BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prinsip Dasar Identifikasi Pembicara Pengenalan pembicara dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tahap yaitu identifikasi, deteksi dan verifikasi. Identifikasi pembicara merupakan proses untuk menentukan identitas pembicara melalui suara yang telah diucapkan, sedangkan deteksi pembicara merupakan proses penemuan suara pembicara dari sekumpulan suara, dan verifikasi pembicara merupakan proses untuk memverifikasi kesesuaian suara pembicara dengan identitas yang diklaim oleh pembicara. Pengenalan pembicara lebih menitikberatkan pada pengenalan suara pembicara dan tidak pada pengenalan ucapan pembicara (Ho,1998). Metode identifikasi pembicara yang merupakan bagian dari pengenalan pembicara (Gambar 1), dapat dibagi ke dalam metode text-independent dan textdependent. Pada sistem text-independent, model pembicara meng-capture karakteristik ucapan seseorang melalui sinyal ucapan dengan mengabaikan apa yang diucapkannya, dalam artian kata-kata yang diucapkan sembarang (bebas). Sebaliknya pada sistem text-dependent, pengenalan identitas pembicaranya didasarkan pada ucapan seseorang dengan kata-kata yang spesifik atau telah disepakati, seperti password, card numbers, kode PIN dan sebagainya (Mudry,1997). Pengenalan Ucapan (Speech Recognition) Text to Speech Sinyal ucapan Pengenalan Bahasa (Language Recognition) Pengenalan Pembicara (Speaker Recognition) Speech to Text Identifikasi Pembicara (Speaker Identification) Deteksi Pembicara (Speaker Detection) Teks tertentu (Text-Dependent) Teks Bebas (Text-Independent ) Verifikasi Pembicara (Speaker Verification) Gambar 1 Klasifikasi sistem pemrosesan sinyal suara.

2 6 Semua sistem identifikasi pembicara melalui dua proses penting (seperti pada Gambar 2) yaitu feature extraction dan feature matching. Feature extraction merupakan proses mengekstraksi data hasil akuisisi sehingga dihasilkan data yang berdimensi lebih kecil, yang nantinya digunakan untuk merepresentasikan tiap-tiap pembicara. Feature matching menyangkut prosedur aktual yang mengidentifikasi pembicara yang tidak dikenal dan membandingkan fitur ekstraksi suara yang dimasukan dengan salah satu dari himpunan pembicara yang telah dikenal. Sistem Identifikasi pembicara juga menyajikan dua sesi yang berbeda, yang pertama menunjukkan sesi pendaftaran (enrollment sessions) atau fase training, sedangkan yang kedua menunjukkan sesi operasi atau fase testing. Di dalam fase training, tiap pembicara yang telah terdaftar memasukkan contoh (sampel) suaranya sehingga sistem dapat mulai dibangun atau dilatih berdasarkan reference model pembicara tadi. Gambar 2 Struktur dasar dari sistem identifikasi pembicara. Berbagai Metode pemrosesan sinyal suara telah dilakukan para peneliti sampai tahun 24, dalam sistem identifikasi pembicara, berikut adalah metodemetode yang telah diterapkan dengan tingkat identifikasi yang telah dicapainya, dituangkan dalam bentuk Tabel 1 dibawah ini :

3 7 Tabel 1 Metode-metode yang digunakan penelitian sebelumnya Metode pemrosesan sinyal suara Tingkat identifikasi (%) LPC (Linier Predictive Coding) 9.61 LPCC MFCC (Mel Frequency Cepstrum Coefficient) PLP NPC (random initialization) NPC (linier initialization) 1 Sumber : Universite Pierre&MarieCurie, LA Science A Paris, Tahapan Sistem Identifikasi Pembicara Secara umum sistem identifikasi pembicara mempunyai tahapan sebagai berikut dengan diagram bloknya diilustrasikan pada Gambar 3 (Campbell,1997) : a) Akuisisi data suara digital, yaitu proses untuk mengakuisisi ucapan pembicara (dalam sinyal analog) dan mengubahnya menjadi sinyal digital. Sinyal digital yang terbentuk berupa suatu vektor yang merepresentasikan suara pembicara. b) Frame blocking dan windowing, yaitu frame blocking merupakan proses segmentasi sinyal suara digital yang telah diakuisisi ke dalam durasi tertentu, sedangkan frame windowing adalah proses yang bertujuan untuk meminimalkan diskontinuitas (non-stationary) sinyal pada bagian awal dan akhir sinyal suara. c) Ekstraksi Ciri (Feature extraction), yaitu mengekstrak data hasil akuisisi sehingga dihasilkan data yang berdimensi lebih kecil tanpa merubah karakteristik sinyal suara. d) Pembentukan model referensi pembicara, merupakan tahapan pembelajaran dan akan membentuk suatu model referensi agar sistem dapat mengenali pembicara. Tahap ini memerlukan data berupa vektorvektor ciri hasil dari ekstraksi ciri yang mencakup seluruh pembicara. Model referensi yang terbentuk akan digunakan dalam pencocokan pola. Pembentukan model referensi pembicara merupakan tahapan khusus yang dilakukan pada waktu awal sebelum sistem siap digunakan. Tahap ini hanya dilakukan sekali dan setelah dilakukan maka sistem siap untuk digunakan.

4 8 e) Pencocokan pola (pattern matching), yaitu proses pencocokan pola dengan menerima data yang telah diolah oleh ekstrasi ciri sebagai data input. Proses tersebut akan mencocokan pola data masukan (input) dengan model referensi dan akan memberikan hasil berupa besarnya skor kesesuaian data input dengan pola-pola referensi yang ada. f) Pembuatan keputusan, Pembuatan keputusan akan menerima skor hasil pencocokan pola. Pada sistem identifikasi, pembuatan keputusan akan menentukan identitas pembicara. Gambar 3 Tahapan identifikasi pembicara. 2.3 Akuisisi Data Suara Digital Sebagian besar sinyal-sinyal untuk maksud praktis, seperti suara, sinyal biologis, sinyal seismic, sinyal radar, sinyal sonar, dan berbagai sinyal komunikasi seperti sinyal audio dan video, adalah sinyal analog (Proakis&Manolakis,1997). Untuk memproses sinyal analog dengan alat digital, pertama-tama perlu mengkonversinya menjadi bentuk digital yaitu mengkonversi menjadi suatu deret angka yang mempunyai presisi nilai terbatas. Prosedur ini dinamakan konversi analog to digital (A/D), dan alat yang sesuai dinamakan pengkonversi A/D (ADCS). Secara konsepsi, konversi A/D melalui 3 tahapan proses dan secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4 (Proakis&Manolakis,1997) yaitu: a. Proses sampling, adalah konversi suatu sinyal waktu-kontinu menjadi suatu sinyal waktu-diskrit yang diperoleh dengan mengambil cuplikan (sampel) sinyal waktu-kontinu pada saat waktu-diskrit. Ada suatu aturan tertentu dari sinyal ini yaitu Teori Shannon yang menyatakan bahwa frekuensi sinyal ini paling sedikit adalah 2 kali frekuensi sinyal yang akan disampling (sinyal analog). Ini adalah batas minimum dari frekuensi sampel (fs) agar nantinya cuplikan yang diambil menunjukkan bentukan

5 9 sinyal yang asli (analog). Lebih besar tentunya lebih baik, karena cuplikan akan lebih menggambarkan sinyal yang asli. Setelah dilakukan proses ini maka terbentuklah suatu sinyal analog-diskrit yang bentuknya menyerupai aslinya namun hanya diambil diskrit-diskrit saja. b. Kuantisasi, adalah konversi sinyal yang bernilai kontinu waktu-diskit menjadi sinyal (digital) bernilai diskrit, waktu-diskrit. Ini adalah proses perbandingan level-level tiap diskrit sinyal hasil sampling dengan tetapan level tertentu. Level-level ini adalah tetapan angka-angka yang dijadikan bilangan biner. Sinyal-sinyal diskrit yang ada akan disesuaikan levelnya dengan tetapan yang ada. Jika lebih kecil akan dinaikkan dan jika lebih besar akan diturunkan. Prosesnya hampir sama dengan pembulatan angka. Tetapan level yang ada tergantung pada resolusi dari alat, karena tetapan level merupakan kombinasi angka biner, maka jika bitnya lebih besar kombinasinya akan lebih banyak dan tetapan akan lebih banyak. Ini membuat pembulatan level sinyal diskrit menjadi tidak jauh dengan level aslinya. Dan bentukan sinyal akan lebih bervariasi sehingga akan terbentuk seperti aslinya. Proses ini membuat sinyal lebih baik karena bentukkannya lebih tetap dan juga menurunkan error dari suatu sinyal. c. Pengkodean, dalam proses pengkodean, setelah dikuantisasi maka tiap-tiap diskrit yang ada telah memiliki tetapan tertentu. Tetapan tersebut dapat dijadikan kombinasi bilangan biner, maka terbentuklah bilangan-bilangan biner yang merupakan informasi dari sinyal. Setelah menjadi sinyal digital maka proses-proses perekayasaan dapat dilakukan. Yang harus dilakukan adalah merubah informasi digital tersebut dengan proses digital sehingga menjadi suara-suara yang diinginkan. Gambar 4 Bagian dasar konverter analog ke digital.

6 1 Umumnya frekuensi sampling (fs) yang digunakan untuk analisis sinyal suara berkisar pada rentang 6-2 khz (Mudry,1997). Jika dilakukan proses sampling selama t detik dengan fs adalah f (fs=f) maka akan diperoleh suatu vektor V yang mempunyai elemen sebanyak f x t sebagai berikut : V T = [ V 1 V 2 V V ft ] vektor V merepresentasikan sinyal suara dan dapat disebut sebagai sinyal suara digital. 2.4 Frame Blocking dan Windowing Dalam interval waktu yang panjang, pola gelombang suara tidak stationer, tetapi dalam waktu yang cukup pendek (1-3 milidetik) dapat dikatakan stationer. Hal ini dikarenakan kecepatan perubahan spektrum suara berkaitan dengan kecepatan perubahan organ-organ penghasil suara pada manusia dan hal ini dibatasi oleh keterbatasan fisiologi (Xafopoulos,21). Berdasarkan hal tersebut, sinyal suara digital yang telah diakuisisi dapat dibagi-bagi menjadi segmen-segmen dengan durasi 1-3 milidetik. Segmen sinyal suara digital ini disebut dengan frame dan proses pembentukan frame-frame disebut dengan frame blocking dengan tiap frame direpresentasikan dalam sebuah vektor. Setiap frame akan memiliki jumlah sampel yang sama, misalnya N sampel. Frame kedua adalah frame yang juga memiliki N sampel yang posisi awal framenya bergeser sebanyak M sampel dari posisi awal frame pertama. Begitu pula frame ketiga, dengan N sampel yang posisi awal framenya bergeser sebanyak M sampel dari posisi awal frame kedua atau sebanyak 2M sampel dari posisi awal frame pertama. Demikian pula seterusnya hingga frame terakhir M dapat diperoleh dari M = (1/ 3) N atau M = (a/b)n dimana a dan b adalah bilangan asli, a b dan M N. Overlap antara satu frame dengan frame sebelahnya adalah N M sampel (Rabiner dan Juang, 1993). Jika ternyata dalam frame terakhir jumlah elemennya kurang dari N maka frame terakhir tersebut dapat diabaikan karena umumnya sinyal suara pada bagian akhir tidak mengandung informasi yang penting. Ilustrasi tentang pembentukan frame dapat dilihat pada Gambar 5.

7 11 Sinyal Ucapan N Frame M 1 N Frame 2 M Gambar 5 Pembentukan frame pada sinyal suara. Teknik pembagian frame yang digunakan di dalam software Matlab sedikit berbeda dengan teknik yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu adanya penambahan sejumlah overlap (N M) sampel yang bernilai nol pada bagian awal sinyal ucapan sebelum sinyal ucapan tersebut dipilah kedalam frame-frame. Selanjutnya, pembentukan frame dilakukan dengan cara yang sama seperti cara sebelumnya. Ilustrasi pembagian frame dari sinyal ucapan yang digunakan oleh Matlab dapat dilihat pada Gambar 6. N Frame 3 N-M M N Gambar 6 Pembentukan empat frame sinyal suara pada software Matlab. Tahap selanjutnya dari pemrosesan sinyal adalah membuat window terhadap masing-masing frame dengan tujuan untuk meminimalkan ketidakkontinuan pada

8 12 awal dan akhir setiap frame. Umumnya, window yang digunakan adalah window Hamming. Pembentukan window Hamming menggunakan formula: k w[ k + 1] = cos(2π ) ; k =, L, n 1 (1) n 1 dimana n adalah lebar frame. Pada Gambar 7 diperlihatkan window Hamming yang berlaku untuk setiap frame, sedangkan pada Gambar 8 diperlihatkan sampel di dalam frame pertama sebelum dan setelah dikenakan operasi window Hamming. Gambar 7 Hamming window jika N sama dengan 661. a) b) Gambar 8 Frame pertama (a) sebelum Hamming window (b) sesudah Hamming window Setelah frame blocking dan frame windowing selesai dilakukan maka pada tiaptiap frame dilakukan ekstraksi ciri (feature extraction). 2.5 Ekstraksi Ciri (Feature Extraction) Tujuan utama dari ekstraksi ciri adalah untuk mereduksi ukuran data tanpa merubah karakteristik dari sinyal suara dalam setiap framenya. Cara

9 13 kerjanya adalah dengan mengkonversikan bentuk sinyal suara ke dalam bentuk representasi secara parameter. Banyak metode yang ada untuk ekstraksi ciri diantaranya Linier Predictive Coding (LPC), Mel-Cepstrum, dan filter bank. Transformasi Wavelet Diskret (TWD) adalah bagian dari filter bank selain Discret Fourier Transformasi (DFT), merupakan metode baru yang mempunyai karakteristik khusus yang sesuai untuk analisis sinyal, termasuk sinyal suara. Transformasi ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai sinyal secara bersamaan dalam domain waktu dan frekuensi Transformasi Wavelet Diskret Transformasi adalah proses merepresentasikan suatu sinyal ke dalam domain / kawasan lain. Tujuan dari transformasi adalah untuk lebih menonjolkan sifat atau karakteristik sinyal tersebut. Definisi wavelet (secara harfiah berarti gelombang kecil ) adalah himpunan fungsi dalam ruang vektor L 2 I, yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Burrus et al,1998): - berenergi terbatas - merupakan fungsi band-pass pada domain frekuensi - merupakan hasil penggeseran (translasi) dan penskala (dilatasi) dari sebuah fungsi tunggal (induk), yaitu 1 t b ψ a b( t) = ψ (2), a a dengan a,b R (bilangan nyata), dan a. Dalam hal ini a adalah parameter penskala dan b adalah parameter penggeser posisi terhadap sumbu t. Faktor normalisasi a -1/2 digunakan untuk memastikan bahwa ψ a, b( t) = ψ (t) Pada dasarnya, Transformasi Wavelet merupakan sebuah teknik pemrosesan sinyal multiresolusi. Dengan sifat penskalaannya, wavelet dapat memilah-milah suatu sinyal data berdasarkan komponen frekuensi yang berbedabeda. Dengan demikian tiap-tiap bagian dapat dipelajari berdasarkan skala resolusi yang sesuai, sehingga diperoleh gambaran data secara keseluruhan dan detail. Jadi teori wavelet didasari oleh pembangkitan sejumlah tapis (filter) dengan cara menggeser dan menskala suatu wavelet induk (mother wavelet).

10 14 berupa tapis pelewat tengah (band-pass filter). Dengan demikian hanya diperlukan pembangkitan sebuah tapis. Tapis lain mengikuti aturan penskalaan, baik pada kawasan waktu maupun kawasan frekuensi. Penambahan skala wavelet akan meningkatkan durasi waktu, mengurangi lebar bidang (bandwidth) dan menggeser frekuensi pusat ke nilai frekuensi yang lebih rendah. Sebaliknya pengurangan skala menurunkan durasi waktu, menambah lebar bidang dan menggeser frekuensi ke nilai frekuensi yang lebih tinggi (Burrus et al,1998). Perapatan (<a<1) dan peregangan (a>1) akan menskala tanggapan frekuensi wavelet yang dibangkitkan, sehingga menghasilkan sejumlah wavelet yang mencakup rentang frekuensi yang diinginkan. Kumpulan wavelet ini dapat dianggap sebagai suatu bank tapis (filter bank) untuk analisis sinyal. Keuntungan Transfomasi Wavelet adalah bahwa jendelanya bervariasi. Untuk mengisolasi ketidakkontinuan sinyal, dapat digunakan fungsi basis yang sangat pendek. Pada saat yang sama, untuk analisis frekuensi secara terperinci, dapat digunakan fungsi basis yang sangat panjang. Secara garis besar, Transformasi Wavelet dibedakan menjadi 2, yaitu Transformasi Wavelet Kontinu (Continuous Wavelet Transform/CWT atau Integrated Wavelet Transform/IWT) dan Transformasi Wavelet versi diskret. Versi diskret ada yang bersifat semi-diskret yang dikenal dengan runtun wavelet (wavelet series), dan ada yang diskret penuh yang dikenal dengan Transformasi Wavelet Diskret (Discret Wavelet Transform/DWT). Pada Transformasi Wavelet Kontinu, waktu t serta parameter penskala a dan penggeser b berubah secara kontinu (dengan a ). Transformasi Wavelet kontinu fungsi f(t) didefinisikan dengan : TWK f (a,b) = ψ ( t), f ( ) = a, b t ψ a, b ( t) f ( t) dt = 1 t b ψ f(t) dt (3) a a Transformasi Wavelet Kontinu ini mempunyai dua kelemahan, yaitu redundancy dan ketidakpraktisan (impracticality) (Mallat,1999). Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan mendiskretkan parameter a dan b.

11 15 Pada transformasi yang bersifat semi diskret, dilakukan pendiskretan terhadap parameter a dan b, dengan a = a j j dan b = a k b dimana j dan k bilangan bulat, serta a > 1 dan b >. Pemilihan nilai a b bergantung pada wavelet ψ yang berkaitan dengan : j 1 t - kb a 1 t ψ = j, k ( t) ψ ψ kb j j j j a a a a = Pendiskretan a dan b menghasilkan Runtun Wavelet/RW, yaitu : j j RW ( a, a kb ) = 1 t f(t) dt a a ψ kb (5) j j dengan membuat waktu t menjadi diskret maka diperoleh Transformasi Wavelet Diskret (TWD), yaitu : j j TWD( a, a kb ) = Untuk a = 2 dan b = 1, waveletnya disebut dyadic, yaitu : ψ ( ) = j, k t 1 a j Transformasi Wavelet diskretnya menjadi (4) n ψ kb f ( n) (6) j n a 1 t k j ψ (7) 2 2 j j j TWDdy ( 2, 2 k) = 1 n k j f ( n) j 2 n 2 ψ (8) Dalam wavelet dyadic ini, skala j disebut dengan oktaf (Krisnan,1994). Persamaan (8) merupakan hasil turunan dari persamaan Transformasi Wavelet Kontinu sehingga parameter skala kontinu (inversely) dari parameter skala binary a adalah kebalikan j j 2 dan hal inilah yang membuat 2 j muncul dalam persamaan diatas sebagai penyebut (denominator). Untuk itu Transformasi Wavelet Diskret yang digunakan adalah persamaan berikut(gonzales,22): TWD j j j / 2 ( 2, 2 k) = 2 ψ 2 n k f ( n (9) dy ( ) ) Sebuah teknik yang efisien untuk mengimplementasikan TWD adalah teknik analisis resolusi jamak (multi resolution analysis) yang dikembangkan n

12 16 Mallat tahun Analisis ini membawa kepada Transformasi Wavelet Cepat/TWC (Fast Wavelet Transform/FWT), dan diimplementasikan menggunakan filter bank. Sinyal masukan S dilewatkan melalui 2 filter komplementer (low-pass H dan high-pass G), dan downsampling dengan membuang setiap data kedua, sehingga diperoleh koefisien pendekatan ca (komponen frekuensi rendah) dan koefisien detil cd (komponen frekuensi tinggi). Proses ini dapat diiterasi dengan cara melanjutkan dekomposisi terhadap koefisien ca. Dengan demikian suatu sinyal dapat dipecah (didekomposisi) menjadi komponen-komponen dengan resolusi yang lebih rendah. Proses sintesis sebagai kebalikan dari analisis bertujuan merekonstruksi sinyal masukan S, koefisien-koefisien ca dan cd dengan upsampling dan filtering (dengan filter H dan G ). Upsampling merupakan proses penyisipan nilai nol antar dua data. Teknik rekonstruksi ini dapat dipeluas untuk komponen-komponen analisis multi-resolusi sampai pada tingkat tertentu. Proses dekomposisi merupakan bagian analisis sinyal dengan Transformasi Wavelet Diskret (TWD), dan rekonstruksi yang merupakan bagian sintesis sinyal dengan Transformasi Wavelet Diskret Balik (TWDB) bertingkat sampai oktaf tertentu, secara lengkap terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 Dekomposisi dan rekonstruksi multistep Algoritma Dekomposisi Wavelet Dekomposisi wavelet ini diperkenalkan pertama kali oleh Burt dan Crowly dalam implementasi piramidal (Gambar 1) untuk menghitung detail

13 17 sinyal pada resolusi yang berbeda. Untuk menyederhanakan perhitungan, Burt memilih langkah resolusi (penskalaan) sama dengan 2 (disebut dyadic) dan kemudian Mallat 1 menggunakan algoritma ini dalam konteks pengolahan numerik sinyal (Burrus et al,1998). Tujuan dari algoritma ini adalah menyediakan suatu piranti untuk mengukur secara otomatis sinyal pada resolusi 2 j dari sinyal pada resolusi 2 j+1. Jika sinyal masukan berupa suatu vektor dengan 124 titik, algoritma ini mulamula akan memberikan suatu detail dari 512 titik kemudian dari 512 menjadi 256 titik, selanjutnya 128 titik dan seterusnya, sampai detail 2 N pada umumnya. Keuntungan menggunakan algoritma ini adalah struktur iteraktifnya yang menggunakan hasil yang diperoleh (resolusi 2 j+1 ) untuk mencapai resolusi berikutnya (resolusi 2 j ). Sinyal semakin membesar bila j (oktaf) mendekati dan semakin mengecil bila j mendekati -. Dalam semua kasus, algoritma ini digunakan untuk menghitung setiap resolusi suatu pendekatan (approximate)ƒ f dari suatu sinyal yang diberikan. f[n]=a[n] H a[n/2] a[n/4] H G d[n/4] a[n/8] H G d[n/8] H G a[n/2 m ] d[n/2 m ] G d[n/2] Gambar 1 Dekomposisi wavelet diskret sebagai suatu piramid. Pada Gambar 1, koefisien penskalaan ditunjukkan oleh a[.], dan koefisien wavelet ditujukan oleh d[.]. Secara umum, bila low pass filter adalah 1 Mallat adalah seorang Professor Computer Science dari Courant Institute of Mathematical Science di New York University dan Professor pada Applied Mathematics Departement di Paris, France.

14 18 g(n) dan data (signal) adalah f(n), maka koefisien penskalaan dan koefisien wavelet dapat dihitung sebagai berikut : a(k) = ( i) h(-i + 2k) i f (1) d (11) ( k) = f ( i) g(-i + 2k) i Jika filter pensklaan adalah orthogonal dengan translasinya, maka kedua filter i dihubungkan melalui persamaan g( L 1 i) = ( 1) h( i) (12) Dengan L menyatakan panjang filter yang pada umumnya bernilai genap. Filter H dan G diatas harus memenuhi syarat : H T H + G T G = I, GH T = HG T =, GG T = HH T = I (13) H dan G merupakan matriks konvolusi (Convolution matrix). Seperti yang ditujukan pada Gambar 1 diatas, deretan a[.] dan deretan d[.] yang baru diperoleh melalui proses perulangan (rekursif) sampai panjang ukuran (level) tertentu. Hasil ini akan diperoleh setelah log 2 (n) langkah dengan n menyatakan ukuran data. Untuk proses rekonstruksi (sintesis) data (signal) dapat dilakukan seperti pada Gambar 11 dengan signal f(n) dapat dihitung kembali melalui persamaan : ( i) = [ a( k) h(-i + 2k) + d(k) g(-i + 2k)] f (14) k dengan H* = H T dan G* = G T (15) f[n]=a[n] H* a[n/2] a[n/4] H* G* d[n/4] a[n/8] H* G* d[n/8] H* G* a[n/2 m ] d[n/2 m ] G* d[n/2] Gambar 11 Rekonstruksi data dari piramid wavelet.

15 19 Hubungan skala dan resolusi dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini : Tabel 2 Hubungan skala dan resolusi. J (oktaf) Skala ½ ¼ Resolusi 1/2 1 1/2 9.. ¼ ½ Keluarga wavelet orthogonal Wavelet merupakan suatu fungsi yang terlokalisasi secara serempak dalam ruang dan frekuensi (jadi sangat regular). Pembentukan suatu keluarga wavelet sangat sederhana yaitu jika induk wavelet diketahui, melalui dilatasi dan transalasi terhadap fungsi tersebut maka keluarga wavelet akan terbentuk. Fungsifungsi dasar wavelet atau mother wavelet dapat dikembangkan secara kuantitas dengan persyaratan matematis yang dipenuhi dan dikelompokkan ke dalam keluarga fungsi dasar. Setiap jenis keluarga wavelet ini mempunyai karakteristik yang berbeda, yang secara umum ditinjau dari parameter-parameter berikut : spatial compactness, orthogonality atau biorthogonality, regularity dan symmetry atau asymmetry. Daubenchies, Symlets dan Coiflets Wavelet Daubenchies secara historis berasal dari sistem Haar 2. Wavelet Daubenchies ini merupakan karya gemilang dari Ingrid Daubenchies. Dengan menggunakan program dari Mallat, dia mampu menyempurnakan hasil karya Haar. Daubenchies ditopang secara kompak (compactly support) oleh induk wavelet ψ dan fungsi skala ϕ dalam interval {,2N-1} dengan N bilangan bulat 1 dan mempunyai sifat sebagai berikut : Fungsi ψ mempunyai sejumlah tertentu momen nol yaitu, untuk k =,1,2,..., N-1 t k ψ ( t) dt = (16) 2 Haar adalah seorang matematikawan Jepang

16 2 Supp ϕ, 2N-1 dan Supp ψ 1-N, N (17) Fungsi konjugasi kuadratur mempunyai bentuk dekomposisi H (filter lowpass) dan G (filter highpass) berhingga, yang memungkinkan untuk mengoptimalkan perhitungan koefisien wavelet dengan algoritma dekomposisi dari S. Mallat. Pada kasus dengan N = 1, ϕ (x) akan merupakan fungsi penunjuk dari {,1} sedangkan ψ(x) akan bernilai 1 pada [,1/2], akan bernilai -1 pada [1/2,1] dan bernilai untuk yang lainnya, maka bentuk kasus yang paling sederhana ini merupakan sistem wavelet Haar (dituliskan sebagai db1 ). Umumnya wavelet Daubenchies ditulis sebagai dbn dengan N menunjukkan orde Selanjutnya, Ingrid Daubenchies mencoba memodifikasi wavelet yang telah dibentuknya menjadi lebih simmetrik (namun meskipun tidak pernah simmetrik secara lengkap) dengan tanpa meninggalkan kesederhanaan yang telah dimiliki sistem sehingga dikatakan sebagai wavelet Symlets dengan memiliki sifat yang sama dengan wavelet Daubenchies. Kemudian, Coiflets dikembangkan juga oleh Daubenchies atas desakan dari Coifman yang mengamati suatu hal yang tidak biasa dimana fungsi ψ pada pengembangan wavelet sebelumnya (Daubenchies dan Symlets) memiliki moment 2N yang sama dengan dan fungsi ϕ juga memiliki moment 2N-1 yang sama dengan. Hal ini berarti bahwa kedua fungsi tersebut mendukung panjang 6N-1 sehingga fungsi ψ dan fungsi ϕ didalam Coiflets jauh lebih simmetri dibandingkan pada Daubenchies dan Symlets (Gambar 12). a) db4 b) Sym4 c) Coif3 Gambar 12 Keluarga wavelet orthogonal.

17 21 Perbedaan karakterisitik yang dimiliki ketiga keluarga wavelet orthogonal tersebut, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik Keluarga Wavelet Orthogonal. DAUBENCHIES SYMLETS COIFLETS Orthogonal Orthogonal Orthogonal Compact Support 3 Compact Support Compact Support Ada yang tidak simetrik Panjang filter adalah 2p Panjang filternya adalah 6p untuk p > 1 Asimmetrik Hampir simmetrik Hampir simmetrik Fungsi ψ vanishing moments 4 -nya p Fungsi ψ memiliki vanishing moments p Fungsi ψ memiliki vanishing moment sebesar 2p Panjang filter adalah 2p Fungsi skala ϕ memiliki fase mendekati linier fungsi skala ϕ mempunyai 2p Perhitungan koefisien filter dari Wavelet Daubenchies Koefisien filter dari wavelet Daubenchies h(),, h(2),..., h(2n-1) harus memenuhi sifat-sifat (Khuriati,1997): i. Orthogonalitas : n h( n 2k) h( n 2l) = δ ii. Faktor normalisasi : n k,l (18) h ( n) = 2 (19) iii. Keadaan momen nol n k g ( n) n = untuk k =,1,2,3,,N-1 (2) dengan g(n) = (-1) n h((2n-1)-n) (21) Akan diberikan sebagai contoh menghitung koefisien h(n) untuk N = 2. Dari sifat diatas, akan diperoleh h(n) = untuk n< dan n>3. Jadi untuk N = 2 terdapat empat koefisien wavelet Daubenchies yaitu h, h 1, h 2, dan h 3, sedangkan dari sifat (ii) akan diperoleh : 3 Sebuah fungsi dikatakan compact Support jika fungsi tersebut bernilai tidak nol pada suatu interval terbatas yang ditentukan. 4 Vanishing Moments terkait dengan smoothness sinyal

18 = h + h + h + h 1 (22) h h + h h (23) = Untuk membentuk wavelet Daubenchies, dibutuhkan keadaan momen nol untuk orde k sama dengan 2 yang berarti k =,1 (sifat (iii)), yaitu : h h + h h (24) = h 1h + 2h 3h (25) = Persamaan (22, 23, 24, dan 25) merupakan empat persamaan dengan empat bilangan yang tidak diketahui yaitu h, h 1, h 2, dan h 3. Persamaan tersebut pertama kalinya diperkenalkan dan diselesaikan oleh Ingrid Daubenchies (Khuriati,1997), ditunjukkannya bahwa persamaan-persamaan ini mempunyai penyelesaian tunggal : h = (1 3).4 / 2 ; + h = (3 3).4 / 2 ; 1 h = (3 3).4 / 2 ; 2 + h = (1 3).4 / 2 ; 3 Jika kita mempunyai 6 persamaan yang berarti N = 3, maka dibutuhkan 3 sifat orthogonalitas dalam persamaan (22) dan (23) dan sejumlah momen nol untuk orde k sama dengan 3 (persamaan 24 dan 25). Persamaan koefisien untuk Daubenchies 6 adalah : h = ( ).16 / 2 ; + h = ( ).16 / 2 ; 1 + h = ( ).16 / 2 ; 2 + h = ( ).16 / 2 ; 3 + h = ( ).16 / 2 ; 4 + h = ( ).16 / 2 ; 5 + Untuk N = 2 sampai N = 1, Ingrid Daubenchies telah mengklasifikasikan koefisien-koefisien secara numerik (Lampiran 1).

19 Matriks Transformasi Matriks ini ditemukan oleh Ingrid Daubenchies yang memungkinkan melalui suatu sinyal dari resolusi 2 j ke resolusi 2 j+1. Untuk menyederhanakannya, matriks ini disebut matriks DAUB (Khuriati,1997). Suatu persamaan (26) dan (27) sebagai berikut : c (26) j = H c j+1 d (27) j = G c j+1 dimana H berkaitan dengan suatu filter low pass dan G berkaitan dengan filter high pass. H dan G disebut filter konjugasi kuadratur. ( H a) = h( n 2k) a (28) k n n ( G a) = g( n 2k) a (29) k n n Dari persamaan-persamaan (28) dan (29), dapat dibentuk suatu matriks transformasi yang mempunyai elemen-elemen h(n) dan g(n). Baris pertama, baris ketiga dan baris ganjil lainnya disusun oleh h(n), sedangkan baris kedua, baris keempat dan baris genap lainnya disusun oleh g(n), maka akan diperoleh matriks HG sebagai berikut : h() g() h( 2) g(-2) HG = h(-(n - 4)) g(-(n - 4)) h(-(n - 2)) g(-(n - 2)) g(1) g( 1) h(-(n - 5))... g(-(n - 5))... h(-(n - 3))... g(-(n - 3))... h(2) h(3)... h( n 1) a1 g(n-1 ) M h(n - 3) h(3) g(3) M g(1) a n g(2) g(3)... g() (1)... h() h(2) g() g(1) g(2) h() g() (3) h(n) dan g(n) berkaitan dengan fungsi φdan Ψ. Karena φdan Ψ ditopang secara kompak maka h(n) dan g(n) sama dengan nol untuk n < sehingga matriks tranformasi dari matriks (3) akan mempunyai bentuk sebagai berikut :

20 24 h() g() g(1) h(2) g(2) h() g() h(3)... g(3) g(1)... h()... g() g(1) h( n 1) g( n 1) h( n 3) h( n 3) h(2) h(3) g(2) g(3) h() g() g(1) (31) Matriks (31) menunjukkan bagaimana membentuk matriks DAUB4. Daubenchies 4 menyatakan matriks transformasi yang paling sederhana dengan hanya empat koefisien yang menentukannya yaitu : h(),, h(2) dan h(3). Oleh karena nilai h(n) = untuk n < dan n > 4, matriks (31) menjadi : h() g() h(2) g(2) g(1) h(3) g(3) h(2) g(2) h() g() h(3) g(3) g(1)... h(2) g(2) g(3) h(3) h() g() g(1) h() g() h(2) h(3) g(2) g(3) g(1) (32) Kemudian ganti nilai-nilai g(n) dalam h(n). g(n) dapat dihitung dengan persamaan g(n) = (-1) n h((2n-1)-n), jika N = 2 maka akan diperoleh : g() = h(3); g(1) = -h(2); g(2) = ; g(3) = -h(); Dengan mengganti variable-variabel yang bersesuaian, akan diperoleh matriks DAUB4 yang disebut juga matriks transformasi sebagai berikut :

21 25 h() h(3) h(2) h(2) h(3) h() h(2) h() h(3) h(3) h() h(2) h(2) h(3) h() h() h(3) h(2) h(2) h() h(3) h(3) h() h(2) (33) Filter h(),,, h(3) disebut filter penghalus (smoothing) dan filter h(3),-h(2),, -h() bertanda negatif disebut filter non penghalus. Matriks ini beroperasi pada suatu vector kolom dari suatu sinyal diskret yang berukuran 2 p. Keluaran dari H, dibagi dengan dua menyatakan penghalusan (menghasilkan koefisien perkiraan (approximate)), dan keluaran dari G yang juga dibagi dengan dua menyatakan informasi detail. Dengan cara yang sama dapat dibentuk matriks transformasi DAUB6, DAUB8, DAUB2 dengan nilai-nilai h(n), dimana n =,1,,2N-1 untuk N = 2, 3,...,1 seperti tabel pada Lampiran Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Dalam pengenalan pembicara pembentukan model referensi pembicara dan pencocokan pola adalah dua tahapan yang sangat berkaitan. Pembentukan model referensi pembicara akan membentuk suatu model referensi yang akan digunakan untuk pencocokan pola. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pencocokan pola adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Jaringan Syaraf Tiruan akan melakukan pembelajaran untuk membentuk suatu model referensi, kemudian JST yang telah melakukan pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pencocokan pola. Jaringan Syaraf Tiruan didefinisikan sebagai sistem komputasi yang didasarkan pada pemodelan syaraf biologi (neuron) melalui pendekatan dari sifatsifat komputasi biologis (biological computation). Jaringan Syaraf Tiruan bisa dibayangkan berupa jaringan dengan elemen pemroses sederhana yang saling terhubung. Seperti pada Gambar 13, elemen pemroses berinteraksi melalui

22 26 sambungan variable yang disebut bobot, dan bila diatur secara tepat dapat menghasilkan sifat yang diinginkan (Fausett,1994). Model neuron sederhana disajikan pada Gambar 13. x 1 x 2 w 1 w 2 x n w n θ Gambar 13 Sistem komputasi pemodelan neuron. Dan pernyataan matematisnya = f n w x i i i = y 1 θ (34) dengan x i = sinyal masukan, i = 1,2,,n (n = banyaknya simpul masukan) w i θ ƒ(*) y = bobot hubungan atau synapsis = threshold atau bias = fungsi aktivasi = sinyal keluaran dari neuron Ide dasar JST adalah konsep belajar. Jaringan belajar melakukan generalisasi karakteristik tingkah laku obyek. Jika dilihat dari sudut pandang manusia, hal ini sama seperti bagaimana manusia belajar sesuatu. Manusia mengenal obyek dengan mengatur otak untuk menggolongkan atau melakukan generalisasi terhadap obyek tersebut. Manusia menyimpan ilmu pengetahuannya ke dalam otak yang berisikan synapsis, neuron, dan komponen lainnya. Jaringan Syaraf Tiruan menyimpan ilmu pengetahuannya dalam nilai bobot sambungan (seperti synapsis dalam otak manusia) dan elemen-elemen (neuron) yang menghasilkan keluaran. Untuk menyelesaikan permasalahan, JST memerlukan Algoritma untuk belajar, yaitu bagaimana konfigurasi JST dapat dilatih untuk mempelajari data

23 27 histories yang ada. Dengan pelatihan ini, pengetahuan yang terdapat pada data bisa diketahui dan direpresentasikan dalam bobot sambungannya. Jenis Algoritma belajar yang ada diantaranya (Jang et al,1997) : a. Supervised Learning Algoritma ini diberikan target yang akan dicapai. Contohnya Backpropagation Algorithm (algoritma propagasi balik) dan Radial Basis function. b. Unsupervised Learning Pada Algoritma ini sama sekali tidak disediakan target, misalnya Carpenter-Grossberg Adaptive Resonance Theory (ART), Learning Vector Quantization (LVQ) dan Competitive Learning Algorithm. c. Reinforcement Learning Bentuk khusus dari supervised learning, contohnya Genetic Algorithm (GA). Backpropagation (propagasi balik) yang merupakan salah satu model JST untuk pencocokan pola (pattern matching), menggunakan arsitektur multi layer perceptron (Gambar 14) dan pembelajaran propagasi balik. Walaupun JST propagasi balik membutuhkan waktu yang lama untuk pembelajaran tetapi bila pembelajaran telah selesai dilakukan, JST akan dapat mengenali suatu pola dengan cepat. Beberapa karakteristik dari JST propagasi balik adalah sebagai berikut : Jaringan Multi Layer. JST propagasi balik mempunyai lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output dan setiap neuron pada satu lapisan menerima input dari semua neuron pada lapisan sebelumnya.

24 28 Gambar 14 Arsitektur jaringan propagasi balik. Fungsi Aktivasi. Fungsi aktivasi akan menghitung input yang diterima oleh suatu neuron, kemudian neuron tersebut meneruskan hasil dari fungsi aktivasi ke neuron berikutnya, sehingga fungsi aktivasi berfungsi sebagai penentu kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu neuron. Beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam JST propagasi balik adalah : - Fungsi sigmoid biner (seperti pada Gambar 15), yaitu fungsi biner yang memiliki rentang s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut : 1 f ( x) =, (35) 1+ exp( x) Gambar 15 Sigmoid biner pada selang [,1]. - Fungsi sigmoid bipolar(seperti pada Gambar 16), yaitu fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut : 2 f ( x) = 1 (36) 1+ exp( x)

25 29 Gambar 16 Sigmoid bipolar pada selang [-1,1]. Algoritma pembelajaran JST propagasi balik bersifat iterative dan didesain untuk meminimalkan mean square error (MSE) antara output yang dihasilkan dengan output yang diinginkan (target). Langkahlangkah Algoritma pembelajaran JST propagasi balik yang diformulasikan oleh Rumelhart, Hinton dan Rosenberg tahun 1986, secara singkat adalah sebagai berikut : Inisialisasi bobot, dapat dilakukan secara acak atau melalui metode Nguyen Widrow Perhitungan nilai aktivasi, tiap neuron menghitung nilai aktivasi dari input yang diterimanya. Pada lapisan input nilai aktivasi adalah fungsi identitas. Pada lapisan tersembunyi dan output nilai aktivasi dihitung melalui fungsi aktivasi Penyesuaian bobot, penyesuaian bobot dipengaruhi oleh besarnya nilai kesalahan (error) antara target output dan nilai output jaringan saat ini. Iterasi akan terus dilakukan sampai kriteria error tertentu dipenuhi. Untuk mengimplementasikan algoritma diatas (pembelajaran), JST harus memiliki suatu set data pembelajaran. Data pembelajaran harus mencakup seluruh jenis pola yang ingin dikenal agar nantinya dapat mengenali seluruh pola yang ada. Dalam kaitannya dengan sistem pengenalan pembicara, data pembelajaran harus mencakup seluruh pembicara yang ada. Dalam JST semakin banyak contoh suatu pola dalam pembalajaran maka JST akan semakin baik mengenal pola tersebut. Untuk itu akan lebih baik jika tiap pembicara mengucapkan lebih dari satu kali pengulangan untuk nantinya digunakan dalam pembelajaran JST. JST akan menerima data input berupa vektor. Jika dimensi vektor terlalu besar maka JST akan bekerja lebih lambat. Dalam identifikasi pembicara setiap

26 3 sinyal suara digital akan diproses terlebih dahulu dengan teknik ekstraksi ciri sehingga dimensi data akan tereduksi. Dalam pembelajaran seluruh set data pembelajaran akan diproses sehingga JST akan membentuk suatu model referensi bagi seluruh pola-pola yang ada. 2.7 Pembuatan Keputusan Pembuatan keputusan di dalam sistem pengenalan pembicara mencakup sistem identifikasi yang terkait erat dengan teknik pencocokan pola yang digunakan. Pembuatan keputusan dengan sistem identifikasi dapat dianalogikan dengan klasifikasi pola dengan tiap kelas merepresentasikan tiap pembicara. Pembuatan keputusan dapat dilakukan dengan metode nilai maksimum. Jika neuron output ke-n merupakan neuron dengan nilai maksimum maka data yang masuk dikenali sebagai pembicara ke-n.

BIOMETRIK SUARA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET BERBASIS ORTHOGONAL DAUBENCHIES

BIOMETRIK SUARA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET BERBASIS ORTHOGONAL DAUBENCHIES Agustini, Biometrik Suara Dengan Transformasi Wavelet 49 BIOMETRIK SUARA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET BERBASIS ORTHOGONAL DAUBENCHIES Ketut Agustini (1) Abstract: Biometric as one of identification or recognition

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pengenalan fonem adalah implementasi dari speech to teks yang merupakan bagian dari speech recognition atau pengenalan ucapan. Pengenalan ucapan lebih dikonsentrasikan pada ekstraksi

Lebih terperinci

Volume 1, Nomor 1, Juni 2007 ISSN

Volume 1, Nomor 1, Juni 2007 ISSN Volume, Nomor, Juni 27 ISSN 978-7227 Barekeng, Juni 27. hal.2-9 Vol.. No. IDENTIFIKASI PEMBICARA DENGAN WAVELET ORTHOGONAL COIFLET (Speaker Identifier with Wavelet Orthogonal Coiflet) KETUT AGUSTINI Jurusan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMBICARA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRET SEBAGAI PRAPROSES

IDENTIFIKASI PEMBICARA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRET SEBAGAI PRAPROSES IDENTIFIKASI PEMBICARA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRET SEBAGAI PRAPROSES Ketut Agustini Jurusan Diploma III Manaemen Informatika, FPTK IKIP Negeri Singaraa, Bali Eghee26@Gmail.com,

Lebih terperinci

Karakteristik Spesifikasi

Karakteristik Spesifikasi Sinyal yang masuk difilter ke dalam sinyal frekuensi rendah (low-pass filter) dan sinyal frekuensi tinggi (high-pass filter) Lakukan downsampling pada kedua sinyal tersebut Low-pass frekuensi hasil downsampling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Genre musik adalah pengelompokan musik sesuai dengan kemiripan satu dengan yang lain, seperti kemiripan dalam hal frekuensi musik, struktur ritmik, dan konten harmoni. Genre

Lebih terperinci

BIOMETRIK SUARA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET BERBASIS ORTHOGONAL DAUBENCHIES

BIOMETRIK SUARA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET BERBASIS ORTHOGONAL DAUBENCHIES Agustini, Biometrik Suara Dengan Transformasi Wavelet 49 BIOMETRIK SUARA DENGAN TRANSFORMASI WAVELET BERBASIS ORTHOGONAL DAUBENCHIES Ketut Agustini (1) Abstract: Biometric as one of identification or recognition

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Membuat aplikasi pengenalan suara untuk pengendalian robot dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan sebagai algoritma pembelajaran dan pemodelan dalam pengenalan suara.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengenalan Suara

TINJAUAN PUSTAKA. Pengenalan Suara Pengenalan Suara TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peacock (1990), pengenalan suara merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan. Terdapat 5 faktor yang dapat mengontrol dan menyederhanakan

Lebih terperinci

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar.

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar. BAB II DASAR TEORI 2.1 Suara (Speaker) Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitudo tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun

Lebih terperinci

ANALISA DAN PENGENALAN SUARA JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET DAN JST DALAM MENGKLASIFIKASIKAN JENIS KELAINAN KATUP JANTUNG PADA MANUSIA

ANALISA DAN PENGENALAN SUARA JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET DAN JST DALAM MENGKLASIFIKASIKAN JENIS KELAINAN KATUP JANTUNG PADA MANUSIA ANALISA DAN PENGENALAN SUARA JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET DAN JST DALAM MENGKLASIFIKASIKAN JENIS KELAINAN KATUP JANTUNG PADA MANUSIA Sidang Tesis S2 Teknik Sistem Pengaturan FTI-ITS Surabaya EDY SETIAWAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMODELAN WAVELET DAN MFCC SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN FONEM DENGAN TEKNIK JARINGAN SYARAF TIRUAN SEBAGAI CLASSIFIER

PERBANDINGAN PEMODELAN WAVELET DAN MFCC SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN FONEM DENGAN TEKNIK JARINGAN SYARAF TIRUAN SEBAGAI CLASSIFIER PERBANDINGAN PEMODELAN WAVELET DAN MFCC SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN FONEM DENGAN TEKNIK JARINGAN SYARAF TIRUAN SEBAGAI CLASSIFIER MUTIA FIJRI TAUFANI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK ABSTRAK PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN Dosen Jurusan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar Pada penelitian ini dibuat sebuah sistem pengenalan suara manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari voice recognition. Voice recognition dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

PENGENALAN VOKAL BAHASA INDONESIA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MELALUI TRANSFORMASI WAVELET DISKRET

PENGENALAN VOKAL BAHASA INDONESIA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MELALUI TRANSFORMASI WAVELET DISKRET PENGENALAN VOKAL BAHASA INDONESIA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MELALUI TRANSFORMASI WAVELET DISKRET Ignatius Leo May Jurusan Teknik Elektro Undip Jl. Prof. Sudharto, Tembalang Semarang Sumardi Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Manusia dianugrahi oleh Tuhan dua telinga yang memiliki fungsi untuk menangkap sinyal-sinyal suara. Namun untuk mengoptimalkan dari fungsi telinga tersebut manusia harus belajar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar / Umum Landasan teori dasar / umum yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. 2.1.1 Speaker Recognition Pada

Lebih terperinci

ANALISA DAN PENGENALAN SUARA JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET DAN JST DALAM MENGKLASIFIKASIKAN JENIS KELAINAN KATUP JANTUNG PADA MANUSIA

ANALISA DAN PENGENALAN SUARA JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET DAN JST DALAM MENGKLASIFIKASIKAN JENIS KELAINAN KATUP JANTUNG PADA MANUSIA ANALISA DAN PENGENALAN SUARA JANTUNG MENGGUNAKAN WAVELET DAN JST DALAM MENGKLASIFIKASIKAN JENIS KELAINAN KATUP JANTUNG PADA MANUSIA Edy Setiawan 1*, Abdullah Alkaff 2, Rusdhianto EAK 3, R Mohammad Yogiarto

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PENGENALAN VOKAL BAHASA INDONESIA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MELALUI TRANSFORMASI WAVELET DISKRET

PENGENALAN VOKAL BAHASA INDONESIA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MELALUI TRANSFORMASI WAVELET DISKRET PENGENALAN VOKAL BAHASA INDONESIA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MELALUI TRANSFORMASI WAVELET DISKRET Ignatius Leo May L F0 98 630 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

Kata kunci: Fourier, Wavelet, Citra

Kata kunci: Fourier, Wavelet, Citra TRANSFORMASI FOURIER DAN TRANSFORMASI WAVELET PADA CITRA Oleh : Krisnawati Abstrak Tranformasi wavelet merupakan perbaikan dari transformasi Fourier. Transformasi Fourier hanya dapat menangkap informasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Perkembangan penelitian di dunia telekomunikasi sangat pesat beberapa tahun terakhir ini. Salah satunya adalah penelitian di bidang suara. Suara adalah salah satu cara manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan melalui blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Suara Burung Burung Kacer Burung Kenari Pengambil an

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007 SPEAKER IDENTIFICATION DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT DAN JARINGAN SARAF

Lebih terperinci

PENGENALAN TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN EKSTRAKSI CIRI WAVELET TRANSFORM DARI PROJECTION PROFILE

PENGENALAN TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN EKSTRAKSI CIRI WAVELET TRANSFORM DARI PROJECTION PROFILE PENGENALAN TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN EKSTRAKSI CIRI WAVELET TRANSFORM DARI PROJECTION PROFILE Radian Rizki Triadhi NRP : 1222033 E-mail : radianrizkitriadhi@ymail.com ABSTRAK Pengenalan tulisan tangan

Lebih terperinci

Pencocokan Citra Digital

Pencocokan Citra Digital BAB II DASAR TEORI II.1 Pencocokan Citra Digital Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri dijital yang lebih praktis, murah dan otomatis.

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

i. Perangkat Keras Prosesor Intel Pentium(R) Dual-Core CPU 2.20 GHz

i. Perangkat Keras Prosesor Intel Pentium(R) Dual-Core CPU 2.20 GHz Data yang pada awalnya berupa chanel stereo diubah ke dalam chanel mono. Kemudian data tersebut disimpan dengan file berekstensi WAV. Praproses Pada tahap ini dilakukan ekstraksi ciri menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI.

Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI. Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK

IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK Ade Fruandta dan Agus Buono Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti

Lebih terperinci

TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT PADA SINTETIK PEMBANGKIT SINYAL ELEKTROKARDIOGRAM

TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT PADA SINTETIK PEMBANGKIT SINYAL ELEKTROKARDIOGRAM Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 01 (2014), pp. 95 104. TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT PADA SINTETIK PEMBANGKIT SINYAL ELEKTROKARDIOGRAM Yedidia Panca, Tulus, Esther Nababan Abstrak. Transformasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG

PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG TUGAS AKHIR MUHAMMAD AGUNG NURSYEHA 2211100164 Pembimbing: Dr. Muhammad

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION 1 Andrian Rakhmatsyah 2 Sayful Hakam 3 Adiwijaya 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB III WAVELET. yang memenuhi

BAB III WAVELET. yang memenuhi BAB III WAVELET 3.1 Analisis Multiresolusi Definisi 3.1.1 Analisis Multiresolusi (Daubechies, 1992) Analisis Multiresolusi terbentuk dari barisan subruang tertutup dari i. dari yang memenuhi ii. jika dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Tujuan Latar Belakang Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nada dan Chord Gitar

PENDAHULUAN Tujuan Latar Belakang Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nada dan Chord Gitar PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pendengaran manusia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menangkap dan mengenali sinyal suara. Dalam mengenali sebuah kata ataupun kalimat bukanlah hal yang sulit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF)

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Yogyakarta, 14 Mei 2011 PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya teknologi telekomunikasi, internet menjadi sesuatu yang tidak lagi sulit dan mahal. Kemudahan ini menyebabkan internet dipenuhi berbagai

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan Pendahuluan Otak Manusia Sejarah Komponen Jaringan Syaraf Arisitektur Jaringan Fungsi Aktivasi Proses Pembelajaran Pembelajaran Terawasi Jaringan Kohonen Referensi Sri Kusumadewi

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN:

Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2016) - Semarang, 10 Oktober 2016 ISBN: Perintah Suara Berbahasa Indonesia untuk Membuka dan Menutup Aplikasi dalam Sistem Operasi Windows Menggunakan Metode Mel Frequency Cepstrum Coefficient dan Metode Backpropagation Zakaria Ramadhan 1, Sukmawati

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI PARAMETER LEARNING VECTOR QUANTIZATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA ODOR

ANALISIS VARIASI PARAMETER LEARNING VECTOR QUANTIZATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA ODOR Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer ANALISIS VARIASI PARAMETER LEARNING VECTOR QUANTIZATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA ODOR PARAMETER VARIATION ANALYSIS OF LEARNING VECTOR QUANTIZATION

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET. 1980, dalam bahasa Prancis ondelette, yang berarti gelombang kecil.

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET. 1980, dalam bahasa Prancis ondelette, yang berarti gelombang kecil. BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET A. Dasar Teori Transformasi Kata dikemukakan oleh Morlet dan Grossmann pada awal tahun 1980, dalam bahasa Prancis ondelette, yang berarti

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. BAB II DASAR TEORI. Umum Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. Karena sebagian besar sinyal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Junia Kurniati Computer Engineering Department Faculty of Computer Science Sriwijaya University South Sumatera Indonesia

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM PENGENAL SUARA

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM PENGENAL SUARA BAB 3 PERANCANGAN SISTEM PENGENAL SUARA 3.1 Perangkat Keras yang Digunakan Untuk menunjang perancangan sistem pengenalan suara, maka digunakan perangkat keras ( Hardware ) dengan spesifikasi sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Suara Manusia Menurut Inung Wijayanto (2013), produksi suara manusia memerlukan tiga elemen, yaitu sumber daya, sumber suara dan pemodifikasi suara. Ini adalah dasar dari teori

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA ISSN: 1693-6930 159 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA Iwan Suhardi, Riana T. Mangesa Jurusan

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gelombang Bunyi Menurut Anwar, et al (2014), gelombang bunyi atau lebih khusus dikenal sebagai gelombang akustik adalah gelombang longitudinal yang berada dalam sebuah medium,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TUTUR DENGAN METODE KUANTISASI VEKTOR LINDE - BUZO - GRAY TUGAS AKHIR OLEH: YOHANES AGUNG SANTOSO PRANOTO

IDENTIFIKASI TUTUR DENGAN METODE KUANTISASI VEKTOR LINDE - BUZO - GRAY TUGAS AKHIR OLEH: YOHANES AGUNG SANTOSO PRANOTO IDENTIFIKASI TUTUR DENGAN METODE KUANTISASI VEKTOR LINDE - BUZO - GRAY TUGAS AKHIR OLEH: YOHANES AGUNG SANTOSO PRANOTO 02.50.0020 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi 25 BAB III JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) 3.1 Pengertian JST JST merupakan sebuah model atau pola dalam pemrosesan informasi. Model ini terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

Bab 3. Perancangan Sistem

Bab 3. Perancangan Sistem 34 Bab 3 Perancangan Sistem 3.1 Gambaran Umum Sistem Aplikasi yang kami namakan Voice Protect ini, mempunyai alur program sebagai berikut: Start Enkripsi Dekripsi Pilih File Buka file enkripsi Rekam Suara

Lebih terperinci

Pengenalan Digit 0 Sampai 9 Menggunakan Ekstraksi Ciri MFCC dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengenalan Digit 0 Sampai 9 Menggunakan Ekstraksi Ciri MFCC dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation 1 JURNAL TEKNIK ELEKTRO ITP, Vol. 6, No. 1, JANUARI 2017 Pengenalan Digit 0 Sampai 9 Menggunakan Ekstraksi Ciri MFCC dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Sitti Amalia Institut Teknologi Padang, Padang

Lebih terperinci

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

Analisa Multiwavelet untuk Kompresi Suara

Analisa Multiwavelet untuk Kompresi Suara 1 ISSN 1979-2867 (print) Electrical Engineering Journal Vol. 1 (2010) No. 1, pp. 1-11 Analisa Multiwavelet untuk Kompresi Suara Immanuel Silalahi 1 dan Riko Arlando Saragih 2 1 Alumni Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jaringan saraf buatan merupakan kumpulan dari elemen-elemen pemrosesan buatan yang disebut neuron. Sebuah neuron akan mempunyai banyak nilai masukan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer, yang menerapkan

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer, yang menerapkan 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer, yang menerapkan beberapa syarat dalam merekayasa suatu piranti lunak yang kita buat

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom Outline Konsep JST Model Struktur JST Arsitektur JST Aplikasi JST Metode Pembelajaran Fungsi Aktivasi McCulloch

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Pola Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur atau sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi karena bergetarnya suatu benda, yang menyebabkan udara di sekelilingnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi karena bergetarnya suatu benda, yang menyebabkan udara di sekelilingnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nada dan Solmisasi 2.. Nada Apa yang dapat kita tangkap dengan pendengaran, disebut suara. Suara terjadi karena bergetarnya suatu benda, yang menyebabkan udara di sekelilingnya

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN

JARINGAN SYARAF TIRUAN JARINGAN SYARAF TIRUAN 8 Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah

Lebih terperinci

Pengenalan Pola Sinyal Suara Manusia Menggunakan Metode Back Propagation Neural Network

Pengenalan Pola Sinyal Suara Manusia Menggunakan Metode Back Propagation Neural Network Pengenalan Pola Sinyal Suara Manusia Menggunakan Metode Back Propagation Neural Network Faradiba * Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Kristen Indonesia Jln. Mayjend Sutoyo, No.2, Cawang, jakarta Timur,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI. mahasiswa Binus University secara umum. Dan mampu membantu

ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI. mahasiswa Binus University secara umum. Dan mampu membantu BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI 3.1. Analisa Sistem 3.1.1. Sejarah Umum Perusahaan Binus Learning Community adalah komunitas belajar binus yang berada dibawah sub unit mentoring Student

Lebih terperinci

ANALISIS EKSTRAKSI CIRI SINYAL EMG MENGGUNAKAN WAVELET DISCRETE TRANSFORM

ANALISIS EKSTRAKSI CIRI SINYAL EMG MENGGUNAKAN WAVELET DISCRETE TRANSFORM Seminar Nasional Informatika (semnasif ) ISSN: 979-38 UPN Veteran Yogyakarta, 3 Juni ANALISIS EKSTRAKSI CIRI SINYAL EMG MENGGUNAKAN WAVELET DISCRETE TRANSFORM Ikhwan Mustiadi ), Thomas Sri Widodo ), Indah

Lebih terperinci