MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WANG RESIDENCE JAKARTA BARAT DENGAN METODE PRACETAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WANG RESIDENCE JAKARTA BARAT DENGAN METODE PRACETAK"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR RC MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WANG RESIDENCE JAKARTA BARAT DENGAN METODE PRACETAK MUHAMMAD AULIA TRI MUNANDAR NRP Dosen Pembimbing I Harun Al-Rasyid, S.T., M.T., Ph.D. Dosen Pembimbing II Dr.Eng,Januarti Jaya E, ST.,MT DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017 ii

2 TUGAS AKHIR RC MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WANG RESIDENCE JAKARTA BARAT DENGAN METODE PRACETAK MUHAMMAD AULIA TRI MUNANDAR NRP Dosen Pembimbing I Harun Al-Rasyid, S.T., M.T., Ph.D. Dosen Pembimbing II Dr.Eng,Januarti Jaya E, ST.,MT DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

3 FINAL PROJECT RC MODIFICATION OF BUILDING WANG RESIDENCE IN WEST JAKARTA USING PRECAST CONCRETE MUHAMMAD AULIA TRI MUNANDAR NRP Advisor I: Harun Al-Rasyid, S.T., M.T., Ph.D. Advisor II: Dr.Eng,Januarti Jaya E, ST.,MT DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING Faculty of Civil Engineering and Planning Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

4

5 Halaman ini sengaja dikosongkan ii

6 MODIFIKASI GEDUNG WANG RESIDENCE JAKARTA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK Nama : Muhammad Aulia Tri Munandar NRP : Jurusan : Departemen Teknik Sipil Dosen Pembimbing I : Harun Al-Rasyid, S.T., M.T., Ph.D. Dosen Pembimbing II : Dr.Eng, Januarti Jaya E, ST.,MT. Abstrak Metode beton pracetak merupakan metode yang digunakan dalam perancangan bangunan disamping metode konvensional dengan cara cor ditempat. Seiring dengan perkembangannya, metode beton pracetak kini semakin banyak diaplikasikan dalam pembangunan bangunan seperti pada gedung, jembatan, maupun konstruksi lainnya. Penggunaan metode beton pracetak didasari pada beberapa keungggulan yang dimilikinya dibandingkan metode konvensional (cor ditempat). Dalam pelaksanaannya metode beton pracetak memiliki keunggulan dalam kecepatan pengerjaan dan kontrol kualitas beton itu sendiri. Struktur gedung apartemen Wang Residence Jakarta pada kondisi sebenarnya memakai metode cor setempat dan memiliki tinggi 120 lantai serta basement 2 lantai akan dimodifikasi menjadi 15 lantai serta 1 lantai basement. Gedung apartemen Wang Residence Jakarta ini akan dirancang menggunakan metode pracetak pada elemen balok dan pelat. Sedangkan pada elemen kolom, tangga dan pondasi direncanakan menggunakan metode cor ditempat (cast in situ). Jumlah jenis tipe dari elemen struktur yang berbeda sedapat mungkin dibuat seminimal mungkin. Hal ini karena elemen pracetak akan sangat ekonomis bila digunakan pada bangunan yang memiliki tipe tipikal. Pondasi gedung ini akan dirancang menggunakan pondasi tiang pancang. Gedung ini juga akan dirancang menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen iii

7 Khusus dengan dinding geser. Dengan demikian, beban gravitasi dan lateral 25% dipikul oleh rangka serta 75% dipikul oleh dinding geser. Hasil dari perencanaan ulang gedung Wang Residence ini meliputi ukuran balok induk 50/70, ukuran balok anak 30/40, dan ukuran kolom 100 x 100 cm. Perancangan gedung ini juga menggunakan shear wall yang juga difungsikan sebagai dinding lift. Sambungan antar elemen pracetak menggunakan sambungan basah dan konsol pendek. Kata Kunci : Pracetak, Precast, SRPMK, Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus, Shear wall, tipikal. iv

8 MODIFICATION OF BUILDING DESIGN WANG RESIDENCE IN WEST JAKARTA USING PRECAST CONCRETE Name of Student : Muhammad Aulia Tri Munandar NRP : Department : Civil Engineering Department Supervisor I : Harun Al-Rasyid, S.T., M.T., Ph.D. Supervisor II : Dr.Eng, Januarti Jaya E, ST.,MT. Abstract Precast concrete method is a method used in building design in addition to conventional methods by cast in situ. Along with the development, precast concrete method is now more widely applied in the construction of buildings such as buildings, bridges, and other construction. The use of precast concrete method is based on some of its superiority compared to conventional method (cast in situ). In the implementation the precast concrete method has an advantage in the speed of progressing and the quality control of the concrete itself. The actual structure of Wang Residence Jakarta apartment building uses local cast method which consists of 120 stories stories and 2 basements that will be modified to 15 stories building and 1 basement. The Wang Residence Jakarta apartment building will be designed using precast method on beam and plate elements. While on column elements, ladder and foundation is planned using cast in situ method. The types of different structural elements should be minimized as much as possible. This is because the precast element will be very economical to be used in buildings that have a typical type. The foundation of this building will be designed using pile foundation. The building will also be designed using a Special Moment Resisting Frame System with sliding wall. Thus, 25% gravity and lateral loads are resisted by the frame and 75% are carried by the sliding wall. v

9 The results of this redesign of Wang Residence are the dimension of main beam 50/70, sub beam 30/40, and column 100 x 100 cm. The design of this building also uses shear wall which also functioned as elevator wall. The connection between precast elements uses wet connection and short console. Keywords: Precast, SRPMK, Special Moment Resisting Frame System, Shear wall, Typical. vi

10 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan ridho-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Perancangan Modifikasi Gedung Wang Residence di Jakarta Barat dengan Menggunakan Metode Beton Pracetak. Dalam pembuatan proposal tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan saran, motivasi, bimbingan serta wawasan dari berbagai pihak yang sangat berharga. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Harun Al-Rasyid, S.T., M.T., Ph.D dan Dr.Eng, Januarti Jaya E, ST.,MT. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan ini. 2. Seluruh Dosen Pengajar dan Karyawan Departemen Teknik Sipil FTSP-ITS yang telah memberi pendidikan selama masuk dunia perkuliahan S1 Teknik Sipil. 3. Serta semua pihak yang selalu memberi dukungan untuk penulis selama perkuliahan dan pengerjaan tugas akhir ini, semoga jasa dan bantuannya dibalas pula kebaikan oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan sehingga belum mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Surabaya, 31 Juli 2017 Penulis vii

11 ix DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i Abstrak... iii Abstract... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Umum Khusus Tujuan Umum Khusus Batasan Masalah... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beton Pracetak Tinjauan Elemen Pracetak Pelat Balok Kolom Perencanaan Sambungan Sambungan dengan Cor Setempat Sambungan Las Sambungan Baut... 14

12 x 2.5 Titik-Titik Angkat dan Sokongan Pengangkatan Pelat Pracetak Pengangkatan Balok Pracetak Struktur Basement Metode Konstruksi Basement Tinjauan Elemen Pracetak Fase-Fase Penanganan Produk Pracetak Konsep Bangunan Tahan Gempa Konsep Desain Kapasitas Sistem Ganda (Dual System) Dinding Geser ( Shearwall ) Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM ) BAB III METODOLOGI Studi Literatur dan Data Perencanaan Literatur Terkait Perencanaan Gedung Pengumpulan Data Perancangan Gedung Data-Data Perencanaan Preliminary Design Pengaturan Denah Penentuan Dimensi Elemen Struktur Perencanaan Balok Anak Perencanaan Tangga Perencanaan Struktur Atap Perencanaan Lift Pembebanan Struktur Beban Gempa Beban Angin (Wind Load/WL) Permodelan Struktur Utama Analisis Struktur Perhitungan Gaya Dalam x

13 Kontrol Persyaratan Perencanaan Penulangan Struktur Perencanaan Tulangan Balok Perencanaan Tulangan Kolom Perhitungan Tulangan Pelat Perencanaan Sambungan Sambungan Balok Pracetak dengan Kolom Sambungan Balok Pracetak dengan Pelat Pracetak Sambungan Balok Induk dengan Balok Anak Detail Penulangan Sambungan Perencanaan Basement dan Pondasi Daya Dukung Tiang Vertikal Daya Dukung Tiang Horizontal Kebutuhan Tiang Pancang Perencanaan Terhadap Geser Penggambaran Hasil Perhitungan BAB IV PEMBAHASAN Preliminary Desain Umum Perencanaan Dimensi Balok Perencanaan Tebal Pelat Perencanaan Dimensi Kolom Perencanaan Struktur Sekunder Data Perencanaan Pelat Perencanaan Balok Anak Pracetak Perencanaan Tangga Perencanaan Balok Lift Pemodelan Struktur Perhitungan Berat Struktur Analisis Beban Seismik xi

14 xii Kontrol Desain Perencanaan Struktur Primer Umum Perencanaan Balok Induk Data Perencanaan Perencanaan Kolom Perencanaan Dinding Geser Perencanaan Basement Perencanaan Sambungan Umum Konsep Desain Sambungan Penggunaan Topping Beton Perencanaan Sambungan Balok dan Kolom Perencanaan Sambungan Pelat dan Balok Perencanaan Pondasi Umum Data Tanah Spesifikasi Tiang Pancang Perhitungan Pondasi Tiang Pancang Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok Kolom Metode Pelaksanaan Umum Metode Pelaksanaan Basement Pekerjaan Dewatering BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran xii

15 xiii DAFTAR PUSTAKA

16 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Denah Eksisting... 5 Gambar 2. 1 Pelat Pracetak berlubang (Hollow Core Slab)... 9 Gambar 2. 2 Pelat Pracetak Tanpa Lubang (Solid Slab) (Sumber: PCI Design Handbook 6th Edition)... 9 Gambar 2.3 Pelat pracetak (a) Single Tee dan (b) Double Tees (Sumber: PCI Design Handbook 6 th Edition)... 9 Gambar 2. 4 Balok berpenampang persegi (Rectangular Beam) Gambar 2. 5 Balok berpenampang L (L-Shaped Beam) Gambar 2. 6 Balok T terbalik (Inverted Tee Beam) Gambar 2. 7 Sambungan dengan cor setempat Gambar 2. 8 Sambungan dengan las dan baut Gambar 2. 9 Sambungan dengan menggunakan Presstresed Gambar Posisi titik angkat pelat (8 buah titik angkat) Gambar Pengangkatan balok pracetak Gambar Model pembebanan balok pracetak saat pengangkatan Gambar Titik-titik angkat dan sokongan sementara untuk produk pracetak balok Gambar Tekanan tanah yang terjadi di basement Gambar Metode Buttom Up Gambar Macam-macam mekanisme keruntuhan pada portal Gambar Sistem Ganda (Dual System) Sumber : Purwono, Gambar Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir Gambar 3. 2 Ketentuan Penggambaran Grafik Respon Spektrum Gambar 3. 3 Ilustrasi kuat momen yang bertemu di hubungan balok kolom Gambar 3. 4 Diagram alir p Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir Gambar 3. 2 Ketentuan Penggambaran Grafik Respon Spektrum Gambar 3. 3 Ilustrasi kuat momen yang bertemu di hubungan balok kolom xiv

17 Gambar 3. 4 Diagram alir perhitungan penulangan komponen lentur 42 Gambar 3. 5 Sambungan Balok dan Kolom Gambar 3. 6 Sambungan Antara Balok dengan Pelat Gambar 3. 7Sambungan balok induk dengan balok anak Gambar 3. 8 Detail kaitan untuk penyaluran kait standar Gambar 3. 9 Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang erhitungan penulangan komponen lentur Gambar 3. 5 Sambungan Balok dan Kolom Gambar 3. 6 Sambungan Antara Balok dengan Pelat Gambar 3. 7 Sambungan balok induk dengan balok anak Gambar 3. 8 Detail kaitan untuk penyaluran kait standar Gambar 3. 9 Tabel 3. 5Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang Gambar 4. 1 Denah Balok Induk dan Balok Anak Gambar 4. 2 Tipe Pelat HS cm Gambar 4. 3 Diagram Gaya Geser Horizontal Penampang Komposit 72 Gambar 4. 4(a) Dimensi Balok Anak Sebelum Komposit, (b) Dimensi Balok Anak Saat Pengecoran dan Balok Anak Sesudah Komposit Gambar 4. 5 Momen Saat Pengangkatan Balok Anak Gambar 4. 6 Letak Titik Pengangkatan Gambar 4. 7 Tampak samping Tangga lantai Gambar 4. 8 Denah tangga lantai Gambar 4. 9 Pemodelan Tangga Gambar Bidang M pada tangga Gambar Penulangan Tangga Gambar Denah lift Gambar Denah balok lift pada shearwall Gambar Ilustrasi pembebanan balok lift Gambar Denah Struktur Apartemen Wang Residence Jakarta Barat Gambar Pemodelan 3D Struktur Apartemen Wang Residence100 Gambar Pembebanan Balok Induk Sebelum Komposit Gambar Denah Pembalokan Gambar Gaya Geser Balok Gambar Momen Saat Pengangkatan Balok Induk Gambar Letak Titik Pengangkatan Gambar Potongan Rangka Struktur xv

18 xvi Gambar Diagram Interaksi Aksial dan Momen pada Kolom Gambar Ilustrasi Kuat Momen yang Bertemu di HBK Gambar 4. 25Denah penempatan shearwall Gambar 4. 26Diagram tegangan yang terjadi pada dinding basement Gambar Panjang Tumpuan pada Tumpuan Gambar 4. 28Mekanisme Pemindahan Beban Gambar Model keruntuhan Gambar Model Sambungan Balok pada Konsol Kolom Gambar Geometrik Konsol Pendek Gambar Panjang Penyaluran Kait Standar Balok Induk Gambar Grafik Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Gambar Pemodelan Pilecap Pada ETABS Gambar Diagram Momen Max Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Momen Max Positif yang Terjadi Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Momen Max Negatif yang Terjadi Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Mekanika Beban Poer Gambar Pemasangan Bekisting untuk Pembuatan Kolom Gambar Pemasangan Balok Induk Pracetak Gambar Pemasangan Balok Anak Pracetak Gambar 4. 42Pemasangan Tulangan Atas Gambar Pengecoran Topping Gambar Pelaksanaan Basement dengan Metode Konvensional Gambar Potongan Metode Cut Off xvi

19 DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Perbedaan Metode Penyambungan Tabel 2. 2 Angka pengali beban statis ekivalen untuk menghitung gaya pengangkatan dan gaya dinamis Tabel 3. 1 Beban mati pada struktur Tabel 3. 2 Beban hidup pada struktur Tabel 3. 3 Faktor Pengali Penyaluran Tulangan Tarik Tabel 3. 4 Faktor pengali penyaluran tulangan berkait dalam Tarik.. 47 Gambar 3. 9 Tabel 3. 5Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang Tabel 4. 1 Rekapitulasi Dimensi Balok Induk Tabel 4. 2 Rekapitulasi Dimensi Balok Anak Tabel 4. 3 Beban Mati pada Lantai Tabel 4. 4 Beban Hidup pada Lantai Tabel 4. 5 Beban Mati pada Lantai Tabel 4. 6 Beban Hidup pada Lantai Tabel 4. 7 Beban Mati pada Lantai Tabel 4. 8 Beban Hidup pada Lantai Tabel 4. 9 Beban Mati pada Lantai basement Tabel Beban Hidup pada Lantai Basement Tabel Tulangan Terpasang pada Pelat Tabel 4. 12Pembebanan pada pelat tangga Tabel Tabel penulangan pelat tangga Tabel Pembebanan bordes Tabel Rasio Partisipasi Massa Apartemen Wang Residence Tabel Perioda dan Frekuensi Struktur Tabel Gaya Geser Dasar akibat Beban Gempa Tabel Kontrol Simpangan Arah X dan Arah Y Terbesar Tabel Kontrol Sistem Ganda Tabel Output gaya Dalam Dinding Geser (ETABS 2015) Tabel Reaksi Terbesar Pada Tiap Joint Tabel Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Tabel Kapasitas Angkat dan Radius Tower Crane xvii

20 Halaman ini sengaja dikosongkan xviii

21 Halaman ini sengaja dikosongkan viii

22 ix DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i Abstrak... iii Abstract... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Umum Khusus Tujuan Umum Khusus Batasan Masalah... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beton Pracetak Tinjauan Elemen Pracetak Pelat Balok Kolom Perencanaan Sambungan Sambungan dengan Cor Setempat Sambungan Las Sambungan Baut ix

23 2.5 Titik-Titik Angkat dan Sokongan Pengangkatan Pelat Pracetak Pengangkatan Balok Pracetak Struktur Basement Metode Konstruksi Basement Tinjauan Elemen Pracetak Fase-Fase Penanganan Produk Pracetak Konsep Bangunan Tahan Gempa Konsep Desain Kapasitas Sistem Ganda (Dual System) Dinding Geser ( Shearwall ) Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM ) BAB III METODOLOGI Studi Literatur dan Data Perencanaan Literatur Terkait Perencanaan Gedung Pengumpulan Data Perancangan Gedung Data-Data Perencanaan Preliminary Design Pengaturan Denah Penentuan Dimensi Elemen Struktur Perencanaan Balok Anak Perencanaan Tangga Perencanaan Struktur Atap Perencanaan Lift Pembebanan Struktur Beban Gempa Beban Angin (Wind Load/WL) Permodelan Struktur Utama Analisis Struktur Perhitungan Gaya Dalam x

24 Kontrol Persyaratan Perencanaan Penulangan Struktur Perencanaan Tulangan Balok Perencanaan Tulangan Kolom Perhitungan Tulangan Pelat Perencanaan Sambungan Sambungan Balok Pracetak dengan Kolom Sambungan Balok Pracetak dengan Pelat Pracetak Sambungan Balok Induk dengan Balok Anak Detail Penulangan Sambungan Perencanaan Basement dan Pondasi Daya Dukung Tiang Vertikal Daya Dukung Tiang Horizontal Kebutuhan Tiang Pancang Perencanaan Terhadap Geser Penggambaran Hasil Perhitungan BAB IV PEMBAHASAN Preliminary Desain Umum Perencanaan Dimensi Balok Perencanaan Tebal Pelat Perencanaan Dimensi Kolom Perencanaan Struktur Sekunder Data Perencanaan Pelat Perencanaan Balok Anak Pracetak Perencanaan Tangga Perencanaan Balok Lift Pemodelan Struktur Perhitungan Berat Struktur Analisis Beban Seismik xi xi

25 4.3.3.Kontrol Desain Perencanaan Struktur Primer Umum Perencanaan Balok Induk Data Perencanaan Perencanaan Kolom Perencanaan Dinding Geser Perencanaan Basement Perencanaan Sambungan Umum Konsep Desain Sambungan Penggunaan Topping Beton Perencanaan Sambungan Balok dan Kolom Perencanaan Sambungan Pelat dan Balok Perencanaan Pondasi Umum Data Tanah Spesifikasi Tiang Pancang Perhitungan Pondasi Tiang Pancang Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok Kolom Metode Pelaksanaan Umum Metode Pelaksanaan Basement Pekerjaan Dewatering BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran xii

26 xiii DAFTAR PUSTAKA xiii

27 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Denah Eksisting... 5 Gambar 2. 1 Pelat Pracetak berlubang (Hollow Core Slab)... 9 Gambar 2. 2 Pelat Pracetak Tanpa Lubang (Solid Slab) (Sumber: PCI Design Handbook 6th Edition)... 9 Gambar 2.3 Pelat pracetak (a) Single Tee dan (b) Double Tees (Sumber: PCI Design Handbook 6 th Edition)... 9 Gambar 2. 4 Balok berpenampang persegi (Rectangular Beam) Gambar 2. 5 Balok berpenampang L (L-Shaped Beam) Gambar 2. 6 Balok T terbalik (Inverted Tee Beam) Gambar 2. 7 Sambungan dengan cor setempat Gambar 2. 8 Sambungan dengan las dan baut Gambar 2. 9 Sambungan dengan menggunakan Presstresed Gambar Posisi titik angkat pelat (8 buah titik angkat) Gambar Pengangkatan balok pracetak Gambar Model pembebanan balok pracetak saat pengangkatan Gambar Titik-titik angkat dan sokongan sementara untuk produk pracetak balok Gambar Tekanan tanah yang terjadi di basement Gambar Metode Buttom Up Gambar Macam-macam mekanisme keruntuhan pada portal Gambar Sistem Ganda (Dual System) Sumber : Purwono, Gambar Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir Gambar 3. 2 Ketentuan Penggambaran Grafik Respon Spektrum Gambar 3. 3 Ilustrasi kuat momen yang bertemu di hubungan balok kolom Gambar 3. 4 Diagram alir p Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir Gambar 3. 2 Ketentuan Penggambaran Grafik Respon Spektrum Gambar 3. 3 Ilustrasi kuat momen yang bertemu di hubungan balok kolom xiv

28 Gambar 3. 4 Diagram alir perhitungan penulangan komponen lentur 42 Gambar 3. 5 Sambungan Balok dan Kolom Gambar 3. 6 Sambungan Antara Balok dengan Pelat Gambar 3. 7Sambungan balok induk dengan balok anak Gambar 3. 8 Detail kaitan untuk penyaluran kait standar Gambar 3. 9 Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang erhitungan penulangan komponen lentur Gambar 3. 5 Sambungan Balok dan Kolom Gambar 3. 6 Sambungan Antara Balok dengan Pelat Gambar 3. 7 Sambungan balok induk dengan balok anak Gambar 3. 8 Detail kaitan untuk penyaluran kait standar Gambar 3. 9 Tabel 3. 5Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang Gambar 4. 1 Denah Balok Induk dan Balok Anak Gambar 4. 2 Tipe Pelat HS cm Gambar 4. 3 Diagram Gaya Geser Horizontal Penampang Komposit 72 Gambar 4. 4(a) Dimensi Balok Anak Sebelum Komposit, (b) Dimensi Balok Anak Saat Pengecoran dan Balok Anak Sesudah Komposit Gambar 4. 5 Momen Saat Pengangkatan Balok Anak Gambar 4. 6 Letak Titik Pengangkatan Gambar 4. 7 Tampak samping Tangga lantai Gambar 4. 8 Denah tangga lantai Gambar 4. 9 Pemodelan Tangga Gambar Bidang M pada tangga Gambar Penulangan Tangga Gambar Denah lift Gambar Denah balok lift pada shearwall Gambar Ilustrasi pembebanan balok lift Gambar Denah Struktur Apartemen Wang Residence Jakarta Barat Gambar Pemodelan 3D Struktur Apartemen Wang Residence100 Gambar Pembebanan Balok Induk Sebelum Komposit Gambar Denah Pembalokan Gambar Gaya Geser Balok Gambar Momen Saat Pengangkatan Balok Induk Gambar Letak Titik Pengangkatan Gambar Potongan Rangka Struktur xv xv

29 Gambar Diagram Interaksi Aksial dan Momen pada Kolom Gambar Ilustrasi Kuat Momen yang Bertemu di HBK Gambar 4. 25Denah penempatan shearwall Gambar 4. 26Diagram tegangan yang terjadi pada dinding basement Gambar Panjang Tumpuan pada Tumpuan Gambar 4. 28Mekanisme Pemindahan Beban Gambar Model keruntuhan Gambar Model Sambungan Balok pada Konsol Kolom Gambar Geometrik Konsol Pendek Gambar Panjang Penyaluran Kait Standar Balok Induk Gambar Grafik Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Gambar Pemodelan Pilecap Pada ETABS Gambar Diagram Momen Max Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Momen Max Positif yang Terjadi Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Momen Max Negatif yang Terjadi Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Mekanika Beban Poer Gambar Pemasangan Bekisting untuk Pembuatan Kolom Gambar Pemasangan Balok Induk Pracetak Gambar Pemasangan Balok Anak Pracetak Gambar 4. 42Pemasangan Tulangan Atas Gambar Pengecoran Topping Gambar Pelaksanaan Basement dengan Metode Konvensional Gambar Potongan Metode Cut Off xvi

30 DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Perbedaan Metode Penyambungan Tabel 2. 2 Angka pengali beban statis ekivalen untuk menghitung gaya pengangkatan dan gaya dinamis Tabel 3. 1 Beban mati pada struktur Tabel 3. 2 Beban hidup pada struktur Tabel 3. 3 Faktor Pengali Penyaluran Tulangan Tarik Tabel 3. 4 Faktor pengali penyaluran tulangan berkait dalam Tarik.. 47 Gambar 3. 9 Tabel 3. 5Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang Tabel 4. 1 Rekapitulasi Dimensi Balok Induk Tabel 4. 2 Rekapitulasi Dimensi Balok Anak Tabel 4. 3 Beban Mati pada Lantai Tabel 4. 4 Beban Hidup pada Lantai Tabel 4. 5 Beban Mati pada Lantai Tabel 4. 6 Beban Hidup pada Lantai Tabel 4. 7 Beban Mati pada Lantai Tabel 4. 8 Beban Hidup pada Lantai Tabel 4. 9 Beban Mati pada Lantai basement Tabel Beban Hidup pada Lantai Basement Tabel Tulangan Terpasang pada Pelat Tabel 4. 12Pembebanan pada pelat tangga Tabel Tabel penulangan pelat tangga Tabel Pembebanan bordes Tabel Rasio Partisipasi Massa Apartemen Wang Residence Tabel Perioda dan Frekuensi Struktur Tabel Gaya Geser Dasar akibat Beban Gempa Tabel Kontrol Simpangan Arah X dan Arah Y Terbesar Tabel Kontrol Sistem Ganda Tabel Output gaya Dalam Dinding Geser (ETABS 2015) Tabel Reaksi Terbesar Pada Tiap Joint Tabel Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Tabel Kapasitas Angkat dan Radius Tower Crane xvii

31 Halaman ini sengaja dikosongkan xviii

32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan ilmu teknologi sejauh ini, beton adalah bahan yang masih digunakan dalam teknik sipil baik itu bangunan gedung dan jembatan (Turai dan Waghmare 2015). Dalam pengaplikasianya terdapat dua jenis metode yang digunakan pada konstruksi suatu bangunan struktur beton bertulang, yakni metode cor ditempat (cast in situ) atau metode Pracetak (pre-cast). Metode cor ditempat adalah metode dimana pengecoran dilakukan dilokasi tepat elemen struktur tersebut akan dipasang. Sedangkan metode precast adalah metode dimana pengecoran sudah dilakukan di pabrik precast atau di tempat lain terlebih dahulu (fabrikasi) kemudian elemen struktur dibawa ke lapangan pengerjaan (transportasi) untuk dipasang menjadi suatu kesatuan bangunan yang utuh (ereksi) (Nandasari, Raka, dan Aji 2013). Dalam beberapa tahun terakhir pemilihan metode precast menjadi banyak dipilih di beberapa proyek, dikarenakan banyaknya pekerjaan sedangkan waktu pengerjaan yang sangat sedikit. Selain itu metode precast mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode cor di tempat yakni pada aspek pengendalian dan mutu yang terjamin, pengerjaan yang lebih cepat, serta dapat mengurangi tenaga kerja (Budiono dan Raka 2013). Karenanya metode beton precast pada hari ini menjadi solusi ideal untuk pembangunan proyek bangunan tempat tinggal (Apartemen) dikarenakan pengerjaanya yang bersifatnya berulang dan massal (Tjahjono dan Purnomo 2004). Indonesia adalah tempat bertemunya beberapa lempeng tektonik sehingga sebagian besar wilayah Indonesia terletak pada daerah gempa kuat. Oleh karena itu sistem pracetak yang dikembangkan haruslah direncanakan agar mampu menahan beban gempa yang kuat. Hingga sejauh ini ada 32 hak paten sistem pracetak tahan gempa yang telah dikembangkan dan dapat diterapkan pada pembangunan gedung bertingkat. Karenanya Sistem pracetak telah terbukti baik secara ilmiah maupun uji lapangan sebagai solusi ketahanan gempa, bahkan untuk daerah zona gempa kuat sekalipun. Hal ini disebabkan karena persyaratan 1

33 2 pengujian yang sangat ketat pada saat produksi sehingga menjamin terbangunnya bangunan dengan kualitas yang baik. (Nurjaman, Faizal dan Sidjabat 2010). Dalam penerapan metode beton pracetak perencana juga harus memperhatikan sistem sambungan komponen- komponen struktur beton pracetak. Sambungan antar komponen pracetak tidak hanya berfungsi sebagai penyalur beban tetapi juga harus mampu secara efektif mengintegrasikan komponen-komponen tersebut sehingga struktur secara keseluruan dapat berperilaku monolit. Karenanya penyatuan komponen-komponen tersebut menjadi sebuah struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang amat penting bagi gedung bertingkat (Syarifandi, Suprapto dan Wimbadi 2012). Gedung Apartemen Wang Residence di Jakarta merupakan struktur bangunan beton bertulang 20 lantai dengan beberapa tipe dimensi komponen gedung yang berbeda-beda. Lokasi awal Apartemen Wang Residence berada di Jalan kavling 18 Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta akan dibangun 1 tower Apartemen dengan tinggi 16 lantai (1 Lt. Parkir dan Komersil, 1 Lt. Hall; Exibition dan Lobby,14 Lantai Hunian Apartemen).Elemen-elemen struktur yang akan dipracetak adalah seluruh elemen struktur plat dan balok.sedangkan untuk sambungan digunakan sambungan basah dengan cor ditempat. Lokasi gedung Wang Residence berada di Jakarta Barat yang termasuk dalam zona gempa kuat (sesuai SNI 1726 : 2012). 1.2 Perumusan Masalah Umum Perumusan masalah secara umum dari perencanaan Gedung Apartemen Wang Residence adalah bagaimana membangun struktur gedung Apartemen bertingkat tinggi dengan menggunakan metode beton pracetak? Khusus 1) Bagaimana menentukan preliminary design, struktur primer dan struktur sekunder yang sesuai dengan hasil perencanaan? 2

34 2) Bagaimana perhitungan pembebanan setelah perencanaan struktur Apartemen Wang Residence? 3) Bagaimana melakukan analisa permodelan struktur Apartemen Wang Residence dengan menggunakan program bantu ETABS? 4) Bagaimana merencanakan komponen beton pracetak yang efektif dan efisien sehingga mampu menahan bebanbeban yang bekerja pada struktur Apartemen Wang Residence? 5) Bagaimana merencanakan sambungan antar elemen beton pracetak agar menjadi struktur elemen yang monolit? 6) Bagaimana merancang pondasi dari struktur Apartemen Wang Residence yang mampu menahan beban yang dipikul dan sesuai dengan kondisi tanah yang berbeda? 7) Bagaimana membuat gambar teknik dari hasil perhitungan struktur Apartemen Wang Residence menggunakan metode beton pracetak? 1.3 Tujuan Umum Tujuan dari perencanaan Gedung Apartemen Wang Residence ini adalah untuk mampu merencanakan struktur gedung bertingkat tinggi dengan menggunakan metode beton pracetak Khusus 1) Menentukan preliminary design, struktur primer dan struktur sekunder yang sesuai dengan hasil perencanaan ulang. 2) Menghitung pembebanan setelah perencanaan ulang struktur Apartemen Wang Residence. 3) Melakukan analisa permodelan Apartemen Wang Residence menggunakan metode beton pracetak dengan menggunakan program bantu ETABS. 4) Menentukan dimensi dari elemen beton pracetak monolit sehingga mampu menahan beban-bebas yang bekerja pada struktur Apartemen Wang Residence. 3

35 4 5) Menentukan metode sambungan dari elemen- elemen pracetak yang monolit. 6) Merancang pondasi dari struktur Apartemen Wang Residence yang mampu menahan beban yang dipikul dan sesuai dengan kondisi tanah yang berbeda. 7) Membuat gambar teknik dari hasil perhitungan struktur Apartemen Wang Residence menggunakan metode beton pracetak. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam perencanaan Gedung Apartemen Wang Residence adalah 1) Perencanaan menggunakan teknologi beton pracetak (non-prategang) pada semua elemen struktur kecuali dinding geser menggunakan sistem cor setempat (cast in site) 2) Perencanaan tidak meninjau dari segi produksi beton pracetak, segi analisis anggaran biaya dan manajemen konstruksi, metode pelaksanaan dan tidak memperhitungkan electrical dan plumbing. 3) Menggunakan program bantu ETABS, spcolumn, AutoCad. 1.5 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari perencanaan ini adalah : 1) Memahami perancangan metode beton pracetak pada struktur gedung bertingkat. 2) Mengetahui hal-hal apa aja yang perlu diperhatikan saat perencanaan struktur sehingga kegagalan struktur dapat dihindari. 3) Menjadi acuan bagi pembaca tentang pembangunan dengan menggunakan metode beton pracetak. 4) Menambah wawasan penulis tentang metode beton pracetak sehingga bermanfaat di masa mendatang ketika memasuki dunia kerja 4

36 5 Lokasi denah yang akan dimodifikasi. Gambar 1. 1 Denah Eksisting

37 6 Halaman ini sengaja dikosongkan 6

38 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas jurnal-jurnal dan dasar teori menyangkut perencanaan Gedung Apartemen Wang Residence secara umum dengan menggunakan beton pracetak secara khusus. 2.2 Beton Pracetak Sebenarnya beton pracetak tidak berbeda dengan beton biasa. Namun yang menjadikan berbeda adalah metoda pabrikasinya. Pada umumnya dianggap bahwa penggunaan beton pracetak lebih ekonomis dibandingkan dengan pengecoran ditempat dengan alasan mengurangi biaya pemakaian bekisting, mereduksi biaya upah pekerja karena jumlah pekerja relatif lebih sedikit, mereduksi durasi pelaksanaan proyek sehingga overhead yang dikeluarkan menjadi lebih kecil (Ervianto,2006). dibandingkan cast in-situ teknologi beton pracetak mempunyai beberapa keunggulan keunggulan yaitu : 1) Kemudahan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian biaya serta jadwal pekerjaan. 2) Tenaga yang dibutuhkan tiap unit komponen lebih kecil dikarenakan pelaksanaan pekerjaan dimungkinkan secara seri. 3) Menggunakan tenaga buruh kasar sehingga upah relatif lebih murah. 4) Waktu konstruksi yang relatif lebih singkat karena pekerja lapangan (di lokasi proyek) hanya mengerjakan cast in-situ dan kemudian menggabungkan dengan komponen-komponen beton pracetak. 5) Beton dengan mutu prima dapat lebih mudah dicapai di lingkungan pabrik. 6) Produksinya hampir tidak terpengaruh cuaca. 7) Biaya yang dialokasikan untuk supervisi relatif lebih kecil, hal ini disebabkan durasi proyek yang lebih singkat.

39 8 8) Kontinuitas proses konstruksi dapat terjaga sehingga perencanaan kegiatan dapat lebih akurat. 2.3 Tinjauan Elemen Pracetak Struktur beton pracetak adalah suatu kesatuan struktur dari beberapa komponen struktur pracetak yang berhubungan satu sama lain yang mampu menahan beban gravitasi dan angin (ataupun gempa).pada umumnya kerangka bangunan yang dibangun berupa perkantoran, gedung parker, sekolah, tempat perbelanjaan dan gedung-gedung lainnya.jumlah dari beton dalam kerangka bangunan pracetak adalah kurang dari 4% dari volume kasar gedung dan 2/3 dari angka tersebut merupakan pelat lantai. Sebagai contoh suatu pusat perbelanjaan dan gedung parkir (2001) elemen beton pracetaknya berupa kolom, balok, pelat lantai, tangga dan pengaku diagonal (Kim S. Elliot, 2002). Perhitungan beton pracetak pada umumnya sama dengan perhitungan bangunan beton konvensional pada umumnya. Perbedaannya terdapat pada metode pelaksanaan dan saat detail sambungan dari elemen-elemen struktur gedung pracetak tersebut Pelat Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur. Dalam PCI Design Handbook 6 th Edition Precast and Prestressed Concrete, ada tiga macam pelat pracetak (precast slab) yang umum diproduksi dan digunakan sebagai elemen pracetak, antara lain : 1) Pelat Pracetak Berlubang (Hollow Core Slab) Pelat ini merupakan pelat pracetak dimana ukuran tebal lebih besar dibanding dengan pelat pracetak tanpa lubang. Biasanya pelat tipe ini menggunakan kabel pratekan. Keuntungan dari pelat jenis ini adalah lebih ringan, tingkat durabilitas yang tinggi dan ketahanan terhadap api sangat tinggi. Pelat jenis ini memiliki lebar 8

40 rata-rata 2 hingga 8 feet dan tebal rata-rata 4 inchi hingga 15 inchi. 9 Gambar 2. 1 Pelat Pracetak berlubang (Hollow Core Slab) (Sumber : PCI Design Handbook 6th Edition) 2) Pelat Pracetak tanpa Lubang (Solid Slabs) Adalah pelat pracetak dimana tebal pelat lebih tipis dibandingkan dengan pelat pracetak dengan lubang. Keuntungan dari penggunaan pelat ini adalah mudah dalam penumpukan karena tidak memakan banyak tempat. Pelat ini bisa berupa pelat pratekan atau beton bertulang biasa dengan ketebalan dan lebar yang bervariasi. Umumnya bentang dari pelat ini antara 5 hingga 35 feet. Pada perencanaan ini pelat yang digunakan adalah pelat pracetak tanpa lubang. Gambar 2. 2 Pelat Pracetak Tanpa Lubang (Solid Slab) (Sumber : PCI Design Handbook 6th Edition) 3) Pelat Pracetak Double Tess dan Single Tees Pelat ini berbeda dengan pelat yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada pelat ini ada bagian berupa dua buah kaki sehingga tampak seperti dua T yang terhubung. Gambar 2.3 Pelat pracetak (a) Single Tee dan (b) Double Tees (Sumber: PCI Design Handbook 6th Edition)

41 Balok Untuk balok pracetak (Precast Beam), ada tiga jenis balok yang sering atau umum digunakan 1) Balok berpenampang persegi (Retangular Beam): Keuntungan dari balok jenis ini adalah sewaktu fabrikasi lebih mudah dengan bekisting yang lebih ekonomis dan tidak perlu memperhitungkan tulangan akibat cor sewaktu pelaksanaan. Gambar 2. 4 Balok berpenampang persegi (Rectangular Beam) 2) Balok berpenampang L (L-Shaped Beam) Gambar 2. 5 Balok berpenampang L (L-Shaped Beam) 3) Balok berpenampang T terbalik (Inverted Tee Beam) Gambar 2. 6 Balok T terbalik (Inverted Tee Beam) Kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu 10

42 bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Kolom dalam perencanaan tugas akhir ini tidak mengaplikasikan kolom pracetak. Didalam perencanaan ini digunakan kolom cor di tempat ( metode konvensional ) yang menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya. 2.4 Perencanaan Sambungan Proses penyatuan komponen-komponen struktur beton pracetak menjadi sebuah struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang penting dalam pengaplikasian teknologi beton pracetak. Oleh karena itu, perencanaan sambungan harus diperhatikan dengan seksama sehingga tidak menyulitkan pada saat pelaksanaan. Dalam teknologi beton pracetak, terdapat 3 (tiga) macam sambungan yang umum digunakan. Sambungan tersebut antara lain, sambungan dengan cor di tempat (in situ concrete joint), sambungan dengan menggunakan las dan sambungan dengan menggunakan baut. Masing-masing dari jenis sambungan tersebut memiliki karakteristik serta kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri yang disajikan dalam tabel 2.1 berikut. 11

43 12 Tabel 2. 1 Perbedaan Metode Penyambungan Sambungan Deskripsi dengan cor Sambungan setempat dengan las/baut Kebutuhan struktur Monolit Tidak monolit Jenis sambungan Basah Kering Toleransi dimensi Kebutuhan waktu agar berfungsi secara efektif Lebih tinggi Ketinggian bangunan - 12 Tergolong rendah, karena dibutuhkan akurasi yang tinggi Perlu setting time Segera dapat berfungsi Maksimal 25 meter Sumber : Wulfram I. Ervianto (2006) Sambungan dengan Cor Setempat Sambungan ini merupakan sambungan dengan menggunakan tulangan biasa sebagai penyambung / penghubung antar elemen beton baik antar pracetak ataupun antara pracetak dengan cor ditempat. Elemen pracetak yang sudah berada di tempatnya akan di cor bagian ujungnya untuk menyambungkan elemen satu dengan yang lain agar menjadi satu kesatuan yang monolit seperti yang ditunjukan pada gambar 2.7. Sambungan jenis ini disebut dengan sambungan basah. Sambungan jenis ini sering diterapkan dalam pelaksanaan konstruksi, karena tergolong mudah dalam pelaksanaannya. Selain itu sambungan ini dapat membuat bangunan menjadi lebih kaku dibanding menggunakan sambungan jenis lain. Dalam modifikasi ini akan direncanakan menggunakan sambungan cor setempat.

44 13 Overtopping Sengkang balok Balok pracetak Konsol pendek (cor di tempat) Sengkang kolom Kolom (cor di tempat) Gambar 2. 7 Sambungan dengan cor setempat Sambungan Las Alat sambung jenis ini menggunakan plat baja yang ditanam dalam beton pracetak yang akan disambung. Kedua pelat ini selanjutnya disambung atau disatukan dengan bantuan las seperti gambar 2.8. Melalui pelat baja inilah gaya-gaya yang akan diteruskan ke komponen yang terkait. Setelah pekerjaan pengelasan, dilanjutkan dengan menutup pelat sambung tersebut dengan adukan beton yang bertujuan untuk melindungi pelat dari korosi. Gambar 2. 8 Sambungan dengan las dan baut

45 14 Umumnya, pada pertemuan balok dan kolom, ujung balok di dukung oleh corbels atau biasa disebut dengan konsol yang menjadi satu dengan kolom. Penyatuan antara dua komponen tersebut menggunakan las yang dilaksanakan pada pelat baja yang tertanam dengan balok dengan pelat baja yang telah disiapkan pada sisi kolom Sambungan Baut Penyambungan cara ini diperlukan pelat baja dikedua elemen betok pracetak yang akan disatukan. Kedua komponen tersebut disatukan melalui pelat tersebut dengan alat sambung berupa baut dengan kuat tarik tinggi. Selanjutnya pelat sambung tersebut dicor dengan adukan beton, guna melindungi dari korosi. post-tensioning rod grout coupler bearing strips Gambar 2. 9 Sambungan dengan menggunakan Presstresed 2.5 Titik-Titik Angkat dan Sokongan Pengangkatan Pelat Pracetak Pemasangan pelat pracetak harus diperhatikan bahwa pelat akan mengalami pengangkatan sehingga perlu perencanaan terhadap tulangan angkat untuk pelat dengan tujuan untuk menghindari tegangan yang disebabkan oleh fleksibilitas dari truk pengangkut dalam perjalananmenuju lokasi proyek. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya momen-momen pada elemen 14

46 pracetak.pada saat pengangkatan elemen pracetak, dapat menggunakan bantuan balok angkat yang berfungsi untuk menyeimbangkan elemen pracetak pada saat pengangkatan. Jenis titik angkat pada pelat tersebit dijelaskan berikut ini : a.dua Titik Angkat Maksimum Momen (pendekatan) : +Mx = -My = 0,0107 w a 2 b +My = -My = 0,0107 w a b 2 Mx ditahan oleh penampang dengan lebar yang terkecil dan 15t atau b/2. My ditahan oleh penampang dengan lebar a/2 15 Gambar 2.10 Posisi titik angkat pelat (2 buah titik angkat) b. Empat Titik Angkat Maksimum Momen (pendekatan) : +Mx = -My = 0,0054 w a 2 b +My = -My = 0,0027 w a b 2 Mx ditahan oleh penampang dengan lebar yang terkecil dan 15t atau b/4

47 16 My ditahan oleh penampang dengan lebar a/2 ` Gambar Posisi titik angkat pelat (4 buah titik angkat) Pengangkatan Balok Pracetak Kondisi pertama adalah saat pengangkatan balok pracetak untuk dipasang pada tumpuannya. Pada kondisi ini beban yang bekerja adalah berat sendiri balok pracetak yang ditumpu oleh angkur pengangkatan yang menyebabkan terjadinya momen pada tengah bentang dan pada tumpuan. Ada dua hal yang harus ditinjau dalam kondisi ini, yaitu kekuatan angkur pengangkatan (lifting anchor) dan kekuatan lentur penampang beton pracetak. Gambar Pengangkatan balok pracetak 16

48 17 Gambar Model pembebanan balok pracetak saat pengangkatan Balok pracetak harus dirancang untuk menghindari kerusakan pada waktu proses pengangkatan. Titik pengangkatan dan kekuatan tulangan angkat harus menjamin keamanan elemen balok dari kerusakan. Titik pengangkatan balok dapat dilihat pada gmbar berikut : Gambar Titik-titik angkat dan sokongan sementara untuk produk pracetak balok (Sumber : PCI Design Handbook, Precast and Prestress Concrete 6th Edition, gambar )

49 18 Tabel 2. 2 Angka pengali beban statis ekivalen untuk menghitung gaya pengangkatan dan gaya dinamis. Pengangkatan dari bekisting 1,7 Pengangkatan ke tempat penyimpanan 1,2 Transportasi 1,5 Pemasangan 1,2 (Sumber : PCI Design Handbook, Precast and Prestress Concrete 6th Edition, gambar ) a. Orientasi produk dengan macam horizontal, vertikal, atau membentuk sudut b. Lokasi dan jumlah titik-titik angkat c. Lokasi dan jumlah titik-titik sokongan d. Beban sementara, seperti pekerja, peralatan selama pekerjaan, dan berat beton overtopping. 2.6 Struktur Basement Perencanaan dinding basement juga difungsikan sebagai dinding penahan tanah. Karena lantai basement berada didalam tanah maka seluruh dinding luar digunakan plat beton sebagai penahan tanah. Dinding basement mengalami tekanan horizontal yang diakibatkan oleh tanah dan tekanan akibat air di belakang dinding basement. Lantai 1 Lantai basement h h Th P= 1 2.h. T ( 2 3)h ( 1 3)h Gambar Tekanan tanah yang terjadi di basement 18

50 2.6.1 Metode Konstruksi Basement Metode konstruksi galian yaang dilaksanakan pada proyek pembangunan basement Apartemen Wang Residence menggunakan sistem Bottom Up. Pada sistem bottom up struktur basement dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan galian selesai mencapai elevasi rencana. Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu, kemudian basement. Pada sistem ini, galian tanah dapat berupa open cut atau dengan sistem dinding penahan tanah yang bisa sementara dan permanen. 19 Gambar Metode Buttom Up 2.7 Tinjauan Elemen Pracetak Fase-Fase Penanganan Produk Pracetak Sebelum digunakan produk pracetak mengalami fase-fase perlakuan yang meliputi: 1) Pengangkatan dari bekisting modul (stripping) a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut b. Lekatan permukaan beton dengan bekisting dan kejut, lihat tabel c. Jumlah dan lokasi peralatan angkat

51 20 d. Berat produk pracetak dan beban-beban tambahan, seperti bekisting yang e. terbawa saat produk diangkat 2) Penempatan ke lokasi penyimpanan (yard handling and storage) a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut b. Lokasi titik-titik angkat sementara c. Lokasi sokongan sehubungan dengan produk-produk lain yang juga disimpan d. Perlindungan dari sinar matahari langsung 3) Transportasi ke lokasi (transportation to the job site) a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut b. Lokasi sokongan vertikal maupun horisontal c. Kondisi kendaraan pengangkut, jalan, dan batas-batas berat muatan dari jalan yang akan dilalui 4) Pertimbangan dinamis saat transportasi4. Pemasangan (erection) a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut. b. Lokasi dan jumlah titik-titik angkat. c. Lokasi dan jumlah titik-titik sokongan. d. Beban sementara, seperti pekerja, peralatan selama pekerjaan, dan berat beton overtopping. 2.8 Konsep Bangunan Tahan Gempa Membangun bangunan yang tahan gempa sepenuhnya sangat tidak dianjurkan karena dinilai memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena itu prioritas utama dalam membangun bangunan tahan gempa adalah terciptanya suatu bangunan yang dapat mencegah terjadinya korban, serta memperkecil kerugian harta benda (Budiono 2011 dalam Suhaimi, dkk 2014). Dari hal tersebut filosofi dan konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa terbagi 3 macam, yaitu: 20

52 1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non- struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb). 2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non- strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak. 3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non- struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman. Untuk menciptakan bangunan tingkat tinggi sesuai kriteria diatas maka penggunaan Dinding geser (Shear wall) merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekakuan struktur dalam arah horisontal untuk menahan gaya-gaya lateral. Sebagai salah satu komponen vertikal, dinding geser memiliki berbagai bentuk potongan melintang yang kebanyakan tidak beraturan. Dengan adanya variasi bentuk potongan melintang, maka sangat diperlukan suatu sistim pemodelan yang tepat untuk analisa dinding geser (Windah 2011). 2.9 Konsep Desain Kapasitas Dalam perencanaan struktur, perencanaan limit states designnya disebut Capacity Design atau desain kapasitas yang berarti bahwa ragam keruntuhan struktur akibat pembebanan yang besar ditentukan lebih dahulu dengan elemen-elemen kritisnya dipilih sedemikian rupa agar mekanisme keruntuhannya dapat memancarkan energi yang sebesar-besarnya.agar elemenelemen kritis dapat dijamin pembentukannya secara sempurna maka elemen- elemen lainnya harus direncanakan khusus, agar lebih kuat dibandingkan elemen-elemen kritis. Salah satu filsafat yang dikenal dalam perencanaan capacity design disebut Kolom Kuat-Balok Lemah. (Pandaleke dan Kahiking 2013).Berikut 21

53 22 macam-macam mekanisme keruntuhan, seperti yang terdapat pada Gambar Macam-macam mekanisme keruntuhan pada portal Sumber : Jack P.Moehle et al, Sistem Ganda (Dual System) Berdasarkan SNI yaitu Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, untuk merencanakan bangunan tahan gempa, struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, dan mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan.hal itulah yang menjadikan dasar pemilihan sistem struktur ganda pada proposal tugas akhir ini. Selain itu sistem ganda memiliki 3 ciri dasar. Pertama, sistem rangka pemikul momen khusus berfungsi memikul beban gravitasi. Kedua, pemikul beban lateral dilakukan oleh dinding geser dengan sistem rangka pemikul momen khusus, dimana sistem rangka pemikul momen khusus harus sanggup memikul sedikitnya 25% dari beban dasar geser nominal. Ketiga, dinding geser dan sistem rangka pemikul momen khusus direncanakan memikul secara bersamasama seluruh beban latetal dengan memperhatikan sistem ganda dinding geser dan sistem rangka pemikul momen khusus direncanakan memikul secara bersamasam 22

54 seluruh beban latetal dengan memperhatikan sistem ganda (ASCE,2002) Dinding Geser ( Shearwall ) Bangunan beton bertulang, di dalam perilaku strukturnya, terdiri dari elemen pelat, balok dan kolom.namun ada satu tipe elemen lain yang serupa dengan pelat arah vertikal, dan elemen ini dinamakan dinding geser seperti terlihat pada gambar 1. Desain dan detailing yang cocok dari bangunan yang menggunakan dinding geser sejauh ini telah memperlihatkan kinerja yang sangat baik pada saat mengalami beban gempa. 23 Gambar Sistem Ganda (Dual System) Sumber : Purwono, 2005 Sebenarnya, dinding geser yang dipasang pada bangunan yang berada di area gempa kuat memerlukan suatu detailing yang khusus. Namun, kenyataannya, gedung-gedung yang memiliki dinding geser yang tidak sepenuhnya didesain secara justru sampai sekarang masih tetap berdiri dan jauh dari tahap keruntuhan akibat beban gempa yang terjadi. Sekarang ini, bangunan yang menggunakan dinding geser banyak diminati di negara- negara yang memiliki resiko terjadi gempa yang cukup tinggi. Sebab dinding geser sangat mudah untuk dirancang karena detailing penguatannya yang tidak terlalu rumit serta mudah diimplementasikan di area konstruksi. Dari segi efisiensi, dinding geser tergolong yang paling baik dari segi biaya konstruksi ataupun kemampuan meminimalisir kerusakan akibat

55 24 gempa pada elemen structural maupun non struktural dari suatu bangunan ( Manalip, Kumaat dan Runtu 2015) Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM ) Menurut SNI 1726:2012 sistem rangka pemikul momen merupakan sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang yang berfungsi untuk memikul beban gravitasi secara lengkap. Sedangkan beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur seperti yang diilustrasikan pada Gambar SRPM ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB), Sistem rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM), dan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Gambar Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Sumber : Purwono (2005) Berdasarkan SNI 2847:2013, perencanaan pembangunan gedung bertingkat untuk daerah dengan resiko gempa tinggi mengunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Struktur beton bertulang yang berada pada wilayah gempa dan resiko gempa kuat (kerusakan merupakan resiko utama), maka komponen struktur harus memenuhi syarat perencanaan dan pendetailan dari SNI 2847:2013 pasal

56 25 BAB III METODOLOGI Secara umum pengerjaan tugas akhir digambarkan dengan diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur dan Pengumpulan Data Preliminary Design Perencanaan Struktur Sekunder Kontrol Ya Pembebanan Struktur Tidak Permodelan dan Analisa Struktur Utama Perhitungan Struktur Utama Penulangan Struktur Pracetak Penulangan Struktur Cor Setempat Kontrol Tidak Ya Perencanaan Sambungan Struktur Perencanaan Basement dan Pondasi Kontrol Stabilitas Ya Metode Pelaksanaan Tidak Gambar Rencana Selesai Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir Perencanaan dimulai dengan melakukan pencarian studi literatur dan pengumpulan data sebagai landasan dalam

57 26 pengerjaan tugas akhir. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan kriteria desain untuk struktur utama dan struktur sekunder. Lalu dilakukan permodelan struktur utama dan analisa terhadap hasil permodelan. Langkah-langkah metode penyelesaian tugas akhir dijelaskan secara detail sebagai berikut: 3.1. Studi Literatur dan Data Perencanaan Literatur Terkait Perencanaan Gedung Mencari literatur dan peraturan (Building Code) yang akan menjadi acuan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, adapun beberapa literatur dan peraturan yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 2847:2013) 2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 1726:2012) 3. PCI Design Handbook: Precast and Prestressed Concrete edisi keenam (PCI, 2004) 4. Wulfram I. Ervianto Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi. 5. Wahyudi, Herman Daya Dukung Pondasi Dalam. Surabaya : ITS PRESS Pengumpulan Data Perancangan Gedung Gambar arsitektur (gambar denah, tampak, dan potongan) Data tanah (soil investigation) menggunakan data tanah drilling log Data-Data Perencanaan Pengumpulan Data Data-data perencanaan secara keseluruhan mencakup data umum bangunan, data bahan dan data tanah. 1. Data Umum Bangunan Nama gedung :Gedung Wang Residence Lokasi : Jalan kavling 18 Kedoya, Jakarta Fungsi : Apartemen Jumlah lantai : 15 lantai dan 1 basement Tinggi bangunan : m Struktur utama : Beton pracetak (non prategang) 26

58 2. Data Bahan : Kekuatan tekan beton (f c) : 35 MPa Tegangan leleh baja (fy) : 420 Mpa Data Tanah : (Terlampir) 3. Data Gambar Gambar Sruktur : (Terlampir) Gambar Arsitektur : (Terlampir) 3.2. Preliminary Design Pada preliminary design ini akan menentukan dimensi elemen struktur gedung untuk digunakan dalam tahap perancangan selanjutnya Pengaturan Denah Dalam pengaturan denah yang perlu diperhatikan adalah fungsi bangunan dan peruntukan tata ruang. Konfigurasi denah juga perlu disesuaikan agar lebih simetris, tanpa mengubah fungsi gedung semula Penentuan Dimensi Elemen Struktur Perencanaan Dimensi Kolom Menurut SNI 2847:2013 pasal aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur untuk komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka faktor reduksi (φ) dapat ditentukan. A = W ( 3. 1 ) ф x fc Dimana, W = Beban aksial yang diterima kolom. fc' = Kuat tekan beton karakteristik. A = Luas penampang kolom Perencanaan Dimensi Balok Induk Tabel minimum balok non-prategang apabila nilai lendutan tidak dihitung dapat dilihat pada SNI 2847:2013 pasal tabel 9.5(a). Nilai pada tabel tersebut berlaku apabila digunakan langsung untuk komponen struktur beton normal dan tulangan dengan mutu 420 MPa. hmin= L 16 digunakan apabila fy = 420 Mpa ( 3.2 ) 27

59 28 hmin= L fy (0,4 ) ( 3.3 ) digunakan untuk fy selain 420 Mpa h min= L (1,65 0,003wc) ( 3.4 ) 16 digunakan untuk nilai w c 1440 sampai 1840 kg/m Perencanaan Dimensi Pelat Dalam menentukan dimensi pelat langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan terlebih dahulu apakah pelat tergolong pelat satu arah (one-way slab). 2. Tebal minimum pelat satu arah (one-way slab) menggunakan rumus sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal (tabel 9.5(a)). 3. Dimensi pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi : a) Untuk α m yang sama atau lebih kecil dari 0,2 harus menggunakan SNI 2847:2013 pasal Tebal pelat tanpa penebalan 120 mm 2. Tebal pelat dengan penebalan 100 mm b) Untuk α m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus memenuhi : h = ln (0,8 + f y 1400 ) ( 3.5 ) β(α fm 0,2) dan tidak boleh kurang dari 125 mm. (SNI 2847:2013, persamaan 9-12) c) Untuk α m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari: y ln (0,8 + f h = 1400 ) ( 3.6 ) β dan tidak boleh kurang dari 90 mm.(sni 2847:2013, persamaan 9-13) Dimana, = rasio dimensi panjang terhadap pendek. 28

60 α m =nilai rata - rata dari α f untuk semua balok pada tepi dari suatu panel Perencanaan Balok Anak Untuk penentuan dimensi balok anak perhitungan sama dengan perhitungan balok induk Perencanaan Tangga Perencanaan desain awal tangga mencari lebar dan tinggi injakan. 60 cm 2t + i 65 cm ( 3.7 ) Dimana, t = tinggi injakan i α = lebar injakan = sudut kemiringan tangga ( 25 α 40 ) Untuk penulangan tangga, perhitungan penulangan pelat bordes dan pelat dasar tangga dilakukan sama dengan perencanaan tulangan pelat dengan anggapan tumpuan sederhana (sendi dan rol). Perencanaan tebal tangga ditentukan sesuai ketentuan dalam perhitungan dimensi awal pelat Perencanaan Struktur Atap Konstruksi atap direncanakan berfungsi sebagai pelindung komponen yang ada di bawahnya dalam gedung ini melindungi mesin elevator. Atap direncanakan hanya sebagai beban bagi konstruksi utama sehingga dalam perhitungannya dilakukan secara terpisah Perencanaan Lift Lift merupakan alat transportasi manusia dari satu lantai ke lantai lain dalam sebuah gedung. Perencanaan lift disesuaikan dengan jumlah lantai dan perkiraan jumlah penggunaan lift. Dalam perencanaan lift, metode perhitungan yang dilakukan merupakan analisis terhadap konstruksi ruang tempat lift dan balok penggantung katrol lift. Ruang landasan diberi kelonggaran (pit lift) supaya pada saat lift mencapai lantai paling bawah, lift tidak membentur dasar landasan, di samping itu berfungsi menahan lift apabila terjadi kecelakaan, misalnya saat tali putus. Perencanaan ini meliputi 29

61 30 perencanaan balok penumpu depan, penumpu belakang, dan balok penggantung lift Pembebanan Struktur Dalam melakukan analisa desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Beban yang bekerja pada suatu struktur ada beberapa jenis menurut karakteristik, yaitu beban statis dan beban dinamis. Berikut ini akan menjelaskan lebih detail mengenai pembebanan sesuai dengan ketentuan berdasarkan SNI 1726:2012 dan ketentuan SNI 2847: Beban Statis Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada struktur dan juga yang diasosiasikan timbul secara perlahanlahan, dan mempunyai karakter steady-states yaitu bersifat tetap. Jenis-jenis beban statis menurut Peraturan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung 1983 adalah sebagai berikut: 1. Beban Mati Beban mati adalah beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis, dan partisi yang dapat dipindahkan. Beban mati yang digunakan pada perancangan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983) yang tertera pada Tabel 3.3. Tabel 3. 1 Beban mati pada struktur Beban Mati Besar Beban Batu Alam 2600 kg/m 3 Beton Bertulang 2400 kg/m 3 Dinding pasangan bata 250 kg/m 2 merah (1/2 batu) Kaca setebal 12 mm 30 kg/m 2 Langit-langit + 18 kg/m 2 penggantung 30

62 31 Lantai ubin semen 24 kg/m 2 portland Spesi per cm tebal 21 kg/m 2 2. Beban Hidup Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Semua beban hidup mempunyai karakteristik dapat berpindah atau bergerak. Secara umum beban ini bekerja dengan arah vertikal ke bawah, tetapi kadang-kadang dapat berarah horizontal. Beban hidup diperhitungkan berdasarkan pendekatan matematis dan menurut kebiasaan yang berlaku pada pelaksanaan konstruksi di Indonesia. Untuk menentukan secara pasti beban hidup yang bekerja pada suatu lantai bangunan sangatlah sulit, dikarenakan fluktuasi beban hidup bervariasi, tergantung dan banyak faktor. Oleh karena itu, faktor beban beban hidup lebih besar dibandingkan dengan beban mati. Peraturan yang digunakan dalam perancangan beban hidup berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983) pada Tabel 3.2. Tabel 3. 2 Beban hidup pada struktur Beban hidup pada lantai gedung Besar Beban Lantai kantor, toko, hotel 250 kg/m 2 Lantai dan balkon dari ruang pertemuan 400 kg/m 2 Tangga, bordes tangga, dan gang 300 kg/m 2 Lantai untuk: gudang, ruang alat, dan ruang mesin 400 kg/m 2 Beban pekerja 100 /m Beban Gempa Analisa pembebanan gempa pada gedung ini mengacu pada SNI , dengan tinjuan lokasi gempa dari daerah Jakarta. Adapun langkah-langkanya yaitu: 1. Menetapkan kategori risiko bangunan berdasarkan Tabel 1 halaman Menentukan faktor keutamaan gempa berdasarkan Tabel 2 halaman 15.

63 32 3. Menentukan parameter percepatan gempa terpetakan (Ss, dan S1) berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10 halaman Menentukan koefisien situs (F a dan F v) berdasarkan Pasal 6.2 dan menurut Tabel 4 dan Tabel Menghitung parameter percepatan desain spektral dengan Persamaan (3-8) dan (3-9) 6. (SNI pasal 6.2 dan pasal 6.3). S DS= 2 3 S MS ( 3.8 ) S D1= 2 3 S M1 ( 3.9 ) dengan : S MS = F A x S S ( 3.10 ) S M1 = F v x S 1 ( 3.11 ) 7. Menentukan kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode pendek (SNI Tabel 6). dan untuk kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode 1 s (SNI Tabel 7). 8. Menentukan koefisien modifikasi respon (R), faktor pembesaran defleksi (C d), dan faktor kuat lebih sistem (Ω 0) berdasarkan (SNI Tabel 9). 9. Menentukan prosedur analisis gaya gempa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kategori desain gempa, sistem struktur, sifat dinamik dari struktur, tingkat keteraturan, atau dengan persetujuan pihak yang berkompeten di bidangnya. 10. Melakukan analisis statik ekuivalen a) Menentukan periode fundamental perkiraan, T a, dengan Persamaan (3-12) (SNI pasal ). x T a = C t x h n ( 3.12 ) Keterangan : C t, dan x = koefisien parameter waktu getar perkiraan h n = tinggi struktur Dalam tugas akhir menggunakan yaitu analisis statik ekuivalen dan analisis modal respon spektrum. b) Menentukan batas periode struktur dengan Persamaan (3-13). 32

64 T a C u x T a ( 3.13 ) Keterangan : T a = periode fundamental perkiraan C u = koefisien untuk batas atas periode hasil perhitungan c) Menghitung koefisien respon seismik dengan Persamaan (3-14) (SNI Pasal ). C S = S DS ( R Ie ) ( 3.14 ) Keterangan: S DS = parameter akselerasi desain spektral periode pendek R = koefisien modifikasi respon Ie = faktor keutamaan gempa nilai C s di atas tidak perlu melebihi nilai Persamaan (3-15). C S = S D1 T( R Ie ) ( 3.15 ) Dan nilai C s tidak boleh kurang dari nilai Persamaan (3-16) C S = 0,44. S D1. I e 0,01 ( 3.16 ) Untuk struktur dengan lokasi di mana S 1 0,6 g, nilai Cs tidak boleh kurang dari nilai Persamaan (3-17) C S = 0,5 S 1 ( R Ie ) ( 3.17 ) Keterangan : S D1 = parameter percepatan desain spektral periode 1 s T = periode fundamental struktur S 1 = parameter percepatan desain spektral maksimum d) Menghitung gaya geser dasar seismik dengan Persamaan (3-18) (SNI pasal 7.8.1). V C S W ( 3.18 ) Keterangan : C s = koefisien respon seismik W = berat efektif seismik e) Menghitung distribusi vertikal gaya gempa dengan Persamaan (3-19) (SNI pasal 7.8.3) F X = C VX V ( 3.19 ) dengan : 33

65 34 CVX = k W x h x n k ( i=1 w i h i ) ( 3.20 ) Keterangan : C vx = Faktor distribusi vertikal w i dan w x = Bagian dari berat total seismik efektif struktur (W) yang ditempatkan pada tingat i atau x h i dan h x = Tinggi dari dasar ke tingkat i atau x k = Eksponen yang terkait dengan periode struktur yang nilainya sebagai berikut : - untuk struktur dengan periode 0,5 s, k =1 - untuk struktur dengan periode 2,5 s, k=2 - untuk struktur dengan periode antara 0,5 s sampai 2,5 s, k=2 atau ditetapkan dengan interpolasi antara 1 dan 2 f) Menghitung distribusi horizontal gaya di tiap lantai dengan persamaan (3-21) (SNI pasal 7.8.4) n V x = i=0 F i ( 3.21 ) Keterangan : F i = bagian dari gaya geser dasar seismik yang terjadi pada tingkat i 11. Melakukan analisis modal respon spektrum Analisis modal respon spektrum dilakukan menggambar grafik respon spektrum rencana ke dalam program analisis struktur. Ketentuan mengenai penggambaran grafik respon spektrum dijelaskan pada Gambar

66 35 Gambar 3. 2 Ketentuan Penggambaran Grafik Respon Spektrum (Sumber : SNI ) Pada periode T < T0, respon spektra percepatan : S a = S DS (0,4 + 0,6 T T 0 ) ( 3.22 ) Pada periode T 0 T T s, respon spektra percepatan : S a = S DS ( 3.23 ) Pada T >Ts, respon spektra percepatan : Dengan : S a = S D1 T ( 3.24 ) T 0 = 0,2 S D1 S DS ( 3.25 ) T S = S D1 S DS ( 3.26 ) Beban Angin (Wind Load/WL) Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 : - Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk bujur sangkar dengan arah angin 45 terhadap bidang-bidang rangka, koefisien angin untuk kedua bidang

67 36 rangka di pihak angin masing-masing 0,65 (tekan) dan untuk kedua rangka di belakang angin masing-masing 0,5 (isap). - Kecuali itu, masing-masing rangka harus diperhitungkan terhadap beban angin yang bekerja dengan arah tegak lurus pada salah satu bidang rangka, koefisien angin untuk rangka pertama di pihak angin adalah 1,6 (tekan) dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah 1,2 (isap). - Untuk atap segitiga majemuk, untuk bidang-bidang atap di pihak angin dengan α<65 koefisien (0,2α 0,4) (tekan), dan untuk semua bidang atap di belakang angin untuk semua α adalah 0,4 (isap). - Tekanan tiup (beban angin) di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m 2. Adapun kombinasi pembebanan sesuai dengan SNI pasal ) U = 1,4 D 2) U = 1,2 D +1,6 L 3) U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E 4) U = 1,0 D + 1,0 L 5) U = 0,9 D ± 1,0 E Di mana: U = beban ultimate D = beban mati L = beban hidup E = beban gempa 3.5. Permodelan Struktur Utama Permodelan struktur utama dilakukan untuk mengetahui perilaku struktur akibat pembebanan yang ada, baik beban gravitasi maupun beban gempa. Hasil dari permodelan ini antara lain untuk mengetahui perilaku struktur secara keseluruhan dan perilaku komponen struktur. Perilaku struktur secara keseluruhan meliputi partisipasi massa harus memenuhi, simpangan per lantai harus memenuhi, serta gaya geser gempa harus mendekati total reaksi horizontal di perletakan. Sedangkan perilaku komponen struktur meliputi komponen kolom dan balok 36

68 37 yang ditinjau dari gaya dalam yang didapat dari permodelan struktur. Gaya dalam pada kolom yang perlu diperhatikan antara lain aksial, momen arah x & y, torsi, dan geser. Gaya dalam pada balok antara lain momen, geser, dan torsi. Permodelan struktur dilakukan dengan menggunakan program bantu SAP2000 dengan langkah-langkah permodelan sebagai berikut : menggambar bentuk model struktur, mendesain penampang dan material, memasukkan beban gravitasi dan beban gempa, perletakan diasumsikan sebagai jepit-jepit, kemudian dilakukan running, setelah itu dilakukan pengecekan struktur terhadap persyaratan yang ada Analisis Struktur Perhitungan Gaya Dalam Analisis struktur dilakukan untuk mendapatkan gaya dalam yang selanjutnya digunakan untuk merancang elemen dan sambungan pada struktur. Perhitungan gaya-gaya dalam struktur utama menggunakan bantuan program SAP2000. Adapun hal- hal yang diperhatikan dalam analisa struktur ini antara lain: Bentuk gedung Dimensi elemen-elemen struktur dari preliminary design Wilayah gempa Pembebanan struktur dan kombinasi pembebanan Kontrol Persyaratan Hasil analisis struktur bangunan gedung dikontrol terhadap persyaratan bangunan tahan gempa sesuai SNI 1726:2012, meliputi persyaratan: Jumlah ragam partisipasi massa Geser dasar seismik (V) Koefisien respon seismik (C s) Periode waktu getar alami fundamental (T) Simpangan antar lantai (Δ) Hasil rancangan elemen dan sambungan struktur dikontrol kekuatannya terhadap gaya dalam akibat beban-beban yang ada sesuai standar yang berlaku.

69 Perencanaan Penulangan Struktur Perhitungan perencanaan struktur utama dilakukan setelah perhitungan untuk elemen sekunder beserta gaya-gaya dalam yang diperoleh dari hasil analisa struktur, selanjutnya pendetailan elemen-elemen struktur utama. Perencanaan struktur ini meliputi perencanaan penulangan lentur dan perencanaan penulangan geser Perencanaan Tulangan Balok Perhitungan Tulangan Lentur Balok Tahapan yang digunakan dalam menentukan tulangan lentur pelat adalah sebagai berikut: 1. Menentukan data-data d, fy, f c, dan Mu 2. Menentukan harga β1 β 1 = 0,85 0,05 f c 28 ( 3.27 ) 7 (SNI 2847:2013 pasal ) 3. Menentukan batasan harga tulangan dengan menggunakan rasio tulangan yang disyaratkan sebagai berikut : ρb = 0,85β1f c 600 ( fy fy ) ( 3.28 ) SNI 2847:2013 lampiran B (8.4.2) ρ < 0,025 ( 3.29 ) SNI pasal ( ) ρ < 0,75 ρb ( 3.30 ) SNI 2847:2013 lampiran B (10.3.3) 0,25 x f c ( 3.31 ) ρmin = fy ρmin = 1,4 ( 3.32 ) fy (SNI 2847:2013 pasal ) Dari kedua harga ρ min tersebut, diambil harga yang terbesar sebagai yang menentukan. 38

70 39 4. Menentukan harga m m = fy ( 3.33 ) 0,85 fc 5. Menentukan Rn Rn = Mn ( 3.34 ) фbd 2 Diketahui harga Ø ditentukan (SNI 2847:2013 pasal 9.3) 6. Hitung rasio tulangan yang dibutuhkan : p = 1 m 2 x m x Rn (1 1 ) fy ( 3.35 ) 7. Menentukan luas tulangan (AS) dari ῤ yang didapat ρ = A S b x d As = ρ x b x d ( 3.36 ) 8. Menentukan jumlah tulangan As perlu Jumlah Tulangan = ( 3.37 ) 1 4 π 2 9. Menghitung jarak tulangan Jarak Tulangan = b n L 2d 2 S ( 3.38 ) n Perhitungan Tulangan Geser Balok Perencanaan penampang geser harus didasarkan sesuai SNI 2847:2013, Pasal harus memenuhi ØV n V u Dimana : Vn = kuat geser nominal penampang V u = kuat geser terfaktor pada penampang Ø = reduksi kekuatan untuk geser = 0,75 Kuat geser nominal dari penampang merupakan sumbangan kuat geser beton (V c ) dan tulangan (V s ) V n = V c + V s ( 3.39 ) (SNI 2847:2013, Pasal persamaan 11-2) dan untuk V C = 0,17 α f c. b w d ( 3.40 )

71 40 (SNI 2847:2013, Pasal persamaan 11-3) Perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada : фv n V u ( 3.41) (SNI 2847:2013, Pasal ) Dimana : V u = geser terfaktor pada penampang yang ditinjau V n = Kuat geser nominal V c = Kuat geser beton = Kuat geser nominal tulangan geser V s Kontrol Torsi Pengaruh torsi harus diperhitungkan apabila : T u φ f c ( A cp P ) ( 3.42 ) cp (SNI 2847:2013, Pasal ) Perencanaan penampang terhadap torsi: T u ф T n ( 3.43 ) (SNI 2847:2013, Pasal pers.11-20) Tulangan sengkang untuk puntir: T n = 2. A 0.A t. f y φ f c s 40 cot Ѳ ( 3.44 ) (SNI 2847:2013, Pasal pers.11-21) Di mana: T u = Momen torsi terfaktor T n = Kuat momen tosi T c = Kuat torsi nominal yang disumbang oleh beton T s = Kuat momen torsi nominal tulangan geser A 0 = Luas yang dibatasi oleh lintasan aliran geser mm Perencanaan Tulangan Kolom Detail penulangan kolom akibat beban aksial tekan harus sesuai SNI 2847:2013 Pasal Sedangkan untuk

72 perhitungan tulangan geser harus sesuai dengan SNI 2847: Pasal Persyaratan Strong Coloumn Weak Beams Sesuai dengan filosofi desain kapasitas, maka SNI 2847:2013 pasal mensyaratkan bahwa. Mn c (1,2) Mn b Di mana ΣM nc adalah momen kapasitas kolom dan ΣM nb merupakan momen kapasitas balok. Perlu dipahami bahwa Mnc harus dicari dari gaya aksial terfaktor yang menghasilkan kuat lentur terendah, sesuai dengan arah gempa yang ditinjau yang dipakai untuk memeriksa syarat strong column weak beam. Setelah kita dapatkan jumlah tulangan untuk kolom, maka selanjutnya adalah mengontrol kapasitas kolom tersebut agar memenuhi persyaratan strong column weak beam. Dengan penjelasan ilustrasi pada Gambar Gambar 3. 3 Ilustrasi kuat momen yang bertemu di hubungan balok kolom Perhitungan Tulangan Pelat Perhitungan Tulangan Lentur fc, fy, m, b, u Rn θ x b x d x 2 1 ρ 1 m 2 x Rn x m 1 fy

73 42 < min min < < > max pakai = min pakai = As = ρpakai x b x d pakai = max Gambar 3. 4 Diagram alir perhitungan penulangan komponen lentur Perhitungan tulangan dijelaskan secara umum melalui diagram alir pada Gambar Perhitungan Tulangan Susut Kebutuhan tulangan susut diatur dalam SNI 2847:2013 Pasal Kontrol Retak Tulangan Untuk menghindari retak-retak beton di sekitar baja tulangan, maka penggunaan tulangan lentur dengan kuat leleh melebihi 300 MPa perlu dilakukan kontrol terhadap retak sesuai SNI 2847:2013, Pasal dengan : 3 Z = f s d c A ( 3.44 ) Di mana: Z N/mm untuk penampang dalam ruangan, Z N/mm untuk di luar ruangan, f s = tegangan dalam tulangan yang dihitung pada kondisi beban kerja, boleh diambil sebesar 0,60 fy (MPa) d c = tebal selimut beton diukur dari serat tarik terluar ke pusat batang tulangan atau kawat yang terdekat (mm) A = 2 d cb ( 3.45 ) n 42

74 A = Luas efektif beton tarik di sekitar tulangan lentur tarik dibagi dengan jumlah n batang tulangan atau kawat (mm 2 ) 3.8. Perencanaan Sambungan Sambungan Balok Pracetak dengan Kolom Sambungan balok pracetak kolom pada perencanaan gedung ini menggunakan Sambungan Balok - Kolom cor setempat yang terletak pada balok. Sambungan tersebut dipilih karena cukup efektif dalam kinerja, kemudahan, dan kesederhanaan sambungan. 43 Gambar 3. 5 Sambungan Balok dan Kolom Sambungan Balok Pracetak dengan Pelat Pracetak Untuk menghasilkan sambungan yang bersifat kaku, monolit, dan terintegrasi pada elemen-elemen ini, maka harus dipastikan gaya-gaya yang bekerja pada pelat pracetak tersalurkan pada elemen balok. Sambungan balok induk pracetak dengan pelat pracetak menggunakan sambungan basah yang diberi overtopping yang umumnya digunakan 50 mm 100 mm. Seperti terlihat pada Gambar 3.6.

75 44 Gambar 3. 6 Sambungan Antara Balok dengan Pelat Sambungan Balok Induk dengan Balok Anak Balok anak diletakkan menumpu pada tepi balok induk dengan ketentuan panjang landasan adalah sedikitnya 1/180 kali bentang bersih komponen plat pracetak, tetapi tidak boleh kurang dari 75 mm. Untuk membuat integritas struktur, maka tulangan utama balok anak baik yang tulangan atas maupun bawah dibuat menerus atau dengan kait standar yang pendetailannya sesuai dengan aturan SNI 2847:2013. Pada Gambar 3.7 diberikan gambaran mengenai sambungan tersebut. Dalam perancangan sambungan balok induk dengan balok anak digunakan konsol pada balok induk. Balok anak diletakkan pada konsol pendek pada balok induk, kemudian dirangkai menjadi satu kesatuan. Perencanaan konsol pada balok induk ini sama dengan perencanaan konsol pada kolom. COR SETEMPAT OVERTOPPING PELAT PRACETAK BALOK ANAK PRACETAK Gambar 3. 7Sambungan balok induk dengan balok anak 44 BALOK INDUK PRACETAK

76 3.8.4 Detail Penulangan Sambungan Geser Horizontal Pada pelat lantai dan balok pracetak, gaya geser yang terjadi: V nh = T = C = A S f y ( 3.46 ) Kuat geser horisontal menurut SNI 2847:2013, pasal adalah : φ x V nh = φ x 0,6 x b v x l vh ( 3.47 ) Menurut SNI 2847:2013, pasal tulangan geser horizontal perlu : V s = A vf v d ( 3.48 ) s Penyaluran Tulangan Tarik Menurut SNI , pasal adalah sebagai berikut: l d (min) =300 mm 45 untuk D 19 l d = ( f yψ t Ψ e 2,1λ f c ) d b ( 3.49 ) untuk D 22 l d = ( f yψ t Ψ e 1,7λ f c ) d b ( 3.50 ) dengan pengaruh dari faktor pengali pada Tabel 3.5. Tabel 3. 3 Faktor Pengali Penyaluran Tulangan Tarik = faktor lokasi penulangan Tulangan horizontal dipasang sehingga 1,3 lebih dari 300mm beton segar dicor dibawah panjang penyaluran atau sambungan Situasi lain 1,0 e t = faktor pelapis

77 46 Batang atau kawat dilapisi epoksi dengan selimut kurang dari 3d b atau spasi bersih kurang dari 6d b Batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya Tulangan tidak dilapisi dan dilapisi bahan seng (digalvanis) s = faktor ukuran batang tulangan 1,5 1,2 1,0 Batang D-19 atau lebih kecil atau kawat 0,8 ulir Batang D-22 dan yang lebih besar 1,0 = faktor agregat ringan Apabila f ct ditetapkan 0,75 Beton normal 1, Penyaluran Tulangan Berkait dalam Tarik Gambar 3. 8 Detail kaitan untuk penyaluran kait standar (Sumber: SNI 2847:2013) Dijelaskan pada Gambar 3.8 mengenai detail kaitan. Menurut SNI 2847:2013, pasal adalah sebagai berikut: l h(min) = 8d b atau 150 mm ( 3.51 ) 46

78 47 Panjang penyaluran dasar dicari dengan rumus (0,24 Ψ ef y λ f c ) ( 3.52 ) l dh = d b Dengan faktor pengali pada Tabel 3.6. Tabel 3. 4 Faktor pengali penyaluran tulangan berkait dalam Tarik Kondisi Faktor Selimut Beton, batang D-36 dan yang 0,70 lebih kecil dengan tebal selimut samping (normal terhadap bidang kait) tidak kurang dari 60 mm dan untuk kait o 90 dengan tebal selimut terhadap kait tidak kurang dari 50 mm Sengkang, batang D-36 dan yang lebih 0,80 kecil yang secara vertikal atau horisontal dilindungi oleh sengkang yang dipasang sepanjang l dengan spasi tidak lebih dari 3d b Untuk kait 180 derajat dari batang 0,80 tulangan D-36 dan yang lebih kecil yang dilingkupi dalam pengikat atau sengkang tegak lurus terhadap tulangan yang disalurkan tidak lebih besar dari 3d b 3.9. Perencanaan Basement dan Pondasi Struktur basement direncanakan menggunakan material beton bertulang dengan cor di lokasi. Penulangan dinding basement dihitung sesuai dengan yang telah diatur dalan SNI 2847:2013. Ketebalan dinding basement dikontrol sesuai dengan yang telah diatur dalam SNI pasal Kemudian, elevasi air tanah diasumsikan pada kondisi yang paling berbahaya, yaitu sama dengan permukaan tanah. Penulangan pelat lantai basement dhitung sesuai dengan yang telah diatur dalam SNI dh

79 48 Beban dari struktur atas akan diteruskan ke tanah melalui pondasi. Pondasi pada gedung pada tugas akhir ini direncanakan menggunakan tiang pancang beton pracetak. Perhitungan daya dukung tanah vertikal menggunakan formula dari Luciano Decourt, sedangkan kekuatan lateral dihitung dengan formula dari Sosrodarsono dan Nakazawa (2000). Pondasi dikontrol terhadap kekuatan bahan dan kekuatan tanah Daya Dukung Tiang Vertikal Luciano Decourt memberikan formula daya dukung tiang vertikal sebagai berikut. Q L = Q P + Q S ( 3.53 ) q P = N P + K ( 3.54 ) Q S = q s + A s ( 3.55 ) Q S = q s. A s. Q s = ( N S 3 + 1) A S ( 3.56 ) Daya Dukung Tiang Horizontal Daya dukung tiang horizontal dihitung berdasarkan beban pergeseran normal yang diizinkan pada kepala tiang, yaitu pergeseran paling maksimum pada ujung kepala tiang. Bila besarnya pergeseran normal sudah ditetapkan, maka daya dukung mendatar yang diizinkan dapat ditentukan. Formula berikut diberikan oleh Sosrodarsono dan Nakazawa (2000). H a = ( 4EIβ3 1 + βh ) δ a ( 3.57 ) 4 β = kd 4EI ( 3.58 ) k = k a y 0,5 ( 3.60 ) 48

80 49 k 0 = 0,2 E 0 D 3 4 ( 3.61 ) E 0 = 28N ( 3.62 ) Dimana: Ha = kapasitas daya dukung horizontal tiang E = modulus elastisitas bahan I = momen inersia penampang δ = pergeseran normal (diambil 1 cm) k = koefisien reaksi tanah dasar k o = 0,2 E o D -3/4 y = besarnya pergeseran yang dicari E o = modulus elastisitas tanah (28N) h = tinggi tiang di atas tanah Kebutuhan Tiang Pancang Jumlah tiang pancang yang dibutuhkan n = ( P ) ( 3.63 ) P ijin 2.5D S 5D 2.5D S1 3D Kontrol tegangan yang terjadi pada tiang pancang P satu TP = P n ± MyX max x 2 Efisiensi satu tiang pancang: (n 1)m + (m 1)n η = 1 Ѳ 90mn Pgroup tiang = η. P ijin ± Mx Y max y 2 ( 3.64 ) ( 3.65 )

81 50 Pile Cap Tiang Pancang Kolom S S1 S1 Gambar 3. 9 Ilustrasi Pondasi Tiang Pancang Perencanaan Terhadap Geser a) Kontrol geser satu arah фv c V I S1 S S1 ф 1 6 f cb o d V u ( 3.66 ) b) Kontrol geser dua arah (geser ponds) Kuat geser yang disumbangkan beton diambil yang terkecil, sesuai SNI pasal V c = 0,17 (1 + 2 β ) λ f cb o d ( 3.67 ) atau V c = 0,083 ( α sd b 0 + 2) λ f cb o d ( 3.68 ) Di mana α s adalah 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi, 20 untuk kolom sudut, atau V c = 0,033λ f cb o d ( 3.69 ) Penggambaran Hasil Perhitungan Penggambaran hasil perencanaan dan perhitungan menggunakan software AutoCAD 50

82 51 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Preliminary Desain Umum Dalam perencanaan suatu gedung, diperlukan tahapan perencanaan dimensi terlebih dahulu Perencanaan Dimensi Balok Modifikasi pada tugas akhir ini menggunakan balok yang penampangnya berbentuk persegi (rectangular beam). Perencanaan balok dilakukan dalam dua tahap dimana tahap pertama balok pracetak dibuat dengan sistem fabrikasi yang kemudian pada tahap kedua dilakukan penyambungan dengan menggunakan sambungan basah. Pada tahap kedua balok dipasang dengan pengangkatan ke site lalu dilakukan over-topping (cor in site) setelah sebelumnya dipasang terlebih dahulu pelat pracetak. Dengan system tersebut maka akan membentuk suatu struktur yang monolit. Dimensi balok yang disyaratkan pada SNI 2847:2013 pasal yang tertera pada tabel 9.5.a adalah sebagai berikut : Untuk lebar balok diambil ⅔ dari tinggi balok : Dimana : b = lebar balok h = tinggi balok L b = lebar kotor dari balok fy = mutu baja tulangan h min = ( 1 16 L b) ( 4.1 ) b = ( 2 3 h ) ( 4.2 )

83 Dimensi Balok Induk Gambar 4. 1 Denah Balok Induk dan Balok Anak Balok induk memanjang : L = 9,2 meter 1 hmin 920cm 57, 50cm 16 h min = 57,50 cm digunakan h min = 70 cm 2 2 b h 70 46, 69cm digunakan b = 50 cm 3 3 Maka direncanakan dimensi balok induk memanjang dengan dimensi 50/70 cm Dimensi balok induk melintang : L = 4,8 meter 1 hmin 460cm 28, 75cm 16 h min = 28,75 cm digunakan h min = 60 cm 2 2 b h 60 40cm digunakan b = 40 cm 3 3 Maka direncanakan dimensi balok induk melintang dengan dimensi 40/60 cm 52

84 Tabel 4. 1 Rekapitulasi Dimensi Balok Induk Bentang Kode bersih h balok min b h pakai b pakai Dimensi (Lb) induk (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) B ,50 46, /70 B , /60 B , / Dimensi Balok Anak Dimensi balok anak direncanakan sebagai balok pada dua tumpuan menerus dengan mutu beton 40 MPa dan mutu baja 420 Mpa sehingga digunakan : 1 h L (SNI 2847:2013 Tabel 9.5.a) min 21 2 b h 3 Dimana : b = lebar balok h = tinggi balok maka dimensi balok anak adalah : 1 hmin 460cm 21, 90cm 21 h min = 21,90 cm digunakan h min = 30 cm 2 2 b h 30 20cm digunakan b = 20 cm 3 3 maka digunakan balok anak dengan dimensi 20/30 Kode Balok Anak Tabel 4. 2 Rekapitulasi Dimensi Balok Anak Bentang bersih h min b h pakai b pakai Dimensi (L b) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) BA , /30 BA , / Perencanaan Tebal Pelat Peraturan Perencanaan Pelat 53

85 54 Peraturan penentuan tebal pelat minimum untuk satu arah dan dua arah menggunakan persyaratan pada SNI 2847:2013. Untuk memenuhi syarat lendutan, tebal pelat minimum satu arah harus sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 9.5 tabel 9.5 (a) Data Perencanaan Tebal Pelat Lantai dan Atap Pada perencanaan pelat digunakan metode Half-Slab, karena ditemukan beberapa kesulitan dalam pemasangan di lapangan, seperti beratnya beban pelat pracetak pada saat pengangkatan. Half-Slab yang menggunakan beton pracetak sebagai dasarnya dan beton cor setempat sebagai topping/penutupnya. Karena half-slab merupakan metode yang baru baik di Indonesia maupun di luar Indonesia maka belum ada peraturan yang spesifik yang mengatur penggunaan half-slab. Direncanakan pelat pracetak menggunakan metode half-slab memiliki dimensi sebagai berikut : Tebal pelat : 8 cm Overtopping : 6 cm Perencanaan Dimensi Kolom Perencanaan dimensi kolom yang tinjau adalah kolom yang mengalami pembebanan terbesar, yaitu kolom yang memikul bentang 920 x 460 cm. Kolom harus direncanakan untuk mampu memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Data- data yang diperlukan dalam menentukan dimensi kolom adalah sebagai berikut : Tebal pelat = 14 cm = 140 mm Tinggi lantai 1-2 = 4 m Tinggi tiap lantai 3-15 = 4 m Dimensi balok induk = 50/70 ; 40/60 Dimensi balok anak = 20/30 54

86 Dimensi Kolom Lantai Tabel 4. 3 Beban Mati pada Lantai Kg 4,6 x 1,53 x 0,14 x 2400 x 5 tingkat = 11823,8 4,6 x 1,53 x 7 x 5 tingkat = 246,33 4,6 x 1,53 x 11 x 5 tingkat = 387,09 Pelat Penggantung Plafond Balok Melintang Memanjang Balok Anak Dinding Tegel 2 cm Spesi 2 cm Aspal Plumbing Sanitasi Atap Lantai 4,6 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 5 tingkat = ,2 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 5 tingkat = ,6 x 0,2 x 0,3 x 2400 x 5 tingkat = ,2 x 4,6 x 250 x 5 tingkat = ,2 x 4,6 x 0,02 x 24 x 5 tingkat = 101,568 9,2 x 4,6 x 0,02 x 21 x 5 tingkat = 88,872 9,2 x 4,6 x 0,01 x 1400 x 5 tingkat = 2962,4 9,2 x 4,6 x 10 x 5 tingkat = ,2 x 4,6 x 20 x 5 tingkat = 4232 DL TOTAL = Tabel 4. 4 Beban Hidup pada Lantai Kg 9,2 x 4,6 x 100 x 1 tingkat = ,2 x 4,6 x 250 x 4 tingkat = DL TOTAL = Koefisien Reduksi beban hidup untuk gedung perhotelan (PPIUG, Tabel 4) adalah 0,75. Jadi, total beban untuk beban hidup: L L = 0,75 x L Ltotal = 0,75 x kg = kg Jadi, Berat Total = 1,2D L + 1,6L L = 1,2 (136130) + 1,6 (34914) = ,52 kg Menurut SNI 2847:2013 pasal aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur untuk komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka faktor reduksi ϕ = 0,65. Mutu beton = 40 Mpa = 400 kg/cm 2 Rencana awal A = = 823,62 cm² W = ,12 φ f c 0,65 x

87 56 Misalkan b=h, maka b 2 = 823,62cm 2 b = 28,69 cm 75 cm Dimensi Kolom Lantai 6 10 Tabel 4. 5 Beban Mati pada Lantai 6 10 Pelat Penggantung Plafond Balok Melintang Memanjang Balok Anak Dinding Tegel 2 cm Spesi 2 cm Plumbing Sanitasi Lantai Tabel 4. 6 Beban Hidup pada Lantai 6 10 Koefisien Reduksi beban hidup untuk gedung perhotelan (PPIUG, Tabel 4) adalah 0,75. Jadi, total beban untuk beban hidup: L L Lt = 0,75 x L Ltotal Lt = 0,75 x ( ) kg = kg Jadi, Berat Total = 1,2D L + 1,6L L = 1,2 ( ) + 1,6 (66654) = ,76 kg Menurut SNI 2847:2013 pasal aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur untuk komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka faktor reduksi ϕ = 0,65. Mutu beton = 40 Mpa = 400 kg/cm 2 Rencana awal A = Kg 4,6 x 1,53 x 0,14 x 2400 x 5 tingkat = 11823,8 4,6 x 1,53 x 7 x 5 tingkat = 246,33 4,6 x 1,53 x 11 x 5 tingkat = 387,09 4,6 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 5 tingkat = ,2 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 5 tingkat = ,6 x 0,2 x 0,3 x 2400 x 5 tingkat = ,2 x 4,6 x 250 x 5 tingkat = ,2 x 4,6 x 0,02 x 24 x 5 tingkat = 101,568 9,2 x 4,6 x 0,02 x 21 x 5 tingkat = 88,872 9,2 x 4,6 x 10 x 5 tingkat = ,2 x 4,6 x 20 x 5 tingkat = 4232 DL TOTAL = W = ,76 = 1653,09cm² φ f c 0,65 x 400 Misalkan b=h, maka b 2 = 1653,09 cm 2 b = 40,6cm 80 cm Kg 9,2 x 4,6 x 250 x 4 tingkat = DL TOTAL =

88 Dimensi Kolom Lantai 2 5 Pelat Penggantung Plafond Balok Melintang Memanjang Balok Anak Dinding Tegel 2 cm Spesi 2 cm Plumbing Sanitasi Lantai Tabel 4. 7 Beban Mati pada Lantai 1 3 Tabel 4. 8 Beban Hidup pada Lantai 1 3 Koefisien Reduksi beban hidup untuk gedung perhotelan (PPIUG, Tabel 4) adalah 0,75. Jadi, total beban untuk beban hidup: L L Lt = 0,75 x L Ltotal Lt = 0,75 x ( ) kg = kg Jadi, Berat Total = 1,2D L + 1,6L L = 1,2 ( ) + 1,6 (90459) = ,504 kg Menurut SNI 2847:2013 pasal aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur untuk komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka faktor reduksi ϕ = 0,65. Mutu beton = 40 Mpa = 400 kg/cm 2 Rencana awal A = Kg 4,6 x 1,53 x 0,14 x 2400 x 3 tingkat = ,6 x 1,53 x 7 x 3 tingkat = 147,8 4,6 x 1,53 x 11 x 3 tingkat = 232,3 4,6 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 3 tingkat = ,2 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 3 tingkat = ,6 x 0,2 x 0,3 x 2400 x 3 tingkat = ,2 x 4,6 x 250 x 3 tingkat = ,2 x 4,6 x 0,02 x 24 x 3 tingkat = 60,94 9,2 x 4,6 x 0,02 x 21 x 3 tingkat = 53,32 9,2 x 4,6 x 10 x 3 tingkat = ,2 x 4,6 x 20 x 3 tingkat = 2539 DL TOTAL = W = = 2168,36 cm² φ f c 0,65 x 400 Misalkan b=h, maka b 2 = 2168,36 cm 2 b = 47 cm 100 cm Kg 9,2 x 4,6 x 250 x 3 tingkat = DL TOTAL = 31740

89 Dimensi Kolom Lantai basement 1 Tabel 4. 9 Beban Mati pada Lantai basement 1 Pelat Penggantung Plafond Balok Melintang Memanjang Balok Anak Dinding Tegel 2 cm Spesi 2 cm Plumbing Sanitasi Lantai Tabel Beban Hidup pada Lantai Basement 1 Koefisien Reduksi beban hidup untuk gedung perhotelan (PPIUG, Tabel 4) adalah 0,75. Jadi, total beban untuk beban hidup: L L Lt = 0,75 x L Ltotal Lt.Basement - 1 = 0,75 x ( ) kg =114264kg Jadi, Berat Total = 1,2D L + 1,6L L = 1,2 ( ,2) + 1,6 (114264) = ,25 kg Menurut SNI 2847:2013 pasal aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur untuk komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka faktor reduksi ϕ = 0,65. Mutu beton = 40 Mpa = 400 kg/cm 2 Rencana awal A = Kg 4,6 x 1,53 x 0,14 x 2400 x 3 tingkat = ,6 x 1,53 x 7 x 3 tingkat = 147,8 4,6 x 1,53 x 11 x 3 tingkat = 232,3 4,6 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 3 tingkat = ,2 x 0,5 x 0,7 x 2400 x 3 tingkat = ,6 x 0,2 x 0,3 x 2400 x 3 tingkat = ,2 x 4,6 x 250 x 3 tingkat = ,2 x 4,6 x 0,02 x 24 x 3 tingkat = 60,94 9,2 x 4,6 x 0,02 x 21 x 3 tingkat = 53,32 9,2 x 4,6 x 10 x 3 tingkat = ,2 x 4,6 x 20 x 3 tingkat = 2539 DL TOTAL = Kg 9,2 x 4,6 x 250 x 3 tingkat = DL TOTAL = W = ,25 = 2683,62 cm² φ f c 0,65 x 400 Misalkan b=h, maka b 2 = 2683,62 cm 2 b = 52 cm 100 cm Maka dimensi kolom yang dipakai : Lantai 1 5 = 100 x 100 cm Lantai 6 10 = 80 x 80 cm 58

90 59 Lantai = 75 x 75 cm 4.2 Perencanaan Struktur Sekunder Desain tebal pelat direncanakan menggunakan ketebalan 14 cm dengan perincian tebal pelat pracetak 8 cm dan pelat cor setempat (overtopping) 6 cm. Peraturan yang digunakan untuk penentuan besar beban yang bekerja pada struktur pelat adalah Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Rumah dan Gedung (SNI 1727:2013). Desain Pelat direncanakan pada beberapa keadaan, yaitu : 1. Sebelum Komposit Keadaan ini terjadi pada saat awal pengecoran topping yaitu komponen pracetak dan komponen topping belum menyatu dalam memikul beban. Perletakan pelat dapat dianggap sebagai perletakan bebas. 2. Sesudah Komposit Keadaan ini terjadi apabila topping dan elemen pracetak pelat telah bekerja bersama-sam dalam memikul beban. Perletakan pelat dianggap sebagai perletakan terjepit elastis. Pada dasarnya, permodelan pelat terutama perletakan baik pada saat sebelum komposit dan setelah komposit adalah untuk perhitungan tulangan pelat. Pada saat sebelum komposit yaitu kondisi ketika pemasangan awal pelat, pelat diasumsikan tertumpu pada dua tumpuan. Sedangkan pada saat setelah komposit, perletakan pelat diasumsikan sebagai perletakkan terjepit elastis. Penulangan akhir nantinya merupakan penggabungan pada dua keadaan diatas. Selain tulangan untuk menahan beban gravitasi perlu juga diperhitungkan tulangan angkat yang sesuai pada pemasangan pelat pracetak Data Perencanaan Pelat Data perencanaan yang digunakan untuk perencanaan pelat sesuai dengan preliminary desain adalah : Tebal pelat = 14 cm Mutu beton (f c) = 40 MPa ẞ1 = 0,85 Mutu baja (f y) = 420 MPa Diameter tulangan rencana = 12 mm

91 Pembebanan Pelat Lantai Sebelum komposit - Beban mati (DL) Berat sendiri = 0, = 192 kg/m 2 Berat topping = 0, = 144 kg/m 2 + DL = 336 kg/m 2 - Beban hidup (LL) K LL = 1 (SNI 1727:2013, Tabel 4.2) Luas Tributary (A T) = 4,6 x 1,53 m= 7,04 m 2 K LL x A T = 1 x 7,04 m 2 = 7,04 m 2 < 37,16 m 2 Maka, Beban hidup tidak perlu direduksi Beban kerja = 192 kg/m 2 (SNI 1727:2013, Tabel 4.1) Setelah komposit - Beban mati (DL) Berat sendiri = 0, = 336 kg/m 2 Plafon+penggantung = kg/m 2 = 18 kg/m 2 Ubin (t = 2 cm) = 0, = 48 kg/m 2 Spesi ( t = 2 cm) = 0, = 42 kg/m 2 Ducting AC+pipa = kg/m 2 = 15 kg/m 2 + DL = 459 kg/m 2 - Beban hidup (LL) Beban hidup pada lantai LL = 192 kg (SNI 1727:2013, Tabel 4.1) Kombinasi pembebanan pelat Kombinasi pembebanan yang digunakan bedasarkan SNI 2847:2013 pasal didapatkan Qu = 1,2 DL + 1,6 DL Berikut adalah perhitungan kombinasi pembebanan pelat lantai : Keadaan 1 sebelum komposit, ada beban kerja Qu = 1, ,6 192 = 537,6 kg/m 2 Keadaan 2 sebelum komposit, topping telah terpasang Qu = 1, ,6 0 = 403,2 kg/m 2 Keadaan 3, setelah komposit Qu = 1, ,6 192 = 858 kg/m 2 60

92 Perhitungan Tulangan Pelat Perhitungan penulangan pelat akan direncanakan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama penulangan sebelum komposit dan kedua adalah penulangan sesudah komposit. Lalu dipilih tulangan yang layak untuk digunakan, yang memperhitungkan tulangan yang paling kritis diantara kedua keadaan diatas. Tulangan pelat menggunakan tulangan yang sama untuk memudahkan pelaksanaan. Data perencanaan untuk penulangan pelat : Menentukan data perencanaan penulangan pelat Dimensi pelat = 153 cm x 460 cm Tebal pelat pracetak = 80 mm Tebal overtopping = 60 mm Tebal decking = 20 mm Diameter tulangan rencana = 12 mm Mutu tulangan baja (fy) = 420 MPa Mutu beton (f c) = 40 Mpa Kondisi sebelum komposit 12 dx mm 2 12 dy mm 2 Kondisi sesudah komposit 12 dx mm 2 12 dy mm 2 fy 400 m 12,35 0,85 fc' 0,

93 62 Gambar 4. 2 Tipe Pelat HS cm Ly = 153 (70/2) = 118 cm Lx = 460 (70/2 + 70/2) = 390 cm Ly 390,0 β 3,30 2 (pelat satu arah) Lx 118 Penulangan pokok pelat pada tumpuan sama dengan pada lapangan, tetapi letak tulangan tariknya berbeda. Pada daerah tumpuan, tulangan tarik berada di atas sedangkan pada daerah lapangan, tulangan tariknya berada di bawah. Tulangan lapangan dan tulangan tumpuan baik tulangan bagi direncanakan menggunakan D12 mm (As = 113,097 mm²). a) Perhitungan Penulangan Pelat Sebelum Komposit Tebal pelat = 80 mm (sebelum komposit) Tebal decking = 20 mm D tulangan = 12 mm (A s = 113,097 mm 2 ) Tinggi efektif d = ½ x 12 = 54 mm Mu = 1/8 q u L² = 1/8 x 537,6 x 4,6² = 1421,95 kgm Mu = Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : Ø = 0,9 Mu Rn = = Ø x b x d 2 0,9 x 1000 x 54 = 5,

94 min = 0,25 fc' fy 1,4 fy = 0, , > 1,4 0, ρ perlu = 1 m (1 2 x m x R n ) fy ρ perlu = 1 2 x 12,35 x 5,41 (1 ) = 0, , ρ perlu = 0,0141 > ρ min = 0,003 dipakai ρ perlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : As perlu ρ b d 0, ,3 mm n tulangan = As perlu = 6,75 7 As 1 tulangan Dipakai 7 D12 (As = 791 mm 2 ) Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As perlu x fy = 770 x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 1000) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 9,43 mm = 0,85 0,005 (f c 28) 7 = 0,85 0,005 (40 28) 7 = 0,84 - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 9,43 0,84 = 11,21 - Regangan Tarik ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (54 11,21) 11,21 - Kekuatan lentur nominal reduksi = 0,014 > ɛ₀...ok

95 64 Mn = As. fy (d a 2 ) Mn = (54 9,43 2 ) = Nmm Mn = Nmm Mu = Nmm... OK - Jarak tulangan yang diperlukan S= 1000 = 1000 n = 166 mm 200 mm - Kontrol Spasi Tulangan S 25 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.2) S (2h=280 mm) (SNI 2847:2013 Pasal ) S (3h = 420 mm) atau 450 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.5) Maka, S dipasang tulangan utama D mm - Tulangan bagi Dalam arah tegak lurus terhadap tulangan utama harus disediakan tulangan pembagi (demi tegangan suhu dan susut) Untuk fy = 420 As = 100 Tulangan pembagi di lapangan 0,18 x 1000 x 80 As = = 144 mm² 100 Dipasang tulangan bagi D = 280,36 mm² > 144 mm² OK b) Penulangan Sebelum Komposit Akibat Pengangkatan Besarnya momen dan pengaturan jarak tulangan angkat sesuai PCI Handbook, 6th Edition berdasarkan empat titik angkat dimana momen daerah tumpuan sama dengan momen daerah lapangan, yaitu sebagai berikut : Mx = 0,0107 x w x a 2 x b My = 0,0107 x w x a x b 2 Pada pelat tipe 4,6 x 1,53 ditentukan a = 1,53 dan b = 4,6 dengan w = 1,2 x (0,08 x 24) + 1,6 x 1,92 = 5,376 kn/m 2 Maka : Mx = 0,0107 x 5,37 x 1,53 2 x 4,6 = 0,62 knm = 0,618 x 10 6 Nmm My = 0,0107 x 5,37 x 1,53 x 4,6 2 = 1,86 knm 64 0,18 b h

96 = 1,86 x 10 6 Nmm Diketahui, Mx = Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : Ø = 0,9 Mu Rn = = = 1,27 Ø x b x d 2 0,9 x 1000 x 54 2 ρ perlu = 1 m (1 2 x m x R n ) fy ρ perlu = 1 2 x 12,35 x 1,27 (1 ) = 0,003 12, ρ perlu = 0,00308 < ρ min = 0,0033 dipakai ρ min sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : As perlu ρ b d 0, mm As 1 tulangan = 1 4 πd2 = 0,25 π 12 2 = 133 mm 2 n tulangan = As perlu = 1,57 2 As 1 tulangan Dipakai 2 D12 (As = 266,5 mm 2 ) Kontrol penggunaan faktor reduksi - Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As x fy = 266,5x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 1000) 2 = 3,29 mm - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a = 3,29 = 0,80 4,11 - Regangan Tarik ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (45 3,96) 3,96 terkontrol tarik, maka dipakai = 0,9 - Kekuatan lentur nominal reduksi Mn = As. fy (d a 2 ) = 0,031 > 0,005...OK 65

97 66 Mn = 0, (114 3,29 ) = ,94 Nmm 2 ϕmn = Nmm Mu = Nmm...OK - Jarak tulangan yang diperlukan S= 1000 = 1000 n = 1000 mm - Kontrol Spasi Tulangan S 25 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.2) S (2h=240 mm) (SNI 2847:2013 Pasal ) S (3h = 360 mm) atau 450 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.5) Maka dipasang tulangan utama D mm Diketahui, My = Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : Ø = 0,9 Mu Rn = = = 0,707 Ø x b x d 2 0,9 x 1000 x 54 2 ρ perlu = 1 12,35 ρ perlu = 1 m (1 2 x m x R n fy 2 x 12,35 x 0,707 (1 ) = 0, ) ρ perlu = 0,002 < ρ min = 0,0033 dipakai ρ min sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : As perlu ρ b d 0, mm As 1 tulangan = 1 4 πd2 = 0,25 π 12 2 = 113 mm 2 2 n tulangan = As perlu = 1,57 2 As 1 tulangan Dipakai 2 D12 (As = 266,5 mm 2 ) 66

98 67 Kontrol penggunaan faktor reduksi - Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As x fy = 266,5x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 1000) = 3,29 mm - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a = 3,29 = 4,11 0,80 - Regangan Tarik ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (45 3,96) 3,96 terkontrol tarik, maka dipakai = 0,9 - Kekuatan lentur nominal reduksi Mn = As. fy (d a 2 ) = 0,031 > 0,005...OK Mn = 0, (114 3,29 ) = ,94 Nmm 2 ϕmn = Nmm Mu = Nmm...OK - Jarak tulangan yang diperlukan S= 1000 = 1000 n = 1000 mm - Kontrol Spasi Tulangan S 25 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.2) S (2h=280 mm) (SNI 2847:2013 Pasal ) S (3h = 420 mm) atau 450 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.5) Maka dipasang tulangan utama D mm c) Penulangan Pelat Saat Overtopping Tebal pelat = 80 mm (sebelum komposit) Tebal decking = 20 mm Ø tulangan = 12 mm (A s = 113,097 mm 2 ) Tinggi efektif d = ½ x 12 = 54 mm Mu = 1/8 q u L² = 1/8 x 4,03 x 4,6² =10,65 knm

99 68 Mu = Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : Ø = 0,9 Mu Rn = = = 4,06 Ø x b x d 2 0,9 x 1000 x 54 2 ρ perlu = 1 12,35 ρ perlu = 1 m (1 2 x m x R n fy 2 x 12,35 x 4,06 (1 ) = 0, ρ perlu = 0,0103 > ρ min = 0,0033 dipakai ρ perlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : As perlu ρ b d 0, ) 2 559mm As 1 tulangan = 1 4 πd2 = 0,25 π 12 2 = 113 mm 2 n tulangan = As perlu = 4,96 5 As 1 tulangan Dipakai 5 D12 (As = 565 m 2 ) Kontrol penggunaan faktor reduksi - Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As x fy = 559x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 35 x 1000) - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a = 6,89 = 0,80 8,19 - Regangan Tarik = 6,89 mm ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (54 8,19) 8,19 = 0,162 > 0,005...OK terkontrol tarik, maka dipakai = 0,9 68

100 69 - Kekuatan lentur nominal reduksi Mn = As. fy (d a 2 ) Mn = 0, (54 6,89 ) = Nmm 2 Mn = Nmm Mu = Nmm...OK - Jarak tulangan yang diperlukan S= 1000 = 1000 n = 250 mm - Kontrol Spasi Tulangan - Kontrol Spasi Tulangan S 25 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.2) S (2h=280 mm) (SNI 2847:2013 Pasal ) S (3h = 420 mm) atau 450 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.5) Maka dipasang tulangan utama D mm d) Penulangan Pelat Sesudah Komposit Tebal pelat = 140 mm (sesudah komposit) Tebal decking = 20 mm ϕ tulangan = 12 mm Tinggi efektif d = ½ x 12 = 114 mm Mu = 1/8 q u L² = 1/8 x 858 x 4² = 2269 kgm Mu = Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : Ø = 0,9 Mu Rn = = = 1,9 Ø x b x d 2 0,9 x 1000 x ρ min = 0,002 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal (a) 1 2mRn ρ perlu 1 1 m fy 1 215,69 1, , , ρ perlu = 0,0048 > ρ min = 0,002 dipakai ρ perlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar :

101 70 As perlu ρ b d 0, ,6 mm 2 As 1 tulangan = 1 4 πd2 = 0,25 π 12 2 = 113 mm 2 n tulangan = As perlu = 4,8 5 As 1 tulangan Dipakai 5 D12 (As = 565 m 2 ) Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As perlu x fy = 259,x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 1000) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 0,85 0,005 (f c 28) 7 70 = 6,70 mm = 0,85 0,01 (40 28) 7 - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 3,2 0,84 = 7,97 - Regangan Tarik ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (114 8,09) 7,965 - Kekuatan lentur nominal reduksi Mn = As. fy (d a 2 ) = 0,040 > ɛ₀...ok Mn = 0, (114 6,7 ) = Nmm 2 = 0,84 Mn = Nmm Mu = Nmm...OK - Jarak tulangan yang diperlukan S= 1000 = 1000 n = 250 mm

102 71 - Kontrol Spasi Tulangan - Kontrol Spasi Tulangan S 25 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.2) S (2h=280 mm) (SNI 2847:2013 Pasal ) S (3h = 420 mm) atau 450 mm (SNI 2847:2013 Pasal 7.6.5) Maka dipasang tulangan utama D mm Penulangan pelat yang akan dipasang/dipakai adalah dipilih penulangan yang paling banyak dari keadaan-keadaan diatas ( keadaan sebelum komposit dan sesudah komposit ) yaitu sebagai berikut : Tabel Tulangan Terpasang pada Pelat Tulangan Terpasang (mm Tipe Pelat 2 ) A (4,6 x 1,5m) Tul. Pokok D As = 791 mm 2 Tul. Bagi D8-200 As = 251 mm Penulangan Stud Pelat Lantai Pada perencanaan yang memakai elemen pracetak dan topping cor ditempat maka transfer gaya regangan horisontal yang terjadi harus dapat dipastikan mampu dipikul oleh seluruh penampang, baik oleh elemen pracetak maupun oleh topping cor ditempat. Untuk mengikat elemen pracetak dan elemen cor ditempat maka dipakai tulangan stud. Stud ini berfungsi sebagai sengkang pengikat antar elemen sehingga mampu mentransfer gaya-gaya dalam yang bekerja pada penampang tekan menjadi gaya geser horisontal yang bekerja pada permukaan pertemuan antara kedua elemen komposit dalam memikul beban. Dalam SNI disebutkan bahwa gaya geser horisontal bisa diperiksa dengan jalan menghitung perubahan aktual dari gaya tekan dan gaya tarik didalam sembarang segmen dan dengan menentukan bahwa gaya tersebut dipindahkan sebagai gaya geser horisontal elemen elemen pendukung. Gaya geser horisontal yang terjadi pada penampang komposit ada dua macam kasus :

103 72 Kasus 1 : gaya tekan elemen komposit kurang dari gaya tekan elemen cor setempat Kasus 2 : gaya tekan elemen komposit lebih dari gaya tekan elemen cor setempat Gambar 4. 3 Diagram Gaya Geser Horizontal Penampang Komposit Perhitungan stud pelat Cc = 0,85 fc A topping 0, mm 1000 mm = N = 2040 KN Dipakai stud Ø 10 mm As , 54 4 Vnh = C = T = A s x f y 78, N 32,970 KN 0,55A c = 0,55 bv d = 0, = N = 62,7 KN > Vnh Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal , Bila dipasang sengkang pengikat minimum sesuai dengan 17.6 dan bidang kontaknya bersih dan bebas dari serpihan tapi tidak dikasarkan, maka kuat geser Vnh tidak boleh diambil lebih dari 0,55 bv.d dalam Newton. Pasal berbunyi bahwa bila sengkang pengikat dipasang untuk menyalurkan geser horisontal, maka luas sengkang pengikat tidak boleh kurang luas daripada luas yang diperlukan oleh , dan 72

104 spasi sengkang pengikat tidak boleh melebihi empat kali dimensi terkecil elemen yang didukung ataupun 600 mm. SNI 2847:2013 Pasal : 0,35 bw s 0, Av min 167 mm f y 420 Maka dipasang stud (shear connector) Ø mm ( Av = 314,16 mm 2 ) Kontrol Lendutan Tebal pelat yang dipakai lebih besar dari tabel minimum pelat seperti yang disyaratkan SNI 2847:2013 Pasal 9.5.3, maka tidak perlu dilakukan control terhadap lendutan Panjang Penyaluran Tulangan Pelat Panjang penyaluran harus disediakan cukup untuk tulangan pelat sebelum dan sesudah komposit. Panjang penyaluran didasarkan pada SNI 2847:2013 : Idh > 8 db = 8 x 12 = 96 mm (SNI 2847:2013 pasal ) Idh > 150 mm (SNI 2847:2013 pasal ) Idh = 0,24 e fy 0, db 12 f ' 1 30 c 210,33 mm untuk f y = 420 Mpa (SNI 2847:2013 pasal ) Maka dipakai panjang penyaluran 200 mm Perencanaan Balok Anak Pracetak Pada perencanaan balok anak, beban yang diterima oleh balok anak berupa beban persegi biasa. Itu dikarenakan pelat pracetak hanya menumpu dua titik tumpu, titik tumpu pertama ada dibalok induk serta titik tumpu yang kedua berada di balok anak Data Perencanaan Balok Anak Pracetak Dimensi balok anak : cm Mutu beton (fc ) : 40 MPa Mutu baja (fy) : 420 MPa Tulangan lentur : D 22 Tulangan sengkang : D10 73

105 74 Dalam perhitungan bab ini, akan dilakukan perhitungan sebelum komposit dan perhitungan sesudah komposit. Berdasarkan kondisi tersebut maka terdapat dua dimensi balok anak yaitu dimensi sebelum komposit dan dimensi sesudah komposit. (a) (b) Gambar 4. 4(a) Dimensi Balok Anak Sebelum Komposit, (b) Dimensi Balok Anak Saat Pengecoran dan Balok Anak Sesudah Komposit Pembebanan Balok Anak Pracetak Beban yang bekerja pada balok anak merupakan berat sendiri dari balok anak tersebut dan semua berat merata yang terjadi pada pelat termasuk berat sendiri pelat dan beban hidup merata yang berada diatas pelat. Distribusi beban pada balok pendukung sedemikian rupa sehingga dapat dianggap sebagai beban trapesium pada lajur yang panjang. Beban beban trapesium tersebut kemudian dirubah menjadi beban merata ekuivalen untuk mendapatkan momen maksimumnya. Untuk mempermudah pemahaman pembebana pada balok anak berikut disajikan gambar distribusi beban yang bekerja pada balok anak. 74

106 Perhitungan Pembebanan Balok Anak Sebelum Komposit Lx = 400 (30/2 + 40/2) = 362 cm Ly = 920 (40/2 + 40/2) = 860 cm Beban mati (Q DL) Berat sendiri balok anak = 0,3 m 0,36 m 2400 kg/m 3 = 302,4 kg/m q mati pelat sebelum komposit = 192 kg/m 2 Q sebelum komposit ( qd balok 1 1 ) 2 lx qd lx ly 1 1 3, , , ,6 957,18 kg/m Kombinasi beban Q u sebelum komposit Q u = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 x (957,18) + 1,6 x 0 = 1148,62 kg/m Sesudah Komposit Beban mati (Q DL) Berat sendiri balok anak = 0,30 0, kg/m 2 = 420 kg/m q pelat sesudah komposit = 459 kg/m 2 Q sesudah komposit ( qd balok 1 1 3, , ,6 1202,67 kg/m Beban hidup (Q LL) ) 2 lx qd lx ly

107 76 Q L lx ql lx ly , , ,6 654,78 kg/m Kombinasi beban Q u sesudah komposit Q u = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 x 1202,67 + 1,6 x 654,78 = 2994,85 kg/m Perhitungan Momen dan Geser Perhitungan momen dan gaya lintang sesuai dengan ikhtisar momen momen dan gaya melintang dari SNI 2847:2013 pasal Momen Sebelum Komposit Asumsi balok berada di atas 2 tumpuan sederhana (sendi-rol) M max = 1/8 x (1148,62 x 9,2²) = 11629,74 kgm V = 1/2 x (1148,62 x 9,2) = 5168,77 kg Momen Sesudah Komposit M max = 1/8 x (2994,85 x 9,2²) = 30322,84 kgm V = 1/2 x (2994,85 x 9,2) = 13476,82 kg Perhitungan Tulangan Lentur Balok Anak Dimensi balok anak = 30/40 Tebal selimut beton = 50 mm Diameter tulangan utama = 22 mm Diameter tulangan sengkang = 10 mm Mutu beton (f c ) = 30 MPa Mutu baja (f y) = 420 Mpa m = fy = 420 = 15,69 0,85 x f c 0,85 x 30 1,4 1,4 ρ min 0,0035 fy 420 Perhitungan tulangan sebelum komposit h efektif = ½ (22) = 289 mm 76 2

108 77 Penulangan Lentur M u = 11629,74 kgm = ,19 Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : ɸ = 0,9 Mu , 19 Rn 4, b d 0, mRn ρ perlu 1 1 m fy 1 215,69 4, ,012 15, ρ perlu = 0,012 > ρ min = 0,0035 dipakai ρ perlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : Tulangan lentur tarik ρ b d As perlu = 0,012 x 300 x 289 = 12363,4 mm 2 As perlu n tulangan As ,34 3,25 4 buah 380,13 Digunakan tulangan lentur tarik 4D22 (As = 1520,53 mm 2 ) Tulangan lentur tekan As = 0,5 x As = 0,5 x 1236,34 = 618,17 mm² Maka digunakan tulangan lentur tekan 2D22 (As = 760,27 > As ).. OK Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As pasang x fy = 1520,53 x 400 (0,85 x f c x b) (0,85 x 30 x 350) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 0,85 0,005 (f c 28) 7 = 0,85 0,005 (30 28) 7 = 68,15 mm

109 78 = 0,84 - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 68,15 0,84 = 81,54 - Regangan Tarik ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (289 81,54) 81,54 = 0,008 > ɛ₀...ok Kekuatan lentur nominal rencana M n rencana = As pasang x fy x d a 2 = 1520,5 x 420 x (289 68,15 2 ) = ,2 Nmm = 15504,94 kgm - Kekuatan lentur nominal reduksi ϕ Mn rencana = 0,9 x 15504,94 = 13954,45 kgm - Kontrol kekuatn lentur nominal reduksi terhadap momen ultimit ϕ Mn rencana > Mu 13954,45 kgm > 11629,74 kgm OK Perhitungan tulangan sesudah komposit h efektif = ½ (22) = 429 mm Penulangan Lentur M u = 30322,84 kgm = ,08 Nmm Dipakai koefisien faktor reduksi : ɸ = 0,9 Mu , 08 Rn 5, b d 0, ρ perlu 1 m 1 15,69 2mRn 1 1 fy 215,69 5, ,

110 ρ perlu = 0,015 > ρ min = 0,0035 dipakai ρ perlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : Tulangan lentur tarik ε t = As perlu ρ b d 0,015 x 300 x 429 = 2221,10 mm 2 As perlu n tulangan As ,10 5,84 6 buah 380,13 Digunakan tulangan lentur tarik 6D22 (As = 2280,80 mm 2 ) Tulangan lentur tekan As = 0,5 x As = 0,5 x 2221,10 = 1110,55 mm² Maka digunakan tulangan lentur tekan 3D22 (As = 1140,40 > As ).. OK Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As pasang x fy = 2280,80 x 400 (0,85 x f c x b) (0,85 x 30 x 350) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 0,85 0,005 (f c 28) 7 = 102,22 mm = 0,85 0,005 (30 28) 7 - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 102,22 0,84 = 122,32 - Regangan Tarik ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Regangan Tarik netto εo x (dx c) c = 0,003 x ( ,32) 122,32 Kekuatan lentur nominal rencana M n rencana = As Pasang x fy x d a 2 = 0,008 > ɛ₀...ok = 0,84 79

111 80 = 2280,8 x 400 x ( ,22 ) 2 = ,6 Nmm = 34475,58 kgm - Kekuatan lentur nominal reduksi ϕ Mn rencana = 0,9 x 34475,58 = 31028,02 kgm - Kontrol kekuatn lentur nominal reduksi terhadap momen ultimit ϕ Mn rencana > Mu 31028,02 kgm > 30322,8 kgm..ok Perhitungan Tulangan Geser o Vu = 13476,82 kg o Sumbangan kekuatan geser beton : Vc = 0,17 x f c x b x d = 0,17 x 40 x 300 x 429 = N ɸ = 0,75 (SNI pasal ) ɸ Vc = 0,75 x N = N o Cek kondisi penampang geser : Vu ɸ Vc 13476,82 N < N...(Tulangan Geser minimum) Digunakan spasi tulangan geser praktis untuk daerah lapangan : d/2 = 429/2 (SNI 2847 pasal ) = mm Dipakai 2D mm (Av = 157 mm²) Digunakan spasi tulangan geser maksimum untuk tumpuan : d/4 = 429/4 (SNI 2847 pasal ) = 107, mm Dipakai 2D mm (Av = 157 mm²) Cek gaya geser perlawanan sengkang Vs = Av x fy x d/s = 157 x 420 x 429/100 = N Syarat : ɸ(Vs + Vc) > Vu ,66 N > 13476,82 N...(Ok) 80

112 Pengangkatan Balok Anak Balok anak dibuat secara pracetak di pabrik. Elemen balok harus dirancang untuk menghindari kerusakan pada waktu proses pengangkatan. Titik pengangkatan dan kekuatan tulangan angkat harus menjamin keamanan elemen balok tersebut dari kerusakan. Gambar 4. 5 Momen Saat Pengangkatan Balok Anak Dimana : 2 WL 4Yc M 1 4X 8 L x tg WX 2 L 2 M 2 X 21 4Yc 1 L x tg 1 Yt Yb 4Y c 1 L x tg Kondisi Sebelum Komposit b = 35 cm h = 50 cm L = 900 cm Perhitungan : Yt = Yb = cm I cm 12 4

113 82 Yc = Yt = 7,62 cm Yc = ,62 = 25,62 cm 4 25, tg45 X 0, , tg X L 0, ,3cm 2 m L 2 X L m a. Pembebanan Gambar 4. 6 Letak Titik Pengangkatan Balok (0,35 0, ) = 2721,6 kg 1,2 k W T sin P 2 1,21,2 2721, ,55 kg 1959,55 T 2771,22 kg 0 sin45 b. Tulangan Angkat Balok Anak Pu = 2721,6 kg Menurut PPBBI pasal tegangan ijin tarik dasar baja bertulang mutu fy = 400 Mpa adalah fy/1,5 tarik ijin = 4000/1,5 = 2666,67 kg/m 2 Ø tulangan angkat Ø tulangan angkat Pu σijin x π 2721,6 2667,67x Ø tulangan angkat 0,570 cm 82

114 83 Digunakan Tulangan Ø 10 mm c. Momen yang Terjadi Pembebanan Balok (0,35 0,362400) = 302,4 kg/m Dalam upaya untuk mengatasi beban kejut akibat pengangkatan, momen pengangkatan dikalikan dengan faktor akibat pengangkatan sebesar 1,2 sebagai berikut : Momen lapangan 2 WL 4Yc M 1 4X 8 L x tg 2 302, ,2562 M 1 4 0,227 1, x tg 756,39 kgm Tegangan yang terjadi 4 M 756,39 10 f Wt = 1,00 MPa f r =,62 ' 0 fc = 3,396 MPa OK Momen tumpuan WX 2 L 2 M ,4 0,227 9 M 1,2 757,30 kgm 2 Tegangan yang terjadi 4 M 757,30 10 f Wt = 1,00 MPa f r =,62 ' 0 fc = 3,396 MPa OK Dari perhitungan momen diatas, didapatkan nilai f akibat momen positif dan negatif berada dibawah nilai f r ijin usia beton 3

115 84 hari. Jadi dapat ditarik kesimpulan, balok anak tersebut aman dalam menerima tegangan akibat pengangkatan Kontrol Lendutan Komponen struktur beton yang mengalami lentur harus dirancang agar memiliki kekakuan cukup untuk batas deformasi yang akan memperlemah kemampuan layan struktur saat bekerja. Sesuai SNI 2847:2013, syarat tebal minimum balok dengan dua tumpuan apabila lendutan tidak dihitung adalah sebagai berikut : 1 hmin lb 16 Lendutan tidak perlu dihitung sebab sejak preliminary design telah direncanakan agar tinggi dari masing-masing tipe balok lebih besar dari persyaratan h min Perencanaan Tangga Pada perencanaan ini, struktur tangga dimodelkan sebagai frame statis tertentu dengan kondisi ujung perletakan berupa sendi dan rol (rol diletakkan pada ujung bordes). Struktur tangga ke atas dan ke bawah tipikal Data perencanaan Pada sub bab ini akan dibahas perencanaan jenis tangga pada lantai 1, untuk lantai 2 sampai 11 nantinya akan disajikan dalam bentuk tabel. Data-data yang dibutuhkan dalam perencanaan tangga lantai 1 adalah sebagai berikut. 84

116 85 Gambar 4. 7 Tampak samping Tangga lantai 1 Gambar 4. 8 Denah tangga lantai 1 Detail perencanaan dapat dirinci sebagai berikut: Mutu beton (f c) = 40 Mpa Mutu baja (fy) = 420 Mpa Tebal pelat bordes = 15 cm Tinggi bordes = 2 m Lebar bordes = 0,64 m Lebar injakan (bi) = 40 cm Tinggi injakan (i) = 25 cm Lebar tangga = 1,3 m

117 86 Tebal pelat tangga Panjang horizontal Sudut kemiringan (α) Tebal pelat rata-rata Tebal efektif = 15 cm =3,2 m = 33ᴼ (Berdasarkan Autocad) = bi 40 x sin α= x sin 33ᴼ 2 2 = 19,929 cm = tebal pelat + tebal rata-rata = ,929 = 34,998 cm Pembebanan Beban mati pada tangga dan bordes berdasarkan PPIUG 1983, untuk beban hidup yang bekerja pada pelat tangga dan bordes berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1 adalah sebesar 300 kg/m². Beban pada tangga disajikan pada tabel berikut: Tabel 4. 12Pembebanan pada pelat tangga Jenis beban Tebal BV BL sudut N Berat m kg/m³ kg/m² kg/m² pelat 0, ,82 cos α spesi 2 cm keramik qd 814,82 ql 300 Kombinasi beban: Qu1 = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 x 814,82 + 1,6 x 300 = 1457,8 kg/m² Untuk beban pada pelat bordes dapat dilihat pada tabel berikut: Jenis beban Tebal BV BL sudut N Berat m kg/m³ kg/m² kg/m² pelat 0, ,7 spesi 2 cm keramik qd 431,7 ql 300 Kombinasi beban: Qu2 = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 x 431,7 + 1,6 x 300 = 998,04 kg/m² 86

118 Perhitungan Reaksi Gaya Dalam Setelah merencanakan ukuran pelat dan didapatkan beban yang bekerja pada tangga maka dilakukan perhitungan terhadap gaya dalam yang timbul akibat beban yang bekerja. Permodelan pada tangga untuk menghitung gaya dalam dimodelkan sebagai perletakan sendi pada ujung pelat tangga dan rol pada ujung pelat bordes dengan pelat tangga sebagai bidang miring. 87 Gambar 4. 9 Pemodelan Tangga Dengan asumsi perletakan sendi-rol pada Gambar diatas, perhitungan reaksi pada tangga dapat dilakukan dengan analisa stastis tertentu sebagai berikut : qu1 = 1457,8 kg/m² x 1m = 1457,8 kg/m qu2 = 998,04 kg/m² x 1 m = 998,04 kg/m ΣM A = 0 Rc.LAC-qU2.½.LAB²-qU1.LBC.(½.LBC+LAB) = 0 Rc = qu2.½.lab²+qu1.lbc.(½.lbc+lab) LAC Rc = 998.½.1² ,2.(½.3,2+1) = 2774 kg 4,2 ΣM C = 0 RA.LAC-qU1.½.LBC²-qU2.LAB.(½.LAB+LBC) = 0 Ra = qu1.½.lbc²+qu2.lab.(½.lab+lbc) LAC Ra = 1457.½.3,2² (½.1+3,2) = 2529 kg 4,2

119 88 Kontrol Σ V = 0 Ra + Rc qu1.lbc qu2.lab = x3,2 998x1 = 0 0 = 0...(OK) Bidang M Ma = 0 Mb kiri = Ra.LAB - ½. qu2. LAB² = ½ ² =1414 kg.m Mmaks Dx = 0 Rc qu1.x1 = 0 X1 = Rc/qU1 = 2774/1457 = 1,90 m Mmaks = Rc.X1 - ½.qU1.X1² = ,9- ½ ,9²= 3472 kg.m Mb kanan = Rc.LBC - ½.qU1.LBC² = ,2 - ½ ,2² = 1414 kg.m Mc = 0 Gambar Bidang M pada tangga Penulangan Tangga Pada perhitungan penulangan untuk pelat tangga digunakan penulangan secara tipikal dengan mangambil gaya gaya yang terbesar yang terjadi antara tangga lantai 1 dan tangga lantai dasar. Sebelum menghitung tulanga lentur hendaknya lebih dahulu ditentukan batasan nilai ρ (rasio tulangan) yang akan digunakan dengan data-data perancangan yang ada. Beikut data perencanaan tangga. 88

120 Mutu beton (f c) = 40 Mpa Mutu baja (fy) = 420 Mpa D lentur = 13 mm Ø Susut = 8 mm decking = 30 mm h pelat = 150 mm d tangga = h decking - ½ D = ½ 13 = 113,5 mm Momen maks = 3472,7 kg.m Penulangan lentur ɸ = 0,9 (SNI pasal ) Rn m = perlu = 1 m = Mu = 3472 x 10 4 ɸ.b.d² = 2,99 0,9 x 1000 x 113,5 2 fy = 420 = 12,35 0,85 x f c 0,85 x 40 2m x Rn (1 1 ) fy = 1 12,35 2x12,35 x 2,99 (1 1 )=0, min = 1,4/fy = 1,4/420 = 0,0033 pakai = 0,0074 A s perlu = pakai x b x d = 0,0090 x 1000 x 113,5 = 848,6mm² A s tulangan = ¼ x π x D² = ¼ x π x 13² = 123,75 mm² Jarak =1000: ( As perlu As tulangan ) =1000: (1078,5 132,6 ) = 156,32 mm 100 mm Kontrol jarak spasi tulangan : S.tul 2h = 2 x 150 = 300 mm (Ok) S.tul 450 mm (Ok) Maka digunakan tulangan lentur D mm Sehingga A s pakai = 1000 x ¼ x π x13² = 1326,7 mm² 100 Penulangan Susut Penulangan susut tangga digunakan tulangan minimum berdasarkan SNI rasio tulangannya sebesar 0,0020. As perlu = min b d= 0, ,5 = 227 mm 2 89

121 90 A s tulangan Jarak = ¼ x π x D² = ¼ x π x 10² = 50,24 mm² As perlu 227 =1000: ( ) =1000: ( As tulangan 90 50,24 ) = 221 mm 200 mm Maka digunakan tulangan susut D mm Penulangan pelat bordes Pada penulangan pelat bordes dilakukan dengan langkahlangkah yang sama seperti penulangan pelat tangga. Berikut data perencanaannya: Mutu beton (f c) = 40 Mpa Mutu baja (fy) = 420 Mpa D lentur = 13 mm D Susut = 10 mm decking = 40 mm h pelat = 150 mm d tangga = h decking - ½ D = ½ 13 = 253,5mm Momen b = 1414 kg.m Penulangan lentur ɸ = 0,9 (SNI pasal ) Rn m = perlu = Mu = 2397 x 10 4 ɸ.b.d² = 2,07 0,9 x 1000 x 253,5 2 fy = 420 = 15,68 0,85 x f c 0,85 x 40 = 1 m = 2m x Rn (1 1 ) fy 1 15,68 2x15,68 x 2,61 (1 1 )=0, min = 1,4/fy = 1,4/420 = 0,0033 pakai = 0,0054 A s perlu = pakai x b x d = 0,0054 x 1000 x 253,5 = 274,36 mm² = ¼ x π x D² = ¼ x π x 13² = 132,6 mm² A s tulangan Jarak =1000: ( As perlu As tulangan = 179,9 mm 100 mm ) =1000: (274,36 132,6 )

122 Kontrol jarak spasi tulangan : S.tul 2h = 2 x 150 = 300 mm (Ok) S.tul 450 mm (Ok) Maka digunakan tulangan lentur D mm Sehingga A s pakai = 1000 x ¼ x π x13² = 1326,7 mm² 100 Penulangan Susut Penulangan susut tangga digunakan tulangan minimum berdasarkan SNI rasio tulangannya sebesar 0,0020. As perlu = min b d= 0, ,5 = 227 mm 2 A s tulangan = ¼ x π x ø² = ¼ x π x 8² = 50,24 mm² As perlu 227 Jarak =1000: ( ) =1000: ( As tulangan 50,24 ) = 221 mm 200 mm Maka digunakan tulangan susut ø8 200 mm Berikut Gambar penulangan pada tangga: 91 D D8-200 D8-200 D D D D D D D D D Gambar Penulangan Tangga Untuk jenis penulangan jenis tangga yang lain dapat dilihat pada tabel berikut:

123 92 Tangga lt Basement Tabel Tabel penulangan pelat tangga Pelat tangga Pelat bordes Lentur D susut D lentur D susut D Lentur D Pelat tangga susut D tangga lt 1-15 Lentur D Pelat bordes susut D Perencanaan Balok Bordes Pemilihan perancangan tangga sangat bergantung pada asumsi permodelan struktur yang digunakan pada saat perhitungan dan pelaksanaan yang dilakukan di lapangan. Apabila tangga direncanakan dengan tumpuan perletakan sederhana sendi rol maka diperlukan adanya balok bordes pada dinding guna memikul tumpuan pelat tangga dan bordes. Pada perencanaan kali ini balok bordes direncanakan 1 tipe. Untuk data-data perencanaannya adalah sebagai berikut : h bordes = 30 cm b bordes = 20 cm f c = 40 Mpa fy = 420 Mpa L = 4,334 m D utama = 13 mm Ø Sengkang = 10 mm Decking = 40 mm d bordes = h decking - ø-½ D = ½.13 = 253,5 mm Pada pembebanan bordes selain berat mati sendiri dan berat dinding juga ditambahkan reaksi perletakan pada tangga : Tabel Pembebanan bordes 92

124 Jenis beban Dimensi (m) BV BL N Berat h b kg/m³ kg/m² kg/m Balok 0,3 0, dinding 2, ,5 qd 706,5 Ra = 2529/L = 2529/4,334 = 583,57 kg/m qu = 1,2 DL + Ra = 1,2 x 706, ,57 = 1431 kg/m Perhitungan momen positif lapangan berdasarkan SNI pasal dimana balok bordes diasumsikan ujung tak menerus menyatu dengan tumpuan. Mu = (1/14) x qu x L² = (1/14) x1431x 4,334² = 1920,4 kg.m Penulangan lentur ɸ = 0,9 (SNI pasal ) Rn m = perlu = 1 m = Mu = 1920 x 10 4 ɸ.b.d² = 1,66 0,9 x 200 x fy = 420 = 12,353 0,85 x f c 0,85 x 40 2m x Rn (1 1 ) fy = 1 12,35 2x12,35 x 1,66 (1 1 ) = 0, min = 1,4/fy = 1,4 / 420 = 0,0033 pakai = 0,0059 A s perlu = pakai x b x d = 0,0041 x 200 x 253 = 205,56 mm² A s tulangan = ¼ x π x D² = ¼ x π x 13² = 132,6 mm² n = As perlu/ As tulangan = 205,56/132,6 = 1,55 2 buah Kontrol jarak spasi tulangan : S > 25 mm (SNI pasal 7.6.1) Jarak = b 2xdecking 2xD 2xø n 1 93

125 94 = 200 2x40 2x13 2x8 3 1 = 74 mm > 25 mm (Ok) Maka dipasang tulangan 2D13 (As pasang = 398mm²). Untuk As lentur tekan dipakai ½ As tarik. As = 398/2 = 199 mm² n = As perlu/ As tulangan = 199/132,6 = 1,5 2 buah Maka dipasang tulangan 2D13 (As pasang = 265,33 mm²). Penulangan Geser o Vu = ½ x qu x L = ½ x 1381 kg/m x 4,975m =3101,7 kg o Sumbangan kekuatan geser beton : Vc = 0,17 x f c x b x d = 0,17 x 40 x 200 x 253,5 = N ɸ = 0,75 (SNI pasal ) ɸ Vc = 0,75 x N = N o Cek kondisi penampang geser : Vu ɸ Vc N < 20442N...(Tulangan Geser minimum) o Digunakan spasi tulangan geser praktis d/2 = 253,5/2 (SNI 2847 pasal ) = 126, mm Dipakai 2 D mm (Av = 157 mm²) Cek gaya geser perlawanan sengkang Vs = Av x fy x d/s = 157 x 420 x 253,5/120 = N Syarat : ɸ(Vs + Vc) > Vu ,N > N...(Ok) 94

126 4.2.4 Perencanaan Balok Lift Data Perencanaan Pada perancangan lift ini meliputi balok balok yang berkaitan dengan ruang mesin lift. Untuk lift pada bangunan ini menggunakan lift penumpang yang diproduksi oleh Hyundai. Seperti diperlihatkan pada data-data berikut ini: Merk = Hyundai Elevator Kecepatan = 1,75 m/s Kapasitas = 15 orang (1000 kg) Lebar pintu (OP) = 900 mm Dimensi sangkar (car size): Outside = 1660 x 1655 Inside = 1600 x 1500 Hoistway = 2050 x 2150 Beban ruang mesin : R1 = 5450 kg R2 = 4300 kg 95 Gambar Denah lift

127 96 R2 R2 R2 R2 Gambar Denah balok lift pada shearwall Data desain balok lift : Bentang = 5 m h balok = L/12 = 500/12 = 41,66 cm 50 cm b balok = h/2 = 50/2 = 25 cm mutu beton (f c) = 40 Mpa mutu baja (fy) = 420 Mpa D utama = 16 mm Ø sengkang = 10 mm decking = 40 mm d = 452 mm ɸ = 0,9 (SNI pasal ) Pembebanan : Berat balok = 0,25 x 0,5 x 2400 = 300 kg/m² Berdasarkan PPIUG 1983 pasal 3.3 menyatakan bahwa keran yang membebani struktur pemikulnya terdiri dari berat sendiri dan berat beban yang diangkatnya yang sudah dikalikan suatu koefisien kejut sebagai berikut: Ψ = 1 + k1 x k2 x v 1,15 Dimana: Ψ = (koefisien kejut yang nilainya tidak boleh diambil kurang dari 1,15) 96

128 97 k1 = 0,6 (koefisien yang tergantung pada kekuatan struktur keran induk) k2 = 1,3 (koefisien yang tergantung pada sifat-sifat mesin dari keran angkatnya) v = 1 (kecepatan angkat maksimum, tidak perlu diambil lebih dari 1 m/s) Ψ = 1 + k1 x k2 x v 1,15 = 1 + 0,6 x 1,3 x 1 1,15 = 1,78 1,15 (Ok) PU1 = Ψ x R2 = 1,78 x 4300 Gambar Ilustrasi pembebanan balok lift Analisis gaya dalam balok lift : Dalam mencari gaya dalam balok lift digunakan program bantu ETABS 2016 sehingga didapatkan gaya dalam sebagai berikut: Mu = 11728,4kg.m Vu = 9009,0 kg Penulangan Lentur Rn = m = perlu min Mu = 11728,6x104 ɸ.b.d 2 = 2,55 ɸ.b.d 2 fy = 420 = 12,35 0,85.f c 0,85.40 = 1 m = 2m x Rn (1 1 ) fy 1 12,35 pakai = 0,0063 A s perlu 2x12,35 x 2,5 (1 1 ) = 0, = 1,4/fy = 1,4/420 = 0,0033 = pakai x b x d = 0,0056 x 250 x 452

129 98 = 714,34 mm² A s tulangan = ¼ x π x D² = ¼ x π x 16² = 200,96 mm² n = As perlu/ As tulangan = 714/200,96 = 3,55 4 buah Kontrol jarak spasi tulangan : S > 25 mm (SNI pasal 7.6.1) Jarak = b 2xdecking 2xD 2xø n 1 = 250 2x40 2x16 2x = 39,3 mm > 25 mm (Ok) Maka dipasang tulangan 4D16 (As pasang = 803,8 mm²). Untuk As tekan dipakai ½ As tarik As = 803,8/2 = 401,92 mm² n = As perlu/ As tulangan = 401,92/200,96 = 2 buah Maka dipasang tulangan 2D16 (As pasang = 401,9 mm²). Kontrol penggunaan faktor reduksi : α = As x fy 0,85 x f c x b 803,8 x 420 = 0,85 x 40 x 250 = 39,71mm β = 0,85 0,05x f c 28 7 = 0,85-0,05 x = 0,76 Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = α β = 39,71 0,76 = 51,96 mm syarat berdasarkan SNI gambar S9.3.2 c 0,375 d = 0,375 x 452 = 169,5 mm 51,97 mm 169,5 mm (Ok) Kontrol kekuatan lentur nominal rencana : Mn rencana = As.fy.(d α 2 ) = 803, (452 39,71 2 ) 98

130 = 14589,61kg.m ɸMn rencana = 0,9 x 14589,61 = 13130,65 kg.m syarat : ɸ Mn rencana > Mu 13130,65 kgm > 11728,41kgm (Ok) Penulangan Geser o Vu = 9090,0 kg o Sumbangan kekuatan geser beton : Vc = 0,17 x f c x b x d = 0,17 x 40 x 250 x 452 = N ɸ = 0,75 (SNI pasal ) ɸ Vc = 0,75 x N = 91121,03 N o Cek kondisi penampang geser : Vu ɸ Vc 9090,0 N>91121 N...(Perlu tulangan Geser) Digunakan spasi tulangan geser praktis untuk daerah lapangan sesuai SNI 2847 pasal : d/2 = 452/2 (SNI 2847 pasal ) = mm Dipakai 2 ø mm (Av = 157 mm²) Digunakan spasi tulangan geser maksimum untuk tumpuan sesuai SNI 2847 pasal : d/4 = 452/4 (SNI 2847 pasal ) = mm Dipakai 2 ø mm (Av = 157 mm²) Cek gaya geser perlawanan sengkang Vs = Av x fy x d/s = 157 x 420 x 452/100 = N Syarat : ɸ(Vs + Vc) > Vu ,33 N > N...(Ok) 4.3 Pemodelan Struktur Struktur yang direncanakan adalah gedung hotel yang terdiri dari 15 lantai dan 1 basement dengan total tinggi struktur 66 meter. 99

131 100 Denah dari struktur yang ada dalam permodelan tugas akhir penulis adalah sebagai berikut. Gambar Denah Struktur Apartemen Wang Residence Jakarta Barat Permodelan struktur gedung Apartemen Wang Residence Jakarta Barat dilakukan menggunakan program bantu ETABS 2016 Pada program ETABS 2016, struktur ini akan dimodelkan sesuai dengan kondisi yang nyata. Program ini akan membantu dalam beberapa perhitungan yang akan digunakan untuk mengecek apakah struktur sudah memenuhi persyaratan yang ada di SNI 1726:2012 (Gempa). Berikut adalah pemodelan yang sudah dilakukan dalam program ETABS 2016 : Gambar Pemodelan 3D Struktur Apartemen Wang Residence 100

132 Perhitungan Berat Struktur Data perencanaan struktur seperti data luas lantai, tinggi struktur, panjang balok induk, dan balok anak merupakan data data yang diperlukan dalam perhitungan berat struktur Berat Total Bangunan Perhitungan nilai total berat bangunan ini akan digunakan untuk menentukan gaya geser statik. Nilai tersebut digunakan untuk mengecek apakah perhitungan struktur Apartemen Wang Residence yang menggunakan pembebanan gempa dinamik gaya geser nya sudah mencapai 80% gaya geser statik. Pada tugas akhir ini perhitungan berat struktur diambil dari hasil analisis menggunakan program ETABS 2016 untuk kombinasi 1D + 1L Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan diperlukan dalam sebuah perencanaan struktur bangunan. Pada saat konstruksi, tentunya beban-beban yang bekerja pada struktur hanyalah beban-beban mati saja dan beban hidup sementara akibat dari pekerja bangunan. Sedangkan pada masa layan, beban-beban hidup permanen dari aktifitas pemakai gedung dan barang-barang inventaris yang dapat bergerak di dalam gedung. Hal ini tentunya akan berdampak pada kekuatan rencana elemen struktur yang direncanakan berdasarkan kombinasi pembebanan terbesar akibat penjumlahan beban-beban yang bekerja dengan faktor beban LRFD (Load Resistance Factor Design). Kombinasi pembebanan yang dipakai pada struktur gedung ini mengacu pada SNI 1726:2012 bangunan tahan gempa sebagai berikut 1,4 DL 1,2 DL + 1,6 LL 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0E 1,2 DL + 1,0 LL - 1,0E 0,9 DL + 1E 0,9 DL - 1E Keterangan : DL : beban mati LL : beban hidup E : beban gempa

133 Analisis Beban Seismik Pada struktur gedung Apartemen Wang Residence ini mempunyai jumlah lantai 15 tingkat dengan ketinggian 66 m. Perhitungan beban gempa pada struktur ini ditinjau dengan pengaruh gempa dinamik sesuai SNI 1726:2012. Analisisnya dilakukan berdasarkan analisis respon dinamik dengan parameter-parameter yang sudah ditentukan Arah pembebanan Beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan terjadi dalam arah sembarang (tidak terduga) baik dalam arah x dan y secara bolak-balik dan periodikal. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa rencana dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa yang arahnya tegak lurus dengan arah utama dengan efektifitas 30%. - Gempa Respon Spektrum X : 100% efektivitas untuk arah X dan 30% efektivitas arah Y - Gempa Respon Spektrum Y : 100% efektivitas untuk arah Y dan 30% efektifitas arah X Faktor Keutamaan (I e) Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I e. Gedung ini direncanakan sebagai bangunan hotel (penginapan). Pada Tabel 1 SNI 1726:2012 bangunan ini termasuk kategori II sehingga didapat nilai I e = 1, Parameter Respon Spektrum Rencana Parameter respon spektrum rencana digunakan untuk menentukan gaya gempa rencana yang bekerja pada struktur. Berikut adalah nilai parameter respon spektrum untuk wilayah surabaya dengan kondisi tanah lunak (kelas situs SE) : PGA = Ss = 0,663 S 1 = 0,247 CRs = 0,991 CR 1 = 0,929 FPGA = 1,

134 103 Fa = 1,374 Fv = 3,012 S MS = 0,911 PSA = 0,366 S M1 = 0,744 S DS = 0,607 S D1 = 0,496 T 0 = 0,163 T S = 0, Kategori Desain Seismik (KDS) Semua struktur harus ditetapkan kategori desain seismik-nya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, S DS dan S D1. Masing-masing bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan mengacu pada SNI 1726:2012 tabel 6 atau 7. Gedung ini termasuk kategori risiko II dimana nilai parameter S DS = 0,607 (0,50 S DS) dan S D1 = 0,496 (0,20 S D1). Sehingga kategori desain seismik berdasarkan data tersebut adalah termasuk dalam kategori desain seismik D Faktor Reduksi Gempa (R) Gedung ini menggunakan material beton bertulang dan direncanakan dengan sistem rangka pemikul momen Rangka beton bertulang pemikul momen khusus (SRPMK). Berdasarkan tabel 9 SNI 1726:2012 didapatkan nilai faktor pembesaran defleksi (C d) = 5,5 nilai koefisien modifikasi respon (R) = 8 dan nilai faktor kuat lebih sistem (Ω) = Kontrol Desain Setelah dilakukan pemodelan struktur 3 dimensi dengan program bantu ETABS 2016, hasil analisis struktur harus dikontrol terhadap suatu batasan-batasan tertentu sesuai dengan peraturan SNI 1726:2012 untuk menentukan kelayakan sistem struktur tersebut. Adapun hal-hal yang harus dikontrol adalah sebagai berikut : Kontrol partisipasi massa.

135 104 Kontrol periode getar struktur. Kontrol nilai akhir respon spektrum. Kontrol batas simpangan (drift) Dari analisis tersebut juga diambil gaya dalam yang terjadi pada masing-masing elemen struktur untuk dilakukan pengecekan kapasitas penampang Kontrol Partisipasi Massa Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.9.1, bahwa perhitungan respon dinamik struktur harus sedemikian rupa sehingga partisipasi massa ragam terkombinasi paling sedikit sebesar 90% dari massa aktual dari masing-masing arah. Dalam hal ini digunakan bantuan program ETABS 2016 untuk mengeluarkan hasil partisipasi massa seperti pada tabel berikut Tabel Rasio Partisipasi Massa Apartemen Wang Residence Case Mode Period Sum UX Sum UY sec Modal 1 1,569 0,6779 9,43E-06 Modal 2 1,46 0,6779 0,6708 Modal 3 1,06 0,6779 0,6709 Modal 4 0,388 0,8603 0,6709 Modal 5 0,344 0,8603 0,8667 Modal 6 0,242 0,8603 0,8667 Modal 7 0,173 0,9239 0,8667 Modal 8 0,153 0,9239 0,9303 Dari tabel di atas, didapat partisipasi massa arah X sebesar 92% pada moda ke 7 dan partisipasi massa arah Y sebesar 93% pada moda ke 8. Maka dapat disimpulkan analisis struktur yang sudah dilakukan telah memenuhi syarat yang terdapat pada SNI 1726:2012 pasal yaitu partisipasi massa ragam terkombinasi paling sedikit sebesar 90% Kontrol Waktu Getar Alami Fundamental 104

136 105 Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental (T) dari struktur gedung harus dibatasi. Berdasarkan SNI 1726:2012, perioda fundamental struktur harus ditentukan dari : Ta C t h n Nilai T di atas adalah batas bawah periode struktur yang ditinjau. Untuk batas atas nya dikalikan dengan koefisien batas. Besarnya koefisien tersebut tergantung dari nilai S D1. Struktur gedung Swiss Belhotel memiliki tinggi dari lantai dasar hingga atas gedung adalah 54 m. Pada struktur ini digunakan tipe struktur rangka beton pemikul momen sehingga pada Tabel 15 SNI 1726:2012 didapatkan nilai : C t = 0,0466 a x = 0,9 h n = 66 m maka : Ta = 0,0466 x 66 0,9 = 1,582 s Nilai C u = 1,4 didapat dari Tabel 14 SNI 1726:2012, untuk nilai S D1 = 0,496, maka : T Cu Ta 1,4 1,582 2,36 s Dari hasil analisa ETABS 2016 didapat : Tabel Perioda dan Frekuensi Struktur Case Mode Period sec Modal 1 1,569 Modal 2 1,46 Modal 3 1,06 Modal 4 0,388 Modal 5 0,344 Dari tabel di atas didapat T = 1,569 s. Maka berdasarkan kontrol waktu getar alami fundamental nilai T masih lebih kecil dari C u x T a. x

137 106 Jadi analisis struktur gedung Wang Residence masih memenuhi syarat SNI 1726:2012 Pasal Kontrol Nilai Akhir Respon Spektrum Berdasarkan SNI 1726:2012, nilai akhir respon dinamik struktur gedung dalam arah yang ditetapkan tidak boleh kurang dari 85% nilai respons statik. Rumus gaya geser statik adalah : V C W (SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1) s Dimana : SDS 0,607 CS 0,087 R 7 Ie 1 Nilai C s di atas nilainya tidak perlu diambil lebih besar dari: SD 0,556 C 1 0, S R T 2,37 Ie 1 Maka diambil C s = 0,0506 Dan tidak lebih kecil dari : C s = 0,044 S DS I e = 0,044 0,607 1 = 0,0506 > 0,01 (OK) Maka diambil nilai Cs = 0,0506 Dari analisis yang sudah dilakukan, didapatkan nilai berat total struktur gedung Wang Residence adalah : ,952 kg V C W statik S 0, , ,739 kg Dari hasil analisis menggunakan program ETABS 2016 didapatkan nilai gaya geser dasar (base shear) sebagai berikut : Tabel Gaya Geser Dasar akibat Beban Gempa QUAKE X Max 9023, ,8778 QUAKE Y Max 2707, ,1942 Kontrol : 106

138 Untuk gempa arah X : % V V dinamik 85 Statik 9023,32 85% 6750, , ,11 kg (OK) Untuk gempa arah Y : % V V dinamik 85 Statik ,04 85% 6281, , ,479 kg (OK) 107 Dari kontrol di atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktur Wang Residence masih memenuhi persyaratan SNI 1726:2012 Pasal Kontrol Batas Simpangan Antar Lantai (Drift) Pembatasan simpangan antar lantai suatu struktur bertujuan untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal untuk memenuhi persyaratan simpangan digunakan rumus : I < a Dimana : i = Simpangan yang terjadi a = Simpangan ijin antar lantai Perhitungan i untuk tingkat 1 : Cd δe1 Δ1 I Perhitungan i untuk tingkat 2 : Cd Δ 2 δe2 δe1 I Dimana : e Simpangan yang dihitung akibat beban gempa tingkat 1 e Simpangan yang dihitung akibat beban gempa tingkat 2

139 108 C d = Faktor pembesaran defleksi I = Faktor keutamaan gedung Untuk sistem rangka beton bertulang pemikul momen khusus, dari tabel 9 SNI 1726:2012 didapatkan nilai C d = 5,5 dan dari tabel 2 SNI 1726:2012 didapat nilai I = 1. Dari tabel 16 SNI 1726:2012 untuk sistem struktur yang lain simpangan antar tingkat ijinnya adalah : Δa 0,020 h sx Dimana : h sx = Tinggi tingkat dibawah tingkat x Untuk tinggi tingkat 5 m, simpangan ijinnya adalah : 0,02 5 Δ a 0,1m 100 mm Untuk tinggi tingkat 4 m, simpangan ijinnya adalah : 0,02 4 Δ a 0,08 m 80 mm Dari analisis akibat beban lateral (beban gempa) dengan program ETABS 2016, diperoleh nilai simpangan yang terjadi pada struktur yaitu sebagai berikut : Tabel Kontrol Simpangan Arah X dan Arah Y Terbesar Lantai Tinggi Lantai Elevasi Total Drift Story ,00 16,50 80 Oke Story ,20 17,60 80 Oke Story ,8 3,20 17,60 80 Story ,6 3,20 17,60 80 Oke Story ,4 3,30 18,15 80 Oke Story ,1 3,40 18,70 80 Oke Story ,7 3,30 18,15 80 Oke Story ,4 3,20 17,60 80 Oke Story ,2 3,20 17,60 80 Oke Story ,00 16,50 80 Oke Story ,80 15,40 80 Oke Story ,2 2,50 13,75 80 Oke Story ,7 2,30 12,65 80 Oke Story ,4 1,80 9,90 80 Oke Story ,6 1,70 9, Oke Story ,9 0,90 4, Oke Base 0-5 0,00 0,00 0 Oke 108 Perpindahan Story Drift (m) (m) (mm) (mm) (mm) Story Drift Izin Δ a (mm) Cek Oke

140 109 Dari hasil kontrol pada tabel di atas, maka analisis struktur Swiss Belhotel telah memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI 1726:2012 Pasal dan Pasal Kontrol Sistem Ganda Berdasarkan SNI Tabel 9 point D.3 Sistem Ganda merupakan sistem struktur yang beban lateral gempa bumi dipikul bersama oleh dinding geser dan rangka secara proporsional. Dimana sistem rangka pemikul momen harus didesain secara tersendiri mampu menahan sedikitnya 25% beban lateral. Kombinasi dari dinding gese dan rangka dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Kontrol Sistem Ganda Prosentase Dalam Menahan Gempa Portal akibat gempa X akibat gempa Y X Y X Y 9594, , , ,417 46% 42% 42% 41% shearwall akibat gempa X akibat gempa Y X Y X Y 11163, , , ,53 54% 58% 58% 59% Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa persentse dari SRPM untuk menahan gaya gempa x dan gaya gempa y nilainya lebih besar dari 25%, sehingga konfigurasi struktur gedung telah memenuhi syarat sebagai struktur sistem ganda. 4.4 Perencanaan Struktur Primer Umum Struktur utama merupakan suatu komponen utama dimana kekakuannya mempengaruhi perilaku gedung tersebut. Struktur utama memiliki fungsi untuk menahan pembebanan yang berasal dari beban gravitasi dan beban lateral berupa beban gempa maupun beban angin. Komponen utama terdiri dari balok induk, kolom dan shearwall. Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan struktur utama mencakup kebutuhan tulangan yang diperlukan pada komponen tersebut.

141 Perencanaan Balok Induk Balok induk merupakan struktur utama yang memikul beban struktur sekunder dan meneruskan beban tersebut ke kolom. Di dalam preliminary desain gedung Wang Residence Jakarta Barat direncanakan dimensi balok induk sebesar 60/90 dengan panjang bentang 1200 cm dan balok induk 40/60 dengan panjang bentang 900 cm dengan menggunakan sistem pracetak. Maka dari itu, penulangan lentur balok induk dihitung dalam dua kondisi, yaitu sebelum komposit dan setelah komposit. Dengan adanya dua kondisi tersebut nantinya akan dipilih tulangan yang lebih kritis untuk digunakan pada penulangan balok induk Data Perencanaan Data perencanaan yang diperlukan meliputi : Mutu beton (fc ) = 40 MPa Mutu baja (fy) = 420 MPa Dimensi balok = 50/70 cm & 40/60 cm Diameter tulangan longitudinal = 13 mm Diameter tulangan sengkang = 10 mm Tebal decking = 50 mm Penulangan Lentur Balok Induk Melintang Interior 50/70 Sebelum Komposit Balok pracetak pada saat sebelum komposit dihitung sebagai balok sederhana pada tumpuan dua sendi. Pembebanan pada balok induk sebelum komposit konsepnya sama dengan pembebanan balok induk sesudah komposit yang telah dihitung sebelumnya. Perhitungan untuk pembebanan merata pada balok induk menggunakan konsep tributari area. Berikut ini merupakan beban merata (q) yang terjadi pada balok : Beban mati Berat sendiri pelat pracetak = 0, = 192 kg/m 2 Beban hidup Beban pekerja = 192 kg/m 2 Dimensi balok induk sebelum komposit = 40/46 Bentang balok induk = 9,2 meter Bentang bersih balok induk = 8,0 meter 110

142 111 a) Pelat dalam kondisi sebelum terdapat overtopping Pada kondisi sebelum komposit, balok hanya menerima beban mati dan beban hidup dari pelat pracetak, balok anak, dan berat dari balok induk itu sendiri. Beban pada balok anak L x 153,3 113, 3cm l y cm 2 2 Beban mati Berat balok anak = 0,3 0, = 259 kg/m 2 Berat ekivalen = 1 1 lx 2 q l x l y 2 = 1 1 1, , ,2 = 212,26 kg/m Total beban mati balok anak (Qd) = ,26 = 471 kg/m Beban hidup Berat ekivalen pelat 2 = 1 1 l x 2 q l x l y 2 = 1 1 1, ,2 = 355,95 kg/m Qu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 (471) + 1,6 (355,95) = 1135 kg/m

143 112 Kemudian berat total dari balok anak ini dijadikan sebagai beban terpusat (P D) pada saat pembebanan balok induk. Pu = 1135 kg/m 2,3 m = 2611,13 kg Beban pada balok induk Beban yang terjadi pada balok induk adalah berat sendiri balok induk dan berat eqivalen pelat. Berat balok induk = 0,3 0, = 403,2 kg/m 1 Berat ekivalen pelat = 2 q l x 4 1 = , 13 4 = 109 kg/m Total beban mati balok induk (Qd) = 403, = 512 kg/m Qu = 1,2D = 1,2 512 = 614,4 kg/m Gambar Pembebanan Balok Induk Sebelum Komposit Mu Qu L Pu L ,4 8, ,147 kgm ,13 8,0 4 b) Perhitungan Tulangan Lentur Data Perencanaan Dimensi Balok Induk = 50 / 70 Bentang Balok Induk = 9,2 m Diameter Tulangan utama = 13 mm 112

144 113 Diameter Sengkang = 10 mm Tebal decking = 50 mm ρ min = 0,0035 dx = ( ½ 15) = 293,5 mm Mu = 10137,1 kgm = ,2 Nmm Karena perletakan sebelum komposit dianggap sendi maka momennya adalah nol, namun tetap diberi penulangan tumpuan sebesar setengah dari penulangan lapangan. Penulangan Lentur Dipakai Ø = 0,9 Mn = Mu = ,2 = ,6 Nmm Ø 0,9 Mn , 6 Rn 2, b dx ,85f' c 2Rn ρ perlu 1 1 fy 0,85 f'c 0, , , ,85 40 ρ perlu = 0,0065> ρ min = 0,0035 dipakai ρ perlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : Tulangan lentur tarik ρ b d As perlu =0,0082 x 2500 x 293,5 = 981,86 mm 2 n As perlu tulangan= As D13 981,86 7, buah 133 Digunakan tulangan lentur tarik 8D13 (As = 1061,32 mm 2 ) Jarak antar tulangan 1 lapis b - (2xC) - ( v) - (n -l) S maks (n -1) = 34,75 < 25 mm (2x50) - (10) - (8x13) (8-1)

145 114 Tulangan lentur tekan As = 0,5 x As = 0,5 x 1061,32 = 530,66 mm² Maka digunakan tulangan lentur tekan 5D13 (As = 663,33 > As ).. OK Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As pasang x fy = 1061,32 x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 400) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 0,85 0,005 (f c 28) 7 = 32,78 mm = 0,85 0,005 (40 28) = 0, Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 32,78 0,8414 = 38,95 - Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (293,5 38,95) 38,95 = 0,0196 > 0,005 (OK) Kekuatan lentur nominal rencana ØMn = Ø x As pasang x fy x d a 2 = 0,9 x 1061,32 x 420 x (293,5 32,78 2 ) = 0,9 x = Nmm Kekuatan lentur probability M pr = 1,25 x As pasang x fy x (d 1,25a ) c = 1,25 x 1061,32 x 420 x (293,5 1,25x32,78 ) 38,95 Mpr = ,9 Nmm Kontrol kekuatan lentur nominal ϕ Mn > Mu > ,2 Nmm OK 114

146 Penulangan Lentur Balok Induk Melintang Interior 50/70 Setelah Komposit Perencanaan balok induk didesain dengan menggunakan tulangan rangkap dimana untuk merencanakan tulangan lentur diperhitungkan gaya gempa arah bolak balik ( kiri-kanan ) yang akan menghasilkan momen positif dan negatif pada tumpuan. Hasil perencanaan tulangan yang nantinya akan digunakan merupakan kombinasi dari perencanaan bertahap tersebut dengan mengambil jumlah tulangan yang terbesar. Data - data yang akan digunakan dalam merencanakan balok induk pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : Mutu beton (f c) = 40 MPa Mutu baja (fy) tulangan = 420 MPa Dimensi balok induk = 50/70 cm Panjang balok induk = 9,2 m Tebal decking = 50 mm Diameter tulangan utama = 22 mm Diameter sengkang = 13 mm d = (0,5 x 22) = 626 mm d = (0,5 x 22) = 74 mm Dari perhitungan pada bab sebelumnya didapatkan : ρ min = 0,0035 Gambar Denah Pembalokan

147 116 Dari hasil analisa ETABS 2016 didapat nilai momen pada As 4 sebagai berikut : M tumpuan = Nmm M lapangan = Nmm Penulangan Tumpuan Mu = Nmm Dipakai Ø = 0,9 Mn = Mu = = ,2 Nmm Ø 0,9 Mn , 2 Rn 1, bdx ,85f' c 2Rn ρ perlu 1 1 fy 0,85 f' c 0, , , ,85 40 ρ perlu = 0,003 < ρ min = 0,0035 dipakai ρ min sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : Tulangan lentur tarik ρ b d As perlu 2 = 0, ,5 mm As perlu n tulangan AsD , buah 380,13 Digunakan tulangan lentur tarik 4D22 (As = 1519,76 mm 2 ) Jarak antar tulangan 1 lapis S maks b - (2xC) - ( v) - (n -l) (2x50) - (13) - (4x22) (n -1) (4-1) = 49 > 25 mm 116

148 Tulangan lentur tekan As = 0,5 x As = 0,5 x 1519,76 = 759,88 mm² Maka digunakan tulangan lentur tekan 2D22 (As = 759,88 > As ).. OK Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As pasang x fy = 1519 x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 500) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 37,52 mm 117 = 0,85 0,005 (f c 28) = 0,85 0,005 (40 28) = 0, Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 37,52 0,8414 = 44,47 - Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (846 43,47) 43,47 = 0,0554 > 0,005 OK Kekuatan lentur nominal rencana ØMn = Ø x As pasang x fy x d a 2 = 0,9 x 1519 x 420 x (626 36,58 ) 2 = ,2 Nmm Kontrol kekuatan lentur nominal ϕ Mn > Mu > Nmm OK Pada tumpuan dipasang tulangan atas (daerah Tarik) dengan As = 1519,76 mm 2 atau 4D22. Penulangan Lapangan Mu = Nmm Dipakai Ø = 0,9 Mn = Mu = = ,4 Nmm Ø 0,9 Mn Rn 0, bdx

149 118 0,85f' c 2Rn ρ perlu 1 1 fy 0,85 f'c 0, , , ,85 40 ρ perlu = 0,0021 < ρ min = 0,0035 dipakai ρ min sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar : Tulangan lentur tarik ρ b d As perlu 2 0, ,5 mm As perlu n tulangan As D ,5 3, buah 380,13 Digunakan tulangan lentur tarik 4D22 (As = 1520,53 mm 2 ) Jarak antar tulangan 1 lapis b -(2xC) -( v) -(n -l) 400 -(2x50) -(13) -(4x22) S maks (n -1) (4-1) = 77 > 25 mm (memenuhi) Tulangan lentur tekan As = 0,5 x As = 0,5 x 1520 = 740,25 mm² Maka digunakan tulangan lentur tekan 2D22 (As = 759,88 > As ).. OK Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a = As pasang x fy = 1480,5 x 420 (0,85 x f c x b) (0,85 x 40 x 500) - Rasio dimensi panjang terhadap pendek = 0,85 0,005 (f c 28) 7 = 36,58 mm = 0,85 0,005 (40 28) = 0,

150 119 - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral c = a ẞ = 36,58 0,8414 = 43,47 - Regangan Tarik netto ε t = εo x (dx c) c = 0,003 x (526 43,47) 43,47 = 0,0554 > 0,005 OK Kekuatan lentur nominal rencana ØMn = Ø x As pasang x fy x d a 2 = 0,9 x 1520 x 420 x (626 36,58 2 ) = 0,9 x = Nmm Kontrol kekuatan lentur nominal ϕ Mn > Mu > Nmm OK Hasil dari penulangan setelah komposit adalah sebagai berikut, Akibat momen tumpuan kiri dan kanan Tulangan atas = 4D22 (A s = 1519 mm 2 ) Tulangan bawah = 2D22 (A s = 759 mm 2 ) Akibat momen lapangan Tulangan atas = 4D22 (A s = 1520 mm 2 ) Tulangan bawah = 2D22 (A s = 759 mm 2 ) Penulangan Geser dan Torsi a. Penulangan Geser Syarat spasi maksimum tulangan geser balok menurut SNI 2847:2013 pasal : s < d/4 = 626/4 = 212 mm s < 6Ø tulangan lentur = 6 x 22 = 132 mm s < 150 mm Sengkang pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka tumpuan. Pada daerah lapangan, syarat maksimum tulangan geser balok adalah : s < d/2 = 626/2 = 423 mm

151 120 Menurut SNI 2847:2013 pasal bahwa gaya geser desain Ve harus ditentukan dari peninjauan gaya statis pada bagian komponen struktur antara muka-muka joint. Harus diasumsikan bahwa momen-momen dengan tanda berlawanan yang berhubungan dengan kekuatan momen lentur yang mungkin Mpr bekerja pada muka-muka joint dan bahwa komponen struktur dibebani dengan beban gravitasi tributari terfaktor sepanjang bentangnya. M pr1 M pr2 Wuln Ve l 2 Perhitungan Gaya Geser Desain Balok (Ve) Wu.ln = Kg (Output ETABS) 2 Ln = 9,2 1 = 8,2 m = 1519mm² A s negatif α = As x1,25 fy 0,85 x f cx b n = 1519 x 1,25 x420 0,85 x 40 x 420 M pr1 = As x 1,25 fy x (d α 2 ) A s positif α =1519 x 1, x (626 74,46 ) 2 = 46945,75 Kg.m = 759 mm² = As x1,25fy 0,85 x f cx b = 1519 x 1,25 x420 0,85 x 40 x 400 M pr2 = As x 1,25 fy x (d α 2 ) = 759 x 1, x (626 58,62 ) 2 = 22644,38 Kg.m Gaya Geser sendi plastis (Tumpuan): = Mpr1+Mpr2 Wu x Ln + V e1 V e2 = Ln , ,38 8,2 = Mpr1+Mpr2 Wu x Ln - Ln , ,38 = 8,2 = 74,46 mm = 58,62 mm = Kg = Kg 120

152 121 Ve 1 Gambar Gaya Geser Balok Gaya Geser Luar sendi Plastis (Lapangan): V u lap = Kg ( dari autocad) Sumbangan kekuatan geser beton: Vc = 0,17 x f c x b x d = 0,17 x 40 x 500 x 626 = N ɸ = 0,75 (SNI , pasal ) ɸ Vc = 0,75 x N = N Perencanaan Tulangan Geser Tumpuan Vc = 0 (SNI Pasal ), jika: Wu x Ln > ½ Ve kg > ½ = kg (Ok) Pu < Ag.f c/10 Pu = N (Output ETABS) Ag.f c/10 = 700 x 500 x 40 /10 = N N < N (Ok) Maka Vc = 0. Vs = Ve Vc = 0 = N φ 0,75 direncanakan 2 D10 mm (Av = 157 mm²) Av x fy x d 2h Vu luar sendi plastis x 157 x 420 x 626 Ve 2 S = = = 132,47 mm Vs Syarat spasi tulangan geser maksimum sesuai SNI pasal d/4 = 626/4 = 156,5 mm - 8db = 8 x 22= 176 mm mm Maka dipakai sengkang 2D mm pada daerah Tumpuan sepanjang 2h = 1400 mm.

153 122 Perencanaan Tulangan Geser Lapangan Ve > ɸ Vc Perlu tulangan Geser kg > 0,75 x N N > N Perlu tulangan Geser Vs = Ve Vc = = N φ 0,75 direncanakan 2D10 mm (Av = 235 mm²) Av x fy x d 157 x 420 x 626 S = = = 861,78 mm Vs Syarat spasi tulangan geser minimum sesuai SNI pasal d/2 = 626/2 = 313 mm Maka dipakai 2D mm pada daerah lapangan. b. Penulangan Torsi Sedangkan untuk perencanaan penampang yang diakibatkan oleh torsi harus didasarkan pada perumusan sebagai berikut : ɸ Tn Tu (SNI 2847:2013 Pasal ) Tulangan sengkang untuk torsi harus direncanakan berdasarkan (SNI 2847:2013 Pasal ) sesuai persamaan berikut : 2A A f T 0 t yt n cotθ s Dimana : T n = Kuat momen torsi (Tc+Ts>Tumin) T s = Kuat momen torsi nominal tulangan geser T c = Kuat torsi nominal yang disumbngkan oleh beton A o = Luas bruto yang ditasi oleh lintasan aliran geser, mm A t = Luas satu kaki sengkang tertutup yang menahan puntir dalam daerah sejarak s, mm 2 F yv = kuat leleh tulangan sengkang torsi,mpa s = Spasi tulangan geser atau puntir dalam arah parallel dengan tulangan longitudinal Sesuai peraturan (SNI 2847:2013 Pasal (a) pengaruh torsi boleh diabaikan bila momen torsi terfaktor Tu kurang dari : 122

154 2 A 0,083 f ' c Pcp Dimana : Ø = Faktor reduksi kekuatan f c = Kuat tekan beton, Mpa λ = 1,0 (beton normal) Acp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Pcp = Keliling luar penampang beton, mm 2 cp 123 Data perencanaan : Dimensi Balok Induk = 500/700 mm T u = Nmm (output ETABS) Pada struktur statis tak tentu dimana reduksi momen torsi pada komponen struktur dapat terjadi akibat redistribusi gaya-gaya dalam dengan adanaya keretakan. Sehingga berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal (a) maka momen puntir terfaktor maksimum T u dapat direduksi sesuai persamaan berikut : Tu 0,33 2 cp A f ' c Pcp ,750, Nmm Dengan demikian Tulangan Torsi diabaikan. a. Kontrol lendutan Komponen struktur beton yang mengalami lentur harus dirancang agar memiliki kekakuan cukup untuk batas deformasi yang akan memperlemah kemampuan layan struktur saat bekerja. Sesuai SNI 2847:2013 tabel 9.5(a), syarat tebal minimum balok apabila lendutan tidak dihitung adalah sebagai berikut : Balok dengan dua tumpuan 1 hmin L b 16

155 124 Lendutan tidak perlu dihitung sebab sejak preliminary design telah direncanakan agar tinggi dari masing-masing tipe balok lebih besar dari persyaratan h min b. Kontrol retak Distribusi tulangan lentur harus diatur sedemikian hingga untuk membatasi retak lentur yang terjadi, bila tegangan leleh rencana f y untuk tulangan tarik melebihi 300 MPa, penampang dengan momen positif dan negatif maksimum harus diproporsikan sedemikian hingga nilai Z yang diberikan oleh : Z f s d c A Tidak melebihi 30 MN/m untuk penampang didalam ruangan. fs = tegangan dalam tulangan yang dihitung pada beban kerja, f s dapat diambil 0,6 f y fs = 0,6 420 Mpa = 252 Mpa d c = tebal selimut beton diukur dari serat tarik terluar ke pusat batang tulangan ( decking + ½ jari-jari tulangan ) d c = ½ (22) = 74 mm A = Luas efektif beton ditarik disekitar tulangan lentur tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan titik pusat tulangan (pada hal ini diambil selebar 1 m ) tersebut dibagi dengan jumlah batang tulangan dalam 1 m tersebut. d c b A 12333,3 mm n 3 Z f d A s Z 240 c 0,074 0, Z 7,6 MN/m 30 MN/m...OK Pengangkatan Elemen Balok Induk Balok induk dibuat secara pracetak di pabrik. Elemen balok harus dirancang untuk menghindari kerusakan pada waktu proses pengangkatan. Titik pengangkatan dan kekuatan tulangan angkat harus menjamin keamanan elemen balok tersebut dari kerusakan. 124

156 125 Gambar Momen Saat Pengangkatan Balok Induk Dimana : 2 WL 4Yc M 1 4X 8 L x tg WX 2 L 2 M 2 4Yc 1 L x tg X Yt 4Y c Yb L x tg Kondisi sebelum komposit b = 50 cm h = 70 cm L = 920 cm Perhitungan : Yt = Yb = cm 2 Yc = = 43 cm tg45 X 0, tg X L 0, cm 2,09 m L 2 X L 9 2 2,09 5,02 m

157 126 Gambar Letak Titik Pengangkatan d. Pembebanan Balok (0,5 0, ) = 6182,4 kg 1,2 k W T sin P 2 1,2 1,2 6182, ,33 kg 4451,33 T sin ,3 kg e. Tulangan Angkat Balok Induk Pu = 6182,4 kg Menurut PBBI pasal tegangan ijin tarik dasar baja bertulang mutu fy = 420 Mpa adalah fy/1,5 tarik ijin = 4200/1,5 = 2800 kg/m 2 Ø tulangan angkat Ø tulangan angkat Pu ijin x 6182,,4 2800x Ø tulangan angkat 0,84 cm = 8,4 mm Digunakan Tulangan Ø 12 mm f. Momen yang Terjadi Pembebanan Balok (0,5 0,562400) = 672 kg/m 126

158 127 Dalam upaya untuk mengatasi beban kejut akibat pengangkatan, momen pengangkatan dikalikan dengan faktor akibat pengangkatan sebsar 1,2 sebagai berikut : Momen lapangan 2 WL 4Yc M 1 4X 8 L x tg x9,2 4 0,43 M 1 4 0,227 1,2 8 9,2 45 x tg 1762 kgm Momen tumpuan WX 2 L 2 M ,4 0, M 1,2 1468,33 kgm 2 g. Tegangan yang Terjadi Lapangan 4 M 1409,6 10 f Wt = 0,674 MPa f r =,7 ' Tumpuan 4 M 610 f Wt = 0,00287 MPa f r = ' 0 fc = 4,43 MPa..OK 2 0,7 fc = 4,43 MPa..OK Dari perhitungan momen diatas, didapatkan nilai f akibat momen positif dan negatif berada dibawah nilai f r ijin usia beton 3 hari. Jadi dapat ditarik kesimpulan, balok tersebut aman dalam menerima tegangan akibat pengangkatan.

159 Perencanaan Kolom Perencanaan Kolom Interior Lantai 1 Gambar Potongan Rangka Struktur Pada perencanaan Tugas Akhir ini, kolom yang diperhitungkan diambil pada kolom interior lantai 1. Data kolom perencanaan dimensi kolom tersebut adalah sebagai berikut : Mutu Beton : 40 Mpa Mutu Baja Tulangan : 525 Mpa (1,25 fy) Dimensi Kolom : 100/100 cm Tebal decking : 40 mm Diameter Tulangan Utama (D) : 25 mm Diameter Sengkang (ф) : 13 mm d = h - selimut ф 0,5D = (0,5 x 25) = 798 mm Dengan menggunakan software ETABS 2016 diperoleh Besarnya gaya pada kolom atas adalah sebagai berikut: Kontrol Dimensi Kolom Sesuai dengan persyaratan pada SNI 2847:2013 komponen struktur yang memikul gaya aksial terfaktor akibat beban gravitasi 128

160 129 terfaktor yang melebihi Ag.fc /10, harus memenuhi ketentuan pada pasal , , dan f ' c Gaya aksial terfaktor Ag N 4000 kn Dari hasil analisa dengan menggunakan program bantu ETABS 2016 didapat gaya aksial tekan terfaktor yang terbesar adalah 8378 kn. Karena beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur telah f 'c melebihi Ag, maka pasal tersebut di atas berlaku. 10 Ukuran penampang terpendek 900 mm > 300 mm (Ok) Ratio b/h = 1000/1000 = 1 > 0,4 (Ok) Perhitungan Penulangan Kolom Dari hasil analisa dengan program bantu ETABS 2016 didapat data beban aksial dan momen yang terjadi, kemudian dilakukan perhitungan penulangan memanjang kolom menggunakan program bantu Pc Acool, didapatkan diagram interaksi antara aksial dan momen pada kolom yaitu sebagai berikut : 5327 Gambar Diagram Interaksi Aksial dan Momen pada Kolom Berdasarkan hasil tersebut, kolom memerlukan tulangan memanjang (longitudinal) sebanyak 16D22 (ρ = 1,26 %). Kebutuhan

161 130 ρ tersebut telah memenuhi syarat SNI 2847:2013 pasal yaitu antara 1% - 8%. Dari hasil analisis kolom menggunakan program bantu Pc Acool, didapat hasil analisa sebagai berikut : Rasio tulangan longitudinal = 1,26 % Penulangan 24D25 = As : 11775mm 2 Ix = 8,33 x mm 4 Iy = 8,33 x mm 4 Ag = 10 6 mm Kontrol Kapasitas Beban Aksial Kolom Sesuai SNI 2847:2013 Pasal , kapasitas beban aksial kolom tidak boleh kurang dari beban aksial terfaktor hasil analisa struktur. P (max) 0,8 0,85 f ' ( A A ) f A n ,0 0 N 0,8 0,65 0,85 40 (10 c 19232,1 kn 5327 kn...ok jadi, tulangan memanjang 24 D25 dapat digunakan Kontrol Persyaratan Kolom Terhadap Gaya Geser Rencana Ve Geser pada kolom : Bedasarkan SNI 2847:2013 pasal gaya geser desain, Ve ditentukan sebagai berikut : ( 2 M pr) Ve Ln M pr adalah kekuatan lentur mungkin komponen struktur, dengan atau tanpa beban aksial, yang ditentukan menggunakan properti komponen struktur pada muka joint yang mengasumsikan tegangan tarik dalam batang tulangan longitudinal sebesar paling sedikit 1,25 fy dan faktor reduksi kekuatan sebesar 1,0 Nmm. Sehingga nilai fy untuk analisa geser sebesar 1,25 x fy = 1,25 x 420 = 525 Mpa Dari hasil analisa menggunakan Pcacol diperoleh M pr = 5327 knm Panjang bentang bersih (Ln) : 5 0,7 = 4,3 m g st y st 11775)

162 131 (25327) V e 2477,67 kn 4,3 Geser pada balok : V balok = N = 239 kn (telah dihitung sebelumnya) V e kolom > Ve balok 2477,67 kn > 239 kn OK Nilai gaya geser diambil nilai terbesar dari kedua nilai di atas sehingga diambil nilai gaya geser sebesar 2477 kn Persyaratan Strong Column Weak Beam' Sesuai dengan filosofi desain kapasitas, maka SNI 2847:2013 pasal mensyaratkan bahwa : M nc (1,2) M nb Dimana M nc adalah momen kapasitas kolom dan M nb merupakan momen kapasitas balok. Perlu diperhatikan bahwa M nc harus dicari dari gaya aksial terfaktor yang menghasilkan kuat lentur terendah, sesuai dengan arah gempa yang ditinjau yang dipakai untuk memeriksa syarat strong column weak beam. Setelah kita dapatkan jumlah tulangan untuk kolom, maka selanjutnya adalah mengontrol apakah kapasitas kolom tersebut sudah memenuhi persyaratan strong column weak beam. Gambar Ilustrasi Kuat Momen yang Bertemu di HBK M nc = 0,7 x ( ) = 7457 knm Nilai Mb dicari dari jumlah M nb+ dan M nb- balok yang menyatu dengan kolom didapat dari Mn pada penulangan balok interior dimana diperoleh : M nb+ = 962,863 knm

163 132 M nb- = 498,53 knm M nb = 0,85 x (865, ,53 ) = 1152kNm Maka : M nc (1,2) M nb 5723 knm > 1,2 x 1152 knm 5217,8 knm > 1382 knm.. OK Pengekangan Kolom Bedasarkan SNI 2847:2013 pasal panjang l 0 tidak boleh kurang dari yang terbesar dari : L 0 h = 600 mm 1 1 l n , 7mm mm Maka, l 0 pakai adalah 900 mm Untuk jarak begel (s) bedasarkan SNI 2847:2013 pasal tidak boleh melebihi yang terkecil dari : (diamater pakai sengkang 13 mm) 1 1 b 70 18mm dl mm 350 h x 350 0,5 ( (40 13 / 2) mm 3 3 Dimana S o tidak perlu lebih besar dari 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100 mm. Dipakai jarak sengkang (s) = 100 mm Untuk Ash min sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal diperoleh dari nilai terbesar dari hasil rumus berikut : sbc f c ' A g Ash 0,3 1 f yt A ch atau A sh sbc f c ' 0,09 f yt 132

164 133 Keterangan : S = jarak spasi tulangan transversal (mm) B c = dimensi potongan melintang dari inti kolom, diukur dari pusat ke pusat dari tulangan pengekang (mm) A g = luasan penampang kolom (mm 2 ) A ch = luasan penampang kolom diukur dari daerah terluar tulangan transversal (mm) F yt = kuat leleh tulangan transversal (Mpa) Dengan asumsi bahwa s = 100 mm, f yt = 420 Mpa, selimut beton = 40 mm dan D s = 13 mm b c = 0,5b 0,5d ds = 500 0,5x13 40 = 453,5 mm A ch = ( ) 2 = mm 2 A sh atau , , ,18 mm , Ash 0,09 310,97 mm As ,66 mm Ash min 310,97 mm 4 Untuk memenuhi syarat diatas dipasang 4D (A sh = 530,66 mm 2 > 310,97 mm 2 ). Mengingat beban aksial terfaktor kolom minimal 7477 kn > 3630 kn, maka Nilai V c diambil sesuai SNI 2847:2013 pasal N u Vc 0,171 f c ' bwd 14A g Vc 0, Vc 15`94460 N 1594,46 kn Berdasarkan A v 4D13 = 530,66 mm 2 dan s terpasang = 100 mm d = h kolom d ø sengkang ½ dl d = ½ 25 2

165 134 d = 935 mm Av f y d Vs s 530, Vs ,29 N 2603,48 kn 100 Vn = Vs + Vc = 2603, ,46 = 4197,95 kn Maka Ø(Vs + Vc) = 0,75(2603, ,46) = 3148,5 kn > Vu = 337,1 kn Ini berarti A sh terpasang di L 0 dengan s = 100 mm cukup untuk menahan geser. Bedasarkan SNI 2847:2013 pasal spasi sengkang tidak boleh melebihi yang terkecil dari : 1 1 S < d 797,5 199,375 mm 4 4 < 6 dl mm < 150 mm spasi sengkang pakai = 100 mm Tulangan Angkat Kolom Ln = 4 0,6 = 3,4 m Beban Kolom = 1,1 x 1,1 x 3,4 x 2400 = 9873,6 kg Koefisien kejut (k) = 1,2 Pu = 1,2 x 9873,6 = 11848,32 kg Menurut PBBI pasal tegangan ijin tarik dasar baja bertulang mutu fy = 400 Mpa adalah fy/1,5 tarik ijin = 4000/1,5 = 2666,67 kg/m 2 Ø tulangan angkat Ø tulangan angkat Pu ijin x 11848, ,67x Ø tulangan angkat 1,19 cm = 11,9 mm Digunakan Tulangan Ø 13 mm Panjang Lewatan pada Sambungan Tulangan Kolom 134

166 135 Sambungan kolom yang diletakkan di tengah tinggi kolom harus memenuhi ketentuan panjang lewatan yang ditentukan bedasarkan SNI 2847:2013 pasal berikut : f y t e s ld db 1,1 f c ' cb Ktr d b Dimana : t = 1 ; e = 1 ; s = 1 =1 K tr = 0 penyederhanaan desain c = 40 + ds + ½dl = ½ 25 = 65,5 mm l d 25 1, , ld 720mm Bedasarkan SNI 2847:2013 pasal sambungan lewatan tulangan ulir dan kawat ulir l d 200mm, maka L d 200 mm mm...ok Perencanaan Dinding Geser Dinding geser (Shearwall) dalam struktur gedung berfungsi untuk menahan gaya geser dan momen-momen yang terjadi akibat gaya lateral. Dinding geser bekerja sebagai sebuah balok kantilever vertikal dan dalam menyediakan tahanan lateral, dinding geser menerima tekuk maupun geser. Dalam struktur bangunan ini dipakai model section dinding geser tipe SW2 dengan tebal 30 cm. sebagai contoh perhitungan, akan direncanakan dinding geser berdasarkan hasil analisis ETABS 2016 yang mempunyai gaya paling maksimum.

167 136 Gambar 4. 25Denah penempatan shearwall Data perencanaan adalah sebagai berikut : Mutu beton (f c) = 40 MPa Mutu baja (fy) = 420 MPa Tebal dinding geser = 30 cm Bentang shearwall = 4,6 m (Arah X dan Y) Tinggi shearwall = 61 m (keseluruhan) Tebal selimut beton = 40 mm Gaya Geser Rencana Shear Wall Dinding geser harus mempunyai tulangan geser horizontal dan vertikal. Sebagai contoh perhitungan, akan direncanakan dinding geser pada lantai dasar. Dari hasil analisa struktur dengan menggunakan program bantu ETABS 2015 didapatkan kombinasi envelope beban maksimum sebagai berikut : Tabel Output gaya Dalam Dinding Geser (ETABS 2015) Arah X Arah Y Kombinasi Momen Momen Aksial (kn) Geser (kn) Aksial (kn) Geser (kn) (knm) (knm) Envelope 19280, , , , , , Kuat Aksial Rencana Kuat aksial rencana dihitung berdasarkan (SNI 2847:2013 pasal ) 136

168 137 k. c Pnw 0,55f ' c. Ag 1 32h Di mana: c = panjang kolom h = tebal dinding geser k = faktor panjang efektif, di mana k = 0,8 - Untuk arah X Pu = 19280,56 kn Ag = = mm 2 P nw 0,55 0, , = N = kn > Pu = 19280,56 kn OK 0, Untuk arah Y Pu = 18367,897kN Ag = = mm , P nw 0,55 0, = N = kn > Pu = 18367,87kN OK Pemeriksaan Tebal Dinding Geser Tebal dinding dianggap cukup bila dihitung memenuhi (SNI 2847:2013, pasal ) V 0,83 f ' c. h. d n V u Di mana: h = tebal dinding geser d = 0,8 w - Untuk arah X Vu = 1583,005 kn 2

169 138 d = 0, = 3680 mm V n 0,75 0, = ,39 N = 4346,48 kn > Vu = 1583,005 kn (OK) - Untuk arah Y Vu = 1150,516 kn d = 0, = 3680 mm V n 0,75 0, = ,39 N = 4346,48 kn > Vu = 1150,516 kn (OK) Kuat Geser Beton Perhitungan kuat geser yang disumbangkan oleh beton dihitung berdasarkan SNI 2847:2013, pasal Vc 0,27 Nu d f ' c h d 4 - Untuk arah X Nu = Pu = 18367,89 kn w = 4600 mm d = 0, = 3680 mm 18367, Vc 0, = ,56 N = 1889,07kN Vu 0,5Vc 1150,516 kn 0,5 0, , ,516 kn 708,336 kn Karena Vu 0,5 Vc, maka Vn Vu. Di mana: w 138 kn

170 139 Vn Vc Vs Av f yd Vs (SNI 2847:2013 Pasal ) s A v = luas tulangan horizontal s = jarak tulangan horizontal - Untuk arah Y Nu = Pu = 21213,1684 kn w = 4600 mm d = 0, = 3680 mm 21213, Vc 0, = ,02 N = 1888,89 kn Vu 0,5Vc 1150,516 kn 0,5 0, ,230 kn 1150,516 kn 708,336 kn Karena Vu 0,5 Vc, maka Vn Vu. Di mana: Vn Vc Vs Av f yd Vs (SNI 2847:2013 Pasal ) s A v = luas tulangan horizontal s = jarak tulangan horizonta l Penulangan Geser Dinding Geser Sedikitnya harus dipakai dua lapis tulangan bila gaya geser di dalam bidang dinding di antara 2 komponen batas melebihi 0,17 Acv f ' c x, di mana A cv adalah luas netto yang dibatasi oleh tebal dan panjang penampang dinding (SNI 2847:2013 pasal ) Arah X V u = 1583,005 < 0,17 x (4600 x 300) x 40

171 140 = 1583,005 kn < ,6 N = 1583,005 kn < 1483,74kN Maka diperlukan minimal dua lapis tulangan Arah Y V u = 1150,516 kn < 0,17 x (4600 x 300) x 40 = 1150,516 kn < ,6 N = 1150,516 kn < 1483,74kN Maka diperlukan minimal dua lapis tulangan Penulangan Geser Horizontal Sesuai SNI 2847:2013 pasal rasio tulangan geser horizontal terhadap luas beton bruto penampang vertikal tidak boleh kurang dari 0, Untuk arah X Spasi tulangan geser horizontal tidak boleh melebihi yang terkecil dari: a) w / /5 920mm b) 3h = = 900 mm c) 450 mm. Maka, dipakai jarak tulangan s = 450 mm. Dipakai tulangan horizontal dua lapis 2D10 (As = 157, mm 2 ) A 157, s t 0, h s t 0, min 0,00376 OK Av f yd Vs s 157, ,17 N 539, kn Vn = Vc + Vs = 1889, , = 2428,59574kN > Vu = 1583,0054 kn OK Maka, digunakan tulangan geser horizontal 2D mm. 140

172 141 - Untuk arah Y Spasi tulangan geser horizontal tidak boleh melebihi yang terkecil dari: a) w / / 5 920mm b) 3h = = 900 mm c) 450 mm. Maka, dipakai jarak tulangan s = 450 mm. Dipakai tulangan horizontal dua lapis 2D10 (As = 157, mm 2 ) A 157, s t 0, h s t 0, min 0,00376 OK Av f yd Vs s 157, ,178 N 539, kn Vn = Vc + Vs = 1888, , = 2428,413208kN > Vu = 1150,5161 kn OK Maka, digunakan tulangan geser horizontal 2D mm Perencanaan Basement Perencanaan Basement menggunakan dinding geser yang juga difungsikan sebagai penahan tanah. Tinggi basement yang direncanakan memiliki ketinggian 4 m Penulangan Dinding Basement Lantai 1 ( 3)h h 2 P= 2.h. 1 T ( 3)h 1 Lantai basement Gambar 4. 26Diagram tegangan yang terjadi pada dinding basement Data perencanaan basement adalah sebagai berikut : h Th

173 142 Mutu beton (f c) = 40MPa Mutu Baja (fy) = 420 MPa Tebal dinding basement (t) = 30 cm Diameter Tulangan = 22 mm Tinggi Dinding basement = 4 m Panjang besmen = 10,2 m Tebal selimut beton = 40 mm d = t decking 1/2 D D = = 227 mm Hasil analisa perhitungan, didapatkan Mu max= Nmm Mu φ Mn = = , 7 0,8 = ,3 Nmm Mn , 3 Rn = 2 = 2 bdx = 0, Mpa min = 1,4 fy 1, 4 = 420 = 0,0033 m = fy , fc' 0.85x40 perlu = = 1 m 2m Rn 1 1 fy 2 12,35 0, = 0, ,35 min > perlu ρ bd As perlu 0, ,72 mm Jika dipakai tulangan D22 mm, As = 0,25 x 3,14 x 22 2 = 379,94 mm 2 n tulangan = 6891,72 = 18,1389 buah 22 buah 379,94 142

174 S max = = 434,285 mm 22 1 As pakai = 22 x 379,94 = 8358,68 mm 2 Jadi dipasang tulangan D Kontrol ketebalan minimum dinding besmen Menurut SNI 2847:2013 pasal yang menyatakan bahwa tebal dinding basement eksterior dan dinding pondasi tidak boleh kurang dari 190 mm. Dinding basement yang dipakai 300 mm. Kontrol Rasio Tulangan Menurut SNI 2847:2013 pasal menyatakan bahwa rasio minimum luas tulangan horizontal terhadap luas beton bruto, ρ t, harus 0,0020 untuk bentang ulir yang tidak lebih besar dari D-16 dengan fy tidak kurang dari 420 Mpa ρ t = 379,94 22 = 0, > 0,0020 (OK) Penulangan Lantai Parkir Basement Pelat Lantai Perhitungan pelat A basement dengan dimensi 9200 mm x 4600 mm yang dianggap mewakili perhitungan pelat lainnya. Untuk pelat lantai basement tidak menggunakan beton precast melainkan menggunak beton cor in situ. Beban-beban untuk Perkantoran berdasarkan SNI 1727:2012 Elevasi air tanah diasumsikan pada kondisi yang paling berbahaya, yaitu sama dengan permukaan tanah Df = 4 m w = 1 t/m 3 t = 0,4 m h = tekanan hidrostatis oleh air tanah = w x volume basement = 1 x Luas x(df+t) = 1 x (9,2 x4,6 x (4+0,4) = 186,208 ton/m 2 Kombinasi beban pelat 1,2q d + 1,6q l = 1,4 x ,6 x 600 = 2235,6 kg/m 2 Beban pelat basement (Qu = 2235,6 kg/m 2 )

175 144 dx = ½ 22 = 349 mm dy = ½ 22 = 327 mm Perhitungan penulangan tumpuan arah X Ly 9162 β 1,9 2 (pelat dua arah) Lx 4570 Mulx (+) = Mutx (-) 2 = 0,001 Qu L x x x = 83 Mulx (+) = Mutx (-) = 0,001 x 2235,6 x 8,4 2 x 83 = 13092,7467 kg.m Mu Mn = = , 88 = ,60 Nmm φ 0, 8 Mn , 60 Rn = 2 = = 0, MPa 2 bdx perlu = 1 2m Rn 1 1 m fy = 1 113,109 0, , = 0, min > perlu ρ b d As perlu 0, , mm Jika dipakai tulangan D22 mm, As = 0,25 x 3,14 x 22 2 = 380,1327 mm 2 n tulangan = 11275,38462 = 29, buah 30 buah 380, S max = = 307, mm 30 1 As pakai = 30 x 380,1327 = 11403,98133 mm 2 Dipasang tulangan lentur D Perhitungan penulangan tumpuan arah Y Ly 9162 β 1,9 2 (pelat satu arah) Lx

176 145 Muly (+) = Muty (-) 2 = 0,001 Qu L y y y = 57 Muly (+) = Muty (-) = 0,001 x 2235,6 x 9,6 2 x 57 = 11743,875 kg.m Mu φ Mn = = , 7 = ,4 Nmm 0,8 Mn , 4 Rn = 0, MPa 2 2 bdx m Rn 1 1 m perlu = fy = ,109 0, , = 0, min > perlu ρ b d As perlu 0, , mm Jika dipakai tulangan D22 mm, As = 0,25 x 3,14 x 22 2 = 379,94 mm 2 n tulangan = 11973,23 = 31, buah 32 buah 380, S max = = 326, mm 32 1 As pakai = 32 x 380,1327 = 12164,24675 mm 2 Dipasang tulangan lentur D Perencanaan Sambungan Umum Sambungan berfungsi sebagai penyalur gaya-gaya yang dipikul oleh elemen struktur ke elemen struktur yang lainnya. Gaya-gaya tersebut untuk selanjutnya diteruskan ke pondasi. Selain itu desain sambungan dibuat untuk menciptakan kestabilan. Suatu sambungan diharapkan dapat mentransfer beberapa gaya secara bersamaan.

177 146 Sambungan basah relatif mudah dalam pelaksanaannya jika dibandingkan dengan sambungan kering (non topping) seperti mechanical connection dan welding connection yang cukup rumit. Untuk sambungan basah dalam daerah joint, diberikan tulangan yang dihitung berdasarkan panjang penyaluran dan sambungan lewatan. Selain itu juga dilakukan perhitungan geser friksi yaitu geser beton yang berbeda umurnya antara beton pracetak dengan beton topping. Di dalam pelaksanaan biasanya dipakai stud tulangan (shear connector) yang berfungsi sebagai penahan geser dan sebagai pengikat antara pelat pracetak dan pelat topping agar pelat bersifat secara monolit dalam satu kesatuan integritas struktur. Dalam pelaksanaan kontruksi beton pracetak, sebuah sambungan yang baik selalu ditinjau dari segi praktis dan ekonomis. Selain itu perlu juga ditinjau service ability, kekuatan dan produksi. Faktor kekuatan khususnya harus dipenuhi oleh suatu sambungan karena sambungan harus mampu menahan gaya-gaya yang dihasilkan oleh beberapa macam beban. Beban-beban tersebut dapat berupa beban mati, beban hidup, beban gempa dan kombinasi dari bebanbeban tersebut. Sambungan antar elemen beton pracetak tersebut harus mempunyai cukup kekuatan, kekakuan dan dapat memberikan kebutuhan daktilitas yang disyaratkan. Baik sambungan cor setempat maupun sambungan grouting sudah banyak dipergunakan sebagai salah satu pemecahan masalah dalam mendesain konstruksi pracetak yang setara dengan konstruksi cor setempat ( cast in situ ). Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal , adalah D = 1/180 L n Untuk slab masif atau inti berongga (hollow-core) 50 mm Untuk balok atau komponen struktur bertangkai (stemmed) 75 mm Dimana L n = bentang bersih elemen pracetak 146

178 147 Gambar Panjang Tumpuan pada Tumpuan Konsep Desain Sambungan Mekanisme Pemindahan Beban Tujuan dari sambungan adalah memindahkan beban dari satu elemen pracetak ke elemen lainnya atau sebaliknya. Pada setiap sambungan, beban akan ditransfer melalui elemen sambungan dengan mekanisme yang bermacam-macam. Untuk menjelaskan mekanisme pemindahan beban, diambil contoh seperti gambar 8.2 dimana pemindahan beban diteruskan kekolom dengan melalui tahap sebagai berikut : Gambar 4. 28Mekanisme Pemindahan Beban

179 Beban diserap pelat dan ditransfer ke perletakan dengan kekuatan geser 2. Perletakan ke haunch melalui gaya tekan pads 3. Haunch menyerap gaya vertical dari perletakan dengan kekuatan geser dan lentur dari profil baja. 4. Gaya geser vertical dan lentur diteruskan ke pelat baja melalui titik las. 5. Kolom beton memberikan reaksi terhadap profil baja yang tertanam. Mekanisme pemindahan gaya tarik akibat susut, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Balok beton ke tulangan dengan lekatan / ikatan. 2. Tulangan baja siku di ujung balok diikat dengan las. 3. Baja siku di ujung balok ke haunch melalui gesekan di atas dan di bawah bearing pads. Sebagian gaya akibat perubahan volume dikurangi dengan adanya deformasi pada pads. 4. Sebagian kecil dari gaya akibat perubahan volume dipindahkan melalui las ke pelat baja. 5. Gaya tersebut ditahan oleh perletakan dan diteruskan oleh stud ke kolom beton melalui ikatan / lekatan Klasifikasi Sistem dan Sambungannya Sistem pracetak didefinisikan dalam dua kategori yaitu lokasi penyambungan dan jenis alat penyambungan : 1. Lokasi penyambungan Portal daktail dapat dibagi sesuai dengan letak penyambung dan lokasi yang diharapkan terjadi pelelehan atau tempat sendi daktailnya. Simbol-simbol di bawah ini digunakan untuk mengidentifikasi perilaku dan karakteristik pelaksanaannya. Strong, sambungan elemen-elemen pracetak yang kuat dan tidak akan leleh akibat gempa-gempa yang besar. Sendi, sambungan elemen-elemen pracetak bila dilihat dari momen akibat beban lateral gempa dapat bersifat sebagai sendi. Daktail, sambungan elemen-elemen pracetak yang daktail dan berfungsi sebagai pemencar energi. Lokasi sendi plastis 148

180 Jenis alat penyambung Shell pracetak dengan bagian intinya di cor beton setempat Cold joint yang diberi tulangan biasa Cold joint yang diberi tulangan pracetak parsial, dimana joint digrout. Cold joint yang diberi tulangan pracetak parsial, dimana joint tidak digrout. Sambungan-sambungan mekanik Pola-pola Kehancuran Sebagian perencanaan diharuskan untuk menguji masing masing pola-pola kehancuran. Pada dasarnya pola kehancuran kritis pada sambungan sederhana akan tampak nyata. Sebagai contoh pada kehancuran untuk sambungan sederhana dapat dilihat pada gambar 4.33 Gambar Model keruntuhan PCI desain handbook memberikan 5 pola kehancuran yang harus diselidiki pada waktu perencanaan dapped-end dari balok yaitu sebagai berikut : 1) Lentur dan gaya tarik aksial pada ujung 2) Tarik diagonal yang berasal dari sudut ujung 3) Geser langsung antar tonjolan dengan bagian utama balok 4) Tarik diagonal pada ujung akhir 5) Perletakan pada ujung atau tonjolan Pada tugas akhir ini penulis merencanakan sistem balok pracetak yang mampu menumpu pada kolom dengan bantuan konsol pendek pada saat proses pencapaian penyambungan sebelum komposit sehingga mencapai kekuatan yang benar-benar monolit (menyatu dan berkesinambungan). Berikut disajikan permodelannya dalam gambar 8.4 berikut ini :

181 150 Gambar Model Sambungan Balok pada Konsol Kolom Penggunaan Topping Beton Penggunaan topping beton komposit disebabkan karena berbagai pertimbangan. Tujuan utamanya adalah : 1) Untuk menjamin agar lantai beton pracetak dapat bekerja sebagai satu kesatuan diafragma horizontal yang cukup kaku. 2) Agar penyebaran atau distribusi beban hidup vertical antar komponen pracetak lebih merata. 3) Meratakan permukaan beton karena adanya perbedaan penurunan atau camber mereduksi kebocoran air. Tebal topping umumnya berkisar antara 50 mm sampai 100 mm. Pemindahan sepenuhnya gaya geser akibat beban lateral pada komponen struktur komposit tersebut akan bekerja dengan baik selama tegangan geser horizontal yang timbul tidak melampaui 5,50 kg/cm 2. Bila tegangan geser tersebut dilampaui, maka topping beton tidak boleh dianggap sebagai struktur komposit, melainkan harus dianggap sebagai beban mati yang bekerja pada komponen beton pracetak tersebut. Kebutuhan baja tulangan pada topping dalam menampung gaya geser horizontal tersebut dapat direncanakan dengan menggunakan geser friksi (shear friction concept). Vn A vf Avf fy μ dimana : A vf = luas tulangan geser friksi 150 min

182 151 V n = luas geser nominal < 0,2 fc Ac (Newton) < 5,5 Ac (Newton) Ac = luas penampang beton yang memikul penyaluran geser F y = kuat leleh tulangan μ = koefisien friksi (1) A vf min = 0,018 Ac untuk baja tulangan mutu < 400 Mpa = 0, /fy untuk tulangan fy > 400 Mpa diukur pada tegangan leleh 0,35% dalam segala hal tidak boleh kurang dari 0,0014 Ac Perencanaan Sambungan Balok dan Kolom Perencanaan Konsol pada Kolom Pada perencanaan sambungan antara balok induk dan kolom dipergunakan sambungan dengan menggunakan konsol pendek. Balok induk diletakan pada konsol yang berada pada kolom yang kemudian dirangkai menjadi satu kesatuan. Perencanaan konsol pada kolom tersebut mengikuti persyaratan yang diatur dalam SNI 2847:2013 Pasal 11.8 mengenai konsol pendek. Bentuk konsol pendek yang dipakai dapat dilihat pada gambar 8.3 berikut ini: Gambar Geometrik Konsol Pendek Ketentuan SNI 2847:2013 pasal 11.8 tentang perencanaan konsol pendek yang diatur sebagai berikut : 1. Perencanaan konsol pendek dengan rasio bentang geser terhadap tinggi a v/d tidak lebih besar dari satu,dan dikenai gaya tarik

183 152 horizontal terfaktor, N uc, tidak lebih besar daripada Vu. Tinggi efektif d harus ditentukan di muka tumpuan 2. Tinggi di tepi luar luas tumpuan tidak boleh kurang dari 0,5d 3. Penampang di muka tumpuan harus didesain untuk menahan secara bersamaan V u suatu momen terfaktor V ua + N uc (h-d), dan gaya tarik horizontal terfaktor, N uc 1) Dalam semua perhitungan desain yang sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 11.8, Ø harus diambil sama dengan 0,75 2) Desain tulangan geser-friksi Avf untuk menahan Vu harus sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 11.6: a) Untuk beton berat normal, Vn tidak boleh melebihi yang terkecil dari 0,2f c bw d, (3,3+0,08f c)bw d, dan 11 bw d. b) Untuk beton ringan atau ringan pasir, Vn tidak boleh diambil lebih besar dari yang lebih kecil dari (0,2 0,07 a d ) f cb w d dan (5,5 1,9 a d ) b wd c) Tulangan Af untuk menahan terfaktor a. [V u a v + N uc (h d)] harus dihitung menurut SNI 2847:2013 pasal 10.2 dan pasal 10.3 d) Tulangan An untuk menahan gaya Tarik terfaktor Nuc harus ditentukan dari An. fy N uc. Gaya tarik terfaktor, Nuc tidak boleh diambil kurang dari 0,2Vu kecuali bila ketentuan dibuat untuk menghindari gaya Tarik. Nuc harus dianggap sebagai beban hidup bahkan bilamana Tarik yang dihasilkan dari kekangan rangkak, susut, atau perubahan suhu. e) Luas tulangan Tarik utama Asc tidak boleh kurang dari yang lebih besar dari (Af + An) dan ( 2A vf 3 + An) 4. Luas total Ah, sengkang tertutup atau pengikat parallel terhadap tulangan Tarik utama tidak boleh kurang dari 0,5(A sc A n ), Distribusikan Ah secara merata dalam (2/3)d bersebelahan dengan tulangan tarik utama 5. A sc bd tidak boleh kurang dari 0,04 f c f y 6. Pada muka depan konsol pendek, tulangan tarik utama As harus diangkur dengan salah satu dari berikut : 152

184 153 (a) Dengan las struktur pada batang tulangan transversal dengan sedikit berukuran sama; las didesain untuk mengembangkan fy tulangan Tarik utama (b) Dengan pembengkokan tulangn tarik utama menjadi bentuk tertutup horizontal atau (c) Dengan suatu cara pengangkuran baik lainnya 7. Luas tumpuan pada konsol pendek tidak boleh menonjol melampaui bagian lurus batang tulangan tarik utama As, ataupun menonjol melampaui muka dalam dari batang tulangan angkur transversal ( bila batang tulangan tersebut disediakan ) Perhitungan Konsol pada Kolom a. Data perencanaan Vu output analisis dengan software ETABS 2016 = ,3 N Dimensi Balok = 50/70 Dimensi konsol : bw = 500 mm h = 700 mm d = = 635 mm fc = 40 MPa fy a v = 420 MPa = 200 mm Ketentuan yang digunakan dalam perencanaan konsol pendek sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal Untuk dapat menggunakan SNI 2847:2013 Pasal 11.8, maka geometri konsol pendek serta gaya yang terjadi pada konsol pendek tersebut harus sesuai dengan yang diisyaratkan oleh SNI 2847:2013 Pasal Syarat tersebut adalah sebagai berikut : a v/d = 200 / 635 = 0,315 < 1 OK N uc V u N uc = 0, ,3 = 80634,46 N ,3 N OK Sesuai SNI 2847:2013 pasal , syarat nilai kuat geser V n untuk beton normal adalah V ,3 u V n ,07 N 0,75 b. Menentukan luas tulangan geser friksi

185 154 Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal (a), untuk beton normal, kuat geser V n tidak boleh diambil lebih besar daripada : 0,2 fc bwd = 0, = N > Vn OK 11 bw d = = N > Vn...OK Vn A vf fy μ , , ,88 mm c. Luas tulangan lentur : Perletakan yang akan digunakan dalam konsol pendek ini adalah sendi- rol yang mengijinkan adanya deformasi arah lateral ataupun horizontal, maka gaya horizontal akibat susut jangka panjang dan deformasi rangka balok tidak boleh terjadi. Maka sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal , akan digunakan Nuc mínimum. Mu = V u a v + N uc (h-d) = (403172,3 200) + (80634,46 ( )) = ,9 Nmm fy 420 m 12,35 0,85 fc' 0,85 40 Mu ,9 Rn 0, ,9 b dx 0, mRn ρ perlu 1 1 m fy 1 212,350, , , ρ = 0,0011 < ρ min = 0,0035, maka dipakai ρ = 0,0035 (Menentukan) A b d A A f f f 0, ,25 mm 2 154

186 155 Jadi dipakai Af = 1111,25 mm 2 Tulangan pokok As : N uc 80634,46 2 An 255,98 mm f 0, y d. Pemilihan tulangan yang digunakan Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal A s = A f + A n = 1111, ,98 = 1367,23 mm 2 2 Avf 21791,88 A s An 255, ,57 mm 3 3 Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal fc' 40 2 As min 0,04 b d 0, ,52 mm fy 420 As = 1450,57 mm 2 menentukan Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal A h = 0,5 ( A s A n ) = 0,5 (1450,57 255,98) = 597,29 mm 2 dipakai tulangan 7D13 (As = 928,66 mm 2 ) Dipasang sepanjang (2/3)d = 423,33= 420 mm (vertikal) dipasang 6D13 dengan spasi 420/7 = 60 mm e. Luas pelat landasan : Vu = Ø (0,85)fc Al ,3 2 Al 15810,68 mm 0, ,75 dipakai pelat landasan mm 2 = mm 2 (t = 15 mm) Perhitungan Sambungan Balok - Kolom Sistem sambungan antara balok dengan kolom pada perencanaan memanfaatkan panjang penyaluran dengan tulangan balok, terutama tulangan pada bagian bawah yang nantinya akan dijangkarkan atau dikaitkan ke atas. Panjang penyaluran diasumsikan menerima tekan dan juga menerima tarik, sehingga dalam perencanaan dihitung dalam dua kondisi, yaitu kondisi tarik dan kondisi tekan. 2

187 156 a. Panjang penyaluran tulangan deform dalam tekan Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 12.3 maka : 0,24 fy ldc d b fc' ldc 0, ,45 mm 400 mm l dc = (0,043.fy) d b = 0, = 451,5 mm l dc = 400 mm (menentukan) b. Panjang Penyaluran Tulangan Tarik Berdasarkan 2847:2013 Pasal , maka : Ѱ t = 1,3 ; Ѱ e = 1 f y t e l d d b 1,7 ' f c 420 1, , ,56 mm l d > 300 mm.. OK Maka dipakai panjang penyaluran tulangan tarik l d = 1269,56 mm 1270 mm c. Panjang Penyaluran Kait Standar dalam Tarik Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 12.5, maka : 0,24 efy ldh db f ' c l dh 8d b ldh 150 mm Ѱ e = 1 ; λ = 1 Didapat : 156

188 l l dh dh 0, x ,45 mm mm 157 ldh 385,60 mm 200 mm...ok Maka dipakai ldh = mm dengan bengkokan minimum panjang penyaluran yang masuk kedalam kolom dengan panjang kait standar 90 o sebesar 12 db = = 300 mm Gambar Panjang Penyaluran Kait Standar Balok Induk d. Kontrol Sambungan Balok Kolom (Beam Column Joint) Gaya geser yang mungkin terjadi pada sambungan balok kolom adalah T1 + T2 Vh. T1 dan T2 diperoleh dari tulangan Tarik balokbalok yang menyatu dihubungan balok kolom. T 1 = As x 1,25 fy = 1139,82 x 1,25 x 420 = ,5 N = 598,41 kn T 2 = As x 1,25 fy = 1139,82 x 1,25 x 420 = ,5 N = 598,41 kn Menghitung besarnya Vh Perhitungan M pr - dengan tulangan 3D25 (As = 1139,82 mm 2 ) As (1,25 x fy) 1139,82 (1,25 x 420) a = = = 29,33 mm 0,85 x f c x b 0,85 x 40 x 600 M pr - = As (1,25 x fy)(d - a 2 ) = 1139,82 x (1,25 x 420)( ,33 2 ) = ,8 Nmm = 610,57 knm

189 158 Perhitungan M pr + dengan tulangan 3D25 (As = 1139,82 mm 2 ) As (1,25 x fy) 1139,82 (1,25 x 420) a = = = 29,33 mm 0,85 x f c x b 0,85 x 40 x M pr = As (1,25 x fy)(d - a 29,33 ) = 1139,82 x (1,25 x 420)( ) 2 2 = ,8 Nmm = 610,57 knm Besarnya Vh dihitung dengan rumus : Mu = Mpr +Mpr+ Vh = Mu Ln/2 = 610,57 (12 1,1)/2 2 = 610,57+610,57 2 = 112,03 kn = 610,57 knm V = T 1 + T 2 - V h = 598, ,41 112,03 = 1084,78 kn Untuk hubungan balok kolom yang terkekang pada keempat sisinya berlaku kuat geser nominal : ɸV c = ɸ 1,7 A j f c dimana : ɸ = 0,75 sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal Vc = Kuat geser beton berat nominal Aj = Luas penampang efektif dalam HBK ɸV c = ɸ 1,7 A j f c = 0,75 x 1,7 x x 40 = ,7 N = 9757,21 kn > 1084,78 kn..ok Sambungan Aman Perhitungan Sambungan Balok Induk Balok Anak Pada perencanaan sambungan antara balok induk dan balok anak digunakan sambungan dengan konsol pendek. Balok anak diletakkan pada konsol yang berada pada balok induk yang kemudian dirangkai menjadi satu kesatuan Perencanaan Konsol pada Balok Induk Vu = 23587,23 N (dari analisis struktur sekunder) Dimensi Balok Anak = 30/50 Dimensi konsol : bw = 300 mm h = 500 mm d = (0,5 x 22) = 374 mm 158

190 159 fc = 40 MPa fy = 420 MPa a v = 100 mm a/d = 100 / 474 = 0,211 < 1 OK Ketentuan yang digunakan dalam perencanaan konsol pendek sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal Untuk dapat menggunakan SNI 2847:2013 Pasal 11.8, maka geometri konsol pendek serta gaya yang terjadi pada konsol pendek tersebut harus sesuai dengan yang diisyaratkan oleh SNI 2847:2013 Pasal Syarat tersebut adalah sebagai berikut : a/d = 100 / 474 = 0,211 < 1 OK N uc V u N uc = 0, ,23 = 4717,45 N 23587,2 N OK Sesuai SNI 2847:2013 pasal , syarat nilai kuat geser V n untuk beton normal adalah V 23587,23 u V n 31449,64 N 0,75 a. Menentukan luas tulangan geser friksi Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal (a), untuk beton normal, kuat geser V n tidak boleh diambil lebih besar daripada : 0,2 fc bwd = 0, = N > Vn OK 11 bw d = = N > Vn...OK Vn A vf fy μ 31449, ,4 53,49 mm 2 b. Luas tulangan lentur Perletakan yang akan digunakan dalam konsol pendek ini adalah sendi- rol yang mengijinkan adanya deformasi arah lateral ataupun horizontal, maka gaya horizontal akibat susut jangka panjang dan

191 160 deformasi rangka balok tidak boleh terjadi. Maka sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal , akan digunakan Nuc mínimum. Mu = V u a v + N uc (h-d) = (23587,23 100) + (4717,45 ( )) = ,2 Nmm fy 420 m 12,35 0,85 fc' 0,85 40 Mu ,22 Rn 0, ,8 b dx 0, ρ perlu 1 1 m 2mRn 1 fy 1 212,350, , , ρ = 0,00011 < ρ min = 0,0035, maka dipakai ρ = 0,0035 (Menentukan) A b d A A f 2 f 2 f 2 0, ,7 mm Jadi dipakai Af = 497,7 mm 2 2 Tulangan pokok As : N uc 4717,45 An 14,98 mm f 0, y c. Pemilihan tulangan yang digunakan Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal A s = A f + A n = 497,7 + 14,98 = 512,68 mm 2 2 Avf 2 58,49 As A n 14, Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal ,63 mm 160

192 161 fc' 40 As min 0,04 b d 0, ,71 mm fy 420 As = 513 mm 2 menentukan Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal A h = 0,5 ( A s A n ) = 0,5 (512,68 14,98) = 248,85 mm 2 dipakai tulangan 3D13 (As = 398,20 mm 2 ) Dipasang sepanjang (2/3)d = 316 = 320 mm (vertikal) dipasang 3D13 dengan spasi 320/3 = 106,67 mm d. Luas pelat landasan Vu = Ø (0,85)fc Al 23587,23 2 Al 924,99 mm 0, ,75 dipakai pelat landasan mm 2 = mm 2 (t = 15 mm) Perencanaan Sambungan Balok Induk Balok Anak Sistem sambungan antara balok dengan balok anak pada perencanaan ini memanfaatkan panjang penyaluran dengan tulangan balok, terutama tulangan pada bagian bawah yang nantinya akan dijangkarkan atau dikaitkan ke atas. Panjang penyaluran diasumsikan menerima tekan dan juga menerima tarik, sehingga dalam perencanaan dihitung dalam dua kondisi, yaitu kondisi tarik dan kondisi tekan. d b = 22 mm a. Panjang penyaluran tulangan deform dalam tekan Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 12.3 maka : 0,24 fy ldc d b fc' ldc 0, ,63 mm 350 mm l dc = (0,043.fy) d b = 0, = 397,32 mm l dc = 397,32 mm (menentukan) 2

193 162 b. Panjang Penyaluran Tulangan Tarik Berdasarkan 2847:2013 Pasal , maka : Ѱ t = 1,3 ; Ѱ e = 1 f y t e l d d b 1,7 ' f c 420 1, , ,05 mm l d > 300 mm.. OK Maka dipakai panjang penyaluran tulangan tarik l d = 1290,05 mm 1300 mm c. Panjang Penyaluran Kait Standar dalam Tarik Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 12.5, maka : 0,24 efy ldh db f ' c l l dh dh 8d b 150 mm Ѱ e = 1 ; λ = 1 Didapat : 0, ldh x ,88 mm 1 40 l mm dh ldh 404,88 mm 176 mm...ok Maka dipakai ldh = 404, mm dengan bengkokan minimum panjang penyaluran yang masuk kedalam kolom dengan panjang kait standar 90 o sebesar 12 db = = 264 mm Perencanaan Sambungan Pelat dan Balok Sambungan antara balok dengan pelat mengandalkan adanya tulangan tumpuan yang dipasang memanjang melintas tegak lurus di 162

194 163 atas balok (menghubungkan stud stud pelat). Selanjutnya pelat pracetak yang sudah dihubungkan stud-studnya tersebut diberi overtopping dengan cor setempat Panjang Penyaluran Tulangan Pelat Type HS Bedasarkan perhitungan pada bab sebelumnya, didapatkan hasil penulangan pada pelat type HS sebagai berikut : d b = 12 mm Berdasarkan 2847:2013 Pasal , maka : Ѱ t = 1,3 ; Ѱ e = 1 f y t e l d d b 2,1 ' f c 420 1, , ,32 mm l d > 300 mm.. OK Maka dipakai panjang penyaluran tulangan tarik l d = 493,32 mm 500 mm 4.6 Perencanaan Pondasi Umum Pondasi merupakan komponen struktur pendukung bangunan yang terbawah dan berfungsi sebagai elemen terakhir yang meneruskan beban ke tanah. Untuk merencanakan pondasi harus memperhatikan beberapa hal diantaranya jenis tanah, kondisi tanah dan struktur tanah, karena sangat berkaitan dengan daya dukung tanah tersebut dalam memikul beban yang terjadi diatasnya. Perencanaan ini meliputi perencanaan jumlah tiang pancang yang dibutuhkan, perencanaan poer (pile cap) dan perencanaan sloof (tie beam) Data Tanah Data tanah yang diperlukan untuk merencanakan pondasi yang sesuai dengan jenis dan kemampuan daya dukung tanah tersebut. Perencanaan pembangunan gesdung Wang Residence sehingga data tanah yang diperlukan untuk perencanaan pondasi didapatkan melalui penyelidikan tanah pada lokasi dimana struktur akan dibangun.

195 Spesifikasi Tiang Pancang Pondasi direncanakan menggunakan pondasi tiang pancang jenis pencil pile shoe beton pracetak dengan bentuk penampang bulat berongga produk dari PT WIKA BETON. Berikut spesifikasi tiang pancang yang direncanakan. Data Tiang Pancang Diameter Outside = 1000 mm Wall thickness = 140 mm Class = A2 Allowable Axial load = 522 Ton Perhitungan Pondasi Tiang Pancang Perhitungan Tiang Pancang Dari hasil analisa struktur dengan menggunakan program bantu ETABS, output reaksi perletakan akibat kombinasi 1DL+1LL+1E, output masing-masing joint reaksi dijumlahkan untuk nantinya dijadikan perhitungan. Berikut seperti yang terdapat pada table berikut: Tabel Reaksi Terbesar Pada Tiap Joint No Hx Hy P Mx My Mz 1 109, , , ,48 550,43 2, ,23 63, ,59 514,25 533,51 0, ,70 91, ,73 486,73 505,72 0, ,23 95, ,70 481,60 535,18 0, ,33 83, ,78 501,69 527,35 0, ,57 95, ,68 502,58 639,32 0, ,56-7, ,60 42,13 166,83 2, ,93 7, ,10-10,57 167,39 2, ,15 95, ,31 502,46 650,35 0, , , , , ,46 2, ,50 601, , ,38 539,33 2,52 164

196 ,18 90, ,35 487,53 661,03 0, ,91 85, ,35 494,83 662,68 0, ,87 63, ,69 513,78 520,31 0, , , , ,29 484,56 2, ,92 86, ,27 494,43 349,44 0, , , , , ,58 2, ,27 596, , ,47 476,13 2, ,92 90, ,29 487,39 347,09 0, ,19 92, ,88 476, ,72 2, ,89 99, ,44 468, ,37 2, ,98 82, ,21 501,77 497,53 0, ,03 108, ,53 443,52 531,60 0, ,40 94, ,33 502,50 386,06 0, ,37 0, ,06 41,93 160,95 2, ,95 103, ,57 449,77 511,82 0, ,41 6, ,50-8,91 161,94 2, ,11 96, ,37 499,88 391,17 0, ,64 20, , , ,76 2, ,32 67, ,02 520, ,96 2, ,71 67, ,17 520, ,11 2, ,32 12, ,49 993, ,41 2, ,81-316, ,93 499,83 162,32 2, , , ,32 512,10 160,96 2, ,48-271, ,11 502,43 212,34 2, , , ,99 516,51 212,55 2,68 Nilai-nilai pada tabel diatas dijumlahkan untuk dijadikan input perhitungan pondasi.

197 166 P Mux Muy Hx Hy = 33343,8 t = 2015,0 tm = 2009,0 tm = 1973,3 t = 1445,0 t Analisa Daya Dukung Tiang Pancang Perhitungan daya dukung tanah pada pondasi (QL) ini dilakukan berdasarkan hasil uji SPT (Standard Penetration Test) dengan menggunakan metode Luciano Decourt. Dengan Perumusan Sebagai Berikut: QL = Qp + Qs Dimana : Qp = qp x Ap Ap = Luas Penampang diujung tiang qp = Tegangan diujung tiang = Np x K Np = harga rata-rata SPT 4B diatas dasar pondasi dan 4B dibawah dasar pondasi, dengan B adalah diameter tiang. K = Koefisien karakteristik tanah. = 12 t/m² (Lempung) = 20 t/m² (Lanau Berlempung) = 25 t/m² (Lanau Berpasir) = 40 t/m² (Pasir) QS = qs x As As = Luasan selimut tiang yang pancang terbenam qs = Tegangan akibat lekatan lateral dalam t/m³ = ( Ns + 1) 3 Ns = harga rata-rata SPT sepanjang tiang yang tertanam dengan batasan 3<N< Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Pada Perhitungan kali ini diambil pada kedalaman 33 m. Untuk nilai N1,N2 dan N3 diambil berdasarkan besar N SPT di sekitar kedalaman 52,5 m. K = 12 t/m² (Lempung) qp = Np x K = N1+N2+N3 x K = x 12 4D 4 x 1000 = 333 t/m² Ap = ¼ π D² = ¼ π 1² = 0,79 m² 166

198 QP = qp x Ap = 333 x 0,79 = 261,405 Ton Ns = (ΣNi/i) = 902/36 = 25,1 t/m² As = π x D x hi = π x 1 x 52,5 = 165 m² QS = ( Ns + 1) x As = (25,1 + 1) x 164,85 = 1542 Ton QL = QP + QS = ,4 = 1803 Ton SF = 3 Q ijin= QL/SF = 1803/3 = 601,01 Ton Untuk daya dukung tiang pancang tunggal di kedalaman lain bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal No Depth K qp Ap Qp As QS QL SF Q ijin N Np Σni Ns m t/m² t/m² m² T m² Ton Ton Ton , , ,0 0,00 0 0, ,5 2 2, ,785 31,4 2 1,0 4,71 6,28 37, , , ,785 43, ,7 9,42 17, , ,32 4 4,5 3 4, ,75 0,785 93, ,3 14,13 24, , , , ,75 0, , ,2 18,84 45, , ,69 6 7,5 10 7, , , ,2 23,55 64, , , , , ,4 42 6,0 28,26 84,78 430, ,4 8 10, , ,5 0, , ,1 32,97 122, , , , ,5 0, , ,9 37,68 161, , , , , ,25 0, , ,4 42,39 217, , , , , , ,6 47,10 261, , , , , , , ,8 51,81 342, , , , , ,5 56,52 404, , , , , , , ,0 61,23 469,43 806, , , , ,2 65,94 487, , , ,5 3 9, , , ,2 70,65 498, , , , ,5 0, , ,8 75,36 546, , , , , , , ,2 80,07 593, , , , , , ,5 84,78 636, , , , , , , ,9 89,49 681, , , , , , ,8 94,20 714, , , ,5 16 8, , , ,6 98,91 744, , , , ,75 0, , ,2 103,62 800, , , , , , , ,4 108,33 845, , , , , , ,0 113,04 904, , , , , , ,7 117,75 931, , , , , , ,6 122,46 964, , , , , , , ,4 127,17 993, , , , , , ,2 131, , , , , , , ,2 136, , , , , , , ,6 141, , , , , , , , ,1 146, , , , , , , ,8 150, , , , , , , , ,4 155, , , , , , ,7 160, , , , , , , , ,1 164, , , , , , ,6 169, , , , , , , , ,5 174, , , , , , , ,6 178, , , , , , , , ,6 183, , , , , , , ,7 188, , , ,3

199 Kedalaman (m) 168 Daya Dukung Single Pile 0 QL (Ton) Series1 Gambar Grafik Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal 168

200 Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok Kolom Pondasi tiang pancang direncanakan dengan diameter 50 cm. - Jumlah tiang pancang dalam 1 grup n = Σ P = 35540,3 Q ijin 601,1 = Buah - Efisiensi daya dukung tiang pancang kelompok η = 1 {arctg ( D ) S (m 1).n+(n 1).m )} 90.m.n = 1 arctg ( 16 1).9+(9 1).16 ) = 0,558 - Syarat : Σ P < Q kelompok 35540,3 Ton < Qijin x n x η 35540,3 Ton < 601 x 144 x 0, ,3 Ton < 48259,18Ton (Ok) Kontrol Beban Maksimum Tiang (P max) Kolom Beban maksimum yang bekerja pada satu tiang dalam tiang kelompok dihitung berdasarkan gaya aksial dan momen yang bekerja pada tiang. Momen pada tiang dapat menyebabkan gaya tekan atau tarik pada tiang, namun yang diperhitungkan hanya gaya tekan karena gaya tarik dianggap lebih kecil dari beban gravitasi struktur, sehingga berlaku persamaan : V M x y M max y xmax Pmax P 2 2 ijin(1tiang) n yi xi Perhitungan Beban Aksial Maksimum Pada Pondasi Kelompok a. Reaksi kolom = ton b. Berat poer = 2196,4 ton + Berat total (V) = 35540,3 ton Momen yang bekerja : M x = M ux + (H y x t poer) = 2015,04+ (1445,02 x 0,8) = 3171,05 tm M y = M uy + (H x x t poer) = 2009,22 + (1973,4 x 0,8) = 3587,8 tm

201 170 P max = 35540, (3587,9 x 2,8) (3171,05 x 2,8) + (4 x 2,8 2 ) (6 x 1,8 2 ) = 254, Kontrol Kekuatan Tiang Pancang Kolom Terhadap Kekuatan Aksial Tiang Pancang Berdasarkan spesifikasinya tidak diperkenankan menerima gaya aksial sebagai berikut: Allowable axial load = 522 Ton Syarat: P max < Pijin 254,4 Ton < 522 Ton (Ok) Perencanaan Poer Pada Pondasi Kolom Poer direncanakan untuk meneruskan gaya dari struktur atas ke pondasi tiang pancang. Oleh karena itu poer harus memiliki kekuatan yang cukup terhadap geser pons dan lentur. - Data Perencanaan : Σ n = 144 buah Dimensi Kolom = 1000 x 1000 mm² Dimensi Poer = 26 x 44 x 0,8 m³ Mutu beton (f c) = 40 Mpa Mutu baja (fy) = 420 Mpa Dtulangan = 25 mm decking = 75 mm dx = h-decking-½d = ½.25 = 712,5mm dy = h-decking-d-½d = ½.25 = 687,5 mm 170

202 171 Gambar Pemodelan Pilecap Pada ETABS Dari hasil pemodelan pondasi didapatkan momen max pada poer diperlihatkan pada gambar 4.75 dan Diagram momen max yang terjadi pada poer diperlihatkan pada gambar 4.74.

203 172 Gambar Diagram Momen Max Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS Gambar Momen Max Positif yang Terjadi Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS 172

204 173 Gambar Momen Max Negatif yang Terjadi Pada Poer Menggunakan Program Bantu ETABS - Kontrol Geser Pons Dalam merencanakan poer harus dipenuhi persyaratan kekuatan gaya geser nominal beton yang harus lebih besar dari geser pons yang terjadi. Hal ini sesuai yang disyaratkan pada SNI Pasal 13.12(2). Kuat geser yang disumbangkan beton diambil yang terkecil dari perumusan berikut: Vc Vc bo = 0,17 (1 + 2 ) λ. f c. bo. d β = 0,33. λ. f c. bo. d = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek beton dari daerah beban terpusat atau reaksi. = 1000/1000 = 1 = Keliling penampang kritis pada poer = mm ɸ Vc = 0,75x0,17 (1 + 2 ) = 4438 T 1 ɸ Vc = 0,75x 0, = 2871,4 T syarat: Pu < ɸ Vc 2040,8 T < 2871 T (Ok) Jadi ketebalan dan ukuran poer yang direncanakan memenuhi syarat terhadap geser ponds.

205 174 - Penulangan Poer Untuk penulangan lentur, poer dianalisa sebagai balok kantilever dengan perletakan jepit pada kolom. Sedangkan beban yang bekerja adalah beban terpusat (P) di tiang kolom yang berasal dari gaya perlawanan tanah (beban ijin terpusat dari tiang) dan beban terbagi rata (q) yang berasal dari berat sendiri poer. Perhitungan gaya dalam pada poer didapat dengan teori mekanika statis tertentu. Gambar Mekanika Beban Poer Pmax = 511,9 T Qpoer = h x b x BJ Beton = 0,8 x 26 x 2,4 = 49,92 t/m Momen = 2 x 511,9 x 2,8 - ½ x 49,92 x 4,60² = 374 Ton.m = Nmm Penulangan Arah X ρ min = 1,4/fy = 1,4/420 = 0,0030 M Rn = = = 1,97 ɸ.b.d² 0,9 x x 712,5² fy m = = 420 = 12,35 0,85 x f c 0,85 x 40 ρ perlu = 1 m = 2m x Rn (1 1 ) fy 1 12, ,35 x 1,97 (1 1 ) = 0, Maka digunakan ρ = 0,00483 As perlu = ρ x b x d = 0,00483 x 1000 x 712,5 = 3443 mm² As tulangan = ¼ π D² = ¼ π 25² = 491 mm² 1000 S tulangan = = 142,5 mm 125 mm (3433/491) Penulangan lentur bawah D mm (3925 mm²). Untuk penulangan lentur atas digunakan ½ Lentur bawah, maka penulangannya D mm. 174

206 Metode Pelaksanaan Umum Dalam setiap pekerjaan konstruksi, metode pelaksanaan merupakan pertimbangan penting yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi menyangkut struktur beton pracetak. Untuk merencanakan beton pracetak, terlebih dahulu harus diketahui apakah struktur tersebut bisa dilaksanakan. Tahap pelaksanaan ini akan diurraikan mengenai item item pekerjaan konstruksi dan pembahsan mengenai pelaksanaan yang berkaitan dengan penggunaan material material beton pracetak, proses pekerjaan yang dilakukan di proyek ini adalah ; Proses pencetakan secara pabrikasi di Industi pracetak. Hal hal yang perlu dipertimbangkan dengan proses pabrikasi adalah : a. Perlunya standart khusus sehingga hasil parcetak dapat diaplikasikan secara umum di pasaran b. Terbatasnya fleksibilitas ukuran yang disediakan untuk elemen pracetak yang disebabkan karena harus mengikuti elemen pracetak yang disebabkab karena harus mengikuti kaidah sistem dimensi satuan yang disepakati bersama dalam bentuk kelipatan suatu modul. c. Dengan cara ini dimungkinkan untuk mencari produk yang terbaik dari lain pabrik Pengangkatan dan Penempatan Crane Hal hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan elemen pracetak antara lain : 1. kemampuan maksimum crane yang digunakan 2. metode pengangkatan 3. letak titik titik angkat pada elemen pracetak hal hal tentang pengangkatan dan penentuan tidak angkat telah dibahas pada bab bab sebelumnya. Dalam perencanaan ini memakai peralatan tower crane untuk mengangkat elemen pracetak di lapangan. Untuk pemilihan tower crane harus disesuaikan antara kemampuan angkat crane dengan berat elemen pracetak. Tower crane Xuzhou Bob XCP330 Jarak jangkau maksimum 75 m dengan beban maksimum 18 ton Tower crane yang digunakan 1 buah

207 176 Beban modular maksimum ton. Tabel Kapasitas Angkat dan Radius Tower Crane Pekerjaan Elemen Kolom Setelah dilakukan pemancangan, pembuatan pile cap dan sloof, maka tulangan kolom dipasang bersamaan dengan pendimensian pile cap. Tulangan kolom bersamaan dengan tulangan konsol yang telah disiapkan dicor sampai batas yang sudah ditentukan. Dalam hal ini sampai ketinggian permukaan bawah balok induk yang menumpang pada kolom. Gambar Pemasangan Bekisting untuk Pembuatan Kolom 176

208 Pemasangan Elemen Balok Induk Pemasangan balok pracetak setelah pengecoran kolom. Balok induk dipasang terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan pemasangan balok anak. Diperlukan peralatan crane dan scaffolding untuk membantu menunjang balok pracetak. Kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan tulang utama pada balok yaitu tulangan tarik pada tumpuan. Lalu setelah tulangan terpasang baru dilakukan pengecoran. Gambar Pemasangan Balok Induk Pracetak Pemasangan Elemen Balok Anak Pemasangan balok anak pracetak di bagian tengah balok induk. Konsol tempat bertumpunya balok anak pun terbuat dari beton pracetak dengan balok. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada balok induk maupun balok anak, maka dipasang tiga buah perancah dengan posisi satu di tengah dan dua di tepi.

209 178 Gambar Pemasangan Balok Anak Pracetak Setelah balok anak dan balok induk terpasang, maka dilanjutkan dengan pemasangan tangga di tempat yang sudah disediakan. Pengangkatan tangga dilakukan dengan posisi tangga datar Pemasangan Elemen Pelat Pemasangan pelat pracetak di atas balok induk dan balok anak sesuai dengan dimensi pelat yang sudah ditentukan. Pemasangan tulangan bagian atas, baik tulangan tumpuan maupun tulangan lapangan untuk pelat, balok anak dan balok induk. Gambar 4. 42Pemasangan Tulangan Atas Setelah semua tulangan terpasang, kemudian dilakukan pengecoran pada bagian atas pelat, balok anak, dan balok induk yang berfungsi sebagai topping atau penutup bagian atas. Selain itu topping 178

210 179 juga berfungsi untuk merekatkan komponen pelat, balok anak, dan balok induk agar menjadi satu kesatuan (komposit). Hal ini diperkuat dengan adanya tulangan panjang penyaluran pada masing masing komponen pelat, balok anak, dan balok induk. Topping digunakan setinggi 8 cm. Gambar Pengecoran Topping Untuk pekerjaan lantai berikutnya dilakukan sama dengan urutan pelaksanaan di atas sampai semua elemen pracetak terpasang Transportasi Elemen Beton Pracetak Sistem transportasi meliputi : 1. Pemindahan beton pracetak di areal pabrik 2. Pemindahan dari pabrik ke tempat penampungan di proyek 3. Pemindahan dari penampungan sementara di proyek ke posisi akhir Tahap pemindahan komponen beton pracetak dari lokasi pabrikasi ke areal proyek diperlukan sarana angkut seperti truk tunggal, tandem, atau temple. Truk yang biasa digunakan untuk pengangkutan berukuran lebar 2,4 m x 16 m atau 2,4 m x 18 m dengan kapasitas angkut kurang lebih 50 ton. Untuk komponen tertentu dimana panjangnya cukup panjang hingga 30 m dapat dipergunakan truk temel dimana kapasitasnya dapat mencapai 80 ton. Di areal lokasi proyek diperlukan sarana untuk pemindahan komponen beton pracetak mempergunakan tower crane.

211 Metode Pelaksanaan Basement Pada sistem ini, sheet pile dipasang terlebih dahulu sebelum pelaksanaan galian. Struktur basement dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan galian selesai mencapai galian elevasi rencana (sistem konvensional). Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu, kemudian basement diselesaikan dari bawah keatas, dengan menggunakan scaffolding. Kolom, balok dan slab dicor ditempat (cast in place). Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan konstruksi basement dengan metode bottom up ialah sebagai berikut : 1. Mobilisasi peralatan 2. Pelaksanaan pondasi tiang pancang 3. Pelaksanaan dinding penahan tanah (sheet pile) 4. Penggalian dan pembuangan tanah 5. Dewatering 6. Poer pondasi 7. Waterproofing 8. Tie beam dan pondasi rakit 9. Dinding basement dan struktur bertahap keatas 10. Lantai basement bertahap ke atas Secara umum, kegiatan-kegiatan pekerjaan tersebut diatas adalah item pekerjaan utama yang hampir dapat selalu ditemukan dalam suatu pelaksanaan pekerjaan basement dengan metode konvensional. Berikut adalah gambaran pelaksanaan pekerjaan berdasarkan urutan pekerjaan yang mana harus dimulai dari lantai dasar basement. 180

212 181 Gambar Pelaksanaan Basement dengan Metode Konvensional Kemungkinan lain dapat saja terjadi, tetapi pada umumnya tata cara pelaksanaan metode basement konvensional akan mengikuti pola demikian. Beberapa hal yang dapat disebut merupakan ciri-ciri pelaksanaan basement dengan metode konvensional yang lazim dilaksanakan dari jabaran di atas adalah: 1. Metode bottom up tidak memerlukan tata cara manejemen proyek secara khusus, karena umunya sudah menjadi hal yang biasa dilaksanakan. 2. Diperlukan pengendalian muka air tanah sekeliling secara intensif 3. Dinding penahan tanah dapat tetap atau sementara, tetapi yang pasti untuk pelaksanaannya tidak dapat dilakukan simultan dengan pekerjaan lain, dinding penahan tanah adalah awal dari pekerjaan basement yang mutlak dilakukan sebelum pekerjaan lainnya dimulai kecuali tiang pondasi. 4. Setiap usaha mempercepat waktu pelaksanaan, pada umumnya menyebabkan penambahan sumber daya baik manusia maupun peralatan yang tidak sebanding dengan produksinya. 5. Semakin dalam (semakin banyak jumlah basement) metode pelaksanaan ini akan semakin sulit. 6. Diperlukan luas lahan yang cukup untuk mengendalikan transportasi galian tanah vertical.

213 Akibat proses penggalian dan kebutuhan akan konstruksi sementara yang banyak, maka kondisi lingkungan proyek akan padat dan kotor. 8. Kemungkinan melakukan kombinasi pelaksanaan secara simultan dengan kegiatan lainnya amat minim karena metode kontruksi memberikan urutan kegiatan demikian. 9. Biaya pelaksanaan sampai dengan kedalaman tertentu relatif lebih murah Pekerjaan Dewatering Pekerjaan galian untuk basement, seringkali terganggu oleh adanya air tanah. Oleh karena itu sebelum galian tanah untuk basement dimulai sudah harus dipersiapkan pekerjaan pengeringan (dewatering) agar air tanah yang ada tidak mengganggu proses pelaksanaan basement. Masalah galian dalam lebih kritis bila kondisi tanah merupakan tanah lunak atau pasir lepas dalam kondisi muka air tanah yang tinggi. Metode dewatering yang dipilih tergantung beberapa factor, antara lain : Debit rembesan air Jenis tanah Kondisi lingkungan sekitarnya Sifat tanah Air tanah Ukuran dan dalam galian Daya dukung tanah Kedalam dan tipe pondasi Design dan fungsi dari struktur Rencana pekerjaan Tujuan dari dewatering adalah : 1. Menjaga agar dasar galian ettap kering. Untuk mencapai tujuan tersebut biasanya air tanah diturunkan elevasinya 0,5 1 m dibawah dasar galian. 182

214 Mencegah erosi buluh. Pada galian tanah pasir (terutama pasir halus dibawah muka air tanah) rembesan air kedalam galian dapat mengakibatkan tergerusnya tanah pasir akibat aliran air. 3. Mencegah resiko sand boil. Pada saat dilaksanakan galian, maka perbedaan elevasi air didalam dan diluar galian semakin tinggi. 4. Mencegah resiko terjadinya kegagalan upheave. Bila tekanan air dibawah lapisan tanah lebih besar daripada berat lapisan tanah tersebut maka lapisan tanah tersebut dapat terangkat atau mengalami failure 5. Menjaga gaya uplift terhadap bangunan sebelum mencapai bobot tertentu. Pada bangunan-bangunan yang memiliki basement, maka pada saat bobot bangunan masih lebih kecil daripada gaya uplift dari tekanan air, dewatering harus tetap dijalankan hingga bobot mati dari bangunan melebihi gaya uplift tersebut. 6. Mencegah rembesan 7. Memperbaiki kestabilan tanah 8. Mencegah pengembungan tanah 9. Memperbaiki karakteristik dan kompaksi tanah terutama dasar 10. Pengeringan lubang galian 11. Mengurangi tekanan lateral Metode dewatering yang dipilih adalah cut off. Prinsip cut off adalah memotong aliran bidang air tanah melalui cara mengurung daerah galian dengan dinding. Ditinjau dari pergerakan air tanah. Metode dewatering cut off ini paling baik, karena tidak terjadi aliran air tanah, dan tidak terjadi penurunan muka air tanah di sekeliling luar daerah galian. Metode ini perlu memperhitungkan dalamnya D tertentu agar tidak terjadi rembesan air masuk ke dalam daerah galian. Gambar Potongan Metode Cut Off

215 184 Dinding cut off dapat menggunakan : Sheet pile (tidak dipakai sebagai struktur dinding permanen) Concrete diaphragm wall (sebagai struktur dinding permanen) Concrete secant pile (dapat dipakai sebagai dinding permanen) Metode cut off dipilih karena kondisi sama dengan pemilihan predrainage, dinding cut off difungsikan juga sebagai penahan tanah atau sebagai dinding basement, dan penurunan MAT akan mengganggu / merugikan lingkungan sekitarnya. 184

216 Halaman ini sengaja di kosongkan 185

217 186 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan perancangan struktur yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir Modifikasi Struktur Gedung Apartemen Wang Residence Jakarta Barat Dengan Metode Pracetak maka dapat ditarik beberapa poin kesimpulan diantaranya sebagai berikut : 1. Berdasarkan perancangan struktur yang dilakukan dalam Dimensi struktur utama didapatkan dari SNI 2847:2013 pasal Yang meliputi ketentuan tebal minimum balok non prategang dapat disesuaikan pada tabel 9.5(a) dan dimensi kolom yang didapat dari perhitungan sebesar 100/100 cm pada lantai 1-5, 80/80 cm pada lantai 6-10 dan 75/75 cm pada lantai 11-15(atap). Dimensi struktur sekunder didapatkan dari SNI 2847:2013 pasal Yang meliputi ketentuan tebal minimum balok non prategang dapat disesuaikan pada tabel 9.5(a). Sedangkan untuk dimensi pelat digunakan SNI 2847:2013 pasal dengan melihat tablel 9.5(c). adapun hasil modifikasi sebagai berikut : a. Struktur Sekunder Dimensi balok anak = 30/40 cm Dimensi balok bordes = 30/40 cm Dimensi balok lift = 30/40 cm Tebal pelat = 14 cm b. Struktur Primer Dimensi balok induk = 50/70 cm Dimensi kolom = 100/100 cm Tiang pancang = D100, H = 52 m 2. Komponen pracetak disambung dengan menggunakan sambungan basah dan konsol pendek agar bangunan tersebut menjadi bangunan pracetak yang monolit. Ukuran konsol pendek pada kolom adalah 500 x 450 mm. 3. Detailing sambungan pracetak dirancang bersifat monolit antar elemennya dengan tulangan-tulangan dan shear connector yang muncul dari setiap elemen pracetak dan splice 186

218 187 sleeve pada kolom pracetak untuk menyatukannya dengan elemen cor di tempat. Sambungan didesain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Menganalisa gaya-gaya dalam struktur gedung menggunakan program ETABS 2016 dengan memasukkan gaya-gaya yang bekerja pada pelat serta beban vertical dan horizontal. 5. Pondasi direncanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menerima beban dari atas melalui pile cap. 6. Hasil analisa struktur yang telah dilakukan pada perencanaan ulang gedung Wang Residence akan dituangkan pada gambar teknik yang ada pada lampiran. 5.2 Saran Berdasarkan analisa selama proses penyusunan tugas akhir ini, beberapa saran yang dapat penulis sampaikan adalah diantaranya : 1. Perlu pengawasan dengan baik pada saat pelaksanaan sambungan antar elemen beton pracetak karena sambungan beton pracetak tentu tidak semonolit seperti pada sambungan dengan cor setempat agar nantinya pada saat memikul beban tidak terjadi gaya-gaya tambahan yang tidak diinginkan pada daerah sambungan akibat dari kurang sempurnanya pengerjaan sambungan. 2. Tipe elemen pracetak sedapat mungkin dibuat seminal mungkin untuk lebih menyeragamkan bentuk cetakan dan detail tulangan sehingga tujuan dari konstruksi dengan metode pracetak dapat terlaksana. 3. Masih perlu lagi pengembangan teknologi Pracetak agar lebih inovatif dan efisien dalam penggunaannya, serta lebih mudah dalam pengaplikasiannya.

219 188 DAFTAR PUSTAKA ASCE STANDART SEI/ASCE 7-02 Second Edition. American Society of Civil Elilgineers Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures.Virginia : American Society of Civil Engineers. Badan Standarisasi Nasional Sni Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional Sni Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional Sni Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional Sni Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional Budiono, Andy Kurniawan dan I Gusti Putu Raka Perencanaan Gedung Research Center-Its Surabaya dengan Metode Pracetak. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) hal 1-5. Ervianto, Wulfram Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi Beton Pracetak dan Bekisting. Yogyakarta : Andy Publisher 188

220 189 Manalip,H., E. J. Kumaat dan F.I Runtu Penempatan Dinding Geser Pada Bangunan Beton Bertulang dengan Analisa Pushover. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5 No.1, hal ( ) ISSN: Moehle, Jack Seismic Design of Reinforced Concrete Buildings. USA : McGraw Hill Professional. Nandasari Fristi, I Gusti Putu Raka, dan Pujo Aji Modifikasi Desain Gedung Holyday Inn Express Surabaya Menggunakan Sistem Struktur Pracetak. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) hal 1-6. Nurjaman, Hari Nugraha., Lutfi Faizal dan Hasiholan R. Sidjabat Perilaku Aktual Bangunan Gedung dengan Sistem Pracetak Terhadap Gempa Kuat. Surabaya: Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia. Kahiking, Regen Loudewik dan J. D. Pangouw, R. E. Pandaleke Evaluasi Struktur Kolom Kuat Balok Lemah Pada Bangunan Beton Bertulang Dengan Metode Desain Kapasitas (Studi Kasus : Bangunan Sekolah Sma Donbosco). Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.9, hal ( ) ISSN: Purwono, Rachmat Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa (Sesuai SNI 1726 dan SNI-2487 Terbaru). Surabaya : ITS Press. Pci Design Handbook 6th Edition. Pci Design Handbook Precast and Prestressed Concrete. Chicago : Pci Industry Handbook Committee. Sastrodasrsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto.2000 Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jakarta : PT Pradnya Paramita Sudarmoko, Diagram Perencanaan Kolom Beton Bertulang,Yogyakarta : UGM Press.

221 190 Suhaimi, T. Budi Aulia dan Mochammad Afifuddin Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Sistem Ganda Dengan Variasi Geometri Dinding Geser Pada Wilayah Gempa Kuat. JURNAL TEKNIK SIPIL ISSN PASCASARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA 13 hal Syarifandy, Kurdian Suprapto, dan Iman Wimbadi Modifikasi Perencanaan Gedung RSD Dr. Moch Anwar Sumenep Menggunakan Metode Pracetak (Precast) Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) hal 1-5. Tjahjono, Elly dan Heru Purnomo Pengaruh Penempatan Penyambungan Pada Perilaku Rangkaian Balok-Kolom Beton Pracetak Bagian Sisi Luar. JURNAL MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 8, NO. 3. hal 90. Turai, Vaishali dan Ashish Waghmare A Study Of Cost Comparison Of Precast Concrete Vs. Cast-In-Place. International Journal on Recent and Innovation Trends in Computing and Communication Vol. 3, No. 11,(2015) hal 1. Windah, Reky Stenly Penggunaan Dinding Geser Sebagai Elemen Penahan Gempa Pada Bangunan Bertingkat 10 Lantai, JURNAL ILMIAH MEDIA ENGINEERING VOL. 1, NO. 2, ISSN hal ( ). Wahyudi, Herman Daya Dukung Pondasi Dalam. Surabaya : ITS PRESS 190

222 LAMPIRAN 206

223

224

225

226

227

228

229

230

231

232

233

234

235

236

237

238

239

240

241

242

243

244

245

246

247

248

249

250

251

252

253

254

255

256

257

258

259 BORING LOG Boring No. : DB - 3 PROJECT : CLIENT : JALAN PANJANG APARTMENT PT. CITICON ADHINUGRAHA PROJECT NO. : TESTED DATE : DCM.G September 2013 LOCATION : Jl. Panjang, Sunrise Garden - Jakarta Barat ELEVATION : +4,496 DRILLER : Oman Abdurrahman LOGGED BY : Sonny DRILL RIG : Koken MG-5A BORING METHOD : Rotary Core Drilling GROUND WATER TABLE : Initial : -3,95 m At Completion : -4,00 m ELEVATION/ DEPTH (m) SOIL SYMBOLS, SAMPLERS AND TEST DATA USCS DESCRIPTION N1 N2 N3 STANDARD PENETRATION TEST N-SPT CH Surface Silty CLAY, blackish brown, soft UDS Becomes brownish grey, medium stiff Becomes soft MH Clayey SILT, brownish grey, soft SILT with some Clay, grey, stiff Becomes very stiff UDS CH ML Silty CLAY, yellowish brown, very stiff SILT with some Clay, brownish grey, cemented, hard Clayey SILT, brownish grey, soft Becomes cemented, hard CL SP Silty CLAY, cemented, hard Fine SAND, blackish brown, poorly graded, dense PT. Daya Creasi Mitrayasa Sheet 1 Design & Engineering Consultants

260 BORING LOG Boring No. : DB - 3 PROJECT : CLIENT : JALAN PANJANG APARTMENT PT. CITICON ADHINUGRAHA PROJECT NO. : TESTED DATE : DCM.G September 2013 LOCATION : Jl. Panjang, Sunrise Garden - Jakarta Barat ELEVATION : +4,496 DRILLER : Oman Abdurrahman LOGGED BY : Sonny DRILL RIG : Koken MG-5A BORING METHOD : Rotary Core Drilling GROUND WATER TABLE : Initial : -3,95 m At Completion : -4,00 m ELEVATION/ DEPTH (m) SOIL SYMBOLS, SAMPLERS AND TEST DATA USCS DESCRIPTION N1 N2 N3 STANDARD PENETRATION TEST N-SPT UDS MH OH Fine SAND, blackish brown, poorly graded, dense SILT with some Clay, grey, medium stiff Organic Silty CLAY, dark grey, soft CH Silty CLAY, yellowish grey, very stiff UDS CLAY, brownish grey, very stiff Becomes grey, hard Becomes very stiff PT. Daya Creasi Mitrayasa Sheet 2 Design & Engineering Consultants

261 BORING LOG Boring No. : DB - 3 PROJECT : CLIENT : JALAN PANJANG APARTMENT PT. CITICON ADHINUGRAHA PROJECT NO. : TESTED DATE : DCM.G September 2013 LOCATION : Jl. Panjang, Sunrise Garden - Jakarta Barat ELEVATION : +4,496 DRILLER : Oman Abdurrahman LOGGED BY : Sonny DRILL RIG : Koken MG-5A BORING METHOD : Rotary Core Drilling GROUND WATER TABLE : Initial : -3,95 m At Completion : -4,00 m ELEVATION/ DEPTH (m) SOIL SYMBOLS, SAMPLERS AND TEST DATA USCS DESCRIPTION N1 N2 N3 STANDARD PENETRATION TEST N-SPT UDS CH Becomes very stiff Becomes brownish grey Becomes hard Becomes yellowish grey Becomes dark grey, very stiff UDS Silty CLAY with trace of Sand, brownish grey, hard ML Silty CLAY, brownish grey, hard SILT with some Clay, yellowish brown, hard CH Silty CLAY, brownish grey, hard Pengeboran dihentikan pada kedalaman 60,50 meter PT. Daya Creasi Mitrayasa Sheet 3 Design & Engineering Consultants

262

263

264

265

266

267 BIODATA PENULIS Muhammad Aulia Tri Munandar Lahir di kota Malang Jawa Timur pada tanggal 13 Oktober 1994, merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDN Blimbing 3 Malang, dan lulus pada tahun 2006, SMPN 12 Surabaya dan lulus pada tahun 2009, SMA 71 Jakarta Timur dan lulus pada tahun Setelah lulus dari SMA, pada tahun 2012 penulis kemudian melanjutkan pendidikan program Diploma 3 (D3) di Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan lulus pada tahun Penulis sempat aktif di organisasi Jamaah Masjid Manarul Ilmi dan menjadi panitia penting dalam penyelenggaraan seminar dan orientasi mahasiswa baru. Selanjutnya pada tahun 2015, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Sipil (FTSP-ITS) Surabaya melalui program Lintas Jalur dan terdaftar dengan NRP Di jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS Surabaya, penulis adalah mahasiswa Program Sarjana (S1) dengan bidang studi Struktur dengan judul Tugas Akhir Perencanaan Ulang Gedung Apartemen Wang Residence Dengan Menggunakan Beton Pracetak. Penulis sangat berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta bagi penulis sendiri. auliacivilits@gmail.com

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS TUGAS AKHIR PS-180 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) EKO PRASETYO DARIYO NRP

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH TERANG BANGSA DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) DAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM)

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH TERANG BANGSA DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) DAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH TERANG BANGSA DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) DAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) Abstrak Nama Mahasiswa : Zahrial Firman R NRP : 305 00 092 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II. Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERTIAN SISTEM PRACETAK Sebagian besar dari elemen struktur pracetak dicetak ditempat tertentu (dapat dilokasi proyek ataupun diluar lokasi proyek

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) LATAR BELAKANG Perkembangan industri konstruksi

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI GEDUNG ONE EAST RESIDENCE DI BALIKPAPAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK

PERANCANGAN MODIFIKASI GEDUNG ONE EAST RESIDENCE DI BALIKPAPAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK TUGAS AKHIR RC-14501 PERANCANGAN MODIFIKASI GEDUNG ONE EAST RESIDENCE DI BALIKPAPAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK MUHAMMAD FEBRIANTO RAMADHAN NRP. 3112 100 094 Dosen Pembimbing: Endah Wahyuni,

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU.

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU. PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU Nama Mahasiswa : Bagus Darmawan NRP : 3109.106.003 Jurusan : Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Dalam perancangan struktur gedung perkantoran dengan Sistem Rangka Gedung (Building Frame System)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Dalam perancangan struktur gedung perkantoran dengan Sistem Rangka Gedung (Building Frame System) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di era sekarang ini, kian marak perkembangan teknologi konstruksi yang menawarkan beberapa keuntungan, baik dari segi kemudahan pelaksanaan maupun segi ekonomis. Salah

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Penulis Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI...xiii DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR TABEL... xxvii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UGM KOMPLEKS KINANTI MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UGM KOMPLEKS KINANTI MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UGM KOMPLEKS KINANTI MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) SESUAI SNI 03-2847- 2002 DAN SNI 03-1726- 201X

Lebih terperinci

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-19 Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak Trie Sony Kusumowibowo dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MENARA SAINS FMIPA ITS DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN MENARA SAINS FMIPA ITS DENGAN METODE PRACETAK 1 PERENCANAAN MENARA SAINS FMIPA ITS DENGAN METODE PRACETAK Agung Aji Binton Nababan, I Gusti Putu Raka, dan Isdarmanu Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RC

TUGAS AKHIR RC TUGAS AKHIR RC09-1380 MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SRPMM PADA GEDUNG BP2IP MENURUT SNI 03-1726-2010 Hari Ramadhan 310 710 052 DOSEN KONSULTASI : Ir. Iman Wimbadi,

Lebih terperinci

PERENCANAAN MODIFIKASI GEDUNG APARTEMEN GRAND KAMALA LAGOON BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK

PERENCANAAN MODIFIKASI GEDUNG APARTEMEN GRAND KAMALA LAGOON BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK TUGAS AKHIR (RC14-1501) PERENCANAAN MODIFIKASI GEDUNG APARTEMEN GRAND KAMALA LAGOON BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRACETAK AJI DICKY PERMANA NRP. 3113 100 002 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. IGP

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda TUGAS AKHIR RC09 1380 Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda Kharisma Riesya Dirgantara 3110 100 149 Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, ST., MSc.,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) KOTA PROBOLINGGO DENGAN METODE SISTEM RANGKA GEDUNG

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) KOTA PROBOLINGGO DENGAN METODE SISTEM RANGKA GEDUNG PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 PRESENTASI TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR RUMAH SUSUN

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOJA JAKARTA DENGAN METODE PRACETAK

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOJA JAKARTA DENGAN METODE PRACETAK TUGAS AKHIR (RC14-1501) MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOJA JAKARTA DENGAN METODE PRACETAK TRIE SONY KUSUMOWIBOWO NRP 3112 100 050 Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, S.T., M.Sc.,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gaya lintang yang terjadi pada balok SRPMM... 7 Gambar 2.2 Respons spektrum gempa rencana... 10 Gambar 2.3 Balok dengan tumpuan sederhana diberi Gaya Prategang F melalui titik

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA Oleh : ELVAN GIRIWANA 3107100026 1 Dosen Pembimbing : TAVIO, ST. MT. Ph.D Ir. IMAN WIMBADI, MS 2 I. PENDAHULUAN I.1 LATAR

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG DIAGNOSTIK TEPADU RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA BALOK PRATEKAN

HALAMAN JUDUL MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG DIAGNOSTIK TEPADU RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA BALOK PRATEKAN HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR - PS1380 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG DIAGNOSTIK TEPADU RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA BALOK PRATEKAN ERIN SURYANI NRP 3105 100 113 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Menurut Ervianto (2006), beton konvensional adalah suatu komponen struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom dirancang untuk bisa

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-6 1 PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK Whisnu Dwi Wiranata, I Gusti Putu

Lebih terperinci

Modifikasi Perencanaan Struktur Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kota Probolinggo Dengan Metode Sistem Rangka Gedung

Modifikasi Perencanaan Struktur Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kota Probolinggo Dengan Metode Sistem Rangka Gedung JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Modifikasi Perencanaan Struktur Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kota Probolinggo Dengan Metode Sistem Rangka Gedung Jefri Adi Gunawan, Data Iranata,

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG OLEH : DAINTY SARASWATI 3109.106.052 DOSEN PEMBIMBING : 1. TAVIO, ST. M.

Lebih terperinci

TONNY RIZKYA NUR S ( ) DOSEN PEMBIMBING :

TONNY RIZKYA NUR S ( ) DOSEN PEMBIMBING : PERENCANAAN MODIFIKASI STADION KOLAM RENANG KOTA PASURUAN DENGAN MENGGUNAKAN SPACE FRAME DAN BETON PRACETAK MAHASISWA : TONNY RIZKYA NUR S (3106 100 067) DOSEN PEMBIMBING : Ir. DJOKO IRAWAN, MS. LATAR

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : GO, DERMAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang baik di bidana ekonomi, social maupun infrastruktur. Khusus

Lebih terperinci

BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI

BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI 1.1 Pengertian Kolom dan Balok Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur

Lebih terperinci

Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja Beton Komposit

Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja Beton Komposit C588 Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja Beton Komposit Yhona Yuliana, Data Iranata, dan Endah Wahyuni Departemen Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Beton Precast Beton precast adalah suatu produk beton yang dicor pada sebuah pabrik atau sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek bangunan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SHERWALL PADA GEDUNG BANK BCA CABANG RUNGKUT SURABAYA

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SHERWALL PADA GEDUNG BANK BCA CABANG RUNGKUT SURABAYA MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SHERWALL PADA GEDUNG BANK BCA CABANG RUNGKUT SURABAYA MOH. FAJAR MAHDI 3107100084 DOSEN PEMBIMBING BAMBANG PISCESA, ST., MT. Ir. IMAN WIMBADI,

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG GEDUNG POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN BETON PRACETAK

PERENCANAAN ULANG GEDUNG POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN BETON PRACETAK PERENCANAAN ULANG GEDUNG POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN BETON PRACETAK OLEH : WHISNU DWI WIRANATA 3110100125 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA. Ir.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Andy Kurniawan Budiono, I Gusti Putu Raka Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PRESENTASI TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO MAHASISWA : WAHYU PRATOMO WIBOWO NRP. 3108 100 643 DOSEN PEMBIMBING:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

Kata kunci : Dinding Geser, Rangka, Sistem Ganda, Zona Gempa Kuat. Latar Belakang

Kata kunci : Dinding Geser, Rangka, Sistem Ganda, Zona Gempa Kuat. Latar Belakang DESAIN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG MY TOWER DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA Angga Wahyudi Fajarianto 1, Mudji Irmawan 2 Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Jl.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL GRAND SETURAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: Boni Sitanggang NPM.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN GEDUNG DESAIN PRODUK ITS SURABAYA DENGAN BAJA-BETON KOMPOSIT

MODIFIKASI PERANCANGAN GEDUNG DESAIN PRODUK ITS SURABAYA DENGAN BAJA-BETON KOMPOSIT CAHYA BUANA, ST. MT TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERANCANGAN GEDUNG DESAIN PRODUK ITS SURABAYA DENGAN BAJA-BETON KOMPOSIT FADLI JAYA HARDIKA. NRP 3105 100 129 Dosen Pembimbing Ir. Ananta Sigit S, MSc.PhD

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH MENGUNAKAN BETON PRACETAK (Design of Structure of BPS Building Central Java Province using Precast Concrete) Diajukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN (1) Maria Elizabeth, (2) Bambang Wuritno, (3) Agus Bambang Siswanto (1) Mahasiswa Teknik Sipil, (2)

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN SALEMBA RESIDENCES LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN SALEMBA RESIDENCES LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN SALEMBA RESIDENCES LAPORAN TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL Oleh : DORIS ANTONI 15003035

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PS-1380 PERENCANAAN ULANG GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH JAWA TIMUR

TUGAS AKHIR PS-1380 PERENCANAAN ULANG GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH JAWA TIMUR TUGAS AKHIR PS-1380 PERENCANAAN ULANG GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH JAWA TIMUR I SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) PUTU SWASTI KALINGGA

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR FLAT SLAB DENGAN SISTEM STRUKTUR SRPMM DAN SHEAR WALL PADA GEDUNG RSUD KEPANJEN MALANG

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR FLAT SLAB DENGAN SISTEM STRUKTUR SRPMM DAN SHEAR WALL PADA GEDUNG RSUD KEPANJEN MALANG PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR FLAT SLAB DENGAN SISTEM STRUKTUR SRPMM DAN SHEAR WALL PADA GEDUNG RSUD KEPANJEN MALANG Oleh : ANDY SETYAWAN 3107 100 610 Dosen Pembimbing : Ir. KURDIAN SUPRAPTO, MS JURUSAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG. (Structure Design of DKK Semarang Building)

PERENCANAAN GEDUNG DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG. (Structure Design of DKK Semarang Building) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG (Structure Design of DKK Semarang Building) Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 pada

Lebih terperinci

STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER

STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER 2009 Josia Irwan Rastandi ( * ) Eric Djajasurja (**) Chairul Soleh (***) 1. PENDAHULUAN Selain merupakan

Lebih terperinci

Reza Murby Hermawan Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, ST. MSc.PhD

Reza Murby Hermawan Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, ST. MSc.PhD MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN Reza Murby Hermawan 3108100041 Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, ST. MSc.PhD

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG HOTEL NAWASAKA SURABAYA DENGAN SISTEM GANDA

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG HOTEL NAWASAKA SURABAYA DENGAN SISTEM GANDA PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG HOTEL NAWASAKA SURABAYA DENGAN SISTEM GANDA Oleh : CLIVIA MARIA FW 3112 105 010 Dosen Pembimbing : PROF.TAVIO,ST.MT, PhD PROF. Dr. Ir. IGP RAKA, DEA I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN SEDERHANA DAN SEWA ( RUSUNAWA ) MAUMERE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN SEDERHANA DAN SEWA ( RUSUNAWA ) MAUMERE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN SEDERHANA DAN SEWA ( RUSUNAWA ) MAUMERE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS Oleh: AGUS JUNAEDI 3108 040 022 Dosen Pembimbing Ir. SUNGKONO, CES Ir. IBNU PUDJI

Lebih terperinci

MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA Oleh : AULIA MAHARANI PRATIWI 3107100133 Dosen Konsultasi : Ir. KURDIAN SUPRAPTO, MS TAVIO, ST, MS, Ph D I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI DESAIN GEDUNG HOLYDAY INN EXPRESS SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM STRUKTUR PRACETAK

MODIFIKASI DESAIN GEDUNG HOLYDAY INN EXPRESS SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM STRUKTUR PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 MODIFIKASI DESAIN GEDUNG HOLYDAY INN EXPRESS SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM STRUKTUR PRACETAK Fristi Nandasari, Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA, Dr. techn.

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRIBUN STADION UTAMA PALARAN KOTA SAMARINDA DENGAN BETON PRACETAK. Oleh : Maya Silva Dora

PERENCANAAN TRIBUN STADION UTAMA PALARAN KOTA SAMARINDA DENGAN BETON PRACETAK. Oleh : Maya Silva Dora PERENCANAAN TRIBUN STADION UTAMA PALARAN KOTA SAMARINDA DENGAN BETON PRACETAK Oleh : Maya Silva Dora 302 00 00 Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir. I Gusti Putu Raka Ir. Aman Subakti, MS ABSTRAK Dalam merencanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BNI WILAYAH-05 jl. Dr. Cipto 128 SEMARANG

LEMBAR PENGESAHAN. LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BNI WILAYAH-05 jl. Dr. Cipto 128 SEMARANG LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BNI WILAYAH-05 jl. Dr. Cipto 128 SEMARANG ( Design Structure of BNI Building Area 05 at Jl. Dr. Cipto 128 Semarang ) Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA Disusun oleh : HERDI SUTANTO (NIM : 41110120016) JELITA RATNA WIJAYANTI (NIM : 41110120017)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP PEMILIHAN JENIS STRUKTUR Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR

PRESENTASI TUGAS AKHIR PRESENTASI TUGAS AKHIR Perancangan Modifikasi Struktur Gedung Rawat Inap VIP Rumah Sakit Gatoel Mojokerto dengan Metode Sistem Rangka Gedung (SRG) Oleh : Danu Rayendra Gandhi NRP. 3106 100 615 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai kota besar di dunia, diantaranya adalah akibat bertambahnya permintaan dan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK TUGAS AKHIR.

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK TUGAS AKHIR. MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK TUGAS AKHIR Disusun oleh : FATHUL MUJIB RUSDI 0 9 5 3 0 1 0 0 0 7 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

MAHASISWA ERNA WIDYASTUTI. DOSEN PEMBIMBING Ir. HEPPY KRISTIJANTO, MS.

MAHASISWA ERNA WIDYASTUTI. DOSEN PEMBIMBING Ir. HEPPY KRISTIJANTO, MS. MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM) DI SENDOWO, SLEMAN, YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM MAHASISWA ERNA WIDYASTUTI DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

MODIFIKASIN PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN THE PAKUBUWONO HOUSE DENGAN BALOK PRATEKAN

MODIFIKASIN PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN THE PAKUBUWONO HOUSE DENGAN BALOK PRATEKAN MODIFIKASIN PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN THE PAKUBUWONO HOUSE DENGAN BALOK PRATEKAN Muhammad Naufal, Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD, IR. Soewardojo, M.Sc. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

menggunakan ketebalan 300 mm.

menggunakan ketebalan 300 mm. 1 PERENCANAAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM FLAT SLAB DAN DINDING GESER Auramauliddia, Bambang Piscesa ST MT,Aman Subekti Ir MS Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Tenik Sipil

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KUSUMA MULIA TOWER SOLO MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KUSUMA MULIA TOWER SOLO MENGGUNAKAN RANGKA BAJA PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KUSUMA MULIA TOWER SOLO MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : LUTHER

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3 PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3 Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : FELIX BRAM SAMORA

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON Oleh : ANTON PRASTOWO 3107 100 066 Dosen Pembimbing : Ir. HEPPY KRISTIJANTO,

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG STRUKTUR GEDUNG TUNJUNGAN PLAZA V SURABAYA DENGAN METODE SISTEM GANDA. Huriyan Ahmadus ABSTRAK

PERENCANAAN ULANG STRUKTUR GEDUNG TUNJUNGAN PLAZA V SURABAYA DENGAN METODE SISTEM GANDA. Huriyan Ahmadus ABSTRAK PERENCANAAN ULANG STRUKTUR GEDUNG TUNJUNGAN PLAZA V SURABAYA DENGAN METODE SISTEM GANDA Huriyan Ahmadus ABSTRAK Gedung Tunjungan Plaza V ini pada perhitungan strukturnya akan dirancang untuk diaplikasikan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR. PERENCANAAN GEDUNG IKIP PGRI SEMARANG JAWA TENGAH ( Planning Building Structure IKIP PGRI, Semarang Central Java )

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR. PERENCANAAN GEDUNG IKIP PGRI SEMARANG JAWA TENGAH ( Planning Building Structure IKIP PGRI, Semarang Central Java ) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG IKIP PGRI SEMARANG JAWA TENGAH ( Planning Building Structure IKIP PGRI, Semarang Central Java ) Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis Dalam

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda Kharisma Riesya Dirgantara, Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON TUGAS AKHIR RC09 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON OLEH: RAKA STEVEN CHRISTIAN JUNIOR 3107100015 DOSEN PEMBIMBING: Ir. ISDARMANU, M.Sc

Lebih terperinci

Disusun Oleh : ZAINUL ARIFIN

Disusun Oleh : ZAINUL ARIFIN Disusun Oleh : ZAINUL ARIFIN 3107100619 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Gedung RSUD Kepanjen Malang berlokasi di Jalan Panggung No. 1 Kepanjen, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan

Lebih terperinci

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON I. Kriteria & Jadwal Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk: Memberi gambaran tahapan dalam mengerjakan tugas Perancangan Struktur Beton agar prosedur desain

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK Leonardus Setia Budi Wibowo Tavio Hidayat Soegihardjo 3 Endah Wahyuni 4 dan Data Iranata 5 Mahasiswa S Jurusan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG UNIVERSAL MEDICAL CENTER DI PANDAAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA (DUAL SISTEM) Alexander Vedy Christianto ABSTRAK

PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG UNIVERSAL MEDICAL CENTER DI PANDAAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA (DUAL SISTEM) Alexander Vedy Christianto ABSTRAK PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG UNIVERSAL MEDICAL CENTER DI PANDAAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA (DUAL SISTEM) Alexander Vedy Christianto ABSTRAK Gedung Universal Medical Center ini pada perhitungan strukturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk menahan beban gempa yang terjadi sehingga umumnya perlu menggunakan elemen-elemen

Lebih terperinci

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : ALFANIDA AYU WIDARTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN I. Umum Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, pembangunan konstruksi sipil juga semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN Reza Murby Hermawan dan Endah Wahyuni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength ) BAB I PENDAHULUAN 1. Data Teknis Bangunan Data teknis dari bangunan yang akan direncanakan adalah sebagai berikut: a. Bangunan gedung lantai tiga berbentuk T b. Tinggi bangunan 12 m c. Panjang bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

TEKNOLOGI APLIKASI BETON PRACETAK DAN PRATEGANG BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

TEKNOLOGI APLIKASI BETON PRACETAK DAN PRATEGANG BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pengembangan Profesi Berkelanjutan Ahli Pracetak TEKNOLOGI APLIKASI BETON PRACETAK DAN PRATEGANG BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: GAMBIRO Jakarta, 15 Agustus 2016 KOMPONEN GEDUNG PRACETAK Lantai Tangga

Lebih terperinci

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK Leonardus Setia Budi Wibowo 1 Tavio 2 Hidayat Soegihardjo 3 Endah Wahyuni 4 dan Data Iranata 5 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WILAYAH I JAWA TIMUR MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WILAYAH I JAWA TIMUR MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WILAYAH I JAWA TIMUR MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON Oleh : Firdaus Maulana J S 3105 100 031 Dosen Pembimbing : Ir. R. Soewardojo,

Lebih terperinci

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perancangan struktur suatu bangunan gedung didasarkan pada besarnya kemampuan gedung menahan beban-beban yang bekerja padanya. Disamping itu juga harus memenuhi

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KAMPUS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KAMPUS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KAMPUS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : SUPARWI NPM : 04 02

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP

BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 29 BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP Siswadi 1 dan Wulfram I. Ervianto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN PANDAN WANGI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA UNTUK DIBANGUN DI BENGKULU

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN PANDAN WANGI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA UNTUK DIBANGUN DI BENGKULU JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN PANDAN WANGI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA UNTUK DIBANGUN DI BENGKULU Hanggoro Budiman*, Data Iranata,

Lebih terperinci

INOVASI DALAM SISTEM PENAHAN BEBAN GRAVITASI UNTUK GEDUNG SUPER-TINGGI

INOVASI DALAM SISTEM PENAHAN BEBAN GRAVITASI UNTUK GEDUNG SUPER-TINGGI INOVASI DALAM SISTEM PENAHAN BEBAN GRAVITASI UNTUK GEDUNG SUPER-TINGGI Jessica Nathalie Handoko Davy Sukamta ABSTRAK Kesuksesan pengembangan sebuah gedung super-tinggi sangat ditentukan oleh kecepatan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM FLAT SLAB DAN SHEAR WALL

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM FLAT SLAB DAN SHEAR WALL TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM FLAT SLAB DAN SHEAR WALL Mahasiswa : ADE ROSE RAHMAWATI 3111 105 001 Dosen Pembimbing : BAMBANG PISCESA, ST. MT.

Lebih terperinci

Perancangan Modifikasi Struktur Gedung Hotel Nawasaka Surabaya dengan Sistem Ganda

Perancangan Modifikasi Struktur Gedung Hotel Nawasaka Surabaya dengan Sistem Ganda Perancangan Modifikasi Struktur Gedung Hotel Nawasaka Surabaya dengan Sistem Ganda Clivia Maria Federika Wulandari, Prof. Tavio, ST. MT. PhD, Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR

PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : FRANSISKUS X. E. LIE 0953210064 Pembimbing 1 : Ir. Made D. Astawa,.

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR PENUNJANG MEDIS RSUD BOJONEGORO DENGAN SISTEM FLAT-SLAB

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR PENUNJANG MEDIS RSUD BOJONEGORO DENGAN SISTEM FLAT-SLAB PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR PENUNJANG MEDIS RSUD BOJONEGORO DENGAN SISTEM FLAT-SLAB DAN SHEARWALL PADA ZONA GEMPA MENENGAH SEBAGAI PENGGANTI SISTEM KONVENSIONAL MUHAMMAD HADID 3109.106.002 DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci