PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT MEGA ERAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT MEGA ERAWATI"

Transkripsi

1 PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT MEGA ERAWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 x ABSTRAK MEGA ERAWATI. Pemetaan Provinsi di Indonesia Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Menggunakan Analisis Biplot. Dibimbing oleh ENDAR H. NUGRAHANI dan RETNO BUDIARTI. Kesejahteraan dan pembangunan manusia menjadi perhatian penting bagi penyelenggara pemerintahan. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini dibentuk berdasarkan tiga dimensi, yaitu dimensi angka harapan hidup, dimensi pengetahuan dan dimensi standar hidup layak. Karya ilmiah ini memberikan gambaran umum tentang pemetaan provinsi yang diperoleh berdasarkan peubah sektor lapangan usaha. Pemetaan provinsi dilakukan dengan menggunakan analisis biplot. Analisis biplot menyajikan tampilan grafis dengan dimensi rendah, yang menggambarkan hubungan antara variabel dan objek berdimensi tinggi. Pemetaan provinsi dapat digunakan untuk memperoleh gambaran posisi relatif dari hasil pembangunan suatu provinsi terhadap provinsi lain. Hasil eksplorasi analisis biplot mampu menjelaskan 85.22% informasi dari keseluruhan data, yang dinyatakan sebagai besaran kesesuaian data. Berdasarkan visualisasi biplot, didapatkan lima kelompok provinsi berdasarkan peubah sektor lapangan usaha. Pada kelompok pertama, Provinsi DKI Jakarta memiliki nilai di atas rata-rata pada sektor keuangan. Pada kelompok kedua dan ketiga, sektor pertanian berpengaruh signifikan bagi penyumbang produk domestik regional bruto. Sementara itu, pada kelompok keempat, Provinsi Riau dan Kalimantan Timur merupakan penyumbang terbesar bagi sektor perdagangan, sedangkan pada kelompok kelima, banyak terdapat provinsi yang memiliki nilai produk domestik regional bruto di bawah rata-rata pada semua sektor. Kata kunci: produk domestik regional bruto, pemetaan provinsi, analisis biplot.

3 xi ABSTRACT MEGA ERAWATI. Provincial Mapping in Indonesia Based on Gross Regional Domestic Product Using Biplot Analysis. Supervised by ENDAR H. NUGRAHANI and RETNO BUDIARTI. Government has a responsibility for maintaining welfare development of its people. One of the indicators that can be used to measure human development is the human development index (HDI). This index was created based on three dimensions, i.e. dimension of life expectancy, knowledge and standard of decent living. This paper provides an overview of mapping the provinces based on independent sectors of business field. The provincial mapping is done using biplot analysis. Biplot analysis presents a low-dimensional graphical display, which describes relationship between high-dimensional variables and objects. Provincial mapping can be used to obtain an overview of development between provinces. The result of biplot analysis is able to explain 85.22% information contained in the data, which is called its goodness of fit. Based on the biplot visualization, five groups of provinces are obtained. In the first group, Jakarta has a value above average on the financial sector. On the second and third groups, the agricultural sector contributes significantly to gross regional domestic product. Meanwhile, in the fourth group, Riau and East Kalimantan are the biggest contributor to the trade sector. Finally, in the fifth group, all of the provinces have gross regional domestic product value below the average in all sectors. Keywords: gross regional domestic product, provincial mapping, biplot analysis.

4 xii PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT MEGA ERAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

5 xiii Judul Skripsi : Pemetaan Provinsi di Indonesia Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Menggunakan Analisis Biplot Nama : Mega Erawati NIM : G Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. NIP Ir. Retno Budiarti, MS. NIP Mengetahui Ketua Departemen Matematika Dr. Berlian Setiawaty, MS. NIP Mengetahui: Tanggal Lulus:

6 xiv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak terlepas dari dukungan doa, moril dan materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta: Ary Eko Prihanggono (Papa), Dwi Mangestuningsih (Mama), kakak Eryka Angga Agustingsih dan adik Ariska Giffary Ramadhani atas semua doa, dukungan, semangat, nasihat, perhatian, cinta dan kasih sayangnya. 2. Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. dan Ir. Retno Budiarti, MS. selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II atas ilmu, waktu dan bimbingannya selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Ir. Ngakan Komang Kutha Ardana, M.Sc. selaku dosen penguji. 4. Seluruh dosen Departemen Matematika FMIPA IPB atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menimba ilmu di IPB. 5. Seluruh staf Departemen Matematika IPB yang telah membantu memperlancar kelengkapan administrasi dan membantu kelengkapan bahan karya ilmiah ini. 6. Teman-teman matematika 45: Fuka, Mya, Ito, Fenny, Achi, Wulan, Gita, Bolo, Yunda, Vivi, Isna, Santi, Fina, Cipit, Bebek, Ana, Irwan, Fikri Azhari, Khafidz, Chastro, Putri, Maya, Rini, Izzuddin, Ryaniko, Prama, Dewi, Dimas, Anggun, Vikri dan seluruh teman mahasiswa matematika angkatan Kakak-kakak matematika angkatan Adik-adik matematika angkatan 46: Widia, Putri, Rahmi, Anisa, Desyi, Evi, Nia, Andri dkk atas semangat dan dukungannya. 9. Teman-teman penghuni kos Ketty: Ika, Arum, Ita, Lala, Tiwi, Tina, Sasa, Dedew atas doa, semangat, dan dukunganya. 10. Seluruh pihak yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, bantuan, dan kerjasama selama pengerjaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, April 2013 Mega Erawati

7 xv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 16 Januari 1990 dari pasangan Ary Eko Prihanggono dan Dwi Mangestuningsih sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SD Negeri 1 Wadaslintang lulus pada tahun 2002, SMP Negeri 1 Wadaslintang lulus pada tahun 2005, SMA Negeri 2 Wonosobo lulus pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada beberapa lembaga kemahasiswaan IPB dan kepanitiaan, di antaranya himpunan profesi Departemen Matematika yang dikenal dengan GUMATIKA sebagai Staf Divisi Sosial Komunikasi periode , tim acara Masa Perkenalan Departemen Matematika 2009 angkatan 46, tim acara Masa Perkenalan Departemen Matematika 2010 angkatan 47. Penulis pernah mendapatkan penghargaan yaitu sebagai pemenang Pekan Mahasiswa Wirausaha IPB pada tahun 2011.

8 xvi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Sistematika Penulisan... 1 II. III. LANDASAN TEORI 2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Boxplot Korelasi Analisi Biplot... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Data Deskripsi PDRB Indonesia tahun Pemetaan Provinsi IV. SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 ix DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Boxplot dan keterangannya Grafik PDRB provinsi-provinsi di Indonesia tahun Grafik struktur PDRB di Pulau Jawa Grafik struktur PDRB di Pulau Sumatera Grafik struktur PDRB di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan Grafik struktur PDRB di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua Boxplot PDRB dan peubah sektor lapangan usaha Biplot provinsi terhadap PDRB dan peubah sektor lapangan usaha DAFTAR TABEL Halaman 1 Tabel objek 33 provinsi Tabel peubah sektor lapangan usaha... 6 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel PDRB harga berlaku menurut provinsi di Indonesia dan sektor tahun Nilai persentase sektor (peubah) dalam PDRB Provinsi (objek) Data logaritma sektor lapangan usaha (peubah) dalam PDRB provinsi (objek) Nilai korelasi antar sektor (peubah) Nilai singular dan koordinat biplot ix

10 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatkan kesejahteraan manusia dan mendorong pembangunan manusia menjadi perhatian penting bagi para penyelenggara pemerintahan. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana pembangunan manusia seutuhnya telah membuahkan hasil di suatu negara, yaitu yang sering disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Pada dasarnya IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang. Namun, IPM juga dipercaya sebagai pengukur efektifitas program dan kebijakan pemerintah terhadap kualitas hidup penduduknya (Basri dan Munandar 2009). IPM terbentuk berdasarkan dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi standar hidup layak. Namun, dalam karya ilmiah ini akan dibatasi pada dimensi standar hidup layak. Standar hidup layak adalah suatu ukuran kualitas hidup manusia. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. Standar hidup layak dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB yang digunakan yaitu PDRB atas dasar harga berlaku menurut provinsi dan sektor pada tahun 2009 di Indonesia. PDRB provinsi-provinsi di Indonesia beragam. Hal ini dikarenakan masing-masing provinsi memiliki keunggulan pada sektorsektor tertentu. Sebagai contoh perbandingan antara PDRB Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat. Jawa Timur memiliki PDRB sebesar 686,848 miliar rupiah yang disumbangkan oleh sektor tertinggi yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 195,202 miliar rupiah, sedangkan Jawa Barat memiliki PDRB sebesar 689,841 miliar rupiah dengan sumbangan terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, yaitu 281,248 miliar rupiah. PDRB suatu provinsi dapat dijadikan sebagai acuan pembangunan provinsi tersebut. Hal ini dapat juga menjadi acuan pembangunan nasional. Sehingga penting adanya pemetaan provinsi berdasarkan PDRB agar pemerintah dapat mengamati pembangunan di Indonesia. Penggunaan biplot dapat digunakan untuk memperoleh pemetaan dengan lebih baik. Pemetaan provinsi dapat digunakan untuk memperoleh gambaran posisi pembangunan di suatu provinsi. Pada karya ilmiah ini, pemetaan dilakukan berdasarkan peubahpeubah sektor. Analisis biplot diperkenalkan oleh Gabriel pada tahun 1971 (Gabriel 1971). Analisis bilpot merupakan salah satu analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar peubah, dan keterkaitan antara objek dengan peubah. Selain itu, analisis biplot digunakan untuk menggambarkan hubungan antara peubah dengan objek yang berada pada ruang berdimensi tinggi ke dalam ruang berdimensi rendah, biasanya dua atau tiga (Greenacre 2010). 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah: 1. Memperoleh gambaran umum tentang perekonomian di Indonesia. 2. Eksplorasi masing-masing peubah sektor lapangan usaha. 3. Pemetaan provinsi berdasarkan peubah sektor lapangan usaha dengan menggunakan analisis biplot. 1.3 Sistematika Penulisan Karya ilmiah ini terdiri dari empat bab. Bab pertama perupakan pendahuluan yang berisi latar belakang dan tujuan karya ilmiah. Bab kedua berupa landasan teori yang berisi istilah dan konsep dari metode biplot untuk memetakan provinsi berdasarkan sektor lapangan usaha. Bab ketiga berupa pembahasan yang berisi eksplorasi sektor lapangan usaha pada tiap-tiap provinsi dan analisis dari metode biplot. Bab terakhir pada tulisan ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penulisan.

11 2 II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi guna mengukur tingkat kemampuan daerah untuk mengelola potensi yang dimilikinya. PDRB dibutuhkan sebagai indikator ekonomi makro regional yang bisa mencerminkan kinerja perekonomian suatu daerah. Besaran PDRB pada suatu waktu tertentu dapat digunakan sebagai cerminan kinerja perekonomian dan sebagai gambaran struktur ekonomi suatu daerah, sedangkan perbandingan PDRB antar waktu bisa digunakan sebagai indikator kemajuan pembangunan ekonomi daerah tersebut. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah yang tercipta dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah dalam satu kurun waktu tertentu, biasanya setahun. Dalam skala nasional disebut PDB (Produk Domestik Bruto) dan untuk skala daerah disebut PDRB. Produk Domestik Bruto maupun agregat turunannya disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu atas dasar berlaku dan atas dasar harga konstan. Harga berlaku adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan harga konstan penilaiannya didasarkan kepada harga satu tahun dasar tertentu (BPS 2010b). Menurut Mankiw (1998), untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana sebuah perekonomian menggunakan sumbersumber dayanya yang langka, para ekonom mencoba memilah-milah komposisi PDRB menjadi beberapa macam pengeluaran. Perumusan PDRB adalah sebagai berikut: Y = C + I + G + NX di mana, Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) C = Konsumsi I = Investasi G = Pengeluaran pemerintah NX = Ekspor neto (selisih antara ekspor dan impor). Adapun definisi komposisi PDRB yang digunakan, yaitu: Konsumsi adalah pengeluaran oleh rumah tangga dan perusahaan atas berbagai barang dan jasa. Investasi adalah pembelian atas berbagai peralatan modal, persiapan dagang atau inventori, dan struktur bisnis. Pengeluaran pemerintah adalah mencakup seluruh pembelian berbagai barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah. Ekspor neto adalah pembelian oleh pihak asing atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri (ekspor) dikurangi oleh pembelian produk setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri (impor). 2.2 Boxplot Boxplot atau diagram kotak garis merupakan salah satu alat peraga dalam pembandingan data dengan cara menggambarkan kotak garis masing-masing kelompok data secara berdampingan sehingga perbandingan lokasi pemusatan maupun rentangan penyebaran data antar kelompok dapat dilihat secara sekaligus (Aunuddin 1989). Ukuran panjang kotak berdasarkan ringkasan 5 angka, yaitu nilai minimum, kuartil pertama (Q 1 ), kuartil kedua atau median (Q 2 ), kuartil ketiga (Q 3 ), dan nilai maksimum dari data yang sudah diurutkan. Secara visual diagram kotak garis dapat menggambarkan lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran data, dan kemiringan pola sebaran data. Lokasi pemusatan data diwakili oleh nilai median, dan rentangan penyebaran data dapat dilihat dari panjang kotak yang merupakan jarak antara Q 1 dan Q 3 atau jarak antar kuartil. Posisi median di dalam kotak akan menunjukkan kemiringan pola sebaran, letak median yang lebih dekat ke Q 1 mencirikan suatu sebaran dengan kemiringan positif atau memanjang ke arah nilai-nilai yang besar, dan kemiringan negatif terjadi bila posisi median lebih dekat ke Q 3. Panjang garis yang menjulur ke luar dari kotak menjadi petunjuk adanya data yang agak jauh dari kumpulannya. Letak Q 1 dan Q 3 membatasi kotak, sedangkan median (Me) berada di dalam kotak. Hal ini menunjukkan bahwa 50% data menyebar di dalam kotak dan sisanya terbagi sama banyak menyebar di sekitar garis atas dan bawah kotak. Didefinisikan: batas bawah dan batas atas. Data yang terletak di atas batas atas (BA) atau di bawah batas bawah (BB) akan terlihat

12 DATA 3 sebagai titik yang terpisah sehingga disebut sebagai pencilan (Hoaglin et al. 1991) Gambar 1 Boxplot dan keterangannya. 2.3 Korelasi Korelasi adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linear antara dua peubah acak. Nilai korelasi antara peubah x dan y dapat diperoleh dengan rumus berikut (Walpole 2005) dengan i = 1, 2, 3,..., n. Nilai maksimum Q 3 Me / Q 2 Q 1 Nilai minimum Nilai korelasi positif menunjukkan bahwa nilai dua peubah tersebut memiliki hubungan linear positif dan begitu juga sebaliknya. Semakin dekat nilai korelasi ke -1 atau +1, semakin kuat korelasi antara kedua peubah tersebut, sebaliknya jika nilai korelasinya mendekati 0 maka semakin lemah korelasi antara kedua peubah tersebut. 2.4 Analisis Biplot Analisis biplot diperkenalkan oleh Gabriel (1971). Pada dasarnya, analisis ini merupakan suatu alat statistika yang menyajikan posisi relatif n objek pengamatan terhadap p peubah secara simultan dalam ruang berdimensi lebih rendah. Jolliffe (1986) mengemukakan dari analisis biplot dikaji hubungan antar objek dan peubah, hubungan antar peubah, kesamaan antar objek dan penciri masingmasing objek. Melalui analisis biplot akan diperoleh visualisasi dari segugus objek dan peubah dalam bentuk grafik bidang datar. Analisis ini dikembangkan berdasarkan Dekomposisi Nilai Singular (DNS) atau Singular Value Decomposition (SVD). Misalkan n merupakan matriks data dengan n objek dan p peubah. Kemudian dikoreksi terhadap nilai rata-rata kolomnya sehingga didapat matriks, (1) dengan 1 adalah vektor berdimensi yang semua elemennya bernilai 1. Matriks koragam (S) peubah ganda dari data adalah (2) sedangkan matriks korelasi dari matriks X adalah (3) dengan adalah matriks diagonal dengan unsur adalah matriks koragam. Misalkan matriks maka jarak Euclid antara objek ke-i dan objek ke-j didefinisikan sebagai antara objek ke-i dan ke-j sebagai dan jarak Mahalanobis Matriks berukuran, adalah banyaknya objek dan adalah banyaknya peubah, serta matriks berpangkat dengan r min{n,p}. Penerapan konsep DNS terhadap matriks X sebagai berikut: (4) Keterangan: U dan W masing-masing berukuran n r dan p r serta ( = matriks identitas berdimensi r) L adalah matriks diagonal berukuran r r dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar kuadrat dari nilai eigen sehingga Kolom matriks W adalah vektor eigen dari matriks Sedangkan kolom matriks U dapat dihitung melalui persamaan : (5) dengan adalah nilai eigen ke-i dari matriks dan adalah kolom ke-i matriks W. Menurut Jolliffe (1986) didefinisikan matriks dan matriks dengan 0 α 1. Sehingga persamaan (4) dapat dituliskan (6) dengan demikian setiap unsur kematriks dapat dituliskan sebagai berikut:.

13 4 (7) di mana dan. Vektor menjelaskan unsur baris (objek) ke-i matriks X, dan vektor menjelaskan unsur kolom (peubah) ke-j matriks X. Jika X berpangkat dua, maka vektor baris dan vektor kolom dapat digambarkan dalam ruang berdimensi dua. Sementara itu, bagi matriks X yang berpangkat lebih dari dua dapat didekati dengan matriks berpangkat dua, sehingga persamaan (6) dapat ditulis menjadi: (8) dengan masing-masing dan mengandung dua unsur vektor dan, dan berturut-turut berisi unsur-unsur dua kolom pertama matriks dan. Dengan pendekatan tersebut matriks X dapat disajikan dalam ruang dimensi dua. Nilai α yang digunakan dapat merupakan nilai sebarang [0,1], tetapi pengambilan nilai-nilai ekstrim yaitu α = 0 dan α = 1 berimplikasi pada interpretasi biplot. 1. Jika α = 0, maka dan, akibatnya: 1) semakin besar korelasi positifnya jika θ mendekati 0, dan korelasi sama dengan 1 jika θ = 0. 2) semakin besar korelasi negatifnya jika θ mendekati π, dan korelasi sama dengan -1 jika θ = π, dan 3) semakin kecil korelasi positif dan negatifnya jika θ mendekati dan tidak berkorelasi apabila θ =. d. Jika X berpangkat p maka: dengan S adalah matriks koragam yang diperoleh dari X. Artinya, kuadrat jarak Mahalanobis antara dan sebanding dengan kuadrat jarak Euclid antara dan. 2. Jika α = 1, maka dan, akibatnya: sehingga diperoleh : (9) a., dengan adalah koragam peubah ke-i dan ke-j. Artinya, penggandaan titik antara vektor dan akan memberikan gambaran koragam antara peubah kei dan ke-j. b., dengan artinya panjang vektor tersebut akan memberikan gambaran tentang keragaman peubah ke-i. Makin panjang vektor dibandingkan dengan vektor maka makin besar keragaman peubah dibanding peubah. c. Korelasi antara peubah ke-i dan ke-j dijelaskan oleh cosinus sudut antara dan (misal : θ), yaitu: Berdasarkan sudut yang dibentuk antara vektor dan, korelasi peubah ke-i dan ke-j dapat dijelaskan sebagai berikut:. artinya: atau kuadrat jarak Euclid antara (10) dan akan sama dengan kuadrat jarak Euclid antara dan. Informasi penting yang bisa didapatkan dari tampilan biplot adalah: 1. Kedekatan antar objek. Dua objek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan. 2. Keragaman peubah. Peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek. Begitu pula sebaliknya, sedangkan peubah dengan keragaman besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. 3. Korelasi antar peubah. Peubah digambarkan sebagai vektor. Jika sudut dua peubah lancip maka korelasinya bernilai positif. Apabila sudut dua peubah tumpul maka korelasinya bernilai negatif.

14 5 Sementara itu, jika sudut dua peubah sikusiku maka tidak saling berkorelasi. 4. Keterkaitan peubah dengan objek. Karakteristik suatu objek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya terhadap suatu peubah. Jika posisi objek searah dengan arah vektor peubah maka objek tersebut bernilai diatas rata-rata, jika berlawanan maka nilainya di bawah rata-rata, dan jika hampir di tengah-tengah maka nilainya mendekati rata-rata. Ukuran Kesesuaian Biplot Menurut Gabriel (2002), biplot tidak hanya sebagai pendekatan matriks data X dengan menggunakan matriks, tetapi juga hasil perkalian sebagai pendekatan dari matriks yang berkaitan dengan ragam koragam dan korelasi antar peubah dan matriks sebagai pendekatan bagi yang berkaitan dengan ukuran ketakmiripan antar objek. Secara umum dan sebagai pendekatannya. Jika maka dengan. Rumus umum yang dikemukakan oleh Gabriel untuk ukuran kesesuaian (GF, Goodness of Fit) analisis biplot ini adalah sebagai berikut : Persamaan di atas dapat ditulis menjadi : X dan H adalah suatu matriks, dimana H merupakan pendekatan X. Ukuran kesesuaian data untuk biplot pada ruang berdimensi dua, yaitu: dengan dinamakan teras dari matriks segi M atau jumlah elemen diagonal dari M sehingga dapat dituliskan:.

15 6 III PEMBAHASAN 3.1 Data Data yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga berlaku menurut provinsi-provinsi di Indonesia dan sektor lapangan usaha tahun 2009 (BPS 2010a). Objek pengamatannya adalah 33 provinsi yang ada di Indonesia. Tabel 1 Objek 33 provinsi. Objek Provinsi 1 Aceh 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Kepulauan Riau 6 Jambi 7 Sumatera Selatan 8 Kepulauan Bangka Belitung 9 Bengkulu 10 Lampung 11 DKI Jakarta 12 Jawa Barat 13 Banten 14 Jawa Tengah 15 DI Yogyakarta 16 Jawa Timur 17 Bali 18 NTB 19 NTT 20 Kalimantan Barat 21 Kalimantan Tengah 22 Kalimantan Selatan 23 Kalimantan Timur 24 Sulawesi Utara 25 Gorontalo 26 Sulawesi Tengah 27 Sulawesi Selatan 28 Sulawesi Barat 29 Sulawesi Tenggara 30 Maluku 31 Maluku Utara 32 Papua 33 Papua Barat Tabel 2 Peubah sektor lapangan usaha. Peubah Keterangan X1 Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan X2 Pertambangan dan penggalian X3 Industri pengolahan X4 Listrik, gas, dan air bersih X5 Konstruksi X6 Perdagangan, hotel, dan restoran X7 Pengangkutan dan komunikasi X8 Keuangan, real estate, dan jasa perusahaan X9 Jasa-jasa 3.2 Deskripsi PDRB Indonesia tahun 2009 PDRB antar provinsi di Indonesia Jumlah PDRB dari provinsi-provinsi di Indonesia pada tahun 2009 adalah 4,527,909 miliar rupiah (Lampiran 1). Provinsi di Indonesia memiliki rata-rata PDRB sebesar 137, miliar rupiah. Gambar 2 memperlihatkan keadaan PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Pada grafik bisa dilihat bahwa objek 31, 25, 30, 28, 9 adalah provinsiprovinsi yang memiliki PDRB lebih kecil dari pada provinsi yang lain, sedangkan provinsi dari pulau Jawa (11, 12, 16, 14) merupakan provinsi-provinsi dengan PDRB yang lebih besar dari pada provinsi lain di Indonesia. Terdapat delapan provinsi yang memiliki PDRB di atas 137, miliar rupiah (Lampiran 1), jadi hanya terdapat delapan provinsi yang memiliki nilai PDRB di atas rata-rata.

16 Persentase(%) Miliar Rupiah Provinsi Gambar 2 Grafik PDRB provinsi-provinsi di Indonesia tahun Gambar 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar provinsi yang memiliki nilai PDRB di atas rata-rata berada pada empat provinsi di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa sangat dominan dalam menentukan perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia sangat terpusat di Pulau Jawa. Delapan provinsi yang memiliki PDRB di atas rata-rata terdiri atas empat provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi DKI Jakarta (11), Provinsi Jawa Barat (12), Provinsi Jawa Tengah (14), dan Provinsi Jawa Timur (16); tiga provinsi di Pulau Sumatera yaitu Provinsi Sumatera Utara (2), Provinsi Riau (4), dan Provinsi Sumatera Selatan (7); serta satu provinsi di Pulau Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan Timur (23). Meskipun demikian, terdapat provinsi yang memiliki PDRB di bawah rata-rata yaitu Provinsi Banten (13) dan Provinsi DI Yogyakarta. Struktur PDRB di Pulau Jawa Gambar 3 menunjukkan struktur PDRB di Pulau Jawa. Tiga sektor penyumbang terbesar bagi PDRB di Pulau Jawa tahun 2009 yaitu sektor industri pengolahan (X3), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6), sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (X1). Sektor industri pengolahan (X3) merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi PDRB di Pulau Jawa pada tahun 2009, sedangkan sektor yang terkecil dalam memberikan sumbangan terhadap PDRB di Pulau Jawa adalah sektor pertambangan dan penggalian (X2). Hal ini disebabkan karena di Pulau Jawa hanya terdapat sedikit bahan tambang yang bisa dimanfaatkan Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Gambar 3 Grafik struktur PDRB di Pulau Jawa.

17 Persentase (%) 8 Peluang usaha sektor industri pengolahan (X3) tertinggi pada Provinsi Banten (13) yaitu sebesar 43.17%, kemudian disusul Provinsi Jawa Barat (12) sebesar 40.77%. Hal ini disebabkan karena kedua provinsi tersebut memiliki daerah yang cocok dengan pertumbuhan industri pengolahan. Sementara itu, pada provinsi DKI Jakarta (11) peluang usaha tertinggi adalah sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) yaitu sebesar 28.17% (Lampiran 2). Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. Struktur PDRB di Indonesia Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya. Jika sumberdaya itu dimanfaatkan dengan baik maka akan dapat meningkatkan pendapatan negara dan membawa masyarakat Indonesia pada kehidupan yang lebih layak. Di Indonesia terdapat sembilan sektor yang dapat memengaruhinya. Struktur PDRB di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan struktur PDRB di Pulau Sumatera (Gambar 4), bagian kedua menjelaskan struktur PDRB di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan (Gambar 5), dan bagian ketiga menjelaskan struktur PDRB di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Gambar 6) Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Gambar 4 Grafik struktur PDRB di Pulau Sumatera. Pada Gambar 4 penyumbang tertinggi PDRB Provinsi Aceh (1) adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) yaitu 28.48% (Lampiran 2). Oleh karena itu, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) merupakan sektor yang dominan di Provinsi Aceh. Masyarakat Aceh dapat mengembangkan sektor X1 dengan baik agar dapat meningkatkan perekonomian daerah Aceh, sedangkan penyumbang terendah adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4) sebesar 0.36%. Pada Provinsi Sumatera Utara (2) antara sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) dan sektor industri pengolahan (X3) tidak jauh berbeda yaitu 23.03% dan 23.29% (Gambar 4). Namun, sektor industri pengolahan (X3) yang menjadi sektor dominan di Provinsi Sumatera Utara (2). Sementara itu, Provinsi Sumatera Barat (3) mempunyai sektor dominan yang sama dengan Provinsi Aceh (1), yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) dengan nilai sebesar 23.95%. Hal ini sesuai dengan kondisi nyata bahwa di Sumatera Barat banyak terdapat lahan kehutanan, terutama hutan karet dan perkebunan kelapa sawit. Sektor yang paling dominan dengan nilai sumbangan sebesar 38.43% di Provinsi Riau (4) adalah sektor pertambangan dan penggalian (X2). Disusul dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) pada urutan kedua sebesar 20.28%. Sektor industri pengolahan (X3) merupakan sektor paling dominan di Provinsi Kepulauan Riau (5) sebesar 46.2%. Berikutnya ada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan sumbangan sebesar 19.55%. Sektor yang memberikan sumbangan tertinggi bagi PDRB di Provinsi Jambi (6) yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) sebesar 27.45%. Provinsi Sumatera Selatan (7) dan Kepulauan Bangka

18 Persentase (%) Persentase (%) 9 Belitung (8) mempunyai sektor dominan yang sama yaitu sektor industri pengolahan (X3) masing-masing sebesar 23.64% dan 21.64%. Sementara itu, Provinsi Bengkulu (9) dan Lampung (10) unggul dalam sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) yaitu sebesar 38.61% dan 39.28%. Hal ini berarti sektor tersebut merupakan sektor paling dominan di provinsi tersebut Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Gambar 5 Grafik struktur PDRB di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Struktur PDRB Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 5. Sektor yang dominan di Provinsi Bali (17) yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan sumbangan sebesar 30%. Sektor dengan persentase tertinggi di Provinsi NTB (18) yaitu sektor pertambangan dan penggalian (X2) sebesar 36.11%. Hal ini berarti sektor yang paling dominan di provinsi 18 yaitu sektor X2. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) merupakan sektor paling dominan di empat provinsi, yaitu Provinsi NTT (19), Kalimantan Barat (20), Kalimantan Tengah (21), Kalimantan Selatan (22) masingmasing sebesar 39.51%, 25.68%, 28.19%, 22.11%. Sementara itu, pada Provinsi Kalimantan Timur (23) persentase sektor tertinggi yaitu sektor pertambangan dan penggalian (X2) sebesar 45.84%. Dengan demikian, sektor yang dominan di provinsi Kalimantan Timur (23) adalah sektor pertambangan dan penggalian Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Gambar 6 Grafik struktur PDRB di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua.

19 Miliar Rupiah (log) 10 Pada Gambar 6 Provinsi Sulawesi Utara (24) hingga provinsi Maluku Utara (31) sektor paling dominan ditunjukkan oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1), sedangkan pada Provinsi Papua (32) sektor paling dominan yaitu sektor pertambangan dan penggalian (X2). Hal ini disebabkan pada Provinsi Papua (32) terdapat perusahaan pertambangan emas terbesar di Indonesia. Sementara itu, sektor yang dominan di Provinsi Papua Barat (33) yaitu sektor industri pengolahan (X3). Persentase nilai PDRB dapat dilihat pada Lampiran 2. Struktur PDRB di Pulau Jawa mengacu pada Gambar 3. Di Provinsi DKI Jakarta (11) sektor paling dominan yaitu sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) sebesar 28.17%. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa DKI Jakarta merupakan ibu kota Negara Indonesia yang pertumbuhan ekonominya dipengaruhi oleh perusahaan, real estate, dan jasa perusahaan. Sementara itu, sektor industri pengolahan (X3) merupakan sektor yang dominan di tiga provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat (12), Provinsi Banten (13), Provinsi Jawa Tengah (14) masing-masing sebesar 40.77%, 43.17%, 32.76%. Hal ini mencerminkan bahwa provinsi-provinsi tersebut cocok untuk kegiatan industri dan pengolahan. Provinsi DI Yogyakarta (15) dan Provinsi Jawa Timur (16) mempunyai sektor yang sama yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan sumbangan masingmasing sebesar 19.72% dan 28.42%. PDRB antar sektor Sebaran PDRB menurut sektor disajikan oleh data logaritmik (Lampiran 3). Gambaran dari peubah sektor dan PDRB yang ditata sesuai dengan mediannya disajikan sebagai boxplot dan diberikan pada Gambar X1 X2 X3 X4 X5 Sektor X6 X7 X8 X9 Gambar 7 Boxplot PDRB dan peubah sektor lapangan usaha. Dari boxplot di atas dapat dilihat keragaman dan data pencilan. Pada Gambar 7 hanya peubah X1, X2, X3, dan X7 yang tidak mempunyai pencilan. Objek 12 (Jawa Barat), 11 (DKI Jakarta), dan 16 (Jawa Timur) merupakan pencilan atas dari peubah X4, X5, X6, dan X8, berarti ketiga objek ini mempunyai selisih yang cukup besar jika dibandingkan dengan rata-rata maupun nilai objek di bawahnya. Lokasi pemusatan peubah X3, X4, X7, dan X9 ke arah nilai PDRB yang kecil. Hal ini dapat dilihat dari nilai median dari masingmasing peubah. Lokasi pemusatan X2 dan X5 ke arah nilai PDRB yang besar, sedangkan lokasi pemusatan untuk peubah X1, X6, dan X8 berada pada nilai mediannya. Peubah X1, X6, dan X8 mempunyai pola sebaran data mendekati simetri atau mediannya hampir sama dengan rata-rata. Peubah X3, X4, X7, dan X9 mempunyai pola

20 11 sebaran data dengan kemiringan positif. Hal ini dapat dilihat posisi median yang lebih dekat dengan Q 1 serta kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata dari peubah tersebut lebih besar dari mediannya. Sementara itu, peubah X2 dan X5 mempunyai pola sebaran data dengan kemiringan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata dari peubah tersebut berada di bawah mediannya. Pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) mempunyai median dan rata-rata yang hampir sama yaitu 4.02 dan 4.04, hal ini berarti penjuluran data pada peubah X1 simetri. Sektor pertambangan dan penggalian (X2) memiliki nilai sumbangan terhadap PDRB relatif lebih kecil dari pada X1. Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa median menuju ke arah nilai PDRB yang besar. Hal ini berarti rata-rata dari sektor X2 lebih kecil dari pada mediannya. Dilihat dari Gambar 7, peubah X3 memberikan nilai sumbangan terhadap PDRB terbesar dibandingkan dengan sektor lain, sedangkan sektor yang memberikan sumbangan terkecil terhadap PDRB di Indonesia adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4). Pada sektor listrik, gas, dan air bersih (X4) terdapat satu objek yang nilainya jauh lebih tinggi dibanding dengan objek lain. Objek tersebut adalah Jawa Barat (12) yang merupakan objek dengan sumbangan terbesar bagi PDRB di Indonesia dengan nilai sumbangan sebesar Pada peubah X5 terdapat pencilan atas dan pencilan bawah. Pencilan atas yaitu objek yang memberikan sumbangan terhadap PDRB yang lebih besar, yaitu Provinsi DKI Jakarta (11), sedangkan objek yang memberikan sumbangan terkecil yaitu Provinsi Maluku (30) dan Maluku Utara (31). Hal ini berarti peubah 30 dan 31 memberikan kontribusi kecil terhadap pembangunan Indonesia pada sektor konstruksi (X5). Provinsi Jawa Timur (16) merupakan objek dengan sumbangan terbesar terhadap PDRB pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6). Pada peubah X6 nilai tengah (median) sama dengan rata-ratanya sehingga penjuluran data peubah tersebut simetri. Secara visual sektor pengangkutan dan komunikasi (X7) dapat dilihat bahwa median menuju ke arah nilai PDRB yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata data pada sektor tersebut lebih besar dari pada mediannya. Sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) mempunyai satu provinsi yang terletak jauh dari provinsi lain yaitu DKI Jakarta (11). Hal ini terjadi karena provinsi DKI Jakarta memiliki nilai sumbangan terhadap PDRB yang jauh lebih besar dibanding dengan provinsi lain. Pada sektor jasa-jasa (X9) terdapat pencilan bawah yaitu Provinsi Maluku Utara (31). Hal ini menunjukkan bahwa objek 31 memberikan sumbangan terkecil pada sektor jasa-jasa (X9). 3.3 Pemetaan provinsi Pada bagian ini akan dilakukan pemetaan provinsi berdasarkan sektor dengan menggunakan analisis biplot. Analisis biplot dapat memberikan informasi berupa kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar peubah, keterkaitan peubah dengan objek. Informasi yang diberikan oleh analisis biplot dapat menggambarkan kondisi pembangunan ekonomi pada setiap provinsi. Berdasarkan dekomposisi nilai singular dengan α = 0 akan diperoleh koordinat biplot yang diberikan pada Lampiran 4. Gambar 8 menyajikan biplot kondisi pembangunan provinsi di Indonesia. Gambar 8 menunjukkan peubah X6, X9, X7, dan X5 memiliki panjang vektor yang relatif sama panjang. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman data yang dimiliki peubahpeubah tersebut relatif sama besar. Peubah X2, X1, dan X8 digambarkan dengan vektor yang lebih pendek dari peubah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah tersebut memilliki keragaman data yang relatif kecil. Korelasi antar peubah dicerminkan oleh sebarapa kecil sudut yang dibentuk antar peubah, semakin kecil sudut antar peubah semakin tinggi korelasi. Visualisasi dari Gambar 8 dan nilai korelasi antar peubah (Lampiran 5) biplot memperlihatkan korelasi yang sangat tinggi terdapat pada peubah X7 dan X9, kedua peubah ini hampir berhimpitan. Nilai korelasi antara peubah X7 dan X9 yaitu sebesar Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi (X7) dan sektor jasa (X9) mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika sektor pengangkutan meningkat maka akan diikuti dengan peningkatan sektor jasa. Sektor pertambangan dan penggalian (X2) dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) merupakan dua peubah yang memiliki korelasi paling kecil. Pada visualisasi biplot (Gambar 8) peubah X2 dan X8 digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut mendekati 90 o (siku-siku), serta didapatkan nilai korelasinya sebesar dan nilai-p sebesar yang lebih besar dari α pada taraf nyata sebesar 0.05 sehingga dapat dikatakan peubah X2 dan X8 tidak berkorelasi.

21 Dim-2 (16.65%) 12 Oleh karena itu, jika sektor pertambangan dan penggalian meningkat maka tidak berpengaruh pada peningkatan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8). GF=85.22% Dim-1 (68.57%) Gambar 8 Biplot provinsi terhadap PDRB dan peubah sektor lapangan usaha. Berdasarkan visualisasi biplot dan nilai korelasinya dapat diketahui sektor-sektor yang berkorelasi terhadap sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1). Sektor industri (X3) merupakan sektor yang berkorelasi positif terhadap sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1). Hal ini dapat menunjukkan bahwa sebagian besar industri di Indonesia berbasis pertanian. Sektor kedua yang berkorelasi terhadap sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sektor pertanian maka semakin besar pula listrik, gas dan air bersih yang digunakan. Sektor ketiga yang berkorelasi yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan nilai korelasi yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran penting bagi pertanian karena disinilah produk pertanian akan dipasarkan. Pada visualisasi biplot (Gambar 8) X1 dan X2 membentuk sudut lancip, namun dari hasil korelasi ternyata X1 dan X2 berkorelasi namun tidak signifikan pada taraf nyata 0.05 karena didapatkan nilai-p X1 dan X2 sebesar Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi yang tidak nyata antara X1 dan X2. Pertanian dan pertambangan pada kenyataannya adalah dua sektor yang tidak saling berhubungan. Berdasarkan nilai korelasi (Lampiran 5), tidak ada sektor yang berkorelasi signifikan terhadap sektor pertambangan dan penggalian (X2). Hasil dari visualisasi biplot dan nilai korelasi terdapat beberapa sektor yang

22 13 berkorelasi signifikan terhadap sektor industri (X3). Sektor yang berkorelasi tertinggi bagi industri adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4). Pada visualisasi biplot, X3 dan X4 hampir berhimpitan. Nilai korelasi antara X3 dan X4 yaitu sebesar dengan nilai-p sebesar Jadi dapat dikatakan bahwa sektor industri sangat erat hubungannya dengan ketersediaan listrik dan gas di suatu daerah sebagai sumber energinya. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) merupakan sektor yang berkorelasi tinggi kedua terhadap sektor industri (X3). Pada Gambar 6, X3 dan X6 membentuk sudut lancip, nilai korelasi antara X3 dan X6 yaitu sebesar dengan nila-p sebesar 0.000, ini menunjukkan sektor perdagangan dan sektor industri berkorelasi tinggi. Sektor konstruksi (X5) merupakan sektor yang berkorelasi tinggi terhadap sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan (X8), sektor jasa (X9), dan sektor pengangkutan dan komunikasi (X7) masing-masing berkorelasi di atas 0.90 dan dengan nilai-p Secara visual (Gambar 8) terlihat X5 membentuk sudut lancip terhadap X8, X9, X7. Secara visual terlihat dari Gambar 8, objek 2, 14, 16, 12 merupakan objek yang paling dekat terhadap peubah X1. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) merupakan penyumbang PDRB bagi provinsiprovinsi tersebut. Namun, penyumbang terbesar sektor tersebut adalah Provinsi Jawa Timur (16). Rata-rata PDRB sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar 20,377.9 miliar rupiah, sedangkan hasil pertanian Provinsi Jawa Timur sebesar 112,231 miliar rupiah. Dua objek dengan karakteristik sama digambarkan sebagai dua titik yang posisinya saling berdekatan. Dengan kata lain, dua provinsi (objek) yang letaknya berdekatan merupakan provinsi yang berpengaruh dalam menyumbangkan PDRB di Indonesia. Sektor pertambangan dan penggalian (X2) merupakan sektor penciri yang penting bagi Provinsi Riau (4) dan Provinsi Kalimantan Timur (23). Pada hasil visualisasi biplot (Gambar 8) memperlihatkan objek 4 dan 23 berdekatan dengan peubah X2. Rata-rata PDRB sektor pertambangan dan penggalian (X2) pada tahun 2009 sebesar 12, miliar rupiah, sedangkan pada tahun tersebut sektor pertambangan dan penggalian dari Provinsi Riau (4) dan Provinsi Kalimantan Timur (23) menyumbangkan PDRB sebesar 75, miliar rupiah dan 130,628.9 miliar rupiah. Keterkaitan peubah dengan objek dicerminkan oleh objek yang terletak searah dengan arah dari suatu peubah, dikatakan bahwa pada objek tersebut nilainya di atas rata-rata. Sebaliknya jika objek lain terletak berlawanan dengan arah dari peubah tersebut, maka objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata. Sedangkan objek yang hampir ada di tengah-tengah, memiliki nilai dekat dengan rata-rata. Provinsi DKI Jakarta (11) merupakan provinsi yang memiliki nilai PDRB di atas rata-rata pada sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan (X8). Pada visualisasi biplot (Gambar 8) terlihat objek 11 terletak searah dengan arah peubah X8. Maka dapat dikatakan bahwa DKI Jakarta (11) memiliki nilai PDRB di atas rata-rata. DKI Jakarta (11) merupakan satu-satunya provinsi yang sangat miskin di sektor pertanian (X1). Secara visual pada Gambar 8, 11 adalah objek yang berada paling jauh dari peubah X1. Ukuran kesesuaian data untuk biplot pada Gambar 8, menunjukkan bahwa analisis biplot mampu menerangkan 85.22% keragaman data. Pereduksian dimensi mengakibatkan hilangnya informasi sebesar 14.78%. Sebagai contoh, nilai korelasi antara peubah X2 dan X4 pada perhitungan (Lampiran 5) ditunjukkan dengan nilai korelasi negatif. Sementara itu, berdasarkan visualisasi biplot peubah X2 dan X4 memiliki korelasi yang positif. Pada Gambar 8 diberikan gambaran provinsi dan vektor peubah dalam biplot. Berdasarkan kedekatan antar provinsi dan kedekatan provinsi dengan peubah. Maka terdapat lima kelompok provinsi, yaitu: 1. Kelompok 1: DKI Jakarta (11) terletak searah dengan arah vektor peubah X8. Maka DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki nilai di atas rata-rata dalam sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan (X8). 2. Kelompok 2: Jawa Barat (12) dan Jawa Timur (16). Kedua provinsi ini memiliki keragaman data yang besar pada sektor pertanian (X1) serta kedua provinsi ini merupakan penyumbang PDRB terbesar bagi sektor pertanian. 3. Kelompok 3: Jawa Tengah (14), Sumatera Utara (2) merupakan provinsi yang cukup berpengaruh terhadap sektor pertanian (X1). 4. Kelompok 4: Riau (4) dan Kalimantan Timur (23). Kedua provinsi ini berdekatan dengan peubah X2. Maka dapat dikatakan bahwa Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Timur merupakan

23 14 penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan dan penggalian (X2). 5. Kelompok 5: 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33 merupakan objek yang terletak berlawanan arah dengan semua peubah, maka objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata. V SIMPULAN 1. Pembangunan di Indonesia belum merata. Dapat dilihat bahwa provinsi-provinsi di Pulau Jawa merupakan provinsi dengan PDRB terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa sangat dominan dalam menentukan perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia terpusat di Pulau Jawa. 2. Sektor industri pengolahan merupakan sektor penyumbang bagi PDRB yang dominan di Pulau Jawa. Sementara itu, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan merupakan sektor penyumbang bagi PDRB yang dominan di tiga pulau, yaitu Pulau Sumatera; Pulau Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan; dan Pulau Sulawesi, Maluku, Papua. 3. Berdasarkan analisis biplot, diperoleh lima kelompok dalam pemetaan provinsi: Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki nilai di atas rata-rata dalam sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan. Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan penyumbang PDRB terbesar bagi sektor pertanian. Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Tengah cukup berpengaruh dalam sektor pertanian. Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Timur merupakan penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan. Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Banten, DI Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat merupakan provinsi yang memiliki PDRB di bawah rata-rata.

24 15 DAFTAR PUSTAKA Aunuddin Analisis Data. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Basri F, Munandar H Lanskap Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010a. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi- Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha. Jakarta. BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010b. Statistik Indonesia. Jakarta. BPS. Gabriel KR The Biplot graphic display of matrices with application to principal component analysis. Biometrika. 58: Gabriel KR Goodness of fit of biplots and correspondence analysis. Biometrika. 89: Greenacre MJ Biplots in Practice. Madrid: Foundation BBVA. Hoaglin et al Fundamental of Exploratory Analysis of Variance. New York: John Wiley & Sons, Inc. Jolliffe IT Principal Component Analysis, Second Ed. New York: Springer- Verlag. Mankiw NG Principles of Macroeconomics. Amerika: Harcout Brace College Publishers. Walpole RE Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta: Gramedia.

25 LAMPIRAN 16

26 17 17 Lampiran 1 Tabel PDRB Harga Berlaku Menurut Provinsi di Indonesia dan Sektor Tahun 2009 Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 PDRB Jumlah

PENERAPAN BIPLOT PADA PEMETAAN SUMBER DAYA KESEHATAN ANTARPROVINSI DI INDONESIA SUWAIBATUL ASLAMIYAH

PENERAPAN BIPLOT PADA PEMETAAN SUMBER DAYA KESEHATAN ANTARPROVINSI DI INDONESIA SUWAIBATUL ASLAMIYAH PENERAPAN BIPLOT PADA PEMETAAN SUMBER DAYA KESEHATAN ANTARPROVINSI DI INDONESIA SUWAIBATUL ASLAMIYAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Biplot Kanonik dan Analisis Procrustes dengan Mathematica Biplot biasa dengan sistem perintah telah terintegrasi ke dalam beberapa program paket statistika seperti SAS,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Biplot merupakan metode eksplorasi analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dianalisis dan hasilnya ditransformasi menjadi matriks berukuran??

TINJAUAN PUSTAKA. dianalisis dan hasilnya ditransformasi menjadi matriks berukuran?? TINJAUAN PUSTAKA Data Disagregat dan Agregat Berdasarkan cara pengumpulannya, data dapat dibedakan atas data internal dan data eksternal. Data internal berasal dari lingkungan sendiri sedangkan data eksternal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Eksplorasi Data Diagram kotak garis merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran, dan kemiringan pola sebaran. Gambaran

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PER KAPITA DI INDONESIA RISCHA AMALIA SEPTIANI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PER KAPITA DI INDONESIA RISCHA AMALIA SEPTIANI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PER KAPITA DI INDONESIA RISCHA AMALIA SEPTIANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanpa memperhatikan bidang penelitian yang dikaji, mengumpulkan data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanpa memperhatikan bidang penelitian yang dikaji, mengumpulkan data BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanpa memperhatikan bidang penelitian yang dikaji, mengumpulkan data yang informatif pada situasi yang kompleks kadang-kadang merupakan suatu pekerjaan yang sulit dilakukan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2009 MENCAPAI 4,5 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 meningkat sebesar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 55/08/Th. XVI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 TUMBUH 5,81 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

BIPLOT DATA DISAGREGAT DAN AGREGAT DALAM PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB DEDE SAHRUL BAHRI

BIPLOT DATA DISAGREGAT DAN AGREGAT DALAM PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB DEDE SAHRUL BAHRI BIPLOT DATA DISAGREGAT DAN AGREGAT DALAM PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB DEDE SAHRUL BAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 13/02/Th. XV, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2011 MENCAPAI 6,5 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan

Lebih terperinci

UKURAN KESESUAIAN DALAM ANALISIS BIPLOT BIASA DAN ANALISIS BIPLOT IMBUHAN MARIYAM

UKURAN KESESUAIAN DALAM ANALISIS BIPLOT BIASA DAN ANALISIS BIPLOT IMBUHAN MARIYAM UKURAN KESESUAIAN DALAM ANALISIS BIPLOT BIASA DAN ANALISIS BIPLOT IMBUHAN MARIYAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 2 ABSTRAK MARIYAM.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 No. 63/08/Th. XVII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 TUMBUH 5,12 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Gambaran dari peubah mata kuliah, IPK dan nilai Ujian Nasional yang ditata sesuai dengan mediannya disajikan sebagai boxplot dan diberikan pada Gambar. 9 3 Data 6

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI-PROVINSI Dl INDONESIA MENURUT LAPANGAN USAHA 2OO9-2OO9

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI-PROVINSI Dl INDONESIA MENURUT LAPANGAN USAHA 2OO9-2OO9 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI-PROVINSI Dl INDONESIA MENURUT LAPANGAN USAHA 2OO9-2OO9 Gross Regional Domestic Product Of Provinces in Indonesia by Industrial Origin Daftar I si/ List of Contents

Lebih terperinci

ANALISIS LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN GRAFIK BIPLOT SQRT (SQUARE ROOT BIPLOT)

ANALISIS LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN GRAFIK BIPLOT SQRT (SQUARE ROOT BIPLOT) ANALISIS LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN GRAFIK BIPLOT SQRT (SQUARE ROOT BIPLOT) SKRIPSI Disusun Oleh : ANIK NURUL AINI 240 102 111 300 28 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2010 MENCAPAI 6,1 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015 No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA DENGAN ANALISIS KORESPONDENSI DESTY PUTRI SARI

PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA DENGAN ANALISIS KORESPONDENSI DESTY PUTRI SARI i PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA DENGAN ANALISIS KORESPONDENSI DESTY PUTRI SARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 64/11/61/Th. XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 TUMBUH 4,45 PERSEN Besaran Produk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 26/05/61/Th. XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I-2012 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 6,0 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2013 MENCAPAI 5,78 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78

Lebih terperinci

Transformasi Biplot Simetri Pada Pemetaan Karakteristik Kemiskinan

Transformasi Biplot Simetri Pada Pemetaan Karakteristik Kemiskinan Transformasi Biplot Simetri Pada Pemetaan Karakteristik Kemiskinan Desy Komalasari Fakultas MIPA, Universitas Mataram e-mail: Desi_its@yahoo.com Mustika Hadijati Fakultas MIPA, Universitas Mataram e-mail:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/02/Th.XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015 TUMBUH 5,13 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung tahun

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 No. 63/11/Th.XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 EKONOMI DIY TRIWULAN III-

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVII, 5 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 4,69 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR Jur. Ris. & Apl. Mat. I (207), no., xx-xx Jurnal Riset dan Aplikasi Matematika e-issn: 258-054 URL: journal.unesa.ac.id/index.php/jram PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 54/11/61/Th. XIII, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III TAHUN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan III- meningkat sebesar

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 BPS PROVINSI LAMPUNG No.06/02/18/Th.XIV, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,97 PERSEN SELAMA TAHUN 2013 Sebagai dasar perencanaan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVI, 6 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 5,79 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

BIPLOT DENGAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR BIASA DAN KEKAR UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB WARSITO

BIPLOT DENGAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR BIASA DAN KEKAR UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB WARSITO BIPLOT DENGAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR BIASA DAN KEKAR UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB WARSITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.63/11/61/Th. XVI, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2013 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2013 TUMBUH 6,41 PERSEN Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 TUMBUH 5,07 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 TUMBUH 5,07 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2014 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/08/Th.XVI, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 TUMBUH 5,07 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017 Ekonomi Provinsi Lampung Triwulan III- 2017 Tumbuh 5,21 Persen Melambat Dibandingkan Triwulan III- 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PEUBAH-PEUBAH PENDIDIKAN FUKA ANING LESTARI

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PEUBAH-PEUBAH PENDIDIKAN FUKA ANING LESTARI 0 ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PEUBAH-PEUBAH PENDIDIKAN FUKA ANING LESTARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012 No. 61/11/72/Th. XV, 05 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 27/05/72/Thn XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014 No. 13/02/19/Th.IX, 5 Februari 2015 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014 TUMBUH 4,68 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN TERAKHIR Release PDRB

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

BIPLOT DENGAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR BIASA DAN KEKAR UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB WARSITO

BIPLOT DENGAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR BIASA DAN KEKAR UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB WARSITO BIPLOT DENGAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR BIASA DAN KEKAR UNTUK PEMETAAN PROVINSI BERDASARKAN PRESTASI MAHASISWA IPB WARSITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I TAHUN 2015 No. 34/05/19/Th.IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2015 TUMBUH 4,10 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/11/Th.XVII, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Diagram kotak garis (boxplot) merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran, dan kemiringan pola sebaran.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XIX, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,11 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2016 Perekonomian Lampung triwulan I-2017

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 59/11/61/Th. XIV, 7 November2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III TAHUN 2011 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan III-2011

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/01/Th.XV, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 TUMBUH 5,08 PERSEN, MELAMBAT 0,7 PERSEN DARI TAHUN 2013 Perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Sebelum melakukan pembahasan mengenai permasalahan dari skripsi ini, pada bab ini akan diuraikan beberapa teori penunjang yang dapat membantu dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 No.23/05/31/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 No. 37/08/31/Th. XV, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci