KABUPATEN/ FAKULTAS OLEH H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KABUPATEN/ FAKULTAS OLEH H"

Transkripsi

1 ANALISIS KESENJANGANN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN/ /KOTA PERIODE TAHUN DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH MEIKA PURNAMASYARI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIANN BOGOR 2010

2 RINGKASAN MEIKA PURNAMASYARI. H Analisis Kesenjangan Pendapatan Regional Kabupaten/kota Periode Tahun di Provinsi Jawa Barat (dibimbing oleh SRI MULATSIH) Perbedaan potensi dan karakteristik wilayah pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menyebabkan ketidakmerataan hasil pembangunan dan kesenjangan distribusi pendapatan. Pada masa Orde Baru, kebijakan yang dianut adalah sentralisasi dimana kekuasaan berada di pemerintah pusat mengakibatkan konsep Trilogi Pembangunan yang diwujudkan dalam program-program yang mengarah pada pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas di wilayah NKRI menjadi tidak efektif bahkan menambah tingkat ketimpangan. Oleh karena itu, pada tahun 2001, pemerintah menetapkan kebijakan Otonomi Daerah dimana pemerintahan yang bersifat desentralisasi lebih menitikberatkan pada pembangunan regional di masing-masing kabupaten/kota. Setelah adanya Otonomi Daerah, pertumbuhan berpusat di kabupaten/kota masing-masing berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki. Namun karena potensi dan karakteristik wilayah di masingmasing kabupaten/kota berbeda maka terdapat kabupaten/kota yang menjadi pusat pertumbuhan yang diharapkan terjadi efek perembesan ke bawah, sehingga daerah-daerah di sekitarnya juga mengalami pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengukur tingkat kesenjangan pendapatan serta menganalisa trend kesenjangan yang terjadi antar kabupaten/kota; 2) menganalisis konvergensi pendapatan agar dapat diketahui kecenderungan pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota; dan 3) mengestimasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mendorong untuk membantu peningkatan PDRB terutama bagi daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan kuantitatif, yakni tujuan 1 diukur dengan menggunakan Indeks Ketimpangan Williamson, tujuan 2 diukur dengan menggunakan analisis data panel dan Klassen Typology, dan tujuan 3 diukur dengan menggunakan analisis data panel. Diduga kesenjangan pendapatan dan trend kesenjangan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama periode analisis cenderung meningkat; diduga terjadi konvergensi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat; dan variabel jumlah penduduk, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB, pangsa sektor industri terhadap PDRB, indeks pendidikan, dan indeks kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB. Hasil penghitungan yang diperoleh selama periode analisis adalah sebagai berikut: (a) berdasarkan Indeks Ketimpangan Williamson pada periode pengamatan tahun kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tergolong dalam kesenjangan taraf tinggi dengan nilai indeks ketimpangan antara 0,61 sampai 0,69 yang berarti berada di atas 0,50 sebagai batas kesenjangan taraf sedang. Ketimpangan selama periode analisis berfluktuasi

3 dan cenderung menurun dengan penurunan sebesar 0,03 poin pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2001; (b) berdasarkan analisis konvergensi mutlak, terjadi kecenderungan konvergensi dimana daerah miskin memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari daerah kaya begitupun berdasarkan analisis konvergensi bersyarat, terjadi kecenderungan konvergensi setelah variabel kesehatan dimasukkan ke dalam analisis, dengan pengaruhnya berbanding lurus terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita; (c) berdasarkan Klassen Typology, selama periode analisis kondisi terbaik terjadi pada tahun 2002 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah maju dan pertumbuhan cepat sebanyak 18,18 persen dari jumlah total kabupaten/kota. Sedangkan kondisi terburuk terjadi pada tahun 2007 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah kurang berkembang sebanyak 63,64 persen dari jumlah total kabupaten/kota di Jawa Barat; (d) berdasarkan analisis regresi data panel, jumlah penduduk berpengaruh positif secara signifikan terhadap PDRB, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB dan pangsa sektor industri terhadap PDRB berpengaruh negatif secara signifikan terhadap PDRB. Sedangkan indeks pendidikan dan indeks kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah perlu memusatkan perhatiannya untuk pemberdayaan daerah miskin sehingga dapat memicu pertumbuhan yang mengakibatkan pengurangan kesenjangan. Salah satunya adalah dengan mengelola jumlah penduduk yang berkualitas juga peningkatan peran serta pemerintah, stake holders lokal, dan para pemilik modal dalam mengatur sektor pertanian dan industri sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.

4 ANALISIS KESENJANGAN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN/KOTA PERIODE TAHUN DI PROVINSI JAWA BARAT Oleh MEIKA PURNAMASYARI H Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Meika Purnamasyari Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Kesenjangan Pendapatan Regional Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, April 2010 Meika Purnamasyari H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Meika Purnamasyari lahir pada tanggal 30 Mei 1988 di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ir. H. Dodi Nurochmatuddin, MP dengan Ir. Hj. Niknik Rusnikasyari. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan memasuki Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun 1992 hingga 1994 di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Kemudian dilanjutkan ke SDN VII Kuningan pada tahun 1994 hingga Pada tahun 2000 penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Kuningan dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Kuningan dan lulus pada tahun 2006 Pada tahun 2006 penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui program SPMB dan diterima menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di UKM lingkung seni sunda Gentra Kaheman, organisasi mahasiswa daerah HIMARIKA, himpunan profesi Ilmu Ekonomi HIPOTESA juga berbagai kepanitiaan lain yang diselenggarakan baik oleh departemen, fakultas, maupun KM. selain itu dalam rangka mengembangkan ilmu yang dipelajari, penulis aktif sebagai Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Kesenjangan Pendapatan Regional Kabupaten/kota Periode Tahun di Provinsi Jawa Barat. Hingga saat ini, tak bisa dipungkiri bahwa kesenjangan pendapatan regional masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sehingga menarik untuk dibahas karena diharapkan akan berdampak positif terhadap pembangunan perekonomian terutama pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Disamping itu, penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya: 1. Kedua orang tua penulis, Ir. H. Dodi Nurochmatuddin, MP dan Ir. Hj. Niknik Rusnikasyari, serta adik tersayang Deny Kusumaraya dan keluarga besar H. Walim Saefuddin (alm) dan H. Mirdjadisastra atas doa, semangat dan dukungan baik moril maupun materil yang sangat besar artinya bagi perjalanan hidup penulis. 2. Dr. Sri Mulatsih selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga bisa terselesaikan dengan baik. 3. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Alla Asmara, M.Si selaku dosen komisi pendidikan yang turut memberikan masukan terutama dalam hal penulisan. 5. Ikbal Kamaludin atas segenap perhatian, dukungan dan pengorbanan sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan semangat.

9 6. Sahabat seperjuangan Eny, Yuli, Riska, Merry, Adiph, Kahar, Luthfi, Adit, Fazlur, Aang, Oji, Chris, Jengok, Nia, Didah, Adek semoga kenangan ini bisa menjadi kisah klasik untuk masa depan dan kebersamaan ini bisa terus berlanjut. 7. Rekan-rekan Ilmu Ekonomi 43 atas kebersamaan, doa dan dukungan yang tidak ternilai, semoga bisa menjadi awal sejarah dari masa depan yang cerah. 8. Iscer Crew k Uchie, k Man, k Ran, k Riri, Mbak Piet, k Sar, k Fina, k Din, t Neney, k Riqi, k Tyas, Nisa, Icha, Rima atas kebersamaan dan dukungan selama ini. 9. Staf pengajar serta Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Instiut Pertanian Bogor yang telah memberikan banyak ilmu serta membantu berjalannya proses seminar dan sidang. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, April 2010 Meika Purnamasyari H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Teori Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah Kesenjangan Pendapatan Antar Wilayah Kebijakan Otonomi Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Konvergensi Mutlak dan Bersyarat Penelitian-penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Analisis Kesenjangan Pendapatan Analisis Trend Ketimpangan Analisis Konvergensi Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Pengujian Asumsi Uji Koefisien Determinasi (R 2 dan Adj R 2 )... 35

11 3.3.2 Pengujian terhadap Model Penduga (Uji-f) Uji Signifikansi Individu (Uji-t) Uji Asumsi Homoskedastisitas Definisi Operasional IV. GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis Kependudukan Tenaga Kerja Kondisi Sosial Pendidikan Kesehatan Kondisi Perekonomian Perkembangan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Tahun Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Analisis Konvergensi Pendapatan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Analisis Konvergensi Mutlak (Absolut) Analisis Konvergensi Bersyarat (Kondisional) Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 74

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kesenjangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia Kesenjangan Pembangunan di Provinsi Jawa Barat Sebelum Otonomi Daerah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Provinsi Indeks Ketimpangan Pendapatan Penelitian Terdahulu Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat Distribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Distribusi Sektor Industri terhadap PDRB Indeks Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Hasil Uji Hausman Konvergensi Absolut Hasil Estimasi Konvergensi Absolut Hasil Uji Hausman Konvergensi Kondisional Hasil Estimasi Konvergensi Kondisional Persentasi Jumlah Kabupaten/kota Berdasarkan Klassen Typology (persen) Hasil Analisis Klassen pada Tahun Hasil Analisis Klassen Typology Pada Tahun Hasil Uji Hausman Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB dengan Pendekatan Efek Tetap dengan Pembobotan dan White Cross Section... 67

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional Kuadran Klassen Typology Peta Administratif Provinsi Jawa Barat Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Barat PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Provinsi Jawa Barat Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Provinsi Jawa Barat Trend Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Barat PDRB per Kapita Atas Dasatr Harga Konstan tahun 2000 di Provinsi Jawa Barat Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Penghitungan Indeks Williamson Tahun Pendekatan Fixed Effect Konvergensi Mutlak dengan Cross Section Weight dan White Heteroskedasticity Pendekatan Fixed Effect Konvergensi Bersyarat dengan Cross Section Weight dan White Heteroskedasticity Pendekatan Fixed Effect dengan Cross Section Weight dan White Heteroskedasticity Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB... 86

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang khususnya Indonesia adalah peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya dengan cara mengidentifikasi potensi-potensi sumber daya ekonomi yang dimiliki kemudian menyusun rencana pembangunan dan melaksanakannya melalui partisipasi masyarakat. Namun pemerintah tidak selamanya menyadari potensi-potensi sumber daya ekonomi yang ada di berbagai daerah, mengingat luasnya wilayah Indonesia dengan beranekaragam karakteristik wilayah sehingga menyebabkan pembangunan menjadi tidak merata di seluruh wilayah. Kemampuan setiap daerah di Indonesia untuk membangun daerahnya masing-masing dipengaruhi oleh potensi sumber daya yang dimilikinya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan (modal dan infrastruktur), sumberdaya sosial meliputi ekonomi, budaya, adat istiadat, jumlah dan kepadatan penduduk, letak geografis, sarana dan prasarana yang tersedia serta faktor-faktor lainnya turut berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang dicapai masyarakat di masing-masing daerah tidak sama. Pada akhirnya hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan pendapatan regional dimana wilayah

16 miskin memiliki pendapatan yang lebih rendah dari wilayah yang lebih berkembang. Kebijakan pembangunan dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang tersedia pada masing-masing daerah. Di negara berkembang, pendapatan per kapitanya masih rendah sehingga pemerintah memprioritaskan pertumbuhan. Kebijakan pembangunan yang lebih mengutamakan pertumbuhan mengakibatkan semakin tingginya tingkat kesenjangan yang terjadi bahkan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan. Hipotesis Kuznets menyatakan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan ekonomi terdapat suatu trade off sehingga pertumbuhan ekonomi yang pesat akan meningkatkan kesenjangan dalam pembangunan dan hasil-hasilnya. Sementara pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ternyata diperoleh melalui pertumbuhan ekonomi yang relatif lambat atau diturunkan. Sejak pemerintahan Orde Baru, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan. Salah satunya adalah dibuatnya Konsep Trilogi Pembangunan yang diwujudkan pada program-program yang mengarah pada pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas di wilayah NKRI. Proses pembangunan pada masa Orde Baru yang bersifat sentralistik dimana kebijakan pembangunan diatur oleh pemerintah pusat ternyata menyebabkan terjadinya ketimpangan di Indonesia. Tabel 1 menyatakan kesenjangan pendapatan antar pulau di Indonesia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian (Pulau Sumatra) mempunyai tingkat kesenjangan yang relatif kecil dibandingkan dengan pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri (Pulau Jawa).

17 Tabel 1. Kesenjangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia Tahun Sumatra Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya ,2460 0,5680 0,4381 0,5220 0, ,2459 0,5377 0,4629 0,4080 0, ,2470 0,5177 0,4420 0,4230 0, ,2460 0,5120 0,4710 0,3900 0, ,2521 0,5054 0,4595 0,4900 0, ,2157 0,6209 0,4681 0,5080 0, ,1931 0,6034 0,4516 0,5150 0, ,1814 0,6041 0,4448 0,5800 0, ,1860 0,6108 0,4502 0,5910 0, ,1883 0,6158 0,4401 0,6320 0,4775 Sumber: Tadjoeddin (1996) Potensi serta karakteristik wilayah dan sumberdaya yang beranekaragam mengakibatkan pembangunan nasional sebaiknya tidak hanya dilaksanakan secara terpusat tetapi perlu berorientasi pada pembangunan regional. Keputusan yang diambil pemerintah pusat semakin memperbesar inefisiensi karena banyak proyek yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Sehingga Konsep Trilogi Pembangunan belum berhasil secara signifikan untuk mengurangi ketimpangan. Dampak dari ketimpangan tersebut membuat beberapa daerah merasa diperlakukan tidak adil. Ketimpangan pendapatan yang semakin besar telah menimbulkan berbagai masalah seperti meningkatnya pengangguran, kurangnya sarana kesehatan dan pendidikan, perumahan, kebutuhan pokok, rasa aman dan lain-lain (Dumairy, 1996). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang memiliki kontribusi pendapatan ketiga terbesar terhadap pendapatan Pulau Jawa setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Lokasi Jawa Barat berbatasan dengan Ibukota Negara Republik Indonesia, yaitu DKI Jakarta. Hal tersebut mengakibatkan beberapa daerah di Jawa Barat menjadi penyangga Ibukota DKI Jakarta, diantaranya Bogor, Depok dan Bekasi. Keadaan ini dapat meningkatkan

18 pembangunan sosial-ekonomi di daerah penyangga yang selanjutnya dapat mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi Jawa Barat secara keseluruhan. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki peluang yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi, karena selain memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang besar juga ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana informasi dan kelembagaan serta informasi yang relatif lengkap. Namun walapun mempunyai peluang dan potensi yang lengkap, didalam perspektif pembangunan ekonomi, terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa Jawa Barat masih sangat memerlukan upaya-upaya yang signifikan untuk mengakselerasi laju pembangunan dan pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa pada masa sebelum otonomi daerah indeks kesenjangan di Jawa Barat berada pada kesenjangan taraf rendah cenderung sedang dengan tren yang semakin menurun. Tabel 2. Kesenjangan Pembangunan di Provinsi Jawa Barat Sebelum Otonomi Daerah Tahun PDRB per Kapita (Rp) Gini Rasio , , , , , , , ,241 Sumber: BPS (2003) Semenjak Orde Reformasi, pemerintah dituntut untuk dapat melaksanakan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh karena itulah lahir UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua undang-undang tersebut diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang

19 Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang disahkan pada tanggal 15 Oktober Semenjak 1 Januari 2001 proses pembangunan yang dijalankan bersifat desentralistik. Dengan demikian setiap daerah memiliki wewenang yang luas dalam merencanakan pembangunan daerahnya masing-masing. Sehingga melahirkan program-program yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan di daerah, pemerintah sebaiknya lebih aktif melibatkan stake holders lokal yang ada di daerah agar pembangunan di daerah sesuai dengan keinginan masyarakat dan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Masalah kesenjangan tidak hanya menimbulkan permasalahan ekonomi dan sosial namun juga dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan disintegrasi sehingga pemerintah menyadari bahwa masalah ini sangat penting untuk ditanggulangi. 1.2 Perumusan Masalah Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 mengakibatkan pemerintah daerah mempunyai kesempatan untuk mengarahkan program-programnya sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi yang diwenangkan kepada pemerintah daerah. Namun, tidak semua daerah di Provinsi Jawa Barat dapat menghasilkan program-program yang efektif dan efisien untuk memacu pertumbuhan dan menciptakan pemerataan. Sasaran pembangunan yang lebih ditujukan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pendekatan membangun pusat-pusat pertumbuhan ternyata disisi lain telah menimbulkan masalah yang semakin kompleks. Pusat-

20 pusat pertumbuhan ternyata tidak tumbuh bersama-sama secara seimbang. Trickle down effect yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan daerah ternyata berjalan sangat lambat, sedangkan sumberdaya lokal telah terkuras untuk menjadi input penunjang kemajuan daerah pusat pertumbuhan. Pola pembangunan yang demikian menimbulkan masalah ketimpangan wilayah seperti tingkat kemajuan daerah perkotaan yang lebih cepat daripada pedesaan sehingga menghasilkan desa tertinggal. Sebanyak desa di Indonesia masuk dalam kategori desa tertinggal. Sebagian besar dari desa tersebut berada di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Di Jawa Barat sendiri, daerah yang memiliki desa tertinggal lebih dari 50 persen, terdiri dari Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan kabupaten/kota lainnya memiliki banyak jumlah desa maju yang berada di kabupaten/kota itu, diantaranya Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan lain-lain (BPS, 2006). Konsep otonomi daerah merupakan konsep yang relevan untuk meredam laju ketimpangan karena memberikan wewenang kepada daerah untuk mengarahkan kebijakan di daerahnya sesuai dengan potensi dan sumber daya alam yang dimiliki sehingga dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun, kebijakan otonomi daerah yang sudah berjalan selama hampir 10 tahun ternyata belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dibuktikan pada Tabel 3 yang menyatakan masih rendahnya pencapaian pembangunan manusia (dengan rendahnya

21 pencapaian Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikatornya), juga tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran terbuka yang cukup tinggi di Jawa Barat. Tabel 3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Provinsi IPM rank IPM rank IPM rank IPM rank IPM rank DKI 72,5 1 75,6 1 75,7 1 75,8 1 76,1 1 Jabar 64, , , , ,9 13 Jateng 64, , , , ,8 14 DIY 68,7 2 70,8 3 71,9 3 72,9 3 73,5 3 Jatim 61, , , , ,4 21 Banten 64, , , , ,8 19 Sumber: BPS (2007) Berdasarkan data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dikeluarkan BPS pada tahun 2008, di Jawa Barat terdapat 2,8 juta rumah tangga miskin atau 25,88 persen dari total populasi 11,196 juta rumah tangga. Penduduk miskin 2008 di Jawa Barat sebanyak 5,49 juta (13,01 % total penduduk). Angka pengangguran tahun 2008 mencapai 12,08 persen dan angka kemiskinan sebesar 13,01 persen patut menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah di Provinsi Jawa Barat, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Berapa tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat? Bagaimana trend kesenjangan pendapatan yang terjadi? 2. Bagaimana konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat? Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat berdasarkan PDRB per kapita? 3. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat?

22 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengukur tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat serta menganalisa trend ketimpangan pendapatan yang terjadi. 2. Menganalisis konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat agar dapat diketahui kecenderungan pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa barat. 3. Mengestimasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mendorong untuk membantu peningkatan PDRB terutama bagi daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Daerah dan juga Pemerintah Provinsi dalam mengambil suatu keputusan dalam penentuan suatu kebijaksanaan, sehingga dapat meningkatkan pemerataan pembangunan di masa yang akan datang. 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menambah perbendaharaan penelitian yang telah ada (bahan pustaka) serta dapat di jadikan sebagai bahan acuan bagi pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan teoriteori yang diperoleh dari bangku kuliah ke dalam praktek yang sesungguhnya serta di gunakan sebagai syarat selesainya jenjang S-1.

23 4. Bagi Universitas, sebagai tambahan bahan pustaka serta sebagai tambahan pengetahuan bagi pembaca atau mahasiswa yang memerlukan informasi mengenai kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode tahun

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi tidak dapat diartikan sama dengan pertumbuhan ataupun industrialisasi. Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan ditambah dengan terjadinya perubahan-perubahan (grow plus change), Karena adanya dimensi-dimensi kualitatif yang cukup penting dalam proses pembangunan tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Indikator dari laju pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto. Syarat utama bagi pembangunan adalah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam negeri. Sehingga pembangunan yang terjadi tidak bersifat bias karena misalkan mengandalkan dana dari utang luar negeri. Walaupun terjadi perubahan dalam pembangunan, namun bukan merupakan hasil bersih karena masih harus dikurangi dengan pembayaran utang dan bunga. Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (2003) ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu: (1) perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs); (2) meningkatkan rasa harga diri (self-esteem)

25 masyarakat sebagai manusia, dan; (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Ketiga hal tersebut merupakan tujuan pokok yang harus tercapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang jaman Kesenjangan Pendapatan Antar Wilayah Kesenjangan regional diartikan sebagai ketidakseimbangan pertumbuhan antar sektor primer, sekunder, tersier atau sektor sosial di suatu negara, distrik atau tempat dimana peristiwa itu terjadi. Meskipun kesenjangan tidak berlaku di semua wilayah dengan kekuatan (tingkatan) yang sama, tetap terdapat aspekaspek umum yang dapat memberikan beberapa generalisasi. Penyebab utama kesenjangan antar wilayah adalah: (a) faktor geografis; (b) faktor historis; (c) faktor politis; (d) faktor kebijakan pemerintah; dan (e) faktor administrasi (birokrasi) (Fitria, 2006). Berdasarkan tingkat kemajuannya, wilayah-wilayah dalam suatu negara dapat dikelompokan secara ringkas sebagai berikut (Hanafiah, 1998): 1. Wilayah terlalu maju, terutama kota-kota besar terdapat batas pertumbuhan atau polarisasi. 2. Wilayah netral, dicirikan dengan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan sosial. Wilayah ini merupakan satelit bagi wilayah yang telah maju.

26 3. Wilayah sedang, dicirikan oleh distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik dan gambaran kombinasi antara daerah maju dan kurang maju dimana ditemui pula kelompok masyarakat miskin dan pengangguran. 4. Wilayah kurang berkembang, dicirikan dengan tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional. 5. Wilayah tidak berkembang, dicirikan oleh adanya industri modern yang tidak pernah dapat berkembang dalam berbagai skala. Umumnya ditandai oleh daerah pertanian dengan usaha tani sub-sistem dan kecil, berpenduduk jarang dan tersebar serta tidak terdapat kota atau konsentrasi pemukiman yang relatif besar. Menurut Todaro (2003), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah tertentu dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai PDRB-nya. Ketimpangan pendapatan terjadi di negara-negara yang baru memulai pembangunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah. Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Myrdal (1957) yang membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional dengan

27 menggunakan ide spread effect dan backwash effect sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat perumbuhan ke daerah sekitar. Penyebab utama ketimpangan regional menurut Myrdal adalah kuatnya dampak balik (backwash effect) dan lemahnya dampak sebar (spread effect) di negara terbelakang. Backwash effect (dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavourable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Spread effect (dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favourable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Kesenjangan pendapatan regional dapat dianalisis dengan menggunakan Indeks Ketimpangan Williamson. Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dan tingkat pembangunan ekonomi dengan menggunakan data negara yang sudah maju dan negara sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu Kebijakan Otonomi Daerah Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Tujuan pokok UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah adalah untuk mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah

28 untuk mewujudkan daerah otonom yang mandiri dalam rangka menegakkan sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai UUD Sedangkan tujuan pokok UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan yang adil dan mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah. Kaho (1997) menyatakan bahwa ada empat unsur yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi, yaitu: (1) Sumber daya manusia merupakan sektor esensial dari otonomi sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan otonomi, (2) Keuangan menentukan PAD yang bersumber dari retribusi daerah, pajak, hasil perusahaan daerah dan sebagainya, (3) Peralatan yang cukup baik, berupa sarana dan prasarana fisik yang memperlancar pembangunan, dan (4) Organisasi dan manajemen merupakan lembaga dan organisasi, pemerintah daerah yang akan menjadi eksekutif dan legislatif di daerah. Awal pelaksanaan otonomi daerah pemerintah menjalankan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Namun, tahun 2004 pemerintah telah mengeluarkan undang-undang baru, yaitu UU No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Maka setelah tahun 2004 kebijakan otonomi daerah berlandaskan pada undang-undang baru tersebut.

29 Pengertian desentralisasi dan otonomi daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam UU ini pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan pada asas desentralisasi yang dilaksanakan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan desentralisasi ini merupakan urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom, dengan bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian/bidang tertentu dapat dilaksanakan secara bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Untuk mewujudkan pembangunan kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota seperti yang tercermin dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka di susunlah kriteria yang meliputi : 1. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang di timbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. 2. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut.

30 3. Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan di daerah, adapun sumber-sumber keuangan daerah di antaranya adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang digantikan oleh Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lainlain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan berasal dari daerah sendiri, yang terdiri dari (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi penyangga uama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat dibiayai dengan pendapatan asli daerah, maka semakin tinggi pula kualitas otonomi daerah, juga semakin baik dalam bidang keuangan daerahnya.

31 2.1.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dalam bidang ekonomi, produk domestik bruto (PDB) adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. Produk Domestik Bruto merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional. Menurut Gillis, et. al (1987) PDB adalah penjumlahan nilai produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) tanpa menghitung nilai produk antara, dalam penghitungan mengeluarkan pendapatan warga negara yang berada di luar negeri termasuk pendapatan yang diterima warga asing. Di tingkat regional, PDB menjadi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Nasional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi/usaha di dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (BPS, 2006). Untuk mengetahui tingkat perkembangan pendapatan penduduk suatu daerah secara rata-rata dapat digunakan angka PDRB per kapita. PDRB perkapita penduduk di suatu daerah dihasilkan dengan membagi pendapatan domestik dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di daerah yang bersangkutan. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan dua metode, antara lain (Dumairy, 1996): a. Metode Langsung Penghitungan PDRB dengan metode langsung didasarkan pada data yang terpisah antara data daerah dan data nasional, sehingga hasil penghitungannya

32 mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian, (2) pertambangan dan galian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air minum, (5) bangunan, (6) perdagangan, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) bank dan lembaga keuangan lainnya, (9) sewa rumah, (10) pemerintah, (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu satu tahun. Balas jasa produksi yang dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga pajak penyusutan dan pajak-pajak tak langsung netto. Jumlah komponen semua pendapatan per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu, PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha.

33 3. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok, (3) pengeluaran konsumsi pemerintah, (4) ekspor netto (yaitu ekspor dikurang impor), dalam jangka waktu satu tahun. b. Metode Tidak Langsung atau Alokasi Penghitungan PDRB melalui metode tidak langsung dilakukan dengan cara menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Penghitungan PDRB pada suatu daerah/wilayah dengan menggunakan metode langsung maupun tidak langsung sangat bergantung pada data yang tersedia. Pada dasarnya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain karena penghitungan dengan metode langsung akan mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah, sedangkan penghitungan dengan menggunakan metode tidak langsung merupakan koreksi dan pembanding bagi data daerah. Berdasarkan penjelasan di atas, PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran produksi suatu daerah bukan pada pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk di daerah yang bersangkutan. Meskipun

34 demikian, PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pedapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya Konvergensi Mutlak dan Bersyarat Dalam konsep pertumbuhan ekonomi, konvergensi pertumbuhan adalah kecenderungan perekonomian-perekonomian daerah miskin tumbuh lebih cepat dibanding perekonomian daerah kaya. Sehingga diharapkan perekonomian daerah miskin akan mengejar ketertinggalan dan ketimpangan perekonomian antar daerah akan menurun. Model standar pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan tergantung dari perekonomian awal. Hubungan yang negatif antara pendapatan dengan tingkat pertumbuhan berarti daerah kaya mengalami pertumbuhan ekonomi rendah yang menunjukkan pendapatan cenderung konvergen secara mutlak. Proses konvergen seperti ini disebut dengan konvergensi mutlak (Absolut Convergence). Oleh karena kenyatannya bahwa antar daerah mempunyai karakteristik perekonomian yang beragam mengakibatkan dugaan proses konvergensi mutlak pada umumnya diikuti oleh konvergensi bersyarat (Conditional Convergence) (Romer, 2006). Terdapat dua konsep utama konvergensi dalam perekonomian, yaitu sigma (σ) corvengence dan beta (β) convergence. Kegunaan sigma convergence adalah untuk mengukur tingkat dispersi dari pertumbuhan. Sedangkan kegunaan beta convergence adalah untuk mengetahui pengaruh dari faktor-faktor yang diperkirakan menentukan tingkat konvergensi. Prosedur untuk menguji beta convergence adalah dengan terlebih dahulu mencari tahu apakah terdapat konvergensi nonkondisional (unconditional convergence) atau konvergensi absolut (absolute convergence). Kemudian

35 barulah menguji konvergensi yang dapat dijelaskan (explained convergence) atau konvergensi kondisional (conditional convergence). Konvergensi absolut dilakukan dengan mengestimasi model ekonometrika dimana varibel dependen awal periode (initial conditionai) sebagai satu-satunya variabel penjelas bagi variabel dependen. Sedangkan konvergensi kondisional dilakukan dengan mengikutsertakan sejumlah variabel penjelas dalam pengujian selain variabel dependen awal periode. Konvergensi bruto atau sigma (σ) diukur dengan menggunakan ukuran dispersi yang dalam hal ini adalah koefisien variasi dan standar deviasi dari nilai logaritma variabel dependen. Spesifikasi model yang digunakan untuk konvergen absolut adalah: Y it = β 0 + β 1 Y (i,t 1) + e it dimana variabel dependen adalah pertumbuhan PDRB dengan variabel penjelasnya pertumbuhan PDRB awal periode Y (i,t-1). Jika koefisien tersebut negatif dan signifikan secara statistik maka dikatakan σ convergence telah terjadi dengan implikasi dalam konteks Provinsi Jawa Barat, kabupaten/kota dengan tingkat awal PDRB per kapita yang rendah cenderung mengejar ketertinggalannya dari kabupaten/kota yang tingkat awal PDRB per kapitanya tinggi. Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan data panel dalam upaya mengestimasi model yang ada. Sedangkan untuk menghitung β convergence menurut Barro dan Martin (1995) dalam Fitria (2006) adalah: β =

36 dimana β 1 adalah koefisien variabel penjelas dan T adalah lama periode waktu. β convergence atau konvergensi bersyarat (kondisional) adalah koefisien tingkat awal PDRB per kapita bila laju pertumbuhan PDRB per kapita diregresi terhadap tingkat awal PDRB per kapita dan variabel bebas sebagai control seperti kondisi awal anggaran belanja pemerintah, angka harapan hidup dan tingkat partisipasi SMP per kapita (tingkat pendidikan). β convergence mensyaratkan faktor-faktor awal yang harus dipenuhi agar konvergensi itu terjadi. Saldana dalam Tambunan (2003) menyatakan bahwa pada saat σ convergence terjadi maka β convergence juga terjadi. Namun tidak sebaliknya σ convergence tidak selalu terjadi apabila β convergence terjadi. 2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu Perhatian mengenai kesenjangan di tingkat nasional mulai dilakukan pada awal tahun 1970-an. Tim peneliti dibawah Esmara merupakan pelopor dalam hal ini. Kesimpulan umum yang dicapai oleh Asmara adalah bahwa kesenjangan antar daerah adalah cukup menonjol, terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam, tingkat produktivitas per kapita, kualitas tenaga kerja dan efisiensi penggunaan sumber daya dan organisasi. Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dalam Jaenudin (2007) dengan menggunakan formulasi Williamson (CVw) untuk tahun Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan PDRB diluar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan belum mengarah pada perbaikan ketimpangan dan faktor yang cenderung menurunkan

37 ketimpangan pendapatan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan kepada propinsi. Tabel 4. Indeks Ketimpangan Pendapatan Penelitian Terdahulu Diluar Migas Tahun Uppal & Handoko Tadjoeddin Tadjoeddin, et al. Sjafrizal , , , , , ,4631 0, ,4609 0, ,4344 0, ,5240 0, ,4435 0, , , , ,4875 0, ,4714 0, ,4600 0, ,4567 0, ,4609 0, ,5632 0, ,5385 0, ,5392 0, ,5442 0, ,5489 0,932 0, ,938 0, ,962 0, ,966 0, ,982 0, ,965 0,605 Sumber: Uppal dan Handoko dalam Jaenudin (2007) dan Tadjoeddin (1996) dan Tadjoeddin, et al. (2001) dan Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003). Tadjoeddin (1996) juga mengukur ketimpangan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep pengukuran yang sama untuk periode Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan selama periode analisis. Tadjoeddin, Suharyo dan Mishra (2001)

38 melakukan penelitian untuk mengukur tingkat ketimpangan nasional selama tahun Ketimpangan dihitung dengan menggunakan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota yang ada di Indonesia berdasarkan harga tahun Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat ketimpangan yang semakin meningkat. Sjafrijal (2000) dalam Tambunan (2003), menganalisis ketimpangan antara Indonesi Kawasan Barat (IKB) dengan Indonesia Kawasan Timur (IKT) dengan memakai data PDRB untuk periode Dengan menggunakan formulasi yang sama, hasil yang diperoleh menunjukkan adanya tendensi peningkatan ketimpangan ekonomi antara propinsi di Indonesia sejak awal 1970-an. Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dan tingkat pembangunan ekonomi dengan menggunakan data negara yang sudah maju dan sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Matolla (1985) menganalisis besarnya kesenjangan pendapatan antar daerah di Jawa Barat tahun dengan menggunakan formulasi Williamson. Matolla juga menganalisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi kesenjangan pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, bandingkan besarnya kesenjangan pendapatan daerah dengan dan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya kesenjangan dengan memasukkan sektor pertanian dalam perhitungan lebih kecil bila dibandingkan dengan tanpa memasukan PDRB sektor pertanian. Hal tersebut menunjukkan

39 bahwa sektor pertanian mempunyai peranan untuk mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan yang terjadi. Tabel 5. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat CVw Persentase Penurunan Tahun Tanpa PDRB Dengan PDRB Kesenjangan Pendapatan Sektor Pertanian Sektor Pertanian Daerah ,467 0,323 44, ,380 0,256 48, ,382 0,269 42, ,377 0,274 37, ,316 0,222 42,3 Sumber: Mattola (1985) Fitria (2006) menganalisis tentang kesenjangan antara kabupaten/kota di Pulau Jawa. Dari hasil analisisnya dapat diperoleh bahwa kesenjangan antara kabupaten/kota di Pulau Jawa sebelum krisis selama periode memburuk. Pada tahun 1993 tingkat kesenjangan antara kabupaten/kota sebesar 0,991 sedangkan pada tahun 1998 menjadi 0,9924, tetap setelah krisis kesenjangan membaik, tahun 2004 tingkat kesenjangan 0,991. Tingkat kesenjangan antara kabupaten/kota di Pulau Jawa selama periode tidak terjadi dengan menganggap pendidikan mempengaruhi konvergensi pendapatan, maka tingkat konvergensi antar kabupaten/kota di Pulau Jawa tidak terjadi secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Jaenudin (2007) mengenai analisis ketimpangan pendapatan antar daerah di Jawa Barat tahun , menyatakan bahwa pada periode , Kota Cirebon merupakan daerah yang termasuk masuk kategori maju dan berkembang cepat. Sedangkan daerah yang lainnya terdapat pada klasifikasi daerah yang berkembang cepat, daerah maju tapi tertekan, dan daerah kurang berkembang. Sedangkan pada masa otonomi daerah, pada kategori 1 terdapat Kota Bandung dan kota Sukabumi.

40 Secara umum, berdasarkan penghitungan Indeks CVw pada setiap tahun analisis, diperoleh kesimpulan bahwa indeks ketimpangan antar daerah di Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat. Masrukhin (2009) meneliti tentang konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode Berdasarkan hasil estimasi, tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi sebesar 0,933 (< 0) hal ini berarti pendapatan antar kabupaten/kota cenderung konvergen (makin merata) atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari daerah kaya. Sedangkan untuk variabel jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja koefisien regresinya 2,025 (< 0) menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja cenderung konvergen dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB per kapita. Hasil analisis data panel dengan menggunakan software EViews 6 menunjukkan bahwa PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh PAD, PDRB per pekerja, pengeluaran pembangunan pemerintah kabupaten/kota, persentase penduduk yang tamat SMA dan dipengaruhi secara negatif oleh pangsa sektor pertanian terhadap PDRB. Sedangkan jumlah penduduk, penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja, pangsa sektor industri terhadap PDRB dan pangsa sektor perdagangan terhadap PDRB tidak berpengaruh terhadap PDRB. Berdasarkan penelitian terdahulu, yang membedakan penelitian ini adalah waktu, metode, serta variabel yang digunakan untuk melihat dan menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesenjangan pendapatan regional di Provinsi Jawa Barat periode tahun

41 2.3 Kerangka Pemikiran Keanekaragaman karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya menimbulkan pola pembangunan ekonomi yang berbeda di masing-masing daerah sehingga beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh dengan lambat. Perbedaan kemampuan untuk tumbuh tersebut menimbulkan kesenjangan ekonomi seperti ketimpangan pendapatan antar golongan, antar sektor, antar wilayah, desa-kota, dan antar daerah dengan sumberdaya alam melimpah dan daerah dengan sumberdaya alam sedikit. Sebagai suatu provinsi, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat juga sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten dan kota yang ada. Potensi yang ada diharapkan dapat memberikan sumbangan atau suatu kontribusi yang besar dalam penerimaan dan pengeluaran pemerintah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan hal diatas penelitian ini berupaya menjawab beberapa tujuan yaitu mengukur tingkat kesenjangan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan Indeks Williamson. Sehingga besarnya nilai ketimpangan daerah setiap tahun selama periode penelitian dapat diketahui. Untuk melihat turun-naiknya indeks ketimpangan, angka-angka ketimpangan daerah diplot ke dalam sebuah grafik sehingga diperoleh trend ketimpangan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data PDRB per kapita, dapat dianalisis konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota agar dapat diketahui kecenderungan pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan analisis data panel. Selain

42 itu, untuk menfidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan selama periode analisis digunakan Klassen Typology. Sehingga dapat diketahui kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang mengalami kemajuan/kemunduran selama periode analisis. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 di tiap kabupaten/kota agar diperoleh prioritas kebijakan yang tepat untuk meningkatkan pendapatan itu sendiri maka akan dianalisis bagaimana pengaruh pengaruh jumlah penduduk, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB, pangsa sektor industri terhadap PDRB, indeks pendidikan dan indeks kesehatan. Kesenjangan bisa dikurangi dengan cara mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang mempunyai potensi terhadap pembentukan PDRB dan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Selain itu perlu adanya perbaikan atau pengembangan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tersebut. Di era otonomi daerah sekarang ini, masing-masing daerah dituntut untuk bisa mengembangkan perekonomian daerahnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Sehingga dapat mengurangi kesenjangan pembangunan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan pembagian pendapatan yang merata bagi semua golongan dan lapisan masyarakat.

43 Keanekaragaman dalam Karakteristik Wilayah Analisis Ketimpangan (CVw) Analisis Deskriptif Kualitatif Kesenjangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Konvergensi Antar Kabupaten/Kota Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah Analisis Panel Data Trend Ketimpangan Analisis Trend Ketimpangan Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Kabupaten/Kota Klassen Typology Analisis Panel Data Faktor-faktor yang Harus diperhatikan untuk Meningkatkan Laju PDRB 2.4. Hipotesis Penelitian Rekomendasi/ Masukan Pemerintah/ Pembuat Kebijakan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Untuk memberikan pengarahan dalam melakukan analisis data, berdasarkan penelitian terdahulu dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Kesenjangan pendapatan dan trend ketimpangan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama periode analisis cenderung meningkat. 2. Diduga terjadi konvergensi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Varibel-variabel yang dianalisis berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000.

44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten dan kota yang dianalisis berjumlah 22, terdiri dari 16 kabupaten dan 6 kota karena data daerah hasil pemekaran setelah tahun 2002 dimasukkan ke kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya ke Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Banjar ke Kabupaten Ciamis. Data yang diperlukan meliputi: (1) Jumlah penduduk, (2) PDRB, dan (3) IPM. Sumber data tersebut diperoleh dari: (1) BPS Pusat, (2) BPS Kota Bogor, (3) BPS Provinsi Jawa Barat, dan (4) Literatur lainnya yang mendukung. Pengolahan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak software EViews 6 dan Microsoft Excel. 3.2 Metode Analisis Analisis Kesenjangan Pendapatan Kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson. Rumus dari Indeks Williamson adalah sebagai berikut: dimana: CV w = CV w = Indeks Williamson

45 f i f i = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa) = Jumlah penduduk Jawa Barat (jiwa) = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rp ribu) = PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat (Rp Ribu) Semakin besar nilai Indeks Williamson yaitu mendekati 1 berarti semakin tinggi ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, sebaliknya semakin rendah tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi maka Indeks Williamson akan semakin mendekati 0. Oshima dalam Matolla (1985) menetapkan kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada taraf rendah, sedang atau tinggi dengan kriteria sebagai berikut: CVw < 0,35 = Kesenjangan taraf rendah 0,35 CVw 0,5 = Kesenjangan taraf sedang CVw > 0,5 = Kesenjangan taraf tinggi Analisis Trend Ketimpangan Trend ketimpangan diamati dari perkembangan nilai indeks ketimpangan pendapatan yang diperoleh dari hasil perhitungan CV Williamson yang kemudian digambarkan dalam sebuah grafik. Berdasarkan grafik tersebut, kemudian dianalisis secara deskriptif bagaimana trend ketimpangan yang terjadi Analisis Konvergensi Pengujian konvergensi absolut untuk mengetahui apakah daerah miskin tumbuh lebih cepat dibanding dengan daerah kaya, menggunakan analisis sebagai berikut (Romer, 2006):

46 dimana: Ln,, = a + b Ln, ) + (2.1), = PDRB per kapita daerah i tahun t (Rp ribu), = PDRB per kapita daerah i tahun t-1 (Rp ribu) a b = Konstanta = Koefisien regresi, jika nilai b < 0 akan terjadi kecenderungan konvergen Untuk menguji apakan konvergensi bersyarat terjadi (kabupaten/kota yang lebih miskin tumbuh lebih cepat dari pada kabupaten/kota yang lebih kaya jika variabel yang lain dimasukkan) maka analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: Dimana: Ln,, = a + Ln, + Ln + (2.2) Y (i,t) = PDRB per kapita daerah i tahun t (Rp ribu) Y (I,t-1) = PDRB per kapita daerah i tahun t-1 (Rp ribu) X i a b = Kesehatan daerah i (persen) = Konstanta = Koefisien regresi Variabel lain yang dimasukkan sebagai Xi adalah variabel angka harapan hidup yang dicerminkan oleh indeks kesehatan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup mempengaruhi jumlah penduduk yang bekerja yang berhubungan dengan pendapatan sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan pendapatan per kapita. Untuk melihat tingkat konvergensi bersyarat, dapat dilihat dari nilai koefisien

47 regresi. Jika nilai koefisien regresi setelah memasukkan variabel indeks kesehatan lebih kecil dari nol maka konvergensi akan cenderung terjadi Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pola pertumbuhan ekonomi daerah diamati melalui penggabungan secara sistematis terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, lalu diklasifikasikan ke dalam kelompok/kategori menurut Klassen Typology. Klassen Typology membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kuadran II Kuadran IV Kuadran I Kuadran III PDRB per Kapita Gambar 2. Kuadran Klassen Typology Daerah-daerah penelitian dibagi menjadi empat kuadran, yaitu: 1. Daerah Maju dan Pertumbuhan Cepat, adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan provinsi. 2. Daerah Berkembang Cepat, adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi pendapatan per kapitanya lebih rendah dibandingkan provinsi.

48 3. Daerah Maju Tapi Tertekan, adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah sedangkan pedapatan per kapitanya lebih tinggi dibandingkan provinsi. 4. Daerah Kurang Berkembang, adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan provinsi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat digunakan analisis regresi panel data. Faktorfaktor yang dianalisis adalah jumlah penduduk, pangsa sektor pertanian, pangsa sektor industri, tingkat pendidikan dan kesehatan. LnPDRB it = β 0 + β 1 LnPEN it + β 2 LnTAN it + β 3 LnIND it + β 4 LnDIK it + β 5 LnKES it + e it (2.3) dimana: PDRB = PDRB (Rp juta) PEN = Jumlah penduduk (jiwa) TAN = Pangsa sektor pertanian terhadap PDRB (persen) IND DIK KES e = Pangsa sektor industri terhadap PDRB (persen) = Indeks pendidikan (persen) = Indeks kesehatan (persen) = error

49 3.3 Pengujian Asumsi Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut. Secara statistika, pengujian meliputi uji koefisien determinasi, uji signifikansi individu dan pengujian terhadap model penduga Uji Koefisien Determinasi (R 2 dan Adj R 2 ) Uji R 2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikatnya. Terdapat dua sifat dari R 2, yaitu (Gujarati,2003): (1) merupakan besaran non negatif; dan (2) besarnya ada pada 0 R 2 1. Jika R 2 bernilai 1 berarti terjadi kecocokan sempurna, sedangkan jika R 2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel terikat dan bebasnya. Salah satu masalah jika menggunakan uji R 2 untuk menentukan baik buruknya suatu model adalah nilainya yang terus meningkat seiring dengan penambahan variabel bebas ke dalam model sehingga digunakan Adj R 2. Uji Adj R 2 juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model tersebut. Sifat dasar dari Adj R 2 adalah besarnya selalu bernilai positif namun lebih kecil dari 1. Nilai Adj R 2 berkisar antara 0 hingga 1, kecocokan model dikatakan lebih baik jika Adj R 2 semakin mendekati Pengujian terhadap Model Penduga (Uji-f) Uji-f digunakan untuk menguji bagaimanakan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara keseluruhan. Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (uji-f statistic):

50 Hipotesis: H 0 : β 1 = β 2 = 0 H 1 : minimal ada satu parameter dugaan (βi) yang tidak sama dengan 0 (paling sedikit ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas). Dalam uji-f jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan 0, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang linier antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Atau dapat dilihat juga dari nilai probability F-statisticnya, jika probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel-variabel tak bebas Uji Signifikansi Individu (Uji-t) Uji-t (parsial) digunakan untuk membuktikan apakah secara statistik koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas secara terpisah memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Melalui uji-t akan diuji apakan koefisien regresi satu per satu secara statistik signifikan atau tidak. Hipotesis: H 0 : β = 0 H 1 : β 0 = 1, 2,, k Pengujian parsial ini dapat dilihat melalui probabilitas dari masing-masing variabel bebas. Jika probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas (tolak H 0 ). Begitu pula sebaliknya, jika probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut tidak signifikan mempengaruhi variabel tak bebas (terima H 0 ).

51 3.3.4 Uji Asumsi Homoskedastisitas Adanya masalah heteroskedastisitas dalam model menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas digunakan uji White Heteroscedasticity yang diperoleh dari program EViews. Data panel dalam EViews 6 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Residual pada Weighted statistics dengan Sum Square Residual pada Unweight statistics. Jika Sum Square Residual pada Weighted statistics lebih kecil dari Sum Square Residual pada Unweight statistics maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity. Uji asumsi autokorelasi dan multikolinearitas tidak dilakukan dalam analisis regresi dengan data panel, karena kelebihan dari regresi panel data adalah dapat menghilangkan autokorelasi dan multikolinearitas. 3.4 Definisi Operasional 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh berbagai lapangan usaha atau sektor yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi yang dipakai. Produk Domestik Regional Bruto terbagi menjadi dua bagian yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang dinilai atas dasar harga berlaku dari masing-masing tahunnya pada wilayah yang bersangkutan. Sedangkan

52 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan pada suatu tahun dasar adalah PDRB tersebut dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar wilayah yang bersangkutan. 2. Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang atau perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu terhadap waktu sebelumnya 3. Jumlah penduduk adalah jumlah seluruh penduduk pada suatu wilayah menurut perkiraan akhir tahun. 4. Pangsa sektor pertanian terhadap PDRB adalah kontribusi atau distribusi persentase yang dihasilkan oleh sektor pertahian terhadap PDRB. 5. Pangsa sektor industri terhadap PDRB adalah kontribusi atau distribusi persentase yang dihasilkan oleh sektor industri terhadap PDRB.

53 BAB IV GAMBARAN UMUMM PROVINSI JAWA BARAT 4.1 Kondisi Geografis Jawaa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanyaa berada di Kota Bandung. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengann berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat. Laut Jawa Skala 1 : Samudra Hindia Gambar 3. Peta Administratif Provinsi Jawaa Barat Sumber: Provinsi Jawa Barat berada di bagian barat Pulau Jawa. Wilayahnya berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Jawa Tengah di timur, Samudraa Hindia di selatan, serta Provinsi Banten dan DKI Jakarta di barat. Kawasan pantai utara merupakan dataran rendah. Di bagian tengah merupakan pegunungan, yakni

KABUPATEN/ FAKULTAS OLEH H

KABUPATEN/ FAKULTAS OLEH H ANALISIS KESENJANGANN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN/ /KOTA PERIODE TAHUN 2001-2008 DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH MEIKA PURNAMASYARI H14062577 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi tidak dapat diartikan sama dengan pertumbuhan ataupun industrialisasi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

KONVERGENSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE OLEH MASRUKHIN H

KONVERGENSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE OLEH MASRUKHIN H KONVERGENSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2000-2007 OLEH MASRUKHIN H14052576 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menghadapi berbagai fenomena pembangunan di tingkat daerah, nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan sejalan dalam proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama kurun waktu yang cukup panjang,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2008 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan misi pembangunan daerah Provinsi Riau yang tertera dalam dokumen RPJP Provinsi Riau tahun 2005-2025, Mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA Oleh Noviyani H14103053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR OLEH SOULMA ARUM MARDIANA H14080055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Perencanaan Pembangunan Regional 2.1.1. Pertumbuhan Regional Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perbaikan kualitas segenap bidang kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk meningkatkan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang. Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI ACEH

ANALISIS KESENJANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI ACEH ISSN 2302-0172 10 Pages pp. 91-100 ANALISIS KESENJANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI ACEH Mahrizal 1), Abubakar Hamzah 2), Sofyan Syahnur. 3) 1) Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi 2,3) Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 10 542,7 triliun dan PDB perkapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena global yang sering terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Bahkan masalah kesenjangan ekonomi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H

TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H14084023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi ialah peningkatan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H

ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H14052630 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci