USULAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "USULAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA"

Transkripsi

1 Kode/Rumpun Ilmu: 772/Pendidikan Matematisa USULAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL AA. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd. (NIDN ) Depi Ardian Nugraha, M.Pd. (NIDK -) UNIVERSITAS SILIWANGI FEBRUARI 2017

2

3 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i DAFTAR ISI...ii RINGKASAN... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Definisi Operasional Hipotesis Penelitian Batasan Masalah Tujuan Penelitian Luaran Penelitian... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Berpikir Tingkat Tinggi (High Order Thingking) Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (High order thingking of Matematics)... 7 Bab 3 METODE PENELITIAN Tahapan Penelitian Tempat Penelitian Variabel Penelitian Desain Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan dan analisis data Bab 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN Biaya Penelitian Jadwal Penelitian DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. JUSTIFIKASI ANGGARAN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS LAMPIRAN 3. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENGUSUL LAMPIRAN 4. SURAT PERNYATAAN KETUA PENELITI... 1 ii

4 RINGKASAN Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kompetensi atau kemampuan matematis dimiliki oleh setiap siswa, terutama untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, digunakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat, atau untuk menunjang kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan. Selain hal tersebut penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh permasalahan sulitnya mahasiswa khususnya mahasiswa tingkat akhir memperoleh data yang akurat, terbaru, memiliki akuntabilitas yang bisa dipertanggunjawabkan dan yang paling penting mudah diakses untuk dijadikan dasar penelitian mahasiswa, terutama mengenai kemampuan berpikir matematis siswa. Banyak lembaga-lembaga penelitian seperti National Council Teacher Matematics (NCTM), Programme Internationale for Student Assesment (PISA), dll, yang sudah melakukan riset di bidang matematisa, namun penelitian-penelitan tersebut tidak terfokus pada kemampuan berpikir matematis saja. Selain itu keterbatasan mahasiswa dalam mengakses hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa lembaga tersebut, yang menurut mahasiswa sulit. Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian membuat peta kemampuan berpikir matematis khususnya kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se- Kota Tasikmalaya. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se-Kota Tasikmalaya yang valid, up to date, memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses. Selain itu tujuan dari penelitian ini yaitu dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut, baik oleh peneliti pada umumnya dan mahasiswa program studi pendidikan matematisa FKIP UNSIL pada khususnya. Kemampuan High order thingking (HOT) matematis merupakan kemampuan berpikir non-prosedural yang mencakup kemampuan mencari dan mengeksplorasi pola untuk memahami struktur matematis serta hubungan yang mendasarinya; kemampuan menggunakan fakta-fakta yang tersedia secara efektif dan tepat untuk memformulasikan serta menyelesaikan masalah; kemampuan membuat ide-ide matematis secara bermakna; kemampuan berpikir dan bernalar secara fleksibel melalui penyusunan konjektur, generalisasi, dan jastifikasi; serta kemampuan menetapkan bahwa suatu hasil pemecahan masalah bersifat masuk akal atau logis. Kemampuan High Order Thingking Matematis siswa penting dimiliki oleh setiap siswa yang belajar matematisa di berbagai tingkatan sekolah, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir matematis terutama yang menyangkut doing math (aktivitas matematisa) dan berpikir matematis tingkat tinggi perlu mendapatkan perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematisa. Luaran dari penelitian ini yaitu gambaran mengenai kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se-Kota Tasikmalaya, tulisan berupa buku yang berisikan macam-macam kemampuan matematis yang termasuk level High Order Thingking (HOT) dan kajiannya beserta indikator-indikator ketercapaiannya, proseding pada seminar ilmiah berskala nasional, dan artikel untuk publikasi ilmiah dalam jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional. Keywords: High Order Thingking, High Order Thingking of Matematics, Kemampuan generalisasi, berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis. iii

5 PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan data yang valid, up do date dan memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dalam sebuah penelitian menjadi hal yang wajib dilakukan untuk mengetahui hasil penelitian yang valid. Apabila berbicara mengenai data, data yang digunakan dalam penelitian ada dua jenis, ada data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka. Sedangkan data kuantitatif yaitu jenis data yang dapat diukur atau dihitung ecara langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau berbentuk angka. Sekaitan dengan jenis data tersebut, ada pula jenis data berdasarkan cara perolehannya yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya. Sedangkan data sekunder yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama, dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Penggunaan data dalam penelitian baik data primer ataupun data sekunder sangat diperlukan dalam sebuah penelitian, termasuk penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa pendidikan matematisa FKIP UNSIL yang sedang menyusun tugas akhir, salah satu kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam melaksanakan penelitian yaitu mendapatkan sumber data yang valid, terbaru dan memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun sumber data tersebut merupakan data sekunder. Banyak mahasiswa pendidikan matematisa FKIP UNSIL yang meneliti kemampuan berpikir matematis, terutama high order thingking matematis atau yang lebih dikenal dengan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi memang layak menjadi trendding topik yang diangkat untuk dijadikan fokus penelitian, sebab kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi sangat banyak manfaatnya bagi siswa, terutama ketika siswa belajar matematisa maka siswa tersebut diharapkan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya baik di sekolah maupun dalam kehidupan seharihari. Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dapat dikembangkan melaui pembelajaran matematisa sejak usia dini di pendidikan dasar dan menjadi tujuan yang harus 1

6 dicapai oleh siswa setelah siswa tersebut belajar matematisa. sebagaimana tercantum dalam Standar isi Kurikulum 2013, Kemendikbud (2013) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematisa di Sekolah yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Hal senada juga disamapaikan oleh Suryadi (2005: 37) bahwa pembelajaran matematisa di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan matematis siswa. Ada berbagai kemampuan yang bisa dikembangkan melalui matematisa, seperti melatih cara berpikir bernalar, kreatif, kritis, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dan sebagainya. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat berkontribusi pada tiga dimensi kebutuhan anak yakni untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, digunakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat, atau untuk menunjang kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan. Berdasarkan pendapat Suryadi dapat disimpulkan bahwa seseorang setelah belajar matematisa bukan hanya untuk mengembangkan kemampuan matematisnya saja, tetapi diharapakan dapat digunakan untuk kebutuhan hidupnya dimasa yang akan datang, baik dalam kehidupan sehari-hari atau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. National Council of Teacher Mathematics (NCTM, 2000) menetapkan bahwa terdapat 5 keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematisa yang tercakup dalam standar proses tersebut, yaitu: (1) problem solving; (2) reasoning and proof; (3) communication; (4) connection; dan (5) representation. Kemampuankemampuan tersebut termasuk pada berpikir matematisa tingkat tinggi (high order mathematical thinking) yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematisa. Oleh karena hal itu sangatlah layak apabila kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi memang layak menjadi trendding topik yang diteliti oleh mahasiswa program studi 2

7 pendidikan matematisa FKIP UNSIL. Adapun beberapa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dimaksud dalam tujuan pembelajaran matematisa adalah kemampuan berpikir nalar atau kemampuan generalisasi matematisa, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan representasi matematis. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah sangat minimnya data sekunder yang dapat dijadikan dasar bagi mahasiswa tingkat akhir untuk melakukan penelitian, terutama meneliti tentang kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi pada siswa yang belajar matematisa, khususnya siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Tasikmalaya. Oleh karena hal tersebut peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se-Kota Tasikmalaya yang valid, up do date, memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses yang meliputi: kemampuan generalisasi matematis siswa; kemampuan berpikir kritis matematis; kemampuan kreatif matematis; kemampuan pemecahan masalah matematis; kemampuan komunikasi matematis; kemampuan koneksi matematis; dan kemampuan representasi matematis siswa SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya. Adapun judul dari penelitian ini adalah Pemetaan High Order Thingking Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Se-Kota Tasikmalaya. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan utama yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran mengenai kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se- Kota Tasikmalaya yang valid, up do date, memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses. Permasalahan yang lebih rinci seperti di bawah ini: a. Bagaimakah kemampuan kemampuan generalisasi matematis siswa SMP Negeri Se- Kota Tasikmalaya?; b. Bagaimakah kemampuan berpikir kritis matematis SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya?; c. Bagaimakah kemampuan kreatif matematis SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya?; d. Bagaimakah kemampuan pemecahan masalah matematis SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya?; e. Bagaimakah kemampuan komunikasi matematis SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya?; 3

8 f. Bagaimakah kemampuan koneksi matematis SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya?; g. Bagaimakah kemampuan representasi matematis siswa SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya? 1.3 Definisi Operasional a. High Order Thinking High order thingking (HOT) adalah level berpikir siswa setelah siswa menguasai level berpikir tingkat rendah (Low order thingking/lot). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali inforamasi yang diketahui, akan tetapi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan menstransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. b. High Order Thingking of Matematics 1. Kemampuan generalisasi matematis Kemampuan Generalisasi matematis merupakan proses penarikan kesimpulan dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum dengan cara melakukan terkaan-terkaan yang didasarkan pada pengetahuan sebelumnya (pengalaman) dengan melibatkan beberapa contoh khusus, sehingga diperoleh kesimpulan yang berlaku untuk semua kemampuan. Indikator kemampuan generalisasi yaitu: Perception of Generality, Expression of Generality, Symbolic Expression of Generality, Manipulation of Generality 2. Kemampuan berpikir kritis matematis Kemampuan berpikir kritis matematis yaitu kemampuan mengidentifikasi, menjastifikasi konsep, dan memberikan evaluasi subjek dan objek matematis. 3. Kemampuan berpikir kreatif matematis Kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu kemampuan berpikir fluency, flexibility, elaboration, dan originality yang berkenaan dengan permasalahan matematis. 4. Kemampuan pemecahan masalah matematis Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan menyelesaiakan masalah matematis yang tidak rutin, secara valid dan logis. 4

9 5. Kemampuan koneksi matematis Kemampuan koneksi matematis yaitu kemampuan menemukan keterkaitan antar objek matematisa dan objek matematisa dengan objek di luar matematisa atau kehidupan sehari-hari. 6. Kemampuan komunikasi matematis Kemampuan mendeskripsikan symbol, teorema matematis, ke dalam bahasa lisan atau tulisan, seperti membuat dan membaca tabel, menyusun model matematisa. 7. Kemampuan representasi matematis Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan mengungkapan atau mengekspresikan ide-ide matematis yang ditampilkan siswa sebagai hasi dari interpretasi pikirannya, bisa melalui gambar, kata-kata (verbal), tabel, benda konkret, atau simbol matematisa sebagai bentuk pengganti, penggambaran, penerjemah dari suatu masalah untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata (verbal), tabel, benda kongkrit atau simbol matematisa. Kajian representasi beragam matematis atau representasi multipel dapat berupa teks tertulis, grafik, tabel, diagram, gambar, persamaan, ekspresi atau notasi matematis, bahkan wujud konkret 1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se-Kota Tasikmalaya berkategori cukup, berdasarkan standar penilaian kementrian pendidikan dan kebudayaan. 1.5 Batasan Masalah Pada penelitian ini dibatasi kepada kemampuan kemampuan matematisa tingkat tinggi, yaitu kemampuan generalisasi matematis siswa; kemampuan berpikir kritis matematis; kemampuan kreatif matematis; kemampuan pemecahan masalah matematis; kemampuan komunikasi matematis; kemampuan koneksi matematis; dan kemampuan representasi matematis siswa SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya. 5

10 1.6 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah a. Memberikan pemetaan (gambaran) mengenai kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se-Kota Tasikmalaya yang valid, up do date, memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses, yaitu kemampuan generalisasi matematis siswa; kemampuan berpikir kritis matematis; kemampuan kreatif matematis; kemampuan pemecahan masalah matematis; kemampuan komunikasi matematis; kemampuan koneksi matematis; dan kemampuan representasi matematis siswa. b. Dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut, baik oleh peneliti pada umumnya dan mahasiswa program studi pendidikan matematisa FKIP UNSIL pada khususnya. 1.4 Luaran Penelitian Dari penelitian ini diharapkan diperoleh luaran sebagai berikut: a. pemetaaan (gambaran) mengenai kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP Se-Kota Tasikmalaya pada tahun b. buku yang berisikan macam-macam kemampuan matematis yang termasuk level High Order Thingking (HOT) dan kajiannya beserta indikator-indikator ketercapaiannya. c. proseding pada seminar ilmiah berskala nasional d. artikel untuk publikasi ilmiah dalam jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Berpikir Tingkat Tinggi (High Order Thingking) Sastrawati, et.al. (2011:6) berpikir tingkat tinggi adalah proses yang melibatkan operasi-operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran. Dalam proses berpikir tingkat tinggi seringkali dihadapkan dengan banyak ketidakpastian dan juga menuntut beragam aplikasi yang terkadang bertentangan dengan kriteria yang telah ditemukan dalam proses evaluasi. Namun yang lebih penting dalam proses berpikir ini terjadi pengkonstruksian dan tuntutan pemahaman dan pemaknaan yang strukturnya ditemukan siswa tidak teratur. Dengan demikian metakognisi, yaitu berpikir bagaimana seseorang berpikir, dan self-regulation dari proses berpikir seseorang merupakan fitur sentral dalam berpikir tingkat tinggi. 6

11 Sedangkan menurut (Heong, dkk 2011) kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini mengkehendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi yang baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi dari pada sekedar menghafal fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Menurut wardana dalam Rofiah, et.al (2013:17) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif. Corebina, dkk., dalam Kawuwung (2011:158) mengatakan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat diketahui dari kemampuan kognitif siswa pada tingkatan analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan hasil belajar kognitif sangan berkaitan dengan kemampuan awal siswa. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali inforamsi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan menstransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. 2.3 Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (High order thingking of Matematics) Sumarmo, Utari (2010: 4) mengatakan bahwa berpikir matematis (mathematical thinking) diartikan sebagai cara berpikir berkenaan dengan proses matematisa (doing math) atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematis (mathematical task) baik yang sederhana maupun yang kompleks. Merujuk pendapat dari ahli tersebut berpikir matematis dapat diartikan sebagai proses berpikir untuk menyelesaikan soal matematis baik yang tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Sejalan denga hal tersesbut Makna berpikir matematis berdasarkan pada konsep tentang berpikir yang diartikan sebagai cara yang digunakan manusia untuk meningkatkan pengertiannya tentang lingkungannya dengan 7

12 menggunakan usaha-usaha pemantauan, pengendalian, penelitian ataupun pengkajian terhadap lingkungan tersebut. Pengertian tentang berpikir ini bertolak dari asumsi bahwa setiap individu selalu berusaha meningkatkan kesadarannya mengenai ruang lingkup berpikirnya sehingga dapat melakukan pilihan-pilihan dalam jangkauan yang lebih luas. Berpikir matematis dikaitkan dengan konsep berpikir tersebut berarti cara untuk meningkatkan pengertian terhadp matematisa dengan menyusun data dan informasi yang diperoleh melalui penelitian atau pengkajian terhadap obyek-obyek matematisa. Sebelum dapat menggunakan cara berpikir matematis, ada suatu tahap pendahuluan di mana informasi dipisah-pisahkan dan kemudian diterjemahkan ke dalam simbol-simbol. Berdasarkan jelaslah bahwa berpikir matematis merupakan kemampuan seseorang untuk menghubung-hubungkan permasalahan sehingga menghasilkan ide atau gagasan untuk memecahkan masalah tersebut. Yang dimaksud dengan menghubung-hubungkan permasalahan tersebut yaitu melakukan langkah-langkah yang bersifat penyelidikan dan pengkajian yang sistematis. Setiap siswa dimungkinkan mampu berpikir matematis jika gurunya membiasakan diri untuk melaksanakan pembelajaran dengan langkah-langkah yang bersifat sistematis yang berupa penyelidikan yang logis. Ada 3 komponen dalam berpikir matematis menurut Burton, yaitu: operasi-operasi dalam berpikir matematis, proses dalam berpikir matematisdan dinamika berpikir matematis. Menurut Buston Proses dalam berpikir matematis yakni proses inti kegiatan matematisa dalam usaha untuk menerapkan langkah-langkah berpikir secara umum. Ada 4 proses dalam proses ini, yaitu pendalaman (specializing), memperkirakan (conjecturing), menghasilkan kesimpulan (generalizing), dan memperkuat keyakinan (convincing). roses berpikir matematis, juga terjadi proses reaksi afektif yang melewati tiga fase yakni (a) melibatkan diri (entry), (b) mencari pemecahan (attack) dan (c) meninjau kembali (review). National Council of Teacher of Mathematics (2000) merumuskan bahwa tujuan pembelajaran matematisa yang harus dicapai siswa setelah belajar matematisa yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematisa (positive attitudes toward mathematics). Menurut Sumarmo, Utari (2005), kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematisa (doing math). Keterampilan matematisa (doing math) berkaitan dengan karakteristik matematisa yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk 8

13 kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematisa secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami idea matematisa secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali idea yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, menalar secara logik, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis, dan mengaitkan idea matematis dengan kegiatan intelektual lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk ke dalam kemampuan atau daya berpikir matematisa tingkat tinggi diantaranya: 1) kemampuan generalisasi matematisa, 2) kemampuan berpikir kritis matematis, 3) kemampuan berpikir kreatif matematis, 4) kemampuan pemecahan masalah matematis, 5) kemampuan komunikasi matematis, 6) kemampuan representasi matematisa dan, 7) kemampuan koneksi matematisa. Oleh karena itu peneliti memfokuskan penelitian ini untuk membahas kemampuan-kemampuan tersebut. Adapun penjelasan mengenai beberapa kemampuan tersebut adalah sebgai berikut: Kemampuan Generalisasi Matematisa Proses generalisasi matematis menurut Mason (Herdian, 2010) terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1) Tahap Perception of Generality, pada tahap ini siswa baru sampai pada tahap mengenal sebuah aturan/pola. Pada tahap ini siswa juga telah mampu mempersepsi atau mengidentifikasi pola. Siswa telah mengetahui bahwa masalah yang disajikan dapat diselesaikan menggunakan aturan/pola. 2) Tahap Expression of Generality, pada tahap ini siswa telah mampu menggunakan hasil identifikasi pola untuk menentukan struktur/data/gambar/suku berikutnya. Pada ini siswa juga telah mampu menguraikan sebuah aturan/pola, baik secara numerik maupun verbal, 3) Tahap Symbolic Expression of Generality, pada tahap ini siswa telah mampu menghasilkan sebuah aturan dan pola umum. Selain itu siswa juga telah mampu memformulasikan keumuman secara simbolis, 4) Tahap Manipulation of Generality, pada tahap ini siswa telah mampu menggunakan hasil generalisasi untuk menyelesaikan masalah, dan mampu menerapkan aturan/pola yang telah mereka temukan pada berbagai persoalan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kemampuan generalisasi adalah suatu kemampuan menarik kesimpulan yang berlaku secara umum yang dihasilkan berdasarkan pengamatan dan contoh-contoh khusus dan dapat dibuktikan secara deduktif. 9

14 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Terdapat beberapa definisi berpikir kritis yang dikemukakan oleh para ahli. Huitt (1998: 4) mengemukakan bahwa Critical thinking is disciplined mental activity of making judgments that can guide the development of beliefs and taking actions. Sedangkan Norris (Fowler, 1996: 1) medefinisikan berpikir kritis sebagai pengambilan keputusan secara rasional apa yang diyakini dan dikerjakan. Kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa berpikir kritis berarah pada pengambilan keputusan mengenai tindakan dan keyakinan yang akan diambil. Proses pengambilan keputusan tersebut, menurut Moore dan Parker (Fowler, 1996:1) dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Kemampuan berpikir kritis berkenaan dengan kecakapan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Menurut Ennis (1996:4) berpikir kritis didefinisikan sebagai cara berpikir reflektif dan beralasan yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan dikerjakan. Reflektif artinya mempertimbangkan atau memikirkan kembali segala sesuatu yang dihadapinya sebelum mengambil keputusan. Beralasan artinya memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup, dan relevan. Sejalan dengan pendapat Ennis tersebut, Sukmadinata (2004:177) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberikan keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Pengembangan kemampuan berpikir kritis matematis di dalam kelas (sekolah) mulai dicetuskan oleh Harlod Fawcett pada tahun 1938 (Hendrayana, 2008:16). Pengembangan berpikir kritis yang dilakukan oleh Fawcett adalah mencoba mengajarkan kemampuan berpikir kritis yang aktivitasnya seperti: membandingkan, mengklasifikasikan, membuat kategori, mengurutkan, memvalidasi, membuktikan, mengaitkan, menganalisis, mengevaluasi dan membuat pola, yang aktivitas-aktivitasnya dirangkai secara berkesinambungan (Appelbaum, 2004; Hendrayana, 2008: 16-17). Jauh setelah idenya Fawcett, baru pada tahun 1989, NCTM dalam buku tahunannya Curriculum and Evaluation Standards menyarankan untuk mengembangkan kemampuan berpikir di dalam kelas. Setelah itu, mulai banyak penelitian dan pengembangan berpikir kritis dalam bidang matematisa baik itu ditingkat internasional maupun nasional. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan tersebut, penulis berpendapat bahwa berpikir kritis matematis adalah proses kemampuan siswa untuk mengidentifikasi asumsi yang digunakan, merumuskan pokok-pokok permasalahan, menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil, mendeteksi adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang 10

15 berbeda, mengungkap konsep, teorema atau definisi yang digunakan, serta mengevaluasi argumen yang relevan dalam menyelesaikan suatu masalah. Kemampuan berpikir kritis matematis ini mencakup kemampuan menganalisis dan memeriksa kesahihan suatu argumen, menarik induksi dari serangkaian informasi/data, mengidentifikasi kecukupan data suatu masalah, memilih cara penyelesaian yang terbaik dari alternatif-alternatif cara penyelesaian yang ada, mengidentifikasi karakteristik penyelesaian suatu masalah, dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Sementara itu, Enis (Ratnaningsih, 2007) mengungkapkan aspek berpikir kritis yang berkaitan dengan materi pelajaran meliputi kemampuan mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep, menggeneralisasi, pemeriksaan algoritma, serta memecahkan masalah. Meskipun secara redaksional berbeda, akan tetapi para ahli pada prinsipnya mengarahkan pada kesamaan sifat dalam berpikir kritis, yaitu berpikir secara reflektif. Untuk kepentingan penelitian ini, berpikir kritis dikaitkan dengan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadaptasi indikator berpikir kritis dari pendapat Enis, yaitu mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep, generalisasi, dan pemecahan masalah. Sedangkan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa mengunakan instrumen berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kreativitas menjadi sebuah proses mental yang melibatkan pengembangan ide atau konsep baru, atau penggabungan antara ide-ide atau konsep-konsep yang ada. Tannenbaum (McFadzean, 1998:309) menyatakan bahwa creativity is a useful process because it improves communication, promotes learning and the exploration of the problem, and helps to develop new ideas, solutions and/or alternatives. Selanjutnya menurut Haefele (Munandar, 2002:28) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Pendapat-pendapat tersebut menyatakan bahwa kreativitas dapat pula dilihat sebagai suatu proses menghasilkan ide, solusi atau pilihanpilihan baru yang bermanfaat dan bermakna. Proses tersebut dapat pula berupa penggabungan dari ide-ide atau konsep-konsep yang sudah ada. Beberapa faktor yang termasuk berpikir divergen adalah fluency, flexibility, dan elaboration. Terdapat tiga jenis fluency (kelancaran atau kefasihan), yaitu ideational fluency, associational fluency, dan expressional fluency. Ideational fluency adalah kecepatan membangun ide-ide berdasarkan kuantitas; associational fluency adalah menyelesaikan keterkaitan, dapat juga diterapkan dalam mengkonstruksi analogi; dan expressional fluency 11

16 adalah kemampuan untuk mengkonstruksi kalimat. Terdapat dua jenis flexibility (keluwesan atau kelenturan) yaitu spontaneous flexibility yang berarti kemampuan untuk beralih ke jawaban lain tanpa harus diarahkan dan adaptive flexibility yang berarti jawaban yang orisinil. Elaboration (keterperincian atau elaborasi) adalah hasil dari berbagai implikasi. Sedangkan dalam Torrance Tests of Creative Thinking (Torrance, 1966), terdapat empat faktor yaitu fluency, flexibility, originality, and elaboration. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka aspek berpikir kreatif meliputi fluency, flexibility, elaboration, dan originality dengan penjelasan dari masing-masing aspek tersebut sebagai berikut: a) Fluency (keterampilan berpikir lancar) adalah kemampuan membangun banyak ide secara mudah. Ciri-cirinya, mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan; memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; selalu memikirkan lebih dari satu jawaban, b) Flexibility (keterampilan berpikir luwes) adalah kemampuan membangun ide yang beragam. Dalam pemecahan masalah, keluwesan terkait dengan kemampuan untuk mencoba berbagai pendekatan dalam menyelesaikan suatu masalah. Ciri-cirinya, menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi; dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda; mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran, c) Elaboration (keterampilan merinci) adalah kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; menambahkan atau memperinci secara detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik, d) Originality (keterampilan berpikir orisinil) adalah kemampuan melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Evans (1991:98) mengemukakan bahwa berpikir kreatif terdeteksi dalam empat unsur yaitu, kepekaan (Sensitivity), kelancaran (Fluency), keluwesan (Flexibility), dan keaslian (Originality). Kepekaan terhadap suatu situasi masalah menyangkut kemampuan mengidentifikasi adanya masalah, mampu membedakan fakta yang tidak relevan dengan masalah, termasuk membedakan konsep-konsep yang relevan mengenai masalah yang sebenarnya. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis lainnya yang dikemukakan oleh para ahli di bidang ini. Namun, dari beberapa ciri-ciri yang dikemukakan pada intinya lebih banyak persamaan. Dari beberapa ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang telah diungkapkan di atas maka ini aspek yang diukur dari kemampuan berpikir kreatif matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan mencetuskan ide atau gagasan secara mudah (kelancaran/fulency); membangun ide yang beragam (keluwesan/flexibility); merinci secara 12

17 detil langkah-langkah penyelesaian (elaborasi/elaboration); dan mencetuskan gagasan yang baru dan unik (keaslian/originality) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Masalah merupakan kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Sedangkan proses bagaimana mengatasi kesenjangan yang terjadi disebut proses memecahkan masalah. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematisa, Shadiq (2004:10) menyatakan masalah dalam pembelajaran matematisa adalah suatu persoalan atau pertanyaan yang bersifat menantang yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah biasa dilakukan atau sudah diketahui. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi, E.T (2006:335) yang mengatakan bahwa masalah dalam matematisa adalah suatu persoalan yang jika dirinya sendiri mampu menyelesaikanya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin maka soal tersebut bukan merupakan masalah. Jadi masalah merupakan suatu hal yang bersifat relatif. Selain itu Ruseffendi, E.T (2006:178) mengemukakan untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, pemecahan masalah lebih mengutamakan kepada proses dari pada hasilnya. Gagne (Ruseffendi (2006: 335) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan tipe belajar yang tingkatannya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainya. Polya (TIM MKPBM, 2001:91) menyatakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari kemampuan pemecahan masalah, maka diperlukan adanya suatu cara atau langkahlangkah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari kemampuan pemecahan masalah, perlu adanya suatu cara atau langkah-langkah dalam pelaksanaannya, Polya (Tim MKPBM, 2001:91) mengajukan empat langkah dalam pemecahan masalah meliputi: "1) memahami masaiah (understanding the problem) 2) merencanakan pemecahan (deviring apian) 3) melakukan perhitungan (carrying out the plan) 4) memeriksa kembali hasil (looking back) Kemampuan Konkesi Matematis Objek dan subjek pelajaran matematisa sifatnya sangat hierarkis, yang 1 saling berkait dengan yang lain, apabila ingin mempelajari suatu bagian, maka ia akan berkaitan dengan 13

18 bagian sebelumnya, yang bisa jadi prasarat untuk mempelajari materi/topik matematisa. Untuk itu kemampuan mengaitkan satu objek dengan objek lain sangat penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusuma (2008) yang menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan seseorang dalam memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematisa, yang meliputi: koneksi antar topik matematisa, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Pembagian ini diperkuat lagi oleh pendapat Mikovch dan Monroe (dalam Ruspiani, 2000), In mathematics, at least three kinds of connections are particularly beneficial: connection within mathematics, across the curriculum, and with real world contexts. Kemampuan koneksi matematis diperlukan oleh siswa dalam mempelajari topik matematisa yang saling terkait. Menurut Rusmini (2007), jika suatu topik diberikan secara tersendiri, pembelajaran akan kehilangan satu momen dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa dalam matematisa secara umum Kemampuan Komunikasi Matematis Matematisa memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Matematisa tidak hanya sekedar alat bantu berfikir tetapi matematisa sebagai wahana komunikasi antar siswa dan guru dengan siswa. Semua orang diharapkan dapat menggunakan bahasa matematisa untuk mengkomunikasikan informasi maupun ide-ide yang diperolehnya. Banyak persoalan yang disampaikan dengan bahasa matematisa, misalnya dengan menyajikan persoalan atau masalah kedalam model matematisa yang dapat berupa diagram, persamaan matematisa, grafik dan tabel. Menurut Greenes dan Schulman (dalam Armiati,2009: 3), pentingnya komunikasi karena beberapa hal yaitu untuk menyatakan ide melalui percakapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang berbeda; memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide yang disajikan dalam tulisan atau dalam bentuk visual; mengkonstruksi, memginterpretasi, dan mengaitkan berbagai bentuk representasi ide dan berhubungannya; membuat pengamatan dan konkekture, merumuskan pertanyaan, membawa dan mengevaluasi informasi; menghasilkan dan menyatakan argumen secara persuasif. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematisa justru lebih praktis, sistematis, dan efisien (Shadiq, 2004: 20). Setiap siswa harus belajar matematisa dengan alasan bahwa matematisa merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, sistematis dan tepat karena matematisa sangat erat dengan kehidupan kita. Dengan berkomunikasi siswa dapat 14

19 meningkatkan kosa kata, mengembangkan kemampuan berbicara, menulis ide-ide secara sistematis, dan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik. Senada dengan yang disampaikan Greenes dan Schulman (dalam Armiati,2009: 3), dan Van de Walle (2008: 5) menyatakan bahwa: cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah dengan mencoba menyampaikan ide tersebut pada orang lain. Kemampuan komunikasi matematisa merupakan suatu hal yang sangat mendukung untuk seorang guru dalam memahami kemampuan siswa dalam pembelajaran matematisa. Hal ini didukung oleh NCTM dalam Van de Walle (2008:48) mengungkapkan bahwa tanpa komunikasi dalam matematisa, guru akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematisa. Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematisa, menurut The Intended Learning Outcomes (dalam Armiati, 2009: 2), komunikasi matematis yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematisa secara koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan tulisan. Ini berarti dengan adanya komunikasi matematis guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari Kemampuan Representasi Matematis Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli berkenaan dengan kemampuan representasi matematis. Hwang, Chen, Dung & Yang (Widiastuti, 2010) dalam psikologi umum menyatakan representasi berarti proses membuat model konkrit dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol, dalam psikologi matematisa, representasi bermakna deskripsi hubungan antara objek dengan simbol. Menurut NCTM (2000) representing involves translating a problem or an a new form, representing includes the translation of a diagram or physical model into symbol or words, representing is also used in translating or analyzing a verbal problem to make its meaning clear. Dari ungkapan tersebut mempunyai makna bahwa proses representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide ke dalam bentuk baru, proses representasi termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol- simbol atau kata-kata; dan proses representasi juga dapat digunakan dalam menterjemahkan atau menganalisis masalah verbal untuk membuat maknanya menjadi lebih jelas. Steffe, Weigel, et.al (Hudoyo, 2002) menyatakan representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang, yang terungkap dan 15

20 divisualisasikan dalam berbagai model matematisa, yakni: verbal, gambar, benda konkrit, tabel, model-model manipulatif atau kombinasi dari semuanya. Menurut Jones & Knuth (Widiastuti 2010) menyatakan representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi, sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata-kata, atau simbol matematisa. Representasi dapat digolongkan menjadi (1) representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel); (2) representasi simbolik (pernyataan matematis/ notasi matematis, numerik/simbol aljabar); dan (3) representasi verbal (teks tertulis/kata-kata). Penggunaan semua jenis representasi tersebut dapat dibuat secara lengkap dan terpadu dalam pengujian suatu masalah yang sama atau dengan kata lain representasi matematis dapat dibuat secara beragam (multipel representasi). Bab 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian seperti tergambar pada bagan 1, seperti berikut ini: Mengkaji Indikator HOT matematis dan KD/KI pada Kurikulum SMP Menyusun Instrumen Tes (Soal Kemampuan HOT) dan konsultasi dengan Guru Matematisa SMP Pakai atau Gunakan Valid dan reliabel Uji Coba Istrumen Revisi Tidak Valid dan reliabel Bagan 1. Alur rancangan uji coba instrumen penelitian Penelitian ini diawali dengan mengkaji indikator HOT matematis dan Kompetensi Dasar/Kompetensi Inti pada kurikulum SMP. Kemudian tahapan berikutnya yaitu membuat instrumen penelitian, dan melakukan konsultasi dengan guru matematisa SMP. Tahap berikutnya yaitu: Validasi instrumen penelitian untuk melihat face validity dan content validity, Validasi instrumen dilakukan kepada beberapa siswa SMP di Kota Tasikmalaya. Setalah dilakukan uji coba kemudian merevisi instrumen berdasarkan hasil ujicoba 16

21 instrumen (jika ada). Apabila instrumen tersebut sudah dinyatakan valid maka instrumen tersebut layak untuk digunakan secara empiris kepada siswa SMP Negeri se-kota Tasikmalaya, yang kemudian hasilnya akan di diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial menggunakan program statistik IBM for statistic version 23. Setelah dianalisis hasil penelitian tersebut diinterpretasikan dan dibuat gambaran mengenai pemetaan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP se-kota Tasikmalaya. 3.2 Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di seluruh Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) se-kota Tasikmalaya sebanyak 21 SMP negeri. 3.3 Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini adalah karakteristik-karakteristik dari HOT, yaitu: X 1 : Kemampuan Generalisasi matematis; X 2 : Kemampuan Berpikir kritis matematis; X 3 : Kemampuan Berpikir Kreatif matematis; X 4 : Kemampuan Pemecahan Masalah matematis; X 5 : Kemampuan Komunikasi matematis; X 6 : Kemampuan Representasi matematis; 3.4 Desain Penelitian Menurut Arikunto, Suharsimi (2013;90) desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancer-ancer kegiatan yang akan dilaksanakan. Penelitian ini diawali dengan penarikan sampel secara random sederhana, masing-masing satu kelas tiap SMP es-kota Tasikmalaya. Selanjutnya dilaksanakan tes kemampuan HOT, diteruskan dengan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program SPSS dan akhirnya disusun laporan hasil penelitian yang intinya memberikan gambaran tentang kemampuan HOT di Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-kota Tasikmalaya. Desain penelitiannya sebagai berikut: A Tes HOT Analisis Hasil Tes HOT Gambaran Peta HOT Bagan 2. Desain Penelitian 17

22 Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 2, sampel pada penelitian di pilih secara acak, kemudian diberikan tes yang berupa soal-soal tes kemampuan High order thingking (HOT) matematis, soal tes berbentuk soal uraian, banyaknya soal sesuai dengan indikator dari tiaptiap kemampuan HOT matematis. Setelah tes dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah mengolah data dan menganalisis data hasil tes, sehingga diperoleh gambaran mengenai peta High order thingking (HOT) matematis siswa SMP se-kota Tasikmalaya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, Menurut Sugiyono (2010:15), menjelaskan bahwa: Metode penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang sedang dan dapat diamati. Penelitian ini berusaha menemukan gambaran atau peta tentang kemampuan High order thingking (HOT) matematis siswa SMP serta menyajikannya berdasarkan pengolahan data menggunakan aturan statistik deskriptif dengan bantuan program perhitungan statistik yaitu IBM SPSS versi 23. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sugiyono (2010: 11) menyatakan bahwa penelitian diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. 3.5 Pengumpulan Data Data kemampuan-kemampuan HOT matematis siswa SMPN se-kota Tasikmalaya dikumpulkan menggunakan instrumen tes matematis yang mencerminkan indikatorindikator kemampuan generalisasi matematis siswa; kemampuan berpikir kritis matematis; kemampuan kreatif matematis; kemampuan pemecahan masalah matematis; kemampuan komunikasi matematis; kemampuan koneksi matematis; dan kemampuan representasi matematis siswa SMP Negeri Se-Kota Tasikmalaya. 18

23 Instrumen dalam mengumpulkan data tentang kemampuan High order thingking (HOT) matematis adalah perangkat soal tes High order thingking (HOT) matematis berdasarkan dari indikator-indikator tiap jenis High order thingking (HOT) matematis yang disesuaikan dengan materi matematisa atau KD matematisa pada kurikulum SMP. Soal Tes yang disusun terlebih dahulu dikonsultasikan dengan guru-guru matematisa SMP. Selanjutnya dibuat kisi-kisinya. Tahap berikutnya dilakukan uji coba instrumen tes, uji coba dilakukan kepada siswa SMP di luar sampel penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) se-kota Tasikmalaya baik kelas tujuh, kelas delapan, dan kelas sembilan, kisaran usianya tahun. Pada kisaran usia tersebut menurut teori perkembangan mental Jean Piaget menyatakah bahwa pada usia tersebut anak berada pada tingkatan berpikir operasional formal (Budiningsih, C. Astri, 2004;39-40). Pada tahapan ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan". Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Sampel penelitian akan diambil secara acak atau random yaitu satu kelas dari setiap Sekolah menengah Pertama (SMP) se-kota Tasikmalaya. Satu kelas tersebut adalah kelas IX dari setiap sekolah dengan pertimbangan berdasarkan standar isi kurikulum hampir semua Kompetensi Dasar (KD) atau Kompetensi Inti (KI) sudah tersampaikan oleh para pengajarnya. 3.6 Pengolahan dan analisis data Skor yang diperoleh dari jenis HOT matematis siswa berdasarkan penskoran yang ditaransformasi ke dalam skor maksimal ideal 4 (berdasarkan penilaian kemendikbud). Selanjutnya disajikan menggunakan teori statistika deskriptif, untuk menghitung ukuranukuran statistiknya serta penyusunan tabel statistik. Pengujian hipotesisya menggunakan teori statistika inferesnsial yaitu menggunakan uji satu rata-rata (uji-t). Bab 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 4.1 Biaya Penelitian Rekapitulasi Anggaran penelitian yang diusulkan secara rinci disajikan dalam tabel berikut, secara terinci dapat dilihat pada Lampiran 2 Justifikasi anggaran penelitian. 19

24 Tabel 4.1 Rekapitulasi Anggaran Penelitian No Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan (Rp) 1 Bahan Habis Pakai dan Peralatan (40 60 %) Perjalanan dan Publikasi (Maks 40%) Lain-lain (Maks 40%) J u m l a h Jadwal Penelitian Jadwal rencana pelaksanaan penelitian yang diusulkan terdiri dari 14 kegiatan utama: No 1 2 Tabel 4.2 Jadwal Rencana Kegiatan Kegiatan Tinjauan Pustaka Terkait kemampuan berpikir matematisa tingkat tinggi (High order thingking) Observasi awal terhadap kondisi Aktual subjek penelitian Bulan ke- I II III IV V VI VII 3 Penyusunan Instrumen Penelitian x 4 Uji Instrumen Penelitian x Implementasi Instrumen Penelitian kepada 5 x subjek penelitian 6 Pengolahan dan Analisis Data x 7 Pembuatan Laporan Akhir x 8 Sosialisasi Hasil Penelitian x x x DAFTAR PUSTAKA Armiati. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional siswa SMP Melalui Pendekatan Matematisa Realistik. Disertasi SPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan Astuti, W. W. (2000). Penerapan Strategi Belajar Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada Pembelajaran Matematisa Kelas II di MAN Magelang. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Budiningsih, C. A. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Ennis, Robert H. (1996). Critical Thingking. USA: Prentice Hall, Inc. Evans, J. R Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. USA: South- Western Publishing Co. Fowler, B. (1996). Critical Thinking Accros the Curriculum Project [Online]. Tersedia: [25 November 2012]. 20

25 Hendrayana, Aan. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematisa. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Heong. (2010). Critical Thinking: An Overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Herdian. (2010). Kemampuan Generalisasi Matematisa. [Online]. Tersedia: [09 Februari 2017]. Huitt, W. (1998). Critical Thinking: An Overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Kawuwung, F. (2011). Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Di SMP Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal El-hayah Vol. 1,No.4 Maret 2012 (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan Emosional siswa SMP Melalui Pendekatan Matematisa Realistik. Disertasi SPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan Munandar, S. C. U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Granada Pustaka Utama. National Council of Teacher Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM. Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: IKIP Bandung Press. Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematisa untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Rusmini. (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis SIswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Program Berbatuan Cabri Geometri. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sastrawati, et.al. (2011). Penerapan Model Pbm Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Konsep Daur Ulang Limbah. Jurnal Pendidikan Hayati Vol. 1,No Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan komunikasi. Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematisa SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematisa. Yogyakarta : Tidak Diterbitkan 21

26 Sumarmo, U. (2005). Alternatif Pembelajaran Matematisa dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan berpikir Matematisa Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Torrance, E. P. (1966). The Torrance Tests of Creative Thinking-Norms-Technical Manual Research Edition-Verbal Tests, Forms A and B-Figural Tests, Forms A and B. Princeton, NJ: Personnel Press. Van de Walle (2008). When public services fail: A research agenda on public service failure. 22

27 LAMPIRAN 1. JUSTIFIKASI ANGGARAN PENELITIAN 1. Bahan dan Peralatan No Uraian Satuan Biaya satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1. Kertas HVS 80 gr A4 Paper one 5 rim Flasdisk 8 GB 1 buah Map Plastik 40 bh Pulpen 40 bh Penggaris 40 bh Stepless 2 bh Reffil stepless 1 pak Literatur 7 bh Reffil ink Epson (Hitam) 2 bh Paket Data Internet 1 paket Suvenir/Makan Peserta Tes 840 bh Penggandaan Proposal 4 bh Penggandaan Instrumen 4200 lbr TOTAL Biaya Perjalanan No.Uraian Satuan Durasi Biaya Satuan (Rp) Jumlah (RP) 1. Biaya perjalanan survey ke dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya 1 Org 1 kali Biaya perjalanan pembelian Literatur 1 Org 2 kali Biaya perjalanan survey ke Sekolah tempat uji coba Instrumen 1 Org 2 kali Biaya Perjalanan Uji Coba Instrumen 1 Org 2 kali Biaya perjalanan pelaksanaan 4 2 Org penelitian 2 kali Biaya Perjalanan Publikasi Penelitian 1 Org 2 kali TOTAL Biaya Lain-lain No Uraian Satuan Biaya satuan Jumlah 1. Penggandaan Laporan 4 exp Biaya Publikasi 2 Org Penginapan 2 Org Konsumsi Pas Seminar 2 Org Dokumentasi 2 Pkt TOTAL

28 LAMPIRAN 2. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS No. Nama NIDN Bidang Ilmu 1. AA. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd Pendidikan Matematisa Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematisa, Statistika Inferensial, Analisis Real, Teori Peluang, Matematisa Kombinatorika Alokasi Waktu (jam/ minggu) 3 Jam Uraian Tugas Melaksanakan tugas yang telah ditentukan, melaksanakan koordinasi kegiatan penelitian. Merancang rekomendasi hasil penelitian. 24

29 LAMPIRAN 3. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENGUSUL 1. Ketua Tim Pengusul A. Identitas Diri 1. Nama lengkap (dengan gelar) Drs. A.A. Gde Somatanaya M.Pd. 2. Jenis Kelamin Laki-laki 3. Jabatan Fungsional Lektor Kepala 4. NIP NIDN Tempat dan tanggal lahir Klungkung, 26 November Nomor Telepon/HP Alamat Kantor Jln Siliwangi No. 24 Tasikmalaya 10. Nomor Telepon Kantor (0265) Lulusan yang telah dihasilkan 3968 orang 12. Mata Kuliah yang diampu 1. Teori Peluang 2. Statistika Inferensial 3. Analisis Real 4. Analisis Numerik 5. Evaluasi Pembelajaran Matematisa 6. Matematisa Kombinatorika B. Riwayat Pendidikan Program S1 S2 Nama PT IKIP Bandung UPI Bandung Bidang Ilmu Pendidikan Pendidikan Matematisa Matematisa Tahun Masuk-Lulus Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Ruang Vektor Euclid Pengaruh Program Pendidikan Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Efektivitas Organisasi di Setwilda Kabupaten Daerah Tingkat II Tasikmalaya. Nama Pembimbing Dr. Koesmartono Prof. Yozua S. Ph.D. 26

30 C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir No Tahun Judul Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Komputer dalam Pembelajaran Geometri Analitik sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Matematisa Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa melalui Strategi Student Centered Learning (SCL) Tipe Colaborative Learning (CL) serta Korelasinya terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Perkuliahan Statistika Pendanaan Sumber Jumlah (Rp) DIKTI Melalui Program Hibah Kompetensi Institusi PPM UNSIL D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No Tahun Judul Pengabdian Pada Pendanaan Masyarakat Sumber Jumlah (Rp) Pementapan Kemampuan LPPM-Unsil Mengajar melalui Lesson Study Pelatihan Penulisan dan LPPM-Unsil Pembimbingan Penelitian Tindakan Kelas dalam Rangka Peningkatan Karier (Pangkat/Golognan) bagi guru guru SMP Se- Kecamatan Cipatujah Pelatihan Penulisan dan LPPM-Unsil Pembimbingan PTK dalam Rangka Peningkatan Karir Bagi Guru Guru SMA se- Kota Tasikmalaya Sosialisasi Kurikulum 2013 LPPM-Unsil Meningkatkan Kualitas Tenaga Kependidikan di Kecamatan Karangnunggal LPPM-Unsil

31 No Tahun Judul Pengabdian Pada Masyarakat I b M Workshop Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berbasis Kurikulum 2013 bagi Peeningkatan Karier Guru-guru SD Kecamatan Kadipatn Kabupaten Tasikmalaya Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Peningkatan Karier Guru- Guru Sekolah Dasar Pendanaan Sumber Jumlah (Rp) DIKTI LPPM-Unsil E. Pengalaman Penulisan Artikel dalam Jurnal Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir No Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal Pengembangan Model Pembelajaran Volume 5 No. 2 Paedagogi Berbasis Komputer dalam Pembelajaran September FKIP Geometri Analitik sebagai Upaya 2009, UNSIL Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Matematisa ISSN: I b M Workshop Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berbasis Kurikulum 2013 bagi Peeningkatan Karier Guru-guru SD Kecamatan Kadipatn Kabupaten Tasikmalaya Jurnal Siliwangi Seri Pengabdian Kepada Masyarakat. LPPM UNSIL F. Pengalaman Pemakalah pada Kegiatan Seminar Nama Pertemuan No Judul Buku/Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit 28

32

33

34

DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL

DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL AA. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd. (NIDN 0026115602) UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL

DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL AA. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd. (NIDN 0026115602) UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia nomor 65 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses pembentukan kepribadian dan pola pikir siswa. Salah satu pembelajaran yang mampu membentuk kepribadian dan pola pikir siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Ruseffendi, 1988), membutuhkan siasat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP Anggun Rizky Putri Ulandari, Bambang Hudiono, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF 1. Macam-Macam Keterampilan Berpikir dalam Matematika Menurut Langrehr (2006), terdapat tiga jenis informasi yang disimpan atau diingat dalam otak. Ketiga jenis informasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang peranan dalam tatanan kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan taraf dan derajatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang diperlukan dalam kehidupan manusia, karena melalui pembelajaran matematika siswa dilatih agar dapat berpikir kritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna,

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematikadalamduniapendidikanmerupakansalahsatuilmudasar yangdapatdigunakanuntukmenunjangilmu-ilmulainsepertiilmu fisika,kimia,komputer,danlain-lain.pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF FX. Didik Purwosetiyono 1, M. S. Zuhri 2 Universitas PGRI Semarang fransxdidik@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangatlah pesat, arus informasi yang berada di dunia lebih mudah diakses seakan tidak ada lagi batasan wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri karena persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Salah satu upaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF Purnama Ramellan 1), Edwin Musdi 2), dan Armiati 3)

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF Purnama Ramellan 1), Edwin Musdi 2), dan Armiati 3) KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF Purnama Ramellan 1), Edwin Musdi 2), dan Armiati 3) 1) FMIPA UNP, email: Rame_04938@yahoo.com 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sudah ada semenjak zaman sebelum masehi. Banyak ilmuwan-ilmuwan zaman dahulu yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Globalisasi dapat mengakibatkan restrukturisasi dunia. Proses ini disertai banjirnya informasi yang melanda dunia dan berdampak terhadap kehidupan nyata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan matematika dituntut harus mampu mengembangkan kemampuan berfikir yang dilandaskan pada kaidah-kaidah komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan terorganisir yang memiliki keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Matematika diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dipandang sebagai ratu ilmu dan di dalamnya terdapat beragam pendekatan, metode yang bersifat logis dan valid. Matematika memuat masalah yang berdasarkan

Lebih terperinci

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber? BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan bidang ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut disiapkannya penerus bangsa yang siap menghadapi berbagai tantangan. Individu yang siap adalah individu yang sukses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya penting untuk mencerdaskan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya itu adalah dengan adanya pendidikan formal maupun informal yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya, karena di dalamnya manusia dapat berinteraksi, bersosialisasi, menggali potensi diri, serta memperoleh informasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan yang di survey oleh Organisation for Economic

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan yang di survey oleh Organisation for Economic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2015 Indonesia menempati posisi ke 69 dari 76 negara di dunia dalam bidang pendidikan yang di survey oleh Organisation for Economic Cooperation and Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin dan mengarahkan peserta didik dengan berbagai problema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu sangat ditentukan

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Bukti menurut Educational Development Center (2003) adalah suatu argumentasi logis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki agar dapat menghadapi segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin cepat dewasa ini, menuntut manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada masa global ini, menuntut sumber daya manusia yang berkualitas serta bersikap kreatif

Lebih terperinci