ini untuk menguatkan argumentasi dari Wajib Pajak sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan. Hasil dan Cara Penyampaian Keputusan Keberatan 93

101 Sanksi Administrasi atas hasil Pengajuan Keberatan Contoh : Untuk tahun pajak 2013, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp ,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp ,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp ,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp ,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 yaitu bunga penagihan atas keterlambatan pembayaran setelah jatuh tempo, tetapi dikenai sanksi sesuai penjelasan diatas, yaitu sebesar 50% x (Rp ,00 Rp ,00) = Rp ,00 Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud penjelasan diatas tidak dikenakan. 94

102 Khusus bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang ditetapkan secara jabatan (ex officio), yaitu SKPKB yang diterbitkan karena: 1. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan meskipun telah ditegur secara tertulis 2. Tidak memenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan 3. Menolak untuk memberikan kesempatan kepada pejabat pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang dipandang perlu, dalam rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut Apabila Wajib Pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran surat ketetapan pajak secara jabatan itu, maka keberatannya ditolak. Proses Penyelesaian di Pengadilan Pajak Gugatan Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat mengajukan gugatan kepada hanya badan peradilan pajak terhadap: 1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuman lelang. 2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 UU KUP, seperti SKPPKP atau SPMKP 3. Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan dengan STP 4. Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi atau Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan dengan STP Jangka Waktu Pengajuan Gugatan a. Gugatan terhadap angka 1, diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang 95

103 b. Gugatan terhadap angka 1, 2 dan 3 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Ketentuan Pengajuan Gugatan 1. Gugatan diajukan kepada pengadilan pajak, dengan syarat: 2. Gugatan diajukan secara tertulis kepada pengadilan pajak dalam bahasa Indonesia 3. Satu gugatan adalah untuk satu keputusan atau satu pelaksanaan penagihan 4. Diajukan oleh Penggugat, ahli waris, pengurus atau kuasa hukumnya 5. Disertai alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal surat keputusan yang di gugat 6. Dilampirkan surat keputusan yang di gugat. Pada prinsipnya gugatan tidak menunda kewajiban perpajakan dan tidak menghalangi pelaksanaan penagihan pajak. Namun penggugat dalam gugatannya dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan penagihan pajak tersebut ditunda. Permohonan penggugat tersebut dapat dikabulkan melalui suatu Putusan Sela sebelum ditetapkannya putusan atas pokok sengketa, dengan syarat apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan dilaksanakan. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Wajib Pajak Apabila persyaratan formal telah dipenuhi, maka pengadilan pajak akan memproses pengajuan gugatan WP melalui pemeriksaan acara biasa dan harus memberi putusan atas permohonan gugatan WP paling lama 6 bulan sejak surat gugatan diterima. Hal-hal lain yang berkaitan dengan banding dan gugatan diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 96

104 9.4. Banding Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada pengadilan pajak. Banding diajukan hanya kepada badan peradilan pajak atas surat keputusan keberatan, dengan syarat : a. Tertulis dalam bahasa Indonesia b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima Wajib Pajak c. Alasan yang jelas d. Dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan e. Satu Banding adalah untuk satu Surat Keputusan Keberatan Jika diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar surat keputusan keberatan diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud penjelasan diatas tidak termasuk sebagai utang pajak sampai dengan adanya putusan banding. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Contoh penghitungan lanjutan dari penghitungan keberatan diatas : Selanjutnya apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan hasil Putusan Pengadilan Pajak terkait besarnya pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp ,00. Dalam hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana 97

105 diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, sebesar 100% x (Rp ,00 Rp ,00) = Rp ,00. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Apabila persyaratan formal telah dipenuhi, maka pengadilan pajak akan memproses pengajuan banding WP melalui berita cara biasa dan harus memberi putusan atas permohonan banding WP paling lama 12 bulan sejak surat banding diterima. Terhadap Gugatan/ Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. Gugatan/ Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan: a. penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang; b. putusan Majelis/ Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat. Gugatan/ Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan kembali Proses Penyelesaian di Mahkamah Agung (MA) Peninjauan Kembali Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan 1 (satu) kali dan bila dicabut sebelum diputus maka tidak dapat diajukan kembali. Alasan-Alasan Peninjauan Kembali 1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu 2. Terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan 98

106 3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut 4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya 5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Jangka Waktu Peninjauan Kembali a. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau diketemukan bukti tertulis baru b. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dengan alasan angka 3, 4 dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Wajib Pajak Mahkamah Agung mengambil putusan atas permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan wajib pajak: 1. dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan Peninjauan Kembali diterima oleh Mahkamah Agung dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil diambil melalui pemeriksaan acara biasa 2. dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan Peninjauan Kembali diterima oleh Mahkamah Agung dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil melalui pemeriksaan acara cepat. 99

107 RANGKUMAN 1. Sengketa pajak dapat terjadi antara Wajib Pajak dengan petugas pajak yang biasanya timbul karena perbedaan persepsi dalam interpretasi atas peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Penyelesaian di Direktorat Jenderal Pajak, melalui: Pembetulan ketetapan pajak Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak Pengurangan atau pembatalan STP Pembatalan hasil pemeriksaan dan SKP-nya Keberatan 3. Penyelesaian di Pengadilan Pajak, melalui proses: Gugatan Banding 4. Penyelesaian di Mahkamah Agung, melalui proses: Peninjauan Kembali (PK) LATIHAN 1. Sebutkan penyebab dilakukannya pembetulan ketetapan pajak! 2. Sebutkan persyaratan formal pengajuan permohonan keberatan! 3. Sebutkan persyaratan formal pengajuan permohonan banding! 100

108 X. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA Tujuan pembelajaran: Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai restitusi dan Imbalan Bunga Restitusi Kelebihan pembayaran pajak terjadi apabila dalam berdasarkan pemeriksaan pajak terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, maka atas hal tersebut Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan. Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal 17D dikembalikan, dengan ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. 101

109 a. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan pasal 17B Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. B. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sesuai dengan Pasal 17C 1. Direktorat Jenderal Pajak cukup melakukan penelitian dan produk hukum yang dikeluarkan bukan SKPLB tetapi Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (karena hasil dari penelitian tetapi fungsinya sama dengan SKPLB). 2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas SPT Lebih Bayar dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak 102

110 dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh), menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat : a. 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Penghasilan b. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai. sejak permohonan diterima secara lengkap. Permohonan disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri. Apabila setelah jangka waktu tersebut terlewati SKPPKP belum diterbitkan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan SKPPKP paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah jangka waktu tersebut berakhir. Kemudian dalam satu bulan setelah SKPPKP diterbitkan, aparat pajak harus menerbitkan SPMKP setelah diperhitungkan jumlah utang pajaknya. Keterlambatan penerbitan SPMKP juga menyebabkan Wajib Pajak berhak menerima imbalan bunga sebesar 2% sebulan. 3. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak (dapat berupa SKPKB, SKPLB maupun SKPN), setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 4. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Kriteria Wajib Pajak yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Wajib Pajak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam hal memenuhi persyaratan/kriteria sebagai berikut: 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir. 103

111 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. 4. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Syarat laporan yang diaudit : * Disusun dalam bentuk panjang (long form report) * Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Wajib Pajak yang memiliki kriteria-kriteria tersebut diatas disebut sebagai Wajib Pajak Patuh dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak pada setiap bulan Januari. C. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan pasal 17D 1. Direktorat Jenderal Pajak cukup melakukan penelitian dan produk hukum yang dikeluarkan bukan SKPLB tetapi Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (karena hasil dari penelitian tetapi fungsinya sama dengan SKPLB). 2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas SPT Lebih Bayar dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh), menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat : a. 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Penghasilan b. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai. 3. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak (dapat 104

112 berupa SKPKB, SKPLB maupun SKPN), setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 4. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Kriteria Wajib Pajak yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah: a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu. Alur restitusi pasal 17C dan 17D 105

113 Jangka Waktu Penerbitan SKPPKP D. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan pasal 17E Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar. Ketentuan mengenai ini berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya Imbalan Bunga Atas kelebihan pembayaran pajak selain yang dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal 17D juga atas Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, dan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, serta Surat Keputusan Pemberian Imbalan 106

114 Bunga dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. 107

115 108

116 109

117 110

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Undang-undang perpajakan dibuat sebagai pedoman bagi berbagai pihak, terutama bagi Wajib

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, DAN PENCABUTAN

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN... i PENGERTIAN DAN DEFINISI... 1 CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK... 1 ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN... 1 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK... 4 i PENGERTIAN DAN DEFINISI

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Bagian: 1 Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2011 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 1 PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ BEBERAPA PERUBAHAN POKOK UU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 /PMK.03/2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SERTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot

24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan sebagai landasan hukum materil dan formal perpajakan, terdiri dari: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) & Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. 2. Surat Pemberitahuan & Tata

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5268 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162) I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN UMUM 1. Peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf g Undang Undang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 27 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

WALIKOTA LHOKSEUMAWE WALIKOTA LHOKSEUMAWE QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LHOKSEUMAWE, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI 3.1 Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2010 DAFTAR ISI NO.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak BAGIAN 1 Sebagaimana yang dipaparkan pada pertemuan sebelumnya bahwa salah satu inti pengertian pajak adalah dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a. bahwa Pajak Air

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Copyright 2002 BPHN UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PAJAK Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) *8618 Lihat Juga : PANGKALAN DATA PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa untuk menyelenggarakan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

*** ISTILAH PERPAJAKAN ***

*** ISTILAH PERPAJAKAN *** *** ISTILAH PERPAJAKAN *** Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2000 (16/2000) TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 12 Tahun 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 12 Tahun 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 12 Tahun 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b

Lebih terperinci

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si KUP NPWP DAN SPT 1 PENGERTIAN-PENGERTIAN: Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi/badan yang menurt ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting,

Lebih terperinci