PENGUJIAN DAN ANALISIS HEAT REMOVAL FACTOR DAN HEAT LOSS COEFFICIENT PADA KOMBINASI FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR DAN PARABOLIC SOLAR CONCENTRATOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN DAN ANALISIS HEAT REMOVAL FACTOR DAN HEAT LOSS COEFFICIENT PADA KOMBINASI FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR DAN PARABOLIC SOLAR CONCENTRATOR"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGUJIAN DAN ANALISIS HEAT REMOVAL FACTOR DAN HEAT LOSS COEFFICIENT PADA KOMBINASI FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR DAN PARABOLIC SOLAR CONCENTRATOR SKRIPSI TEDDY HENDRA ZULKARNAIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGUJIAN DAN ANALISIS HEAT REMOVAL FACTOR DAN HEAT LOSS COEFFICIENT PADA KOMBINASI FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR DAN PARABOLIC SOLAR CONCENTRATOR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik TEDDY HENDRA ZULKARNAIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 2011

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii

4 HALAMAN PENGESAHAN iii

5 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan kasih-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak yang terkait. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. M. Idrus Alhamid selaku pembimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr.-Ing. Ir. Nasruddin M.Eng selaku Kepala Lab. Refrijerasi yang banyak memberikan saran dan masukan. 3. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan penuh secara moril dan materiil kepada Penulis selama penyelesaian skripsi ini. 4. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tugas akhir berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan tahun Rano Andrey selaku rekan kerja dalam skripsi ini yang selalu bersemangat dan pantang menyerah. 6. Ir. Ruli Nutranta, M.Eng, Ir. Darwin Rio Budi Syaka, M.T dan Ir. Yulianto, MT, Bpk. Yasin yang telah memberikan banyak ilmu, bantuan saran dan alat, dan pengalamannya dalam pembuatan alat pengujian. 7. Teman-teman di Lab. Refrijerasi yang banyak membantu dalam hal teori dan praktek. 8. Teman-teman dari Departemen Teknik Mesin 2007 yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Teman-teman di kos Batavia dan kantek yang selalu memberikan dukungan moril. iv

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS v

7 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Teddy Hendra Zulkarnain : Teknik Mesin : Pengujian dan Analisis Heat Removal Factor dan Heat Loss Coefficient pada Kombinasi Flat Plate Solar Collector dan Parabolic Solar Concentrator Untuk mencapai sasaran yang optimal dalam pemanfaatan energi panas matahari, perlu dilakukan pengujian dan analisis lebih lanjut terhadap performa yang dihasilkan oleh kombinasi kolektor pelat datar dan juga konsentrator parabolik. Pada tugas akhir ini, akan dibahas proses pengujian terhadap rangkaian tersebut dilihat bagaimana karakteristik dari heat removal factor dan overall heat loss coefficient yang dihasilkan alat tersebut. Pengujian dilakukan dengan menggunakan fluida air yang dialirkan melewati rangkaian 8 kolektor pelat datar dan dilanjutkan dengan pemanasan di konsentrator parabolik. Parameter yang diukur adalah temperatur air serta temperatur ambien, intensitas radiasi matahari, dan laju aliran massa. Dari perhitungan didapat nilai karakteristik overall heat loss coefficient untuk rangkaian seri meningkat tiap kolektornya mulai dari 9.27 W/m 2 K hingga 9.51 W/m 2 K begitu pula dengan rangkaian paralel mulai dari 9.38 W/m 2 K hingga 9.6 W/m 2 K. Sedangkan untuk nilai heat removal factor rangkaian seri menurun dari ke sedangkan pada rangkaian parallel bervariasi mulai dari hingga tergantung dari laju aliran masa yang mengalir di tiap kolektor. Untuk konsentrator parabolik memiliki heat loss coefficient W/m 2 K dan heat removal factor sebesar Kata Kunci : kolektor pelat datar, konsentrator parabolik, heat removal factor, heat loss coefficient vi

8 ABSTRACT Name Study Program Title : Teddy Hendra Zulkarnain : Mechanical Engineering : Testing and Analysis of Heat Removal Factor and Heat Loss Coefficient for Combined Flat Plate Solar Collector and Parabolic Solar Concentrator To achieve optimal utilization of solar thermal energy, need to do further testing and analysis of the performance generated by a combination of flat plate collector and parabolic concentrator. In this thesis, will be discussed about the testing process of that device to see how the characteristics of the heat removal factor and overall heat loss coefficient resulted by that device. Tests carried out using water that flowed through the fluid circuit of 8 flat plate collectors and followed by reheating on parabolic concentrator. Parameters measured in this test are fluid temperature and ambient temperature, solar radiation intensity, and mass flow rate. From the calculation, obtained overall heat loss coefficient for the series circuit increases each collector from 9.27 until 9.51 W/m 2 K as well as the parallel circuit starting from 9.38 up to 9.6 W/m 2 K. Meanwhile, the value of a series circuit heat removal factor decreased from to while in the parallel series ranging from to depends on mass flow rate which flows through each collectors. For parabolic concentrators, they have a heat loss coefficient of W/m 2 K and heat removal factor of Keywords : flat plate collector, parabolic concentrator, heat removal factor, heat loss coefficient vii

9 DAFTAR ISI JUDUL SKRIPSI... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR SIMBOL... xii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Metodologi Penulisan Sistematika Pembahasan DASAR TEORI Teori Sistem Sistem Pasif Sistem Aktif Pemanas Air Tenaga Surya Jenis-Jenis Rangkaian Kolektor Pelat Datar Rangkaian Tipe Paralel Rangkaian Tipe Seri Jenis - Jenis Solar Concentrator Teori dan Rumus Dasar Sistem Instalasi Kolektor Pelat Datar Koefisien Kerugian Kalor Total (Overall Heat Loss Coefficient) Energi Antar Pipa Menentukan koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja Faktor Pelepasan Kalor (Heat Removal factor) Kolektor Pelat Datar Teori dan Rumus Dasar Sistem Instalasi Konsentrator Parabolik Koefisien Kerugian Kalor Total (Overall Heat Loss Coefficient) Faktor Pelepasan Kalor (Heat Removal Factor) viii

10 2.8. Panas Keluar Rangkaian (F R U L ) PENGUJIAN DAN PENGOLAHAN DATA Prosedur Pengujian Spesifikasi Komponen Alat Uji Pengambilan Data Data Lokasi Tempat Data Irradiasi Data Temperatur dan Debit Aliran Kerugian Kalor Pada Kolektor Pelat Datar Koefisien Kerugian Kalor Bagian Atas Rangkaian Seri Koefisien Kerugian Kalor Bagian Atas Rangkaian Pararel Koefisien Kerugian Kalor Bagian Bawah Koefisien Kerugian Kalor Bagian Samping Koefisien Kerugian Kalor Total Faktor Pelepasan Kalor Kolektor Pelat Datar Efisiensi Sirip Absorber Kolektor Pelat Datar Faktor Efisiensi Kolektor Perhitungan Faktor Pelepasan Kalor Panas Keluar Rangkaian (F R U L ) Desain Optik Konsentrator Parabolik Rasio Konsentrasi Solar Concentrator Koefisien Kerugian Kalor & Faktor Pelepasan Kalor Konsentrator Parabolik Panas Keluar Rangkaian Konsentrator Parabolik ANALISIS HASIL PERHITUNGAN Analisis Perhitungan Kolektor Pelat Datar Koefisien Kerugian Kalor Total Parameter Faktor Pelepasan Kalor Faktor Pelepasan Kalor (Heat Removal Factor) Analisis Perhitungan Konsentrator Parabolik KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Penampang kolektor pelat datar... 8 Gambar 2.2. Rangkaian paralel pelat kolektor... 8 Gambar 2.3. Rangkaian seri pelat kolektor... 9 Gambar 2.4. Skema sistem konsentrator parabolik Gambar 2.6. Kerugian kalor pada bagian bawah Gambar 2.7. Keseimbangan energi pada elemen fluida Gambar 3.1. Skema sistem rangkaian seri Gambar 3.2. Skema sistem rangkaian paralel Gambar 3.3. Kondisi kolektor pelat datar Gambar 3.4. Pompa air SHIMIZU Gambar 3.5. Tangki air Gambar 3.6. Flowmeter Gambar 3.7. Pyranometer Kipp & Zonen CM Gambar 3.8. Konsentrator parabolik Gambar 3.9. Grafik perubahan koefisien kerugian kalor (heat loss coefficient) sepanjang waktu pengujian rangkaian seri Gambar Grafik perubahan koefisien kerugian kalor (heat loss coefficient) sepanjang waktu pengujian rangkaian parallel Gambar Hasil simulasi flow rate dengan Pipe Flow Expert Gambar Grafik perubahan nilai faktor pelepasan kalor (F R ) selama waktu pengujian, rangkaian seri Gambar Grafik perubahan nilai faktor pelepasan kalor (F R ) selama waktu pengujian, rangkaian paralel Gambar 4.1. Grafik perbandingan nilai rata-rata koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor pelat datar Gambar 4.2. Grafik perbandingan nilai rata-rata koefisien kerugian total pada kolektor pelat datar Gambar 4.3. Grafik perbandingan nilai rata-rata efisiensi sirip absorber pada kolektor pelat datar Gambar 4.4. Grafik perbandingan nilai rata-rata faktor efisiensi kolektor untuk kedua rangkaian Gambar 4.5. Grafik perbandingan nilai rata-rata faktor pelepasan kalor untuk kedua rangkaian Gambar 4.6. Grafik perbandingan nilai rata-rata F R U L untuk kedua rangkaian.. 49 x

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Konstanta untuk mencari bilangan Nusselt Tabel 3.1. Temperatur pelat absorber rangkaian seri Tabel 3.2. Koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor pelat datar rangkaian seri Tabel 3.3. Temperatur pelat absorber rangkaian paralel Tabel 3.4. Koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor pelat datar rangkaian paralel Tabel 3.5. Koefisien kerugian kalor total kolektor pelat datar rangkaian seri Tabel 3.6. Koefisien kerugian kalor total kolektor pelat datar rangkaian paralel Tabel 3.7. Efisiensi sirip absorber kolektor pelat datar rangkaian seri Tabel 3.8. Efisiensi sirip absorber kolektor pelat datar rangkaian paralel Tabel 3.9. Faktor efisiensi kolektor pelat datar rangkaian seri Tabel Variasi laju aliran masa masing-masing kolektor rangkaian paralel Tabel Variasi nilai bilangan Reynolds, Prandtl, dan Nusselt pada kolektor rangkaian paralel Tabel Variasi nilai koefisien transfer konveksi masing-masing kolektor rangkaian paralel 37 Tabel Faktor efisiensi kolektor pelat datar rangkaian paralel Tabel Faktor pelepasan kalor masing-masing kolektor rangkaian seri Tabel Faktor pelepasan kalor masing-masing kolektor rangkaian paralel Tabel Panas keluar rangkaian masing-masing kolektor untuk kedua rangkaian xi

13 DAFTAR SIMBOL A c : luas panel kolektor (m 2 ) G T : iradiasi (W/m 2 ) (ηα) : transmitansi-absorptansi U L : koefisien kerugian kalor total (W/m 2 K) U t : koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor (W/m 2 K) U b : koefisien kerugian kalor bagian bawah kolektor (W/m 2 K) U e : koefisien kerugian kalor bagian samping kolektor (W/m 2 K) N : jumlah kaca penutup v : kecepatan angin (m/s) ε c ε p : emisivitas cover : emisivitas pelat absorber ζ : konstanta Stefan Boltzman (5.67x10 8 W /m 2.K 4 ) T p : temperatur pelat absorber ( o C) T a : temperatur ambient ( o C) k : konduktivitas termal bahan (W/m.K) W : jarak antara pipa absorber di dalam pelat kolektor Di : diameter dalam pipa absorber (m) Do : diameter luar pipa absorber (m) Q u F : performa panel kolektor (J) : efisiensi sirip absorber ρ : massa jenis (kg/m 3 ) μ : viskositas dinamik (Ns/m 2 ) F C b : faktor efisiensi kolektor : konduktivitas termal perekat (W/m.k) h fi : koefisien transfer konveksi (W/m 2 K) Re : nilai bilangan Reynolds m : laju aliran massa (kg/s) L : panjang (m) Pr : nilai bilangan Prandtl xii

14 C p Nu F R Cr : kalor jenis (J/kg.K) : nilai bilangan Nusselt : faktor pelepasan kalor : rasio konsentrasi A a : luas apertura (m 2 ) A r : luas penampang absorber (m 2 ) hw : koefisien transfer konveksi angin (W/m 2 K) hr : koefisien transfer radiasi (W/m 2 K) Uo : koefisien perpindahan kalor total (W/m 2 K) xiii

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini karena makin banyak diciptakan alat alat yang memerlukan lebih banyak energi dan mulai menggantikan pekerjaan pekerjaan manusia yang manual dan konvensional. Sumber energi dapat digolongkan menjadi dua yaitu sumber energi yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui. Bahan bakar fosil merupakan contoh sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang penggunaannya paling besar hingga saat ini. Namun sangat disayangkan, cadangan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil kian menipis. Ketersediaannya diperkirakan tidak lebih dari 40 tahun lagi. Penggunaan energi yang bersumber pada bahan bakar fosil, khususnya minyak bumi, mengalami goncangan yang sangat hebat ketika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di masyarakat tentang apa yang akan terjadi jika suatu waktu dimasa depan dunia mengalami krisis energi akibat habisnya sumber bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara. Kemungkinan yang muncul adalah beragam namun demikian hal yang mungkin terjadi adalah timbulnya kekacauan dunia akibat krisis energi. Banyak alternatif sumber energi terutama yang dapat diperbaharui seperti energi matahari, panas bumi, gelombang laut, dan lain lain. Kata alternatif mengandung arti pengganti bahan bakar fosil yang umum dipakai. Namun dari sekian banyak jenis sumber energi alternatif, energi matahari paling banyak dikembangkan karena ketersediaannya yang tidak terbatas dan cukup besar. Efisiensi alat alat konversi energi matahari terus ditingkatkan guna mendapatkan energi yang lebih besar lagi. Usaha untuk melakukan gerakan penghematan dan konservasi energi inilah yang menjadi latar belakang dan tugas akhir kami. Tugas akhir ini akan membahas perhitungan nilai efisiensi suatu sistem peralatan berbasiskan energi 1

16 2 alternatif yang bersumber dan panas radiasi matahari. Pembahasan pengaplikasian energi alternatif ini akan kami tinjau dari pengujian alat uji pengkoleksi atau boleh dikatakan pemanen energi matahari yang bertipe kolektor pelat datar (flat plate collector) yang dirangkai secara seri dan parallel dan konsentrator parabolik. Alat konversi energi matahari berjenis kolektor pelat datar ini umumnya digunakan sebagai pemanas air dalam skala kebutuhan rumah tangga (residential). Namun demikian, dalam kebutuhan yang lebih besar pemberdayaan alat ini tidak terbatas pada pemanasan air semata, tercapai peluang besar pengaplikasian energi yang bersumber dan radiasi matahari ini di bidang lain di masa mendatang. Salah satu dasar pertimbangan penggunaan alat ini adalah mudah dibuat dan tidak membutuhkan teknologi yang cukup rumit untuk penggunaannya dalam skala rumah tangga. Faktor ini merupakan sebuah peluang bahwa kita dapat memicu kesadaran dan kemauan masyarakat untuk menggunakan alat ini sebagai pengganti pemanas air listrik. Tentunyà harapan ini harus ditunjang dengan daya dan usaha memperkenalkan sistem dan alat ini kepada masyarakat dengan berbagai keuntungannya. Untuk memudahkan perwujudan hal ini, maka kami mencari nilai karakteristik kolektor pelat datar dan konsentrator parabolik. Nilai efisiensi dan sistem kolektor pelat datar dan konsentrator parabolik dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam optimasi sebuah sistem yang sedang dirancang maupun yang sudah berjalan. Adanya nilai efisiensi ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengembangan sistem yang lebih baik serta mendetil di masa mendatang sehingga penghematan dan konservasi energi dimasa datang menjadi nyata Perumusan Masalah Pemanas air tenaga surya yang diuji terdiri dari 8 kolektor pelat datar yang dapat dirangkai seri maupun parallel serta dilanjutkan dengan pemanasan di konsentrator parabolic. Kemudian dilihat karakteristik heat removal factor dan heat loss coefficient yang dihasilkan oleh kedua alat tersebut pada debit aliran 5 LPM serta perbandingan kolektor pelat datar dan konsentrator parabolik.

17 3 Permasalahan yang akan dibahas pada penulisan ilmiah ini mencakup: Kajian teoritis mengenai sistem kolektor pelat datar dan parabolik Proses pengujian kedua sistem Analisis hasil pengujian kedua sistem dengan konfigurasi rangkaian seri dan paralel Tujuan Tujuan penulisan ilmiah ini adalah: Memperbaiki rangkaian kolektor pelat datar dan membuat ulang konsentrator parabolik Melakukan eksperimen pengujian terhadap kedua sistem tersebut Menghitung dan membuat analisis heat removal factor dan heat los coefficient dari data yang dihasilkan dalam pengujian Dengan melakukan kegiatan di atas, diharapkan dapat diketahui bagaimana karakteristik yang khusus dari setiap jenis pemanas air yang diuji serta optimasi penggunaannya yang paling baik Metodologi Penulisan Metodologi penulisan pada penulisan ilmiah ini ialah sebagai berikut: 1. Penelusuran Literatur Penelusuran literatur dilakukan dengan melakukan studi: Studi literatur mengenai materi yang diperlukan untuk pembuatan simulasi melalui buku-buku referensi dan media elektronik internet. Studi lapangan juga dilakukan dengan melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang berkecimpung di bisnis pemanas air tenaga surya kolektor pelat datar. 2. Proses Perbaikan dan Pembuatan Proses ini terdiri atas beberapa tahap yaitu:

18 4 Perbaikan sistem instalasi dan pengujian kolektor pelat datar Pembuatan ulang konsentrator parabolik 3. Pengujian dan Pengambilan Data Pengujian dan pengambilan data ini terdiri atas beberapa tahap yaitu: Kalibrasi alat ukur Pengujian dan pengambilan data Evaluasi dan perbaikan 4. Perhitungan Perhitungan sistem ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu: Penentuan rangkaian sistem Pengasumsian variabel-variabel data tertentu Pengolahan data awal dan data inti Pembuatan tabel hasil pengolahan data dan grafik 5. Analisis Hasil Uji Hasil analisis meliputi: Analisis overall heat loss coefficient Analisis heat removal factor Analisis perbandingan sistem 1.5. Sistematika Pembahasan Penulisan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB 1 Pendahuluan Menjleaskan mengenai latar belakang penulisan, tujuan, pembatasan masalah, metodologi penulisan serta sistematika pembahasan yang digunakan. BAB 2 Dasar Teori Membahas beberapa teori mengenai sistem instalasi kolektor pelat datar dan konsentrator parabolik. BAB 3 Pengujian dan Pengolahan Data Membahas mengenai proses pengujian sistem serta perhitungan lanjutnya. BAB 4 Analisis Hasil Perhitungan

19 5 Membahas mengenai analisis sistem berdasarkan hasil pengujian dari masing-masing rangkaian berdasarkan variabel-variabel data yang dihasilkan. BAB 5 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari analisis pengujian sistem serta saran untuk pengembangan kedepannya.

20 BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Teori Sistem Secara umum definisi sistem ialah gabungan komponen-komponen dengan fungsi sederhana untuk menghasilkan sebuah daya usaha yang mampu mengolah pekerjaan yang lebih rumit. Sistem instalasi kolektor pelat datar ialah sebuah sistem yang mendaya gunakan energi matahari untuk memanaskan fluida kerja baik cair maupun gas melalui sebuah kolektor pelat datar atau rangkaiannya sebagai alat pemanen atau pembangkit panas yang dihasilkan dari radiasi matahari. Sistem instalasi kolektor pelat datar umumnya dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu : 1. Sistem Pasif 2. Sistem Aktif Sistem Pasif Sistem ini hanya mengandalkan energi panas hasil radiasi matahari sebagai penggerak fluida dalam sistem. Sistem ini lebih hemat energi karena tidak menggunakan energi tambahan Sistem Aktif Sistem ini juga sering disebut forced system, sistem ini menggunakan pompa atau kipas, tergantung fluida kerjanya, dalam pensirkulasian fluida sistem. Sistem ini umumnya dipilih untuk keperluan pemanasan fluida dengan kapasitas besar. Sistem aktif menggunakan energi tambahan yaitu energi listrik untuk menggerakkan pompa atau kipas sebagai penggerak fluida. 6

21 7 Pompa berarti biaya tambahan yaitu listrik untuk penyalaan pompa. Cara untuk mengakali biaya ini ialah dengan menggunakan kontroler baik kontrol onoff TDC (Temperature Difference Controller) maupun kontroler terkomputerisasi. Keuntungan dari penggunaan TDC ialah penghematan energi dari penggunaan pompa. Sistem aktif dengan penggunaan TDC memiliki kelebihan antara lain cepatnya pencapaian suhu yang merata dari fluida kerja dan kemampuan untuk mempertahankan temperatur fluida pada batas yang dikehendaki Pemanas Air Tenaga Surya Pemanas Air Tenaga Surya atau Solar Water Heater adalah alat pengumpul panas dari energi matahari yang digunakan untuk memanaskan air. pemanasan air ini menggunakan kolektor surya sebagai komponen utamanya. Menurut Duffie & Beckman pada bukunya "Solar Engineering of Thermal process", 1992, kolektor surya adalah jenis alat penukar kalor yang mengubah energi radiasi menjadi kalor. Menurut standard ASHRAE definisi kolektor surya adalah alat yang didesain untuk menyerap radiasi matahari dan mentransfer energi tersebut ke fluida yang melaluinya Jenis-Jenis Rangkaian Kolektor Pelat Datar Panel kolektor pelat datar adalah komponen penting dari sistem pemanas air tenaga surya. Energi termal dapat diteruskan melalui pelat tersebut menuju fluida yang berada di dalamnya. Kolektor surya pelat datar dapat di desain untuk suatu aplikasi yang membutuhkan transfer energi pada suhu menengah sampai 100 o C di atas temperatur ambient. Komponen terpenting dalam kolektor surya pelat datar adalah pelat absorber yaitu bagian yang menerima radiasi energi matahari dan mengubahnya menjadi energi kalor. Pelat tersebut mentransfer panas yang dihasilkan ke fluida kerja. Rangkaian kolektor pada sistem merupakan sebuah permasalahan penting yang dapat menentukan tingkat efisiensi dari sistem keseluruhan. Sistem ini secara mendasar terbagi atas 2 tipe, tipe paralel dan seri.

22 8 Gambar 2.1. Penampang kolektor pelat datar Rangkaian Tipe Paralel Rangkaian tipe ini merupakan rangkaian kolektor dengan cara pembagian jalur jalan fluida per kolektor. Pembagian jalan fluida per kolektor berarti setiap kolektor memiliki satu jalur air masuk dan satu jalur air keluar sendiri-sendiri. Skema rangkaian paralel ditunjukkan gambar di bawah Gambar 2.2. Rangkaian paralel pelat kolektor Rangkaian Tipe Seri Rangkaian tipe ini merupakan rangkaian kolektor dimana panel kolektor dihubungkan secara berderet. Pada rangkaian ini jalur masukan dan keluaran fluida terhubung langsung dari satu kolektor ke kolektor lainnya.

23 9 Gambar 2.3. Rangkaian seri pelat kolektor Jadi setiap deret atau seri kolektor hanya mempunyai satu jalur air masuk asli yang berada di kolektor awal dan satu jalur air keluar asli yang berada di kolektor terakhir. Pada rangkaian ini jalur masuk air panel kedua ialah jalur keluar air panel pertama sehingga air pada panel kedua sudah terlebih dahulu dipanaskan oleh panel pertama. Skema rangkaian seri ditunjukkan Gambar Jenis - Jenis Solar Concentrator Untuk keperluan temperatur yang lebih tinggi maka digunakan concentrating solar concentrator. Sinar matahari yang jatuh pada permukaan pemantul (reflektif) dipantulkan ke permukaan yang lebih sempit (absorber) sebelum dikonversi menjadi panas. Dengan cara ini, absorber menyerap energi yang terkonsentrasi dari pantulan reflektor dan mendapatkan temperatur yang lebih tinggi. Sebelum heat loss akibat radiasi dan konveksi, energi telah terkumpul. Ada empat jenis solar concentrator yang biasa digunakan yaitu parabolic concentrator, parabolic dish central reciever dan fresnel lense. Parabolic concentrator mengumpulkan radiasi sinar matahari yang datang menjadi satu garis sepanjang titik fokus parabola. Pipa penerima (kolektor) yang dialiri fluida ditempatkan, sepanjang garis fokal ini kemudian menyerap radiasi sinar matahari yang terkonsentrasi untuk meneruskan aliran fluida di dalarnnya. Parabola harus diarahkan (tracked) pada satu sumbu setiap beberapa waktu karena posisi matahari yang berubah-ubah. Karena luas permukaan penerima lebih kecil dari pada luas permukaan pemantul, bisa didapat temperatur lebih dari 100 o C tanpa heat loss yang berarti.

24 10 Ditinjau dari jenis solar collector, pemanas air tenaga surya ini miliki berbagai jenis antara lain flat plate collector, evacuated tube collector, dan concentrating collector. Untuk tipe concentrating collector yang biasa digunakan untuk pernanas air adalah jenis parabolic through concentrator. Gambar 2.4. Skema sistem konsentrator parabolik Komponen terpenting dari parabolic through concentrator adalah konsentrator dan pipa penyerap. Sinar matahari yang datang dari satu arah terdistribusi merata dipantulkan ke arah suatu garis fokal dimana pipa absorber ditempatkan. Luas bidang pemantul/konsentrator yang menerima sinar akan mengintensifkan sinar ke area yang lebih sempit (pipa penyerap). Dengan demikian temperatur yang dibangkitkan dapat lebih tinggi dari pada dengan sinar langsung.

25 11 Pemanasan air terjadi di dalam pipa penyerap secara konveksi dari pipa ke air. Air ini mengalir sehingga terjadi proses pertukaran kalor. Panas ini yang berasal dari kumpulan sinar matahari yang dipantulkan oleh konsentrator secara radiasi diteruskan ke pipa. Di dalam pipa sendiri panas mengalir secara konduksi. Temperatur air yang dapat dibangkitkan parabolic through concentrator dapat mencapai di atas 100 o C sehingga banyak dimanfaatkan untuk steam generation pada pembangkit listrik maupun industri Teori dan Rumus Dasar Sistem Instalasi Kolektor Pelat Datar Radiasi surya yang mengenai absorber melalui cover kaca akan diabsorbsi oleh absorber pelat hitam, kemudian kalor yang dihasilkan ditransfer ke fluida kerja yang mengalir dalam pipa-pipa dibawah absorber. Pemakaian cover tersebut dimaksudkan untuk mengisolasi energi radiasi surya yang sudah mengenai absorber, sehingga energi radiasi surya (terutama inframerah) dapat dengan maksimal ditransfer ke fluida kerja. Transfer energi radiasi surya ke absorber dapat dijelaskan dengan persamaan neraca energi berikut E acc = E in E out (2.1) m P c P dt P dt = A C G T α τ Q U + A C U L (T p T a ) (2.2) Pada kondisi steady state, performa kolektor merupakan kesetimbangan energi yang mengindikasikan distribusi dari energi radiasi matahari menjadi energi yang berguna, kehilangan panas, dan kehilangan optik. Karena steady state maka m P c P dt P dt = 0, sehingga Q U = A C G T α τ U L (T p T a ) (2.3) dimana Q U = performa dari kolektor, A C = luas bidang tangkap absorber terhadap radiasi surya; G T α τ = intensitas radiasi surya yang jatuh tegak lurus pada absorber; α = koefisien absorptivitas absorber; τ = koefisien transmisivitas cover; U L = koefisien kerugian kalor total; T P = temperatur absorber; T a = temperatur lingkungan (ambient).

26 Koefisien Kerugian Kalor Total (Overall Heat Loss Coefficient) Kerugian kalor dari absorber terjadi pada bagian atas, samping dan bawah absorber, sehingga U L = U t + U b + U e (2.4) Dimana U L = koefisien kerugian kalor total; U t = koefisien kerugian kalor bagian atas; U b = koefisien kerugian kalor bagian bawah; U e = koefisien kerugian kalor bagian samping Kerugian Kalor Bagian Atas Panas yang hilang dari bagian atas pelat penyerap karena adanya konveksi alam dan radiasi dari bagian dalam pelat kolektor ke permukaan kaca. Dan panas ini dikonduksikan melalui kaca ke permukaan luarnya yang kemudian dipindahkan ke atmosfer luar secara konveksi dan radiasi. Namun biasanya pada pelat kolektor, kerugian kalor secara konduksi diabaikan sebab tebal cover dan sirip pelat absorber kecil sehingga perbedaan temperatur tidak begitu signifikan. Gambar 2.5. Koefisien kerugian kalor pada bagian atas Nilai koefisien kerugian kalor bagian atas secara teori dapat didekati dengan persamaan berikut :

27 13 U t = 1 R p c1 + R c1 c2 + R c2 a = 1 1 hc,p c1 + hr,p c1 + 1 hc,c1 c2 + hr,c1 c2 + 1 h wind + hr,c2 a (2.5) Dimana dengan mempergunakan persamaan Empiric S.A. Klein yang telah dimodifikasi oleh Agarwal dan Larson, maka kerugian kalor bagian atas : 1 U t = C Tp N Tp Ta N+ ƒ h wind + σ (T p + T a ) (T p 2 + T a 2 ) ε p N (1 ε p ) 1 + 2N + ƒ 1 εc N (2.6) Dengan h wind = v (W/m 2.K) ƒ = ( h wind h 2 wind ) ( N) C = 250 ( (β 90 o )) Keterangan : v N ε c ε p = Kecepatan angin diatas permukaan cover paling atas (m/s) = Jumlah penutup/cover = Emisivitas cover = Emisivitas pelat absorber ζ = Konstanta Stefan Boltzman (5.67x10 8 W /m 2.K 4 ) T p T a = Temperatur pelat absorber (K) = Temperatur lingkungan (K) Kerugian Kalor Bagian Bawah Kerugian kalor pada bagian bawah terjadi secara konduksi dari absorber ke panel bawah (bottom of panel), sedangkan kerugian konveksi dan radiasi diabaikan sebab nilainya lebih kecil dibandingkan kerugian secara konduksi.

28 14 Gambar 2.6. Kerugian kalor pada bagian bawah Nilai koefisien kerugian kalor bagian bawah didekati dengan persamaan berikut : U b = k L (2.7) dimana k = konduktivitas termal insulator bagian bawah; L = tebal insulator Kerugian Kalor Pada Bagian Samping Nilai koefisien kerugian kalor bagian samping juga didekati dengan persamaan berikut : dimana UA = k/l x keliling kolektor x ketebalan kolektor U e = (UA ) edge A c (2.8) Energi Antar Pipa Besarnya fluks kalor antar pipa melalui sirip-sirip penghubung pipa dirumuskan : q fin = W D. F S U L T b T a (2.9) dimana F adalah efisiensi sirip, yaitu perbandingan panas yang dipindahkan ke dalam sirip dibagi dengan panas yang dipindahkan apabila seluruh sirip itu ada pada temperatur dasar. F dirumuskan sebagai berikut : F = tanh m W D 2 m W D 2 (2.10) Dimana F' adalah faktor efisiensi fluks kalor ke fluida kerja dalam pipa, yang dirumuskan :

29 15 F = W 1 U L (2.11) 1 U L D + W D.F C b π D i h fi D i = diameter dalam pipa, C b = k b. D γ, h fi = koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja. = konduktansi perekat (bond conductance) Menentukan koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja 1. Mencari bilangan Reynolds Dalam mekanika fluida, bilangan Reynoldss adalah rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskos yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini merupakan bilangan tanpa dimensi dan digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misalnya laminar dan turbulen. Dalam mencari bilangan Reynolds Dapat menggunakan persamaan berikut : Re = 4 m D i. π. μ μ = viskositas dinamik fluida 2. Mencari bilangan Prandtl Bilangan Prandtl merupakan parameter yang menghubungkan antara medan kecepatan dan medan suhu. Besarnya bilangan Prandtl dihitung dengan persamaan berikut : Pr = C p. μ k 3. Mencari nilai bilangan Nusselt Bilangan berikutnya yaitu bilangan Nusselt, bilangan ini dapat diartikan sebagai kebalikan (inverse) terhadap tebal lapisan batas kalor. Cari nilai dari kemudian dari persamaan berikut dapat ditentukan nilai bilangan Nusselt (Nu), L adalah panjang pipa dalam kolektor. Nu = Nu + a Re Pr D i /L m 1+b Re Pr D i /L n (2.12)

30 16 Dengan nilai konstanta a, b, m dan n dari tabel berikut : Tabel 2.1. Konstanta untuk mencari bilangan Nusselt Prandtl Number a b m n Nu Faktor Pelepasan Kalor (Heat Removal factor) Kolektor Pelat Datar Gambar 2.7. Keseimbangan energi pada elemen fluida m /n C p T f y m /n C p T f y+ y + q u. y = 0 (2.13) Bagi persamaan diatas dengan y dan limitkan y 0, dan substitusikan persamaan untuk energi antara pipa maka akan dihasilkan persamaan berikut : dt f dy n.w.f S U m.c L T f T a = 0 (2.14) p Dimana n.w = Ac. Karena F' dan UL tergantung pada dimensi/ukuran kolektor dan bahan yang digunakan dalam kolektor maka dapat diasumsikan keduanya bernilai konstan untuk suatu rancangan tertentu, sehingga menjadi T fo T a S U L T fi T a S U L = exp A c U L F m C p (2.15)

31 17 dimana T fi = temperatur fluida masuk kolektor, T fo = temperatur fluida keluar dari kolektor; C p = kapasitas kalor fluida kerja; m = jumlah massa fluida kerja yang dapat ditransfer tiap detik (kg/s). Dengan mengetahui besarnya faktor efisiensi fluks kalor ke fluida kerja dalam pipa (F' ), kita dapat menentukan besarnya faktor pelepasan kalor (F R ) dari kolektor. Faktor pelepasan kalor didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna yang dapat dikumpulkan terhadap energi yang mungkin dikumpulkan, apabila temperatur fluida sepanjang pipa adalah sama dengan temperatur masuk. Dalam bentuk persamaan dasarnya F R adalah sebagai berikut : m C p T fo T fi F R = A c S U L T fi T a (2.16) F R = m C p A c U L 1 S U L T fo T a S U L T fi T a (2.17) Dengan mensubstitusikan persamaan di atas dengan persamaan (2.15) maka akan diperoleh : F R = m C p A c U L 1 exp A c U L F m C p (2.18) 2.7. Teori dan Rumus Dasar Sistem Instalasi Konsentrator Parabolik Parabola adalah himpunan titik-titik yang jaraknya terhadap suatu titik F (titik fokus) sembarang dan suatu garis lurus sembarang (sejajar sumbu-x atau sumbu-y) adalah sama. Secara matematis, parabola memiliki persamaan y = x 2 /4P dengan x, y sumbu koordinat dan P adalah jarak titik fokus ke pusat kelengkungan parabola (vertex) dengan pusat vertex berada pada (0,0). Concentrating ratio (Cr) merupakan faktor penting dalam perhitungan solar concentrator. Secara teori peningkatan concentrating ratio meningkatkan performa dan efisiensi solar concentrator. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini membutuhkan keakuratan sudut tracking.

32 18 Concentrating ratio dinyatakan dengan: Cr = Aa Ar (2.19) Dari sini dapat dikatakan bahwa untuk memperbesar concentrating ratio dapat dilakukan dengan memperluas bidang pemantul atau mempersempit bidang receiver. Luas penampang pipa absorber (Ar) adalah luas keseluruhan dari pipa yang menyerap pantulan sinar dari konsentrator. Sedangkan luas apertura (Aa) adalah luas bidang datar dari parabola yang didapat dengan mengalikan panjang dengan lebar pandangan dari atas parabola. Jadi luas apertura bukan luas pelat sebelum ditekuk mengikuti bentuk kurva melainkan dengan mengikuti lebar kayu penopang Koefisien Kerugian Kalor Total (Overall Heat Loss Coefficient) Panas yang diberikan untuk memanaskan air tidak semuanya terpakai. Sebagian terbuang menjadi kerugian. Kerugian panas ini timbul dengan tiga cara yaitu : radiasi, konveksi, dan konduksi. Ketiganya dinyatakan dalam koefisien kerugian kalor total. Dalam perhitungan overall heat loss coefficient, U L, dengan menganggap pipa absorber tanpa cover sebagai penerima pantulan sinar radiasi. Asumsikan tidak ada perbedaan temperatur di sekitar pipa. Heat transfer coefficient karena konveksi (hw), radiasi (hf) dan konduksi (Ucond) pada struktur dinyatakan dengan : U L = hw + hr + Ucond (2.20) Koefisien konveksi akibat angin/udara menurut persamaan McAdams : Koefisien radiasi dihitung dengan hw = v (2.21) hr = 4ζεT3 (2.22) Sedangkan koefisien perpindahan panas total (overall heat transfer coefficient), Uo, didapat dengan menjumlahkan semua tahanan panas dari heat loss, konduksi pipa dan konveksi pemanasan air/fluida. Sehingga dapat ditulis sebagai berikut : U o = 1 U L + D o + D o ln D o h fi D i 2k D i 1 (2.23)

33 19 Dengan : Do = diameter luar pipa kolektor (m) Di = diameter dalm pipa kolektor (m) h fi = keofisien perpindahan panas konveksi air/fluida (W/m 2 C) K = koefisien perpindahan panas konduksi pipa (W/m o C) Faktor Pelepasan Kalor (Heat Removal Factor) Faktor pelepasan panas adalah perbandingan antara energi berguna yang dikumpulkan terhadap energi berguna yang mungkin dikumpulkan apabila temperatur fluida sepanjang pipa sama dengan temperatur fluida masuk. Dengan : F R = m C p A c U L 1 exp A c U L F m C p (2.24) F R m Cp F = faktor pelepas panas = laju aliran masa fluida (kg/s) = kapasitas panas air (kj/kg) = faktor efisiensi kolektor Faktor efisiensi kolektor merupakan perbandingan koefisien perpindahan kalor total terhadap koefisien heat loss total. Untuk mencari faktor efisiensi kolektor digunakan persamaan dibawah ini : F = 1 U L 1 + D o + D o ln D o U L h i D i 2k D i (2.25) Dengan : hi k = koefisien perpindahan panas di dalam pipa = koefisien perpindahan panas konduksi 2.8. Panas Keluar Rangkaian (F R U L ) Faktor pemindahan panas kolektor (collector heat removal factor), F R adalah besaran yang membandingkan perolehan energi berguna kolektor yang

34 20 sebenarnya terhadap perolehan energi berguna bila seluruh permukaan kolektor berada pada temperatur fluida masuk. Sedangkan overall heat loss coefficient menjelaskan ukuran dari kemampuan keseluruhan dari serangkaian hambatan konduktif dan konveksi untuk mentransfer panas. Jadi, besar kerugian panas (overall heat loss) dikali dengan faktor pemindah panas (heat removal factor), F R U L, menunjukkan panas yang keluar dari rangkaian setiap meter perseginya.

35 BAB 3 PENGUJIAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengujian yang dilakukan berupa pengambilan data-data eksperimen berupa temperatur, debit air dan besamya irradiasi matahari selama proses pengujian dilaksanakan. Peralatan uji yang digunakan adalah pemanas air tenaga surya yang terdiri dan 8 buah panel kolektor pelat datar yang dirangkai secara seri maupun parallel yang kemudian diserikan lagi terhadap 2 buah konsentrator parabolik yang tersusun seri. Sistem yang digunakan adalah sistem aktif dengan menggunakan sebuah pompa air untuk mengalirkan fluida kerja ke dalam rangkaian. Sebuah flowmeter dipasang pada aliran masuk rangkaian untuk menghitung besarnya debit air selama pengujian dilakukan, untuk menghitung besamya temperatur fluida kerja maka pada jalur masuk dan keluar tiap panel kolektor masing-masing dipasang sebuah termokopél. Pembacaan temperatur dilakukan dengan alat pembaca elektronik Autonics tipe T4WM. Besarnya radiasi matahari diukur dengan pyranometer Kipp & Zonen tipe CM5 dengan daerah sensitivitas 9 15 mv / W/m2. Pengambilan data berupa tegangan output yang dibaca oleh multimeter Fluke tipe Prosedur Pengujian Pengujian ini menggunakan delapan unit kolektor tenaga surya pelat datar yang dapat dirangkai secara seri dan parallel. Pengaturan tipe rangkaian dilakukan dengan mengatur bukaan katup pada pipa sepanjang aliran yang dilalui fluida kerja. Untuk mengetahui distribusi temperatur selania pengujian dipasang sensor temperatur berupa termokopel pada aliran masuk dan keluar setiap unit kolektor serta sebuah termokopel untuk mengukur temperatur lingkungan. Fluida kerja adalah berupa air yang ditampung pada tangki penampung yang berukuran 1m x 1m x 1m, sehingga volume total air yang digunakan sebanyak 1000 liter. Air disirkulasikan dengan menggunakan pompa air yang 21

36 22 memiliki kapasitas debit maksimum sebesar 33 ltr / menit. Selama pengujian, debit air diukur dengan sebuah flowmeter yang dipasang in line pada aliran masuk rangkaian. Data irradiasi matahari diukur dengan menggunakan pyranometer yang dipasang sesuai dengan posisi kemiringan kolektor. Data-data hasil pengujian dicatat setiap 5 menit dengan rentang waktu 6 jam setiap pengujian berlangsung. Gambar 3.1. Skema sistem rangkaian seri Gambar 3.2. Skema sistem rangkaian paralel

37 Spesifikasi Komponen Alat Uji Peralatan uji yang digunakan terdiri dan beberapa komponen peralatan yaitu: 1. Panel Kolektor Pelat Datar Merupakan unit kolektor tenaga surya yang di dalamnya terdapat pelat absorber, pipa header inlet dan outlet yang dihubungkan oleh pipa-pipa raiser. Unit ini menggunakan isolator polyurethane dan penutup kaca tipe tunggal. Ukuran pipa header 0,5 dan pipa raiser 0,25. Setiap unit kolektor dirangkai oleh pipa tembaga yang berukuran ¼ yang diisolasi oleh material aeroflex untuk mencegah terjadinya penurunan temperatur akibat kehilangan panas. Spesifikasi panel kolektor pelat datar yang digunakan adalah sebagai berikut: - Luasan absorber : m x m. - Absorber material : Al Alloy (a198), Nickel Black on galvanized iron. - Pipa : Tembaga - Casing kolektor : Zincalume - Penutup atas : Misliteglasses 5 mm. - Isolator : Polyurethane PU dan Polyurethane Toho - Tekanan kerja maksimum : 4 bar - Berat kosong : 46 kg - Berat penuh : 48,5kg

38 24 Gambar 3.3. Kondisi kolektor pelat datar 2.Katup Peralatan uji yang digunakan merupakan rangkaian dan 8 buah panel kolektor pelat datar yang dapat dirangkai secara seri dan parallel maupun kombinasinya. Pada pengujian ilmiah ini, hanya digunakan tipe rangkaian seri semua dan parallel semua. Pemilihan tipe rangkaian ini diatur oleh katup yang dipasang pada pipa-pipa aliran sehingga aliran air dapat diatur sesuai dengan tipe rangkaian yang diinginkan. Total jumlah katup yang digunakan adalah 22 buah katup pengatur aliran dan 2 buah katup tambahan sebagai katup pembilasan, selain itu juga terdapat 1 buah katup pengatur debit aliran air. 3.Pompa Air Rangkaian yang dipakai merupakan sistem aktif tertutup dimana air disirkulasikan terus menerus selama pengujian berlangsung sehingga membutuhkan pompa untuk mengalirkan air. Tipe pompa yang digunakan adalah Shimizu 130 BT dengan kapasitas maksimum 33 liter / menit dan daya 125 W.

39 25 Gambar 3.4. Pompa air SHIMIZU Tangki Air Media penampung air yang digunakan adalah berupa tangki air berukuran lmx 1m x 1m berbahan plastik. Pada pengujian kali ini media penampung tidak digunakan sebagai penampung yang dapat menyimpan panas yang telah didapat oleh air karena tangki air ini tidak diisolasi oleh material isolator. Gambar 3.5. Tangki air 5. Sensor Temperatur Untiik mengukur temperatur yang telah dicapai selama pengujian berlangsung, digunakan termokopel sebagal sensor temperatur yang dipasang pada inlet dan outlet panel kolektor. Total termokopel yang digunakan berjunilah

40 26 21 buah. Jenis termokopel yang digunakan adalah termokopel tipe K dengan material junction nickel-chromium dan nickel-aluminum. Pembacaan temperatur menggunakan indikator temperatur Autonics digital tipe T4WM. 6. Flowmeter Pembacaan data debit aliran air menggunakan flowmeter analog tipe inline merk Healthy dengan kapasitas aliran maksimum 20 lpm dan ketelitian pembacaan 1 lpm. Flowmeter ini dipasang pada aliran masuk rangkaian. Gambar 3.6. Flowmeter 7. Pyranometer Besarnya irradiasi matahari diukur dengan pyranometer Kipp & Zonen tipe CM5 dengan daerah sensitivitas 9 15 mv / W/m2. Pengambilan data berupa tegangan output yang dibaca oleh multimeter Fluke tipe 189.

41 27 Gambar 3.7. Pyranometer Kipp & Zonen CM 5 7. Konsentrator Parabolik Konsentator parabolik yang telah dikerjakan sebelumnya berjumlah 2 buah dan dirangkaikan seri. Absorber yang dipasang adalah absorber seperti pada kolektor plat datar dengan pipa raise berukuran 0,25. Gambar 3.8. Konsentrator parabolik 3.3. Pengambilan Data Pengambilan data merupakan proses pengujian langsung peralatan uji dan mencatat parameter-parameter yang dibutuhkan seperti temperatur, irradiasi matahari dan debit aliran air. Tempat pengujian dilakukan pada lantai atas gedung Engineering Center FTUI. Proses pengambilan data dilakukan pada rentang waktu 6 jam setiap harinya, dengan interval waktu setiap 5 menit sekali. Sebelum

42 28 pengambilan data pada awal pengujian, pompa dijalankan sekitar 15 menit untuk membuat temperatur air dalam sistem lebih stabil karena sisa-sisa air di dalam panel kolektor telah mengalami pemanasan sebelumnya. Persiapan dan pengambilan data yang dilakukan dalam pengujian adalah sebagai berikut: 1. Mengatur pembukaan dan penutupan katup sehingga menjadi rangkaian yang diinginkan. 2. Memastikan pemasangan kabel termokopel pada terminal dan indikator berfungsi dengan baik. 3. Memasang alat ukur irradiasi matahari dan mengeset multimeter. 4. Periksa level ketinggian air pada tangki. 5. Mencatat angka awal flowmeter (sebelum pompa dijalankan) 6. Memeriksa pompa dan menjalankan pompa 15 menit sebelum data temperatur diambil. 7. Pengambilan data temperatur dan irradiasi matahari setiap 5 menit Data Lokasi Tempat Data lokasi tempat dihutuhkan untuk mengetahui posisi dimana pengujian berlangsung terhadap garis lintang dan garis bujur bumi. Lokasi kota Depok berada pada LS dan BT (Sumber LanSat LAPAN) Data Irradiasi Irradiasi matahari merupakan intensitas radiasi yang jatuh pada suatu area, data irradiasi diukur oleh pyranometer merk Kipp & Zonen tipe CM 5 yang dipasang pada rig panel kolektor dengan kemiringan 6 menghadap utara terhadap bidang horizontal Data Temperatur dan Debit Aliran Pengambilan data temperatur dilakukan selama 6 jam per hari antara jam 9 pagi hingga jam 3 sore dengan interval pengambilan data setiap 15 menit sekali,

43 29 sedangkan data debit aliran air dicatat pada awal dan akhir pengujian. Untuk aliran air diatur pada debit aliran maksimum yang mampu dicapai pompa, dengan demikian posisi katup by-pass pengatur debit ditutup penuh. Untuk kebutuhan pengolahan data yang mendekati nilai sebenarnya pada pembacaan temperatur dan sensor termokopel yang dipasang, dilakukan verifikasi termokopel dengan melakukan perbandingan terhadap termometer raksa sebagai referensinya. 3.4 Kerugian Kalor Pada Kolektor Pelat Datar Kerugian kalor pada bagian atas terjadi secara koveksi dan radiasi, sedangkan kerugian kalor secara konduksi diabaikan sebab tebal cover kecil sehingga perbedaan temperatur tidak begitu signifikan. Dimana kemudian dihitung dengan mempergunakan persamaan (2.6) Koefisien Kerugian Kalor Bagian Atas Rangkaian Seri Dengan data berikut v = 3.12 m/s h wind = v = (W/m 2.K) ƒ = ( h wind h 2 wind ) ( N) = C = 250 ( (β 90 o )) = N = 1 ε c = 0.89 (mistlite glass, low iron) ε p = 0.95 ζ = 5.67x10 8 W /m 2.K 4 T a = o C / K Dan di asumsikan bahwa Temperatur Pelat Absorber (Tp) adalah Ti + 10 (Berdasarkan literatur Duffie & Beckman)

44 30 Tabel 3.1. Temperatur pelat absorber rangkaian seri Kolektor Tin Tp Dengan memasukan data-data dan persamaan di atas dengan bantuan program Ms. Excel maka dapat dihitung kerugian kalor pada bagian atas. Maka koefisien kerugian kalor bagian atas (Ut) rata-rata perhari untuk masing-masing kolektor pelat datar dengan aliran 5 LPM rangkaian seri adalah sebagai berikut : Tabel 3.2. Koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor pelat datar rangkaian seri Kolektor Ut (W/m 2 K) Koefisien Kerugian Kalor Bagian Atas Rangkaian Pararel Dengan data berikut v = 3.12 m/s h wind = v = (W/m 2.K) ƒ = ( h wind h 2 wind ) ( N) = C = 250 ( (β 90 o )) = N = 1 ε c = 0.89 (mistlite glass, low iron) ε p = 0.95 ζ = 5.67x10 8 W /m 2.K 4 T a = o C / K Dan di asumsikan bahwa Temperatur Pelat Absorber (Tp) adalah Ti + 10 (Berdasarkan literatur Duffie & Beckman)

45 31 Tabel 3.3. Temperatur pelat absorber rangkaian paralel Kolektor Tin Tp Dengan memasukan data-data dan persamaan di atas dengan bantuan program Ms. Excel maka dapat dihitung kerugian kalor pada bagian atas. Maka koefisien kerugian kalor bagian atas (Ut) rata-rata perhari untuk masing-masing kolektor pelat datar dengan aliran 5 LPM rangkaian paralel adalah sebagai berikut : Tabel 3.4. Koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor pelat datar rangkaian paralel Kolektor Ut (W/m 2 K) Koefisien Kerugian Kalor Bagian Bawah Kerugian kalor pada bagian bawah terjadi secara konduksi dari absorber ke panel bawah (bottom of panel), sedangkan kerugian konveksi dan radiasi diabaikan sebab nilainya lebih kecil dibandingkan kerugian secara konduksi. Dengan menggunakan persamaan (2.7) dimana k = W/m K (polyurethane) dan L = cm = m. Maka nilai Ub adalah : U b = k L = = 2.3 W/m2 K Koefisien Kerugian Kalor Bagian Samping Dengan menggunakan persamaan (2.8) dimana (UA) edge = 0.022/ x x = W/k maka nilai Ue adalah : U e = (UA ) edge A c = = 0.41 W/m2 K

46 Koefisien Kerugian Kalor Total Berikut ini adalah kerugian kalor total rata-rata per hari untuk debit 5 LPM yang didapat dengan menggunakan persamaan (2.4) Tabel 3.5. Koefisien kerugian kalor total kolektor pelat datar rangkaian seri Kolektor Ut Ub Ue UL Tabel 3.6. Koefisien kerugian kalor total kolektor pelat datar rangkaian paralel Kolektor Ut Ub Ue UL Sedangkan dibawah ini adalah grafik perubahan kerugian kalor total selama waktu pengujian. Gambar 3.9. Grafik perubahan koefisien kerugian kalor (heat loss coefficient) sepanjang waktu pengujian rangkaian seri

47 33 Gambar Grafik perubahan koefisien kerugian kalor (heat loss coefficient) sepanjang waktu pengujian rangkaian parallel 3.5. Faktor Pelepasan Kalor Kolektor Pelat Datar Untuk mendapatkan nilai F R hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui dulu nilai karakteristik dari fin pada absorber. Dengan menggunakan persamaan m = U L kδ maka selanjutnya nilai m ini dapat digunakan untuk mengetahui nilai efisiensi fin. Dengan U L adalah overall heat loss coefficient ratarata harian yang telah didapat sebelumnya,; thermal conductivity dari fin, k = 220 W/m K ; dan tebal fin δ = m RANGKAIAN SERI Kolektor U L m

48 34 RANGKAIAN PARALEL Kolektor U L m Efisiensi Sirip Absorber Kolektor Pelat Datar Setelah mendapatkan nilai m, maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mencari efisiensi sirip absorber pada kolektor pelat datar dengan menggunakan persamaan (2.10) Dengan nilai m telah didapatkan sebelumnya, dan jarak antar pipa absorber di dalam collector, W = m ; dan diameter luar pipa absorber, D = m. Maka akan didapatkan nilai efisiensi sirip sebagai berikut : Tabel 3.7. Efisiensi sirip absorber kolektor pelat datar rangkaian seri Kolektor U L F Tabel 3.8. Efisiensi sirip absorber kolektor pelat datar rangkaian paralel Kolektor U L F Faktor Efisiensi Kolektor Langkah selanjutnya adalah mencari nilai efisiensi kolektor dengan menggunakan persamaan (2.11). Sebelum melanjutkan perhitungan, dicari terlebih dahulu nilai koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja dengan langkah berikut :

49 Faktor Efisiensi Kolektor Rangkaian Seri Menentukan nilai h fi 1. Mencari bilangan Reynolds Re = 4 m = 4 x = D i. π. μ x π x 5.5 x 10 4 μ = 5.5 x 10 4 N-s/m viskositas dinamik air pada suhu 50 C 2. Mencari bilangan Prandtl Pr = C p. μ k = 4174 x 5.5 x = 3.82 C p k = 4174 (J/(kg. o air pada suhu 50 C = 0.6 (W/(m. o C)) 3. Mencari nilai bilangan Nusselt Cari nilai dari Re.Pr. D i L = x 3.82 x = 409.2, kemudian dari persamaan berikut dapat ditentukan nilai bilangan Nusselt (Nu), L adalah panjang pipa dalam kolektor. Nu = Nu + a Re Pr D i /L m 1 + b Re Pr D i /L n Dengan nilai konstanta dari tabel 2.1 Nu = = Mencari koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja h fi = Nu k D i = = W/m2 K Maka, akan didapat nilai F yang merupakan fluks kalor. Dengan nilai konduktansi perekat diasumsikan, Cb = 40 W/m K ; Diameter dalam pipa

50 36 absorber Di = m ; maka akan didapatkan nilai F masing-masing rangkaian adalah sebagai berikut : Tabel 3.9. Faktor efisiensi kolektor pelat datar rangkaian seri Kolektor U L F Faktor Efisiensi Kolektor Rangkaian Paralel Karena pada rangkaian parallel setiap kolektor memiliki mass flow yang berbeda-beda, maka perlu dilakukan simulasi aliran mass flow dengan bantuan software Pipe Flow Expert. Dengan memasukan data panjang seluruh pipa, ketinggian kolektor, serta ukuran pipa maka didapatkan mass flow pada masingmasing kolektor sebagai berikut : Tabel Variasi laju aliran masa masing-masing kolektor rangkaian paralel Kolektor U L m (kg/s) Dengan menggunakan metode yang sama dengan yang digunakan pada rangkaian seri, maka akan didapatkan nilai parameter untuk mencari koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja masing-masing kolektor sebagai berikut: Tabel Variasi nilai bilangan Reynolds, Prandtl, dan Nusselt pada kolektor rangkaian paralel Kolektor Re Pr Re Pr Di / L Nu

51 37 Sehingga didapatkan nilai koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja masing-masing kolektor sebagai berikut : Tabel Variasi nilai koefisien transfer konveksi masing-masing kolektor rangkaian paralel Kolektor h fi Dengan nilai-nilai koefisien di atas maka akan didapatkan nilai F masingmasing rangkaian untuk parallel adalah sebagai berikut : Tabel Faktor efisiensi kolektor pelat datar rangkaian paralel Kolektor U L F Gambar Hasil simulasi flow rate dengan Pipe Flow Expert

52 Perhitungan Faktor Pelepasan Kalor Setelah mendapatkan nilai faktor efisiensi kolektor (F ) maka selanjutnya nilai faktor pelepasan kalor dapat dicari dengan persamaan Dengan menggunakan data-data yang telah didapat sebelumnya maka didapatkan nilai untuk masing-masing rangkaian adalah sebagai berikut : RANGKAIAN SERI Dengan aliran 5 LPM dan diameter m, maka didapatkan mass flow rangkaian seri adalah m = kg/s Tabel Faktor pelepasan kalor masing-masing kolektor rangkaian seri Kolektor U L F R RANGKAIAN PARALEL Dengan menggunakan data mass flow untuk masing-masing kolektor parallel yang kemudian digunakan untuk mencari nilai F R dengan persamaan di atas, maka didapatkan F R untuk rangkaian parallel adalah sebagai berikut : Tabel Faktor pelepasan kalor masing-masing kolektor rangkaian paralel Kolektor U L m F R Panas Keluar Rangkaian (F R U L ) F R U L menunjukkan panas yang keluar dari rangkaian kolektor pelat datar setiap meter perseginya. Di bawah ini adalah nilai rata-rata F R U L untuk kedua jenis rangkaian

53 39 Tabel Panas keluar rangkaian masing-masing kolektor untuk kedua rangkaian Kolektor Seri Paralel Sedangkan dibawah ini adalah grafik perubahan nilai faktor pelepasan kalor selama waktu pengujian. Gambar Grafik perubahan nilai faktor pelepasan kalor (F R ) selama waktu pengujian, rangkaian seri

54 40 Gambar Grafik perubahan nilai faktor pelepasan kalor (F R ) selama waktu pengujian, rangkaian paralel 3.6. Desain Optik Konsentrator Parabolik Konsentrator yang dirancang terbuat dari material pelat stainless steel. Pelat ini direkatkan pada kayu yang telah dibentuk profil parabola. Fokus yang dihasilkan dari pantulan sinar matahari berupa garis yang disebut garis fokal. Jarak garis fokal ini ditentukan oleh ukuran parabola. Program Ms. Excel digunakan untuk mencari grafik/posisi titik-titik pada parabola dengan menggunakan persamaan parabola y = x 2 /4P dengan x dan y sebagai posisi titiktitik pada sumbu x dan sumbu y. dan P adalah jarak titik fokus dan parabola. Karena jarak fokusnya dibuat 100 centimeter maka persamaan parabola pada sumbu koordinatnya menjadi y = 400x 2. Lebar penampang pemantul 100 cm dan panjang 150 cm. Luas aperture (Aa) adalah luas bidang datar dari parabola yang didapat dengan mengalikan panjang dengan lebar pandangan dari atas parabola. Jadi luas aperture bukan luas pelat sebelum ditekuk mengikuti bentuk kurva melainkan dengan mengikuti lebar kayu penopang yaitu 90 cm. sehingga luas aperture adalah sebagai berikut

55 41 Aa = 1.5 m x 0.9 m = 1.35 m 2. Luas penampang pipa absorber (Ar) adalah luas keseluruhan dari pipa yang menyerap pantulan sinar dari concentrator. Pada tugas akhir ini digunakan pipa yang tidak umum digunakan pada solar concentrator yaitu pipa dengan fin cover. Sehingga luas Aa adalah luas pipa dan luas fin. Panjang pipa keseluruhan adalah, L = 1.75 m. Ar = luas pipa + luas fin = π.d.l + 2.p.L = (3.14 x 0.02 x 1.75) + (2 x 0.05 x 1.75) = m Rasio Konsentrasi Solar Concentrator Rasio konsentrasi adalah perbandingan luas concentrator (Aa) terhadap luas collector/absorber (Ar). Semakin besar rasio konsentrasi maka performa concentrator dan collector semakin besar namun tidak mutlak. Untuk memperbesar rasio konsentrasi dapat dilakukan dengan memperbesar luas aperture atau dengan memperkecil diameter (luas) pipa penyerap (absorber). Dengan memperkecil diameter pipa maka diperlukan ketelitian yang besar sehingga sinar dapat ditangkap sebanyak mungkin. Cr = Aa / Ar = 1.35 / = Koefisien Kerugian Kalor & Faktor Pelepasan Kalor Konsentrator Parabolik Pertama dalam mencari nilai koefisien perpindahan kalor dari angin dicari terlebih dahulu bilangan Reynolds daripada angin tersebut. Dengan asumsi bahwa temperatur ambient 30 o C dan kecepatan angin 3.12 m/s. Maka akan didapatkan koefisien konveksi dan radiasi dari lingkungan sekitar sebagai berikut : h w = v = (3.8 x 3.12) = W/m 2 K

56 42 h r = 4ζεT 3 = 4 x 5.67 x 10-8 x 0.95 x = 5.99 W/m 2 K maka overall heat loss coefficient nya adalah sebagai berikut : U L = = W/m 2 K Karena heat fluks pada concentrator sangat besar, tahanan perpindahan kalor dari luar pipa menuju fluida (air) meliputi dinding pipa. Overall heat transfer coefficient (U O ) dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.23) Koefisien perpindahan panas dalam pipa yang dialiri air (h fi ) Menentukan nilai h fi 1. Mencari bilangan Reynolds Mass flow dalam tube pada concentrator adalah : kg/s, maka Re = 4 m = 4 x = D i. π. μ x π x 4.6 x 10 4 μ = 5.5 x 10 4 N-s/m viskositas dinamik air pada suhu 60 C 2. Mencari bilangan Prandtl Pr = C p. μ k = 4179 x 4.6 x = 3.2 C p k = 4179 J/kg. o air pada suhu 60 C = 0.6 W/m. o C 3. Mencari nilai bilangan Nusselt Cari nilai dari Re.Pr. D i L = x 3.2 x = 204.9, kemudian dari persamaan berikut dapat ditentukan nilai bilangan Nusselt (Nu), L adalah panjang pipa dalam kolektor. Nu = Nu + a Re Pr D i /L m 1 + b Re Pr D i /L n

57 43 Dengan nilai konstanta a, b, m dan n dari tabel 2.1 Nu = = Mencari koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja h fi = Nu k D i = = W/m2 K Maka U O = x x ln x = 19.6 W/m 2 K Collector efficiency factor (F ) F = U O U L = = 0.83 F R = m C p A c U L 1 e (A c U L F m C p ) = x x 2 x = e (0.285 x 2 x x x 4180) 3.9. Panas Keluar Rangkaian Konsentrator Parabolik Besar kerugian panas (overall heat loss) dikali dengan faktor pemindah panas (heat removal factor), F R U L, menunjukkan panas yang keluar dari rangkaian absorber parabolic concentrator setiap meter perseginya. F R U L = 0.81 x = W/m 2 K

58 BAB 4 ANALISIS HASIL PERHITUNGAN 4.1. Analisis Perhitungan Kolektor Pelat Datar Koefisien Kerugian Kalor Total Nilai overall heat loss coefficient atau koefisien kerugian kalor total berpengaruh terhadap performa dan efisiensi dari flat plate collector. Dalam perhitungan koefisien kerugian kalor bagian atas, pertama diasumsikan bahwa temperatur pelat absorber adalah (T input + 10) 0 C. Setelah dilakukan perhitungan dan didapatkan nilai rata-rata koefisien kerugian kalor pada bagian atas maka akan dapat dibandingkan dalam grafik berikut : 7 Perbandingan nilai rata-rata koefisien kerugian kalor bagian atas flat plate collector 6,9 6,8 Ut 6,7 6,6 6,5 Seri Paralel 6, Kolektor Gambar 4.1. Grafik perbandingan nilai rata-rata koefisien kerugian kalor bagian atas kolektor pelat datar Dari grafik di atas terlihat bahwa nilai kerugian kalor bagian atas untuk rangkaian seri terus meningkat dengan peningkatan yang cenderung konstan dari kolektor 1 ke kolektor 8. Sedangkan untuk rangkaian parallel terjadi peningkatan yang cukup tinggi dari kolektor 4 ke kolektor 5, hal ini disebabkan karena kenaikan temperatur masukan ke kolektor 5 meningkat cukup tinggi yang berimbas pada temperatur pelat absorber yang meningkat pula. 44

59 45 UL 9,7 9,6 9,5 9,4 9,3 9,2 9,1 9 Perbandingan nilai rata-rata koefisien kerugian kalor total pada flat plate collector Kolektor Seri Paralel Gambar 4.2. Grafik perbandingan nilai rata-rata koefisien kerugian total pada kolektor pelat datar Sedangkan untuk nilai rata-rata koefisien kerugian kalor total, grafiknya tidak menunjukan perbedaan dalam trendline, karena nilainya hanya merupakan penjumlahan dari Ub + Ue + Ut. Dimana nilai Ub dan Ue adalah konstan sepanjang waktu pengukuran untuk kedua rangkaian. Untuk koefisien kerugian kalor pada bagian bawah adalah 2.3 W/m 2 K dan pada bagian samping 0.41 W/m 2 K. Nilai koefisien kerugian kalor pada bagian bawah lebih besar dibandingkan dengan bagian samping panel kolektor karena ketebalan bagian bawah kolektor lebih kecil dibandingkan di samping sehingga menungkinkan untuk terjadinya perpindahan kalor ke luar yang lebih tinggi. Untuk bagian atas kolektor, heat loss disebabkan karena adanya konveksi bebas akibat adanya hembusan angin di atas kaca kolektor. Sedangkan arah grafik untuk perubahan nilai keseluruhan koefisien kerugian kalor untuk kedua rangkaian tidak memiliki perbedaan yang berarti, dimana ditunjukkan pada gambar 3.9 dan gambar Rangkaian seri memiliki nilai koefisien kerugian kalor total antara satu pelat kolektor dengan pelat kolektor lainnya yang nilainya berbeda tipis. Kolektor 1 memiliki nilai koefisien kerugian kalor total yang paling rendah dan kolektor 8 memiliki nilai yang paling tinggi. Hal serupa juga terjadi pada kolektor rangkaian parallel, namun bedanya ialah terletak pada perbedaan nilai koefisien kerugian kalor total antara satu kolektor dengan kolektor lainnya. Kolektor 1, 2, 3, dan 4 memiliki nilai yang hampir sama

60 46 lalu temperatur naik kemudian kolektor 5, 6, 7, dan 8 menunjukkan trend yang serupa lagi dengan nilai yang hampir sama juga Parameter Faktor Pelepasan Kalor Efisiensi Sirip Nilai dari fungsi F adalah nilai standar dari efisiensi sirip absorber pada pelat kolektor untuk sirip yang berbentuk persegi dan lurus. Untuk perbandingan nilai rata-rata efisiensi sirip absorber untuk kedua rangkaian dapat dilihat dari grafik di bawah ini : 0,898 Perbandingan nilai rata-rata Efisiensi Sirip (F) flat plate collector 0,897 0,896 F 0,895 0,894 Seri Paralel 0,893 0, Kolektor Gambar 4.3. Grafik perbandingan nilai rata-rata efisiensi sirip absorber pada kolektor pelat datar Dari grafik di atas terlihat tidak perbedaan yang signifikan antara efisiensi sirip absorber di rangkaian parallel dan seri. Perbedaan antara kolektor 1 dan 8 d rangkaian seri hanya sebesar Hal ini disebabkan karena nilai efisiensi sirip tergantung dari akar nilai koefisien kerugian kalor total dibagi dengan tebal dan konduktivitas termal sirip. Oleh karena itu nilainya tidak akan jauh berbeda antara satu kolektor dengan kolektor lainnya. Sedangkan pada rangkaian parallel, kolektor 1,2,3 dan 4 serta 5,6,7 dan 8 masing-masing memiliki nilai hampir sama karena temperatur masukan ke masing-masing kolektor juga hampir sama.

61 Faktor Efisiensi Kolektor Nilai dari fungsi F secara fisik merupakan representasi energi berguna aktual yang diperoleh bila permukaan absorber kolektor berada pada temperatur fluida kerja untuk suatu lokasi tertentu. Untuk perbandingan nilai rata-rata faktor efisiensi kolektor untuk kedua rangkaian dapat dilihat dari grafik di bawah ini : 0,85 Perbandingan nilai rata-rata faktor efisiensi kolektor untuk kedua rangkaian F ' 0,84 0,83 0,82 0,81 0,8 Seri Paralel 0, Kolektor Gambar 4.4. Grafik perbandingan nilai rata-rata faktor efisiensi kolektor untuk kedua rangkaian Dari grafik di atas terlihat bahwa nilai rata-rata faktor efisiensi kolektor untuk rangkaian seri hampir sama di semua kolektor, sedangkan di rangkaian parallel nilainya berbeda-beda di tiap kolektor. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan laju aliran masa yang mengalir di dalam pipa absorber masing-masing kolektor di rangkaian parallel. Hal ini kemudian berimbas pada nilai koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja. Karena semakin besar nilai laju aliran masa yang mengalir maka semakin besar pula nilai koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerjanya. Dari grafik di atas terlihat kolektor 1, 4 dan 8 serta 2 dan 3 memiliki nilai yang hampir sama, ini dikarenakan pada kolektor tersebut mengalir laju aliran masa yang sama seperti yang ditunjukkan oleh hasil simulasi Pipe Flow Expert pada gambar Untuk kolektor 5 memiliki nilai faktor efisiensi kolektor paling rendah, hal ini disebabkan karena pada kolektor 5 mengalir laju aliran yang paling sedikit. Sedangkan di rangkaian seri laju aliran masa yang mengalir di tiap

62 48 kolektor adalah sama maka dari itu nilai faktor efisiensi kolektornya hampir sama di kolektor Faktor Pelepasan Kalor (Heat Removal Factor) Untuk perbandingan nilai rata-rata faktor pelepasan kalor untuk kedua rangkaian dapat dilihat dari grafik di bawah ini : FR 0,850 0,830 0,810 0,790 0,770 0,750 0,730 0,710 0,690 0,670 0,650 Perbandingan nilai rata-rata faktor pelepasan kalor untuk kedua rangkaian Kolektor Seri Paralel Gambar 4.5. Grafik perbandingan nilai rata-rata faktor pelepasan kalor untuk kedua rangkaian Dari grafik di atas terlihat pergerakan yang hampir sama seperti pada grafik perbandingan nilai rata-rata faktor efisiensi kolektor, hal ini disebabkan karena nilai faktor pelepasan kalor ditentukan oleh parameter laju aliran masa, koefisien kerugian kalor, dan faktor efisiensi kolektor yang memiliki trend serupa pada grafik. Hal ini juga terlihat pada grafik perubahan nilai faktor pelepasan kalor selama waktu pengujian pada gambar grafik 3.11 dan 3.12 yang menunjukan trend serupa. Selain itu, untuk rangkaian seri memiliki nilai rata-rata faktor pelepasan kalor lebih besar dibandingkan rangkaian parallel. Hal ini disebabkan karena pada rangkaian seri memiliki laju aliran yang melewati tiap kolektor lebih besar dibandingkan dengan rangkaian parallel. Laju aliran lebih cepat

63 49 menyebabkan transfer panas yang lebih efisien. Dimana bila ingin menghambat perpindahan panas, maka perlambat laju aliran. Besar kerugian kalor total (overall heat loss) dikali dengan faktor pemindah panas (heat removal factor), F R U L, menunjukkan panas yang keluar dari rangkaian flate plate solar thermal collector setiap meter perseginya. FR UL 8,000 7,800 7,600 7,400 7,200 7,000 6,800 6,600 6,400 6,200 Perbandingan nilai rata-rata F R U L untuk kedua jenis rangkaian Kolektor Gambar 4.6. Grafik perbandingan nilai rata-rata F R U L untuk kedua rangkaian Seri Paralel Dari grafik di atas terlihat bahwa rata-rata nilai F R U L untuk rangkaian seri lebih besar daripada rangkaian parallel. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu laju masa aliran serta nilai U L masing-masing kolektor. Pada rangkaian parallel, aliran masa terbagi-bagi ke setiap rangkaian kolektor yang menyebabkan karakteristik F R masing-masing kolektor menjadi berbeda. Sedangkan di rangkaian seri laju aliran masa yang mengalir melalui setiap kolektor adalah relative sama. Hal ini menyebabkan nilai F R pada masing-masing kolektor di rangkaian seri nilainya tidak jauh berbeda. Dengan begini maka panas yang keluar dari rangkaian kolektor pelat datar setiap meter perseginya untuk rangakaian seri lebih besar dibandingkan rangakaian parallel. Hal ini nantinya dapat berimbas pada nilai performa dan efisiensi rangkaian kolektor. Dimana semakin kecil nilai F R U L maka akan semakin besar efisiensinya dalam hal ini panas yang dapat dihasilkan. Jadi, untuk meningkatkan performa dari solar collector, maka sangat

64 50 dianjurkan untuk mengurangi nilai dari overall heat loss coefficient atau mereduksi area dimana energi panas banyak yang hilang Analisis Perhitungan Konsentrator Parabolik Pada pembuatan konsentrator parabolik, digunakan kayu sebagai pembentuk kurva parabola. Penggunaan kayu dalam pembentukan kurva dipilih karena masih dalam skala penelitian sehingga lebih mudah dibuat dengan tangan. Untuk skala komersil penggunaan kayu tidak terlalu menguntungkan, sehingga butuh material lain yang tahan air, ringan, anti karat serta murah. Untuk perhitungan parabolic concentrator, didapatkan nilai overall heat loss coefficient (kerugian kalor total) yang besar yaitu W/m 2 K. Hal ini disebabkan karena adanya faktor konveksi angin yang mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi dari pelat absorber ke lingkungan ditambah lagi tidak adanya lapisan cover pelindung absorber. Selain itu sudut tracking ke matahari juga sangat mempengaruhi perpindahan panas ke pelat absorber. Salah sedikit saja maka parabolic concentrator akan menjadi tak berguna. Sinar matahari yang terkonsentrasi akibat sifat parabola yang mengumpulkan sinar ke satu fokal digunakan untuk memanaskan fluida yaitu air mengalir di dalam pipa penyerap / penerima panas. Oleh karena itu pemanasan dengan menggunakan konsentrator parabolik akan menjadi kurang optimal bila digunakan untuk debit aliran yang tinggi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada perancangan ini tidak digunakan pipa bulat dengan cover transparan melainkan pipa bersirip / fin. Pertimbangannya adalah karena ketidaksempurnaan pengumpulan sinar pada titik fokal sehingga dengan menggunakan fin diharapkan banyak sinar pantulan yang akan tertangkap. Tetapi ada konsekuensi dari penggunaan pipa bersirip yaitu mengurangi nilai concentrating ratio yang berdampak pada performa konsentrator itu sendiri. Dengan concentrating ratio sebesar 4.73, solar concentrator ini tergolong kecil rasio konsentrasinya sehingga kenaikan temperatur yang dapat diperoleh juga kecil bila dibandingkan dengan yang digunakan oleh perusahaan pembangkit listrik yang mempunyai concentration ratio hingga di atas 5000 yang dapat membangkitkan daya hingga

65 kw (Odeillo-Font-Romeau Solar Furnace di Prancis). Namun dengan Cr sebesar 4.73 merupakan standar untuk industri rumahan yang rata-rata memiliki concentration ratio di bawah 10. Material pipa adalah tembaga dengan diameter ½ inch yang dilapisi alumunium. Sirip/fin juga terbuat dari alumunium. Bagian permukaan luar (fin dan pipa alumunium) diberi warna hitam sehingga penyerapan panasnya lebih baik. Perpindahan panas yang terjadi pada pipa kolektor secara umum terdiri atas perhitungan koefisien kerugian panas total (U L ) dan koefisien perpindahan panas total (U O ). Heat fluks yang terdapat pada konsentrator sangat besar, oleh karena itu tahanan perpindahan kalor dari luar pipa menuju fluida (air) juga meliputi dinding pipa. Oleh karena itu dilakukan perhitungan koefisien perpindahan panas total (Uo) yang didapat hasilnya yaitu 19.6 W/m 2 K. Besar kerugian kalor total (overall heat loss) dikali dengan faktor pemindah panas (heat removal factor), F R U L, menunjukkan panas yang keluar setiap meter perseginya. Untuk parabolic concentrator ini memiliki nilai F R U L sebesar W/m 2 K.

66 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Pola dari karakteristik koefisien kerugian kalor total memiliki trendline yang mirip untuk rangkaian parallel dan seri yaitu ke arah atas 2. Sedangkan pola faktor pelepasan kalor memiliki arah berlawanan yaitu ke arah bawah 3. Nilai koefisien kerugian kalor total kolektor pelat datar tergantung dari nilai temperatur pelat absorber 4. Nilai faktor pelepasan kalor sangat tergantung dari nilai koefisien kerugian kalor total dan laju aliran masa 5. Kerugian kalor pada panel kolektor pelat datar terjadi pada bagian atas samping dan bawah. Untuk koefisien kerugian kalor pada samping dan bawah nilainya tetap sepanjang waktu karena tidak terpengaruh parameter variabel yang berubah-ubah nilainya. 6. Semakin kecil jumlah panas yang keluar rangkaian (F R U L ) maka akan semakin besar efisiensinya 7. Pemanasan dengan menggunakan konsentrator parabolik akan menjadi kurang optimal bila digunakan untuk debit aliran yang tinggi. 8. Akurasi pemindahan sudut tracking ke matahari juga sangat mempengaruhi perpindahan panas ke pelat absorber di konsentrator parabolik. 9. Untuk meningkatkan performa dari solar collector, maka sangat dianjurkan untuk mengurangi nilai dari koefisien kerugian kalor total dengan mereduksi area dimana energi panas banyak yang hilang. 52

67 53 SARAN Beberapa saran untuk memajukan nilai penelitian ilmiah ini dimasa depan: 1. Perlu pengembangan software untuk simulasi karakteristik kolektor pelat datar dan konsentrator parabolik mampu mengolah data secara lebih otomatis 2. Perlu material lain yang tahan air, ringan, anti karat serta murah dalam pembuatan konsentrator parabolik. 3. Untuk optimasi efisiensi dari rangkaian ini perlu penelitian lebih lanjut seperti dengan variasi laju aliran masa, variasi sudut kemiringan flat plate collector, variasi rangkaian serta variasi fluida kerja 4. Perlu dikombinasikan dengan tracker matahari otomatis agar lebih menghemat tenaga dan waktu 5. Pengambilan data lebih baik menggunakan data akuisisi karena lebih tepat dan akurat, serta tidak mengeluarkan banyak tenaga

68 54 DAFTAR PUSTAKA Beckman, William A. and John A. Duftie. 1980, Solar Engineering of Thermal Processes, USA : Willey Interscience. Anderson, Edward E.1983, Fundamentals of Solar Energy Conversion, USA : Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Incropera, Frank P. and David P. Dewitt. 2002, Fundamentals of Heat and Mass Transfer Fifth Edition, Singapore: John Wiley & Sons Pte. Ltd. Ashadiansyah, Mohammad. 2005, Alat Uji Rangkaian Solar Thermal Collector, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik. Ilham Reza Kusuma dan Propana Okionomus Ali. 2006, Efisiensi Rangkaian Flat Plate Solar Thermal Collector, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik. Purnama, Yulianto. 2006, Perancangan dan Pengujian Parabolic Solar Concentrator, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik. Palasro, Dian. 2005, Sensitivity Analysis Solar Thermal Collector, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik. ASHRAE Standard Methods of Testing to Determine the Thermal Performance of Solar Collectors, American Society of Heating, Refrigeration, and Air Conditioning Engineers. Klein, S. A Calculation of Flat-Plate Collector Loss Coefficient. Solar Energy Vol. 17. A. Alvarez Experimental and numerical investigation of a flat-plate solar collector. Elsevier. Ali A. Badran On the measurement of bond conductance in solar collector absorber plate. Elsevier. Robert Pitz-Paal High temperature solar concentrators. Solar Energy Conversion and Photoenergy Systems. EOLSS.

69 55 LAMPIRAN

70 56 Lampiran 1. Data Temperatur Hasil Pengujian Seri 5 lpm Tanggal : 30 Mei 2011 Rangkaian : Seri Debit: : 5 liter/menit waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 Ta mv 9: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

71 57 waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 Ta mv 11: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

72 58 waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 Ta mv 13: : : : : : : : : : : : : :

73 59 Lampiran 2. Data Temperatur Hasil Pengujian Paralel 5 lpm Tanggal : 23 Mei 2011 Rangkaian : Paralel Debit: : 5 liter/menit waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 Ta mv 9: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

74 60 waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 Ta mv 11: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

75 61 waktu T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 Ta mv 14: : : : : : : :

76 62 Lampiran 3. Dokumentasi Alat Uji Peletakan pyranometer sejajar kolektor Instalasi Flowmeter Instalasi Termokopel Instalasi Katup

77 63 (lanjutan) Termometer Instalasi Pompa Instalasi Absorber pada Konsentrator Parabolik

78 64 RANO ANDREY TEDDY HENDRA ZULKARNAIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengujian dalam penulisan skripsi ini adalah berupa pengambilan data data eksperimen berupa temperature, debit air dan besarnya irradiasi matahari selama proses pengujian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit TUGAS AKHIR Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber LAPORAN TUGAS AKHIR Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH 4.1. Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari 4.1.1 Perhitungan Sudut Deklinasi Untuk mengetahui sudut deklinasi (δ) menggunakan persamaan

Lebih terperinci

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Philip Kristanto Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin - Universitas Kristen Petra Yoe Kiem San Alumnus Fakultas

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING Tugas Akhir Konversi Energi ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING Disusun Oleh : Hendra n y

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough LAPORAN TUGAS AKHIR Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama :

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB 2105 100 127 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI,

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-5 1 Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating Hendra

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-62 Studi Eksperimental Pengaruh Laju Aliran Air terhadap Efisiensi Thermal pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa Sandy Pramirtha dan Bambang Arip Dwiyantoro

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V Oleh : REZA ARDIANSYAH 2015 100 033 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI, M.Eng OUTLINE LATAR BELAKANG PERUMUSAN, batasan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar JURNA TEKNIK MESIN Vol. 3, No. 2, Oktober 2001: 52 56 Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON Caturwati NK, Agung S, Chandra Dwi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang   Jenis Energi Unit Total Exist 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH CHRIST JULIO BANGUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor B-68 Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor Dendi Nugraha dan Bambang Arip Dwiyantoro Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER Nizar Ramadhan 1, Sudjito Soeparman 2, Agung Widodo 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Optimalisasi Penyerapan Radiasi Matahari Pada Solar Water Heater... (Sulistyo dkk.) OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Agam Sulistyo *,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK Energi fosil di bumi sangat terbatas jumlahnya. Sedangkan pertumbuhan penduduk dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini karena semakin banyak diciptakan mesin-mesin yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR 1 KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (215 ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print B-31 Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

Lebih terperinci

collectors water heater menggunakan

collectors water heater menggunakan Pengaruh Bentuk Kolektor Konsentrator Terhadap Efisiensi Pemanas Air Surya Darwin*, M. Ilham Maulana, Irwandi ZA Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syeh Abdurrauf No.

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Konfigurasi Pipa Pemanas Air Surya Terhadap Efisiensi

Analisa Pengaruh Konfigurasi Pipa Pemanas Air Surya Terhadap Efisiensi Analisa Pengaruh Konfigurasi Pipa Pemanas Air Surya Terhadap Efisiensi Darwin Departement Of Mechanical Engineering, Syiah Kuala University Jl. Tgk. Syeh Abdurrafuf No. 7 Darussalam - Banda Aceh 23111,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOLEKTOR PARABOLIK DENGAN DUA LALUAN UNTUK PEMANAS AIR DENGAN TEMPERATUR KELUARAN 80 LAPORAN TUGAS AKHIR

PEMBUATAN KOLEKTOR PARABOLIK DENGAN DUA LALUAN UNTUK PEMANAS AIR DENGAN TEMPERATUR KELUARAN 80 LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KOLEKTOR PARABOLIK DENGAN DUA LALUAN UNTUK PEMANAS AIR DENGAN TEMPERATUR KELUARAN 80 LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS Ayu Wardana 1, Maksi Ginting 2, Sugianto 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen Bidang Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3845 PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matahari adalah sumber energi tak terbatas dan sangat diharapkan dapat menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini terus dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL Oleh Dosen Pembimbing : I Gusti Ngurah Agung Aryadinata : Dr. Eng. Made Sucipta, S.T, M.T : Ketut Astawa,

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Pemanas air surya pelat datar

Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Pemanas air surya pelat datar Bab II Teori Dasar Pemanfaatan energi matahari dapat dibagi menjadi dua yaitu: sistem aktif dan sistem pasif. Perbedaan antara kedua sistem ini adalah ada atau tidaknya pengumpul surya (kolektor) pada

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI JENIS PLAT DATAR

PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI JENIS PLAT DATAR ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 217 Page 64 PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI JENIS PLAT DATAR EFFECT OF FLUID FLOW RATE

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER Arief Rizki Fadhillah 1, Andi Kurniawan 2, Hendra Kurniawan 3, Nova Risdiyanto Ismail 4 ABSTRAK Pemanas

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Mustaza Ma a 1) Ary Bachtiar Krishna Putra 2) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Teknik Mesin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE PADA ALAT PENUKAR KALOR TABUNG CANGKANG DENGAN SUSUNAN TABUNG SEGITIGA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Energi memainkan peranan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia. Semua kalangan tanpa terkecuali bergantung

Lebih terperinci

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XI No.1 Mei 2011 Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System Handjoko Permana a, Hadi Nasbey a a Staf Pengajar

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR LAJU ALIRAN AIR TERHADAP SUHU YANG DIHASILKAN PADA PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN PIPA TEMBAGA MELINGKAR

PENGARUH BESAR LAJU ALIRAN AIR TERHADAP SUHU YANG DIHASILKAN PADA PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN PIPA TEMBAGA MELINGKAR Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 PENGARUH BESAR LAJU ALIRAN AIR TERHADAP SUHU YANG DIHASILKAN PADA PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN PIPA TEMBAGA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

PENGARUH SUSUNAN PIPA LALUAN TERHADAP PEMANFAATAN KALOR PADA KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR ABSORBER GRANITE

PENGARUH SUSUNAN PIPA LALUAN TERHADAP PEMANFAATAN KALOR PADA KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR ABSORBER GRANITE PENGARUH SUSUNAN PIPA LALUAN TERHADAP PEMANFAATAN KALOR PADA KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR ABSORBER GRANITE The Influence of Tube arrangements inlet tubeto heat utilization onplate Solar Collector Using a

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR Alexander Clifford, Abrar Riza dan Steven Darmawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara e-mail: Alexander.clifford@hotmail.co.id Abstract:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-394 Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin

Lebih terperinci

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED Author Guidance : Agus Junianto : Ketut Astawa, ST., MT Ir. Nengah Suarnadwipa,

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOLEKTOR PELAT DATAR SEBAGAI PEMANAS AIR ENERGI SURYA DENGAN JUMLAH PENUTUP SATU LAPIS DAN DUA LAPIS

PEMBUATAN KOLEKTOR PELAT DATAR SEBAGAI PEMANAS AIR ENERGI SURYA DENGAN JUMLAH PENUTUP SATU LAPIS DAN DUA LAPIS PEMBUATAN KOLEKTOR PELAT DATAR SEBAGAI PEMANAS AIR ENERGI SURYA DENGAN JUMLAH PENUTUP SATU LAPIS DAN DUA LAPIS D. Hayati 1, M. Ginting 2, W. Tambunan 3. 1 Mahasiswa Program Studi S1 Fisika 2 Bidang Konversi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR Nafisha Amelya Razak 1, Maksi Ginting 2, Riad Syech 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Studi Eksperimental Pengaruh Sudut Kemiringan... (Nabilah dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Inas Nabilah

Lebih terperinci

Perbandingan Konfigurasi Pipa Paralel dan Unjuk Kerja Kolektor Surya Plat Datar

Perbandingan Konfigurasi Pipa Paralel dan Unjuk Kerja Kolektor Surya Plat Datar JURNAL TEKNIK MESIN Vol., No. 1, April : 68-7 Perbandingan Konfigurasi Pipa Paralel dan Unjuk Kerja Kolektor Surya Plat Datar Terhadap Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (98-102) Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Made Sucipta, Ketut

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI 1 ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI Ardika Oki Pratama Suwito, Sudjud Darsopuspito Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Lebih terperinci

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam NK. Caturwati 1)*, Yuswardi Y. 2), Nino S. 3) 1, 2, 3) Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING

PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HERU MANIMBUL HUTASOIT NIM. 090401043 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII M5-15 Pemanfaatan Arang Untuk Absorber Pada Destilasi Air Enegi Surya I Gusti Ketut Puja Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI PERPINDAHAN

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri Jurnal Energi dan Manufaktur Vol 9. No. 2, Oktober 2016 (161-165) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jem ISSN: 2302-5255 (p) ISSN: 2541-5328 (e) Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Tugas Akhir Perancangan Hydraulic Oil Cooler bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Pemanas Air Tenaga Surya Pelat Absorber Type Sinusoidal dengan Variasi Terhadap Derajat Kevacuman dan Aspect Ratio

Studi Eksperimental Pemanas Air Tenaga Surya Pelat Absorber Type Sinusoidal dengan Variasi Terhadap Derajat Kevacuman dan Aspect Ratio JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No., (24) ISSN: 2337-3539 (23-927 Print) B-7 Studi Eksperimental Pemanas Air Tenaga Surya Pelat Absorber Type Sinusoidal dengan Variasi Terhadap Derajat Kevacuman dan Aspect

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANG BANGUN GENERATOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI MEMANFAATKAN PANAS BUANG MOTOR BAKAR DENGAN PASANGAN REFRIJERAN - ABSORBEN AMONIA-AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Peralatan Pengujian Pembuatan alat penukar kalor ini di,aksudkan untuk pengambilan data pengujian pada alat penukar kalor flat plate, dengan fluida air panas dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA Rasyid Atmodigdo 1, Muhammad Nadjib 2, TitoHadji Agung Santoso 3 Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci