BAB II PENGATURAN MENGENAI LALU LINTAS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN MENGENAI LALU LINTAS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN MENGENAI LALU LINTAS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas 1. Aspek Hukum Kepolisian Indonesia Pengertian Kepolisian menurut Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya di sebut UU Kepolisian adalah segala sesuatu hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 29 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertujuan mengawal keamanan dan ketertiban masyarakat dalam hal ini suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasayarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka terciptanya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman yang membangun kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan menanggulangi segalah bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Hubungan antara polisi, hukum dan masyarakat memang sangat erat. Achmad Ali menjelaskan mengenai hubungan antara polisi dengan efektivitas hukum : Kualitas dan keberdayaan polisi dalam menanggulangi kriminalitas, merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan afektif dan tidaknya ketentuan yang berlaku, khususnya di bidang kriminalitas yang menjadi tugas pokok kepolisian untuk menindaknya. 30 Masih berkaitan dengan eksistensi polisi, Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa yang besar 29 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 30 Achmad Ali Perubahan Masyarakat, Perubahan Hukum, dan Penemuan Hukum Oleh Hakim. Ujung Pandang : Hasanuddin University Press. Hlm 203.

2 frekuensinya dalam berhubungan secara langsung dengan masyarakat adalah polisi, di bandingkan dengan penegak hukum lainnya. 31 Kewenangan Kepolisian negara Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menegaskan tugas dan wewenang kepolisian dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 UU Kepolisian. Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: 1. Memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat; 2. Menegakkan hukum; 3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menjalankan tugas pokoknya, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan; 2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas di jalan; 3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; 4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; 5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; 6. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian, khusus penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; Ibid. 32 Pasal 13 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 33 Pasal 14 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3 7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; 8. Menyelenggaakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian umtuk kepentingan tugas kepolisian; 9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; 10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang; 11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta 12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: 34 a. menerima laporan dan/atau pengaduan; b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; 34 Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

4 g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan lainnya berwenang: 35 a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; e. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; 35 Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

5 i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait; j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional; k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 36 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: 37 a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; 36 Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 37 Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

6 k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf 1 adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut: 38 a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia. Kepolisian Indonesia dalam melaksakan tugas sebagaimana diamanatkan oleh UU 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia membagi jajarannya untuk menangani berbagai persoalan di masyarakat salah satunya menangani Lalu Lintas. Polisi yang menangani lalu lintas, yang selanjutnya disebut Polantas (Polisi Lalu Lintas) adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakantugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli,pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses produktivitas masyarakat. Seperti kecelakaan lalu 38 Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

7 lintas, kemacetan maupun tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Untuk itu polisi lalu lintas juga mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan bahasan Polri di masa depan (yang telah dibahas di atas). Para petugas kepolisian pada tingkat pelaksana menindaklanjuti kebijakan kebijakan pimpinan terutama yang berkaitan dengan pelayanan di bidang SIM, STNK, BPKB dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang digagas oleh Departemen Perhubungan, dibuat agar penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai harapan masyarakat, sejalan dengan kondisi dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini, serta harmoni dengan Undang-undang lainnya. Yang lebih penting dari hal tersebut adalah bagaimana kita dapat menjawab dan menjalankan amanah yang tertuang didalamnya. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 2e dinyatakan : bahwa tugas pokok dan fungsi Polri dalam hal penyelenggaraan lalu lintas sebagai suatu : urusan pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakkan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas. Selanjutnya, tugas dan fungsi Polri tersebut, diperinci pada pasal 12, meliputi 9 hal yakni : 1. Pengujian dan penerbitan SIM kendaraan bermotor 2. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor 3. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data lalu lintas danangkutan jalan 4. Pengelolaan pusat pengendalian sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan. 5. Pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas

8 6. Penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganankecelakaan lalu lintas. 7. Pendidikan berlalu lintas 8. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas 9. Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas. 2. Upaya Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas oleh Kepolisian Deskripsi perilaku masyarakat terhadap operasi bukti pelanggaran (tilang) dalam berlalu-lintas saat ini dibuktikan dengan data tingginya angka pelanggaran lalu-lintas merupakan salah satu penyebab tingginya kecelakaan lalu-lintas yang terjadi. Banyak pengguna jalan yang mengabaikan aturan berlalu-lintas sehingga menjadi pemicu kecelakaan. Tindakan yang tegas terhadap pelanggaran lalu-lintas tanpa kecuali akan merubah tingkah laku pengemudi dalam berlalu-lintas dan pada gilirannya meningkatkan keselamatan dalam berlalu-lintas. Penegakan hukum lalu-lintas yang masih parsial dirasakan belum efektif dan efisien dalam menekan angka kecelakaan lalu-lintas dan dapat memberikan pelayanan prima pada masyarakat. 39 Pelanggaran lalu-lintas yang berpotensi timbulnya kecelakaan lalu-lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti; penegakan hukum/law enforcement, 2. kondisisi sarana dan prasarana lalu-lintas, 3. kualitas individu meliputi: knowledge, skill, attitude (sikap mental), menyepelekan dan kepatuhan seperti jam karet, 39 Dr. Eko Soponyono, S.H.,M.H., Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang Perilaku Masyarakat Terhadap Hukum Dalam Berlalu Lintas, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham Ri, 2013), Hlm Ibid.

9 4. Kondisi social budaya seperti ketidakjelasan tentang benar dan salah the other do the same, dilema faktor ekonomi, sosial, kesulitan mencari figur panutan. Terhadap pelanggaran lalu-lintas, Kepolisian DKI Jaya pernah melakukan berbagai Operasi Lalu-Lintas yaitu: 41 a. Operasi Ketupat, digelar dalam rangka mendukung kelancaran kegiatan umat Islam dalam rangka merayakan hari Idul Ftri dan Idul Adha dan sudah menjadi issue nasional tentang mudik lebaran ; b. Operasi Lilin, digelar dalam rangka mendukung umat nasrani merayakan Hari Natal dan Tahun Baru dan issue yang muncul terror dan pengerusakan gereja; c. Operasi Zebra, digelar dalam rangka penindakan segala bentuk pelanggaran yang menggangu keamanan dan ketertiban, kelancaran dan bahkan keselamatan berlalu-lintas di jalan raya; d. Operasi Simpatik, digelar dalam rangka menciptakan kondisi bila bertepatan dengan event nasional seperti, Pemilu, ada tamu Negara Asing (dalam skala besar, seperti Pertemuan ASEAN, OPEC, ASEAN GAMES. Operasi ini lebih bersifat teguran dan himbauan untuk patuh pada hukum; e. Backup/Bantuan dilakukan dalam rangka mendukung fungsi serse apabila terjadi arus narkoba, terorisme dan pencurian kendaraan bermotor/curanmor; f. Operasi Kawasan, dilakukan dalam rangka mendukung wibawa pemerintah dan kesadaran hukum masyarakat di kawasan tertentu, contoh di jalan protocol utama. Dalam hal upaya menanggulangi pelanggaran lalu lintas karena mereka tidak cukup umur untuk memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi), maka aparat dalam hal ini 41 Ibid.

10 polisi lalu lintas harus melakukan upaya-upaya. Seperti yang dikemukakan oleh E.H. Sutherland dan Cressey ada dua metode yang digunakan yaitu: Upaya Preventif Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha untuk memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomi. 2. Upaya Represif Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat. B. Jenis-jenis Pelanggaran Lalu Lintas Suatu perbuatan dapat disebut pelanggaran apabila perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah adanya undang-undang (wet) yang menentukan demikian. 43 Masyarakat baru menyadarai hal tersebut merupakan tindak pidana 42 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT. Eresco, 1995), hlm Sutrisno, Pembagian Perbuatan Pidana dalam Kejahatan dan Pelanggaran, dalam 31 Juli 2016 pada pukul WIB).

11 karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang). 44 Kata Lalu lintas dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah lintas adalah berjalan bolak-balik, hilir mudik dan perjalanan dijalan dan sebagainya, serta perhubungan antara sebuah tempat tinggal dan lainnya (dengan jalan pelayaran, udara, darat, dan sebagainya). 45 Sedangkan pengertian Lalu lintas dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tantang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yaitu gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian lalu lintas dalam arti luas adalah hubungan antara manusia dengan ataupun tanpa disertai alat penggerak dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya. Seperti dipahami bahwa sebenarnya seorang pengemudi kendaraan bermotor tidak menginginkan terjadinya gangguan kendaraan selama perjalannan. Apakah gangguan ringan, seperti mogok sampai gangguan yang terberat. Selain si pengemudi tersebut yang akan mengalami keterlambatan sampai ketujuan, gangguan tersebut dapat juga mengakibatkan timbulnya pelanggaran atau kemacetan lalu lintas. Perbuatan-perbuatan dalam bentuk pelanggaran menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dapat dibagi menjadi : a. Pelanggaran Terhadap Kelengkapan Menggunakan Kendaraan Bermotor. Kelengkapan di dalam menggunakan kendaraan bermotor sangatlah penting, disamping untuk melindungi pengguna kendaraan, penumpang kendaraan, maupun pengguna jalan dan kendaraan bermotor lainnya dari bahaya kecelakaan yang tidak diinginkan. Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan telah mengatur berbagai ketentuan mengenai kelengkapan-kelengkapan bagi pengguna kendaraan bermotor dalam 44 C.S.T.Kansil, Christine Kansil, Memahami Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No 10 tahun 2004), (Jakarta : Pradya Paramita, 2007), hlm Poerwadarmita. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka. 1984). Hlm 555

12 berkendara di jalan, adapun kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan dalam hal kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan antara lain kewajiban menggunakan helm bagi pengguna kendaraan roda dua, dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan roda empat atau lebih. Kewajiban penggunaan helm bagi pengguna kendaraan roda dua dimaksudkan untuk melindungi anggota tubuh yang penting, yaitu kepala dari pengendara ataupun penumpang dari benturan apabila terjadi suatu kecelakaan, kewajiban ini tertulis pada Pasal 57 ayat (1) sampai (4) yaitu : 46 Ayat (1): Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor. Ayat (2): Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia. Ayat (3): Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang-kurangnya terdiri atas: a) sabuk keselamatan; b) ban cadangan; c) segitiga pengaman; d) dongkrak; e) pembuka roda; f) helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas. 46 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

13 Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah. Berkendaraan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas 47 diatur pada Pasal 58, yaitu: Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas. Kendaraan bermotor juga diwajibkan untuk memasang tanda nomor kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berfungsi untuk menandai kepemilikan yang sah dari kendaraan bermotor rersebut, seperti diatur pada Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan : Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. 48 Bagi pengguna kendaraan bermotor juga diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), yaitu surat yang menandakan bahwa pengendara telah mendapatkan izin untuk mengemudi suatu kendaraan tertentu, seperti telah diatur pada Pasal 77 ayat (1) yaitu : Setiap orang yangmengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan. 49 Persyaratan teknis bagi kendaraan sepeda motor yang layak jalan meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban seperti diatur dalam Pasal 48 ayat (2) dan (3) kewajibannya diatur dalam Pasal 106 ayat (3) yaitu: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan 47 Lihat penjelasan UU 22 Tahun 2009 pasal 58,yang dimaksud dengan perlengkapan, atau benda lain pada kendaraan yang dapat membahayakan keselamatan lalu lintas, antara lain pemasangan bumper tanduk dan lampu menyilaukan. 48 Ibid, hlm Ibid, hlm 42

14 Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan. 50 Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib untuk memiliki Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti diatur dalam Pasal 106 ayat (5) yaitu : Ayat (5) : Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan: a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; b. Surat Izin Mengemudi; c. bukti lulus uji berkala; dan/atau d. tanda bukti lain yang sah. 51 Adanya kewajiban bagi pengemudi dan penumpang kendaraan beroda empat atau lebih untuk memakai sabuk keselamatan diatur pada Pasal 106 ayat (6) dan ayat (7) yang berisi: Ayat (6): Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan. 52 Ayat (7) : Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di 50 Ibid, hlm Ibid. 52 Ibid.

15 sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.. 53 Kewajiban bagi pengendara dan penumpang sepeda motor untuk memakai helm Standar Nasional Indonesia diatur pada Pasal 106 ayat (8) yaitu :Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 54 b. Pelanggaran Terhadap Tata Cara Berlalu Lintas dan Berkendaraan Pelanggaran yang kerap terjadi terhadap tata cara berlalu lintas dan berkendaraan antara lain adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang harus dijalan kanan dihindari oleh pengemudi kendaraan bermotor, antara lain seperti : Tindakan pengguna jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan memberhentikan arus lalu lintas atau pengguna jalan, memerintahkan pengguna jalan untuk jalan terus, mempercepat arus lalu lintas, memperlambat arus lalu lintas, dan/atau mengalihkan arah arus lalu lintas, seperti diatur pada Pasal 104 ayat (1), kewajiban ini diatur pada Pasal 104 ayat (3) yang berbunyi : Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Setiap pengemudi kendaraan bermotor di jalan juga wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi seperti diatur pada Pasal 106 ayat (1): Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. 53 Ibid. 54 Ibid.

16 Kewajiban setiap pengemudi kendaraan bermotor untuk mengutamakn keselamatan pejalan kaki dan pesepeda disebutkan pada Pasal 106 ayat (2): Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 106 ayat (4) yaitu : a) Rambu perintah atau rambu larangan. b) Marka jalan. c) Alat pemberi isyarat lalu lintas. d) Gerakan lalu lintas. e) Berhenti dan parkir Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang, larangan ini diatur pada Pasal 106 ayat (9), pengemudi kendaraan bermotor juga wajib menghidupkan lampu pada malam hari dan juga dalam kondisi tertentu (Pasal 107 ayat 1), kewajiban menghidupkan lampu pada siang hari diberlakukan terhadap pengemudi sepeda motor seperti diatur pada Pasal 107 ayat (2), pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di belakang kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan seperti yang diatur pada Pasal 112 ayat (1),ketentuan ini juga berlaku terhadap kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak kesamping (Pasal 112 ayat 2). Pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat, setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain, ketentuan ini diatur pada Pasal 121 ayat (1).

17 Bagi pengendara kendaraan tidak bermotor dilarang dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh kendaraan bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan, mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau membahayakan pengguna jalan lain dan menggunakan jalur jalan kendaraan bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi kendaraan tidak bermotor, ketentuan ini diatur pada Pasal 122 huruf a, b, dan c. c. Pelanggaran Terhadap Fungsi Jalan dan Rambu Lalu Lintas Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan seperti yang disebutkan pada Pasal 25 ayat (1). C. Sanksi Hukuman Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Dalam suatu peraturan perundang-undangan, adanya pengaturan tentang sanksi atau hukuman pidana menjadi hal yang sangat penting karena didalam hukum pidana kita dapat mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dan harus dilakukan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut. 55 Sanksi pidana didalam undang-undang ini dirumuskan menggunakan sistem perumusan Alternatif, dari aspek pengertian dan substansinya, sistem perumusan alternatif adalah sistem dimana pidana penjara dirumuskan secara alternatif dengan jenis sanksi 55 Djoki Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1987), hlm 19

18 pidana lainnya, berdasarkan urutan-urutan jenis sanksi pidana dari yang terberat sampai yang teringan. Dengan demikian, hakim diberikan kesempatan memilih salah satu jenis pidana yang dicantumkan dalam pasal yang bersangkutan. 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada pasal 10 menentukan jenisjenis hukuman pidana,yaitu : 51 1) Hukuman Pokok,yang meliputi : a) Hukuman mati. b) Hukuman penjara. c) Hukuman kurungan. d) Hukuman denda 2) Hukum Tambahan,yang meliputi : a) Pencabutan beberapa hak tertentu. b) Perampasan barang tertentu. c) Pengumuman Keputusan Hakim Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 ini menerapkan ancaman hukuman pokok berupa hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda, selain itu pelaku tindak pidana dan pelaku pelanggaran lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana maupun pelanggaran lalu lintas. Adapun sanksi pidana yang dikenakan pada pelaku pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam beberapa pasal yaitu: Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, (Jakarta : Djambatan, 2004), hlm Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

19 NO. PASAL PERBUATAN YANG DILARANG ANCAMAN HUKUMAN (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan penjara lama 1 (satu) kerusakan dan/atau gangguan tahun atau denda fungsi Jalan sebagaimana Rp ,00 dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). (dua puluh empat juta rupiah). (2) Perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi penjara lama 1 (satu) perlengkapan jalan sebagaimana tahun atau denda dmaksud dalam Pasal 28 ayat (2). Rp ,00 (dua puluh empat juta (1) Perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek tidak singgah di Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal Setiap orang yang mengemudikan Kendaran Bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 4 (empat) bulan atau denda Rp ,00 (satu juta rupiah). kurungan lama 4 (empat) bulan atau denda

20 atau sering disebut SIM sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) Perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak mematuhi pemerintah yang diberikan oleh petugas kepolisian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) (1) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) (2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca Rp ,00 (satu juta rupiah) kurungan lama 1 Rp (dua ratus lima puluh ribu rupiah). kurungan lama 3 (tiga) bulan atau denda Rp ,00 (tujuh ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah).

21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b. (2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c. (3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e. (4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134. (5) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan batas kecepatan tinggi atau rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah).

22 Pasal 115 huruf a. (6) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraanlain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h (1) Pengemudi kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi dengan surat tanda kendaraan bermotor (STNK) atau surat tanda coba kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a. (2) Pengemudi kendaraan bermotor yang tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b. (3) Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c Pengemudi kendaraan roda empat atau lebih dan penumpang disampingnya yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) Pengemudi dan penumpang kendaraan bermotor selain sepeda motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) (1) Pengendara kendaraan bermotor roda dua yang tidak mengenakan helm Standard Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 1 (satu) bulan dan/atau denda Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus

23 (2) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) Pengemudi kendaraan bermotor roda dua tanpa kereta samping yang mengangkut penumpang lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (9) (1) Pengemudi kendaraan bermotor yang tidak menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana di maksud dalam Pasal 107 ayat (1). (2) Pengemudi kendaraan bermotor roda dua tidak menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) Pengendara kendaraan bermotor yang membelok atau berbalik arah tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) Pengendara kendaraan bermotor yang berpindah lajur atau bergerak kesamping tanpa memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) Pengendara kendaraan bermotor yang tidak berhenti di lintasan kereta api ketika sinyal sudah berbunyi: palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a Pengemudi kendaraan bermotor yang berbalapan di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b Pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman,lampu isyarat peringatan bahaya, kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 15 (lima belas) hari atau denda Rp ,00 (seratus ribu rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus dipidana dengan pidana kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 3 (tiga) bulan atau denda Rp ,00 (tujuh ratus kurunagan lama 1 tahun atau denda bannyak Rp ,00 (tiga juta rupiah). kurungan lama 2 bulan atau denda

24 atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) Pengendara kendaraan bermotor yang dengan sengaja berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda yang dapat membahayakan pengguna jalan lain, dan/atau menggunakan jalur-jalur kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 huruf a, huruf b atau huruf c Pengemudi kendaraan bermotor yang tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan atau tidak menggunakan lajur kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf c. Bagi pengemudi kendaraan umum yang tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan dan/atau menurunkan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf d. Tidak menutup pintu kendaraan selama kendaraan berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf e Pengemudi berkendaraan angkutan barang yang tidak mengemudikan Kendaraan Bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Rp ,00 (liam ratus ribu rupiah). kurungan lama 15 hari atau denda Rp ,00 (seratus ribu rupiah). kurungan lama 1 bulan atau denda Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1

25 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang menaikkan atau menurunkan penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan kendaraan angkutan tidak sesuai dengan angkutan untuk keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan keselamatan, pemberian tanda barang, parkir, bongkar dan muat, waktu operasi dan rekomendasi dari instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dilengkapi surat muatan dokumen perjalanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor angkutan umum barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang: a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a; b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b; c. tidak memiliki izin dalam Pasal 173. Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 1 Rp ,00 (dua ratus kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 2 (dua) bulan atau denda Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) Setiap orang yang tidak

26 mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal Setiap orang orang yang tidak mengasuransikan awak Kendaraan dan penumpangnya sebagaimana dimaksud pasal 237. kurungan lama 6 (enam) bulan atau denda Rp ,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). kurungan lama 6 (enam) bulan atau denda Rp ,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025]

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025] UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki

Lebih terperinci

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas Mengenal Undang Undang Lalu Lintas JAKARTA, Telusurnews Sejak Januari 2010 Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 sudah efektif diberlakukan, menggantikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992. Namun

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN http://images.hukumonline.com/ I. PENDAHULUAN Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH A. Pengaturan Hukum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah Perbuatan pidana atau sering

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum apabila perkembangan lalu lintas pada saat ini begitu pesat hal ini beriringan pula dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu

Lebih terperinci

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ),

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ), Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ), UULLAJ No 22 Thn 2009 16-05-2010 01:30:47 1. Setiap Orang Mengakibatkan gangguan pada : fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 T E N T A N G PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS A. Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas dan Kecelakaan Lalu Lintas Pengertian lalu lintas adalah gerak/pindah kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini terlihat dari banyaknya perubahan yang terjadi, terutama dalam bidang teknologi transportasi.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S I PA M A N D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN JARINGAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN

Lebih terperinci

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5346 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DAN PENYELENGGARAANNYA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S IPA M A N D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN JARINGAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di dalamnya diatur oleh hukum. Tujuan dibuatnya hukum ini adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TAWURAN DAN PENGGUNAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PESERTA DIDIK DI KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA W A L I K O T A S A M A R I N D A Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2003 T E N T A N G PEMINDAHAN KENDARAAN BERMOTOR, KERETA TEMPELAN DAN KERETA GANDENGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 6/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kota Malang telah

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan alat komunikasi jaman moderen yang sangat praktis karena dapat dibawa kemanamana. Kecanggihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa kewenangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG JARINGAN LINTAS ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak hukum di Indonesia harus ditegakkan dengan sebaik mungkin. Hukum di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka Penertiban Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INSPEKSI KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN... 6 BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG...

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN ANGKUTAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan,

Lebih terperinci

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010 SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010 OLEH : DIREKTUR LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT JAKARTA, 31 MEI 2010 ANGKUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 02 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGAWASAN DAN PENGOPERASIAN BECA BERMOTOR DI KABUPATEN OGAN ILIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 02 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGAWASAN DAN PENGOPERASIAN BECA BERMOTOR DI KABUPATEN OGAN ILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 02 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGAWASAN DAN PENGOPERASIAN BECA BERMOTOR DI KABUPATEN OGAN ILIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 68 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG IZIN TRAYEK DAN PENGENDALIAN LALU LINTAS

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG IZIN TRAYEK DAN PENGENDALIAN LALU LINTAS PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG IZIN TRAYEK DAN PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penggunaan dan Perlengkapan Jalan Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 21 ayat 1 disebutkan setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan arti dari

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa sanksi pidana denda yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang semakin banyak, serta kemajuan teknologi yang semakin canggih membawa implikasi semakin ramainya transportasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa guna mengurangi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1999 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1999 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1999 T E N T A N G LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin modern suatu masyarakat, semakin banyak bidang-bidang kehidupan yang di atur oleh hukum. Hal ini terutama disebabkan oleh karena suatu masyarakat modern

Lebih terperinci