Kerangka Acuan. Semiloka Pelaksanaan Transparansi dan Upaya Perbaikan Tata Kelola Industri Ekstraktif di Indonesia

Transkripsi

1 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No 2-4 Jakarta Indonesia Telepon ; Fax Kerangka Acuan Semiloka Pelaksanaan Transparansi dan Upaya Perbaikan Tata Kelola Industri Ekstraktif di Indonesia I. PENDAHULUAN Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) atau Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif adalah standar global untuk mendorong transparansi pendapatan negara dari sektor industri ekstraktif (minyak bumi, gas bumi, mineral dan batubara). Standar EITI terdiri dari rantai nilai industri ektraktif dimulai dari transparansi perizinan dan kontrak, operasional, pengumpulan royalti dan pajak, manajemen penerimaan, hingga manajemen pengeluaran yang diperoleh dari eksploitasi sumber daya migas dan tambang. Pelaksanaan prakarsa ini harus didukung oleh pemangku kepentingan (stakeholders) dari instansi pemerintah, pihak industri dan kelompok masyarakat sipil. Hingga kini, EITI telah diikuti oleh 42 negara di seluruh dunia. EITI di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 Tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif yang terbit pada bulan April Keikutsertaan Indonesia di dalam EITI ditunjukkan melalui surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kepada Ketua Dewan EITI Internasional pada tanggal 14 September Kemudian, Dewan EITI Internasional menetapkan Indonesia menjadi negara kandidat pada tanggal 19 Oktober Hingga kini Indonesia telah menerbitkan 2 tahap laporan EITI dimana meliputi tahun kalender 2009, 2010, dan Laporan ini agak terlambat dari ketentuan, di mana seharusnya negara pelaksana EITI harus mempublikasi laporan, maksimal, 2 tahun lebih lambat dari tahun berjalan. Terkait hal ini, Tim Pelaksana Transparansi sedang mengejar untuk menerbitkan Laporan Tahap III yang berisi tahun 2012 dan 2013 tahun depan. Meskipun demikian, dari laporan yang telah terbit, terdapat banyak informasi yang sangat bermanfaat. Dalam rapat Dewan EITI Internasional pada tanggal 15 Oktober 2014 di Naypyidaw, Myanmar, Indonesia telah diputuskan memenuhi syarat untuk meningkat statusnya menjadi Compliant Country. Dewan memutuskan menerima laporan EITI Indonesia tahap kedua dengan sejumlah catatan, tetapi pada intinya Indonesia dipandang telah berusaha dan bekerja keras dalam memenuhi EITI Rules Keputusan ini tidak mudah mengingat sebelumnya laporan Indonesia tahap pertama dipandang belum memenuhi syarat dan Dewan EITI International memutuskan Indonesia mendapatkan perpanjangan dengan sejumlah tindakan perbaikan yang harus dilaksanakan oleh Tim Pelaksana dan Sekretariat EITI Indonesia. Hasil ini tentunya kabar baik 1

2 sekaligus prestasi bagi pemerintahan Indonesia. Dengan capaian ini, Indonesia tercatat sebagai negara pertama di ASEAN yang mencapai status compliant country dan menjadi leader dalam upaya mendorong tata kelola industri ekstraktif yang lebih baik di ASEAN. Berdasarkan keputusan Dewan EITI Internasional, Laporan EITI Indonesia Tahap III harus mengikuti Standar EITI 2013 yang merupakan penyempurnaan EITI Rule Standar EITI lebih komprehensif yaitu meliputi rantai nilai industri ekstraktif dari perizinan, penerimaan negara, mekanisme alokasi, dan kebijakan. Penerapan Standar EITI diharapkan dapat mendekatkan tujuan dari transparansi EITI yaitu memperbaiki tata kelola migas dan tambang. Laporan EITI Indonesia Tahap II Laporan sektor migas menyajikan informasi tentang seluruh KKS tahap produksi untuk tahun kalender 2010 dan Laporan sektor migas juga mencantumkan penjelasan tentang penyebab discrepancies, misalnya atas overlifting dan corporate & dividen tax, serta informasi sejumlah penerimaan negara dari migas lainnya seperti PBB, PDRD, dan signature bonus yang diperoleh oleh negara. Laporan tahap II untuk sektor mineral dan batubara (minerba) menyajikan informasi tentang perusahan tambang minerba yang merupakan pemberi kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor tambang. Laporan sektor minerba menyajikan setoran pajak dan royalti dari perusahaan besar tersebut. Dari ribuan perusahaan tambang, terdapat 83 perusahaan yang dikategorikan memberi kontribusi royalti di atas 2,5 miliar rupiah di tahun 2010 dan Laporan sektor minerba menyajikan perbandingan antara yang disetor oleh perusahaan dengan yang dicatat oleh pemerintah. Laporan juga mencantumkan penjelasan jika terdapat discrepancies. Di samping itu, laporan sektor minerba juga menyajikan jenis iuran lain seperti iuran tetap, iuran hutan, dan lainnya yang disetor oleh perusahaan. A. Sektor Minyak dan Gas Bumi Transparansi penerimaan migas Setiap tahun Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP di antaranya memuat laporan sektor minyak dan gas bumi. Dalam bagian migas, LKPP menyajikan informasi ini secara cukup detail. Laporan sektor migas disajikan dalam bentuk tabel khusus yang berisi angka full amount dan dalam catatan LKPP terdapat detail proses perhitungan pendapatan dari migas. LKPP bagian lampiran juga menyajikan monitoring penerimaan migas per KKS dalam setahun. Penerimaan dari migas dihitung berdasarkan bagi hasil sesuai kontrak PSC. Persentase bagi hasil adalah 85:15, yaitu 85% mewakili besaran government take dan 15% adalah besaran contractor take. Berdasarkan mekanisme PSC, lifting adalah penentu awal bagi hasil tersebut. Setelah dikurangi dengan cost recovery, bagian migas yang dibagi (equity to be split) akan menentukan besaran lainnya seperti corporate and dividend taxes yang harus dibayarkan. Dari contractor take ditentukan berapa DMO (domestic market obligation) yang wajib diserahkan kepada negara. Dan jika dikaitkan dengan Dana Bagi Hasil Migas, maka besaran lifting juga berdampak pada besaran bagi hasil yang akan didistribusikan kepada pemerintah daerah. Deskripsi di atas menunjukkan bahwa sistem yang terintegrasi dan transparansi sejak lifting hingga bagi hasil sangat penting untuk memastikan penerimaan negara dari migas. Sejalan dengan pelaksanaan EITI, terdapat dorongan dari stakeholder untuk membahas tentang pentingnya sistem lifting yang terintegrasi dan membuka informasi tentang cost recovery. 2

3 Transparansi perizinan migas demi mendorong investasi Cadangan minyak terbukti yang dimiliki Indonesia saat ini hanya mencapai 4 miliar barel, jika produksi minyak saat ini rata-rata 800 ribu barel per hari, maka cadangan terbukti tersebut akan habis dalam 10 tahun ke depan. Indonesia masih memiliki potensi cadangan yang diperkirakan mencapai 43,7 miliar barel. Namun demikian, potensi ini masih perlu dieksplorasi dengan biaya yang cukup besar serta memerlukan teknologi tinggi. Salah satu hambatan dalam mendorong tumbuhnya investasi migas saat ini adalah rantai perizinan yang terlalu panjang. Ditengarai terdapat sekitar 260 hingga 280 izin untuk beroperasi eksplorasi dan eksploitasi migas. Sejumlah izin itu terletak di tingkat pusat dan daerah. Di tingkat pusat, izin yang wajib diurus oleh kontraktor migas berada di 11 kementrian, yaitu kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Nakertrans, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di samping itu, diperlukan izin dari Badan Pertanahan, Kepolisian dan TNI-AL Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan panjangnya rantai izin ini menyebabkan iklim yang tidak kondusif bagi investasi migas di Indonesia. Sejalan dengan pelaksanaan EITI, prinsip transparansi dapat menjadi salah satu kunci untuk membenahi masalah perizinan ini. B. Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Transparansi penerimaan pertambangan mineral dan batubara Proses pelaporan EITI sektor tambang mencatat bahwa sektor pertambangan sangat memerlukan sistem pencatatan yang terintegrasi. Sistem pencatatan yang ada saat ini belum mampu untuk memeriksa mana perusahaan yang telah membayar secara benar, tidak benar, atau tidak membayar, di mana mekanisme periksa kewajaran jumlah setoran royalti belum cukup baik serta data produksi belum menjadi acuan atas pembayaran royalti. Di samping itu, penerapan saat ini belum memuat identitas yang khusus dari pelaku pertambangan, dimana menyebabkan terdapat duplikasi nama atau tidak tercantum dalam pencatatan. Secara umum, kondisi ini menyebabkan adanya potensi royalti yang tidak dapat disetorkan dengan jumlah yang tepat. Sejalan dengan perbaikan pembayaran kepada negara, Kementerian Keuangan sedang mengembangkan modul penerimaan negara (MPN). Sistem ini sekiranya dapat diintegrasikan dengan sistem pencatatan sektor minerba demi meningkatkan penerimaan negara. Dan sejalan dengan filosifi EITI bahwa melalui transparansi hasil pertambangan dapat diketahui oleh masyarakat dan dapat digunakan untuk pembangunan berkelanjutan, maka pelaksanaan EITI ke depan akan mendorong penerapan sistem yang terintegrasi. Hal ini juga akan memudahkan perusahaan dan instansi pemerintah dalam memonitor penerimaan negara serta produksi minerba dengan lebih baik. Transparansi perizinan pertambangan dan upaya mendorong peningkatan nilai tambah mineral Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri tentang peningkatan nilai tambah mineral yang merupakan mandat UU 4 Tahun Peraturan ini dapat mendorong berkembangnya industri pengolahan mineral melalui peningkatan nilai tambah mineral yang akan diekspor. Salah satu dampak dari peraturan ini adalah ditutupnya keran ekspor terhadap sejumlah mineral. Di sisi lain, investasi pembangunan smelter pengolahan mineral didorong untuk dapat mengolah mineral yang tak dapat diekspor tersebut. 3

4 Izin pembangunan smelter diperolah dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) serta kepada Kementerian ESDM. Sejumlah pihak menyebutkan bahwa proses perizinan ini memakan waktu cukup lama di samping itu prosesnya tidak cukup transparan. Dalam upaya untuk mendorong investasi smelter yang lebih baik dalam rangka meningkatkan nilai tambah mineral, maka transpsaransi perizinan menjadi faktor penting. Sejalan dengan pelaksanaan EITI, informasi standar yang perlu dibuka dapat mengacu pada Standar EITI. II. MAKSUD DAN TUJUAN Acara dimaksudkan untuk mempertemukan stakeholder industri ekstraktif migas dan pertambangan dalam rangka mendorong transparansi dan perbaikan tata kelola sektor ini. Acara ini bertujuan untuk: Sektor Migas 1. Membahas transparansi dalam sistem keuangan migas, sistem operasi terpadu, dan mekanisme penyelesaian perselisihan migas. 2. Membahas transparansi dan perbaikan perizinan untuk menciptakan iklim investasi sektor migas yang lebih baik di masa depan. Sektor Pertambangan Minerba 3. Membahas sistem penerimaan pertambangan yang terintegrasi demi meningkatkan penerimaan negara dan mencegah hilangnya potensi penerimaan pertambangan. 4. Membahas transparansi perizinan pertambangan terkait upaya mendorong peningkatan nilai tambah mineral untuk menciptakan iklim investasi sektor pertambangan yang lebih baik di masa depan. III. BENTUK KEGIATAN Bentuk kegiatan adalah seminar dan lokakarya di mana hari pertama adalah seminar dan hari kedua adalah kegiatan lokakarya dengan topik yang lebih mendalam. Acara Seminar pada hari pertama akan menghadirkan narasumber serta diskusi. Seminar pada hari pertama mengupas tentang Standar EITI dan relevansinya demi perbaikan tata kelola migas dan tambang di Indonesia. Acara Lokakarya pada hari kedua akan dibagi dalam 2 sektor, yaitu sektor migas dan sektor minerba. Narasumber menyampaikan materi utama dan akan ditanggapi oleh panelis yang terdiri dari instansi, akademisi, dan praktisi industri. Agenda selengkapnya disajikan pada Bagian VI di bawah. IV. UNDANGAN/PESERTA Perwakilan anggota Tim Pelaksana Transparansi Industri Ekstraktif dari : o Instansi Pemerintah : Kemenko Perekonomian, Kementerian ESDM, SKK Migas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, BPKP; 4

5 o Asosiasi Perminyakan Indonesia (Indonesian Petroleum Assosiation), Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (ICMA), dan Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA); o Pemerintah Daerah : Provinsi Riau, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Kalimantan Timur; o Wakil masyarakat dalam Tim Pelaksana; Kementerian Lingkungan Hidup; Kementerian Perhubungan; Komisi Pemberantasan Korupsi; Perwakilan pemerintah daerah penghasil migas, mineral dan batubara; Perwakilan perusahaan, KADIN, dan praktisi migas dan pertambangan minerba; Akademisi sektor migas dan pertambangan dari universitas; Organisasi masyarakat yang tertarik pada sektor migas dan pertambangan; Tim Peneliti dari Bank Dunia. Media cetak dan elektronik. V. WAKTU DAN TEMPAT Waktu Tempat : Selasa-Jumat, November 2014 (Lihat Agenda Acara di bawah) : Hotel Grand Royal Panghegar, Jl. Merdeka no. 2, Bandung VI. AGENDA ACARA Selasa, 11 November 2014 Check in dan registrasi peserta dari luar kota. Rabu, 12 November 2014 Waktu Acara Keterangan Registrasi Peserta Panitia Pembukaan dari Ketua Panitia (PPK EITI Indonesia) Sambutan oleh Deputi Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Ketua Tim Pelaksana Transparansi Industri Ekstraktif. Sambutan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, selaku Wakil Ketua Tim Pelaksana Transparansi Industri Ekstraktif Sesi I : Presentasi Laporan EITI Indonesia Tahap II, sektor migas dan minerba, temuan, dan rekomendasi laporan. Ketua Sekretariat Tim 5

6 Tanggapan dan diskusi : - Relevansi rekomendasi Laporan EITI Indonesia Tahap II terhadap perbaikan tata kelola migas dan tambang. - Diskusi Sesi II : Presentasi tentang Standar EITI tentang transparansi perizinan (dan kontrak) dan beneficial ownership, data produksi, dan operasi produksi migas dan tambang. Tanggapan dan diskusi : - Relevansi pelaksanaan Standar EITI tentang perizinan dan produksi dalam mendorong perbaikan tata kelola migas dan tambang di Indonesia. - Diskusi Pemateri : 1. Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan. 2. Pemerhati Industri Ekstraktif. Sekretariat Tim Transparansi Pemateri 1. Ditjen Minerba, Kemen ESDM. 2. Ditjen Migas, Kemen ESDM. 3. Pemerhati Industri Ekstraktif. Transparansi Makan siang dan istirahat Sesi III : Presentasi tentang Standar EITI tentang transparansi BUMN, pembayaran sosial, transfer kepada daerah, dan manajemen alokasi. Sekretariat Tim Transparansi Tanggapan dan diskusi : - Relevansi pelaksanaan Standar EITI transparansi BUMN, pembayaran sosial, transfer kepada daerah, dan manajemen penerimaan dalam mendorong perbaikan tata kelola migas dan tambang di Indonesia. - Diskusi Pemateri : 1. PT. Pertamina (Persero) 2. Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu. 3. Pemerhati Industri Ekstraktif. Transparansi Penutupan hari I Kedeputian ESDM, Kemenko Perekonomian. Kamis, 13 November Ruang Sektor Minyak dan Gas Bumi Daftar ulang dan foto bersama Panitia 6

7 Topik Sesi I : Transparansi penerimaan migas. 1. Mendorong pelaksanaan Sistem Operasi Terpadu lifting migas. 2. Transparansi cost recovery dan perbaikan mekanisme penyelesaian perselisihan. - Tanggapan instasi pemerintah, akademisi, dan praktisi migas. - Diskusi. Narasumber: 1. Direktorat Jenderal Migas 2. SKK Migas. 1. Deputi Pencegahan, KPK. 2. Akademisi ekonomi migas. 3. Praktisi migas Makan siang dan istirahat. Topik Sesi II : Upaya memperbaiki perizinan migas demi iklim investasi yang lebih sehat. Narasumber: Potret perizinan migas dan upaya perbaikannya. 2. Perizinan migas di Provinsi Kalimantan Timur dan fungsinya terhadap pembangunan Kaltim. - Tanggapan dari praktisi migas dan diskusi peserta. 1. Asisten Deputi Urusan Migas, Kemenko Ekon. 2. Bappeda Kalimantan Timur. Praktisi migas (KADIN) Penutupan dan pembagian sertifikat Panitia 2. Ruang Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Daftar ulang dan foto bersama Panitia Topik Sesi I : Transparansi dan perbaikan tata kelola penerimaan pajak dan bukan-pajak minerba. 1. Menggagas sistem terintegrasi untuk penerimaan pajak dan bukan-pajak sektor minerba. 2. Capaian koordinasi dan supervisi sektor minerba. - Tanggapan panelis dari instasi pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. - Diskusi. Narasumber: 1. Badan Kebijakan Fiskal (BKF). 2. Kedeputian Pencegahan, KPK. Panelis 1. Asisten Deputi Mineral dan Batubara, Kemenko Perekonomian. 2. Akademisi keuangan publik. 7

8 Makan siang dan istirahat. Topik Sesi II : Transparansi perizinan dan upaya perbaikan iklim investasi demi mendorong peningkatan nilai tambah mineral Penetapan wilayah izin pertambangan (WIP) dan perbaikan aplikasi perizinan eksplorasi, produksi dan pengolahan. 2. Upaya mendorong iklim investasi yang baik demi mendorong peningkatan nilai tambah mineral. - Tanggapan panelis dari akademisi dan praktisi pertambangan. - Diskusi. 1. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2. Praktisi pertambangan. Panelis 1. Akademisi bidang ekonomi. 2. Perwakilan perusahaan Penutupan dan pembagian sertifikat Panitia Jumat, 14 November Check out. 8