BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN
|
|
- Budi Hadi Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Pada bab IV ini merupakan langkah awal peneliti untuk memperoleh refleksi dari kondisi existing yang terdapat di perusahaan. Data yang diperoleh merupakan data yang didapatkan dari pengumpulan data sekunder dan hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yang diteliti. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data-data apa saja yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data yang telah didapatkan tadi sesuai dengan metode yang telah ditetapkan dalam rangka penyelesaian permasalahan yang dibahas dalam penelitian. 4.1 Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data akan dijelaskan data apa saja yang dikumpulkan selama penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan adalah profil perusahaan sebagai tempat yang menjadi objek penelitian dan proses produksi yang terjadi sebagai gambaran kinerja sistem yang menjadi amatan selama penelitian. Kemudian sebagai input kedalam model simulasi yang dibuat merupakan data sekunder berupa data historis kerusakan mesin dan lama perbaikan masing-masing tersebut. Selain data yang disebutkan diatas, diperlukan juga data mengenai diagram aliran proses (Process Flow Diagram) untuk pembentukan blok diagram yang akan digunakan untuk menggambarkan hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dan diterjemahkan ke dalam model simulasi.
2 Profil dan sejarah umum perusahaan PT. Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang bernaung di bawah Holding Company PT. Pupuk Sriwijaya Palembang. PT. Petrokimia Gresik berusaha dalam bidang produksi industri pupuk pestisida, industri bahanbahan kimia, peralatan pabrik, jasa rancang bangun dan perekayasaan serta jasa lainnya. Pada bidang industri pupuk terdapat produk utama yang dihasilkan adalah Urea, Amonium Sulfat (ZA), Superfosfat (SP-36), dan pupuk majemuk NPK (Phonska). Selain produk utama tersebut, beberapa produk non pupuk yang dihasilkan antara lain adalah Cement Retarder dan Aluminium Fluorida (AlF 3 ). Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan produk pupuk dan non pupuk tersebut, PT. Petrokimia Gresik juga menghasilkan beberapa produk kimia antara (intermediate product) yaitu Amoniak, Asam Sulfat dan Asam Fosfat. Sebagai salah satu BUMN, PT. Petrokimia Gresik mengemban tugas untuk memenuhi kebutuhan pupuk Urea di seluruh Jawa Timur dan seluruh produk ZA, SP-36 dan Phonska yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar seluruh Indonesia. Sedangkan untuk produk non pupuk dan kimia antara utamanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan sebagian sisanya diekspor ke pasar luar negeri. PT. Petrokimia Gresik berlokasi di Kawasan Industri PT. Petrokimia Gresik yang berada di Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur dengan luas lahan sebesar 450 Ha. Pabrik ini menempati 3 kecamatan yang terdiri atas beberapa desa, yaitu : 1. Kecamatan Gresik, yang meliputi Desa Ngipik, Karangturi, Sukorame dan Tlogopojok. 2. Kecamatan Kebomas, yang meliputi Desa Kebomas, Tlogopatut dan Randuagung. 3. Kecamatan Manyar, yang meliputi Desa Romo Meduran, Pojok Pesisir dan Topen.
3 39 Pada mulanya pabrik pupuk yang hendaknya di bangun di Jawa Timur ini disebut Proyek Petrokimia Surabaya, dimana pemerintah telah merancang keberadaannya sejak tahun 1956 melalui Biro Perancang Negara (BPN). Pada tahun 1972 PT. Petrokimia Gresik diresmikan dan sampai dengan saat ini telah mengalami 6 kali perluasan dimana pada perluasan yang keenam ini dilaksanakan pembangunan pabrik pupuk Majemuk oleh kontraktor PT. Rekayasa Industri dengan nama Phonska yang menggunakan teknologi proses oleh INCRO dari Spanyol. Pabrik tersebut menempati areal seluas + 10 ha yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian produksi, bagian utilitas, bagian gudang bahan baku, bagian pengantongan, bagian mekanik dan bagian instrumen. Pada bagian produksi terdiri atas unit proses, scrubbing system, bak penetral, CCR (Central Control Room) serta laboratorium. Sedangkan pada bagian pengantongan dilengkapi dengan 2 gudang yaitu gudang penyimpanan produk akhir yang telah dikantongi dan gudang produk curah. Pabrik Phonska diresmikan pada 25 Agustus 2000 dimana letak pabrik tersebut berdekatan dengan pabrik pupuk PF 1 dan PT. Petrosida yang akan memudahkan memperoleh bahan baku seperti urea dan ZA serta juga berdekatan dengan pelabuhan milik PT. Petrokimia Gresik yang memudahkan distribusi bahan baku, yang sebagian besar masih impor dari negara lain seperti KCl Visi dan misi perusahaan Visi PT. Petrokimia Gresik yaitu : Menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya paling diminati konsumen. Misi PT. Petrokimia Gresik adalah : 1. Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya program swasembada pangan. 2. Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran kegiatan operasional dan pengembangan usaha.
4 40 3. Mengembangkan potensi usaha untuk pemenuhan industri kimia nasional dan berperan aktif dalam community development.
5
6 Struktur organisasi Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Petrokimia Gresik
7 Process Flow Diagram Gambar Process Flow Diagram ini diperoleh dari bagian produksi Unit Phonska. Data mengenai diagram alir proses ini digunakan untuk melihat gambaran umum proses yang terjadi pada produksi produk yang diamati. Dalam diagram alir ini terdapat informasi yang terperinci dari mesin yang digunakan untuk proses produksi yang tersusun atas kode mesin dan nama mesin tersebut. Sehingga dari diagram alir proses ini dapat diketahui mesin-mesin yang mendukung proses produksi sehingga dapat dilihat juga hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain. Untuk diagram alir proses yang didapatkan dari perusahaan dapat dilihat pada lampiran A Proses produksi Berikut ini akan dijelaskan secara rinci proses produksi dari pembuatan pupuk Phonska meliputi proses Pregranulating, Reacting, Granulating, Drying, Screening, Polishing Screening, Cooling, Coating dan Bagging. Gambar 4.2 Pupuk Phonska Dalam Kemasan
8 Proses pregranulating Adalah proses pencampuran awal bahan baku berbentuk padatan (solid) yang terdiri dari Amonium Sulfat (ZA), Urea, Potasium Klorida (KCl) dan Filler. Proses tersebut terjadi di dalam pug mill yang dilengkapi oleh double screw inclined conveyor, berfungsi untuk mencampurkan semua bahan baku dan recycle solid serta memungkinkan penambahan bahan baku cair / gas seperti asam sulfat, steam dan amoniak untuk meningkatkan produktivitas unit granulasi. Tetapi saat ini pug mill hanya sebagai mixer solid saja. Produk yang keluar dari pug mill selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke dalam drum granulator dan akan mengalami proses granulasi Proses reacting Adalah proses reaksi awal bahan baku berbentuk liquid (cair) antara Asam Fosfat (H 3 PO 4 ) dengan Amoniak. Pada proses ini Asam Sulfat dinetralkan dengan amoniak hingga mencapai nisbah MR (Mol Ratio) N/P antara 1 s/d 1,8. Nilai tersebut bergantung dari grade yang diinginkan. Proses netralisasi ini berlangsung di dalam reaktor pipa (pipe reactor) yang dipasang sedemikian rupa sehingga slurry (campuran amoniak dan asam fosfat) yang dihasilkan langsung tertuang ke dalam granulator. Temperatur slurry berkisar antara C sedangkan kadar air yang terkandung mencapai 8-17 %. Pengamatan selama proses berlangsung terhadap flow NH 3 harus diperhatikan. Dengan frekuensi 1 x 1 jam dan batasan minimal 2,1 m 3 / jam. Sedangkan untuk flow scrubber liquor dengan frekuensi 1 x 1 jam dan batasan 7,5 m 3 / jam Proses granulating Adalah proses untuk memperbesar ukuran suatu massa dari partikel pertikel yang ukurannya lebih kecil, dimana sifat
9 33 kimia dan fisika dari bahan pembentuk masih dapat diidentifikasi dan kemungkinan juga sebagian berubah dengan adanya reaksi kimia. Proses ini terjadi di granulator, yaitu alat terjadinya proses granulasi yang merupakan proses utama dalam pembuatan pupuk Phonska. Granulator diperlukan dengan tujuan agar pupuk yang dihasilkan memiliki butiran yang seragam sehingga mempermudah penggunaannya oleh konsumen dan memiliki kekerasan yang cukup pada saat penyimpanan sehingga tidak mudah menggumpal karena sifat pupuk yang higroskopis. Seluruh bahan baku dan recycle diumpankan ke dalam granulator baik secara langsung maupun melalui pug mill. Recycle berasal dari produk yang berbentuk butiran halus, produk oversize dan produk undersize. Asam sulfat dapat ditambahkan ke dalam granulator yang selanjutnya akan bereaksi dengan amoniak yang dimasukkan melalui ploughshare. Reaksi asam sulfat dengan amoniak ini terjadi pada permukaan butiran pupuk (granul) yang menyebabkan granul tersebut tetap kering (yang merupakan suatu keuntungan jika urea dengan tingkat kelarutan tinggi), keadaan ini juga dapat membuat granul menjadi keras sehingga mudah dalam hal penyimpanan dan penanganannya lebih lanjut. Hal yang perlu diperhatikan selama proses berlangsung adalah temperatur dari butiran pupuk harus berada diantara C dengan frekuensi pengamatan 1 x 1 shift. Sedangkan untuk MR dan ph dari butiran pupuk frekuensi pengamatan dilakukan setiap 1 x 2 jam dengan batasan minimal 1,2 untuk MR dan minimal 6 untuk ph Proses drying Adalah proses pengeringan butiran pupuk setelah mengalami proses granulating. Dryer berbentuk rotary drum yang akan mengeringkan butiran pupuk dari granulator hingga kadar airnya mencapai 1-1,5 % dengan menggunakan udara pengering secara co-current. Terdapat 3 jenis fan yang digunakan untuk menyuplai udara ke dalam dryer. Yang pertama adalah
10 34 Combustion Fan, berfungsi untuk menyediakan udara dengan kuantitas stoikiometri untuk pembakaran. Sedangkan yang kedua adalah Quench Air Fan yang digunakan untuk mendinginkan daerah furnace (tungku pembakaran). Serta yang ketiga adalah Air Fan yang berfungsi untuk mengatur kondisi udara yang dibutuhkan agar dapat mencapai temperatur di dalam dryer sesuai dengan ketentuan. Produk yang telah kering diumpankan ke exit dryer conveyor melalui exit dryer elevator yang akan membawa produk tersebut ke penyaringan Proses screening Adalah proses penyaringan awal butiran pupuk. Screen feeder berguna untuk mengoptimalkan distribusi produk yang akan melewati screen. Screen bertipe double check ini digunakan karena memiliki efisiensi yang tinggi dan kemudahan dalam pemeliharaan dan pembersihannya. Alat tersebut juga dilengkapi dengan motor vibrator serta self cleaning system. Butiran pupuk dengan ukuran yang sesuai (onsize) yang berhasil melewati screen feeder akan langsung diumpankan menuju small recycle regulator. Untuk butiran pupuk dengan ukuran oversize dipisahkan secara gravitasi ke dalam pulverizer (crusher), yang terdiri atas double opposed rotor chain mill yang cocok digunakan untuk rate produksi tinggi. Selanjutnya butiran pupuk dengan ukuran onsize diumpankan menuju recycle regulator bin Proses polishing screening Pada proses ini terjadi penyaringan akhir butiran pupuk dari ukuran produk undersize. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan butiran halus yang selanjutnya akan digabungkan dengan aliran proses recycle. Sisa butiran pupuk onsize (komersil) yang biasanya berlebih akan dikembalikan menuju recycle belt conveyor melalui hopper. Perhatian khusus ditujukan pada recycle belt conveyor dikarenakan dioperasikan dalam kecepatan
11 35 rendah, hal ini dilakukan untuk mencegah terbuangnya produk. Recycle conveyor akan mengumpulkan produk yang telah dihancurkan oleh crusher, butiran halus yang berasal dari screen dan kelebihan produk yang nantinya menuju granulator elevator Proses cooling Adalah proses pendinginan butiran pupuk yang telah melalui proses penyaringan. Butiran pupuk tersebut dialirkan secara gravitasi menuju fluid bed cooler yang akan menurunkan temperatur menggunakan 2 tahap pendinginan yaitu dengan udara ruang dan udara pendingin. Untuk mencegah penyerapan kadar air selama proses pendinginan pada proses ini dilengkapi oleh air desaturator bila udara lingkungan terlalu basah yang dilakukan pada tahap pertama. Sedangkan pada tahap kedua dilengkapi dengan air chiller yang akan mengurangi kandungan air absolut dalam udara yang akan masuk. Butiran pupuk yang telah melalui proses pendinginan selanjutnya menuju coating rotary drum Proses coating Pada proses ini terjadi pelapisan pada butiran pupuk. Hal ini sangat penting dikarenakan sifat higroskopis bahan baku pupuk yang dapat mempercepat proses caking (penggumpalan). Terdapat 2 tahapan, yang pertama adalah proses pemberian coating powder yang bertujuan untuk menghaluskan permukaan butiran pupuk. Sedangkan yang kedua adalah proses pemberian coating oil yang bertujuan untuk memberi warna pada setiap butiran pupuk, dalam hal ini warna dari butiran pupuk Phonska adalah warna merah. Untuk menambah sifat anti caking ditambahkan senyawa teraminasi sehingga dapat memberikan daya tahan ekstra terhadap penyerapan air. Selanjutnya butiran pupuk menuju final product belt conveyor yang dilengkapi dengan timbangan akhir produk serta tempat pengambilan sampel
12 36 otomatis yang diambil tiap 1x4 jam dan digunakan untuk keperluan analisis Proses bagging Proses akhir dari produksi dimana butiran pupuk akan mengalami proses pengantongan yang dibantu oleh operator. Terdapat 2 tahapan dari proses pengantongan ini, yang pertama adalah pengemasan dua tingkat bahan (double packing) yaitu pemberian inner berbentuk plastik sebagai kemasan primer dan pemberian karung plastik / Polypropilene sebagai kemasan sekunder. Sedangkan yang tahap kedua adalah proses penjahitan kantong pupuk. Selanjutnya pupuk akan dipindahkan menuju gudang penyimpanan sementara. Gambar 4.3 Proses Produksi Pupuk Phonska Data Waktu Antar Kerusakan dan Data Waktu Lama Perbaikan Data waktu antar kerusakan dan data waktu lama perbaikan merupakan data yang berasal dari Log Book (buku harian produksi), Records yang didapatkan dari Central Control
13 37 Room (CCR) dan history cards yang dimiliki oleh masing-masing mesin. Pengumpulan data ini banyak sekali dibantu oleh pihak perusahaan untuk dapat menterjemahkan data-data yang didapatkan dari beberapa sumber yang telah disebutkan. Data yang telah dikumpulkan dan dicari distribusinya akan digunakan sebagai input kedalam model simulasi yang akan dibuat. Untuk data waktu antar kerusakan, data yang perlu dicari adalah data tanggal kerusakan untuk masing-masing mesin sehingga dapat dicari interval antar kerusakannya. Kemudian untuk data waktu lama perbaikan, yang perlu dicari adalah tanggal kerusakan masing-masing mesin dan lamanya perbaikan untuk masingmasing mesin yang mengalami rusak. Untuk sistem produksi di Unit Phonska ini dapat kita klasifikasikan ke dalam beberapa subsistem yang menggambarkan tingkat atau level dalam proses produksi. Pada Unit Phonska sendiri secara umum dapat digolongkan ke dalam 7 subsistem, subsistem yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : a) Subsistem Feeding b) Subsistem Granulasi c) Subsistem Drying d) Subsistem Screening e) Subsistem Cooling f) Subsistem Coating g) Subsistem Bagging Data Waktu Antar Kerusakan Data berikut ini merupakan rekap waktu antar kerusakan masing-masing mesin pada Sub Divisi Phonska. Satuan yang terdapat dalam data dibawah ini adalah hari. Untuk pencatatan mengenai data kerusakan ini terlebih dahulu disepakati bagaimana sebuah equipment atau mesin tersebut dikatakan rusak. Berdasarkan hasil brainstorming dengan pihak perusahaan didefinisikan kerusakan yang dicatatkan adalah equipment atau mesin yang sudah tidak berjalan sesuai fungsi yang diinginkan
14 38 pada periode tertentu. Jadi rusak disini adalah apabila mesin tersebut sudah benar-benar tidak dapat dipakai lagi atau pada suatu periode mesin tersebut harus diganti karena tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai yang diinginkan oleh perusahaan. Pada tabel 4.1 merupakan salah satu contoh bentuk data rekap pada subsistem feeding dan untuk rekap data pada subsistem yang lain akan diberikan pada lampiran B. Tabel 4.1 Rekap Data Waktu antar Kerusakan Subsistem Feeding Feeding System Equipment 09M653 09M654 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M Waktu Antar Kerusakan Data Waktu Lama Perbaikan Data waktu lama perbaikan ini merupakan data seorang operator melakukan perbaikan pada masing-masing komponen yang rusak. Untuk pencatatan pada waktu lama perbaikan, yang dilihat bukan komponen dari suatu mesin yang mengalami kerusakan sehingga harus diperbaiki namun pada mesin mana komponen yang diperbaiki tersebut berada. Data lama perbaikan ini dapat ditemukan dari Log Book (buku harian produksi), Records yang didapatkan dari Control Room (CCR) dan history cards yang dimiliki oleh masing-masing mesin. Jika waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin tidak, maka data mengenai waktu lama perbaikan ini didapatkan dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan. Data berikut ini merupakan rekapan waktu lama perbaikan masing-masing mesin pada Sub Divisi Phonska. Satuan yang terdapat dalam data dibawah ini adalah
15 39 jam. Pada tabel 4.2 berikut ini salah satu contoh bentuk data rekap pada subsistem feeding dan untuk rekap data pada subsistem yang lain akan diberikan pada lampiran B. Tabel 4.2 Rekap Data Lama Perbaikan pada Subsistem Feeding Equipment 09M653 09M654 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M Waktu Lama Perbaikan Feeding System 4.2 Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data ini, akan dijelaskan tahapan peneliti untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai dalam penelitian. Diantaranya adalah membuat blok diagram aliran proses produksi dengan bantuan (brainstorming) pihak perusahaan kemudian mengolah data historis yang didapatkan untuk mendapatkan input model simulasi. Pengolahan ini dibantu oleh software Reliasoft Weibull ++ dan juga Input Analyzer yang ada pada software Arena Blok Diagram Pada tahap pertama pengolahan adalah pembentukan blok diagram dari proses produksi yang terjadi. Blok diagram ini dibuat berdasarkan Process Flow Diagram yang terdapat di perusahaan yang diamati dan juga hasil brainstorming dengan
16 40 pihak perusahaan untuk mengidentifikasi mesin atau equipment yang memiliki pengaruh paling besar terhadap proses produksi yang terjadi. Blok diagram inilah yang akan menjadi dasar pembentukan model simulasi dimana dalam blok diagram yang dibuat akan diketahui bagaimana keterkaitan mesin yang satu dengan mesin yang lain. Blok diagram ini dibuat dengan menstrukturkan mesin-mesin tersebut sesuai tingkatannya dalam proses produksi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman gambar. Tingkat atau level yang paling tinggi adalah sistem pabrik atau plant kemudian level selanjutnya adalah subsistem-subsistem yang terdapat pada pabrik tersebut. Level paling kecil yang terdapat pada blok diagram ini adalah level 3, dimana level 3 ini merupakan mesin-mesin yang saling berhubungan dalam sistem yang terdapat di Unit Phonska. Subsistem yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : a) Subsistem Feeding b) Subsistem Granulasi c) Subsistem Drying d) Subsistem Screening e) Subsistem Cooling f) Subsistem Coating g) Subsistem Bagging Contoh blok diagram untuk level satu dapat ditunjukkan pada gambar 4.4 contoh blok diagram untuk level dua dapat dilihat pada gambar 4.5, contoh blok diagram untuk level tiga dapat dilihat pada gambar 4.6 Untuk blok diagram selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
17 41 Gambar 4.4 Contoh Blok Diagram Level 1 Gambar 4.5 merupakan level II dari Gambar 4.4 yang merupakan break down elemen yang terdapat di Subsistem Feeding. Gambar 4.5 Contoh Blok Diagram level II Gambar 4.6 merupakan level III dari Gambar 4.5 yang merupakan break down elemen yang terdapat di Subsistem Conveying I. Gambar 4.6 Contoh Blok Diagram Level III
18 Fitting Distribusi Waktu Antar Kerusakan dan Distribusi Waktu Lama Perbaikan Input yang paling penting dalam simulasi adalah distribusi waktu proses. Untuk penelitian mengenai Plant Reliability ini, data yang akan dicari distribusi waktunya adalah data waktu antar kerusakan dan data waktu lama perbaikan. Tool yang akan digunakan sebagai alat bantu disini adalah Input Analyzer yang terdapat pada software Arena Distribusi Waktu antar Kerusakan Setelah mengumpulkan waktu antar kerusakan pada masing-masing mesin maka langkah selanjutnya adalah mencari distribusi waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin tersebut. Data yang telah dikumpulkan sudah dikelompokkan berdasarkan sub sistem yang terdapat pada blok diagram sehingga untuk pengolahannya juga berdasarkan pada subsistem masingmasing Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Feeding Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.3 dihalaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu antar kerusakan untuk masingmasing mesin pada subsistem Feeding.
19 43 Tabel 4.3 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Feeding No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Feeding System 1 09M653 UNIF(159, 264) 2 09M654 UNIF(106, 363) 3 09M * BETA(0.112, 0.112) 4 09M102 UNIF(126, 294) 5 09M103 UNIF(60, 229) 6 09M WEIB(29.7, 0.483) 7 09M * BETA(0.271, 0.31) 8 09M EXPO(78.7) 9 09M EXPO(42.7) Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Granulasi Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.4 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-maisng mesin pada subsistem Granulasi. Tabel 4.4 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Granulasi No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Granulasi System 1 09M WEIB(47.6, 0.488) 2 09P952A (Water) 45 + WEIB(31.3, 0.26) 3 09P952B (Water) 45 + WEIB(31.3, 0.26) 4 H 3 PO 4 TRIA(33, 158, 283) 5 09P800A (NH 3 ) UNIF(135, 291) 6 09P800B (NH 3 ) * BETA(0.112, 0.112) 7 09P705A (H 2 SO 4 ) * BETA(0.252, 0.277) 8 09P705B (H 2 SO 4 ) WEIB(27.3, 0.339) 9 09E104 UNIF(5, 142) 10 Pipe Reactor 45 + WEIB(35.7, 0.4) 11 09M109 (Granulator) LOGN(10.8, 18.8)
20 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Drying Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.5 akan ditunjukkan dihalaman selanjutnya secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masingmasing mesin pada subsistem Drying. Tabel 4.5 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Drying No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Drying System 1 Natural gas UNIF(72, 260) 2 Fuel oil WEIB(19.8, 0.263) 3 09P107A/B * BETA(0.0649, ) 4 09C104 (Blower) WEIB(9.26, 0.265) 5 09C105 (Blower) Constan 1x B101 (Furnace) WEIB(7.61, 0.45) 7 09M EXPO(49.1) 8 09M WEIB(22.8, 0.57) Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Screening Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.6 dihalaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masingmasing mesin pada subsistem Screening.
21 45 Tabel 4.6 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Screening No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Screening System 1 09V102 (Diverter) UNIF(192, 345) 2 09V GAMM(282, 0.245) 3 09M113A (Screen Feeder) * BETA(0.118, 0.114) 4 09M113B (Screen Feeder) * BETA(0.118, 0.114) 5 09F101A (Screen) 2 + WEIB(28.5, 0.535) 6 09F101B (Screen) 8 + EXPO(65.1) 7 09M * BETA(0.452, 1.64) 8 09M115 (Screen Feeder) * BETA(0.033, ) 9 09F102 (Polishing Screen) 3 + EXPO(92.3) Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Cooling Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.7 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Cooling. Tabel 4.7 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Cooling No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Cooling System 1 09E EXPO(61.7) 2 09C103 UNIF(56, 191) 3 09C WEIB(24.3, 0.408) 4 09FB EXPO(49.8) 5 09M WEIB(28.8, 0.256)
22 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Coating Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.8 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Coating. Tabel 4.8 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Coating No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Coating System 1 09M * BETA(0.553, 0.483) 2 09P109 UNIF(120, 306) 3 09M124A/C 87 + WEIB(21.7, 0.464) 4 09M EXPO(156) 5 09M LOGN(21.6, 65.8) Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Bagging Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.9 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masingmasing mesin pada subsistem Bagging.
23 47 Tabel 4.9 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Bagging No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Bagging System 1 09M GAMM(405, 0.282) 2 09M * BETA(0.36, 0.33) 3 09M GAMM(307, 0.255) 4 09M505A-1 NORM(150, 40.7) 5 09M505A EXPO(192) 6 09M505B EXPO(44.4) 7 09M505B * BETA(0.4, 0.519) Distribusi Waktu Lama Perbaikan Selain pencarian distribusi data waktu antar kerusakan maka dicari pula distribusi waktu lama perbaikan untuk masingmasing mesin yang mengalami kerusakan. Data yang yang telah dikumpulkan sudah dikelompokkan berdasarkan sub sistem yang terdapat pada blok diagram sehingga untuk pengolahannya juga berdasarkan pada subsistem masing-masing Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Feeding Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.10 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin pada subsistem Feeding.
24 48 Tabel 4.10 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Feeding No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Feeding System 1 09M EXPO(1.72) 2 09M654 UNIF(0.35, 2) 3 09M101 UNIF(3, 4.43) 4 09M * BETA(0.875, 0.779) 5 09M WEIB(0.703, 1.42) 6 09M WEIB(2.16, 0.624) 7 09M LOGN(3.1, 3.96) 8 09M * BETA(0.0836, 0.183) 9 09M107 LOGN(3.49, 8.44) Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Granulasi Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.11 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Granulasi. Tabel 4.11 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Granulasi No Nama Subsistem/Equipment Distribusi 1 Granulasi System 09M108 7 * BETA(0.374, 1.14) 2 09P952A (Water) * BETA(0.812, 0.846) 3 09P952B (Water) LOGN(1.31, 1.46) 4 H 3 PO * BETA(0.709, 0.959) 5 09P800A (NH 3) * BETA(0.0719, ) 6 09P800B (NH 3) * BETA(0.851, 0.813) 7 09P705A (H 2SO 4) * BETA(0.9, 0.941) 8 09P705B (H 2SO 4) LOGN(2.88, 3.42) 9 09E104 WEIB(12.8, 0.526) 10 Pipe Reactor NORM(1.94, 0.729) 11 09M109 (Granulator) WEIB(2.98, 0.817)
25 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Drying Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.12 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Drying. Tabel 4.12 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Drying No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Drying System 1 Natural gas * BETA(0.313, 0.46) 2 Fuel oil * BETA(0.509, 0.476) 3 09P107A/B * BETA(0.854, 0.947) 4 09C104 (Blower) * BETA(0.435, 0.513) 5 09C105 (Blower) Constan 1x B101 (Furnace) WEIB(1.98, 1.04) 7 09M111 WEIB(2.78, 0.48) 8 09M * BETA(0.0342, 0.385) Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Screening Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.13 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Screening.
26 50 Tabel 4.13 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Screening No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Screening System 1 09V102 (Diverter) 2.51 * BETA(1.03, 0.769) 2 09V * BETA(0.747, 0.965) 3 09M113A (Screen Feeder) EXPO(1.21) 4 09M113B (Screen Feeder) 7 * BETA(0.383, 0.496) 5 09F101A (Screen) 8 * BETA(0.585, 1.02) 6 09F101B (Screen) 9 * BETA(0.449, 0.851) 7 09M EXPO(6.03) 8 09M115 (Screen Feeder) * BETA(1.07, 0.714) 9 09F102 (Polishing Screen) * BETA(0.867, 0.856) Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Cooling Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.14 akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Cooling. Tabel 4.14 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Cooling No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Cooling System 1 09E * BETA(0.908, 0.811) 2 09C * BETA(0.456, 0.786) 3 09C102 EXPO(2.83) 4 09FB * BETA(0.774, 1.1) 5 09M GAMM(1.91, 1.42)
27 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Coating Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.15 akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Coating. Tabel 4.15 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Coating No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Coating System 1 09M119 WEIB(4.88, 0.625) 2 09P109 7 * BETA(0.0279, ) 3 09M124A/C LOGN(3.02, 11) 4 09M117 UNIF(0.999, 4.39) 5 09M * BETA(0.419, 0.944) Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Bagging Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.16 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Bagging.
28 52 Tabel 4.16 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Bagging No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Bagging System 1 09M * BETA(0.626, 1.12) 2 09M * BETA(1.27, 0.815) 3 09M * BETA(0.728, 0.888) 4 09M505A * BETA(0.626, 0.849) 5 09M505A LOGN(1.22, 1.26) 6 09M505B-1 LOGN(1.12, 2.03) 7 09M505B-2 LOGN(1.52, 3.8) Pengembangan Model Simulasi Menurut Kelton dan Sadowski, simulasi adalah proses dari desain dan membuat model yang sudah terkomputerisasi dari sistem nyata maupun sistem yang akan diteliti dengan tujuan melakukan sejumlah eksperimen untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada kita mengenai tingkah laku dari sistem yang diamati pada suatu kondisi. Memodelkan sistem dengan menggunakan model simulasi Arena bertujuan untuk memodelkan kondisi sistem yang terdapat pada unit produksi pada perusahaan. Memodelkan sistem yang terdapat pada perusahaan yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan Blok Diagram yang telah dibuat pada bagian sebelumnya yang merupakan representasi dari Process Flow Diagram yang dimiliki oleh perusahaan Model Simulasi Model simulasi komputer adalah suatu model dimana pada model ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menggambarkan sistem sesungguhnya dan dapat dilakukan proses eksperimen dengan model ini pada komputer (Pritsher, 1986). Yang akan dimodelkan disini adalah keterkaitan yang dimiliki oleh mesin yang satu dengan mesin yang lain. Keterkaitan atau
29 53 hubungan yang dimiliki oleh mesin satu dengan mesin yang lain meliputi (O Connor, 1995) : Hubungan Seri, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana jika dalam rangkaian mesin tersebut, salah satu mesin mengalami kegagalan atau rusak maka sistem yang ada akan berhenti. Hubungan Paralel, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana sistem akan mengalami kegagalan atau berhenti jika dua atau lebih mesin (yang terhubung secara paralel) mengalami kegagalan. Hubungan m dari n mesin, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana sistem memiliki jumlah minimal mesin (m mesin) yang harus dapat dioperasikan dari jumlah yang ada (n mesin) agar sistem yang ada tetap berjalan sedang mesin yang lain merupakan mesin cadangan apabila mesin tersebut mengalami kegagalan. Hubungan Stand By, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana terdapat satu atau lebih mesin yang bertindak sebagai subtitute atau pengganti bilamana mesin utama (yang dijalankan dahulu) mengalami kegagalan. Jika mesin utama tersebut selesai diperbaiki maka mesin pengganti tersebut juga akan dihentikan. Pada gambar 4.7 merupakan model simulasi untuk level I dari Unit Phonska, sedangkan untuk model simulasi keseluruhan Pabrik dapat dilihat pada lampiran D.
30 54 Gambar 4.7 Model Simulasi Level I Unit Phonska Berikut ini merupakan keterangan mengenai pembuatan model simulasi hingga model untuk penelitian ini terbentuk : Penggambaran simulasi untuk masing-masing equipment atau mesin yang terdapat di perusahaan akan ditunjukkan oleh gambar 4.8. Gambar 4.8 Model simulasi untuk masing-masing mesin Modul Create disamping akan digunakan untuk men-generate waktu antar kerusakan dimana didalamnya akan dimasukkan hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang terdapat pada masingmasing mesin. Modul Process disamping aka digunakan untuk men-generate waktu lama perbaikan dimana didalamnya akan dimasukkan hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang terdapat pada masing-masing mesin.
31 55 Modul Dispose disamping digunakan untuk mencatatkan berapa banyak perbaikan yang telah dilakukan maupun berapa banyak kerusakan yang terjadi selama simulasi dijalankan. Penggambaran logika sistem yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain akan ditunjukkan pada gambar 4.9 Gambar 4.9 Pengembangan model untuk menggambarkan hubungan antar mesin Modul Create disamping digunakan untuk melakukan pengecekan status dari mesin yang ingin dilihat kondisinya. yang dimodelkan. Modul Decide disamping digunakan untuk memeriksa status dari mesin yang dimodelkan. Di modul inilah akan dimasukkan logika hubungan daripada mesin Logika hubungan yang dimaksud adalah sebagai berikut : Untuk mesin yang dihubungkan secara seri maka logika yang dimasukkan adalah STATE(Operator 09M106) == BUSY_RES STATE(Operator 09M107) == BUSY_RES. Tanda menunjukkan fungsi or atau dapat diinterpretasikan bahwa jika salah satu mesin mengalami kerusakan, dimana
32 56 kerusakan disini digambarkan sebagai State atau keadaan dari Resource berupa operator adalah Busy atau sedang melakukan proses, maka sistem juga akan berhenti. Untuk mesin yang dihubungkan secara paralel maka logika yang dimasukkan adalah STATE(Operator 09M102) == BUSY_RES && STATE(Operator 09M103) == BUSY_RES. Tanda && menunjukkan fungsi and atau dapat diinterpretasikan bahwa sistem akan mengalami kegagalan jika kedua buah mesin yang dimodelkan mengalami kerusakan. Untuk mesin yang dihubungkan secara m dari n mesin yang tersedia maka logika yang dimasukkan hampir sama dengan hubungan paralel namun yang diparalelkan adalah jumlah minimal mesin yang dapat membuat sistem berhenti. Seperti yang terdapat pada subsistem Dozometer Conveying pada penelitian ini, dimana dibutuhkan 3 mesin yang harus beroperasi dari 4 mesin yang tersedia agar sistem berjalan. Sehingga sistem akan berhenti jika minimal dua mesin yang tersedia mengalami kerusakan. Untuk mesin yang memiliki stand by maka logika yang dimasukkan juga hampir sama dengan hubungan paralel jika hanya terdapat dua buah mesin (salah satu merupakan mesin stand by) dan hampir sama juga dengan hubungan yang dimiliki oleh hubungan m dari n mesin (yang biasaya dalam sistem yang memiliki stand by ini satu mesin merupakan cadangan bagi mesin yang lain). Modul Assign disamping digunakan untuk menandai bagaimana status dari sistem yang dimodelkan oleh mesin-mesin yang terdapat dibawahnya dan dihubungkan oleh logic dalam modul decide. Status yang dimaksudkan adalah jika sistem mengalami kegagalan maka akan ditandai dengan nilai 1 sedangkan jika sistem berjalan normal maka akan ditandai dengan nilai 0.
33 57 Untuk mesin yang berfungsi sebagai Stand By dari mesin yang lain maka model akan digambarkan seperti pada gambar 4.10 Gambar 4.10 Pengembangan model untuk mesin yang digunakan sebagai stand by dari mesin yang lain Penggunaan masing-masing modul hampir sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya namun dalam mesin yang berfungsi stand by ini kerusakan yang di-generate-kan hanya sekali (pada modul Create) dan memiliki 3 nilai status yakni -1 untuk menandai bahwa mesin dalam keadaan stand by, 0 untuk menandai bahwa mesin sedang digunakan atau beroperasi dan 1 untuk menandai bahwa mesin dalam keadaan rusak. Serta terdapat beberapa logic untuk melihat status dari mesin yang lain sehingga jika mesin yang lain mengalami kerusakan, mesin stand by ini akan dijalankan Integrasi software Arena 5.0 kedalam Excel Dari model simulasi yang telah dibuat perlu ditambahkan script atau bahasa pemrograman yang dapat memfasilitasi output yang ingin dicapai oleh simulasi pada penelitian ini. Script ini merupakan salah satu sarana yang terdapat pada software Arena berupa Visual Basic on Application. Bahasa pemrograman ini sangat berguna sekali karena output yang ingin dilihat dari simulasi ini adalah titik kerusakan yang di-generate oleh simulasi. Bahasa pemrograman ini akan mengeintegrasikan outputan simulasi berupa titik kerusakan tadi kedalam Excel untuk dapat
34 58 dilakukan pengolahan lebih lanjut. Untuk script dari VBA yang digunakan akan ditunjukkan pada lampiran E Verifikasi dan Validasi Model Setelah model dapat dijalankan maka perlu dilakukan proses verifikasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat sudah sesuai dengan logika yang telah ditentukan. Verifikasi merupakan proses untuk meyakinkan bahwa implementasi komputer dari model adalah bebas error. Proses verifikasi ini dapat dilakukan dengan cara melakukan proses debug terhadap model komputer (Kelton & Sadowski, 2003). Validasi merupakan suatu proses perbandingan parameter antara model simulasi dengan sistem yang disimulasikan (Pidd, 1992). Proses validasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa model berlaku seperti sistem riilnya (Kelton & Sadowski, 2003). Sebuah model dapat diterima sebagai model yang memadai apabila model tersebut berhasil melewati uji validasi. Validasi yang dilakukan pada penelitian Tugas Akhir ini adalah dengan menggunakan validasi kotak putih (White Box Validation). Proses validasi kotak putih ini dilakukan bersamaan dengan pembuatan model itu sendiri. Pada validasi kotak putih ini sendri lebih ditekankan pada detail proses kinerja internal daripada model itu sendiri (Pidd, 1992). Menurut Pidd, untuk dapat melakukan validasi seperti ini maka perlu mempertimbangkan beberapa aspek yaitu : a) Input distribusi Hal ini perlu dilakukan mengingat distribusi waktu proses, atau kalau pada penelitian ini yang digunakan adalah distribusi waktu kerusakan, merupakan input dari simulasi yang dilakukan. b) Logika Statis Dalam kebanyakan simulasi memasukkan faktor logika statis yang dapat mempengaruhi tingkah laku daripada objek didalam sistem. Jika logika statis yang dibuat salah maka
35 59 model yang dibuat tidak dapat meniru tingkah laku daripada sistem riilnya. Kunci untuk dapat menghindari kesalahan tersebut adalah dengan melibatkan seluruh orang yang terlibat dalam dalam penelitian, bukan hanya peneliti sebagai pembuat model namun juga pihak perusahaan yang tentunya mengerti betul keadaan yang terdapat pada objek yang sedang diteliti. Terdapat dua macam pendekatan untuk melakukan hal diatas dan biasanya juga dilakukan secara bersamaan, yakni menggunakan metode Non-Teknikal dan membuat prototype dalam bentuk program simulasi yang sudah dapat berjalan untuk menunjukkan keadaan dari model. Pada metode Non Teknikal, ide dasarnya adalah mengijinkan klien atau pada penelitian ini adalah pihak perusahaan objek amatan, untuk berpartisipasi dalam validasi dan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dalam pembuatan model. c) Logika Dinamis Dalam simulasi sendiri tidak hanya faktor logika statis yang berperan karena simulasi digunakan untuk menirukan tingkah laku yang dinamis daripada sistem. Sehingga sangat penting untuk dapat memvalidasi performansi dinamis dari model yang dibuat ketika model sedang di-running. Cara terbaik untuk dapat melakukan validasi ini adalah memberikan gambar animasi pada program simulasi. Sehingga variabel penting dan keadaaan sistem dapat dimonitor atau dilihat ketika program dijalankan. Sama dengan logika statis, sangatlah bijaksana untuk menggunakan pengetahuan dari pihak perusahaan dari sistem yang disimulasikan dengan membuat gambar dinamis untuk mempermudah dalam pemahaman.
36 Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi Model simulasi yang telah valid akan dijalankan selama rentang waktu 3 tahun. Hal ini dilakukan berdasarkan data yang diolah dimana rentang waktu terkecil untuk simulasi adalah 3 tahun. Waktu antar kerusakan yang di-generate oleh model simulasi yang telah dijalankan akan muncul bersamaan dengan jalannya simulasi tersebut kedalam software Microsoft Excell sebagaimana telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya dengan bantuan aplikasi VBA dalam software Arena 5.0. Output yang dikeluarkan oleh simulasi ini adalah titik-titik kerusakan yang terjadi pada sistem plant pada unit Phonska dan juga masingmasing subsistem yang menyusun sistem plant tersebut. Keberadaan titik-titik kerusakan untuk masing-masing subsistem tersebut adalah agar dapat kita hitung tingkat keandalan masing-masing subsistem tersebut sehingga dapat diketahui subsistem yang mana yang memiliki tingkat keandalan yang rendah. Contoh dari waktu antar kerusakan hasil simulasi dapat dilihat pada tabel 4.17 di halaman selanjutnya. Nilai nol yang tertera pada hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem plant berjalan normal sedang jika plant mengalami kerusakan, nilainya akan menjadi satu. Dari output yang dihasilkan dari simulasi berupa titik kerusakan tadi, kemudian direkapkan waktu antar kerusakan untuk sistem Plant yang akan ditunjukkan pada tabel 4.18 dan waktu antar kerusakan untuk masing-masing subsistem yang dapat ditunjukkan pada tabel 4.19.
37 61 Tabel 4.17 Contoh Hasil Simulasi Waktu Subsistem Feeding Subsistem Granulasi Subsistem Drying Subsistem Screening Subsistem Cooling Subsistem Coating Subsistem Bagging Sistem Plant
38 62 Tabel 4.18 Rekap Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi untuk Sistem Plant Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi Sistem Plant
39 63 Tabel 4.19 Rekap Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi untuk Masing-masing Subsistem Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi Subsistem Feeding Granulasi Drying Screening Cooling Coating Bagging Perhitungan Plant Reliability Tujuan utama dari penelitian ini adalah pengaplikasian pendekatan simulasi untuk menghitung Plant Reliability dari sistem yang ada di perusahaan. Sehingga dari hasil simulasi yang telah direkap titik kerusakannya dapat dicari distribusi datanya dengan menggunakan bantuan software Weibull ++. Hasil yang didapatkan dari fitting distribusi waktu antar kerusakan sesuai rekap diatas oleh software Weibull menyatakan bahwa kerusakan sistem plant berdistribusi weibull. Berikut ini merupakan hasilnya: Distribusi : Weibull 3 Parameter Beta : 0,8492
40 64 Parameter Eta : 8,9048 Parameter Gamma : 0,7 Untuk parameter distribusi keandalan yang lain dapat dilihat sebagai berikut : Subsistem Feeding Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 1,4184 Parameter Eta : 108,5683 Parameter Gamma : 0 Subsistem Granulasi Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 0,7067 Parameter Eta : 64,2213 Parameter Gamma : 0 Subsistem Drying Distribusi : Weibull 3 Parameter Beta : 0,9287 Parameter Eta : 38,4827 Parameter Gamma : 1,21 Subsistem Screening Distribusi : Weibull 3 Parameter Beta : 1,0014 Parameter Eta : 42,2758 Parameter Gamma : - 0,1949 Subsistem Cooling Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 0,5328 Parameter Eta : 1132,7055 Parameter Gamma : 0 Subsistem Coating Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 0,5349 Parameter Eta : 892,3518 Parameter Gamma : 0
41 65 Subsistem Bagging Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 1,1003 Parameter Eta : 770,8532 Parameter Gamma : 0 Dari parameter-parameter tersebut dapat dihitung nilai keandalannya dengan memasukkan kedalam persamaan weibull 3 parameter, yakni : R ( t) = e Dimana : t adalah waktu simulasi β adalah nilai parameter beta η adalah nilai parameter eta γ adalah nilai parameter gamma Eksperimentasi Model β t γ η Tujuan dari eksperimentasi pada model simulasi yang telah dibuat adalah agar nilai keandalan daripada sistem yang diamati dapat meningkat. Eksperimentasi ini terutama ditujukan pada subsistem yang memiliki nilai keandalan paling rendah dengan harapan jika nilai keandalannya meningkat maka nilai keandalan sistem yang berada diatasnya juga dapat meningkat. Langkah pertama adalah mengidentifikasi equipment apa menyebabkan subsistem tersebut memiliki nilai keandalan rendah. Lalu equipment tersebut yang akan coba dieksperimentasikan. Pada dasarnya banyak sekali cara untuk dapat meningkatkan keandalan dari sistem tersebut yang pertama adalah memperbaiki prosedur berupa sistem maintenance atau perawatan yang dimiliki oleh perusahaan. Cara yang kedua adalah memperbaiki konfigurasi sistem yang terdapat di perusahaan yang diamati. Konfigurasi yang dimaksudkan adalah hubungan antara
42 66 mesin yang satu dengan mesin yang lain dalam perusahaan yang diamati. Cara yang kedua inilah yang akan dieksperimenatasikan melalui penelitian kali ini. Cara ini dipilih mengingat model simulasi yang dibuat mensimulasikan hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain. Dari hasil perhitungan Plant reliability dapat diketahui bahwa subsistem yang memiliki nilai keandalan paling rendah adalah subsistem Granulasi. Dari beberapa macam equipment atau mesin yang berada didalam subsistem granulasi, yang memiliki data waktu antar kerusakan yang paling banyak adalah equipment conveyor 09M109. Sehingga yang akan dijadikan objek eksperimentasi model adalah equipment tersebut dengan harapan dapat meningkatkan Reliability dari subsistem granulasi. Conveyor 09M109 merupakan conveyor yang mengalirkan material dari subsistem Granulasi menuju subsistem Drying. Jadi equipment tersebut terhubung secara seri didalam sistem sehingga jika terjadi kerusakan pada equipment tersebut proses produksi pun juga akan berhenti. Dari data historis dapat kita ketahui bahwa equipment tersebut sering sekali mengalami kerusakan sehingga sistem produksi terhenti. Dalam eksperimentasi ini akan dicobakan bagaimana bagaimana jika terdapat 2 buah mesin conveyor 09M109 yang terhubung secara paralel. Asumsi yang digunakan untuk penggunaan mesin yang baru tersebut adalah distribusi waktu antar kerusakan yang dimiliki sama dengan distribusi waktu antar kerusakan pada mesin yang lama dan tidak ada biaya penambahan mesin. Untuk pengembangan modelnya dapat dilihat pada gambar 4.11 di halaman selanjutnya.
43 67 Gambar 4.11 Pengembangan model untuk eksperimentasi pada equipment 09M109
PENGAPLIKASIAN PENDEKATAN SIMULASI UNTUK MENGEVALUASI PLANT RELIABILITY (Studi Kasus di PT. Petrokimia Gresik, Plant 2, Kompartemen Pabrik Phonska)
PENGAPLIKASIAN PENDEKATAN SIMULASI UNTUK MENGEVALUASI PLANT RELIABILITY (Studi Kasus di PT. Petrokimia Gresik, Plant 2, Kompartemen Pabrik Phonska) Eko Bagus P, Prof. Dr. Ir. Suparno, MSIE Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB V ANALISA DAN INTERPRETASI
BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI Tahap analisa dan interpretasi data ini merupakan langkah lebih lanjut dalam penelitian yang dilakukan. Pada bab ini akan dianalisa hasil-hasil yang didapatkan dari bab sebelumnya
Lebih terperinciLAPORAN KERJA PRAKTEK
LAPORAN KERJA PRAKTEK DEPARTEMEN PRODUKSI II A PT. PETROKIMIA GRESIK (01 Juni 30 Juni 2015) Diajukan oleh : Kevin Jonathan Marlie (NRP. 5203012025) Chynthia Devi Hartono (NRP. 5203012045) JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan Kerja Praktek Unit Phonska Departemen Produksi II A PT. Petrokimia Gresik, I.1. Latar Belakang
PT. Petrokimia Gresik, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara demografis terletak pada daerah tropis yang menjadikannya memiliki berbagai keuntungan dari segi posisi
Lebih terperinciS-1 Teknik Kimia Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
PT Petrokimia Gresik BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dimana pupuk merupakan salah satu penunjang agar ketersediaannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan Kerja Praktek Departemen Produksi II B PT PT. Petrokimia Gresik
BAB I PENDAHULUAN PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu perusahaan yang berada di bawah holding company PT. Pupuk Indonesia (dahulunya bernama PT. Pupuk Sriwijaya) yang merupakan Badan Usaha Milik
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun
BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Amonium sulfat [(NH 4 ) 2 SO 4 ] atau yang juga dikenal dengan nama Zwavelzure Ammoniak (ZA) merupakan garam anorganik yang digunakan sebagai pupuk nitrogen selain pupuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Pupuk Pupuk merupakan unsur hara tanaman yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam proses produksi. Ada beberapa 2 jenis pupuk, yaitu 1. Pupuk organik yaitu
Lebih terperinciDisusun oleh : Rahmawati Sagita.W Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Niniek Fajar Puspita, M.Eng NIP
SEMINAR TA 2010 PABRIK PUPUK NPK DARI UNSUR-UNSUR PEMBENTUKNYA DENGAN PROSES MIXED ACID Disusun oleh : Ollyvianti Permata.M Rahmawati Sagita.W 2307 030 009 2307 030 041 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Niniek
Lebih terperinciPABRIK PUPUK KALIUM SULFAT DENGAN PROSES DEKOMPOSISI KALSIUM SULFAT DAN KALIUM KLORIDA DENGAN MENGGUNAKAN KRISTALIZER SINGLE STAGE Disusun oleh :
SIDANG TUGAS AKHIR 2013 PABRIK PUPUK KALIUM SULFAT DENGAN PROSES DEKOMPOSISI KALSIUM SULFAT DAN KALIUM KLORIDA DENGAN MENGGUNAKAN KRISTALIZER SINGLE STAGE Disusun oleh : Evi Dwi Ertanti 2310 030 011 Fitria
Lebih terperinciPERHITUNGAN PLANT RELIABILITY DAN RISIKO DI PABRIK PHONSKA PT.PETROKIMIA GRESIK
PERHITUNGAN PLANT RELIABILITY DAN RISIKO DI PABRIK PHONSKA PT.PETROKIMIA GRESIK IGP Raka Arthama, Patdono Soewignjo, Nurhadi Siswanto, Stefanus Eko Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi
Lebih terperinciMenentukan Keandalan Komponen Mesin Produksi Pada Model Stress Strength yang Berdistribusi Gamma
Menentukan Keandalan Komponen Produksi Pada Model Stress Strength yang Berdistribusi Gamma Muh Nurcahyo Utomo, Farida Agustini W. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Lebih terperinciBAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA
BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara
Lebih terperinciPABRIK PUPUK ZA (AMONIUM SULFAT) DARI AMONIAK DAN ASAM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI
SIDANG TA 2011 PABRIK PUPUK ZA (AMONIUM SULFAT) DARI AMONIAK DAN ASAM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI Disusun oleh : Renata Permatasari 2308 030 013 Friska Rachmatikawati 2308 030 014 Dosen Pembimbing
Lebih terperinciII. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957).
II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Jenis-Jenis Proses Aluminium sulfat atau yang lebih dikenal dengan tawas merupakan salah satu bahan kimia yang sangat diperlukan baik dalam industri pengolahan air. Alum
Lebih terperinciMEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS BERAT PUPUK UREA UKURAN KEMASAN 50KG PADA PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK
MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS BERAT PUPUK UREA UKURAN KEMASAN 50KG PADA PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK Surya Saputra/36411951 Teknologi Industri Teknik Industri Latar Belakang. Pengendalian Kualitas SPC
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN PROSES
BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Proses pembuatan natrium nitrat dengan menggunakan bahan baku natrium klorida dan asam nitrat telah peroleh dari dengan cara studi pustaka dan melalui pertimbangan
Lebih terperinciDESKRIPSI PROSES. Untuk pembuatan gipsum terdiri dari tiga jenis proses, yaitu: Penghancuran batu-batuan ini dengan menggunakan alat primary crusher
II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-jenis Proses Pembuatan Gipsum Untuk pembuatan gipsum terdiri dari tiga jenis proses, yaitu: 2.1 Pembuatan Gipsum dari Gypsum Rock Proses pembuatan gipsum dari rock yaitu dengan
Lebih terperinciPABRIK DIAMMONIUM PHOSPHATE DARI NH3 DAN H3PO4 DENGAN PROSES DORR OLIVER AMMONIATION PRA RENCANA PABRIK
PABRIK DIAMMONIUM PHOSPHATE DARI NH3 DAN H3PO4 DENGAN PROSES DORR OLIVER AMMONIATION PRA RENCANA PABRIK Oleh : CATUR ANUGRAH RAMADHAN 053101 0045 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperinciPENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN PENCEGAHAN PADA PERALATAN SUB UNIT SINTESA UNIT UREA DI PT X MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO
PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN PENCEGAHAN PADA PERALATAN SUB UNIT SINTESA UNIT UREA DI PT X MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO Winy Febrianti 1) dan Bobby Oedy P. Soepangkat 2) Program Studi Magister
Lebih terperinciPABRIK PUPUK UREA DARI NH 3 DAN CO 2 DENGAN PROSES ACES
PABRIK PUPUK UREA DARI NH 3 DAN CO 2 DENGAN PROSES ACES Penyusun : Any Mas ulah 2307 030 077 Vera Laily Rahmah 2307 030 087 Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Winarni Rahaju, MT 19510403 198503 2 001 SEJARAH
Lebih terperinciBab III CUT Pilot Plant
Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa
Lebih terperinciPABRIK PLASTER OF PARIS DARI GYPSUM DENGAN PROSES KALSINASI PRA RENCANA PABRIK. Oleh: LINA DHARMAWATI NPM:
PABRIK PLASTER OF PARIS DARI GYPSUM DENGAN PROSES KALSINASI PRA RENCANA PABRIK Oleh: LINA DHARMAWATI NPM: 0831010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinciBAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT.Pupuk Sriwidjaya (PT.Pusri) merupakan perusahaan pupuk pertama di Indonesia resmi didirikan berdasarkan Akte Notaris
Lebih terperinciMenentukan Keandalan Komponen Mesin Produksi Pada Model Stress Strength yang Berdistribusi Gamma
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-22 Menentukan Keandalan Komponen Produksi Pada Model Stress Strength yang Berdistribusi Gamma Muh Nurcahyo Utomo dan
Lebih terperinciPRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS TON / TAHUN
EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRARANCANGAN PABRIK AMMONIUM NITRAT PROSES STENGEL KAPASITAS 60.000 TON / TAHUN MAULIDA ZAKIA TRISNA CENINGSIH Oleh: L2C008079 L2C008110 JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada
Lebih terperinciANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK
ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK OLEH : NANDA DIAN PRATAMA 2412105013 DOSEN PEMBIMBING : TOTOK RUKI BIYANTO, PHD IR. RONNY DWI NORIYATI,
Lebih terperinciSIMULASI PELAYANAN PENGISIAN BAHAN BAKAR DI SPBU GUNUNG PANGILUN
SIMULASI PELAYANAN PENGISIAN BAHAN BAKAR DI SPBU GUNUNG PANGILUN Dio Putera Hasian, Aldie Kur anul Putra Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Abstrak Antrian terjadi apabila waktu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reliability (Keandalan) Keandalan menurut L.C Kapoor dan L. R Lamberson didefinisikan sebagai probabilitas suatu item (sistem) untuk memiliki performansi sesuai dengan fungsi
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN
Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan
Lebih terperinciPEMILIHAN DAN URAIAN PROSES
10 II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam Pabrik Kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut Teknologi proses.
Lebih terperinciPABRIK CEMENT RETARDER DARI GYPSUM DENGAN PROSES GRANULASI PRA RENCANA PABRIK. oleh : FERO GUNA WIYONO
PABRIK CEMENT RETARDER DARI GYPSUM DENGAN PROSES GRANULASI PRA RENCANA PABRIK oleh : FERO GUNA WIYONO 0831010031 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinciII. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES
II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Pemilihan Proses Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut
Lebih terperinciJURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK AMONIUM KLORIDA DARI AMONIUM SULFAT DAN SODIUM KLORIDA KAPASITAS 25.000 TON/TAHUN Oleh: Novalia Mustika Sari I 0508057 Ki Bagus Teguh Santoso I 0508098 JURUSAN TEKNIK KIMIA
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN Dalam pengamatan awal dilihat tiap seksi atau tahapan proses dengan memperhatikan kondisi produksi pada saat dilakukan audit energi. Dari kondisi produksi tersebut selanjutnya
Lebih terperinciTATA LETAK PABRIK. A. Lokasi Pabrik. Penentuan lokasi pabrik adalah salah satu hal yang terpenting dalam
VII. TATA LETAK PABRIK A. Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik adalah salah satu hal yang terpenting dalam mendirikan suatu pabrik. Lokasi pabrik akan berpengaruh secara langsung terhadap kelangsungan
Lebih terperinciPembuatan Operator Training Simulator Proses Sintesis Pabrik Urea Menggunakan Fasilitas Function Block Pada Distributed Control System
Pembuatan Operator Training Simulator Proses Sintesis Pabrik Urea Menggunakan Fasilitas Function Block Pada Distributed Control System Abstrak Adjie Ridhonmas, Estiyanti Ekawati, dan Agus Samsi Program
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan industri pupuk mempunyai potensi menimbulkan pencemaran
Lebih terperinciPEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)
TM. 091486 - Manufaktur TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK) Cipto Adi Pringgodigdo 2104.100.026 Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis pupuk yaitu pupuk phospat dan pupuk dolomite. Proses produksi dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Gemah Ripah Loh Jinawi Industri (GRLJI) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk, perusahaan ini berdiri di Desa Wotan Panceng Gresik yang
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
V-26 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Florindo Makmur merupakan perusahaan manufaktur yang mengolah singkong menjadi tepung tapioka.perusahaan ini berlokasi di Jl. Besar Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak
Lebih terperinciASAM SALISILAT DARI PHENOL DENGAN PROSES KARBOKSILASI PRA RENCANA PABRIK
ASAM SALISILAT DARI PHENOL DENGAN PROSES KARBOKSILASI PRA RENCANA PABRIK Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia Oleh : CITRA IKA LESTARI
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012
PENENTUAN RELIABILITAS SISTEM DAN PELUANG SUKSES MESIN PADA JENIS SISTEM PRODUKSI FLOW SHOP Imam Sodikin 1 1 Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl.
Lebih terperinciEXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA
EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK VERMIKOMPOS DENGAN PROSES KOMPOSISASI Oleh: AYU NASTITI WIDIYASA BAYU HADI ENGGO SAPUTRA L2C607009 L2C607013 JURUSAN TEKNIK KIMIA
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN DAN SIMULASI
BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI 3.1 Sistem Antrian Incoming Call THE TEMPO GROUP Gambar 3.1 Telepon Operator Secara umum Sistem Antrian Incoming Call di THE TEMPO GROUP dapat digambarkan sebagai berikut
Lebih terperinci1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada bidang
Lebih terperinciII. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa
II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition
Lebih terperinciII. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES
10 II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Proses Pembuatan Disodium Fosfat Anhidrat Secara umum pembuatan disodium fosfat anhidrat dapat dilakukan dengan 2 proses berdasarkan bahan baku yang digunakan, yaitu
Lebih terperinciSimulasi Arena Untuk Mengurangi Bottle Neck pada Proses Produksi Kaos (Studi kasus di UKM Greentees Order Division )
Petunjuk Sitasi: Purwani, A., & Tsani, Y. (2017). Simulasi Arena Untuk Mengurangi Bottle Neck pada Proses Produksi Kaos (Studi kasus di UKM Greentees Order Division ). Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp.
Lebih terperinciANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU
Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Zulkifli A. Yusuf Dosen Program Studi Teknik Sistem
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO
SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO Pabrik Semen menggunakan Bahan Aditif Fly Ash dengan Proses Kering Oleh : Palupi Nisa 230 030 04 Hikmatul
Lebih terperinciAMONIUM NITRAT (NH4NO3)
AMONIUM NITRAT (NH4NO3) K E L OM P OK 4 ANG G O T A K E L OM P OK : D E B B Y D WI C. ( 15 0 0 0 2 0 12 0 ) I ND AH TR I R. ( 15 0 0 0 2 0 12 1) M U S L I M E K A A. ( 15 0 0 0 2 0 12 2 ) AD I T Y A FAHR
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT
BAB III SPESIFIKASI ALAT 1. Tangki Penyimpanan Spesifikasi Tangki Stirena Tangki Air Tangki Asam Klorida Kode T-01 T-02 T-03 Menyimpan Menyimpan air Menyimpan bahan baku stirena monomer proses untuk 15
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada masa mendatang, produksi batubara
Lebih terperinciPABRIK AMMONIUM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI PRA RENCANA PABRIK
PABRIK AMMONIUM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI PRA RENCANA PABRIK Oleh : WURI INDAH LESTARI NPM : 0931010029 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
Lebih terperinciLAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alat penukar kalor (Heat Exchanger) merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi dalam bentuk panas antara fluida yang berbeda temperatur yang
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN MANAJEMEN RISIKO KECELAKAAN KERJA DENGAN PENDEKATAN PERILAKU MANUSIA MENGGUNAKAN METODE CAUSAL EFFECT DIAGRAM
MODEL PENGEMBANGAN MANAJEMEN RISIKO KECELAKAAN KERJA DENGAN PENDEKATAN PERILAKU MANUSIA MENGGUNAKAN METODE CAUSAL EFFECT DIAGRAM Rurry Patradhiani *), Sritomo Wignjosoebroto, dan Putu Dana Karningsih C
Lebih terperinciPABRIK AMMONIUM NITRAT DARI AMMONIA DAN ASAM NITRAT DENGAN PROSES FAUSER
PABRIK AMMONIUM NITRAT DARI AMMONIA DAN ASAM NITRAT DENGAN PROSES FAUSER PRA RENCANA PABRIK Oleh : Adinda Gitawati NPM : 0831010054 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciII. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses
II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition
Lebih terperinciBAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM
52 BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM Unit pendukung proses (utilitas) merupakan bagian penting penunjang proses produksi. Utilitas yang tersedia di pabrik PEA adalah unit pengadaan air, unit
Lebih terperinciPABRIK BIO-OIL DARI JERAMI PADI DENGAN PROSES PIROLISIS CEPAT TEKNOLOGI DYNAMOTIVE. Meiga Setyo Winanti Damas Masfuchah H.
PABRIK BIO-OIL DARI JERAMI PADI DENGAN PROSES PIROLISIS CEPAT TEKNOLOGI DYNAMOTIVE Meiga Setyo Winanti 2308 030 09 Damas Masfuchah H. 2308 030 08 LATAR BELAKANG Cadangan Minyak Bumi di Indonesia semakin
Lebih terperinciPABRIK AMMONIUM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI PRA RENCANA PABRIK
PABRIK AMMONIUM SULFAT DENGAN PROSES NETRALISASI PRA RENCANA PABRIK Oleh : FERDINAND MANGUNDAP NPM : 0931010014 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
Lebih terperinciPENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL
KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari
Lebih terperinciPABRIK DISODIUM PHOSPHAT DIHYDRAT DARI SODA ASH DAN ASAM PHOSPHAT DENGAN PROSES KRISTALISASI PRA RENCANA PABRIK
PABRIK DISODIUM PHOSPHAT DIHYDRAT DARI SODA ASH DAN ASAM PHOSPHAT DENGAN PROSES KRISTALISASI PRA RENCANA PABRIK Oleh : VIVIN ROHMAD JAYANTRI 063101 0079 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperincicukup diperlukan di Indonesia sebagai negara yang sebagian devisanya diperoleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Pada awal industri kimia, bahan baku yang biasa digunakan adalah batubara. Namun setelah perang dunia ke II, orang mulai mengalihkan penggunaan bahan
Lebih terperinciVII. TATA LETAK PABRIK
VII. TATA LETAK PABRIK A. Lokasi Pabrik Lokasi pabrik perlu ditentukan dengan tepat agar dapat memberikan keuntungan, baik secara teknis maupun ekonomis. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
Lebih terperinciBAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN
BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN 5.1. Pengolahan Bahan Galian Pengolahan Bahan Galian (Mineral dressing) adalah pengolahan mineral dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga dan gangue-nya
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES
74 3.1. Size Reduction 1. Crusher 01 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES Kode : SR-01 : Mengecilkan ukuran partikel 50 mm menjadi 6,25 mm : Cone Crusher Nordberg HP 500 : 2 alat (m) : 2,73 Tinggi (m)
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Pada metodologi pemecahan masalah mempunyai peranan penting untuk dapat membantu menyelesaikan masalah dengan mudah, sehingga
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,
Lebih terperinciKULIAH KE- 4(11) KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN
KULIAH KE- 4(11) KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN FEED THE SOIL TO FEED THE PEOPLE WE FEED THE LAND THAT FEEDS THE WORLD PEMBUATAN SIFAT DAN CIRI SINTETIK PUPUK SINTETIK A.PUPUK TUNGGAL 1. PUPUK NITROGEN
Lebih terperinciPRARANCANGAN PABRIK NATRIUM DIFOSFAT HEPTAHIDRAT DARI NATRIUM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT KAPASITAS TON / TAHUN
LAPOARAN TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK NATRIUM DIFOSFAT HEPTAHIDRAT DARI NATRIUM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT KAPASITAS 85.000 TON / TAHUN Oleh : Suciati D 500 020 039 Dosen Pembimbing 1. Ir. Endang Mastuti
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA BANJAR TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegunaan Produk Kuprisulfatpentahidrat Kegunaan kupri sulfat pentahidrat sangat bervariasi untuk industri. Adapun kegunaannya antara lain : - Sebagai bahan pembantu fungisida
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Sabas Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di pengolahan pakan ternak unggas dan perikanan. Perusahaan ini didirikan pada bulan April
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Semua jenis industri khususnya industri manufaktur membutuhkan suatu kelancaran proses produksi dalam memenuhi tuntutan yang harus dipenuhi untuk menjaga kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paraldehida merupakan senyawa trimer yang dihasilkan dengan mereaksikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Paraldehida merupakan senyawa trimer yang dihasilkan dengan mereaksikan katalis asam dengan asetaldehida. Paraldehida digunakan sebagai antioksidan
Lebih terperinciPROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC
Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selulosa merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak dibutuhkan di industri, seperti industri tekstil dan pulp. Serat selulosa ini juga sudah dapat dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan/indistri dan bekerja sama dengan orang lain dengan disiplin ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya merupakan salah satu lembaga pendidikan yang melahirkan lulusan-lulusan muda yang berpola pikir akademik bertindak
Lebih terperinciPROSES PRODUKSI ASAM SULFAT
PRODU KSI A SAM SU LFAT BAB III PROSES PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT 3.1 Flow Chart Proses Produksi Untuk mempermudah pembahasan dan urutan dalam menguraikan proses produksi, penulis merangkum dalam bentuk
Lebih terperinciABSTRAK. penting dalam penentuan kualitas dari tepung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan matematis
PEMODELAN PADA PROSES PENGERINGAN MEKANIS TEPUNG KASAVA DENGAN MENGGUNAKAN PNEUMATIC DRYER: HUBUNGAN FINENESS MODULUS DENGAN VARIABEL PROSES PENGERINGAN Modelling on Mechanical Cassava Flour Drying Process
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI..... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i ii iii iv vi xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah
Lebih terperinciAjeng Rahmasari NIM 12/330087/TK/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk 254,9 juta orang dan akan terus meningkat setiap saatnya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan
Lebih terperinciTUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN
TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN KESNI SAVITRI 0807121210 1. ALAT UTAMA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010 2. BLENDING SILO ( Pencampuran dan Homogenisasi)
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BOGOR TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif, bahkan di saat krisis dimana pertumbuhan ekonomi kawasan stagnan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan
Lebih terperinciBAB II. DESKRIPSI PROSES
BAB II. DESKRIPSI PROSES Proses pembuatan Dicalcium Phosphate Dihydrate (DCPD) dipilih berdasarkan bahan baku yang akan digunakan karena proses yang akan berlangsung dan produk yang akan dihasilkan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan pada mesin boiler satu burner dengan dua bahan bakar natural gas dan solar bekapasitas
Lebih terperinciBAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran
BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran 3.1. Pengertian Asphalt Mixing Plant ( AMP ) Asphalt Mixing Plant (AMP) atau unit produksi campuran beraspal adalah seperangkat perlalatan mekanik
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSimulasi Proses Pengisian Bak Pengumpul PDAM dari Raw Water Intake dengan Kontrol PID
Simulasi Proses Pengisian Bak Pengumpul PDAM dari Raw Water Intake dengan Kontrol PID Tetti Novalina Manik 1), Nurma Sari 1) dan Nurul Aina 2) Abstrak: Sistem pengolahan air bersih terdiri dari beberapa
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. PT Petrokima Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan produsen pupuk terlengkap di Indonesia yang memproduksi berbagai
21 BAB IV PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum 1. Sejarah Perusahaan PT Petrokima Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan produsen pupuk terlengkap di Indonesia yang memproduksi berbagai macam pupuk
Lebih terperinciANALISA EFISIENSI ENERGI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PINCH PADA SISTEM PROSES UNIT PHONSKA PT PETROKIMIA GRESIK SEBAGAI ALTERNATIF PENGHEMATAN ENERGI
ANALISA EFISIENSI ENERGI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PINCH PADA SISTEM PROSES UNIT PHONSKA PT PETROKIMIA GRESIK SEBAGAI ALTERNATIF PENGHEMATAN ENERGI Satriyo Krido Wahono UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi
Lebih terperinciBAB VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK
121 BAB VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK A. Lokasi Pabrik Lokasi merupakan salah satu kegiatan awal yang harus ditentukan sebelum perusahaan mulai beropersi. Pemilihan lokasi pabrik merupakan hal yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan
16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinci