PENGARUH AERASI INTERMITTENT DAN JENIS BAHAN TERHADAP DEGRADASI BAHAN ORGANIK PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN KOMPOSTER MINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH AERASI INTERMITTENT DAN JENIS BAHAN TERHADAP DEGRADASI BAHAN ORGANIK PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN KOMPOSTER MINI"

Transkripsi

1 Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 2011 PENGARUH AERASI INTERMITTENT DAN JENIS BAHAN TERHADAP DEGRADASI BAHAN ORGANIK PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN KOMPOSTER MINI Joko Nugroho W.K 1 dan Lazuardy Hafri Artasari 2 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, UGM Jl.Flora No1, Bulaksumur Yogyakarta, jnugr@hotmail.com 2 Jurusan Teknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, UGM Jl.Flora No1, Bulaksumur Yogyakarta, ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aerasi terputus (intermittent) dan jenis bahan pada proses pengomposan limbah organik rumah tangga.variasi jenis bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah sayur dan limbah nasi. Sebagai campuran digunakan pupuk kompos matang dan serutan kayu, serutan kayu berfungsi sebagai bulking agent. Kadar air awal bahan campuran adalah 55-60%. Pengamatan dilakukan selama 15 hari, pengadukan bahan dilakukan setiap 5 hari sekali. Variasi aerasi yang digunakan adalah aerasi nonstop/terus-menerus, aerasi 1-1 (1 jam hidup - 1 jam mati), dan aerasi 1-2 (1 jam hidup - 2jam mati). Perubahan suhu, kadar air, ph dan susut bobot diamati dalam percobaan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi aerasi 1-2 dapat memberikan suhu maksimum tertinggi yaitu 48 C pada sayur dan 59 C pada nasi. Variasi terus-menerus menyebabkan susut bobot terbesar, karena uap air yang terbawa udara ke lingkungan. Pada variasi jenis bahan terdapat perbedaan karakteristik proses pengomposan baik di suhu, kadar air, ph maupun tingkat degradasi bahan. Pada sayur suhu pengomposan lebih rendah dari pada nasi. Sedangkan pada kadar air, kadar air pengomposan sayur lebih tinggi dari pada pada nasi. ph pada pengomposan nasi mengalami penurunan di awal proses pengomposan hingga mencapai ph 4.38 pada aerasi 1-2 dan 4.94 pada aerasi 1-1, sedangkan pada sayur tidak terjadi. Susut bobot dan tingkat degradasi bahan organik pada pengomposan nasi lebih tinggi dari pada sayur. Kata kunci : pengomposan, limbah organik, sayur, nasi. PENDAHULUAN Sampah akan selalu diproduksi selama manusia masih tetap ada, karena sampah sendiri merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari adanya aktivitas manusia dan volumenya akan sebanding dengan jumlah penduduk. Keberadaan sampah di alam yang menumpuk akan berbalik menghancurkan kehidupan di sekitarnya. Sampah yang menumpuk akan menjadi sumber penyakit, selain itu juga dapat bereaksi secara anaerob sehingga menghasilkan gas metan yang menimbulkan bau busuk dan mudah terbakar. Sejauh ini penanganan sampah pada umumnya masih dilakukan secara kolektif, yaitu pengumpulan sampah ditps yang kemudian dipindahkan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Upaya ini dipadang kurang efektif karena sumber permasalahan sampah selalu hadir, baik di tempat pembuangan sampah sementara (TPS), tempat pembuangan sampah akhir (TPA), maupun saat pendistribusiannya. Sampah yang terkumpul di TPA pun tetap akan menimbulkan permasalahan di lingkungan sekitarnya karena volume sampah sangat besar dan tidak diimbangi daya tampung TPA, sedangkan lahan TPA pun juga semakin menyempit akibat tergusur untuk penggunaan lain. Selain itu penanganan sampah dengan metode ini kurang praktis dan memerlukan biaya yang relatif tinggi untuk pendistribusian di lapangan. Di Indonesia, sekitar 60-70% dari total volume sampah yang dihasilkan merupakan sampah basah dengan kadar air antara 65-75%. Sumber sampah terbanyak berasal dari pasar tradisional dan pemukiman. Sampah pasar tradisional, seperti pasar lauk-pauk dan sayur-mayur membuang hampir 95% sampah organik. Jika ditinjau dari pengolahannya, sampah jenis ini akan lebih mudah ditangani. Sementara itu, sampah di daerah pemukiman 75% dari total sampah tersebut termasuk sampah organik dan sisanya merupakan sampah anorganik. 161

2 Pengomposan sampah rumah tangga secara tidak terpusat dapat menjadi alternatif yang cukup baik. Selain tidak memakan waktu, tenaga dan uang yang cukup banyak untuk memindahkan sampah tersebut secara terpusat, metode ini dapat memberikan keuntungan bagi pengelolanya yaitu dapat mengolah sampah menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman di sekitar rumah. Upaya ini dapat dilakukan mandiri oleh kelompok masyarakat maupun secara individu. Menurut Harold (1965), pengomposan adalah adalah proses pengolahan sampah secara biologi dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme dalam proses penguraiannya, dan materi yang dihasilkan adalah kompos. Dalam sistem pengomposan kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi (CO 2) dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Pengomposan tidak menimbulkan bau busuk dan selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikan suhu dalam timbunan bahan organik menghasilkan suhu yang menguntungkan mikroorganisme termofilik. Akan tetapi, apabila suhu melampaui C, kegiatan mikroorganisme akan menurun karena menimbulkan kematian organisme akibat panas yang tinggi. Namun penggunaan aerasi selama pengomposan masih kurang efektif karena pemberian aerasi juga dapat meningkatkan panas hilang dari bahan kompos sehingga pengomposan tidak berjalan optimal, selain itu biaya untuk daya listrik selama aerasi juga cukup tinggi. Perbedaan karakteristik jenis bahan yang dikomposkan juga mempengaruhi proses pengomposan. Oleh karena itu, sebagai upaya meningkatkan design proses pengomposan limbah organik rumah tangga dengan komposter mini, dilakukan rekayasa pemberian aerasi secara terputus dan variasi jenis bahan kompos, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aerasi secara terputus dan pengaruh variasi jenis bahan selama pengomposan limbah organik rumah tangga dengan komposter mini. METODOLOGI 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2010 hingga September Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Teknik Pangan dan Pascapanen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 2. Bahan dan Alat Biomassa dari limbah rumah tangga dipisahkan antara bahan sisa nasi dan sisa sayuran. Komposisi bahan organik tidak selalu sama pada setiap pembuatan kompos, namun dalam pengamatan komposisi ini dianggap sama. Serbuk kayu, berasal dari industri meubel di daerah Jalan Godean km 6, Sleman, Yogyakarta. Pupuk kandang dari kotoran sapi dengan merk dagang Kokata. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu : Mini komposter dengan ukuran 40x40x50 cm 3 yang dilengkapi dengan pengaduk, Timbangan analitik merk Shimadzu, Termometer digital, Pompa udara (aerator), Pengukur debit pompa udara, phmeter merk Toa DK, Erlemeyer, Tabung ukur, hot plate dan stirer, Oven, Cawan, geget besi, Termometer ruangan, Alat untuk memotong, Timer. Mini komposter terbuat dari logam dan dilapisi dengan sterofoam pada bagian dinding luarnya yang berfungsi sebagai isolator untuk mengurangi hilangnya panas dari bahan kompos ke lingkungan. Mini komposter dilengkapi dengan pengaduk yang berfungsi untuk mencampur bahan komposter. Mini komposter juga dilengkapi dengan aerator (pompa udara) dipasang di bagian bawah mini komposter yang disalurkan ke dalam tabung mini komposter dengan selang aerator. Pompa udara dipasang pada mini komposter. Limbah rumah tangga berupa sisa sayuran dicacah dengan ukuran lebar ± 2 cm dan ditimbang seberat 5500 gram. Bahan campuran lain yaitu pupuk dan serutan kayu ditimbang masing-masing 3000 gram dan 2500 gram. Untuk limbah rumah tangga berupa sisa nasi, sisa nasi langsung ditimbang seberat 6000 gram, dan bahan campuran lainnya seperti pupuk dan serutan kayu ditimbang masing-masing 2500 gram. Seluruh bahan selanjutnya dimasukkan ke dalam mini komposter dan diaduk sampai merata. Variasi yang dilakukan dalam pengamatan ini adalah variasi pemberian aerasi secara terus menerus (non stop) dan intermiten (putus-putus). Variasi aerasi intermiten terdiri dari 1 (satu) jam hidup 1 (satu) jam mati dan 1 (satu) jam hidup 2 (dua) jam mati. Timer dipasang distop contact sesuai dengan waktu yang telah ditentukan berdasarkan variasi aerasi. Jumlah bahan dan komposisinya dapat dilihat pada Tabel1. Dari komposisi tersebut dapat dihitung rasio C/N untuk campuran bahan sayur dan nasi yaitu masing masing 42,5 dan 30, FTIP-UNPAD PERTETA Cab. Bandung dan Sekitarnya B2PTTG LIPI

3 Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 2011 Tabel 1. Komposisi awal campuran bahan kompos Bahan Sayuran Nasi Berat bahan (gram) Berat bahan (gram) Limbah biomasa Pupuk kandang Serutan kayu HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Suhu bahan kompos dapat digunakan sebagai indikator aktivitas mikroba. Pada saat proses pengomposan dimulai mikroorganisme mesofilik beraktivitas sehingga suhu meningkat cepat. Pada fase mesofilik asam organik sederhana lebih menonjol diantara hasil lainnya, oleh karena itu keasaman (ph) bahan kompos rendah. Setelah suhu mencapai 40C fase mesofilik diganti oleh fase thermofilik, yaitu bakteri yang mampu hidup disuhu tinggi. Pada fase ini amoniak akan dilepaskan apabila ketersediaan nitrogen berlebihan dalam bahan. Setelah degradasi material dengan cepat habis, proses pendinginan dimulai. Pada fase ini kompos akan menjadi stabil. Pada proses pengomposan dengan variasi jenis bahan berupa limbah sayur-sayuran, suhu tertinggi dicapai pada pengomposan dengan variasi aerasi 1-2 (satu jam hidup, dua jam mati) yaitu sebesar C. kemudian disusul oleh pengomposan dengan variasi aerasi 1-1 (satu jam hidup, satu jam mati) dengan suhu tertinggi sebesar C, dan yang terakhir pengomposan terus-menerus dengan suhu tertinggi yang dicapai sebesar C. Sedangkan pada proses pengomposan dengan variasi jenis bahan berupa limbah nasi, suhu tertinggi terjadi pada proses pengomposan dengan variasi pemberian aerasi 1-2. Suhu tertinggi yang dicapai sebesar C pada jam ke-130 atau 10 jam setelah pengadukan pertama. Disusul oleh variasi aerasi 1-1 dengan suhu sebesar C pada jam ke-134 dan yang terakhir variasi aerasi nonstop suhu tertinggi sebesar C yang terjadi pada jam ke-130. Dari hasil tersebut dapat diketahui, pemberian aerasi terputus dapat mempengaruhi suhu maksimal pengomposan, yaitu semakin lama fase diam dalam aerasi terputus maka suhu maksimal yang dicapai bahan kompos akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan panas yang hilang ke lingkungan akibat terbawa udara aerasi semakin kecil. Proses pengomposan pada bahan sisa nasi menghasilkan panas yang lebih tinggi dari pada proses pengomposan pada bahan sayur-sayuran. Hal ini disebabkan komposisi bahan sayur dan nasi sangat berbeda yang ternyata sangat mempengaruhi proses pendegradasian bahan. Pada nasi mempunyai lebih banyak kandungan bahan yang mudah untuk terurai, seperti karbohidrat. Sedangkan pada sayuran banyak mengandung selulose yang sulit terurai. Pengomposan pada jenis bahan nasi menghasilkan kompos lebih baik dari pada pengomposan pada jenis bahan sayur-sayuran, karena pada pengomposan nasi, suhu pengomposan dapat mencapai lebih dari 55 C selama 3 hari bahkan lebih, dengan kondisi suhu tersebut, maka mikroorganisme patogen dapat terbunuh dan kompos tersebut aman digunakan. Sedangkan pada pengomposan sayur, suhu tidak dapat mencapai 50 C. Hal ini disebabkan C/N ratio diawal pengomposan sangat tinggi yaitu mencapat 42, sedangkan C/N ratio yang baik untuk pengomposan adalah sebesar 30. C/N ratio yang terlalu tinggi ini menyebabkan kelebihan karbon dan kelangkaan nitrogen, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. 163

4 ( ) pengadukan Gambar 1. Suhu pengomposan sayur dengan tiga variasi aerasi ( ) pengadukan Gambar 2. Suhu pengomposan nasi dengan tiga variasi aerasi. Kadar Air Pada pengomposan dengan variasi jenis bahan sayur-sayuran, Pada variasi aerasi nonstop, kadar air awal sebesar 60.84% dan pada akhir pengomposan kadar airnya sebesar 62.75%. sedangkan pada variasi aerasi 1-1 kadar air bahan awal cukup tinggi yaitu 65.2% sehingga kadar air bahan akhir pengomposan cukup tinggi pula, yaitu sebesar 65.9%. Pada variasi aerasi 1-2, kadar air bahan awal pengomposan adalah 63% dan pada akhir pengomposan kadar airnya sebesar 65.8%. Kadar air bahan kompos cenderung mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan terjadi proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme menjadi air dan CO2. Semakin banyak bahan organik yang terurai maka kadar air bahan akan semakin meningkat. Sedangkan pada pengomposan dengan variasi jenis bahan nasi, Pada variasi aerasi nonstop kadar air bahan awal sebesar 55.1% dan pada akhir pengomposan kadar airnya sebesar 54.5%. Sedangkan pada aerasi 1-1 kadar air lebih tinggi dibandingakan aerasi nonstop. Pada awal pengomposan kadar air bahan sebesar 56.75% dan pada akhir pengomposan kadar air bahan sebesar 58.17%. Sedangkan kenaikan kadar air lebih besar lagi pada pengomposan dengan variasi pemberian aerasi 1-2 yaitu sebesar 3%, dengan kadar 164 FTIP-UNPAD PERTETA Cab. Bandung dan Sekitarnya B2PTTG LIPI

5 Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 2011 air bahan awal sebesar 60% dan kadar air bahan akhir pengomposan sebesar 63.3%. Tabel 2. Menunjukkan kadar air awal dan akhir dari berbagai macam variasi aerasi dan jenis bahan. Tabel 2. Nilai kadar air pada kondisi awal dan akhir bahan Variasi Aerasi Sayur (%) Nasi (%) awal akhir awal akhir aerasi nonstop aerasi aerasi , , ph Selama proses pengomposan terjadi perubahan keasaman (ph) bahan kompos, hal ini menunjukkan terjadi reaksi kimia akibat aktivitas mikroorganisme mengurai bahan kompos. Kenaikan ph yang dialami bahan selama pengomposan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai ph pada kondisi awal dan akhir bahan kompos Variasi Aerasi Sayur Nasi awal akhir awal akhir aerasi nonstop aerasi aerasi Proses perubahan keasaman ph selama pengomposan dapat dilihat di Gambar 3 dan 4, pada gambar tersebut terlihat terdapat perbedaan fluktuasi pada pengomposan sayuran dengan pengomposan nasi. Pada pengomposan limbah sayur ph tidak mengalami penurunan, melainkan meningkat sejak awal pengomposan. Sedangkan pada pengomposan limbah nasi, ph bahan kompos mengalami penurunan hingga mencapai ph 5. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut aktivitas mikroba dalam mendegradasi bahan sedang tinggi sehingga membutuhkan oksigen yang banyak pula, namun karena ketersediaan oksigen terbatas menyebabkan kondisi miskin oksigen sehingga menimbulkan reaksi anaerob yang menyebabkan beberapa bakteri aktif menghasilkan asam. Gambar 3. ph selama pengomposan sayur dengan tiga variasi aerasi 165

6 Gambar 4. ph selama pengomposan nasi dengan tiga variasi aerasi Susut Bobot Susut bobot diperoleh dengan mengurangkan bobot bahan kompos awal (11000 gram) dengan bobot bahan kompos pada hari ke-15. Gambar 5(a) menunjukkan pemberian aerasi dapat mempengaruhi susut bobot bahan kompos sayur. Pada pengomposan bahan sayur dengan variasi aerasi nonstop susut bobot lebih besar dari pada pengomposan dengan variasi aerasi terputus (1-1 dan 1-2), bahkan susut bobot terendah terdapat pada pengomposan dengan pemberian aersi tersedikit (1-2). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak udara yang dihembuskan ke dalam bahan kompos maka semakin banyak pula air yang hilang ke lingkungan. Pada Gambar 5(a) juga menunjukkan bahwa penyusutan bobot bahan kompos mencapai 27% pada aerasi nonstop dan mendekati 20% pada aerasi terputus (1-1 dan 1-2). Gambar 5(b) merupakan tingkat susut bobot kompos nasi pada berbagai variasi aerasi. Pada gambar tersebut tidak terlihat pengaruh pemberian aerasi terhadap penyusutan bobot bahan kompos. Namun, susut bobot tertinggi juga terjadi pada pengomposan dengan aerasi nonstop/terus-menerus. Hal ini semakin membuktikan bahwa aerasi terusmenerus dapat membawa uap air pada bahan lebih banyak daripada aerasi terputus. Sedangkan susut bobot tertinggi ke-2 terjadi pada aerasi 1-2, hal ini dipengaruhi juga oleh suhu selama pengomposan, mengingat suhu tertinggi selama pengomposan terjadi pada aerasi 1-2, jadi semakin tinggi suhu pengomposan menyebabkan air semakin mudah menguap sehingga suhu yang tinggi juga mempengaruhi jumlah uap air yang terbawa oleh udara aerasi. Dari Gambar 5(a) dan (b) dapat dilihat bahwa susut bobot pada pengomposan nasi lebih besar dari pada susut bobot pengomposan sayuran. Hal ini dipengaruhi suhu selama pengomposan sayuran lebih rendah daripada suhu selama pengomposan bahan nasi. (a) (b) Gambar 5. (a) Susut bobot bahan kompos sayur, (b) susut bobot bahan kompos nasi 166 FTIP-UNPAD PERTETA Cab. Bandung dan Sekitarnya B2PTTG LIPI

7 Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 2011 Bahan Organik Penyusutan atau degradabilitas bahan kompos belum dapat diukur dengan menghitung koefisien degradabilitas (k m), kadar abu bahan kompos dianggap tetap (Haug, 1993). Semakin besar nilai k m maka bahan organik yang terdegradasi semakin banyak dan menyebabkan penyusutan bobot bahan kompos semakin besar. Tabel 4. Nilai koefisien degradasi dari berbagai perlakuan Variasi Aerasi koefisien degradasi (Km) sayur nasi aerasi nonstop aerasi aerasi Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa koefisien degradasi bahan kompos pada kompos nasi lebih tinggi dari pada koefisien degradasi bahan kompos pada kompos sayur. Hal ini terjadi pada setiap variasi aerasi yang membuktikan bahwa bahan nasi memang mudah terdegradasi dari pada bahan sayur. KESIMPULAN Secara umum, kinerja pengomposan dengan bahan yang berbeda (sayuran dan nasi) menunjukkan hasil yang berbeda. Bahan dengan karbohidrat tinggi (nasi) cenderung lebih mudah terurai dibandingkan dengan bahan yang mengandung serat lebih banyak (sayuran). Secara khusus, kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Tingkat degradasi pada kompos nasi lebih besar daripada degradasi bahan organik pada kompos sayur karena limbah sayuran banyak mengandung selulosa yang sulit terdegradasi, bahan yang terdegradasi mencapai 25% pada kompos nasi dan 16% pada kompos sayuran. Suhu pada pengomposan nasi lebih tinggi dari pada suhu pada pengomposan sayur. Kadar air selama pengomposan sayur lebih stabil dibandingkan kadar air pada pengomposan nasi. ph pada pengomposan nasi mengalami penurunan di awal pengomposan, sedangkan di pengomposan sayur tidak terjadi penurunan. 2. Variasi pemberian aerasi tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat degradasi bahan organik selama 15 hari pengomposan. Variasi pemberian aerasi dapat mempengaruhi pola suhu, kadar air, dan susut bobot bahan kompos. Suhu tertinggi diperoleh pada variasi aerasi 1-2, dan suhu terendah pada variasi aerasi nonstop. pemberian aerasi terus-menerus dapat menyebabkan panas hilang semakin besar. Kadar air tertinggi diperoleh pada variasi aerasi 1-2, dan kadar air terendah pada variasi aerasi nonstop. Pemberian aerasi terus menerus dapat menyebabkan uap air terbawa keluar lingkungan sehingga hal ini juga menyebabkan susut bobot bahan kompos lebih besar daripada susut bobot bahan kompos dengan variasi aerasi terputus. DAFTAR PUSTAKA Barrington, Suzzelle, dkk Compost Convective Airflow Under Passive Aeration. Bioresource Technology 86, hal Basnayake, B.F.A., Dr Municipal Solid Waste (MSW) For Organic Agriculture. Paredeniya. Chang, James I dan Tin-En Hsu Effect of Composting on Food Waste Composting. Bioresource Technology 99, hal Epstein, Eliot The science of Composting. Technomic Publishing Company. USA. Gao, Mengchun, dkk The effect of Aeration Rate on Forced-Aeration Composting of Chiken Manure and Sawdust. Bioresource Technology. Harold, G.B Composting. World Health Organization. Geneva. Haug, Roger. T The Practical Hand Book of Composting Engineering. Lewis Publishers. USA. 167

8 Isroi Kompos. Makalah disampaikan pada acara Study Researsh Siswa SMU Negeri 81 Jakarta, di BPBPI Bogor 1-2 Februari Nugroho, J Mekanisasi Penanganan Limbah Padat Sapi Pedaging dengan Aerated Static Pile Process. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. Bogor. Rynk, Robert On Farm Composting Handbook. Natural Resources, Yuwono, Dipo Kompos. Penebar Swadaya. Bandung. Zhu, Nengwu Effect of Initial C/N Ratio on Aerobic Composting of Swine Manure with Rice Straw. Bioresource Technology 98, hal FTIP-UNPAD PERTETA Cab. Bandung dan Sekitarnya B2PTTG LIPI

PENGARUH LAJU AERASI DAN PENAMBAHAN INOKULAN PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI *

PENGARUH LAJU AERASI DAN PENAMBAHAN INOKULAN PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI * PENGARUH LAJU AERASI DAN PENAMBAHAN INOKULAN PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI * Joko Nugroho, W.K. dan Istiqamah Jurusan Teknik Pertanian, FTP UGM Telp/fax: 0274-563542, email: jknugroho@ugm.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JUMLAH DAN JENIS BULKING AGENT PADA PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI *

PENGARUH VARIASI JUMLAH DAN JENIS BULKING AGENT PADA PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI * TOPIK D PROSIDING Seminar Nasional Perteta 2010 PENGARUH VARIASI JUMLAH DAN JENIS BULKING AGENT PADA PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI * Joko Nugroho, W.K., Nur Sigit Bintoro,dan

Lebih terperinci

Kinerja Pengkomposan Limbah Ternak Sapi Perah Dengan Variasi Bulking Agent Dan Tinggi Tumpukan Dengan Aerasi Pasif

Kinerja Pengkomposan Limbah Ternak Sapi Perah Dengan Variasi Bulking Agent Dan Tinggi Tumpukan Dengan Aerasi Pasif Kinerja Pengkomposan Limbah Ternak Sapi Perah Dengan Variasi Bulking Agent Dan Tinggi Tumpukan Dengan Aerasi Pasif Joko Nugroho 1, Nurul Rahmi 2, Peni Setyowati 1 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fak. Teknologi

Lebih terperinci

LAJU AERASI PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER DENGAN PENGADUK PUTAR

LAJU AERASI PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER DENGAN PENGADUK PUTAR 9 LAJU AERASI PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER DENGAN PENGADUK PUTAR (Aeration Rate on Vegetable Waste Composting Using Rotary Stirrer Composter) Dwi Ari Cahyani, Rr. Mustika Pramudya

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER SKALA RUMAH TANGGA

EFEKTIVITAS PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER SKALA RUMAH TANGGA EFEKTIVITAS PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER SKALA RUMAH TANGGA Firman L. Sahwan, Rosdiana Irawati dan Feddy Suryanto Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN Budi Nining Widarti, Sinta Devie, Muhammad Busyairi Fakultas Teknik Universitas Mulawarman email :

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017 PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017 AKTIVITAS MANUSIA PRODUK SISA/SAMPAH/ LIMBAH PEMILAHAN LAIN-LAIN PLASTIK ORGANIK 3

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan II. TI JAUA PUSTAKA A. Pengomposan Pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologis dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan komplek (Haug 1980). Proses pengomposan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Reaktor dan Proses Pengkomposan Skala Kecil IV.1.1 Reaktor Kompos Desain awal reaktor pengkomposan merupakan konsep sederhana dari tempat sampah biasa yang memiliki lubang

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 1 (1): 1-7, 15 PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Budi Nining Widarti, Rifky Fitriadi Kasran, dan Edhi Sarwono Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen melalui beberapa variasi. Untuk lebih jelasnya berikut adalah gambar diagram alir penelitian. Gambar 3.1.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS EFFECT OF COMPOST COMPOSITION OF RAW MATERIALS (WASTE ORGANIC MARKET, SOYBEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL Arya Rezagama*, Ganjar Samudro Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedharto No 1, Tembalang, Semarang.

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU) 1 PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU) Andhika Cahaya T S (L2C004195) dan Dody Adi Nugroho (L2C004212) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS POTENTIAL OF ORGANIC WASTE FROM TRADITIONAL MARKETS IN BANDAR LAMPUNG AS RAW MATERIALS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing : SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017 114 PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB Sindi Martina Hastuti 1, Ganjar Samudro 2, Sri Sumiyati

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS 31 JTM Vol. 05, No. 1, Juni 2016 PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS Dicky Cahyadhi Progam Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS SECARA AEROB DENGAN BULKING AGENT SEKAM PADI

PEMBUATAN KOMPOS SECARA AEROB DENGAN BULKING AGENT SEKAM PADI 21 PEMBUATAN KOMPOS SECARA AEROB DENGAN BULKING AGENT SEKAM PADI Christina Maria Dewi 1), Dewi Mustika Mirasari 1), Antaresti 2), Wenny Irawati 2) Email : Resti@mail.wima.ac.id ABSTRAK Pengomposan merupakan

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah sering menimbulkan banyak masalah, terutama masalah lingkungan yang akhirnya menimbulkan masalah pada kesehatan manusia. Berdasarkan definisinya, sampah adalah

Lebih terperinci

Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos

Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Yuli Astuti Hidayati, Eulis Tanti Marlina, Tb.Benito A.K, Ellin Harlia 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang dikontrol agar bahan organik menjadi stabil. Proses pengomposan sama seperti dekomposisi alami kecuali ditingkatkan dan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot pada Tabel 3. Data hasil pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot disajikan Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung.

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Pada penelitian ini dilakukan penelitian pendahuluan, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menguji bahan masing-masing reaktor sesudah diadakannya peneampuran bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah atau waste (Inggris) memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMATANGAN KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN CAMPURAN LINDI DAN BIOAKTIVATOR STARDEC

OPTIMASI PEMATANGAN KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN CAMPURAN LINDI DAN BIOAKTIVATOR STARDEC Optimasi Pematangan Kompos (Mohamad Mirwan dan Firra Rosariawari) 150 OPTIMASI PEMATANGAN KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN CAMPURAN LINDI DAN BIOAKTIVATOR STARDEC Mohamad Mirwan dan Firra Rosariawari Progdi Teknik

Lebih terperinci

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah X. BIOREMEDIASI TANAH Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah A. Composting Bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN STARTER LUMPUR SAWAH

PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN STARTER LUMPUR SAWAH PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN STARTER LUMPUR SAWAH Desti Nola Putri 1, Deni Hidayat 1, Pasymi ST.MT 1, Dra. Elly Desni Rahman, M.Si 1 Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi 8 III. METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan September-Oktober

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa)

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa) PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa) Irvan, Permata Mhardela, Bambang Trisakti Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS.

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS. PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS. INFLUENCE OF DIFFERENT TYPES ADDITION STARTER COMPOSTING PROCESS WATER HYACINTH Eichhornia

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (SAYUR SAYURAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Maya Natalia 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan TEMU ILMIAH IPLBI 26 Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan Evelin Novitasari (), Edelbertha Dalores Da Cunha (2), Candra Dwiratna Wulandari (3) () Program Kreativitas Mahasiswa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 hingga Januari 2011. Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian fisik 1. Temperature /Suhu Suhu adalah salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan kompos karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pengamatan

Lebih terperinci

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 2.1.1 Karakteristik Bagas Ampas tebu atau disebut dengan bagas (Gambar 1) merupakan hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) tebu di stasiun pengilingan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20. PENDAHULUAN Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Sampah Sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Pada kenyataannya, sampah menjadi masalah yang selalu timbul baik di kota besar maupun di

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

S U N A R D I A

S U N A R D I A EFEKTIVITAS PEMBERIAN STARBIO TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii) Giant PADA MEDIA TANAM CAMPURAN AKAR PAKIS DAN SEKAM BAKAR SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGOMPOSAN SAMPAH KEBUN DENGAN VARIASI AERASI DAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR

OPTIMASI PENGOMPOSAN SAMPAH KEBUN DENGAN VARIASI AERASI DAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR 61 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 4 No. 1 OPTIMASI PENGOMPOSAN SAMPAH KEBUN DENGAN VARIASI AERASI DAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR Mohamad Mirwan Program Studi Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL

KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL J. Tek. Ling Vol.11 No.1 Hal. 79-85 Jakarta, Januari 2010 ISSN 1441-318X KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL Firman L. Sahwan Peneliti di Pusat

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan oleh penduduk kota. Pada data terakhir bulan November

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah merupakan zat- zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa industri

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Ide dasar penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teknik pengolahan limbah pertanian, yaitu suatu sistem pengolahan limbah pertanian yang sederhana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LEACHATE PADA PROSES PENGOMPOSAN DOMESTIC BIOWASTE SECARA ANAEROB

PENGARUH PENAMBAHAN LEACHATE PADA PROSES PENGOMPOSAN DOMESTIC BIOWASTE SECARA ANAEROB PENGARUH PENAMBAHAN LEACHATE PADA PROSES PENGOMPOSAN DOMESTIC BIOWASTE SECARA ANAEROB Budianto G dkk... FT USB SOLO Di for ABSTRAK Leachate merupakan ekstrak dari dissolved material dalam tumpukan sampah

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PENGEMBANGAN PROSES DEGRADASI SAMPAH ORGANIK UNTUK PRODUKSI BIOGAS DAN PUPUK

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PENGEMBANGAN PROSES DEGRADASI SAMPAH ORGANIK UNTUK PRODUKSI BIOGAS DAN PUPUK MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci