BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir, baik kasus di dalam negeri maupun di luar negeri yang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai kualitas audit menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir, baik kasus di dalam negeri maupun di luar negeri yang melibatkan akuntan publik didalamnya. Menurut Alim, dkk (2007) kasus pelanggaran pada profesi auditor telah banyak dilakukan, mulai dari kasus Enron di Amerika sampai dengan kasus Telkom di Indonesia sehingga membuat kredibilitas auditor semakin dipertanyakan. Terkait kasus Enron, KAP Andersen sebagai pihak ketiga yang independen, mencederai kepercayaan dari principal (stockholder) untuk memberikan suatu informasi yang benar mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen (manajemen Enron) dalam mengemban amanah dari principal. KAP Andersen menerima puluhan juta dolar yang melebihi biaya atas audit eksternal atas biaya konsultasi yang terpisah. Kasus serupa juga terjadi pada kasus Telkom tentang tidak diakuinya KAP Eddy Pianto oleh SEC yang mana SEC tentu memiliki alasan khusus mengapa mereka tidak mengakui keberadaan KAP Eddy Pianto. Beberapa kasus tersebut tentunya membawa dampak pada rendahnya kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Rendahnya kualitas audit yang dihasilkan, bila dicari akar permasalahan maka banyak pihak menempatkan auditor sebagai pihak yang bertanggung jawab dan independensi auditor merupakan salah satu faktor yang diduga memicu 1

2 permasalahan ini (Giri, 2010). Berbagai upaya dilakukan guna mendorong kembalinya sikap independensi auditor, contoh nyata adalah Pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) pada tahun Tujuan Undang- Undang ini adalah untuk menyediakan perlindungan yang lebih baik bagi para investor dengan membentuk dewan pengawas baru, meningkatkan tata kelola perusahaan dan pengendalian internal, meningkatkan pengungkapan keuangan, dan memperkuat auditor independen (Anandarajan et al. 2008). Pergantian aturan terhadap Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) Auditing Standar No.2 menjadi PCAOB Auditing Standar No.5 juga dilakukan untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sikap profesional auditor. Menurut Tandirerung (2012), tuntunan masyarakat akan keprofesionalan auditor akhir-akhir ini semakin meningkat seiring perkembangan dunia usaha. Seorang auditor harus memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang audit untuk dapat menjadi profesional (Yuniarti, 2011). Pandangan profesional yang tinggi akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan (Dharma dan Wisadha, 2013). Khusus di Indonesia, guna menunjang hal tersebut maka dalam melaksanakan tugasnya, auditor berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar umum terkait dengan kemampuan dan kualifikasi untuk menjaga mutu profesional auditor. Standar pekerja lapangan mengatur pertimbangan-pertimbangan auditor dalam pelaksanaan audit dan standar pelaporan terkait dengan pertimbangan- 2

3 pertimbangan auditor dalam menyusun laporan audit. Penerapan standar audit yang benar oleh auditor ketika melakukan audit pada perusahaan, diharapkan mampu menaikkan kualitas audit. Kualitas audit yang tinggi, mencerminkan laporan keuangan yang diaudit tersebut dapat dipercaya dan dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Penerapan standar audit yang benar dalam pelaksanaan audit berdampak terhadap peningkatan kualitas audit yang dihasilkan. Definisi mengenai kualitas audit sendiri sangat beragam, hal ini dikarenakan kualitas audit dapat diukur melalui beberapa pendekatan. DeAngelo (1981), dengan menggunakan pendekatan ukuran kantor akuntan publik sebagai tolak ukur kualitas audit kemudian mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Bedard dan Michelene (1993), dengan menggunakan pendekatan lain yaitu pendekatan kualitas hasil pekerjaan auditor yang terdiri atas, pendekatan berorientasi hasil (outcome oriented) dan pendekatan berorientasi proses (process oriented). Pendekatan yang berorientasi hasil, kualitas audit dapat diukur melalui hasil audit berupa laporan audit dan laporan keuangan. Untuk laporan audit, ukuran yang dapat diobservasi adalah kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan bangkrut (Carey dan Simnett, 2006), sedangkan untuk laporan keuangan, ukuran yang dapat diobservasi adalah kualitas laba. Pendekatan yang berorientasi proses, kualitas audit dapat diukur melalui tingkat kepatuhan auditor terhadap standar profesional 3

4 akuntan publik (SPAP), tingkat spesialisasi auditor dalam bidang industri klien, profesionalisme auditor, dan penerapan etika profesi oleh auditor (Li, 2004). Kualitas audit berdasarkan pendekatan berorientasi proses didefinisikan sebagai penerapan standar akuntansi dan standar audit dalam pelaksanaan audit oleh auditor guna mampu mengungkapkan serta melaporkan pelanggaran yang dilakukan klien. Pendekatan berorientasi proses mampu memberikan gambaran bagaimana auditor melakukan pekerjaannya hingga menghasilkan suatu kualitas audit yang dapat diukur. Kualitas audit dalam hal ini terkait dengan hasil yang di dapat dalam melakukan audit, maka auditor memiliki posisi yang strategis baik dimata manajemen maupun dimata pemakai laporan keuangan (Saputra, 2012). Posisi strategis inilah yang kemudian menimbulkan sikap dilematis dalam diri auditor terkait independensi. Tandirerung (2001), menyatakan sikap independen sudah melekat pada pribadi setiap auditor karena hal tersebut merupakan tuntutan profesi akuntan pubik, namun karena adanya desakan atau pengaruh dari klien untuk mendukung kepentingannya, maka independensi tidak lagi berdefinisikan secara sempurna dalam pendirian auditor. Cristiawan (2002) menyatakan independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Independen berarti bebas dari pengaruh, karena seorang auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor memiliki kewajiban untuk jujur baik kepada manajemen dan pemilik perusahaan, maupun kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Menurut Halim (2008), sikap mental independen dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu independensi dalam 4

5 kenyataan (independence in fact), independensi dalam penampilan (independence in appearance) dan independensi dalam keahlian (independence in competence). Menurut Arens dan Loebbecke (1995:85), sikap mental independen terdiri atas dua aspek yaitu independensi dalam kenyataan (independence in fact) dan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Independensi dalam kenyataan (independence in fact) akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) merupakan hasil interprestasi pihak lain mengenai independensi. Auditor yang tidak lagi independen, maka kualitas auditnya patut dipertanyakan. Penelitian yang dilakukan oleh Castellani (2008) menunjukkan bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh pada kualitas audit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari (2012), bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh positif pada kualitas hasil proses audit. Saputra (2012), juga meneliti variabel yang sama yaitu independensi, hasilnya memperlihatkan bahwa independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Hasil penelitian berbeda di ungkapkan oleh Hanny, dkk (2011) menunjukkan independensi auditor tidak berpengaruh pada kualitas proses audit dan Rapina, dkk (2011) yang juga menunjukkan kompetensi dan independensi auditor tidak berpengaruh pada kualitas proses audit. Perbedaan beberapa hasil penelitian terkait bagaimana pengaruh independensi auditor pada kualitas audit hingga kini masih menjadi suatu fenomena dalam dunia audit yang belum dapat terpecahkan. Menurut PSAP Seksi

6 penggunaan kata independensi yang berdiri sendiri dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman dapat diluruskan ketika pandangan independensi baik independensi dalam pemikiran maupun independensi dalam penampilan dilihat secara utuh oleh pengguna jasa audit sehingga tidak terjadi bias terkait sikap independensi yang dimiliki auditor. Sikap independen atau tidak independensinya auditor terkait akan kualitas audit yang dihasilkannya menjadi satu dari beberapa permasalahan audit saat ini. Fenomena lainnya yang juga mampu mempengaruhi kualitas audit yaitu kontrak kerjasama dalam hal penentuan besaran fee audit antara auditor dan klien. Hoitash et al.(2007), menemukan bukti bahwa ketika auditor melakukan negosiasi dengan pihak manajemen mengenai besaran tarif fee yang dibayarkan terkait hasil kerja laporan auditan, maka kemungkinan besar akan terjadi konsensi resiprokal yang jelas akan mereduksi kualitas laporan auditan. Halim (2008:36) jelas menyatakan bahwa anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee karena dapat merusak citra profesi. Definisi terhadap fee audit diungkapkan Herawaty (2011), fee adalah sumber pendapatan bagi akuntan publik, sedangkan Elder (2011:80) menyatakan bahwa imbalan jasa audit atas kontrak kerja audit merefleksikan nilai wajar pekerjaan yang dilakukan dan secara khusus auditor harus menghindari ketergantungan ekonomi tanpa batas pada pendapatan dari setiap klien. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) pada tanggal 2 Juli 2008 menerbitkan Surat Keputusan No. KEP. 024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Audit fee. Peraturan tersebut menjabarkan beberapa hal yang menjadi 6

7 pertimbangan ketika dilakukan negosiasi besaran fee audit, yaitu: kebutuhan klien; tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties); independensi; tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan; banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan; dan basis penetapan fee yang disepakati. Bervariasinya nilai moneter yang diterima auditor pada tiap pekerjaan audit yang dilakukannya berdasarkan hasil negosiasi, tidak menutup kemungkinan akan memberikan pengaruh pada kualitas proses audit. Jong-Hag,et a.l (2010) juga berpendapat hal yang sama, bahwa fee audit yang besar dapat membuat auditor menyetujui tekanan dari klien dan berdampak pada kualitas audit yang dihasilkan. Penelitian terkait hal tersebut dilakukan Wuchun (2004) yang menunjukkan bukti berbeda, bahwa fee audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan Dhaliwan et al. (2008) membuktikan bahwa fee audit secara signifikan mempengaruhi kualitas audit. Uraian-uraian pada latar belakang menunjukkan adanya inkonsistensi hasil penelitian mengenai kualitas proses audit yang dilakukan oleh beberapa peneliti sehingga penelitian mengenai kualitas proses audit perlu dilakukan terkait faktorfaktor yang mempengaruhinya diantaranya independensi auditor dan besaran fee audit. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba membuktikan pengaruh independensi auditor dan besaran fee audit terhadap kualitas proses audit. 7

8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka pokok permasalahan pada penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah pengaruh independensi auditor terhadap kualitas proses audit? 2) Bagaimanakah pengaruh besaran fee audit terhadap kualitas proses audit? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan penelitian adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh independensi auditor terhadap kualitas proses audit. 2) Untuk mengetahui pengaruh besaran fee audit terhadap kualitas proses audit Kegunaan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi pihak- pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, antara lain: 8

9 1) Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam kajian empiris tentang independensi auditor dan besaran fee audit pada kualitas proses audit serta dapat dijadikan perbandingan, pengembangan, dan penyempurnaan dari penelitian terdahulu. 2) Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memerikan gambaran, informasi kepada pihak yang berkepentingan bahwa independensi auditor dan besaran fee audit merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas proses audit. 1.4 Sistematika Penulisan Skripsi ini tersusun menjadi lima (5) bab yang mana antara bab satu dengan bab lainnya memiliki keterkaitan hubungan. Gambaran dari masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menjabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menjabarkan teori-teori penunjang terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi ini, pembahasan hasil penelitian sebelumnya dan rumusan hipotesis. 9

10 Bab III Metode Penelitian Bab ini menjabarkan desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, pengujian instrumen penelitian serta teknik analasis data yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menjabarkan gambaran umum kantor akuntan publik, karakteristik responden, deskripsi dari masing-masing variabel yang diteliti, hasil penelitian, serta pembahasan hasil dalam penelitian. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini menjabarkan simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan penelitian ini beserta saran dan keterbatasan yang dianggap perlu bagi para peneliti selanjutnya, dan organisasi kantor akuntan publik pada khususnya. 10