PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN MASYARAKAT BADUY DALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN MASYARAKAT BADUY DALAM"

Transkripsi

1 PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN MASYARAKAT BADUY DALAM (Studi Kasus Pada Masyarakat Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Rudini Irawan NIM PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

2

3

4

5

6

7 ABSTRAK Rudini Irawan, NIM: ( ), Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam (Studi Kasus pada Masyarakat Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten), Skripsi Program Strata Satu (S-1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan dalam pandangan masyarakat Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Dalam merupakan gambaran asli kehidupan Suku Baduy masa lalu. Pada kehidupan masyarakat Baduy Dalam terdapat rangkaian aturan yang mengikat yang dikenal dengan istilah Pikukuh Karuhun, salah satu bidang yang diatur dalam Pikukuh Karuhun adalah pendidikan dimana pada pelaksanaannya menggunakan model atau bentuk khusus yang tentunya berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Hal ini merupakan upaya mereka dalam mempertahankan amanat adat yang telah diwariskan secara turun-temurun. Disisi lain menyebabkan masyarakat Baduy tertinggal secara pendidikan akibat pelaksanaan aturan tersebut karena larangan mengikuti pendidikan formal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan dianalisa dengan pendekatan etnografi. Metode ini digunakan untuk dapat mengindentifikasi kebudayaan masyarakat Baduy Dalam terkait dengan pendidikan. Teknik pengumpulan datanya meliputi, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian teknik analisis data penelitian dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini mengungkapkan beberapa hal penting: pertama, masyarakat Baduy Dalam berpandangan bahwa pendidikan dasar mereka terbatas pada pengetahuan adat yang meliputi materi pembelajaran bidang pertanian, nilai-nilai kebudayaan, aturan tatanan hukum adat, dan keterampilan. Kedua, model atau bentuk pendidikannya dilakukan dengan cara lisan dan praktik langsung, yang diwariskan secara turun-temurun melalui keluarga, lembaga adat, maupun teman sebaya. Ketiga, masyarakat Baduy Dalam sampai saat ini tetap menolak segala macam bentuk pendidikan yang tidak sesuai dengan tataran hukum adat. Keempat, terdapat perubahan kehidupan sosial masyarakat Baduy Dalam yang disebabkan semakin banyaknya kontak langsung dengan pengunjung meskipun tidak bersifat masif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terutama bagi praktisi pendidikan sehingga suatu saat dapat dicarikan konsep/metode pendidikan yang tepat untuk masyarakat Baduy sehingga dapat menjaga keberlangsungan kehidupan mereka dari tantangan zaman yang semakin berat. Kata kunci: Baduy Dalam, Adat, Model Pendidikan i

8 ABSTRACT Rudini Irawan, NIM: ( ), Education in the View of Baduy Society (Case Study on Cibeo Village Community, Kanekes Village, Leuwidamar District, Lebak Regency, Banten), Thesis Program Strata One (S-1) Faculty of Tarbiyah and University Teacher Training Islamic State Syarif Hidayatullah Jakarta This study aims to describe education in view of Baduy Dalam society. Baduy Dalam is the original view of the life of the Baduy Tribe in the past. On Baduy Dalam society there is a series of rules that bind with the term Pikukuh Karuhun. One of the things that Pikukuh Karuhun regulated is education which running by model or a special from that is different from the education in general as a from. This is an efforts to maintaining the customary mandate Which has been passed down from generation to generation. On the other hand couses the Baduy community left behind by education due to the rule because of the ban on formal education. The method used in this research is qualitative research, and analyzed with ethnography approach. Method of qualitative approach used for identify the cultural aspect of education. Data collection techniques include, observation, interviews and documentation. The technique of data analysis research by doing data reduction, data presentation, and drawing conclusions The results of this study reveal several important points: first, the Baduy Dalam community holds that their basic education that limited to indigenous knowledge, learning materials implementation of education that of agriculture, cultural values, rules of customary law, and skills. Second, the model or form education by way of verbal communication and direct practice, who passed down through generations through family, traditional institutions, and peers. Third, the Baduy Dalam community still rejects all forms of education that are not in accordance with the level of customary law. Fourth, the change of sosial life society Baduy Dalam caused by many direct contact with visitors despite not massive at all. This research is expected to provide knowledge especially for educational practitioners so that one day can be found the right concepts / methods of education for Baduy community so as to maintain their survival from the challenges of the growing age. Keywords: Baduy Dalam, Custom, Educational Model ii

9 KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim Indonesia adalah negara yang kaya atas suku bangsa dimana terdapat kurang lebih 1340 suku bangsa yang tersebar ke seluruh wilayah negeri tercita ini. Akan tetapi, saat ini banyak diantara kita mulai lupa atas identitas kebudayaan yang telah diamanatkan oleh generasi terdahulu. Adapun cara hidup generasi saat ini lebih mengarah pada pola gaya hidup modern yang dipengaruhi oleh arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin hari terus berkembang tanpa bisa terbendung sehingga menimbulkan krisis identitas. Kemudian yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat adat/tradisional yang sudah mulai meninggalkan nilai dan norma kebudayaannya sehingga kebudayaan tersebut tidak terwarisi ke generasi selanjutnya dan terancam punah. Sudah semestinya khususnya pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umum harus mulai membangkitkan kembali nilai-nilai tradisional sebagai sebuah cara hidup sehingga bangsa ini tidak kehilangan identitasnya. Salah satu suku bangsa yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi sebagai pedoman hidup masyarakatnya adalah Suku Baduy. Dimana dalam kehidupan masyarakat Suku Baduy masih sangat kental akan tradisi yang kita dapat saksikan saat kita berkunjung dalam wilayah mereka. Salah satu bentuk tradisi yang tetap mereka pertahankan adalah sistem pengetahuan tradisional, dimana pandangan mereka dalam pendidikan baik secara model atau bentuk masih tetap terjaga khususnya untuk masyarakat Baduy Dalam yang sampai saat ini masih menerapkan tata cara adat dalam menjalankan pendidikan. Meski banyak masyarakat di luar sana berpandangan rendah terhadap kesukuan mereka, yang disebabkan oleh adanya aturan adat Suku Baduy yang melarang berdirinya lembaga pendidikan formal dan mengikuti pendidikan secara formal (sekolah). Akan tetapi jika kita pahami pasti ada alasan tertentu sehingga sampai saat ini kesukuan mereka tetap mempertahankan aturan tersebut dan kita masyarakat di luar Baduy harus menghormati hal tersebut. iii

10 Kemudian, penyelesaian skripsi ini tidak akan pernah tercapai tanpa adanya dukungan, bimbingan, dan do a kepada berbagai pihak yang dengan senang hati membantu penulis, tidak ada kata yang dapat menggambarkan perasaan penulis selain ucapan terima kasih, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian semua. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Hasyim Asy`ari, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi I dan selaku Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Drs. Syaripulloh, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi II, yang selalu memberikan bimbingan selama penulis mengerjakan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Jurusan Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 6. Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija yang telah memberikan izin kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Jaro Sami dan Ayah Mursid sebagai Tokoh Adat Baduy Dalam khususnya Kampung Cibeo yang bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini. 8. Keluarga Kang Eman, Ayah Aldi, Pulung, Sangsang dan Jamah yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu proses penelitian skripsi ini. 9. Ibunda tercinta yang senatiasa menemani dan memberikan do a, motivasi, semangat yang luar biasa kepada penulis selama ini. 10. Kakak-kakakku; (Bang Ojat, Mbak Wiwik, Bang Jiay, Ka Yuli, Bang Jay, Ka Octy, Ka Mul, Bang Agus, Bang Jali, Ka Ayu, Ka Emy, Ka Alga) dan keponakan-keponakanku tercinta (Tia, Faiz, Cha-cha, Daffa, Faqih, Ilham, Jihan, Syarah, Ilyas, Zalika, Aisyah) yang selalu memberikan keceriaan dalam senyum dan canda tawanya. iv

11 11. Sahabat-sahabatku masa SMA (Baldy, Cendi, Deni, Deani, Rivai) memberikan dorongan motivasi agar dapat menyelesaikan penulisan ini. 12. Sahabat-sahabatku (Yusuf, Bahrul, Gilang, Ucup, Affan, Agus, Rahmat, Fikri) dan seluruh teman-teman Manajemen Pendidikan 2011 atas dukungan dan kerjasama selama ini. 13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam masa penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagau proses penyempurnaan skripsi ini agar dapat memberi manfaat khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Jakarta, 20 Mei 2017 Penulis Rudini Irawan v

12 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 5 C. Pembatasan Masalah... 6 D. Perumusan Masalah... 6 E. Tujuan Penelitian... 7 F. Kegunaan Penelitian... 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Pendidikan Pengertian Pendidikan Unsur-Unsur dan Sistem Pendidikan Lingkungan Pendidikan Landasan Sosiologi dan Kebudayaan B. Masyarakat Adat, Pengetahuan Tradisional, dan Kearifan Lokal Masyarakat Adat Pengetahuan Tradisional Kearifan Lokal C. Hasil Penelitian yang Relevan D. Kerangka Berpikir BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Metode Penelitian vi

13 C. Subjek dan Objek Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data E. Instrumen Penelitian F. Teknik Pengelolaan dan Analisa Data G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsaan Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian Asal Usul Suku Baduy Letak Geogafis dan Demografis Suku Baduy a. Letak Geografis b. Demografi Suku Baduy Baduy Dalam dan Baduy Luar Sistem Pemerintahan B. Pendidikan dalam Masyarakat Baduy Dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam terhadap Pendidikan Model dan Bentuk Pendidikan Masyarakat Baduy Dalam a. Lingkungan Keluarga b. Lingkungan Adat (Tokoh Adat) c. Teman Sebaya Peran Pemerintah/Swasta terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy Dalam Dampak Kemajuan Zaman terhadap Kehidupan Masyarakat Baduy Dalam BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian 35 Tabel 3.1 Pelaksanaan Waktu Penelitian 36 Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara 41 Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi 42 Tabel 4.1 Perbandingan Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar 53 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Sistem Pendidikan 12 Gambar 2.2 Proses Belajar Mengajar Sebagai Sebuah Sistem 13 Gambar 2.3 Hubungan antara Masyarakat dan Pendidikan 22 Gambar 4.1 Struktur Lembaga Adat Baduy 59 Gambar 4.2 Ayah Aldi Beserta Anaknya 68 Gambar 4.4 Ayah Mursid Tokoh Adat Baduy Dalam 72 Gambar 4.5 Masyarakat Baduy Dalam Berkunjung ke Jakarta 74 Gambar 4.6 Sistem Proses Belajar Mengajar Masyarakat Baduy 75 viii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Dokumentasi Pedomanan Observasi Lapangan Hasil Observasi Lapangan Pedoman Wawancara Hasil Wawancara Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ix

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah suku bangsa terbesar di dunia. Pada tahun 2010 dari hasil sensus yang dilaksanakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tercatat bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 etnik/suku bangsa atau tepatnya suku bangsa. Kemudian tiap-tiap suku/etnik didalamnya memiliki kebudayaan masing-masing sesuai dengan nilai-nilai dan normanorma yang terdapat pada masyarakat adat tersebut. Masyarakat adat atau sering disebut juga dengan masyarakat tradisional adalah suatu komunitas masyarakat yang bersifat homogen dan secara berkelanjutan mendiami suatu wilayah tertentu, mempunyai hubungan historis dan mistis dengan sejarah masa lampau mereka, merasa dirinya dan dipandang oleh pihak luar sebagai satu nenek moyang yang sama dan mempunyai identitas dan budaya khas yang ingin mereka pelihara dan lestarikan untuk kurun waktu sejarah selanjutnya, serta tidak mempunyai posisi yang dominan dalam struktur dan sistem politik yang ada. 1 Secara sederhana bahwa masyarakat adat merupakan masyarakat asli yang hidup pada wilayah tertentu dengan hukum, nilai, pranata sosial dan kebudayaan yang dijunjung tinggi sebagai suatu amanat leluhur yang terus mereka wariskan kepada generasi berikutnya. Kemudian hak-hak masyarakat adat diatur secara eksplisit dan implisit dalam pasal 18B ayat 2 yang berhubungan tentang pemerintah daerah dan pasal 28I ayat 3 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 18B ayat 2 berbunyi Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum 1 Saafroedin Bahar, Hak Masyarakat Hukum Adat, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2006), h. 1. 1

17 2 adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. 2 Selanjutnya isi pasal 28I ayat 3 menegaskan Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 3 Kemudian diperkuat kembali pada UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa Pasal 1 ayat 12 mengakui secara terbatas hak atas pengunaan dan pengelolaan sumber daya alam serta penentuan nasib sendiri. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan dan berada di daerah kabupaten. 4 Dari beberapa butir peraturan yang tertera di atas dapat ditarik sebuah kesepahaman bahwa masyarakat adat merupakan sesuatu yang diakui eksistensinya dan dilindungi secara hukum yang berlaku di Indonesia. Desa Kanekes adalah salah satu dari sekian banyak desa di Indonesia yang memiliki khasnya sendiri. Sebuah desa yang terletak di sekitar wilayah pergunungan Kendeng, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Merupakan desa yang dihuni oleh salah satu masyarakat adat yang bernama Suku Baduy. Suku Baduy menjadi salah satu etnis yang sangat populer di Indonesia karena ketaatan mereka dalam menjaga amanat leluhurnya. Kesederhanaan dalam menjalankan kehidupan merupakan daya tarik tersendiri dimana Suku Baduy merupakan etnis yang secara sengaja mengasingkan diri mereka terhadap pengaruh luar (modernisasi) dengan memilih hidup dengan melaksanakan amanat leluhurnya yang dapat kita saksikan sendiri ketika kita berkunjung ke perkampungan mereka. Akan 2 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 18B ayat 2. 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28I ayat 3. 4 Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 1 Ayat 12.

18 3 tetapi, seberapa lama Suku Baduy tetap dapat mempertahankan amanat leluhur tersebut ditengah-tengah derasnya kebutuhan, perubahan dan perkembangan zaman yang tidak dapat dihindari oleh masyarakat Baduy. Ayah Mursid sebagai Wakil Jaro Tangtu Cibeo didalam sebuah buku yang berjudul Saatnya Baduy Bicara menuturkan tentang terjadinya perubahan sikap dan mental masyarakat Baduy ke arah modern sebagai berikut: Sejak awal kami sudah waspada dan menyadari bahwa zaman pasti berubah, tantangan buat masyarakat adat semakin hari semakin berat, dari berbagai perkampungan perbatasan sudah tidak terbendung lagi oleh kemajuan pola dan gaya hidup, tetapi kami (warga Baduy) tetap teguh patuh untuk melaksanakan amanat wiwitan (asli,asal,pokok) dan kami tetap menyakini bahwa Baduy aman tenteram, yang penting jangan menggangu atau diganggu dan jangan merugikan apalagi dirugikan. Kami (Baduy) siap bekerja sama dengan siapa pun, tetapi yang ada manfaat demi keselamatan hidup semua manusia, kami tetap akan patuh mengikuti hukum dan kehendak alam yang sudah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. 5 Dapat dijelaskan menurut Ayah Mursid bahwa di masa depan keberlangsungan Suku Baduy menghadapi tantangan besar. Selama masyarakat Baduy tetap tunduk patuh terhadap amanat leluhur maka akan tetap terjaga dan Suku Baduy terbuka terhadap dunia luar jika tidak bertentangan pada tataran hukum adat yang berlaku. Oleh sebab itu, maka sudah semestinya bantuan-bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat Baduy harus disesuaikan dengan tataran hukum adat yang berlaku, tanpa memaksa program-program yang nantinya justru akan menghancurkan lingkungan hidup sosial masyarakat Suku Baduy. Salah satu topik yang menarik adalah perbedaan pandangan masyarakat Baduy terhadap pendidikan. Padangan tokoh adat dan kokolotan masyarakat Baduy tentang pendidikan sangat beragam dan belum mengarah pada satu titik kesepahaman apakah pendidikan formal (bersekolah) bagi warga Baduy adalah hal yang sangat ditabukan? Apakah dengan adanya pendidikan formal 2010), h Asep Kurnia dan Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara, (Jakarta: Bumi Aksara,

19 4 (sekolah) di Baduy akan sangat merugikan dan merusak masa depan warga Baduy? Jika bersekolah itu ditabukan, mengapa di antara warga mereka banyak yang terampil membaca, menulis, dan menghitung sehingga memiliki kemampuan berkomunikasi, berinteraksi, bahkan memiliki jaringan usaha yang luas? Jika bersekolah memang dilarang, mengapa di antara warga mereka yang aktif dan kreatif belajar membaca, menulis dan menghitung secara perorangan tidak diberikan sanksi? 6 Hal ini semakin menjelaskan bahwa pergeseran perubahan pola pikir tiap generasi dalam masyarakat Baduy sendiri terus berkembang karena dibarengi dengan semakin besarnya kesadaran dalam memenuhi kebutuhan dan kemajuan zaman. Selain itu, dengan adanya persaingan yang semakin besar maka generasi muda Baduy membutuhkan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan (life skill) agar mampu bersaing dalam mempertahankan kehidupannya. Banyak upaya yang sudah pemerintah lakukan dalam upaya memajukan pendidikan untuk masyarakat Baduy diantaranya mendirikan sekolah di perbatasan, mendirikan perpustakaan, sekolah kejar paket A/B/C, dll. Akan tetapi, itu semua bertentangan dengan aturan hukum adat yang berlaku. Menurut Ayah Mursid, beliau menjelaskan bahwa: Kalimat adat melarang warganya mengikuti sekolah secara formal atau melarang pendidikan formal di tanah Ulayat mereka, sebenarnya didasari oleh berbagai pemikiran dan tujuan para leluhur mereka yang berpandangan jauh ke masa depan demi keselamatan dan eksistensi kesukuan mereka. Tujuan yang paling utama adalah menahan terlalu bebasnya masyarakat adat mengadopsi gaya kehidupan modern karena komunitas mereka memiliki tugas hidup yang spesifik, kenyakinan yang kuat dan hukum adat berbeda. Kalau terlalu bebas nanti akan berbondongbondong untuk mengejar dan memenuhi kepuasan materi dan kemajuan hidup yang tidak ada batasnya. Masyarakat Baduy mempunyai tugas memelihara keseimbangan alam dengan motto hidup: Kacai jadi saleuwi, kadarat jadi salogak. Kekhawatiran pola hidupnya akan menjadi lebih dikomando oleh pemenuhan kepuasan materi dan kemajuan, maka dipastikan akan terjadi berbagai ketimpangan yang akhirnya dapat 6 Ibid., h. 246

20 5 merusak keharmonisan, persatuan dan kesatuan serta merusak tatanan hukum adat mereka. 7 Dengan mengingat kembali bahwa sesungguhnya masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri yang disesuaikan dengan asalusul dan identitas mereka. Oleh karena itu, masyarakat Baduy berhak menjalankan pendidikan yang disesuaikan dengan amanat leluhurnya, yaitu dengan menjalankan sebuah proses pendidikan dengan model atau bentuk khusus yang pastinya berbeda dengan pendidikan masyarakat pada umumnya. Akan tetapi, jika dibiarkan tanpa diberikan perhatian khusus dikuatirkan akan menimbulkan masalah besar yang justru akan mengancam tatanan kehidupan sosial di dalam masyarakat Baduy karena zaman semakin berkembang, pemenuhan kebutuhan semakin tinggi dan semestinya kita masyarakat di luar Baduy ikut memikirkan konsep/metode pendidikan yang disesuaikan dengan aturan adat mereka sehingga eksistensi kesukuan mereka dapat terjaga. Melihat permasalahan yang dijelaskan di atas, yang dimulai dengan hak masyarakat adat dalam menentukan keberlangsungan kehidupannya ditambah dengan gempuran perubahan zaman dan adanya sebuah proses pendidikan yang sedang berjalan di tengah-tengah masyarakat Baduy yang tentunya berbeda pada model/bentuk pendidikan pada umumnya, maka peneliti merasa tertantang untuk mengadakan sebuah penelitian yang berjudul Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diindentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Desa Kanekes merupakan bagian dari masyarakat adat yang memiliki hak menentukan nasibnya sendiri, termasuk menentukan pandangan mereka terhadap pendidikan yang berbeda dengan sistem pendidikan nasional. 7 Ibid., h

21 6 2. Terdapat perbedaan pandangan di dalam masyarakat Baduy mengenai pendidikan bahwa pendidikan formal (sekolah) pada masyarakat Baduy merupakan hal yang sangat ditabukan. 3. Masyarakat Baduy membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan aturan tataran adat yang berlaku untuk tetap menjaga keberlangsungan kehidupan mereka. 4. Pendidikan pokok masyarakat Baduy terbatas pada pemahaman dasardasar hukum adat. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Pelaksanaan penelitian mengenai pendidikan dalam pandangan masyarakat Baduy difokuskan pada masyarakat kampung Cibeo yang merupakan satu dari tiga kampung yang berada di wilayah Baduy Dalam. 2. Pandangan tokoh adat Baduy Dalam dan masyarakatnya terhadap pendidikan. D. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana masyarakat Baduy Dalam memandang pendidikan? 2. Bagaimana model atau bentuk pendidikan yang berlangsung di dalam masyarakat Baduy Dalam?

22 7 E. Tujuan Penelitian Penelitian Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy. Penulis tertarik melakukan penelitian tersebut untuk mengetahui makna pendidikan dari pandangan masyarakat Baduy yang dikenal patuh dan taat dalam menjalankan amanat leluhur. Selain itu, untuk mengetahui model atau bentuk pendidikan yang berlangsung di dalam masyarakat Baduy yang melarang warganya untuk mengikuti pendidikan formal (sekolah) dalam upaya mempertahankan amanat leluhur. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan pandangan tokoh adat Baduy Dalam dan masyarakatnya terhadap pendidikan. 2. Menjelaskan model atau bentuk pendidikan yang berlangsung di dalam masyarakat Baduy Dalam. F. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi praktisi pendidikan baik secara teoritis dan praktis: 1. Teoritis, diharapkan dapat digunakan untuk mengenalkan masyarakat adat khususnya Suku Baduy dari sisi pendidikan sehingga tidak ada lagi pandangan yang merendahkan mengenai kesukuan mereka karena alasan larangan mengikuti pendidikan secara formal. 2. Praktis, penulis berharap nantinya akan ada temuan-temuan baru akan pandangan masyarakat Baduy terhadap pendidikan sehingga semakin menyempurnakan penelitian ini.

23 BAB II KAJIAN TEORI A. HAKIKAT PENDIDIKAN Pada hakikatnya manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk dapat mempertahankan kehidupannya. Upaya manusia dalam mempertahankan kehidupan tersebut melalui suatu proses panjang dan berlangsung secara berkesinambungan. Oleh sebab itu, pendidikan sudah ada sejak pertama kali peradaban manusia ada di muka bumi ini. Karena secara sederhana hakikat pendidikan adalah segala upaya manusia untuk mempertahankan, mengembangkan, dan mewariskan nilai-nilai, norma, dan kebudayaannya kepada generasi selanjutnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa pendidikan sudah ada sejalan dengan peradaban manusia. 1. Pengertian Pendidikan Kita pahami bersama bahwa pendidikan sudah ada sejalan dengan peradaban manusia, karena pendidikan dapat dimaknai sebagai upaya yang dilakukan seseorang dalam mempelajari suatu nilai, norma, dan kebudayaan yang berlaku didalam masyarakat. Sehingga seseorang tersebut memiliki kemampuan untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupannya karena tujuan utama pendidikan adalah untuk mempertahankan kehidupan. Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan Paedagoogos. Dalam bahasa Romawi pendidikan diistilahkan sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam 8

24 9 Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. 1 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. 2 Dengan demikian, pendidikan lebih tepat dimaknai sebagai sebuah proses kegiatan membimbing dan pembinaan yang dilaksanakan secara berkesinambungan agar tercapai sebuah tujuan pendidikan. Menurut Azyumardi Azra dalam Hasan Basri, kata pendidikan didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-masing. Sekalipun demikian, pada dasarnya semua pandangan berbeda itu bertemu dalam satu kesimpulan awal bahwa pendidikan merupakan proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efesien. 3 berikut: Definisi pendidikan yang dikemukakan oleh parah ahli adalah sebagai a. Langeveld dalam Hasbullah menjelaskan pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datang dari orang dewasa (atau yang menciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditunjukan kepada orang yang belum dewasa. 4 b. John Dewey dalam Hasbullah, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. 5 1 Abdul Kadir, dkk, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h Departemen Pendidikan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pusta, 2011),Edisi 3 h Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2009), Edisi Revisi, h Ibid.,

25 10 c. Hasan Basri menjelaskan pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Inti dari pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki kemerdekaan berpikir, merasa, berbicara, dan bertindak serta percaya diri dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku sehari-hari. 6 d. Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada Tahun 1930 menyebutkan : Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. 7 e. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1, mendefinisikan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuaan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 8 Setelah memahami pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha manusia untuk menanamkan nilainilai dan norma-norma yang terkandung dalam masyarakat yang diwariskan kepada generasi selanjutnya kemudian pendidikan tersebut berkembang selama proses pendidikan yang terus berjalan dalam upayanya menjawab perubahan sosial. Dengan kata lain semakin baik kualitas suatu peradaban maka akan berjalan lurus dengan peningkatan kualitas proses pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat tersebut. Dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan pada dasarnya adalah upaya manusia dalam mempertahankan keberlangsungan kehidupannya yang terus berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kualitas jiwa dan peradabannya, baik melalui 6 Hasan Basri, op. cit., h Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta : Rineka Pustaka, 2013), cet. 8, h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV Mitra Karya), h. 5.

26 11 pendidikan yang dilaksanakan secara alami oleh orang tua kepada anak atau masyarakat kepada generasinya penerusnya sampai pada pendidikan yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi pendidikan yang lebih mudah dikenal dengan istilah sekolah, baik formal maupun non formal. 2. Unsur-Unsur dan Sistem Pendidikan Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu: a. Subjek yang dibimbing (peserta didik) Peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. b. Orang yang membimbing (pendidik) Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. c. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif) Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antarpeserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. d. Ke arah mana bimbingan ditunjukan (tujuan pendidikan) e. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan) Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan diajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. f. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode) Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. g. Tempat dimana peristiwa tersebut berlangsung (lingkungan pendidikan) 9 9 Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2008), cet. 2, h. 51

27 12

28 13

29 14 3. Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri anak. Lingkungan pendidikan merupakan tempat manusia berinteraksi timbal balik sehingga kemampuannya dapat berkembang terus kearah yang lebih baik. Terdapat tiga jenis lingkungan yang memiliki pengaruh terhadap kemampuan dan perkembangan kemampuan anak, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat biasa juga disebuat sebagai tri pusat pendidikan. a. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang paling utama dimana tempat pertama kali anak memperoleh pendidikan. Teguh Triwiyanto, mendefinisikan keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Hubungan yang terjadi dalam keluarga didasari atas dasar ikan darah, perkawinan atau adopsi. Hubungan dalam keluarga juga didominasi oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab. Sementara fungsi keluarga adalah memelihara, merawat, dan saling melindungi. 13 Jadi menurut definisi diatas bahwa keluarga merupakan tempat lahirnya anak, terjadinya sebuah hubungan afeksi, dan tempat pembentukan kepribadian anak. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Wayan Ardhana yang dikutip kembali oleh Umar Tirtarahardja, dituliskan bahwa: suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaikbaiknya untuk melakukan pendidikan orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak tapi bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh. Pada umumnya kewajiban ibu bapak itu berjalan dengan sendirinya sebagai suatu tradisi. Bukan hanya ibu bapak yang berada dan berpengetahuan saja yang dapat melakukan kewajiban mendidik yang beradab, akan tetapi rakyat desa pun melakukan hal ini. 13 Teguh Triwiyanto, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 71.

30 15 Mereka senatiasa melakukan usaha yang sebaik-baiknya untuk kemajuan anak-anaknya. Memang manusia mempunyai naluri pendagogis, yang berarti bahwa buat ibu bapak perilaku pendidikan itu merupakan akibat naluri untuk melanjutkan keturunan. 14 Jadi dapat diarik sebuah kesimpulan bahwa keluarga merupakan tempat pertama dan paling utama manusia memperoleh pendidikan, dijelaskan bahwa peran utama dari orang tua adalah sebagai penuntun, pengajar, dan pemberi contoh untuk anak-anaknya. Hal tersebut dilakukan secara alamiah dengan harapan untuk dapat melanjutkan keturunannya. Adapun fungsi lembaga pendidikan keluarga, yaitu ; 1) Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perembangan pribadinya. 2) Pendidikan di keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. 3) Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral. 4) Di dalam keluarga akan tumbuh sikap tolong-menolong, tenggang rasa, sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera. 5) Keluarga merupakan lembaga yang memang berpearan dalam meletakan dasar-dasar pendidikan agama. 6) Di dalam konteks membangun anak sebagai makhluk induvidu diarahkan agar anak dapat mengembangkan dan menolong dirinya sendiri. 15 Jika dilihat dari peran dan fungsinya, dapat diketahui bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang sangat berperan dalam menciptakan dan mempersiapakan anak didik. Keluarga yang harmonis dapat menciptakan keteladanan untuk anak-anaknya sehingga anak tersebut dapat memiliki kepribadian yang baik 14 Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, op. cit.., h Fuad Ihsan, op.cit., h. 18.

31 16 b. Sekolah Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang sengaja dibentuk untuk menutupi pendidikan yang didapatkan anak di keluarga, karena dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sekolah adalah sebagai salah satu pilar yang dibutuhkan anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih luas lagi yang tidak memungkin didapatkan di lingkungan keluarga. Menurut Sukun Pribadi dalam Fuad Hasan menjelaskan Karena orang tua tidak mampu memberikan pendidikan selanjutnya dalam bentuk berbagai kecakapan dan ilmu. Kita tidak dapat menggambarkan masyarakat tanpa sekolah. Di dalam sekolah bekerja orang-orang yang khusus dididik untuk keperluan mengajar. 16 Sedangkan Vembriarto dalam Teguh Triwiyanto mengatakan bahwa Keberadaan sekolah mempunyai dua aspek penting, yaitu aspek individual dan sosial. Di satu pihak, keberadaan sekolah bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan pribadi anak secara optimal. Di lain pihak, sekolah bertugas mendidik agar anak mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Pilihan dan perimbangan yang tepat antara kedua macam tugas tersebut merupakan sumber pertentangan pendapat dari waktu ke waktu. 17 Dapat ditarik kesimpulan bahwa sekolah merupakan tempat dimana anak didik ditempa untuk memperoleh pengetahuan yang tidak didapatkan pada pendidikan keluarga yang disesuaikan pada aspek perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak memungkinkan didapatkan anak di dalam lingkungan keluarga, dikarenakan adanya keterbatasan orang tua dalam memberikan ilmu pengetahuan pada anak-anaknya. Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen, 16 Ibid., h Teguh Triwiyanto, op. cit., h. 75.

32 17 tetapi juga ia sebagai produsen dan pemberi jasa yang sangat erat hubungannya pembangunan. Pembangunan tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa didukung oleh ketersediaan tenaga kerja yang memadai sebagai produk pendidikan. Dalam hal ini Mendikbud menetapkan masalah-masalah pendidikan sebagai berikut: 18 1) Satuan Satuan pendidikan adalah satuan dalam sistem pendidikan nasional yang merupakan wahana belajar baik di sekolah-sekolah maupun di luar sekolah. Dalam kaitan ini, keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. 2) Jenis Jenis pendidikan adalah satuan pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan tujuannya. Jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional terdiri dari pendidikan sekolah maupun luar sekolah. a) Pendidikan Sekolah Jenis pendidikan sekolah adalah jenis pendidikan yang berjenjang, berstuktur, dan berkesinambungan, sampai dengan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan sekolah mencakup pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, dan pendidikan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. b) Pendidikan Luar Sekolah 3) Jenjang Pendidikan luar sekolah adalah jenis pendidikan yang tidak selalu terikat oleh jenjang dan struktur persekolahaan, tetapi tidak berkesinabungan. Pendidikn luar sekolah menyediakan program pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, kebudayaan, keterampilan, dan keahlian. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. 18 Fuad Ihsan, op. cit., h

33 18 a) Pendidikan Dasar Pendidikan Dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. b) Pendidikan Menengah Pendidikan menengah adalah pendidikan yag mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbale-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. c) Pendidikan Tinggi c. Masyarakat Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademil dan atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. (Kepmendikbud No. 0186/P/1984) Manusia adalah makhluk sosial, yaitu manusia memerlukan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Oleh sebab itu, pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat. Pengembangan pribadi manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat yang dialaminya. Dalam sistem pendidikan nasional masyarakat ini disebut Pendidikan kemasyarakatan. Pendidikan kemasyarakatan adalah usaha sadar yang juga memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keterampilan, keahlian (profesi), yang dapat dimanfaatkan oleh

34 19 rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakat. 19 Sedangkan kaitannya masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yakni: 1) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak di lembagakan (jalur luar sekolah). 2) Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif. 3) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya. 20 Dapat kita pahami bahwa keterkaitan masyarakat dan pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat diperlukan dalam penyelenggara pendidikan dan lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai peran dan fungsi edukatif. Selain itu, masyarakat juga bisa dijadikan sebagai sumber belajar anak dalam mengembangkan kemampuan dirinya. Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan (pramuka, karang taruna, remaja masjid, dan sebagainya), organisasi keagamaan, organisasi ekonomi, organisasi politik, organisasi kebudayaan, media massa, dan sebagainya. Lembaga/kelompok sosial tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses 19 Ibid., h Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, op. cit., h. 179.

35 20 sosialisasi, tetapi juga dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggotanya. 21 Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian, terutama pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang tua. Menurut Wayan Ardhana dalam Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya, antara lain: 1) Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain. 2) Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas. 3) Menguatkan sebagaian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa. 4) Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan otoritas. 5) Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang berdasarkan pada prinsip persamaan hak. 6) Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluaga secara memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu, dan lain-lain). 7) Memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi seseorang yang lebih kompleks LANDASAN SOSIOLOGI DAN KEBUDAYAAN a. Sosiologi Pendidikan Pada hakikatnya pendidikan merupakan sesuatu yang tidak akan bisa dilepaskan oleh masyarakat. Pendidikan dan masyarakat akan selalu saling berpengaruh karena pendidikan merupakan sesuatu produk masyarakat untuk mempertahankan kehidupannya. Sosiologi pendidikan merupakan analisis tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. 23 Sedangkan objek 21 Ibid., h Ibid., 23 Hasan Basri, op. cit., h. 90

36 21 penelitian sosiologi adalah tingkah laku manusia dalam kelompok. Sudut pandangnya ialah memandang hakikat masyarakat kebudayaan, dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuan dalam sosiologi terdiri atas konsep-konsep dan prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan, dan perkembangan pribadi. 24 Menurut Dodson dalam Faisal dan Yasik, sosiologi pendidikan mempersoalkan pertemuan dan percampuran dari lingkungan sekitar kebudayaan secara totalitas sedemikian rupa sehingga terbentuknya tingkah laku tertentu dan sekolah atau lingkungan pendidikan dianggap sebagai bagian dari total cultural miliu. Selaras dengan pendapat di atas, E. Goerge Payne yang merupakan Bapak Sosiologi Pendidikan, memberikan penekanan bahwa dalam lembaga-lembaga, kelompokkelompok sosial, dan proses sosial terdapat hubungan yang saling terjalin, dimana dalam interaksi sosial itu induvidu memperoleh dan mengorganisirkan pengalamannya. 25 Dari kedua pendapat ahli tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada hakikatnya sosiologi dibutuhkan dalam pendidikan karena sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari interaksi manusia dan sosiologi pendidikan berperan dalam mengamati interaksi yang terjadi antar induvidu/kelompok di dalam lembaga pendidikan. Berikut ini akan dipaparkaan pengertian sosiologi dan sosiologi pendidikan menurut para ahli: 1) David B. Brinkerhoft dan Lynn K. White berpendapat bahwa sosiologi adalah studi sistematik tentang interaksi manusia. Penekanannya pada hubungan dan pola interaksi, yaitu bagaiman pola-pola ini tumbuh kembang bagaiman mereka dipertahankan, dan juga mereka berubah Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007), h Yesmil Anwar dan Adang, Sosiologi untuk Univesitas, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), h. 4.

37 22

38 23 Catatan : : hubungan inklusif : hubungan timbal balik George S. Herrington dalam Abu Ahmadi mengemukakan bahwa ada lima macam tujuan daripada sosiologi pendidikan, yaitu: 1) To understand the role of the reacher in the community and the school as an instrument of social progress and social factors affecting school. 2) To understand the democratic ideologies, our culture and economic and social trends in relation to both formal and informal educational agencies. 3) To understand social forces and their effects upon induviduals. 4) To socialize the curriculum, and. 5) To use techiques of research and critical thingking to achieve these aims. 31 Adapun tujuan daripada sosiologi pendidikan di Indonesia yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi adalah sebagai berikut: 1) Berusaha memahami peranan sosiologi daripada kegiatan sekolah terhadap masyarakat, terutama apabila sekolah ditinjau dari segi intelektual. 2) Untuk memahami seberapa jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak didiknya untuk mengembangkan kepribadian anak. 3) Untuk mengetahui pembinaan ideologi dan kebudayaan nasional Indonesia di lingkungan pendidikan dan pengajaran. 4) Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat sekitarnya agar supaya pendidikan mempunyai kegunaan praktis di dalam masyarakat, dan negara seluruhnya. 5) Untuk menyelidiki faktor-faktor kekuatan masyarakat, yang bisa menstimulir pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. 6) Memberi sumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pendidikan. 7) Memberi pegangan terhadap penggunaan prinsip-prinsip sosiologi sikap dan kepribadian anak didik Abu Ahmadi, op. cit., h Ibid., h

39 24 b. Kebudayaan Kebudayaan dan pendidikan mempunyai ikatan sangat spesial, dimana kebudayaan dan pendidikan menjalin sesuatu hubungan yang saling terkait. Pendidikan mempunyai peran khusus yaitu untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dari generasi ke generasi baik ditempuh secara formal, informal ataupun nonformal. Sedangkam kebudayaan memiliki peranan dalam pendidikan sebagai bahan dalam perencanaan kegiatan pendidikan yang disesuaikan dengan tempat proses pendidikan tersebut berlangsung. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. 33 Artinya bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang luas dimana kebudayaan membahas keseluruhan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dari waktu ke waktu. Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: hal-hal bersangkutan dengan akal. Ada juga yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dan majemuk budi-daya, yang berarti daya dan budi. Karena itu, mereka membedakan budaya dan kebudayaan. Demikian budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Dalam istilah antropologi-budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya di sini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Atropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), cet. 9, h. 34 Ibid., h. 146

40 25 Sugiarti dalam Hasan Basri, mendefinisikan secara sederhana pengertian kebudayaan dan budaya sebagai berikut. 1) Kebudayaan dalam arti luas adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang diperoleh melalui belajar. 2) Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering disebut kultur (culture, bahasa Inggris) yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai-nilai yang digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak. 35 Berikut ini merupakan definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. 1) Edward B. Taylor : Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. 2) M. Jacobs dan B.J. Stren : Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideology, religi, serta kesenian dan benda. Semuanya itu merupakan warisan sosial. 3) William H. Havialand : kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat. Jika dilaksanakan oleh para anggotanya, akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat. 4) Ki Hajar Dewantara : Kebudayaan adalah buah budi manusia dari hasil perjuangannya terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mangatasi berbagai rintangan, kesungkaran dalam hidup, dan penghidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada akhirnya bersifat tertib dan damai. 36 Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan atau budaya merupakan kegiatan, ide/buah pikaran dan hasil cipta manusia dalam waktu ke 35 Hasan Basri, op, cit., h Ibid., h

41 26 waktu yang diwariskan pada generasi ke genarasi sebagai suatu identitas dari peradaban manusia. Adapun J.J. Honigmann dalam bukunya The World of Man, membedakan ada tiga gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities, and artifacts. Dan berikut ini penjelasannya menurut Koentjaraningrat mengenai kebudayaan : 1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya. 2) Wujud kebudayaan sebagau suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. 37 Dilihat dari unsurnya. Koentjaraningrat membagi tujuh unsur kebudayaan secara universal, yaitu sebagai berikut: 1) Bahasa. 2) Sistem pengetahuan. 3) Organisasi sosial. 4) Sistem peralatan hidup dan teknologi. 5) Sistem mata pencarian hidup. 6) Sistem religi. 7) Kesenian. 38 Adapun karena penelitian ini berfokus pada pendidikan masyarakat Baduy, maka yang akan banyak dibahas adalah mengenai sistem pengetahuan yang ada di dalam masyarakat tersebut. Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang Baduy memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial, dan teknik bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar secara otodidak. 39 Oleh sebab itu akan menarik untuk diteliti 37 Koentjaraningrat, op. cit., h Ibid., h Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Telenta Pustaka Indonesia, 2011), cet. 2, h. 19.

42 27 bagaimana masyarakat Baduy dapat tetap menjaga Pikukuh tersebut yang merupakan salah satu hasil dari kebudayaan yang mereka nyakini. B. MASYARAKAT ADAT, PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN KEARIFAN LOKAL 1. Masyarakat Adat Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. 40 Sedangkan adat menurut KBBI adalah aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. 41 Dapat dimaknai bahwa masyarakat adat adalah sekumpulan orang yang hidup mendiami wilayah secara turun-temurun dengan adat istiadat, norma, hukum, dan aturan-aturan yang melekat sebagai indentitas kebudayaan masyarakat tersebut. Beberapa kriteria obyektif masyarakat adat, yaitu sebagai berikut : a. Merupakan komunitas antropologis yang sedikit banyak bersifat homogen. b. Mendiami dan mempunyai keterkaitan sejarah, baik lahiriah maupun rohaniah, dengan suatu wilayah leluhur (homeland) tertentu atau, sekurang-kurangnya dengan sebagian wilayah tersebut. c. Adanya suatu identitas dan budaya yang khas, serta sistem sosial dan hukum yang bersifat tradisional, yang sungguh-sungguh diupayakan mereka untuk melestarikannya. d. Tidak mempunyai posisi yang dominan dalam struktur dan sistem politik yang ada Koentjaraningrat, op. cit., h Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, di akses pada hari Senin, 27 Maret 2017, (kbbi.web.id). 42 Saafroedin Bahar, Hak Masyarakat Hukum Adat, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2006), h. 1-2.

43 28 Adapun kriteria subyektif masyarakat adat, yaitu sebagai berikut: a. Identitas diri (self identification) sebagai suatu komunitas antropologis dan mempunyai keinginan yang kuat untuk seara aktif memelihara identitas diri mereka itu. b. Dipandang oleh pihak lain di luar komunitas antropologis tersebut sebagai suatu komunitas yang terpisah Pengetahuan Tradisional Tradisional dalam KBBI memiliki pengertian sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. 44 Maka dapat dimakni bahwa pengetahuan tradisonal merupakan sebuah pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang diwariskan secara turun-temurun dan merupakan hasil dari kebudayaan asli masyarakat tersebut. Dalam perkembangannya, pengetahuan tradisonal yang ada di dalam masyarakat saat ini sudah mulai terkikis oleh zaman. Pengetahuan tradisonal semakin sulit ditemukan pada masyarakat modern dikarenakan perkembangan teknologi dan informasi yang menyebabkan masyarakat modern melupakan pengetahuan tradisional sebagai identitas dari kebudayaannya. Pengetahuan tradisonal tidak dapat dipelajari dalam pendidikan formal. Proses transfer pengetahuan biasanya dilakukan secara informal (keluarga), dalam umur yang sama (peer), atau secara individu ataupun sosial. Misalnya, seorang ibu/ayah mengajarkan anaknya (meracik dan membuat jamu, berkebun, me-huma, dll), sekelompok anak seumur belajar main angklung, menenun, atau seorang individu mencari informasi tertentu kepada tokoh adat, atau dalam pertemuan semua warga, ketuaketua adat menyampaikan cerita lisan, dongeng dan sebagainya yang mengandung nilai-nilai dan sejarah komunitas bersangkutan. Sebagai contoh masyarakat yang tetap menjaga dan mewariskan pengetahuan tradisional adalah masyarakat Baduy. Pengetahuan mengenai (kbbi.web.id). 43 Ibid., h Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, di akses pada hari Senin, 27 Maret 2017,

44 29 penyakit dan pengobatannya bagi masyarakat Baduy termasuk warisan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sejak kecil sebagian mereka telah diajarkan oleh orang tua mereka yang memiliki pengetahuan memanfaatkan tanaman-tanaman tertentu di sekitarnya untuk mengobati berbagai penyakit. Tanaman-tanaman tersebut banyak dan dapat diperoleh di hutan, sekitar ladang, atau sepanjang jalan menuju hutan atau ladang. Beberapa contoh tanaman yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat Baduy untuk mengobati penyakit ringan adalah: daun jambu biji untuk mengobati sakit perut, daun jampang pahit untuk mengobati luka, tanaman capeuk untuk menghilangkan pegal-pegal, daun harendong untuk mengobati sakit gigi, dan kulit pohon terep untuk menghilangkan gatal-gatal pada kulit. 45 Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pengetahuan tradisonal yang dimiliki oleh tiap masyarakat harus tetap dijaga kelangsungannya karena merupakan sebuah hasil dari kebudayaan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah perhatian khusus oleh pemerintah, sehingga masyarakat tidak kehilangan identitas kebudayaannya. Pengetahuan tradisional merupakan simbol dari sebuah peradaban masyarakat yang tidak dapat tergantikan oleh pengetahuan modern yang lebih mengedepankan teknologi dan sains yang terkadang membuat kita lalai atas kearifan lokal kebudayaan sendiri. 3. Kearifan Lokal Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kesadaran setempat (local genius). Menurut Saini kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah 45 R. Cecep Eka Permana, Masyarakat Baduy dan Pengobatan Tradisional berbasis Tanaman, Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Vol. 11, 2009, h. 90.

45 30 jawaban kreatif terhadap situasi geografis-politis, historis, dan situasional yang bersifat lokal. 46 Sedangkan permana menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan pandangan dan pengetahuan tradisional yang menjadi acuan dalam berperilaku dan telah dipraktikan secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat. Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam masyarakat baik dalam pelestarian sumber daya alam dan manusia, pemertahanan adat dan budaya, serta bermanfaat untuk kehidupan. 47 Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kearifan lokal adalah hasil dari kebudayaan masyarakat yang berupa pandangan atau pengetahuan tradisonal yang digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku dan diwariskan dari generasi ke genarasi dalam upaya mempertahankan adat dan budaya sebagai identitas kebudayaannya. Menurut Jim Lie dalam Permana, kearifan lokal memiliki enam demensi, yaitu: a. Dimensi Pengetahuan Lokal : Setiap masyarakat dimana mereka berada selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya. b. Dimensi Nilai Lokal : Untuk mengatur kehidupan antara warga masyarakat, maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilainilai yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya. c. Dimensi Keterampilan Lokal : Keterampilan lokal bagi setiap masyarakat dipergunakan sebagai kemampuan bertahan hidup (survival). keterampilan lokal biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing atau disebut dengan ekonomi subsistensi. d. Dimensi Sumber Daya Lokal : Sumber daya lokal pada umumnya adalah sumber daya alam. Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besaran atau dikomersilkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi peruntukannya seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian dan pemukiman. Kepemilikan suber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif. 46 R. Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal masyarakat Baduy dalam mitigasi bencana, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2010), h R. Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Mitigasi Bencana, Makara Sosial Humaniora, Vol 15, 2011, h. 68.

46 31 e. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal : Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing-masing masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda. f. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal : Suatu masyarakat pada umumnya dipersatukan oleh ikatan komunal yang dipersatukan oleh ikatan komunikasi untuk membentuk solidaritas lokal. Setiap masyarakat mempunyai media-media untuk mengikat warganya yang dapat dilakukan melalui ritual keagamaan atau acara dan upacara adat lainnya. Masing-masing anggota saling memberi dan menerima sesuai dengan bidang fungsinya masingmasing seperti dalam solidaritas mengolah tanaman padi, kerja bakti dan gotong royong. 48 Sebagai bagian dari kebudayaan tradisional, kearifan lokal merupakan warisan budaya. Kearifan lokal hidup dalam domain kognitif, afektif dan motorik serta tumbuh menjadi aspirasi dan apresiasi publik. Kearifan lokal berorientasi pada (1) Keseimbangan dan harmoni manusia, alam dan budaya; (2) Kelestarian dan keragaman alam dan kultur; (3) Konservasi sumber daya alam dan warisan budaya; (3) Penghematan sumber daya yang bernilai ekonomi; (4) Moralitas dan spiritualitas. 49 C. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Skripsi, Gilang Putra Prasetyo, Peran Kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah) Terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy Luar, Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah) memiliki tugas dan fungsi sebagai mediator atau sarana penghubung antara pemerintah dan lembaga adat. Tugas kepala desa adalah mengurus agar semua kebijakan pemerintah sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat Baduy, seperti melaksanakan kegiatan pelatihan dan pengembangan usaha. Terkait 48 Cecep Eka Permana, op. cit., h Ibid., h Gilang Putra Prasetyo, Peran Kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro Pemarentah) terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy Luar Skripsi pada Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2016, tidak dipublikasikan.

47 32 masalah pendidikan formal didalam aturan adat memang masih tidak diperbolehkan akan tetapi ada beberapa masyarakat Baduy yang menyekolahkan anak-anaknya dengan cara sembunyi-sembunyi karena ditakutkan nantinya akan mendapatkan teguran oleh lembaga adat. Melaksanakan pendidikan formal dianggap sebagai sebuah dosa besar bahkan halangan yang besar tetapi mereka sudah menyadari betapa pentingnya pendidikan formal sehingga dengan harapan yang besar anak mereka akan tumbuh menjadi yang lebih baik. Sedangkan peran kepala desa terhadap pendidikan formal seolah tak terlihat, karena jika terlihat ancaman jabatan yang akan menjadi konsekuensinya. 2. Jurnal, Erwan Baharudin, Pendidikan Suku Anak Dalam : Suatu Perubahan dari Paradigma Positivistik ke Konstruktivisme, Dalam adat Suku Anak Dalam atau orang rimba atau orang kubu, pendidikan dinilai sebagai ancaman bagi sukunya, karena dinilai dapat merusak adat mereka secara keseluruhan dan juga takut akan mendapatkan bencana karena kutukan dari Tuhan. Tetapi, karena mereka tidak bisa membaca, menulis dan berhitung, orang rimba sering tertipu dalam hal perekonomian. Pandangan hidup tersebut akhirnya lambat laun mulai berubah dengan adanya agen yang aktif mengkonstruktif pemikiran dan perilaku orang rimba tersebut. Disini terlihat adanya proses perubahan yang dialami oleh Suku Anak Dalam dari pemikiran yang positivistik menjadi konstruktivistik. 3. Jurnal, Aan Hasanah, Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada Masyarakat Minoritas (Studi atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten), Karakter bangsa dibangun dari nilai etika inti (core ethical values) yang bersumber dari nilai-nilai agama, falsafah negara dan budaya. Nilai 51 Erwan Baharudin, Pendidikan Suku Anak Dalam : Suatu Perubahan dari Paradigma Positivistik ke Konstruktivisme, Forum Ilmiah, Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 7, Aan Hasanah, Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada Masyarakat Minotitas (Studi atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten), Analisis, Jurnal Studi Keislaman Vol XII, (

48 33 yang bersumber dari budaya bangsa amat banyak dan beragam serta mengandung nilai luhur bangsa yang dapat menjadikan bangsa ini memiliki modal sosial yang tangguh untuk membangun peradaban unggul. Namun pada kenyataannya nilai-nilai luhur budaya bangsa, mengalami banyak tantangan, disebabkan derasnya nilai-nilai luar yang masuk dan mengintervensi nilai-nilai asli budaya bangsa. Kearifan lokal pada kelompok/ masyarakat minoritas di Indonesia sering diabaikan, padahal dari kearifan lokal tersebut dapat dipromosikan nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan model pengembangan pendidikan karakter berbasis budaya bangsa Indonesia. 4. Jurnal, R. Eka Cecep Permana, Masyarakat Baduy dan Pengobatan Tradisional berbasis Tanaman, Perikehidupan masyarakat Baduy diatur oleh pikukuh. Dalam pikukuh ini ada pernyataan yang berarti panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung. Maksudnya adalah bahwa sesuatu tidak boleh diubah, ditambah atau dikurangi tetapi harus diterima sebagaimana adanya. Pada masyarakat Baduy Dalam (tangtu) pikukuh ini masih diikuti secara kuat tetapi pada masyarakat Baduy Luar (panamping) aturan adat itu tidak diikuti secara ketat lagi. Dalam masyarakat ini pelanggaran pikukuh akan diberikan ganjaran adat dari puun sebagai pimpinan adat tertinggi dalam masyarakat Baduy. Dengan adanya pikukuh, budaya dan adat istiadat masyarakat Baduy, khususnya pada tangtu, selama ini terlindung dari pengaruh luar. Dalam kehidupan mereka sehari-hari kebutuhan dalam masyarakat dicukupi oleh kekayaan alam yang ada di lingkungannya. Demikian pula dengan kebutuhan pengobatan. Mereka memanfaatkan tanaman-tanaman yang tumbuh di sekitar untuk diramu menjadi obat-obat penyembuh penyakit sehari-hari. Pengetahuan pengobatan tradisional dengan tanaman ini sudah dimiliki sejak dahulu dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan adanya pikukuh, khususnya pada tangtu, 53 R. Cecep Eka Permana, Masyarakat Baduy dan Pengobatan Tradisional berbasis Tanaman, Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Vol. 11, 2009.

49 34 pengobatan dari luar yang modern sulit menembus masuk ke dalam masyarakat. Oleh karena itu, pengobatan tradisional sangatlah berperan dalam kehidupan masyarakat Baduy. Pengetahuan pengobatan ini diharapkan tetap dapat diwariskan turun temurun sehingga kebutuhan pemeliharaan kesehatan dalam masyarakat itu dapat dipenuhi tanpa harus melanggar adat karena seseorang menjalani pengobatan dari luar Baduy. Namun, tidak semua penyakit ditemukan obatnya dalam pengobatan tradisional. Untuk itu, perlulah diadakan penelitian tanaman-tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat. Pengembangan pengetahuan pemanfaatan tanaman obat dan kearifan lokal yang sudah ada tentang pengobatan tradisional ini akan lebih dapat menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat Baduy serta budayanya. 5. Makalah, Dr Alexandra Landmann, Taman Bacaan Masyarakat dan Budaya Lisan Masyarakat Adat Kanekes, Masyarakat adat Baduy tidak merupakan komunitas terpinggirkan, terasing, terpencil, atau terbelakang melainkan masyarakat mandiri yang menjalankan hak atas menentukan nasib sendiri beserta memiliki otonomi pendidikan. Selain itu, berhak dipandang sebagai pewaris serta penerus unsur-unsur peradaban nusantara. Komunitas adat menawarkan konsep kekerabatan dan interaksi antara manusia, alam, dan Tuhan Yang Maha Esa serta pedoman untuk bertindak bagi setiap warga negara Indonesia yang patut didaya-kembangkan dan diaplikasikan dalam kebijaksanaan pemerintah. Selain itu, pemerintah dalam hal berinteraksi dengan masyarakat adat mesti secara aktif bertanya hal apakah menjadi kebutuhan masyarakat adat itu sendiri tanpa memaksa program-program pembangunan yang menghancurkan lingkungan hidup-sosial masyarakat adat. 54 Alexandra Landmann, Taman Bacaan Masyarakat dan Budaya Lisan Masyarakat Adat Kanekes, Rumah Dunia, 22 Pebruari 2014.

50 35 D. Kerangka Berpikir Tabel 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian IDENTIFIKASI MASALAH 1. Desa Kanekes merupakan bagian dari masyarakat adat yang memiliki hak menentukan nasibnya sendiri, termasuk menentukan pandangan mereka terhadap pendidikan yang berbeda dengan sistem pendidikan nasional. 2. Terdapat perbedaan pandangan di dalam masyarakat Baduy mengenai pendidikan bahwa pendidikan formal (sekolah) pada masyarakat Baduy merupakan hal yang sangat ditabukan. 3. Masyarakat Baduy membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan aturan tataran adat yang berlaku untuk tetap menjaga keberlangsungan kehidupan mereka. 4. Pendidikan pokok masyarakat Baduy terbatas pada pemahaman dasar-dasar hukum adat. Hak-hak Masyarakat Adat dilindungi dalam. UUD 45 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 18B ayat 2. UUD 45 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28I ayat 3. UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat 12. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten. Suku Baduy Menjalankan Pendidikan dengan Model/Bentuk Khusus yang Berbeda dengan Pendidikan Modern Aturan adat melarang warganya mengikuti sekolah secara formal atau melarang pendidikan formal di tanah Ulayat mereka Pendidikan di dalam Masyarakat Baduy terbatas pada ; 1. Keluarga (orang tua) 2. Teman sebaya 3. Lembaga Adat Suku Baduy harus dapat mempertahankan ciri khas kebudayaannya tersebut sedangkan zaman semakin berkembang dan kebutuhan hidup semakin tinggi Meneliti Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam

51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat kegiatan penelitian akan dilakukan pada wilayah Baduy Dalam yaitu di Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Waktu pelaksanaan penelitian dibagi dalam dua waktu dengan jarak cukup lama yaitu pada bulan Agustus selama 5 hari - pada Oktober 2015 dengan waktu kunjungan selama 15 hari kemudian dilanjutkan kembali pada bulan April 2017 dengan waktu kunjungan selama dua hari. Tabel 3.1. Pelaksanaan Waktu Penelitian No. Keterangan 1 Perizinan ke Jaro Pamerentah Desa Kanekes 2 Observasi Awal 3 Observasi Lanjutan 4 Perizinan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak 5 Perizinan ke Dinas Pemuda, Olahraga dan Parawisata Kabupaten Lebak 6 Pelaksanaan Penelitian Tahun 2015 Tahun

52 37 B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Sugiyono menjelasakan bahwa metode penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpuan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. 1 Artinya fokus dari penelitian ini bersumber dari fakta lapangan dan peneliti sebagai instrumen kuncinya, seperti yang di ungkapkan oleh Sugiyono, penelitian kualitatif juga mempunyai dua tujuan utama yaitu pertama menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan kedua mengambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Karena penilitian ini berkaitan dengan kebudayaan masyarakat Baduy maka metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi. Dalam Moleong, istilah etnografi dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan), jadi etnografi yang dimaksud adalah usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan. Sedangkan James P. Spradley mengungkapkan, etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Menurut Bronislaw Malinowski dalam Spredley, tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya. 2 Dapat disimpulkan bahwa etnografi merupakan sebuah metode pendekatan kulitatif dengan memperhatikan aspek kebudayaan dengan fokus dari penelitiannya adalah pengamatan langsung ke lapangan, yaitu peneliti akan melakukan wawancara dan pengamatan lapangan kepada tokoh adat dan 1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2013), Cet. 18, h Kiki Zakiah, Penelitian Etnografi Komunikasi: Tipe dan Metode, Mediator, 2008, Vol 9, h. 183.

53 38 masyarakat Baduy Dalam dan diharapkan informasi yang didapatkan, peneliti dapat mencapai tujuannya yaitu untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi didalam masyarakat Baduy secara sistematis dan sebenar-benarnya sesuai dengan fenomena yang terjadi di tempat penelitian. Dengan metode ini diharapkan nantinya peneliti dapat mencapai tujuannya yaitu menggambarkan pendidikan dalam pandangan masyarakat Baduy Dalam. C. Subyek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Langkah selanjutnya adalah menentukan subjek penelitian dimana bertujuan untuk menggali data dan informasi yang dibutuhkan. Menurut Muhammad Idrus, Subjek dalam konsep penelitian merujuk pada responden, informan yang hendak diminati informasi dan digali datanya. 3 Subjek utama penelitian ini diarahkan pada pada masyarakat Baduy Dalam yang bertempat tinggal di kampung Cibeo. 2. Objek Penelitian Kemudian yang dibutuhkan selanjutnya adalah menentukan objek penelitian karena agar mempermudah peneliti untuk mempermudah dalam mencapai tujuannya. Menurut Muhammad Idrus, Objek penelitian berujuk pada masalah atau tema yang sedang diteliti. 4 Dalam penelitian ini pandangan pendidikan masyarakat Baduy merupakan masalah atau tema yang akan digali informasinya. D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitiaan kualitatif, pengumpulan data ditunjukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi lapangan serta (participan observasion), 3 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta Erlangga, 2009), h Ibid., h. 91.

54 39 wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. 5 Adapun teknik pengumulan data yang akan digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Observasi/Pengamatan Teknik ini merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipasi) ataupun tidak terlibat (nonpartisipasi). 6 Teknik observasi sangat berguna untuk mencari suatu gambaran situasi sosial di dalam masyarakat Baduy. Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi partisipasif, yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Selanjutnya peneliti juga melakukan observasi terus terang atau tersamar. Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Tetapi pada suatu saat peneliti tidak terus terang atau tersamar dalam observasi. 7 Dengan mengunakan kedua teknik observasi tersebut diharapkan data dan informasi yang akan didapatkan sesuai dengan situasi sosial apa yang terjadi dilapangan. Peneliti akan terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu di Kampung Cibeo, Desa Kanekes untuk melihat segala fenomena-fenomena sosial di dalam masyarakat Baduy terutama dalam hal pendidikan. 2. Wawancara/interview Wawancara merupakan salah satu bentuk teknik penggunaan data yang banyak digunakan dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif, malah dapat dikatakan bahwa wawancara sebagai teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong wawancara 5 Sugiyono, op. cit., h Idrus, op. cit., h Sugiyono, op. cit., h. 227

55 40 adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 8 Dalam penelitian ini, wawancara semi-terstruktur yang akan pilih dalam mengumpulkan data. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. 9 Wawancara yang akan dilaksanakan oleh peneliti yaitu melakukan wawancara dengan tokoh adat/kokolot, warga kampung cibeo, dan dinas terkait terhadap pandangan informan tersebut mengenai pendidikan dan model/bentuk pendidikan yang sedang berlangsung didalam masyarakat Baduy. 3. Dokumentasi Selain observasi dan wawancara, dokumentasi merupakan salah satu teknik yang sering digunakan untuk memperoleh data. Menurut Sugiyono, dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. 10 Peneliti berharap nantinya dapat menemukan dukumen-dokumen pendukung sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperkuat hasil observasi dan wawancara. 8 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet 29, h Sugiyono, op. cit., h Ibid., h. 240.

56 41 E. Instrumen Penelitian Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data saat penelitian. Berikut ini akan disajikan kisi-kisi pedoman wawancara dan observasi lapangan yang akan dilaksanakan sebagai alat untuk mengumpulkan data selama penelitian berlangsung. Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara NO Pokok Sub Pokok Pertanyaan Butir Pertanyaan Pertanyaan 1 Pandangan Pendidikan 1. Arti/makna pendidikan menurut masyarakat Baduy 1,2,3 masyarakat Baduy Dalam. 2. Pendidikan formal benar ditabukan. 3. Hukuman yang mengikuti pendidikan diluar aturan adat, 2 Model/Bentuk pendidikan yang 1. Pendidikan yang diterapkan masyarakat Baduy Dalam 4,5,6,7,8 sedang 2. Proses pembelajaran yang berlangsung berlangsung. 3. Peranan lingkungan keluarga 4. Peranan lingkungan adat 5. Perbedaan model/bentuk pendidikan Baduy Dalam dan Baduy Luar 3 Bentuk dukungan pemerintah/swasta 1. Peran pemerintah/swasta dalam pendidikan 9 terhadap masyarakat Baduy Dalam

57 42 pendidikan 4 Dampak kemajuan zaman terhadap 1. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat Baduy 10,11,12 kehidupan Dalam masyarakat Baduy 2. Tantangan yang dihadapi Dalam masyarakat Baduy Dalam. 3. Harapan masyarakat Baduy Dalam. Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi No Pokok Sub Pokok Pertanyaan Butir Pertanyaan Pertanyaan 1. Bentuk pendidikan masyarakat Baduy 1. Tradisi lisan merupakan metode mengajar 1,2,3,4 Dalam masyarakat Baduy Dalam. 2. Peran orang tua (keluarga) dalam pendidikan masyarkat Baduy Dalam 3. Peran lembaga adat (tokoh adat) dalam pendidikan masyarakat Baduy Dalam 4. Terdapat balai adat sebagai tempat pendidikan adat 2. Pendidikan diluar aturan adat 1. Masyarakat Dalam mengikuti pendidikan 5,6,7,8 masyarakat Baduy formal Dalam 2. Masyarakat Baduy Dalam

58 43 3. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat Baduy Dalam Ketaatan 4. masyarakat Baduy Dalam terhadapat aturan adat mengikuti lembaga kursus/pelatihan seperti tenun, makanan olahan, dll 3. Masyarakat Baduy Dalam mengikuti sekolah kejar paket 4. Masyarakat Baduy Dalam mengikuti pendidikan keaksaraan 1. Anak-anak Baduy Dalam dapat membaca dan menulis 2. Masyarakat Baduy Dalam dapat berbahasa Indonesia 1. Kehidupan masyarakat Baduy Dalam masih sesuai dengan aturan adat 2. Masyarakat Baduy Dalam memiliki telepon genggam 9,10 11,12

59 44 F. Teknik Pengelolan dan Analisis Data Setelah pengumpulan data dari lapangan, tahapan berikutnya adalah menganalisa data temuan tersebut. Miles dan Huberman mengemukan bahwa aktivitas dalam analisis penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. 11 Dalam model interaktif, Miles dan Huberman membagi analisis data menjadi tiga komponen yaitu sebagai berikut: 1. Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, sehingga diperlukan reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 12 Dengan demikian tujuan dari mereduksi data adalah untuk mempermudah peneliti dalam mengorganisasi data secara teliti dan rinci, data tersebut diperoleh melalui catatan pengamatan lapangan, hasil wawancara, dan studi dokumen, sehingga nantinya dapat membantu peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya jika diperlukan dan fokus dari tujuan penelitian dapat tercapai. 2. Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi maka tahapan selanjutnya adalah membuat penyajian data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dapat dimaknai merupakan kumpulan informasi yang tersusun bertujuan untuk memudahkan memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Yang paling sering digunakan dalam penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang besifat naratif Ibid., h Ibid., h Ibid., h. 249.

60 45 3. Conclusing Drawing (Penarikan Kesimpulan) Penarikan kesimpulan dalam penelitin bukanlah merupakan suatu karangan atau diambil dari perbicaraan-pembicaraan lain, akan tetapi suatu proses tertentu yaitu menarik, dalam arti memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Menarik kesimpulan penelitian selalu harus berdasarkan dari atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. 14 G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsaan Data Dalam pengujian keabsaan data, metode penelitin kualitatif memiliki beberapa macam uji keabsaan data yaitu meliputi uji, credibility (validitas interbal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). 15 Untuk menguji keabsaan data yang diperoleh maka peneliti memutuskan untuk menggunakan metode uji credibility. Upaya dalam menjaga kredibilitas dalam penelitian adalah melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1. Perpanjangan Pengamatan Peneliti diharuskan untuk datang kembali ke tempat penelitian dengan tujuan melakukan pengamatan kembali, mewawancara kembali narasumber yang pernah ditemui atau dengan yang baru dengan tujuan antara peneliti dan narasumber sudah terbentuk sebuah kedekatan sehingga dapat menggali kembali data yang dirasa masih kurang. 2. Meningkatkan ketekunan Meningkatkan kembali pengamatan penelitian dengan cara memeriksa tiap data yang telah diperoleh sehingga meminimalisir kesalahan penafsiran. Sehingga nantinya peneliti dapat mendeskripsikan hasil penelitinaanya dengan akurat dan sistematis. 14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010) h Sugiyono, op, cit., h. 270.

61 46 3. Triangulasi Triangulasi yaitu pengecekan kembali data yang berasal dari berbagai sumber, berbagai cara, dan berbagai waktu. Merupakan data yang diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi yang dikumpulkan selama proses penelitian berlangsung. 4. Analisis Kasus Negatif Peneliti harus mencari data yang bertentantangan dengan data temuan seandainya ditemukan maka peneliti harus merubah data temuannya. Jika sudah tidak ditemukan data yang berbeda tersebut maka data temuan bisa dapat dipercanya. 5. Menggunakan Bahan Referensi Bahan referensi merupakan bahan pendukung untuk menguatkan data temuan peneliti. Sebagai contoh, hasil wawancara yang dilakukan peneliti harus disertakan dengan rekaman/video wawancara. 6. Mengadakan Membercheck Memberchek adalah kegiatan peneliti memperlihatkan perolehan data yang telah didapatkan kepada pemberi data. Apabila data tersebut sesuai dengan apa yang disepakati oleh pemberi data maka dapat dikatakan data tersebut valid. Jika tidak ditemukan kesepahaman maka dilakukan diskusi kembali kepada pemberi data tersebut.

62 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI TEMPAT PENELITIAN 1. Asal Usul Suku Baduy Istilah atau kata Baduy itu sendiri ada yang menduga berasal dari kata Badawi, yaitu suatu julukan bagi orang-orang yang bertempat tinggal tidak tetap yang hidup di daerah jazirah Arab. Namun pendapat ini sangat ditentang oleh kesukuan mereka terutama tokoh adat dan para pemangku adat. Mereka menjelaskan bahwa istilah Baduy sebenarnya adalah sasaka dari sebuah nama sungai tempo dulu, yaitu sungai Cibaduy yang mengalir di sekitar tempat tinggal mereka juga berdasarkan nama salah satu bukit yang berada di kawasan tanah ulayat mereka, yaitu Bukit Baduy. 1 Kemudian timbul istilah Rawayan bagi komunitas mereka, sebenarnya berawal dari ciri khas yang ada di tanah ulayat mereka tentang bentuk jembatan yang terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai cukangan (tempat untuk menyebrang atau disebut dalam istilah mereka adalah rawayan). Adapun istilah Kanekes adalah sebutan nama wilayah Pemerintahan Desa tempat tinggal mereka sekarang. Kata Kanekes sendiri masih menjadi perdebatan mereka juga para pencari informasi, berasal dari istilah apa mereka pun tidak banyak tahu dan berkomentar, bahkan beberapa tokoh adat yang tidak menerima sebutan Kanekes bagi nama kesukuan mereka. Mereka lebih bangga dan merasa dihormati dengan sebutan Suku Baduy ), h Ibid., 1 Asep Kurnia dan Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara (Jakarta : Bumi Aksara, 47

63 48 Sementara keterangan lain, menyebutkan bahwa : a. Orang Baduy berasal dari Keturunan Kerajaan Pajajaran yang lari ke Gunung Kendeng setelah Kerajaan tersebut diserang Kerajaan Islam dari Banten dan Cirebon. Hal ini dinyatakan dalam pantun masyarakat Baduy Jauh Teu Duguh Nu Dijugjug, Leumpang Teu Puguh Nu di Teang, Mending Keneh Lara Jeung Wirang Tibatat Kudu Ngayonan Perang Jeung Padulurang atawa Jeung Baraya Nu Keneh Sawarga Tua Artinya : Jauh tak tentu dimaksud, berjalan tanpa tujuan, menyusur tepian tebing, berlindung dibalik gunung lebih baik malu dan hina daripada harus berperang melawan sanak saudara dan atau keluarga yang masih keturunan. b. Pada waktu Anjangsono Bupati Lebak Rd. Adipati Surianatadiningrat ke Baduy, sebelum beliau menjelaskan asal keturunannya hanya sekedar diterima dengan tata cara biasa sebagai lazimnya terhadap tamu. Tetepi ketika selesai menjelaskan bahwa beliau berasal dari Cianjur da nada hubungannya dengan keturunan Pajajaran, sejak itu pula tokoh-tokoh Baduy menghanturkan sembah sebagai layaknya sebagai orang yang hormati. (keterangan ini di sadur dari catatan mengenai Baduy, karangan R. Suriadiredja). a. Djoewisnu. MS dalam Bukunya Potret Kehidupan Masyarakat Baduy menjelaskan bahwa masyarakat Baduy merupakan para Senapati dan Punggawa setia Raja pada masa jayanya Prabu Bramaiya Maisa Tandraman gelaran Raja Prabu Pucuk Umun anak dari Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran yang melarikan diri dari serangan Pasukan Sunan Gunung Jati dalam misinya membawa ajaran agama Islam kedaerah Banten pada abad XIV awal abad XV M. 123 Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa asal mula masyarakat Baduy merupakan sisa Prajurit kerajaan Padjajaran yang dipimpin oleh Prabu Puncuk Umun yang menolak ajaran Agama Islam yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati. Akan tetapi masyarakat Suku Baduy menolak penjelasan versi tersebut yang menjelaskan bahwa nenek moyang mereka adalah keturunan dari Kerajaan Padjajaran yang dipengaruhi oleh masuknya agama Islam. Lalu siapakah mereka sebenarnya? 3 Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Parawisata Kabupaten Lebak, Membuka Tabir Kehidupan: Tradisi Masyarakat Baduy dan Cisungsang serta Peninggalan Sejarah Situs Lebak Sibedug, (Banten: ), h

64 49 Adapun berikut ini akan dipaparkan penjelasan mengenai asal muasal masyarakat Baduy yang disampaikan langsung oleh para tokoh adat yang dikutip oleh Asep Kurnia di dalam buku Saatnya Baduy Bicara, yaitu sebagai berikut: a. Jaro Sami sebagai Jaro Tangtu Cibeo menuturkan : Yang menceritakan Baduy berasal dari keturunan Padjajaran, pengungsi dari Kesultanan Banten, atau cerita lainnya, itu cuma sebatas cerita kata orang, saudara-saudara kami yang berada di luar, kalu kata orang mendekati kepada cerita katanya, cerita katanya berarti cerita kemungkinan. Sehingga benar tidaknya tidak bisa terukur, jika yakin atau percaya pada cerita diatas kami tidak bisa melarang. Cuma menurut pendapat kami (Baduy), karena saya (kami) bukti yang nyata dari keturunan terdahulu yang mendapat titipan amanat dari leluhur kami. b. Ayah Mursid lebih mempertegas dan menjawab tentang anggapan bahwa mereka itu bukan berasal dari masyarakat pelarian atau pengungsi : Kami tidak habis pikir terhadap cerita yang menganggap bahwa kami ini berasal dari kerajaan Kesultanan Banten Lama. Anggapan itu sama saja merendahkan harkat dan martabat kesukuan kami sebab masyarakat pelarian mengandung arti salah satu masyarakat yang dianggap punya kesalahan, atau masyarakat yang pekerjaannya melawan atau masyarakat yang sudah tidak berguna atau sudah tidak terpakai oleh masyarakat lainnya. Padahal sesuai sejarah yang ada di kami (Baduy) dan sudah terbukti keberadaannya. Kami (kesukuan Baduy) adalah masyarakat keturunan yang diberi tugas dan amanat langsung dari Adam Tunggal sebagai utusan dari sang pecipta untuk meneguhkan mempatuhkan wiwitan sesuai dengan hasil musyawarah awal waktu menciptakan alam semesta ini yang disebut alam dunia. Terkadang kami ingin sekali meminta satu pembuktian kepada yang menyebut atau yang berpendapat bahwa kami ini keturunan masyarakat pelarian. Mana dan di mana bukti itu berada?. 4 Berdasakan penuturan di atas dari para tokoh adat suku Baduy dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa asal mula masyarakat Baduy berasal dari Adam Tunggal atau manusia pertama yang diciptakan di Bumi sebagai utusan langsung dari Sang Pencipta. Mereka berpandangan bahwa sukusuku lain di berbagai wilayah merupakan keturunan lanjutan yang memiliki tugas berbeda di bumi ini. Menurut meraka Tanah Ulayat yang mereka tinggali sebagai Inti Jagat. 4 Asep Kurnia dan Ahmad Sihabudin, op. cit., h

65 50 2. Letak Geografis dan Demografis Suku Baduy a. Letak Geografis Tanah Ulayat masyarakat Baduy berada di wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang dibatasi dan diapit secara administratif oleh 11 Desa dari 6 Kecamatan. 5 Sebelah Utara dibatasi oleh: 1) Desa Bojong Menteng 2) Desa Cisiemeut Raya Kecamatan Leuwidamar 3) Desa Nayagati Sebelah Barat dibatasi oleh: 1) Desa parakan Besi 2) Desa Kebun Cau Kecamatan Bojong Manik 3) Desa Karangnuggal Kecamatan Cirinten Sebelah Selatan dibatasi oleh : 1) Desa Cikate Kecamatan Cijaku 2) Desa Mangunjaya Sebelah Timur dibatasi oleh : 1) Desa Karangcobong Kecamatan Muncang 2) Desa Hariang Kecamatan Sobang 3) Desa Cicalebang Desa kanekes berada di daerah pergunungan Kendeng pada ketinggian sekitar antara meter di atas permukaan laut dengan suhu berkisar antara 26º C-30º C. Pengukuhan dan pengakuaan Tanah Ulayat masyarakat Baduy adalah dengan lahirnya PERDA Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tanteng Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Selanjutnya diperkuat dengan SK Bupati Lebak Nomor 590/ kep.233/huk/2002 tentang Penetapan Batas-Batas Detail Hak Ulayat Masyarakat Baduy di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak tertanggal 16 Juli 2002 atas dasar hasil pengukuran dan pemetaan 5 Ibid., h. 58

66 51 mengacu pada batas wilayah administratif, batas khusus, dan batas alam yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Maka diputuskan secara resmi luas Tanah Ulayat Baduy adalah 5.136,58 hektar yang terbagi menjadi dua bagian yaitu ± hektar adalah hutan lindung dan ± 2.136,58 hektar merupakan hutan garapan dan pemukiman. Terdiri dari 59 kampung. Tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik yang termasuk di wilayah Baduy Dalam dan 56 kampung lainnya adalah di wilayah Baduy Luar termasuk Cicakal Girang dan Baduy Kompol. 6 b. Demografi Suku Baduy Masyarakat Baduy bukanlah masyarakat terasing akan tetapi masyarakat yang secara sengaja mengasingkan diri dari pengaruh luar (modern) sebagai bentuk upaya mematuhi amanat leluhur. Kesederhanaan dalam memandang sebuah kehidupan adalah pokok dari ajaran mereka. Pola hidup masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar jika terlihat secara umum hampir sama, seperti dalam aturan masyarakat baduy tidak boleh bersekolah formal, memiliki alat elektronik, arah rumah Utara dan Selatan. Akan tetapi jika dilihat lebih cermat lagi terlihat jelas perbedaannya. Didalam masyarakat Baduy Dalam sangat dilarang menggunakan alat elektronik, memakai alat rumah tangga yang terbuat dari plastik, memakai alas kaki, pakaian hanya hitam dan putih, rumah tidak boleh menggunakan paku dan menyesuaikan bentuk tanah, dan dilarang berpergian dengan menaiki kendaraan. Sedangkan masyarakat Baduy Luar memiliki kelonggoran dalam menjalankan aturan adat, sehingga pola kehidupan masyarakat Baduy Luar sudah dipengaruhi oleh modernisasi walaupun tetap menampilkan ciri khas kesukuan mereka. Jika berkunjung di wilayah Baduy Luar maka kita dapat melihat masyarakat Baduy Luar yang memiliki HP, berpergian dengan kendaraan bahkan sudah ada yang memiliki kendaraan pribadi, pakaian yang digunakan sama seperti masyarakat pada umumnya, bahkan sudah ada yang mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan formal dan nonformal. 6 Ibid., h. 59

67 52 Dari segi mata pencarian mereka adalah bercocok tanam dengan cara berladang (ngahuma). Berlandang merupakan kewajiban pokok yang harus dilakukan oleh masyarakat Baduy karena ngahuma merupakan bagian dari kenyakinan mereka yaitu Agama Slam Sunda Wiwitan. Selain itu untuk memenuhi kebutuhannya biasanya mereka menjual hasil bumi seperti pisang, gula aren, madu, kelapa, durian, dan lain-lain ke Pasar yang terletak tak jauh dari perbatasan Tanah Ulayat. Jumlah penduduk Suku Baduy menurut data di Desa Kanekes pada bulan Januari Tahun 2010 adalah sebagai berikut. 7 1) Jumlah Penduduk : Laki-laki = Jiwa Perempuan = Jiwa Jumlah Total = Jiwa 2) Jumlah di Baduy Dalam : Laki-laki = 611 Jiwa Perempuan = 559 Jiwa Jumlah Total =1.170 Jiwa 3) Jumlah Kepala Keluarga : KK 3. Baduy Dalam dan Baduy Luar Didalam masyarakat suku Baduy terbagi atas dua kumunitas adat yaitu masyarakat Baduy Dalam dan Masyarakat Baduy Luar. Baduy Dalam merupakan representasi dari masyarakat Baduy masa lalu dimana tata kehidupannya disesuaikan dengan aturan adat yang berlaku yang disesuaikan dengan Pikukuh Karuhan. Sedangkan masyarakat Baduy Luar merupakan sebagai penjaga, penyangga, penyaring, pelindung, dan sekaligus penyambung komunikasi antara Suku Baduy dengan pihak luar sehingga dapat menjalin kerjasama dan berpartisipasi aktif dalam segala kegiatan kenegaraan sehingga dapat menunjukan bahwa masyarakat Baduy memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia pada umumnya. 7 Ibid., h. 68.

68 53 Tabel 4.1 Perbandingan Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar 8 Perbedaan Baduy Dalam Baduy Luar Persamaan/ Keseragaman 1. Bentuk Rumah - Kontur tanah tidak diubah, dibiarkan sesuai dengan aslinya - Pembuatan tidak menggunakan paku dan tidak menggunakan alat modern seperti gergaji, hanya menggunakan pasak dan tali bambu/rotan. - Hanya memiliki satu pintu dan tidak ada jendela. - Bentuk bilik sederhana tidak pakai corak/model. - Lantai hanya boleh pakai bambu/talupuh (amben) - Tata ruang terdiri dari taraje, papange/golodog, sosoro, tepas, dan imah. - Tidak diperkenalkan adanya variasi tambahan. - Di setiap kampung memiliki bangunana yang disebut Imah Balai Adat. - Posisi rumah tidak boleh menghalangi antara rumah Puun dengan Balai Adat. 1. Bentuk Rumah - Tanah diubah diratakan sesuai dengan keinginan. - Pembuatan boleh menggunakan paku dan alat modern. - Pintu boleh lebih dari satu da nada yang menggunakan jendela. - Bilik yang digunakan boleh pakai corak/model sesuai dengan kemampuan dan keiginan. - Boleh pakai talupuh, tetapi boleh pakai papan kayu. - Tata ruang sudah ada tambahan sesuai dengan keperluan, kamar tidur boleh lebih dari satu. - Boleh memakai variasi seni sesuai dengan keinginan dan kemampuan. - Tidak ada Imah Balai Adat. - Posisi atau 1. Bentuk Rumah - Rumah mengahadap nyulah nyanda (Utara Selatan). - Berbentuk panggung, tidak menggunakan tembok atau cat yang berwarnawarna. - Dibuat dengan caragotong royong (rereongan). - Pemukiman selalu didekat sumber air. 8 Ibid., h

69 54 2. Pakaian - Hanya dua warna, yaitu hitam-putih balacu, umumnya memakai putih. - Pakaian tidak dijahit secara modern hanya di;kecos oleh jarum kecil saja. - Ikat kepala warna putih. - Pakaian wanita kebaya dan samping pakai selendang, lakilaki tidak menggunakan celana tetapi sarung yang dilipat. - Perhiasan/asesorisnya manik-manik berwarna-warni, tidak boleh memakai emas/murni. - Memiliki tempat khusus menyimpan pakaian (kepek atau tolok). 3. Peralatan Masak, Makan, dan Minum. - Tidak boleh menggunakan peralatan modern, yang ada dan diperbolehkan diantaranya: dandang (seeng), kuali (kekenceng), kukusan (aseupan), hihid, lumping (pangarih), penempatan rumah bebas yang penting sesuai dengan arah Utara-Selatan. 2. Pakaian - Warna hitam dan putih, tetapi lebih umum memakai warna hitam. - Pakaian sudah dijahit secara modern, dengan celana umumnya pendek. - Ikat kepala/lomar berwarna corak biru hitam. - Wanita pakai kebaya biru renda atau hitam. Sudah mulai memakai khusus warna sesuai dengan warna lomar. - Perhiasan wanita sudah pakai gelang atau kalung dari emas murni. - Sudah umum memiliki lemari pakaian. 3. Peralatan Masak, Makan, dan Minum. - Pengunaan alatalat semi modern sudah banyak digunakan, baik untuk memasak maupun alat-alat untuk makan dan minum. - Selain pakai 2. Pakaian - Wanita memakai kebaya, laki-laki memakai kepala. ikat

70 55 kuluwang, boboko, pinggan/mangkuk, somong (gelas bambu), dan botol besar tempat air minum. - Memasak menggunakan tungku (hawu). - Tidak boleh menggunakan minyak tanah, hanya minyak kelapa. - Makanan dimasak sederhana sekali tidak memakai bumbu masak. 4. Alat Kesenian - Alat yang boleh dipergunakan antara lain angklung, kacapi, karinding, kumbang, tarawelet, calitung (kolencer). - Tidak mengenal nyayian yang ada pembacaan pantunpantun. 5. Hukum Adat - Dilarang mengunakan sabun mandi, sikat gigi, dan odol serta minyak wangi. - Dilarang menggunakan alas kaki - Dilarang berpergian menggunakan kendaraan. - Dilarang memiliki alat-alat elektronik seperti radio, HP, foto, dan lain-lain. - Dilarang berpoligami dan tidak asusila. - Dilarang memiliki dan tungku sudah banyak yang menggunakan minyak tanah. - Penggunaan bumbu masakan sudah biasa, serta menu makanan sudah mulai bergizi. 4. Alat Kesenian - Selain angklung, kacapi, karinding, kumbang, tarawelet, calitung, ada juga gamelan tanpa gendang, redo (rebab), talinting (bedug leutik) dan suling. 5. Hukum Adat - Semua larangan adat yang berlaku di Baduy Dalam di Baduy Luar diberikan kelonggaran atau diperbolehkan kecuali poligami, memiliki alat elektronik modern terutama radio, televise, sampai saat ini masih dilarang.

71 56 menggunakan perhiasan emas buat wanita, merokok bagi laki-laki. - Warga tidak diperkenankan membuka warung untuk berdagang. 6. Pola Hidup - Dengan segala keterbatasan, ketat, dan banyak larangan hukum adat, maka pola hidup seharihari warga Baduy Dalam sangat sederhana dan simple, ikhlas, dan menerima hidup apa adany, ketaatan dan kepatuhan pada hukum adat tinggi sekali, sikap toleransi dan budaya gotong royong masih kuat, disiplin terhadap waktu. 7. Hak Lainnya - huma Serang hanya ada di Baduy Dalam. - Puncak acara kawalu hanya dilakukan di 6. Pola Hidup - Pola hidup Baduy Luar sudah mengadopsi model atau gaya hidup modern, tetapi masih dalam batas-batas normal yang disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku. Beberapa individu dan kelompok sudah memulai menjalin kerjasama dalam berdagang serta sudah berorientasi pada bisnis (pola hidup konsumtif). - Di setiap kampung sudah tumbuh atau bermunculan kios/warung kecil yang menyediakan kebutuhan hidup manusia seperti terjadi di luar masyarakat Baduy. 7. Hak Lainnya - Di Baduy Luar tidak dikenal adanya Huma Serang.

72 57 wilayah Baduy Dalam. - Tempat muja hanya ada di Baduy Dalam. 4. Sistem Pemerintahan Masyarakat Baduy mengenal dua sistem pemerintahan yaitu pertama sistem pemerintahan adat dan kedua sistem pemerintahan desa. Di dalam sistem pemerintahan adat dipimpin oleh Puun yang merupakan pimpinan hukum adat yang paling tinggi yang nyakini memiliki garis keturunan dari Sang Hyang Batara Tunggal. Terdapat tiga pimpinan adat didalam masyarakat Baduy yang biasa di istilahkan sebagai Tri Tunggal (tiga orang satu keputusan, yaitu Puun Cibeo, Puun Cikartawarna, dan Puun Cikeusik. Sistem pemerintahan adat terpusat di Baduy Dalam dengan pimpinan adat di Baduy Luar yang dikenal dengan sebutan tangtu tilu jaro tujuh. Yang dimaksud dengan tangtu tilu adalah ketiga puun yag dilimpahkan wewenang dan keputusannya untuk mengatur tentang pelaksanaan pemerintah adat kepada tiga jaro, yaitu jaro tangtu Cibeo, yaitu Jaro tangtu Cibeo, Jaro tangtu Cikartawarna, Jaro Tangtu Cikeusik. 9 Jadi dapat disimpulkan bahwa jabatan Jaro Tangtu merupakan jabatan yang paling tinggi kedua setelah Puun sehingga sangat disegani dan dihormati dalam masyarakat Baduy. Jaro Tujuh adalah para pemimpin adat yang berasal dari Baduy Luar. Fungsinya lebih dititikberatkan pelaksanaan kebijakan/keputusan adat, sekaligus mengawasi pelaksanaan hukum adat pada masyarakat Baduy, termasuk mengawasi pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum adat baik dilakukan oleh masyarakatnya maupun pelanggaran yang dilakukan oleh orang luar Baduy. Disebut Jaro Tujuh karena jumlah orang yang menjadi pimpinan di lembaga adat ini adalah tujuh orang ditambah dengan dua 9 Ibid., h. 94

73 58 orang yang menjadi atasan mereka. Pertama sebagai Bapaknya Jaro tujuh/penasihat dengan sebutan tangkesan. 10 Selanjutnya adalah sistem pemerintahan desa yang pengeolaannya dipimpin oleh masyarakat Baduy Luar dengan persetujuan lembaga adat tangtu tilu jaro tujuh. Pusat pemerintahan desa sekarang berada di kampung Cipondok/Babakan Jaro/Kaduketug III dengan nama Desa Kanekes dan dipimpin oleh kepala desa. Sebutan populernya adalah Jaro Pamarentahan dan saat ini dijabat oleh Bapak Saijah. Dan tugas utama untuk kepala desa adalah sebagai penyambung komunikasi antara lembaga adat dan pemerintah pada khususnya dan juga pada masyarakat diluar Baduy pada umumnya. 10 Ibid., h. 95

74 59

75 60 B. PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT BADUY Suku Baduy merupakan salah satu contoh nyata suku bangsa yang masih tetap menjaga amanat leluhur. Aturan adat merupakan pedoman kehidupan bagi tiap-tiap individu dalam menjalankan kehidupan yang mereka jalani. Masyarakat Baduy yang telah hidup berabad-abad tetap berupaya menjaga dan melestarikan amanat leluhur (Pikukuh Karuhunan) dari generasi ke generasi sebagai bentuk simbol peradaban kebudayaan kesukuan mereka termasuk juga dalam bidang pendidikan. Masyarakat Baduy sampai saat ini masih tetap menolak adanya pendidikan formal di dalam tanah ulayat dan melarang masyarakatnya untuk mengikuti pendidikan secara formal. Akan tetapi, dengan terus berkembangnya zaman dan semakin besarnya beban masyarakat Baduy dalam memenuhi kehidupan, maka secara tidak langsung membawa dampak terhadap pola kehidupan yang mereka jalani. Apakah pandangan tokoh adat dan masyarakat Baduy terhadap pendidikan masih tetap sejalan dengan yang diamanatkan? dan bagaimana dengan model/bentuk pendidikan yang berlangsung masih relevan dengan kondisi dan perubahan zaman yang terus berkembang. Berdasarkan hal tersebut, berikut ini akan dipaparkan mengenai Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam yang merupakan hasil dari pengamatan lapangan dan wawancara kepada tokohtokoh adat dan masyarakat Baduy Dalam. 1. Pandangan Masyarakat Baduy Dalam terhadap Pendidikan Pendidikan pada hakikatnya adalah segala upaya yang dilakukan manusia dalam mempertahankan kehidupannya. Pada era modern saat ini banyak masyarakat yang sering kali mengartikan pendidikan adalah sekolah. Jadi jika anak tidak bersekolah maka dikatakan anak tersebut tidak berpendidikan. Padahal kita ketahui bersama bahwa sekolah hanyalah salah satu lembaga pendidikan. Lalu bagimana dengan masyarakat Baduy yang secara terang-terangan menolak berdirinya sekolah di dalam tanah ulayat mereka dan melarang anak-anak mereka untuk bersekolah secara formal? Berikut ini adalah hasil wawancara dilakukan oleh peneliti mengenai makna pendidikan dari sudut pandang

76 61 tokoh adat Suku Baduy kepada Jaro Sami selaku Jaro Tangtu Cibeo : Pendidikan yang ada dalam masyarakat Suku Baduy adalah pendidikan yang mewariskan pengetahuan-pengetahuan adat. 12 Dapat dipahami dari pendapat tersebut bahwa di dalam masyarakat Baduy, pendidikan yang terpenting dan paling utama bagi mereka adalah pendidikan mengenai pengetahuan-pengetahuan adat. Pengetahuan adat/tradisional merupakan bentuk pengetahuan yang tidak bisa didapatkan di dalam pendidikan formal. Sistem pendidikan yang dijalakan oleh masyarakat Baduy merupakan sistem pendidikan yang disesuaikan dengan amanat-amanat adat yang menjadi landasan utama dari sistem pendidikan di dalam masyarakat Baduy. Kemudian pendapat tersebut diperjelas lagi oleh Ayah Mursid sebagai Wakil Jaro Tangtu Cibeo menjelaskan : Kalau berbicara sekolah dalam masyarakat Baduy merupakan hal yang tidak umum tapi dalam bahasa adatnya adalah Ngolah. Pada prinsipnya menurut saya antara sekolah dan ngolah hanya beda sebutan saja, hanya berbeda keseimbangan dan ukurannya saja yang berbeda, ngolah itu tetap kita belajar sesuai aturan yang berlaku, aturan yang sesuai tatanan tersebut, yaitu baik belajar bekal hidupnya, aspek pertanian, nilai-nilai kebudayaan, aturan tatanan yang berlaku dalam tatanan hukum adat, itu semua mana bisa tanpa ada cara-cara aturan penyampaian serta mendidik atau belajar ngola menurut kami. Untuk budaya baca-tulis itu pun menurut saya memang perlu tetapi sebagai pelengkap menurut adat, kenapa diperlukan yaitu untuk berhubungan keluar, lalu menyeimbangkan kondisi situasi alam seperti saat ini tetapi dengan ukuran-ukuran atau keseimbangan yang ada ditatanan hukum adat. 13 Dari penjelasan yang disampaikan tersebut dapat dimaknai bahwa masyarakat Baduy memiliki sistem pendidikan yang mereka sebut dengan istilah Ngolah. Dalam masyarakat Baduy, sekolah dan ngolah memiliki pengertian yang sama, yang membedakannya hanya pada proses dan tujuan pendidikannya saja. Di dalam ngolah yang menjadi fokus pembelajaran ialah aspek pertanian, nilai-nilai kebudayaan, aturan tatanan 12 Hasil wawancaradengan Jaro Sami, Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 11 Oktober 2015, pukul WIB. 13 Hasil wawancara dengan Ayah Mursid, Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada Rabu, 16 September 2015, pukul WIB.

77 62 yang berlaku dalam tatanan hukum adat yang bertujuan sebagai bekal hidup masyarakat Baduy. Jadi dalam pandangan masyarakat Baduy tujuan dari pendidikan/ngolah selama ini adalah untuk mempertahankan amanat leluhurnya. Pendidikan yang memprioritaskan tatanan hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat Baduy dan pendidikan yang tujuannya adalah untuk mewariskan nilai-nilai kebudayaan leluhurnya. Sedangkan pendidikan formal, yang dipelajari adalah pengetahuan-pengetahuan umum yang nantinya akan mengubah pola pikir masyarakat Baduy ke arah modern. Masyarakat Baduy memiliki tugas hidup yang spesifik, yaitu dengan menjalankan kehidupan yang sudah diatur dalam hukum adat. Jika masyarakat dibebaskan untuk mengikuti pendidikan formal maka dikhawatirkan akan membuat masyarakat Baduy jadi mengubah pola kehidupannya, seperti mencari kepuasan dan kemajuan zaman yang tidak ada habisnya serta lambat laun akan merusak tatanan hukum adat. Dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan beberapa masyarakat Baduy Dalam di Cibeo, mereka mengutarakan bahwa sampai saat ini khususnya masyarakat Cibeo tidak ada yang mengikuti pendidikan secara formal, mereka masih mengunakan cara-cara adat dalam mendidik anak-anak mereka. Berikut ini pernyataan Ayah Aldi sebagai warga kampung Cibeo: Bahwa untuk masyarakat adat tidak diizinkan untuk ikut pendidikan formal yang diperbolehkan hanya pendidikan keluarga dan adat. Jaro Sami sebagai wakil Puun bertugas dalam mengurus pendidikan adat. 14 Dapat dijelaskan memang untuk pendidikan sendiri mereka masih terbatas pada lingkungan keluarga dan adat. Pada prinsipnya masyarakat Baduy Dalam merupakan gambaran asli kehidupan Baduy zaman dahulu. Mereka hidup dengan rangkaian aturan yang melekat pada kehidupannya. Banyak di antara mereka yang tetap kuat dan bertahan dan hanya ada sedikit yang tidak dapat hidup dengan rangkaian tersebut dan akhirnya memilih hidup di luar perkampungan Baduy Dalam. Berikut ini beberapa 14 Hasil wawancara dengan Ayah Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Jum at, 08 Oktober 2015, pukul WIB.

78 63 pendapat masyarakat Baduy Dalam terhadap pendidikan dari hasil wawancara yang dilaksanakan di Kampung Cibeo: Pendidikan menurut saya adalah yang terpenting memiliki keterampilan agar dapat memenuhi kebutuhan untuk makan sama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 15 Pendidikan disini diraih melalui orang tua yang dipelajari adalah mantra-mantra dengan cara turun-temurun untuk keselamatan sendiri dasarnya adalah pendidikan adat. 16 Pendidikan menurut saya adalah pertanian jadi yang dipelajari adalah bagaimana cara tanam padi, nebang, bakar-bakar, dll. 17 Pendidikan menurut saya adalah bertani dan belajar bikin-bikin kerajinan. 18 Pendidikan paling penting menanam padi, nebang, bakar, dibersihin buat nanam padi, pisang, jagung, kacang, durian, dll. 19 Dari lima pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan mereka terhadap pendidikan masih sederhana dan masih tetap menjaga amanat leluhur mereka, seperti sekolah pertanian yang didapatkan secara turun-temurun. Pada hakikatnya pendidikan merupakan segala upaya manusia untuk mempertahankan peradabannya dengan cara menanamkan nilai, norma, kebudayaan yang diwariskan kepada generasi selanjutnya. Masyarakat Baduy Dalam dengan pandangan pendidikan tersebut menyakini bahwa pendidikan adat dengan model/bentuk yang berbeda pada pendidikan pada umumnya merupakan jalan terbaik untuk peradabannya. 15 Hasil wawancara dengan Ayah Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 16 Hasil wawancara dengan Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 17 Hasil wawancara dengan Pulung, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 18 Hasil wawancara dengan Ayah Sangsang, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB. 19 Hasil wawancara dengan Ayah Jamah, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB.

79 64 Kemudian bagaimana tanggapan mereka terhadap pendidikan formal (sekolah) apakah benar-benar ditabukan? Berikut ini pernyataan masyarakat Baduy Dalam terhadap pendidikan formal: Sekolah formal benar-benar tidak boleh dari aturan adat, saya tidak tahu alasannya tetapi aturan tersebut sudah ada dari dahulu, dari zaman kakek saya sampai bapak saya. 20 Pendidikan formal dilarang, alasannya saya kurang tau, jika kata orang tua tidak boleh berarti tidak boleh harus ikut aturan yang sudah ada. 21 Sekolah formal termasuk langgar adat yang ada adalah sekolah pertanian yaitu ngoret, ngasek, nebang, dll. Alasannya tidak boleh hidup puas-puas dan sudah menjadi suatu ketetapan adat harus dijalankan. 22 Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, disimpulkan bahwa pendidikan formal (sekolah) merupakan hal yang masih ditabukan khususnya untuk masyarakat Baduy Dalam yang masih tetap taat pada aturan adat. Seperti dalam pepatah masyarakat Baduy Lojor teu beunang dipotong, Pondok teu benang disambung, Gede teu benang dicokot, Leutik teu beunang ditambah artinya yang sudah ada dan menjadi amanat leluhur di dalam kehidupan masyarakat Baduy harus dipatuhi dengan prinsip hidup apa adanya sesuai dengan aturan yang berlaku sejak peradaban kesukuan mereka lahir. Adapun perubahan-perubahan pola pikir di tiap generasi pasti ada seperti saat ini tidak sedikit generasi muda Baduy Dalam mahir dalam hal membaca dan menulis, bahkan diantara mereka ada yang memiliki telepon genggam walaupun digunakan secara sembunyi-sembunyi karena akan dikenakan sanksi. 20 Hasil wawancara dengan Ayah Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 21 Hasil wawancara dengan Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 22 Hasil wawancara dengan Pulung, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB.

80 65 2. Model atau Bentuk Pendidikan Masyarakat Baduy Dalam Masyarakat Baduy sudah mengenal sistem pendidikan yang mereka terapkan sejak peradaban kesukuan mereka lahir dengan model atau bentuk yang khusus, berbeda dengan model atau bentuk pendidikan yang ditawarkan oleh pemerintah. Lalu bagaimanakah model atau bentuk pendidikan yang mereka jalankan selama ini? Berikut ini adalah beberapa hasil wawancara dari masyarakat Baduy Dalam khususnya di kampung Cibeo adalah sebagai berikut: Bentuk pendidikannya diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang. Seperti kolenjer dan aksara 20 harusnya pada bisa tetapi kenyataannya tidak semua bisa karena malas belajarnya. 23 Bentuknya dengan cara turun-temurun dengan cara lisan dari orang tua ke anak. 24 Model/bentuk pendidikannya dengan belajar mantra-mantra, membuat alat-alat perabotan rumah tangga, kerajinan, ngambil kayu dan belajarnya dengan orang tua. 25 Bentuk belajarnya dari orang tua yaitu belajar mantra-mantra, aksara 20, dan dengan cara lisan. 26 Dapat disimpulkan bahwa model/bentuk pendidikan yang diterapkan di dalam kehidupan masyarakat Baduy yaitu dengan cara turun-temurun dengan metode lisan dan ilmu pengetahuan yang biasa mereka dapatkan berupa mantra-mantra yang biasa digunakan untuk menanam padi atau dalam upacara-upacara adat, keterampilan pembuatan kerajinan, dan lain sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan Aksara 20 dan Kolenjer peneliti sendiri belum bisa jelaskan secara rinci dan mereka juga akui 23 Hasil wawancara dengan Ayah Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 24 Hasil wawancara dengan Ayah Sangsang, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB. 25 Hasil wawancara dengan Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 26 Hasil wawancara dengan Pulung, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB.

81 66 untuk pengetahuan tersebut tidak semua masyarakat Baduy mengerti dan dapat menjelaskannya. Seperti yang dikatakan oleh Jaro Sami : Aksara 20 harus bisa jika tidak dipelajari dan tidak tanya sama orang tua mana mungkin bisa 27. Jika dianalogikan di dalam sekolah/kelas terdapat anak yang bisa mengikuti seluruh mata pelajaran yang diberikan oleh gurunya dengan nilai yang baik dan ada pula anak yang tidak dapat nilai baik di semua mata pelajaran dan itu juga terjadi didalam masyarakat Baduy terutama di generasi muda tergantung pada tingkat motivasi belajar individunya. Adapun di dalam proses pembelajaran masyarakat Baduy lebih banyak memperoleh ilmu dari keluarga, adat, dan teman sebaya. Berikut ini akan dipaparkan peran lingkungan keluarga, adat, dan teman sebaya terhadap pendidikan di dalam masyarakat Baduy. a. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan pilar utama pendidikan, karena keluarga adalah tempat dimana seorang anak dilahirkan dan dibesarkan dan anak merupakan harta paling berharga yang dimiliki oleh orang tua sebagai pewaris dan penerus kehidupan. Adapun di dalam masyarakat Baduy peran keluarga dalam pendidikan merupakan hal yang paling vital dikarenakan di dalam aturan adat mereka menyebutkan bahwa pendidikan formal adalah sesuatu yang ditabukan. Jadi di dalam sebuah keluarga anak tersebut dipersiapkan bekal hidupnya untuk dapat menjalani kehidupan bermasyarakat terutama pemahamannya terhadap adat istiadat yang berlaku. Seperti yang disampaikan oleh Jaro Sami bahwa : Pada saat anak berusia kurang dari sepuluh tahun pendidikan adat dititipkan kepada orang tua, anak mulai belajar melalui praktik seperti belajar pertanian, hitungan tanggal, dll. 28 Pendapat tersebut sangat jelas bahwa pada saat anak masih berusia di 27 Hasil wawancaradengan Jaro Sami, Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 11 Oktober 2015, pukul WIB. 28 Hasil wawancaradengan Jaro Sami, Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 11 Oktober 2015, pukul WIB.

82 67 bawah sepuluh tahun maka orang tua yang memiliki kewajiban dalam memberikan pendidikan adat. Kemudian berikut ini adalah penuturan dari Ayah Mursid mengenai tugas dan fungsi keluarga dalam pendidikan di masyarakat Baduy, sebagai berikut: Orang tua memiliki tanggung jawab untuk membina, mendidik, memberikan aturan-aturan, pemahaman, serta bekal hidupnya baik dirinya sendiri, keluarga maupun lingkungan masyarakat adat. Yaitu kasih tau kolenjer, mengasih tau tentang cara menghitung, mengasih tau tentang tataran hukum adat, pasti nantinya tetap berada di lingkungan adat, akan menghadapi masalah-masalah adat, komunikasi, aturan-aturan keluar dari adat, yang pastinya akan berhadapan dan mudah-mudahan kalau kita sudah berikan aturan-aturan ini pikiran, kesadaran, serta hati anak tersebut karena udah dikasih gambaran yang akan menjadi bekal hidupnya dan menjadi tugas yang besar bagi diri sendiri, keluarga serta lingkungan. Baik antara Baduy Dalam dan Baduy Luar atau dengan masyarakat umum pastinya banyak tantangan. Jika ada tantangan dari luar mereka bisa mengendalikan sehingga dapat mengarahkan kearah yang positif atau ke arah yang tidak membahayakan. 29 Dari penjelasan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tugas dan fungsi keluarga adalah untuk memberikan pemahaman mengenai aturan-aturan adat sebagai dari bekal hidupnya. Selain itu, di dalam pendidikan keluarga selain anak dibimbing, dibina, dan diarahkan untuk pengetahuan adat, dalam keluarga anak didorong untuk memiliki keterampilan dalam menjalani hidupnya. Berikut ini hasil wawancara dengan Ayah Aldi seorang warga Cibeo mengatakan bahwa Proses pembelajarannya bertanya sama orang tua, seperti mantra-mantra, jampe-jampe, buat kerajinan dan 29 Hasil wawancara dengan Ayah Mursid, Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Rabu, 14 Oktober 2015, pukul WIB.

83 68

84 69 yang sudah beranjak dewasa sudah harus memiliki huma sendiri dan memulai hidup dengan mandiri, karena untuk dapat bisa menikah syarat utama yang harus dimiliki untuk laki-laki adalah memiliki huma dan biasanya untuk di wilayah Baduy Dalam mereka sudah dijodohkan oleh ketua adat ataupun orang tua mereka. Berikut ini hasil wawancara dengan masyarakat Baduy Dalam mengenai peranan keluarga dalam mendidik anak untuk sebagai bekali kehidupannya. Peran keluarga sangat penting, seperti belajar cara menanam padi, aturan-aturan adat, dan mantra-mantra juga didapat dari orang tua. 32 Belajarnya praktik langsung di ladang, ikut-ikut orang tua. 33 Dalam keluarga diajarkan cara bertani dan belajar mantramantra. 34 Peran keluarga sangat penting, mendidik anak dibawah sepuluh tahun pada keluarga dan diatas sepuluh tahun Jaro yang didik, biasanya ikut orang tua diajarkan cara-caranya sedangkan anak perempuan ikut ibunya dan laki-laki ikut dengan bapaknya. 35 Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa peran keluarga dalam hal ini adalah orang tua menjadi hal yang sangat penting karena di dalam keluarga anak dipersiapkan untuk dapat menjalankan kehidupannya dengan memberikan bekal hidup berupa pengetahuan tentang pertanian, pembuatan keterampilan agar nantinya dapat hidup mandiri. Di dalam masyarakat Baduy bahwa komunikasi antar anak dan orang tua sangat baik dikarenakan anak dan orang tua banyak 32 Hasil wawancara dengan Aldi, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 33 Hasil wawancara dengan Pulung, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 34 Hasil wawancara dengan Ayah Sangsang, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB. 35 Hasil wawancara dengan Ayah Jamah, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB.

85 70 menghabiskan waktu bersama dan orang tua dapat membentuk sikap dan tingkah laku anak sesuai dengan aturan adat yang diamanatkan berbeda dengan anak-anak yang berada di daerah perkotaan yang lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah dan bermain smart phone disebabkan orang tua sibuk dengan pekerjaannya sehigga tidak punya banyak waktu untuk keluarga. b. Lingkungan Adat (Tokoh Adat) Selain keluarga yang memiliki tugas untuk mendidik anak. Lembaga adat juga memiliki peranan yang penting pula dalam memberikan tambahan pengetahuan terhadap anak mengenai amanat leluhur yang biasanya diberikan oleh para tokoh-tokoh adat dalam sebuah pertemuan adat ataupun secara individu. Berikut penjelasan yang diberikan oleh Jaro Sami yang merupakan wakil dari Puun Cibeo bahwa: Pada usia anak lebih dari sepuluh tahun anak akan didik oleh lembaga adat dimana nantinya akan dikumpulkan semuanya di halaman (Balai Adat), untuk waktunya biasanya tidak tentu bisa dikumpulkan dalam satu bulan atau dua bulan sekali tergantung keperluan. Biasanya dala perkumpulan tersebut yang dibicarakan adalah mengenai amanah-amanah adat, seperti aturan pakaian, tidak boleh berkendaraan, wajib punya huma untuk ingin menikah, dll. Dalam sekali kumpul biasanya kurang lebih 200 orang dan pemberitahuannya satu minggu sebelumnya. 36 Dapat dipahami bahwa peran dari lembaga adat dalam pendidikan anak di dalam masyarakat Baduy khususnya Baduy Dalam memiliki posisi penting dikarenakan untuk dapat bisa memahami amanahamanah leluhur diperlukan sebuah ilmu dan perlu diwariskan sedangkan orang tua memiliki kelemahan-kelemahan atas segala sumber ilmu tersebut. Jadi, lembaga adat bertugas untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki oleh orang tua sama halnya dengan 36 Hasil wawancaradengan Jaro Sami, Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 11 Oktober 2015, pukul WIB.

86 71 masyarakat pada umumnya yang membutuhkan lembaga pendidikan sekolah untuk menutupi kekurangan yang dimiliki orang tua baik yang sifatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian dipertegas kembali oleh ayah Mursid mengenai tugas dan fungsi lembaga adat di dalam masyarakat Baduy Dalam, yaitu sebagai berikut: Salah satunya untuk mengingatkan kembali adat, aturan-aturan adat dengan banyaknya pengunjung, dengan kemajuan-kemajuan yang ada lembaga adat atau Jaro Tangtu (Jaro Sami) atau tokoh mengajak pada warganya supaya tetap berpegang teguh pada aturan adat, hormatilah aturan-aturan ini dengan nilai-nilai karena ini seolah-olah sebagai kewajiban kita bersama. 37 Dari pemamparan yang diberikan di atas, bahwa sudah menjadi sebuah tanggung jawab bersama (tokoh-tokoh adat) dalam membimbing anak-anak untuk terus mematuhi dan memahami aturanaturan adat. Dengan semakin banyaknya pengunjung yang datang dan ditambah kemajuan zaman yang tak terbendungkan maka secara langsung berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat Baduy. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban bagi lembaga adat untuk dapat menjaga kelangsungan kehidupan adat dengan cara-cara tertentu. Berikut ini adalah hasil wawancara mengenai peran lembaga adat (tokoh adat) dalam pendidikan. Tokoh adat memberikan amanat-amanat yang tidak boleh dilanggar seperti mengadakan razia HP, razia pakaian yang menggunakan mesin, dll. 38 Biasanya Jaro mengumpulkan anak muda rutin tiap 2/3 bulan sekali untuk memberikan larang-larangan disini dengan cara diceritakan Hasil wawancaradengan Ayah Mursid, Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Rabu, 14 Oktober 2015, pukul WIB. 38 Hasil wawancara dengan Pulung, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Sabtu, 08 April 2017, pukul WIB. 39 Hasil wawancara dengan Ayah Sangsang, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB.

87 72 Biasanya memberikan pendidikan tentang larangan-larangan adat, jika ada yang melanggar akan ditegur sampai dua/tiga kali jika tetap melanggar akan di keluarkan menjadi Baduy Luar. 40 Dapat disimpulkan bahwa lembaga adat (tokoh adat) memiliki peranan sangat penting yaitu sebagai pembina, pengawas, dan pengambil keputusan terhadap segala tidakan yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat Baduy. Tujuan dari lembaga adat yaitu agar masyarakat Baduy menjalankan kehidupannya tidak terlalu bebas dan dapat menjaga keberlangsungan amanat leluhur sehingga tidak ditinggalkan oleh generasi muda dengan tantangan yang semakin berat dan tidak dapat dihindarkan. Gambar 4.3 Ayah Mursid Tokoh Adat Baduy Dalam Sumber : Dokumentasi Pribadi Kemudian hal yang membedakan antara perkampungan Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah terdapatnya Balai Adat yang terdapat di setiap kampung Baduy Dalam. Balai Adat berfungsi sebagai tempat pemberian nasihat-nasihat adat dari para tokoh adat ataupun tempat mereka melaksanakan ritual-ritual tertentu dan tempat penyampai mengenai pendidikan adat. Selain itu Balai Adat terdapat juga alatalat kesenian seperti angklung, bedug, kerinding, dll yang biasanya mereka mainkan dalam acara-acara adat. Dalam permainan tersebut 40 Hasil wawancara dengan Ayah Jamah, Masyarakat Kampung Cibeo Baduy Dalam, pada hari Minggu, 09 April 2017, pukul WIB.

Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam

Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam Available online at : http://edujurnal.iainjambi.ac.id/index.php/ijer IJER, 2 (1), 2017, 11 17 Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat Baduy Dalam Hasyim Asy ari *, Syaripullah, Rudini Irawan Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai keragaman sosial, suku bangsa, kelompok etnis, budaya, adat istiadat, bahasa,

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan KONSEP PENDIDIKAN Imam Gunawan KONSEP MENDIDIK Mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan, dalam

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN DISUSUN OLEH :

LANDASAN PENDIDIKAN DISUSUN OLEH : LANDASAN PENDIDIKAN Nama NIM Dosen : : : DISUSUN OLEH : Suraya Atika 06141281419062 Dra. Masitoh M.Pd. PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN TAHUN 2014 KATA PENGANTAR Puji dan

Lebih terperinci

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat Human Relations Modul ke: Kebudayaan dan Human Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Amin Shabana Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Istilah kebudayaan merupakan tejemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU

2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini arus informasi sangat mudah didapatkan karena semakin meningkatnya kemampuan manusia dalam mengembangkan intelektualnya dalam bidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk budaya, berbicara mengenai makhluk budaya tentu saja kita akan kembali membahas tentang asal muasal manusia atau hakikat dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat 3

Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat 3 I PENDAHULUAN Manusia diciptakan Allah dalam struktur tubuh yang paling baik di antara makhluk lain. Manusia terdiri atas unsur jasmani dan rohani, atau unsur fisiologis dan psikologis. Dua struktur tersebut

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini kecenderungan prilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang anak masih mudah ditemukan. Berbagai kasus kriminal yang pernah terjadi tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan dan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara di segala bidang. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan dan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara di segala bidang. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin keberhasilan dan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara di segala bidang pembangunan, karena pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi kehidupan manusia; demikian pula bagi kehidupan suatu bangsa. Untuk mencapai tujuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyaknya tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia tidak lepas dari pesatnya perkembangan investasi asing atau yang biasa disebut dengan Penanaman modal asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN Syarif Firmansyah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial IKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan manusia, pendidikan mempunyai peran penting dalam usaha membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman akhlakul karimah, pembiasaan-pembiasaan atau keterampilan peserta

BAB I PENDAHULUAN. penanaman akhlakul karimah, pembiasaan-pembiasaan atau keterampilan peserta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu alat bagi manusia dalam mencapai kesempurnaan dalam hidupnya. Pendidikan merupakan modal untuk memberikan pengetahuan, penanaman akhlakul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM UPAYA GURU DALAM MENGATASI MASALAH KENAKALAN SISWA DI SMA NEGERI 1 PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP Ince Deriansyah Syam Pendidikan Sosiologi FIS-UNM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum Islam masuk ke Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan masyarakatnya sudah menganut agama dan kepercayaan tertentu, seperti memeluk agama Budha, Hindu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang pendidikan merupakan satu hal yang penting bagi semua warga Negara, karena lewat pendidikan manusia dididik agar dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan,

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan, BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Berbicara mengenai pendidikan secara umum kita harus merekonstruksi kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah usaha sadar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu kegiatan antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik, ataupun peserta didik dengan berbagai sumber belajar guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan harus mampu dalam perbaikan dan pembaharuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya transformasi budaya dan nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh generasi terdahulu

Lebih terperinci

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL Nama : Heru Hermawan NPM : 13110283 Kelas : 1KA34 PROGRAM PASCA SARJANA : SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS GUNADARMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara kita (Indonesia) tentang pendidikan juga diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan dan menyelaraskan pembangunan dan kemajuan, maka nilai akhlak harus tetap dilestarikan dan ditanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DwiMurtiningsih,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DwiMurtiningsih,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak belajar banyak hal, bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang mempunyai sikap dan pribadi yang kuat. Pendidikan mempunyai peran yang penting karena

Lebih terperinci

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merupakan salah satu pendidikan yang memiliki peran penting didalam upaya pembentukan karakter dan penerapan nilai-nilai

Lebih terperinci

Skripsi. diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah. Oleh : James Paul Piyoh

Skripsi. diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah. Oleh : James Paul Piyoh TRADISI UPACARA ADAT BABORE SEBAGAI SARANA PENGOBATAN TRADISIONAL BAGI MASYARAKAT SUKU DAYAK KANAYATN DESA HILIR TENGAH KECAMATAN NGABANG KABUPATEN LANDAK PROPINSI KALIMANTAN BARAT Skripsi diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Mata Kuliah : Landasan Pendidikan NamaDosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag, M.Pd.H. Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Oleh; PUTU

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran dalam membentuk dan mengembangkan kualitas pribadi bangsa. Pendidikan dapat mencakup seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena saat ini, keberadaan seni tradisi yang terdapat di daerah mulai menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam penyajian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan Tamansiswa, yaitu melaksanakan sepenuhnya ketentuan dari sistem pendidikan nasional dengan tetap mengamalkan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional dalam pandangan

Lebih terperinci

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM MUKADDIMAH Universitas Muhammadiyah Mataram disingkat UM Mataram adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan

Lebih terperinci

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM MEMBENTUK MORAL SISWA DI SD MUHAMMADIYAH 23 SEMANGGI SURAKARTA TAHUN 2016/2017

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM MEMBENTUK MORAL SISWA DI SD MUHAMMADIYAH 23 SEMANGGI SURAKARTA TAHUN 2016/2017 PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM MEMBENTUK MORAL SISWA DI SD MUHAMMADIYAH 23 SEMANGGI SURAKARTA TAHUN 2016/2017 Skripsi diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, yang mempunyai tujuan lebih tinggi dari sekedar untuk hidup, sehingga manusia lebih terhormat

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11

PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11 PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11 A. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci