O L E H : MARTINO ANDREAS DAVID PARDAMEAN, S.H NIM. A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "O L E H : MARTINO ANDREAS DAVID PARDAMEAN, S.H NIM. A"

Transkripsi

1 PERANAN KEJAKSAAN DALAM BIDANG KETERTIBAN DAN KETENTRAMAN UMUM UNTUK MENYELENGGARAKAN KEGIATAN PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT BERDASARKAN PASAL 30 AYAT (3) HURUF A UNDANG-UNDANGNOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA (Studi Pada Kejaksaan Negeri Mempawah) O L E H : MARTINO ANDREAS DAVID PARDAMEAN, S.H NIM. A ABSTRAK Tesis ini membahas tentang peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Studi pada Kejaksaan Negeri Mempawah). Di samping itu juga mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkapkan dan menganalisis kendala-kendala yang menghambat peranan Kejaksaan Negeri Mempawah dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat dan upaya meningkatkan peranan Kejaksaan Negeri Mempawah dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Melalui studi kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan hukum empiris diperoleh kesimpulan, bahwa peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah dalam kenyataannya masih belum maksimal. Hal ini disebabkan karena frekuensi penyuluhan dan penerangan hukum yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah hanya 4 (empat) kali dalam setahun yang dibagi dalam per triwulan. Tolok ukur berhasil atau tidaknya kegiatan peningkatan kesadaran hukum yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah dapat dilihat dari jumlah tindak pidana yang terjadi dan jumlah perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Mempawah. Adapun kendala-kendala yang menghambat peranan Kejaksaan Negeri Mempawah dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat adalah sebagai berikut: (a) Kurangnya personil untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat; (b) Luasnya wilayah kerja Kejaksaan Negeri Mempawah; (c) Minimnya anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat; dan (d) Terbatasnya waktu untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Upaya untuk meningkatkan peranan Kejaksaan Negeri Mempawah dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat dapat ditempuh dengan cara: (a) Meningkatkan frekuensi penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat di wilayah kerja Kejaksaan Negeri Mempawah. Misalnya: penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilaksanakan sebulan sekali; (b) Melakukan penambahan personil di Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat; dan (c) Mengajukan permohonan penambahan anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. 1

2 ABSTRACT This thesis discusses the role of the Public Prosecution Service in the field of public order and public order to organize public awareness raising activities based on Article 30 Paragraph (3) Sub-Paragraph a of Law Number 16 Year 2004 concerning the Attorney of the Republic of Indonesia (Study at State Prosecutor Mempawah). In addition it also has a purpose that is to reveal and analyze the obstacles that hamper the role of the State Prosecutor Mempawah in the field of public order and general peace to organize public awareness raising activities and efforts to increase the role of Public Prosecutor Mempawah in the field of public order and general peace to organize upgrading activities Public legal awareness. Through literature study using empirical legal approach method, it can be concluded that the role of Public Prosecutor Office in the field of public order and general peace to organize public awareness raising activities based on Article 30 Paragraph (3) Sub- Paragraph a of Law Number 16 Year 2004 regarding the Attorney General of the Republic of Indonesia to Attorney Negeri Mempawah in reality still not maximal. This is because the frequency of counseling and legal enforcement conducted by the Intelligence Section of the State Prosecutor Mempawah only 4 (four) times a year divided in quarterly. The benchmark of success or failure of legal awareness activities carried out by the Intelligence Section of State Prosecutor Mempawah can be seen from the number of criminal acts that occurred and the number of cases handled by the State Prosecutor Mempawah. The obstacles that impede the role of the Public Prosecution Service in the area of public order and general peace to organize public awareness raising activities are as follows: (a) Lack of personnel to organize public awareness raising activities; (b) The extent of the work area of the Mempaks Negeri Kejaksaan; (c) Lack of budget to organize public awareness raising activities; And (d) Limited time to organize public awareness raising activities. Efforts to increase the role of the Public Prosecution Service in public order and general peace to organize public awareness raising activities can be pursued by: (a) Increasing the frequency of organizing awareness raising activities in the working area of the Defense Prosecutor's Office. For example: the implementation of public awareness raising activities carried out once a month; (b) Increase personnel in the Intelligence Section of the Public Prosecutor's Office to conduct public awareness raising activities; And (c) Applying for additional budget to organize public awareness raising activities. 2

3 A. PENDAHULUAN Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. Secara umum, tugas dan wewenang Kejaksaan diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menentukan bahwa: (1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a. Melakukan penuntutan; b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. (2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. (3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengawasan peredaran barang cetakan; 3

4 d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal. Sehubungan dengan tugas dan wewenang dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, maka Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum diwajibkan untuk turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, wajib dilaksanakan oleh seluruh jajaran Kejaksaan Republik Indonesia mulai dari tingkat Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Pada tingkat Kejaksaan Agung, penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Intelijen, kemudian pada tingkat Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh Asisten Intelijen dan untuk tingkat Kejaksaan Negeri dilaksanakan oleh Seksi Intelijen. Sesuai dengan fokus penelitian ini yang dilakukan di Kejaksaan Negeri Mempawah, maka penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilaksanakan oleh Seksi Intelijen. Dalam pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi di bidang ketertiban dan ketentraman umum, Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah membuat Rencana Strategis (Renstra) selama 5 (lima) tahun. Salah satu Rencana Strategis (Renstra) Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah adalah melakukan upaya preventif untuk mencegah terjadinya tindak pidana dan pelanggaran hukum dengan cara melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum dan penerangan hukum. Sasaran dari Rencana Strategis (Renstra) Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum adalah terciptanya masyarakat yang sadar dan tertib hukum. Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah berupa penyuluhan hukum dan penerangan hukum. Penyuluhan hukum dan penerangan hukum dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung antara penyuluh dan yang disuluh (masyarakat). Perbedaan antara penyuluhan 4

5 hukum dan penerangan hukum terletak pada sasaran yang dituju, di mana penyuluhan hukum dilakukan umumnya terhadap warga masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sedangkan penerangan hukum dilakukan terhadap pemerintah daerah dan siswa sekolah. Materi kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dilakukan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah berupa penyuluhan/sosialisasi terhadap produk hukum dan/atau peraturan perundangundangan yang tergolong masih baru. Namun dalam kenyataannya, penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah masih mengalami berbagai kendala, sehingga peranan Kejaksaan masih belum maksimal dalam menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Kendala-kendala yang menghambat peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah disebabkan karena kurangnya personil untuk melakukan penyuluhan/sosialisasi hukum kepada masyarakat serta minimnya anggaran untuk penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Bertitik tolak dari uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah? 2. Apa saja kendala-kendala yang menghambat peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) 5

6 huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah? 3. Bagaimana upaya meningkatkan peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengungkapkan dan menganalisis peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah. 2. Untuk mengungkapkan dan menganalisis kendala-kendala yang menghambat peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah. 3. Untuk mengungkapkan dan menganalisis upaya meningkatkan peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah. D. KERANGKA TEORITIK Adapun teori, asas-asas dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Fungsi Peraturan Perundang-undangan, Teori Sistem Hukum, Konsep Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat dan Teori Kesadaran Hukum. 6

7 1. Teori Fungsi Peraturan Perundang-undangan Hukum pada hakikatnya berfungsi sebagai pedoman kehidupan masyarakat, sehingga hukum yang berlaku di masyarakat dapat berdaya guna. Menurut Zudan Arif Fakhrulloh, pendayagunaan hukum sesungguhnya merupakan proses maksimalisasi kemampuan hukum untuk mendatangkan hasil dan manfaat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 1 Dengan demikian, hukum yang berdaya guna adalah hukum yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Pendayagunaan hukum berarti pula sebagai upaya untuk memfungsikan secara optimal fasilitas-fasilitas yang sudah dilegitimasi dalam peraturan/undang-undang. Bagir Manan mengemukakan bahwa fungsi peraturan perundangundangan, yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu: 2 Fungsi internal peraturan perundang-undangan terdiri atas: a) Fungsi penciptaan hukum melalui pembentukan hukum oleh organ legislatif dan eksekutif, keputusan hakim (yurisprudence), hukum adat, serta konvensi ketatanegaraan. b) Fungsi pembaharuan hukum untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman, kurang adil, tidak lengkap, atau tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini. c) Fungsi integrasi pluralisme sistem hukum, ialah mengintegrasikan beberapa sistem hukum dan atau materi-materi hukum sejenis sehingga tersusun dalam satu tatanan kodifikasi dan unifikasi hukum yang harmonis. d) Fungsi kepastian hukum (rechtszekerheid), untuk menjamin terpeliharanya upaya pengaturan dan penegakan hukum melalui perumusan norma hukum yang memenuhi kriteria asas, bentuk, pengertian, penggunaan bahasa, maupun keberlakuannya. Fungsi eksternal peraturan perundang-undangan terkait dengan fungsi sosial hukum, berkorelasi dengan hukum adat, yurisprudensi dan atau lingkungan tempat berlakunya peraturan perundang-undangan, yaitu: a) Fungsi Perubahan, berkenaan dengan fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan (law as a tool social engineering) guna merubah kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan aparatur Negara, baik mengenai pola pikir maupun perilakunya dari status tradisional (konservatif) ke status modern (progresif), dalam rangka 1 Zudan Arif Fakhrulloh, Pendayagunaan Hukum untuk Pengembangan Ekonomi Sektor Informal (Studi Kasus di Kotamadia Yogyakarta), Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, halaman Bagir Manan, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-Undangan (Makalah), Jakarta, 1994, halaman 47. 7

8 penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dianggap terbaik bagi kepentingan negara, pemerintah dan rakyat. b) Fungsi stabilisasi, mengandung pengertian peranan peraturan perundang-undangan untuk menstabilkan keadaan-keadaan tertentu, dari kondisi yang kacau dan carut marut ke kondisi yang lebih tertib dan terkendali; c) Fungsi kemudahan, ialah untuk memberikan kemudahan-kemudahan, toleransi dan fasilitas tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Fungsi peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan oleh Bagir Manan tersebut di atas, menggambarkan atau berkaitan dengan organ yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan, hukum itu sudah direncanakan, dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, menegaskan lingkungan kuasa berlakunya suatu aturan hukum (perundangundangan), dan berfungsi sebagai instrumen, baik sebagai instrumen kontrol maupun sebagai instrumen perubahan (rekayasa) masyarakat. 2. Teori Sistem Hukum Teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman digunakan untuk melihat peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah. Menurut Friedman, sistem hukum terdiri atas 3 (tiga) komponen, yaitu: 1. Komponen yang disebut dengan struktur. Ia adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum seperti pengadilan negeri, pengadilan administrasi yang mempunyai fungsi untuk mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri. Komponen struktur ini memungkinkan pemberian pelayanan dan penggarapan hukum secara teratur. 2. Komponen substansi yaitu berupa norma-norma hukum, baik itu peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan sebagainya yang semuanya dipergunakan oleh para penegak hukum maupun oleh mereka yang diatur. 3. Komponen hukum yang bersifat kultural. Ia terdiri dari ide-ide, sikapsikap, harapan dan pendapat tentang hukum. Kultur hukum ini dibedakan antara internal legal culture, yakni kultur hukumnya lawyers dan judged s, dan external legal culture yakni kultur hukum masyarakat pada umumnya. 3 3 Lawrence M. Friedman, American Law, W.W. Norton and Company, New York, 1984, halaman

9 Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya, demikian juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Kelembagaan hukum adalah bagian dari struktur hukum seperti Kejaksaan Agung dan jajaran di bawahnya beserta aparaturnya. Seksi Intelijen sebagai struktur Kejaksaan memiliki peran yang penting di dalam meningkatkan keberhasilan penyelenggaraan kegiatan kesadaran hukum masyarakat. Keberhasilan dan kegagalan dalam menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat oleh kemampuan dan kecakapan Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri di dalam menjalankan perannya. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia merupakan salah satu komponen substansi hukum. Komponen substansi ini dapat memberikan kepastian dan manfaat kepada masyarakat. Terkait dengan budaya hukum ini, penyelenggaraan kegiatan kesadaran hukum masyarakat sesungguhnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman hukum kepada masyarakat, hal ini sangat tergantung dengan nilai dan keyakinan masyarakat. Nilai dan keyakinan merupakan bagian dari budaya masyarakat. Jika masyarakat menilai dan berkeyakinan bahwa penyelenggaraan kegiatan kesadaran hukum masyarakat memberikan manfaat, maka tujuan penyelenggaraan kegiatan kesadaran hukum masyarakat akan tercapai. 3. Konsep Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat Basis bekerjanya hukum adalah masyarakat, maka hukum akan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan sampai dengan pemberlakuan. Kekuatan sosial akan berusaha masuk dalam setiap proses legislasi secara efektif dan efesien. Peraturan hukum dikeluarkan diharapkan sesuai dengan keinginan, tetapi efek dari peraturan tersebut tergantung dari kekuatan sosial seperti budaya hukumnya baik, maka hukum akan bekerja dengan baik pula, tetapi sebaliknya apabila kekuatannya berkurang atau tidak ada, maka hukum tidak akan bisa berjalan karena masyarakat sebagai basis bekerjanya hukum. 9

10 Konsep bekerjanya hukum dalam masyarakat menurut Seidman 4 terekpresikan dari dali-dalil sebagai berikut: 1) Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. 2) Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai respons peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembagalembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lain. 3) Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari para pemegang peranan. 4) Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi. Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka pemegang peranan adalah Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah sebagai organisasi kenegaraan (birokrasi) diarahkan untuk mencapai tujuan negara tujuan hukum dan tujuan sosial. Mengenai hal ini Peter M. Blau dan Marshall M. Meyer menyatakan bahwa kini dalam masyarakat kontemporer birokrasi telah menjadi suatu lembaga yang menonjol, sebagai lembaga negara yang melambangkan era modern, dan kita tidak mungkin memahami kehidupan sosial masa kini kalau kita tidak mengerti tentang bentuk lembaga ini. 5 Menurut Soerjono Soekanto, bahwa birokrasi merupakan ciri khas dalam penegakan hukum masyarakat modern, sehingga diciptakanlah diferensiasi ke dalam fungsi-fungsi serta penetapan tugas-tugas yang harus dijalankan berdasarkan peraturan hukum, untuk mencapai tingkat nasional secara maksimal sebagai dasar untuk menetapkan pekerjaan yang dilaksanakan secara efisien dan sistematis. 6 4 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal Peter M. Blau dan Marshall M. Meyer, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, UI- Press, Jakarta, 1987, halaman Soerjono Soekanto, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 2005, halaman

11 Dalam konteks Negara Hukum Indonesia, elemen-elemen di dalam konsep bekerjanya hukum dalam masyarakat di atas, merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan untuk melaksanakan dan mengefektifkan peraturan hukum agar mampu memberikan kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum bagi warga masyarakat. Efektifitas hukum menurut Satjipto Rahardjo, dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor utama, yaitu: 1) Sumber daya peraturan perundang-undangan; berkorelasi dengan persyaratan hukum yang baik secara yuridis, sosiologis, filosofis, politis, dan teknis; 2) Sumber daya manusia penegakan hukum; menyangkut kesiapan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di jajaran institusi penegakan hukum; 3) Sumber daya fisik penegakan hukum; berkenaan dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan penegakan hukum; 4) Sumber Daya Keuangan; yaitu anggaran yang harus dipersiapkan untuk membiayai personil, sarana dan prasarana penegakan hukum; 5) Sumber Daya Pendukung lainnya; seperti kesadaran hukum warga masyarakat dan pra kondisi yang perlu dipersiapkan untuk mengefektifkan penegakan hukum Teori Kesadaran Hukum Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Kesadaran hukum menekankan tentang nilai-nilai masyarakat tentang fungsi apa yang hendaknya dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat. 8 Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak di dalam diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum 7 Ibid., halaman 11. halaman R. Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni, Bandung, 1989, 11

12 merupakan kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada. 9 Kesadaran berasal dari kata sadar, yang berarti insyaf, merasa, tahu atau mengerti. Menyadari berarti mengetahui, menginsyafi, merasai. Kesadaran berarti keinsyafan, keadaan mengerti, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kesadaran hukum dapat berarti adanya keinsyafan, keadaan seseorang yang mengerti betul apa itu hukum, fungsi dan peranan hukum bagi dirinya dan masyarakat sekelilingnya. Kesadaran hukum itu berarti juga kesadaran tentang hukum, kesadaran bahwa hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia yang menyadari bahwa manusia mempunyai banyak kepentingan yang memerlukan perlindungan hukum. Jadi kesadaran hukum tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandanganpandangan hidup dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk dari pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Kesadaran hukum masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan kesadaran hukum masyarakat melalui penyuluhan hukum diarahkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan hukum serta hak-hak dan kewajiban yang diaturnya dan menjadikan masyarakat hukum taat serta patuh kepada hukum berdasarkan kesadaran hukum yang tinggi, menempuh berbagai cara dan mekanisme dalam mengkomunikasikan pesan penyuluhan hukum disesuaikan dengan kebutuhan dan stratifikasi masyarakat kita yang sangat majemuk sifatnya. Beranjak dari konsepsi di atas, maka proses terbentuknya kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto ada 4 (empat) indikator, yakni: 1. Pengetahuan hukum; seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud 9 diunduh pada tanggal 8 September

13 disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. 2. Pemahaman hukum; seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3. Sikap hukum; seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. 4. Pola perilaku hukum; di mana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku. 10 Dari keempat tahapan di atas, terbentuknya pola perilaku hukum merupakan derajat kesadaran hukum yang sangat tinggi. Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena melalui pola perilaku utama inilah dapat dilihat apakah suatu peraturan hukum itu berlaku secara efektif atau tidak di dalam masyarakat. Tingginya derajat kesadaran hukum mengakibatkan warga masyarakat mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya rendahnya derajat kesadaran hukum mengakibatkan kepatuhan terhadap hukum juga akan rendah. Dalam kaitannya dengan berlakunya suatu peraturan perundangundangan, maka kesadaran hukum pada dasarnya merupakan variabel penghubung antara keharusan yang terdapat di dalam isi peraturan dengan perilaku warga masyarakat yang diatur oleh hukum tersebut. Oleh karena itu berhasil tidaknya undang-undang mengatur perilaku warga masyarakat akan tergantung kepada tingkat kesadaran hukum dari warga masyarakat tersebut. E. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk dapat melihat hukum dalam artian nyata serta meneliti bagaimana bekerjanya hukum di dalam suatu lingkungan masyarakat, maka metode penelitian hukum empiris dapat juga dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. 10 Ibid., halaman

14 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat Deskriptif, dengan maksud untuk menggambarkan keadaan yang ada dengan mempergunakan metode penelitian ilmiah serta memecahkan masalah berdasarkan data dan fakta yang terkumpul sebagaimana adanya pada saat penelitian ini dilakukan. 3. Sumber Data a. Penelitian kepustakaan yang berupa data sekunder mencakup: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yaitu berupa peraturan perundang-undangan seperti 11 : - Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Amandemen). - Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer yang terdiri dari: a. Literatur yang berkaitan dengan peran, fungsi dan tugas Kejaksaan dan kesadaran hukum. b. Makalah, jurnal, artikel, internet, dan hasil penelitian tentang peran, fungsi dan tugas Kejaksaan dan kesadaran hukum. 3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bagi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus dan ensiklopedi. b. Penelitian Lapangan Data yang dikumpulkan dari penelitian lapangan adalah data primer yang berkaitan dengan penelitian peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah. 4. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Metode sampel (sampling) yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu penarikan sampel bertujuan karena sampel yang 11 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, halaman

15 diperlukan dalam penelitian ini harus memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan apa yang menjadi tujuan penelitian. 12 Berdasarkan teknik sampling di atas, maka sistem pilihan sampel yang paling urgen untuk dipergunakan adalah snow ball sampling 13 yaitu memilih (menentukan) salah satu sampel sebagai informan awal selanjutnya terus menggelinding laksana bola salju kepada sampel-sampel lanjutan dan baru akan berakhir pada suatu sampel/informan yang tidak memunculkan varian baru. dan dalam penelitian ini, masing-masing dipilih 1 (satu) orang informan awal, yaitu: 1) Kepala Kejaksaan Negeri Mempawah; 2) Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah. 5. Teknik dan Alat Pengumpul Data Pengumpulan data dilakukan dengan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi kepada informan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Selain itu data sekunder diperoleh melalui kepustakaan (library research) terhadap peraturan perundang-undangan, dokumen atau catatan yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Pengolahan Data a. Data yang dikutip (diinventarisasi) dari bahan-bahan hukum primer, dan sekunder berupa konsep, asas, teori dan norma hukum akan diaplikasikan secara proporsional ke dalam bab-bab pembahasan tesis yang relevan. b. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan diolah sesuai penggolongannya dan dituangkan pada bab analisis hasil penelitian. 7. Analisis Data 12 Purposive sampling atau penarikan sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dipilih karena alasan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya,sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar jumlahnya dan jauh letaknya. (Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, halaman 51). 13 Prinsip Snow Ball Sampling paling banyak dipergunakan dalam pendekatan kualitatif. Prinsip Snow Ball Sampling ini berangkat dari suatu pencarian informasi yang diawali dengan suatu penunjukkan atau pilihan responden/informan tertentu, yang selanjutnya bergulir menggelinding mencari informasi/responden baru sampai batas tertentu sehingga tidak dapat ditemukan suatu indikasi/varian baru (Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif, Yayasan Asah-Asih-Asuh, Malang, 2002, halaman 67). 15

16 Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan baik dari studi kepustakaan maupun lapangan, dan selanjutnya diklasifikasikan dalam suatu susunan yang konsekuensi, sehingga dapat ditemukan mengenai peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Kejaksaan Negeri Mempawah, dan data yang terkumpul dalam penelitian, baik itu data primer maupun sekunder dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. F. ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Peranan Kejaksaan Negeri Mempawah Dalam Bidang Ketertiban Dan Ketentraman Umum Untuk Menyelenggarakan Kegiatan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Berdasarkan Pasal 30 Ayat (3) Huruf A Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. 16

17 Secara umum, tugas dan wewenang Kejaksaan diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menentukan bahwa: (1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a. Melakukan penuntutan; b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. (2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. (3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengawasan peredaran barang cetakan; d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal. Sehubungan dengan tugas dan wewenang dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, maka Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum diwajibkan untuk turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, wajib dilaksanakan oleh seluruh jajaran Kejaksaan Republik Indonesia mulai dari tingkat Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Pada tingkat Kejaksaan Agung, penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Intelijen, kemudian pada tingkat Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh Asisten Intelijen dan untuk tingkat Kejaksaan Negeri dilaksanakan oleh Seksi Intelijen. 17

18 Dasar hukum dari pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi intelijen Kejaksaan adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010 dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER- 009/A/JA/01/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010 dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER- 009/A/JA/01/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya Pasal 622 disebutkan tugas pokok dan fungsi intelijen Kejaksaan berdasarkan adalah unsur pembantu pimpinan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Melakukan kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk melakukan pencegahan tindak pidana guna mendukung penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang ideologi, politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, melaksanakan cegah tangkal terhadap orang-orang tertentu dan/atau turut menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum dan penanggulangan tindak pidana serta perdata dan tata usaha negara di daerah hukumnya; 2. Memberikan dukungan intelijen Kejaksaan bagi keberhasilan tugas dan kewenangan Kejaksaan, melakukan kerjasama dan koordinasi serta pemantapan kesadaran hukum masyarakat di daerah hukumnya. Kemudian lebih lanjut berdasarkan Pasal 623, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 622 ayat (1) dan ayat (2) Seksi Intelijen menyelenggarakan fungsi : 1. Perumusan kebijakan teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa pemberian bimbingan dan pembinaan dalam bidang tugasnya; 2. Melakukan koordinasi, perencanaan dan penyusunan kebijakan pada Seksi Intelijen dengan didasarkan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dengan Seksi terkait; 3. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum, baik preventif maupun represif mengenai upaya penyelamatan pemulihan keuangan negara yang meliputi sektor keuangan dan kekayaan negara, pengadaan barang/jasa pemerintah, pelayanan publik dan sektor lainnya, pemberian dukungan terhadap bidang Perdata dan Tata Usaha Negara guna penyelamatan dan pemulihan kekayaan negara, penegakan wibawa pemerintah dan negara serta pemberian pelayanan hukum kepada masyarakat yang meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum 18

19 lain kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah; 4. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum, baik preventif maupun represif mengenai pemberian dukungan terhadap proses pelaksanaan penanganan perkara, pengawasan pelaksanaan putusan pidana bersyarat, pidana pengawasan, pengawasan pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain dalam tindak pidana umum dan tindak pidana khusus; 5. Pelaksanaan supervisi serta pemberian dukungan terhadap lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah serta lembaga lainnya dalam rangka pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian internal/eksternal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana; 6. Mendukung pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan tindak pidana, maupun dalam rangka reformasi sistem peradilan, melalui kerjasama dan koordinasi dengan instansi penegak hukum baik di dalam maupun luar negeri, sosialisasi pencegahan dan penanggulangan tindak pidana kepada pejabat negara, penyelenggara negara, organisasi non pemerintah serta elemen masyarakat lainnya; 7. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum, baik preventif maupun represif mengenai pemberian dukungan berkaitan dengan tindak pidana umum yang diatur di dalam dan di luar KUHP, pemberian dukungan kinerja pelaksanaan tugas bidang pembinaan dan bidang pengawasan; 8. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif mengenai cegah tangkal, pengawasan media massa, barang cetakan, orang asing, pengawasan aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan meliputi aliran-aliran keagamaan, kepercayaan-kepercayaan budaya, mistik-mistik keagamaan, mistik-mistik budaya, perdukunan, pengobatan pertabiban secara kebatinan, peramalan paranormal, akupuntur, shin-she, metafisika dan lain-lain yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan dan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, ideologi, politik, sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa, pelanggaran hak asasi manusia, pencarian dan penangkapan buron Kejaksaan; 9. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif dalam rangka menyelenggarakan persandian meliputi penyelenggaraan telekomunikasi, pengamanan data dan informasi, kontra penginderaan, pemantauan, penginderaan, pengolahan dan analisa data, pengelolaan 19

20 operasional Bank Data Intelijen, pembinaan sumberdaya teknologi intelijen, pelaksanaan administrasi intelijen serta penyediaan produksi intelijen; 10. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan penerangan dan penyuluhan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, hubungan media massa, hubungan kerjasama antar lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pengelolaan Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan Masyarakat, pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat dan sederhana sesuai petunjuk teknis standar layanan informasi publik secara nasional dalam rangka mendukung keberhasilan tugas, wewenang dan fungsi serta pelaksanaan kegiatan Kejaksaan; 11. Pengamanan teknis di lingkungan unit kerja Seksi Intelijen dan pemberian dukungan pengamanan teknis dan non teknis terhadap pelaksanaan tugas pada unit kerjalainnya di lingkungan Kejaksaan Negeri, meliputi sumber daya manusia, material/aset, data dan informasi/dokumen melalui kegiatan/operasi intelijen dengan memperhatikan prinsip koordinasi; 12. Pembinaan dan pelaksanaan kerjasama dengan kementerian, lembaga pemerintahan non kementerian, lembaga negara, instansi dan organisasi lain terutama pengkoordinasian dengan aparat intelijen lainnya di tingkat Kabupaten/kota; 13. Pemberian saran pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala Kejaksaan Negeri. Mengingat penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat menjadi tugas, tanggung jawab dan wewenang Seksi Intelijen Kejaksaan pada tingkat Kejaksaan Negeri, maka penelitian ini dilakukan pada Kejaksaan Negeri Mempawah. Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah berupa penyuluhan hukum dan penerangan hukum. Penyuluhan hukum dan penerangan hukum dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung antara penyuluh dan yang disuluh (masyarakat). Perbedaan antara penyuluhan hukum dan penerangan hukum terletak pada sasaran yang dituju, di mana penyuluhan hukum dilakukan umumnya terhadap warga masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sedangkan penerangan hukum dilakukan terhadap pemerintah daerah dan siswa sekolah. Selain itu, perbedaan antara penyuluhan hukum dengan penerangan hukum terutama pada kedalaman dari nilai-nilai yang ditanamkan. 20

21 Materi kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dilakukan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah berupa penyuluhan/sosialisasi terhadap produk hukum dan/atau peraturan perundang-undangan yang tergolong masih baru. Menurut Mulyana W. Kusumah, penerangan hukum bertujuan agar masyarakat mengetahui tentang hukum, sedangkan penyuluhan hukum bertujuan agar warga masyarakat memahami, melembagakan bahkan menjiwai hukum tersebut. 14 Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah dalam kenyataannya masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan frekuensi penyuluhan dan penerangan hukum yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah hanya 4 (empat) kali dalam setahun yang dibagi dalam per triwulan. Jadi setiap 3 (tiga) bulan sekali dilaksanakan program peningkatan kesadaran hukum masyarakat di wilayah Kabupaten Mempawah. 15 Di samping itu, tolok ukur berhasil atau tidaknya kegiatan peningkatan kesadaran hukum yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah bagi masyarakat dapat dilihat dari jumlah tindak pidana yang terjadi dan jumlah perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Mempawah yang setiap tahunnya meningkat. Dalam melakukan penyuluhan hukum sangat dibutuhkan komunikasi hukum, karena pada hakikatnya hukum itu sendiri merupakan sekumpulan pesan-pesan yang ditujukan kepada warga masyarakat agar berperilaku sesuai dengan patokan-patokan perilaku yang telah ditentukan. Kegagalan dalam penyampaian isi peraturan kepada masyarakat justru akan menimbulkan akibat-akibat yang parah bagi keberhasilan pembangunan Mulyana W. Kusumah, dkk, Konsep dan Pola Penyuluhan Hukum, Yayasan LBH, Jakarta, 1989, halaman Hasil wawancara dengan Bapak Bagyo Mulyono, SH., selaku Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah, pada tanggal 16 Februari Satjipto Rahardjo, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Angkasa, Bandung, 1980, halaman

22 2. Analisis Kendala-kendala Yang Menghambat Peranan Kejaksaan Negeri Mempawah Dalam Bidang Ketertiban Dan Ketentraman Umum Untuk Menyelenggarakan Kegiatan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Membangun kesadaran hukum masyarakat tidaklah mudah karena tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai fenomena sosial merupakan alat sebagai pengendali masyarakat. Di dalam masyarakat sering dijumpai berbagai persoalan dalam rangka memenuhi kebutuhannya yang kadang-kadang memunculkan pelanggaran, sengketa, bentrokan atau conflict of human interest, maka muncul persoalan tentang apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya, di situlah perlunya kesadaran hukum. Oleh sebab itu, untuk memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dibutuhkan kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum merupakan kesadaran untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan semacam jembatan yang menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum dengan tingkah laku hukum anggota masyarakat. Lawrence M. Friedman lebih condong menyebutkan sebagai bagian dari kultur hukum, yaitu nilai-nilai, sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. 17 Menurut Sunaryati Hartono, betapapun kesadaran hukum itu berakar di dalam masyarakat, ia merupakan abstraksi yang lebih rasional daripada perasaan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran hukum merupakan suatu pengertian yang menjadi hasil ciptaan para sarjana hukum. Hal ini tidak dapat dilihat secara langsung di dalam kehidupan masyarakat, melainkan keberadaannya hanya dapat disimpulkan dari pengalaman hidup sosial melalui suatu cara pemikiran dan cara penafsiran tertentu. Selain itu, ada juga mengatakan bahwa kesadaran hukum itu bukanlah semata-mata sesuatu yang tumbuh secara spontan dalam hati sanubari masyarakat. Akan tetapi, ia juga merupakan sesuatu yang harus dipupuk secara sadar, agar dapat tumbuh dalam hati sanubari masyarakat Esmi Warrasih Pujirahayu, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2010, halaman Ibid., halaman

23 Dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dilaksanakan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah, dalam kenyataannya masih menemukan berbagai kendala. Adapun kendala-kendala yang menghambat peranan Kejaksaan Negeri Mempawah dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat adalah sebagai berikut: Kurangnya personil untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat Berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat di wilayah Kabupaten Mempawah, maka menjadi tugas dan tanggung jawab dari Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah. Akan tetapi, karena kurangnya personil menyebabkan penyelenggaraan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat menjadi belum maksimal. Dalam kenyataannya, jumlah personil dari Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah hanya 4 (empat) orang, yang terdiri dari: 1 (satu) orang Kasi Intelijen, 2 (dua) orang Jaksa dan 1 (satu) orang Tata Usaha. Dengan jumlah personil yang hanya 4 (empat) orang, maka tidak mungkin Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah mampu untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat secara optimal. 2. Luasnya wilayah kerja Kejaksaan Negeri Mempawah Wilayah kerja Kejaksaan Negeri Mempawah meliputi Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya. Untuk wilayah Kabupaten Mempawah, terdiri dari: 9 (sembilan) kecamatan, 2 (dua) kelurahan dan 60 (enam puluh) desa. Sedangkan Kabupaten Kubu Raya terdiri dari: 9 (sembilan) kecamatan dan 108 (seratus delapan) desa. Dengan luasnya wilayah kerja Kejaksaan Negeri Mempawah tersebut, maka sangat tidak mungkin untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat secara optimal dan merata. 3. Minimnya anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat 19 Hasil wawancara dengan Bapak Bagyo Mulyono, SH., selaku Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri Mempawah, pada tanggal 16 Februari

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 Tentang : Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 Tentang : Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 Tentang : Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 55 TAHUN 1991 (55/1991) Tanggal : 20 NOPEMBER 1991

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 55 TAHUN 1991 (55/1991) TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 55 TAHUN 1991 (55/1991) TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 55 TAHUN 1991 (55/1991) TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah singkat Kantor Kejaksaan Tinggi Sumut Medan

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah singkat Kantor Kejaksaan Tinggi Sumut Medan BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah singkat Kantor Kejaksaan Tinggi Sumut Medan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara adalah Kejaksaan di daerah hukum meliputi wilayah Propinsi Sumatera Utara.Seorang kepala Kejaksaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN

MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KODE 006 01 PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEJAKSAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR: KEP- 115/J.A/10/1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR: KEP- 115/J.A/10/1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP- 115/J.A/10/1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 59, 1991 (ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA. KEJAKSAAN. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan

Lebih terperinci

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S oleh : RETNO PUSPITO RINI NIM : R. 100030055 Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

-2- pembangunan nasional di pusat maupun di daerah sebagaimana penjabaran dari Nawa Cita demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepr

-2- pembangunan nasional di pusat maupun di daerah sebagaimana penjabaran dari Nawa Cita demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepr No.1831, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN. T4P. Mekanisme Kerja Teknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER - 014/A/JA/11/2016 TENTANG MEKANISME KERJA TEKNIS DAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci

Indeks: ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA. KEJAKSAAN. Warganegara. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Indeks: ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA. KEJAKSAAN. Warganegara. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 5/1991, KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA *7742 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1991 (5/1991) Tanggal: 22 JULI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/59;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I Made Sugiarta Nugraha I Wayan Parsa I Ketut Suardita Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penegak hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penegak hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegak hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu-lintas atau hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengesampingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat Oleh : Suzanalisa ABSTRAK Tindak pidana kekerasan premanisme yang sangat lekat dengan pelanggaran hukum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk politik semestinya ditempatkan sebagai norma yang digali bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

TAHUN : 2005 NOMOR : 04

TAHUN : 2005 NOMOR : 04 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2005 NOMOR : 04 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Environmental Law Enforcement in Accordance With the Act Number 32, 2009 regarding

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan lembaga Kejaksaan sebagai institusi yang mewakili publik

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan lembaga Kejaksaan sebagai institusi yang mewakili publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan mengamanatkan lembaga Kejaksaan sebagai institusi yang mewakili publik khususnya di bidang penegakan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PASAL 3 ANGKA 11 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KABUPATEN KEDIRI

IMPLEMENTASI PASAL 3 ANGKA 11 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KABUPATEN KEDIRI IMPLEMENTASI PASAL 3 ANGKA 11 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KABUPATEN KEDIRI Ponirah ABSTRAK Implementasi pasal 3 angka 11 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Kemajuan tersebut antara lain dalam

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : Bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1. Sejarah Singkat Instansi Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam di Pancur Batu adalah salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang hukum.kantor Cabang Kejaksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya Negara-negara di dunia karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Khusus di Negara

Lebih terperinci

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887); SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PEMADAM

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Secara operasional Peraturan Daerah 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga penuntutan tertinggi di bidang hukum mempunyai peran utama dalam penegakan supremasi hukum dan mewujudkan keadilan bagi seluruh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2013 HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENERAPAN ASAS PERADILAN CEPAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Ambrosius Gara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT BAGI INSTANSI PEMERINTAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN NAMA KELOMPOK : 1. I Gede Sudiarsa (26) 2. Putu Agus Adi Guna (16) 3. I Made Setiawan Jodi (27) 4. M Alfin Gustian morzan (09) 1 DAFTAR

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci