BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI. menyajikan simpulan dan implikasi atas permasalahan mengenai kesadaran UKM

Transkripsi

1 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI Setelah melakukan penelitian, analisis dan pembahasan maka peneliti dapat menyajikan simpulan dan implikasi atas permasalahan mengenai kesadaran UKM kuliner rumah makan terhadap manajemen kualitas produk dan layanan serta kendala-kendala yang dihadapinya. Penelitian ini berlangsung dan mengambil obyek UKM rumah makan yang ada di Kota Yogyakarta. 5.1 Simpulan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, landasan teori dan hasil analisis yang dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Tidak terdapat berbedaan antara UKM rumah makan yang menggunakan layanan self service dan full service terkait jumlah karyawan (juru masak, pelayan, dan kasir), omzet dan lama usaha. Hasil uji beda ini berbeda dengan hasil wawancara dengan pengusaha UKM rumah makan. Perbedaan yang terjadi antara hasil uji beda UKM kuliner yang menggunakan layanan self service dan full service terkait jumlah karyawan (juru masak, pelayan, dan kasir), omzet dan lama usaha dengan hasil berdasarkan wawancara. Hal ini dapat menunjukkan kualitas persepsian tidak sama antara aspek tangible dengan aspek intangible. Kualitas pada usaha kuliner lebih dibedakan menurut aspek intangible karena meskipun dalam usaha kuliner makanan merupakan produk, namun kualitas 70

2 sebenarnya lebih pada hal-hal yang bersifat intangible, seperti cita rasa, dan pelayanan. 2. Faktor-faktor penentu kualitas dalam usaha kuliner secara garis besar diidentifikasi menjadi dua faktor. Faktor kualitas layanan yang merupakan faktor intangible dan faktor produk kuliner yang merupakan faktor tangible. a. Aspek faktor kualitas pelayanan yang menentukan kualitas di usaha kuliner adalah kecepatan pelayanan (24,40 persen). Penentu dari aspek ini yaitu sebagian besar UKM rumah makan yang diteliti merupakan usaha berjenis full service sehingga aspek pelayanan sangat penting. Selain menekankan pada kecepatan pelayanan pengusaha juga melakukan pengembangan terkait dengan penambahan fasilitas di usaha rumah makannya (24,40 persen) untuk meningkatkan kualitas pelayanan. b. Manajemen kualitas pada produk kuliner ditekankan pada kebersihan dan higienitas produk kuliner (28,90 persen). Untuk mendukung hal tersebut pengusaha UKM rumah makan memperhatikan kualitas bahan baku (33,30 persen) dan kebersihan bahan baku (28,90 persen). Pengusaha UKM rumah makan yang telah sadar akan pentingnya kualitas produk dan kualitas layanan namun tidak memiliki sertifikasi, menunjukkan kesadaran kepemilikan sertifikasi kualitas belum menempati arti penting. Pengusaha sadar bahwa hanya dengan kualitas produk dan layanan yang membuat usaha berjalan dan mampu bersaing. Namun dalam 71

3 persaingan usaha kuliner, sertifikat higienis maupun halal memiliki nilai tersendiri, karena mampu menjadi satu faktor diversifikasi dalam persaingan. Pemahaman akan peran serta fungsi sertifikasi kualitas penting bagi pemilik UKM rumah makan, selain sebagai sarana dalam bersaing, sertifikasi kualitas merupakan jaminan produk yang dijual bagi konsumen, sehingga konsumen merasa aman dan tidak ragu untuk membeli dan memikmati produk kuliner. Hal ini pun akan mengakibatkan para pemilik UKM rumah makan yang sudah memiliki kualitas produk dan layanan yang baik namun belum mencantumkan sertifikasi kualitas di rumah makannya untuk mendaftarkan produk yang diproduksi guna mendapatkan sertifikasi kualitas. Sertifikat juga mempermudah pihak pemerintah untuk mengontrol produk makanan yang dijual serta konsumen yang mengkonsumsi makanan di tiap-tiap UKM rumah makan merasa lebih aman dan terpercaya. Perbedaan terkait perlu atau tidaknya memiliki sertifikat kualitas disebabkan karena persepsi strategis. Persepsi strategis yang dimaksud adalah terkait bagaimana pengusaha menjalankan usaha dan berkompetisi. Ada pengusaha kuliner yang menekankan pada aspek diferensiasi dengan memiliki sertifikat kualitas, namun di sisi lain ada yang terus fokus pada kualitas dari produk yang dijual tanpa memiliki sertifikasi kualitas. Namun demikian, terkait kepemilikan sertifikasi, tidak banyak usaha kuliner yang memiliki kedua sertifikasi baik dari Badan POM dan sertifikat Halal. Mahalnya kepengurusan sertifikasi serta lama waktu yang 72

4 dibutuhkan dalam proses pengurusan, mulai dari mendaftar sampai sertifikat tersebut diterbitkan, merupakan salah satu kendala bagi pengusaha. Sedangkan masih sebagian pengusaha kuliner yang terkendala oleh anggaran dana dan manajemen yang masih seadanya. Kualitas sendiri ditentukan oleh upaya pengusaha dalam memenuhi harapan pelanggan. Oleh karenanya, sertifikasi kualitas bukan sebagai satu-satunya upaya tersebut, masih banyak upaya lain yang bisa ditempuh pengusaha kuliner dalam memenuhi harapan konsumen. Upaya-upaya dalam memenuhi kepuasan pelanggan di usaha kuliner dapat ditempuh melalui penyediaan tempat makan yang bersih dan nyaman, pelayanan yang segera, jaminan kebersihan dan kesehatan makanan, dan keistimewaan dalam cita rasa. 3. Hasil penelitian menemukan kesadaran akan kepemilikan sertifikasi kualitas ditentukan oleh besarnya omzet yang diterima usaha, dimana usaha kuliner dengan omzet yang lebih besar sudah memiliki sertifikasi kualitas, baik sertifikasi halal dan higienis ataupun salah satunya. Dalam hal ini, pengusaha kuliner dengan omzet Rp5 juta sampai Rp10 juta dan diatas Rp10 juta menjawab peran sertifikasi kualitas penting (24,4%) dan sangat penting (31,2%), sedangkan pengusaha kuliner dengan omzet di bawah Rp5 juta menjawab tidak penting (11,1%). Namun demikian, kepemilikan sertifikasi kualitas tidak ditentukan berdasarkan lama usaha atau jenis layanan (self service atau full service). 73

5 Dalam hal manajemen kualitas, pembeda antara usaha kuliner yang menggunakan model pelayanan self service dan full service hanya pada penggunaan atribut kualitas, dimana usaha kuliner dengan full service lebih menekankan pada suasana, keramahan, kebersihan dan higienitas, serta kecepatan layanan. Usaha kuliner dengan model self service lebih mementingkan pada cita rasa makanan. Pada penggunaan item produk dan layanan, seperti bahan baku, pengolahan, kebersihan dan fasilitas penunjang tidak ditemukan adanya perbedaan antara usaha kuliner self service dan full service. Demikian juga pada penangan keluhan pelanggan, dua bentuk model pelayanan self service dan full service tidak ditemukan perbedaan. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan hampir sepertiga dari keseluruhan sampel usaha kuliner memiliki baik sertifikat halal dan sertifikat dari Badan POM. Pengusaha kuliner ingin lebih menjamin kualitas produk makanan yang disajikan melalui sertifikasi. Meskipun pengolahan bahan baku menjadi makanan sudah baik dan melalui kontrol kualitas, namun tidak mungkin setiap konsumen menanyakan bagaimana proses tersebut. Namun sertifikasi kualitas dapat mengatasi masalah tersebut. Sertifikasi kualitas memiliki peran yangvital dalam memberikan jaminan kualitas yang baik sehingga pelanggan yakin untuk mengkonsumsi produk kuliner UKM rumah makan. Label memainkan peran penting pihak ketiga (pemerintah) dalam dalam arti mereka memiliki hubungan pada pilihan stratejik manufaktur 74

6 dan pada operasi pengaturan dan kebijakan informasi. Label juga dapat menjadi elemen yang signifikan dari desain produk dan periklanan. Kebijakan pelabelan dapat meyakinkan konsumen bahwa pemerintah mengawasi keberadaan produk dan melindungi konsumen, sinyal untuk produsen, distributor dan manufaktur atribut-atribut produk mana yang sangat penting dan dapat memperkuat beberapa bentuk edukasi. Kualitas adalah alat yang penting dalam diversifikasi lingkungan bisnis dan meningkatkan kompetisi. Hubungan kualitas daya saing sangat erat karena menyadari bahwa kebutuhan konsumen sangat rumit. Kini tidak cukup dengan hanya memuaskan kebutuhan pelanggan, tetapi juga meraih hasil maksimum dengan mengeksploitasi kecenderungan konsumen untuk kesenangan pada seseuatu yang baru dari sebuah produk (novelty of product). Sistem manajemen keamanan makanan harus terdapat beberapa persyaratan di antaranya, spesifikasi produk, Standard Operational Procedures (SOP), peraturan kebersihan personal, peraturan kebersihan tempat dan pengaturan limbah, pemasok bahan baku yang telah teruji dan inspeksi bahan baku, kualitas air, program kalibrasi/pengujian produk akhir dan program pelatihan karyawan. 4. Terkait dengan hal penting dalam pengembangan kualitas dan layanan pada usaha kuliner, pengusaha kuliner berpendapat bahwa penambahan fasilitas (33 persen) dan peningkatan kualitas pelayanan (31 persen) merupakan hal penting dalam pengembangan kualitas usaha kuliner. 75

7 Berkembangnya usaha kuliner ini seringkali dikaitkan dengan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi. Hal ini sering dihubungkan dengan pekerja atau seseorang yang sibuk melakukan aktivitas di luar rumah, baik itu pria maupun wanita yang selalu mencari sesuatu yang bersifat praktis dan instan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kualitas dalam usaha kuliner tidak hanya ditentukan dari cita rasa makanan yang dijual, selain itu juga bentuk penyajian serta fasilitas lain yang mendukung usaha kuliner berjalan. Oleh karena itu diperlukannya sebuah paradigma untuk menggeser sebuah pemikiran tradisional dalam kategori bisnis kuliner khususnya restoran, yang sebelumnya hanya menyediakan menu hidangan (makanan dan minuman) saja menjadi sebuah konsep modern yang menawarkan suatu pengalaman takterlupakan. Penciptaan suasana yang nyaman yang didukung dengan desain interior unik dan tersedianya berbagai fasilitas tambahan seperti hiburan live music, wifi, televisi serta sejenisnya merupakan daya tarik khusus bagi para customer-nya yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Kualitas mempengaruhi perusahaan dalam empat hal: (1) Biaya dan pangsa pasar: Kualitas yang ditingkatkan dapat mengarah pada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya, kedua hal tersebut mempengaruhi profitabilitas. (2) Reputasi perusahaan: reputasi perusahaan mengikuti reputasi kualitas yang dihasilkan. Reputasi akan muncul bersamaan dengan persepsi mengenai produk baru perusahaan, praktek- 76

8 praktek penanganan pegawai, dan hubungan dengan pemasok. (3) Pertanggungjawaban produk: organisasi/perusahaan memiliki tanggungjawab yang besar terhadap segala akibat pemakaian barang atau jasa. (4) Implikasi internasional: dalam era teknologi, kualitas merupakan fokus perhatian dalam bidang operasional. Apabila produk yang dihasilkan berkualitas maka akan memiliki implikasi pada peningkatan permintaan produk di pasar. 5. Terkait dengan klasifikasi dampak manajemen kualitas, responden menjawab bahwa adanya produk dan layanan berkualitas akan menentukan pada peningkatan omzet penjualan (38 persen) dan meningkatkan daya saing (29 persen), selain itu dampak dari manajemen kualitas yang bagus dirasakan mendukung daya saing usaha. Untuk upaya tersebut, peningkatan manajemen kualitas dilakukan melalui empat cara, yaitu melengkapi dengan sertifikat, melakukan pengembangan produk, memberikan fasilitas lain dan meningkatkan pelayanan. Kualitas layanan yang diberikan oleh pihak rumah makan memberikan kesan tersendiri bagi konsumen untuk datang kembali ke rumah makan tersebut. Perusahaan yang mengutamakan kualitas pelayanan yang baik akan memberikan dampak yang positif terhadap kepuasan konsumen. Hal ini berarti semakin baik kualitas pelayanan diyakini akan berpengaruh pada semakin baiknya kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan adalah suatu tingkat keunggulan yang dirasakan seseorang terhadap suatu jasa yang diharapkan dari perbandingan antara 77

9 keinginan dan kinerja yang dirasakan konsumen setelah membeli jasa tersebut. Kualitas pelayan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan, yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Kualitas pelayanan diartikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas adalah kemampuan suatu unit usaha dalam memenuhi kebutuhan dan ekspektasi konsumennya. Kualitas dapat dipandang dari sisi pendapatan dan biaya. Dari sisi pendapatan, kualitas merupakan keistimewaan pada produk yang mampu memenuhi ekspektasi konsumen. Terpenuhinya ekspektasi konsumen, pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan. Dari sisi pandang biaya, kualitas adalah bebas dari kecacatan, bebas dari kesalahan kerja sehingga harus mengulang pekerjaan, tidak puasnya konsumen, klaim dari konsumen, dan hal-hal lain yang membuat unit usaha mengeluarkan biaya ekstra. Dengan demikian kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah unit usaha untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi konsumen dengan memaksimalkan keistimewaan pada produk dan menekan cacat produk sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan menekan biaya. 78

10 5.2 Keterbatasan Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan yang dihadapi dalam menyusun laporan skripsi ini. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen kualitas pada usaha kecil dan menengah kuliner dapat diidentifikasi keterbatasan penelitian sebagai berikut. 1. Kesulitan mendapatkan literatur atau referensi yang sesuai dengan topik penelitian, terutama literatur terkait usaha kecil dan menengah di bidang pangan. 2. Keterbatasan waktu, terutama kesulitan saat mengadakan pertemuan dengan narasumber (pemilik usaha). Dari sekian puluh sampel hampir sebagian besar sulit ditemui. Setiap penelitian memiliki kelemahan, dalam penelitian ini analisis dilakukan secara deskriptif. Bagi penelitian selanjutnya, dengan mengangkat tema yang sama, dapat menggunakan analisis AHP (Analitycal Hierarchy Process) atau TQM (Total Quality Management) untuk menganalisis manajemen kualitas pada usaha kecil dan menengah. Kelemahan lain dari penelitian ini adalah tidak cukup berimbangnya sampel, jenis usaha kuliner full service dan self service, menyebabkan analisa dan pembahasan terkait dua jenis usaha ini menjadi kurang berimbang. 79

11 5.3 Implikasi Penelitian Penelitian tentang manajemen kualitas di usaha kecil dan menengah kuliner memberikan implikasi secara praktis dan teoritis sebagai berikut. 1. Implikasi praktis Dari hasil penelitian tentang manajemen kualitas pada usaha kecil dan menengah kuliner di Yogyakarta memberikan gambaran praktis bagaimana pengusaha kecil dan menengah, khususnya dalam bidang kuliner, untuk melaksanakan manajemen kualitas. Secara praktis manajemen kualitas dapat diterapkan pada dua aspek utama, aspek produk dan aspek pelayanan. Manajemen kualitas dari aspek produk dapat dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang masih segar. Dengan menggunakan bahan baku yang masih segar, produk makanan yang dihasilkan pun akan sehat, bersih dan higienis. Manajemen kualitas dapat pula dilakukan dengan cara penyajian makanan. Makanan dengan penyajian yang menarik, akan membangkitkan selera makan pengunjung. Pada akhirnya pengunjung yang puas akan kembali berkunjung dan merekomendasikan kepada calon konsumen yang lain. Pengusaha kuliner hendaknya juga mempertimbangkan peran penting dari sertifikasi kualitas.sertifikasi kualitas selain sebagai alat atau tool dalam persaingan usaha juga sebagai bentuk legitimasi bahwa produk yang diproduksi dan dijual sudah teruji kualitasnya. Dari aspek pelayanan banyak hal yang dapat dilakukan oleh pengusaha kuliner terkait dengan manajemen kualitas. Pelayanan kepada 80

12 konsumen dengan cepat merupakan satu hal sederhana yang dapat dilakukan oleh pengusaha kuliner. Hal lain dari aspek pelayanan yang dapat dilakukan oleh pengusaha kuliner adalah dengan membuat tata letak dan perlengkapan makan yang mudah dijangkau oleh konsumen. Selain itu, memperhatikan hal-hal kecil dari permintaan konsumen adalah bentuk pelaksanaan pelayanan yang baik. 2. Implikasi teoritis Secara teoritis, konsep manajemen kualitas dalam bidang kuliner dapat dipandang dari dua paradigma.pertama adalah dari sisi pandang produsen dan kedua adalah dari sisi pandang konsumen (Brunso et al., 2002). Dari sisi pandang produsen, fokus manajemen kualitas dapat ditekankan pada dua aspek yaitu, kualitas berorientasi produk dan kualitas berorientasi proses. Kualitas berorientasi produk berhubungan dengan bahan baku pembuatan produk. Sedangkan kualitas berorientasi proses berhubungan dengan prosedur pembuatan produk. Pelaksanaan kontrol kualitas merupakan cara dalam memberikan dan meningkatkan kualitas produk yang berfokus pada kualitas berorientasi produk dan proses. Standar kualitas kontrol ini biasanya ditentukan dan diwujudkan dalam bentuk sertifikat kualitas. Kualitas berorientasi konsumen tergantung pada kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen. Banyak faktor yang menentukan kualitas berorientasi konsumen, di antaranya adalah harga, merek, cita rasa dan lain- 81

13 lain. Dalam menciptakan kualitas berorientasi konsumen, produsen harus pintar dalam membaca permintaan pasar. Untuk usaha berbasis kuliner, pengusaha harus mampu mengenali selera konsumen dalam hal cita rasa, penyajian makanan dan lain sebagainya. 82