STUDI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN KOTOK (Daemonorops angustifolia) DENGAN PENGGORENGAN DAN TANPA PENGGORENGAN. Oleh:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN KOTOK (Daemonorops angustifolia) DENGAN PENGGORENGAN DAN TANPA PENGGORENGAN. Oleh:"

Transkripsi

1 STUDI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN KOTOK (Daemonorops angustifolia) DENGAN PENGGORENGAN DAN TANPA PENGGORENGAN Oleh: SEVENSI SUSANTI NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2016

2 STUDI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN KOTOK (Daemonorops angustifolia) DENGAN PENGGORENGAN DAN TANPA PENGGORENGAN Oleh: SEVENSI SUSANTI NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2016

3 SURAT PERNYATAAN MELAKSANAKAN PENELITIAN Pada hari ini Senin Tanggal Delapanbelas Bulan Juli Tahun Dua Ribu Enambelas, Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama : Sevensi Susanti Tempat / Tanggal Lahir : Linggang Amer, 28 Desember 1993 NIM : Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Jurusan : Teknologi Pertanian Universitas / PT : POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA Semester : VI (Enam) Alamat rumah : Jl. Samratulangi, Samarinda Seberang Adalah benar MELAKSANAKAN PENELITIAN DAN TELAH SELESAI MELAKSANAKAN PENELITIAN TERSEBUT dari tanggal 3 Desember 2015 s/d 17 Februari 2016 dengan judul penelitian STUDI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN KOTOK (Daemonorops angustifolia) DENGAN PENGGORENGAN DAN TANPA PENGGORENGAN. Dibawah dosen pembimbing Heriad Daud Salusu S.Hut, MP dan PLP pendamping Jembawan S.Hut, Ratnawati, S.Hut dan Kristina Sampe. R, Amd. Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya Samarinda, 18 Juli 2016 Mahasiswa yang bersangkutan, Dl?As???? Sevensi Susanti NIM

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah : STUDI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN KOTOK (Daemonorops angustifolia) DENGAN PENGGORENGAN DAN TANPA PENGGORENGAN Nama : Sevensi Susanti NIM : Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Jurusan : Teknologi Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP NIP Ir. Joko Prayitno, MP NIP Hj. Eva Nurmarini, S.Hut, MP NIP Menyetujui Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Lulus ujian pada t Mengesahkan Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Hj. Eva Nurmarini, S.Hut, MP NIP Hamka, S. TP. MP., M, Sc NIP

5 ABSTRAK SEVENSI SUSANTI, Studi Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Dengan Penggorengan dan Tanpa Penggorengan. Dibawah bimbingan Heriad Daud Salusu. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penting dan banyaknya jenis rotan yang belum diinventarisir, sedangkan di Kalimantan Timur jenis-jenis rotan terpenting adalah Manau, Semambu, Jahab, Kobo, Kotok, Pulut Merah, Pulut Putih,Sega dan Selutup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika rotan kotok (Daemonorops angustifolia) setelah melalui proses penggorengan dan tidak melalui proses penggorengan, yang meliputi kadar air, kerapatan, keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan patah (MoR). Metode penelitian meliputi: persiapan bahan baku, pemotongan sampel uji, dan pengujian dari setiap parameter uji serta menganalisis data dan laporan hasil akhir. Penelitian dilakukan dengan dua perbandingan yaitu penggorengan menggunakan minyak tanah dan minyak solar, dan tanpa perlakuan sebagai kontrol, diameter rotan yang digunakan antara 1,7 cm 2,7 cm dan melalui 15 kali ulangan setiap perlakuan yang meliputi pengujian sifat fisika: kadar air dan kerapatan, sifat mekanika: keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan patah (MoR). Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air sampel (Tanpa Perlakuan) yaitu 125,63%, kerapatan 0,43 gr/cm 3, keteguhan patah (MoR) 220,62 kg/cm 2, keteguhan tekan sejajar serat 146,52 kg/cm 2. Dibandingkan dengan pengujian sampel perlakuan (Minyak Tanah) memiliki nilai rata-rata kadar air 73,72%, kerapatan 0,45 gr/cm 3, keteguhan patah (MoR) 392,93 kg/cm 2, keteguhan tekan sejajar serat kg/cm 2. Dan dengan perlakuan (Minyak Solar) memiliki nilai rata-rata kadar air 65,11%, kerapatan 0,56 gr/cm 3, keteguhan patah (MoR) 345,54 kg/cm 2, keteguhan tekan sejajar serat 188,58 kg/cm 2. Kata kunci: Sifat fisika, mekanika, rotan kotok, penggorengan.

6 RIWAYAT HIDUP Sevensi Susanti, lahir pada tanggal 28 Desember 1993 di Linggang Amer, Kabupaten Kutai Barat, merupakan anak ke 7 dari 7 bersaudara dari pasangan Bapak Laurensius Maslan dan Ibu Maria Yohana. Pendidikan dasar dimulai di Sekolah Dasar Negeri No. 007 Bangun Sari pada tahun 1998 dan memperoleh ijazah pada tahun Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Sendawar, Linggang Bigung Kabupaten Kutai Barat dan lulus pada tahun 2007, pada tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan Sinar Abadi, Melak, Kabupaten Kutai Barat dan lulus pada tahun Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2013 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Teknologi Hasil Hutan (THH) Jurusan Teknologi Pertanian. Pada tanggal 3 Maret 2016 sampai dengan 30 April 2016 melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Mranggen Demak. Selama melaksanakan kuliah pernah mendapat beasiswa yaitu beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) pada tahun 2014, kaltim cermelang pada tahun 2015, dan beasiswa kabupaten stimulan biaya belajar (SBB) pada tahun Sebagai syarat memperoleh predikat Ahli Madya Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Dengan Penggorengan dan Tanpa Penggorengan. Dibawah bimbingan Bapak Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP.

7 KATA PENGANTAR Salam Sejahtera Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih serta karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penyusunan karya ilmiah ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Sifat-Sifat Kayu dan Analisis Produk dan Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu Politeknik Pertanian Negeri Samarinda selama 3 bulan yaitu dari bulan Desember Februari 2016, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapatkan sebutan Ahli Madya. Penulis menyadari sepenuhnya dari segi teknis penulisan dan uji materi penulisan masih sangat jauh dari kesempurnaan dan penulis menyadari pula bahwa keterbatasan akan kemampuan yang dimiliki. Hal yang wajar jika dalam penyelesaian dalam penyusunan karya ilmiah masih banyak mengalami hambatan dan masalah. Namun berkat bimbingan dan petunjuk serta dorongan dari berbagai pihak, sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Heriad Daud Salusu, S.Hut., MP, selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah yang telah membimbing dan memberikan saran, sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. 2. Bapak Ir. Joko Prayitno, MP selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. 3. Ibu Hj. Eva Nurmarini, S.Hut., MP selaku Dosen Penguji II dan sebagai Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan. 4. Bapak Hamka S.TP, M.Sc selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian. 5. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf dan Teknisi Program Studi Teknologi Hasil Hutan. 7. Ayahanda Lauresius Maslan dan Ibunda Tercinta Maria Yohana serta seluruh anggota keluarga: Caverius Silpinus, Benedicta Florensia, Veronica Betha,

8 Fetronius Agustinus, Victoria Yunita, Cici Apriani yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun material. 8. Yang selalu menyemangati Marianus Eko Hang 9. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini: Yovancka Yovendiartha Maria, Mida Dahlia, Afen Setiawan, Agen T, Abelina Bianco, Della Karnegi, Agnes Novesia Nola, Hermawan, Kasman, Kellytas Anjasmara, dan seluruh angkatan THH Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan serta masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu berbagai saran berserta kritik akan sangat membantu dalam menyempurnakan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini dapat memberikan sedikit manfaat, umumnya bagi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan khususnya Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Sevensi Susanti Kampus Sei Keledang, Agustus 2016

9 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Tinjauan Umum Tentang Rotan... 4 B. Sifat Dasar Rotan... 6 C. Karakteristik Rotan Kotok D. Pemanenan Rotan E. Pengolahan Rotan F. Pemanfaatan Rotan G. SNI Pengujian Rotan H. Standar Pengujian Rotan BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Alat dan Bahan C. Prosedur Penelitian D. Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika E. Analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii iii iv vi vii viii

10 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Standar Nasional Indonesia Tentang Pengujian Rotan Jenis, Sifat, dan Keguanaan Rotan Tahapan Pelaksanaan Penelitian Nilai Rata-Rata Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Kotok Lampiran 5. Nilai Kadar Air Segar Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Nilai Kadar Air Pengujian Tanpa Perlakuan Nilai Kadar Air Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah Penggorengan Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Solar Nilai Kerapatan Rotan Kotok Pengujian Tanpa Perlakuan Nilai Kerapatan Rotan Kotok Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah Nilai Kerapatan Rotan Kotok Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Solar Nilai Keteguhan Patah (MoR) Rotan Kotok Pengujian Tanpa Perlakuan Nilai Keteguhan Patah (MoR) Rotan Kotok Dengan Pengujian Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah Nilai Keteguhan Patah (MoR) Rotan Kotok Dengan Pengujian Perlakuan Penggorengan Minyak Solar Nilai Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Kotok Pengujian Tanpa Perlakuan Nilai Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Kotok Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah... 49

11 17. Nilai Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Kotok Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Solar... 50

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Lampiran 2. Pemotongan Batang Rotan Untuk Sampel Pengujian Tanda Pada Contoh Uji Sebelum Digoreng Panci/ Wadah dan Minyak Penggorengan Rotan Memasukan Contoh Uji Kedalam Minyak Yang Sudah Mendidih Meniriskan Sampel Uji Perlakuan Minyak Tanah Setelah Digoreng Meniriskan Sampel Uji Perlakuan Minyak Solar Setelah Digoreng Contoh Uji Kadar Air Penimbangan Contoh Uji Kadar Air dan Kerapatan Persiapan/ Penataan Contoh Uji Yang Akan di Oven Contoh Uji Dimasukan Kedalam Oven Pengukuran Volume Kerapatan Hot Plate Digunakan Untuk Mencairkan Parafin Universal Testing Machine (UTM) Oven Dengan Suhu o C Desikator Timbangan Elektrik... 58

13 1 BAB I PENDAHULUAN Rotan merupakan komoditi yang dapat diandalkan untuk penerimaan negara, rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan nonkayu yang cukup penting bagi Indonesia. Rotan sebagaimana asalnya merupakan tumbuhan yang tergolong dalam kelompok palem-paleman dari famili Arecaceae (palem) yang tumbuh merambat, batangnya langsing dengan diameter antara 0,3-10 cm, beruas tapi tidak berongga, dan berduri. Duri ini berfungsi sebagai pertahanan diri dan alat merambat. Pengalaman didalam pengelolaan rotan secara tradisional oleh masyarakat keturunan Dayak yang menyebar di daerah Pasir dan Kutai khususnya di beberapa kecamatan seperti Damai, Bentian, Barong Tongkok, Melak, Tanjung Isuy dan di beberapa tempat lainnya menunjukkan bahwa budidaya rotan ini sebenarnya telah cukup berhasil dan bahkan budidaya rotan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat sekitar hutan dalam sistem pertanian berladang berpindah. Hutan atau kebun rotan sebagai salah satu bentuk usaha kehutanan masyarakat tentunya akan dapat berkembang seiring dengan semakin penting dan berharganya produk rotan sebagai komoditi ekonomi dan perdagangan. Pada umumnya di Kalimantan Timur, pengelolaan sumber daya rotan belum begitu berkembang dibanding dengan daerah-daerah lain, dalam arti bahwa potensi rotan di Kalimantan Timur cukup besar namun demikian produksi rotan Kaltim lebih banyak dalam bentuk rotan mentah/asalan sedangkan dalam bentuk produk jadi masih sangat rendah dan hanya untuk kebutuhan lokal.

14 2 Dibandingkan dengan daerah lain terutama di pulau Jawa terdapat banyak industri rotan yang berorientasi ekspor. Sampai saat ini bagian batang rotan yang dianggap penting adalah batangnya karena memiliki karakter dan ciri khas yang unik dan mudah dibentuk menjadi berbagai berbagai macam produk dan keperluan dan tidak membutuhkan peralatan yang rumit untuk pengolahannya untuk menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi yang tinggi. Sejak dulu masyarakat sekitar hutan telah memanfaatkan rotan untuk keperluan rumah tangga dan penunjang aktivitas kehidupan sehari-hari mulai dari penggunaan secara sederhana seperti tongkat, tali pengikat sampai pada penggunaan untuk peralatan rumah tangga seperti keranjang, tikar, kursi, anjat yang dikenal luas oleh suku Dayak di Kalimantan Timur dan masih banyak produk -produk lain. Oleh karena berbagai produk anyaman, kerajinan tangan dan meubel yang dapat dibuat dari rotan sehingga memiliki nilai komersial cukup tinggi dan bahkan menjadi salah satu komoditas perdagangan Internasional. Namun demikian sebenarnya manfaat rotan lainnya tidak hanya sebatas batangnya namun bagian lain dari tumbuhan rotan juga mempunyai manfaat yang tidak kalah pentingnya. Secara tradisional suku Dayak telah memanfaatkan batang rotan mudah dan ujung atau pucuk rotan sebagai sumber bahan makanan sehari-hari disamping beberapa jenis rotan dapat dimakan buahnya, bahkan akar rotanpun secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penting dan banyaknya jenis rotan yang belum diinventarisir, sedangkang di Kalimantan Timur jenis-jenis rotan terpenting adalah Manau, Semambu, Jahab, Kobo, Kotok, Pulut Merah, Pulut Putih,Sega dan Selutup.

15 3 Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Penggorengan bertujuan agar lapisan lilin dan silika pada permukaan kulit rotan lebih mudah dihilangkan, sehingga pengeringan dapat berjalan lebih cepat. Keuntungan lain adalah terhindarnya serangan jamur atau serangga dan rotan menjadi lebih ulet dan tidak rapuh (Rachman, 2008). Menurut Dransfield dan Manokaran (1996), karena kukuatan, kelenturan dan keragamannya, batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk meubel dan anyaman rotan. Umumnya diameter rotan bervariasi antara 3 60 (70) mm atau lebih, tergantung pada spesiesnya. Sekitar 20 % jenis digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh atau bundar, terutama untuk kerangka meubel maupun dalam bentuk belahan, kulit dan terasnya mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting karenatelah menjadi komoditas perdagangan internasional. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika rotan kotok (Daemonorops angustifola) setelah melalui proses penggorengan dan tidak melalui proses penggorengan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hasil pengujian fisika dan mekanika dari rotan kotok (Daemonorops angustifola) setelah melalui proses penggorengan dengan menggunakan minyak penggorengan yang berbeda dan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hal pengembangan pengolahan rotan yang bersumber dari data dan informasi hasil penelitian.

16 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Rotan Rotan berasal dari bahasa Melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencangkup ukuran buah. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata (Menon, 1979). Rotan adalah tumbuhan merambat di pohon-pohon penopang dengan bantuan duri-duri pengait yang terdapat pada ujung tungkai daun. Rambatan ini tidak saja pada pohon penompangnya akan tetapi juga pada pohon sekitarnya, (Yudodibroto, 1980). Dransfield (1974) menyatakan bahwa rotan mempunyai batang kecil, ramping dan panjang. Bentuk batang umumnya bulat atau hampir bulat. Batangnya beruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku. Ruas pangkal umumnya lebih pendek daripada bagian atas. Pelepah daun atau seludang pembungkus batang rotan mempunyai duri -duri yang tajam. Pengenalan jenis-jenis rotan didasarkan pada sifat-sifat morfologi dengan memperhatikan akar, batang, pelepah daun, alat-alat pemanjat, duri, bunga dan buahnya. Disamping itu juga dari sifat fisik seperti diameter batang, ornament pemanjat, ruas dan warnanya. Selain sifat-sifat tersebut ada petunjuk bahwa sifat-sifat anatomi batang rotan dapat pula dipakai sebagai pengenal jenis (Yudodibroto, 1982). Penampilan batang rotan bervariasi dan nilai ekonomis batang rotan selain ditentukan oleh penampilan batang juga dari kualitas batangnya. Jenis rotan yang berkualitas baik umumnya mempunyai jaringan berkayu

17 5 (prosenchym) dan jaringan lignin (pada epidermis) yang seimbang, mempunyai warna dan penampilan yang menarik (biasanya kuning muda dan halus sekali karena adanya lapisan silika) serta mempunyai ruas-ruas yang relatif panjang (Dransfield, 1979). Pandit dkk (1993) mengatakan bahwa rotan manau memiliki serabut relatif panjang, dinding serabut tebal serta diameter lumen tipis sehingga keteguhan lenturnya tinggi. Menurut Januminro (2000), sifat fisik rotan dalam arti luas dapat dibagi menjadi sifat fisik non-mekanik dan sifat mekanik. Perbedaan antara keduanya ialah bahwa sifat fisik non-mekanik dalam penetapannya tanpa memerlukan tekanan, sedangkan sifat mekanik dalam penetapannya memerlukan tekanan. Berat jenis adalah faktor yang sangat penting dalam penentuan keteguhan kayu. Pada umumnya kayu dengan berat jenis tinggi akan mempunyai keteguhan yang tinggi pula dan kayu yang mempunyai berat jenis rendah mempunyai keteguhan yang rendah pula. Berat kayu meliputi berat zat kayu, berat zat ekstraktif dan berat air yang dikandungnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah air berubah-ubah. Oleh karena itu berat jenis dari sepotong kayu bervariasi tergantung dari berat air yang dikandungnya (Haygreen dan Bowyer, 1982). Januminro (2000) bahwa kekakuan rotan adalah kemampuan rotan untuk mempertahankan bentuk apabila dilengkungkan. Sifat ini tidak tergantung pada keteguhan patah, namun rotan yang derajat kekakuannya tinggi akan mempunyai keteguhan patah yang tinggi pula. Struktur rotan yang kaku atau rotan yang memiliki tingkat kekakuan yang tinggi dapat diperoleh dengan cara

18 6 menggunakan rotan yang memiliki diameter besar atau menggabungkan beberapa rotan. Selanjutnya oleh Januminro (2000) dijelaskan bahwa keuletan rotan adalah kemampuan rotan untuk menahan kekuatan yang terjadi secara tiba-tiba dan dalam waktu yang sangat singkat. Rotan yang memiliki daya lengkung yang besar sebelum patah. Rotan yang ulet umumnya memiliki keteguhan patah yang tinggi dan memiliki daya lengkung yang besar sebelum patah. Rotan yang ulet umumnya digunakan untuk pembuatan rangka meubel. Proses penggorengan rotan adalah upaya peningkatan kualitas rotan dengan cara merendam rotan dalam campuran minyak panas dengan waktu tertentu dan komposisi minyak tertentu pula. Melalui proses penggorengan, pengeringan rotan dapat dipersingkat, kualitas permukaan kulit rotan lebih cerah dan dapat meningkatkan sifat kekuatan rotan. B. Sifat Dasar Rotan 1. Anatomi Menurut Rachman (2008), struktur anatomi batang rotan yang berhubungan erat dengan menetukan keawetan dan kekuatan rotan antara lain adalah besar pori dan tebalnya dinding sel serabut. Sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan. Tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting. 2. Sifat Kimia Komponen kimia rotan juga penting dalam menentukan kekuatan dan keawetan rotan. Rachman (2008), menyatakan secara umum komposisi kimia rotan terdiri dari holoselulosa (71%-76%), selulosa (39%-58%), lignin

19 7 (18%-27%) dan silika (0,54%-8%). Komponen kimia rotan penting dalam menentukan kekuatan rotan. Selulosa yaitu molekul gula linear berantai panjang termasuk kedalam holoselulosa. Selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang, karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka keteguhan lentur juga makin tinggi. Lignin juga berfungsi memberikan kekuatan pada batang dan makin tinggi kadar lignin dalam rotan makin kuat rotan karena ikatan antar serat juga makin kuat. 3. Sifat Fisik Sifat fisik rotan berdasarkan Masyamah (2005), merupakan sifat khas yang dimiliki oleh suatu jenis rotan secara alamiah. Sifat fisik rotan tersebut meliputi warna, kilap, bau dan rasa, berat, kekerasan, silindris, bentuk, dan panjang ruas, dan diameter batang. a. Warna Pada umumnya rotan berwarna kuning langsat atau kuning keputih-putihan kecuali beberapa jenis rotan semambu mempunyai warna coklat muda sampai coklat tua dan rotan buyung mempunyai warna kecoklat-coklatan, selain itu warna kulit diperhatikan juga warna hatinya seperti umbul yang mempunyai warna abu-abuan, yang dimaksud dengan warna rotan disini adalah warna setelah dicuci, dirunti atau diasapi dengan belerang dan belum mendapatkan perlakuan pemutihan. b. Kilap Kilap rotan tergantung pada struktur anatomi. Kandungan zat ekstraktif, sudut datangnya sinar, kandungan air, lemak dan minyak,

20 8 makin tinggi kadar air, maka makin tinggi lemak dan minyak maka makin suram. Kilap dan suram dapat memberikan ciri yang khusus dari suatu jenis rotan serta dapat menambah keindahan dari rotan tersebut. c. Bau dan Rasa Bau dan rasa dapat menggambarkan kesegaran dari rotan tersebut, pada rotan segar bau dan rasa tidak begitu mencolok. d. Berat Berat rotan tergantung pada seberapa besar dan banyak kandungan air, zat ekstraktif, dan infiltrasi yang terdapat pada rotan tersebut, oleh sebab itu berat rotan dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya. e. Kekerasan Rotan memiliki sifat keke rasan dan ini menunjukan bahwa batang rotan mampu menahan tekanan/ gaya tertentu. Sifat kekerasan rotan sanagt dipengaruhi oleh kadar air, umur saat dipungut, letak posisi batang (pangkal, tengah, ujung). f. Diameter Diameter rotan digolongkan menjadi dua kelompok yaitu rotan yang berdiameter kecil dimana diameternya kurang dari 13 mm, dan diameter besar yaitu yang mempunyai diameter diatas 18 mm. Rotan yang berdiameter kecil atau yang kurang dari 18 mm, diantaranya adalah rotan sega,irit atau jahab, jermasin, pulut putih, pulut merah, lilin, lacak, manau padi, datuk merah, sega air, ronti, sabut, batu, tapah, paku dan panda wangi. Sedangkan rotan yang berdiameter besar atau rotan yang berdiameter 18 mm atau lebih, anatar lain seperti rotan manau, batang,

21 9 mantang, cucor, semambu, walitung, bidai, buwai, bambu, kelapa, tiga juru, minong, umbul, telang, dan rotan lambang. g. Kesilindrisan Kesilindrisan batang rotan dapat diperoleh dengan perbandingan diameter rata-rata pangkal ruas dengan diameter rata-rata ujung ruas, dimana pangkal ruas dan ujung terdapat buku yang membatasi ruas tersebut. h. Buku Buku pada rotan adalah suatu titik pada batang atau cabang tempat munculnya daun atau cabang. Buku pada rotan dibagi menjadi tiga yaitu buku yang menonjol, agak menonjol dan buku yang tidak menonjol, sedangkan arah buku pada rotan terdapat dua kategori yaitu bukunya menceng dan buku yang agak menceng. i. Selaput Silika Selaput silika adalah selaput tipis yang melapisi kulit luar dari batang rotan yang mengkilap, lapisan selaput silika ini ada yang spesifik dan tebal dan hampir semua jenis rotan mempunyai selaput silika yang membalut kulit luarnya. j. Parut Buaya Parut buaya adalah suatu tanda pada rotan yang terlihat seolaholah bekas parut yang menggores kulit kearah tranversal. 4. Sifat Mekanik Sifat mekanik adalah sifat rotan dalam menahan kekuatan dari luar. Sifat mekanik ini cenderung mengubah bentuk dan ukuran rotan itu sendiri. Perubahan bentuk misalnya pengerutan atau pengembangan ukuran, dapat

22 10 juga disebabkan oleh perubahan temperatur yang terjadi pada rotan. Perubahan ini tidak termasuk sifat mekanik karena perubahan tersebut disebabkan oleh timbulnya kekuatan yang berasal dari dalam rotan itu sendiri yang diakibatkan oleh adanya perubahan temperatur disekitarnya. Sifat mekanik rotan itu sendiri adalah keteguhan tekan, patah, kekakuan, keuletan rotan, keteguhan tarik, dan keteguhan belah (Sudjaswati, 2002). C. Karakteristik Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Arecidae : Arecales : Arecaceae (suku pinang-pinangan) : Daemonorops : Daemonorops angustifolia Rotan Kotok (Borneo) Daemonorops angustifolia merupakan sejenis pokok dalam kategori pokok rotan (Masyamah, 2005). Nama daerah rotan ini dalam bahasa Tonyoi Benuaq adalah: Kotok (Daemonorops angustifola). Rotan ini tumbuh berumpun pada daerah yang sewaktu-waktu tergenang air bila banjir daerah rawa dan pinggir sungai Kedang Pahu, pada hutan sekunder tua maupun primer, sangat berlimpah pada daerah tersebut. Panjang batang rotan tersebut dapat mencapai 40 m, batang tua berwarna hijau kotor, diameter batang tanpa pelepah antara1-2 cm, sedang

23 11 dengan pelepah 1,3-2,5 cm panjang ruas berkisar antara cm, tidak berunti. Panjang daun berkisar antara 1,5-2,5 cm, jumlah anak daun berkisar antara hekai berukuran x 1,5-2 cm. Panjang sirrus 0,8-1 cm, daun muda berwarna coklat kemerahan. Bunga mayangnya kekuningan, tersimpan dalam seludang, buah berkelompok dalam tangkai-tangkai, berdiameter 0,8-1 cm, bundar, berwarna hijau bila muda, sedang masak berwarna cokelat, axillaris. Pada pertengahan 1980-an kerajaan Malaysia telah menggalakan penanaman rotan dihutan yang dimulai pada perkebunan di Semenanjung Malaysia, Sabah, Serawak. Gambar 1. Rotan kotok (Daemonorops angustifolia) D. Pemanenan Rotan Rotan yang akan dipanen adalah rotan yang masak tebang, dengan ciriciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau seludang, sebagian daun sudah mengering, duri dan daun kelopak sudah rontok. Panen pertama dilakukan padaumur antar 6-8 tahun untuk rotan diameter kecil, sedangkan untuk rotan diameter besar dilakukan setelah mencapai tahun.

24 12 Pemanenan rotan dilakukan dengan cara mencari rotan yang masak tebang, kemudian menebang pangkal rotan dengan pengkaitnya setinggi 10 sampai 50 cm, kemudian dengan pengait batang ditarik agar terlepas daripohon penopangnya. Rotan yang telah dipanen kemudian dibersihkan dari daun dan duri serta dipotong-potong menurut ukuran yang diinginkan. Setelah itu rotan diangkut ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) sampai ke Tempat Penimbunan Rotan (TPR) dengan cara memikul, menggunakan perahu/sampan dan menggunakan kuda (Hartono, 1998). E. Pengolahan Rotan Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual. Pengolahan dalam industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati, masing-masing bagian tersebut diolah lagi sesuai tujuan dan pemanfaatannya. Pemngolahan rotan terdiri dari pengolahan rotan berdiameter kecil (< 18 mm) dan rotan berdiameter besar (> 18 mm). Rotan yang berdiameter kecil seperti Rotan Seel (Daemonorop melanochaetes Becc), yang telah dipanen dan dibersihkan daun dan duri serta anggota batang dan dilakukan penggosokan dengan menggunakan serbuk gergaji atau sabut kelapa. Kemudian dipotong-potong sesuai standarnya. Rotan tersebut lalu dibawa ketempat penumpukan rotan, dan dikemudian dijemur sampai kering dan juga dilakukan pengasapan. Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi belerang (gas SO2) agar warna kulit rotankuning merata

25 13 dan tahan terhadap seranagan jamur. Proses pengolahan rotan tersebut terus dijemur (Hamdi, 2010). 1. Penggorengan Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Cara penggorengannya adalah potongan-potongan rotan tersebut diikat menjadi suatu bundelan, kemudian dimasukan kedalam wadah yang sudah disiapkan campuran solar dengan minyak dengan komposisi yang telah ditentukan dah suhu yang dikehendaki serta lama waktu yang sudah diterapkan. Campuran minyak penggorengan yang paling baik adalah terdiri atas solar dan minyak kelapa. Hubungan antara tarap waktu penggorengan dengan warna kulit, dan terhadap keteguhan geser masing-masing menunjukan hubungan nyata. Baik warna kulit rotan maupun keteguhan geser cenderung menurun dengan hubungan linear yang negatif. Beberapa penelitian dilakukan umumnya menggunakan minyak penggoreng dengan komposisi minya solar dengan minyak kelapa (9:1), juga akan menghasilkan rotan dengan warna cerah (Rachman, 2008). Penggorengan bertujuan agar lapisan lilin dan silika pada permukaan kulit rotan lebih mudah dihilangkan, sehingga pengeringan dapat berjalan lebih cepat. Keuntungan lain adalah terhindarnya serangan jamur atau serangga dan rotan menjadi lebih uletdan tidak rapuh (Rachman, 2008). 2. Penggosokan dan Pencucian Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian digosok dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur dengan serbuk gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel

26 14 pada kulit rotan dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi bersih dan akan dihasilkan warna rotan yang berwarna cerah dan mengkilap. Setelah digoreng rotan dicuci dengan air bersih sambil digosok dengan sabut kelapa untuk membersihkan kotoran yang melekat pada batang (Rachman, 2008). 3. Pengeringan Setelah rotan dicuci dan dibersihkan dari kerak dan buku rotan maka dikeringkan dengan cara dijemur dibawah terik sinar matahari selama waktu yang dibutuhkan atau sampai air keluar dari rotan tersebut. 4. Pemutihan Pemutihan rotan bertujuan menghilangkan silika, mengurangi kromofort (gugus penyebab warna) oksidasi terhadap struktur aromatik dari lignin dan karbohidrat (dalam kalium hipoklorit). Pemutihan perlu dilakukan dan harus diperhatikan bahan yang dipakai, karena pemakaian bahan dan cara yang salah mengakibatkan rotan rusak (mudah patah). Bahan pemutih yang digunakan adalah perhydrol, air kaca, NaOh dan asap belerang (Zulkipli, 1986). 5. Pengasapan Pengasapan bertujuan untuk memutihkan warna kulit rotan, atau agar menjadi kuning merata dan mengkilap dengan proses bleaching menggunakan asap belerang (gas SO2). Pengasapan dilakukan pada rotan kering yang masih berkulit (alami). Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi rotan dengan belerang (gas SO2) agar warna kulit rotan menjadi lebih putih. Pengasapan dilakukan dalam rumah asap yang berbentuk kubah terbuat dari tembok dan balok kayu. Rotan disusun secara horizontal berlapis dan diberi ganjalan agar semua bagiankena asap. Di

27 15 dalam kubah dapat disusun 4000 batang rotan secara horizontal berlapislapis. Setiap lapisan diberi bantalan kayu agar asap bergerak bebas diantar lapisan rotan. Selanjutnya belerang dibakar diatas suatu wadah dan dimasukkan kedalam rumah asap. Waktu pengasapan sekitar 12 jam dan menghabiskan sekitar 7,5 kg belerang atau 1,8 gr/batang rotan (Rachman, 2008). 6. Pengupasan dan Pemolisan Pengupasan dan pemolisan umumnya dilakukan pada rotan besar keadaan kering, gunanya adalah untuk menghilangkan kulit rotan tersebut, sehingga diameter dan warna menjadi lebih seragam dan merata. 7. Pengawetan Pengawetan rotan adalah proses perlakuan kimia atau fisik terhadap rotan yang bertujuan meningkatkan masa pakai rotan. Bahan kimia untuk mengawetkan rotan disebut bahan pengawet. Selain berfungsi untuk mencegah atau memperkecil kerusakan rotan akibat organisme perusak, juga memperpanjang umur pakai rotan. Bahan pengawet yang digunakan harus bersifat racun terhadap organisme perusak baik pada rotan basah maupun rotan kering, permanen dalam rotan, aman dalam pengangkutan dan penggunaan, tidak bersifat korosif, tersedia dalam jumlah banyak dan murah. Bahan pengawet campuran garam yang mengandung bahan aktif boron (boraks, asam borat, timbor dan genapol X-80(Isotridekanol polyglylether) sebagai bahan anti jamurbiru (blue stain).

28 16 F. Pemanfaatan Rotan Rotan mempunyai kelebihan yaitu kekuatan dan kelenturan dan keseragamannya, batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk meubel dan anyaman rotan. Umumnya diameter rotan bervariasi antara 3-70 mm atau lebih, tergantung pada spesiesnya, diperkirakan 20% dari spesies rotan digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh atau bundar terutama untuk kerangka meubel, maupun dalam bentuk kulit dan terasnya untuk tikar dan keranjang. G. SNI Pengujian Rotan Beberapa penelitian mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (Anonim, 1999), Standar Nasional Indonesia tentang pengujian rotan sebagai berikut: Tabel 1. Standar Nasional Indonesia Tentang Pengujian Rotan No Jenis Kadar Air (%) Berat Jenis MOR (kg/cm 2 ) 1 Seuti 13,76 0, ,96 2 Balubuk 13,87 0, ,61 3 Karokok 14,10 0, ,12 4 Seel 14,25 0, ,16 5 Manau - 0, ,00 Sumber : Anonim (1999)

29 17 H. Standar Nasinonal Indonesia Untuk Pengujian Rotan Standar Nasional Indonesia untuk pengujian beberapa Jenis, Sifat dan Kegunaan Rotan rotan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Jenis, Sifat dan Kegunaan Rotan SNI Jenis rotan Sifat Kegunaan No Anatomis Kimia Fisis-mekanis 1 Alomanu (Calamus ikatan pembuluh 26,0% sklerenkim 35% Soliter parenkim 38% 2 Balubuk (Calamus Berumpun p sel serabut 1270 µm t dinding sel serabut 3,50 µm pori 18,93 % p sel serabut 1186 µm t dinding sel serabut 4,41 µm KIP 3,3 buah/ mm 2 holoselulo sa 73,34% - selulosa 42,35% lignin 24,03% pati 20,85% 3 d ikatan pembuluh 346,6 µm d metaxylem 206,3 -selulosa µm Berumpun 41,09% d protoxylem 33,6 µm lignin 24,21% d phloem 39,3 µ p sel serabut 1413,3 µm t dinding sel serabut 4,7 µm KIP 4,7 buah/ mm 2 BJ 0,55 MOE kg/cm 2 MOR 830,81 kg/cm 2 warna biru muda mengkilap d mm KA 13,87 % BJ 0,50 MOE kg/cm 2 MOR 431,61 2 kg/cm warna putih d mm Pembuatan perabot Pembuatan tangkai sapu, alat parut kelapa tradisional 4 Batang merah d ikatan pembu- luh Pembuatan BJ 0,42 316,3 µm Daemonops robusta Warb.) d metaxylem 198,0 µm holoselulos BJ 0,41 Pembuatan 73,78% MOE kerangka 2 kg/cm mebel MOR 280 kg/cm 2 warna abu-abu mengkilap d mm pati 20,61% KA % MOE kg/cm 2 MOR 647 kg/cm 2 kerangka mebel berkualitas

30 18 Berumpun d protoxylem 33 µm 5 Bobol (Calamus symphysipus Becc.) Soliter 6 Boga (Calamus koordersianus Becc.) Berumpun d phloem 34,9 µm p sel serabut 1180 µm t dinding sel serabut 3,1 µm ikatan pembuluh 26,0% sklerenkim 35% parenkim 38% p sel serabut 1270 µm t dinding sel serabut 3,50 µm 7 Bulu rusa ikatan pembuluh 23,0% 8 leiocaulis Becc.) Berumpun sklerenkim 41% parenkim 35% p sel serabut 1180 µm t dinding sel serabut 5,36 µm ikatan pembuluh 38,0% sklerenkim 40% parenkim 20% p sel serabut 1090 µm t dinding sel serabut 3,54 µm selulosa 56,62% lignin 21,79% silika 2,25% selulo sa 50,86 % lignin 22,39% selulosa 17,0% warna hijau kusam d + 23 mm BJ 0,55 MOE kg/cm2 MOR 830,81 kg/cm2 warna abu- abu keputihan d mm BJ 0,45 MOE kg/cm2 MOR 166 kg/cm2 d mm BJ 0,39 MO R 369 kg/cm 2 warna biru muda kusam d 7-18 mm warna kecoklatan d 4-8 mm sedang Pembuatan kerangka keranjang Pembuatan kerangka mebel Pembuatan perabot

31 19 9 Karokok (Calamus Berumpun d metaxylem 396,67 µm d protoxylem 21,67 µm d phloem 20,83 µm p sel serabut 1760 µ t dinding sel serabut 3,46 µ BJ 0,47 MOE kg/cm 2 MOR 453,12 kg/cm 2 warna kuning d + 25 mm Pembuatan tangkai sapu 10 Laurosura (Calamus Soliter Ex. Becc.) 11 Manau (Calamus manan Miquel.) Soliter d ikatan pembu luh 404,8 µm d metaxylem 228,2 µm d protoxylem 37,5 µm d phloem 40,2 µm p sel serabut 1586,7 µm t dinding sel serabut 5,4 µm KIP 3,1 buah/ mm 2 selulo sa 48,23 % lignin 34% silika 8% holoselul osa 71,45% - selulos a 39,05 % lignin 22,22% pati 18,50% BJ 0,43 MOE kg/cm 2 MOR 229 kg/cm 2 d + 30 mm KA 13,77% BJ 0,55 MOE kg/cm 2 MOR 734 kg/cm 2 warna kekuningan mengkilap d mm Dijual ke pasar ilic Pembuatan kerangka mebel 12 Manau tikus (Calamus tumidus Furtado.) Soliter d ikatan pembuluh316,7 µm d metaxylem 194,1 µm d protoxylem 32,2 µm d phloem 33,5 µm p sel serabut 1233,3 µm t dinding sel serabut 3,50 µm BJ 0,67 keteguhan tarik sejajar serat bagian luar 538 kg/cm 2 keteguhan tarik sejajar serat bagi an dalam 631 kg/cm 2 d mm Pembuatan mebel

32 20 13 pedicellatus Becc.) Soliter ikatan pembuluh 29,0% sklerenkim 44% parenkim 26% p sel serabut 1110 µm t dinding sel serabut 2,31 µm selulosa 57,90% lignin 34,27% BJ 0,54 MOE kg/cm 2 MOR 353 kg/cm 2 Pembuatan perabot atau barang kerajinan KIP 2,6 buah/ mm 2 d + 10 mm 14 Sega (Calamus 15 Berumpun scipionum Loure.) Berumpun p sel serabut 1475,8 µm t dinding sel serabut 3,75 µm - selulosa 17,45% holoselulo sa 70,07% - selulosa 37,36% lignin 22,19% pati 21,35% BJ 0,58 keteguhan tarik sejajar serat bagian luar 612 kg/cm 2 keteguhan tarik sejajar serat bagian dalam 565,5 kg/cm 2 warna keemasan mengkilat d 7-12 mm KA 13,54% BJ 0,44 MOE kg/cm 2 MOR 611,0 kg/cm 2 d mm pembuatan keranjang, tikar, dan tali-temali pembuatan perabot berkualitas sedang, tongkat, tangkai payung, dll. 16 Seuti (Calamus ornatus BL.) Berumpun d ikatan pembu luh 815,28 µm d metaxylem 362,8 µm d protoxylem 57,64 µm d phloem 44,2 µm p sel serabut 1298 µm t dinding sel serabut 3,91 µm KIP 2,9 buah/ mm 2 holoselulo sa 72,69% - selulosa 39,14% lignin 13,35% pati 21,82% KA 13,76% BJ 0,51 MOE kg/cm 2 MOR 441,96 kg/cm 2 warna putih mengkilat d mm pembuatan mebel, tangkai payung, tangkai kapak, tangkai parang, dan lantai

33 21 17 Tohiti (Calamus inops Becc.) Soliter Ikatan pembuluh 31,0% sklerenkim 34% parenkim 34% p sel serabut 1210 µm t dinding sel serabut 5,7 µm KIP 5,7 buah/ mm 2 holoselulo sa 74,42% - selulosa 43,28% lignin 21,34% pati 18,57% KA 12,55% BJ 0,56 MOE kg/cm 2 MOR 456 kg/cm 2 warna kuning kebiruan mengkilap d mm pembuatan kursi dan meja 18 Tretes (Calamus heteroideus Bl.) Berumpun 19 Wuluh (Calamus adspersus Bl.) Berumpun CATATAN: p sel serabut 1172 µm t dinding sel serabut 4,9 µm KIP 3,4 buah/ mm 2 ikatan pembuluh 33,0% sklerenkim 23% parenkim 28% p sel serabut 1190 µm t dinding sel serabut 3,19 µm holoselulo sa 72,99% selulo sa 41,72 % lignin 21,99% selulo sa 55,13 % lignin 35,39% BJ 0,41 MOE kg/cm 2 MOR 442 kg/cm 2 warna coklat mengkilap d 6-10 mm BJ 0,69 MOE kg/cm 2 MOR 764 kg/cm 2 d mm 1 kg/cm 2 = 0,1 MPa Soliter = berbatang tunggal, tidak mempunyai tunas akar pada pangkalnya pembuatan perabot Bahan baku meube l

34 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 hingga Februari 2016, di Laboratorium Sifat Sifat Kayu dan Analisis Produk dan Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Meliputi kegiatan penyiapan bahan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengujian, pengolahan data dan pelaporan hasil penelitian. Tabel 3. Tahapan Pelaksanaan Penelitian No Keterangan Desember 2015 s/d Februari 2016 s/d Agustus 2016 I II III IV I II III IV 1 Persiapan Sampel 2 Proses Pengujian Kadar Air Segar 3 Proses Pemotongan Sampel 4 Proses Penggorengan 5 Uji Fisika dan Mekanika 6 Analisis Data 7 Pengolahan Data 8 Laporan Akhir B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Alat tulis menulis b. Briket arang c. Cawan parselin d. Desikator e. Geget/penjepit f. Gelas ukur g. Hot Plate h. Kalkulator i. Oven pengeringan

35 25 j. Panci pengoreng ukuran 150 x 50 x 40 cm k. Parang/gergaji l. Spatula m. Timbangan elektrik n. Universal Testing Machine (UTM) 2. Bahan-bahan : a. Aquades sebanyak 1 liter b. Minyak tanah sebanyak 5 liter c. Minyak Solar sebanyak 5 liter d. Parafin sebanyak 10 gram e. Rotan Kotok (Daemonorops angustifola) Ø 1,7 2,7 cm sebanyak 25 batang C. Prodedur Penelitian 1. Persiapan bahan baku Batang rotan yang akan diuji dipilih yang bebas cacat, lurus dan diameter diusahakan seragam. Batang rotan terpilih kemudian dipotong dengan panjang masing-masing +140 cm dengan diameter 1,7 cm 2,7 cm. 2. Pemotong sampel Pemotongan sampel rotan dilakukan menggunakan gergaji secara manual dan sampel rotan dipotong menjadi beberapa ukuran sebagai berikut: a. 5 sampel dengan ukuran panjang 5 cm untuk uji Kadar Air Segar b. 45 sampel dengan ukuran panjang 35 cm untuk: a) Uji MoR (Modulus of Repture) Tanpa Perlakuan 15 sampel b) Uji MoR (Modulus of Repture) Minyak Tanah 15 sampel

36 26 c) Uji MoR (Modulus of Repture) Minyak Solar 15 sampel c. 135 sampel dengan ukuran panjang 5 cm untuk: a) Uji Kadar Air (KA) Tanpa Perlakuan 15 sampel b) Uji Kadar Air (KA) Minyak Tanah 15 sampel c) Uji Kadar Air (KA) Minyak Solar 15 sampel d) Uji Kerapatan Tanpa Perlakuan 15 Sampel e) Uji Kerapatan Minyak Tanah 15 Sampel f) Uji Kerapatan Minyak Solar 15 Sampel g) Uji Keteguhan Tekan Tanpa Perlakuan 15 sampel h) Uji Keteguhan Tekan Minyak Tanah 15 sampel i) Uji Keteguhan Tekan Minyak Solar 15 sampel 3. Penggorengan Penggorengan dilakukan dengan merendam sampel rotan dalam minyak pengorengan saat sedang mendidih dengan komposisi masingmasing 5 liter minyak solar dan 5 liter minyak tanah pada suhu C yang dipertahankan selama 30 menit proses penggorengan. Sampel rotan yang telah digoreng kemudian didiamkan dalam posisi berdiri miring untuk menguapkan dan meniriskan sisa-sisa minyak selama seminggu. D. Pengujian sifat-sifat fisik mekanik 1. Kadar air Pengujian kadar air dilakukan dengan menimbang masing-masing contoh uji untuk mendapatkan berat awal, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu C sampai kering tanur dan ditimbang kembali untuk mendapatkan data berat kering tanur. Kadar air dihitung dengan rumus menurut Scharai-rad et.al (1985):

37 27 u o o dimana : = Kadar air (%) m u = berat awal (segar/kering udara) kg/cm 3 m o = Berat kering tanur (gr) 2. Kerapatan Contoh uji diukur berat awalnya (B a ), lalu diukur volumenya. Pengukuran volume dilakukan dengan cara contoh uji dicelupkan ke dalam parafin cair agar permukaannya terlapisi untuk menghindari penyerapan air, kemudian diukur beratnya sebelum pengukuran volume dilakukan. Kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus dalam Scharai-Rad et.al (1985): m v o n dimana : = Kerapatan (gr/cm 3 ) m o = Berat kering tanur (gr) v n = Volume awal (cm 3 ) 3. Keteguhan Patah (MoR) Pengujian keteguhan patah dilakukan denganmenggunakan standar ASTM No. D (1970) dengan beberapa modifikasi. Pengujian menggunakan Universal Testing Machine. Ukuran contoh uji adalah panjang 35 cm dengan jarak sanggah 25 cm.

38 28 MoR (Modulus of Rupture) dihitung dengan menggunakan rumus dalam Scharai-Rad et.al (1985): 8 F D 3 L Dimana : = Modulus of Rupture (Kg/cm 2 ) F = Beban (kg) L = Jarak sanggah (cm) D = Diameter sampel (cm) 4. Keteguhan tekan sejajar serat Contoh uji dengan panjang 5 cm diletakkan secara vertical pada UTM, kemudian diberi beban maksimum. Untuk menentukan nilai keteguhan tekan sejajar serat dilakukan pengukuran terhadap beban maksimum dan luas penampang lintang contoh uji. Keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus dalam Scharai-Rad et.al (1985): dimana : F A = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm 2 ) F = Beban maksimum (kg) A = Luas penampang lintang sampel (cm 2 )

39 29 E. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai rata rata dari setiap perlalkuan yang diberikan dimana setiap perlakuan dan parameter uji dilakukan pengulangan sebanyak 15 kali. Nilai rata rata di hitung dengan rumus : Dimana : n n = Nilai rata-rata N = jumlah sampel Dari nilai rata-rata tersebut selanjutnya ditabulasikan kedalam tabel kemudian dianalisis untuk mengetahui nilai dari masing-masing parameter yang di uji.

40 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh nilai sifat fisika dan mekanika Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) yang meliputi kadar air kering udara, kerapatan, keteguhan patah (MoR) dan keteguhan tekan sejajar serat pada tabel berikut: Tabel 4. Nilai Rataan Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Kotok: No Parameter Pengujian Tanpa Minyak Tanah Minyak Solar perlakuan 1 Kadar air 125,63 % 73,72 % 65,11 % 2 Kerapatan 0,43 gr/cm³ 0,45 gr/cm³ 0,56 gr/cm³ 3 Keteguhan patah (MoR) 220,62 kg/cm 2 0,45 gr/cm³ 345,545 kg/cm 2 4 Keteguhan tekan sejajar serat 146,52 kg/cm 2 182,36 kg/cm 2 188,58 kg/cm 2 B. Pembahasan Dari hasil penelitian pada rotan kotok diperoleh nilai rata-rata pengujian sifat fisika dan mekanika yang meliputi: kadar air, kerapatan, keteguhan tekan sejajar dan keteguhan patah (MoR), untuk kadar air setelah kering udara selama satu minggu kemudian ditimbang, diperoleh nilai rata-ratanya sebesar 176,31 %. 1. Kadar Air Dari hasil penelitian didapat bahwa kadar air hasil pengujian dengan tanpa perlakuan adalah 125,63 %, kadar air hasil pengujian dengan perlakuan minyak tanah adalah 73,72 % dan kadar air hasil pengujian dengan perlakuan minyak solar adalah 65,11 %. Kadar air ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Bayau (2014) dimana rotan yang sama Daemonorops angustifolia dengan memperoleh nilai rata-rata kadar air 15,78 % perbedaan yang nyata dari nilai kadar air

41 31 dipengaruhi oleh perlakuan yang berbeda yaitu melalui proses penggorengan dan tanpa proses penggorengan. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa rotan kotok setelah melalui proses penggorengan belum mencapai kadar air yang sesuai dengan standar pada industri rotan. Dimana kadar air yang diinginkan adalah 10 % (Anonim, 1994). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), rotan kotok hasil penggorengan ini nilai kadar airnya masih jauh dari standar yang diinginkan yaitu sebesar 73,72 % dan 65,11 %. 2. Kerapatan Uji kerapatan sangat penting dalam menentukan kualitas jenis rotan, karena rotan yang mempunyai kerapatan tinggi semakin bagus kualitasnya. Kerapatan ditentukan dengan cara membandingkan berat rotan yang sudah dikering udarakan dengan volumenya. Dari hasil penelitian didapat bahwa kerapatan pada rotan kotok (Daemonorops angustifolia) mempunyai nilai rata-rata kerapatan terendah. Hasil pengujian dengan tanpa perlakuan 0,43 gr/cm³, sampel hasil pengujian dengan perlakuan minyak tanah mempunyai nilai rata-rata kerapatan 0,45 gr/cm 3, sedangkan sampel hasil pengujian dengan perlakuan minyak solar mempunyai nilai rata-rata kerapatan tertinggi sebesar 0,56 gr/cm 3. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa kerapatan pada rotan kotok setelah melalui proses penggorengan lebih rendah dibanding dengan penelitian sebelumnya Bayau (2014). Dimana rotan yang sama Daemonorops angustifolia dengan nilai rata-rata kerapatan 0,67 gr/cm 3. Rotan dengan kerapatan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah tidak disenangi karena terlalu kaku/keras atau terlalu lemah/lunak.

42 32 3. Keteguhan Patah (MoR) Dari hasil penelitian didapat bahwa keteguhan patah (Modulus of Rupture) pada rotan kotok (Daemonorops angustifolia) nilai terendah sebesar 220,62 kg/cm 2 hasil pengujian tanpa perlakuan, nilai tertinggi pada rotan kotok hasil pengujian dengan perlakuan minyak tanah yaitu sebesar 392,93 kg/cm 2, dan mempunyai nilai rata-rata sebesar 345,54 kg/cm 2 hasil pengujian dengan perlakuan minyak solar. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keteguhan patah yang ada pada rotan khususnya pada rotan kotok (Daemonorops angustifolia). Nilai yang didapatkan dari hasil penelitian rotan kotok ini setelah melalui proses penggorengan lebih kecil, jika dilakukan perbandingan dengan penelitian terhadap rotan sejenis sebelumnya Bayau (2014) yaitu dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar kg/cm Keteguhan Tekan Sejajar Serat Dari hasil pengujian didapat bahwa keteguhan tekan sejajar serat pada rotan kotok (Daemonorops angustifolia) hasil pengujian dengan tanpa perlakuan yaitu sebesar 146,52 kg/cm 2, minyak tanah mempunyai nilai ratarata sebesar 182,36 kg/cm 2, adapun nilai keteguhan tekan sejajar serat tertinggi adalah hasil pengujian dengan perlakuan minyak solar yaitu sebesar 188,58 kg/cm 2. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil rata-rata keteguhan tekan sejajar serat setelah melalui proses penggorengan yaitu sebesar 182,36 kg/cm 2 dan 188,58 kg/cm 2. Nilai ini lebih besar dari jenis-jenis rotan yang yang diteliti oleh Salusu (2005), pada rotan Daemonorops sp yaitu sebesar

43 33 40,7 kg/cm 2. Hal ini menunjukan bahwa rotan kotok memiliki nilai kekuatan tekan sejajar serat yang baik. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin tinggi kerapatan pada rotan semakin tinggi pula keteguhan tekan sejajar seratnya, dan pada rotan kotok setelah melalui proses penggorengan nilai keteguhan tekan sejajar seratnya cukup tinggi sehingga termasuk kedalam kategori sedang sampai dengan tinggi. Hal ini sangat penting jika dihubungkan dengan pemanfaatan rotan nantinya, karena dengan mengetahui nilai keteguhan tekan sejajar serat rotan akan lebih tepat dalam memanfaatkan dalam penggunaannya, khususnya jika dihubungkan dengan bahan baku untuk perabot rumah tangga seperti meja, kursi dan lain-lain. 5. Warna Dari hasil penelitian warna rotan dengan proses penggorengan dan tanpa penggorengan menunjukkan bahwa warna rotan lebih baik dengan proses penggorengan dengan menggunakan minyak solar, warna yang dihasilkan adalah kuning cerah. Sedangkan proses penggorengan dengan minyak tanah menghasilkan warna coklat muda, dan warna rotan tanpa penggorengan cokelat kekuningan.

44 34 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) setelah proses penggorengan adalah sebagai berikut: 1. Kadar air segar rotan kotok sebesar 176,31 %, tanpa perlakuan sebesar 125,63 %, perlakuan penggorengan minyak tanah sebesar 73,72 %, dan perlakuan penggorengan minyak solar sebesar 65,11 %. 2. Nilai kerapatan rotan kotok tanpa perlakuan sebesar 0,43 gr/cm 3, perlakuan penggorengan minyak tanah sebesar 0,45 gr/cm 3 dan perlakuan penggorengan minyak solar sebesar 0,56 gr/cm Nilai keteguhan patah (MoR) rotan kotok tanpa perlakuan sebesar 220,62 kg/cm 2, perlakuan penggorengan minyak tanah sebesar 392,93 kg/cm 2, perlakuan penggorengan minyak solar sebesar 345,54 kg/cm 2 4. Nilai keteguhan tekan sejajar serat rotan koyok tanpa perlakuan sebesar 146,52 kg/cm 2, perlakuan penggorengan minyak tanah sebesar 182,36 kg/cm 2, perlakuan penggorengan minyak solar sebesar 188,58 kg/cm Secara keseluruhan penggorengan dapat meningkatkan penurunan kadar air, peningkatan kerapatan dan sifat mekanika, terutama pada penggorengan selama 30 menit dengan menggunakan minyak solar.

45 35 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Proses penggorengan lebih baik menggunakan bahan perendam yaitu minyak solar untuk hasil rotan yang lebih baik. 2. Penelitian yang dilakukan lebih sempurna lagi apabila didukung dengan pengujian sifat kimia rotannya.

46 36 DAFTAR PUSTAKA Anonim, Pengembangan Pengolahan Rotan Lepas Panen di Pulau Jawa. Laporan Kerjasama Perum Perhutani dengan Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Anonim, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Rotan. Pusat Dokumentasi dan Informasi Manggala Wanabakti. Jakarta. Azhar, 2011.Studi Sifat Fisik dan Mekanika Rotan Manau.Labotarium Sifat Kayu dan Analisis Produk, Jurusan teknologi Hasil Pertanian. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Bayau, Studi Beberapa Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Kotok. Labotarium Sifat Kayu dan Analisis Produk, Jurusan teknologi Hasil Pertanian. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Dransfield, J A Short Guide to Rattan. Biotrop, Bogor., J A Manual of the Rattans. Biotrop Bogor. Hamdi, Peningkatan Kualitas Rotan Kurang Dikenal Untuk DimanfaatkanSebagai Bahan Baku Meubel. Bandan Penelitian dan Pengembangan Industri. Baristand Industri Banjar Baru. Hartono, Pospek Industri Rotan dan Saran Penangganan yang diperlukan. Jakarta Haury, D. dan B. Saragih, Pengolahan dan Pemasaran Rotan. GTZ SFMP Document No. 6b (1996). Samarinda. Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer, Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Januminro, Rotan Indonesia. Potensi, Budidaya, Pemungutan, Pengolahan, Standar Mutu dan Prospek Pengusahaan. Kanisius. Jakarta. Masyamah, Sifat Fisis Mekanis Rotan Berdiameter Kecil dan Kemungkinan Pemanfaatannya Untuk Bahan Kerajinan, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Baristand Industri Banjar Baru. Menon, K. K Rattan. A State of The Art Review a Paper For Prsentation at The workshop On The Cultivation and Processing Of Rattan in Asia To be-held in Singapore, juni 1979 Pandit, I.K.N., Mikroteknik Jaringan Berkayu. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.

47 37 Pandit, I.K.N., O. Rachman, & L. Indrawati Sifat Anatomi Beberapa Jenis Rotan. Pusat Litbang Hasil Hutan. Badan Litbang Kehutanan, Bogor. Rachman, Osly., Pengaruh kondisi Penggorengan Terhadap Kualitas Rotan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.1 No 4 (1984) pp.14-19, Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Salusu, Analisis Sifat Fisik dan Mekanik Rotan Merah dan Rotan Getah. Buletin Loupe VI (1) Scharai-Rad, M., A. Sulistyo Budi, R. Sastrawijaya, E. Sastradimadja, Wood Testing. Jurusan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan UNMUL. Samarinda Subekti, D.E Pengaruh Anatomi Terhadap Sifat Fisik dan Mekanika Berapa Jenis Rotan, Jurusan Kehutanan IPB, Bogor Sudjaswati, E., Keanekaragaman dan Karakteristik Jenis-jenis Rotan Pada Hutan Primer di PT. Inhutani I Labanan Berau. Tesis pada Program Pascasarjana Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda. Yudodibroto, H., Sifat-sifat Fisik dan Komposisi Jenis-jenis Rotan Dibeberapa Kelompok Hutan Alam Tropika I Kalimantan Timur. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Yudodibroto, H., Sifat-sifat Fisik dan Komposisi Jenis-jenis Rotan di beberapa Kelompok Hutan Alam Tropika di Kalimantan Timur. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta., H., Anatomy, Strength Properties and Utilization of Some Indonesian Rattans. In: Proc. Rattan Seminar. Kuala Lumpur, Malaysia. Pp Zulkipli, K., Pembinaan dan Pengembangan Industri Rotan. Proceeding Seminar Rotan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

48 39 Tabel. 5. Nilai Kadar Air Segar Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia): NO m u m o (gr) (gr) (%) 1 23,3049 8, , ,9861 7, , ,0715 7, , ,3130 6, , ,2083 8, ,17 džlau 881,54 Rata-rata kadar air segar 176,31 Tabel 6. Nilai Kadar Air Pengujian Tanpa Perlakuan: m u m o NO (gr) (gr) (%) 1 20,6343 7, , ,7625 8, , ,2583 8, , ,3976 8, , , , , ,8930 9, , ,1872 8, , ,3534 7, , ,4200 7, , ,0471 7, , ,2923 6, , ,4420 8, , ,7482 7, , ,9926 7, , ,7079 6, ,17 Total 1884,47 Rata-rata kadar air kering udara 125,63 Keterangan: = Kadar air (%) m u = Berat awal (gr) m o = Berat kering tanur (gr)

49 40 Tabel 7. Nilai Kadar Air Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah: Keterangan: = Kadar air (%) m u = Berat awal (gr) m o = Berat kering tanur (gr) m u m o NO (gr) (gr) (%) 1 15,7647 7, , ,6517 7, , ,0224 7, , ,1578 7, , ,0741 7, , ,9494 7, , ,2908 6, , ,6738 7, , ,8734 8, , ,5323 7, , ,5270 7, , ,4097 7, , ,6994 6, , ,2265 8, , ,6245 7, ,88 Total 1105,74 Rata-rata kadar air setelah penggorengan 73,72

50 41 Tabel 8. Nilai kadar air pengujian dengan perlakuan penggorengan Minyak Solar: NO m u m o (gr) (gr) (%) 1 10,7429 6, , ,0508 7, , ,6055 7, , ,0462 6, , ,0830 6, , ,2367 6, , ,3369 6, , ,6925 5, , ,3683 5, , ,9921 7, , ,0757 6, , ,1300 6, , ,2806 5, , ,0773 6, , ,6136 6, ,35 Total 976,58 Rata-rata kadar air setelah penggorengan 65,11 Keterangan: = Kadar air (%) m u = Berat awal (gr) m o = Berat kering tanur (gr)

51 42 Tabel 9. Nilai Kerapatan Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Tanpa Perlakuan: m o V n NO (gr) (cm 3 ) (gr/cm 3 ) 1 8, ,00 0,41 2 8, ,00 0,44 3 8, ,00 0,38 4 7, ,00 0,41 5 7, ,00 0,43 6 7, ,00 0,41 7 7, ,00 0,38 8 7, ,00 0,46 9 7, ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0,46 Total 6,39 Rata-rata Kerapatan 0,43 Keterangan: = Kerapatan(gr/cm 3 ) M o = Berat kering tanur (gr) V n = Volume (gr/cm 3 )

52 43 Tabel 10. Nilai Kerapatan Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah: M o V n NO (gr) (cm 3 ) (gr/cm 3 ) 1 8, ,00 0,47 2 8, ,00 0,48 3 7, ,00 0,38 4 9, ,00 0,49 5 8, ,00 0,39 6 7, ,00 0,44 7 7, ,00 0, ,245 20,00 0,51 9 8, ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0,38 Total 6,74 Rata-rata Kerapatan 0,45 Keterangan: = Kerapatan(gr/cm 3 ) Mo = Berat kering tanur (gr) V n = Volume (gr/cm 3 )

53 44 Tabel 11. Nilai Kerapatan Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Dengan Perlakuan Penggorengan Minyak Solar: m o NO (gr) (cm 3 ) (gr/cm 3 ) 1 12, ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0,46 Total 8,41 V n Rata-rata Kerapatan 0,56 Keterangan: = Kerapatan(gr/cm 3 ) M o = Berat kering tanur (gr) V n = Volume (gr/cm 3 )

54 45 Tabel 12. Nilai Keteguhan Patah (MoR) Rotan K otok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Tanpa Perlakuan: NO D L F (cm) (cm) (kg) kg/cm 2 ) 1 2, ,79 2 2, ,80 3 2, ,91 4 2, ,96 5 2, ,06 6 2, ,88 7 2, ,81 8 2, ,84 9 2, , , , , , , , , , , , , ,77 Total 3309,24 Rata-rata keteguhan patah 220,62 Keterangan: F = Beban maksimum (kg) L = Jarak sanggah (cm) D = Diameter rata-rata (cm) 2 )

55 46 Tabel 13. Nilai Keteguhan Patah (MoR) Rotan K otok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah: NO D L F (cm) (cm) (kg) kg/cm 2 ) 1 1, ,75 2 1, ,03 3 2, ,04 4 2, ,00 5 2, ,10 6 2, ,38 7 1, ,82 8 1, ,74 9 2, , , , , , , , , , , , , ,94 Total 5893,97 Rata-rata keteguhan patah 392,93 Keterangan: F = Beban maksimum (kg) L = Jarak sanggah (cm) D = Diameter rata-rata (cm) 2 )

56 47 Tabel 14. Nilai Keteguhan Patah (MoR) Rotan K otok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Perlakuan Penggorengan Minyak Solar: NO D L F (cm) (cm) (kg) kg/cm 2 ) 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,929 Total 5183,18 Rata-rata keteguhan patah 345,54 Keterangan: F = Beban maksimum (kg) L = Jarak sanggah (cm) D = Diameter rata-rata (cm) 2 )

57 48 Tabel 15. Nilai Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Tanpa Perlakuan: NO A F serat (cm 2 ) (kg) (kg/cm 2 ) 1 5, ,68 2 5, ,88 3 5, ,32 4 4, ,39 5 4, ,40 6 4, ,46 7 5, ,72 8 5, ,20 9 5, , , , , , , , , , , , , ,72 Total 2197,73 Rata-rata keteguhan patah 146,52 Keterangan: = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm 2 ) F = Beban maksimum (kg) A = Luas penampang (cm 2 )

58 49 Tabel 16. Nilai Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Perlakuan Penggorengan Minyak Tanah: NO A F serat (cm 2 ) (kg) (kg/cm 2 ) 1 2, ,51 2 2, ,55 3 3, ,69 4 3, ,42 5 3, ,35 6 3, ,20 7 2, ,01 8 2, ,97 9 4, , , , , , , , , , , , , ,68 Total 2735,46 Rata-rata keteguhan patah 182,36 Keterangan: 2 ) F = Beban maksimum (kg) A = Luas penampang (cm 2 )

59 50 Tabel 17. Nilai Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Kotok (Daemonorops angustifolia) Pengujian Perlakuan Penggorengan Minyak Solar: NO A F serat (cm 2 ) (kg) (kg/cm 2 ) 1 2, ,85 2 3, ,39 3 3, ,07 4 3, ,85 5 3, ,24 6 3, ,25 7 2, ,63 8 2, ,45 9 3, , , , , , , , , , , , , ,85 Total 2828,63 Rata-rata keteguhan patah 188,58 Keterangan: 2 ) F = Beban maksimum (kg) A = Luas penampang (cm 2 )

60 51 Gambar 2. Pemotongan Batang Rotan Untuk Sampel Pengujian Gambar 3. Memberi Tanda Pada Contoh Uji Sebelum Digoreng

61 52 Gambar 4. Panci/ Wadah dan Minyak Penggorengan Rotan Gambar 5. Memasukan Contoh Uji Kedalam Minyak Yang Sudah Mendidih

62 53 Gambar 6. Meniriskan Sampel Uji Perlakuan Minyak Tanah Setelah Digoreng Gambar 7. Meniriskan Sampel Uji Perlakuan Minyak Solar Setelah Digoreng

63 54 Gambar 8. Contoh Uji Kadar Air Gambar 9. Penimbangan Contoh Uji Kadar Air dan Kerapatan

64 55 Gambar 10. Persiapan/ Penataan Contoh Uji Yang Akan di Oven Gambar 11. Contoh Uji Dimasukan Kedalam Oven

65 56 Gambar 12. Pengukuran Volume Kerapatan Gambar 13. Hot Plate Digunakan Untuk Mencairkan Parafin

66 57 Gambar 14. Universal Testing Machine (UTM) Gambar 15. Oven Dengan Suhu o C

67 58 Gambar 16. Desikator Gambar 17. Timbangan Elektrik

Jenis, sifat dan kegunaan rotan

Jenis, sifat dan kegunaan rotan Standar Nasional Indonesia Jenis, sifat dan kegunaan rotan ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Lambang

Lebih terperinci

Industri Kreatif berbasis Rotan

Industri Kreatif berbasis Rotan Industri Kreatif berbasis Rotan Nur Hidayat Pendahuluan Rotan sebagai tumbuhan liana hutan dikelompokan ke dalam jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) cukup potensial. Sekitar 530 jenis rotan dunia, 316

Lebih terperinci

STUDI SIFAT FISIK DAN MEKANIK ROTAN MANAU (Calamus manan Miq) AZHAR NIM

STUDI SIFAT FISIK DAN MEKANIK ROTAN MANAU (Calamus manan Miq) AZHAR NIM STUDI SIFAT FISIK DAN MEKANIK ROTAN MANAU (Calamus manan Miq). Oleh : AZHAR NIM. 070 500 039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) Oleh : JEMBAWAN NIM

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) Oleh : JEMBAWAN NIM STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) Oleh : JEMBAWAN NIM 090500169 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN JELAYAN (Calamus ornatus Blume) DARI INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN PT RUDINA. Oleh:

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN JELAYAN (Calamus ornatus Blume) DARI INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN PT RUDINA. Oleh: STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN JELAYAN (Calamus ornatus Blume) DARI INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN PT RUDINA Oleh: JUNIS HENDRIK DOSEN NIM. 100 500 054 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) SETELAH PROSES PENGGORENGAN DI INDUSTRI RUDINA MOULDING

PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) SETELAH PROSES PENGGORENGAN DI INDUSTRI RUDINA MOULDING i PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) SETELAH PROSES PENGGORENGAN DI INDUSTRI RUDINA MOULDING Oleh: SAIFUL AFIF NIM. 090500049 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ROTAN NON KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL DITINJAU DARI SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PEMANFAATAN ROTAN NON KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL DITINJAU DARI SIFAT FISIS DAN MEKANIS Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.3, No.1, Juni 2011: 1 6 PEMANFAATAN ROTAN NON KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL DITINJAU DARI SIFAT FISIS DAN MEKANIS UTILIZATION OF NON-COMERCIAL RATTAN AS FURNITURE

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang tergolong : Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING

PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING Prof.Dr.Ir.Djamal Sanusi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Jl.Perintis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) DI PPIRT (PUSAT PENGEMBANGAN INDUSTRI ROTAN TERPADU) PALU SULAWESI TENGAH. Oleh :

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) DI PPIRT (PUSAT PENGEMBANGAN INDUSTRI ROTAN TERPADU) PALU SULAWESI TENGAH. Oleh : 1 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) DI PPIRT (PUSAT PENGEMBANGAN INDUSTRI ROTAN TERPADU) PALU SULAWESI TENGAH Oleh : Febiola Setia Ningrum NIM. 070 500 040 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN ROTAN untuk BAHAN BAKU MEBEL DAN KERAJINAN

PENGOLAHAN ROTAN untuk BAHAN BAKU MEBEL DAN KERAJINAN PENGOLAHAN ROTAN untuk BAHAN BAKU MEBEL DAN KERAJINAN oleh: Sahwalita Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu e-mail: sahwalita@yahoo.co.id I. PENDAHULUAN Mengetahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Balok laminasi pertama kali digunakan pada tahun 1893 di Eropa pada

TINJAUAN PUSTAKA. Balok laminasi pertama kali digunakan pada tahun 1893 di Eropa pada TINJAUAN PUSTAKA Balok Laminasi Balok laminasi pertama kali digunakan pada tahun 1893 di Eropa pada sebuah auditorium di Basel, Swiss dengan tipe serat arah melengkung yang menggunakan perekat tulang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut "Lepidocaryodidae". Lepidocaryodidae berasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG ( PKL ) DI PPIRT ( PUSAT PENGEMBANGAN INDUSTRI ROTAN TERPADU ) PALU SULAWESI TENGAH

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG ( PKL ) DI PPIRT ( PUSAT PENGEMBANGAN INDUSTRI ROTAN TERPADU ) PALU SULAWESI TENGAH LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG ( PKL ) DI PPIRT ( PUSAT PENGEMBANGAN INDUSTRI ROTAN TERPADU ) PALU SULAWESI TENGAH Oleh : AMRIZAL MADO Nim. 060 500 02 9 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN The Preservation of Lesser Known Species Rattan as Raw Material Furniture by Cold Soaking Saibatul Hamdi *) *) Teknisi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG. Oleh: NICO PRADANA NIM.

PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG. Oleh: NICO PRADANA NIM. PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG Oleh: NICO PRADANA NIM. 120 500 031 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MATERIAL ROTAN DAN PENGGUNAAN DI DUNIA DESAIN INTERIOR

PERKEMBANGAN MATERIAL ROTAN DAN PENGGUNAAN DI DUNIA DESAIN INTERIOR PERKEMBANGAN MATERIAL ROTAN DAN PENGGUNAAN DI DUNIA DESAIN INTERIOR Grace Hartanti School Of Design, Jurusan Desain Interior, Universitas Bina Nusantara, Jln. K.H. Syahdan No.9, Palmerah, Jakarta Barat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C 8 H 13 NO 2 ),

TINJAUAN PUSTAKA. Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C 8 H 13 NO 2 ), TINJAUAN PUSTAKA Pinang Pinang merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman. Secara rinci, sistematika pinang diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET Siti Hosniah*, Saibun Sitorus dan Alimuddin Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Heyne 1987).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan alam IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berongga, akar yang kompleks, serta daun berbentuk

Lebih terperinci

Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling)

Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling) Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling) Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Jl.Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

III.TATA CARA PENELITIAN

III.TATA CARA PENELITIAN III.TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Maret 2016 di Green House dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PROSES PELENGKUNGAN ROTAN SECARA KIMIA UNTUK BAHAN BAKU MEBEL

TEKNOLOGI PROSES PELENGKUNGAN ROTAN SECARA KIMIA UNTUK BAHAN BAKU MEBEL Untuk ahan aku Mebel...Effendi rsad TEKNOLOGI PROSES PELENGKUNGN ROTN SECR KIMI UNTUK HN KU MEEL THE RTTN DEFLEXION TECHNOLOGY USING CHEMICL COMPOUNDS FOR FURNITURE MTERIL Effendi rsad *) *) Peneliti aristand

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH Oleh/By Muhammad Faisal Mahdie Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN

SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, dimana dari hasil sampingnya diperoleh diantaranya

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES (pra Rancangan Pabrik,kgrtas kgrajinan dari enceng gondok. BAB III PERANCANGAN PROSES Perancangan pabrik home industri ini menghasilkan produk kertas kerajinan yang siap dibuat untuk kerajinan yang unik.

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Tinggi

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci