ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN DALAM PEMASARAN CRUDE PALM OIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN DALAM PEMASARAN CRUDE PALM OIL"

Transkripsi

1 STELLA 1 ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN DALAM PEMASARAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) DENGAN PT KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA STELLA Abstract Agency is a representative made by the power transfer based on Article 1354 of the Civil Codes as a representative which is based on an agreement such as the power transfer. An agency agreement has 3 main parties; namely, the principle, agent and the third party. The state-owned enterprise producing natural resources, PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV), has made an agency agreement with PT KPBN (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) to market commodity such as CPO (Crude Palm Oil) and tea. The research result shows that the validity requirements of the agency agreement are based on Article 1320 of the Civil Codes. The agency agreement between PTPN IV and PT KPBN is formed fairly according to the law due to equal position in the bargaining or trading among the parties rights and liability. They are liable for all contracts and the contents which have been agreed before. In case of defaults among the parties, the disputes are settled by negotiations among all parties. If the settlement is not reached by the negotiation, it will be brought to BANI (Indonesia National Arbitrary Institution) and/or the local court. Keywords: Agency Agreement, Marketing, Crude Palm Oil I. Pendahuluan Perjanjian umum yang terbentuk antara para pelaku bisnis adalah perjanjian kerjasama, bila akan dilaksanakan pemasaran produk maka dibentuklah keagenan antara para pihak tersebut. Keagenan dilahirkan dari perjanjian maupun berdasarkan undang-undang. Keagenan juga merupakan suatu perwakilan yang dilaksanakan melalui pemberian kuasa, dengan didasarkan pada Pasal 1354 KUH Perdata sebagai perwakilan sukarela ataupun perwakilan yang berdasarkan perjanjian. Keagenan mempunyai persamaan dengan pemberian kuasa, dimana penerima kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa atau mewakili pemberi kuasa. Dalam keagenan terdapat 3 (tiga) pihak utama yaitu prinsipal, pihak agen dan pihak ketiga (konsumen). 1 Sumber daya alam, Crude Palm Oil (CPO) juga dipasarkan pihak pemerintah dengan membentuk suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). hlm Suharnoko, Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008),

2 STELLA 2 BUMN merupakan salah satu badan usaha perwujudan dari peran pemerintah di bidang ekonomi yang tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2 BUMN yang berkembang untuk produksi Crude Palm Oil (CPO) adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang terbagi atas PT Perkebunan Nusantara I sampai PT Perkebunan Nusantara XIV serta PT Rajawali Nusantara Indonesia dan dipasarkan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. PT Perkebunan Nusantara IV sebagai prinsipal melaksanakan perjanjian keagenan dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai agen untuk pemasaran komoditas minyak sawit dan komoditas teh. Perjanjian keagenan ini terbentuk agar pelaksanaan penjualan komoditas PT Perkebunan Nusantara IV dapat terlaksana dengan baik hingga ke mancanegara. Perjanjian keagenan ini terbentuk sebagai akta perjanjian dibawah tangan, bukan akta otentik dan diawali melalui pemberian surat kuasa kepada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku penerima kuasa. Pengaturan tentang harga dan kualitas produk CPO oleh PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sangat esensial diperhatikan para pihak agar pelaksanaan pemasaran dapat berlangsung secara konsisten dan tidak terancam batal. Pada perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara terdapat beberapa asas dalam pembentukan perjanjian tersebut. Asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu perjanjian. Asas-asas tersebut juga dapat menjamin terbentuknya keseimbangan kedudukan para pihak yang melaksanakan perjanjian keagenan. Para pihak bebas membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun hubungan hukum perjanjian yang dilakukan antara para pihak tidak selamanya dapat berjalan dengan mulus, dalam arti tidak selamanya masingmasing pihak akan merasa puas, terlebih jika pihak pembeli tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya. 3 2 Riant Nugroho D. dan Ricky Siahaan, Badan Usaha Milik Negara Indonesia : Isu, Kebijakan dan Strategi, (Jakarta : PT. Elex Media Computindo, 2005), hlm Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hlm.1-2.

3 STELLA 3 Pada hakikatnya perjanjian dipahami sebagai ketentuan dan persyaratan yang disepakati oleh para pihak sebagai hasil perundingan atau negosiasi antar para pihak yang membuatnya. Akan tetapi dalam praktek perdagangan sering dijumpai kontrak yang berbentuk baku. 4 Perjanjian keagenan yang terbentuk yang telah disepakati dan ditandatangani oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara terbentuk melalui perundingan dalam penentuan harga penjualan komoditas Crude Palm Oil (CPO). Selain itu dibuktikan bahwa perjanjian tersebut juga telah berlaku sebagai undangundang yang harus ditaati oleh kedua belah pihak tanpa terkecuali. Hubungan kedudukan diantara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara harus jelas terbentuk secara seimbang sehingga pelaksanaan perjanjian keagenan dapat dilaksanakan dengan baik. Para pihak juga wajib bertanggung jawab atas segala perjanjian dan isi perjanjian keagenan yang dibuat secara tertulis dan disepakati oleh para pihak sesuai hak dan kewajiban masing-masing. Ketentuan dalam perjanjian keagenan ini dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah mengikat para pihak secara sah untuk mematuhi hak dan kewajiban masing-masing. Bila terjadi wanprestasi diantara para pihak maka penyelesaian perselisihan tersebut dilakukan dengan cara musyawarah melalui pembicaraan perundingan antara para pihak. Jika para pihak tidak menyelesaikan dalam musyawarah, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat. Penelitian dengan judul Analisis Yuridis Perjanjian Keagenan dalam Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) Antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara penting untuk diteliti dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Perjanjian keagenan adalah perjanjian baku (standardized contract) yang terbentuk antara pemberi kuasa atau prinsipal (PTPN IV) dengan penerima kuasa atau agen (PT KPBN) untuk pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil (CPO) kepada pihak ketiga (rekan-rekan dari PT KPBN). Pada prisipnya perjanjian keagenan ini berisikan tentang hak dan kewajiban prinsipal, hak 4 Munir Fuady, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2007), hlm.76.

4 STELLA 4 dan kewajiban agen, masa berlaku kontrak keagenan, objek perjanjian, komisi atau harga barang, dan penyelesaian perselisihan. 2. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam industri perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya. Pemasaran juga lahir dari otonomi para pihak, sehingga terbentuk suatu perjanjian. Hal terpenting pada pemasaran ini untuk diteliti yaitu penggunaan otonomi atau kebebasan berkontrak dari para pihak. Pelaksanaan pemasaran ini juga memastikan kesesuaian perjanjian yang terbentuk dengan perundang-undangan, kepatutan, dan kesusilaan sesuai Pasal 1338 KUH Perdata dan pasal-pasal lainnya yang terkait dengan hal tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan pokok sebagai berikut : 1. Bagaimana keabsahan perjanjian keagenan dalam pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil (CPO) antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara? 2. Bagaimana keseimbangan kedudukan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dalam perjanjian keagenan untuk pemasaran Crude Palm Oil (CPO)? 3. Bagaimana tanggung jawab antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara bila terjadi pelanggaran ketentuan klausula dalam perjanjian keagenan? Dengan adanya perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis keabsahan perjanjian keagenan dalam pemasaran Crude Palm Oil (CPO) antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. 2. Untuk menganalisis keseimbangan kedudukan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dalam perjanjian keagenan untuk pemasaran Crude Palm Oil (CPO). 3. Untuk menganalisis tanggung jawab PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara bila terjadi pelanggaran ketentuan klausula dalam perjanjian keagenan.

5 STELLA 5 II. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif), antara lain: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD); 3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; 5) Surat kuasa PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara; 6) Akta perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. b. Bahan hukum sekunder berupa bahan hukum ini meliputi buku teks, jurnal hukum dan komentar mengenai putusan pengadilan. c. Bahan hukum tersier berupa kamus, informasi dari internet dan lain-lain. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), kemudian didukung dengan studi lapangan (field research)yang diperoleh melalui data primer dengan cara wawancara pada Bapak Andy Samuel Limbong, selaku Kepala Sub Bagian Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan Bapak Johannes Sitepu, selaku Asisten Manajer Logistik PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara cabang Medan yang dijadikan sebagai sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini. Analisis data ini dilakukan secara kualitatif. Hal ini dilaksanakan untuk menjawab penelitian tentang terbentuknya keabsahan perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara untuk pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil, keseimbangan kedudukan antara PT Perkebunan Nusantara IV dan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara pada perjanjian keagenan serta tanggung jawab antara PT Perkebunan Nusantara IV dan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara apabila terjadi pelanggaran dalam klausula perjanjian yang telah terbentuk.

6 STELLA 6 III. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Keabsahan Perjanjian Keagenan dalam Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) Antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Perjanjian keagenan dapat terbentuk secara mendasarkan pada perjanjian kerjasama antara para pihak, dimana agen diberikan kewenangan untuk melakukan transaksi, negosiasi kontrak dengan pihak ketiga yang akan mengikat pihak prinsipal dalam kontrak tersebut. Namun demikian, agency secara umum dapat terjadi, baik dengan cara dibuatkan perjanjian tertulis (written agreement) ataupun terjadi dengan cara lisan (orally), walaupun perjanjian tertulis lebih menjamin keamanan para pihak. Di beberapa negara, perjanjian tertulis dipersyaratkan adanya keagenan yang akan berlangsung lebih dari satu tahun. 5 Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau Jasa dinyatakan tentang persyaratan pendaftaran agen atau distributor barang dan/atau jasa produksi dalam negeri. Kewajiban mendaftarkan pada Kementerian Perdagangan tersebut juga berlaku sub agen atau sub distributor yang dituju. Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Permendag No.11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang atau Jasa yang menyatakan sub agen adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama prinsipal berdasarkan penunjukan atau perjanjian dari agen atau agen tunggal untuk melakukan pemasaran. 6 Oleh karena itu agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, konsekuensinya prinsipal bertanggung jawab atas transaksi yang dilakukan agen dengan pihak ketiga. Perjanjian keagenan juga merupakan salah satu perjanjian baku. Pada hakikatnya perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonominya yang lebih kuat, sedangkan pihak lainnya menjamin kepastian hukum dalam perjanjiannya. Dinyatakan juga hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian keagenan ini sehingga dapat menjamin keseimbangan kedudukan diantara para pihak tersebut. Bentuk perjanjian baku yang dibuat 5 Budi Santoso, Keagenan (Agency) : Prinsip-Prinsip Dasar, Teori, dan Problematika Hukum Keagenan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2015), hlm.6. 6 Ibid., hlm.75.

7 STELLA 7 dalam salah satu pihak adalah berbentuk tertulis. Isinya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak ekonomi kuat. Isinya dituangkan dalam klausul baku yang menyatakan bahwa tentang setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan pada suatu perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Apabila terjadi permasalahan yang mungkin timbul dalam perjanjian keagenan ini, maka para pihak akan merumuskan hal apa yang merupakan events of default yang memberikan dasar bagi masing-masing pihak untuk memutuskan perjanjian keagenan. Biasanya yang dikategorikan sebagai events of default adalah : 7 1. Apabila agen lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana tercantum pada perjanjian keagenan, termasuk kewajiban melakukan pembayaran; 2. Apabila agen melaksanakan apa yang sebenarnya tidak boleh dilakukan; 3. Apabila para pihak jatuh pailit; 4. Keadaan-keadaan yang menyebabkan para pihak tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Prinsip dasar etika bisnis yang berlaku di dunia keagenan menyebutkan bahwa prinsipal yang melakukan pengawasan atau kontrol atas tugas yang didelegasikan pada agen, maka bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga (pembeli) yang diakibatkan tindakan agen, hal ini disebabkan pada dasarnya prinsipal mempunyai deeper pockets daripada agennya. 8 PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku penerima kuasa atau agen penjualan menetapkan pemasaran dengan cara tender Crude Palm Oil (CPO) pada pihak ketiga. Oleh karena itu sistem pemasaran yang dilaksanakan juga merupakan pemasaran bersifat pasif karena hanya ditawarkan pada pihak rekanan dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. 9 Pada pemasaran CPO secara lokal dilasanakan melalui tender yang disesuaikan dengan ketersediaan CPO dari PT Perkebunan Nusantara IV tersebut, sedangkan untuk pelaksanaan ekspor dilakukan setiap satu atau dua minggu dalam sebulan. Tata cara pelaksanaan penjualan dilaksanakan dengan cara tender, bid offer, dan long term contract. 7 Mariam Darus Badrulzaman, E-Commerce Tinjauan Dari Hukum Kontrak Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 12, 2001, hlm Budi Santoso, Op.Cit., hlm Hasil wawancara dari Bapak Johannes Sitepu, Assisten Manajer Logistik dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, pada tanggal 24 Februari 2017.

8 STELLA 8 Pada era globalisasi sekarang negara-negara tujuan ekspor PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan realisasi penjualan dan pengapalan, yaitu Belanda, India, China, Srilanka, Spanyol, Singapura, Tanzania, Jerman dan Turki. Adapun 3 negara yang menjadi konsumen terbesar Crude Palm Oil (CPO) produksi PT Perkebunan Nusantara IV, yaitu India, Belanda, dan China. Oleh karena itu fungsi dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, yaitu telah terbentuk sebagai market intelligent, mediator antara produsen dan konsumen, serta bertugas mengatur proses pengiriman atau pengapalan CPO dari tangan produsen sampai ke konsumen sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Dimana pelaksanaan pengiriman atau pengapalan dilakukan oleh kantor cabang PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara di Medan. 10 Walaupun perjanjian keagenan yang terlaksana antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara terbentuk konsep pemasaran yang pasif. Tetapi kedua belah pihak tetap mempertahankan etika pemasaran harga yang terbentuk dalam pembelian yang akan dilaksanakan oleh rekanan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Oleh karena itu apabila telah ditentukan pihak konsumen tentang harga pembelian CPO, maka PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara langsung mengabarkan pada PT Perkebunan Nusantara IV apakah akan dilaksanakan pembelian dengan konsumen tersebut. Apabila PT Perkebunan Nusantara IV tidak menyetujui hal tersebut maka penjualan tidak akan dibentuk dengan konsumen tersebut. 11 Pada dasarnya pelaksanaan bisnis yang dibentuk harus sesuai dengan tujuannya sehingga akan dapat berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama. Dalam perjanjian keagenan yang terbentuk antara para pihak berdasarkan asas utama dalam perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Asas kebebasan berkontrak ini adalah sebagai konsekuensi dari sistem terbuka (open system) dalam hukum perjanjian tersebut. Dasar hukumnya asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau 10 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV, pada tanggal 16 Januari Hasil wawancara dari Bapak Johannes Sitepu, Assisten Manajer Logistik dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, pada tanggal 24 Februari 2017.

9 STELLA 9 tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, juga menentukan bentuknya perjanjian yaitu berbentuk tertulis dan lisan. 12 Syarat-syarat keabsahan dalam pembentukan suatu kontrak diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu : 1. Adanya kesepakatan antara para pihak-pihak yang membuat perjanjian Syarat pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus antara para pihak. Kesepakatan ini merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Unsur penawaran diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Usul ini mencakup bagian essensialia, yaitu unsur mutlak harus ada dalam suatu perjanjian, sedangkan penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak lain yang ditawari. Syarat pertama ini merupakan syarat subjektif karena menyangkut orang-orang yang mengadakan perjanjian. 13 Kesepakatan perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (selaku prinsipal) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (selaku agen) telah terbentuk dari teori keagenan, karena teori ini mengutamakan hak dan kewajiban pihak prinsipal dan pihak agen untuk menjamin keabsahan suatu perjanjian keagenan tersebut. Oleh karena itu perjanjian keagenan tersebut maka diantara para pihak diawali pembentukan surat kuasa untuk menjamin pihak agen untuk memasarkan suatu barang produksi dari pihak prinsipal tersebut. 2. Kecakapan berbuat para pihak dalam perjanjian keagenan Pada dasarnya PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara didirikan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah terpenuhi dengan syarat mengenai kecakapan hukum sebagai subjek perjanjian. Konklusi ini didasarkan pada 2 (dua) hal, yang pertama karena badan hukum dalam melakukan tindakannya memerlukan perantaraan natuurlijkepersoon yang bertindak untuk dan atas pertanggungan gugat badan hukum. Hal yang kedua adalah perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih 12 Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), hlm. 61.

10 STELLA 10 dengan akta notaris, maka pada prinsipnya perseroan terbatas dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk kesepakatan yang mengikat antara dua subjek hukum. 14 Kecakapan bertindak merupakan kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Pihak yang mengadakan perjanjian haruslah pihak yang cakap dan mempunyai wewenang untuk perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang. Pihak yang berperan utama pada perjanjian keagenan ini adalah direktur utama dari masing-masing perseroan terbatas tersebut. Syarat kecakapan hukum bagi subyek hukum secara umum adalah serupa, yakni sebagaimana yang diisyaratkan oleh Pasal 1329 dan Pasal 1330 KUH Perdata. Pada kecakapan bertindak juga terdapat kewenangan hukum di dalamnya terdapat hal yang bersifat khusus yang berlaku terhadap subjek hukum yang bergantung kepada objek perjanjian. Objek perjanjian akan menentukan kapasitas dari subjek hukum untuk dapat secara sempurna membuat suatu perjanjian. Jika kecakapan hukum berkaitan dengan kedewasaan dari subjek hukum yang melakukan perbuatan hukum, masalah kewenangan hukum terkait erat dengan kapasitas subjek hukum tersebut yang bertindak dalam hukum. 15 Secara a contrario dapat dinyatakan bahwa perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara telah ditandatangani oleh direktur utama masing-masing Perseroan Terbatas tersebut. Oleh karena itu direktur utama masing-masing Perseroan Terbatas, selaku subjek hukum harus mampu untuk menempatkan dirinya pada keadaan yang dapat dinyatakan berwenang secara hukum. Selain itu kecakapan bertindak para pihak harus sesuai dengan persyaratannya dalam perjanjian keagenan yang telah terlaksana karena telah terbentuk perikatan diantara para pihak tersebut Adanya objek tertentu yang berhubungan dalam perjanjian keagenan Syarat ketiga ini dinyatakan sebagai syarat objektif. Ketentuan di dalam pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa suatu perjanjian dapat diberi sanksi batal 14 R.Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung : Alumni, 2004), hlm Gunawan Widjaja dan Kartini Mulyadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigawati Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.112.

11 STELLA 11 demi hukum, apabila perjanjian tersebut dalam keadaan sebagai berikut tidak mempunyai objek yang telah ditetapkan dalam perjanjian keagenan tersebut. Objek perjanjian diatur dalam pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : Suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asas saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung. Objek perjanjian yang berhubungan dalam perjanjian keagenan antara PTPN IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara yaitu minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil). Apabila pihak ketiga yang merupakan rekanan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara akan melaksanakan perjanjian jual beli terhadap komoditas Crude Palm Oil (CPO) dari PTPN IV, maka PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara melaporkan kepada si pemberi kuasa dengan harga minimal pemasaran yang akan ditawarkan dalam pelaksanaan tender untuk penjualan CPO nanti. Bila telah ditentukan harga pembelian telah diterima pihak prinsipal maka perjanjian jual beli akan dilakukan dengan pihak ketiga tersebut Adanya suatu sebab (kausa) yang halal Mengenai kausa tersebut dapat mulai dipahami dari ketentuan Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa, suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Sedangkan pemahaman sebab yang terlarang tersebut terdapat dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawananan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Syarat keabsahan yang keempat ini merupakan syarat objektif dalam perjanjian. Oleh karena itu ketentuan di dalam kedua pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa suatu perjanjian dapat diberi sanksi batal demi hukum, apabila perjanjian tersebut dalam keadaan sebagai berikut tidak mempunyai kausa, kausanya palsu, kausanya bertentangan dengan undang-undang, kausanya bertentangan dengan kesusilaan, dan kausanya bertentangan dengan ketertiban 17 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV, pada tanggal 16 Januari 2017.

12 STELLA 12 umum. 18 Untuk berikutnya, suatu perjanjian yang memiliki kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum adalah jika substansi dan maksud tujuan ditutupnya perjanjian adalah bertentangan dengan asas-asas pokok dari tatanan masyarakat, yang pada umumnya berkaitan dengan masalah kepentingan umum, seperti keamanan negara, keresahan dalam masyarakat, dan lain-lain hal yang menyangkut masalah ketatanegaraan. B. Keseimbangan Kedudukan Antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara pada Perjanjian Keagenan untuk Pemasaran Crude Palm Oil Asas utama yang paling berhubungan dengan perjanjian keagenan adalah asas keseimbangan. Asas keseimbangan melandasi kesepakatan antara para pihak dapat menghasilkan suatu keterikatan yuridis sehingga dapat terbentuk kepastian hukum pada suatu perjanjian. Pada prinsipnya, dengan melandaskan diri pada asas-asas pokok hukum kontrak dan asas keseimbangan, faktor yang menentukan bukanlah kesetaraan prestasi yang diperjanjikan, melainkan kesetaraan para pihak, yakni jika keadilan pertukaran perjanjianlah yang hendak dijunjung tinggi. Pada perjanjian juga terbentuk dari penawaran dan penerimaan, dianggap sebagai elemen konstitutif dari kekuatan mengikat kontraktual. Namun demikian, dengan adanya suatu janji bertimbal balik tidak serta merta membentuk perjanjian. Perjanjian baru terbentuk, jika ada penyesuaian janji-janji yang ditujukan satu terhadap lainnya. 19 Hubungan keagenan adalah hubungan perwakilan karena apa yang dilakukan oleh agen merupakan representasi dari apa yang hendak dilakukan oleh prinsipal. Karakteristik hubungan tersebut menimbulkan konsekuensi hukum bahwa apa yang menjadi hak agen di satu sisi akan menjadi kewajiban prinsipal di sisi lain, dan apa yang menjadi kewajiban agen secara otomatis pula akan menjadi hak prinsipal pada ujung yang lain. Agen dalam kegiatannya bertindak mewakili prinsipalnya berdasarkan pemberian kuasa, maka hubungan antara agen dengan prinsipal sifatnya tidak seperti hubungan antara majikan dengan buruh, karena agen dan prinsipal ada pada posisi yang setingkat Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta : Kencana, 2013), hlm Herlien Budiono, Op.Cit., hlm Suharnoko, Op.Cit., hlm. 41.

13 STELLA 13 Pada perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (pihak pertama) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (pihak kedua) telah dijelaskan bahwa terdapat hubungan khusus diantara para pihak, dimana PT Perkebunan Nusantara IV adalah salah satu pemegang saham PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Namun demikian perjanjian tetap seimbang, tidak terdapat penyalahgunaan keadaan oleh PT Perkebunan Nusantara IV yang merupakan prinsipal sekaligus pemegang saham PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 2 bahwa pihak pertama setuju untuk tidak melakukan sendiri penjualan komoditas hasil produksi primer maupun non primer selain melalui pihak kedua dalam jumlah dan volume 80 % (delapan puluh persen) untuk mencapai harga terbaik. Bila pihak pertama tidak menjual produk melalui pihak kedua, maka pihak pertama berkewajiban untuk memberikan kompensasi kepada pihak kedua sebesar 0,5 % (nol koma lima persen) dari hasil penjualan milik pihak pertama. Selain itu pertukaran hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian keagenan sudah berjalan dengan sangat seimbang, dimana PT Perkebunan Nusantara IV bersama-sama dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara menetapkan formulasi perkiraan harga komoditas. Hal ini dinyatakan pada Pasal 7 Perjanjian Keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. 21 C. Analisis Tanggung Jawab Antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara pada Perjanjian Keagenan Pada perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara untuk pelaksanaan pemasaran Crude Palm Oil (CPO) di dalamnya terdapat dasar keterikatan kontraktual yang lahir dari kesepakatan para pihak. Namun keabsahan perjanjian diawali melalui pembentukan surat kuasa antara para pihak untuk menyatakan terbentuknya pemberian kuasa. Dasar hukum pemberian kuasa terdapat dalam Pasal 1792 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa, guna melakukan suatu perbuatan 21 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV, pada tanggal 16 Januari 2017.

14 STELLA 14 atau tindakan untuk dapat atas nama si pemberi kuasa. 22 Pada surat kuasa tersebut PT Perkebunan Nusantara IV menyatakan bahwa PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku penerima kuasa telah terikat melaksanakan perjanjian keagenan dengan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) selaku pemberi kuasa untuk melakukan penjualan hasil produksi dan komoditas milik PT Perkebunan Nusantara IV. Pihak pemberi kuasa yang terikat tersebut merupakan salah satu peserta dalam Perjanjian antara Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT Perkebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia tentang Pendirian Perseroan Terbatas di Bidang Pemasaran Komoditas Perkebunan, yang dalam Pasal 8 ayat (2) mewajibkan pemberi kuasa menjual hasil produksi seluruh komoditas primer dan non primer sebesar minimal 80% (delapan puluh persen), yang dilakukan hanya melalui PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Perjanjian ini telah diperkuat melalui surat kuasa diantara para pihak. Kesepakatan diantara para pihak yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian saling menyetujui kehendak masingmasing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan atau penipuan. Dengan tercapainya kata sepakat tersebut, menimbulkan suatu kewajiban secara timbal balik yang lebih dikenal dengan prestasi. Dalam perjanjian pemberian kuasa pihak pemberi kuasa memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa menjalankan suatu urusan. Perjanjian pemberian kuasa dapat dibuat secara khusus maupun perjanjian pemberian kuasa secara umum sesuai dengan ketentuan Pasal 1793 KUH Perdata. Jadi letak perbedaan antara pemberian kuasa secara khusus dan secara umum adalah berhubungan dengan lingkup tugas atau urusannya. Jika kuasa diberikan secara khusus, maka lingkup tugas atau urusannya hanya satu kepentingan saja, misalnya kuasa untuk menjual hanya sebatas melakukan perbuatan untuk menjual tidak termasuk untuk menyerahkan barang yang dijual maupun menerima harga penjualan. Sedangkan kuasa yang diberikan secara umum, penerima kuasa bukan hanya menjalankan urusan satu kepentingan saja M.Yahya Harahap, Segi Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1996), hlm Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm.85.

15 STELLA 15 Konsep perlindungan hukum diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Perlindungan hukum dalam perjanjian keagenan kepada penerima kuasa (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) dan pemberi kuasa (PT Perkebunan Nusantara IV) yang melaksanakan pemasaran CPO tersebut. Dimana perlindungan hukum diberikan kepada pemberi kuasa, karena pemberi kuasa telah mendaftarkan surat tanda pendaftaran keagenan kepada menteri perdagangan dan perindustrian sehingga telah sah dinyatakan bahwa pelaksanaan penjualan diberikan kepada si penerima kuasa harus sesuai dengan peraturan Permendag No.11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau Jasa. 24 Sesuai dengan ketentuan yang ada para pihak wajib bertanggung jawab atas segala perjanjian keagenan yang telah terbentuk dan disepakati sebelumya. Para pihak yang membuat perjanjian ini wajib bertanggung jawab sesuai hak dan kewajiban masing-masing. PT Perkebunan Nusantara IV selaku prinsipal memberikan wewenang pada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai agennya. PT Pekebunan Nusantara IV menyetujui untuk tidak melakukan sendiri penjualan komoditasnya. Namun jika pihak prinsipal tidak menjual produk melalui pihak agennya, maka pihak prinsipal wajib bertanggung jawab untuk memberikan kompensasi pada agennya tersebut sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari hasil penjualan komoditas pihak prinsipal. Hal ini juga telah dinyatakan pada Pasal 2 ayat (4) pada Perjanjian Keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Bila terjadi suatu wanprestasi pada perjanjian jual beli yang dilaksanakan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dikarenakan terjadi force majeure, maka PT Perkebunan Nusantara IV wajib bertanggung jawab dengan membuktikan secara sah berdasarkan surat keterangan dari pihak yang berwenang secara tertulis pada pihak lainnya. Oleh karena itu, perselisihan ataupun wanprestasi maka penyelesaiannya diantara para pihak dilakukan dengan cara musyawarah. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak 24 Hasil wawancara dari Bapak Andy Samuel Limbong, Kepala Sub Bagian Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dari PT Perkebunan Nusantara IV, pada tanggal 16 Januari 2017.

16 STELLA 16 akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat. 25 IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Keabsahan perjanjian keagenan yang terbentuk antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara didasarkan pada Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa adanya kesepakatan yang terbentuk diantara para pihak dan disahkan dengan adanya surat kuasa yang menyatakan PT Perkebunan Nusantara IV sebagai prinsipal dan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai agen sehingga teori keagenan juga telah terbentuk karena pengutamaan hak dan kewajiban kedua belah pihak telah ditemukan dalam perjanjian tersebut, kecakapan perjanjian juga telah terbentuk diantara para pihak secara kontraktual yang disahkan melalui tanda tangan dari para direktur utama perseroan masing-masing, adanya objek tertentu diantara para pihak yaitu komoditas Crude Palm Oil (CPO) dari PTPN IV yang dipasarkan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara melalui tender, auction ataupun free sales, dan pelaksanaan perjanjian jual beli dalam keagenan yang terbentuk dalam kausa yang halal pada perjanjian keagenan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian keagenan ini telah terbentuk secara sah menurut aturan perjanjian secara umum. 2. Perjanjian keagenan antara PT Perkebunan Nusantara IV dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dalam pemasaran Crude Palm Oil (CPO) telah terbentuk keseimbangan kedudukannya, sehingga pelaksanaan pemasaran kepada pihak ketiga (pembeli) dapat terbentuk secara adil. Keseimbangan kedudukan tersebut terbentuk dari pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang dinyatakan dalam perjanjian keagenan yang telah terbentuk. Selain itu pelaksanaan pemasaran komoditas PT Perkebunan Nusantara IV wajib dilaksanakan pada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Hal ini membuat pihak ketiga (pembeli) juga dapat 25 Hasil wawancara dari Bapak Johannes Sitepu, Assisten Manajer Logistik dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, pada tanggal 24 Februari 2017.

17 STELLA 17 melaksanakan pembelian CPO secara legal dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 3. PT Perkebunan Nusantara IV selaku pihak prinsipal dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara selaku pihak agen wajib bertanggung jawab atas segala perjanjian keagenan yang telah terbentuk dan disepakati sebelumnya. Para pihak yang membuat perjanjian ini wajib bertanggung jawab sesuai hak dan kewajibannya masing-masing. Jika perjanjian jual beli dengan pihak ketiga tidak dapat terlaksana dikarenakan terjadi force majeure, maka pihak prinsipal wajib membuktikan dengan sah berdasarkan surat keterangan dari pihak yang berwenang secara tertulis pada pihak lainnya. Penyelesaiannya diantara para pihak dilakukan dengan cara musyawarah. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak akan menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat. B. Saran 1. Hendaknya keabsahan perjanjian keagenan yang terbentuk harus menyatakan kesepakatan antara pihak prinsipal dan pihak agen yang lebih konkret. 2. Pada perkembangan perdagangan yang terlaksana di era globalisasi sekarang, maka keseimbangan kedudukan para pihak harus tetap diperhatikan dalam suatu perjanjian keagenan, sehingga tidak terjadi suatu perselisihan diantara para pihak. 3. Hendaknya pihak prinsipal dan pihak agen harus memberikan komitmen yang jelas pada perjanjian keagenan yang telah disepakati, sehingga pertanggungjawaban antara para pihak jelas dinyatakan dalam perjanjian tersebut. V. Daftar Pustaka A. Buku Budiono, Herlien, 2006, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigawati Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

18 STELLA 18 D., Riant Nugroho dan Ricky Siahaan, 2005, Badan Usaha Milik Negara Indonesia : Isu, Kebijakan dan Strategi, PT Elex Media Computindo, Jakarta. Fuady, Munir, 2007, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Harahap, M.Yahya, 1996, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung. Hernoko, Agus Yudha, 2013, Hukum Perjanjian : Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta. Miru, Ahmad, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta. Rido, R.Ali, 2004, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung. S., Salim H., 2010, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta. Santoso, Budi, 2015, Keagenan (Agency) : Prinsip-Prinsip Dasar, Teori, dan Problematika Hukum Keagenan, Ghalia Indonesia, Bogor. Setiawan, I Ketut Oka, 2016, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta. Suharnoko, 2008, Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta. Widjaja, Gunawan dan Kartini Mulyadi, 2003, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 11/M- DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau Jasa.

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA BANGUNAN TOKO DALAM BENTUK TIDAK TERTULIS. Oleh :

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA BANGUNAN TOKO DALAM BENTUK TIDAK TERTULIS. Oleh : 197 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA BANGUNAN TOKO DALAM BENTUK TIDAK TERTULIS Oleh : Siti Chomsyah, S.H. Panitra Pengganti Pengadilan Negeri Denpasar Abstract Shop building lease agreements may

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT WANPRESTASI YANG DILAKUKAN KONSUMEN DENGAN CARA HIT AND RUN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT WANPRESTASI YANG DILAKUKAN KONSUMEN DENGAN CARA HIT AND RUN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT WANPRESTASI YANG DILAKUKAN KONSUMEN DENGAN CARA HIT AND RUN Oleh Bagus Made Bama Anandika Berata I.G.N Parikesit Widiatedja Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI Oleh Fery Bernando Sebayang I Nyoman Wita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sales Returns

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian di lapangan, berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian konsinyasi dalam penjualan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang berperan dalam perekonomian. Sebagai suatu lembaga yang berperan dalam perekonomian, prinsip kepercayaan merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Oleh Ketut Surya Darma I Made Sarjana A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian perjanjian Istilah perjanjian tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk pada perjanjian obligator, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

Oleh: Putu Ayu Yulia Handari S. Suatra Putrawan Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh: Putu Ayu Yulia Handari S. Suatra Putrawan Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KERJA ANTARA PIHAK PENGUSAHA DENGAN PIHAK PEKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Putu Ayu Yulia Handari S. Suatra

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK DALAM KUHPERDATA (PENERAPAN PASAL 1320 JO PASAL 1338 KUHPERDATA) 1 Oleh: Adeline C. R. Dille 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT

ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT One of methods to of obtain a piece of land is buying and selling. Based on article

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK BAB III KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK A. Pengertian Memorandum of Understanding (M.O.U) Memorandum adalah suatu peringatan, lembar peringatan, atau juga suatu lembar catatan. 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia merupakan paradigma pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara material maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG Oleh : Dewa Ayu Ariesta Dwicahyani Putri I Dewa Nyoman Sekar Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017 KEDUDUKAN HUKUM PIHAK PEMBELI TERHADAP PIHAK PENJUAL YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Felly Yanti Sheilli Lumempouw

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, saat ini hampir setiap orang dalam satu ruang lingkup keluarga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) DALAM PERSPEKTIF HUKUM BISNIS 1 Oleh : Cindi Pratiwi Kondo 2 ABSTRAK Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI 2.1. Perjanjian 2.1.1. Pengertian Perjanjian Dalam ilmu hukum yang kita pelajari menjelaskan bahwa suatu perjanjian dan perikatan itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil

Lebih terperinci

Disusun oleh : AZALIA SEPTINA WARDANI C

Disusun oleh : AZALIA SEPTINA WARDANI C ANALISIS MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KONTRAK KERJASAMA DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK (Studi Memorandum of Understanding antara Forisntinct dan Partner) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

HABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA

HABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA BAB II KEABSAHAN KONTRAK A. ISTILAH KONTRAK DAN PERJANJIAN B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK. C. SIGNIFIKASI BATAS TIAP KONTRAK D. SISTEM PENGATURAN HUKUM KONTRAK. E. ASAS HUKUM KONTRAK. F. SUMBER HUKUM KONTRAK.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial, tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Manusia hidup selalu bersama dimulai dari keluarga, masyarakat, hingga membentuk satu suku bangsa.

Lebih terperinci

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE) KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Jurusan Hukum Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN Oleh: Merilatika Cokorde Dalem Dahana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN Oleh: Yulia Dewitasari Putu Tuni Cakabawa L. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK ABSTRACT

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK ABSTRACT KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK Disusun Oleh : Cyntia Citra Maharani, Fitri Amelia Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (amelia_fitri25@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci