DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR KEPABEANAN DAN CUKAI. Disusun Oleh: Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Madya)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR KEPABEANAN DAN CUKAI. Disusun Oleh: Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Madya)"

Transkripsi

1 DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR KEPABEANAN DAN CUKAI Disusun Oleh: Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Madya) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2011

2 DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR KEPABEANAN DAN CUKAI Disusun Oleh: Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Madya) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2011

3 DTSD Kepabeanan dan Cukai i

4 DAFTAR ISI Undang-Undang Pabean KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL... PETA KONSEP MODUL.... Halaman MODUL UNDANG-UNDANG PABEAN A. Pendahuluan Deskripsi Singkat Prasyarat Kompetensi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Relevansi Modul B. KEGIATAN BELAJAR Kegiatan Belajar (KB) Ketentuan Umum Kepabeanan Indikator Uraian dan contoh... 4 A. Pengantar Kepabeanan... 1) Latar belakang 2) Aspek-aspek Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 3) Hal-hal baru didalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.... 4) Latar belakang perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan B. Prinsip-Prinsip Dasar Ketentuan Kepabeanan... 1) Terminologi ) Anggapan tentang impor dan ekspor. 3) Pengenaan Bea Keluar... 4) Pemeriksaan Pabean atas barang impor dan ekspor dan barang tertentu... 5) Pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam Daerah i ii viii ix DTSD Kepabeanan dan Cukai ii

5 Pabean 14 6) Pemenuhan Kewajiban Pabean dan Pemberitahuan Pabean ) Registrasi Kepabeanan Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar (KB) Pengangkutan Barang Impor dan Ekspor Indikator Uraian dan contoh A. Pengangkutan Barang ) Kedatangan Sarana Pengangkut ) Pengangkutan barang ) Keberangkatan Sarana Pengangkut. 27 4) Pembongkaran, Penimbunan dan Pengeluaran B. Impor Untuk Dipakai, Impor Sementara dan Ekspor 30 1) Impor Untuk Dipakai ) Impor Sementara 32 3) Ekspor Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar (KB) Tarif, Nilai Pabean, Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan dan Fasilitas Pabean Indikator Uraian dan contoh A. Tarif dan Nilai Pabean ) Tarif dan klasifikasi barang ) Nilai Pabean DTSD Kepabeanan dan Cukai iii

6 3) Penetapan tarif dan nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai (pasal 16 UU Kepabeanan) ) Penetapan kembali tarif dan nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai (pasal 17 UU Kepabeanan). 48 5) Penetapan klasifikasi barang dan nilai pabean sebelum diajukan pemberitahuan pabean (pasal 17 A) B. Bea Masuk, Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan ) Bea Masuk ) Bea Masuk Anti Dumping ) Bea Masuk Imbalan ) Bea Masuk Tindakan Pengaman ) Bea Masuk Pembalasan C. Fasilitas Kepabeanan (Tidak Dipungut Bea Masuk, Pembebasan, Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk) 54 1) Tidak dipungut Bea Masuk (pasal 24 UU Kepabeanan) 54 2) Pembebasan Bea Masuk (pasal 25 UU Kepabeanan) ) Pembebasan atau keringanan Bea Masuk ) Pengembalian Bea Masuk Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar (KB) Pemberitahuan Pabean dan Tanggung Jawab Bea Masuk, Pembayaran Bea Masuk, Penagihan Utang, Jaminan dan Pembukuan Indikator Uraian dan contoh A. Pemberitahuan Pabean dan Tanggung Jawab Bea Masuk ) Pemberitahuan pabean ) Pengurusan pemberitahuan pabean ) Tanggung jawab atas Bea Masuk DTSD Kepabeanan dan Cukai iv

7 B. Pembayaran Bea Masuk, Penagihan dan Jaminan ) Pembayaran bea masuk. 81 2) Penagihan utang ) Jaminan C. Penyelenggaraan Pembukuan ) Kewajiban pembukuan ) Ketentuan sanksi Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar (KB) Tempat Penimbunan Dibawah Pengawasan Pabean, Larangan dan Pembatasan dan Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai Indikator Uraian dan contoh A. Tempat Penimbunan Dibawah Pengawasan Pabean ) Tempat Penimbunan Sementara ) Tempat Penimbunan Berikat (TPB) ) Tempat Penimbunan Pabean (TPP) 110 B. Larangan edan Pembatasan Impor dan Ekspor Serta Pengendalian Pelanggaran HaKI ) Larangan dan Pembatasan Impor atau Ekspor ) Pengendalian Barang Impor atau Ekspor Hasil Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) 113 C. Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara ) Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai ) Barang Yang Menjadi Milik Negara ) Barang Menjadi Milik Negara Latihan Rangkuman Tes Formatif DTSD Kepabeanan dan Cukai v

8 5.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar (KB) Pelayanan Dokumen Impor dan Tata Kerja Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen Indikator Uraian dan contoh A. Wewenang Kepabeanan ) Ketentuan Umum ) Pengawasan dan Penyegelan ) Pemeriksaan Barang ) Pemeriksaan Pembukuan ) Pemeriksaan Bangunan dan Tempat Lain ) Pemeriksaan Sarana Pengangkut ) Pemeriksaan Badan ) Kewenangan merubah atau menghapus tagihan B. Keberatan dan Banding ) Keberatan ) Banding 156 C. Ketentuan Pidana dan Penyidikan ) Ketentuan Umum a. Sanksi pidana terhadap penyelundupan. 158 b. Sanksi pidana terhadap pemalsuan dokumen kepabeanan c. Sanksi pidana terhadap pembuatan data palsu d. Sanksi pidana terhadap pemilikan barang hasil penyelundupan e. Sanksi pidana terhadap orang yang mengakses sistem elektronik kepabeanan secara tidak sah 163 f. Sanksi pidana terhadap pihak yang mengangkut barang hasil penyelundupan. 164 g. Sanksi pidana atas pengubahan data dari pembukuan h. Sanksi pidana atas penghilangan data dari dokumen DTSD Kepabeanan dan Cukai vi

9 kepabeanan i. Sanksi pidana atas penyediaan blangko faktur perusahaan asing j. Sanksi pidana atas perusakan segel k. Sanksi Pidana terhadap PPJK l. Sanksi pidana terhadap badan hukum yang melakukan tindak pidana ) Penyidikan Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut PENUTUP TES SUMATIF KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) DAFTAR PUSTAKA DTSD Kepabeanan dan Cukai vii

10 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 1. Langkah-langkah belajar yang ditempuh. Modul ini terdiri dari 6 (enam) Kegiatan Belajar (KB). Perserta Diklat harus mempelajari KB-1 terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan KB-2 dan seterusnya. Pahami topik/judul Kegiatan Belajar, pelajari isi/materi KB, kemudian kerjakan latihan. Perhatikan rangkuman KB dan kerjakan kembali test formatif. Dalam hal belum memenuhi tingkat pemahaman dengan kategori baik (nilai lebih dari 80), ulangi kembali materi dalam Kegiatan Belajar tersebut. 2. Perlengkapan yang harus disediakan. Modul ini juga memberikan referensi bacaan maupun peraturan yang terkait. Peserta Diklat disarankan mempelajari juga referensi yang diberikan, terutama ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dilapangan. 3. Target waktu dan pencapaian dalam pembelajaran menggunakan modul. Untuk mempelajari modul ini memerlukan waktu 40 (empat puluh) jam latihan. Namun alokasi waktu tersebut dapat ditambah untuk mempelajari ketentuan terkait lainnya. 4. Hasil evaluasi self assessment. Evaluasi atas keseluruhan modul dapat dipelajari pada test sumatif. Hasil evaluasi dapat Saudara nilai sendiri apakah Saudara sudah cukup memahami materi modul. Jika hasil evaluasi belum mencapai kategori baik disarankan Saudara mengulangi materi modul. 5. Prosedur peningkatan kompetensi materi. Dalam rangka untuk meningkatkan kompetensi materi, Saudara dapat mempelajari ketentuan dan peraturan terkait setelah Saudara selesai mempelajari keseluruhan materi modul. Oleh karena peraturan terkait dalam implementasinya berpotensi berubah, maka disarankan Saudara tetap mengikuti perkembangan/peraturan dimaksud di lapangan. 6. Peran tenaga pengajar dalam proses pembelajaran. Tenaga pengajar berperan dalam menjelaskan isi materi per sub Kegiatan Belajar, memberikan contoh-contoh, dan latihan. Pengajar juga menjawab pertanyaan-pertanyaan atas permasalahan yang terkait dengan modul dan pelaksanaannya di lapangan. DTSD Kepabeanan dan Cukai viii

11 PETA KONSEP UNDANG-UNDANG PABEAN PRINSIP DASAR PENGANGKUTAN PENIMBUNAN PEMBERITAHUAN PABEAN IMPOR EKSPOR PEMBAYARAN PENAGIHAN KEBERATAN DAN BANDING DTSD Kepabeanan dan Cukai ix

12 A PENDAHULUAN MODUL UNDANG-UNDANG PABEAN 1. Deskripsi Singkat Pelajaran dalam modul ini pada garis besarnya membahas mengenai prinsip-prinsip dasar ketentuan kepabeanan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Kepabeanan. Materi modul ini meliputi ketentuan umum impor dan ekspor; ketentuan pengangkutan barang Impor dan ekspor; perhitungan pemungutan bea masuk dan fasilitas kepabeanan; Pemberitahuan Pabean dan tanggung jawab Bea Masuk; Tempat Penimbunan Dibawah Pengawasan Pabean; ketentuan larangan dan pembatasan impor dan ekspor, ketentuan barang yang dinyatakan Tidak Dikuasai, Dikuasai Negara dan Milik Negara ; serta ketentuan yang mengatur Wewenang Kepabeanan, keberatan dan banding, dan ketentuan pidana dan penyidikan. 2. Prasyarat Kompetensi Untuk dapat mempelajari modul ini dengan baik peserta Diklat harus sudah menguasai teknik pabean dasar (DTSD Tingkat Dasar), dan sekurang-kurangnya telah lulus Sekolah Menegah Umum atau sederajat. DTSD Kepabeanan dan Cukai 1

13 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar a. Pemahaman ketentuan umum dibidang kepabeanan. 1) Memahami latar belakang ketentuan kepabeanan. 2) Memahami prinsip-prinsip dasar ketentuan kepabeanan. b. Pemahaman ketentuan pengangkutan barang impor dan ekspor. 1) Memahami ketentuan pengangkutan barang impor dan ekspor. 2) Memahami ketentuan impor untuk dipakai, impor sementara, ekspor. c. Pemahaman ketentuan penetapan bea masuk dan pemberian fasilitas pabean. 1) Memahami ketentuan tariff dan nilai pabean. 2) Memahami ketentuan pemungutan bea masuk dan bea masuk tambahan. 3 Memahami ketentuan pemberian fasilitas pembebasan dan keringanan bea masuk. d. Pemahaman ketentuan penyampaian pemberitahuan pabean.. 1) Memahami ketentuan pemberitahuan pabean dan tanggung jawab bea masuk. 2) Memahami ketentuan pembayaran bea masuk, penagihan dan jaminan. 3) Memahami ketentuan penyelenggaraan pembukuan. e. Pemahaman ketentuantempat penimbunan, larangan dan pembatasan dan barang tidak dikuasai. 1) Memahami ketentuan tempat penimbunan dibawah pengawasan pabean. 2) Memahami ketentuan larangan dan pembatasan impor dan ekspor dan pengendalian barang hasil pelanggaran HaKI. 3) Memahami ketentuan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara, dan barang yang menjadi milik Negara. f. Pemahaman ketentuan wewenang kepabeanan, keberatan dan ketentuan pidana. 1) Memahami ketentuan wewenang kepabeanan. 2) Memahami ketentuan pengajuan keberatan dan banding. 3) Memahami ketentuan pidana dan penyidikan. DTSD Kepabeanan dan Cukai 2

14 4. Relevansi Modul Modul ini berguna bagi peserta diklat Teknis Substantif Dasar tingkat lanjutan untuk bekal dalam bekerja dilapangan. Hal ini berkaitan dengan tugas pegawai bea dan cukai yaitu melakukan pengawasan atas lalu lintas barang impor dan ekspor dan penyelesaian kewajiban pabean oleh importir atau eksportir. Modul ini juga berguna bagi peserta diklat dalam mempelajari modul atau mata pelajaran lainnya yang terkait, seperti Modul Tarif dan Klasifikasi Barang, dan Modul Nilai Pabean, Modul Perbendaharaan Penerimaan dan sebagainya. DTSD Kepabeanan dan Cukai 3

15 K B KEGIATAN BELAJAR 1. Kegiatan Belajar (KB) 1 KETENTUAN UMUM KEPABEANAN Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu 1) Menjelaskan latar belakang, aspek-aspek dan hal-hal baru yang diatur didalam Undang-undang Kepabeanan : 2) Menjelaskan terminologi yang selalu digunakan didalam segala ketentuan kepabeanan ;. 3) Menjelaskan ketentuan dasar tentang impor dan ekspor 4) Menjawab pertanyaan tentang ketentuan umum kepabeanan 1.1. Uraian dan Contoh A. PENGANTAR KEPABEANAN Dalam materi ini dibahas mengenai prinsip-prinsip dasar dan ketentuan umum tentang impor dan ekspor. 1) Latar belakang Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, DTSD Kepabeanan dan Cukai 4

16 bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Akan tetapi, sejak kemerdekaan Undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undangundang Dasar Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan. Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. Produk perundang-undangan yang lahir disetelah kemerdekaan adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang mulai diberlakukan secara penuh pada tanggal 1 Maret Karena adanya tuntutan dan masukan dari masyarakat maka sebelas tahun kemudian Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 2) Aspek-aspek Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Undang-undang Kepabeanan ini telah memperhatikan aspek-aspek : DTSD Kepabeanan dan Cukai 5

17 a. keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama; b. pemberian insentif yang akan memberikan manfaat pertumbuhan perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk atas impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea Masuk dilakukan; c. netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga distorsi yang mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari; d. kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu biaya administrasi dapat ditekan serendah mungkin; e. kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam Undangundang ini telah memperhatikan segi-segi stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional; f. penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini ditaati; g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam Undang-undang ini diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yaitu, diperairan pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional; h. Praktek kepabeanan internasional sebagaimana diatur dalam persetujuan perdagangan internasional. DTSD Kepabeanan dan Cukai 6

18 3) Hal-hal baru didalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Undang-undang Kepabeanan baru produk setelah kemerdekaan mengatur hal-hal baru yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan perundangundangan peninggalan pemerintah kolonial yang digantikannya, antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding. Selain daripada itu untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang, orang, dan dokumen agar menjadi semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur pula antara lain: a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif; b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik (hubungan antar komputer); c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan; d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab atas Bea Masuk melalui sistem menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self assessment), dengan tatap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor barang, seperti barang pornografi, narkotika, uang palsu, dan senjata api. 4) Latar belakang perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah diubah dengan UU No. 17 Tahun Terdapat 52 pasal yang diubah dan 36 pasal yang ditambah. Terdapat pula 14 pasal yang dihapus, yang sebagian besar adalah ketentuan untuk menghindari kekosongan hukum. berikut: Latar belakang diubahnya UU Kepabeanan dapat diuraikan sebagai DTSD Kepabeanan dan Cukai 7

19 a. Adanya tuntutan dan masukan dari masyarakat agar : i. Memberikan fasilitasi dan perlindungan perdagangan dan industri. Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menuntut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk dapat memberikan insentif perdagangan dan industri yang lebih luas berupa pelayanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah, contohnya jalur prioritas, perluasan fasilitas penangguhan bea masuk, safe guard tariff, sehingga dapat menjadi daya tarik bagi para investor baik dalam negeri maupun luar negeri. ii. Mempertegas ketentuan mengenai pidana untuk menangkal penyelundupan. Rumusan ketentuan tindak pidana penyelundupan dalam UU No. 10 Tahun 1995 kurang tegas, sehingga susah menjerat pelanggar kepabeanan dengan pidana penyelundupan karena jika pelaku telah memenuhi salah satu kewajiban pabean saja walaupun tidak sepenuhnya, tidak lagi dianggap sebagai penyelundupan. Hal tersebut dianggap kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu dipandang perlu untuk merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan. iii. Memperberat sanksi terhadap pelanggaran kepabeanan untuk menimbulkan efek jera. Mengingat masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran kepabeanan yang terjadi karena masih ringannya sanksi yang diatur didalam UU No. 10 Tahun 1995, maka untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran kepabeanan, perlu ditetapkan pemberatan sanksi berupa denda, serta memberlakukan sanksi pidana minimal dan maksimal. iv. Memberikan kewenangan kepada Direktorat jenderal Bea dan Cukai untuk mengawasi pengangkutan atas Barang Tertentu dalam Daerah Pabean. Salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diamanatkan dalam undang-undang No. 10 Tahun 1995 adalah pengawasan atas lalu lintas barang impor dan ekspor. Dalam perkembangannya muncul keinginan masyarakat tentang perlunya pengawasan atas lalu lintas barang tertentu dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk mencegah pengurasan sumber daya alam melalui praktek DTSD Kepabeanan dan Cukai 8

20 penyelundupan barang tertentu dengan modus operandi antar pulau, antara lain : - barang-barang strategis berupa kebutuhan pokok, seperti : gula, beras, tepung terigu dan sebagainya ; - barang-barang yang dilarang atau dibatasi, seperti : kayu gelondongan, flora dan fauna, barang purbakala dan lain-lain ; - barang-barang yang dikenai pungutan ekspor ; - barang-barang yang disubsidi oleh Pemerintah seperti bahan bakar minyak dan pupuk. v. Kesetaraan pengenaan sanksi bagi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang turut serta dalam pelanggaran kepabeanan. UU No. 10 tahun 1995 tidak mengatur secara eksplisit mengenai sanksi untuk pegawai yang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan kegiatan yang merugikan Negara. Demi terciptanya azas kesetaraan hukum maka dipandang perlu untuk mengatur secara khusus untuk pegawai bead an cukai. b. Menyesuaikan dengan perjanjian dan konvensi Internasional. - World Trade Organization ( Safeguard Tariff, Hirarkhi Penetapan Nilai Pabean) ; - Revised Kyoto Convention ( Bea Keluar, Penangkutan Barang Tertentu, Pemeriksaan Pabean, Free Trade Zone, Kawasan Berikat ) ; - Arusha Declaration Declaration of the Customs Cooperation Council Concerning Good Governance And Integrity In Customs (Kode Etik Pegawai ); - Nairoby Convention International Convention On Mutual Adminstratif Assistance For Preventioan, Investigation anad Repression of Customs Offences ( Larangan dan Pembatasan, Pemberantasan penyelundupan). DTSD Kepabeanan dan Cukai 9

21 B. PRINSIP-PRINSIP DASAR KETENTUAN KEPABEANAN Dalam materi ini dibahas mengenai pengertian-pengertian kepabeanan, dan ketentuan umum impor dan ekspor. 1) Terminologi Didalam Undang-undang Pabean dikenal adanya beberapa terminologi sebagai berikut : a. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk. b. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang ini. c. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalulintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. d. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini. e. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu-lintas impor dan ekspor. f. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang ini. g. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. h. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai. DTSD Kepabeanan dan Cukai 10

22 i. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini. j. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. k. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. l. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean. m. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. n. Bea Keluar adalah pungutan Negara berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang ekspor. o. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. p. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. q. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-undang ini. r. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi tehnis terkait sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. s. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalm rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang kepabeanan. t. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau keluar. DTSD Kepabeanan dan Cukai 11

23 2) Anggapan tentang impor dan ekspor Secara yuridis pengertian Impor terjadi sejak saat barang impor memasuki Daerah Pabean. Sejak saat itu barang tersebut diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk, artinya kewajiban membayar Bea Masuk melekat pada barang yang bersangkutan. Argumen ini menjadikan pasal 2 UU Kepabeanan merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan. Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang melintasi Daerah Pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor barang, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut sudah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean. Yang dimaksud dengan "sarana pengangkut" adalah setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Akan dimuat, mengandung pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabean (ekspor), karena telah diserahkannya Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat saja barang tersebut masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempat-tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang atau pabrik eksportir yang bersangkutan. Namun demikian dalam hal suatu party barang telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean, jika dapat dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam Daerah Pabean dengan menyerahkan suatu Pemberitahuan Pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai barang ekspor. Untuk memperjelas pengertian Daerah Pabean, barang impor, barang ekspor dan barang terutang Bea Masuk, perhatikan gambar berikut : DTSD Kepabeanan dan Cukai 12

24 DAERAH PABEAN INDONESIA brg impor ekspor Terutang BM dianggap telah diekspor batas laut wilayah zee Daerah Pabean adalah wilayah RI meliputi perairan darat, perairan dan ruang udara diatasnya termasuk tempat-tempat tertentu di ZEE dan LK dimana bertlaku UU Kepabeanan 3) Pengenaan Bea Keluar Untuk melindungi kepentingan nasional dan bukan untuk membebani daya saing komoditi ekspor di pasar internasional, terhadap barang ekspor dapat dikenakan Bea Keluar. Bea Keluar dikenakan dengan tujuan untuk : a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri ; b. melindungi kelestarian sumber daya alam; c. mengatisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau d. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Ketentuan mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor selanjutnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. DTSD Kepabeanan dan Cukai 13

25 4) Pemeriksaan Pabean atas barang impor dan ekspor dan barang tertentu. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan. Bentuk pemeriksaan pabean adalah penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Pemeriksaan pabean terhadap barang dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen hanya dilakukan dengan memeprtimbangkan resiko yang melekat pada barang dan importir yang bersangkutan. Pada dasarnya pemeriksaan pabean dilakukan dalam Daerah Pabean, namun dengan mempertimbangkan kelancaran arus barang dan/atau pengamanan penerimaan negara, Menteri Keuangan dapat menetapkan pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar Daerah Pabean oleh Pejabat bea dan Cukai atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam rangka mendorong Ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya. Namun demikian untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan, UU Kepabeanan memberikan kewenangan kepada Menteri untuk dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor. 5) Pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam Daerah Pabean. Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam Daerah Pabean, yaitu pengawasan pengangkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalaui laut. Pengawasan pengangkutan barang tertentu ini bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan modus antarpulau barang-barang strategis seperti hasil hutan, hasil tambang atau barang yang mendapat subsidi, misalnya, pupuk, bahan bakar minyak dan DTSD Kepabeanan dan Cukai 14

26 laian-lain. Penetapan suatu barang sebagai barang tertentu ditetapkan oleh menteri yang membidangi perdagangan, dalam hal ini Menteri Perdagangan. Ada kewajiban dari Menteri Perdagangan kepada Menteri Keuangan untuk memberitahukan daftar barang yang ditetapkan sebagai barang tertentu kepada Menteri Keuangan. Mengingat kondisi geografis Indonesia dengan mempertimbangkan efisiensi pengangkutannya, maka pengawasan pabean tidak dilakukan terhadap barang tertentu yang diangkut melalui darat atau udara. 6) Pemenuhan Kewajiban Pabean dan Pemberitahuan Pabean Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean. Yang menjadi dasar pertimbangan adalah keadaan geografis negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara kepulauan, dimana tidaklah mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean. Penegasan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean maksudnya adalah kalau kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Undangundang ini. Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan Kewajiban Pabean, ditetapkan Kawasan Pabean dan Pos Pengawasan Pabean yang penetapannya dilakukan oleh Menteri Keuangan. Dengan demikian, pengawasan akan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi Kewajiban Pabean seperti penyerahan Pemberitahuan Pabean atau pelunasan Bea Masuk telah dibatasi dengan penunjukan Kantor Pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Pemenuhan Kewajiban Pabean di tempat selain di Kantor Pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian; atau apabila dengan cara tersebut Kewajiban Pabean dapat DTSD Kepabeanan dan Cukai 15

27 dipenuhi dengan lebih mudah, aman, dan murah, pemberian kemudahan tersebut bersifat sementara. Penunjukan Pos Pengawasan Pabean dimaksudkan untuk tempat Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari Kantor Pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi Kewajiban Pabean. Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik. Yang dimaksud dengan data elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal atau cara laian yang sejenis. 7) Registrasi Kepabeanan Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan. Perimbangannya adalah, semakin berkembangnya penggunaan tehnologi informasi dalam kegiatan kepabeanan, diperlukan adanya sarana untuk mengenali pengguna jasa kepabeanan melalaui nomor identitas pribadi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian hanya orang yang memiliki nomor identitas tersebut yang dapat mengakses atau berhubungan dengan sistem tehnologi informasi kepabeanan. Perolehan nomor identitas tersebut dilakukan dengan cara registrasi, misalnya registrasi importir, eksportir dan penggusaha pengurusan jasa kepabeanan. Dikecualikan dari kewajiban registrasi kepabeanan adalah orang yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean tertentu misalnya barang penumpang, barang diplomatik, atau barang kiriman melalui pos atau perusahaan jasa titipan. DTSD Kepabeanan dan Cukai 16

28 1.2. Latihan 1 Kerjakan soal latihan berikut ini didalam kertas jawaban! 1) Jelaskan mengapa UU Kepabeanan warisan pemerintah kolonial Belanda tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini sehingga perlu diganti! 2) Jelaskan hal-hal baru yang diatur didalam UU Kepabeanan! 3) Jelaskan aspek-aspek UU Kepabeanan! 4) Jelaskan latar belakang diubahnya UU No. 10 Tahun 1995 dengan UU No. 17 Tahun 2006! 5) Jelaskan perlunya pengawasan pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean! 6) Jelaskan pengertian-pengertian : a). Kepabeanan b). Daerah Pabean c). Kawasan Pabean d). Kantor Pabean. 7) Jelaskan bilamana barang impor terutang Bea Masuk! Dimana pemenuhan kewajiban Pabean harus dilakukan? Bagaimana caranya? 8) Jelaskan anggapan tentang ekspor menurut ketentuan kepabeanan Indonesia. Dan jelaskan barang yang dapat dikenakan Bea Keluar! 9) Jelaskan pemeriksaan pabean terhadap barang impor dan barang ekspor! Serta jelaskan pengawasan terhadap barang tertentu! 10) Dimana pemenuhan kewajiban Pabean harus dilakukan? Bagaimana caranya? 11) Jelaskan ketentuan tentang kewajiban melakukan registrasi kepabeanan! 1.3. Rangkuman 1) UU Kepabeanan peninggalan pemerintah colonial Belanda tidak sesuai lagi dengan kondisi setelah kemerdekaan. Meskipun terhadap telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan DTSD Kepabeanan dan Cukai 17

29 tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan. 2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk melakukan pengawasan atas lalu lintas barang impor dan ekspor. Dasar hukum dari kewenangan tersebut adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 3) Undang-undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal baru, antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding. 4) Untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, diatur pula antara lain, pelaksanaan pemeriksaan secara selektif, penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik (hubungan antar komputer), pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan serta sistem self assessment). 5) Latar belakang perubahan UU Kepabeanan dengan UU No. 17 Tahun 2006 adalah karena adanya tuntutan dari masyarakat dan penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan internasional khususnya dibidang Kepabeanan. 6) Undang-undang Kepabeanan hanya berlaku di Daerah Pabean Indonesia. 7) Kawasan Pabean sepenuhnya dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 8) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk. 9) Barang yang akan dimuat ke sarana pengangkut untuk dibawa ke luar Daerah Pabean dianggap telah diekspor. 10) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi pemeriksaan fisik dan penerilitian dokumen. Pemeriksaan pabean dilakukan secara selektif. 11) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen, kecuali dalam halhal tertentu dapat dilakukan pemeriksaan fisik. 12) Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam Daerah Pabean. DTSD Kepabeanan dan Cukai 18

30 13) Pemenuhan kewajiban pabean wajib dilakukan di Kantor Pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. Pemberitahuan pabean disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik. 14) Orang yang melakukan pemenuhan kewaajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 15) Terhadap barang yang diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuan yang diatur didalam UU Kepabeanan Test formatif 1 Pilih dan berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c atau d pada jawaban yang paling tepat! 1) Daerah Pabean Indonesia adalah wilayah RI yang meliputi a. Wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya termasuk zona ekonomi eklusif dan landas kontinen. b. Wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, termasuk laut lepas dan laut wilayah. c. Wilayah darat, perairan dan ruang udara serta tempat-tempat tertentu di laut lepas dan laut wilayah. d. Wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, termasuk tempattempat tertentu di zona ekonomi eklusif dan landas kontinen. 2) Pelabuhan Tanjung Priok, adalah merupakan... a. Daerah Pabean b. Kawasan Pabean c. Daerah Bebas d. Kawasan Otorita 3) Tempat tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia adalah merupakan... a. Daerah Pabean b. Kawasan Pabean c. Daerah Khusus d. Bukan a,b dan c diatas. DTSD Kepabeanan dan Cukai 19

31 4) Barang yang datang dari luar Daerah Pabean dan baru saja melintasi wilayah perbatasan RI a. sudah terutang Bea Masuk. b. belum terutang Bea Masuk. c. belum merupakan barang impor d. wajib membayar Bea Masuk. 5) Suatu barang telah dimuat ke sarana pengangkut. Sesuai dokumen yang bersangkutan, barang tersebut akan diekspor ke Jepang. Terhadap barang tersebut a. belum diperlakukan sebagai barang ekspor. b. diperlakukan sebagai barang yang berasal dari Daerah Pabean c. diperlakukan sebagai barang yang berasal dari derah bebas. d. diperlakukan sebagai barang ekspor. 6) Tempat Penimbunan Sementara adalah tempat untuk menimbun... a. barang impor, barang ekspor dan barang antar pulau, sementara menunggu pemuatan atan pengeluarannya. b. barang impor, barang ekspor, barang yang tidak dikuasai dan barang dikuasai negara sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. c. barang impor, barang ekspor dan barang yang dinyatakan dikuasai negara sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. d. barang impor dan barang ekspor sementara menunggu pengeluaran atau pemuatannya. 7) Kepabeanan adalah... a. Kegiatan pemungutan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai ; b. Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor; c. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean oleh Pajabt Pabean; d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk. 8) Di Tempat Penimbunan Pabean, disimpan DTSD Kepabeanan dan Cukai 20

32 a. barang impor dan barang ekspor sementara menunggu pengeluaran atau pemuatannya b. barang impor untuk tujuan produksi, pameran, penjualan dan penimbunan. c. barang impor dibawah pengawasan pabean. d. barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang dikuasai negara dan barang yang menjadi milik negara 9) Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam a. Kawasan Pabean. b. Daerah Pabean. c. Kantor Pabean. d. Wilayah Republik Indonesia. 10) Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari... a. Kawasan Pabean. b. Daerah Pabean. c. Kantor Pabean. d. Wilayah Republik Indonesia. 11) Fasilitas kepabeanan bagi Tempat Penimbunan Berikat adalah a. pembebasan Bea Masuk. b. keringanan Bea Masuk. c. penangguhan Bea Masuk. d. tidak dipungut Bea Masuk. 12) Status barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean, adalah a. diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk. b. diperlakukan sebagai barang impor dan wajib membayar Bea Masuk. c. belum diperlakukan sebagai barang impor dan belum wajib membayar Bea Masuk. d. belum diperlakukan sebagai barang impor namun terutang Bea Masuk. 13) Pemeriksaan Pabean atas barang impor meliputi a. penelitian dokumen. b. pemeriksaan fisik barang. c. pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen. d. pemeriksaan pembukuan. DTSD Kepabeanan dan Cukai 21

33 14) Terhadap barang ekspor dilakukan... a. Penelitian dokumen. b. pemeriksaan fisik barang. c. pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen. d. pemeriksaan pembukuan. 15) Pengawasan terhadap barang tertentu dilakukan terhadap barang yang diangkut dengan... a. semua sarana pengangkut. b. sarana pengangkut udara. c. sarana pengangkut darat. d. semua sarana pengangkut laut. 16) Bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya, adalah a. Tempat Penimbunan Pabean. b. Tempat Penimbunan Sementara c. Tempat Penimbunan Berikat. d. Tempat Penimbunan Impor. 17) Bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan pabean untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang milik Negara, adalah: a. Tempat Penimbunan Pabean. b. Tempat Penimbunan Sementara c. Tempat Penimbunan Berikat. d. Tempat Penimbunan Impor. 18) Yang berwenang menetapkan suatu barang sebagai barang tertentu, adalah, a. Menteri Keuangan. b. Presiden. c. Menteri Perdagangan. d. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 19) Pemeriksaan pabean secara selektif adalah meliputi... a. pemeriksaan fisik. b. penelitian dokumen. DTSD Kepabeanan dan Cukai 22

34 c. pemeriksaan pembukuan. d. pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen. 20) Kewajiban melakukan registrasi berlaku bagi... a. semua orang yang melakukan kewajiban pabean. b. eksportir saja. c. importir saja. d. importir dan eksportir 1.5. Umpan balik dan tindak lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai 91 % s.d 100 % : Amat Baik 81 % s.d. 90,00 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang Bila tingkat pemahaman belum mencapai 75 % ke atas (kategori Cukup ), maka disarankan mengulangi materi. Silakan nilai kemampuan Anda sendiri secara jujur. DTSD Kepabeanan dan Cukai 23

35 2. Kegiatan Belajar (KB) 2 PENGANGKUTAN BARANG IMPOR DAN EKSPOR Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu a. Menjelaskan ketentuan pengangkutan barang impor dan ekspor. b. Menjelaskan ketentuan impor untuk dipakai dan impor sementara. c. Menjelaskan ketentuan ekspor. d. Menjawab pertanyaan tentang pengangkutan barang impor dan ekspor Uraian dan Contoh A. PENGANGKUTAN BARANG Dalam materi ini dibahas mengenai ketentuan pengangkutan barang impor dan ekspor yang meliputi kedatangan sarana pengankut, pembongkaran dan penimbunan barang, dan keberangkatan sarana pengangkut. 1) Kedatangan Sarana Pengangkut Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari luar Daerah Pabean wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke kantor pabean tujuan sebelum kedatangan sarana pengangkut. Kewajiban tersebut juga berlaku untuk sarana pengangkut yang datang dari dalam Daerah Pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor dan/atau barang asal Daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalaui luar Daerah Pabean. Kewajiban dimaksud tidak berlaku untuk sarana pengangkut darat. Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut yaitu : i. saat lego jangkar di perairan pelabuhan untuk sarana pengangkut melalui laut ; DTSD Kepabeanan dan Cukai 24

36 ii. saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana pengangkut melalaui udara. Pada saat memasuki Daerah Pabean pengangkut sebagaimana tersebut diatas wajib mencantumkan barang barang impor, barang ekspor dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalaui luar Daerah Pabean, dalam manifesnya. Yang dimaksud manifes adalah barang niaga yang dimuat dalam sarana pengangkut. Manifest dibuat oleh sarana pengangkut berdasarkan dokumen surat muatan (Bill of Lading atau Airway Bill). Jadi sebenarnya dokumen Manifest adalah merupakan rekapitulasi dari dokumen surat muatan. Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean atau datang dari dalam Daerah Pabean dengan mengangkut barang impor, barang ekspor dan/atau barang asal Daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean, wajib menyerahkan pemberitahuan pabean,yang berisi informasi tentang semua barang niaga yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. Dalam hal pembongkaran tidak dapat segera dilakukan, kewajiban penyerahan pemberitahuan pabean dilaksanakan paling lambat : i. paling lambat 24 (dua puluh) empat jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut melalaui laut; ii. paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalaui udara ; atau iii. pada saat kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangngkut yang melalaui darat. Kewajiban penyerahan pemberitahuan pabean dikecualikan bagi pengangkut yang berlabuh palaing lama 24 (dua puluh empat jam) dan tidak melakukan pembongkaran barang. Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, misalnya mengalami kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, terjebak dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi diluar kemampuan manusia, pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu dan wajib : DTSD Kepabeanan dan Cukai 25

37 i. melaporkan keadaan darurat tersebut ke kantor pabean terdekat, yaitu kantor pabean yang paling mudah dicapai, pada kesempatan pertama. Cara pelaporan dapat dilakukan dengan menggunakan radio panggil, telepon atau faksimile ; ii. menyerahkan pemberitahuan pabean paling lambat 72 (tujuh puluh dua) jam sesuadah pembongkaran. Pengangkut yang tidak memberitahukan rencana kedatangannya dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp ,00 dan paling banyak Rp ,00. Sedangkan pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan tentang penyerahan pemberitahuan pabean pada saat kedatangannya dikenai sanksi adminstrasi berupa denda paling sedikit Rp ,00 dan paling banyak Rp ,00. Ketentuan lebih lanjut tentang rencana kedatangan sarana pengangkut dan pemberitahuan sarana pengangkut akan diatur dengan peraturan Menteri Keuangan. 2) Pengangkutan barang Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat lainnya, melalaui darat (inland transportion), wajib diberitahukan ke kantor pabean. Pengusaha tempat penimbunan sementara / tempat penimbunan berikat atau importir yang telah memenuhi kewajiban dimaksud, tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pengusaha tempat penimbunan sementara / tempat penimbunan berikat atau importir yang telah memenuhi kewajiban dimaksud, tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar DTSD Kepabeanan dan Cukai 26

38 kemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlah dan jenis barangnya didasarkan pada hasil pengukuran di tempat pengukuran terakhir dalam daerah pabean. Pemberitahuan pabean atas impor atau ekspor barang tersebut harus didasarkan hasil pengukuran dimaksud. Pengiriman peranti lunak dan/atau data elektronik untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi elektronik. Peranti lunak (software) dapat berupa serangkaian program dalam sistem komputer yang memerintahkan komputer apa yang harus dilakukan. Peranti lunak dan data elektronik (softcopy) merupakan barang yang menjadi objek dari undang-undang ini dan pengangkutan atau pengirimannya dapat dilakukan melalui transmisi elektronik misalnya melalui media internet. Barang tertentu wajib diberitahukan oleh pengangkut baik pada waktu keberangkatan maupun kedatangan di kantor pabean yang ditetapkan dan wajib dilindungi dokumen yang dipersyaratkan dalam pengangkutannya. Pengangkut yang telah memenuhi kewajiban dimaksud, tetapi jumlahnya kurang atau lebih dari yang diberitahukan dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp ,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Jika pengangkut yang tidak memenuhi kewajiban tentang penyerahan pemberitahuan dan dokumen perlindungan pengangkutannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 3) Keberangkatan Sarana Pengangkut Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju luar Daerah Pabean wajib menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut. Kewajiban tersebut juga berlaku untuk sarana pengangkut yang akan berangkat ke dalam Daerah DTSD Kepabeanan dan Cukai 27

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH )

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH ) UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak lebih dari membeli dan menjual baramg antara pengusaha-pengusaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak lebih dari membeli dan menjual baramg antara pengusaha-pengusaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dalam transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor pada hakikatnya adalah suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2002 BPHN UU 10/1995, KEPABEANAN *9048 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN Indeks: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG DAN AWAK SARANA PENGANGKUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] Pasal 102 Setiap orang yang: a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik ABSTRAK Impor tenaga listrik sebagaimana impor barang/komoditi lainnya wajib menyelesaikan kewajiban pabean berupa penyampaian dokumen pemberitahuan impor

Lebih terperinci

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE 148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KE LUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KE LUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KE LUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 102 Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.332, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberitahuan. Pabean. Kawasan. Perdagangan Bebas. Pelabuhan Bebas. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PMK.04/2012

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5), Pasal 14, dan Pasal 18 Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] 15. Ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6),

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.108, 2017 EKONOMI. Pelanggaran HKI. Impor. Ekspor. Pengendalian. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6059) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : Menimbang bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEKNIS KEPABEANAN PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI. Drs. AHMAD DIMYATI

BAHAN AJAR TEKNIS KEPABEANAN PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI. Drs. AHMAD DIMYATI BAHAN AJAR TEKNIS KEPABEANAN PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI Drs. AHMAD DIMYATI SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Menunjuk surat Direktur Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR (Keputusan Menteri Keuangan RI No.557/KMK.04/2002 tanggal 31 Desember 2002) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk menjamin kelancaran arus

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem No.1091, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Tekstil. Produk Tekstil Batik. Motif Batik. Impor. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2015

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46/PMK.04/2009 TENTANG PEMBERITAHUAN PABEAN DALAM RANGKA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1894, 2015 KEMENKEU. Impor. Barang. Larangan. Pembatasan. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.04/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR Direktorat Teknis Kepabeanan DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI FUNGSI IMPLEMENTASI DJBC 1 Revenue Collector Mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT

Lebih terperinci

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un No.1563, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 53, 2008 APBN. PAJAK. Administrasi. Kepabeanan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak UU nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 Kapebeanan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa

Lebih terperinci

PENGAWASAN KEPABEANAN. diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai

PENGAWASAN KEPABEANAN. diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai PENGAWASAN KEPABEANAN Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai, periode 10 Mei 2013) Pendahuluan Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk menjamin atau menjaga agar rencana dapat diwujudkan

Lebih terperinci

142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA

142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA 142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA Contributed by Administrator Thursday, 25 August 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran.

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK. 04/ /2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini 1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone)

Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam OUTLINE PEMAPARAN 1 2 PENGANTAR PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAWAAN UANG TUNAI DAN/ATAU INSTRUMEN PEMBAYARAN LAIN KE DALAM ATAU KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci